Paper Korupsi Dan Kemiskinan

December 3, 2017 | Author: Astika Tjitrodihardjo | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Paper Korupsi Dan Kemiskinan...

Description

Dini Maulina

C2B009006

Shinta Dwi Wulandari

C2B009015

Astika Ratri R.

C2B009023

Hasan Anwar

C2B009080

Pambage

C2B007044

Korupsi Memperparah Kemiskinan Pendahuluan Secara umum masyarakat Indonesia saat ini telah menyadari korupsi adalah perbuatan jahat, bahkan dinyatakan dalam kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Sayangnya, sampai saat ini Indonesia masih saja menjadi salah satu negara yang tingkat korupsinya masih tinggi. Hal tersebut terlihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dilansir oleh Transparency International tahun 2011 mencapai 3,0 dengan posisi ke 100 dari 180 negara yang disurvey. Walaupun terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya (2,8 posisi 110 dari 180 negara), bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga, IPK kita masih berada dibawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei. Padahal upaya penindakan yang dilakukan Indonesia lebih agresif dari pada yang dilakukan negara-negara tetangga tersebut. Korupsi di Indonesia umumnya berupa: penyalahgunaan wewenang, pembayaran fiktif, kolusi/persekongkolan, biaya perjalanan dinas yang fiktif, suap/uang pelicin, pungutan liar, penyalahgunaan fasilitas kantor, imbalan tidak resmi, pemberian fasilitas secara tidak adil, bekerja tidak sesuai dengan ketentuan dan prosedur, tidak disiplin waktu, komisi atau transaksi jual/beli yang tidak disetor ke Kas Negara, menunda/memperlambat pembayaran proyek, pengumpulan dana taktis, penyalahgunaan anggaran, menerima hadiah, dan menerima sumbangan (MenPAN, 2002). Semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usahausaha pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat pula dorongan individu terutama di kalangan birokrat untuk melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan. Korupsi didorong oleh semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relatif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalan-imbalan dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok).

Korupsi mempunyai dampak yang luar biasa dan mengakibatkan kerusakan besar serta secara luas mempengaruhi kehidupan rakyat Indonesia. Dari segi ekonomi, korupsi memberi dampak pada pertumbuhan ekonomi, investasi domestik/asing, penerimaan pajak, dan mis alokasi anggaran pemerintah. Padahal pertumbuhan ekonomi diharapkan bisa mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pendapatan melalui mekanisme trickle down effect. APBN yang diperlukan untuk kesejahteraan rakyat telah banyak dikorupsi bahkan sebelum masuk ke kas negara. Sehingga dengan maraknya korupsi, akan menghambat pengentasan kemiskinan di Indonesia. Korupsi dan kemiskinan merupakan dua entitas yang dapat merusak sendi kehidupan bangsa Indoensia. Korupsi telah menghambat pembangunan dan memperlebar jurang kemiskinan. Namun, hubungan antara korupsi dan kemiskinan tak selalu mudah untuk dijelaskan. Pasalnya, hubungan antara keduanya tidak bersifat langsung. Artinya, korupsi tidak bisa langsung menghasilkan kemiskinan. Namun, korupsi memiliki konsekuensi langsung terhadap faktor-faktor tatakelola pemerintahan dan perekonomian, yang pada akhirnya melahirkan kemiskinan.

Praktik Korupsi di Indonesia Korupsi di Indonesia sudah terjadi sejak zaman kerajaan kuno hingga sekarang. Menurut sejarah Indonesia, korupsi pada zaman kerajaan terjadi akibat adanya perebutan kekuasaan yang membuat banyak pihak yang menginginkan kekuasaan tersebut menghalalkan berbagai cara untuk memperolehnya. Oleh karena itu, munculah benih-benih KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang pada akhirnya membuat orang-orang semakin menikmati proses KKN ini. Pada zaman penjajahan KKN mulai masuk ke dalam sistem politik. Belanda secara sengaja menanamkan perilaku KKN dengan menjadikan birokrasi indonesia

