PAPDI 68-97 Gastroenterologi
March 26, 2017 | Author: Edward Arthur Iskandar | Category: N/A
Short Description
Download PAPDI 68-97 Gastroenterologi...
Description
ffi:ffiffig
68 PENDEKATAN KLINIS PENYAKIT GASTROINTESTINAL Dharmika Djojoningrat
nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/ begah. Keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien, dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat
PENDAHULUAN Keluhan pada pasien gastrointestinal (GI) dapat berkaitan
dengan gangguan lokal/intra lumen saluran cerna
(misalnya adanya ulkus duodeni, gastritis, dan
berganti atau bervariasi baik dari segi j enis keluhan maupun kualitasnya. Terdapat berbagai definisi tentang dispepsia. Salah satunyayarlg dapat dipakai adalah dyspesia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen. Definisi ini berdasarkan kriteria Roma II tahun 1999-2000. Jadi dispepsia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindrom yang harus dicari penyebabnya.
sebagainya) ata.u dapat pula disebabkan oleh penyakit
sistemik (misalnya diabetes melitus). Diperlukan anamnesis yang teliti, akurat dan bertahap untuk memformulasikan gangguan yang terjadi sehingga bila dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik, kita dapat merencanakan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Terdapat beberapa gejalal kumpulan gejalalkeluhan yang karakteristik untuk penyakit GI yang dikemukakan oleh pasien dan perlu diperoleh persepsi yang sama oleh dokter yang memeriksanya. Untuk itu diperlukan teknik anamnesis yang baik. Sakit perut yang dikeluhkan oleh pasien harus dijabarkan dan diinterpretasikan dengan baik agar diperoleh data apakah sakit perut tersebut merupakan nyeri epigastrik, kolik bilier, kolik usus atau suatu nyeri akibat rangsang peritoneal. Tidak jarang pula suatu keluhan tertentu diekspresikan secara berbeda-beda, terutama dalam istilah, tergantung pada latar belakang pendidikan, sosial, budaya pasien. Dalam makalah ini akan diajukan beberapa keluhan/gejala awal yang merupakan masalah pokok utama penyakit GI dan prakiraan penyakit yang mendasarinya (rinciannya akan lebih jelas pada masing-masing topik penyakit
Etiologi Dispepsia
.
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cema:
tukak gaster/duodenum, gastritis, tumor, infeksi
. . . .
Helicobacter pylori. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, belerapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin dsb. pada hati, pankreas, sistem bilier: hepatitis, Penyakit . pankreatitis, kolesistitis kronik. Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit j antung koroner. Bersifat fungsional: yaitu dispepsiayang terdapatpada kasus yang tidak terbukti adanya kelainan/gangguan
organik/struktural biokimia. Tipe ini dikenal sebagai dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.
dasarnya).
Pendekatan Diagnostik
. DISPEPSIA Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejalal keluhan yang terdiri dari
441
Anamnesis yang akurat untuk memperoleh gambaran keluhan yang terjadi, karakteristik keterkaitan dengan penyakit tertentu, keluhan bersifat lokal atau manifestasi gangguan sistemik. Harus terjadi persepsi yang sama untuk menginterpretasikan keluhan tersebut antara
442
GA!'TROENTEROI.OGI
dokter dan pasien yang dihadapinya.
DISFAGIA
Pemeriksaan hsik untuk mengidentifikasi kelainan intra
abdomen atau intra lumen yang padat (misalnya tu-
mor), organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai dengan adany a rangsang peritoneal/peritonitis. Laboratorium: unhrk mengidentifikasi adanya faktor infeksi (lekositosis), pankreatitis (amilase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA, CA19-9, AFP). Ultrasonografi: untuk mengidentihkasi kelainan padat intra abdomen, misalnya adanya batu kandung empedu,
kolesistitis, sirosis hati dsb. Endoskopi (esofagogastroduodenoskopi): pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila dispepsia
tersebut disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms yaitu adanya penurunan berat badan,
anemia, muntah hebat dengan dugaan adatya obshuksi, muntah darah, melena, ata:u keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia lebih dai 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik, terutama keganasan, sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Teknik pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan strukturaVorganik intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adatya tukak/ulkus, tumor dsb,
serta dapat disertai pengambilan contoh jaringan
Disfagia adalah sensasi gangguan pasase makanan dari mulut ke lambung. Pasien mengeluh sulit menelan atau makanan terasa mengganjal di leher/dada atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Harus dibedakan dengan odinofagia (rasa sakit waktu menelan). Disfagia dapat disebabkan oleh gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal dan fase esofageal . Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan adanya regurgitasi ke hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk mulai menelan. Sedangkan disfagia fase esofageal, pasien mampu menelan tapi terasa bahwa yang ditelan terasa tetap mengganjal atau tidak mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal. Disfagia yang pada awalnya terutama terjadi pada waktu menelan makanan padat dan secara progresifkemudian terjadi pula
pada makanan cair, diperkirakan bahwa penyebabnya adalah kelainan mekanik atau stmktural. Sedangkan bila
cair diperkirakan
gabungan makanan padat dan
penyebabnya adalah adalah gangguan neuro muskular. Bila keluhan bersifat progresif bertambah berat, sangat
dicurigai
adany a proses keganasan.
Etiologi Disfagia
(biopsi) dari jaringan yang dicurigai untuk memperoleh gambaran histopatologiknya atau untuk keperluan lain seperti mengidentifikasi adanya kuman Helicobacter
.
Fase orofaringeal: Penyakit serebrovaskular, miastenia
pylori.
.
gravis, kelainan muskular, tumor, divertikulum Zenker, gangguan motilitas/sfingter esofagus atas. Fase esofageal: Inflamasi, striktur esofagus, tumor, ring/ web, penekanan dari luar esofagus, akalasia, spasme esofagus difus, skleroderma.
Radiologi (dalam hal ini pemeriksaan barium meal): Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas
seperti adanya fukak atau gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada kelainan yang
bersifat penyempitan/stenotik/obstruktif dimana skop endoskopi tidak dapat melewatinya.
Pendekatan Diagnostik
. . .
Esofagogastroskopi. Bariummeal(esofagografi).
Manometri esofagus. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
rl
Alarm symptoms anemia, penurunan berat badan, hematemesis, melena dsb)
C)
YY
++ ++++
Terduga fase oro
Gagal
J
---:--t
Barium
meal
+l
Normal
Abnormal
Eksplorasi diagnostik (Endoskopi, radiologi, USG, dll)
faringeal
Terduga fase esofageal
Barium meal
+l
AbnormalNormal
tnd0sk0pi atas + biopsiJ tnd0sk0pr atas + bropsiJ
iPenyebaborganiil teridentifikasi
I
|
ffi |
T
E"pi d.fil,itrl
organik/biokiawi'
Fluoroskopi I
Gambar 2.
Alur tatalaksana ringkas diagnostik pada kasus
disfagia
Ebpepsi:frmssbndl
Gambar '1 . Alur tatalaksana ringkas diagnosis pada kasus dispepsia
Manometri
Catatan: Dapat pula dimulai dari eksplorasi endoskopi, dan bila terdapat proses penyempitan (misalnya pada akalasia, striktura dll) dimana skop tidak dapat lewat, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan barium meal.
443
PENDEKATAN KLIMS PENYAIST GASIROENTEROI'GI
MUALDAN MUNTAH
.
Pada umumnya keluhan ini merupakan bagian dari sindroma
.
dispepsia. Muntah dapat dirangsang melalui (disertai etiologinya):
.
. . .
Serabut aferen Vagus dari lapisan viseral GI (sindrom reseptor 5-HT3), misalnya muntah akibat rangsang peritoneum atau peritonitis, kolik bilier atau distensi
gastrointestinal. Sistem vestibuler yang dirangsang oleh posisi atau infeksi vestibulum (reseptor histamin Hl dan muskarinik).
. .
. .
Esofagogastroskopi. Bariummeal
.
Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab dasarnya.
PERDARAHAN SALURAN CERNA
penglihatan dan emosi.
Perdarahan saluran cerna dapat bermanifestasi klinis mulai
Chemoreceptor trigger zone pada area postrema
dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar
medulla (reseptor serotonin 5-HT3 dan dopamin D3):
sampai pada keadaan yang mengancam hidup.
muntah akibat obat kemoterapi, toksin, hipoksia,
Hematemesis adalah mutah darah segar (merah segar) atau
uremia, asidosis, dan pengobatan radiasi.
hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Trcitz. Perdarahan saluran cerna
Obat-obatan: OANS, digoksin, eritromisin. Gangguan susunan sarafpusat: Tumor, perdarahan intra kranial, infeksi, motion siclcness, gangguan psikiatrik, gangguan labirin. Gangguan gastrointestinal dan peritoneal: gastric outlet obstruction, obstruksi usus halus, gastroparesis, pankreatitis, kolesistitis, hepatitis akut. Gangguan metabolik endokrin: wemia, ketoasidosis diabetik, penyakit tiroid.
Pendekatan Diagnostik
.
Aspirasi melalui selang nasogastrik yang meperlihatkan banyak residu lambung, membawa kita berpikir akan adanya obstruksi (baik organik maupun fungsional).
Susunan saraf pusat, misalnya rangsangan penciuman,
Etiologi
. .
. . .
Laboratorium: biasanya merupakan dampak muntah atau menggambarkan penyakit sistemik dasarnya.
Setiap kasus muntah harus dinilai keadaan sistemik yang
bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifes dalam bentuk keluarnya darah segar per anum bila perdarahannya banyak. Melena (feses berwama hitam)
biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon) . Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal).
Etiologi Perdarahan Saluran Gerna
menyertainya (uremia, kehamilan, status nutrisi, diabetes melitus) serta adanya gangguan aspek
Saluran cerna bagian atas: pecahnya varises esofagus
neurologi (vertigo, parestesia, nyeri kepala yang hebat, rasa lemas yang mencolok). Muntah yang disertai nyeri perut yang hebat harus diwaspadai adanya rangsang peritoneum, obstruksi intestinal akut atau penyakit pankreatobilier. Korelasi dengan waktu makan juga dapat menuntun ke arah penyebabnya (psiko genik, gastroparesis, tukak peptik yang menimbulkan obstruksi, akalasia).
tukak peptik, gastritis erosiva (terutama akibat OANS),
(tersering di Indonesia, lebih kurang 70-75 %),perdarahan
gastropati hipertensi portal, esofagitis, tumor, angiodisplasia.
Saluran cerna bagian bawah: kolitis (infeksi, radiasi, ikemik), tumor, divertikulosis , inJlammatory Bowel Disease,
hemoroid.
Pendekatan Diagnostik Endoskopi(esofagogastroduodenoskopi,
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
t\
v
tT,.',,,n
''fo"'r'" Dehidrasi
inflamasi abdomen
uga metabolik lTerduga intra
t
Terdugaobstruksi
+
TeraPi
tatalaksana perdarahan saluran cerna.
I
I
t
Terdugapenyakitneurologik
Gambar 3. Alur tatalaksana ringkas diagnostik pada kasus mual muntah
kolonoskopi),
radiologi (skintigrafi, angiografi). catatan: lihat alur
DIARE Diare adalah meningkabrya frekuensi buang air besar dan konsistensi feses menjadi cair. Secara praktis dikatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi cair. Diare dapat digolongkan diare
444
akut atau bila telah berlangsung lebih dari 2 minggu dikategorikan sebagai diare kronik.
DIAREAKUT
GASIIROENTEROI.OGI
.
.
Etiologi Virus, protozoa; Giardia lambdia, Entamoeba hystolitica, bakteri: yang meproduksi enterotoksin (S aureus, C perfringens, E coli, V cholera, C dfficile) dan yang
menimbulkan inflamasi mukosa lusus (Shigella, Salmonella sp, Yers inia), iskemia intestinal, inJl ammatory Bowel Disease (acute on chronic), kolitis radiasi.
Pendekatan Diagnostik
.
.
. . .
Pada umumnya diare akut disebabkan infeksi atau toksin bakteri. Adanya riwayat makan makanan tertenfu (terutama makanan siap santap) dan adanya keadaan yang sama pada orang lain, sangat mungkin merupakan keracunan makanan yang disebabkan toksin bakteri. Travellers diarrhea merupakan kejadian diare pada wisatawan.
. .
.
Pendekatan Diagnostik dengan puasa diare berkurang, biasanya
. .
inflamatorik) dan disebabkan oleh toksin bakteri (terutama E coli), biasanya mempunyai gejala feses
.
benar-benar cair, tidak adadarah, nyeri perut terutama daerah umbilikus (karena kelainan terutama di daerah
.
.
.
makanan.
Bila diare dalam bentuk bercampur darah, lendir dan disertai demam, biasanya disebabkan oleh kerusakan mukosa usus yang ditimbulkan oleh invasi Shigella, salmonella atau amuba. Daerah yang terkena adalah kolon. Pada umumnya diare akut bersifat sembuh sendiri dalam
Infeksikronik Seperti G lamblia, Elrystolitica,nematoda usus, atau padakeadaan immuno- compromized.
. Bila
Adanyariwayatpemakaianantibiotikayanglama,harus dipikirkan kemungkinan di arekarena C dfficile. Diare yang terjadi tanpa kerusakan mukosa usus (non-
usus halus), kembung , mual dan muntah. Bila muntahnya sangat mencolok, biasanya disebabkan oleh virus atau S aureus dalam bentuk keracunan
Diare sekretorik: terjadinya sekresi intestinal yang berlebihan dan berkurangnya absorpsi menimbulkan diareyang cair dan banyak. Pada umumnya disebabkan oleh tumor endoskrin, malabsorpsi garam empedu, laksatif katadik. Diare karena gangguan motilitas: hal ini disebabkan oleh transit usus yang cepat atau justru karena terjadinya stasis yang menimbulkan perkembangan berlebih bakteri intralumen usus. Penyebab yang klasik adalah initable bowel sindrome. Diare inflamatorik: disebabkan oleh faktor inflamasi seperti Inflammatory Bowel Disease. Malabsorpsi: pada umumnya disebabkan oleh penyakit usus halus, reseksi sebagian usus, obstruksi limfatik, defisiensi enzim pankreas, dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan.
disebabkan diare osmotik. Adanya penurunan berat badan yang bermakna, harus diwaspadai kemungkinan suatu keganasan saluran cema (terutama tumor kolon). Anamnesis yang akurat pada umumnya akan mendekatkan kita pada kemungkinan patogenesisnya. Pemeriksaan feses: mulai dari kemungkinan tehr cacing, parasit, lekosit feses (infeksi) sampai analisis lemak feses 24 jam, osmolalitas feses dan test pemakaian laksatif. Pemeriksaan darah: elektrolit (kemungkinan adanya hipokalemia, hiponatremia), adary a anemia karena malabsorpsi (vitamin 872, folat dan zat besi), adanya hipoalbuminemia (malabsorpsi, infl amasi, kehilangan protein pada enteropati). Untuk kelainar.yatg spesifik rnisalnya VIP serum (Vipoma), gastrin (untuk penyakit
Zollinger Ellison), 5-HIAA urin (untuk tumor
.
karsinoid). Kolonoskopi dan biopsi.
5 hari dengan pengobatan sederhana yang disertai rehidrasi.
KONSTIPASI
DIAREKRONIK
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi
Etiologi
perlu ekstra mengejan atau feses yang keras. Disepakati bahwa buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari sekali. Dalam praktek sehari-hari
tidak puas/lampiasnya buang airbesar, terdapat rasa sakit,
Umumnya etiologi diare kronik dapat dikelompokkan dalam 6 kategori patogenesis terjadinya.
.
Diare osmotik: disebabkan oleh osmolaritas intra lumen usus lebih tinggi dibandingkan osmolaritas semm. Hal ini terjadi pada intoleransi laktosa, obat
dikatakan konstipasi bila buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau dalam buang air besar diperlukan mengejan secara
laksatif (laktulosa, magnesium sulfat), obat (antasida).
berlebihan.
445
PENDEKATAN K,INIS PENYAKIT GASIROENTEROI.OGI
.
Etiologi
. . . . . . . .
Polahidup; dietrendah serat, kurangminum, kebiasaan buang besar yang tidak teratur, kurang olah raga.
Obat-obatan
: antikolinergik, penyekat kalsium,
alumunium hidroksida, suplemen besi dan kalsium, opiat (kodein, morfin).
Kelainan.struktural kolon: fumor, strikfur, hemoroid, abses perineum, megakolon. Penyakit sistemik: hipotiroidism e, gagal ginj al kronik, diabetes melitus. Penyakit neurologik: hirschprung, lesi medula spinalis, neuropati otonom.
Disfungsi otot dinding dasar pelvis. Idiopatik transit kolon yanglambat, pseudo obstruksi kronik. Irritable Bowel Syndrome tipe konstipasi.
. . . .
Obsbrrksi viseral: ileus obstruksi, kolik bilier atau renal karena batu.
Regangan kapsula organ: hepatitis, kista ovarium, pielonefritis. Gangguan vaskular: iskemia atau infark intestinal.
Gangguan motilitas:
irritable bowel syndrome,
dispepsia fungsional. Ekstraabdominal: herpes, taumamuskuloskletal, infark
miokarddanparu.
Pendekatan Diagnostik
.
Berdasarkanlokasinyeri: Dugaan sumber nyeri Lokasi nyeri Epigastrium Periumbilikus Kuadran kanan atas
Gaster, pankreas , duodenum
Kuadrankiri
Pankreas, limpa, gaster, kolon,
Usus halus, duodenum
Hati, duodenum, kandung empedu
Pendekatan Diagnostik
.
Anamnesis yang akurat untuk mendeteksi adanya penurunan berat badan, perdarahan saluran cerna,
.
riwayat kanker dalam keluarga, pola buang besar
.
sebelumnya. Pemeriksaan fisik untuk menilai keadaan sistemik dan lokal, terutama tanda adanya masa intra abdomen, peristaltik usus dan tidak boleh dilupakan adalah colok dubur.
. Data laboratorium . . . .
penunjang terutama untuk
menyingkirkan kelainan sistemik. Kolonoskopi.
.
Bariumenema. Pemeriksaan transit kolon. Manometri anorektal.
atas
ginjal
Kualitas nyeri: perlu diketahui kualitas rasa nyeri tersebut. Hal ini tidak mudah, terutama di Indonesia, dimana ekspresi bahasa tidak sama untuk menggambarkan rasa nyeri. Pada dasarnla harus dibedakan rasa nyeri kolik seperti pada obstruksi intestinal dan bilier, rasa nyeri yang bersifat tumpul seperti pada batu ginjal, rasa seperti diremas pada kolesistitis, rasa panas seperti pada esofagitis, dan apendisitis tidak jarang menimbulkan rasa nyeri tumpul dan menetap.
Intensitas nyeri: pada kadaan akut, intensitas nyeri dapat diurut berdasarkan intensitas nyeri yang paling hebat sampai ke relatifringan sebagai berikut; perforasi ulkus, pankreatitis akut, kolik ginjal , ileus obstruksi, kolesistitis, apendisitis, tukak peptik, gastroenteritis dan
esofagitis. Sedangkan nyeri kronik lebih sulit NYERI PERUT
Nyeri perut dapat merupakan variasi kondisi dari yang bersifat sangat ringan sampai yang bersifat fatal. Dapat berasal dari nyeri viseral abdomen akibat rangsang mekanik (seperti regangan, spasme) atau kimiawi (seperti iflamasi, iskemia). Nyeri viseral bersifat tumpul, rasa terbakar dan samar batas lokasinya. Sedangkan nyeri peritoneum parietal lebih bersifat tajam dan lokasinya lebihjelas. Ujung sarafnyeri pada organ seperti hati dan ginjal terbatas pada kapsulanya, jadi rasa nyeri timbul bila ada regangan karena pembesaran organ. Referred pain dapat dijelaskan pada
.
menentukannya karena banyak faktor psikologis yang turut berperan. Faktor yang mencetuskan dan faktor yang meringankan nyeri: nyeri perut yang dapat diringankan dengan
minum antasid dapat diperkirakan menderita tukak peptik (terutama tukak duodenum). Nyeri pada penyakit pankreas sering terjadi setelah makan, dan juga pada
. .
ikemia intestinal. Pada penyakit kolon, rasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Harus juga ditelusuri gejala sistemik lain yang menyertainya
keadaan dimana serat nyeri viseral dan serat somatik berada
Pemeriksaanpenunjangberupalaboratorium,radiologi, dan endoskopi sesuai indikasi penyakit yang diduga
pada satu tinggkat di susunan saraf spinal.
mendasarinya.
Etiologi
.
.
Inflamasi peritoneum parietal: perforasi, peritonitis, apendisitis, divertikulitis, pankreatitis, kolesistitis.
PENUTUP
Kelainan mukosa viseral: tukak peptik, inflammatory bowel disease, kolitis infeksi, esofagitis.
Dalam bidang gastroenterologi, anamnesis yang baik akan
sangat mendekatkan kita pada dugaan penyakit yang
446
GAIITROENTEROI.OGI
mendasarinya sehingga perencanaan pemeriksaan penunjang dapat lebih efektif dan hemat biaya.
REFERENSI Yamada T. (eds) Textbook
Publishers, Philadelphia.
of Gastroenterology. Lippincott-Raven
69 PENGELOL AAN PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS Pangestu Adi
melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum
pemeriksaan lain yang diperlukan; 4). memastikan
varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya
perdarahan saluran cerna bagian atas atau "bagian bawah; 5). menegakkan diagnosis pasti penyebab
Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan
terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan
pedarahan; 6). terapi untuk menghentikan perdarahan,
prognosisnya. Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna
penyembuhan penyebab perdarahan, mencegah
bagian atas (SCBA) bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan
perdarahan ulang.
apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak. Kemungkinan pasien datang dengan' l). anemia defisiensi
menentukan langkah terapi yang diambil.
Tegaknya diagnosis penyebab perdarahan sangat
besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama,2). hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan tingkat kegawatan pasien. Penyebab perdarahan SCBA yang sering dilaporkan adalah pecahnya varises esofagus, gashitis erosif, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss, dan keganasan. Perbedaan di antara laporan-laporan penyebab
PEMERIKSAAN AWAL PADA PERDARAHAN SALURAN CERNA Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik. Pemeriksaannya meliputi : 1). tekanan darah dan nadi posisi baring, 2). perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi, 3). ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin), 4). kelayakan napas, 5). tingkat kesadaran, 6). produksi urin. Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi2Dohvol-
perdarahan SCBA terletak pada urutan penyebab tersebut. Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan pada umumnya, yakni meliputi
pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis, dan terapi. Tujuan pokoknya adalah mempertahankan stabilitas
ume intravaskular akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda-tanda sebagai berikut : 1). hipotensi (< 90/60 mm Hg atau MAP < 70 mmHg) dengan frekuensi nadi > 1OO/menit; 2). tekanan diastolik ortostatik turun > l0 mm Hg atau sistolik turun
hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan ulang. Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal dan resusitasi pada kasus perdarahan wajib dan harus bisa dikerjakan
> 20 mm Hg; 3). frekuensi nadi ortostatik meningkat > l5l menit; 4). akral dingin; 5). kesadaran memrun; 6). anuria atau oliguria (produksi urin < 30 ml/jam). Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain
lini pelayanan kesehatan masyarakat sebelum dirujuk ke pusat layanan yang lebih tinggi.
pada setiap
Adapun langkah-langkah praktis pengelolaan
ditandai kondisi hemodinamik tidak stabil ialah bila
perdarahan SCBA adalah sebagai berikut: l). pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik; 2).
ditemukan : 1). hematemesis, 2). hematokesia (berak darah segar); 3). darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik dan
resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik; 3).
447
448
GAIITROENTEROIPGI
dengan lavase tidak segerajernih, 4). hipotensi persisten, 5). dalan24 jammenghabiskan tranfusi darah melebihi 8001000nt1.
koagulan, 6). Kebiasaan minum alkohol, 7). Mencari
kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah, demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi ob at-obatart, 8). Riwayat transfusi sebelumnya.
