PAPDI 223-238 Onkologi Medik
March 15, 2017 | Author: Edward Arthur Iskandar | Category: N/A
Short Description
Download PAPDI 223-238 Onkologi Medik...
Description
223 PENDEI(ATAN DIAGNOSTIK TUMOR PADAT BudiDarmawan Machsoos
PENDAHULUAN
fisik, yaitu: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, recla/
Diagnosis tumor padat bertujuan mengidentifikasi jenis tumor padat yang diderita dengan cara pemeriksaan tertentu secara lege artis. Menegakkan diagnosis suatu tumor padat adalah sangat penting walaupun tidak selalu mudah dan harus dilakukan sebelum memberikan terapi/ penatalaksanaan tumor padat itu sendiri. Berbagai upaya klinik yang meliputi pendekatan multidisipliner diperlukan secara rutin untuk menegakkan diagnosis tumor padat. Atas dasar azas manfaat dan memudahkan cara kerja di klinik serta efisiensi tenaga dan biaya, maka pembahasan
hasil pemeriksaan klinik yang dilakukan secara teliti, menyeluruh, dan sebaik-baiknya dapat ditegakkan
pendekatan diagnostik tumor padat selanjutnya difokuskan pada: pemeriksaan klinis, pemeriksaan
organ, stadium lanjut dari tumor, dan penyulit yang ditimbulkannya. Lokasi tumor pada organ vital seperti: otak, mediastinum, paru, hepar, pankreas, ginjal, dll akan
toucher,
laboratorium, pemeriksaan patologi anatomi, pemeriksaan penunjang lain, pentahapan (staging) tumor padat, tata cara penulisan diagnosis tumor padat dan status penampilan (petformance status ) pasien.
d11.
Pemeriksaan
ini
sangat penting, karena dari
diagnosis klinik yang baik pula. Pemeriksaan klinik yang dilakukan harus secara holistik. Anamnesis tentang keluhan kanker pada seorang
pasien, dapat bermacam-macam mulai dari tidak ada keluhan sampai banyak sekali keluhan, bisa ringan sampai dengan berat. Kanker stadium dini pada umumnya tidak menimbulkan keluhan/gej ala apapun. Keluhan/gej ala yang timbul biasanya bergantung pada lokasi tumor pada
lebih cepat menimbulkan keluhan/gejala yang khas. Begitu
juga stadium dari tumor; semakin lanjut stadium tumor, semakin banyak timbul keluhan/gejala akibat tumor padat
itu sendiri atau akibat penyulit yang ditimbulkannya. Apabila ditemukan tumor padat di dalam atau di petmukaan
DEFINISI Tumor padat adalah bentuk benjolan yang abnormal dalam tubuh, yang disebabkan oleh berbagai macam penyakit, seperti penyakit keganasan (neoplasma), infeksi, dll. Dalam arti khusus tumor padat di sini didefinisikan sebagai
benjolan yang disebabkan oleh penyakit keganasan (neoplasma); dan neoplasma ganas secara umum disebut kanker. Dalam pembahasan selanjutnya pada bab ini yang dimaksud tumor padat adalah tumor padat ganas.
PEMERIKSAAN KLINIK Pemeriksaan klinik disini adalah pemeriksaan rutin yang biasa dilakukan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan
tubuh yang jumlahnya banyak (multiple), maka perlu ditanyakan tumor mana yang timbul lebih dahulu. Tujuannya adalah untuk memperkirakan origin daifimor padat. Pemeriksaan fisik sebagaimana dilakukan secara rutin di klinik juga perlu dilakukan pada pasien tumor padat. Pemeriksaan fisik ini sangat penting sebagai data dasar keadaan umum pasien dan keadaan awal tumor padat
tersebut saat di diagnosa. Selain pemeriksaan umum, pemeriksaaaan khusus terhadap tumor padat tersebut perlu dideskripsikan secara teliti dan rinci. Untuk tumor padat
yang letaknya berada di atau dekat dengan permukaan tubuh, jika perlu dapat digambar topografinya pada organ tubuh supaya mudah mendeskripsikannya. Selain itu juga perlu dicatat: (1). Ukuran tumor padat, dalam 2 atau 3 dimensi, (2). Konsistensinya, (3). Adaperlekatan atau tidak
1407
1408
ONKOI]OGIMEDIK
dengan organ di bawahnya atau kulit di atasnya. Jika ada komplikasi lokal jugaperlu dicatat, misalnya terdapat ulkus di atasnya, tanda-tanda infeksi, abses, retraksi, dll. Pemeriksaan klinis juga mempunyai peranan penting dalam memperkirakan apakah tumor pacrt tersebut jinak atau ganas (Tabel 1).
dari biopsi tumor padat atau dari spesimen operasi. Ada beberapa cara biopsi yang sering dilakukan, yaitu: 1). Biopsi insisi, yaitu mengambil sebagian kecil jaringan tumor padat dengan menggunakan pisau bedah; 2). Biopsi eksisi (biopsi in toto), yaitu mengambil seluruh tumor secara eksisi. Untuk tumor jinak, tindakan ini sekaligus sebagai
terapi; 3). Biopsi truncut, yaitu mengambil sebagian
Karakteristik
Tumor Jinak
Tumor Ganas
Batas tumor Kapsul Kecepatan tumbuh lnfiltrasi
Jelas Jelas Umumnya lambat Tidak ada
Nekrosis/ ulserasi
Sangat iarang Khas
Tidak jelas Tidak jelas/ pseudo kapsul Umumnya cepat Ada, bahkan merupakan ciri khas Sering Tidak khas, sering sulit menentukan asal jaringan Polikromasi Hiperkromasi/ polikromasi Hiperkromasi/ polikromasi
Struktur jaringan
menunjukkan Bentuk sel Warna inti sel Warna sitoplasma Rasio
nukleus/plasma Metastase Residif Efek sistemik
asal jaringan
Uniform Normal Normal Normal Tidak ada
Jarang Jarang, kecuali tumor endokrin
jaringan tumor dengan alat biopsi khusus berbentuk jarum besar yang dapat memotong dan mengambil jaringan tumor; 4). Biopsi aspirasi dengan jarum (Needle Aspiration Biopsy), yaitu mengambil sebagian kecil jaringan tumor padat dengan cara disedot menggunakan jarum yang ditusukkan kedalam jaringan tumor. Dapat dilakukan dengan jarum besar (arum no 18 atau jarum Jamshidi), atau jarum halus (jarum nomer 23), atau menggunakan jarumkhusus (arumMn Silverman); 5). Biopsi endoskopi, yaitu mengambil sebagian kecil jaringan tumor dengan menggunakan endoskop.
Naik
Setelah bahan sediaan PA diperoleh, selanjutnya
Sering Sering Sering
diproses melalui beberapa cara agar dapat dipotong sangat halus. Proses tersebut antara lain: sediaan bektt (Vries c'oupe). parffine block, plastic coupe, dll dan dilakukan pengecatan sesuai tujuan pemeriksaan. Pemeriksaan PA ini sangat pentin-s dalam menentukan jenis tumor padat, dan selanjutnya akan sangat berguna untuk menentukan tindakan terapi apa yang akan diberikan
PEMERIKSAAN LABORATOBIUM Pemeriksaan laboratorium rutin untuk menunjang diagnosis tumor padat penting dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keadaan pasien apakah ada penyulit kanker atau penyakit sekunder, danjuga untuk persiapan
kepada pasien. Pemeriksaan PA
terapi yang akan diiakukan baik itu tindakan bedah maupun
tindakan medik. Beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan, antara lain:
a. darahlengkap f. faalhemostatik k. asamurat b. urin lengkap g. protein serum 1. serum C.
(t. e.
imunoglobulin tes fungsi hati tes fungsi ginjal gula darah
h. alkali fosfatase
i. j.
m.
. .
dll
PEM ERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI Pemeriksaan Patologi Anatomi (PA) ialah pemeriksaan morfologi tumor, meliputi pemeriksaan makroskopi dan mikroskopi. Bahan untuk pemeriksaan PA dapat diperoleh
antara lain
padahasil pemeriksaan mikroskopis, dan sekaligus bisa untuk menentukan jaringan asal tumor padat apakah berasal dari j aringan : Epithel, embri onal, mesenkim, atau campuran. Sifat tumor: Jinak, Ganas, karsinoma in situ. Derajat diferensiasi sel. Ada 4 derajat, yaitu: - G1 = diferensiasi baik(well dffirentiatuA - G2 = diferensiasi sedang (moderately dffirentiated)
-
elektrolit serum LDH
Pada kasus limfoma maligna, pemeriksaan LDH yang meningkat dapat menggambarkan massa tumor dan laju ganti, terutama pada limfoma yang bersifat agresif. Sedangkan hiperurikemia pada kasus yang sama selain merupakan manifestasi laju ganti limfoma agresif, juga ditemukan pada limfoma derajat keganasan rendah yang ekstensif. Pada kanker lain seperti keganasan kolorektal, peningkatan LDH diikutkan dengan prognosis.
ini
dipergunakan untuk menentukan: . Diagnosis patologi atau morfologi yang dicrasarkan
G3 = diferensiasi jelek(poorly
dffirentiatefi
G4= Tanpa diferensiasi (undifferentiated
ataLL
anaplastic) Pada umumnya derajat keganasan tumor padat sesuai
.
dengan derajat diferensiasi sel. Makin jelek derajat diferensiasi sel, makin ganas tumor padat tersebut. Stadium Penyakit. Penentuan stadium penyakit juga penting artinya, karena stadium ini sangat menentukan prognosis pasien. Beberapa stadium dari kanker dapat ditentukan dari pemeriksaan PA. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada staging tumor padat di bawah.
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN
Pencitraan (lmaging) Pemeriksaan imaging yang diperlukan untuk membantu
1409
PENDEKATAN DIAGNOSTIK TUMOR PADAT
menegakkan diagnosis tumor padat (radiodiagnosis) banyak jenisnya mulai dari yang konvensional sampai dengan yang canggih, dan untuk efisiensi harus dipilih
USG (Ultrasonografi), yaitu pemeriksaan dengan menggunakan gelombang suara. Contoh: USG
sesuai dengan kasus yang dihadapi (Tabel 2). Pada tumor
CT-scan (Computerized Tomography Scanning).
padat yang letaknya profunda dari bagian tubuh atau organ, pemeriksaan diperlukan untuk tuntunan (guiding) pengambilan sampel patologi anatomi, misal cucuk jarum/ fine needle aspiration Diopsl (FNAB) atau biopsi lainnya.
Contoh: Scan kepd.a, thoraks, abdomen, whole
Selain untuk membantu menegakkan diagnosis, pemeriksaan imagingjuga berperan dalam menentukan stag-
ing dari tumor padat. Beberapa pemeriksaan imaging tersebut antara lain: . Radiografi polos atau radiografi tanpa kontras. Contoh:
X-foto tengkorak, leher, toraks, abdomen, tulang,
.
mammografi,dll.
Radiografi dengan kontras. Contoh: Saluran cerna bagian atas, bronkografi, Colon in loop, kistografi, dll.
abdomen, USG urologi, mammosografi,
scan,
d11.
bod1,
dl],,.
MRI (Magnetic Resonance Imaging). Merupakan alat scanning yang masih tergolong baru dan pada umumnya hanya berada di Rumah sakit besar. Alat ini menggunakan magnet inti sel, terutama ion hidrogen. Hasilnya dikatakan lebih baik dari CT. Sintigrafi atau sidikan Radioisotop. Alat ini merupakan salah satu alat scannning dengan menggunakan isotop radioaktif, seperti: Iodiumrsl, Technetium ee, dll. Contoh: scinfigrafi tiroid, tulang, otak, d11. RIA (Radio Immuno As.say), untuk mengetahui petanda
itmor (tumor marker).
Penanda Tumor (Tumor Marker) Penanda tumor (PT) ata:u tumor marker ialah molekul pro-
Organ yang Diperiksa 1
2 3 4
Otak lVielum
Srnus Maksilaris Mulut Nasofaring
Jenis Radiodiagnosis Ro tengkorak, CT, Ventrikulografi, Angiografi Ro tulang vertebrae, l\4ielografi Ro Tengkorak, Water, CT Ro Tengkorak, Water, CT Ro Tengkorak (lateral, basis), Water, CT, MRI Bone scan, Ro toraks
b
Laring
Laringografi CT
7
Tiroid
USG, Scan
8
Paru
Ro toraks (PA, lateral), CT,
9 '10
Mediastinum Payudara
bronkografi, PET Scan Ro toraks, CT lvlammografi, USG, Ro toraks, bone scan, CT
11 12 13 14 5 16 1
17 18 19 20 21 22, 23, 24 25
Esofagus
I"'
uptake
Lambung, Duodenum Kolon, Rekto-sigmoid Hepar
UGI, CT UGI, CT Colon in loop, CT, Ro toraks USG, CT
Pankreas
USG, CT,
Ginjal
lVP, CT, Angiografi
Vesika Urinaria
USG, Kistografi
Prostat
USG, Kistografi, CT
Uterus, Ovari-um, Serviks Jaringan lunak
USG, CT abdomen, Ro toraks
Pembuluh darah Pembuluh limfe Kelenjar limfe Tulang Otot
Angiografi, MRI Limfografi Limfografi, USG, CT Ro tulang, Scintigrafi ,CT CT, MRI
IVIRI
Ro polos, CT, l\4Rl
Keterangan: = Computerized tomography UGI = UpperGastro lntestinal MRI = Magnelic Resonance lmaging IYP = lntra Venous Pyelography USG = Ultresonography PET = Positron Emission Tomography Ro = ROntgen
tein berupa enzrm, hormon, dll yang dalam keadaan normal tidak atau sedikit sekali diproduksi oleh sel tubuh. PT merupakan salah satu penunjang pemeriksaan kanker tertentu, baik untuk skrining, menegakkan diagnosis. prognosis, perrantauan hasil pengobatan danjuga deteksi kekambuhan. Untuk tujuan skrining, diagnosis, maupun
untuk menilai hasil pengobatan, maka harus dipilih penanda tumor yang memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. Tetapi perlu diingat bahwa hingga saat ini belum ditemukan PT tunggal yang memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan kombinasi PT berupa panel pemeriksaan tertentu, untuk jenis tumor tertentu,
dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas diagnostik (Tabel 3). Pada umumnya pemeriksaan penanda tumor pertama
/
awal dilakukan sebelum terapi untuk menunjang diagnosis dan atau untuk memperoleh data awal kadar PT yang diperlukan untuk pemantauan berikutnya. Secara umum
jadwal pemeriksaan PT berikutnya dalam rangka pemantauan atau deteksi kekambuhan adalah: (1). Antara 2-10 hari setelah tindakan, (2). Setiap 3 bulan selama 1-2 tahun pertama, (3). Setiap 6 bulan pada tahun ke 3-5, (4). Bila secara klinis ada dugaan residif atau metastasis, (5). Bila ada peningkatan kadar PT, pemeriksaan diulang + 4 minggu kemudian. Dalam hal pemantauan, interpretasi hasil
pemeriksaan tidak didasarkan pada hasil satu kali pengukuran tetapi pada trend peningkatan atau penurunan kadar PT tersebut.
Cf
PENTAHAPAN TUMOR PADAT Pentahapan tumor padat ialah penentuan stadium dari tumor padat, meliputi penentuan letak topografi tumor
t4t0
OI\KOI-OGIMEDIK
PSA
Hati
AFP
cA
125, CA72-4 AFP, P-HCG, LDH
lgA anti EBV-VCA & EA
AFP, P.HCG, LDH
penyakit. Beberapa cara menentukan stadium dari tumor padat, antara lain berdasarkan: (1). Letak topografi tumor beserta ekstensi dan metastasenya dalam orya\ (2)' Sistem TNM, (3). Pentahapan menurut AJCC (American Joint Committee on Cancer), dan (4). Berdasarkan kesepakatan para ahli (konvensi).
Stadium Tumor Padat Berdasarkan Letak Topografi, Ekstensi, dan Metastasenya Dalam Organ organ semula tempatnya tumbuh.
Karsinoma in situ: pertumbuhannya masih
terbatas
intra epitelial, intraduktal, intra lobuler. Istilah ini hanya dikenal pada tumor ganas epitelial. Infiltrasi lokal atau invasif: Tumor padat telah tumbuh melewati jaringan epitel, duktus, atau lobulus, tetapi patologi: telah melewati stratum papilare atau membrana basalis) atau telah menginfiltrasi jaringan sekitarnya (pengertian klinis: sudah ada perlekatan dengan organ sekitarnya).
Stadium metastase regional: Tumor padat telah metastase ke kelenjar limfe yang berdekatan (kelenjar
jauh: Tumor padat telah
metastase pada organ yang letaknya jauh dari tumor primer. Secara
19-9
cA72-4, CEA lgA anti EBV-VCA
Sistem ini pertamakali diperkenalkan oleh seorang sarjana Perancis Piere de Noix, kemudian dipergunakan dan disempurnakan oleh UICC (Union Internationale Contre le Cancere), dan sejak 1958 sistem ini dipergunakan secara luas di berbagai belahan dunia.
berdasarkan 3 kategori, yaitu: T (Nodul (Tumor primer), N regional, metastase ke kelenjar jauh). Masing-masing (Metastase limfe regional), dan M subkategori untuk menjadi kategori tersebut dibagi lagi dengan cara kategori melukiskan keadaan masing-masing dibelakang memberi indeks angka dan huruf I N, dan M, yaitu:
Sistem TNM
.
. .
masih dalam organ yang bersangkutan (pengertian
metastase
cA
19-9
Sistem TNM (Stadium TNM)
Stadium lokal: peftumbuhannya masih terbatas pada
limferegional)
cA
SCC
terapi apa yang akan diberikan dan juga prognosis
. Stadium
NSE AFP
HPV Typing
padat sangat penting artinya untuk menentukan tindakan
.
CEA PSA
PSA NSE, SCC, Ct1fra21-1 Kalsitonin, Tiroglobulin p-HCG NSE, VIVA, Katekolamin AFP, PIVKA II CA 19-9, CEA cA72-4, CA 19-9 lgA anti EBV-VCA CEA, SCC
primer, ekstensinya ke organ sekitar, dan ada tidaknya metastasenya ke organ lain. Mengetahui stadium tumor
.
CA 15-3, CEA, IVCA, CA27.29 CEA, Ca 125 AFP, p-HCG, LDH CEA, CA 1 9-9 PSA NSE, Cyfra 21-1,CEA Kalsitonin, Tiroglobulin
ER, PR, HER.2
Payudara Ovarium Testis Kolorektal Prostat Paru Tiroid Koriokarsinoma Neuroblastoma Pankreas Lambung Nasofaring Esofagus Serviks
Pemantauan Tx, Deteksi kekambuhan
Prognosis
Diagnosis
Skrining
T=TumorPrimer
-
Indeks angka: Tx, Tis, T0, T1,T2, T3, dan T4' Indeks huruf: T1a, Tlb, Tlc, T2a,T2b,T3b, dst N = Nodul, metastase ke kelenjar regional. - Indeks angka: N0, Nl, N2, danN3. - Indeks huruf: Nla, Nlb, N2a, N2b, dst M = Metastase organ jauh - Indeks angka: M0, Ml - Indeks huruf: Mx
Tiaptiap indeks angka dan huruf mempunyai arti klinis sendiri-sendiri untuk tiap jenis atau tipe tumor padat. Jadi arti indeks untuk karsinoma payudara tidak sama dengan karsinoma nasofaring, dsb. Pada umumnya arti sistem TNM tersebut adalah sebagai berikut: . Kategori T = Tumor Primer. - Tx = Syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi. - Tis = Tumor in situ - T0 = Tidark ditemukan adanya tumor primer
klinis kadang-kadang dipakai dua istilah di
atas sekaligus untuk menyebutkan stadium tumor padat
yaitu Stadium lokoregional, oleh karena
pada kenyataannya sering ditemukan stadium lokal dan regional secara bersamaan pada waktu dilakukan pemeriksaan klinis.
ini
.
- Tl =Tumordenganf maksimal5 cm - T4=Tumorinvasikeluarorgan.
Kategori N = Nodul, metastase ke kelenjar regional. - N0 = Nodul regional negatif
t4tl
PENDEKATAN DIAGNOSTIK TUMOR PADAf,
-
N1 = Nodul regional positif, mobil (belum
ada
Pentahapan Berdasarkan Kesepakatan Para Ahli(Konvensi)
N2 = Nodul regional positif, sudah ada perlekatan N3 = Nodus jukstaregional atau bilateral. Kategori M = Metastase organ jauh - M0 = Tidak ada metastase organ jauh - M1 = Ada metastase organ jauh - Mx = Syarat minimal menentukan indeks M tidak terpenuhi.
Beberapa jenis tumor padat stagingnya didasarkan pada kesepakatan para ahli dibidangnya masing-masing.
perlekatan)
.
-
Pentahapan Menurut AJCC (American Joint Committee on Cancerl Setelah sistem TNM diperkenalkan dan dipakai secara luas
pada tahun 1958, kelompok para ahli yang menangani kanker di USA, pada tahun 1959 juga mengemukakan suatu skema pentahapan kanker yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sistem TNM. Kelompokpara ahli tersebut semula bernama: The American Joint Committe for Cancer Staging and End Results Reporting (disingkat: AJC). AJC tersebut kemudian berubah nama pada tahun 1980 menjadi American Joint Committee on Cancer (disingkatAJCC). Tujuan pembuatan skema staging kanker
tersebut adalah agar lebih praktis dan lebih mudah pemakaiannya di klinik. Buku manual stadium kanker (Manualfor Staging of Cancer) edisi satu hasil kerja AJCC dipublikasikan pertama kali pada tahun 1977 dan diperbarui setiap beberapa tahun, sehingga pada tahun 2002 sudah dikeluarkan edisi 6 yang sampai saat ini dipakai secara luas. Staging menurutAJCC ini pertama harus menentukan T,N,M dari tumor padat tersebut sesuai ketentuan yang
ada, dan selanjutnya dikelompokkan dalam stadium tertentu yang dinyatakan dalam angkaRomawi (I-IV) dan angka Arab (khusus untuk stadium 0). Lebih mudahnya,
sebagai contoh dapat dilihat staging kanker payudara menurutAJCC pada Tabel 4.
Beberapa contohnya antara lain:
. . .
. . .
StadiumDukes, untukkarsinomakolorektal StadiumAnnArbor, untuklimfomamaligna Stadium FIGO, untuk karsinoma serviks dan tumor ginekologi Stadium Jewett, untuk karsinoma bladder (kantung kencing) American staging for prostate cancer, untuk kanker prostat Staging melanoma maligna menurut Clark, dan Breslow, dlt.
TATA CARA PENULISAN DIAGNOSIS TUMOR PADAT Setelah semua pemeriksaan yang diperlukan untuk diagnosis telah lengkap, maka selanjutnya penegakkan diagnosis tumor padat hendaknya ditulis selengkaplengkapnya, meliputi: (1). Organ asal tumor padat (origin-nya), (2). Histopatologi, dan (3). Stadiumnya. Tumor primer pada umumnya diberi nama berdasarkan nama organ atau jaringan tempat tumor padat tersebut pertama kali tumbuh. Namun ada beberapa tumor padat diberi nama berdasarkan nama sarjana yang pertamakali menemukan atau melaporkan jenis tumor tersebut (eponim), antara lain: Limfoma Burkitt, Limfoma Hodgkin (keduanya merupakan keganasan kelenjar limfe), Tumor
Wilm (nefroblastoma, keganasan pada ginjal), Tumor Brenner (tumor ovarium, dapat ganas atau jinak), Sarkoma Ewing (tumor ganas tulang), dll. Selain itu sebaiknyajuga disebutkan status penampilan pasien (performance status) saat diagnosis ditegakkan, untuk tujuan persyaratan sebelum dilakukan tindakan terapi dan sekaligus untuk evaluasi perkembangan keadaan
umum pasien selama dan sesudah terapi diberikan. Stadium Stadium 0 Stadium I Stadium llA
Stadium llB Stadium lllA
Stadium lllB
Stadium lllC Stadium lV
Deskripsi TNM
Tis T1 TO T1 12 12 T3 TO T1 T3 T3 14 14 14 Sembarang
N0 NO N1 Nl N0 N1 NO N2 N2 Nl N2 N0 N1 N2 T N3
SembarangT SembarangN
M0 MO MO MO
M0 M0 MO MO MO MO MO
M0 M0 M0 M0 M'1
STATUS PENAMPILAN PASIEN Status penampilan pasien juga perlu ditetapkan sejak diagnosis tumor padat ditegakkan. Hal ini sangat berguna untuk menilai base line status penampilan pasien sejak
diagnosis ditegakkan dan perubahannya selama pengobatan, maupun selesai pengobatannya. Pada umumnya status penampilan pasien ditampilkan dalam bentuk skala tertentu. Beberapa diantaranya yang sering dipakai adalah Skala Karnofsky, Skala Zlbrod (ECOG = Eastern Cooperative Oncology Group) seperti terlihat dalam Thbel
5,6,dan7.
ONKOI.OGIMEI'IK
L4t2
REFERENSI Deskripsi
Skala
100%
Tidak tampak sakit Aktivitas normal dengan sedikit tandatanda penyakit Aktivitas normal dengan upaya; tandatanda penyakit Tidak dapat beraktivitas normal tapi mampu mengurus diri sendiri
90% 80% 70% 60%
Kadang-kadangmembutuhkanbantuan
5Oo/o
40% 30%
Memerlukan bantuan cukup banyak Sering memerlukan bantuan
Tidak dapat bergerak sendiri; butuh perawatan
ZOYI 1Oo/o
khusus
Sangat lemah;dapat memerlukan perawatan rumah sakit Sakit berat, membutuhkan perawatan rumah sakit
Ampi R. Penanda hrmor: prinsip umum dan aplikasi klinis' Informasi Laboratorium. 2005:.2:3 -5. AJCC staging systems [on line]. Available at: http://wwwtraining'seer'
cancer. gov/module-staging-cancer/unit03-sec03-
part00-ajcc.html. Akses: tatggal 2l Nopember 2005' Bakornas HOMPEDIN. Kanker payudara. Panduan tata laksana kanker tumor padat dalam hal kemoterapi. Iakarta;2005' p' 422. Bresalier RS. Malignant & premalignant lesions of the colon ln: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editors' Current diagnosis & treatment in gastro-enterology. 2nd edition' Boston:
McGrawHill; 1996. P. 422-8. L, Haffty BG Doroshow JH, et al' Breast cancer overview
Jardine
risk factors, screening, genetic testing, and prevention ln: Pazdur
RP, Coia LR, et al, editors. Cancer management:
a
multidisiplinary approach medical, surgical, and radiation oncology. 8th edition. New York: United Business Media; 2004'
Deskripsi
Skala 0 1
2 3
p.i65-88.