sebagai

boneka

untuk

melakukan

hal-hal

yang

bersifat

KKN

demi

mempertahankan status quo Belanda. Dengan demikian, seiring bertambahnya zaman, generasi-generasi korupsi di Indonesia semakin berkembang. Pada zaman modern ini, pelaku korupsi tidak hanya ada di dalam sistem birokrasi politik saja, bahkan merambat ke dalam sistem pendidikan dan pada masyarakat luas. Contohnya, banyak politisi yang mengalihkan uang rakyat untuk kepentingan promosi, hal ini berakibat terhambatnya pembangunan yang seharusnya bisa diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat. Dalam dunia pendidikan, korupsi terjadi ketika sarana dan prasarana yang diberikan untuk kepentingan pendidikan disalahgunakan oleh para penghuni di dalam fasilitas pendidikan untuk kepentingan pribadi masing-masing. Korupsi yang dilakukan oleh

masyarakat contohnya oleh supir kendaraan dinas yang mengumpulkan kertas-kertas bekas bukti pembayaran bensin, tol, dan parkir, dan melakukan kerjasama dengan office boy agar perbuatannya tidak diketahui oleh pihak atasan. Perilaku korupsi ini menjadi sulit diatasi karena sudah mengakar pada hampir seluruh rakyat Indonesia. Pada umumnya, faktor pendorong korupsi dalam suatu organisasi antara lain karena adanya tekanan, pembenaran oleh diri sendiri maupun orang lain, serta kesempatan untuk melakukan korupsi. Faktor pendorong yang berasal dari luar organisasi adalah adanya sikap publik yang permisif terhadap tindakan koruptif. Pada awalnya, orang-orang melakukan korupsi adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi karena sifat tamak dan rakus manusia, korupsi sudah menjadi hal yang biasa diakukan demi memuaskan kebutuhan. Menurut Sekretaris LSM, Alammak Babel Joni Irawan, ada tiga puluh jenis tindak pidana korupsi yang biasa dilakukan oleh para koruptor. Jenis tindak pidana korupsi terebut adalah (1) Melawan hukum untuk memperkaya diri dan dapat merugikan keuangan Negara. (2) Menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan Negara. (3) Menyuap pegawai negeri. (4) Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya. (5) Pegawai negeri menerima suap. (6) Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya. (7) Menyuap hakim. (8) Menyuap advokat. (9) Hakim dan advokat menerima suap. (10) Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan. (11) Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administras. (12) Pegawai negeri merusakkan bukti. (13) Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti. (14) Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti. (15) Pegawai negeri memeras. (16) Pegawai negeri memeras pegawai yang lain. (17) Pemborong berbuat curang. (18) Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang. (19) Rekanan TNI/Polri berbuat curang. (20) Pengawas rekanan TNI/Polri membiarkan perbuatan curang. (21) Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang. (22) Pegawai negeri menyerobot tanah Negara sehingga merugikan orang lain. (23) Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya. (24) Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK. (25) Merintangi proses pemeriksaan. (26) Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaannya. (27) Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka. (28) Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu. (29) Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu. (30) Saksi yang membuka identitas pelapor. Pemberantasan korupsi di Indonesia telah datur dalam UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan ditetapkan dalam UU No.20 Tahun 2001 tentang

perubahan atas UU No. 31 tahun 1999. Pelaku pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi, yaitu (1) Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi). (2) Komisi Pemberantasan Korupsi. (3) Kepolisian. (4) Kejaksaan. (5) BPKP. (6) Lembaga nonpemerintah: Media massa Organisasi massa (mis: ICW).

Dampak Korupsi Terhadap Perekonomian Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki tingkat korupsinya tinggi. Lemahnya birokrasi dan penegakan hukum merupakan faktor utama dari penyebab kasus korupsi. Misalnya, adanya proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar, kurang adanya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah, lemahnya profesi hukum. Menurut undang-undang korupsi adalah: “setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara”. Korupsi merupakan salah satu penyebab Indonesia tidak mengalami kemajuan. Korupsi mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat ketidakefisienan yang tinggi. Karena pada awalnya anggaran tersebut digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan publik tidak terealisasi. Namun, uang tersebut justru masuk ke kantong-kantong pejabat Negara. Korupsi juga menyebabkan meningkatnya biaya barang dan jasa. Akibatnya hutang negara meningkat dan pada akhirnya menurunkan kualitas penyediaan barang dan jasa. Hutang ini dialokasikan untuk menutupi defisit anggaran dari anggaran belanja negara, sebab negara tidak memiliki banyak pilihan untuk bisa tetap menjalankan pembangunannya walaupun modal yang dimiliki negara ini jauh dari batas yang dianggap cukup. Kurang berdayanya kemampuan finansial ini pada akhirnya membuat negara terus menambah hutang, ditambah lagi tindak korupsi bukannya semakin berkurang justru makin bertambah. Korupsi menyebabkan defisit fiskal yang besar, meningkatkan income inquality. Korupsi juga mereduksi peran fundamental, dan akhirnya akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai. Korupsi dapat meningkatkan biaya produksi berarti memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen berupa pajak yang sangat tinggi, ini akan mengurangi kesejahteraan masyrakat. Korupsi dapat meningkatkan ongkos manajemen dalam negosiasi pejabat korup. Korupsi menimbulkan kekacauan di sektor publik dengan tidak dialokasikannya dana APBN dan ini akan menyebabkan tidak terealisasikannya fasilitas-fasilitas publik. Jika ada yang terealisasi biaya anggaran tidak sebanding dengan yang diajukan.