STABILISASI H EMODINAMIK PADA PERDARAHAN SALURAN CERNA
Pemeriksaan fisis yang perlu diperhatikan : l). Stigmata penyakit hati kronik, 2). Suhu badan dan perdarahan di tempat lain, 3). Tanda-tanda kulit dan mukosa
Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan
penyakit sistematik yang bisa disertai perdarahan saluran
kristaloid (misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat menggunakan dua jarum berdiameter besar (minimal 16 G) dan pasang monitor CYP (central venous pressure); tujuannya memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali pada
makanan, misalnya pigmentasi mukokutaneus pada
kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk menentukan golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit, lekosit. Adanya kecurigaan diatesis hemoragik perlu ditindaklanjuti dengan
melakukan tes Rumpel-Leede, pemeriksaan waktu perdar.ahan, wakhrpembekuan, retraksi bekuan darah,
sindrom Peutz-Jegher. Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan : 1). Elektro kardiogram; terutama pasien berusia > 40 tahun,
2).BUN, kreatinin serum; pada perdarahan SCBA pemecahan darah oleh kuman usus akan mengakibatkan kenaikan BUN, sedangkan kreatinin serum tetap normal atau sedikit meningkat, 3). Elektrolit (Na, K Cl); perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdarahan, transfusi, atau
kumbah lambung, 4). Pemeriksaan lainnya tergantung macam kasus yang dihadapi.
PPI
dan aPTT.
Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual, tergantung jumlah darah yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung, dan akibat klinik perdarahan tersebut. Pemberian transfusi darah pada perdarahan saluran cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut ini: 1). Perdarahan
MEMBEDAKAN PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIANATASATAU BAWAH Cara praktis membedakan perdarahan saluran cerna bagian
atas (SCBA) atau saluran cerna bagian bawah (SCBB) terdapat dalam Tabel 1.
dalam kondisi hemodinamik tidak stabil, 2).Perdarahan baru
atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya I liter atau lebih, 3).Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < l0 g%o atau hematokrit 35 Hiperaktip
90/60 mmNg tekanan darah rabrak > 70 mmHg
Tekanan darah > 90/60 mmNg tekanan daBh Blarah < 70 mmHg
Hb>9970 les T L l-)
nadi 100/m Hb 90/60 mmHg lekanan darah rala rata < 70 mmHo
nadi 100/m Hb 26 mmHg atau > 30 mmHg Relaksasi SEB tidak sempurna Aperistaltis korpus esofagus
lama akan dapat terjadi kenaikan berat badan kembali karena akan terjadi pelebaran esofagus akibat retensi makanan dan keadaan ini akan meningkatkan tekanan hidrostatik yang akan melebihi tekanan SEB. Gejala ini berlangsung dalam I sampai 5 tahun sebelum diagnosis ditegakkan dan didapatkan pada 50% kasus.
Nyeri dada didapatkan pada 30olo kasus yang biasanya tidak begitu dirasakan oleh pasien. Sifat nyeri dengan lokasi substemal dan dapat menjalar ke belakang, bahu rahang dan tangan yang biasanya dirasakan bila minum
Tekanan intraesofagus meningkat (, gaster)
Gagalnya relaksasi SEB
ini disebabkan penurunan
tekanan sebesar 30-40 Yoyangdalam keadaaan normal turun sampai l00oh yang akan mengakibatkan bolus makanan tidak dapat masuk ke dalam gaster. Kegagalan
ini berakibat tertahannya makanan dan minuman di esofagus. Ketidalanampuan relaksasi sempurna akan menyebabkan adanya tekanan residual; bila tekanan
hidrostatik disertai dengan gravitasi dapat melebihi tekanan residual makanan dapat masuk ke dalam gaster.
2.
Peristaltis esofagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltis dan dilatasi2l3 bagiatbawah kotpus esofagus. Akibat lemah dan tidak terkoordinasinya peristaltis sehingga tidak efektif dalam mendorong bolus makanan melewati SEB. Dengan berkembangnya
penelitian ke arah motilitas, secara obyektif dapat ditentukan motilitas esofagus secara manometrik pada keadaan normal dan akalasia.
Gambar 2. Diagram akalasia
490
GAIIIROENTEROI.OGI
air dingin. Gejala lain yang biasa didapatkan adalah akibat komplikasi retensi makan dalam bentuk batuk-batuk dan pneumonia aspirasi. Pemeriksaan fisis tidak banyak membantu dalam menentukan diagnosis akalsia, karena tidak menunjukkan gejala obyektif yang nyata. Mungkin ditemukan adanya penurunan berat badan, kadang-kadang disertai anemia defisiensi.
DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis selain gejala klinis yang dapat memberikan kecurigaan adanya akalasia perlu beberapa pemeriksaan penunjang seperti radiologis
(esofagogram), endoskopi saluran cerna atas dan manometri. Pemeriksaan radiologis dengan foto polos dada akan menunjukkan gambarankontur ganda di atas mediastinum
bagian kanan, seperti mediastinum melebar dan adanya gambaran batas cairan dan udara. Keadaan ini akan didapatkan pada stadium lanjut. Pada pemeriksaan fluoroskopi terlihat tidak adanya konshaksi esofagus. Pada pemeriksaan radiologis dengan barium pada akalasia berat akan terlihat adanya dilatasi esofagus, sering berkelokkelok dan memanjang dengan ujung distal meruncing disertai permukaan halus berbentuk paruh burung (Gambar 3). Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan adalah
skintigrafi dengan memberikan makanan yang mengandung radioisotop dan akan memperlihatkan dilatasi esofagus tanpa kontraksi. Di samping itu juga didapatkan pemanjangan waktu transit makanan ke dalam gaster akibat gangguan pengosongan esofagus.
Pemeriksaan endoskopi pada pasien
ini
harus
dipersiapkan dengan baik dalam bentuk kumbah esofagus dengan memakai kanul besar. Tujuan kumbah esofagrs ini
untuk membersihkan makanan padat atau cair yang terdapat dalam esofagus, meskipun sudah dipuasakan dalamwaktuyang cukup lama. Seperti sigmoid, endoskopi
agak sukar penilaiannya karena banyaknya lengkungan dan belokan. Pada kebanyakan pasien didapatkan mukosa normal. Kadang-kadang didapatkan hiperemia ringan difus pada bagian distal esofagus. Juga dapat ditemukan garrbaran bercak putih pada mukosa, erosi dan ulkus akibat retensi makanan. Bila ditiupkan udara akan menampakkan kontraksi esofagus distal. Bila pemeriksaan diteruskan ke segmen gastroesofageal, sering dirasakan tahanan ringan dan bila dengan hati-hati alat didorong dapat sampai ke dalam gaster. Bila sukar melewati batas esofagus gaster harus dipikirkan kemungkinan keganasan atau strikhrr jinak.
Daerah kardia gaster harus dievaluasi secermat mungkin untuk menyingkirkan kemungkinan akalasi sekunder akibat kanker. Biopsi harus dilakukan bila didapatkan gambaran tidak normal pada kardia terutama pada pasien di atas umur 50 tahun dengan gejala yang cepat berkembang dalam waktu pendek. Endoskopi pada
akalasia selain untuk diagnostik juga dapat untuk membantu terapi, sebagai alat pemasangan kawat petunjuk arah sebelum tindakan dilatasi pneumatik.
Pemeriksaan manometrik esofagus penting untuk konfirmasi diagaostik. Penemuan-penemuan karakteristik adalah 1). tonus SEB tinggi, 2). relaksasi sfinkter tidak sempurna waktu menelan, 3). tidak adanya peristalsis esofagus, dan 4). tekanan korpus esofagus pada keadaan istirahat lebih tinggi dari tekanan gaster. Diagnosis banding akalasia primer adalah akalasia sekunder seperti adenokarsinoma gaster yang meluas ke esofagus, karsinoma paru (sel oat), sarkoma sel retikulum, karsinoma pankreas. Penyakit Chagas juga dapat memberikan gambaran akalasia, akan tetapi biasanya disertai megakolon, megaureter dan penyakit miokardial. Skleroderma juga dapat memberikan gambaran seperti akalasia akan tetapi gangguannya hanya pada kontraksi saja tanpa gangguan SEB.
Pada Tabel 2 dapat dilihat perbandingan gambaran klinis akalasia primer dan sekunder.
Gejala Disfagia Nyeri dada Berat badan turun Regurgitasi Komplikasi paru
Akalasia Sekunder ringan s/d berat (> 1 tahun) flngan sampar sedang ringan (5 kg) sedang s/d berat sedang
sedang s/d berat (n< 6 bulan) Jarang
berat (15 kg) nngan larang
PENGOBATAN
Gambar
3.
Gambaran radiologis akalasia
Pengobatan akalasia antara lain dengan cara medikamentosa oral, dilatasi atau peregangan SEB,
491
AXAIASIA
esofagomiotomi dan injeksi toksin botulinum (Botox) ke
sfingter esofagus.
Medikamentosa Oral Preparat oral yang digunakan dengan harapan dapat merelaksasikan SEB antara lain nitrat (isosorbid dinitrat) dan calcium channel blockers (nifedipin dan verapamil). Meskipun pasien dengan kelainan ini khususnya pada fase awal mendapat perbaikan klinis tetapi sebagian besar pasien tidak berespon bahkan efek samping obat lebih banyak ditemukan. Umumnya pengobatan ini digunakan urituk jangka pendek untuk mengurangi keluhan pasien. Pengobatan medikamentosa untuk memperbaiki proses
pengosongan esofagus pada akalasia, pertama dengan pemberian amil nitrit pada wakhr pemeriksaan esofagogram yang akanberakibat relaksasi pada daerah kardia. Saat ini
isosorbid dinitrat dapat menurunkan tekanan SEB dan meningkatkan pengosongan esofagus. Obat-obat lain yang
akan memberikan efek seperti di atas adalah tingtur beladona, atrofin sulfat pada beberapa kasus. Dengan ditemukan obat antagonis kalsium nifedipin 10-20 mg peroral dapat menurunkan secara bermakna tekanan SEB pasien dengan akibat perbaikan proses pengosongan esofagus. Dengan pengobatan ini didapatkan perbaikan
gejala klinis pasien sampai dengan 18 bulan bila dibandingkan dengan plasebo. Pemakaian preparat sub lingual, 15-30 menit sebelum makan memberikan hasil yang
flouroskopi. Posisi balon setengah berada di atas hiatus diafragmatika dan setengah lagi dalam gaster. Balon dikembangkan secara maksimal dan secepatmungkin agar pengembangan SEB seoptimal mungkin, selama 60 detik setelah itu dikempiskan. Selanjutrya setelah 60 detikbalon dikembangkan kembali untuk beberapa menit lamatya. Untuk satu kali pengobatan pengembangan balon tidak
melebihi2kali.
Tanda-tanda pengobatan berhasil
bila
pasien
merasakan nyeri bila balon ditiup dan segera menghilang bila balon dikempiskan. Bila nyeri menetap, kemungkinan adanya perforasi. Sesudah dilator dikeluarkan dimasukkan kontras barium sebanyak 15-30 ml sampai bagian distal esofagus melalui tuba nasogastrik, dengan posisi pasien berdiri. Bila pada pemeriksaan barium didapatkan perforasi kecil, harus dilalnrkan observasi secermat mungkin. Bila tetap tarrya gejala dan terdapat kenaikan suhu, perlu segera diberikan antibiotik. Pada keadaan ini cukup dengan pengobatan konservatif saja. Akan tetapi bila terjadi barium mengisi mediastinum dan dada kiri, perlu segera dilakukan tindakan operasi.
Castell dan Vantrappen menganjurkan pengobatan akalasia dengan dilatasi karena prosedumya cukup aman, dan morbiditasnya kurang dibandingkan operasi.
Cara lain yaitu dilatasi dengan menggunakan Bougie Savary-Millard.
lebih baik.
Esofagomiotomi Dilatasi/Peregangan SEB Pengobatan dengan cara dilatasi secara bertahap akan mengurangi keluhan sementara. Cara yang sederhana dengan businasi Hurst, yang terbuat dari bahan karet yang berisi air raksa dalam satuan ukuran F (french) mempunyai 4 jenis ukuran. Prinsip kerjanya berdasarkan gayaberat dipakai dari ukuran yang terkecil sampai terbesar secara periodik. Keberhasilan businasi ini hanya pada 50 % kasus tanpa kambuh, 3 5 oh te1adikambuh, sedangkan I 5 Yo gagal. Cara yang diajurkan ialah dilatasi SEB dengan alat yang
dinamakan dilatasi pneumatik. Cara ini dipakai lebih dari
30 tahun dengan hasil yang cukup baik. Hasil terbaik didapatkan pada75-85 o% kasus. Hasil dilatasi akan lebih memuaskan setelah dilakukan beberapa kali. Jarang didapatkan komplikasi seperti refluks gastroesofageal atau perforasi esofagus. Teknik khusus untuk dilatasi ini tidak hanya dalam berbagai ukuran akan tetapijuga tergantung dari lamanya pengembangan SEB yang dapat berkisar dari beberapa detik sampai 5 menit. Pengobatan cara ini memerlukan seni dan pengalaman operatornya. Sebelum pemasangan balon ini harus dilakukan dulu pengecekan, tentang simetrinya, garis tengahnya harus diukur agar tidak bocor.
Pasien dipuasakan sejak malam hari dan keesokan
harinya dilakukan pemasangan dengan panduan
Tindakan bedah esofagomiotomi dianjurkan bila terdapat: I ). Beberapa kali (> 2 kali) dilatasi pneumatik tidak berhasil; 2). Adanyaruptur esofagus akibat dilatasi; 3). Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus
yang sangat hebat; 4). Tidak dapat menyingkirkan kemungkinan tumor esofagus; 5). Akalasia pada anak berumurkurang dari 12 tahun. Operasi esofagomiotomi distal (prosedur Heller) juga memberikan hasil yang memuaskan. Perbaikan gejala didapatkan pada 80-90 o/o kasus. Komplikasi yang dapat terjadi adalah masih menetapnya gejala-gejala disfagia
karena miotomi yang tidak adekuat atau refluks gastroesofageal.
Bila dibandingkan tindakan dilatasi dan pembedahan, kedua tindakan ini efektif. Keuntungan dilatasi jarang disertai refluks yang jelas tapi ada risiko perforasi esofagus. Perbaikan terhadap gejala disfagia pada kedua tindakan ini hampis sama dibanding waktu perawatan pada dilatasi lebihpendek. Hasil optimal dilatasi ini didapatkan dengan dilatasi esofagus sedang dan disfagia lebih dari 5 tahun.
Tindakan pembedahan memberikan hasil yang memuaskan dan dalam jangka lama dapat menghilangkan disfagia. Akan tetapi komplikasi refluks esofagitis cukup tinggi. Dalam pengobatan akalasia ini sebaiknya sebagai
492
GASTROENTEROI.OGI
pengobatan awal dilakukan dilatasi pneumatik dan bila tak berhasil dilanjutkan dengan tindakan pembedahan.
lnjeksi Toksin Botulinum Pengobatan terakhir yang sering digunakan saat ini adalah
penyuntikan toksin botulinum ke SEB yang lemah dengan
menggunakan endoskopi. Terapi ini lebih aman tetapi hanya berjangka pendek dan perlu penyuntikan yang berulang. Pilihan terapi ini sangat bermanfaat pada pasien dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi atau pasien yang sudah lanjut usia.
REFERENSI
Ali I. Akalasia. In: Suyono
S, Waspadji S, Lesmana
L et al, editors.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Volume 2. 3.d edition. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001. p. 105-9. rackbill S, Shi G, Hirano I. Diminished mechanosensitivity and chemosensitivity in patients with achalasia. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol. 2003;285:Gl198 - G203. Boyce GA, Junior HWB. Esophagus: anatomy and structural
! Alpers DH, Owyang C, Powell DW, Silverstein FE, editors. Textbook of gastroenterology. Volume 1. 2'd edition. Philadelphia: JB Lippincott Co; 1995. p. Il82-94. Cuillidre C, Ducrott6 P, Zerbib F, et al. Achalasia: outcome of patients treated with intrasphincteric injection of botulinum toxin. Gut. 1997; 4lS:87-92. Goyal RK. Diseases of esophagus. In: Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ et al, editors. Harrison's principles of internal medicine. 14n ed. New York: Mc Graw-Hill Co; 1998. p. 1588 - 99. Hadi S. Akhalasia. Gastroenterologi. Edisi ke-7. Bandung: PT Alumni; 1999. p. 87-94. Manan C. Akalasia. In: Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N, Rani AA, editors. Gastroenterologi hepatologi. Cetakan kedua. Jakarta: CV Agung Seto; 1997. p. 141-8. Mark JW, Lee D. Achalasia. [Cited at Feb 2005: 6 screens] Available from: URL HYPERLINK http:iiwww.medicinenet.com. anomalies. In: Yamada
Patti M, Fisichella PM. Achalasia. [Cited at February 2005;
10
screensl. Available from URL HYPERLINK http:ll
wwuemedicine.com.
MA, Patel TH, Sawyer EM et al. Achalasia. [Cited at February 2005; 12 screensl. Available from URI HYPERLINK http:/ /www.emedicine.com. Vaezi MF, Richter JE. Diagnosis and management of achalasia. The Am J Gastro. 1999;94(12):3406 - 12. Sawyer
77 STRIKTUR/STENOSIS ESOFAGUS Marcellus Simadibrata K
PENDAHULUAN
hidroksida atau kalium hidroksida. Obat yang mengandung copper sulfate, natrium hidroksida,
Striktur/stenosis esofagus, walaupun j arang didapatkan, merupakan penyakit yang sangat menggangu kehidupan. Dengan semakin majunya teknologi kedokteran terutama
natrium hipoklorit, benzalkonium klorida dan natrium karbonat sering juga menimbulkan skiktur. Air abu pembuat mie/kue yang mengandung NaOH sering merupakan penyebab striktur karena kecelakaan pada anak. b).Asam: Asam merupakan 1 5% penyebab kaustik esofagus. Yang sering yaitu pembersih WC, zat pencampur kolam renang, bahan anti karat, cairan solder, bahan rumah tatgga (misal vanish, saniJlush,
di bidang radiologi dan endoskopi saluran
cerna,
diagnosis striktur/stenosis esofagus dapat lebih cepat ditegakkan. Bila penatalaksanaannya tidak benar, pasien akan mengalami kekurangan gizi dan bahkan dapat fatzl.
lysol, mister plumr) yang mengandung sulfur, hidroklorida, asam fosfor. Cairan lain yang mengandung asam asetat, asam sitrat,
DEFINISI
asam HCL juga menimbulkan striktur/stenosis
Stenosis esofagus adalah penyempitan lumen esofagus, dapat karena tumor atau penyebab lain.Striktur esofagus merupakan penyempitan lumen karena fibrosis dinding
2.
esofagus yang disebabkan oleh macam- macam penyebab. Proses striktur terjadi akibat reaksi inflamasi
3.
dan nekrosis esofagus yang disebabkan oleh macam-
esofagus. Penyakit esofagus refluks (endogan): striktur/stenosis terjadi karena adanya iritasi asam lambung (refluks gastroesofageal). Biasanya striktur terjadi pada l/3 distal. Pada , striktur dapat terjadi p ada ll3 tengah. Pascabedah transeksi esofagus: striktur terjadi pada
I
I
3 distal.
macam penyebab.
4. Pasca skleroterapi
Dalam praktek stenosis dan striktur esofagus sulit dibedakan, sehingga kedua istilah dipakai untuk semua
5. 6.
kelainan penyempitan atau obstruksi esofagus.
endoskopik striktur terjadipadall3 distal. Infeksi kronik atatberat dari esofagus Pasca terapi radiasi dan kemoterapi terakselerasi termodulasi simultan untuk kanker kepala dan leher.
ETIOLOGI
Maligna (tumor/kanker esofagus) Striktur maligna ini dapat terjadi pada semua bagian esofagus, paling sering terjadi di bagian distal lalu diikuti
Etiologi striktur/stenosis esofagus yaitu:
Jinak (benigna): 1. Bahan korosiflkaustik
tengah dan proksimal. Tumor/kanker esofagus bisa berasal dari mukosa ( karsinoma sel skuamosa yang paling sering,
(eksogen): striktur/stenosis dapat terjadi pada semua bagian esofagus, karena masuknya bahan kaustik tersebut secara sengaja (usaha bunuh diri) atau tidak sengaja (kecelakaan). Bahan korosifl
adenokarsinoma sebagian kecil) atau submukosa atau metastasis kanker dari luar esofagus. Metastase kanker luar esofagus paling banyak berasal dari paru, payudara
kaustik ini dapat dibagi atas: a). Alkali: Zat yang dipakai pada cairan pembersih WC misal:natrium
dan ovarium.
493
Kasus striktur/stenosis Esofagus di RSUPNCM !ndonesia Selama 2 tahun (1988- 1989) dari 858 pemeriksaan
Esofagoskopi Pemeriksaan
ini penting untuk diagnosis dan terapi
(menggunakan alat tertentu). Mukosa lumen dapat diamati
esofagoskopi didapatkan 352 kasus kelainan esofagus. Dari kasus kelainan esofagus tersebut didapatkan 6 kasus
secara seksama dan bila ada kecurigaan keganasan
stenosis/striktur esofagus.
histopatologi. Pada esofagus pasien disfagia seringkali
Pada tahun 1994 dai2l pemeriksaan endoskopi saluran cemabagian aas (SCBA0 atas indikasi disfagia, didapatkan
didapatkan banyak sisa makanan yang tidak dapat melewati striktur, sehingga dapat mengacaukan pemeriksaan. Untuk
6 (28,57%) kasus striktur/stenosis esofagus. Penyebab
mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik, dalam
striktur/stenosis esofagus tersebut yaitu tumor esofagus (14,29oA), diikuti korosif karena air abu (9,52Yo) dan
mempersiapkan pemeriksaan pemeriksaan esofagoskopi, pasien tidak hanya puasa minimal 6 jam, tetapi sebaliknya sebelum tindakan, juga dilakukan bilasan esofagus dengan air putih atau NaCl frsiologis melalui selang nasogastrik (NGT). Pada pemeriksaan esofagoskopi akan didapati lumen yang menyempit dengan mukosa yang normal atau
(maligna) dapat dilakukan biopsi untuk pemeriksaan
pascaskleroterapi varises esofagus (4,7 6%).
GEJALA KLINIS
tak rata dengan hiperemia(esofagitis) atau iregular Disfagia merupakan gejala terpenting striktur/stenosis esophagus. Kesulitan makan pada striktur/stenosis ini lebih jelas terhadap makanan padat, berbeda dengan
berbenjol- benj ol (maligna).
kesulitan makan karena kelainan motilitas yaitu makanan
PATOLOGIANATOMI
padat relatif lebih mudah turun. Gejala
ini
mulai
dirasakan, bila lumen menyempit sampai 50%. Keluhan lainnya yaitu rasa nyeri atau terbakar substernal/dada, rasa tak enak di dada, ada yang meninggal substernal/
Secara mikroskopik, biasanya kerusakan jaringan tidak melewati lapisan muskularis mukosa. Terlihat fibrosis keras yang luas terutama di daerah submukosa, terjadi penebalan dinding yang konsentrik, yang menimbulkan stenosis. Dapat terlihat adanya reaksi inflamasi seperti infiltrasi sel polimorfonuklear (PMN), hiperplasi sel basal dan elongasio papil ke arah permukaan. Bila terjadi ulserasi yang dalam seperti pada Barrettb esophagus atau akibat bahan korosif, fibrosis terjadi lebih dalam, meliputi seluruh dinding esofagus, sehingga dapat terjadi
di dada, ada yang mengganjal subternal sewaktu makan. Pasien dapat mengeluh mual dan muntah sehabis makan. Bila striktur bertambah berat, asupan nutrisi akan berkurang sehingga pasien dada, rasa tak enak
akan mengalami kekurangan
gizi dengan
segala
komplikasinya.
pemendekan esofagus.
PEMERIKSAAN JASMANI
Umumnya tidak ditemukan kelainar, yang berarti.
DIAGNOSIS
Sering didapati adanya malnutrisi, dan bila ada anemia a
kan didapati konjungtiva pucat. Bila ada aspirasi pneumonia karena masuknya muntahan sisa makanan ke paru- paru akan didapati ronki, sesak napas, dan
Diagnosis striktur/stenosis esofagus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan radiologi(barium meal), esofagoskopi dan biopsi. Pada anamnesis yang perlu ditanyakan yaiu adarrya gejala klinis
sianosis.
seperti gangguan menelan makanan, rasa nyeri atau terbakar substernal, muntah sehabis makan (refluks), bahan korosif/kaustik, atau pascabedah transeksi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
esofagus atau pascaskleroterapi endoskopik.
Radiologi esofagogram harus selalu dikerjakan pada pasien disfagia,
terlebih bila diduga penyebabnya striktur/stenosis
DIAGNOSIS BANDING
esofagus. Pada esofagogram akan ditemukan adanya penyempitan esofagus. Penmyempitan ini lebih lebih sering terjadi di bagian distal esofagus, dapat dibedakan atas striktur pendek (< 1cm), sedang (1-3cm) atau panjang (3-5 cm). Permukaan lumen yang menyempit dapat licin dan rata atau ireguler (maligna).
Pada setiap striktur/stenosis harus selalu diwaspadai kemungkinan adanya keganasan (maligna). Keluhan lain yang menimbulkan gelala tas esofagus, akalasia, spasme
esofagus difus, divertikel esofagus, skleroderma, amiloidosis, miastenia gravis, dll.
494
495
STRIKTURATENOSIS ESOFAGUS
PENATALAKSANAAN
ini pada kasus pasca transeksi dengan hasil baik.
.
Terapi laser: Beberapa pusat pengobatan telah mencoba
dilatasi striktur dengan laser terutama untuk paliatif pada striktur maligna karena kanker yang sudah tak
Medis Nutrisi yang adekuat: Diusahakan diberikan nutrisi yang
bergizi tinggi dengan kalori, proterin, lemak dan
dapat dioperasi.
.
Pemasangat stent esofagus: Stent (selan.g buatan) untuk esofagus dipasang per endoskopik setelah dilalukan dilatasi. Stent dipasang untuk sriktur maligna atau striktur karena penyebab lain yang tak mungkin dilakukan operasi. Harga s tent masih cukup mahal. Penyuntikan steroid intralesi: Penyrntikan steroid per endoskopi dilakukan pada striktur esofagus yang
karbohidrat yang seimbang. Bila belum dapat makan (oral) diberikan secara parentral dan/atau enteral melalui selang
Jlocare (selang nasogastrik ukuran
7
french). Nutrisi
parenteral diberikan sesuai kebutuhan kalori dan elekholit, seperti Triofusin, Triofusin E 1000, Aminofusin, Intrafusin, Amiparen, Panamin Q Intralipid, Aminosteril, Kalbamin dll.
Nutrisi secata enteral berupa makanan cair biasa atau susu komersial(misal: Entrasol, Peptisol, Fresubin, Proten, Nutren).
.
refrakter.
Perculaneus Endoscopic Gastronomy (PEG): Tindakan ini dilakukan pada pasien striktur maligaa atau striktur
Vitamin dan zat besi: pada anemia defisiensi vitaminBl2l asam folat perlu diberikan vitamin 12 atat asam folat.
karena penyebab lain yang tak mungkin dilakukan
Pada anemia defisiensi besi perlu diberikan obat zat besi
kulit per endoskopik. Melalui stoma dapat dimasukkan
misal ferrous fumarat, sulfat ferosus, ferromia,dll. Pada anemia defisiensi besi perlu juga diberikan vitamin
nutrisi yang adekuat.
C.
Pada kekuratgan vitamin
A dapat diberikan
vitaminA. Terapi dilatasi nonbedah: dengan perkembangan teknologi kedokteran di bidang endoskopi dan radiologi, sebagian pasien dapat diobati dengan cara diatasi nonbedah. . Dilatasi per oral a. Busikaretairraksa(merkuri): Dikenal 2 macam, yaitu busi Hur s t, y ang uj ungnya
bulat, dan btsi Maloney, yar,g bentuknya
b. c. d.
pembedahan.Pada tindakan ini dibuat stoma gastermelalui
Bedah Tindakan bedah dilakukan bila secara medis tidak ada kemajuan, atau lesi terlalu panjang, dengan fibrosis transmural. Dilaporkan bahwa tindakan bedah merupakan terapi paliatif yang baik dan menghasilkan survival yang panjang
pada striktur esofagus karena metastase tumor paru, payudara dan ovarium.6 Terdapat beberapa pilihan seperti reseksi striktur/stenosis dengan esofagogastrektomi, reseksi dengan interposisijejunum, atau kolon. Pada pasien
meruncing. Terdapat beberapa ukuran dari I 6F- 60F.
yang tak mau direseksi striktur/stenosisnya dapat
Businasi dimulai 2 kali seminggu dengan busi
dilakukan gastrostomi operatif.
terkecil lalu dinaikkan bertahdp makin lama makin besar businya sampai terbesar, lalu businasi sekali seminggu bila ada perbaikan disfagia, dan selanj utnya bila diperlukan. Dilator metal dengan guide wire (Eder Puestow) dapat digunakan untuk striktur panjang dan sangat sempit, dikerjakan dengan kontrol fluoroskopi. Balon pneumatik. Alat ini dimasukkan melalui bantuan guide wire perendoskopik, lalu balon dikembangkan unhrk melebarkan strikhr/stenosis' Dilator Savary-Guillard. Dilator ini terbuat dari
polivinil, dengan saluran di tengah, untuk memasang guide wire per endoskopik. Dalam pemasangannya diperlukan fluoroskopi. Terdapat beberapa ukuran
PENCEGAHAN
Mengingat bahay a striktur/stenosis esofagus, perlu diberikan penerangan pada masyarakat bahwa salah satu penyebabnya yaitu bahan korosif/kaustik seperti asam/ alkali. Jangan sampai terminum bahan-bahan korosif/ kaustik secara sengaja. Untuk pasien esofagitis peptik/ refluks perlu berobat yang teratur karena kemungkinan timbulnya striktur seba$ai komplikasi' Penggunaan kortikosteroid pada esofagitis karena kaustik asam/alkali untuk mencegah terjadinya stenosis/striktur esofagus tetap masih kontroversi.
dari l5F-35F. Alat ini semifleksible, bentuknya
.
meruncing, sehingga lebih menyenangkan pasien, dib andingkan dilatormetal. e. Dilator Celesting dengan Olive EderPuestow. Dilator dimasukkan melalui guide wire. Elektrokoagulasi secara endoskopik: dilakukan bila striktumya pendek ( 80% yang dianjurkan untuk digunakan pada praktek klinis. Pada pasien-pasien yang gagal dengan regimen terapi dengan basis klarihomisin, regimen kombinasi terdiri dari lansoprazol2x30 mg, amoksisilin2xl gram, dan levofloksasin 2 x 200 mg dilaporkan menunjukkan eradikasi 690/o. Levofloksasin dapat pula diberikan
Kriteria Keberhasilan Terapi Eradikasi Empat minggu setelah terapi selesai, dilakukan pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi. Jika UBT negatif atau PAnegatif, terapi dianggap berhasil (sembuh) Terapi kombinasi tersebut dianjurkan untuk diberikan selama satu minggu. Mengingat cepatnya terjadi resistensi Hp terhadap antibiotik, kiranya perlu diadakan penelitian pola resistensi di Indonesia secara berkala agar dapat menjadi dasar pilihan antibiotik yang tepat. Masalah lain
adalah penilaian keberhasilan eradikasi yang harus menggunakan metoda diagnostik yang paling peka dan non invasif, terutama untuk penelitian epidemiologis'
Selain standar emas kultur mikrobilogi agaknya pemeriksaan tes Pernapasan urea (urea breath test l3C
s08
GASTROENTEROI.OGI
atau l4C) perlu diadakan dan digunakan secara meluas. Dari segi biaya, regimen terapi dengan eradikasi lebih dari 90 Yo akan menyembuhkan tukak peptik, tanpa perlu
terapi pemeliharaan sehingga leblh cost effective dibandingkan dengan terapi konvensional. Terapi hipel pada awalnya jelas lebih mahal, tetapi dalam jangka panjang
akan lebih murah. apalagi bila diperhitungkan peningkatan
kualitas hidup, terbebas dari keluhan dan gangguan
helicobacter pylori eradication: a multicenter randomized trial. Am J Gastroenterol 2005; 100: 1696-1701. Eidt S, Stolte M. The significance of Helicobacler pylori in relation to gastdc cancer and lymphoma. Eur. J Gastroenterol. Hepatol
1,995;7:318-22. Fisher RG, Boyce TG. Moffet's Pediatric Infectious Diseases, A
Problem-Oriented Approach. 4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins 2005.p. 447-48. Forbes GM. Review: Helicobacter pylori, current issues and new directions. J Gastroenterol. Hepatol. 1997; 12: 479-24
penyakit. Yang dimaksudkan eradikasi adalah hilangnya kuman pada pemeriksaan 4 minggu pasca terapi yang dibuktikan
dengan metoda yang paling akurat. Dalam perkembangannya dikenal terapi mono, dual, tripel dan kuadripe (tabel 2). Dewasa ini dianjurkan adalah terapi kombinasi dengan penyembuhan lebih dari 90%.
Kesepakatan yang dirumuskan dalam konsensus nasional merupakan petunjuk yang dapat digunakan bersama, sekaligus memberikan kemungkinan untuk mendapat data penelitian yang bersifat nasional tentang infeksi Helicobacter pylori di Indonesia. Pola terapi ideal yang mencakup efektivitas, keamanan, kepatntran dan cost effectiveness mungkinbelum ada, tetapi harus diupayakan terapi optimal yang sesuai dengan lingkungan dan kondisi pasien.
Konsensus Nasional Penatalaksanaan Infeksi Helicobacter
KSHPI, Konsensus Nasional Penanggutangan Tnfeksi Helico b acter
pylori, Jakarta:7996 : 6. Lee A. Helicobacler pylori vaccination-new development and existing prospects. Lectures on gastric diseases. Stomach. Kuala lumpur 1996.71-8. Mitchell HM, Hazel SL. Li YY et al. Serological response to specific Helicobacter pylori antigen: Antibody against CagA antigen is not predictive of gastric cancer in developing country. Am J Gastroenterol 1996; 91 : 1785-8. Peek RM, Blaser MJ. Patophysiology of Heliccbacter pylari induced gastritis and peptic ulcer diseases. Am J Med 1997; 102:
200 -7. Rani
AA: Helicobacter pylori infection related
eases
gastroduodenal dis-
in Indonesia. Journal of Helicobacter Research 2000;2:
4,1,21 - 24 ISSN 1342 Rene WM, Huist VD, Josbert J et al. Treatment of Helicobacter
pylori nfectior: Areview ofworld literature. Helicobacter (12):6-19. Jenis Terapi
Eradikasi
Terapi Mono Bismuth subsalisilat Colloidal bismuth subcrtrafe (BSS) Amoksisilin Klaritromisin lnhibitor pompa proton (lPP)
5-100 10-25
o/o
15-25o/o
50%
0-15%
Terapi Dual Bismuthiamoksisilin Bismuth/metronidazol Amoksisilin/metronidazol IPP/Amoksisilin IPP/klarihomisin Ranitidin bismuth sitrat
30-60% 30-60% 55-95% 55-95% 70-90o/o
70-80%
Terapi Tripel Bismuth/metro/tetra IPP/metro/amoksilin atau klaritromisin I
80-95% 70-950/"
PP/amoksili n/klaritrom isin
Ranitidin/bismuth sitraVamoksilin, klaritromisin
70-90o/o
80-90%
Terapi Kuadrupel Bism uth/m etro/tetra/
I
P
P
> 90%
REFERENSI Atherton JC, Blaser MJ. Helicobacter-pylori infection. In: Kasper DL, Fauci AS, Braunwald E et al. (eds). Harrison's Principle of Intemal Medicine. 16th edition. New York: McGraw-Hill 2005.p. 886 - 89. Calvet X, Ducons J, Bujanda L, Bory F, Montserrat A, Gisbert JP. Seven versus ten days of rabeprazole triple therapy for
pylori
2003
1996;1
Soeparyatmo JB, Soewignyo S, Muttaqin z. Survei seroepidemiologik infeksi Helicobacter pylori di Surakarta. Dalam Soewignyo S et
at (ed) Seminar Nasional Helicobacter pylori dan Penyakit Gastroduodenal. Denpasar; 1995.93-101. Soeswignyo. Muttaqin Z, Diafii MW, Muliartha
K. The
oral therapeutic vaccination to eradicate
succes
of
Helicobacter
muridarum infection in mice. Symposium on Immune Response and Host Defense. Nordwijk, The Netherland, 1996. Solnick JV, Siddiqui J. Helicobacter pylori. In: Current Diagnosis and Treatment in Infectious Diseases. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2001.p. 581 - 86. Suerbaum S, Michetti P. Helicobacter pylori infection. N Engl J Med
2002;347 (15):1175 - 86. Thomson ABk. Helicobacler pylori : from infection to cure. Can Gastroenterol 1996; 10 (3) : 167. Travis SPL, Ahmad T,Collier J, Steinhart AH. Helicobacter pylori. In: Pocket Consultant Gastroenterology. 3rd edition. Massachusetts: Blackwell Publishing 2005.p. 84 - 90. Vakil N, Connor J. Helicobacter pylori eradication: equivalence trials and the optimal duration of therapy. Am J Gastroenterol 2005; 100: 1702-l'703. Yamaoka Y, Kita M, Kodama T et al. Helicobacter pylori CagA gene and expression of cytokine messenger RNA in gastric mucosa. Gastroenterol 1996; ll0: 1744 - 52. Zendehdel N, Moghaddam SN, Malekzadeh R, Massarat S, Sotoudeh M, Siavoshi F. Helicobacter pylori reinfection rate 3 years after successful eradication. J Gasteroenterol. Hepatol. 2005;20: 401-
04.
80 GASTRITIS Hir an
PENDAHUI-UAN
ETIOLOGI
Secara sederhana definisi gastritis adalah proses inflamasi
Infeksi kuman Helicobacter pylori merupakan kausa gastritis yar,g amat penting. Di negara berkembang prevalensi infeksi Helicobacter pylori pada orang dewasa
pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan
gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik, karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis
mendekati 90%. Sedangkan pada anak-anak prevalensi
infeksi Helicobacter pylori lebih tinggi lagi. Hal ini menunjukkan pentingnya infeksi pada masa balita. Di Indonesia, prevalensi infeksi kuman Helicobacter pylori yang dinilai dengan urea breath test padapasien dispepsi
bukan pemeriksaan histopatologi. Pada sebagian besar kasus inflamasi mukosa gaster
tidak berkorelasi dengan keluhan dan gejala klinis pasien. Sebaliknya keluhan dan gejala klinis pasien berkorel4si positif dengan komplikasi gastritis. Pada saat ini sudah dikembangkan pembagian gastritis berdasarkan
dewasa, menunjukkan tendensi menurun. Di negara maju, prevalensi infeksi kuman Helicobacter pylori pada anak sangat rendah. Diantara orang dewasa prevalensi infeksi kuman Helicobacter pylori leblh tinggi dari pada anakanak tetapi lebih rendah dari pada di Negara berkembang yakni sekitar 30 %.
suatu sistem yang disebut sebagai Update Sydney System.
Penggunaan antibiotika, terutama untuk infeksi paru
PEMBAGIAN GASTRITIS
dicurigai mempengamhi penularan kuman dikomunitas karena antibiotika tersebut mampu mengeradikasi infeksi Helicob acter pylori, walaupun persentase keberhasilannya rendah. Pada awal infeksi oleh kuman Helicobacter
Update Sydney System membagi gastritis berdasarkan pada
topografi, morfologi dan etiologi. Secara garis besar gastritis dibagi menjadi 3 tipe yakni : 1. Monahopik, 2.
pylori mukosa lambung akan menunjukkan
respons inflamasi akut. Secara endoskopik sering tampak sebagai erosi dan tukak multipel antrum atau lesi hemorogik. Gastritis akttt akibat H el icob acter pyl ori sering diabaikan oleh pasien sehingga penyakitnya berlanjut menjadi kronik. Gangguan fungsi sistem imun dihubungkan dengan gastritis kronik setelah ditemukan autoantibodi tehadap
atropik dan 3. bentuk khusus.
Selain pembagian tersebut di atas, terdapat suatu bentuk kelainan pada gaster yang digolongkan sebagai gashopati. Disebut demikian karena secara histopatologik
tidak menggambarkan radang. Klasifikasi gastritis sesuai dengan Update Sydney System memerlukan tindakan gastroskopi, pemeriksaan histopatologi dan
faktor intristik dan terhadap secretory canalicular structure sel parietal pada pasien dengan anemia pernisiosa. Antibodi terhadap sel parietal mempunyai korelasi yang lebih baik dengan gastritis kronik korpus
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang untuk menentukan etiologinya. Biopsi harus dilalcukan dengan metode yang benar, diqvaluasi dengan baik sehingga morfologi dan
topografi kelainan mukosa dapat disintesiskan. Banyak
dalam berbagai gradasi, dibandingkan dengan antibodi terhadap faktor intristik. Pasien gastritis kronik yang mengandung antibodi sel parietal dalam serumnya dan
tindakan gastroskopi yang mengabaikan topografi saat mengambll specimens untuk pemeriksaan histopatologi. Akibatnyahasil tidak dapat disintesiskan, sehingga klasifikasigastritis tidak dapat disusun dengan baik.
menderita anemia pemisiosa, mempunyai cirri-ciri khusus
s09
510
GAITTROENTEROLOGI
sebagai berikut: menderita gastritis kronik yang secara histologik menunjukkan gambaran gastritis kronik atropik,
menggambarkan poses yang mendasari, misalnya otoimun
predominasi korpus dan pada pemeriksaan darah
perubahan yang terjadi berupa degradasi epitel, hyperplasiafoveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limpoid, atropi, intestinal metaplasia, hlperplasia
menunjukkan hipergastrinemia, Pasien-pasien tersebut sering juga menderita penyakit lain yang diakibatkan oleh gangguan fungsi sistem imun. Masih harus dibuktikan bahwa infeksi kuman Helicobacter pylori dapat menjadi pemacu reaksi imunologis tersebut. Kecurigaan terhadap peran infeksi Helicobacter pylori diawali dengan kenyataan bahwa pasien yang terinfeksi oleh kuman
atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan-
sel endokrin, kerusakan sel parietal. Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman Helicobacter pylori.
Helicobacter pylori mempunyai antibodi terhadap secretory canalicular structure sel parietal jauh lebih
PERJALANAN ALAMIAH GASTRITIS
tinggi dari pada mereka yang tidak terinfeksi.
Perjalanan alamiah gastritis kronik akibat infeksi kuman Helicobacter pylori secara garis besar dibagi menjadi
Terdapat beberapa jenis virus yang dapat menginfeksi
mukosa lambung misalnya enteric rotayirus dan
gastritis kronik non atropi predominasi antrum dan gastri-
calicivirus. Kedua jenis virus tersebut dapat menimbulkan gastroenteritis, tetapi secara histopatologi tidak spesifrk.
tis kronik atropi multifokal. Ciri khas gastritis kronik
Hanya cytomegalovirus yang dapat menimbulkan
sampai berat mukosa antrum, sedangkan inflamasi di korpus ringan atautidak ada sama sekali. Antrumtidakmengalami atropi atau metaplasia. Pasien-pasien seperti ini biasanya asimtomatis, tetapi mempunyai risiko menjadi tukak 60 tahun Riwayat pernah menderita tukak Digunakan bersama-sarna dengan steroid Dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis OAINS Menderita penyakit sistemik yang berat Mungkin sebagai faktor risiko Bersama-sama dengan infeksi Helicobacter pylori Merokok
Meminum alkohol
penyakit lain, misal enteropati gluten, pengelolaan PATOFISIOLOGI GASTROPATI OAINS
ditujukan kepada penyakit primer.
Efek samping OANS pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek samping pada lambung memang yang Obat
PPI
1
Dosis
ganda
PPI
Dosis
ganda
Obat 3
Obat 4
Klarithomisin Amoksisilin (2 x 500
Dosis
ganda
PPI
Obat 2
mg)
(2 x 1000 mg)
paling sering terjadi. OAINS merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yakni : topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena OAINS
Klarithomisin Metronidazol
bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempennudahtrap-
(2 x 500
ping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan
mg)
(2 x 500 mg)
Tetrasiklin Metronidazol (4 x 500
Regimen diberikan selama
mg) '1
(2 x 500
mg)
subsalisilal /subsitral
minggu
GASTROPATI Gatropati yang disebabkan oleh refluks empedu dan
OAINS sering disebut sebagai gastropati kimiawi atau gastropati reaktifatau gastritis tipe C. Terdapat 3 kategori pasien gastropati kimiawi yakni : refluks empedu setelah gastrektomi parsial, refluks empedu sebagai bagian dari sindrom dismotilitas gastrointestinal dan pengguna obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) kronik yang akan dibicarakan disini adalah gastropati OAINS, sedangkan yang lain akan dibicarakan pada sindrom dispepsia.
kerusakan. Efek sistemik OAINS tampaknya lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostag-
landin menurun OAINS secara bemakna menekan prostaglandin. Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan cara
menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkalkan epithelial Aliran darah mukosa yang menunrn menimbulkan adhesi netrolit pada enrlotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas dan defense.
protease yang dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan merusak mukosa lambung.
DIAGNOSIS GASROPATI OAINS
GASTROPATIOAINS OAINS merupakan salah satu obat yang paling sering
Spektrum klinis gastropati OAINS meliputi suatu keadaan klinis yang bervariasi sangat luas, mulai yang paling ringan berupa keluhan gastrointestir.al discontrol. Secata
s12
endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil kadang-kadang disertai perdarahan kecil-kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh sendiri. Kemampuan mukosa mengatasi lesi-lesi ringan akibat rangsang kemis sering disebut adaptasi mukosa. Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multipel, perdarahan luas dan perforasi saluran cerna. Secara histopatologi tidak khas. Dapat dijumpai regenerasi epitelial, hiperplasi foveolar, edema lamina propria dan ekspansi serabut otot polos ke arah mukosa. Ekspansi dianggap abnormal bila sudah mencapai kirakira sepertiga bagian atas. Tanpa informasi yang jelas tentang konsumsi OAINS gambaran histopatologi seperti ini sering disebut sebagai gastropati reaktif.
GASTROENTEROT.OGI
Pasien yang dapat menghentikan gangguan OAINS, obat-obat anti hrkak seperti golongan sitoproteksi, ARH2
dan PPI dapat diberikan dengan hasil yang baik. Sedangkan pasien yang tidak mungkin menghentikan OAINS dengan berbagai pertimbangan sebaiknya menggunakan PPI. Mereka yang mempunyai faktor risiko untuk mendapat komplikasi berat, sebaiknya diberi terapi
pencegahan menggunakan PPI atau misoprostol. Misoprostol adalah analog prostaglandin. Pemberiannya dapat mengimbangi penurunan produksi prostaglandin akibat OAINS. Sayangnya efek samping obat ini sangat mengganggu, sehingga penggunaannya terbatas.
REFERENSI
PENGELOLAAN Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gasropati OAINS ringan dapat sembuh sendiri walaupun OAINS tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Harus hati-hati
menggunakan ARH2 pada pasien yang harus menggunakan OAINS jangka lama ARH2 temyata mampu mencegah timbulnya komplikasi berat OAINS pada saluran cerna atas.