Asimptomatik; aktivitas normal Simptomatik tetapi ambulatori penuh Simptomatik; di tempat tidur 50% waktunya; tapi tidak imobilisasi 100% imobilisasi
Skeel RT. Systemic assessment of the patient with cancer and long-term medical complications of treatment' In: Skeel RT' editor. Handbook of cancer chemotherapy' 6th edition' Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003' p' 26-9' Sukardja IDG. Onkologi klinik. 2nd edition. Surabaya: Airlangga University Press; 2000. p.133-208. Sturgeon C. Practice guidelines for tumor markers
Clinical Chemistry. 2000;48:115
Skala Zubrod
Skala KarnofskY
0
100 %
1
2 J
4
85
Yo
65% 40% 15 0/
1-9.
in the clinic'
224 ASPEK SELULAR DAN MOLEKULAR tr(ANKER Bambang Karsono
PENDAHULUAN
promoter
Kanker adalah penyakit di mana sel-sel ganas "beranak-
pinak" berupa keturunan yang bersifat ganas pula. Pewarisan bakat ganas ini, atau yang biasa disebut dengan istilah fenotip, memberi petunjuk kuat pada kita bahwa kelainan mendasar sifat ganas ini berada pada gen sel kanker tersebut. Pelbagai kajian petanda genetik, seperti
atalu enhancer yarag kuat. Sebagaimana kita ketahui bersam a promoter dan enhancerberperan penting dalam proses transkripsi suatu gen. Onkogen pada virus DNA memang berasal dari virus itu sendiri, onkogen pada virus ini memang dibutuhkan secara hakiki oleh virus ini untuk replikasi dan mentransformasi sel pejamu. Virus DNA
menghasilkan protein-protein yang dapat memaksa sel pejamu memasuki fase S siklus sel.
translokasi 9;22 yang menghasilkan kromosom Philadelphia pada leukemia granulositik/mieloid kronik, menunjukan bahwa sel-sel kanker ini berasal dari satu sel yang kemudian membentuk satu kelompok sel yang homogen, yang disebut sebagai klor. (clone). Di samping sifat ganas yang berasal dari translokasi kromosom, sifat ganas juga dapat berasal dari gen yang secara norrnal terdapat di dalam sel. Gen-gen semacam
ini
disebut sebagai proto-onkogen, yang kemudian oleh karena mutasi somatik berubah menjadi onkogen. Onkogen inilah yang kemudian mengubah perangai sel dari normal menjadi sel kanker. Contoh dari proto-onkogen ini adalah
H-ras (rat sarcoma- associated sequence, Harvey) yang pertama kali ditemukan pada gen virus penyebab sarkoma pada tikus oleh Harvey. Proses onkogenesis juga dapat terjadi oleh virus
melalui beberapa cara. tergantung jenis virusnya. t
ran sfo rmin
g
r e t r ov iru
s e
s, no nt r an sfo rmin g
r e t r ov i ru
s e
s
dan virus DNA. Transfurming retrovlruses menginsersi provirus pada sisi hulu suatu proto-onkogen sel pejamu.
BIOLOGI SELULAR DAN MOLEKULAR KANKER Menurut Hanahan dan Weinberg terdapat enam perubahan
fisiologik mendasar yang secara
bersama-sama
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya sel-sel ganas, perubahan-perubahan sebagai berikut: . Mandiri dalam hal sinyal-sinyal pertumbuhan
.
Tidak sensitif terhadap sinyal-sinyal penghambat
.
pertumbuhan (anti pertumbuhan) Mampu menghindar dari apoptosis Qtrogrammed cell
. . .
death) Berkemampuan replikasi yang tak terbatas Kemampuan angiogenesis yangberkesinambungan Mampu menyusup ke jaringan lain dan bermetastasis
Setiap perubahan fisiologik di atas tidak lerdapatpada sel-sel asal sel-sel ganas dan didapat selama perubahan bertahap dari sel-sel normal menjadi sel-sel ganas.
Dalam proses replikasi virus berikutnya terjadi penggabungan proto-onkogen sel pejamu ke dalam genom virus. Selanjutnya ekspresi proto-onkogen dikendalikan sepenuhnya oleh virus yang infeksinya bersifat menetap
ini. Mekanisme
onkogenesis non-transforming
retroviruses terjadi oleh karena virus-virus dalam kelompok
ini menginsersi provirus berdekatan onkogen sel pejamu dan provirus
dengan proto-
ini berperan
sebagai
MANDIRI DALAM HAL S!NYAL.SINYAL PERTUMBUHAN Murphy
dan Adrian mengkultur galur sel kanker pankreas dalam media tanpa serum. Mereka mendapatkan bahwa tingkat proliferasi sel lebih tinggi bila media tidak sering
diganti dibandingkan bila media sering diganti atau dikultur
t4t3
l4t4
ONKOI.OGIMEDIK
bersama-sama dengan penghambat tyrosine kinase reseptor F,GF (ep ide rmal g row th factor)
ata.u
penghambat
MEK (MAPK/ERK kinase). Selain itu aktivitas ERK (extracelular regulated protein kinase) I du2 dan kadar mRNA dari
c7 un dar, c-fos meningkat bermakna
bila dikultur
berkesinambungan dalam media bebas serum. Serum pada media kultur sel binatang, termasuk sel manusia tertentu, berfungsi sebagai penyedia pelbagai senyawa polipeptida faktor pertumbuhan. Faktor-faktor
pertumbuhan
kelangsungan hidupnyao. Frassanito dan kawan-kawan meneliti sel mieloma denganJlow cytometry, sel mieloma didefinisikan sebagai sel mononuklear sumsum tulang yang positif untuk CD38 dan positif untuk syndecan-1 (CD138).
Ternyata pada sel-sel CD38+ dan syndecan-1+ ini ditemukan Il-6 intrasitoplasmik. Gejala ini membuktikan bahwa sel-sel mieloma menghasilkan sendiri n-6 atau biasa disebut gejala autokrin.
ini berperan sebagai pengatur, yang tak
tergantikan, pertumbuhan dan diferensiasi sel dan sebagai sarana komunikasi antar sel. Mitogen activated protein kinase (MAPK) adalah
TIDAK SENSITIF TERHADAP SINYAL.SINYAL
sekelompok protein yang diaktifkan oleh berbagai
Sinyal-sinyal penghambat pertumbuhan bekerja melalui siklus sel, oleh karena pada siklus sel inilah sel diatur kapan berproliferasi, berdiferensiasi atau masuk ke fase diam
rangsang ekstraselular dan berfungsi menyampaikan sinyal rangsang tersebut ke inti sel. Salah satu keluarga dari MAPK ini adalah extracelular regulated protein kinase (ERK) 1 dan 2;, kedua protein ini diaktifkan secara kuat oleh EGF dan PDGF (platelet derived growthfactor) melalui jalur Ras/Raf/NIAPK. Kelompok protein kedua pada
MAPK adalah kelompok yang salah satu anggotanya c-Jun-N-terminal Kinase (JNK), protein ini suatu enzim yang mampu mengaktifkan AP-1 (activator protein-l) yaitu suatu faktor transkripsi. Sinyal yang diterima reseptor akan diteruskan ke inti sel melalaui kaskade Ras-+Erkl/
2,
c-Fos atau Rac+ JNK, c-Jun dan selanjutnya heterodimer c-Jun/c-Fos bertindak sebagai faktor transkripsi. Faktor transkripsi AP-l sebenarnya suatu kelompok protein yang terdiri atas 2 keluarga yaitu keluarga c-Jun yang terdiri atas c-Jun, JunB dan JunD. Sedangkan keluarga yang lain adalah c-Fos yang terdiri dari c-Fos, FosB, Fra-l dan Fra-2. Stimulasi EGF akan menyebabkan transkripsi gen c-fos. MAPK juga dapat mengakibatkan transkripsi gen c-jun. Dengan demikian Murphy dan Adrian membuktikan bahwa galur sel kanker pankreas dapat hidup dan tumbuh dalam media kultur tanpa dukungan faktor pertumbuhan dari serum. Fakor pertumbuhan yang berperan di sini EGF karena dapat dihambat oleh penghambat tyrosine kinase
EGF. Kemudian sinyal EGF ini melalui jalur Ras+ MAPK-;Ap-1 sampai ke inti sel, oleh karena terdapat peningkatan kadar ERK1 dan ERK2 di samping peningkatan kadarmRNA c-jun dan c-fos. Kesimpulan galur sel kanker
pankreas dapat memsintesis sendiri EGF yang dibutuhkannya. Secara in vivo ketidaktergantungan sel kanker terhadap faktor pertumbuhan dari sel lain dapat dilihat pada mieloma
multipel (MM). Interleukin-6 (Il-6) merupakan faktor pertumbuhan utama yang terlibat dalam kelangsungan hidup sel-sel MM manusia. Namun demikian ternyata dapat dibuat galur sel mieloma manusia(human myeloma cell line = HMCL) dari setiap pasien MM tahap akhir dan
galur sel ini tidak membutuhkan Il-6 untuk kelangsungan hidupnya, dengan perkataan lain sel-sel mieloma pada pasien MM tahap akhir dapat membuat sendiri Il-6 untuk
PENGHAMBAT PERTUMBUHAN
(quiescent atau Go).
Siklus sel adalah suatu proses yang tertata amat teratur untuk menggandakan dan menebarkan informasi genetik dari satu generasi sel ke generasi yang berikutnya. Selama proses ini berjalan, DNA harus digandakan secara tepat dan salinan kromosom harus dibagikan tepat sama jumlah pada kedua sel anak yang terbentuk. Siklus sel dapat dibedakan menjadi beberapa tahap yang terpisah jelas yartu: ' Gr(BaP 1) suatu interval atau celah antara mitosis (fase M) dan sintesis DNA (fase S). Selama fase G, ini sel dapat mengalami stimulasi dari berbagai mitogen dan faktor pertumbthan (growth factor) ekstraselular . Selanjutnya sel memasuki fase S, pada fase ini DNA
digandakan dengan cara membuat salinan komplemenny a (c omp lement ary
c
o
py)
' G, (TaP 2) adalah interval atau celah antara penyempumaan sintesis DNA (fase S) dan mitosis (fase
.
M)
M ditandai dengan Pembentukan benang-benang mitotik yang terpisah pada kedua kutub sel Pemisahan khromatid menjadi dua bagian yang
Fase
-
sama persis dalam kualitas dan kuantitas (two sis-
ter chromatids)
-
Pembelahan sel
Dalam pengaturan proliferasi sel tahap G,/S memegang peranan terpenting. Pada lebih kurang sepertiga akhir fase G, terdapat suatu periode yang disebut restriction pointRestriction point sebenmrrya hanya merupakan salah satu dari pos pemeriksaan (checkpoint) yang terdapat dalam siklus sel. Peraturan siklus sel menetapkan bahwa harus dapat dipastikan semua langkah dalam setiap fase sudah benar-benar sempurna selesai pada waktu memasuki fase berikutnya. Untuk itu beberapa pos pemeriksaan (checkpoint) pemantau keutuhan DNA ditempatkan secara strategis di akhir fase G, dan pada ambang peralihan fase GrlI\4 guna mencegah gerak maju atau perambatan siklus
t4t5
ASPEK SELUI.AR DAI\ MOLEKULAR KANKER
pada sel yang mengalami mutasi atau kerusakan. Restiction
point ini dikawal oleh protein RB (pRB, retinoblastoma), pRB bertindak memantau keutuhan DNA. Dalam keadaan tidak terfosforilasi pRB mengikat protein lain yaitu E2F. E2F adalah suatu faktor transkripsi. Bila DNA dalam keadaan utuh maka terjadi fosforilasi pRB oleh
CDK4/CDK6
(cyclin dependent kinase), akibat fosforilasi pRB, maka pRB tidak dapat lagi mengikatB2F. E2F yang terlepas akan menyebabkan transkripsi beberapa gen termasuk di antaranya gen untuk cyclinE, cyclinE ini dibutuhkan sel untuk menembus restriction point. Beberapa protein dapat menghambat fosforilasi pRB, protein-protein itu antara lain p53, pl6INKa', p19o* danp2l. p53 bekerja mengaktifkan p2 I dan p ada gilir anny a p2l men ghambat CDK4/ 6. p I 9* bekeia dengan cara menginaktivasi MDM2, inaktif MDM2
keluarga KIP (kinase inhibitory protein yang terdiri dari p2l, p27 dan p57). Ke hilir hambatan terhadap CDK4|6 berarti menghambat fosforilasi pRB, lanjut ke hilir lagi berarti tidakmampu melepaskan E2F yang diperlukanuntuk mentranskripsi gen-gen yang dibutuhkan untuk menembus restriction point.Hambatan secara tidak langsung berupa
mengurangi fungsi gerl c-myc, yaitu dengan cara menghambat transkripsinya, padahal protein c-Myc (hasil dari gen c-myc) berperan menghambat pl5INru. p15NKb ini sendiri berfungsi menghambat aktifasi CDK4/ 6 y angberrti menghambat laju siklus sel di fase G,. Jadi stimulasi TGFB akan mengakibatkan peningkatan kadar pl5NKb sehingga
tidak dapat menghambat p53 sehingga p53 dapat
aktivitas CDK4/6 berkurang yang berarti pRB tidak terfosforilasi dan ke hilir ini berarti restriction point G, tidak dapat ditembus. Sinyal-sinyal dari TGF-p juga berperan dalam gerak maju siklus sel dari G, ke M.
mengaktifkan p2 1 . p I 6NKa" bekerj a langsung menginaktivasi CDK4|6 sehingga tidak dapat memfosforilasi pRB. Apabila
Peranan TGF-B pada pertumbuhan kanker dapat dilihat pada pengaruh ekspresi reseptor TGF-B pada patogenesis
terjadi kerusakan DNA maka siklus sel akan dihambat
KSS atau SCC (karsinoma sel skuamosa ataLt squamous cell carcinoma) leher dan kepala. Tingkat diferensiasi KSS dan kecenderungan infiltrasi KSS temyata dipengaruhi oleh tingkat ekspresi reseptor TGF-p Makin buruk tingkat
terutama di G,, bila kerusakan DNA tak mungkin diperbaiki maka sel akan melakukan apoptosis.
Kerusakan DNA akan mengaktifkan ATM (ataxiate
langie ctasia mutatecf , suatu phosphoinositide-3-kinase
yang dapat memfosforilasi asam amino serine pada p53, sehingga terjadi aktifasi p53. Ke hilir aktifasi p53 ini menghambat fosforilasi pRB sehinggaE2F tetap rerikat pada pRB yang berarti siklus sel ditahan pada fase G,. Aktivasi ATM akibat kerusakan DNA juga dapat
mengaktifkan protein yang disebut HuCdsl. Pada gilirannya aktifasi HuCds
1
akan menghambat CDK1, pro-
tein yang mendorong siklus sel dari G, ke M, sehingga siklus sel ditahan pada fase G, dan itu berarti mitosis
diferensiasi dan makin cenderung untukberinfiltrasi maka makin sedikit pula ekspresi reseptor TGF-p dipermukaan sel. Pada kanker buli-buli berkurangnya ekspresi gen TGFberkaitan erat dengan derajat keganasan tinggi kanker B, buli-buli dan tingkat penyakit lanjut. Sedangkan kehilangan ekspresi reseptor TGF-p berdampak pada derajat penyakit (grade) yang lebih tinggi, tingkat penyakit (stage) yang lebih tinggi, metastasis kelenjar getah bening, progresi penyakit dan tingkat kelanjutan hidup yang lebih rendah.
dihambat.
Sinyal-sinyal yang berasal dari TGF-p (transfurming growth factor B) mengendalikan berbagai proses selular seperti proliferasi, identifikasi, differensiasi, apoptosis dan pembentukan dalam embriogenesis. Umumnya sinyalsinyal dari TGF-B ini mempunyai efek negatif terhadap pertumbuhan sel, oleh karena itulah tidak mengherankan bila inaktifasi jalur sinyal TGF-B berperan dalam tumor genesis. Ikatan TGF-p sebagai ligand terhadap reseptomya akan mengakibatkan hetero-dimerisasi reseptor TGF-p. Selanjutnya reseptor ini akan memfosforilasi Smad4, Smad4 terfosfosforilasi akan membentuk dimer dengan Smad4 inaktif dan tertranslokasi ke inti seI. Di dalam inti sel dimer Smad4 akan bekerja menghambat ekspresi c-myc dan meningkatkan ekspresi protein-protein inhibitor siklus sel baik dari keluarga INK maupun dari keluarga KIP. TGF-B mampu menghambat proliferasi sel-sel epitel,
MAMPU MENGHINDAR DARI APOPTOSIS Berbagai sinyal kematian fisiologik, sebagaimana juga berbagai cedera sel yang patologik, dapat memicu proses apoptosis yang terprogram secara genetik. Sedangkan wujud pelaksanaan sinyal kematian ini ke hilir terbagi menjadi 2 jalw utama yaitu jalur Caspase dan jalur kerusakan organel selular, dan organel selular yang paling banyak diketahui dalam kaitan dengan apoptosis ini adalah mitokondria. Oleh karena anggota keluarga protein Bcl-2 berada pada posisi hulu dalam peristiwa kerusakan sel
yang irreversibel dan oleh karena sebagian besar peranannya dalam peristiwa tersebut terpusat pada mitokondria, maka anggota keluarga protein Bcl-2 ini
mesenkhim. Hambatan proliferasi ini dapat langsung yaitu terhadap CDK fase G,, yaitu CDK4/6 dan juga CDK2. Hambatan terhadap CDK4/6 terjadi melalui pengaktifan penghambat CDK baik dari keluarga NK4 (inhibitor CDK4
berperan menentukan dalam membuat keputusan apakah suatu sel akan mati atau tetap terus hidup. Proto-onkogenbcl-2 semula ditemukan pada limfoma sel B (B cell lymphoma) dengan t( 14; I 8). Anggota keluarga protein Bcl-2 ini ternyata ada yang bersifat pro-apoptotik seperti Bax, Bak dan Bcl-X., dan sebaliknya adapula yang
yang terdiri dari p15, p16, p18 dan p19) maupun dari
bersifat anti-apoptotik atau pro-.rrr?ival seperti Bcl-2 dan
endotel, hematopoietik dan beberapa jeins sel-sel
L4t6
ONKOI.OGIMEDIK
Bcl-Xr. Protein keluarga Bcl-2 ini mempunyai zl hrrah domain pada setiap anggotanya, keempatdomaln itu BH1 (Bcl-2 homology),BH2, BH3 dan BH4. Setiap anggota keluarga Bcl-2 anti-apoptotik selalu memptnyai domain
BH4 sebaliknya anggota keluarga Bcl-2 pro-apoptotik justru tak mempuryaa domainBHL in\. DomainBH3 diyakini
berperan penting sebagai domain kematian pada anggota
keluarga pro-apoptotik. Anggapan
ini dibenarkan oleh
ditemukannya anggota keluarga protein Bcl-2 yang hanya
memiliki domain BH3 saja seperti Bad dan Bid yang keduanya ternyata bersifat pro-apoptotik. Semua anggota keluarga protein ini mampu berdimerisasi baik homo maupun heterodimer sehingga diyakini bahwa proses dimerisasi ini akan dapat mengakibatkan netralisasi efek masing-masi ng. Terbukti memang rasio antara pro-apoptotik dan
anti-apoptotik dapat menentukan apakah akan terjadi apoptosis atau tidak. Anggota keluarga protein Bcl-2 antiapoptotik terdapat sebagai bagian yang terpisalrkan (bagian integral) dari membran mitochondria, sedangkan anggota keluarga pro-apoptotik terdapat di dalam sitosol atau
Cooper GM, Hausman RE. Growth of animal cells in culture In: The
cell. A molecular approach. 3'd edition Washington, ASM Press;2004.p.29-33 Canman CE, Lim D-S, Cimprich KA, Taya Y, Tamai K, Sakaguchi K, Appella E, Kastan MB, Siliciano JD. Activation of the AfM kinase by ionizing radiation and phosphorylation of p53 Science, 1998; 281: 16'77-1919 De Cesare D, Jacquot S, Hanauer A, Sassoni-Corsi P. Rsk-2 activity is necessary for epidermal growth factor-induced phosphorylation of CREB protein and transcri.ption of c-fos gene. Proc Natl Acad Sci; 1998, 95 12202-'7 Donovan J, Slingerland J. Transforming growth tactor-B and breast cancer . Cel1 cycle arrest by transforming growth factor-p and its disruption in cancer Breast Cancer Res, 2000; 2: 116-21
Frassanito MA. Cusmai A. Iodice G, Dammacco
the mitochondria in apoptosis. Gen Develop; 1999, l3: 1899 191 I Hill RP. Tannock IF. Introduction to cancer biology In: Tannock IF. Hill RP The basic science of oncology. 3'd edition. 1998.
\4cGrau-Hill. Neu York:
(pro-apoptotik) berubah bentuk stereometriknya sehingga memaparkan amino terminusnya dan melepaskan sebagian
dari asam-asam amino pada sisi amino terminus ini. Perubahan ini mengakibatkan Bax atau Bak dapat bergabung dengan membran mitokondria dan menjadi bagian integralnya serta dapat mengalami dimerisasi. Rasio
antara Bax, Bak dan Bcl-X. (pro-apoptotik), yang telah terintegrasi di membran mitochondria, di satu sisi dengan Bcl-2 dan Bcl-X. (anti-apoptotik), yang memang bagian integral membran mitokondria, di sisi lain inilah yang akan menentukan nasib suatu sel untuk mengalami apoptosis atau tidak.
REFERENSI Butel JS. Viral carcinogenesis: revelation of molecular mechanism and etiology
of human disease Carcinogenesis; 2000;21: 405
426 Banin S, Moyal L, Shieh S-Y, Taya ! Anderson CW, Chessa L' Smorodinsky NI, Prives C, Reiss Y, Shiloh Y, Ziv Y. Enhanced phosphorylation of p53 by ATM in response to DNA damage. Science, 1998; 281: 161 4-11 Brown AL, Lee C-H, Schwarz JK, Mitiku N, Piwnica-Worms H, Chung JH. A human Cds-1 related kinase that function downstream of AIM protein in cellular response to DNA damage. Proc Natl Acad Sci, 1999;96 3745-50 Bryan R! Hussain SA, James ND, Jankowski JA, Wallace DMA. Molecuiar pathway in bladder cancer: partl. Brit J Urol Intern, 2005: 95: 485-90.
Autocrine
myeloma: relatlon with resistance to drug-induced apoptosi: Blood, 2001; 97: 483-89 Gross A, McDonnell JM, Korsmeyer SJ. BCL-2 family members and
sitoskelet.
Sinyal kematian mengakibatkan Bax atau Bak
F
interleukin-6 production and highly malignant multiple
Hanahan D. Rreinberg
51
I-
5
RA The hallmark of cancer Cell: 2000.
100:
-70
Israels ED, Israels LG. The cell c1'cle Oncologist 1000: 5: -:10-1-i Murphy LO, Cluck MW Lovas S, Otuo. F. Murphr RF Schalll A\'. Permert J, Larsson J, Knezetic JA, Adrian TE. Pancreatic cancer cells require an EGF receptor-mediated autocrine pathwal' for proliferation in serum free condition Brit J Cancer; 2001, 84: 926 - 935 Manson MM, Holloway KA, Howells LM, Hudson EA, Plummer
SM, Squires MS, Prigent SA. Modulation of signal-rransduction pathways by chemopreventive agents Biochem Soc Transc;
2000.28:7 -
12
N{urakami \{. Lri \1. Tba H Fra-1-positive autoregulatorl loop triggered b1' mitogen-actirated protein kinase (\{APK) and Fra-2 phosphorylation sites by MAPK. Cell Growth Differ:1999' 10:333-42 Muro-Cacho CA, Anderson M, Cordero J, Mubos-Antonia T. Expression of transforming growth factor A type lI receptor in head and neck squamous cell carcinoma. Clin Cancer Res, 1999;
5: 1243-48 Massagu6 J Mechanism of TGF-d signalling lrom cell membrane to the nucleus Cell. 2003; 685 700 Wamer BJ. Blain SW, Seoane J, Massagu6 J Myc downregulation by transforming growth factor A required for activation of the pl4INKb Gl arest pathway Mol Cel Biol, 1999; 19: 5973-22.
Shi
!
RA. Oncogenes and the molecular biology of cancer J Cell Biol, 1983; 97: 1661 1662 Zhang X-G, Gu J-J, Lu Z-L, Yasukawa K, Yancopoulos GD, Turner K, Shoyab M, Taga T, Kishimoto T, Bataille R, Klein B Ciliary Neurotropic Factor, Interleukin 11, Leukemia Inhibitory Factor, and Oncostatin M are growth factors for human myeloma cell lines using the Interleukin 6 signal transducer gpl30. J Exp Medl1994, 111: 1331 -42.
Weinberger
225 TEKNIK.TEKNIK BIOLOGI MOLEKULAR DAN SELULAR PADA KANKER Bambang Karsono
Enzim endonuklease restriksi adalah enzim yang
PENDAHULUAN Berkembangnya kemampuan teknik pemeriksaan di bidang biologi molekular telah mendorong perubahan yang cepat dalam kemampuan membuat diagnosis kelainan genetik. Di masa yang lampau kelainan genetik didiagnosis secara deduktif dari manifestasi fenotipnya.. yaitu den-uan kriteria klinis dan pemeriksaan biokimiawi. Kriteria klinis senngkali meragukan, di samping itu kelainan genetik kadang-kadang
butuh waktu lama baru bermanifestasi. Pemeriksaan biokimiawi juga sering membingungkan dan kadang perlu tindakan invasif. Kriteria klinis dan uji biokimiawi jelas tak mungkin untuk medeteksi carrier kelainan genetik dan membuat diagnosis kelainan genetik secara antenatal. Keterbatasan yang penting dari metoda diagnostik
molekular adalah perubahan genetik
dihasilkan oleh sel prokaryote yang dapat mengenali rangkaian basa tertentu dalam DNA heliks ganda, contoh EcoRI yang berasal dari E. coli serotipe RI dapat mengenali rangkaian basa GAAITC dan memotong DNAheliks ganda di antara G dan A pada rangkaian tersebut.
DNA polymerase adalah enzim yang dapat menggunakan
dan merubah deoksinukleotida-5'trifosfat menjadi deoksinukleotida-5' monofosfat dan merangkaikannya ke ujung terminal -OH 3' dari primer DNA.
Nukleotida adalah suatu senyawa yang terdiri dari gula, dapat berupa ribosa pada RNA atau deoksiribosa pada DNA, basa yang dapat berupa basa purin yaitu adenin dan guanin dan basa pirimidin yaitu sitosin dan timin (uridin sebagai ganti timin pada RNA) serta fosfat.
yang
dNTP, merupakan kependekan dari deoksi nukleotida trifosfat. Nukleotida di sini dapat berarti adenin, guanin.
melatarbelakangi penyakit keturunan seringkali amat heterogen. Kita tahu bahwa mutasi pada gen ini dapat berupa, delesi suatu wilayah (region) kromosom, delesi gen, delesi exon, duplikasi rangkaian nukleotida, insersi
suatu rangkaian nukleotida dan mutasi
titlk
sitosin atau timin. Oleh enzim DNA polimerase akan dirubah
menjadi deoksimonofosfat dan dirangkaikan menjadi untaian DNA.
(point
Oligonukleotida adalah segmen rantai tunggal DNA yang
mutation). Apapun bentuk mutasi genetiknya yang pasti mutasi ini menyebabkan hilangnya fungsi gen tersebut. Dalam taraf molekular kadang-kadang kelainan gen ini seragam seperti misalnya pada penyakit sel bulan sabit (sickle cell), namrn dapat juga amat heterogen seperti misalnya pada fibrosis kistik.
seringkali berasal dari DNA synthesizer.
Primer,
suatu oligonukleotida yang merupakan pasangan komplemen dari segmen kecil DNA rantai tunggal atau
RNA. Primer digunakan dalam reaksi PCR untuk mensintesis kopi pasangan komplemen dari template DNA atau
templateRNA. Upstream primer adalah primer yang berpasangan dengan segmen DNA pada ujung 5' dari template strand DNA. Sedangkan downstream primer berpasangan dengan ujung 5' dari coding strand DNA atau jika dilihat dari template strand, pada ujung 3'.
BEBERAPA ISTILAH BIOLOGI MOLEKULAR Untuk dapat memahami metoda pemeriksaan biologi molekular, maka dalam paragraf ini akan drlelaskan beberapa pengerlian yang lazim digunakan dalam biologi molekular.
L417
1418
ONKOI-OGIMEDIK
Probe atau Pelacak DNA adalah potongan DNA yang berlabel dan digunakan untuk mengidentifikasi rangkaian urutan basa yang merupakan pasangan komplemennya di dalam genom, kromosom atau sel.
kemungkinan untuk 2 sel B memiliki has7l rearrangment yang sama sangat kecil. Dengan perkataan lain IgH dapat menjadi sidik jari bagi setiap sel limfosit B. Apabila sebuah sel limfosit B kemudian tumbuh menjadi satu klon yang besar, entah oleh karena keganasan atau oleh karena respon
BEBERAPA PENYAKIT AKIBAT KELAINAN GEN Mutasi titik terjadi pada kodon ke- 6 gen B globin, yaitu adenin digantikan oleh timin, sehingga terjadi penggantian asam amino asam glutamat oleh valin pada protein p globin. Kelainan pada protein p globin ini berakibat pada terbentuknya sel bulan sabit. Penggantian basa guanin oleh adenin pada basa ke 169 1 gen faktor V mengakibatkan penukaran asam amino ke 506 pada protein faktor V dari arginin menjadi glutamin. Protein faktor V dengan kelainan ini menjadi resisten
terhadap pemecahan oleh protein C dan protein
terhadap antigen, maka dengan sendirinya setiap sel B dalam klon tersebut mempunyai sidik jari gen IgH yang sama. Dan oleh karena jumlahnya besar maka klon ini tentu lebih mudah terdeteksi dibandingkan dengan sel B yang tidak tumbuh menjadi klon. Keadaan inilah yang digunakan untuk mendeteksi adanya pertumbuhan sel B monoklonal secara molekular.
TEKNIK PEMERIKSAAN DALAM BIOLOGI MOLEKULAR
Resistensi faktor V ini secara klinis menimbulkan trombosis
Elektroforesis adalah suatu cara untuk memisahkan molekul bermuatan listrik berdasarkan perbedaan massa
vena dan emboli paru-paru. Pada leukemia granulositik kronik dikenal kelainan yang
dan muatan listriknya di dalam suatu medan listrik. Makin basar massanya maka makin lambat molekul ini bergerak,
disebut khoromosom Ph. Pada kromosom Ph' ini
sebaliknya makin besar muatan listriknya makin cepat molekul ini bergerak. Agar pemisahan ini dapat terlihat jelas maka molekul yang akan dipisahkan ini harus
S.
sebenarnya terjadi perpindahan yang bersifat resiprokal antara sebagian dari gen abl di kromosom 9 dan sebagian gen bcr di kromosom 22 sehingga terbentuk gen chimera yaitu gen BCR-ABL. Sedikitnya ada dua varian gen BCR-
ABL ini yaitu varian yang membentuk protein p210
dan
varian yang membentuk protein p190. Ketiga penyakit di atas menggambarkan 2 jenis mutasi genetik yang berbeda ekstrim namun maknanya secara klinis sama saja. Substitusi basa pada suatu gen tentu saja tidak akan merubah ukuran gen tersebut, namun demikian dapat merubah bentuk stereoskopis dari segmen DNA rantai tunggal gen tersebut. Selain itu perubahan dalam susunan basa menyebabkan perubahan pula pada trtik potong enzim restriksi endonuklease terhadap segmen DNA rantai tunggal dari gen tersebut. Kedua perubahan ini dapat dimanfaatkan untuk mendeteksinya. Pada gen BCR-ABL jelas terdapat
perbedaan ukuran gen chimera dengan gen yang asli. Perbedaan ukuran inilah yang digunakan untuk menemukan mutasi tersebut.
Sel-sel limfosit B dalam proses maturasinya dari limfoblas menjadi prolimfosit dan limfosit mengalami proses rearrangmenl pada gen yang membentuk imunoglobulin baik pada heavy chain maupun pada light chain. Proses
rearrangment ini bersifat unik dalam proses maturasi setiap sel B, sehingga susunan gen imunoglobulin ini pada setiap sel Bpun unik. Gen imunoglobulin unlutk heavy chainberasal dari 50 gen kelompok variabel (VH gene), 30 gen kelompok diversity gene (DH gene) dan 6 gen dari kelompok joining gene (JH gene). Oleh karena demikian banyak gen yang mengalami rearrangment dalam gen imunglobulin heavy chain (IgH) ini, maka wajar bila variasi
hasll rearrangment inipun sangat besar, sehingga
diletakkan dalam suatu zona teftentu dan mulai bergerak dari satu titik yang sama. Sebagai zona pemisahan dipakai 2 macam media yaitu gel agar atau gel poliakrilamid, sedangkan molekul yang diperiksa dapat berupa protein atau asam nukleat (DNA atau RNA).
Polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu metoda
in vitro untuk mensintesis suatu rangkaian DNA spesifik secara enzimatis dengan menggunakan sepasang primer
oligonukleotida yang berhibridisasi dengan rantai DNA yang berhadapan dan mengapit suatu wilayah tertentu di DNA sasaran. Teknik ini pertama kali ditemukan oleh Mullis pada tahun 1985. PCR pada saat ini umumnya dilakukan di blok pemanas dai thermal cycler, alat ini berfungsi untuk merubah-rubah suhu sesuai dengan langkah dan siklus PCR. Langkah-langkah dalam PCR dimulai dengan denaturasi pada suhu 94'C selanjutnya langkah annealing pada suhu 55'C dan terakhir ekstensi pada suhu 72"C, ketiga langkah ini disebut satu siklus, selanjutnya siklus ini diulang-ulang sampai 25-40 kali. Pada Iangkah denaturasi DNA rantai ganda dipisahkan menjadi rantai tunggal, selanjutnya pada langkah annealing primer berhibridisasi dengan DNA rantai tunggal dan akhirnya pada saat ekstensi primer mengalami polimerisasi dengan bantuan enzim DNA polimerase. DNA polimerase yang dipakai dalam reaksi ini bersifat tahan terhadap suhu tinggi sehingga tidak kehilangan aktivitasnya walaupun terkena suhu tinggi pada langkah denaturasi. DNA polimerase
yang tahan panas
ini
berasal dari suatu bakteri
termoasidofilus yaitu Thermus aquaticus yang diasingkan dari mata air panas di Yellowstone National Park.
t4t9
TEKNIK.JTEKNIK BIOLOGI MOLEKULAR DAN SELULAR PADA KANKER
PCR juga dapat dilaksanakan dengan bahan pemeriksaan RNA, teknik ini disebut RIPCR (Reverse trans criptas e-PCR). Mula-mul a dilakukan yang disebut
synthe.sis yaitu membuat kopi pasangan komplemen DNA dengan RNA sebagai cetakan(template). DNA rantai tunggal pertama ini kemudian menjadi cetakan
first strand
secara
biologi molekular.
Cara pertama adalah dengan memanfaatkan perbedaan
titik potong pada untaian DNA yang terdapat di gen chimera dan yang terdapat pada masing-masing gen asalnya oleh enzim endonuklease restriksi. Setelah DNA dipotong
E.M. Southern pada tahun 1975, pada saat itu ia
dengan enzim tersebut lalu dilakukan elektroforesis, selanjutnya dilakukan transfer Southem ke membran nilon atau nitroselulosa. Pelacak DNA yang dapat dibeli secara komersial hanya akan berhibridisasi dengan potonganan DNA yang berasal dari gen BCR-ABL dan tidak akan berhibridisasi dengan potongan DNA yang berasal masing-masing gen asal. Jadi bila ditemukan hibridisasi
memindahkan fragmen DNA yang telah dipisahkan secara elektroforesis ke membran nitroselulosa lalu divisualisasi dengan pelacak DNA radioaktif. Secara prinsip teknik
pelacak DNA maka itu berarti terjadi translokasi, demikian pula sebaliknya. Dengan teknik in dapat dibuktikan bahwa titik pisah yang terdapat pada gen bcr sedikitnya ada 2
Southern blot meliputi 3 pekerjaan yaitu: pertama,
tempat, yang diduga berhubungan dengan jenis krisis blastik yang terjadi pada pasien LGK. Cara kedua adalah dengan teknik RT-PCR. Teknik ini memanfaatkan perbedaan yang terjadi pada transkripsi DNA gen menjadi mRNA, mRNA yang barasal dari fusi gen BCR-ABL tentu berbeda urutan basanya dengan urutan basa mRNA yang berasal dari transkripsi masingmasing gen asal. Dengan menggunakan primer yang hanya dapat beranneal dengan gen fusi, maka tentu saja bila
untuk proses PCR biasa. First strand synthesis dilaksanakan dengan mengunakan enzim reverse transcriptase yang berasal dari Avian Myeloblastosis yirus (AMV) atau dari Moloney murin leukemia virus (MuLV). Teknik Southern blot mula-mula diperkenalkan oleh
elektroforesis terhadap DNA untuk memisahkan fragmenfragmen DNA berdasarkan ukurannya. Kedua, fragmen DNA yang telah terpisahkan tadi ditransfer ke suatu penyangga padat dalam hal ini membran baik nitroselulosa
maupun nilon, dengan tetap mempertahankan keterpisahannya tersebut. Terakhir, fragmen DNA yang sudah berada dalam fase padat ini kemudian divisualisasi dengan pelacak DNA. Teknik ini kemudian dikembangkan untuk RNA dan disebut Northern blot dan untuk protein disebut sebagai Western blot.
Teknik single strand conformation polymorphism (SSCP) pertamakali dikemukan oleh Orita dan karvan-kawan pada tahun 1989 untuk menguji saring polimorhsme DNA.
Mutasi titik, insersi dan delesi pada suatu fragmen DNA
cukup mampu untuk merubah bentuk stereoskopis (=konformasi) fragmen DNA rantai tunggal sehingga merubah juga kecepatan migrasinya dalam elektroforesis.
Kecepatan migrasi DNA yang akan diuji dibandingkan dengan kecepatan migrasi DNA yang telah diketahui tidak
mengalami mutasi (wild
bila ternyata ditemukan ^,pe), elektroforesis,maka itu jauh migrasi dalam berarti DNA yang diuji telah mengalami mutasi. Untuk mengetahui jenis mutasi memang tidak dapat dengan perbedaan
memakai teknik SSCP, untuk itu diperlukan sekuensing.
fusi tak terjadi tak ada produk RT-PCR. Dengan menggunakan 2 pasang primer yang berbeda tefiryata dapat ditemtkan 2 jenis fusi gen BCR-ABL yang tergantung dari letak titik pisah pada gen bcr. Keduajenis gen fusi tersebut menghasilkan produk RT-PCR yang berbeda ukurannya yaitu masing-masing berukuran 456 bp dan 385 bp. Pemeriksaan molekular untuk gen BCRABL ini bermanfaat untuk melihat sisa penyakit minimal (mirrinml residual disease=mrd) pada pasien LGK yang mendapat transplantasi sumsum tulang, di samping itu juga untuk memantau terjadinya relaps atau kegagalan tumbuh transplant. Salah satu penyebab trombosis vena dalam adalah faktor V yang resisten terhadap protein C yang teraktifasi (APC resistant Faktor Y APC = activated protein C) atalu yang disebutjuga faktor V Leiden. Penyakit ini relatifbaru
ditemukan yaitu pada tahun 1993. Prevalensinya di BEBERAPA CONTOH PEMERIKSAAN BIOLOGI
MOLEKULAR DALAM KLINIK Untuk menemukan translokasi t(.9q;22q) pada leukernia granulositik kronik atau leukemia limfoblastik akut selain dengan cara karyotyping dapat juga dilakukan dengan teknik biologi molekular. Translokasi gen bcr (bre akpoint cluster region) pada kromosom22ke gen abl (Abelson) pada kromosom 9 menyebabkan terbentuknya gen baru yaitu gen BCR-ABL yang tentu saja memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik masing-masing gen asalnya. Ada dua cara untuk mendeteksi translokasi ini
kalangan donor darah di Canada cukup tinggi yuttr 5.37o, sedangkan di kalangan orang Indonesia diduga tidak ada. Diagnosis pasti penyakit ini hanyalah dengan pemeriksaan molekular. Dengan teknik PCR gen faktorV ini diamplifftasi, produk amplifikasinya kemudian diinkubasi dengan enzim endonuklease restriksi. Hasil digesti dengan enzim tersebut kemudian dielektroforesis. Gen faktor V normal(wild tlpe) memberikan hasil 3 buah pita dengan ukuran 163 bp, 49 bp
dan
3l
bp. Mutasi homozigot pada gen
ini
akan
menampakkan pita elektroforesis berukuran 200bp dan 49
bp. sedangkan mutasi heterozigot akan menampakkan keempat pita kombinasi dari wild type dan mutont yairu 200 bp, 163 bp, 49 bp dan 37 bp. Seorang pasien trombosis
r420
OIIKOI.OGIMEDIK
vena yang ditemukan mengalami mutasi gen faktor V ini mungkin perlu mendapat terapi antikoagulan seumur hidrip oleh karena risiko untuk mengalami rekurensi lebih tinggi daripada pasien tanpa mutasi gen. Rearrangemenl gen IgH yang bersifat unik untuk setiap sel limfosit B ini juga bersifat monoklonal baik pada sel normal maupun pada penyakit-penyakit li mfoproliferatif. Pemeriksaan reatangenTenr ini dilakukan terhadap segmen
gen IgH yang diapit oleh primer untuk wilayah V dan wilayah J. dengan sepasang prirner ini didapatkan produk PCR yang berukuran 100-120 bp. Pemeliksaan diawali dengan proses PCR, kemudian hasil PCR dielektloforesis di gel agarose untuk mencari prta yang bemkuran I00- I2t)
bp tersebut di atas. Bilapemeriksaan ini dilakukan terhadap pasien keganasan limtbsjt B seperti limfoma malignum sel
B, LLA dan MM sebelurn dilakukan pengobatan, maka pemeriksaan ulang sesudah pengobatan dapat digunakan sebagai cara untuk mendeteksi mrd. Gen BRCA- I pertama kali ditemukan pada tahun 1 994 oleh Miki dan kawan-kawan. Mereka menemukan gen ini terletak pada kromosom 17q (lengan panjang kromosom l7) dan mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap kanker payudara dan indung telur. Sejak penemuannya ini telah banyak dilakukan per.relitian tentang dampak mutasi gen
ini
pada pembawanya. Prevaiensinya dikalangan
pasien kenker payudara dan kanker iudung telur bervariasi. dikalangan pasien kanker payudara tanpa riwayat penyakit kanker payudara namun terdiagnosis kanker ini pada usia
kurang dari 35 tahun, prevalensinya sekitar 107o, namun demikian prevalensi mutasi gen ini pada pasien dengan
liwayat keluarga kanker payudara dan indung telur mcncapai 40clc. Seseorang dengan mutasi gen BRCA-1 mernpunyai risiko sampai usia 70 tahun untuk terkena kankel pal,udala sebesar 8JC/c dar untuk terkena kanker
BCR
m-bcr
N4-bcr
3-bcr
BCR-ABL e1
a2
b2a2
b3a2 19a2
Gambar 1. Gen baru (BCR-ABL) sebagai akibat fusi 2 gen (ABL dan BCR)
rndung telur sebesar 4-l?t. Selain itu mutasi ini juga meningkatkan risiko seseoraug untuk terkena kanker kolon
dan prostat. Pemeriksaan mutasi gen BRCA-1 diawali dengan amplifikasi exon-exon tertentu dari gen BRCA- I ini dengan teknik PCR. Hasil PCR diteliti mutunya dengan pemeriksaan elektroforesis agarose. Bila hasil PCR baik rnaka. hasil PCR ini didenaturasi lalu dielektroforsis kembali dalam suasana ternaturasi dan dalarn suhu tertentu di gel poliakrilamid. teknik ini disebut SSCP (single .rtrutd conJorntation pohtnttrph rsrir). Mrrtasi akan merubah
Gambar 2. Prinsip amplifikasi DNA dengan prosedur PCR (polymerase chain reaction)
t42l
TEKNIK-TEKNIK BIOLOGI MOLEKULAR DA}I SELULAR PADA KANKER
MA Prevalence of lactor V Leiden in Canadian blood donor population. Can Med Assoc J 155. 1996: 285 - 9I Maniatis T, Fritsch EF, Sambrook J Molecular cloning. A Laboratory Manual Cold Spring Harbor Laboratory 1982 Morris SW, Daniel L, Ahmed CMI, Elias A, Lebowitz P. Relationship of bcr breakpoint to chronic phase duration, survival, and blast crisis lineage in chronic myelogenous leukemia patients presenting in early chronic phase. Blood 7-5, 1990: 2035 - 4l
konformasi bentuk DNA rantai tunggal (dalam keadaan terdenaturasi) sehingga berbeda dengan konformasi wlld type, dan ini berakibat perbedaan migrasi pada elektroforesis. Pemeriksaan SSCP ini digunakan sebagai uji saring untuk menemukan mutasi gen, untuk penentuan tipe mutasi harus dilakukan sekuensing.
Lee DH, Henderson PA, BJajchman
REFERENSI
Maloum K, Pritsch O, Dighiero G. Minimal residual disease
Anonymous. Southwestern medical genetics and dysmorphology glossary. http://lwaber.swmwd edu/glossarl.htm Anonymous. The source for discovery Protocols and applications guide 3'd edition,Promega corporation, 1996 Cross NCP Detection of BCR-ABL in hematological malignancies by lrPCR. In Cotter FE.(ed). Methods in molecular medicine. molecular diagnosis of cancer Hun'rana Press Inc. Totowa NJ. 1966, pp 25 - 36. Davis L, Kuehl M, Battey J Basic methods in molecular biology. Second edition. Appleton and Lange 1994 Erlich HA (ed). PCR technology. Principal and applications tbr DNA amplification. M Stockton press 1989, pp 1 5. Evans H, Sillibourne J. Detection of the BCR-ABL gene in CML/ ALL patients. Promega Notes Mag 51 , 1996: 2l - 23. Ford D, Easton DF, Bishop DT, Narod SA, Goldgar DE, Breast Cancer Linkage Risks of cancer in BRCA 1 mutation carriers Larcet 343, 1994: 692 - 5. Friedman LS, Ostermeyer EA, Szabo CI, Dowd P, Lynch ED, Rowell SE, King M-C. Confirmation oi BRCAl by analysis of germline mutations linked to breast and ovarian cancer in ten families. Nature Genetics 8: 399 ,104. 199.1 Hames BD. One dimensional polyacrylamidegel electrophoresis In:Hames BD, Rickwood D Ge1 electrophoresis of protein. A practical approach 2"d edition, IRL Press Oxfor d, 1990, pp 1 14'7.
Korf B. Molecular diagnosis (first of two parts). Molecular Medicine. N Engl J Med 332, 1995: 1218 - 20. Koster T, Rosendaal FR, de Ronde H, Bridt E, Vandenbroucke JP, Bertina RM. Venous thrombosis due to poor anticoagulant responsto activated protein C: Leiden Thrombophilia Stucly. Lancer 342, 1993: 1503 - 6 Lodish H, Baltimore D, Berk A, Zipursky SL, Matsudaira P, Damell
J. Mole-cular Cell Biology. Sientific American Books. WH. Freeman and Coy, New York, 1995. Langston AA, Malone KE, Thompson JD, Daling JR, Ostrander EA. BRCA 1 mutation in population-based sample of young women with breast cancer N Eng J Med. 334, 1996: 137 42.
detection in B-cell malignancies by assesing IgH rearrangement Hematol Cell Ther 39, 1991:1 19 - 24. Miki Y, Swensen J, Shattuck-Eidens D, Futreal PA, et al. A strong
for the breast and ovarian cancer susceptibility BRCA l. Science, 266, 1991:66 -'71. candidate
gene
Ridker PM. Hannekens CH, Lindpaintner K, Stampfer MJ, Eisenberg PR, Miletich JP Mutation in gene coding for coagulation factor V and the risk of myocardial infarction, stroke, and venous
thrombosis in apperently healthy men. N Engl J Med 332, 1995:
912
1.
M, Clegg JB. World distribution of factor V Leiden. Lancet 346, I995: 1133 4.
Rees DC, Cox
Ruteshouser EC, Huff
V Blotting assays.
Cancer Buil 47, 1995: 268
- 7t.
Schmid M, Schalasta G. A rapid and reliable PCR based method for detecting the blood coagulation factor V Leiden mutation Biochemica 1991 (3): 12
-
5.
Schwartz RS Jumping genes and the immunoglobulin V gene system N Engl J Med 333, 1995: Saiki RK The design and optimization of the PCR. In: Erlich HA (ed). PCR technology. Principal and applications for DNA amplification M Stockton press 1989, pp 7 - 16. Simioni P, Prandoni P, Lensing AWA, Scudeller A, Sardella C, Prins MH, Vllalta S, Dazzi F, Girolami A. The risk of recurrent venous thromboembolism in patients with an Arg506-to-G1n mutation in gene for factor V (factor V Leiden). N Engl J Med 336, 1997: 399 - 403 Simard J. Tonin P, Durocher F, Rommens J, et al. Common origins of BRCA 1 rnutations in Canadian breast and ovarian cancer families. Nature Genetics 8. 1994: 392 - 8.
Taylor GR Polymerase chain raection: basic principles
and
automation In McPherson MJ, Quirte P, Taylor CR (eds), PCR 1 Practical Approach Oxford University Press 7'h reprint 1996,
ppl-14. Trainor KJ. Brisco MJ, Wan JH, Neoh S, Grist S, Morley
AA
Gene
rearrangement in B- and T- Lymphoproliferative Disease Detected by the Polymerase Chain Reaction. Blood 78, no. 1' 1991: 192 - 6.
226 PENANDA TUMOR DAN APLII(ASI KLINIK Ketut Suega, I made Bakta
PENDAHULUAN
membantu dalam pengambilan keputusan klinik suatu penyakit. Ada banyak jenis PT, beberapa diantaranya hanya diproduksi oleh satu jenis tumor sedang ada PT yang sama dibuat oleh beberapa jenis tumor. Pemeriksaan PT dapat dilakukan dengan melibatkan model binatang
Karsinogenesis adalah suatu proses multi langkah yang berlangsung lama melibatkan akumulasi gen yang mengalami kelainan sampai timbulnya lesi kanker pada tubuh. Deteksi tumor fase awal merupakan masalah yang penting bagi para onkologist oleh karena pada fase inilah terapi diharapkan memberikan hasil maksimal. Seperti diketahui penyebab primer dan faktor yang mengawali proses karsinogenesis adalah adanya defek pada protoonkogen, gen supresor dan beberapa gen esensial lainnya.
atau dengan menggunakan tes imunohistokimia. Perkembangan di bidang pemeriksaan PT sangat pesat dan beberapa pemeriksaan yang canggih dan baru seperti microarrays, serial analysis of gene expression (SAGE) dan mass spectrometry , stldi proteomlcs untuk mengetahui
proteom dari setiap sel, terus dikembangkan walupun beberapa diantaranya hanya digunakan untuk keperluan
Defek tersebut tidak saja dianggap sebagai faktor patogenetik tapi juga sebagai penanda tumor oleh karena mutasi DNA (defek genetik) yang terdeteksi pada cairan biologis tubuh merupakan petunjuk adanya pertumbuhan
rlset
tumor. Penanda tumor (PT) adalah suatu molekul atau proses ataupun suatu substansi yang dapat diukur dengan suatu
IDENTIFIKASI PENANDA TUMOB
saJa.
Sejarah perkembangan PT dimulai sejak ditemukannya pertama kali oleh Henry Bence-Jones pada tahun 1846 endapan protein dalam kencing yang diasamkan dari seorang pasien mieloma multipel dan sampai saat ini masih digunakan sebagai salah satu tanda adanya imunoglobulin rantai ringan, dan sejak saat itu telah ditemukan makin banyak PT yang potensial. PT yang pertama kali digunakan sebagai alat untuk mendeteksi adanya kanker adalah human chorionic gonadotopin (HCG). HCG digunakan untuk mengetahui adanya kanker dari jaringan plasenta yang disebut gestational trophoblastic neoplasia ( GTN ). Beberapa tumor testis dan ovarium juga memproduksi
pemeriksaan (assay) baik secara kualitatif maupun kuantitatifpada kondisi prakanker dan kanker. Perubahan kadar tersebut dapat diakibatkan oleh tumor maupun oleh jaringan normal sebagai respon terhadap tumor. Definisi yang lebih umum dari PT adalah suatu alat yang dapat membantu para klinisi untuk menjawab perlanyaan sekitar masalah kanker dan istilah PT sering digunakan secara umum sekali. Terlepas dan definisi mana yang dipakai, PT sendiri dapat berupa DNA, mRNA, protein, atau bagian dari protein (seperli proses dari proliferasi, angiogenesis, apoptosis, dan lainnya). PT dapat ditemukan dalam jumlah yang banyak Calam darah atau urin pasien dengan kanker dan dapatjuga dijumpai dalam darah dan urin pasien yang tidak menderita kanker. Di samping itu jaringan, air liur, cairan tubuh dan sel sendiri dapat dipakai sebagai bahan untuk pemeriksaan PT.
HCG oleh karena berasal dari sel germinal. Dalam perkembangan selanjutnya banyak sarjana dalam melakukan risetnya berusaha menemukan suatu PT yang dapat mendeteksi semua kanker hanya dengan satu jenis tes.
PT banyak digunakan dalam klinik dalam rangka
Pada tahun 1965 Dr. Joseph Gold menemukan suatu substansi dalam darah pada pasien dengan kanker kolon
menambahkan informasi yang diperlukan sehingga dapat
t422
1423
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLINIK
yang disebut carcino embryonic antigen (CEA). Sejaktahun 1970 tes darah telah makin berkembang untuk mendeteksi adanya PT, diberikan label numerik seperti misalnya CA 19-
prakanker. Tidak saja PT ini tidak cukup sensitif akan tetapi
mencerminkan adanya perbedaan pada kadar proteinnya. Protein merupakan target yang digunakan baik sebagai diagnosis maupun target terapi sehingga diperlukan suatu konfirmasi dari masing kandidat PT di tingkat ekspresi proteinnya. Salah satu studi dengan menggunakan SAGE pada kanker kolorektal telah berhasil menghitung ekspresi gen yang bertanggung jawab. Buckhaulst et al., berhasil. mengidentifikasikan penanda dini dari kanker kolorektal melalui perbandingan ekspresi gen pada adenoma, kanker kolon dan epitel kolon normal yang berasal dari pasien dengan familial adenomatosis polyposis. Pada studi ini didapatkan 20 transkrip protein dengan peningkatan kadar
juga tidak spesifik untuk satu jenis tumor saja. Seperti
hampir 20 kali pada adenoma dan kanker kolon
misalnya pasien dengan kanker paru atau payudara akan
dibandingkan dengan epitel normal. Enam diantaranya dapat dipergunakan sebagai PT oleh karena dia dapat mengkode protein permukaan. Studi lain dengan SAGE
9 untuk kanker kolorektal dan kanker pankreas, CA 15-3 untuk kanker payudara, dan CA 125 untuk kanker ovarium.
Dan banyak lagi yang ditemukan akan tetapi penyelidikannya tidak dilanjutkan oleh karena tidak memberikan manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan PT yang sudah ada. Namun demikian sampai saat ini belum ditemukan target utama dari penelitian tentang PT ini yaitu
menemukan PT yang dapat mendeteksi adanya lesi
mempunyai kadar CEA yang tinggi, walaupun CEA merupakan penanda adanya tumor kolon. Tidak seperti penemuan obat-obat baru sampai pada
pengesahannya sebagai obat standar, prosedur untuk pemeriksaan PT mulai dari penelitian laboratorium sampai aplikasi klinik belum ditentukan denganjelas. Khususnya apabila pemeriksaannya menggunakan bahan jaringan dan dengan tujuan untuk menentukan PT yang bersifat prediktif. Untuk mengatasi hal ini setelah melalui beberapa kali pertemuan dan konsensus mengenai karakteristik dan aplikasi klinik dari PT maka National Cancer Institute merekomendasikan suatu strategi untuk menentukan suatu
PT. Penanda biologis dengan potensi diagnostik dan prediktif tersebut mula-mula akan diperiksa pada tas.r T )'ang terdiri dan pilot study. Pada fase ini metode yang dipakai
dapat membedakan antara adenocarcinoma dan squdmous
cell carcinoma pada kanker paru. Namun demikian diperlukan studi lanjutan untuk dapat menggunakan PT yang baru sebagai alat untuk menegakkan diagnosis penyakit. PT yang ideal adalah PT yang sangat spesifik artinya
dia hanya ada pada tumor tersebut dan juga perlu sensitifitas yang tinggi artinya dapat mendeteksi tumor pada kondisi prakanker. Akan tetapi sampai saat ini belum ada satupun PT yang ideal dan pemeriksaan hanya satu
jenis PT tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis suatu tumor oleh karena: 1. kadar PT dapat
dari jarinean normal maupun jaringan tumor untuk
meningkat pada pasien tanpa kanker; 2. kadar PT tidak meningkat pada setiap pasien kanker, lebih-lebih pada kanker stadium dini; 3. banyak PT meningkat kadarnya
mengctal-rul pelubahan kadar molekul yang bersangkutan.
pada berbagaijenis tumor. Akan tetapi kadar PT akan sangat
Apabila pemeriksaan cukup meyakinkan baik secara
berguna apabila digunakan bersama-sama dengan pemeriksaan rontgen dan tes darah lainnya untuk menegakkan diagnosis kanker pada individu yang
tersebut akan dites menggunakan material baik yang berasal
kualitatif maupun kuantitatif, kemudian dilakukan studi fase II yang merupakan studi retrospektif dengan menggunakan sampel klinik yang sudah ditentukan untuk mendapatkan nilai kiinik PT yang potensial. Setelah itu akan diikuti dengan
III dengan studi komfirrnasi menggunakan sekelompok pasien dan fase IV yang merupakan fase validasi kadar PT
diketahui mempunyai risiko tinggi untuk kanker.
fase
KLASIFIKASI PENANDA TUMOR
dengan melakukan studi terbuka pada banyak institusi seperti pada trial klinik.
PT dan tumor antigen mempunyai peran yang menjanjikan di dalam aplikasi kUnik akan tetapi dengan teknologi yang terdahulu belum dapat menentukan lokasi dari protein tersebut sehingga belum dapat dengan tegas menggambarkan asal dari tumornya. Dahulu penemuan suatu PT merupakan suatu produk sampingan dari suatu studi, bukan suatu tujuan utama dari riset. Pada perkembangan terakhir ini ditemukan 2 jenis teknologi untuk mengidentifikasi PT yaitu serial analysis of gene expression ( SAGE ) danmicroarray analysis. Akan tetapi kedua cara ini mempunyai keterbatasannya dalam mengenal
PT. Yang utama adalah adanya kenyataan bahwa perbedaan kadar pada level nRNA tidak sepenuhnya
Banyak macam penggolongan yang dapat ditemukan mengenai PT. Berdasarkan aspek kliniknya maka PT dapat dibedakan menjadi: screening, prognosis, predictive dan monitoring markers.
Screening Markers ini merupakan bagian dari penanda
Penanda
diagnosis.
Hal yang penting diperhatikan pada penanda ini adalah sensitivitas dan spesifisitas dari PT dalam menunjang diagnosis. Untuk dapat berfungsi sebagai penanda yang dapat mengenal tumor pada fase awal maka PT yang
bersangkutan harus mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Namun demikian, tergantung dari
jenis tumor tingkat sensitivitas dan spesifisitasnya dapat
1424
ONKOI.TOGIMEDIK
bervariasi. Sebagai contoh skrining untuk tumor kolon memerlukan spesifisitas yang tinggi oleh karena semua pasien dengan tes positif akan menjalani pemeriksaan kolonoskopi suatu prosedur invasifdan mahal. Sebaliknya pada kanker payudara walaupun dengan spesifisitas yang tidak terlalu tinggi asalkan di sertai dengan sensitivitas tinggi tetap dapat diterima karena akan dilanjutkan dengan pemeriksaan mammography yang dianggap murah dan lebih mudah. Hal ini akan mengurangi jumlah pasien yang
menggambarkan prognosis pasien dengan kanker payudara berdasarkan risk-group nya khususnya pada kasus yang
node-negative. Penanda lainnya yang juga mendapat validasi dan evaluasi yang konsisten sebagai penanda prognosis adalah proliferation marker thymidine labelling index juga untuk kanker payudara.
menjalani pemeriksaan sekaligus memastikan mereka yang
Beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan sebelum menetapkan suatu PT sebagai penanda prognosis adalah PT ini sebaiknya hanya dievaluasi pada pasien yang tidak menerima terapi sistemik setelah pemberian terapi loko-
positif (sensitivitas) harus menjalani
regional, oleh karena pemberian terapi sistemik akan
pemeriksaan lanjutan. Di samping hal itu, prevalensi kanker
mempengaruhi perjalanan penyakit secara signifikan. Hal yang kedua adalah PT yang berkaitan langsung dengan perjalanan dari suatu tumor tidak akan memberi manfaat klinik. Manfaat dari penanda prognosis dan juga lainnya
dengan tes
yang bersangkutan juga dapat menyebabkan tingkat spesifisitas suatu tes dapat diterima sebagai tes skrining. Seperti misalnya penelitian pada kelompok pasien dengan risiko tinggi maka hasil nilai prediksi positif akan tinggi, oleh karena hasil positifpalsu lebih banyak pada populasi yang tidak diteliti. Akan tetapi perlu diingat bahwa disini
sensitivitas tidak mempunyai pengaruh yang besar dan
tergantung dari apakah hasilnya akan mempengaruhi penatalaksanaan selanjutnya. Misalnya pada pasien dengan kemampuan yang sangat terbatas tentunya penentuan prognosis tidak akan memberikan manfaat
hal ini dapat diatasi misalnya dengan melakukan
maksimal.
pemeriksaan PT lain yang tidak ada hubungannya dengan PT yang pertama. Sampai saat ini hanya ada 2 jenis PT yang diterima
sebagai tes skrining yaitu PSA, yaitu suatu PT untuk mendiagnosis kanker prostat dan pemeriksaan hemoglo-
bin pada feses untuk skrining kanker kolon. PSA mempunyai sensitivitas yang tinggi tapi spesifisitas yang kurang. Hal ini dapat diterima karena pemeriksaan biopsi prostat dianggap prosedur yang relatif mudah. Namun demikian banyak usaha baru yang dilak-ukan dalam rangka menemukan suatu bahan lain yang dapat dikombinasikan dengan PSA untuk meningktkan spesifisitas. Suatu kit pemeriksaan darah tersamar pada feses dengan spesifisitas
yang tinggi telah dipasarkan walaupun sensitivitasnya masih belum maksimal.
Salah satu kesulitan tes skrining
ini adalah tingkat
kepatuhan pasien. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien syarat tes skrining haruslah tidak terlalu invasif dan prosedur yang tidak rumit sehingga bisa mudah dikerjakan.
Di samping tentu saja hasil
pemeriksaan PT yang
bersangkutan akan membawa keuntungan yang lebih pada pasien yaitu tingkat kesembuhan yang tinggi.
Prognostic Markers ini akan memberikan informasi mengenai hasil pengobatan dan juga tentang tingkat keganasan dari tumornya. Umumnya penanda ini dievaluasi pada saat Penanda
pemberian terapi perlama pada masing individu. Salah satu contoh PT yang dapat memberikan informasi prognosis yang banyak digunakan di klinik adalah tPA(urokinasetype plasminogen activator) dan PAI-1 ( plasminogen activator inhibitor type-l) pada kanker payudara. PT ini merupakan yang pertama dilakukan validasi denganlevel of evidence yang tinggi. Kombinasi kedua PT ini dapat
Predictive Markers Predictive markers memprediksi respon terapi sedangkan p ro g no s tic marke r s memprediksi terj adinya kekambuhan atau progresi dari penyakitnya. Akan tetapi banyak penanda mempunyai kedua sifat tersebut. Pada kanker payudara, penanda yang banyak diteliti sebagai predictive marker adalah reseptor hormon steroid. EF.(estrogen receptor ) dan PgR ( proges'terone receptor) dapat memprediksi respons terapi hormonal. Pasien yang berespons dengan dengan terapi hormonal mempunyai korelasi positif dengan kadar ER pada tumor primer dan pada kasus yang lanjut, keberhasilan terapi lebih banyak dijumpai pada kasus dengan tumor dengan kadar ER dan PgR yang tinggi. Selama hampir 20 tahun keberadaan dari ER dan PgR pada tumor primer merupakan petunjuk utama bagi para klinisi untuk mengobati kanker yang recurrenl dengan terapi hormonal. Akan tetapi status reseptor hormonal ini tidak sepenuhnya dapat memprediksi mana pasien yang akan
memberi respons ataukah resisten dengan terapi hormonal. Pada pemberian terapi hormonal adiuvant pada kanker payudara dengan ER positif hanya memberi respons sekitar 20-257o saja. Oleh karena itu banyak para sarjana
masih meneliti biological predictive marker yang lainya sebagai target potensial di masa depan seiring dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan yang makin canggih.
Monitoring Markers ini dapat digunakan pada beberapa keadaan. Pertama, PT yang sudah baku dapat dipakai untuk Penanda
memonitor manfaat atau respons terapi yang diberikan. Artinya perubahan dari status penyakitnya juga diikuti dengan perubahan dari kadar PT. Juga dapat digunakan
1425
PENANDA TUMOR DATI APLII(ASI KLINIK
sebagai alal follow-up setelah pemberian terapi awal dengan tujuan melihat awitan timbulnya dan beratnya recurrent disease. Pengukuran kadar PT untuk evaluasi terapi sering dipakai sebagai surrogate end point dai manfaat terapi tersebut. PT jenis ini jelas sangat bermanfaat untuk pergantian dan pemilihan terapi lainnya apabila tidak
dijumpai adanya respons terhadap terapi yang diberikan atau adanya toksisitas obat sehingga pasien terhindar dari paparan obat terlalu lama. Pada pasien kanker sel germinal, alfa fetoprotein dan HCG dipakai sebagai alat monitor deri keberhasilan terapi. Sedang pada pasien dengan kanker saluran cerna, CEA dan CA 19-9 digunakan sebagai alat untuk mengetahui kekambuhan penyakit setelah terapi awal. Hal yang sama pada kanker ovarium, CA 125 umumnya dipakai untuk
mengetahui adanya proses kekambuhan. Namun perlu untuk diingat, agar PT klas ini mempunyai manfaat klinik yang jelas, harus dapat dibuktikan bahwa dengan (ilakukannya deteksi dini akan meningkatkan kemampuan
hidup pasien. Pada kanker payudara ternyata tidak didapatkan manfaat dengan mengukur kadar PT secara reguler pada follow-up selelah terapi primer sehingga pemeriksaan PT pada fase ini tidak direkomendasikan walaupun hasil yang didapatkan dapat merupakan alat monitor yang berguna selama terapi sistemik pada kanker payudara yang mengalami kekambuhan. Berdasarkan spesifitasnya maka PT dapat dibedakan
menjadi: tumor specific proteins, non-specific dan cell specific protein overexpressed in malignant cell.
Cell Specitic Protein Overexpressed in Malignant Cells Beberapa jenis protein diekspresikan secara berlebihan
oleh sel kanker tertentu yang sebenarnya merupakan ekspresi dari sel yang mengalami diferensiasi normal sehingga kadarnya dalam serum relatif lebih tinggi pada pasien dengan kanker. Hal ini dapat dilihat pada kasus kanker prostat dimana didapatkan peningkatan konsentrasi
dari PSA Qtrostate spesific antigen). B
erdasarkan struktur biologis PT dapat dibedakan antara
protein markers dan DNA markers; Protein marker sudah lebih dahulu dikenal dan banyak digunakan dalam klinik. Walaupun jumlahnya akan makin meningkat dengan ditemukannya teknologi proteonomik, tapi hanya sedikit yang masih akan digunakan. Protein yang pertama kali dikenal dan digunakan dalam praktek klinik adalah alfa fetoprotein, yang kemudian diikuti oleh CEA, CA 125, PSA, dan lainnya. Sedang DNA markers adalah defek genetik yang bertanggung jawab atas terjadinya proses karsinogenesis. Seperti diketahui proses karsinogenesis adalah proses multi langkah yang berlangsung lama akibat adanya akumulasi dari gen yang mengalami defek pada saat terjadinya proses pembelahan sel, perbaikan DNA"maupun proses apoptosis. Dengan kemajuan pengetahuan mengenai mekanisme karsinogenesis, diketahui bahwa beberapa kelainan gen tadi dapat dipakar sebagai petunjuk adanya proses malignansi sehingga digunakan sebagai PT untuk diagnosis kanker. Defek genetik sebagai PT merupakan klas terbaru dan mempunyai potensi diagnostik yang baik.
Tumor Specific Proteins PT spesifik hanya diekspresikan oleh sel tumor tertentu. Sebagai contoh adalah apa yar,g dikenal sebagai fusion proteins yang mempakan penggabungan antara onkogen yang bertanggung jawab pada proses malignansi dengan gen promotor yang lain. Sebagai akibatnya adalah produksi protein yang aktif yang merupakan klon yang malignan. Kromosom Philadelphia adalah salah satu contoh fusion protein yang merupakan penanda yang cukup spesifik untuk lekemia mieloid kronik. Dengan melakukan DNA sekuensing dapat direkombinasikan fusion g ene s sehingga dapat diciptakan atau bahkan dirusaknya gen yang bertanggung jawab pada suatu proses keganasan.
Non Specific Proteins Protein onkofetal adalah salah satu contoh PT yang walaupun tidak terlalu spesifik akan tetapi cukup berguna. Protein ini diekspresikan selama pertumbuhan embriologis dan juga pada sel kanker. Protein oncofetal yang paling
Properti
Penanda protein
Penanda DNA
Karakter universal
Tidak ada
Absolut
Onko spesifitas Spesifitas
Relatif Tinggi
Absolut Tidak ada secara virtual
Stadium deteksi
Tumor yang berkembang
Sel-sel yang terinisial
Asal
Sel-sel hidup
Sel-sel yang mati
Materi klinis
Darah
Tumor, alami
Janngan
(kebanyakan) urin
Secara umum kedua jenis PT
ini
dapat saling
melengkapi dalam rangka menegakkan diagnosis adanya tumor. Beberapa karakteristrk dai DI''IA markers irri adalah
diekspresikan oleh semua sel kanker saluran cerna dan sel
dia adalah universal artinya ditemukan pada hampir semua sel kanker yang bersangkutan, berbeda dengan penanda protein yang tidak didapatkan pada semua tumor. Penanda DNA bersifat sangat oncospesific artinya dia merupakan
kanker lainnya. Protein lainnya adalah alfa fetoprotein
produk dari proses karsinogenesis (direct cause and
yang dijumpai pada sel kanker hati dan juga pada kanker testis dan ovarium.
effect relationship in carcinogenesis), sedang penanda protein dapat merupakan penanda dari proses diferensiasi
sering digunakan sebagai PT adalah CEA yang
t426 normal dari sel yang mengalami maturasi, sehingga protein mungkin dapat dideteksi pada kondisi patologis Iainnya. Namun demikian penanda DNA tidak dapat menggambarkan asal jaringan (lokasi), tidak seperti hal penanda protein. Penanda DNA sangat potensial dalam memprediksi fase awal dari proses pembentukan kanker, tapi hal ini masih perlu penelitian lebih lanjut. Penanda
protein akan makin meningkat kadarnya dengan berkembangnya sel kanker tersebut akan tetapi pada penandaDNA justru konsentrasinya akan makin meningkat dengan makin banyak proses apotosis atau nekrosis yang terjadi pada sel kanker tersebut, yang akan melepaskan DNA dari sel ke ruang ekstra seluler.
ONKOI.OGIMEDIK
tumor sel islet, kanker usus kecil dan besar, hepatoma, lambung, paru, ovarium, payudara dan kanker ginjal.
Untuk pemeriksaan penanda tumor
biasanya
diperiksakan HCG intak dan beta subunit HCG karena ada jenis tumor yang hanya memproduksi subunit beta saja. Beberapa peneliti mendapatkan hubungan antara kadar HCG dengan ukuran tumor dan prognosisnya. Peningkatan HCG juga ditemukan pada laki-laki dengan tumor mediastinum (mediastinal germ cell neoplasm). Hormon ini dapat dideteksi di darah dan urin. Karena HCG tak dapat menembus sawar darah otak maka rasio kadar HCG antara cairan sebrospinal dan serum >1:60 menunjukkan kemungkinan adanya metastase ke serebral.
PENANDA TUMOR Banyakjenis PT yang tersedia secara komersial akan tetapi tidak semuanya bermanfaat secara klinik. Ada juga PT yang hanya digunakan oleh para peneliti di dalam riset sehingga tidak tersedia di laboratorium komersial dan hanya apabila
Carcino Embryonic Antigen (CEA) CEA diproduksi selama perkembangan bayi dan setelah lahir produksi CEA akan berhenti dan tak terdeteksi pada orang dewasa normal. CEA ditemukan pertama kali pada
adenokarsinoma kolon pada tahun 1965. CEA
diketahui mempunyai nilai klinik maka PT yang
dimetabolisme di hepar dengan waktu paruh sekitar l-8 hari. Beberapa penyakit hati dan obstruksi biliaris akan
bersangkutan akan dapat diperiksakan pada laboratorium klinik. Berikut beberapa PT yang sering digunakan di klinik.
menghambatklirens nya sehingga akan terjadi peningkatan
Alfa Fetoprotein (AFP) AFP biasanya didapatkan pada fetus yang sedang tumbuh, bayi baru lahir dan perempuan hamil, mempunyai kadar tertinggi sekitar 15 ug/l setelah tahun pertama dari kehidupan dan akan meningkat pada kelainan hati dan keganasan lainnya. Protein ini diproduksi oleh hati bayi dan yolk sac.Peningkatan kadar AFP lebih dari 100 ng/ml paling sering dijumpai pada kanker sel germinal dan kanker
hati primer, akan tetapi juga meningkat pada kanker
kadarCEA.
CEA adalah PT yang digunakan untuk pasien dengan kanker kolorektal. Kadar di atas 5 u/ml sudah dianggap abnormal. Kadar yang tinggi juga dijumpai pada kanker paru, payudara, pankreas, tiroid, hati, serviks dan kandung kemih. Dalam kondisi normal kadar CEA meningkat pada perokok. Kadar CEA akan meningkat setelah kankernya sendiri terdeteksi sehing-ua CEA tidak digunakan sebagai alat diagnostik. CEA adalah satu-satunya penanda yang sudah digunakan sebagai alat monitoring kanker kolorektal
lambung, kolon, pankreas dan paru yaitu sekitar 20Vo.Kadat
selama >20 tahun, dan pemeriksaan serial lebih
AFP dijumpai lebih tinggi pada 2/3 pasien kanker hepatoselular. Kadar normal AFP tidak lebih dari 20 ngl ml,
direkomendasikan untuk mendeteksi rekurensi kanker kolorektal pasca tindakan bedah. Peningkatan kadar CEA
kadarnya meningkat sesuai dengan peningkatan ukuran
setelah tindakan dihubungkan dengan adanya
tumor. Dalam sirkulasi waktu paruh AFP adalah 3,5- 6 hari . Pada tumor kecil kadarnya bisa lebih kecil dari 20 ng/ml. AFP juga meningkat pada hepatitis akut dan kronis tapi kadarnya tidak lebih dari 100 ng/ml, tapi tidak meningkat pada penyakit kolestasis.
kekambuhan dari tumornya.
Hu
man Chori on ic Gonadotropin (HCG)
HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar teftinggi pada umur kehamilan 60 hari. Hormon ini terdiri dari 2 subunityaitt alpha subunit dan beta subunit, dengan waktu paruh sekitr 12-24 jam. Kadar normal HCG adalah 1-5 nglml dan sedikit meningkat pada perempuan pasca menopause (sampai l0 ng/ml). Kadar yang tinggi dari HCG dapat ditemukan pada kehamilan mola, korio karsinoma. Peningkatan kadar HCG dapat juga dijumpai pada adenokarsinoma pankreas,
Cancer Antigen 15-3 (CA 15'3) CA 15-3 pertama kali digunakan pada kanker payudara. Kadarnya hanya meningkat kurang lebih 107o pada kasus yang dini tapi akan meningkat sampai 75Vo pada kanker yang sudah lanjut. Kadar normal CA 15-3 adalah sekitar 25 u/ml, dan kadar setinggi 100 u/ml bisa dideteksi pada perempuan yang tidak menderita kanker. CA 15-3 juga meningkat pada kanker lainnya seperti kanker pankreas,
paru, ovarium dan hati. Pada hepatitis dan sirosis juga ditemukan kadar CA l5-3 yang meningkat. Sampai saatini ada beberapa PT yang dapat digunakan untuk kanker payudara, seperti : CEA< MCA, CA 549, BR 21-29 dan BRMA. Penanda lainnya seperli CYFRA21.1, TPA, TPS dan c-erbB atau HER-2/ neu.
1427
PENA}IDA TUMOR DAI\ APLII(ASI KLINIK
Cancer Antigen 125 (CA 125) CA
125 adalah
PT standar untuk kanker epitelial ovarium.
Kadar referensi yang banyak dianut adalah 0-35 ku/L, namun
hampir 99vo perernpuan normal pascamenopause mempunyai kadar 30 U/mI tidak didapatkan dengan kanker ovarium. Kadar yang tinggi juga ditemukan pada
perempuan dengan endometriosis, pada kanker paru dan individu yang mempunyai kanker sebelumnya. Kadar CA
prostat. Kadar di baw ah 4 nglmT menunjukan tidak adanya lesi malignan sedang kadar di atas 10 ng/m1 menandakan lesi kanker, sedang nilai antara 4- l0 ng/ml merupakan area abu-abu yang masih memerlukan pemeriksaan tambahan atau serial PSA. Disini dapat dimintakan pemeriksaan PSA free. Kadar PSA free yang meningkat jarang diikuti oleh adanya kanker, dan kadar PSAfree lebih besar 25Vo dari total PSA umumnya merupakan lesi jinak. DibawahI5To kemungkinan suatu kanker meningkat di atas 20Vo dan
apabila < l)Vo maka kemungkinan kanker meningkat menjadi sekitar 30-60Vo. Umumnya kadar di atas 4 ng/ml mengharuskan tindakan biopsi prostat dan kadar >20 ngl ml menunjukkan kanker sudah menyebar dan biasanya tidak bisa disembuhkan. Banyak faktor lain yang mempengaruhi kadar PSA yaitu
125 yang meningkat juga ditemukan pada kondisi
umur tua akan cenderung mempunyai kadar yang lebih
nonmalignan seperli penyakit hati, fibroid, kista ovarium, dan peritonitis.
tinggi. Demikian pula pada pasien BPH ( benign prostate hypertrophy). Kadar PSA berkorelasi linier dengan pertumbuhan tumor, makin besar jaringan tumor makin tinggi peningkatan kadar PSA. Terapi hormonal juga dapat mempengaruhi sekresi PSA dan hal ini sangat ditentukan oleh aktivitas androgen. Pada pasien kanker prostat yang
Cancer Antigen 19-9 (CA 19-9) CA 19-9 dijumpai pada epitel lambung bayi, saluran usus halus dan hati serta pankreas bayi serta pada serum pasien
dengan keganasan. Walaupun
CA 19-9 pertama kali
dilakukan untuk kanker kolorektal, akan tetapi saat ini diketahui penanda ini lebih sensitifuntuk kanker pankreas. Dan saat ini dianggap sebagai PT yang terbaik unruk kanker pankreas. Dia tidak bisa untuk mendeteksi kasus awal karena kadar CA 19-9 yang meningkat menandakan kasus tersebut sudah lanjut. Kadar abnormal CA 19-9 adalah di atas 37 tl ml. CA l9-9 juga dapat meningkat pada kanker saluran cerla jenis lainnya seperli kanker duktus biliaris. Kadar yang
sudah mendapat terapi bedah atau radiplerapi menunjukkan peningkatan kadar PSA merupakan tanda adanya rekurensi. Setelah terapi seharusnya kadar PSA adalah 0. Demikian halnya, kadar PSA seharusnya menurun setelah pasien mendapat terapi yang efektif dan kadarnya meningkat apabila tumornya tetap berkembang'
Beta 2-M i croglobul i n (B2M) B2M merupakan protein yang berhubungan dengan
meningkat juga dapat dilihat pada hepatitis, sirosis,
membran luar dari banyak sel termasuk sel limfosit' Dia
pankreatitis dan kelainan saluran cema lainnya. Keadaan ikterus akan mempengaruhi spesifisitas' CA 19-9, karena pada kondisi dengan ikterus didapatkan kadar CA l9-9 yang
merupakan unit kecil dari molekul MHC klas
meningkat sehingga CA 19-9 kurang sensitif dalam mendeteksi kanker pankreas fase awal dan hanya 557o pasien kanker pankreas dengan kadar CA 1 9-9 yang tinggi apabila
I dan diperlukan untuk transpor rantai berat klas I dari retikulum endoplasmik ke permukaan sel. Pada kadar yang kecil B2M dapat ditemukan pada serum, urin dan cairan spinal orang normal. B2M meningkat pada leukemia limfoblastik akut, leukemia kronik, mieloma multipel dan beberapa limfoma.
masatumor3 ng/ml akan mempunyai prognosis yang lebih jelek.
Dalamkondisi normalkadarPSA l2 ng/ml biasanya dianggap abnormal. NSE kadang dipakai untuk kanker paru khususnya pada kanker sel kecil. Protein ini didapatkan lebih baik dari pada CEA untuk follow-up pasien kanker sel kecil. Penanda ini juga ditemukan pada beberapa tumor neuroendokrin yaitu karsinoid, neuroblastoma, kanker medula tiroid, tumor
Penggunaan PT di klinik ditujukan terutama untuk mendapat
Wilm's
dan pheo chromo cytoma.
Thyroglobulin (hTG) Thyroglobulln diproduksi oleh kelenjar tiroid dan kadarnya meningkat pada kelainan tiroid. Apabila kanker
informasi tambahan yang dapat mempengaruhi penatalaksanaan suatu penyakrt. Namun ditegaskan bahwa
tidak dapat dijamin bahwa suatu metode pemeriksaan PT dalam darah atau jaringan akan memberikan hasil yang sama dengan metode yang berbeda. Demikian pula hasil dari suatu
pemeriksaan akan sangat ditentukan oleh komposisi spesimen, prosesing dari jaringan yang akan diperiksa, spesifisitas'dan desain dari alat ukur yang dipakai, jenis antibodi pada assay immunometric dan yang penting juga adalah evaluasi statistik terhadap data yang didapat (preanalytical, analytical dan post analytical aspect).
1429
PENANDA TUMOR DAi\ APLIKASI KLINIK
PT akan sangat berguna dalam evaluasi
dan
penatalaksanaan beberapa kondisi klinik seperti penentuan
risiko suatu tumor, skrining tumor, diferensial diagnosis, menentukan prognosis dan monitoring perjalanan suatu tumor.
Strategi skrining akan sangat efisien apabila dilakukan pada populasi dengan risiko tinggi terhadap munculnya suatu tumor yang diperkirakan, dan dengan makin majunya pengetahuan dimana beberapa gen yang diduga sudah
dapat diidentifikasikan maka estimasi risiko timbulnya
kanker akan makin tepat. Skrining PT akan makin bermanfaat apabila tersedia pilihan terapi yang dapat menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas dari kanker
yang bersangkutan, Pada situasi dimana hasil dari pemeriksaan histopatologis meragukan, PT mungkin dapat membantu membedakan antara jaringan yang jinak dengan ganas, antara keganasan hematologi dengan keganasan yang berasal dari epitel atau jaringan mesensimal dan bahkan dapat membedakan tipe jaringan dengan jenis lainnya. Walaupun awalnya PT dipelajari untuk dapat mendeteksi tumor pada fase dini, namun sampai saat ini hanya PSA yang diterima sebagai penanda dini dari suatu kanker ( kanker prostat ). Pada pasien dengan kadar CA 125 tinggi diduga mempunyai kanker ovarium walaupun massa ovariumnya tidak terlalu jelas bisa di identifikasi. Banyak para peneliti meragukan manfaat pemeriksaan PT sebagai alat skrining tumor fase dini oleh karena tidak
spesifiknya PT yang bersangkutan. Akan tetapi hal ini nampaknya dapat diatasi dengan melakukan pemeriksaan
kombinasi antara beberapa PT sekaligus sehingga meningkatkan daya spesifisitas. Peneliti Jepang mendapatkan hasil yang dapat menilai dengan adekuat risiko timbulnya kanker pada sekelompok orang yang sebelumnya nomal. Dengan mengkombinasikan 3 macam klas PT yaitu tumor- specific tumor markers , tumor-associated tumor markers dan growth-related tumor markers assays.
Prognosis pada pasien dengan tumor primer ataupun metastase adalah suatu prediksi suatu kondrsi tumor di kemudian hari baik dengan pengobatan maupun tanpa
pengobatan. Menurut McGuire dan Clark faktor prognosis dibagi menjadi 2 katagori yaitu I'aktorprognostik yang meramalkan adanya kekambuhan atau progresi dari penyakitnya dan faktor prediktif yang meramalkan adanya respons atau resisten terhadap terapi yang diberikan. Suatu PT bisa bersifat keduanya yaitu prognostik (kemungkinan
estrogen) Iebih efektif dalam mencegah rekurensi dari kanker payudara yang ER-positive dlbanditgkan dengan ER-negative. Disini PT ER adalah faktorprediktif terhadap efek tamoksifen. Selama dalam terapi dan fase follow-up selanjutnya
pemeriksaan PT dapat dipakai sebagai alat untuk memonitor pasien. Baik untuk mendeteksi kekambuhan tumor primer setelah mendapat terapi maupun untuk melihat efektifitas hasil pengobatan. Banyak perempuan dengan kanker payudara diperiksakan setiap tahun CA 15-3 untuk mendeteksi rekurensi kankernya sebelum
gejalanya timbul, namun hal
ini masih banyak
dipertanyakan manfaatnya. Umumnya peningkatan kadar CA 15-3 terjadi bersamaan dengan munculnya gejala. Demikian pula halnya dengan pemeriksaan CEA pada
kanker kolon sehingga ASCO tak merekomendasikan penggunaan PT ini untuk monitor kasus dengan kanker kolon, kecuali untuk melihat respons terapi pada kanker kolon stadium lanjut.
Kebanyakan para klinisi berpendapat manfaat PT terbesar adalah untuk memonitor pasien kanker stadium lanjut yang sedang mendapat terapi. Dimana akan lebih
mudah untuk memeriksa PT dibandingkan melakukan
pemeriksaan lainnya seperti scaning, X-ray dan pemeriksaan invasif lainnya. Kalau kadar PT menurun umumnya merupakan tanda dari keberhasilan terapi. demikian sebaliknya apabila kadarnya meningkat maka terapi harus diganti. Namun perlu diingat kadang terjadi peningkatan kadar PT pada saat terjadinya kematian dari sel kanker terutama pada kanker yang sensitif terhadap kemoterapi.
Akhirnya pemeriksaan PT hanya akan menjadi efektif apabila hasilnya dapat mempengaruhi penatalaksanaan pasien sehingga rnenghasilkan perbaikan klinik yang nyata. Sebaliknya apabila PT yang bersangkutan tidak
dapat memberikan manfaat baik dalam lama hidup, kualitas hidup pasien ataupun aspek ekonominya tentunya PT yang bersangkutan tidak layak untuk diteruskan. Akan tetapi walaupun belum tersedianya modalitas terapi untuk suatu tumor tertentu, pemeriksaan PT tetap akan memberi manfaat dikemudian hari seiring dengan perkembangan terapi dimasa depan. Karena
pengetahuan tentang PT akan membuka peluang dikembangkannya suatu pendekatan baru berdasar atas pengenalan molekul protein dari PT tersebut. Demikian pula PT akan memberi nilai klinik yang tinggi apabila dia
kekambuhan dan atau progresi) dan prediktif
dapat mengambarkan suatu proses bilogis dari
(kemungkinan bermanfaat terhadap terapi yang diberikan).
berkembangan suatu tumor.
Sebagai contoh adalah pada pasien kanker payudara dengan ER- negative yang tidak mendapat terapi akan
mempunyai risiko kekambuhan yang lebih tinglri dibandingkan dengan pasien dengan ER-positive, diduga disebabkan oleh ER berhubungan dengan metastase atau potensi overgrowth. Pada kasus ini ER adalah faktor prognostik. Pada kasus lain pemberian tamoksifen (anti
Panduan untuk Penanda Tumor Perlu untuk diketahui bahwa panduan atau guideline tidak selalu bisa memenuhi setiap perubahan yang terjadi pada setiap pasien. Dia tidak dimaksudkan untuk memaksakan seorang klinisi pada suatu kondisi individu tertentu tapi lebih merupakan suatu petunjuk secara lebih umum. Dan
1430
ONKOI.OGIMEDIK
juga dia tidak seutuhnya inclusive pada semua metode penanganan pasien yang ada, sebaliknya tidak juga
PROSPEK PENANDA TUMOR
mentabukan terapi lainnya yang jelas memberikan hasil
Banyak PT baru yang sedang diteliti dan dikembangkan sebagai suatu penanda tumor yang potensial di masa yang
yang sama. ASCO menganggap kepatuhan pada guideline tertentu hanyalah bersifat sukarela
(v
oluntary').
Keputusan akhir mengenai penggunaan guideline tergantung dari penilaian klinik dari seorang dokter berdasarkan kebutuhan dari pasiennya. Di samping itu perlu diperhatlkart guideline biasanya dibuat atas dasar pemberian pengobatan di dalam konteks praktis klinik sehingga tidak dimaksudkan pada konteks penelitian yang
umumnya dilakukan untuk mengetahui suatu terapi inovatif dan baru. Clinical guideline bukanlah statu magic bullet bagi para klinisi akan tetapi hanya memberikan salah satu pilihan tambahan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien. Petunjuk penggunaan PT ini dibuat melalui penilaian kritis dan sistematik dari literatur ilmiah oleh para ahli dari banyak disiplin ilmu, nasional maupun internasional. Rekomendasi penggunaan PT merupakan bagian dari penatalaksanaan menyeluruh dari seorang pasien kanker karena kontribusi dan pemeriksaan PT tidak dapat diintepretasikan tersendiri. Berikut disajikan salah satu guideline praktis dari penanda tumor dengan indikasinya pada jenis tumor yang bersangkutan yang direkomendasikan oleh group panelis dari beberapa negara. (dikutip :34)
A.Tumor Sel Germinativum
akan datang. Dengan perkembangan tehnologi pemeriksaan dengan menggunakan antibodi monoklonal makin banyak
saja penemuan tentang molekul yang berkaitan dengan proses karsinogenesis pada tahap awal, baik pada darah maupun pada sel kankemya sendiri. Perubahan kromosom, baik delesi, duplikasi maupun lainnya telah diketahui dan mungkin akan menjadi penanda yang potensial. Di samping
itu banyak laboratorium yang mencari kelainan genetik untuk mendeteksi adanya kanker. Kita ketahui semua kanker akan mempunyai kelainan DNA, suatu molekul yang
mengatur setiap fungsi sel tubuh. Dengan mengetahui kelainan DNA dalam darah, urin, atau sel tubuh maka para ilmuwan akan dapat mengenal proses perkembangan kanker pada stadium awal sekali. Saat ini telah berkembang suatu studi yang baru yang disebut sebagai proteomics yaitu studi tentang protein complement yag komplit atau sl;allr proteom dari sel. Dengan teknologi pro teomic akan memungkinkan kita untuk mengenal perubahan protein akibat suatu proses penyakit dengan akurasi yang tinggi. Dan keuntung an lain p r o t e o nti c s t udy' ini adalah identihkasi protein yang mempakan produk akhir yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan proses tersebut (biological endproducts).
ACBI AJCC EAU
AFP dan hCg untuk Skrining Diagnosis /deteksi Pentah apan/progno s is Mendeteksi rekurensi Memantau terapi AFP untuk diagnosis yang berbeda dari NSGCT LDH untuk Diagnosis/deteksi Pentahapan/pro gnosi
YYYY YYY YYY
Mendeteksi rekurensi Memantau terapi
ACBI
ACJJ
ASCO
YY YY YY YY YY
YYY YYY YYY YYY
EGPT
ESMO
CEA untuk Skrining Diagnosis/deteksi Pentahapan/prognosi s Mendeteksi rekurensi Memantau terapi
Skrining untuk metastase hepatik
C. Kanker Payudara Pengukuran ER dan PR Pada semua lesi primer
Untuk memilah terapi endokrin Ekspresi lebih HER-2/neu (c-erbB-2) Untuk memilah pasien terpi herceptin
NNN NNN cYY cYY
ESMO NACB
NNN YYY YYY YYY YYY YY
NN YY
s
B. Kanker Kolorektal
EGPT
N N
YYY d d
YY
ACBI AJCC ASCO Y Y
EGPI Y Y
NACB SIGN NNN NNN YNY YNY" YNY" Y NACB Y
Y
SIGN
SOR
Y" SOR
t43t
PENANDA TUMOR DAN APLIKASI KLINIK
CA15-3 or 8R27.29 for
SkriningNNNN Diagnosis/deteksiNNNN Prognosis/prediksiNNNNN Follow-up/pemantauantreaPTent
Y
CEA untuk
SkriningNNNN Diagnosis/deteksiNNhNyi Prognosis/prediksiNNyNyi Follow up/pemantauan teaPTent
N
y
y
y
N
y
yk
yi
D, Kanker Ovarium
ACBI
CAl25 untuk
SkriningNNr Diagnosis/deteksi Pentahapan/prognosisYNyyyy Deteksirekurensi Memantauterapi
AJCC EGPT ESMO NACB SOR
N
Nr
NN N
Nr
y
y y
y y
y
y y
y y
CEA atau CAl9.9 jika CAl25 tidak meningkar pada
Diagnosis
AFP dan hCG untuk menyingkirkan diagnosis
y
y
tumor
sel germinal pada wanita muda
E. Kanker
Prostat
ACBI PSA untuk
Skrining (dengan DRE) Sebagai alat bantu diagnosis (dengan
PrognosisNYNfy Memantau pasien setelah
DRE)
diagnosis
ACS
N Y
y, Y
Y
Y
AJCC AUA y^ y
EAU
EGPI
y
y. y
y
yq
NACB
y y
% bebas: Total PSA sebagai diagnosis pembantu ketika 4-10 pg/L and DRE negatif Pemeriksaan kanker prosrat Kisaran rujukan spesitik umur
PSA
y
Y
N
N
y y
F. Paru, Neuroendokrin, dan Kanker Tiroid
Kanker paru NSE pada diagnosis yang berbeda CYFRA 21-1, CEA, dan/arau NSE sebagai follow-up and pemantauan terapi
BTA
EGPI y
NACB
y
Tumor-tumor neuroendokrin Katekolamin urin, asam vanililmandalat. dan/atau asam homovanilat sebagai petunjuk
feokromositoma aod neuroblastom Kalsitonin untuk mendiagnosis dan memantau Tiroid rnedulari karsinoma
Kanker tiroid
Tiroglobulin
y Y
y
Y
y
N- not recomntended: Y, recomrnended. Ruang kosong menunjukkan bahwa aplikasi tidak dipertimbangkan dan/atau rekomendasi dijanjikan. bACBI, A,rsociation of Clinical Biochemists in lreland: ESMO, European Society of Medical Oncology'. NSGCT, nonseminomatous germ cell tumor: LDH, lactate dehydrr)genase: EF' estrogen receptor'. PR, progesterone receptor: ACS, America Cancer Socient): AIJA, American Urological Association: BTA, British Thyroid Association. 'Manfaat pemeriksaan CEA meragukan. 'LPemeriksaan laboratorium dibatasi pada pasien dengan sangkaan gejala.
'Manfaat pemeriksaan CEA meragukan karena tidak menunjukkan manfaat kelangsungan hidup. lHanya jika netastasis hati diindikasikan secara klinis. rJika penyakit tidak dapat diukur segera, peningkatan Ca15-3 atau BR 27 29 bisa digunakan untuk menduga kegagalan terapi hMungkin berguna untuk diagnosis dini metastasis jauh. rHanya
jika CEA meningkat, dan CA 15-3 tidak meningkat. lJika penyakit tidak dapat diukur segera, peningkatan CEA mungkin bisa digunakan untuk menduga kegagalan terapi.
t432
ONKOI.OGIMEDIK
kUntuk deteksi dini pada pasien karsinoma stadium
II
atau
III
yang telah diterapi sebelumnya yang secara klinis bebas penyakit.
jinak dan ganas .Jika dikombinasi dengan sonografi transvagina, CAl25 bisa menjadi prosedur untuk deteksi dini kanker ovarium pada perempuan rPada perempuan pasca menopause, membantu dalam diagnos.is diferensial masa pelvis
dengan
sindrom kanker ovarium herediter. "Pemeriksaan setiap tahun dimulai pada laki-laki usia 50 tahun dengan harapan hidup paling sedikit 10 tahun. oBerdasarkan permintaan, keputusan skrining populasi harus menunggu hasil studi acak prospektif yang menunjukkan pengaruh skrining pada
hasil. pSistem penentuan stadium
TNM diperbaiki dengan penambahan skor PSA dan gleason, tetapi inklusi menunggu hasil studi PSA telah
berperan dalam penentuan stadium pada pasien menunjukkan stadium
Tk setelan biopsi prostat yang asimtomatik dan selalu ditelusuri hanya jika PSA
meningkat. qTerapi tambahan ditawarkan
jika PSA meningkat.
Potensi dari diagnostik gen yang dipakai sebagai alat skrining pada tumor ataupun pada keseluruhan sel yang mengandung gen yang rusak bukanlah suatu yang mudah dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Perlu dibedakan kerusakan sel yang tedadi pada ketuaan, mengingat proses ketuaan sendiri merupakan akumulasi dari kerusakan gen yang sangat berpotensi untuk muncul dimasa yang akan
hasil yang beda sehingga perlu dilakukan standarisasi. Dengan perkembangan teknologi kedokteran yang pesat diharapkan di masa depan suatu penanda yang ideal bisa ditemukan yaitu penanda yang dengan sensitivitas dan
datang sebagai suatu tumor yang manifes. Namun
REFERENSI
kenyataannya hal tersebut memang tidak mudah dikenali. Oleh karena itu perlu ditingkatkan sensitivitas dari penanda DNA dan dikembangkan suatu teknik untuk menghitung
spesifitas tinggi, mudah dan murah pemeriksaannya.
American Cancer Society Tumor Markers Available at: httpl'll www.google.com. Accessed
I
5/01/05.
penanda DNA tersebut. Hanya dengan penghitungan
Anonim Current Cancer Marker. Available at: http:/l
penanda DNA (suatu panel dari penanda awal dan penanda Ianjut lebih baik dari hanya penanda tunggal) dalam daralt akan memungkinkan untuk mendeteksi fase awal dari tumor. Demikian pula dengan data kuantitatif dapat dilakukan
wrvw.google.com Accessed 0410?,105. Buckhaults P, Rago C. StCroix B Secreted and Cell Surface Genes Expressed in Benign and Malignant Colorectal Tumors Cancer Res 2001: 61: 6996 0l Biclart JN{. Thuillier F. Augereau C. Chalas J. DaverA. Jacob N, et al Kinetic of Serum Tumor Marker Concentrations and Usefulness in Clinical Monitoring. Clin Chem 1999:.45:1695-701 Bast RC, Rirvdin P, Hayes Dfl Bates S, Frische H, Jessup JM, et al 2000 Update of Recommendation for the Use of Tumor Mark-
perbandingan dengan data dari
klinik lainya, untuk
memonitor progresi penyakit pada individu terlentu, dan mendeteksi adanyaprogesi dari tumor dengan menghitung panel PT tersebut.
ers in Brcast and Colorectal Cancer: Clinical Practice Guidelines of the American Society of Clinical Oncology Asco Special
Article. J Clin Oncol 2001;19:1865-78.
RINGKASAN
Baselga J. Is Circulating HER-2 More Than Just a Tumor Marker'/ Editorial. Clin Cancer Res 2001;1:2605-'7.
PT adalah alat yang penting bagi para klinisi untuk
Cordon-Cordo C. p53 and RB: Simple Interesting Correlates or Tumor Markers of Critical Predictive Nature? J Clin Oncol
membantu memberikan informasi mengenai deteksi awal
suatu tumor, estimasi prognosis pasien. memprediksi respons terapi dan monitoring penyakit. Namun sebuah PT sebelum diakui bermanfaat secara klinik harus melalui suatu studi validasi dan penilaian kualitas pada beberapa tingkatan. Suatu penanda harus terbukti memberi manfaat lebih pada pasien, meningkatkan kualitas dan menurunkan
2004:22:915-7. Cancer Center Staff. Tumor Marker Tests. Available at: http:// www.google com. Accessed 04102105 European Group on Tumor Markers . Tumour Markers in Gern Cel1
Cancer-EGTM Recommendations Available
at: http://
www.google.com. Accessed 04102105. European Group on Tumor Markers Tumour Markers
in Breast
at: http://
biaya perawatan pasien sebelum diaplikasikan dalam
Cancer-EGTM Recommendations Available
praktek klinik sehari-hari. Ada banyakjenis penanda dan
www.google.com. Accessed 04102105 European Group on Tumor Markers Tumour Markers
manfaatnya akan lebih baik apabila dilakukan pemeriksaan
serial dan kombinasi dibandingkan hanya dengan pemeriksaan tunggal. Yang perlu juga diperhatikan adalah
kualitas dan prosedur dari pemeriksaan, karena pemeriksaan dengan metode yang lain akan mendapatkan
Cancer-EGTM Recommendations. Available www.google.com. Accessed
in Lung
at: http://
04102105
Fritsche HA. Serum Tumor Markers for Patient Monitoring: A Case-Oriented Approach Illustrated with Carcinoembryonic Antigen. Clin Chem 1993;39:2431-4.
L433
PENANDA TUMOR DAI\ APLIKASI KLINIK
Hayes DF, Bast RC, Desch CE, Fritsche H, Kemeny NE, Jessup JM,
et a[. Tumor Marker Utility Grading System: a Framework to Evaluate Clinical Utility of Tumor Markers. Special Article. J
Natl Cancer Inst 1996;88:1456-66. Harbech N, Kates RE, Schmit HM. Clinical relevance invasion lactors Urokinase type Plasminogen Activator and Plaminogen Activator Inhibitor type-1 for individualized therapy decision in primary breast cancer is greatest when used in combination. J Clin.Oncol.2002; 19: 1000-07 Kobayashi T, Kawakubo T. Prospective Investigation of Tumor markers and Risk Assessment in Early Cancer Screening. Available at: http://www.google com. Accessed 04/02105.
Hermeking H. Serial Analysis of Gene Expression and Cancer. Current Opinion in Oncology 2003;15:44-9 Lichtenstein AV, Potapova GI. Genetic Defects as Tumor Markers. Moleculer Biology 20031,31 :159-69. Lindblom A, Liljegren A Tumour Markers in Malignancies. Clinical Review. BMJ 20O0:32O:424-7. Loging W! Lirl A, Siu IM, Loney TL, Wikstrand CJ, Marra MA, Prange C Indentifying Potential Tumor Markers and antigens
by Database Mining and Rapid Expression Screening. Letter. Genome Research 2000:1 0: 1393 -1402. NJ Tumor Markers. Available at: htrp://www.google.com. Accessed 04102105. Phillips L Tumor Markers. Available at: http://www.google.com. Accessed 3ll01/05 Perkins GL. Slater ED. Sanders GK, Prichard JG. Serum Tumor Markers. Am Fam Physician 2003;68:1075-82 European Group on Tumor Markers Tumour Markers in Gastrointestinal Cancers-EGTM RecommendaLions Available at: http:i/www google.com Accessed 04102105 Norderson
Riley RD, Heney D, Jones DR, Sutton AJ, Lambert PC, Abrams KR, et al. A Systemic Review of Molecular and Biological Tumor Marker in Neuroblastoma. Review. Clin Cancer Res 2004;10:4-
t2. Srinivas PR, Verma M, Zhao Y, Srivastava. Proteomics for Cancer Biomarker Discovery. Clin Chem 20021,48:1160-9. Smith JF. Tumor Markers. Available at: http://www.google.com Accessed 15/01/05. Smith RA, Cokkinides Y Eschenbach AC, Levin B, Cohen C, Runowich CD, et al. American Cancer Society Guidelines for the Early Detection of Cancer Ca Cancer I Clin 2002;52:8-22. Schrohi AS, Holten-Andersen M, Sweep F, Schmitt M, Harbeck N, Foekens J, et al. Tumor Markers from Laboratory to Clinical Utility Review Molecular & cellular proteomics 2.6 2003:37881
.
Sidransky D. Emerging molekuklar markers of cancer. Nature Rev. Cancer 2002; 2:210-19 Sturgeon C. Practice Guidelines for Tumor Marker Use in the Ciinic. Cancer Diagnostic: Review. Clin Chem 2002;48:ll5l-9. Shoterlersuk K, Khorpraset C, Sakdikul S, Pornthanakasem W, Voravud N, Mutirangura A. Epstein-Barr Virus DNA in Serum/ Plasma as a Tumor Marker for Nasopharyngeal Cancer. Clin Cancer Res 2000;6:1046-51. Sturgeon C. Practice Guidelines for Tumor Marker Use in the Clinic. Clin Chem.2002: 48: l15l-9 Torosian MH. The Clinical Usefulness and Limitations of Tumor Markers Surg Gynnecol Obstet 1988;166:561-19. Varsney D, Zhou YY, Giller SA, Alsabel R. Determination of HER2 status and Chromosome 17 Polysomy in Breast Carcinoma Comparing Hercep test and Pathvysion. Am.J Clin Pathol. 2004;
121:70-77
227 PENGGUN MTN OBAT.OBATAN
ANTIKOAGULAN ANTITROMBOLITIK, TROMBOLITIK DAN FIBRINOLITIK Soenafto
PENDAHULUAN
dibentuk di hati yang memerlukan adanya vitamin K. Faktor pembekuan tersebut ialah faktor II, V[, IX dan X. Obat
Penghentian perdarahan spontan yang disebabkan
yang tergolong kelompok ini hanya bekerja in vivo, termasuk di sini ialah golongan antikoagulan oral.
robeknya pembuluh darah disebut hemostasis. Peristiwa ini sangat kompleks, dan melibatkan banyak faktor dimulai
dari pembuluh darah, trombosit dan faktor-faktor pembekuan yang ada dalam plasma darah. Hasil akhir peristiwa ini ialah terbentuknya fibrin. Tahap pembekuan darah dalam garis besarnya melalui: (1) pembentukan tromboplastin, (2) pembentukan trombin dari protrombin, (3) pembentukan fibrin dari fibrinogen. Peristiwa terjadinya bekuan guna menutup bagian
pembuluh darah yang rusak adalah suatu peristiwa fisiologik normal, namun bila bekuan yang timbul mengakibatkan aliran darah ke jaringan terganggu atau tersumbat, akan terjadi suatu penyakit (trombosis). Dalam hal ini diperlukan obat yang dapat mencegah atau melarutkan trombus.
Obat yang dimaksud, tergolong: antikoagulan, antitrombotik, trombolitik dan fibrinolitik.
OBAT ANTIKOAGULAN Obat antikoagulan ialah obat atau golongan obat yang kerjanya menghalangi pembekuan darah. Menurut cara
kerjanya dikenal dua macam antikoagulan yaitu: a). langsung (direk) pada pembekuan darah dan antitrombin
III baik in vivo
in Vitro dan contoh untuk ini adalah heparin dan, b). yang tak langsung (indirek) maupun
mempunyai khasiat menghambat pembekuan darah dengan memutuskan hubungan antara faktor pembekuan yang
HEPARIN Heparin untuk pertama kali diisolasi dari hati anling. Zat tersebut terdiri dari banyak asam glukuronat (26Vo) dan glukosamin (23Vo). Sekarang heparin dapat diisolasi dari sel maupun jaringan yai1ut: mast cell dan mukosa usus, paru dan dinding pembuluh darah. Tentang banyaknya zat tersebut dalarn jaringan berbeda dari spesies satu dengan yang lain. Pada manusia jumlahnya sedikit. Beberapa pabrik farmasi telah memproduksi zat tersebut dari paru lembu/sapi atau dari mukosa usus babi.
Seperti diterangkan di atas heparin merupakan mukopolisakarid (glukosaminoglikan) yang terdiri dari glukosamin sulfat dan asam glukuronat atau iduronat. la membentuk suatu ikatan asam organik dengan muatan listrik negatif. Fungsi fisiologi heparin belum jelas, diperkirakan berkaitan dengan fungsimast cell,metabolisme lemak, dan pemeliharaan sifat nontrombogenik sel endotel permukaan pembuluh darah. Heparin bersifat antikoagulan langsung. Aksi untuk mengadakan gangguan terhadap perkembangan
aktivitas tromboplastin ini tampak terjadi baik invivo maupun in vitro. Secara tak langsung heparin bekerja sebagai kofaktor plasma.
III
Kofaktor heparin atau antitrombin
adalah suatu alfa 2 globulin dan suatu inhibitor
protease yang dapat menetralisir beberapa faktor
t434
t435
PENGGUNAAII OBATOBAIAN AI\TIKOAGULAN AIYTITROMBOLITIK
pembekuan yang telah diaktifkan yaitu XIIa, kalikrein, IXa,
Xa, Ila dan XIIIa. Pengaruh ini lebih dipercepat dengan adanya heparin. Meskipun antitrombin III diperkirakan menginaktifkan trombin, namun plasma protein lain juga
ikut terpengaruh. Ada petunjuk bahwa antitrombin III berperan dalam
menghambat pengaktifan faktor XI dan heparin mempercepat reaksi ini. Jadi heparin dapat menurunkan aktivitas antitrombin III, hal demikian akan tampak pada pasien yang mendapatkan pengobatan baik secara terus menerus maupun terputus-putus. Karenanya pengobatan
standar untuk penyakit-penyakit tromboemboli memerlukan suatu modifikasi guna mencegah seminimal mungkin akan kekurangan antitrombin III selama pengobatan berlangsung. Perlu diingat bahwa selain heparin, terdapat pula obat lain yang mempunyai pengaruh terhadap penurunan kadar antitrombin IIL Obat kontrasepsi yang mengandung estrogen dapat juga menurunkan kadar antitrombin III.
Selama terj adi penjendalan, trombosit akan
emboli paru diperlukan dosis heparin besar karena obat ini cepat dibersihkan dari darah.
Cara Pemberian dan Dosis Heparin dapat disuntikkan intravena maupun subkutan, dan j angan
diberikan intramuskular.
Obat yang tersedia biasanya berbentuk sebagai heparin sodium injection USP. Penggumpalan darah in vitro dapat dicegah dengan kadar 1 unit/ml darah dalam badan. Pemberian 10.000 unit bolus heparin intravena pada
pasien seberat 70 kg akan menghasilkan kadar awal heparin kurang lebih 3 unit/ml darah, dan aktivitas antikoagulan lenyap dengan waktu paruh 1,5 jam. Pengobatan intravena secara berulang adalah baik. Dosis awal 10.000 unit diik-uti dosis ulang 5.000 unit sampai 10.000 unit tiap 4 atau 6 jam. Indikasi penggunaan heparin akan dibahas kemudian.
Efek Samping, Toksisitas
menghasilkan faktor trombo sit 4. Zat ini dapat menetralisir pengaruh heparin. Fungsi fisiologisnya belum diketahui.
Efek samping biasanya jarang terjadi. Bila hendak memberi
Ikatan antara faktor trombosit 4 dengan heparin
diminum. Demikian pula mengenai riwayat alergi terhadap jaringan hewan. Sebaiknya dicoba dulu dengan 1.000 unit. Reaksi hipersensitif dapat berupa: menggigil, demam, urtikaria, dan renjatan anafilaktik. Efek samping yang mungkin timbul ialah: . Teqadinya rambut rontok sampai botak yang sifatnya
memudahkan penumpukan trombin dan pembentukan
jendalan. Pengaruh lain suntikan heparin ialah dapat membersihkan plasma lipid pada pasien dengan plasma keruh (lipemia). Hasil reaksi ini adalah, pengeluaran darah dari ikatan jaringan enzim-enzim lipid hidrolisis. Salah saru enzim yaitu lipoprotein lipase, menghidrolisasi trigliserid dari kilomikron-kilomikro n dan v e ry I ow de n s ity I ip o p r o tein yang terikat pada sel sel endotel kapiler menj adi asam lemak dan bagian bagian gliserid.
heparin pada pasien, perlu diketahui obat apa yang
. .
Nasib, Penyerapan dan Pengeluaran
yang cermat pada dosis yang diberikan. Efek antikoagulan perlu dimonitor dengan tes waktu
Heparin kurang mempunyai kemampuan menembus membran karena molekulnya besar. Juga tidak diserap oleh usus dan tidak dapat menembus plasenta. Demikian pula
bila heparin diberikan pada ibu yang menyusui bayi, heparin tak ditemukan dalam air susu. Bila heparin disuntikkan intravena, pengaruh antikoagulannya mudah lenyap dari darah, karena waktu paruh tergantung dari dosis yang diberikan. Dari percobaan pemberian heparin dengan dosis 100, 400, dan 800 unit/kg berat badan yang diberikan intravena, tampak bahwa waktu paruh aktivitas antikoagulasi kurang lebih berturut-turut sekitar 1,2, dan
reversibel. Osteoporosis sampai patah tulang pernah dilaporkan pada pasien yang mendapatkan heparin 15.000 unit tiap hari selama 6 bulan. Perdarahan merupakan komplikasi utama pemberian heparin. Perdarahan dapat dikurangi dengan kontrol
.
pembekuan.
Trombositopenia dapat terjadi setelah pemberian heparin, karena itu penghitungan trombosit harus sering dilakukan.
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap heparin, pasien dengan perdarahan aktif, hemofilia, purpura trombositopenik, perdarahan intrakranial, endokarditis bakterial, tuberkulosis
aktif, meningkatkan permeabilitas kapiler, ulkus traktus
3jarn. Heparin di dalam tubuh akan dimetabolisasi dalam hati oleh enzim heparinase, dan hasil metabolit yang inaktif
dan karsinoma alat dalam.
dikeluarkan bersama urin. Heparin sendiri dapat pula ditemukan dalam urin setelah pemberian dosis besar
Heparin harus ditunda pada dan sesudah operasi mata, otak atau medula spinalis.
gastrointestinalis, hipertensi berati kemungkinan abortus
rntravena.
Waktu paruh aktivitas antikoagulan heparin dapat memanjang lebih dari normal pada pasien dengan gangguan faal ginjal dan sirosis hati. Untuk pasien dengan
Antidotum Kerja heparin dapat dinetralisir oleh protamin sulfat. Pemberiannya intravena secara pelan pelan. Diberikan
1436
ONKOI.OGIMEDIK
sebagai larutan satu persen dan diperhrtungkan 1 sampai 1,25 mg protamin per mg heparin, dan jangan melebihi 100
mg dalam waktu 24 jam. Kelebihan dosis protamin memberikan efek antikoagulan.
. .
Yang meningkatkan respons: aspirin, fenilbutason, oksifenbutason, metronidazol, moral hidrat, d-tiroksin, steroid anabolik, kinidin dan glukagon.
Yang mengurangi respons : barbiturat, griseofulvin, vitamin K, vitamin C dosis tinggi dan adrenokorlikosteroid.
ANTIKOAGULAN ORAL Yang termasuk dalam kelompok obat
ini ialah
kelas
kumarin (bishidroksikumarin) dan Indandion (Fenindion). Sejumlah obat golongan kumarin ini telah dapat disintesis. Strukturnya mirip vitamin K yang sintetik. Diperkirakan kerja golongan antikoagulan ini
kompetitif terhadap vitamin K, sehingga faktor-faktor pembekuan yang membutuhkan vitamin K dalam pembentukannya akan terganggu. Faktor-faktor tersebut ialah: faktor II, faktor VII, faktor IX dan faktor X. Jadi obat antikoagulan oral tidak bakerja secara langsung. Mereka tidak mempengaruhi pembekuan in vitro, tapi in vivo. Gangguan pembekuan ini tidak berlangsung segera setelah meminum obat, melainkan tergantung dari penyusutan atau hilangnya faktor-faktor pembekuan yang bersangkutan, dimana masing masing mempunyai waktu paruh yang berbeda. Yang hilang pertama adalah faktor VII karena waktu paruhnya terpendek kemudian diikuti berturut turut oleh IX, X dan akhirnya II. Dengan demikian efek antikoagulan baru nyata setelah masa laten antara 12-24 jam. Sebaliknya demikian pula bila terjadi perdarahan akibat dosis antikoagulan berlebihan,
make pemberian vitamin
K tidak dapat
segera
mengatasinya dan perlu diberikan transfusi plasma atau darah segar.
Faktor-faktor yang Mempengaruhl Aktivitas Terdapat beberapa faktor baik fisiologis maupun patologis yang mempengaruhi peningkatan atau penurunan respons
terhadap obat antikoagulan oral. Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap efek biologis obat. Beberapa faktor yang mempengaruhi obat antikoagulan oral adalah: Faktor yang memngkatkan respons hipoprotrombinemia.
.
. .
-
Faktor yang mengakibatkan defisiensi vitamin K (diet yang kurang, penyakit usus halus). Penyakit hati dengan berbagai etiologi.
Keadaanhipermetabolikseperti: demam,hiperliroidisme Faktor yang menurunkan respons hipoprotrombinemia: kehamilan sindrom nefrotik, uremia.
Penyerapan, Nasib dan Pengeluaran Obat antikoagulan oral diserap di usus. Kecepatan penyerapan tergantung jenis obat. Warfarin lebih cepat diserap dibandingkan dengan dikumarol. Di antara jenis warfarin sendiri terdapat juga perbedaan. Bioav ailability kalium warfarin pada manusia lebih rendah dari pada natrium warfarin. Obat golongan ini akan mengalami konjugasi di dalam hati dan dikeluarkan dengan urin serta tinja.
Penanganan Pengaruh Toksik Perdarahan merupakan hal yang tidak diinginkan pada pemberian obat antikoagulan oral.
Pengobatan perdarahan karena pengaruh obat ini ialah segera menghentikan obat dan memberikan vitamin K, (fitonadion). Cara ini akan menghentikan perdarahan ringan/kecil, dan waktu protrombin akan menjadi normal dalam waktu 24 jam. Vitamin K3 dalam hal ini tidak efektif. Bila perdarahan berat, diberi vitamin K intravena paling sedikit 50 mg. Bila dengan cara ini tidak menolong setelah beberapa jam, perlu segera transfusi darah segar atau, fresh frozen plasma dan penambahan vitamin K, Bila pasien dengan antikoagulan oral akan menjalani operasi, obat dapat dilanjutkan dengan penambahan vitamin K, 2,5 mgtiap hari, dua hari menjelang operasi atau 5 mg pada hari menjelang operasi. Alternatif lain bila pasien dengan warfarin akan menj alani operasi, warfarin dap at dihentikan. S elanjutny a diberi substitusi heparin dosis rendah menjelang operasi sampai 5-7 hari setelah operasi. Kemudian kembali ke obat semula.
Kontraindikasi sama dengan heparin, termasuk panyakit hati, ginjal, dan defisiensi vitamin K.
Preparat dan Cara Pemberian Warfarin sodium U.S.P. (Koumadin, Panwarfarin) dapat diperoleh dalambentuk tab1et2,2,5,5,1,5,10 dan 25 mg.
meningkatkan atau menurunkan respons antikoagulan
Meskipun dianjurkan dosis awal antara 40-60 mg sebaiknya hati-hati dengan dosis yang besar. Terapi dapat dimulai dengan 10-15 mg; sedang dosis pemeliharuar'arrtara2-15 mg tiap hari. Dicumarol U.S.P. (Bishidroksikumarin). Pada manusia obat ini lambat dan tak sempurna diserap. Waktu paruh tergantung dari dosis yang diberikan. Sering memberikan
oral.
gangguan gastrointestinal (mual, kembung, nyeri den
lnteraksi Obat Terdapat beberapa macam obat yang dapat mengadakan interaksi dengan obat antikoagulan. Pengaruhnya dapat
1437
PENGGUNAAN OBATOBAIAN AI\TIKOAGULAT{ ANTITROMBOLITIK
diare). Dosis yang dianjurkan pada had pertame 300 mg, hari kedua 200 mg den dosis pemeliharaan antara 25-150
menggerombol dan waktu perdarahan memanjang. Dosis antar a 325 - 1300 mg memberikan pen garuh antitrombotik
mg disesuaikan dengan respons pengobatan yang diukur dengan one stage prothrombin time. Kemasan berupa tablet 25,50 dan 100 mg serta kapsul 25 dan
dan waktu protrombin pun akan memanjang dengan pemberian dosis tinggi ini. Sebaliknya dosis 100-300 mg tidak mempunyai pengaruh. Faktor faktor koagulasi (II, VII, IX dan X) menunjukkan
60 Mg.
Ansenokoumarol. Waktu paruh pada manusia sekitar 8 jam. Dosis yang dianjurkanpadahanpertama2S mg, hari kedua 16 mg, selanjutnya dosis pemeliharaan tergantung pada one stage prothrombin activity. Efek samping yang pernah dilaporkan ialah iritasi gastrointestinal, dermatitis, urtikaria dan alopesia. Fenindion, U.S.P. (Hedulin). Obat ini banyak efek sampingnya, dan toksis. Karenanya pemakaiannya tak dianjurkan. Difenadion, U.S.P. (Dipaksin). Efek samping berupa gangguan gastrointestinal yang ringan. Dosis awal padahari perlama 20-30 mg, hari kedua 10-15 mg, dan dosis pemeliharaan 2,5-5 mg setiap hari. Sediaan berupa tablet 5 mg.
Fenprokoumon, U. S.P. (Likuamar). Waktu paruh dalam
plasma adalah panjang yaitu 6 hari. Efek samping yang dilaporkan ialah : nausea, diare dan dermatitis. Dosis hari pertama 2l mg, hari kedua 9 mg dan dosis pemeliharaan antara 0,5 6 mg tergantung one stage prothrombin time. Tersedia dalam bentuk tablet 3 mg. Anisindion. Penggunaan sangat terbatas. Hari pertama diberikan 300 mg, hari kedua 200 mg, han ketiga 100 mg. dan dosis pemeliharaan 2 10 mg setiap hari.
penurunan aktivitas pembekuan dengan dosis aspirin antara 1.300-2.000 mg yang dapat dikoreksi dengan pemberian vitamin K.
DIPIRIDAMOL Obat ini berkhasiat vasodilator, yang dalam kombinasi dengan warfarin menghambat terjadinya emboli pada pasien dengan katup prostetik. Dipiridamol sendiri secara klinis tidak mempunyai efek menghambat ADP. Cara kerja obat ini menekan fungsi trombosit dengan merangsang aktivitas prostasiklin atau menghambat aktivitas siklik nukleotid fosfodiesterase, dengan hasil meningkatkan kadarAMP siklik. Dosis dipiridamol pada pasien dengan katup jantung buatan ialah 400 mg setiap hari.
SUFINPIRAZON Obat
ini
digunakan untuk tujuan urikosuria, dan di
OBAT ANTITROMBOTIK
sampingnya dapat menghambat fungsi trombosit dalam hal kemampuannya melekat pada sel subendotel dan sintesis prostaglandin.
Cara kerja obat antitrombotik berbeda dengan obat
18
Pengaruh menghambat agregasi trombosit baru tampak
jam setelah pemberian obat tersebut.
antikoagulan. Golongan yang perlama bekerjanya menekan
fungsi trombosit, sedangkan golongan kedua menekan pembentukan atau fungsi faktor-faktor pembekuan. Yang
KLOFIBRAT
pertama digunakan terutama pada penyakit trombotik arlerial, sedang yang kedua guna mengontrol gangguan tromboembolik vena.
Merupakan obat hipolipidernik yang juga dapat mengurangi perlekatan trombosit ln vttro.
Kemanjuran obat antitrombotik dari pada obat yang mencegah penggumpalan trombosit dapat diperlihatkan dalam: Tes fungsi trombosit in vitro eks vivo (yaitu trombosit
. .
yang berasal dari orang yang telah mendapat obat). Percobaan binatang. Yang tergolong obat antitrombotik yaitu aspirin, sulfinpirazon, dipiridamol, dekstran 70 dan 75, dan klofibrat.
ASPIRIN
ini mampu
menghambat pengeluaran ADP dari trombosit dan menghambat pembentukan prostasiklin dan
Obat
tromboksan AT Akibatnya trombosit tidak cepat
DEKSTRAN 70 DAN DEKSTRAN 75 Dekstran in vitro tidak mempunyai pengaruh terhadap fungsi trombosit dalam darah, namun waktu pembekuan, polimerasi fibrin dan fungsi trombosit dapat terganggu in vlvo. Infus dekstran harus hati-hati pada pasien dengan
edema paru, payah jantung dan fungsi ginjal yang menurun. Hal ini disebabkan karena.dekstran dapat meningkatkan tekanan osmotik koloidal. Ada kontraindikasi untuk pasien anemia berat, trombositopenia berat dan kadar fibrinogen yang menurun. Efek samping yang mungkin timbul ialah urtikaria, sesak napas dan hipotensi.
1438
OBAT TROMBOLITIK DAN FIBRINOLITIK
ONKOII)GIMEDIK
atau antikoagulan ora1. Selama pengobatan dengan urokinase, tidak perlu memonitor dengan waktu trombin.
Streptokinase dan urokinase adalah protein yang telah menunjukkan kemanjurannya guna pengobatan penyakit tromboemboli akut. Mereka meningkatkan pemecahan trombi dengan memacu perubahan plasminogen endogen menjadi plasmrn (fibrinolisin), suatu enzim proteolitik yang menghidrolisasi fibrin. Penggunaan obat ini harus oleh
ANTIDOTUM UNTUK OBAT FIBRINOLITIK Antidotum yang spesifik untuk menanggulangi kelebihan dosis obat fibrinolitik (streptokinase, urokinase) ialah asam
tangan dokter yang berpengalaman banyak dalam
aminokaproat.
mengelola penyakit tromboemboli.
Asam aminokaproat (Amicar) dapat diperoleh dalam bentuk suntikan, sirup atau tablet. Dosis awal adalah 5 g (oral atau iv) dilanjutkan dengan 1,25 gtiapjam sampai perdarahan dapat dikendalikan. Dosis tidak boleh melebihi 30 g dalam wakn 24 jam. Penyuntikan intravena harus dilakukan pelan-pelan guna menghindari kemungkinan timbulnya hipotensi, bradikardia dan disritmia.
Obat tersebut diindikasikan pada emboli paru yang luas dan tromboflebitis iliofemoralis yang berat.
Streptokinase (Streptase) Dihasilkan dari Streptococcus betahemolyticus. Ia bekerj a dengan cara interaksi dengan proaktivator plasminogen hingga terbentuk kompleks yang mempunyai aktivitas protease dan mempercepat perubahan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin ini mampu menghancurkan fibrin yang terjadi pada bekuan darah dan menurunkan fibrinogen dan faktor V dan VII. Streptokinase dapat melarutkan bekuan darah yang telah timbul. Bll.a zat tersebut diberikan pada luka yang sudah menutup, akan terjadi perdarahan lagi. Karena itu harus dicegah pemberian obat antikoagulan dan obat yang mencegah aglutinasi trombosit bersamaan dengan streptokinase atau urokinase. Efek yang tidak diinginkan dengan pemberian streptokinase ialah reaksi panas, reaksi alergi sampai anafilaksis. Hal ini disebabkan karena terbentuknya antibodi terhadap
obat tersebut.
PEMAKAIAN OBAT ANTIKOAGULAN, ANTITROMBOTIK DAN TROMBOLITIK Obat obat tersebut digunakan untuk mencegah penyakit
tromboemboli. Telah digunakan untuk pengobatan maupun pencegahan pada infark miokard, katup jantung
buatan, emboli jantung, emboli paru, tromboemboli serebral, trombosis vena dalam pada waktu dan setelah pembedahan. Untuk penggunaan obat obat tersebut harus tersedia sarana laboratorium yang baik serta tenaga yang
berpengalaman. Monitorlng harus dilakukan guna menghindari timbulnya bahaya perdarahan.
Obat ini telah digunakan dengan hasil baik untuk pengobatan emboli paru akut dan trombosis vena yang letaknya dalam. Biasanya dosis awal streptokinase adalah 250.000 U. Diberikan inffavena pelan pelan selama 30 menit, kemudian dilanjutkan dengan 100. 000 I.U. setiap jam. disesuaikan dengan waktu trombin. Pengobatan diteruskan untuk 24 sampai 72 jam dan selalu dimonitor dengan waktu trombin. Waktu trombin ini sebaiknya berkisar arrtaft 2 sampai 5 kali harga normal. Penggunaan lain yaitu pada
infarkmiokard akut.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM GUNA PENGAWASAN PEMAKAIAN OBAT ANTI KOAGULAN Tujuan pemeriksaan laboratorium sebelum dan selama pemakaian obat antikoagulan ialah menilai serta mencegah
dan sebaik mungkin mengurangi efek yang tidak diinginkan atau guna mengetahui efektivitas pemberian. Pemeriksaan sebelum menggunakan obat dimaksudkan
untuk menemukan kemungkinan kelainan hemostasis.
Urokinase (Abbokinass) Obat ini pertama kali diisolasi dari kencing manusia. Dibuat dari kultur sel ginjal manusia. Zatini adalahenzimproteolitik dan merupakan substrat alamiah yang mengaktifkan plasminogen menj adi plasmin.
Penggunaannya serupa dengan streptokinase. Kontraindikasi pemakaian urokinase ialah : pada anak, pasien yang baru sembuh dari luka trauma yang baru, keganasan di viseral dan intrakranial, cerebrovasculer accident yang baru, serta kehamilan. Dosis awal urokinase sebanyak 4.400 l.U./kg, diberikan intravena selama
l0 menit, kemudian diteruskan dengan infus 4.400 LU/Kg. setiap jam selama 12 jam dan selanjutnya diberi heparin
Pemeriksaan yang diperlukan : . penentuan hemoglobin, trombosit . pemeriksaan hapusan darah perifer . pemeriksaan urin . waktu pembekuan darah(Lee White) . waktu tromboplastin parsial (PTT) . one stage prothrombin time . tes protrombin dan prokonvertin . tes trombo (thrombo Test)
Guna memonitor pemakaian heparin disarankan pemeriksaan
PT!
karena ini lebih peka dibandingkan waktu
pembekuan darah.
Untuk pasien dengan antikoagulan oral dimonitor
1439
PENGGTJI.IAAN OBATOBI$AT{ AITITIKOAGULAN ANTTTROMBOLTTIK
dengan: tes one stage prothrombin time, tes protrombin dan prokonvertin (Tes P dan P) dan tes trombo.
REFERENSI Buckler P, Douglas AS. Antithrombotic treat-ment. Brit Med
PENGENDALIAN EFEK PENGOBATAN (THERAPEUTTC RANGq Pengendalian dosis pemeliharaan perlu memperhatikan hasil laboratorium.
. . . .
Waktu pembekuan hasilnyamtara2-2,5 normal.
Kompleksprotrombinhasilnyawfiara2}-2l Tes trombo hasilnya antaru5-l5%o. Tes protrombin dan prokonvertin = 20
J.
7983; 28'7:196. Leavel BS, Thorup OA. Anticoagulants in fundamental. Hematology. Fourth edition. 1976. p. 600. O'Reilly RA. Anticoagulant, antithrombotic and thrombolytic drugs,
in Goodman & Gilman's. The pharmacological basic of therapeutics. 6th edition. New York: Mac Milian Pubi Go; 1980. p. t34'7. Schoder R, Biamino G, Enz Rudiger VIL, et al. Iniravenous short term infusion of Streptokinase in acute myocardial infarction. Circulation. 7983:67 :536. Sharma CVRK, Gella G, Parisi AF, et al. Thrombolytic therapy. New Eng J Med. 7982;306:1268.
228 PERAN FLOW CYTOMETRIC IMMUNOPHENOTYPING DI BIDANG KEGANASAN HEMATOLOGI DAN ONKOLOGI Cosphiadi Irawan, Zubairi Djoerban
PENDAHULUAN
APA ITU FLOW CYTOMETRY ?
Ketepatan diagnosis keganasan darah sangat tergantung
Flow-cytometry adalah teknologi yang memungkinkan pengukuran berbagai karakter fisik dari satu sel (single file cell) secaru simultan/bersamaan .Pengukuran ini dilakukan
dari tiga parameter yang saling mendukung, yaitu: morfologi, imunofenotip dan sitogenetika (sesuai dengan
rekomendasi WHO dan klasifikasi "FABlFrench
pada saat satu seUparlikel, bersama aliran air (fluid stream) dengan kecepatan 500 sampai 4000 sel per detik melewati sistem analisa oplik(apparalus) yang mampu melaporkan:
American British"). Beberapa kasus mungkin telah sangat jelas diagnosanya berdasarkan morfologi selnya (sitologi)
atau jaringan (histologi) yang didukung pewarnaan imunositokimia,ihistokimia; namun tidak sedikit pula yang memerlukan kajian sitogenetik dan biologi molekular terlebih bila akan mengkaji subklasifikasi, prognosis, hasil pengobatan dan kemungkinan sisa minimal sel ganas (" minimal residual diseaselMRD"); tulisan ini selanjutnya akan menitik beratkan pada pembahasan peter ap an "fl ow cytometric immunophenotyping" ( FCI ) pada keganasan darah dan tumor padat.
"Imunophenotyping" sendiri berarti: mengenali ifi c at i o n) dan men ghitun g (q u an t ifi c at i o n) antigen sel melalui "fluorochrome" yatg dilekatkan (labeled) (i d e nt
pada antibodi monoklonal yang spesifik terhadap antigen dipermukaan atau sitoplasma (intra selular) dari sel tertentu. Teknik ini dapat dikerjakan secara manual dengan menggunakan mikroskop fluoresens atau dengan alatJlow-cytometry (FAC-scan atalu Coulter) yang dapat menilai dan menghitung sel sel satu persatu serta menganalisa berbagai parameter karakteristik sel yang kompleks secara simultan, obyektif dengan akurasi yang tinggi. Untuk dapat memahami bidang imunophenotyping dengan baik, maka pembahasannya tak dapat dilepaskan dengan pengertian flow - cytomet ri danhalhal yang terkait dengannya.
secara relatif ukuran (forward scatter), granularitas/ kompleksitas internal (side scatter) dan intensitas flurosens dari sel tersebut pada saat berinteraksi dengan sinar laser. Alat ini umumnya menggunakan sumber sinar LASER (/igizr
amplification by stimulated emission of radiation) dari argon dengan panjang gelombang 488 nm yang akan dieksitasi (menyerap energi) oleh flurokrom tertentu (misahya: PerCP/Perkloroferidin, FTTC / fluoroisotiosianat,
PE/fikoeritrin ) yang kemudian melepaskan energi (emitting photon) yang diserapnya melalui: getaran (vibration), pelepasan panas (heat dissipation) dan dengan panjang gelombang yang berbeda yang disebut fluoresens (FLl, FL2 ata.u FL3) yang direkam oleh detektor optik berupa energi sinyal yang akan diubah menjadi sinyal elektronik serta dilaporkan berupa gambaran distribusi sel dan enumerasi.
(Gambarl)
Hal ini menjadikan imunofenotip dengan flowcytometry merupakan fase yang penting dalam menilai dan menentukan diagnosis awal dan klasifikasi pasien dengan leukemia akut; yang dalam perkembangannya berperan pula untuk menentukan prognosis. rencana pengobatan dan membantu mendeteksi adanya residu minimal penyakit (MRD: minimal residual disease). Teknik ini dipergunakan pula untuk melakukan enumerasi CD4 (sel T helper) ,CDB
t440
t44t
PERAN FLO\il CTTOMETRIC IMMUNOPHENOTYPING
Gambar l.Terlihat suspensi "singld'sel yang tedokus oleh tekanan hidrodinamik dalam aliran cairan dan di"interseksi" oleh laser ion argon, dimana sinyal yang dikeluarkan akan di tangkap oleh detektor "forward /side scattel'(1)dan detektor multi emisi flurosens (2-4). Sinyal ini akan dikonversi dan diamplifikasi menjadi data digital dan ditayangkan dalam layar computer. Sumber: Brown M. Clin Chem 2000
T supresor), CD56(-)/NK sel, CD34 (sel induk), retikulosit; dan pada tumor padat digunakan untuk
KEGANASAN HEMATOLOGI DAN IMUNOFENOTIP
menganalisa siklus sel, tingkat proliferasi, DNA ploldy, apoptosis dan monitor resistensi sel terhadap kemoterapi.
Pada dasarnya semuajenis sel darah berasal dari sel induk
(sel
serta banyak lainnya. FCI dalam perkembangannya
(stem cell), yang kemudian berdiferensiasi dan
merupakan alat yang berguna untuk menentukan diagnosa
berproliferasi baik pada jalur mieloid atau limfoid; di bawah kontrol sitokin seperti CFS (colony stimulating factors). Sel-sel pendahulu Qtrecursor) dari jalur dan fase yang
berdasarkan fenotip baik secara selular dan juga hematopatologi Berbagai spesimen yan-e dapat dipakai dapat berasal dari darah tepi. aspirasi sumsum tuian g. core s1'. aspirasi j arum halus, sampel segar blopsi.l arin gan.
biop
danjuga berbagai sampel dari cairan tubuh.
POPULASI SEL SUMSUM TULANG NORMAL Sumsum tulang normal didominasi elemen matang dari mielopoesis. Sel ini umumnya berukuran besar dan sangat
bervariasi dari kompleksitas sitoplasma dan inti sel, sehingga dapat dibedakan dengan komponen lainnya berdasarkan penyebaran cahayanya (light scatter). Informasi yang lebih rinci didapat dengan dual parameter RALS (rlghr angle light scatter) dan CD45 (antigen yang dijumpai pada leukosit) dengan intensitas berbeda-beda tergantung dari jenis selnya. Masing masing sel akan menempati posisi tertentu dalam penampilan digitalnya
berbeda akan mengekspresikan subset molekul yang berbeda pada permukaan/membran selnya dan mungkin juga sitoplasmik (intrasel) yang dapat merupakan penanda khusus dari sel tersebut. Konsep inilah yang kemudian
didefinisikan/dikenal sebagai antigen CDI cluster of differentiation. CD antigen ini berhubungan dengan membran-plasma leukosit yang secara molekular mungkin berhubungan dengan berbagai fungsi sel, seperti misalnya:
interaksi sel, reseptor sitokin, sinyal transduksi, ion channels, transportasi, enzim, Ig, atau molekul adhesif. Sejalan dengan diferensiasi sel pada jalurnya, maka CD antigen ini akan berubah. Sebagai contoh sel induk mieloid mengekspresikan CD34+ (merupakan penanda sel induk), yang kemudian akan mengalami penurunan/menghilang (down regulation) pada saat berdiferensiasi ke bawah menjadi granulosit; dan mulai mengekspresikan CDl3, dan
CD33. Neutrofil matang akan memperlihatkan CDllb,
(Gambar 2), proses selanjutnya dengan melaktkan gating
CD13, dan CD15, namun CD33 menghilang. Pada
(penilaian dan penghitungan kelompok sel tertentu)
keganasan
berdasarkan koekspresi dari antibodi monoklonal tertentu dapat diketahui jumlah dan jenis sel tersebut. Dengan
menggunakan panel mtibodi monoklonal dapat mendeteksi
memahami prinsip diatas dan proses hematopoeisis normal maupun yang patologis teknologi ini mampu memberikan asupan yang sangat bermanfaat bagi seorang klinisi dalam menentukan terapi, prognosis, monitor hasil pengobatan dan banyak lainnya.
limfoid atau mieloid, analisa tlow-cytometry
secara spesifik dengan ketepatan mencapai 98% untuk membedakan asal sel tersebut, selanjutnya karena perannya yang penting pada leukemia akut, maka FCI akan
dibahas lebih mendalam dibanding jenis keganasan lainnya. Sistim panel antibodi monoklonal yang digunakan dari satu pusat kesehatan dengan yang lainnya, biasanya
t442
ONKOITOGIMEDIK
Gambar 2 . Dual parameter CD45/'side scatte/' memperlihatkan beberapa populasi , regio (r) A : Sesuai SSTL normal dengan beberapa populasi normal, B : Limfoblast pada ALL C : CML dengan transisi krisis blas / mieloblas meningkat dan reaktif precursor erithroid d: Keganasan rendah limfoproliferatif , sesuai dengan CLL
akan berbeda dalam tingkat spesifitasnya. Namun secara
diagnostik, panel tersebut harus terdiri dari minimal kombinasi yang dapatmembedakan kelompok sel dan jenis keganasannya (limfoid/mieloid,akut atau kronik, limfoma sel B/T, sel plasma./mieloma multipel). Tentu saja hal ini memerlukan seorang ahli penyakit darah dan kanker serta
baku yang kaku, kembali penulis mengutip pertemuanpanel Amerika dan Canada tahun 1997 y ang merekomendasikan
pada semua kasus, interpretasi akhir FIC harus berkaitan dengan keadaan klinis, morfologi, hasil laboratorium dan
studi lain yang dianggap sesuai.
patologi klinik yang berpengalaman; serta tergantung pula
Akut Mieloblas Leukemia/AML
dari dana yang tersedia, kemampuan pasien dan kebutuhan
M0, secara imunohistokimia bereaksi negatif, dan menempati posisi yang rendah pada CD45+ dan RALS (side scatter) dan berhimpitan dengan daerah limfoblas. Namun setidaknya akan bereaksi positif dengan minimal satu penanda spesifik mieloid seperti: CD13+, CD33+ dan CD11b+. Bila ditemui reaksi dengan mieloproksidase
penelitian.
KEGANASAN HEMATOLOGI
M0
Sel blast
Sampai dengan saat ini telah diketahui setidaknya 247 CD
(MPO) maka reaksi
ini akan lebih sensitif dari pada
subset antigen yang mewakili perkembangan sel
kombinasi CD13+ ataupun CD33+. Meskipun bereaksi
pendahulu sampai dengan matang baik dari mieloid atau
negatif terhadap penanda limfoid , namun dapat ditemui
limfoid. Dengan tetap mengacu pada kemampuan
pulakoekspresiCDT+ dan CD4+. M0 hampir selalubereaksi positif terhadap HLA-DR dan CD34. Beberapa peneliti
diagnostik dari sudut morfologi, imunosito/histokimia dan kariotip; beberapa acuan CD berikut akan disampaikan pada masing masing keganasannya. Namun tetap harus dicamkan, mengingat kesulitan untuk menyusun kriteria
melaporkan koekspresi CD7+ dan CD34+, memiliki prognosis yang buruk karena berhubungan dengan fenotip kebal terhadap pengobatan; M0 juga dilaporkan
t443
PERAN FI.OW CTTOMETRIC IMMI,JNOPHENOTYPING
memperlihatkan kekerapan yang tinggi abnormalitas sitogenetik, yang diantaranya berhubungan dengan
dilakukan dengan panel antibodi monoklonal dan bila mungkin abnorrnalitas genetik
kromosom 5 dan 7.
ALL precursor
AML
B: biasanya menunjukkan CD19+, CDl9a+ dan CD1 0+; negatif atau dim CD20; CD22 + padapermukaan atau sitoplasma sel serla CD45 C) atau dim (intensitas antara
M1
M1 mempunyai gambaran flow digital yang mrrip dengan M0, dan mungkin sulit dipisahkan, kecuali adanya penambahan side scatter karena adanya peningkatan granularitas. (namun ini tidak definitif). M1 biasanya selalu menampilkan CD 1 3+, CD3 3+ dan HLA DR+; namun CD34+
yang lebih rendah dari M0. Sebagian juga dapat ditemui CD 1 5+ dan CD4+, namun lebih jarang dari M0
AML M2 Perbedaan yang menonjol antara
Ml
dan M2, adalah pada
M2 telah ditemui adanya pematangan dan menurunnya persentase blast. CD45+ dan side scattermefirperlihatkan
gambaran yang tak terputus (kontinu) dari regional
mieloblas ke mieloid matang. Umumnya M2 memperlihatkan HLA DR+; adanya ekspresi CD19+ dan CD 56+ pada M2 mungkin berhubungan dengan t (8;21) yang merupakan prognosis yang baik pada pasien dewasa. Pasien dengan morfologi M2 dan t (8;21), jarang ditemui CD13-, CD14- dan CD33- dan MPO+. Sedang pada M3 akan ditemui penurunan CD45+ dan juga menurun serta hilangnya HLA-DR pada kebanyakan kasus. Pada M4 dan M5, keduanya memiliki kemiripan dari segi fenotip, kecuali pada M4 CD34+ lebih banyak ditemui dari pada M5. Fenotip yang penting pada keduanya adalah CD13+, CD33+, HLA-DR, CD14+ dan CD15+. Pada beberapa kasus M5 dapat ditemui CD56+. AML M6 jarang
ditemui dan belum teridentifikasi dengan baik; CD34+,CD13, dan CD33 biasanya dapat ditemui, sedangkan ekspresi CD45 dan side scatter dominan menonjol pada daerah eritroid. AMLMT (megakarioblastik leukemia) merupakan kurang dari lVo kasus AML dimana diagnosa ditegakkan bila lebih dai 30Vo sel noneritroid adalah megakarioblas (ini kadang sulit dikenali).Secara imunofenotip dapat dikenali bila mengekspresikan CD61 (Gp IIIA) dan/atau CD41 (Gp IIb-IIIA). Secara keseluruhan berdasarkan kriteria WHO/FAB, AML dibagi atas delapan subtipe berdasarkan: morfologi, bereaksi positif terhadap pewarnaan Sludar'blackB dan peroksidase; minimal secara bervariasi mengekspresikan CD13, CD14, CD33, CD41 ,CD61 dan glikoforin A. Beberapa senter menggunakan CD45, CD34 dan CD7 sebagai penapis MRD. Beberapa abnormalitas sitogenetik seperti t (8;21 atau 15;17), inversi kromosoml6, abnormalitas 11q23 dapat digunakan untuk menetapkan respon terapi dan prognosis.
Leukemia Limfoblastik: ALL (Akut lekemia limfoblastik) Klasifikasi WHO menetapkan bahwa klasifikasi ALL harus
"bright" dan negatif). slg biasanya (-) dan CD34 sering positif meskipun dianggap tak spesifik. Hal yang membantu membedakan dengan limfoma adalah ekspresi TdT, CD13 dan atau CD33. Beberapa patokan diagnosa adalah bila dijumpai ekspresi kuat CDl9 dan CD10 dengan TdT atau CD34 positif atau densitas rendah CD45; ekspresi CD lainnya dapat diabaikan. Bila CD10(-) , namun ditemui ekspresi kuat CDl9 dan CD22,inipun dapat dipertimbangkan diagnostik (dengan koekspresi TdT dan CD34). Belakangan CDlgasebagai reseptor sel B (protein permukaan sel) mulai muncul sebagai reagen diagnostik. Untuk membedakan dengan sel B yang dapat meningkat pada beberapa kasus (terutama pasien anak) digunakan gambaran variatif ekspresi dari berbagai penanda di atas dengan menggunakan analisa multi parameter.
ALL precursor T: memiliki karakter CD7+, CD5a+, dan CD2+, namun CD3(-) atau dim untuk sitoplasma (cytCD3+).
Adanya CD4 dan CDS dapat dijumpai dalam berbagai kombinasi (namun umumnya keduanya negatif atau keduanya positif) dianggap parameter diagnostik. Demikian pula dengan kombinasi CD3+ danTdT dan CD34+; untuk yang terakhir hati hati bila sampel berasal dari mediastinal
anterior, karena timosit juga memberikan ekspresi yang sarna.
Lekemia sel rambut (Hairy cell leukemia), dikenali denga slg+; pada jenis rantai ringan sel B, penanda sel B akan ditemui positif kuat (umumnya lebih dari sel B normal dan sudah pasti lebih dari kelainan limfoproliferatif lainnya)
CLL
sel B:
memiliki karakterCDl9+, CD5+, CD20
tun CD22
dim dan slg dim terbatas pada rantai ringan.
Bilineage Leukemia Akut Keadaan dimana ditemui selblastberasal dari dlua lineage lalw yangberbeda, yang dapat berupa kombinasi mieloid dan limfosit B atau T: atau berasal dari sel limfosit B dan T dan bukan mieloid sama sekali. Cara termudah menentukan adalah dengan FIC ,dimana alur mieloid akan bereaksi terhadap MPO minimal 37o dari sel bla.st. Untuk sel I cytCD3 (sitoplasma CD3) merupakan parameter diagnostik dan cytCDT9a atau cytCD22 positif untuk sel B
Leukemia Akut Bifenotif Suatu kedaan dimana sel biasr memiliki reaksi positif untuk
dua penanda spesifik dua alur yang berbeda; keadaan yang lebih jarang adalah positif dengan tiga penanda spesifik. Diagnosis dengan FIC diperlukan mftimal flow cytometry analisa dua warna. Sel blast dapat menunjukkan reaksi positif dengan MPO y-untuk mieloid-y dan cytCD3
1444
ONKOLOGIMEDIK
(limfositT)
atau dengan cytCDT9a (limfositB). Variasi lain adalah sel blast mengekspresikan cytCD3 dan cytCDT9a atattCD22lcytCD22 untuk sel limfosit T/B yang nature. Reaksi CD3 positif tidak bermakna cytCD3 positif. Keadaan yang jarang sekali ditemui namun pemah dilaporkan adalah sel b/asl menunjukkkan reaksi positif terhadap tiga penanda spesifik mieloid, limfosit T dan B yaitu: MPO, cytCD3 dan
cytCDl9a/cytCD22. Untuk keganasan sel plasma (misal: mieloma multipel) selalu menunjul 90 mnt q3-4 mgg atau 30 mg/m2 per hari > 120jam 20 mglm2 lV q3-4 mgg >30 mnt atau 1,5-3 mg/m2 q 3-4 mgg > 24 jam atau 0,5 mg/m2 per hari > 21 hari 1 00-150 mg/m2 lv qd X3-5 hr 150-2OO mg/m2 lV 2X seminggu,4 mgg
Antrasiklin
Doksorubisin, Daunorubisin Epirubisin ldarubisin
45-60 mg/m2 q3-4 mgg;10-30 mg/m2 per mgg; atau regimen infus kontinyu '150 mg/m' lV q3 mgg 10-15 mg/m'?q3mgg;10 mg/m2 lV qd X3
Lain-lain
Mitoksantron Aktinomisin D
12 mg/m'zqd X3
Alkaloid vinka
Vinblastin Vinkristin Vindesin Vinorelbin
6-8 mg/m'z per mgg 1-1,4 mglm'per mgg (maks 2 mg)
Taksan
Paklitaksel
175 mglm2 perlnfus 3 jam;135-175 mg/m' p-er infus 24 iam; 140 mg/m' per infus 96 jam; 250 mglm'per infus 24 jam + G-CSF 60-75 mg/m'per infus 1 jam, q3 mgg
Dosetaksel
10-15 pg/kg per hr qd X 5 lV bolus
15-30 mg/m2 per mgg
Platinum
Sisplatin Karboplatin (Paraplatin) Oksaliplatin (Eloksatin)
75-100 mg/m'z per dosis lV q3-4 mgg 365 mg/m' lV q3-4 mgg 130 m6/m2 q3 mss > Zlam atau 85 mg/m2 q2 mgg
Lain-lain
L-Asparaginase Bleomisin
25.000 lU/m'zq 3-4 mgg
Terapi target
lmatinib mesilat Gefitinib Trastuzumab
400 mg/hr 250 mg/hr lnisial: 4 mg/kg, infuse 90'. Dosis pemeliharaan: 2 mg/kg, infus 30'
BCNU: bischloroethylnitrosourea; CCNU: cyclohexylchloroethylnitrosourea; q: setiap; bid: dua kali sehari; mg: miligram; mgg:mrnggu
qd : setiap hari; PO: per oral; lV: intravena;
1452
reseptor progesteron memberikan hasil pengobatan yang
lebih baik. Tanpa reseptor, hasil pengobatan hormonal kurang dari 5Vo, sedangkan yang reseptornya positif, 304OVo,.bahkan hasil pengobatan 6O-707o bila tumornya mempunyai kombinasi reseptor estrogen dan progesteron. Obat antiestrogen, seperti tamoksifen, telah terbukti dapat memperbuki outcome pada setiap stadium kanker payudara dengan reseptor hormonal positif. Obat inhibitor aromatase seperti anastro zol, letrozol, atau eksemestan juga telah dilaporkan memberikan hasil yang baik dan merupakan
ONI(OI.OGIMEDIK
samping yang terjadi akibat kemoterapi. Sebagian besar program pengobatan standar dirancang sesuai dengan kinetika pemulihan sumsum tulang setelah paparan kemoterapi. Beberapa tahun terakhir mulai diberikan faktor
perangsang koloni seperti faktor perangsang koloni-
makrofag (macrophage-colony stimulating factor, M-
CSF), faktor perangsang
koloni-granulosit
(granulocyte-colony stimulating factor, G-CSF). Faktor
pertumbuhan
ini mempunyai peran penting dalam
obat pilihan pada pasien pascamenopause, baik yang alamiah
pemberian dosis intensif kemoterapi dengan mencegah leukopenia sehingga mengurangi insidens infeksi dan
maupun menopause buatan (pasca ablasi ovarium).
lamanya rawat inap.
TERAPI DENGAN TARGET MOLEKULAR
Mukositis Mukositis dapat terjadi pada rongga mulut (stomatitis),
Terapi dengan target molekular pada pengobatan kanker
lidah (glossitis), tenggorok (esofagitis), usus (enteritis),
adalah strategi pengobatan yang dirancang untuk
dan rektum (proktitis). Umumnya mukositis terjadi pada hari ke-5-7 setelah kemoterapi. Satu kali mukositis muncul, siklus berikutnya akan terjadi mukositis kembali, kecuali jika obat diganti atau dosis diturunkan. Mukositis dapat menyebabkan infeksi sekunder, asupan nutrisi yang buruk, dehidrasi, penambahan lama waktu perawatan, dan peningkatan biaya perawatan. Untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder akibat mukositis, maka kebersihan mulut harus dijaga. Pasien juga harus diingatkan untuk berhati-hati dengan gigi palsunya dan memilih sikat gigi yang bulunya halus. Setiap kali habis makan, mulut harus dibersihkan dan berkumur dengan obat antiseptik. Jika telah terjadi infeksi sekunder, apakah disebabkan oleh jamur, herpes, atau bakteri, maka infeksi harus diobati dengan obat yang sesuai.
menghambat molekul spesifik yang terlibat dalam proses transformasi keganasan atau mempengaruhi metastasis
sel-sel kanker. Terapi ini dapat ditujukan pada produk onkogen yang terlibat secara langsung pada insiasi transformasi keganasan, contohnya adalah imatinib untuk pengobatan leukemia mielositik kronik. Selain itu dapat
ditujukan pada produk onkogen yang terlibat pada stadium selanjutnya dari proses transformasi keganasan (berperan dalam progresifitas tumor, tidak pada awal
pembentukan tumor), contohnya adalah trastuzumab untuk pengobatan kanker payudara.
Obat yang digunakan untuk terapi ini terbagi atas jenis. Molekul berukuran kecil dapat menghambat enzim atau reseptor pertumbuhan yang
beberapa
terlibat dalam pertumbuhan sel. Contohnya adalah imatinib dan gefitinib. Obat penginduksi apoptosis bekerja melalui
interaksinya dengan protein yang terlibat proses apoptosis. Contoh obat jenis ini adalah bortezomib yang digunakan pada pengobatan mieloma multipel. Jenis lain
adalah antibodi monoklonal, vaksin kanker, inhibitor angiogenesis. dan terapi gen.
EFEK SAMPING KEMOTERAPI Obat sitotoksik menyerang sel-sel kanker yang sifatnya cepat membelah. Namun, terkadang obat ini juga memiliki efek pada sel-sel tubuh normal yang juga mempunyai sifat cepat membelah seperti rambut, mukosa (selaput lendir), sumsum tulang, kulit, dan sperma. Obat ini juga dapat bersifat toksik pada beberapa organ seperti jantung, hati, ginjal, dan sistem saraf. Berikut akan dibahas beberapa efek samping yang sering ditemui pada pasien.
Mual dan Muntah Mual dan muntah terjadi karena peradangan dari sel-sel mukosa (mukositis) yang melapisi saluran cerna. Muntah dapat te{ adi secara akut, dalan0-24 jansetelah kemoterapi, atau tertunda,24-96 jam setelah kemoterapi. Setiap obat tidak sama derajatnya dalam menimbulkan
mual/muntah. Obat yang dapat sangat sering (>90%) menyebabkan muntah contohnya sisplatin, dakarbazin, mekloretamin, dan melfalan/arabinosa-C dosis tinggi. Obat yang sering (60-90Vo) menimbulkan muntah contohnya siklofosfamid, prokarbazin, etoposid, metotreksat, sisplatin.
Obat yang insidensnya sedang (30-6OVo) dalam menimbulkan muntah misalnya doksorubisin, 5fluorourasil, karboplatin, ifosfamid, sitarabin, mitoksantron. Obat yang sedikit menimbulkan muntah adalah alkaloid
vinka, 5-fluorourasil, bleomisin, etoposid. Obat yang sangat jarang (metotreksat
Toksisitas utama yang timbulnya terlambat, adalah nekrosis tersebar yang menyebabkan leukoensefalopati. Faktor risiko utama meliputi:
Insidensi meningkat setelah lebih dari 6 bulan dari
-
permulaan terapi.
-
Mula-mula sering diketahui pada MRI, diikuti
gangguan neurologik yang tak
dapat
disembuhkan. Meningitis stafrlokokus epidermidis muncul subakut padapasien SRVC.
METOTREKSAT (MTX) INTRAVENTRI KULAR
.
. .
Mengurangi donor karbon yang diperlukan untuk sintesis purin dan pirimidin.
Meningkatkan dihidrofolat poliglutamat, yang selanjutnya menghambat sintesis purin.
Farmakologiklinik: - Umumnya aktif terhadap pembelahan sel jaringan yang cepat. - Umumnya efektif bila kadar obat tetap tinggi untuk jangka waktu yang lama.
Radiasi kranial (t.u. bila didahului MTX intratekal)
MTXsistemik
Obat antiemetik biasanya tidak diperlukan
Perawatan yang Penting
.
Antimetabolit Target dihidrofolat reduktase
MTXintratekal
Terapi Suportif
Mekanisme Kerja
. . .
Toksisitas primer yang dini adalah pada mukosa GI dan sumsum tulang. . Jika toksisitas ini menjadi problema klinis, hal ini dapat dicegah dengan menggunakan kalsium leukovorin oral, yang melindungi jaringan sistemik, tetapi tak menembus keadaan CSS.
>sitarabin >tiotepa.
-
MTXIT dapatmenghasilkankadarlebih dari 10iM
MTX intratekal dibersihkan dari CSS sebagian besar
positif.
-
10
dalamCSS sampai48 jam.
distribusi kemoterapi intratekal. Kemoterapi intratecal dimulai dua kali dalam satu minggu. Bilapemeriksaan sitologi lcs menjadi negatif, terapi
intrathecal diberikan dua kali/minggu untuk
-
Farmakokinetik
.
. . . .
CSS dikeluarkan sebanyak volume obat yang akan dimasukkan (5-15 cc), obat dimasukkan pelan-pelan (< I mVmenit) untuk menghindari aliran (pergeseran) yang cepat dari CSS di dalam otak. Hindari kontaminasi, gunakan teknik aseptik yang ketat. Obat dapat dimasukkan bila ada aliran yang mudah dari CSS yang tak mengandung darah.
Intoksikasi berat dapat terjadi pada orang tua atau pasien dengan lesi meningeal yang berat. Penilaian - Status dasar neurologik - Untuk araknoiditis akut (kebanyakan reaksi toksik): sakit kepala, nyeri punggung, kaku kuduk, dan demam.
Penentuan Dosis
.
l0 mg dalam 5-10 ml larutan elliot B dua kali dalam satu
. .
minggu melalui ruang intratekal di daerah lumbal atau di ventrikel. Teruskan sampai sitologi CSS menjadi bersih (negatif). Lalu teruskan dengan terapi pemeliharaan, dua pengobatan setiap minggu (satu minggu tiap bulan).
-
Mielopati subakut: paraplegi/paraparesis pada satu
-
Leukoensefalopati kronik: iritabel, ataksia dan
atau lebih radiks saraf.
-
meningkatnya tekanan CSS. Neurotoksisitas yang ditandai oleh: rasa panas, mati rasa di kaki, stupor, agitasi, kejang-kejang dan sesak napas.
t4s9
TEKNIKTIEIG{IK PEMBERIAN KEIUOTERAPI
.
Menentukan tempat-tempat yang mudah terkena
infeksi. Edukasi pasien
-
. .
Jelaskan catar,ya:. pasien diminta tidur telentang
Toksisitas utama adalah terjadinya leukemra non limfositik akut seperti obat-obat allqlating yang lain. Neurotoksisitas nampaknya lebih rendah daripada metotreksat intratekal.
selama prosedur berlangsung.
-
Komplikasi akut yang dapat meliputi: nausea, vomitus, demam, sakit kepala, kaku kuduk, biasanya akan meredadalam 72 jun. Catat gejala-gejala yang tak biasa.
Perawatan Suportif
.
Segi Farmasi
.
Allqlating agent fwrgsional Secara farmakologis sama dengan nitrogen mustard. Dapat dimasukkan ke dalam ruang-ruang dalam badan (body cavities)
. . .
Farmakologi Klinik
. (TEPA)
bertanggungjawab untuk semua aktivitas obat terhadap tumor solid.
Dosis l0 mg dalam 5-10 ml larutan Eliot B atau salin normal
. .
.
dua kali dalam seminggu, masukkan dalam ruang
. .
intratekal dari daerah lumbal atau ventrikel. Teruskan sampai sitologi CSS bersih.
.
Half lfe terminal dai tiotepa intraventrikular
(CSS buatan) atau salin normal
Pemeriksaan darah rutin dilakukan setiap seminggu. CSS dikeluarkan dan obat dimasukkan pelan-pelan (38'C dua kali pengukuran yang berlangsung lebih dari l jam atau pada dua kali pengukuran dalam waktu 72 jam, atau suhu oral >38,3"C dalam satu kali pengukuran dan tidak didapatkan tanda-tanda non infeksi. Neutropeni adalah jumlah neutrofil (batang dan segmen) kurang dari 500 sel/mm3 dengan kecenderungan turun menuju 500 seUmm3 dalam2 hari berikutnya. Demam tak dapat diterangkan yakni demam yang tidak disertai tanda klinis infeksi atau tidak ditemukannya infeksi secara
mikrobiologis.
Dharmais antara tahun 19991200012002 bervariasi antara
Demam klinis terbukti infeksi yakni demam dan didapatkan tanda klinis infeksi sepefti pneumonia, infeksi kulit ataujaringan lunak, tetapi secara mikrobiologis tidak
12,57o-38,87o.
ditemukan patogen.
Di Indonesia, belum ada data nasional besarnya angka kematian demam neutropeni sementara di RS Kanker
1498
1499
NEUTROPENI FEBRIL PADA KANKER
Infeksi terbukti secara mikrobiologi dengan atau tanpa bakteremia, yakni ditemukannya bakteri pathogen pada tempat infeksi atau ditemukannya bakteri patogen pada kultur darah walaupun pada lokasi infeksi tidak ditemukan. Pengambilan kultur haruslah dapat diyakini dan dipercaya
fluorourasil dan metotreksat. Kerusakan barier mukosa ini
juga dapat disebabkan oleh pengobatan radiasi, prosedur operasi, penggunaan kateter, sten, prostesis dan lain lain. Obstruksi. Fenomena obstruksi sering terjadi pada kanker
korelasinya.
primer maupun kanker metastatis. Pada kanker paru bronkogenik atau juga lesi metastasis paru seringkali
PATOGENESIS
menyebabkan obstruksi parsial saluran nafas kemudian terjadinya pneumonia post obstructive. Obstruksi traktus bilier pada pasien kanker hepatobilier dan pankreas seringkali menyebabkan kolangitis. Pada kanker serviks seringkali terjadi obstruksi uretra yang kemudian diikuti
Pasien dengan kanker akan lebih mudah mendapatkan infeksi dibandingkan dengan non-kanker. Demikian halnya dengan pasien kanker darah akan lebih mudah dan lebih sering mengalami infeksi dibandingkan dengan pasien kanker solid. Pada pasien kanker terutama kanker darah, anemia aplastik dan pasien yang mendapatkan imunosupresan
setelah transplantasi sumsum tulang akan mengalami neutropeni yang berkepanjangan, defek pada fagositosis. gangguan sistim imun seluler dan atau humoral. Semua ini akan berdampak pada lebih tingginya kejadian infeksi dan lebih luasnya spektrum infeksi yang terjadi, serta terhadap hasil pengobatan secara keseluruhan. Pada kanker padat, penekanan terhadap sistim imun tidaklah terlalu bermakna tetapi lebih ditekankan pada
kerusakan barier anatomik seperti kulit, permukaan mukosa, fenomena obstruksi (misalnya kanker paru-paru,
kanker traktus bilier). tindakan operasi. radiasi, penggunaan kateter, prostesis. Walaupun neutropeni akibat kemoterapi terjadi pula kepada pasien kanker padat, biasanyahanyaberlangsung singkat dan tidak seperli pada kanker darah sehingga risiko dan kejadian infeksi lebih sedikit dibandingkan dengan kanker darah. Beberapa faktor predisposisi terjadinya infeksi pada pasien kanker adalah sebagai berikut:
oleh infeksi traktus urinarius sedangkan pada kanker prostat
dapat terjadi prostatitis. Pada keadaan
ini infeksi
disebabkan oleh bakteri yang mengadakan kolonisasi pada tempat obstruksi yang biasanya bersifat campuran atau
polimikrobial.
Tindakan medis. Beberapa tindakan medis seperti operasi, prosedur medis, pengobatan radiasi dan penggunaan kateter termasuk shunt, stents dan prostesis seringkali menyebabkan infeksi. Penggunaan multilumen kateter untuk pemberian transfusi darah atau komponen darah, pemberian kemoterapi, antibiotik dan suportif lain seperti nutrisi juga dapat meningkatkan kej adian infeksi. . Kateter urin yang sering dipergunakan pada obstruksi atau inkontinensia urin berisiko untuk terjadinya infeksi
traktus urinarius. Pada berbagai kasus kanker otak, seringkali dipergunakan shunt cerebrospinal. Pada saat terjadi infeksi pada pangkalnya akan menimbulkan gejala
pusing, perubahan status mental dan meningisimus. sedangkan infeksi pada bagian ujung yakni rongga pleura atau rongga peritoneum dapat menyebabkan pleuritis atau
peritonitis. Demikian juga pemasangan prostesis pada pasien-pasien osteosarkoma atau kanker tulang lainnya melalui tindakan operasi, tidak jarang menimbulkan infeksi yang terutama disebabkan oleh kolonisasi bakteri pada
Neutropenia. Berhubungan dengan pemberian kemoterapi,
kulit.
radiasi, infiltrasi sumsum tulang serta obat-obatan
Faktor lain. Banyak kanker solid terjadi pada usia lanjut di
(mrsalnya ganciclovir). Tidak seperti pada kanker darah, pada kanker solid biasanya fungsi-fungsi netrofil masih
normal dan pemberian kemoterapi konvensional jarang mengakibatkan neutropeni yang berat, dan berlangsung kurang dari I minggu, oleh karena itu biasanya digolongkan
mana defisiensi sistim imun terjadi akibat proses penuaan,
malnutrisi, dan kakeksia kanker yang akan sangat berpengaruh terhadap kejadian dan beratnya infeksi serta respons pengobatan yang maksimal.
dalam low risk.
Kerusakan barier anatomis. Barier anatomis termasuk di antaranya kulit yang intak/utuh, mukosa orofaring, saluran
DERAJAT FAKTOR RIS!KO
nafas, gastrointesinal dan traktus genitourinarius mempunyai mekanisme pertahanan badan terhadap masuknya mikroorganisme. Pemberian Kemoterapi
Derajat faktor risiko adalah risiko perburukan keadaan sampai terjadinya ancaman kematian pada pasien
seringkali menyebabkan kerusakan mukosa, kemudian timbul kolonisasi kuman pada permukaan mukosa tersebut
kemoterapi konvensional/ agressive, komorbiditas,
dan akhimya menimbulkan risiko kejadian infeksi. Beberapa
tidaknya tanda-tanda syok. Panduan tatalaksana pemberian antimikroba pada pasien neutropeni febril Jerman tahun 2003 membagi faktorrisiko atas 3 kelompok,
jenis kemoterapi cenderung menyebabkan mukositis termasuk di antaranya adalah klorambusil, sisplatin, sitarabin (sitosin arabinoside, Ara C), doksorubisin, 5
didasarkan pada jenis tumor solid atau hematologik, tipe
lamanya neutropeni, ada tidaknya infeksi klinis, dan ada
yakni risiko rendah, risiko menengah, dan risiko tinggi yang
1500
OIYKOI.OGIMEDIK
didasarkan atas definisi kelompok risiko dari AGIHO dan MASCC (Multinational Association of Supportive Care in Cancer). Pembagian faktor risiko dari Bakornas Hompedin (Badan Koordinasi Nasional Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia) tahun 2004 didasarkan pada jenis tumor solid/hematologi, tipe
febril pun akan lebih sering. Pada suatu penelitian retrospektif di University Hospital of Zuich, insidens neutropeni febril pada pasien leukemia akut didapatkan sebesar 86Vo. Demikian pula halnya dengan jenis leukemia, padaAML, rata-rata kejadian neutropeni febril lebih tinggi dibandingkan dengan pada
kemoterapi konvensional intensivelaggresive,
ALL, yakni 60-80% berbandin g 40-60Vo. Dalam
komorbiditas, lamanya neutropeni, adanya tanda-tanda
neutropenia, rata-rata padaAML berkisar sedangkan padaALL berkisar 13-14 hari.
dan lama sehingga kejadian neutropeni
klinis infeksi dan adanya tanda-tanda syok sebagai berikut:
.
.
.
Risiko rendah - Tumor solid - Kemoterapikonvensional - Tak ada komorbiditas - Neutropeni berlangsung singkat 7 hari Didapatkan atau tidak didapatkan infeksi klinis Ada atau tidak didapatkannya tanda-tanda syok
Regimen kemoterapi konvensional umumnya tidak menyebabkan neutropeni yang berat walaupun memang pemberian kemoterapi pada kanker solid tergantung pada intensitas dosis yang diberikan. Oleh karena itu kejadian neutropeni febril tidaklah terlalu sering. Angka kejadian demam pada pasien kanker parujenis sel kecil biasanya tak leblh dai 50Vo. Kej adian demam pada kanker ovarium yang mendapatkan kemoterapi paclitaxel dengan atau tanpa platinum berkisar 33Vd, danpadakanker testis kurangdai20%o.
laboratorium rutin darah tepi, kimia darah, fungsi hati, fungsi ginjal, CRP kuantitatif, laboratorium khusus mikrobiologi yakni kultur darah, urin, faeces, dan swab
Kemoterapi intensivelaggresive pada pasien kanker hematologi akan memberikan dampak neutropeni yang berat
Rata-Rata
Jenis Ca
HKT saat
masuk
1
RllM
Leukosit
69 42
299 240 200
4
300 600
0 0
4. PTG
11,0
50 30
5
8,0
70
Ca Testis
10,5
Keterangan
HKT
:Hari Kemoterapi
Febris
Nadir
9,64 11,2
Dengan
Harl rawar
Leukemia akut 2. Limfoma 3. Ca Ovarium
hal lamanya
atarall -20hai
b 2
Tanpa Febris
54 11 0? 1? 10
Kultur darah posrtrt
Kasro
menlnqgaunloup 615=1.2
1/3=0.3 012=0 0/1
=0
0/1 =0
1501
NEUTROPENI FEBRIL PADA I(ANKER
Fokal lnfeksi
No
1. 2. 3 4. 5 6. 7.
terbanyak adalah sebagai berikut . Esch. coli 15,87o . Pseudomonas sp. l5,8%o
Januari-Maret 1999
. .
4
URTI
Bronkopneumonia Stomatitis Gastrointestinal Ulkus pada kulit Flebitis Tidak ditemukan
1
2 0 0
Klabsiella sp.
14,5Vo
Acinetobacter sp.
3,9Vo
:
Sedangkan bakteri gram positif adalah sebagai berikut:
. . . .
2 0 5
1
2
tenggorok. Ketentuan-ketentuan pengambilan sampel kultur darah sebagai berikut:
.
CNS (Coagulase Negative Staphilococcus) dan
.
corynebacterium harus 2 kali positif pada sampel darah kultur yang terpisah. Bila hanya sekali positif berarti kontaminasi. Infeksi paru, sampel harus dari BAL (Bronchoalveolar
.
Lavage) atau darah. Sampel dari swab tenggorok, sputum, saliva atau mouth rinse hanya bermakna bila positif pada waktu yang bersamaan dengan terjadinya infiltratparu. Feses kultur bermakna bila terdapat gejala infeksi
.
abdomen dan 2 kali positif. Pada infeksi berhubungan dengan kateter infus, perlu
positif pada 2 tempat yakni kultur darah dan kultur tempat masuknya infeksi.
t9,lvo Strept. viridans 7,9Vo Staph. epidermis 5,3Vo Staph. aureus Strept. anhemolyticus 3,9Vo Pada periode 1990-2000
di seluruh dunia mulai muncul
kembali bakteri gram positif yang menakutkan yakni Methycilin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
bahkan strain terakhir yakni GISA (G/icopeptide Intermediate Staphylococcus aureus) di USA dan VRE (Vancomycin Resistant Enterococcus) di Swedia pada tahun 1997. Selain infeksi bakteri gram negatifdan gram positif, infeksi jamur juga merupakan masalah penting pada pasien neutropeni febril, bahkan dapat menimbulkan
kematian. Bodey dkk. pada tahun 1992 melaporkan ditemukannya infeksi jamur pada25Vo pasien leukemi akut yang menjalani otopsi. Permasalahannya adalah sulitnya mendiagnosis dan mengobati infeksi jamur, oleh karena itu diperlukan pengenalan faktor-faktor risiko, pemberian anti jamur profilaksis dan pengobatan empirik infeksi jamur. Untuk mendiagnosis infeksi jamur gejala dan tandanya
Bakteremia merupakan komplikasi yang paling sering pada pasien neutropenia. Secara klasik, infeksi yang
seringkali tidak spesifik bahkan tidak ada. Biasanya manifestasi Kandidiasis dapat berupa mukositis,
paling sering ditemukan adalah bakteri gram negatifbatang. Tetapi kemudian terjadi pergeseran pola kuman ke arah dominasi dari gram positif sebagai akibat dari luasnya
esofagitis, bahkan kadang-kadang berupa opthalmitis dan gastritis walaupun jarang. Manifestasi aspergillosis sering berupa IP A (I nv a s iv e P ulmo n ary As p e r g illo s i s), penyakit
pemakaian kateter vena sentral, pemakaian profilaksis antibiotik dengan Kuinolon dan pemberian kemoterapi dosis tinggi yang mencetuskan terjadinya mukositis.
Bakteria Tungal Uji Klinis I
il ilt IV
vilr IX XI
Periode
Jumlah Pasien
%
Gram (+)
1973-1976
145
lt
977-1 980
111 141
67 59 59
1
'1980-1983 '1983- l 985
'1986-1988
219 213
1
989-1 991
'151
1
991 -1 994
'16'1
Xll (low risk)
1
994-1 996 995-1 997
199 39
XIV (hish-
1
997-2000
'186
1
o/o
Gram 29 23 41 41
bJ
31 JJ
69 67 69
59 47
Sedangkan kriptokokosis manifestasinya dapat berupa meningitis atau pneumonia dan lesi kulit. Beberapa faktor risiko terjadinya infeksi jamur antara lain: neutropeni yang lama dan berat, pemakaian antibiotik spektrum luas, pemakaian kateter vena senffal, penggunaan steroid, gangguan pada sistem imun selular dan penurunan
imunoglobulin. Pemeriksaan kultur darah terhadap infeksi jamur jarang
(,
3l 31
Rhinocerebral atau tracheobronchitis obstructive.
41
53
risk)
sekali berhasil, deteksi antibodi pun sulit unuk diinterpretasi karena serokonversi sering terj adi lambat. Teknik terbaru yang digunakan saat ini adalah deteksi
antigenemia untuk aspergillus dengart circulating alactomanan dan manitoUarabinitol untuk kandidosis. Sedangkan teknik lain seperti PCR masih dalam pengembangan. Infeksi virus walaupun jarang dapat terjadi pada pasien leukemia terutama yang menjalani transplantasi. Infeksi dapat disebabkan oleh HSV (Herpes g
Di RSCM/RSKD sampai dengan tahun 1996 bakteri gram negatif pada pasien sepsis neutropeni febril masih Iebih dominan dibandingkan dengan bakteri gram positif
Simplex Virus), YZY (Varicella Zoster Virus), CMY (Cytome galovirus). Pemeriksaan virus sulit dilakukan walaupun demikian beberapa teknik seperti shell-vial cultures, antigen detection dan PCR dikerjakan pula di
yzklri 55,267o berbanding 39,41Vo. Bakteri gram negatif
negara-negara maju.
ts02
ONKOI.OGIMEDIK
.
PENATALAKSANAAN PENGOBATAN
ANTIMIKROBA
.
Sebelum dilakukan pemberian kemoterapi, terutama pada pasien dengan intermediate darr high risk, beberapa pusat
pengobatan termasuk Indonesia, terlebih dahulu memberikan PAD (Partial Antibiotic Decontamination) dengan tujuan sterilisasi usus atau saluran cerna. Regimen PAD dapat berupa kolistin, neomisin, pipemedik
acid ditambah dengan anti jamur profilaksis seperti flukonazol, itrakonazol atau amfoterisin B, atau dapat juga regimen lain seperti kuinolon-siprofloksasin, bahkan yang sederhana dengan dengan kotrimoksazol. Kelemahan dari siprofloksasin sebagai PAD adalah dapat diserap secara
.
pengobatan empirik sebelum diperoleh hasil kultur mikrobiologi untuk mengurangi morbiditas dan morlalitas. Adapun beberapa prinsip pengobatan empirik pada neutropeni febril adalah sebagai berikut: . Prompt atau secepatnya, karena cepat dan tingginya
pasien dan kondisi setempat.
Bakterisidal, lebih dipilih daripada antibiotic bacteriostatic pada keadaan netrofil rendah. Broad spectrum, untuk mencakup semua bakteri potensial patogen.
Dalam hal pemilihan jenis antibiotik yang akan dibenkan terdapat beberapa konsep pengobatan yang hendaknya
perlu diperhatikan antara lain adalah: . Pemberian monoterapi atau antibiotik kombinasi . Antibiotik yang dipilih harus sudah diteliti dan terbukti efektif, terutama untuk spektrum kuman patogen
.
sistemik sehingga sering menimbulkan resistensi, sedangkan kelemahan Kotrimoksazol adalah spektrumnya lemah dan sudah banyak dilaporkan resisten. Pada pasien neutropeni febril sangat diperlukan
Empirik, yang didasarkan pada sur-veillance, kondisi
.
Monoterapi hanya boleh diberikan oleh tim yang berpengalaman, pasien diperiksa secara reguler dan monitoring ketat untuk deteksi dini kegagalan pengobatan, infeksi tambahan, efek samping obat dan reslstensl patogen
Pola kuman dan pola resistensi kuman terhadap antibiotik di setiap rumah sakit atau ruang perawatan harus sudah ada sebelum menentukan pilihan antibiotik
Protokol pengobatan yang diberikan
dapat
menggunakan acuan dari IDSA (lnJectious Disease Socie4'of Antericct) 2002 Guidelit?e.r ),ang membagi pasien
angka kematian
Demam yang tidak dapat dijelaskan pada pasien dengan risiko rendah Apakah pasien bisa menerima terapi oral?
Oral: Siprofloksasin or 1 Pengobatan tunggal: Seftazidim, sefepim. Kondisi klinis mernburuk?
Demam setelah
72-96
1am?
piperasilin tazobaktam karbapenem 2 Atau pengobatan dua obat: asilaminopenisilin + aminoglikosid or generasi ketiga/keempat kepalosporin aminoglikosid
Hentikan setelah 3 hari
tidak panas Reevaluasi pbmeriksaan klinis,
Tidak ada modifrkasi-l
View more...
Comments