Berkurangnya resources dalam sistem produksi perekonomian Indonesia pada akhirnya akan membuat jumlah kapasitas produksi yang dihasilkan menjadi menurun, dan apabila supply barang lebih rendah dari demand maka yang terjadi ialah kelangkaan dan pemerintah pada akhirnya akan melakukan impor sebagai jalan keluar. Ketidak jelasan pembangunan memberikan efek domino, contoh jika dana untuk pembangunan perbaikan jalan, kemudian, jalan yang seharusnya bertahan sampai beberapa tahun, karena dana anggaran dikorupsi, jalan yang diperbaiki tidak bertahan samapi tahun yang ditargetkan. Ini merugikan anggaran yang telah dikeluarkan dan merugikan perekonomian karena akan menghambat perekonomian. Karena terhambatnya pembangunan di sektor publik, kebijakan pemrintah tidak lagi optimal, karena kebijakan-kebijakan yang pro rakyat akan sia-sia. Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan, pengangguran dan juga kesenjangan sosial. Kebijakan pemerintah yang tidak optimal akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah dan akan menyebabkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Turunnya tingkat kepercayaan publik akan berdampak juga pada turunnya kepercayaan pelaku ekonomi terhadap kebijakan ekonomi yang dikeluarkan untuk memberikan regulasi pasar. Turunnya tingkat kepercayaan ini akan memunculkan kekhawatiran bagi investor untuk menanamkan investasi modalnya di Indonesia. Berkurangnya kepercayaan pelaku pasar terhadap perekonomian Indonesia sangat rawan menyebabkan capital flight, yaitu larinya modal-modal baik dalam maupun luar negeri yang selama ini menyokong aktivitas pembangunan ekonomi Indonesia.

Hubungan Korupsi Dengan Kemiskinan Kemiskinan didefinisikan oleh Bappenas sebagai kondisi yang membuat seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dengan pendekatan berbasis hak, kemiskinan dapat diidentifikasi dberdasarkan rendahnya akses terhadap berbagai sumber daya dan aset produktif yang diperlukan untuk pemenuhan sarana kebutuhan hidup dasar. Dan upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi kemiskinan tersebut adalah dengan mengganggarkan sejumlah dana tertentu yang diperuntukkan guna membiayai penduduk miskin agar mendapatkan hak yang sama dalam

mengakses pendidikan,

kesehatan, dan berbagai kebutuhan dasar lainnya. Namun demikian, maraknya kasus korupsi yang terjadi di sebagian besar negara berkembang khususnya Indonesia tentu saja menghambat program pengentasan kemiskinan tersebut, di mana yang menjadi penyebab

utama korupsi adalah lemahnya birokrasi dan penegakan hukum (Klitgard, 1988, 2000, dalam Waluyo 2010) Sementara definisi korupsi, sampai saat ini belum ada definisi yang baku. Penyebabnya adalah karena sifat korupsi yang menyusup masuk dalam sebuah sistem, faktorfaktor korupsi dan motif korupsi berhubungan dengan banyak bidang (Waluyo, 2010).World Bank mendefinisikan korupsi sebagai “the abuse of public power for private benefit”, yakni penyalahguhnaan kekuatan publik untuk kepentingan pribadi. (Tanzi, 1998, USAID, 1999, dalam Waluyo 2010). Definisi tersebut cukup dapat menggambarkan sebagian kecil kasus korupsi yang terjadi di banyak negara khususnya Indonesia, di mana kemiskinan seringkali menjadi komoditas utama para politisi. Kemiskinan sebagai komoditas utama dimaksudkan sebagai senjata para politisi untuk dapat menarik simpati publik demi sebuah kekuasaan. Tingginya angka kemiskinan seolah-olah menjadi kesempatan bagi para politisi untuk mendapatkan kedudukan tertentu dengan iming-iming berbagai program pengentasan kemiskinan, namun kenyataannya seringkali setelah kekuasaan diraih, program-program pengentasan kemiskinan tersebut justru menjadi ladang korupsi bagi para politisi. Tingginya angka korupsi di suatu negara seringkali dikaitkan dengan tingginya angka kemiskinan. Namun demikian, berdasarkan sebuah studi literatur yang dilakukan oleh Eric Chetwynd, Frances Chetwynd serta Bertram Spector di tahun 2003 dengan judul "Corruption and Poverty: A Review of Recent Literature" hubungan di antara keduanya bukan bersifat langsung (Tuturoong, 2010). Berdasarkan hasil studi literatur tersebut, korupsi memiliki konsekuensi langsung terhadap faktor-faktor tatakelola pemerintahan dan perekonomian, yang pada akhirnya melahirkan kemiskinan. Secara garis besar, terdapat 2 model yang dapat menjelaskan hubungan antara korupsi dan kemiskinan, yaitu model perekonomian dan model tata kelola pemerintahan. 1. Model Perekonomian Dalam model perekonomian, korupsi berdampak terhadap kemiskinan dengan terlebih dahulu mempengaruhi faktor-faktor pertumbuhan ekonomi. Peningkatan korupsi akan secara langsung mengurangi investasi dalam perekonomian, menciptakan distorsi pasar, merusak kompetisi, serta menimbulkan inefisiensi yang ditandai dengan meningkatnya biaya-biaya untuk menjalankan bisnis, serta meningkatkan ketidakadilan dalam hal pendapatan dan pada akhirnya akan memperparah kemiskinan. Korupsi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi karena menyebabkan berkurangnya investasi dari dalam dan luar negeri, menjalankan berbagai pungutan yang melemahkan kewirausahaan, menurunkan kualitas infrastruktur, mengurangi pendapatan pajak, menguntungkan para

pemburu rente (rent-seeker) ketimbang para wirausahawan sejati, serta merusak keseimbangan komposisi bagi alokasi anggaran untuk publik. Berdasarkan hasil studi tersebut, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa korupsi juga meningkatkan kesenjangan pendapatan. Penjelasannya adalah bahwa korupsi menciptakan distorsi bagi perekonomian, termasuk kerangka kebijakan serta hukumnya yang mengakibatkan sekelompok masyarakat tertentu memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan kelompok masyarakat yang lain. Pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan penghasilan merupakan hal yang penting, karena keduanya menghubungkan antara korupsi dan kemiskinan. Berbagai studi menunjukkan bahwa tidak adanya pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan ekonomi yang negatif) meningkatkan kemiskinan. Sebaliknya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa peningkatan PDB seringkali membawa dampak pada peningkatan pendapatan kaum miskin. Meskipun demikian, distribusi pendapatan menjadi faktor mediasi yang amat penting, sebab pertumbuhan ekonomi saja tidak serta-merta membawa keuntungan bagi kaum miskin. 2. Model Tata Kelola Pemerintahan Berbeda dengan model perekonomian, model tata kelola pemerintahan menerangkan bahwa korupsi pertama-tama mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam mengelola pemerintahan (governance), yang setelah itu membawa dampak pada peningkatan angka kemiskinan. Berkurangnya kapasitas tata kelola pemerintahan sebagai akibat dari korupsi akan memperlemah institusi-institusi politik serta partisipasi masyarakat yang kemudian berdampak pada menurunnya kualitas infrastruktur serta berbagai pelayanan publik oleh pemerintah. Ketika anggaran bagi kesehatan dan pendidikan dasar tidak lagi menjadi prioritas, sementara berbagai program padat modal (yang selalu menarik bagi para pemburu rente) justru mendapatkan perhatian dari penyelenggara pemerintahan, masyarakat kelas bawah sesungguhnya kehilangan pelayanan dasar yang sangat mereka andalkan untuk bertahan hidup. Sehingga banyak hasil studi yang menunjukkan bahwa korupsi selalu memiliki korelasi dengan tingginya angka putus sekolah serta kematian bayi. Lemahnya tata kelola pemerintahan juga akan meningkatkan kemiskinan melalui pembatasan pertumbuhan ekonomi, dan pada akhirnya, karena ketidakmampuannya untuk mengkontrol korupsi. Korupsi yang mengurangi kapasitas tatakelola pemerintahan juga akan berdampak pada hilangnya kepercayaan publik pada lembaga-lembaga pemerintah. Pada saat kepercayaan publik ini menurun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa

tingkat kerapuhan masyarakat miskin akan mengalami peningkatan setiap kali produktivitas ekonomi mereka terganggu oleh berbagai alasan. Pada saat masyarakat menganggap bahwa sistem sosial yang mereka miliki tidak dapat dipercaya dan tidak adil, mereka tidak akan merasa memiliki insentif untuk terlibat dalam berbagai kegiatan ekonomi yang produktif. Dengan terjadinya perubahan mental yang tersebut, maka akan semakin sulit upaya untuk mengatasi persoalan kemiskinan.

Kesimpulan Telah menjadi suatu kenyataan bahwa korupsi memang memperparah dan mendorong terjadinya kemiskinan, namun polanya tidak sederhana, melainkan kompleks karena meliputi berbagai faktor dalam perekonomian dan tatakelola pemerintahan. Dengan temuan-temuan ini, dapat dikatakan bahwa berbagai program transparansi anggaran serta anti-korupsi yang dipersiapkan secara matang untuk menyentuh isu-isu ekonomi, pelayanan publik dan kepercayaan terhadap pemerintah tak hanya akan berdampak pada berkurangnya korupsi, tapi juga kemiskinan. Korupsi merupakan suatu bentuk patologi sosial yang bertentangan dengan etika moral, hukum dan agama. Korupsi dapat membawa dampak negatif yang cukup luas dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Selain menimbulkan kemiskinan, dampak lain yang dapatditimbulkan dari korupsi tersebut antara lain adalah: (1) merugikan keuangan negara, (2) menciptakan ekonomi biaya tinggi, (3) merendahkan martabat manusia, bangsadan negara, (4) menghambat pelaksanaan pembangunan,(5) merusak tatanan sosial, dan (6) melemahkan birokrasi pemerintah.

Saran Upaya penanggulangan atau pemberantasan terhadap korupsi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pencegahan dan penindakan. Upaya pencegahan adalah mencakup keseluruhan usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya korupsi, baik dilakukan melalui pendidikan maupun pengawasan. Sedangkan upaya penindakan adalah usaha yang dilakukan untuk menindak pelaku korupsi sesuai ketentuan hukum yang berlaku serta menyelamatkan keuangan negara. Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini masih cenderung ke arah penindakan dan masih kurang pada upaya pencegahan. Untuk itu, upaya pemberantasan korupsi hendaknya lebih banyak diarahkan pada upaya meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya kalangan pegawai negeri sipil, organisasi kepemudaan dan keagamaan untuk

berperilaku anti korupsi dan malu melakukan korupsi. Sehingga dapat tercipta masyarakat (aparatur negara) yang bebas korupsi. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui penataran atau penyuluhan, seminar, loka karya dan sebagainya secara berkesinambungan. Untuk itu dukungan pemerintah dan semua pihak sangat diperlukan. Dalam menindak para pelaku korupsi, yang harus diutamakan adalah agar seluruh uang yang dikorupsi harus dikembalikan serta ditambah dengan hukuman denda serta hukuman kurungan atau penjara yang seberat-beratnya.

DAFTAR PUSTAKA MenPAN, dalam Surat Nomor 37a/M.PAN/2/2002 tanggal 8 Februari 2002 Waluyo, Joko. “Analisis Hubungan Kausalitas antara Korupsi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan : Suatu Studi Lintas Negara.” Buletin Ekonomi Vol. 8, No. 2, Agustus 2010 Tuturoong, .Wandy N. “Hubungan antara Korupsi dan Kemiskinan.” Transparency International of Indonesia. http://www.ti.or.id/index.php/news/2010/10/04/hubunganantara-korupsi-dan-kemiskinan

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF