PANDUAN PRAKTIK KLINIK

February 23, 2017 | Author: lisa | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download PANDUAN PRAKTIK KLINIK...

Description

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

1. Pengertian (definisi)

2. Klasifikasi

3. Kriteria diagnosis

UAP/NSTEMI ICD X 120.0  Angina pektoris tak stabil (Unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infaction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung  Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang sering didapatkan pada pasien. CCS Functional Classification of Angina :  Kelas I - Angina hanya selama aktivitas fisik yang berat atau berkepanjangan  Kelas II - pembatasan aktivitas sedikit, angina hanya selama aktivitas fisik yang kuat  Kelas III - Gejala dengan kegiatan hidup sehari-hari, yaitu keterbatasan moderat  Kelas IV - Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas apapun tanpa angina atau angina saat istirahat

Algoritme evaluasi dan management ACS Gejala didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit, tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan. Sewaktu angina terjadi, penderita dapat sesak napas atau rasa Iemah yang menghilang setelah angina hilang. Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hampir pingsan.  Pemeriksaan fisik Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu serangan angina.  EKG Gambaran EKG penderita dapat berupa depresi segmen ST, depresi segmen ST

4. Tatalaksana

6. Edukasi

disertai inversi gelornbang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T.  Enzim Troponin, CK NAC, CK-MB. Kadar enzim dapat normal atau meningkat tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. 1. Anti ischaemik agent  Beta bioker (I-B)  Golongan nitrat oral maupun intravena (I-C)  CCB (I-B)  Nifedipin dan golongan dihidropiridin (III-B) 2. Anti koagulan(UFH,LMVVH, Fondaparinux, Bivalirudin (I,A)  Pada pasien iskemik dengan risiko perdarahan (I,B)  Pada strategi invasif dini UFH (1,0), enoxaparin (IIa,B) atau bivalirudin (I, B)  Pada situasi non-urgent : Fondaparinux (I, A), Enoxaparin (IIa, B), LMWH (IIa,B)  Pada prosedur PCI : UFH (I, C), enoxaparin (IIa,B), Bivalirudin (I,B), tambahan UFF-1 50-100 iu/kg bolus diberikan pada penggunaan fondaparinux (11a,C) 3. Anti-platelet agents  Aspirin loading inisial 160-325 mg (I,A) dan pemeliharaan 75-100 mg (I,A)  Clopidogrel loading inisial 300 mg (I,A) dan penggunaan minimal 12 bulan berikutnya (I,A)  Pasien kontraindikasi aspirin, berikan clopidogrel (1,B)  Pasien PCI, loading dose 600 mg clopidogrel (lla,B)  Pasien CABG yg mendapat terapi clopidogrel, dilakukan penundaan operasi selama 5 hari (11a,C) 4. GP Ilb/Illa Inhibitors (11a,A)  Pasien yang mendapat terapi inisial eptifibaatide dan tirofiban yang akan dilakukan corangiografi harus mendapat terapi pemeliharaan dengan obat yang sama selama dan setelah PCI (IIa,B)  GP IIb/IIIA Inhibitors harus dikombinasikan dengan antikoagulan (I,A)  Bivalirudin bisa sebagai alternatif GP IIb/IIIA inhibitors plus UFH/LMWH (IIa,B) 5. Revaskularisasi  Urgent coronary angiografi pada pasien dengan gagal jantung, aritmia dan ketidakstabilan hemodinamik (I,C)  Early (10%), disarankan pe mberian beta bloker Pada pasien dengan angina vasospastik, CCB dan nitrat IIa C hams diberikan, dan hindari pemberian beta bloker Untuk Pencegahan Low dose aspirin perhari direkomendasikan pada semua I A

pasien angina pektoris stabil Clopidogrel diindikasikan hanya untuk alternatif pada intoleransi aspirin Statin direkomendasikan pada semua pasien angina pektoris stabil Direkomendasikan untuk penggunaan ACE inhibitor (atau ARB) jika terdapat kondisi lainnya (heart failure, hipertensi, diabetes, dll)

I

B

I

A

I

A

Terapi invasiv pada pasien Angina Pektoris Stabil

Edukasi Komplikasi

   

Penatalaksanan terhadap penyakit penyerta (diabetes, dislipidemia, dll) Penatalaksanaan terhadap komplikasi Mengontrol faktor resiko, edukasi pasien dan keluarga Aritmia

Prognosis

Kepustakaan

    

Infark miokard Disfungsi ventrikel Pada umumnya ringan, estimasi mortalitas 1,2 — 2,4% Kejadian henti jantung 0,6 dan 1,4% Prognosis buruk pada : - penurunan fraksi ejeksi dan gagal jantung, - menderita penyakit vaskuler, - lokasi stenosis koroner yg proksimal, - iskemia ekstensif, kerusakan kapasitas fungsi, - usia lanjut, - depresi signifikan - angina berat  ESC Guidelines 2013  Braunwald's Heart Disease: Review And Assessment,Ninth Edition, 2012  Buku Ajar limo Penyakit Dalam edisi ke-6, 2014

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

Pengertian (Definisi) Klasifikasi

Anamnesis '

Kriteria Diagnosis .

PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI ICD 111.0 Penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofikonsentrik) akibat kompensasi jantung menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral Berdasarkan NYHA (New York Heart Association), derajat penyakit jantung hipertensi dibagi menjadi :  Kelas I : Aktivitas fisik tidak terbatas  Kelas II : Aktifitas fisik sedikit terbatas  Kelas III : Aktifitas fisik sangat terbatas  Kelas IV : Sesak saat istirahat. Gejala klinis : sering asimptomatik, jika simptomatik disebabkan oleh:  Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti : - berdebar-debar, - rasa melayang (dizzy) - impoten.  Penyakit jantung/hipertensi vaskular seperti : - cepat capek, - sesak napas, - sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), - bengkak kedua kaki atau penit.  Gangguan vaskular lainnya atialah - epistaksis, - hematuria, - pandangan kabur karena perdarahan retina, - transient cerebral ischenne.  Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder : - polidipsia, poliuria, dan kelemahan otot pada aldosteronisme primer. - Peningkatan berat badan dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing. - Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy). Diagnosis Pemeriksaan Fisik  menilai keadan umum.

 Adanya keadaan khusus seperti:

Tatalaksana

- Cushing - Feokromasitorna, - Perkembangan tidak proporsionalnya tubuh atas dibanding bawah yang sering ditemukan pada koartasio aorta. - Pengukuran tekanan darah ditangan kiri dan kanan saat tidur dan berdiri. - Funduskopi dengan klasifikasi Keith-Wagener-Barker sangat berguna untuk menilai prognosis.  Palpasi dan auskultasi arteri karotis untuk menilai stenosis atau oklusi.  Pemeriksaan jantung : - Batas jantung yang melebar - S2 mengeras di katup aorta - Murmur diastolik - Regurgitasi aorta - S4 (gallop atrial atau presistolik) - S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik)  Pemeriksaan paru : - Ronkhi basah atau ronkhi kering (mengi)  Pemeriksaan abdomen, adalah: - Aneurisma - Hepatomegali - Spleenomegali - Kelainan gin al - Ascites - Bising sekitar kiri dan kanan umbilikus (stenosis arteri renalis)  Pemeriksaan Penunjang : Laboratoriurn : - Darah lengkap (Hb, Leukosit, Ht, Trombosit, hitung jenis) - BSN - Ureum, kreatinin - Profit Lipid (kolesteroi total, HIDE, LDL, trigliserida) - Fungsi tiroid (FT4/TSH, jika ada indikasi) - Elektrolit (Na, K, Ca) - Urinal isa Elektrokardiografi Rontgen Thorax Ekokardiografi 1. Penatalaksanaan pasien hipertensi berdasarkan.INC VIII2013, ESH/ESC 2013 :  Hipertensi Pasca lnfark : - Beta blocker - ACE inhibitor atau Antagonis aldosteron  Hipertensi dengan resiko PJK : - Diuretik - Beta blocker - Ca Channel Blocker  Hipertensi dengan gangguan fungsi ventrikel : - Diuretik