Allison MC, Howaston AG, Caaroline MB et al. Gastrointestinal damage associated with the use of nonsteroidal antiimplamantory drugs. NL Med J. 1992;.327:749-63.
Doxon MF Genta RM, Yardley JH, Correa P. Classification and grading of gastritis, the Update Sydney System. International Workshop on the Histopatology of Gastritis, Houston 1995. Am J Surg Pathol. 1996;20:1131. Genta RM. Gastritis and gastropathy. In: Yamada I editors. Gastroenterology. 4th edition Lippincott Williams and Wilkins; 2003. p. 1394-415.
81 TUKAK GASTER Pengarapen Tarigan
PENDAHULUAN Lambung sebagai reservoir/lumbung makanan berfungsi menerima makanan/minuman, menggiling, mencampur dan mengosongkan makanan kedalam duodenum. Lambung yang selalu berhubungan dengan semua jenis makanan, minuman dan obat-obatan akan mengalami iritasi kronik. Lambung dilindungi terhadap faktor iritan oleh lapisan mukus/mukus barier, epitel, tetapi beberapa faktor iritan seperti makanan minuman dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS), alkohol dan empedu yang dapat menimbulkan defek lapisan mukus dan terjadi difusi balik ion H*, sehingga timbul gastritis akut/kronik dan hrkak gaster. Dengan ditemukannya kuman H. pylori sebagai penyebab gastritis dan tukak peptik, saat ini dianggap H.
pylori merupakan penyebab utama tukak gaster, di samping OAINS, dan penyebab yang jarang adalah Sindroma Zollinger Ellison dan penyakit Crohn duodenal.
dekade keenam. Insidensi dan kekambuhan/rekurensi saat
ini menurun sejak ditemukan kuman Helicobacter pylori (H. pylori) sebagai penyebab dan dilakukan terapi eradikasi. Di Britania Raya sekitar 6 - 20% penduduk
menderita tukak pada usia 55 tahun, sedang prevafensinya 2 - 4%. Di USA ada 4 juta pasien gangguan asam-pepsin, prevalensi l2%o pada pria dan 10% perempuan dengan angka kematian pasien I 5.000 pertahun dan menghabiskan dana $10 Milyar/tahun. Secara klinis tukak duodeni lebih sering dijumpai dari pada tukak gaster. Pada beberapa rregata seperti Jepang
dijumpai lebih banyak tukak gaster daripada tukak duodeni. Pada autopsi tukak gaster dan duodeni dijumpai hampir sama banyak, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Autopsi biasanya dilakukan pada usia lanjut, dimana
pemakaian obat OAINS meningkat, sehingga kejadian tukak gaster juga meningkat. Tukak gaster ukuran lebih besar dan lebih menonjol, sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering /mudah dijumpai dibandingkan tukak duodeni.
DEFINISI Tukak gaster jinak adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval, ukuran > 5 mm kedalaman sub mukosal pada
mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas/ integritas mukosa lambung. Tukak gaster merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak ditutupi debris.
FISIOLOGI GASTER
AnatomiGaster Epitel gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric
pits/lekukan berukuran mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau lima kelenjar gaster dari sel
sel epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak anatominya. Kelenjar di daerah cardia terdiri < 5 % kelenjar gaster mengandung mukus dan sel-sel endokrin' Sebagian terbesar kelenjar gaster (75o/o) terletak didalam mukosa oksintik mengandung sel-sel leher mukosa, parietal, chief,
EPIDEMIOLOGI Tukak gaster tersebar diseluruh dunia dengan prevalensi berbeda tergantung pada sosial ekonomi, demografi, dijumpai lebih banyak pada pria meningkat pada usia lanjut dan kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak pada
endokrin dan sel enterokromafin. Kelenjar pilorik mengandung mukus dan sel-sel endokrin (termasuk sel sel gastrin) dan didapati di daerah antrum.
-
514
GAIITROENTEROIOGI
Sel parietaljuga dikenal sebagai sel oksintik biasanya didapati di daerah leher atau isthmus atau kelenjar oksintik.
Sel parietal yang tidak terangsang, punya sitoplasma tubulosvesikel dan kanalikuli intraselular yang berisi mikrovili ukuran pendek sepanj ang permukaan atas/apikal. Enzim H*, Kt-Af'Pase didapati didaerah membran tubulovesikel. Bila sel dirangsang, membran ini, dan membran apikal lainnya diubah menjadi jaringan padat dari kanalikuli intraselular apikal yang mengandung mikrovili ukuran panjang. Selaesi HCI dari kanikuli ke lumen lambr.urg memerlukan energi besar berasal dari pemecahan H*, K*AIP oleh enzim H*, K*-AIP ase o, terjadi pada permukaan atas kanalikuli yang dihasilkan 30-,40% jumlah total mitokandria.
Pori-pori lambung (foveolus)
membran sel. Lapisan mukosa yang tidak tembus air merintangi difusi ion dan molekul seperti pepsin. Bikarbonat memiliki kemampuan mempertahankan perbedaan pH yakni pH l-2 di dalam lumen lambung dengan pH 6-7 di dalam sel epitel. Sekresi bikarbonat dirangsang oleh Ca**, PG, cholinergik dan keasaman lumen
Sel epitel permukaan adalah perlahanan kedua dengan kemampuan:
. . .
Menghasilkan mukus. Transportasi ionik sel epitel serta produksi bikarbonat yang dapat mempertahankan pH intraselular (pH 6-7).
Intracellular tight junction
Bila pertahanan pre epitel dapat ditembus oleh faktor agresif maka sel epitel yang berbatasan dengan daerah yang rusak berpindah/migrasi memperbaiki kerusakan/ restitusi. Proses ini bukan pembelahan sel, memerlukan sirkulasi darah yang baik dan mileu alkali. Beberapa faktor I mukus permukaan
perhrmbuhan memegang peran seperti : EGF, FGF, TGFcr dalam membanfu proses restitusi. Kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki melalui
proses restitusi dilaksanakan melalui proliferasi sel. Sel leher
m
ukosa
Regenerasi sel epitel diatur oleh PG, FGF dan TGFu,.
Berurutan dengan pembaruan sel epitel, terjadi pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) dalam areal kerusakan. FGF dan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) memegang peran penting dalam proses angiogenesis ini. Sistem mikrovascular yang rapi didalam lapisan sub mukosa lambung adalah komponen kunci dari pertahanan/ perbaikan sistem sub epitel. Sirkulasi yang baik yang dapat
.=
o
Io
Gambar 1. Susunan dari sel oksintik kelenjar lambung (dikutip
dari Harrison)
Faktor Pertahanan Mukosa Gastro Duodenal Epitel gaster mengalami iritasi terus menerus oleh 2 faktor perusak: 1). Perusak Endogen (HCl, pepsinoger/pepsin dan garam
menghasilkan bikarbonat/HCO, untuk menetralkan HCl
yang disekresi sel parietal, memberikan asupan mikronutrien dan oksigen sertamembuang hasil metabolik toksik. PG yang banyak ditemukan pada mukosa lambung, dihasilkan dari metabolisme asam arakidonat memegang peran sentral pada pertahanan dan perbaikan sel epitel lambung, menghasilkan mukus-bikarbonat, menghambat
empedu);
2). Perusak Eksogen (obat-obatan, alkohol dan bakteri). Untuk penangkal iritasi tersedia sistem biologi canggih, dalam mempertahankan keutuhan dan perbaikan mukosa lambung bila timbul kerusakan. Sistem pertahanan mukosa gastroduodenal terdiri dari 3 rintangan yakni: Pre epitel, epitel, post epitel/sub epitel. Lapisan pre epitel berisi mukus-bikarbonat bekerja sebagai
rintangan fisikokemikal terhadap molekul seperti ion hidrogen, mukus yang disekresi sel epitel permukaan mengandung 95 %o air dan campuran lipid dengan glikoprotein. Mucin, unsur utama glikoprotein dalam ikatan
dengan fosfolipid, membentuk lapisan penahan akl hidrofobik dengan asam lemak yang muncul keluar dari
Gambar 2. Komponen pertahanan dan perbaikan mukosa gastroduodenal (dikutip dari Harrison)
515
TUI(AKGASTER
sekresi sel parietal, mempertahankan sirkulasi mukosa dan
restitusi sel epitel.
dan kolesistokinin). Dalam keadaan fisiologi fase tersebut berlangsung secara bersamaan.
-
fase
Fisiologi Sekresi Gaster HCI dan pepsin produk yang paling utama yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa lambung. Sekresi asam basal dalampola sirkadia, tertinggi terjadi pada malam hari dan terendah pada pagi hari. Faktor kolinergik melalui nenus vagus dan faktor histaminergik melalui sumber lokal digaster mempengaruhi produksi asam basal tersebut. Sekresi asam akibatperangsangan dihasilkan dalam tiga fase yang berbeda tergantung sumber rangsang (sefalik, gastrik dan intestinal). Penglihatan, penciuman dan rasa dari makanan merupakan komponen fase sefalik melalui perangsangan nen'us vagus.
Fase gastrik terjadi pada saat makanan masuk kedalam lambung, komponen sekresi adalah kandungan makanan yang terdapat di dalamnya (asam amino dan amino bentuk lain) yang secara langsung merangsang sel G untuk melepaskan gastrin yang selanjutnya mengaktivasi sel-sel parietal melalui mekanisme langsung maupun mekanisme tidak langsung. Peregangan dinding lambung memicu pelepasan gastrin dan produksi asam. Fase terakhir (intestinal) sekresi asam lambung dimulai pada saat makanan masuk kedalam usus dan diperantarai
oleh adanya peregangan usus dan pencampuran kandungan makanan yang ada. Beberapa cara untuk menghambat sekresi asam juga
berlangsung bersamaan. Somatostastin, suatu hormon
gastrointestinal yang dilepaskan sel
-
sel endokrin
didapati pada mukosa gaster (sel-sel D) dalam rangka merespon HCl. Somatostatin dapat menghambat produksi asam melalui mekanisme langsung (sel - sel parietal) maupun tidak langsung (menurunkan pelepasan histamin dari sel- sel seperli enterokromafin (ECL) dan menimbulkan pelepasan gastrin melalui sel - sel G). Faktor rangsang tambahan yang dapat mengimbangi sekresi asam, antara
lain neural (sentral dan perifer) dan hormonal (sekretin
Gambar 4. Mekanisme sekresi asam lambung dan faktor-faktor yang mempengaruhi
PATOFISIOLOGI TUKAK PEPTIK
FaktorAsam Lambung " NoAcid No Ulcef'Schwarct 1910; Pengaturan Sekresi Asam Lambung pada Sel
Parietal Sel pariteal/oxyntic mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik / zimogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCI dirubah jadi pepsin dimana HCI dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan mileu pH < 4 (sangat agresif terhadap mukosa lambung). Bahan iritan akan
menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik
ion H*. Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis akut/kronik dan tukak gaster. Membran plasma sel epitel lambung terdiri dari lapisan lipid bersifat pendukung barier mukosa. Sel lapisan parietal dipengaruhi faktor genetik, yaitu seseorang dapat mempunyai massa sel parietal yang besar/sekresi lebih banyak. Tukak gaster yang letaknya dekat pilorus atau
dijumpai bersamaan dengan tukak duodeni/antral gastritis biasanya disertai hipersekresi asam, sedangkan bila lokasinyapada tempat lain di lambung/pangastritis biasanya disertai hiposekresi asam.
Asam arakidonal
cox.l
I YI
Pertahanan I
I
I
cox2 lnflamasi
j'Pembentukan''Penyebab'
Gambar 3. Skema pembentukan Prostaglandin Er-(PGEr) dan Prostacylin (PGl,) (dikutip dari Harrison)
Shay and Sun : Balance Theory 1974 t Tukak terjadi bila terjadi gangguan keseimbangan antara faktor agresif/asam & pepsin dengan defensif (mukus, bikarbonat, aliran darah, PG ), bisa faktor agresifmeningkat atau faktor defensif menurun.
Helycobacter pylori (Hpl, " NO HP No Ulcer " Warren and Marshall 1983 HP adalah kuman patogen gram negatif berbentuk batang /spiral, mikoaerofilik berflagela hidup pada permukaan
epitel, mengandung urease (Vac A, cag A, PAI dapat
516
GASTROENTEROI.OGI
mentrans lokasi cag A kedalam sel host), hidup diantrum,
Garis besar pengobatan tukak peptik adalah eradikasi
migrasi ke proksimal lambung dapat berubah menjadi kokoid suatu bentuk dorman bakteri. Infeksi kuman Hp akut dapat menimbulkan pan gastritis kronik diikuti atrofi
kuman HP serta pengobatan/pencegahan gastropati OAINS.
sel mukosa korpus dan kelenjar, metaplasia intestinal dan
ini dipengaruhi oleh faktor host, lamanya infeksi (lokasi, respon inflamasi, genetik), baheri (virulensi, strukfur, adhesin, porins, enzim (urease vac A,
hipoasiditas. Proses
A, dll ) dan lingkungan (asam lambung, OAINS, empedu dan faktor iritan lainnya) dan terbentuklah cag
gastritis kronik tukak gaster, Mucosal Associated
(MAII) hmfoma dan Kanker Lambung. HP dapat menyebabkan gastritis kronis aktif tipe B dan tukak peptikum. Bakteri Hp ini merupakan keluarga dari
Lymphoid Tissue
Campylobacter yatg digambarkan pertama kali oleh
Marshall pada tahun 1983. HP merupakan penyebab terbanyak dari tukak pada antrum gaster dan tukak duodeni, dan selanjutnya kuman ini berperan untuk
Gambar 5. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya kelainan gastroduodenal dan malt limfoma
terbentuknya MALL
Tukak gaster kebanyakan disebabkan infeksi HP (30-60%) dan OAINS sedangkan tukak duodenum hampir 90% disebabkan oleh HP, penyebab lain adalah Sindrom Zollinger Elison.
Kebanyakan kuman patogen memasuki barrier dari mukosa gaster, tetapi HP sendiri jarang sekali memasuki epitel mukosa gaster ataupun bagian yang lebih dalam dari mukosa tersebut. Biasanya infeksi HP yang terjadi bersifat asimtomatik dimana diperkirakan terdapat dua milliar penduduk menderita infeksi Hp. Teladinya penyakit ataupun asimtomatik tergantung kepada dua hal, yaitu faktor host dan adanya perbedaan genetik dari strain HP
yang ada. Bila Hp bersifat patogen maka yang pertama kali terjadi adalah Hp dapat bertahan di dalam suasana asam di lambung; kemudian terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung, danpada akhirnyaHp berkolonisasi di lambung tersebut. Sebagai akibatnya Hp berploriferasi dan dapat mengabaikan sistem mekanisme pertahanan tubuh yang ada. Pada keadaan tersebut beberapa faktor dari Hp memainkan peranblr penting diantaranya urease memec ah
urea menjadi amoniak yang bersifat basa lemah yang melindungi kuman tersebut terhadap mileu asam HCl.
4 Ulcercaenic(obals FU Obat Oesteoporosis,sigarel emosional,ge m pa bum i/perang CO PD,sirosis,G G K)
Epitel: - Pre epile - Epitel - Posl ep tel
Gambar 6. Berbagai penyebab tukak peptik
GAMBARAN KLINIS Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindroma kllinik / kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cema seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa / terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyahg. Dispepsia secaraklinis dibagi atas : 1).Dispepsia akibat
gangguan motilitas;
2). Dispepsia akibat tukak;
3).Dispepsia akibat refluks; 4). Dispepsia tidak spesifik
Pada dispepsia Antrum predominant gastritis
akibat
gangguan motilitas keluhan yang paling menonjol adalah perasaan
kembung, rasa penuh ulu hati
setelah makan, cepat merasa kenyang disertai sendawa. Pada dispepsia akibat refluks keluhan yang menonjol berupa perasaan nyeri ulu hati dan rasa seperti
terbakar, harus disingkirkan adanya pasien kardiologis.
Pasien tukak
peptik
517
TUI(AKGASTER
memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyamanldiscomfort disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul waktu pasien merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit
hilang setelah makan dan minum obat antasida (Hunger Pain Food Relle/: HPFR). Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan, berbeda dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit tukak gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak duodeni sebelah kanan garis tengah perut. Rasa sakit bermula pada satu titik (pointing sign) aktrimya
difus bisa menjalar kepunggung. Ini kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami komplikasi berupa penetrasi tukak keorgan pankres. Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak gaster karena dispepsia nonilkus juga bisa menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak dapat digunakan lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut. Adapun tukak akibat obat OAINS dan tukak
pada usia lanjut/manula biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui komplikasinya berupa perdarahan dan perforasi. Muntah kadang timbul pada tukak peptik disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi gastic outlet). Tukak prepilorik dan dudodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.
Pemeriksaan Fisis Tukak tanpa komplikasi jarang menunjukkan kelainan fisik. Rasa sakit/nyeri ulu hati, di kiri garis tengah perut, terjadi penurunan berat badan merupakan tanda fisik yang dapat dijumpai pada tukak gaster tanpa komplikasi. Nilai ramalan untuk tanda fisik ini kurang berarti. Perasaan sangat nyeri, nyeri tekan perut, perut diam tanpa terdengar peristalik usus merupakan tanda peritonitis. Goncangan perut atau succusion splashing dijumpai 4 - 5 jam setelah makan
disertai muntah-muntah yang dimuntahkan biasanya makanan yang dimakan beberapa jam sebelumnya merupakan landa adanya retensi cairan lambung, dari komplikasi ttkaV gas tri c o u tl et o b s truct i o n atat stenosis pilorus. Takikardi, syok hipopolemik, tanda dari suatu perdarahan. Laboratorium tidak ada yang spesifik untuk penyakit tukak gaster.
Pemeriksaan Penunjang: Radiologi dan Endoskopi Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda
dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis tukak - akhir ini berhubung para ahli radiologi
peptik, tetapi akhir
sudah lebih memantapkan diri pada radiologi
intervensional dan pakar gastroenterologi sudah mengembangkan diri sedemikian maju dalam bidang diagnostik dan terapi endoskopi maka untuk diagnostik tukak peptik lebih dianjurkan pemeriksaan endoskopi. Di samping itu untuk memastikan diagnosa keganasan tukak
gaster harus dilakukan pemeriksaan histopatologi, sitologi
brushing dengan biopsi melalui endoskopi. Biopsi diambil dari pinggiran dan dasar tukak minimal 4 sampel unhrk 2 kuadran, bila ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran dari dasar, pinggir dan sekitar tukak (minimal 3x2 : 6 sampel). Dengan ditemukannya kuman Helicobacter pylori sebagai etiologi hrkak peptik maka dianjurkan pemeriksaan tes CLO, serologi, dan UBT dengan biopsi melalui endoskopi. Gambaran radiologi suatu tukak berupa craterkawah dengan batas jelas disertai lipatan mukosa yang teratur keluar dari pinggiran tukak dar. niche dan gambaran suatu proses keganasan lambung biasanya dijumpai suatu filling defect Gambaran endoskopi untuk suatu tukak jinak berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa
licin
dan normal disertai lipatan yang teratur keluar dari pinggiran tukak. Gambaran tukak gaster akibat keganasan adalah'. Boorman I/polipoid, B-IVulceratif, B-IIVinfi ltratif, B-IV/linitis plastika (scirrhus). Karena tingginya kej adian keganasan pada tukak gaster (70o/o)maka dianjurkan untuk dilakukan biopsi dan endoskopi ulang setelah 8- 12 minggu terapi eradikasi. Kelebihan endoskopi dibanding radiologi: 1). Lesi kecil diameter < 0.5 cm dapat dilihat, dilakukan pembultan foto
dokumentasi adanya tukak. 2).Lesi yang ditutupi oleh gumpalan darah dengan penyemprotan air dapat dilihat. 3). Radiologi tidak dapat memastikan apakah suatu tukak ganas atau tidak, tidak dapat menenhrkan adanya kuman HP sebagai penyebab tukak. Sugesti seseorang menderita penyakit tukak perlu dipikirkan bila ditemukan: l). Adanya riwayat pasien tukak dalam keluarga, 2). Rasa sakit klasik dengan keluhan yang spesifi k, 3 ). Faktor predisposisi seperti pemakaian OAINS, perokok berat dan alkohol, 4). Adanya penyakit kronik seperti PPOK dan sirosis hati, 5). Adanya hasil positif kuman HP dari serologi/IgG anti HP atau UBT.
DIAGNOSIS
Diagnosis tukak gaster ditegakkan berdasarkan: 1). Pengamatan klinis, dispepsia (sakit dan discomfort), kelainan fisik yang dijumpai, sugesti pasien tukak. 2). Hasil pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopD. 3).
Hasil biopsi untuk pemeriksaan tes CLO, histopatologi kumanHp. Diferensial diagnosa tukak peptik: 1). Dispepsia non tukak; 2). Dispepsia fungsional; 3). Tumor lambung/saluran
cerna atas proksimal; 4). Gastro esophageal reflux disease (GERD); 5). Penyakit vaskular; 6). Penyakit pankreato bilier; 7). Penyakit Gastroduodenal Crohn's
KomplikasiTukak Komplikasi menurun setelah datatgnya obat ARH2/PPI dan terapi eradikasi kuman HP. Komplikasi terdiri atas: 1).
518
GAIIIROENTEROI.OGI
Perdarahan; 2). Perforasilpenetrasi; 3). Obstruksilstenosis.
Perdarahan. Insiden 15 - 2syo,meningkat pada usia lanjut (> 60 tahun) akibat adanya penyakit degeneratif dan meningkatnya pemakaian OAINS Qlo/otanpa simtom dan tanda penyakit sebelumnya). Sebagian besar perdarahan berhenti spontan, sebagian memerlukan tindakan endoskopi terapi, bila gagal dilanjutkan dengan tindakan operasi (5% dari pasien yang memerlukan tranfusi darah). Pantozol./PPl 2 amp/l00 cc NACI}.9 drips selama 10 jam secaraparenteral dan diteruskan beberapa hari dapat menurunkan kejadian
ulang perdarahan, pemberian transfusi
kesembuhan tukak; 3). Mencegah kekambuhan/rekurensi tukak; 4). Mencegah komplikasi
Walaupun tukak gaster atau tukak duodeni sedikit berbeda dalam patofisiologi tetapi respon terhadap terapi sama. Tukak gaster biasahya ukurannya lebih besar, akibatnya memerlukan waktu terapi yang lebih lama. Untuk pengobatan tukak gaster sebaiknya dilakukan biopsi untuk menyingkirkan adanya suatu keganasan/kanker lambung.
Terapi terdiri dari:
l). Non medikamentosa,
2).
Medikamentosa, 3). Tindakan operasi.
dengan
memperhatikan tanda-tanda hemodinamik : 1). Tekanan darah sistol < 1 00 mmHg; 2). IB < l0 gr %; 3). Nadi > I 00 / menit; 4). HT < 30 / jam dianjwkan pemberian transfusi dengan darah segar sampai HT > 30.
Perforasi, rasa sakit tiba tiba, sakit berat, sakit difus pada perut. Insidensi 6-7Yo, hanya 2-3o/o mengalami
Non Medikamentosa
Istirahat.
Secara umum pasien tukak dianjurkan
pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap di rumah sakit. Di Inggris 25%o pasien tukak peptik dengan keluhan tanpa
perforasi terbuka ke peritoneum, l0olo tanpa keluhan / tanda perforasi dan lloh disertai perdarahan tukak dengan
pengobatan bisa bekerja normal,50%opasien tukak dengan keluhan, disertai pengobatan bisa bekerja normal, sedang 25Yo dengan komplikasi harus rawat inaplrumah sakit.
mortalitas yang meningkat. Insiden perforasi meningkat
Penyembuhan akan lebih cepat dengan rawat inap
pada usia lanjut karena proses aterosklerosis dan
walaupun mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh bertambahnya jam istirahat berkurangnya refluks empedu, stres dan penggunaan analgetik. Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam lambung dan penyakit tukak. Walaupun masih ada silang pendapat
meningkatnya penggunaan OAINS. Perforasi tukak gaster
biasanya ke lobus
kiri hati, dapat menimbulkan fistula
gastro kolik. Penetrasi adalah suatu bentuk perforasi yang
tidak terbukaltanpa pengeluaran isi lambung karena tertutup oleh omentumlorgan perut di sekitar. Terapi perforasi : dekompresi, pemasangan nasogastrlk tub e, aspirasi cairan lambung terus menerus, pasien dipuasakan,
diberi nutrisi parenteral total dan pemberian antibiotika diikuti tindakan operasi. Stenosis piloriU Gastric O utlet O bstruction: Insidensi l-2 % dai pasien tukak. Keluhan pasien akibat obstruksi mekanik berupa cepat kenyang, muntah berisi makanan
tak tercerna, mual, sakit perut setelah makanipost prandial, berat badan turun. Kejadian obstruksi bisa temporer akibat peradangan daerah peri pilorik timbul odema, spasme. Ini akan membaik bila keradangan sembuh. Penghambat pompa proton (PP! amp dalam 100 cc NaCl0.9 diberi selama 10 jam dan dapat diteruskan selama beberapa hari (7- I 0 hari) hingga obstruksi hilang. Bisa obstruksi permanen akibat fibrosis dari suatu tukak sehingga mekanisme pergerakan antro duodenal terganggu. Terapi : dekompresi, pasang nasogastrik tube, darr aspirasi isi lambung, puasa/TPN, dilanjutkan dengan pemasangan balon dilatasi dengan endoskopi dan bila gagal dilakukan tindakan operasi piloroplasti.
mengenai hubungan stres dengan asam lambung, sebaiknya pasien hidup tenang dan menerima stres dengan wajar. Secara klnik pasien dengan keluhan dispepsia (tidak
mempunyai simtom alarm dan usia di bawah 45 tahun ). Dapat dilakukan terapi empiris : I ). Dismotilitas like,kehtrtart cepat kenyang/rasa penuh diberi prokinetik,antasida,ARH2/ PPI, 2). Refluks like,rasa terbakar ulu hati diberi prokinetik
PPVdosis ganda,
j). Ucer
like, keluhan nyeri, muntah sakit
tengah malan[IPFR diberi PPVARH2, 4). Tidakjelas diberi terapi campuran.
Selain melalukan terapi empiris pada pasien dispepsia uninvestigated dapat dilakukan pendekatan melalui 3 cara: l. Empiris, berdasarkan simtom predominan (tidak ada tanda alarm dan umur < 40 tahun ).
2.
Test and treat (periksa HP dengan UBT, serologi validated) dan bila HP (+) diberi terapi eradikasi.
3.
Prompt endoskopi
(> 55%);investigated
dispepsia
(ada tanda alarm, umur > 40 tahun). Terapi berdasarkan
lesi yang dijumpai.
Diet. Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu tidak lebih baik daripada makanan
biasa, karena makanan halus dapat merangsang TERAPI Tujuan terapi adalah : 1 ). Menghilangkan keluhan/simtom (sakit atau dispepsia) ; 2). Menyembuhkan/memperbaiki
pengeluaran asam lambung . Cabai, makanan merangsang, makanan mengandung asam dapat menimbulkan rasa
sakit pada beberapa pasien tukak dan dispepsia non tukak, walaupun belum didapat bukti keterkaitannya. Pasien kemungkinan mengalami intoleransi terhadap
519
TUKAKGASTTER
beberapa jenis makanan tertentu atau makanan tersebut mempengaruhi motilitas gaster. Dalam hal ini dianjurkan pemberian makanan dalam jumlah yang moderat atau
menghindari makanan tersebut. Pandangan masa kini makanan tidak mempengaruhi kesembuhan tukak. Beberapa peneliti menganjurkan makanan biasa, lunak, tidak merangsang dan diet seimbang. t Merokok menghalangi penyembuhan tukak gaster kronik, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan tukak. Merokok sebenamya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung tetapi dapat memperlambat kesembuhan luka tukak sertra meningkatkan
angka kematian karena efek peningkatan kekambuhan penyakit saluran pernafasan, penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) dan penyakit jantung koroner.
Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang
tidur 3 jam setelah makan). Efek samping berinteraksi dengan obat digitalis, INH, barbiturat, salisilat dan kinidin.
Antasida yang mengandung calcium carbonat menimbulkan MAS /Milk Alkaline syndrome (hiperkalsemia, hipefosfatemia, renal calcinosis) dan progresi kearah gagal ginjal. Obat penangkal kerusakan mukus
Koloid bismuth (Coloid Bismuth Subsitrat/CBS dan Bismuth SubSalisilatlBSS). Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal bersama protein pada dasar tukak dan melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin, berikatan dengan pepsin sendiri, merangsang sekresi PG bikarbonat, mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi khusus CBS neuro
toksik. Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan ARH2 serta adanya efek bakterisidal terhadap
pylori
sehingga kemungkinan relaps
merugikan. Air jerukyang asam, coca cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung tetapi dapat menambah sekresi asam lambung dan belum
Helicobacter
jelas dapat menghalangi penyembuhan tukak dan sebaiknya diminum jangan sewaktu perut kosong.
kehitaman sehingga menimbulkan keraguan dengan
Perubahan gaya hidup dan pekerjaan kadang-kadang
Sukralfat. Suatu komplek garam sukrosa dimana grup hidroksil diganti dengan aluminium hidroksida dan sulfat.
menimbulkan kekambuhan penyakit tukak.
Obat-obatan. OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secara parenteral (supositoria dan injeksi) tidak terbukti lebih aman. Bila diperlukan dosis OAINS diturunkan atau dikombinasi dengan ARH2/ PPl/misoprostrol. Pada saat ini sudah tersedia COX 2 inhibitor yang selektif untuk penyakit OA/RA yang kurang menimbulkan keluhan perut. Pemakaian aspirin dosis kecil untuk pasien kardiovaskular belum menjamin tidak terjadi kerusakan
mukosa lambung. Penggunaan parasetamol atau kodein sebagai analgetik dapat dipertimbangkan. Garis besar pengobatan tukak gaster saat ini dengan melakukan eradikasi HP dan pencegahan/pengobatan OA]NS.
Medikamentosa sudah jarang digunakan, menghilangkan keluhan untuk antasida sering digunakan masa lalu sebelum kita kenal rasa sakit/dispepsia. Pada yg dapat memblokir pengeluaran asam, adanya ARH2 antasida adalah obat satu satunya untuk tukak peptik.
Antasida. Pada
saat
ini antasida
Preparat yang mengandung magnesium dapat menyebabkan BAB/tidak berbentuk/loose, tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena menimbulkan hipermagnesemia dan kehilangan fosfat sedangkan alumunium menyebabkan konstipasi dan neurotoksik tapi bila kombinasi kedua komponen saling menghilangkan efek samping sehingga tidak terjadi diare, ataupun konstipasi. Dosis: 3 x 1 tablet,4 x 30 cc (3 kali sehari dan sebelum
berkurang.
Dosis : 2 x 2 tablet sehari. Efek samping tinj a berwarna perdarahan.
Mekanisme keq' a kemungkinan melalui pelepasan kutub
aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar tukak, yang melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin, kerjasama denganEGF, menambah sekresi bikarbonat dan
mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal. Efek samping konstipasi, tidak dianjurkan pada gagal ginjalkronik. Dosis :4x 1 gram sehari.
Prostaglandin. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Efek penekanan sekresi asam lambung kurang kuat dibandingkan dengan ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya tukak gaster pada pasien yang menggunakan OAINS. PGE,/misoprostol yang telah diakui oleh FDA. Dosis 4 x 200 mgatart2 x 400 mgpagi dan malam hari. Efek samping diare, mual, muntah dan menimbulkan
kontraksi otot uterus/ perdarahan sehingga tidak dianjurkan pada perempuan yang bakal hamil dan yang menginginkan kehamilan.
Antagonis reseptor H2IARII2 (simetidin, ranitidine, famotidine, Nizatidine), struktur homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel.
Pengurangan sekresi asam post prandial dan nokturnal,
520
GASIIROENTEROII)GI
yaitu sekresi nokturnal lebih dominan dalam rangka penyembuhan dan kekambuhan tukak/sikardian. Dosis terapeutik :
Simetidin
:
dosis 2 x 400 mg atau 800 gr malam hari
maksimal 2 - 6 j am dam lamanya efek ke4' a 7 2 -9 6 jam. PPI menggangu absorpsi dari obat ampisilin, ketonazole, besi dan oksigen. Dosis:
300mgmalamhari.
.
Famotidin
I x300mgmalamhari l x40mgmalam hari
.
Roksatidin
2
Ranitidin Nizatidine
x 7 5 mg atat 1 50 mg malam hari
Omeprazole2 x20mglstandard dosis atau I x 40 mg I double dosis Lansoprazole/Parfioprazol2 x40 m{standard dosis atau I
Dosis terapetik dari keempatARH2 dapat menghambat sekresi asam dalam potensi yang hampir sama, tapi efek samping Simetidin lebih besar dari Famotidin karena dosis
terapeutik lebih besar. Dosis pemeliharaan: simetidin 400 mg dan rarftidin 150 mg, Nizatidine 150 mg, roks alidini 5 mg malam hari.
Efek samping sangat kecil antara lain agranulositosis, pansitopenia, neutropenia, anemia dan trombositopenia (0,01 s/d 0,2 %), ginekomastia, konfusi mental khusus pada usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dijumpai terutama pemberian simetidin.
x 60 mg/double dosis.
Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin darah dan dapat menimbulkan tumor
karsinoid pada tikus percobaan belum terbukti pada manusia. Rabeprazol, Esomesoprazol pantoprazol sebaiknya jangan dikombinasi dengan penggunaan walfarin, penitoin dan diazepam. PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi aktivitas faktor agresif pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple drugs reglmen
Proton pump inhibitorlPPl (Omeprazol, Lansoprazol, Pantoprazol R abeprazol, Esomesoprazol). Omeprazol dan Lansoprazol obat terlama digunakan, keasaman labil dalam
bentuk enterik coated granules, dipecah dalam usus
PENATALAKSANAAN INFEKSI HELICOBACTER PYLORI
denganpH 6. Rabeprazole danPantoprazole enterik coated
tablet, lipofilik terperangkap kedalam sistem
tubolovesikular dan kanalikuli. Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim
K*H*- ATPase yang akan memecah K*H*- ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCI dari kanalikuli sel parietal kedalam lumen larnbung. Esomeprazol adalah sangat potensial karena punya isomir optikal S dan R. Efek penekan sekresi asam PPI
dibagi menjadi tiga kelompok:
Sangat dianjurkan: tukak duodeni, tukak gaster, pasca reseksi kanker lambung dini, limfoma MAUT.
Dianjurkan: dispepsia tipe tukalq gastritis kronik aktifberat (gambaran PA), gastropati OAINS, gastritis erosiva berat, gastritis hipertrofik.
Tidak dianjurkan: Pasien asimtomatik (Kelompok Studi HP Indonesia, KSHPI) Saat ini beberapa konsensus telah disepakati antara
Jenis obaUmekanisme
penghambatan asam lambung Antasida
Mylanta, Maalox
100-140 meq/L
1
&3haftermeals Antagonis reseptor
SeleksiKhusus Pasien dengan HP positif yang mendapat terapi eradikasi,
H2
Cimetidine Ranitidine Famotidine
and hs 400 mg bid 300 mg hs
Nizatidine
40 mg hs 300 mg hs
Penghambat pompa
lain; NlH/National Institute of Health consensus development (USA), American Digestive Health Foundation, European Maastricht Consensus, Asia Pacffic Consensus Conference, KSHPI Indonesia (Kelompok Studi HP Indonesia). Konsensus: HP pada tukak peptik dianjurkan untuk dieradikasi, tidak tergantung apakah episode pertama
atau tidak, keparahan keluhan, terdapatnya faktor
20mgld
pemberat seperti OAINS atau sedang masa remisi tukak.
30mg/d 20mg/d
Tukak dengan HP positif (serologi validated & UBT),
Omeprazole Lansoprazole Rabeprazole Pantoprazole Esomeprazole
40mg/d 20mgld
mengalami kesembuhan lebih separuhnya bila dieradikasi
Obat pelindung mukosa sukralfat Analog prostaglandin
Sucralfate
l gqid
HP. Eradikasi HP pada dispepsia non tukak untuk
Misoprostol
200 pg qid
Obat yang mengandung bismut
Bismuth Sub salicylate (BSS)
See anti H. pylori
proton
dianjurkan untuk dieradikasi. MALT Limfoma akan
mencegah keganasan lambung atau pasien GERD dimana
pemakaian obat harus diberi waktu lama masih kontroversial.
521
TUKAKGASITER
Terapi Dual dengan Antibiotik
dapat dianjurkan, bila belum juga berhasil dianjurkan kultur
Seandainya akan diberikan terapi diial antara PPI/ARH2 dengan salah satu antibiotik tidak dianjurkan karena : efek eradikasi sangat minimal kurang dari 80Yo dan cepat
dan tes sensitivitas.
menimbulkan resisten kuman
Tukak gaster refrakter adalah tukak yang belum sembuh
walaupun telah diberi terapi eradikasi penuh selama 14 hari diikuti pemberian PPI selama 10 minggu lagi(totall2 minggu) dengan syarat: l). obat tetap dimakanlcompli-
ance;2). bukan suatu keganasan; 3). tidak
Regimen Terapi Terapi Ttipel. Secara historis regimen terapi eradikasi yang pertama digunakan adalah: Bismuth, Metronidazol, Tetrasiklin. Regimen tipel terapi @PI 2x I Amoxicilin 2x I 000, ,
Klaritromisin 2x500, Metonidazol 3x500, Tetrasiklin 4x500) yang banyak digunakan saat ini: 1. Proton pump inhibitor @PI) 2xI +Amoksisilin 2 x 1 000 + Klaritromisin 2x500 regimen terbaik 2. PPI2xl + Metronidazol 3x500 + Claritromisin 2 x 500 (bila alergi penisilin) 3. PPI2xl + Metronidazol 3x500 + amoksisilin 2 x 1000: kombinasi yang termurah 4. PPI2xl + Metronidazol3x500 + Tetrasiklin 4 x 500 bila alergi terhadap klaritromisin dan penisilin
SZE,amyloidosis, sarcaidosis, TBC, syphilis) bukan keganasan.
Tukak refrakter bisa sembuh lebih 90% bila dosis PPI
ditingkatkan/dosis ganda Omeprazole 40 gram, lansoprazole 60 mg bila ini pun masih gagal dilakukan tindakan operasi elektif.
Untuk daerah dengan resistensi yang tinggi terhadap metronidazol, maka dapat digantikan dengan regimen PPI + Bismuth + Tetrasiklin + amoxicilin. Bila Bismuth tidak
tersedia diganti dengan triple drugs. (PPI, Amox, klaritromisin).
Dari laporan-laporan uji klinis di berbagai negara, obat golongan PPI mempunyai efek yang hampir sama dalam
TINDAKAN OPERASI
terapi eradikasi HP.
l. 2.
Dosis:
. . . . . .
PPI (Omeprazol)
2x
20mg
Amoksisilin 2x l000mg Klaritromisin 2 x 500 mg Metronidazol 3 x 500 mg Tetrasiklin 4x 500 mg Bismuth 4x 120 mg Lama pengobatan eradikasi HP I minggu
(esomesoprazol), 5 hari rabeprazole. Ada anjuran lama pengobatan eradikasi 2 minggu, untuk kesembuhan tukak, bisa dilanjutkan pemberian PPI selama 3-4 minggu lagi. Keberhasilan eradikasi sebaiknya di atas 90%. Efek samping triple terapi 20-30 %. Kegagalan pengobatan eradikasi biasanya karena timbulnya efek samping dan compliance danresisten kuman. Infeksi dalam waktu 6 bulan paska erasikasi biasanya suatu rekrudensi dengan infeksi kuman lain. Tujuan eradikasi HP: l). Mengurangi keluhan/simtom, 2). Penyembuhan tukak, 3). Mencegah kekambuhan (4% dibanding 59%TL, 6% dibandine6T% ITD). Eradikasi selain dapat mencegah kekambuhan tukak juga mencegah perdarahan dan keganasan.
Terapi kuadripel. Jika gagal dengan terapi tripel, maka
3.
l).
hasil > 80% tereradikasi pada pasien yang telah resisten
Tukak antrum dilakukan anterektomi (termasuk
tukaknya) dan Bilroth 1 anastomosis gastroduodenostomi,
bila disertai TD dilakukan vagotomi. Tingginya kejadian rekurensi tukak paska operasi maka prosedur ini kurang diminati. 2). Tukak gaster dekat EG junction tindakan operasi dilakukan lebih radikal/sub total gastrektomi dengan Roux-en-Y/esofago gastro j ejunostomi (prosedur Csendo). Bila keadaan pasien kurang baik lokasi tukak proksimal dilakukan prosedur Kelling Madlener termasuk anterektomi, biopsi tukak intra operatif dan vagotomi, rekurensi tukak30o/r. Komplikasi operasi : . Primer akibat perubahan anatomi gaster paska operasi
.
Semakin radikal tindakan operasi semakin kurang kekambuhan tukak tapi semakin meningkat komplikasi pasca operasl.
2 x sehari, Bismuth Subsalisilat 4x2 tab, ]llfNZ 4x250,
Kombinasi PPI, amoxicilin dan rifabutin selama l0 hari
Elektip (tukak refrakter I gagal pengobatan) Darurat (komplikasi : perdarahan, perforasi, stenosis pilorik) Tukak gaster dengan sangkaan keganasan (corpus dan fundus, 70%keganasan).
Tindakan Operasi saat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi medikamentosa dan endoskopi terapi. Tukakrefrakter saat ini jarang dijumpai. Prosedur operasi yang dilakukan pada penyakit tukak gaster ditentukan adanya penyertaan tukak duodenum:
dianjurkan memberikan regimen terapi kuadrupel yaitu: PPI Tehasiklin 4x500, bila bismuth tidak tersedia diganti dengan tripel terapi.
sedang
mengalami infeksi HP, tidak menggunakan OAINS dan bukan perokok berat; 4). diagnosa benar ( bukan Crohn's,
Morbiditas operasi < l-5 yo, mortalitas 60 tahun) . riwayat tentang adanya tukak peptik sebelumnya . dispepsia kronik . intoleransi terhadap penggunaan OAINS sebelumnya . jenis, dosis dan lamanya penggunaan OAINS . penggun€un secara bersamaan dengan kortikosteroid, antikoagulan dan penggunaan 2 j enis OAINS bersamiuul . penyakit penyerta lainnya yang diderita oleh pemakai
:
.
pertahanan selular, yaitu kemampuan untuk memelihara electrical gradient dan mencegah pengasaman sel.
kemampuan transporter asam-basa untuk mengangkut bikarbonat ke dalam lapisan mukus dan
jaringan subepitel dan untuk mendorong asam
.
keluarjaringan. faktor perhrmbuhan, prostaglandin dan nitrit oksida.
c) Faktor subepitel
. .
aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi, oksigen dan bikarbonat ke epitel sel. Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.
GAMBARAN KLINIS
Penting untuk diketahui bahwa tukak peptik yang terjadi pada penggunaan OAINS, sering tidak bergejala dan baru dapat diketahui setelah terjadi komplikasi seperti perdarahan atau perforasi saluran cerna.
Gambaran klinik TD sebagai salah satu bentuk dispepsia organik adalah sindrom dispepsia, berupa nyeri dan atau rasa tidak nyarnan (discomfort) pada epigastrium.
Beberapa faktor lingkungan atau penyakit lain yang
Anamnesis. Gejala-gejala TD memiliki periode remisi dan
dapat merypakan faktor risiko terjadinya tukak duodenum,
eksaserbasi, menjadi tenang berminggu-minggu- berbulan-
yaitu: a). merokok (tembakau, sigaret) meningkatkan
bulan dan kemudian te{adi eksaserbasi beberapa minggu
kerentanan terhadap infeksi H. py I o r i dengat menwunkan faktor pertahanan dan menciptakan miliu yang sesuai untuk H.pylori.b). faktor stres, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi vitamin. c). beberapa penyakit tertentu di mana
merupakan gejala khas.
Nyeri epigastrium merupakan gejala yang paling dominan, walaupun sensitivitas dan spesifitasnya sebagai marker adanya ulserasi mukosa rendah.
526
GASTROENTEROI.OGI
Nyeri seperti rasa terbakar, nyeri rasa lapar, rasa sakit/ tidak nyaman yang mengganggu dan tidak terlokalisasi;
KOMPLIKASI
biasanya terjadi setelah 90 menit -3 jam post prandial dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah makan, minum susu atau minum antasida. Hal ini menunjukkan adanya peranan asam lambung/pepsin dalam patogenesis TD. Nyeri yang spesifftpada T5YopasienTD adalah nyeri yang timbul dini hari, antara tengah malam dan jam 3 dini hari yang dapat membangunkan pasien. Pada TD, nyeri yang muncul tiba-tiba dan menjalar ke punggung perlu diwaspadai adanya penetrasi tukak ke pankreas, sedangkan nyeri yang muncul dan menetap mengenai seluruh perut perlu dicurigai suatu perforasi Pada TP umuflrnya, apabila gejala mual dan muntah timbul secara perlahan tetapi menetap, maka kemungkinan terjadi komplikasi obstruksi pada outlet.
Komplikasi yang dapat timbul pada umumnya adalah: . Perdarahan: hematemesis/melena dengan tanda syok apabila perdarahan masif dan perdarahan tersembunyi yang kronik menyebabkan anemia defisiensi Fe.
. . .
Perforasi: nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis Penetrasi tukak yang mengenai pankreas: timbul nyeri tiba-tiba tembus kebelakang. Gastric outlet obstructionblla ditemukan gejala mual dan muntah, perut kembung dan adanya suara deburan
.
(succusion spalsh) sebagai tanda retensi cairan dan udara, dan berat badan menurun. Keganasan dalam duodenum (walaupunjarang).
Sepuluh persen dari TP (TD), khususnya yang disebabkan OAINS menimbulkan komplikasi (perdarahan/
TATALAKSANA
perforasi) tanpa adanya keluhan nyeri sebelumnya sehingga anamnesis mengenai penggunaan OANS perlu ditanyakan pada pasien. Tinja berwarna seperti ter (melena) harus diwaspadai sebagai suatu perdarahan tukak.
Pada dispepsia kronik, sebagai pedoman untuk membedakan antara dispepsia fungsional dan dispepsia organik seperti TD, yaitu pada TD dapat ditemukan gejala peringatan (alarm symptom) antara lain berupa: . umur>45-50 tahun keluhanmunculpertamakali
. . . . . .
adanya perdarahan hematemesis/ melena
BBmenurun>
peptik/
TD dilakukan secara medikamentosa, sedangkat cara pembedahan dilakukan apabila terjadi komplikasi seperti perforasi, obstruksi dan perdarahanyang tidak dapat diatasi. Tujuan dari pengobatan adalah : 1). menghilangkan gejala-gejala terutama nyeri epigastrium, 2). mempercepat penyembuhan tukak secara sempurna, 3). mencegah terjadinya komplikasi, 4). mencegah terj adinya kekambuhan.
10oZ
anoreksia./ rasa cepat kenyang
riwayat tukak peptik sebelumnya muntah yang persisten anemia yang tidak diketahui sebabnya
Pemeriksaan fisis. Tidak banyak tanda fisik yang dapat ditemukan selain kemungkinan adanya nyeri palpasi epigastrium, kecuali bila sudah terjadi komplikasi.
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti tukak duodenum dilakukan dengan pemeriksaan endoskopi saluran cema bagian atas dan sekaligus dilakukan biopsi lambung untuk deteksi H.pylori atau dengan pemeriksaan foto barium kontras ganda.
DIAGNOSIS BANDING
. . . . .
Pada umumnya manajemen atau pengobatan tukak
Penggunaan Obat-obatan TD
a,l 1 tahun mengarahkan kita pada diare fungsional. Pertanyaan apakah diarenya kontinyu atau intermiten & onset terjadinya diare mendadak atau bertahap dari ringan ke berat perlu ditanyakan juga. Onset diareyatg mendadak dapat disebabkan infeksi cyclospora atau intoleransi laktosa(setelah enteritis viral). Diare setelah makan menunjukkan adanya refleks gastro-kolika yang meningkat, banyak ditemukan pada penderita sindrom
usus iritabel (IBS). Diare yant terus menerus tiap hari lebih sering pada penyakit organik. Sedangkan pada sindrom usus iritabel(IBS) seringkali berselang antara buang air besar normal dan diare.
2. Bentuktinja: Bila
terdapat minyak dalam tinja, tinja pucat (steatorea) menunjukkan insufi siensi pankreas
dan kelainan proksimal ileosekal. Tinja yang mengambang pada air toilet dan flatus berlebihan mengarahkan adanya malabsorpsi karbohidrat atau steatorea. Tinja yang mengambang disebab(an tinja
tersebut mengandung gas pada malabsorpsi karbohiddrat atau minyak pada steatorea. Diare seperti air dapat terjadi akibat kelainan pada semua tingkat sistem pencernaan, tapi terutama dari usus halus. Adanya makanan yang tidak tercerna merupakan manifestasi dari kontak yang terlalu cepat antara tinja dan dinding usus, yang disebabkan cepatnya waktu transit usus. Bau asam menunjukkan penyerapan karbohidrat yang tidak sempurna.Kita harus dapat membedakan perdarahan yang disertai diare(campur) dengan diare lalu diikuti darah menetes belakangan(tidak campur) atau dengan perdarahan yang menyertai tinja normal. Pada kolitis infektif dan kolitis ulseratif perdarahan disertai dengan diare, sedangkan diare diikuti darah menetes belakangan menunjukkan adanya hemoroid. Perdarahan yang menyertai tinja normal terd apat padakeganasan, polip, Pasien dengan diare air lebih dari 1 liter perhari lebih
disebabkan penyakit usus halus atau kombinasi
Anamnesis Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis etiologik. Dalam melakukan anamnesis, perlu ditanyakan hal- hal seperti: 1. Waktu dan frekuensi diare: Diare pada malam hari atau
sepanjang hari, tidak intermiten, atau diare timbul mendadak, menunjukkan adanya penyakit organik. Lama diare kronik kurang dari 3 bulan juga mengarahkan
kita pada penyakit organik. Perasaan ingin buang air besar yang tidak bisa ditahan mengarah ke penyakit inflamatorik. Diare yang terjadi pagi hari lebih banyak berhubungan dengan stres, hal ini biasanya mengarah
penyakit kolon dan usus halus atau keadaan hipersekretorik.
3. Keluhan lain yang menyertai diare: Deskripsi dan lama keluhan harus diperinci karena diperlukan dalam menegakkan diagnosis kausa diare. a). Nyeri abdomen: merupakan kelainan yang tidak khas, dapat terjadi pada kelainan organik maupun fungsional. Pada diare karena penyakit organik, lokasi nyeri menetap sedangkan pada diare fungsional(psikogenik) nyeri dapat berubah-ubah baik tempat maupun penyebarannya. Penyebab nyeri
penyakit usus inflamasi (IBD), iskemia mesenterika. Penyebab nyeri fungsional antara lain organik
a.1.
540
sindrom usus iritabel (IBS). Nyeri abdomen yang disebabkan kelainan usus halus berlokasi disekitar pusat
dan kolik/nyeri yang disebabkan kelainan usus besar dapat terletak di suprapubik, kanan atau kiri bawah. Nyeri terus menerus menandakan ulserasi yang berat pada usus atau adanya komplikasi abses. Penekanan serta infiltrasi ke saraf pada keganasan dapat juga menimbulkan nyeri terus menerus. Kram abdomen disertai tinja kemerahan(frotlry) biasa didapatkan pada giardiasis, b). Demam: sering menyertai infeksi atau keganasan, c). Mual dan muntah: dapat menunjukkan infeksi, d). Penurunan ber4t badan disertai riwayat
dehidrasi atau hipokalemi menunjukkan adanya penyakit organik (terutama bila penurunan berat badan lebih 5 kg), e).Mengedanwaktu defikasi: lebihbanyak pada diare fungsional. 4.
Obat Banyak obat dapat menimbulkan diare misal: Laksan, Antibiotika (neomisin dll.), anti kanker, anti depresan, Anti hipertensi(beta blocker ACE inhibitor, Hidralazine), Anti konvulsan (Valproic Acid), Obat penunrn kolesterol (cholestyramine dll), obat diabetes melitus (biguanide), Obat saluran cerna (Antasida Mg++, Antagonis reseptor H2, Prostaglandin eksogen, 5 -ASA), colchicine, diuretika, teofilin, prostigmin dll.
Diare karena laksan ini dikenal sebagai diare factitious. Penghentian obat beberapa hari dapat dicoba untuk membantu menegakkan diagnosis. Bila diare
berhenti dengan dihentikannya obat, maka kemungkinan besar diare disebabkan oleh obat tersebut. 5.
Makanan/minuman: Makanan dapat menimbulkan diare melalui mekanisme osmotik yang berlebihan atau proses alergi. Diare dan mual yang menyertai minum susu menunjukkan dugaan kuat adanya intoleransi laktosa dan sindrom usus iritabel. Diare yang terjadi setelah makan makanan yang osmotiknya tinggi menunjukkan adanya diare osmotik karena makanan tersebut. Seperti halnya obat-obatan, terhentinya diare setelah penghentian bahan makanan
GAIITROENTEROIIrcI
keluarganya atau manifestasi alergi lain seperti asmabronkial dll. Beberapa epidemi diare kronik di Amerika Serikat berhubungan dengan minuman susu mentah atauairyang tidak diobati (tidak steril). Alkohol merupakan penyebab diare yang umum di negara barat
(terutama pada peminum berat/alkoholisme). Diare memberat setelah makanan berlemak mengarahkan pemikiran ke steatorea.
6. LainJain
: Berat badan menurun dapat te{adi pada diare organik maupun fungsional, disebabkan napsu makan yang memrrun, tetapi yang paling banyak ditemukan yaitu pada malabsorpsi nutrien, neoplasma dan iskemi usus. Pada sindrom usus iritabel (IBS) didapatkan
banyak keluhanyalgmenyertai diare a.l. perut begah, nyeri daerah anus setelah defekasi, mual, sendawa dll. Hal ini jarang didapatkan pada diare karena kelainan organik. Faktor-faktor agresif sebagai faktor pencetus atau pemberat diare seperti makanan /minuman dan stres harus selalu dicari dan ditanyakatpada pasien. Faktor-faktor mitigasi sebagai faktor pengurang atau pereda diare a.l. makanan/minuman dan obat-obat warung jugaperlu ditanyakan. Diare yang terjadi setelah
operasi, mungkin disebabkan pertumbuhan bakteri berlebihan (bacterial overgrowth) dalam usus, infeksi bekas operasi atau malabsorbsi garam empedu. Pada pemotongan ileum terminal dan kolon bagian kanan yang panjang dapat timbul diare karena berkurangnya
permukaan absorbsi, berkurangnya transit time, malabsorbsi asam empedu dan bile acid pool yang berkurang (cenderung menjadi steatorea yang tidak respons terhadap cholestyramine). Reseksi usus yang lebih pendek(< 100 cm) dapat menimbulkan diare karena asam empedu disebut enteropati kolereik. Diare ini timbul setelah makan, biasanya tinj a + 300 gran/24 jam, lemak tinja kurang dai 15-20 graml24 jam,pH tinja lebih dari
6,8 dan respons terhadap puasa
danlatal
abdomen. Makanan yang mengandung sorbitol (pemanis tak dapat diabsorbsi) atau sirup jagung
cholestyramine. Diare setelah radioterapi menunjukkan adanya kolitis radiasi atau malabsorbsi. Anemia kronik yang menyertai diare dapat disebabkan penyakit seliak, penyakit inflamasi usus non spesifft atau defisiensi imunoglobulin. Anamnesis diare berupa air yang sangat hebat tanpa gejala yang jelas kearah infeksi dapat disebabkan oleh tumor endokrin penyebab diare misal karsinoma meduler tiroid dan diare hormonal lain seperti vipoma, sindrom karsinoid dll. Tumor penghasil hormon tersebut seperti kolera pankreatik dll. memiliki tinja lebih dari 0,7 liter dal an24 jarn T0olo kasus memiliki tiqj a lebih dari 3 liter per 24 jam danv olume tinja I 0 - 2 I liter dalam 24 jam pernah dilaporkan. Hipokalemia juga sering
(mengandung fmktose) bersifat aktif osmotik dan dapat menimbulkan diare, karena itu perlu ditanyakan pada penderita apakah dikonsumsi/tidak. Penderita dengan riwayat diare terhadap makanan tertentu biasanya mempunyai riwayat alergi dalam
didapatkan pada diare karena tumor penghasil hormon(l00% kasus) dan 93olo kasus memiiiki kadar kalium di bawah 2,5 mmol,4. Adenoma vilosajuga dapat menimbulkan diare dan kehilangan elektrolit melalui pelepasan sekretagog yang belum dapat diidentifikasi
yang dicurigai(puasa per oral) dapat menunjang diagnosis. Diare membaik setelah puasa, mengarahkan
pemikiran kita pada penyebab malabsorbsi makanan. Diare tidak membaik setelah puasa, mengarahkan pemikiran kita pada penyebab enteropati eksudatif
(penyakit usus inflamatortk:in/lammatory bowel IIBD),atau keadaan hipersekretorik. Diare karena malabsorbsi karbohidrat dapat intermiten dan biasanya disertai gejala kembung, flatus dan kram dis eas e
54t
PENDEKITTA{ DIAGNOSTIK DIARE KRONIK
atau produksi prostaglandin 82. Adanya anggota keluarga lain yang menderita diare infeksi merupakan petanda adanya infeksi sebagai faktorpenyebab diare.
Ada tidaknya inkontinensia fekal harus dipastikan, karena beberapa pasien mengeluh diare bila problem utamanya adalah gangguan buang air besar. Adanya
Disfungsi pankreas Pankreatitis/kanker pankreas Sindrom Zollinger Ellison
penyakit sistemik lain seperti hipertiroidi, diabetes melitus, penyakit kolagen-vaskular, penyakit
inflamasi lain, sindrom turnor, penyakit penurunan kekebalan imun seperti HlY-acquired immuno deficiency syndrome (AIDS) dan penyakit autoimun lain harus dicari. Adanya riwayat transfusi darah, penggunaan obat intravena, pekerjaan atau kegiatan lebih sering terpapar HIY dan penggunaan obat-obat
Penyakit usus halus Penyakit seliak, dermatitis herpetiformis Penyakit Whipple Amiloidosis karena artritis reumatoid lskemi mesenterik Penyakit Crohn
Nyeri abdomen tengah, tromboflebitis migrasi Penyakit tukak lambung yang tidaUsulit sembuh Badan kecil, menarche
terlambat, ulkus mulut Erupsi kulit yang gatal-panas Poliartritis dengan pigmentasi Poliartritis
Angina abdominal Ulkus mulut, ulkusifistel perianal,
obstruksi usus sub-akut, masa abdomen Limfadenopati limfoma
imunosupresif harus ditanyakan. Indikator yang memperkuat adanya etiologi fungsional dari diare kronik antara lain. lama diare(Z 1 tahun), kurang bermaknanya pemrrunan berat badan( . 5 kg), tidak adanya diare malam hari dan mengedan pada waktu defftasi memiliki spesifitas 70%.
Gejala klinik
Penyakit
Defisiensi garam empedu Sirosis bilier Kolangitis sklerosing
Pasca-gastrektomi Pasca-gastrektomi (Bilroth ll)
lkterus
Parut abdomen dengan atau
lanpa blind loop
Pemeriksaan FisiUManifestasi Klinik Kebanyakan gejala klinik tidak spesifik dan menunjukkan adanya malabsorbsi nutrien & defi siensi vitamin/elektrolit (Tabel 5). Tetapi adanya gejala klinik tertentu merurnjukkan adanya penyakit tertentu (Tabel 6). Meskipun 3 nutrien utama (lemak, karbohidrat dan protein) dapat mengalami malabsorbsi,
gejala klinik biasanya mengikuti malabsorbsi karbohidrat atau lemak. Malabsorbsi protein atau asam amino (azotorea) dapat terjadi tidak terlihat secara klinik kecuali berat sekali sehingga menimbulkan malnutrisi atau kerusakan transport asam amino yang menimbulkan penyakit sistemik kongenital. Malabsorbsi elektrolit dan
air juga merupakan bagian dari patofisiologi diare malabsorbsi. Tanda-tanda steatorea (lemak berlebihan dalam tinia)
yaitu tinja berwarna muda, berbau busuk, cenderung mengambang dan sulit dibersihkan dengan siraman air. Kadang-kadang terlihat kilauan lemak dipermukaan air. Hal ini menunjukkan adanya maldigesti atau malabsorbsi lemak.
Tinja yang mengambang selain karena steatorea d@at juga disebabkan karena adanya produksi gas oleh bakteri. Diare berdarah memrnjukkan bahwa penyakit mengenai rektum atau kolon kiri. Hal ini menunjukkan adanya ulserasi mukosa. Gejala klinik tergantung dari etiologi. Gejala klinik diare tidak berdarah tidak steatorea juga tergantung etiologi. Penderita dengan sindrom usus iritabel (IBS) biasanya keadaan umumnya baik dan keluhan mereka tidak sesuai dengan keadaan umuflmya. Diare lebih sering pagihai,jarang malam hari dan berganti-ganti dengan
konstipasi dan disertai nyeri abdomen.Penyakit ini biasanya disertai dispepsia fungsional dan keluhan nonspesifik tak jelas lainnya. Seringkali penderita dapat menghubungkan antara presipitasi dan tercetusnya diare dengan periode stres atau ketegangan. Gejala-gejalanya akan berkurang bila mereka santai atau sedang dalam liburan. Diare kadang-kadang merupakan gejala utama penderita tirotoksikosis, sehingga kita harus berhati-hati bila adapenderita diare kronik disertai pembesaran kelenjar gondok atau berdeb ar-debar, gemetar an/ tr emor, penunman
berat badan dan suhu badan meningkat dll biasanya disebabkan hiperfungsi kelenjar tiroid. Kebiasaan memakai Lemak/protein/kalori
laksans kadang-kadang sangat sulit didiagnosis. Kolitis mikroskopik, limfositik dan kolagen ditandai
Protein
dengan adarya diare air kronik dengan gambaran
Gejala Klinik Berat Badan turun Edema/berkurangnya otot Kulit kering bersisik Anemia Glositis, dermatitis Parestesia, neuropati perifer Cenderung memar, berdarah Buta malam Kelemahan Tetani, nyeri tulang Kehilangan rambut
Defisiensi
Asbm lemak esensial Besi, asam folat, vit B12 Asam nikotinat Vitamin B1 & B'12 Vit K Vit A K+, Na+, Mg++ Kalsium
Zinc, protein
endoskopi normal, timbul lebih sering pada wanita umur 50-60 tahun. Diare tidak berdarah, tidak steatore tersebut biasanya kontinyu atau intermiten, dengan remisi dan relaps timbul spontan atau dalam pengobatan. Kadangkala timbul nyeri
kolik abdomen, nausea atau muntah. Keadaan umum penderita biasanya baik, pemeriksaan laboratorium normal.
542
Gejala klinlk alarm yang mengarahkan penyebab penyakit organik antara lairi: riwayat diare berlangsung kurang dari 3 bulan, diare predominan malam hari atau kontinyu dan penurunan berat badan yang bermakna.
GAIiIROENTEROI.OGI
( 290 mOsm/kg sering disebabkan metabolisme bacterial dari karbohidrat tinja selama penyimpanan tinja (sampai 600
yang masuk dalam kriteria Manning atau roma dan
mOsm/kg).
pemeriksaan fisik normal, lebih mengarah pada gangguan usus flrngsion al, tapi hanya memiliki spesifi sita s 52-7 4o/o. dan tidak dapat menyingkirkan penyakit usus inflamatorik
Untuk melihat ad,anya steatorea perlu dilakukan pengukuran kadar lemak dalam tinja 24 jam atau 72 jam secara kuantitatif dan pemeriksaan kualitatif lemak tinja dengan pewamaan Sudan. Tes pewarnaan Sudan sangat sensitif untuk mendeteksi malabsorbsi asam lemak (test pertama) dan trigliserida (test kedua). Karena itu bila test Sudan kedua (dan test pertama) pemeriksaan tersebut
(BD).
C. Pemeriksaan Tinja Harus diperhatikan benar apakah tinja berbentuk airlcair, setengah cairllembek, berlemak atau bercampur darah. Contoh tinja harus segera diperiksa untuk melihat adanya
leukosit, eritrosit, parasit (ameba, giatdia, cacing/telur cacing). Adanya gelembung lemak memberi dugaan kearah
malabsorbsi lemak yang mengarah ke penyakit pankreas dll. Adanya amylum yang banyak dalam tinja menunjukkan
adanya maldigesti karbohidrat. Eritrosit dalam tinja menunjukkan adanya luka, kolitis ulseratif, polip atau keganasan dalam usus atau kadang infeksijuga. Leukosit dalam tinja menunjukkan adanya kemr.rngkinan infeksi atau inflamasi usus. Pemeriksaan pH tinja perlu dilakukan bila
ada dugaan malabsorbsi karbohidrat, dimana pH tinja dibawah 5,5 (asam) disertai tes reduksi positif menunjukkan adanya intoleransi karbohidrat / glukosa. pH diantara 6,0 - 7,5 ditemukanpada sindrom malabsorpsi asam amino dan asam lemak. Pewamaan dengan gram perlu dikerjakan untuk mencari kemungkinan infeksi oleh bakteri, jamur dll. Pemeriksaan darah samar (occult blood test) yang positif, kelainan lemak tinja dan tes phenolphthalein tinja positif mengarahkan pada diagnosis penyakit usus inflamatorik ("IBD"), diare malab sorbsi, atau diar e fa c t it i o u s. Analisis tinja ini merupakan pemeriksaan yang relatif murah dan mudah tetapi sering terdapat positifmaupun negatif palsu. Oleh karena itu sebaiknya diperiksakan 2 contoh sekaligus atau2kalipada hari berlainan secara berturut-turut. Harus dimintakan pemeriksaan tinja dengan cara pemekatan sehingga kemungkinan positif lebih besar. Diare dengan volume banyak dan berbau busuk menunjukkan adanya infeksi, dan bila terdapat keadaan demikian, dapat langsung dilakukan pemeriksaan kultur tinja untuk bakteri atau jamur. Harus diingat bahwa pemeriksaan fisik dan tinja normal tidak selalu menyingkirkan kelainan organik. Pemeriksaan beda osmotik tinja (stool osmot'lc gap) dapat dilakukan
untuk membedakan diare osmotik dengan sekretorik. Rumus beda osmotik tinja ("stool osmotic Eap"):290 - 2 ([Na*] + [K*]) mOsm,&g tinja. Pada diare osmotik beda osmotik tinja lebih dari 50 mOsm per kg air tinja sedang pada diare sekretorik beda osmotik tinja kurang dari 50 mOsm per kg air tinja2. Pemeriksaan osmolalitas cairan tinja mungkin berguna untuk kasus diare yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Osmolalitas titja yang rendah
positif, klinisi harus mencurigai adanya maldigesti trigliserida makanan (insufisiensi pankreas, reseksi usus halus). Hasil test Sudan kedua yang negative tidak mengeksklusi insufisiensi pancreas. Mineral oil dan bahan lemak tidak terabsorbsi, sucrose polyester dapat menyebabkan hasil Sudan (tes pertama dan kedua) positif Jumlah lemak tinja yang berhubungan dengan diet orang Amerika normal (mengandung 75 - 100 gr lemaklhari) yaitu
< 7 gr I 24 jam. Jumlah lemak tersebut didapat dari perhitungan 1 00-( I 00x0,95)+2, dimana 0,95 merupakan koefisien absorbsi lemak dan 2 gram lemak diekskresi melalui tinja pada absorbsi lemak nol. Bila penderita menghasilkan > 14 gram lemak/24 jam, dia jelas mengalami steatorea. Jika kandungan lemak tinja perhari diantaraT dan 13 gram, steatorea merupakan akibat sekunder dari etiologi diare yang lain. Pemeriksaan lemak tinja kualitatif dengan pewarnaan Sudan memiliki sensitivitas 90% jika lemak tinj
a
lebih dari
l0
gram/24 jarn.
Berat tinja lebih dari 400 gram/24 jam menunjukkan adanya penyakit organik. Diare amebik dapatberupa cair./ air atat berdarah dan dapat berlangsung tahunan, dengan ditemukannya leukosit pada finja. Setengah kasus steatorea mengalami diare cair,lan karena sekresi air dan elektrolit kolol dapat dicetuskan olah asam lemak dan asm hidroksi lemak.
Tidak ada satu pemeriksaanpun yang
dapat
mengidentifikasi penderita dengan kasus sindroma usus iritatif (irritable bowel syndrome), sehingga eksklusi kelainan patologi lain setelah semua pemeriksaan hasilnya negatif akan menunjang diagnosis.
Pemeriksaan tinja untuk giardia penting untuk dilakukan, walaupun hasil tinja mungkin akan negatifpalsu. Seringkali pengobatan percobaan (triat) dengan metronidazole menolong dan dapat mendiagnosis giardiasis. Diare pada pendeita Human Immunodeficiency Wrus
(HIV) dengan atau tanpa Acquired Immunodeficiendy Syndrome (AIDS) biasa disebabkan infeksi di usus (7585% kasus). Pada penderita dengan infeksi HIV ini perlu dilakukan pemeriksaan tinja untuk menemukan organisme yang jarang seperti Cryptosporidium atat Isospora belli. Analisis tinja untuk mendeteksi adanya penggunaan obat laksans sebagai penyebab diare kronik faktisius perlu
543
PENDEKATAN DIAGNOSTIK DIARE KRONIK
gastrinoma (Zollinger-Ellison) , perlu diperiksa kadar gastrin dalam darah (meningkat). Jika diare lebih dari I
dilakukan bila tidak ditemukan penyebab. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan tinja adanya phenolphthalein, emetin, bisacodyl dan metabolitnya dengan tes kromatografi atau kimia. Pemeriksaan Head of Meal Transit Time (HOMTT) dipakai untuk menilai transit time usus secara kasar.
liter per hari dan terlebih ada hipokalemia, maka diperlukan pemeriksaan kadar v as o activ e int es tinal polpeptide SIP), kalsitonin, glukagon, histamin dalam darah. Kadar VIP yang tinggi menunjukkan adanya tumor vipoma. Calcitonin untuk mendiagnosis
Normal transit time bila waktu dari pasien menelan setengah cangkir corn kernel atat I kaleng beet sampaitinja terlihat berwama merah, berkisar antara 1 2 j am s I d 22 jam. Transit time usus cepat bila waktu penelanan sampai warna merah pada tinja berlangsung kurang dari 12 jam. Pemeriksaan parasit tinja harus dilakukan antara lain: Giardia lambilia, Entamoeba histolytica dll. Pemeriksaan tinja untuk mendeteksi adanya insufisiensi pankreas yaitu pemeriksaan elastase tinja. Pemeriksaan m arker tinjatnttk
karsinoma medulare tiroid, glukagon untuk mendiagnosis tumor glukagonoma.
Pemeriksaan gula darah perlu dilakukan bila ada kecurigaan penyakit diabetes melitus. Pemerikaan serologik yang berguna dalam menunjang diagnosis termasuk tes antibody antinuclear, antibodi Imunoglobulin (Ig)A dan IgG antigliadin dan antibodi
IgA antiendomysial, antibodi
antineutrophil perinuclear, tipe HLA dan antibody
mendeteksi adanya inflamasi gastrointestinal seperti lactoferrin dan calprotectin masih dalam penelitian.
cytoplasmic
'
terhadap
HIV dan Entamoeba
histolytica.
Pemeriksaan serologik untuk spru seliak tidak hanya
untuk diagnosis tetapi juga untuk evaluasi pasien
Pemeriksaan Laboratorium Lain
1.
Darah: Idealnya pemeriksaan darah ini dilalarkan setelah pemeriksaan tinja, bila pemeriksaan tiirja saja belum mengarahpada diagnosis. Laju endah darah (LED) yang tinggi, kadar hemoglobin yang rendah, kadar albumin serum yang rendah menunjukkan adanya penyakit organik. LED dan CRP yang tinggi ditemukan pada penyakit usus inflamatorik (IBD). Pada anemia (hemoglobin turun), perlu diperiksa apakah ada defisiensi vitamin B 12, asam folat , defisiensi besi karena gangguan
absorbsi. Leukositosis mengarahkan pada adany a inflamasi. Sedangkan eosinofilia ditemukan pada neoplasma, alergi, penyakit kolagen vaskular, infestasi parasit dan gastooenteritis atau kolifis eosinofilik. Kadar asam folat yang rendah menunjukkan penyakit seliak. Kadar B 12 rendah menunjukkan pertumbuhan bakteri berleblhan (bacterial overgrowtfr) dalam usus
halus. Kadar albumin rendah menunjukkan tanda kehilangan protein dari peradangan di ileum, jejunum, kolon dan pada sindrom malabsorbsi. Pada semua
keadaan diatas perlu konfirmasi dengan biopsi. Eosinofil meningkat pada gastroenteritis eosinofilik,
alergi makananatau infeksi parasit di usus. Pemeriksaan serologis terhadap ameba harus dilakukan. Bila dicurigai infeksi Campylobacter jejuni dapat dilakukan pemeriksaan serologis (IgG) terhadap
Campylobacter jejuni. Pada penderita dengan kecurigaan infeksi kronik/perlu diperiksa juga kemungkinan imunodefisiensi. Selain Hemoglobin, perlu diperiksa juga tes darah lengkap, hitung jenis, LED untuk melihat adanya inflamasi, infeksi di usus. Elektrolit, Nitrogen urea darah
setelah pengobatan. Pada penyakit spru seliak ini dapat diperiksa antibody IgA atau IgG antigliadin dan antibody antiendomysial. Antibodi antinuclear digunakan
untuk mendiagtosis vaskulitis, skleroderma, spru seliak, kolitis mikroskopilq hipotiroidisme, enteropati autoimun.
Antibodi cytoplasmic antineutrophil perinuclear digunakan untuk mendiagnosis kolitis ulseratif. Pemeriksaan tipel HLA-DR berguna untuk konfirmasi diagnosis spru seliak, spru yang refrakter atau tidak
tergolongkan, mungkin penyakit Crohn dan kolitis ulseratif. Jika ada kemungkinan kuat penyakit dasar infeksi HIV pada penderita dengan diare kronik, maka skrining pemeriksaan infeksi HIV dalam darahpenting dilakukan. Titer antibody terhadap E.histolytica digunakan untuk mendiagnosis amebiasis kolon dan / atau hati. Hipoalbuminemia, Laju endap darah yang tinggi dan anemia memiliki spesifitas tinggi rurtuk adanya penyakit organik. Adanya defisiensi besi merupakan indikator sensitif enteropati usus halus, terutama penyakit seliak, tetapi bukan merupakan test yang spesifik. Bila dicurigai adanya hipersensitifterhadap gluten yang disebut penyakit seliak, diusulkan pemeriksan IgG
antigliadin, antibodi IgA antiendomysial (EMA), antibodi retikulin, dan IgG anti tissue transglutaminase
(trc).
2. Urin:
Untuk menunjang diagnosis sindrom/tumor karsinoid ("flushing" kulit dll), dapat dilakukan pemeriksaan kadar 5-HIAA urin 24 jam. Itanillylmandelic acid (VMA) atau metanefrin urin untuk pheochromocytoma. Histamine urine wtuk
mengetahui fungsi kelenjar tiroid, perlu diperiksa kadar TSHdarah, T3 uptake & T4 serum. Biladidapatkanulkus
penyakit sel mast dan karsinoid usus proksimal. Untuk penggunaan laksan golongan antrhraquinone dapat diperiksa urine dengan pemeriksaan kromatografi dan
duodenum bersamaan diare yang mengarah pada
kimia-
("BUN"), kreatinin perlu juga diperiksa. Untuk
544
GAITTROENTEROLOGI
Pemeriksaan Lain
kelainan inflamatorik mikroskopik (kolagen) yang menimbulkan diare. Pada pemeriksaan kolonoskopi
Beberapa negara maju atau pusat studi yang maju dimana penghasilan masyarakat umumnya mampu, menganjurkan
penderita sindrom usus iritatif akan terlihat adanya mukus berlebihan dan spasme sigmoid, walaupun mukosa usus normal. Melanosis coli, diskolorasi hitam dari mukosakolon, merupakan gambaran dari kebiasaan
memasukkan pemeriksaan BNO (foto polos abdomen), Barium enema ata:u follow through dan sigmoidoskopi (dengan biopsi) kedalam pemeriksaan tahap awal. Tapi unfuk negara berkembang seperti Indonesia, secara umum pemeriksaan-pemeriksaan tersebut masih dimasukkan
makan laksans.
kedalam pemeriksaan tahap lanjutan. Kecuali pada keadaan
Barium follow throagh dan/atau Enteroclysisz
khusus, dimana penderitanya mampu dan fasilitas memungkinkan, maka pemeriksaan tersebut dapat dilakukan. Dari suatu studi didapatkan bahwa 99,7yo
Barium follow through, interpretasi gambaran usus
Pemeriksaan rontgen ini dilakukan bila ada kecurigaan kelainan pada ileum & jejunum. Pada pemeriksaan lebih sulit daripada barium enema, karena itu gambaran
diagnosis kelainan usus dibuat berdasarkan biopsi bagian distal kolon dengan pemeriksaan sigmoidoskopi fleksibel arfiara lain kolitis mikroskoik, penyakit Crohn, melanosis
normal belum dapat menyingkirkan diagnosis. Pemeriksaan enteroclysis atau pemeriksaan usus halus
kontras ganda merupakan pemeriksaan rontgen yang lebih teliti dari pemeriksaan barium follow through, karena kelainan yang minimal/dini dapat lebih terlihat. Pada kedua pemeriksaan rontgen ini, bila hasilnya normal, tapi kitamasih curiga adanyapenyempitan atau
coli, kolitis ulseratif dan infeksi Clostridium Dfficile.
PEMERIKSAAN LANJUTAN
masa, sebaiknya dilakukan laparotomi. Penyakit Crohn usus halus dini, seringkali sulit didiagnosis secara
Pemeriksaan lanjutan atau pemeriksaan penunjang dibawah ini tidak semua diperlukan pada diare kronik. Urutan pemeriksaan ini tidak menggambarkan makin pentingnya pemeriksaan, tetapi disesuaikan dengan perkiraan diagnosis yang sudah didapat pada pemeriksaan awal. Tidak semua pemeriksaan ini dapat dilakukan di
radiologi, karena itu perlu pemeriksaan enteroclysis untuk lebih mendapatkan mukosa lebih teliti lagi. 4. Gastroduodenrj
ej
unoskopi:
Pemeriksaan ini dilakukan setelah pemeriksaan rontgen barium follow through atao enteroclysis atat barium
Indonesia.
enema atau kolonoskopi dan masih dicurigai adanya
kelainan pada gaster, duodenum dan jejunum. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada penderita steatorea atalu adanya malabsorbsi. Bersamaan pemeriksaan ini dapat dilakukan biopsi mukosa
Pemeriksaan anatomi usus
1.
Barium enema kontras
g anda
(C olon in loop) dan BNO
:
Pemeriksaan BNO dilakukan untuk melihat adanya kalsifrkasi pankreas dan dilatasi kolon. Pemeriksaan barium enema kontras ganda dilakukan untuk melihat
lambung, duodenum dan jejunum proksimal sehingga dapat diketahui diagnosis histopatologiknya. Bagian usus halus lebih bawah tak mungkin dibiopsi, sehingga bila ada kecurigaan didaerah ini harus dilakukan laparotomi. Biopsi jejunum penting dilakukan untuk menentukan adanya infeksi giardiasis.
adanya kelainan di kolon dan ileum tenninal, akan tetapi kasus kelainan dini/minimal (misal polip kecil atau keganasan kolon dini atau kolitis tanpa ulkus) tidak
+ llyo
terdiagnosis.
2. Kolonoskopi
dan ileoskopi: Pemeriksaan ini tidak dilakukan rutin pada setiap diare kronik, tetapi
Endoscopic Retrograde Cholangi Pancrealography (ERCP): Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya kelainan pankreas. Bila pada BNO sudah tampak
membantu dalam menegakkan diagnosis terutama dalam mendapatkan diagnosis patologi anatomi dengan biopsi mukosa usus. Pemeriksaan ini dapat langsung dilakukan
tanpa didahului pemeriksaan barium enema atau
kelainan kalsifikasi pankreas, ERCP tak diperlukan lagi. Biopsi pada papilla vateri diperlukan untuk melihat adal
dilakukan setelah pemeriksaan barium enema bila masih
tidaknya keganasan.
belum jelas kelainan anatomis kolon. Dengan pemeriksaan kolonoskopi dapat diketahui penyebab
6. Sidik Indium 111 leukosit: Pemeriksaan ini sangat baik
untuk melihat adanya inflamasi usus secara cepat, tetapi tidak dapat membedakan macam inflamasi. Prinsipnya yaitu daerah yang abnormalpada saluran cerna akan menerima Indium 1 I 1, sedangkan daerah yang normal tidak tampak karena tidak menerima Indium I I 1.
diare apakah keganasan atau hanya inflamasi penyebab
perdarahan masif/tersam ar, dapat ditentukan apakah sudah terjadi displasi atau keganasan pada kolitis yang lama. Selain itu, ditemukannya darah pada pemeriksaan
ini dapat menyingkirkan penyakit fungsional (nonorganik). Pada kolitis mikroskopik (kolagen) walaupun gambaran kolon dan ileum normal secara endoskopik, tetapi secara histopatologik dapat ditemukan adanya
7-
Ultrasonografi abdomen: Pemeriksaan ini untuk melihat kelainan pankreas (pankreatitis kronik, kanker pankreas dll.), hati (sirosis hati, hepatoma dll.), curiga limfoma
545
PENDEKATAN DIAGNOSTIK DIARE KRONIK
malignum dan TBC usus. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas hanya 50-60% terhadap pankreatitis kronik.
4. TesNapas (Breathlest)zC
cholyl glycine breath: tes juga untuk menilai fungsi ileum, keberhasilan ini penting
Pada penyakit Crohn, kadang dapat ditemukan gambaran penebalan dinding usus. Pada kanker kolon yang besar atau sudah metastase dapat ditemukan
pengobatan atau fungsi usus yang tersisa setelah
adanya masa abdomen secara USG.
malabsorbsi. . Bile acid breath : mengalat kadar CO2 napas setelah pemberian sejumlah dosis C-xylose. Pemeriksaan ini
8.
Sidik perut (CT-Scan abdomen): Pemeriksaan ini dilakukan bila pemeriksaan ultrasonografi belum dapat dengan jelas menyokong diagnosis kelainan pankreas, hati, keganasan saluran cerna/metastasenya atau masa abdomen yang belum jelas asalnya dll. Pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas 74-90% terhadap penyakit
reseksi luas. Jumlah Cl4 yang diekskresi di tinja dapat
membedakan antara bacterial overgrowth dengan
dapat menunjukkan perkembangan bakteri pada usus halus.
. H2 breath: mengukur kadar .
pankreas.
9. Arteriografi/angiografi
menentukan adany a maldigesti malabsorbsi, intoleransi laktosa, orocaecal transit
time dar adanya pertumbuhan bakteri yang mesenterika superior dan
inferior:
Pemeriksaan ini unhrk menentukan sumbatan arteri mesenterika yang menimbulkan kolitis iskemik'
Enteroskopi: Pemeriksan enteroskopi akhir-akhir ini
10.
H2 napas, dapal
dapat menggantikan pemeriksaan rontgen usus halus follow through,karena lebih jelas dalam mendiagnosis kelainan-kelainan organik di usus halus (lebih sensitif dan spesifik daripada rotgen follow through), dapat melakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi dan dapat melakukan terapi seperti polipektomi dll.
ll.Magnetic resonance cholangio pancreatography (MRCP) Beberapa studi melaporkan bahwa MRCP sama sensitifnya dengan ERCP dalam mendeteksi penyakit pancreas (pankreatitis kronik dan karsinoma pankreas). Pengembangan terbaru pemeriksaan MRI pankreatografi setelah stimulasi secretin dapat mendeteksi kelainan pancreas fungsional dan struktural. L2. Endosonografi atau endoscopic ultrasound (EUS).
Pemeriksaan ini dilaporkan memiliki sensitivitas yang tinggi dalam mendeteksi penyakit pankreas dini tetapi jarang digunakan karena keterbatasan penggunaannya dalam klinik dan mahal.
.
berlebihan (bacteqial overgrowth) di usus. taC-triolein absorption: pemeriksaan alternative untuk malabsorbsi lemak, menilai adanya lipolisis dan absorbsi. Sensitivitas 85-100% dan spesifisitas >g\yo,akan tetapi pemeriksaan ini tidak baik untuk penderita diabetes mellitus, penyakit hati atau obesitas.
Kehilangan protein: Protein dicerna di dalam lumen usus menjadi polipeptida dan asam arnino oleh enzim pancreas sebelum absorbsi aktif' Malabsorbsi preduk-produk tersebut jarang terjadi bila tidak ada malabsorbsi lemak atau karbohidrat. Dua metode yang
5. Tes
telah dipakai untuk menilai kehilangan protein dari usus antara lain faecal clearance of a,- antitrypsin alau radiolabelled al bumin. Malabsorbsi asam empeda (Bile Acid Malabsotp' tion) '. Malabsorbsi asam empedu dapat dinilai melalui pengukuran turnover asam empedu yang dilabel Tes
radioisotop, pengukuran metabolit serum atau pengukuran kuantitatif asam empedu yang diekskresi. Pemeriksaan pertama untuk mengtkw faecal recovery oftaC glycocholate dalam fjnja selama48-72 jam setelah
menelan secara oral marker tersebut. Pengukuran
Fungsi usus dan pankreas
konsentrasi serum metaboit asam empedu contohnya 7 - hy dr oxy - 4 - ch o l es t en- 3 - one,menghindari
1.
penggunaan radilolabels
ileum dan jejunum: Tes D-xylose, digr.rnakan untuk menilai integritas & fungsi absorbsi usus halus. Pengukuran kadar lemak dalam tinja, untuk melihat kemampuan absorbsi lemak oleh usus. Tes fungsi
2. Tes fungsi pankreas: Tes sekretin-kolesistokinin, yaitu tes yang banyak dipakai, tes ini memakai infus terus menerus dengan hormon-hormon tersebut, lalu diukur
pengeluaran bikarbonat dan ensim. Tes
ini
sangat
membantu menilai fungsi pankreas pada diare berlemak (steatorea). Tes PABA, untuk menilai fungsi eksokrin pankreas . Tes elastase- 1 feses, digunakan unfuk menilai
fungsi eksokrin pankreas juga.
3.
Tes schilling: Tes ini digunakan untuk mendiagnosis dehsiensi vitamin B 12 dan infeksi usus halus yang luas.
sesuai hasil pemeriksaan
dan telah diteliti hasilnya 75
S e homo t auro
chol at e
(1
s
Se-
HCAT). Tes ?5Se-HCAI merupakan test yang paling banyak dipakai membutuhkan penelanan obat sintetis
75 Se-HCAT tersebut yang merupakan konjugasi alamiah asam empedu adsam taurocholat. Fraksi yang
tertinggal dinilai dengan gamma cameraT hari setelah pemberian ral. Nilai kurang dari l5oh menunjukkan adanya malabsorbsi asam emPedu. bowel transit limei D r a r e karena percepatan transit time ttsus dapat disebabkan oleh keadaan pasca bedah (vagotomy, gastrektomi),
7. Tes small and large
kelainan endokrin (karsinoid, hipertiroid, diabetes), penyakit usus halus infrltratif, sindrom usus iritabel.
546
GAIITROENTEROI.OGI
Berbagai metode yang digunakan mengukur transit time orosekal (orocaecal transit timelOCTT) a.l. rontgen usus dengan brarium, scintigrafi radionuclide dan lactulose hydrogen breath test. Metode scintigrafi dapat memakai makanan solid (telur dan roti) dan cairan yang dilabel ee'technetium atau rrrindium-diethylene triamine pentacetic acid, dan waktu yang terukur bagi substrat radioaktif mencapai caeum dicatat. Hasil pemeriksaan tes ini sesuai dengan hasil lactulose hydrogen breath test. Tes transit time kolon dapat menggunakan marker radioopaque atau scintigrafi .
8.
Tes
permeabilitas usus
Tes
ini masih dalam penelitian.
Pemeriksaan lain 1. Petanda tumor. Pemeriksaan Carcino Embryonic
2.
3.
Antigen (CEA) untuk mengetahui adanya keganasan pada pankreas dan kolon. Pemeriksaan Ca 19-9 untuk mengetahui adanya keganasan pankreas, tapi kadang juga meningkat pada keganasan kolon. Pemerikslan thinJuyer chromatography urine. unf,tk
membedakan osmotik dan sekretorik. Urutan prosedur tambahan yang dianjurkan antaralait: Hari ke 1 : Pemastian dan pelajari ulang hasil-hasil evaluasi diagnostik selama rawat jalan Pengukuran berat atau volume tinja pada diit normal Skrining laksan urin dengan
pemeriksaan thin-layer chromatograpfty Pemeriksaan alkalnisasi tinja Pengukuran natrium, kalium, sulfat, fosfat tinja, osmolalitas tinja, penghitungan beda osmotik tinja ("stool osmotic gap") Hari ke 2-4: Ptasa 72 jam dengan hidrasi intravena (Jika diare berhenti total dalam 24 jam,
tidak perlu dilanjutkan puasanya. Diare sekretorik seringkali berkurang denganpuasa, tapi berlangsung terus dengan tinja lebih 200 gramper 24 jam. Monitor berat tinja 24 jamtiaphaiHari ke 5-8: Berikan diet mengandung lemak 75-100 gram dalam 24 jam Monitor rerataberat tinja dan kadar lemak tinjadalam24jam pada hari ke 6, 7 dan 8.
PENDEKATAN DIAGNOSIS DIARE KRONIK AGA merekomendasikan pendekatan sistematik tahap awal dan lanjut yang dapat dilihat pada Gambar I dan2
memeriksa adanya pemakaian obat pencahar bisacodyl, phenolphthalein, anthraquinones dapat dilalokan untuk menentukan etiologi diare. Pemeriksaan ELISA tinja untuk menentukan antigen giardia, assay alkalinisasi (untuk phenolphthalein), pengukuran natrium, kalium, sulfat, fosfat tinja.
4. Tes untuk alergi makanan gastrointestinal. Antibodi terhadap makanan dalam tinja dan sekresi usus halus dapat dideteksi untuk mendiagnosis alergi makanan. Diare inflamatorik
III. PROSEDUR TAMBAHAN EVALUASI PENDERITA
RAWATINAP Donowitz
M
Ekr."tork I losrotial
dkk mengusulkan prosedur tambahan
evaluasi diagnostik pada penderita rawat inap, antara lain penderita diberikan diet/makanan seperti dirumah, dan dilakukan pemeriksaan berat tinja 24 jam. Jika tinja lebih dari 0,5 kg dalam 24 jam,lebih mengarahpadapenyakit organik. Jika tinja kurang dari 0,2 kg dalam24 jun,pendeita tidak mengalami diare, mungkin mengalami inkontinensia, sindrom usus iritabel (IBS) atau penyakit rektum. Lalu evaluasi diagnostik berikutnya yaitu puasa 72 jam. Tinja 24 jam dihitung, terutama selama hari kedua dan ketiga
puasa, yang dapat membedakan diare osmotik dari
Gambar 1. Algoritme tahap awal diare kronik
fDjar-..r.tik -____lEksklusi infeksi
Pe rcobaan kolestiram in
untuk diare asam
langsung atau tidak langsung. Etiologinya yaitu penggunaan laksan atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorbsi, asam empedu atau asam lemak dll. (Tabel 4).
Diare inflamatorik
Beda osmotik tinja (stool osmotic gap) dapat juga
Y
Andisb___l
Eksklusi penyakit Stuktural
sekretorik. Diare yang berhenti pada puasa menunjukkan bahwa penyebab diare yaitu bahan yang dimakan secara
Penyakit diare sekretorik ditujukan pada diare yang tetap berlangsung atau berhenti parsial setelah puasa 48 jam.
t
I
Eksklusi penvakit struktural
Eksklusi oenvakit struktural
Eksklusi infeksi
Eksklusi insufisiensi eksokrin
Gambar 2. Evaluasi tahap lanjut diare kronik
547
PENDEKATAN DIAGNOSTIK DIARE KROMK
Kesulitan dalam mendiagnosis etiologi dan patofisiologi diare kronik merupakan tantangan dalam praktek dokter sehari-hari karena etiologi dan patofisiologinya sangat beragam. Anamnesis riwayat penyakit, latar belakang penderita, kelainan pemeriksan hsik yang didapatkan perlu dipelajari secara seksama agar dapat ditentukan jenis pemeriksaan penunjang diagnostik yang sistematik, terarah dan c o s t effe c tiv ene s s.
REFERENSI
l.
Sulaiman HA-Daldiyono-Akbar HN-Rani AA
34-44. Donowitz M, Kokke FT, Saidi R. Evaluation of patients with chronic diarrhea. N Engl J Med 1995; 332 (ll):725-9. Noerasid H, Suraatmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (Diare) Akut. dalam: Suharyono - Boediarso-Halimun EM eds. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1988: 5l-76.
4.
Schiller LR. Chronic dianhea. Gastroenterology 2004;127:28793. Sutoto,Moechtar MA,Karyadi,Brotowasisto. Morbidity and mortality on diarrhoeal disesases in North Jakart, an urban area. South East J.Trop Med Publ helth 1982: 405-11. Ammon IfV, Soergel KH. Diarrhea. in: Berck JE-Haubrich WSKalser MH-Roth JlA-Schaffner F eds. Bockus Gastroenterology Volume 1. 4th edition. WB Saunders. Philadelphia. 1985: 125-41. Geraedts AAM. De waarde van het niet-invasieve onderzoek bij patienten met chronische diarree. Academisch Proefschrift ter verkrijging van de graad van doctor aan de Universiteit van
6.
7.
Amsterdam.Nederland. 1987.
8.
Teh Lip Bin. Diarrhoea. in: Guan R-Kang Jy-Ng HS eds. Management of Common Gastroenterological Problems. a Malaysia
&
Singapore perspective. second edition. MediMedia
Asia. Singapore. 1995: 7 4-82.
9.
Mangunkusumo. 3
American Gastroenterological Association Clinical Practice and Practice Economics Committee. AGA Technical review on the evaluation and management of chronic diarrhea. Gastroenterology 1999;1 16: 1464-86. 1 0. Schiller LR. Diarrhea. Medical Clinics of North America 2000;84: t259 -7 4 .
April
13. Powell DW. Approach
1997.
to the patient with diarhea. in:Yamada
T-Alpers DH- Owyang C-Powell DW-Silverstein FE. Textbook of Gastroenterology Volume 1. Second edition. JB Lippincott Co.Philadelphi a:7 99 5 :8 13 - 63. 14. Simadibrata MK. Pendekatan diagnostic diare kronik. Dalam: Sudoyo AW-setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK-Setiati S eds.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. edisi ke 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 . 357 -65.
eds.
3.
5.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Cipto
Daldiyono. Pendekatan diare kronik pada orang dewasa. in: Gastroenterologi Hepatoiogi. CV Infomedika. Jakarta. 1990:
2.
A. Pendekatan Diagnosis Pasien Diare Kronik. Simposium Diare Kronik. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 1997. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. lakarta.l997'. 9l-9. 12. Simadibrata M. Patofisiologi dan etiologi diare kronik. Naskah lengkap Siang Klinik Penyakit Dalam: "Diagnostik & Peranan Nutrisi Pada Diare Kronik". Bagian Ilmu Penyakit Dalam 11. Rani
PENUTUP
15. Binder HJ. Causes of Chronic Diarrhea. NEJM 2006;355:236-9. 16 Mayer EA. Irritable Bowel Syndrome. NEJM 2008; 358: 16929.
17. AGA. American gastroenterological association medical position statement: Guidelines for the evaluation and management of chronic diaffhea. Gastroenterology 1999; 116:1461-3. 18. Bonis PA, LaMont JT. Approach to the patient with chronic diarrhea. Available from url: http://www.uptodateonline com/
patients/content/topic.do?topicKey:-pppp"3rs mdz9#2. A, Green J, Howdle P, Long R, Playford R et.al. Guidelines for the investigation of chronic diarrhea,2"d edition. Gut 2003;52 (Supplement 5):v1-v15; doi:10.1136/
19. Thomas PD, Forbes
gut.52.suppl_5.v
20.
----.
1.
Giardia. Available from url: http://www.
Diarc%o20ktoriU Giar dia%20- %2OMicrobeWiki.htm. 21. Habba, SF. Chronic diarrhea: identifliing a new syndrome. Am J Gastroenterol 2000; 95:.2140. 22. Gtrctant RL, Van Gilder T, Steiner Ts, Thielman NM, Stutsker L, Tauxe RV et.al. Practice guidelines for the management of infectious diarrhea. Chron Infect Dis 2001; 32:331-50.
23. American Society for Gastrointestinal Endoscopy. Use of endoscopy in diarrheal illnesses. GIE 2001; 54:821-3. 24. da Silva JGN, Brito TD, Damiao AOMC, Laudanna AA, Sipahi AM. Histologic study of colonic mucosa in patients with chronic diarrhea and normal colonoscopic findings. J Clin Gastroenterol 2006; 40: 44-8. 25. Surawicz CM, Ochoa B. Diarrheal diseases. http://www.acg.gi.orgl patientsi gihealth/ pdfi diarrheal.pdf 36k 27/Jan12008.
26. Hecker LM, Saunders DR, Losh D. Diarrhea. Available from url: http ://www.Diarco/o2Dkr onlklDIARRHEA.htm
85 DIARE AKUT Marcellus Simadibrata K, Daldiyono
PENDAHULUAN
tetapi di Indonesia dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat. Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare akut dankronik, dimana lama diare kronikyang dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari).
Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada dewasa. Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperhrakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat
di rumah sakit tiap tahun (1,5% merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena diare atau gastroenteritis. Kematian
Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi.
yang terjadi, kebanyakan berhubungan dengan kejadian
Sedangkan diare non infektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut.
diare pada anak-anak atau usia lanjut usia, dimana kesehatan pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang-
Diare organik adalah bila ditemukan penyebab
berat. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3
anatomik, bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak dapat ditemukan penyebab
kali
dibandingkan negara maju.
organik.
DEFINISI
KLASIFIKASI
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan: l. lama waktu diare: akut atau kronilq 2.mekanisme patofisiologis: osmotik atau sekretorik dll), 3. berat ringan diare : kecil atau besar,
200 gram ata;.r 200 mU24 janr. Defrnisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kati per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai
4. penyebab infeksi atau tidak: infektifatau non-infektif,
dan 5. penyebab organik atau tidak: organik atau fungsional.
lendir dan darah. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari l5 hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology
ETIOLOGI
Organisation global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cairilembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus), keracunan makanaq efek obat-obat dan lain-lain. (Tabel l)
l4hai. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari hari. Sebenarnya para pakar di dunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik pada kasus diare tersebut, adayang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan,
Menurut World Gastroenterology Organisation
I5
global guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab: bakteri, virus, parasit dan noninfeksi.
s48
s49
DIAREAKUT
EPIDEMIOLOGI lnfeksi 1. Enteral
.
Bakteri: Shigella sp, E.coli patogen, Salmonella sp, Vibio cholera, Yersinia enterocolytica, Campylobacter jeiuni, V. parahaemoliticus, VNAG.,Staphylococcus aureus, Streptococcus, Kebsiella, Pseudomonas, Aeromonas, Profeus dll.
. o . . 2.
Virus: Rotavirus, Adenovirus,Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovrrus (CMV), echovirus, virus HlV. Parasit: - Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptospoidium parvum, Balantidium coli.
dan Tabel 4).
Etiologi
Fungus:Kandida/moniliasis
histolytica dll. Makanan:
o o
infeksi seperti pada Tabel 2. World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005 membuat daftar epidemiologi penyebab yang berhubungan dengan vehicle dan gejala klinik (Table 3
Worm: A.lumbricoides, Cacing tambang, Trichuis tichiura, S.stercorals, cestodlasts dll.
Parenteral: Otitis media akut (OMA), pneumonia.Iraveler's diarrhea: E. coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba
.
Pada penelitian diare akut pada 123 pasien di RS Persahabatan dari 1 Nopember 1993 s.d 30 April 1994 Hendarwanto,Setiawan B dkk. mendapatkan etiologi
lntoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan mengandung bakteri/ toksin: Clostidium perfingens, B.cereus, S.aureus, Strepfococcus anhaemo lyticus dll. Alergi: susu sapi, makanan tertentu. Malabsorpsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa,laktosa, galaktosa),
disakarida(sakarosa,laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida protein: asam amino tertentu, celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin & mineral lmunodefisiensi: hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia(Bruton), penyakit granulomatose kronik, defisiensi lgA, imunodefisiensi lgA heavycombination. Terapi obat. antibiotik, kemoterapi, antasid dll. Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi. Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropati diabetik).
Frekuensi (%)
E.coli
38,29
Vibio cholerae Ogawa
18,29 14,29
Aeromonas sp Shigella flexneri Salmonella sp Entamoeba histolytica Ascais lumbricoides Rotavirus Candida sp Vibrio NAG Tichuris trichiura Plesiomonas shigelloides An cy I osto m a d u od e n al i s B/asfocystis
hominis
6,29 5,71
5,14 3,43 2,86 1,71
1,14 1,14
0,57 0,57 0,57
PATOFISIOLOGUPATOM EKAN ISM E Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/ patomekanisme sebagai berikut: l). Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik; 2). Sekresi cairan
dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3). Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak; 4). Defek
KEADAAN RISIKO DAN KELOMPOK RISIKO TINGGI YANG MUNGKIN MENGALAMI DIARE
disebut diare infeksi. Diare osmotik: diare tipe ini disebabkanmeningkatnya
INFEKSI
l. 2.
ke negaraberkembang,
tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang
daerah tropis, kelompok perdamaian dan pekerja sukarela, orang yang sering berkemah (dasar berair) Makanan atau keadaan makan yang tidak biasa: makanan laut dan shell fish, terutama yang mentah,
disebabkan oleh obat-ob atl zat kjmia yang hiperosmotik (a.1. MgSO4, Mg(OII)2, malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus misal pada defisiensi disararidase, malabsorpsi glukosa/galaktosa.
Baru sajabepergiarVmelancong
:
danpiknik
Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,
Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, risiko infeksi HIV, sindrom usus homoseks (Gay bowel
menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak
syndrome) sindrom defisiensi kekebalan didapat
sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin p ada infeksi Wbrio
Restoran dan rumah makan cep at saji ffas t food),banket
3.
sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit; 5). Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6). Gangguan permeabilitas usus; 7). Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik; 8). Infeksi dinding usus,
(Acquired immune deficiency syndrome)
4. Baru saja menggunakan
obat antimikroba pada institusi:
institusi kejiwaan/mental, rumah rumah perawatan,
cholerae, atat Escherichia coli, penyakit yang
rumahsakit.
menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan
550
GAITTROENTEROI.OGI
Perantara (vehiclel
Patogen klasik
Air (termasuk sampah makanan pada air tersebut)
Vibrio cholerae, Norwalk agenl, Giardia lamblia dan Cryptospoidium species
Makanan Poultry Sapi Babi Makanan laut dan she//fish(termasuk sushl dan ikan mentah ) Keju
Salmonella, Campylobacter dan Shigella species Enterohemorrhagic E coli, Taenia saginata Cacing pita Vibrio chole rae, Vibrio parahaemolyticus dan Vibriovulnificus, Salmonella species, cacing pita dan cacing anisakiasis Listeria species Salmonella species Sta phyl ococcus dan Clostridiu m, Sal monel I a
Telur Makanan dan krim mengandung mayonnarse Pie
Salmonella, Campylobacter, Cryptosporidium dan Giardia species
Binatang ke manusia (binatang piaraan dan livestock) Manusia ke manusia (termasuk kontak seksual) Pusat perawatan harian
Kebanyakan bakteri enterik, virus dan parasit
Shigella, Campylobacter, Cryptosporidium dan Giardia species, virus, clostridium difficile C. difficile Giardia dan CryptosponUrum species E.coli berbagai tlpe, Sa/monella, Shigella, Campylobacter, Giardia dan Cryptospondlum species, Entamoeba histolytica
Rumah sakit, antibiotik atau kemoterapi Kolam renang Bepergian/melancong ke luar negeri
Mikroorganisme
1. Organisme penghasil
toksin
Usus halus
foksin preformed Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Clostidium peiingens
+++-++++
+-++
+++-++++, air
++-++++
+-++
+++-++++, air
+++-++++
+-+++, biasa
-+
+-++++
air, kadang berdarah +-+++, awal air, cepat berdarah
-+
+-+++
+-++, air
Enterotoksin
Vibio cholerae, enterotoxigenic E.coli(ETEC), Klebsiella pne umoniae, Aeromon as species
Cytotoksin Clostidium difficile
Hemorrhagic E coll
2. Organisme Enteroadherent Ente ropathoge nic dan enteroadherent
Usus halus
E col/, Organisme Giardia, Cry ptospori d i os i s, cacing
3. Organisme invasif lnflamasi minimal Rotavirus dan virus Norwallk lnflamasi variabel Sal monella, Ca mpylobacter, dan Aeromonas species, Vlbno parahaemolyticus, Ye rsi n i a enterocolitica lnflamasi berat Shigella species, ente roi nv a sive E coli,
Entamoeba histolytica
+-++
++-+++
+++-++++
+-+++, air
-+++
+-++++
++-++++
+++-++++, air atau berdarah
+-++++
+-++, berdarah
Kolon lleum terminal
55r
DIAREAKUT
absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif dioctyl sodium sulfosuksinat dll). Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan
lingkungan mikroflora usus. Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Patogenesis diare karena infekti bakteri/parasit terdiri atas:
hati.
Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik). Bakteri yang tidak merusak mukosa misal V.cholerae Eltor Enterotoxigenic E.coli (ETEC) dan C. Perfringens. V
Defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ AIP ase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yatg abnormal. Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes melitus, pasca vagotomi, hipertiroid. Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) ata.u non infeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn) Diare infeksi: Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidakmerusakmukosa) dan
invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menye-babkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.l. kolera (Eltor). Enterotoksin yang dihasilkan kum an Wbrio cholare/eltor merupakan protein
yarg dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion nafiummelalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ionbikarbonat, air, natrium, ionkalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorpsi ion natrium (diiringi oleh ai1 ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktifoleh dinding sel usus.
PATOGENESIS Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor kausal(agent) dan faktor pejamu(host).
Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cema antataTain: keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga
Cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosausus halus l5-30 menit sesudah diproduksi vibrio.
ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenin dinukleotid padad dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosisn 3',5'-siklik Enterotoksin
monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium. Diare karena bakterilparasit invasif (enterovasil). Bakteri yang merusak (invasif)antar a lair' Enteroinvasive E. co li (EIEC), S alm on el I a, Shigell a, Yer s ini a, C. p erfrin gens tipe C. Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah. Walau
demikian infeksi kuman - kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleriformis. Kuman Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S.paratyphi B, Styphimurium, S enterridilis, S choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E.his tolitika dan Glamblia.
DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang.dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air,
dan sering berhubungan dengan malabsorpsi, dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, bisa aiE malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, patogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasif. Pasien yang memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya
552
GASTROENTEROI.OGI
makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan
pasien belum jatuh dalam presyok.
karena toksin yang dihasilkan. Parasit yang tidak menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lamblia dan Crypt o s poridium, biasanya menyebabkan rasa tidak
Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8oZ BB): turgorburuk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.
nyaman di abdomen yang ringan. Giardiasis mungkin berhubungan dengan steatorea ringan, perut bergas dan
Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda
kembung.
dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis
Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella, dalr Shigella, dan organisme yang menghasilkan
sampai koma), otot-otot kaku, sianosis.
sitotoksin seperti Clostridium difficile
and
enterohemorrhagic E coli (serotipe Ol57 H7) menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organisme Yersinia seringkali menginfeksi ileum terminal dan caecum dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan bawah, menyerupai apendisitas akut. Infeksi Campylobacter j ejuni sering bemanifestasi sebagai diare, demam dan kadangkala kelumpuhan anggota badan dan badan(sindrom Guillain-Barre). Keluhan lumpuh pada infeksi usus ini sering disalahtafsirkan sebagai malpraktek dokter karena ketidaktahuan masyarakat. Diare air merupakan gejala tipikal dari organisme yang menginvasi epitel usus dengan inflamasi minimal, seperti virus enterik, atau organisme yang menempel tetapi tidak
Pemeriksaan Fisis Kelainan-kel ainany angditemukan pada pemeriksaan fi sik sangat berguna dalam menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah
dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan "clue" bagi penentuan etiologi.
Pemeriksaan Penunjang Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat
menghancurkan epitel, seperti enteropathogenic E coli, protozoa, and helminths. Beberapa organisme seperti Campylobacter, Aeromonas, Shigella, atd Vibrio species (misal, V p arahemo lyticus) menghasilkan enterotoksin dan
atau diare berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut
juga menginvasi mukosa usus; pasien karena itu
serum, Ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaar EnzymJinked immunos orbent assay @LISA)
a.l. pem.eriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit
menunjukkan gejala diare air diikuti diare berdarah dalam beberapajam atau hari.
mendeteksi giardiasis dan test serologic amebiasis, dan
Sindrom Hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik (TTP) dapat timbul pada infeksi
foto x-ray abdomen. (Gambar 1) Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki
dengan bakteri E coli etterohemorrhagic dan Shigella , terutama anak kecil dan orang tua. Infeksi Yersinia dan
jumlah dan hitung jenis leukosit yang normal atau Iimfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada
bakteri enterik lain dapat disertai sindrom Reiter (arlritis,
infeksi bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki
uretritis, dan konjungtivitis), tiroiditis, perikarditis, atau
leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. Ureum dan kreatinin diperiksa untk memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihatadatya leukosit dalam tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam 3 bulan sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja untuk pengukuran
glomerulonefritis. Demam enterik, disebabkan Sa lmo n e I I a Qphi atau Salmonella paraQphi, merupakan penyakit sistemik yang berat yang bermanifestasi sebagai demam
tinggi yang lama, prostrasi, bingung, dan gejala respiratorik, diikuti nyeri tekan abdomen, diare dan kemerahan (rash).
Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanj ut usia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnyajumlah buang air kecil dengan wama urine gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan orlostatik. Pada keadaan berat, dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan- dan pusing kepala. Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi atas tingkatan:
3
Dehidrasi Ringan (hilang cairan 2-5%'BB)z gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak(vox cholerica) ,
toksin C/oslridium dfficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan
pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah, atau pasien dengan diare akut persisten. Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal. Pada pasien dengan AIDS yang mengalami diare, kolonoskopi dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab infeksi atau limfoma didaerah kolon kanan. Biopsi mukosa sebaiknya dilakukan jika mukosa terlihat inflamasi berat.
55J
DIAREAKUT
Anam nesis Lama
Epidemiologi Bepergian makanan air
Penyakit lain
Nyeri abdomen Kolitis akut Penyakit ususinflamas
Karakteristik tinja Air Berdarah
o
ba t-o
bat
Pemeriksaan fisik Umum Keseim bangan Cairan Panas
Abdom en Nyeri tekan
Pem eriksaan rektal
Fecal occult blood tesf
Distensi
Nutrisi
Pemeriksaan awal Toksik
Penyakit berjalan teru s
Darah ditinja Dehidrasi
Terapi simtomatik Cairan rehidrasioral 0bat antidiare
Nontoksik Lama penyakit se be nta r
Tidak berdarah Tidak nyeri tekan
Tidak respons
Respons
Replesicairan/ e le
ktro lit
Evaluasi Laboratorium Pem eriksaan darah tepi lengkaP
Kimia darah
Hemokonsentrasi Diferensial leukosit
E
lektro lit
Ureum K
re atin in
Serologiameba
Pem eriksaan tinja
Pem. Telur dan parasit Antigen Giardia Toksin clostridium difficile
Leu kosit tin ja
Postif
Sigmoidoskopi atau
Negatif
Kultur tinja Terapi antibiotik em pirik Terapi spesifik
Gambar 1. Algoritme untuk evaluasi pasien dengan diare akut
a. b. c.
PENENTUAN DERAJAT DEHIDRASI Deraj at dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan;
l.
Keadaan klinis: ringan, sedang dan berat (telah dibicarakan di atas)
2. Berat Jenis Plasma: Pada dehidrasi
BJ plasma meningkat
3.
Dehidrasi berat: BJ plasma I ,032 - I ,040 Dehidrasi sedang: BJ plasma 1,028 - 1,032 Dehidrasi ringan: BJ plasma 1,025 - 1,028 PengukuranCentral Venous Pressure (CVP): Bila CVP +4 s/d +l I cm H2): normal Syok atau dehidrasi maka CVP kurang dari +4 cm H2O
554
GAIIIROENTEROI.OGI
DIAGNOSIS BANDING
kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi,
Diagnosis banding diare akut perlu dibuat sehingga kita dapat memberikan pengobatanyang lebih baik. Pasien
penatalaksanaarlyangagresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula atau starch harus diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektifdan lebih praktis daripada cairan intravena.
diare akut dapat dibagi atas diare akut yang disertai demam/
tinja berdarah dan diare akut yang tidak disertai demam/ tinja berdarah.
Pasien Diare Akut Disertai Demam dan Tinja Berdarah Observasi umum: diare sebagai akibat mikroorganisme infasif lokasi sering di daerah kolon, diarenya berdarah sering tapi jumlah volume sedikit, sering diawali diare air. Patogen: l). Shigella spp (disentri basiler, shigellosis), 2). Campylobacterjejuni, 3). Salmonella spp, Aeromonas
hydrophila, V.parahaemolyticus, s
hige
I I o i de s,
Diagnosis:
Plesiomonas
Yersinia.
l).
Diferensiasi klinik sulit, terutama
Cairan oral antara lain: pedialit, oralit dll. Cairan infus antara lain: ringer laktat dll. Cairan diberikan 50 - 20 0 rdkgBBl24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi. Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai
dulu derajat dehidrasi. Dehidrasi terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan berat. Ringan bila pasien mengalami kekurangan cairan 2-5%o dari berat badan. Sedang bila pasien kehilangancatran5-8o/o dari Berat Badan. Berat bila pasien kehilangan cairan 8-10% dari Berat Badan. Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan : 1. BJ plasma dengan rumus:
membedakan dengan penyakit usus inflamatorik idiopatik non infeksi, 2).Banyak leukosit di tinja(patogen invasif),
3). Kultur tinja untuk Salmonella,
BJ plasma
Shigella,
Kebutuan
Campylobacter, Yersinia,4). Darah tebal untuk malaria
-
1,025
x Berat badan x 4 ml 0,001
Diare Akut Tanpa Demam Ataupun Darah Tinja
2. Metode
Observasi umum: patogen non-invasif( tinja air banyak, tidak ada leukosit tinja), seringa disertai nausea, kadang
(ke)
Pierce berdasarkan klinis: Dehidrasi ringan, kebutuhan catran
:
5%o
xBeratbadan
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan: 80% x Berat badan (kc) Dehidrasi berat, kebutuhan cairan: l0% x Berat badan
vomitus,,lebih sering manifestasi dari diare turis(85% kasus), padakasus kolera, tinja seperti cucianbera, sering
disertai muntah.
Patogen:
cairan
Cic)
ETEC, penyebab tersering dari diare tluris,2. Giardia lamblia, 3. Rotavirus, virus Norwalk, 4. Eksotoksin Preformed dari S.aureus, Bacillus cei'eus, Clostridium p erfringens (lipe A), diare disebabkan toksin dikarakterisasi oleh lama inkubasi yang pendek 6 jam, 5. Penyebab lain: Wbrio parahaemolyticus (ikan laut dan shell fish yang tidak cukup didinginkan), Vibrio cholerae(kolera), Bahan
3.
toksik pada makanan(logam berat misal preservatif kaleng, nitrit, pestisida, histamin pada ikan), jamur, kriptosporidium, Isospora belli (biasa pada pasien HIV positif meskipun dapat terjadi juga pada manusia normal).
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3 disertai syok diberikan
1.
Diagnosis: Tidak ada leukosit dalam tinja, kultur tinja(sangat rendah pada diare air), tes untuk ETEC tidak biasa, tersedia pada laboratorium rutin, pemeriksaan parasit
untuk tinja segar, sering beberapa pemeriksaan ulangan dibutuhkan untuk mendeteksi Giardia lamblia
PENATALAKSANAAN Penatalaksan aan pada diare
akut
antara lain
:
Rehidrasi. Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien
Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis a.l. (Lihat Thbel5)
Skor
Kebutuhancairan: x l0oh x kgBBxlliter 15
cairan per intravena. Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral melalui selang nasogastrik atau intravena. Bila dehidrasi sedang/berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui infus pembuluh darah. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih dapat diberikan cairan per oral atau selang nasogastrik , kecuali bila ada kontra indikasi atau oral/saluran cerna atas tak dapat dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g Natrium Bikarbonat dan 1,5 g KCI setiap liter. Contoh oralit generik, renalyte, pharolit dll. Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas: a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total kebufuhan cairan menurut rumus BJ plasma atau skor
555
DIAREAKUT
diare/BAB encer sampai diare berhenti. c. Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 saset diberikan tiap
Klinis Rasa haus/muntah Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg Tekanan darah sistolik < 60 mmHg Frekuensi nadi > 120 kali/menit Kesadaran apati Kesadaran somnolen, sopor atau koma Frekuensi napas > 30 kaliimenit Facies cholerica Vox choleica Turgor kulit menurun Washer woman's hand Ekstremitas dingin Sianosis Umur 50 - 60 tahun Umur > 60 tahun
skor 1 1
2 1 1
2 1
2 2 1 1 1
2 -1
-2
x l tablhari. Obat antimikroba. Karena kebanyakan pasien memiliki penyakit yang ringan, self limited disease karena virus atau bakteri non-invasif, pengobatan empirik tidak dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif, diare turis (traveler's diarrhea) atau
imunosupresif. Obat pilihan yaitu kuinolon (misal siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama 5-7 hari). Obat ini
baik terhadap bakteri patogen invarsif termasuk Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai alternatif yaitu kotrimoksazol (trimetoprim/sulfametoksazol, I 60/800 mg 2 xlltari, ata,u eritromisin 250 - 500 mg 4 x/hari. Metronidazol 250 mg 3 >
View more...
Comments