Panduan Pelayanan Transfusi Darah Rsud Nganjuk
December 23, 2017 | Author: Erawati Armayani | Category: N/A
Short Description
panduan transfusi darah...
Description
BAB I DEFINISI 6.1 Pengertian Dan Batasan 6.1.1 Definisi Transfusi Darah Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran darah penerima (resipien). Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan kesehatan modern. Bila digunakan dengan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien dan menigkatkan derajat kesehatan . Indikasi tepat transfusi darah dan komponen darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabakan morbiditas dan mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain. Terselenggaranya pelayanan transfusi yang bermutu dan aman sangat tergantung pada upaya perbaikan mutu yang dilakukan oleh rumah sakit atau instalasi transfusi darah secara terus menerus. WHO dalam Guidelines for Quality Assurance Programmes for Blood Transfusion Services (1993) memberikan definisi mutu sebagai pemberian pelayanan atau produk yang teratur dan dapat dipercaya serta sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. WHO telah mengembangkan strategi untuk transfusi darah yang aman dan meminimalkan resiko transfusi. Strategi tersebut terdiri dari pelayanan transfusi darah yang terkoordinasi secara nasional, pengumpulan darah hanya dari donor sukarela dari populasi resiko rendah, pelaksanaan skrining terhadap semua darah donor dari penyebab infeksi serta pelayanan laboratorium yang baik disemua aspek, termasuk golongan darah, uji kompatibilitas, persiapan komponen darah, mengurangi transfusi darah yang tidak perlu dengan penentuan indikasi transfusi darah yang tepat. 6.1.2
Definisi Bank Darah Rumah Sakit Bank Darah Rumah Sakit merupakan suatu instalasi pelayanan di rumah sakit yang
bertanggung jawab atas tersedianya darah transfuse yang aman, berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk transfuse yang aman, berkualitas dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di rumah sakit. DEFINISI
Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran darah penerima (resipien). Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan
kesehatan modern. Bila digunakan dengan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien dan menigkatkan derajat kesehatan . Indikasi tepat transfusi darah dan komponen darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabakan morbiditas dan mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain. Terselenggaranya pelayanan transfusi yang bermutu dan aman sangat tergantung pada upaya perbaikan mutu yang dilakukan oleh rumah sakit atau unit transfusi darah secara terus menerus. WHO dalam Guidelines for Quality Assurance Programmes for Blood Transfusion Services (1993) memberikan definisi mutu sebagai pemberian pelayanan atau produk yang teratur dan dapat dipercaya serta sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. WHO telah mengembangkan strategi untuk transfusi darah yang aman dan meminimalkan resiko transfusi. Strategi tersebut terdiri dari pelayanan transfusi darah yang terkoordinasi secara nasional, pengumpulan darah hanya dari donor sukarela dari populasi resiko rendah, pelaksanaan skrining terhadap semua darah donor dari penyebab infeksi serta pelayanan laboratorium yang baik disemua aspek, termasuk golongan darah, uji kompatibilitas, persiapan komponen darah, mengurangi transfusi darah yang tidak perlu dengan penentuan indikasi transfusi darah yang tepat. Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) adalah suatu unit pelayanan di Rumah Sakit yang bertanggung jawab atas tersedianya darah untuk transfusi yang aman, bermutu, dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk dalam pelayanan darah untuk pasien dalam pelayanan ketersediaan Darah mengadakan pelayanan Bank Darah pelayanan bank darah dalam pemberian pelayananya berada di bawah instalasi patologi klinik rumah sakit umum daerah nganjuk. , bank darah rumah sakit menjalin kerjasama dengan UTD PMI guna menjamin ketersediaan darah, dengan surat keputusan besama rumah sakit umum daerah nganjuk dengan UTD PMI nomer
BAB II RUANG LINGKUP Pelayanan Bank Darah Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk memberikan pelayanan darah selama 24 jam terus menerus kepada pasien tanpa membedakan status dan ekonomi sesuai dengan ilmu pengetahuan kedokteran mutakhir dan standart pelayanan profesi.
Pelayanan transfusi darah di Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk meliputi 1. Pelayanan darah di Bank darah Rumah sakit a. Perencanaan kebutuhan darah di RS b. Permintaan dan penerimaan darah donor dari UTD c. Penyimpanan Darah di BDRS d. Permintaan darah dan komponen darah di BDRS e. Persiapan darah transfusi f. Pemeriksaan pra-transfusi g. Pendistribusian darah dari BDRS ke ruang perawatan h. Penelusuran reaksi transfusi i. Sistem pencatatan dan pelaporan di BDRS j. Rujukan darah langka k. Rujukan sampel darah 2. Pemberian transfusi darah kepada pasien meliputi: a. Penggunaan darah rasional b. Pelayanan transfusi khusus 3. Sistem informasi pelayanan darah di BDRS
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Bangunan Bangunan yang digunakan untuk menangani komponen darah harus memenuhi sistem manajemen mutu untuk unit penyedia darah. Semua permukaan dimana komponen darah diletakan harus dibersihkan dengan teratur.
B. Fasilitas penyimpanan Komponen darah harus disimpan pada kondisi suhu yang optimal untuk setiap jenis komponen. Fasilitas atau peralatan yang digunakan untuk menyimpan komponen darah harus dikualifikasi dan divalidasi agar memenuhi sistem manajemen mutu untuk unit penyedia darah. Fasilitas atau peralatan harus dapat diamankan, didisain agar sirkulasi udara sekitar komponen darah terjaga dan dibersihkan secara teratur. Suhu dan alarm harus diperiksa secara teratur untuk menjamin kondisi yang telah ditentukan terjaga. Fasilitas atau peralatan penyimpanan harus didedikasikan untuk menyimpan komponen darah untuk transfusi dan tidak boleh digunakan untuk menyimpan sampel, reagen atau komponen darah yang infeksius. Area untuk karantina darah yang belum diuji saring dan darah yang telah lulus pengujian, demikian juga darah yang telah diuji silang serasi harus dipisahkan dan dilabel dengan jelas untuk mencegah kejadian tertukar. Komponen darah yang telah siap didistribiusi harus disimpan berdasarkan jenis, golongan darah dan masa kedaluwarsa (FEFO – First Expired First Out). C. Fasilitas Transportasi dan Wadah Komponen darah harus ditransportasikan pada kondisi suhu yang optimal untuk setiap jenis komponen. Fasilitas atau wadah yang digunakan untuk transportasi komponen darah harus dikualifikasi dan divalidasi untuk menunjukkan bahwa fasilitas atau wadah tersebut dapat secara konsisten menjaga kondisi suhu yang diinginkan untuk jangka waktu transportasi yang diharapkan. Fasilitas atau wadah harus kuat untuk meminimalkan kerusakan, dapat dibersihkan bagian dalamnya sebelum dan setelah setiap pengiriman. Sebagai alternatif, komponen darah harus ditempatkan di dalam plastik bersih sebelum dikemas ke dalam wadah. D. Dokumentasi dan Pencatatan Harus ada SPO untuk mengelola fasilitas penyimpanan dan transportasi darah termasuk bagaimana menangani dan mengatur komponen, persyaratan pembersihan, pengecekan dan pemeliharaan, dan apa yang harus dilakukan jika terdapat kegagalan. Pencatatan harus dipelihara untuk semua kegiatan pembersihan, pengecekan suhu dan alarm fasilitas penyimpanan, termasuk hari, waktu dan SDM yang melakukan kegiatan. Pencatatan
kualifikasi, validasi dan pemeliharaan harus tersedia. Setiap pencatatan harus terhubung pada setiap fasilitas melalui identitas unik atau nomor seri. Jika terjadi kegagalan pada penyimpanan, tindakan harus dilakukan untuk memperbaiki kegagalan dan penentuan status setiap komponen darah harus dicatat dengan rinci. Pencatatan harus dijaga pada kondisi yang tepat dan dipertahankan untuk periode waktu yang telah ditetapkan BAB IV TATALAKSANA Pelayanan darah di Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) bertujuan untuk menjamin tersedianya darah untuk transfusi yang aman, bermutu, dan dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. BDRS menerima darah atau komponen darah siap pakai dan sudah dilakukan uji saring IMLTD serta pengujian konfirmasi golongan darah dari UTD di wilayahnya sesuai dengan permintaan yang diajukan oleh BDRS A. Alur permintaan darah BDRS ke UTD PMI Permintaan Darah dari BDRS ke UTD PMI Peny Pengiriman Darah imp dari UTD PMI ana n Serah/ Terima Darah antara dara petugas BDRS dan UTD PMI h di bloo d Permintaan Darah Ban dari BDRS ke UTD k PMI Refri gera B. Waktu Dan Jam Operasional Pelayanan Bank Darah tor Pelayanan bank darah dikerjakan berd setiap hari
1. 90 menit ( 1,5 jam ) : jika di kerjakan di BDRS ( stok darah di BDRS terpenuhi, hasil crossmatch compatible, golongan darah mudah diketahui/ditentukan ) 2. 2 – 3 jam : jika di kerjakan di PMI ( stok darah di PMI terpenuhi ) 3. Permintaan Cito : permintaan tanpa crossmatch ( 15 menit jika stok darah di BDRS terpenuhi ) C. Kriteria Pelayanan Bank Darah pelayanan bank darah di instalasi klinik meliputi permintaan darah pemeriksaan dan transfusi darah
a.
Permintaan darah Permintaan darah dari ruangan di catat dalam buku register harian semua identitas pasien di antaranya : 1. Identitas pasien ( nama ,no rm,ruang )harus sama dengan yang tertulis di 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
sampel. Diagnosa dan indikasi transfusi Dokter yang meminta Golongan darah Jumlah dan jenis darah yang di minta Jumlah dan jenis darah yang di terima Nomor kantong Tanggal kadaluarsa
Setelah itu sampel di lakukan pemeriksaan golongan darah ( slite dan gel), dan crossmatch sebelum sampel di lakukan pemeriksaan reagen sudah harus di validasi yang tercatat pada lembar ceklist dan validasi. Untuk setiap pemeriksaan golongan darah dan crossmatch harus tercatat di lembar kerja yang di tanda tangani oleh penanggung jawab Bank Darah. Sedangkan untuk hasil pemeriksaan yang incompatible sampel darah di kirim ke PMI setelah di ulang 2x dan hasil tetap incompatible b.
Pemeriksaan Tranfusi Darah Pemeriksaan transfuse darah di instalasi klinik rumah sakit umum daerah nganjuk meliputi Pemeriksaan tranfusi darah rutin 1. Pemeriksaan golongan darah Pemeriksaan serologi gol darah adalah untuk menentukan golongan darah pasien adalah A,B,O,AB 2. Pemeriksaan crossmatch atau Uji cocok serasi Pemeriksaan crossmatch adalah suatu pemeriksaan untuk mengetahui apakah darah donor dan pasien cocok, karena walaupun golongan darah sama belum tentu darah donor itu cocok untuk pasien. Uji cocok serasi bertujuan untuk memastikan bahwa darah yang di berikan adalah sesuai / compatible dan tidak akan menimbulkan reaksi transfusi. Pemeriksaan uji cocok serasi di lakukan 3 fase yaitu uji cocok serasi mayor, minor dan auto control, dengan tujuan:
Uji cocok serasi Mayor :memeriksa ketidak cocokkan oleh karena adanya antibodi dalam serum pasien terhadap antigen sel darah merah donor.
Uji cocok serasi Minor : memeriksa ketidak cocokkan oleh karena adanya antibodi dalam serum donor terhadap antigen sel darah donor . Untuk Interprestasi hasil Uji cocok serasi :
Bila mayor dan minor fase 1 - 3 tidak menunjukkan reaksi aglutinasi
atau hemolisis maka hasil compatible dan darah bisa di keluarkan. Bila mayor dan minor fase 1 - 3 menunjukkan adanya reaksi aglutinasi atau hemolisis maka hasil incompatible dan darah tidak bisa di keluarkan.
Pemeriksaan transfusi darah CITO Pemeriksaan transfusi darah CITO merupakan pemeriksaan trasnfusi darah tanpa crossmatch. Waktu pemeriksaan < 15 menit. C. Penyimpanan darah Ada beberapa buku untuk mencatat keluar dan masuknya darah baik dari PMI maupun buku pencatatan stok dan sisa darah yang ada di BDRS. Darah dari PMI di simpan di blood bank pada suhu 2 - 40C dengan sistem first in first out (FIFO) dan suhu tersebut di pantau tiap tiap shift. Contoh darah pasien dan donor disimpan selama 1 minggu ,di simpan di lemari es. Sistem penyimpanan disusun menurut selama 7 hari dan setiap hari petugas memeriksa contoh darah mana yang kadaluarsa untuk di musnahkan
Tabel tatacara penyimpanan darah dan koponen darah Pemeriksaan transfusi darah di rujuk ke UTD PMI apabila hasil pemeriksaan crossmatch didapatkan hasil incompatible. Rujukan tersebut juga disertai permintaan darah pasien
NO JENIS DARAH
MASA SIMPAN
1
DI SIMPAN SELAMA 250-350 30 HARI ML 14 HARI ( SISTEM 100 – 250 TERTUTUP ) ML 24 JAM ( SISTEM TERBUKA ) 4 JAM 100 – 250 ML 3 HARI DENGAN 30 – 50 AGRIGATOR ML
2
3 4
5 6 7
SUHU SIMPAN BLOOD 2 – 6 0C
WHOLE (WB) PACKED RED CELL 2 – 6 0C (PRC)
WASHED ERYTROCYTE (WE ) TROMBOCYTE CONCENTRATE ( TC) FRESH FROZEN PLASMA ( FFP ) CRYOPRECIPITATE ( AHF ) LIQUID PLASMA ( LP )
20 – 24 C
0
- 20 0 C -20 0 C 2 – 6 0C
VOLUME
4 JAM
150 – 250 ML 4 JAM 30 – 50 ML 14 HARI SETELAH 150 – 250 PEMBUATAN ML
D. Prosedur Pemberian Transfusi Darah 1. Cuci tangan 2. Beri tahu orangtua pasien dan pasien (bila sudah mengerti) tentang tindakan yang akan dilakukan dan jelaskan prosedur yang akan dikerjakan 3. Siapkan peralatan untuk transfusi darah 4. Ukur tanda vital pasien sebelum melaksanakan transfusi 5. Siapkan area penusukan jarum transfusi 6. Periksa kantong darah dengan teliti dengan disaksikan oleh petugas lainnya : o Nama pasien o Golongan darah o Nomor darah o Jenis darah o Rhesus o Tanggal kadaluarsa 7. Pasang infus dengan cairan Nacl 0,9 % sesuai prosedur pemasangan infus 8. Ganti cairan Nacl 0,9 % dengan kantong darah milik pasien 9. Atur tetesan secara perlahan Hal-hal yang Perlu diperhatikan selama transfusi :
a.
Reaksi transfusi terhadap pasien
b.
Infus, tetesan, jenis cairan
c.
Tanggal kadaluarsa cairan infus dan darah
d.
Bekerja dengan tehnik aseptic
BAB V INDIKASI Perdarahan aktif yang menyebabkan syok adalah salah satu dari beberapa indikasi berbasis bukti untuk transfusi. Anemia digambarkan sebagai berkurangnya massa sel darah merah yang beredar, dinyatakan sebagai gram hemoglobin per 100 cc darah. Anemia mungkin timbul sebagai akibat dari kehilangan eksternal, kerusakan internal, produksi yang tidak memadai, atau kombinasi. Sementara kebanyakan pasien yang mengalami perdarahan aktif menjadi anemia, anemia itu sendiri belum tentu merupakan indikasi untuk transfusi. Akibat pendarahan parah adalah syok hemoragik, dan syok didefinisikan sebagai pasokan oksigen yang tidak memadai untuk mendukung metabolisme sel. Penggantian sel darah merah hanya salah satu segi dari terapi syok hemoragik dan tidak dapat digunakan dalam setiap kasus. Berdasarkan definisi klasik syok, prinsip resusitasi yang efektif dari perdarahan menjelaskan eliminasi kekurangan oksigen, metabolisme anaerobik, dan asidosis jaringan. Ketika etiologinya adalah perdarahan, tujuan transfusi adalah restorasi oksigenasi jaringan yang terganggu oleh hilangnya hemoglobin dan kapasitas transportasi oksigen. Tujuannya bukanlah pemulihan kadar hemoglobin tertentu. Sebaliknya, transfusi harus mencerminkan penerapan terapi yang menargetkan tujuan fisiologis yang dapat diidentifikasi dan dicapai. Keputusan untuk melakukan transfusi sel darah merah harus didasarkan pada proses pemikiran logis dengan tujuan pemulihan oksigenasi jaringan. Oleh karena itu, transfusi sel darah merah secara logis dimulai dalam situasi berikut: 1. Bukti klinis adanya hipoksia/ dysoksia, dimanifestasikan oleh hipoperfusi, termasuk asidosis laktat dan peningkatan defisit basa (bila bukan karena asidosis metabolik hiperkloremik). Selain itu, preload kinerja jantung harus dikoreksi dengan ekspansi volume plasma yang sesuai. Dalam hal ini, agen pressor dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja jantung jika dinilai tidak memadai, dan transfusi sel darah merah dapat digunakan untuk mendukung pengiriman oksigen ke end-organ. 2. Perdarahan aktif berhubungan dengan syok.
3. Perdarahan tidak dapat segera dikendalikan karena kendala anatomi, koagulopati, atau lokasi di lingkungan keras yang menghalangi kontrol perdarahan, dan transfusi PRBC dapat memperpanjang hidup sampai kontrol perdarahan dicapai. Pedoman transfusi sel darah merah dari AABB (American Association of Blood Banks) menyarankan strategi ketat untuk orang dewasa dan anak-anak yang stabil. Rekomendasi dari pedoman AABB meliputi: 1. Untuk pasien ICU (baik orang dewasa dan anak-anak), transfusi harus dipertimbangkan pada konsentrasi hemoglobin 7 g/dL atau kurang. 2. Untuk pasien pascaoperasi, pertimbangkan transfusi ketika kadar hemoglobin 8 g/dL atau kurang atau dengan gejala (misalnya, nyeri dada, hipotensi ortostatik, takikardia tidak responsif terhadap resusitasi cairan, gagal jantung kongestif). 3. Juga pertimbangkan transfusi untuk konsentrasi hemoglobin 8 g/dL atau kurang pada pasien rawat inap yang hemodinamik stabil dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya. 4. The AABB tidak merekomendasikan ambang batas untuk transfusi pada pasien hemodinamik stabil yang dirawat di rumah sakit dengan sindrom koroner akut. Pemicu fisiologis, seperti dijelaskan di atas, adalah prediktor yang paling akurat dari kebutuhan transfusi, karena mereka didasarkan pada kebutuhan spesifik pasien sehubungan dengan gangguan fisiologi. Namun, keinginan untuk menetapkan sebuah "angka untuk mengobati" sehubungan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit telah meresap pada praktek transfusi. Banyak kontroversi seputar paradigma praktek transfusi yang berpusat pada ketidaksepakatan mengenai berapa yang merupakan angka sempurna. Seperempat abad yang lalu, pengobatan yang optimal pada pasien bedah dan kritis menargetkan kadar hemoglobin ≥10 g/dL dan nilai hematokrit ≥30%. Pemahaman berikutnya dari risiko yang ada pada transfusi menyebabkan perlunya investigasi untuk menetapkan batas minimum untuk konsentrasi hemoglobin yang dapat diterima. Pada kadar hemoglobin di bawah 3,5-4 g/dL, kematian secara signifikan meningkatkan pada pasien sehat. Penelitian oleh Shander menunjukkan penurunan kognisi dengan kadar hemoglobin di bawah 5 g/dL. American Society of Anesthesiologists menggunakan kadar hemoglobin 6 g/dL sebagai pemicu untuk diperlukannya transfusi, meskipun data yang lebih baru menyarankan penurunan mortalitas dengan konsentrasi hemoglobin preanestesi lebih besar dari 8 g/dL, khususnya pada pasien transplantasi ginjal. Strategi transfusi restriktif telah didukung oleh penelitian Transfusion Requirements in Critical Care (TRICC), yang diterbitkan pada tahun 1999, serta
penelitian lainnya. Penelitian TRICC mendokumentasikan tren keseluruhan terhadap penurunan mortalitas 30 hari dan secara signifikan menurunkan mortalitas di antara pasien yang baru sakit dan di antara pasien yang lebih muda dari 55 tahun dalam kelompok yang menggunakan hemoglobin 7 g/dL sebagai pemicu transfusi dibandingkan dengan kelompok transfusi yang lebih liberal. Para peneliti menyimpulkan bahwa strategi transfusi restriktif setidaknya sama efektifnya dan mungkin lebih unggul daripada strategi transfusi liberal pada pasien dengan penyakit kritis. Pengecualian untuk paradigma ini adalah pasien dengan infark miokard akut dan angina tidak stabil. Sebuah review Cochrane Database tahun 2012 memperkuat gagasan tersebut. Studi CRIT, yang diterbitkan pada tahun 2004, adalah studi kohort prospektif, multiple center, observasional dari pasien intensive care unit (ICU) di Amerika Serikat, yang meneliti hubungan anemia dan transfusi sel darah merah terhadap hasil klinis. Para peneliti menemukan bahwa jumlah unit RBC yang ditransfusikan adalah prediktor independen dari hasil klinis yang lebih buruk. A. TRANSFUSI KOMPONEN DARAH Whole blood difraksinasi menjadi komponen-komponen tertentu, sebagai berikut: PRBC, FFP, konsentrat trombosit, dan kriopresipitat; FFP selanjutnya dapat difraksinasi menjadi konsentrat faktor individual. Fraksinasi memaksimalkan kemampuan klinisi untuk secara rasional menggunakan komponen masing-masing unit sekaligus membatasi transfusi yang tidak perlu. Sebuah produk tertentu juga dapat ditransfusikan dengan volume yang lebih sedikit. Selain itu, komponen individual memerlukan suhu penyimpanan yang berbeda; oleh karena itu, fraksinasi memungkinkan manajemen produk yang lebih efektif. Fraksinasi komponen darah didasarkan pada teknologi sentrifugasi dan flashfreezing. Whole blood dipisahkan menjadi sel darah merah dan platelet-rich plasma dengan sentrifugasi lambat. Sentrifugasi kecepatan tinggi kemudian diterapkan pada platelet-rich plasma untuk menghasilkan satu unit trombosit dan satu unit FFP. FFP menghasilkan kriopresipitat melalui proses pencairan lambat untuk mengendapkan protein plasma, yang kemudian dipisahkan dengan sentrifugasi. Kriopresipitat mengandung konsentrasi tinggi fibrinogen, faktor VIII, faktor XIII, faktor von Willebrand, dan fibronektin; hipofibrinogenemia adalah indikasi transfusi yang paling umum untuk kriopresipitat dalam lingkungan perawatan intensif atau di ruang operasi.
Teknologi apheresis dapat digunakan untuk mengumpulkan beberapa unit trombosit dari donor tunggal. trombosit apheresis dari donor tunggal mengandung setara dengan setidaknya 6 unit trombosit donor acak dan sering memiliki lebih sedikit leukosit daripada trombosit donor acak. Apheresis ini paling sering digunakan untuk mendapatkan trombosit untuk digunakan pada pasien alloimmunized dengan kehadiran antibodi tinggi yang membuat cross-matching sulit. Pasien dengan diskrasia dan keganasan darah umumnya termasuk dalam kategori ini. 1. Packed red blood cells Indikasi untuk transfusi PRBC sudah dibahas di atas. Secara umum, konsentrasi hemoglobin (biasanya dilaporkan dalam g/dL) digunakan untuk memantau massa RBC. Ini adalah variabel yang diukur secara langsung, sedangkan hematokrit adalah nilai yang dihitung ketika diperoleh dari perangkat otomatis modern dan, oleh karena itu, lebih rentan terhadap ketidaktepatan dibandingkan dengan pengukuran langsung dengan pipa kapiler yang diputar pada centrifuge. 2. Fresh frozen plasma Transfusi FFP adalah umum, tetapi indikasi spesifik untuk penggunaannya terbatas. Bahkan, bukti-bukti untuk penggunaan dalam berbagai situasi klinis, seperti profilaksis pada pasien non perdarahan, sangat terbatas. Transfusi FFP diindikasikan pada pasien pendarahan untuk menggantikan faktor pembekuan yang labil dan hilang. Keadaan klinis yang memenuhi kriteria ini termasuk transfusi masif, cardiopulmonary bypass, teknik support paru extracorporeal, penyakit hati dekompensasi,
atau
disseminated
intravascular
coagulation
akut
apapun
penyebabnya. FFP, dalam hubungannya dengan vitamin K, juga diindikasikan untuk penggunaan warfarin berlebihan dalam keadaan disertai dengan perdarahan yang mengancam jiwa. Pedoman untuk dosis awal FFP adalah 10-15 ml/kg; ini biasanya diterjemahkan menjadi setidaknya 4 unit FFP untuk efek respon terapi. Efikasi dipantau dengan tes laboratorium fungsi koagulasi, termasuk prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), dan international normalized ratio (INR). 3. Trombosit
Transfusi trombosit mungkin bermanfaat pada pasien dengan defisiensi atau disfungsi trombosit. Transfusi trombosit profilaksis diindikasikan pada pasien dengan kegagalan sumsum tulang, tidak ada faktor-faktor risiko terkait lainnya untuk perdarahan, dan jumlah trombosit di bawah 10x10 9/L. Jika ada faktor risiko yang terkait, ambang batas dapat dinaikkan menjadi 20x109/L. Pasien yang menjalani prosedur invasif harus memiliki jumlah trombosit lebih dari 50x10 9/L. Pada pasien pendarahan, transfusi trombosit diindikasikan ketika trombositopenia berkontribusi untuk pendarahan dan jumlah trombosit kurang dari 50x10 9/L. Ketika ada pendarahan mikrovaskuler difus, jumlah trombosit harus dipertahankan di atas 100x109/L sementara penyebab perdarahan sedang ditangani. Etiologi umum dikoreksi meliputi, tetapi tidak terbatas pada, kegagalan kontrol perdarahan volume besar (organ padat atau saluran pembuluh darah), hipotermia, asidosis, cedera otak traumatis, kekurangan faktor individual, dan inhibisi koagulasi yang didapat. Waktu optimal untuk mengukur efek transfusi trombosit adalah 1 jam setelah selesainya infus. Jangka waktu ini memungkinkan seseorang untuk melihat peningkatan yang sesuai dari konsumsi berkelanjutan dari kehancuran total akibat antibodi preformed. 4. Kriopresipitat Transfusi kriopresipitat diindikasikan untuk defisiensi fibrinogen atau dysfibrinogenemia dalam kondisi perdarahan, prosedur invasif, cedera, atau disseminated intravascular coagulation akut. Kadar fibrinogen harus dipantau dan pengobatan dilakukan untuk kadar kurang dari 100 mg/dL; banyak dokter menggunakan batas yang lebih tinggi yaitu 150 mg/dL pada pasien dengan perdarahan aktif. Kriopresipitat umumnya ditransfusikan dalam 10 unit terpisah. Pasien pada protokol transfusi masif dan menerima lebih dari 10 unit FFP biasanya tidak memerlukan kriopresipitat tambahan, setelah menerima bolus fibrinogen yang memadai dalam sejumlah besar FFP. B. TRANSFUSI MASIF Definisi transfusi masif telah berkembang dari waktu ke waktu untuk mencerminkan praktek transfusi modern. Tiga puluh tahun yang lalu, transfusi masif didefinisikan sebagai lebih dari 10 unit darah selama 24 jam, kira-kira setara dengan satu volume darah pasien untuk orang dengan berat badan rata-rata. Meskipun satu volume
darah pasien dalam 24 jam tetap menjadi definisi "klasik", penulis terkini memperluas definisi ini hingga 50 unit darah dalam 24-48 jam. Ketika awalnya diperkenalkan sebagai modalitas pengobatan pada tahun 1960, transfusi masif mengakibatkan tingkat kelangsungan hidup yang rendah (6,6%) selama tahun 1970-an. Namun, tingkat kelangsungan hidup hingga 60% sekarang diamati, sebagai hasil dari pengenalan dini dan koreksi agresif koagulopati, penggunaan liberal teknik rewarming, lembaga manajemen pengendalian kerusakan operasi, dan peningkatan penggunaan terapi transfusi komponen. Syok hipovolemik akibat perdarahan adalah indikasi yang paling sering untuk transfusi darah masif. Skenario klinis di mana syok hemoragik ditemui meliputi trauma, kecelakaan operasi, ruptur aneurisma aorta, perdarahan gastrointestinal masif, dan transplantasi
organ
padat
(terutama
hati),
tapi
meluas
sampai
prosedur
angiointerventional dan endoskopi. Dengan demikian, transfusi masif dapat terjadi di luar ruang operasi dan ICU bedah dengan frekuensi meningkat. Recombinant activated factor VII (rFVIIa) adalah faktor VII manusia sintesis yang tersedia untuk pemulihan dan infus pada pasien dengan perdarahan masif. rFVIIa yang biasanya digunakan untuk mengobati hemofilia serta koagulopati bawaan dan diperoleh lainnya. Baru-baru ini, rFVIIa telah digunakan pada pasien dengan perdarahan aktif dan koagulopati dari trauma, cedera otak traumatis, penggunaan warfarin berlebihan, dan cacat hematologi diperoleh lain, termasuk faktor penghambat yang diperoleh. Penggunaan pada pasien trauma menghasilkan penurunan keperluan RBC dan kecenderungan peningkatan keberlangsungan hidup dan pengurangan morbiditas kritis. rFVIIa memulai koagulasi jalur ekstrinsik hanya ketika bergabung dengan faktor jaringan di lokasi cedera. Karena faktor jaringan hadir dalam jumlah terbatas dalam sirkulasi umum, rFVIIa umumnya dianggap aman terhadap induksi trombosis. Namun, beberapa
laporan
awal
dari
R.
Adams
Cowley
Shock
Trauma
Center
mendokumentasikan komplikasi trombotik yang belum dilaporkan sebelumnya. Hanya waktu dan eksposur tambahan pasien dengan rFVIIa akan menentukan apakah peristiwa ini spesifik tempat atau populasi. Pedoman dosis untuk trauma (kisaran umum, 90-120 mcg/kg berat badan) belum ditetapkan, sedangkan pedoman berbasis bukti ditetapkan untuk hemofilia serta operasi prostat. BAB VI
KOMPLIKASI TRANSFUSI 1. Infeksi viral Di negara-negara dengan human development index (HDI) yang tinggi (berdasarkan harapan hidup, pendidikan, dan pendapatan per kapita), transfusi produk darah sekarang sangat aman terhadap infeksi virus lewat transfusi. Hal ini disebabkan meningkatnya sensitivitas pengujian patogen, yang mengurangi periode jendela infeksi. Risiko meningkat secara signifikan di negara-negara dengan HDI rendah karena seroprevalensi tinggi serta pengujian patogen dan standar transfusi yang tidak memadai. Insiden yang tercantum di sini hanya berlaku untuk negaranegara HDI tinggi. Insiden hepatitis A adalah 1 kasus per 1 juta unit transfusi (1:1 juta); hepatitis B berkisar dari 1:6000 sampai 1:320.000. Penyakit akut berkembang di sepertiga pasien yang terinfeksi hepatitis B, namun infeksi kronis berkembang dalam kurang dari 10% dari mereka yang terinfeksi. Insiden hepatitis C berkisar antara 1:1,2 juta sampai kurang dari 1:13 juta. Namun, berbeda dengan hepatitis B, lebih dari 80% dari infeksi hepatitis C menjadi kronis, dengan mortalitas selanjutnya signifikan dikaitkan dengan sirosis dan karsinoma hepatoseluler. Insiden human immunodeficiency virus (HIV) berkisar antara 1:1,4 juta sampai 1:11 juta. Human T-cell leukemia virus type I (HTLV-I) dan Human T-cell leukemia virus type II (HTLV-II) membawa kejadian 1:250.000 sampai 1:2 juta. Dari catatan, darah yang disimpan selama lebih dari 14 hari dan komponen darah noncellular belum didokumentasikan untuk menyebarkan HTLV. Cytomegalovirus (CMV) adalah virus yang paling umum ditularkan melalui transfusi, dengan kejadian berkisar 1:10 sampai 1:30. Karena prevalensinya, transmisi membawa sedikit risiko pada populasi umum. Pasien yang beresiko untuk mengembangkan infeksi CMV termasuk neonatus dengan berat kurang dari 1200 g, wanita hamil seronegatif, penerima transplantasi alogenik seronegatif, pasien dengan infeksi HIV lanjut, pasien dengan limfoma, dan pasien yang menerima kemoterapi. Virus Epstein-Barr (EBV) juga sering ditularkan karena seroprevalensinya. Insiden transmisi 1: 200. Virus West Nile baru-baru ini dilaporkan, dengan kejadian 1:3000 sampai 1:5000.
2. Infeksi parasit Infeksi parasit yang paling umum ditularkan melalui transfusi adalah malaria, dengan kejadian 1:4 juta. Namun, di negara-negara HDI rendah (di mana malaria cenderung endemik), kejadian malaria yang ditularkan lewat transfusi setinggi 1:3. 3. Kontaminasi bakteri Kontaminasi bakteri bertanggung jawab untuk setidaknya 10% dari kematian terkait transfusi dan kebanyakan kematian terkait infeksi. Yersinia enterocolitica adalah kontaminan bakteri yang paling umum dari PRBC; patogen lainnya termasuk Serratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa, dan spesies Enterobacter. Insiden berkisar dari 1:200.000 sampai 1:4,8 juta dan secara langsung berkaitan dengan lama penyimpanan. Sepsis terkait platelet bahkan lebih umum, dengan kejadian setinggi 1:2000 sampai 1:3000. Risiko terbesar ada pada transfusi trombosit konsentrat yang dikumpulkan dari beberapa donor bila dibandingkan dengan transfusi trombosit donor tunggal. Karena risiko meningkat seiring dengan waktu, shelf life trombosit yang disimpan tidak melebihi 5 hari. Patogen khas termasuk Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Oleh karena itu, sepsis terkait transfusi trombosit mungkin tidak diakui, karena ini adalah patogen yang umum dan infeksi mungkin disebabkan sumber-sumber lain, seperti infeksi aliran darah terkait peralatan. 4. Risiko imunologi Reaksi transfusi berupa demam nonhemolitik merupakan komplikasi akut transfusi darah yang ditandai dengan demam dengan atau tanpa menggigil dan kaku. Kondisi ini tidak mengancam jiwa. Sebagian besar reaksi ini berasal dari respon kekebalan terhadap komponen seluler atau plasma yang ditransfusikan, biasanya leukosit. Produk darah tanpa leukosit dapat meminimalkan masalah ini, tetapi mereka belum didokumentasikan untuk dilakukan universal. Komponen darah nonseluler (yaitu, plasma, turunan plasma) adalah penyebab yang jarang dari efek samping. Reaksi plasma mungkin terkait dengan perselisihan imunologi antara donor dan penerima. Protein plasma yang ditransfusikan mungkin berisi epitop berbeda dengan pada protein plasma identik penerima sendiri. Antibodi juga mungkin ada dalam plasma donor yang bereaksi dengan sel-sel darah penerima atau protein plasma. Kontaminan dalam plasma donor
juga dapat dikaitkan dengan beberapa reaksi ini. Pengolahan plasma dapat menyebabkan aktivasi beberapa sistem proteolitik, seperti komplemen dan sistem kinin/kininogen, yang pada gilirannya, menyebabkan generasi zat vasoaktif dan anaphylatoxins. Akhirnya, tingkat histamin dapat meningkat dalam komponen darah yang disimpan. Gejala berkisar dari reaksi urtikaria ringan atau flushing sampai kolaps kardiorespirasi mendadak dan kematian. Beberapa reaksi ini kemungkinan benar-benar anafilaksis, tetapi, pada orang lain, mekanismenya kurang jelas, dan mereka disebut sebagai anaphilactoid. Posttransfusion purpura terjadi ketika alloantibodies spesifik platelet berkembang 5-10 hari post transfusi. Trombosit asli pasien dihancurkan, menyebabkan trombositopenia berat. Komplikasi ini jarang terjadi tetapi berpotensi mengancam nyawa, dan biasanya terjadi pada wanita. Transfusi trombosit biasanya tidak efektif, dan diperlukan dosis tinggi imunoglobulin intravena (2 g/kg selama 2-5 hari). Beberapa praktisi menggunakan plasmapheresis atau steroid dosis tinggi untuk kondisi ini, tetapi mereka melakukannya tanpa dukungan data yang kuat terhadap hasil yang menguntungkan. Inkompatibilitas ABO adalah komplikasi yang paling umum dan fatal dari transfusi darah. Kebanyakan reaksi transfusi hemolitik akut akibat dari kesalahan manusia, biasanya identifikasi pasien yang salah. Banyak perbaikan sistem telah disodorkan untuk mengurangi komponen human error, termasuk bar coding dan teknik pencocokan yang dibantu komputer, tetapi tidak ada sistem tunggal yang muncul sebagai metode yang paling efektif menghilangkan kesalahan. Insiden inkompatibilitas ABO yang dilaporkan dalam praktek transfusi manusia adalah 1:6000 sampai 1:33.000. Kasus yang fatal terjadi pada 1:250.000 sampai 1:1 juta. Gejala klasik dari reaksi transfusi hemolitik akut termasuk ketakutan, flushing, nyeri, mual, muntah, menggigil, hipotensi, dan kolaps sirkulasi. Disseminated intravascular coagulation, anemia hemolitik, gangguan ginjal, dan penyakit kuning juga tercatat. Pada pasien yang dibius, gejala dapat dengan mudah tertukar dengan entitas klinis lain dan ditandai oleh hipotensi tidak jelas, koagulopati difus, dan hemoglobinuria. Perawatan termasuk penghentian transfusi dan resusitasi agresif dari syok. Kebanyakan reaksi transfusi hemolitik tertunda yang tidak dapat dicegah karena darah adalah serologis kompatibel pada saat transfusi, tetapi beberapa kasus
disebabkan oleh antibodi terhadap antigen minor sel darah merah yang tidak terdeteksi oleh tes skrining antibodi pretransfusion rutin. Kejadian yang dilaporkan adalah 1:2000 sampai 1:11.000. Reaksi ini terjadi 3-10 hari setelah transfusi, dan pasien mengalami demam, hiperbilirubinemia, dan hematokrit menurun. Ketika gejala ini terjadi dalam keadaan klinis yang tepat, darah harus kembali dicrossmatched sebelum pemberian komponen selanjutnya. Istilah transfusion-related acute lung injury (TRALI) pada awalnya diciptakan pada tahun 1983 untuk menggambarkan kelompok tertentu gambaran klinis dan laboratorium yang diidentifikasi dalam waktu 6 jam dari transfusi produk darah yang mengandung plasma. Ini adalah komplikasi yang segera dari transfusi dan ditandai dengan cedera paru akut atau gangguan pernapasan akut sementara yang berhubungan dengan transfusi. Patofisiologi TRALI, seperti yang dijelaskan secara klasik, disebabkan oleh adanya leukoagglutinating atau human leukocyte antigen (HLA) antibodi spesifik dalam plasma donor. Ketika antibodi ini bereaksi dengan sel-sel darah putih penerima, komplemen diaktifkan, dan C5a memicu agregasi neutrofil dan penyerapan di microvasculature paru, yang mengakibatkan kerusakan endotel. Sejak awal, konsep TRALI telah diperluas untuk mencakup spektrum yang lebih luas dari mekanisme cedera paru akut setelah transfusi, termasuk reaksi anafilaksis, reaksi sitokin, reaksi trombosit, sitotoksisitas dimediasi granulosit transfusi, dan penyerapan produk sampingan lipid paru. Penjelasan ini bergantung pada satu aktivitas untuk memicu TRALI. Dalam dua bentuk model TRALI, paru-paru pasien mungkin menderita satu atau lebih serangan oleh berbagai mekanisme yang diperlukan tetapi tidak cukup untuk membuat cedera paru. Dalam host utama, transfusi kemudian menambahkan tantangan kekebalan yang cukup untuk menginduksi cedera paru, sehingga memungkinkan dokter
untuk hanya
menyalahkan sebagian produk yang
ditransfusikan untuk dekompensasi paru. Karena berbagai mekanisme patogen potensial terlibat, kejadian yang sebenarnya dari TRALI tidak diketahui, terutama karena pelaporan universal kasus fatal tidak diperlukan. Meskipun demikian, TRALI dianggap sebagai penyebab utama kematian terkait transfusi. Kunci untuk hasil yang menguntungkan adalah pengenalan dini dan perawatan suportif yang agresif (sering memerlukan intubasi dan ventilasi mekanik); pasien yang diresusitasi dengan baik akan membaik dalam 48 jam dan akhirnya bertahan hidup.
View more...
Comments