Edukasi Komplikasi Prognosis

Kepustakaan

- ARB/ACE inhibitor - Beta Blocker - Antagonis aldosteron  Gagal jantung hipertensi : - Diuretik - ARB/ACE inhibitor - Beta Blocker - Antagonis aldosteron  Penatalaksanaan dislipidemia  Pemberian anti agregasi platelet 2. Penatalaksanaan terhadap penyakit penyerta (diabetes, dll) 3. Penatalaksanaan terhadap komplikasi Mengontrol faktor resiko, edukasi pasien dan keluarga Gagal jantung Prognosis buruk pada : - penurunan fraksi ejeksi dan gagal jantung - menderita penyakit vaskuler - kerusakan kapasitas fungsi - usia lanjut Braunwald's Heart Disease: Review And Assessment, Ninth Edition, 2012 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke-6, 2014

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

1. Pengertian dan etiologi

2. Anamnesis

3. Pemeriksaan Fisik 4. Kriteria Diagnosis

SYOK KARDIOGENIK Kode : ICD. 253. R57.0 Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal akibat gangguan fungsi pompa jantung. Definisi klinis di sini mencakup curah jantung yang buruk dan bukti adanya hipoksia dengan adanya volume darah intravaskular yang cukup. Ventrikel kin gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Etiologi Syok Kardiogenik : 1. Gangguan kontraktilitas miokardium. 2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan/atau hipoperfusi iskemik. 3. infark miokard akut (AMI), 4. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan infark-infark yang lebih kecil. 5. Valvular stenosis. 6. Myocarditis (inflamasi miokardium, peradangan otot jantung). 7. kardiomiopati (myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya). 8. Acute mitral regurgitation. 9. Valvular heart disease. 10.Hypertrophic obstructive cardiomyopathy. Bila dibandingkan dengan pasien infark miokard akut yang tidak mengalami syok, maka pasien yang mengalami syok biasanya berumur lebih tua, lebih sering mengalami infark miokard di anterior, seringkali dengan riwayat infark sebelumnya, dan lebih sering pada mereka yang mempunyai riwayat 4ngina atau riwayat gagal jantung kongestif. Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan produksi urin, serta kulit yang dingin dan lembab. 1. Gejala klinis sindrom klinis yang terdiri dari hipotensi seperti yang disebut di atas; tanda-tanda perfusi jaringan yang buruk, yaitu oliguria (urin < 30 ml/jam), sianosis ektremitas dingin, perubahan mental, serta menetapnya syok setelah dilakukan koreksi

5. Diagnosis

6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan Penunjang

8. Terapi

terhadap faktor-faktor nonmiokardial yang turut berperan memperburuk perfusi jaringan dan disfungsi miokard, yaitu hipovolemia, aritmia, hipoksia, dan asidosis. Frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi biasanya > 100 ximenit bila tidak ada blok AV 2. Pemeriksaan fisik : - Tensi turun < 80-90 mmHg. - Takipneu dan dalam. - Takikardi. - Nadi cepat, kecuali ada blok A-V. - Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru. - Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung Ill sering terdengar. - Sianosis. - Diaforesis (mandi keringat). - Ekstremitas dingin. - Perubahan mental. 3. Pemeriksaan penunjang - EKG : Pada sebagian besar kasus syok kardiogenik didapatkan tanda-tanda infark miokard akut, dengan atau tanpa gelombang Q. Amplitudo gelombang QRS yang rendah dapat ditemukan pada keadaan efusi perikardial dengan tandatanda tamponade jantung. Pada infark ventrikel kanan, dapat ditemukan adanya gambaran elevasi seamen ST pada sadapan V4R. - Laboratorium : Darah rutin, urinalisis, ureurnikreatinin, elektrolit, Analisis gas darah, Enzim jantung (CPK, CKMB, troponin T) dapat meningkat jika penyebabnya infark miokard - Foto Toraks : Pemeriksaan foto toraks biasanya menunjukkan jantung normal atau membesar disertai tanda-tanda edema paru. Pada infark ventrikel kanan, didapatkan gambaran foto toraks normal. - Ekokardiografi Dapat menggambarkan penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi ventrikel kiri (hipertensi), segmental wall motion abnormality (penyakit jantung koroner). Bila tersedia monitor hemodinamik, maka diagnosis ditegakkan dengan adanya kombinasi dari tekanan darah sistolik yang rendah (< 90 mmHg atau 30 mmHg di bawah darah basal), peningkatan arteriovenous oxygen difference (> 5,5 ml/d1), penurunan indeks jantung (< 2,2) l/menit/m2 luas permukaan tubuh), dan adanya peningkatan PCWP (> 15 mmHg). 1. Syok Sepsis 2. Syok Hipovolemik 1. Pengukuran CVP 2. Saturasi oksigen 3. EKG 4. Laboratorium : elektrolit, analisa gas darah, enzim jantung, ureum, kreatinin, dll 5. Rontgent thorax 6. Echocardiografi Penatalaksanaan : 1. Pastikan jalan napas tetap adekuat, bila tidak sadar dan terdapat gangguan jalan nafas/pernafasan sebaiknya dilakukan intubasi. 2. Berikan oksigen 8- 15 liter/menit dengan menggunakan masker/NRM untuk

8. Prognosis 9. Tingkat Evidens 10. Tingkat Rekomendasi 11. Penelaah Kritis

12. Indikator Medis 13. Lama Perawatan 14. Kepustakaan

mempertahankan PO2 70-120 mmHg. 3. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi. 4. Bila terdapat takiaritmia, harus segera diatasi takiaritmia supraventrikular dan fibrilasi atrium dapat diatasi dengan pemberian digitalis. Sinus bradikardi dengan frekuensi jantung < 50 x/menit harus diatasi dengan pemberian sulfas atropin. 5. Tensi Sistolik < 70 mmHg disertai gejala dan tanda syok sangat jelas : - berikan fluid chalenge test normal salin 150cc dapat diulangi bila ada perbaikan sampai 500cc dan berikan simpatomimetik bila tidak respon - Norepinefrin 0,5-30mcg/menit intravena mempunyai efek inotropik dan vasokonstriksi, bila ada perbaikan dan TD bisa naik 70-100mmHg norefinefrin segera diganti Dopamin 2-20mcg/KgBB/menit dengan tetap memperhatikan TD. 6. Tensi Sistolik 70-100 mmHg disertai gejala dan syok positif : - cobalah fluid chalenge test diikuti pemberian dopamin 2-20mcg/KgBB/menit titrasi intravena merupakan obat pilihan utama sampai tanda hipoperfusi berkurang/hilang. Bila dosis tinggi dopamin 20mcg/KgBB/menit belum memberikan perbaikan dapat diganti norepinefrin dengan dosis disesuaikan. - dobutamin boleh dikombinasikan dengan dopamin dan tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada tensi dibawah 90 mmHg disertai gejala hipoperfusi, namun dapat mulai diberikan bila hipoperfusi menghilang. 6. Tensi sistolik 70-100mmHg, gejala dan tanda syok tidak dijumpai : - cobalah fluid chalenge. Dobutamin merupakan inotropik dan vasoaktif yang baik, diberikan IV mulai 2- 20mcg/KgBB/menit. Pada edema paru akut dengan TD dikisaran ini tanda gejala dan tanda syok maka dapat dimulai pemberian nitrogliserin tetapi awasi efek penurunan TD. Syok terjadi jika kerusakan otot jantung lebih dari 40% dan angka kematiannya lebih dari 80%.

1. Prof. Dr. Ali Ghanie, SpPD, K-KV 2. Dr. Erwin Sukandi, SpPD, K-KV 3. Dr. Taufik lndrajaya,SpPD, K-KV 4. Dr. Syamsu Indra, SpPD, K-KV 5. Dr. Ferry Usnizar, SpPD, K-KV

1. ACLS. American Heart Association. 2011 2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. PAPDI. 2014

Mengetahui / Menyetujui Ka. Departemen Penyakit Dalam

Palembang, ……… Mei 2015 Ketua. Divisi Kardiologi

dr. Norman Djamaludin, SpPD, K-HOM NIP.

Prof. dr. Ali Ghanie, SpPD, K-KV NIP.

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

1. Pengertian Dan etiologi

EDEMA PARU AKUT Kode : ICD. 526. J81 Edema paru akut adalah akumulasi cairan di paruparu secara tiba-tiba akibat gagal jantung akut. Gagal jantung akut adalah penurunan fungsi jantung yang mendadak dengan atau tanpa didahului kelainan jantung. Kelainan dapat merupakan gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, gangguan irama, atau ketidakharmonisan preload dan afterload. Keseimbangan antara beban pengisian (preload) dan beban pengosongan (afterload) yang berubah secara cepat dan menyolok diikuti gagalnya mekanisme kompensasi sistem kardiovaskular dapat menimbulkan penumpukan darah diluar jantung sisi kin, yakni divaskular paru (bendungan vaskular), yang bila berlanjut terjadi ekstravasasi kejaringan interstitial dan alveoli (edema paru) berakibat fatal. Trias kardiovaskular yang harus dinilai pada kasus edema paru akut : Volume-vascular Rate problem Pump problem resistensi emblem Bradikardia : Primer : Volume loss : - sinus bradikardia - miokard infark - hemoragik - 2nd AV block - kardiomiopati - GIT loss - 3th AV block - miokarditis - Renal loss - Pacemaker failure - ruptur kordae - Insensible loss - disfungsi akut otot - adrenal insufisiensi papilaris - insufisiensi aorta akut -disfungsi katup prostetik - ruptur interventrikular septum Takikardia Sekundar : Vascular resitance : - sinus takikardi - drug alter function - central nervous system - atrial fluter - tamponade jantung injury - atrial fibrilasi - emboli paru - spinal injury - PSVT - mixoma - 3rd space loss - VT - sindrom vena cava - adrenal insufisiensi superior (kortisol) - sepsis - drug alter tone

2. Anamnesis 3. Pemeriksaan Fisik

4. Kriteria Diagnosis

5. Diagnosis

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (jam atau hari) disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan. - Sianosis sentral - Sesak nafas dengan bunyi nafas seperti mukus berbuih - Ronki basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang-kandang disertai ronki kering dan ekspirasi memanjang akibat bronkospasme, dahulu dikenal dengan asma kardiale - Takikardia dengan gallop S3 - Murmur bila ada kelainan katup 1. Gejala klinis Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (jam atau hari) disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan. 2. Pemeriksaan fisik : - Sianosis sentral - Sesak nafas dengan bunyi nafas seperti mukus berbuih - Ronki basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang-kandang disertai ronki kering dan ekspirasi memanjang akibat bronkospasme, dahulu dikenal dengan asma kardiale - Takikardia dengan gallop S3 - Murmur bifa ada kelainan katup 3. Pemeriksaan penunjang - EKG : Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibirilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung, gambaran infark, hipertrofi ventrikel kid atau aritmia bisa ditemukan - Laboratorium : Darah rutin, urinalisis, ureum/kreatinin, eiektrolit, Analisis gas darah, Enzim jantung (CPK, CKMB, troponin 1-) dapat meningkat jika penyebabnya infark miokard - Foto Toraks : Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian dapat meluas ke arah apeks paru. Kadang-kadang ditemukan efusi pleura - Ekokardiografi Dapat menooambarkan penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi ventrikel kiri (hipertensi), segmental wall motion abnormality (penyakit jantung koroner). Pada umumnya ditemukan dilatasi ventrikel dan atrium kiri. Gejala sesak, batuk dengan riak berbuih kemerahan, sesak bila berbaring disertai kardiomegali, iktus bergeser kelateral, bradi-takiaritmia, suara galop, bising, rhonki basah basal paru bilateral, whezing (asma kardial), akral dingin dan basah, saturasi 02 kurang dari 90% sebelum pemberian 02, foto folos dada tampak bendungan "batswing appearance. Edema paru akut non kardiak Emboli paru Asma bronkial 1. Saturasi oksigen 2. EKG 3. Laboratorium : elektrolit, analisa gas darah, enzim jantung, ureum, kreatinin, dli 4. Rontgent thorax

Terapi

7. Prognosis

5. Echocardiografi Ada 3 tindakan untuk mengatasi edema paru akut A. Tindakan pertama : - Letakan pasien posisi duduk sehingga meningkatkan volume dan kapasitas vital paruparu, mengurangi usaha otot pernafasan, dan menurunkan aliran darah vena balik kejantung. - Oksigen 6-15 liter/menit, bila perlu dengan masker sungkup muka non rebreathing (NRM) target SpO2 >90%. Jika memburuk: pasien semakin sesak, takipnu, ronki bertambah, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat: dilakukan intubasi endotrakeal suction dan ventilator/bipep - Infus emergensi - Monitor tekanan darah, EKG, oksimetri bila ada - Morfin sulfat 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total dosis 15 mg - Diuretik: furosemid 0,5-1 mg/KgBB adalah obat pokok pada kasus edema paru. Furosemid memiliki efek bifasik, pertama efek venodilatasi yang dicapai dalam 5 menit pertama, sehingga tekanan pengisian (preload) berkurang. Efek kedua adalah diuresis yg mencapai puncaknya setelah 30-60 menit, keefektifan furosemid tidak harus dicapai dengan diuresis beriebihan. Bila furosemid sudah rutin diminum sebelumnya maka dosis bisa digandakan. Bila dalam 20 menit belurn didapat hasil yang diharapkan, ulangi IV dua kali dosis awal dan dosis bisa lebih tinggi bila retensi cairan menonjol ddan bila fungsi ginjal terganggu. Dosis 40-80 mg iv bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip kontinyu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam - Morfin sulfat diencerkan dengan 9 cc NaCl 0,9% berikan 2-4 mg IV bila TD > 100 mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pilihan edema paw namun dianjurkan pemberian dirumah sakit, efek venodilator meningkatkan kapasitas vena, mengurangi aliran batik ke vena sentral dan paru. Mengurangi tekanan pengisian ventrikel kiri (preload), dan jugs efek vasodilator ringa sehingga afterload berkurang. Efek sedasi dah marlin menurunkan laju pernafasan. B. Tindakan kedua : - Jika respon pasien baik setelah tindakan pertama, maka tidak diperlukan pemeriksaan tambahan, bila normotensi dapat dilanjutkan pemberian nitrogliserin IV 10-20 mcg/menit dengan tetap memantau TD. Nitroprusside IV 0,5- 5mcg/KaBB/menit diberikan bila edema paru disertai TD tinggi - Bila perlu (tekanan darah turun/terdapat tanda-tanda hipoperfusi): drip dobutamin 2-20 ug/kgBB/menit bila hipotensi tanpa syok Drip dopamin 2-20 ug/kgBB/menit bila TD 70-100 mmHg dengan syok, atau kombinasi keduanya, utuk menstabilkan hemodinamik. C. Tindakan ketiga : - Dipersiapkan bila tindakan pertama dan kedua tidak memberi hasil yang memadai atau terdapat komplikasi spesifik. - Perlu dilakukan monitor hemodinamik invasif dengan fasilitas spesialistik - Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard akut - Atasi aritmia atau gangguan konduksi. Tergantung penyebab, beratnya gejala, dan respon terapi. Pendekatan sistematis menjadi kunci utama penangan kasus edema paru. Penyakit dasar dapat segera dikenali dengan meneliti keluhan, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang untuk menentukan status hemodinamik dan pertolongan segera diberikan secara intensif. Trias kardiovaskular meliputi irama denyut jantung (rate), miokard untuk memompa (pump), dan sistem vaskular, hams diupayakan segera dinilal dan dievaluasi sebab semua pasien hipotensi/syok dan edema paru berawal dari gangguan 3 sistem tersebut, dengan problem meliputi : rate problem, pump problem atau volume problem ditambah problem resistensi vaskular. 8. Tingkat Evidens 9. Tingkat Rekomendasi 10. Penelaah Kritis

11. Indikator Medis 12. Lama Perawatan 13. Kepustakaan

1. 2. 3. 4. 5.

Prof. Dr. Ali Ghanie, SpPD, K-KV Dr. Erwin Sukandi, SpPD, K-KV Dr. Taufik Indrajaya,SpPD, K-KV Dr. Syamsu Indra, SpPD, K-KV Dr. Ferry Usnizar, SpPD, K-KV

1. ACLS. American Heart Association. 2011 2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. PAPDI. 2014

Mengetahui / Menyetujui Ka. Departemen Penyakit Dalam

Palembang, ……… Mei 2015 Ketua. Divisi Kardiologi

dr. Norman Djamaludin, SpPD, K-HOM NIP.

Prof. dr. Ali Ghanie, SpPD, K-KV NIP.

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

1. Pengertian (definisi)

2. Klasifikasi

3. Kriteria diagnosis

GAGAL JANTUNG KONGESTIF ICD X 150.0 Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Gagal jantung kongestif (CHF) suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh berkurangnya volume pemompaan jantung untuk keperluan relatif tubuh disertai hilangnya curah jantung dalam mempertahankan aliran batik vena. Klasifikasi NYHA (New York Heart Association) .  NYHA I : Tidak ada batasan aktifitas fisik  NYHA II : Batasan ringan dalam aktivitas fisik  NYHA III : Batasan sedang dalam aktivitas fisik  NYHA IV : Tidak dapat beraktivitas dengan normal tanpa ketidaknyamanan Kriteria Framingham dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung kongestif. Kriteria mayor:  Paroxismal Nocturnal Dispneu  distensi vena leher  ronkhi paru  kardiomegali  edema paru akut  gallop S3  peninggian tekanan vena jugular/ refluks hepatojugular Kriteria minor:  edema ekstremitas  batuk ma'am hari  dispneu de effort  hepatomegali  efusi pleura  takikardi  penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal Kriteria mayor atau minor  Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi  Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor Diagnosis HF - REF membutuhkan tiga kondisi yang harus dipenuhi:  Gejala khas HF

 Tanda-tanda khas HFA  LVEF berkurang Diagnosis HF PEF rnemerlukan empat kondisi yang harus dipenuhi:  Gejala khas HF  Tanda-tanda khas HFA  Normal atau hanya sedikit berkurang LVEF dan LV tidak melebar  Penyakit jantung struktural yang relevan (LV hipertrofi / LA pembesaran ) dan / atau disfungsi diastolik

4. Pemeriksaan penunjang

Gambar 1. Algoritrne diagnosis gagal jantung Investigasi pada semua pasien:  Transtorakal ekokardiografi I,C  EKG : I,C  Pemeriksaan kimia darah (sodium, potasium, kaisium, Urea/Blood urea nitrogen, creatinin, GFR, enzim hati dan fungsi tiroid) : I,C  Pemeriksaan darah rutin : I, C  Foto rontgen thorax : IIa,C Investigasi pada pasien dengan faktor risiko :  Cardiac magnetic resonance : I,C  Coronary angiografi : I,C  Kateter jantung : I,C

5. Tatalaksana

 Excercise testing : IIa,C Terapi farmakologis 1. Angiotensin converting enzyme inhibitors (I,A) (Benazepril, Captopril, Enalapril, Lisinopril, Quinapril, perindopril, ramipril, cilazapril, fosinopril, trandolapril). 2. Diuretik (I,A) (loop diuretic, tiazid, metolazon) 3. B-blocker (I,A). Pada disfungsi sistolik post infark miokard (I,B), (bisoprolol, karvedilol, metoprolol suksinatoebivolol) 4. Antagonist reseptor aldosteron (I,B) 5. Antagonis penyekat reseptor angiotensin II (IIa,B), Pada infark miokard akut dengan disfungsi ventrikel (1,A) 6. Glikosida jantung (I,B) 7. Vasodilator (III,A) 8. Nitrat → tambahan bila ada keluhan angina (IIa,C) 9. Obat penyekat kalsium (III,C) 10. Inotropik positif (III,A) 11. Anti trombotik  Pada gagal jantung kronik disertai fibrilasi atrium (I,A)  Pada gagal jantung kronik disertai penyakit jantung koroner (11a,B) 12. Anti aritmia  Tidak dianjurkan, kecuali pada atrial fibrilasi dan ventrikel takikardi  Amiodaron efektif untuk supraventrikel dan ventrikel aritmia (I,P)

13. Edukasi

14. Komplikasi

15. Prognosis 16. Penatalaksanaan pada penyakit penyerta 17. Kepustakaan

Gambar 2. Algoritme pemilihan terapi pada gagal jantung  Olahraga  Stop merokok dan minum alkohol  Vaksinasi influenza dan penyakit pneurnokokus  Mengurangi berat badan  Mengurangi asupan garam  Stroke  Penyakit katup jantung  Infark miokard  Emboli pulmonal  Hipertensi Tergantung penyebab, beratnya gejala, dan res•on terapi    

Hipertensi (ACE inhibitor, ARB, Beta blokers Dislipidemia (statin) Obesitas dan diabetes mellitus (ACE inhibitor, ARB)

ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012  2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure



National Institute for Health and Care Excellence.

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

Pengertian (definisi)

Gambaran klinik

ARITMIA Kode : ICD, I.49 adalah variasi-variasi di luar irama normal jantung yang kelainannya mungkin mengenai kecepatan, keteraturan, tempat asal impuls atau urutan aktivasi, dengan atau tanpa adanya penyakit jantung struktural yang mendasari Terdapat 2 jenis aritmia : - Bradiaritmia - Takiaritmia Bradiaritmia : Gejala : Sesak napas, Nyeri dada, pusing, kesadaran menurun, lemah, pingsan (sinkop) Tanda : denyut jantung < 60 menit, hipotensi atau syok, oedem paru, akaral dingin,

Diagnosis dan EKG

Terapi

penurunan produksi urin Takiaritmia Denyut jantung > 100x/menit, takipneu, retraksi interkosta, pernapasan abdominal paradoksal, saturasi oksihemoglobin Klinis Bradikardi : Takipneu, retraksi interkostal, retraksi suprasternal, pernapasan paradoksikal abdominal, sturasi oksihemoglobin, AV blok derajat II tipe 2, AV blok derajat III Takiaritmia : 1. Kompleks QRS sempit (5 0,12 detik) :  Atrial fibrilasi  Atrial Flutter  Re-entry nodus AV  Multifocal atrial tachycardia (MAT) 2. Kompleks QRS lebar ( 0,12 detik)  Ventrikel takikardi dan ventrikel fibrilasi  SVT  Sindrom Wolf Parkinson White Bradikardia  Bila tanpa gejala tidak memerlukan terapi  Bila terdapat tanda dan gejala dan EKG tidak menunjukkan AV blok derajat II tipe 2 dan AV blok derajat III, berikan :  Atropin sulfat 0,5 mg iv, bila tidak ada peningkatan denyut jantung ulang atropin sulfat 0,5 mg iv sampai ada peningkatan denyut jantung, atau total dosis atropin sulfat 3 mg  Bila total dosis atropin sulfat sudah 3 mg belum ada peningkatan denyut jantung, berikan epinefrin 210pg/kg/menit atau dopamin 2-10 pg/kb/menit atau isoproterenol 2-10pg/kg/menit  Jika belum ada respon pertimbangkan pemasangan pacu jantung intravena  Jika gambaran EKG AV blok derajat II tipe 2 atau AV blok derajat III, segera pasang pacu jantung transkutan sambil menunggu pacu jantung transvena  Cari dan atasi penyebab seperti : hipovolemia, hipoksia, hipokalemia, hipoglikemia, hipotermia, asidosis, toksin, tamponade jantung, tension pneumothorax, trombosis dan trauma Algoritma Bradiaritmia

Takiaritmia  Kardioversi, direkomendasikan untuk SVT tidadk stabil, atrial fibrilasi tidak stabil, atrial flutter tidak stabil, VT monomorfik tidak stabil  Dosis energi pada atrial fibrilasi 120-200J. Jika gagal, dosis ditingkatkan secara bertahap  Kardioversi pada atrial flutter dan SVT energi inisial 50-100 J. Jika gagal dosis ditingkatkan secara bertahap  VT monomorfik dimulai pada dosis 100 J dan ditingkatkan secara bertahap bila gagal  Pada SVT terapi awal dengan melakukan manuver vagal. Bila tidak respon, berikan adenosin 6 mg iv secara cepat diikuti flush menggunakan caftan salin 20 ml. Jika irama tidak berubah dalam 1-2 menit, berikan adenosin 12 mg iv secara cepat diikuti flush dengan salin 20 ml. Adenosin tidak boleh diberikan pada psien asma.  Bila manuver vagal dan adenosin gagal, berikan CCB non dihiropiridin (verapamil dan diltiazem) atau Beta Blocker:

(1) Verapamil 2,5-5mg iv bolus selama 2 merit. Jika tidak ada respon dan tidak ada efek samping obat, dosis berulang 5- 10mg diberikan 15-30 menit dengan total dosis 20 mg. Kontraindikasi verapamil pasien dengan fungsi ventrikel menurun atau gagal jantung. (2) Diltiazem, dosis 15-20mg (0,25 mg/kgBB) iv selama 2 menit. Jika diperlukan berikan dosis tambahan 20-25 mg iv (0,35 mg/kgBB) dalam 15 menit. Dosis infus rumatan 5-15 mg/jam dititrasi sesuai dengan kecepatan denyut jantung (3) Beta blocker : metoprolol, atenolol, esmolol. Efek samping : bradikardi, hipotensi, keterlambatan konduksi AV. Hati-hati pada pasien PPOK dan CHF Algoritma Takiaritmia

Keterangan Dosis Dosis Synchronized cardioversion Dosis inisial : Obat  Regular sempit : 50-100 J  Irregular sempit : 120-200 J biphasic atau 200 J monophassic  Regular lebar : 100 J  Irregular lebar : dosis ddefibrilasi (bukan synchronized) Dosis adenosin iv : Dosis awal : 6 mg secara cepat dilanjutkan dengan NS flush Dosis kedua : 12 mg bila diperlukan Obat antiaritmia infus untuk takikardi stable wide QRS :  Procainamide, dosis 20-50 mg/menit samapai aritmia berhenti, terjadi hipotensi, durasi QRS bertambah panjang > 50% atau mencapai dosis maksimun 17

Komplikasi Pemeriksaan Lanjutan Prognosis

Kepustakaan

mg/kgBB. Dosis rumatan 1-4 mg/menit. Jangan diberikan jika terdapat CHF atau QT memanjang  Amiodarone, dosis awal 150 mg diberikan selama 10 menit. Dosis rumatan 1 mg/menit selama 6 jam  Sotatol 100mg (1,5mg/kg) dalam 5 menit. Jangan diberikan jika terdapat QT memanjang sinkop, fenomena tromboemboli, gagal jantung, syok kardiogenik, henti jantung dan mati mendadak. Untuk menilai tingkat beratnya dan jenis aritmia perlu dilakukan pemeriksaan Holter monitoring dan telaah elektrofisiologi berkas his melalui kateterisasi jantung. dubia ad bonam bila ditangani secara tuntas. 1. Nasution SA, Ranitya R, Ginanjar E, Fibrilasi Atrial, In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2014, p 1365-1379 2. Makmun L, Aritmia Supra Ventrikular, In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2014, p 1380-1384 3. Yamin M, Harun S, In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2014, p 13851384 4. AHA Guidelines for CPR and ECC. 2010 5. ESC Acute Myocardial Infarction Guidelines 2013

BAB IV DOKUMENTASI

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

1. Pengertian (definisi) 2. Anamnesa

3. Pemeriksaan Fisik

4. Kriteria Diagnosis

MITRAL REGURGITASI ICD Suatu keadaan di mana terdapat aliran darah batik dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya katup mitral secara sempurna.  Sesak napas dan rasa lamas yang berlebihan yang timbul secara tiba-tiba apabila adanya ruptur chorda.  Nyeri dada, orthopnea, paroxysmal nocturnal dispnea dan rasa lelah.  hemoptisis  Pada MR akut berat hampir selalu ada gejala, biasanya berat sedangkan pada MR kronis gejala dapat tidak muncul.  Pada sindrom MVP gejala yang paling sering muncul adalah sakit dada, gejala RM organik adalah letih/Ielah sedangkan pada RM fungsional gejala yang muncul adalah CHF.  Pada pemeriksaan palpasi, apeks biasanya terdorong ke lateral/kiri sesuai dengan pembesaran ventrikel kiri.  Thrill pada apeks pertanda terdapatnya MR berat.  Bisa terdapat tight ventrikular heaving, atau bisa juga didapatkan pembesaran ventrikel kanan.  Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur, umumnya normal, namun dapat mengeras pada RM karena penyakit jantung rematik.  Murmur diastolik bersifat rumbling pada awal diastolik bisa juga terdengar akibat adanya peningkatan aliran darah pada fase diastole, walau tidak disertai oleh adanya stenosis mitral.  Gallop atrial biasanya terdengar pada MR dengan awitan yang masih biru dan pada MR fungsional atau iskemia serta pada irama yang masih sinus.  MR akut ditandai dengan S1 halus, murmur sistolik awal sampai holosistolik.  MR kronis ditandai dengan adanya impuls apikal dinamis berpindah halus atau normal pada palpasi kardiak, S1 holositolik.  Sindrom MVP ditandai dengan click sistolik ringan dan murmur sistolik.  RM organik ditandai dengan murmur holosistolik yang keras S3.  RM fungsional ditandai dengan murmur sistolik awal halus S3. 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik 3. EKG  Fibralasi atrial sering ditemukan pada MR karena kelainan organik.  MR karena iskemia, Q patologis dan LBBB bisa terlihat sedangkan pada MVP bisa terlihat perubahan segmen ST-T yang tidak spesifik. LAH dan RAH bisa ditemukan bila sudah ada hipertensi pulmonal yang berat.  LVH pada MR kronik.

6. Diagnosis 7. Diagnosis Banding 8. Pemeriksaan Penunjang 9. Terapi

10. Edukasi 11. Prognosis

4. Foto Thoraks 5. Echokadiografi Mitral Regurgitasi 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Foto Thoraks EKG Echokardiografi Vasodilator arterial seperti sodium nitropusid secara intravena jika tidak terjadi hipotensi Intra aortic ballon counter pulsation Untuk pasien AF perlu diberikan digoksin atau beta bloker untuk kontrol frekuensi detak jantung Antikoagulan harus diberikan Beta bloker merupakan obat pilihan utama pada sindrom MVP Diuretik Ace inhibitor Intervensi perkutan Terapi Operasi

Ad vitam

: dubia ad bonam/malam

12. Tingkat Evidens 13. Tingkat Rekomendasi 14. Penelaah Kritis

15. Indikator Medis 16. Kepustakaan

Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam I/II/III/IV A/B/C 1. 2. 3. 4. 5.

Prof. Ali Ghanie, SpPD, K-KV DR. Dr. Taufik Indrajaya, SpPD, K-KV Dr. Erwin Sukandi, SpPD, K-KV Dr. Ferry Usnizar, SpPD, K-KV Dr. Syamsu Indra, SpPD, K-KV

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. PAPDI. 2014 AHA/ACC Guideline for the Management of Patients withValvular Heart Disease

Mengetahui/Menyetujui Ka. Departemen Penyakit Dalam

Palembang, Maret 2015 Ka. Divisi Kardiologi

Dr. H.A. Fuad Bakry, SpPD, K-GEH NIP. 1952060619790051001

Prof. Dr. Ali Ghanie, SpPD, K-KV NIP.

BAB IV

DOKUMENTASI (format ppk) PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

Pengertian (definisi) Anamnesa

Pemeriksaan Fisik Kriteria Diagnosis

Diagnosis Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang Terapi

AORTA STENOSIS ICD Aorta stenosis merupakan suatu keadaari di mana terjadi gangguan aliran darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta karena obstruksi pada level katup aorta. Kelainan struktur aorta ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul total cardiac output pada saat sistol. Kebanyakan bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak nafas, dapat juga nyeri dada, dizziness dan pingsan. Pada stenosis aorta yang bermakna dapat mengalami gagal jantung tanpa penyebab yang jelas. Murmur sistolik & thrill di aorta dan apex Perabaan nadi menurun (pulsus parvus et tardus) 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik 3. Foto Thoraks : gambaran klasiknya adalah hipertrofi konsentrik ventrikel kiri 4. Ekokardiografi Doppler 5. Ekokardiografi Transesofageal 6. Kateterisasi Stenosis aorta 1. Regurgitasi aorta 1. EKG 2. Foto Thoraks 3. Ekokardiografi Doppler 4. Ekokardiografi Transesofageal 1. AS asimptomatik → tidak ada terapi medikamentosa 2. AS simptomatik → repair or replace katub → sebelumnya echocardiography dahulu :  Trans valvular velocity > 4 m/detik → operasi  Trans valvular velocity < 3m/detik → observasi echo /6-12 bulan  Trans valvular 3-4/detik 4 treadmil exercise test 4 bila (+) operasi repair/replace 3. Obat-obatan digoxin, diuretik, ACE inhibitor/ARB 4 bila didapatkan gagal jantung 4. Obat NTG → angina 5. Obat statin untuk mencegah kalsifikasi katub 6. Indikasi Ballon Valvuloplasty:  Pasien hemodinamik stabil sebelum tindakan operasi  Pasien dgn AS berat bergejala yg memerlukan operasi non jantung segera  Kasus dimana pembedahan mjd kontraindikasi

7. Indikasi Transcatheter Aortic Valve Implantation: pasien AS berat dgn gejala yg tidak dpt dilakukan pembedahan 8. Indikasi Operasi:  Bila area katub 2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau > 1mm pada 2 sandapan ekstremitas Laboratoriurn  CK - Mmeningkat 3-8 jam setelah infark miokard - Mencapai puncak 10-36 jam - Kembali normal dalam 3-4 hari  CKMB - Meningkat 3-4 jam setelah ada infark miokard - Mencapai puncak 10-24 jam - Kembali normal dalam 2-4 hari  Troponin T - Meningkat 2 jam setelah ada infark - Mencapai puncak dalam 10-24 jam - Masih dapat terdeteksi setelah 5-14 hari 

LDH (Lactic Dehydrogenase) - Meningkat 24-48 jam setelah ada infark

Kriteria Diagnosis

Klasifikasi

Diagnosis Diagnosis Banding Terapi

- Mencapai puncak 3-6 hari - Kembali normal 8-14 hari  Anamnesis : nyeri dada yang khas  EKG : adanya ST elevasi > 2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yan g berdampingan atau > 1 mm pada 2 sandapan ekstremitas  Laboratorium : peningkatan enzim jantung Berdasarkan klasifikasi Killip KELAS DEFINISI I Tak ada tanda gagal jantung kongestif II Gallop S3dan /atau ronkhi basah halus di separuh lapangan bawah paru III Edema paru IV Syok kardiogenik STEMI NSTEMI Non Farmakologi - Tirah baring di ruang ICCU - O2 dimulai 2 1/menit 2-3jam, dilanjutkan bla saturasi oksigen arteri < 90% - Diet : puasa sampai bebas nyeri, lalu diet cair. Selanjutnya diet jantung - Pasang monitor EKG secara kontinyu - Edukasi Farmakologi - Pasang infus intravena dengan NaCl 0,9% atau D5% - Atasi nyeri : - Nitrat sublingual /transdermal /nitrogliserin iv titrasi 3 kali dengan interval 35 menit (kontraindikasi bila TD < 90 mmHg), bradikardi ( 90%  Berikan aspirin 160-325 mg dikunyah, dosis rumatan 75-100mg/hari



Berikan nitrogliserin sublingual samapi 3 kali dengan interval 3-5 menit. Kontraindikasi : hemodinamik tidak stabil ( TD < 90 mmHg atau > 30 mmHg lebih rendah dari pemeriksaan TD awal, bradikardia < 50x/menit atau takikardia > 100x/menit tanpa ada gagal jantung dan adanya infark vebtrikel kanan  Pasang jalur intra ivena  Morfin iv jika nyeri tidak berkurang dengan nitrogliserin  Clopidogrel (antiagregasi platelet). Loading dose 300mg, dosis rumatan 75 mg/hari.. untuk persiapan terapi invasif diberikan dosis 600 mg  ECG 12 lead harus dilakukan secepatnya dengan target kurang dari 10 mend  EKG monitoring halals dilakukan segera pada semua pasien dengan kecurigaan STEM!  Pasien dengan gejala dan tanda dalam serangan iskemik miokard walaupun gambaran EKG tidak khas juga memerlukan penanganan yang sama seperti pasien STEMI  Penanganan pre-hospital pada pasien STEMI harus berdasarkan kepada sistem rujukan regional untuk mendapat terapi reperfusi secara cepat dan efektif dan mengupayakan untuk dapat dilakukan primary PCI kesetiap pasien bila memungkinkan  Pusat pelayanan PCI harus siap melayani 24 jam dan melakukan primary PCI secepat mungkin dalam 60 menit dari informasi awal.  Setiap rumah sakit dan seluruh EMS yang berpatisipasi dalam pelayanan pasien dengan STEMI harus mencatat dan memantan waktu untuk menjaga dan mendapatkan hasil yang diinginkan, yaitu :  First medical contact dengan EKG pertama kali ≤ 10 menit  First medical contact kali dengan terapi reperfusi : Fibrinolisis ≤ 30 menit Primary PCI 75 tahun, Pasien dengan kontraindikasi  Stenting direkomendasikan pada primary PCI TERAPI FIBRINOLISIS TERAPI INVASIF (PCI)  Onset < 3 jam  Onset < 3 jam  Terapi invasif bukan pilihan (tidak  Tersedia ahli PCI ada akses ke fasilitas PCI atau akses  Kontak medik-balloon atau door vaskular sulit) atau akan balloon < 90 menit menimbulkan penundaan:  (door balloon) minus (door niddle)  Kontak medik-balloon atau door < 1 jam

balloon > 90 menit  (door balloon) minus (door niddle)





lebih dari 1 jam Tidak terdapat fibrinolisis

kontradikasi



Kontraindikasi fibrinosis, termasuk risiko perdarahan dan perdarahan intraserebral  STEMI risiko tinggi (CHF, killip ≥ 3)  Diagnosis STEMI diragukan

Terapi dual antiplatelet yaitu aspirin dan ADP receptor blocker yang direkomendasikan adalah : - Prasugel, bila ada riwayat stroke TIA dan usia < 75 tahun - Ticagrelor - Atau clopidogrel bila prasugrel atau ticagrelor tidak tersedia atau kontraindikasi

Antikoagulan  Antikoagulan direkomendasikan pada pasien STEMI yang mendapat pengobatan dengan lytics hingga tercapai revaskularisasi atau bila lama tinggal dirurnah sakit sarnpai 8 hari. Antikoagulan dapat berupa : - Enoxaparin i.v dilanjutkan dengan s.c - Unfractionated heparin diberikan berdasarkan berat badan secara i.v bolus dan infus - Pada pasien yang diterapi dengan streptokinase, Fondaparinux i.v bolus dilanjutkan dengan s.c 24 jam kemudian  Antikoagulan injeksi diberikan - Bivalirudin lebih disarankan daripada heparin dan GPIlbillla blocker - Enoxaparin dapat disarankan dibanding unfractionated heparin -Unfractionated heparin dapat diberikan pada pasien yang tidak mendapat bivalirudin dan enoxaparin Terapi Fibrinolitik  Terapi fibrinolitik direkomendasikan dalam 12 jam setelah gejala timbul pada pasien tanpa kontraindikasi apabila primary PCI tidak dapat dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit setelah first medical contact (FMS)  Pada pasien dengan waktu < 2 jam setelah timbul gejala memiliki infark yang luas dan resiko perdarahan yang rendah, fibrinolisis dapat dipertimbangkan bila waktu dari first medical contact ke infalasi balon > 90 menit  Bila memungkinkan fihronolisis dapat dilakukan pada saat persiapan ke rumah sakit  Agen fibrin spesilik (tenecteplase, alteplase, reteplase, streptokinase) lebih direkomendasikan dibandingkan dengan agen non fibrin spesifik  Dosis streptokinase 1,5 juta U dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% atau dextrose 5 % diberikan secara infus selama 30-60 menit.  Fibrinolitik diberikan pada pasien : ST Elevasi, LBBB baru, infark miokard luas, usia muda.  Kontraindikasi absolut : perdarahan intrakranial, stroke iskemik 3 jam – 3 bulan, diseksi aorta, tumor intrakranial, perdarahan internal aktif atau gangguan pembekuan darah, cedera kepala tertutup 3 bulan terakhir.  Kontraindikasi relatif : TD tidak terkontrol (sistolik >180minHg, diastolik > 110 mmHg), riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia, trauma atau RJP lama (> 10

Prognosis Kepustakaan

menit), operasi besar < 3 bulan. Perdarahan internal 2-4 minggu. ruptur pembuluh darah yang sulit dilakukan penekanan, riwayat mendapat streptokinase > 5 hari yang lalu, alergi terhadap streptokinase, hamil, ulkus peptikum aktif, mendapat antikoagulan dengan INR tinggi  Merujuk ke pusat pelayanan PCI diindikasikan bagi semua pasien yang mendapat fibrinolisis  Rescue PCI diindakasikan segera apabila fibrinolisis gagal (ST segment 2,5 cm2  Ringan : bila area 1,4-2,5 cm2  Sedang : bila area 1-1,4 cm2  Berat : bila area < 1,0 cm2  Reaktif : bila area > 1 cm2 Hubungan antara gradien dan luasnya area katup serta, waktu pembukaan katup mitral adalah sebagai berikut. Derajat A2-05 Stenosis interval Area Gradien Ringan > 110 msec > 1.5 cm < 5 mrnHg Sedang 80-110 rnsec, >1 dan < 1,5 cm 5-10 mmHg Berat < 80 msec < 1 cm > 10 mmHg A2 OS : Waktu antara penutunan katup aorta cart dan pembukaan katup mitral Derajat Mitral Stenosis

Anamnesa

 Kebanyakan bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak nafas, dapat

juga fatigue.  Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-

hari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau edema paru yang tegas.  Hemoptisis yang terjadi karena (1) apopleksi pulrrional akibat rupturnya akibat

Pemeriksaan fisik

Kriteria diagnosis

Diagnosis Diagnosis banding Pemeriksaan penunjang

rupturnya vena bronkial yang melebar, (2) sputum dengan bercak darah pada saat serangan paroksismal nokturnal dispnea, (3) sputum seperti karat (pink frothy) oleh karena edema paru yang jelas, (4) infark paru, (5) bronkitis kronis oleh karena edema mukosa bronkus.  Nyeri dada pada sebagian kecil pasien  Komplikasi mitral stenosis, seperti tromboemboli, infektif endokarditis atau simtom karena kompresi akibat besamya atrium kin seperti disfagi dan suara serak.  Atrial fibrilasi  Opening snap dan bising diastol kasar (diastolic rumble) pada daerah mitral  Terdengar S1 yang rnengeras  Di apeks rumbel diastolik dapat diraba sebgai thrill.  Terdengar P2 yang mengeras 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik 3. Foto Thoraks : gambaran klasiknya adalah pembesaran atrium kiri serta pembesaran arteri pulmonalis Edema intersisial berupa garis Kerley. 4. Ekokardiografi Doppler 5. Ekokardiografi Transesofageal 6. Kateterisasi Mitral Stenosis 1. ASD 2. VSD 3. Mitral regurgitasi 1. Foto Thoraks 2. Ekokardiografi Doppler

3. Wilkins score Abascal echocardiographic score for mitral stenosis

Table. Determinants of the Echocardiographic Mitral Valve Score Subvalvular Grade Mobility Thickening Calcification Thickening 1 Highly mobile valve Minimal Leaflets near A single area of with only leaflet tips thickening just normal in increased echo restricted below the mitral thickness (4 to brightness leaflets 5 mm) 2 Leaflet mid and base Thickening of Midleaflets Scattered areas of portions have normal chordal structures normal, brightness confined mobility extending up to considerable to leaflet margins one third of the thickening of chordal length margins (5 to 8 mm) 3 Valve continues to Thickening Thickening Brightness move forward in extending to the extending extending into the diastole, mainly from distal third of the through the midportion of the the base chords entire leaflet (5 leaflets to 8 mm) 4 No or minimal Extensive Considerable Extensive forward movement of thickening and thickening of all brightness the leaflets in diastole shortening of all leaflet tissue throughout much of chordal structures (greater than 8 the leaflet tissue extending down to to 10 mm) the papillary muscles Reprinted with permission from Wilkins GT, Weyman AE, Abascal VM, Block PC, Palacios IF. Percutaneous balloon dilatation of the mitral valve: an analysis of echocardiographic variables related to outcome and the mechanism of dilatation. Br Heart J 1988;60:299–308.400

3. Ekokardiografi Transesofageal 4. Kateterisasi Sesuai dengan petunjuk dari American College of Cardiology/American Heart

Association (ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnostik prosedur terapi, sebagai berikut. Klas I : keadaan di mana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan itu bermanfaat dan efektif. Klas II : keadaan di mana terdapat konflik/perbedaan pendapat tentang manfaat atau efikasi dari suatu prosedur atau pengobatan. II.a. bukti atau pendapat lebih ke arah bermanfaat atau efektif. II.b. kurang/tidak terdapat bukti adanya manfaat atau efikasi. Klas III keadaan di mana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus berbahaya Rekomendasi Ekokardiografi Indikasi Klas 1. Diagnoss stenosis mitral, evaluasi berat ringannya (gradient fataiI tata.. area katup. tekanan arteri pulinonahs), serta ukuvan dan fungsi ventrikel kanan 2. Evaluasi morfologis katup, guna menentukan kelayakan tindakan I balon katup 3. Diagnosis dan evaivasi kelainan katup yang menyertai I 4. Re-evaivasi stenosis mitral dengan perubanan gejala dan tanda I 5. Evaluasi respons hemodinamik dari gradient rata-rata pada latihan IIa bila terlihat perbedaan gambaran klinisdengan hemodinamik pada latihan 6. Re- evaluasi pasien stenosis sedang berat asimtomatik untuk IIb menentukan tekanan arteri pulmonalis 7. Evaluasi rutin stemosis ringan dan klinis stabil III Rekomendasi Ekokardiografi Transesofageal (ETT) Indikasi 1. Untuk menentukan ada tidaknya trornbus atrium kiri pada pasien dengan rencana balon volvotomi atau kardioversi 2. Evaluasi morfologis katup bila data kurang optimal 3. Evaluasi rutin morfologis katup mitral bb data transtorakal cukup optimal

Klas IIa IIa III

Rekomendasi Ekokardiografi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Indikasi Diagnosis stenosis mitral, evaluasi berat ringannya gradient rata-rata, area katup, tekanan arteri pulmonalis), serta ukuran dan fungsi ventrikel kanan Evaluasi morfologis katup, guna menentukan kelayakan tindakan balon katup Diagnosis dan evaluasi kelainan katup yang menyertai Re evaluasi stenosis mitral dengan perubahan gejala dan tanda Evaluasi respons nemodinamik dari gradient rata-rata pada latihan, bila terlihat perbedaan gambaran dengan hemodinamik pada latihan Re- evaluasi pasien stenosis sedang berat asimtomatik untuk rnenentukan tekanan arteri pulmonalis Evaluasi rutin stenosis ringan dan klinis stabil

Klas I I I I IIa Iib III

Rekomendasi Ekokardiografi Transesofageal (ETT) Indikasi 1. Untuk menentukan ada tidaknya trounbus atrium kiri pada pasien dengan rencana balon valvotomi atau kardioversi 2. Evaluasi morfologis katup bila data transtorakal kurang optimal 3. Evaluasi rutin rnorfologis katup mitral bila data transtorakal cukup optimal Rekomendasi Kateterisasi Jantung Indikasi 1. Pada pasien secara selektif 2. Menentukan gradasi stenosis pada rencana balon valvotomi dimana gambaran klinis dan eko tidak sesuai 3. Evaluasi arteri pulmonal, atrium kiri, tekanan diastolik ventrikel kiri jika simtom tidak sesuai dengan 2-D echo dan dappler 4. Evaluasi respons hemodinamik arteri pulmonal dan tekanan artrium kiri terhadap stres bila simtorn klinis dan hemodinamik pada istirahat tidak sesuai 5. Evaluasi hemodinamik katup mitral bila data 2-D dan doppler sesuai dengan temuan klinis Terapi

Klas IIa IIa III

Klas I IIa IIa IIa III

1. Diuretik jika terbukti adanya kongesti vaskular paru 2. Antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sulfa, sefalosporin untuk demam reumatik atau pencegahan endokarditis sering dipakai. 3. Obat inotropik negatif seperti B-bloker atau Ca-bloker 4. Digitalis pada keadaan fibrilasi atrium, dapat dikombinasikan dengan B-bloker atau antagonis kalsium. Bila perlu pada keadaan tertentu di mana terdapat gangguan hemodinamik dapat dilakukan kadioversi, dengan pemberian heparin intravenous sebelum pada saat ataupun sesudahnya. 5. Antikoagulan warfarin sebagai pencegahan embolisasi sitemik. Rekomendasi Pemakaian Antikoagulansia Indikasi 1. Fibrilasi atrial paroksisrnal atau kronik 2. Riwayat kejadian emboli sebelumnya 3. Stenosis berat dengan dimensi atrium kiri > 55 mm 4. Seluruh pasien dengan stenosis mitral

Klas I I IIb III

6. Valvotomi mitral perkutan dengan balon Rekomendasi Valvotomi Perkutan dengan Balon Indikasi 1. Pasien simtomatik klasifikasi NYHA II-IV stenosis mitral sedang atau berat dengan area < 1,5 cm 2, morfologis katup memenuhi syarat untuk valvotomi balon tanpa adanya trombus atrium kiri atau regurgitasi mitral sedang-berat 2. Pasien asimtomatik dengan gradasi sedang berat (area 50

Klas I

IIa

3.

4.

5.

6.

mmHg pada istirahat, 60 mmHg dengan latihan), tanpa adanya trombus di atrium kiri atau regurgitasi mitral sedang-berat Pasien dengan klasifikasi NYHA II-IV gradasi sedang berat (area
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF