Panduan Pelayanan Medik PB PAPDI 2006

February 28, 2017 | Author: LipatOla123 | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Panduan Pelayanan Medik PB PAPDI 2006...

Description

PANDUAN PELAYANAN MEDIK Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia

PB PAPDI

KONTRIBUTOR Departemen Umu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Prof.Dr. Dasnan Ismail, SpPD-KKV Dr. Idrus Alwi, SpPD-KKV Dr. Muin Rahman, SpPD-KKV Prof.DR.Dr. SarwonoWaspadji, SpPD-BCEMD Dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD Dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD Dr. Gatut Semiardji, SpPD-KEMD Prof.Dr. RHHNelwan, SpPD-KPTI Prof. Dr. H. Iskandar Zurkanain, SpPD-KPTI Prof. Dr. Djoko Widodo, SpPD-KPTI Dr. HerdimanT. Pohan, SpPD-KPTI Dr. Budi Setiawan, SpPD-KPTI Dr. Suhendro, SpPD-KPTI Dr. Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI Dr. Khie Chen, SpPD-KPTI Prof.Dr. Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM DR. Dr. Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM Dr. Abdul Muthalib, SpPD-KHOM DR. Dr. Harry Isbagio, SpPD-KR Dr. Yoga I Kasjmir,SpPD-KR DR. Dr. Zulkifli Amin, SpPD-KP Dr. Anna Uyainah Z.N, SpPD-KP Dr. Chudahman Manan, SpPD-KGEH Dr. Dadang Makmun, SpPD-KGEH Dr. Ari F. Syam, SpPD-KGEH Dr. Murdani Abdullah, SpPD-KGEH ProfDr. H. Ali Sulaiman, PhD, SpPD-KGEH Dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH Prof DR.Dr. Endang Susalit, SpPD-KGH Dr. Ginova Nainggolan, SpPD, KGH Dr. E. Mudjadid, SpPD-KPsi Dr. Hamzah Shatri, SpPD-KPsi Dr. Lukman Hakim, SpPD-KKV-KGer Dr. Siti Setiati, MEpid, SpPD-KGer iii Dr. Czeresna Heriawan Soedjono, MEpid, SpPD-KGer

Dr. Nina Kemala Sari, SpPD Dr. Arya Govinda, SpPD Dr. Hem Sundaru, SpPD-KAI Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI Prof. Dr. A. Dinajani Mahdi, SH, SpPD-KAI Dr. Nanang Sukmana, SpPD-KAI Dr. Iris Rengganis, SpPD-KAI Dr. Teguh H. Karyadi, SpPD-KAI Dr. Evy Yimihastuti, SpPD PAPDI Cabang Bogor PAPDI Cabang Yogyakarta PAPDI Cabang Malang

PENYUSUN DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD-KEMD Dr. Anna Uyainah Z.N, SpPD-KP Dr. Hanafi B. Trisnohadi, SpPD-KKV DR. Dr. Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM Dr. Idnis Alwi, SpPD-KKV Dr. Teguh H. Karyadi, SpPD-KAI Dr. Suharko Soebadri, SpPD Dr. HilmanTadjoedin, SpPD Dr. Muhammad Syafiq Dr. Ariani Intan Wardhani Dr. Johannes Poerwoto Dr. Ikhwan Rinaldi Dr. Purwita Wijaya Laksmi Dr. Dyah Pumamasari Dr. Emi Juwita Nelwan

iv

DAFTAR ISI

Daftar isi

v

Kata Pengantar

xi

Sambutan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Rl Sambutan Ketua Umum PB PABDI

>w

Langkah-langkah Penyusunan Panduan Pelayanan Medik PAPDI BAB I

BAB II

xiii

: Pendahuluan Latar Belakang

xvii 3 3

PengertiandanTujuan

3

Ruang Lingkup

3

: Panduan Pelayanan Medik PAPDI 2.1. Metabolik Endokrinologi:

5 7

�Diabetes Melitus -y

8

Tirotoksikosis

16

�Ketoasidosis Diabetikum

20

Hipoglikemia

23

Dislipidemia Struma Nodosa Non Toksik

26

Kista Tiroid

35

31

2.2. Kardiologi: Bradiaritmia

39 41

Edema Ram Akut (Kardiak)

44

Endokarditis Infektif

47

Fibrilasi Atrial

51

�Gagal Jantung Kronik

54

Takikardia Atrial Raroksismal

58 V

Perikarditis �Sindrbm KoronerAkut Renjatan Kardiogenik

-

60 63 67

Takikardia Ventrikular

70 72

Ekstrasistol Ventrikular

74

Fibrilasi Ventrikular

2.3. Pulmonologi: �Hemoptisis Efusi Pleura Pneumotoraks Pneumonia didapat di Masyarakat Pneumonia Atipik Gagal Napas 7Penyakit Paru Obstruktif Kronik '�Tuberkulosis Paru Karsinoma Paru Emboli Paru

2.4. Reumatologi; Artritis Pirai Artritis Reumatoid v/Lupus Eritemat(�us Sistemik Artritis Septik Osteoartritis Sklerosis Sistemik 2.5. Tropik Infeksi: Demam Berdarah Dengue DemamTifoid' Leptospirosis Sepsis dan Renjatan Septik Feverof unknown Origin Malaria Intoksikasi Opiat Intoksikasi Organofosfat

T7 79 82 87 90 100 103 105 109 112 117 121 123 125 127 129 131 133 135 137 139 142 144 146 148 151 153

vi

2.6. Ginjal Hipertensi: PenyakitGinjal Kronik �Sindroma Nefrotik Penyakit Glomerular

155 157 160 162

Gagal Ginjal Akut �Hipertensi Krisis Hipertensi Infeksi Saluran Kemih Batu Saluran Kemih Nefritis Lupus 2.7. Hematologi Onkologi Medik : Llmpoma non-Hodgkin Anemia Aplastik Leukemia Akut Sindrom Lisis Tumor

165 168 171 174 179 181 183 185 187 189 192 194

Idiophatic Thrombocytopenia Purpura Trombosis Vena Dalam Koagulasi Intravaskular Diseminata

197 201

Trombositosis Primer/Esensial Sindrom Vena kava Superior

203 205

Hiperkalsemia

207

Hiperurisemia

209

Terapi Suportif pada Pasien Kanker Polisitemia Vera

211

2.8. Geriatri:

216 219

Pengkajian Geriatri PafipurnalComprehensif Geriatric 221 Assessment (CGA) Sindrom Delirium Akut Instabilitas dan Jatuh Gangguan Kognitif Ringan dan Demensia Imobilisasi Inkontinensia Urin Dehidrasi Konstipasi Pneumonia pada Geriatri

229 231 237 244 248 250 253 256 Vll

•�Infeksi Saluran Kemih Ulkus Dekubitus Malnutrisi

258 260 263

2.9. Psikosoma tik:

267

Depresi

269

Dispepsi Fungsional Sindrom Leiah Kronik

271

Ansietas Sindrom Hiperventilasi

275

Nyeri Psikogenik Sindrom Kolon Iritabel

279

Penyakit Jantung Fungsional (Neurosis Kardiak)

283

273 277 281

2.10. Alergi Imunologi: Infeksi HIV/AIDS Renjatan Anafilaksis

287

"�Asma Bronkial

291

Urtikaria karena Obat 2.11. Gastroenterologi: Ulkus Peptikum

285 289 294 297 299

Dispepsia Karsinoma Kolon

301

Karsinoma Rekti

303

Karsinoma Gaster

304

Hematemesis Melena

305

Diare Kronik

307

Pankreatitis Akut

309

Ileus Paralitik

311

Hematoskezia

313

2.12. Hepatologi: 250mg/dL 155 mEq/L —> ganti cairan dengan NaCl 0,45 %. • Jika GD < 200 mg/dL ganti cairan dengan Dextrose 5 %.

BL

Insulin (regular insulin = RI): • Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan • RI bolus 180mU/kgBB IV, dilanjutkan: • RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9% • Jika GD < 200 mg/dL: kecepatan dikurangi —> RI drip 45 mU/kgBB/j am dalam NaCl 0,9% • JikaGDstabil 200-300mg/dLselama 12jam �RI drip l-2U/jamIV,disertai sliding scale setiap 6 jam: GD � RI (mg/dL) (Unit, subkutan) 350 20 • Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dL: drip RI dihentikan • Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari —> dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan).

nL Kalium • Kalium (K CI) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq / 6 jam. Syarat: tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat. • Bila kadar pada pemeriksaan elektrolit kedua: dripKCI 50mEq/6jam — —> 4,5 6,0 dripKCl 25mEq/6jam > 6,0 drip dihentikan • Bila sudah sadar, diberikan oral selama seminggu. IV. Natrium bikarbonat 380 mOsm/L) Terapi disesuaikan dengan pemantauan klinis; • Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pemapasan, temperatur setiap jam, • Kesadaran setiap jam, • Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam, • Produksi urin setiap j am, balans cairan • Cairan infus yang masuk setiap jam, Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang).

KOMPLIKASI

Syok hipovolemik, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia

PROGNOSIS Dubia ad malam, tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut, sepsis, syok.

WEWENANG • •

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik Endokrinologi RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan: Departemen Patologi Klinik RS non pendidikan : Bagian Patologi Klinik

REFERENSI PERKENl. PetunjukPraktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. 2002. Waspadji S. Kegawatanpada Diabetes Melitus. In: Presiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:83-8. 3. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In:Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:89-96. 4. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone JI, et al. Management o f Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes. Diabetes Care, Jan

J. 2.

2001;24(1):131-5L

22

Metabolik Endokrinologi

HIPOGUKEMIA PENGERTIA U Hipoglikemiaadalahkeadaandimanakadarglukosadarah 190mg/dL

Optimal Hampir optimal Borderline tinggi Tinggi Sangat tinggi

240 mg/dL

Idaman Borderline tinggi Tinggi

60 mg/dL

Rendah Tinggi

Untuk mengevaluasi risiko penyakit jantung koroner (PJK), perlu diperhatikan faktorfaktor risiko lainnya: • Faktor risiko positif: Merokok - Umur (pria > 45 tahun, wanita > 55 tahun) Kolesterol HDL rendah - Hipertensi ( TD > 140/90 atau dalam terapi antihipertensi) - Riwayat penyakit jantung koroner dini dalam keluarga {first degree: pria < 55 tahun, wanita < 65 tahun) • Faktor risiko negatif: - Kolesterol HDL tinggi: mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total. ATP III menggunakanFramfrtg/�awi Risk Score (FRS) untuk menghitung besamya risiko penyakit jantung koroner (PJK) pada pasien dengan > 2 faktor risiko, meliputi: umur, kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kebiasaan merokok, dan hipertensi. Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko PJK dalam 10 tahun. Ekivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding dengan kejadian PJK, yakni > 20 % dalam 10 tahun, terdiri dari:

26 Metabolik EndokrinolDgi • • •

Bentuk klinis lain dari aterosklerosis: penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdominalis, penyakit arteri karotis yang simptomatis, Diabetes Faktor risiko multipel yang mempunyai risiko PJK dalam 10 tahun > 20 %.

Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya PJK. Faktor yang mempengaruhi tingginya trigliserida: Obesitas, berat badan lebih Inaktivitas fisik Merokok Asupan alkohol berlebih Diet tinggi karbohidrat ( > 60 % asupan energi), Penyakit DM tipe 2, gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik Obat: kortikosteroid, estrogen, retinoid, penghambat adrenergik-beta dosis tinggi Kelainan genetik (riwayat keluarga)

Klasifikasi derajat hipertrigliseridemia Normal : 500 mg/dL : Sangat tinggi

DIAGNOSIS BANDING







Hiperkolesterolemia sekunder , karena hipotiroidisme, penyakit hati obstruksi, sindrom nefrotik, anoreksia nervosa, porfiria intermiten akut, obat (progestin, siklosporin, thiazide) HipenriHliseridemia sekunde r, karena obesitas, DM, penyakit ginjal kronik, lipodistrofi, glycogen storage disease, alkohol, bedah bypass ileal, stres, sepsis, kehamilan, obat (estrogen, isotretinoin, penghambat beta, glukokortikoid, resin pengikat bile-acid� thiazide), hepatitis akut, lupus eritematosus sistemik, gammopatimonoklonal: myeloma multipel, limfoma AIDS: inhibitor protease HDL rendah sekunder , karena malnutrisi, obesitas, merokok, penghambat betasteroid anabolik

PEMERIKSAAN PENUNJANG Skrining dianjurkan pada semua pasien berusia 20 tahun, setiap 5 tahun sekah: Kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida, glukosa darah, tes fiingsi hati, urin lengkap, tes flingsi ginjal, TSH, EKG

TERAPI Untuk hiperkolesterolemia: Penatalaksanaa n Non-famiakolopi s (Perubahan Gaya Hidup): • Diet, dengan komposisi: - Lemakjenuh < 7 % kalori total - PUFA hingga 10% kalori total - MUFA hingga 10% kalori total - Lemak total 25-35 % kalori total Panduan Pelayanan Medik PAPDI -

Karbohidrat Protein Serat Kolesterol

27

50 - 60 % kalori total hingga 15 % kalori total 20-30 g / h a r i 20 %) 130 Faktor risiko > 2 (FRS < 2 0 % ) 160 Faktor risiko 0-1

Kadar LDL untuk mulai terapi farmakologis 130 >130 (FRS 10-20% (160-189: opsional) >190 (160-189: opsional)

Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan statin atau bile acid sequestrant atau nicotinic acid. Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di atas), pemantauan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi, target belum tercapai; intensifkan/ naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain. Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis diintensifkan, 28

Metabolik Endokrinobgi

Pasien dengan PJK, kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner, diberi terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL > 100 mg/dL. Pasien dengan hipertrigliseridemia: • Penatalaksanaan non farmakologis sesuai di atas. • Penatalaksanaaan farmakologis:

Target terapi: - Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi: tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL. - Pasien dengan trigliserida tinggi: target sekunder adalah kadar kolesterol non-HDL, yakni sebesar 30 mg/dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol LDL (lihat tabel di atas). - Pendekatan terapi obat: 1. Obat penurun kadar kolesterol LDL, atau 2. Ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid. Golongan fibrat terdiri dari: • Gemfibrozil 2 x 600 mg atau 1 x 900 mg • Fenofibrat 1 x 200 mg Penyebab primer dari dislipidemia sekunder Juga hams ditatalaksana.

KOMPLIKASI Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, strok, pankreatitis akut

PROGNOSIS Dubia ad Bonam

WEWE NANG • •

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan peserta PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik Endokrinologi / Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan: Divisi Kardiologi, Departemen Patologi Klinik, Gizi RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, Gizi

REFERENSI 1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pa da Diabetes Melitus di Indonesia. 1995. 2.

Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment o f High Blood Cholesterol in Adults. Executive Summary o f the Third Report o f the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment o f High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel 111). JAMA, May 16, 2001;285(19):2486-97.

29 Panduan Pelayanan Medik PAPDI 3. Semiardji G National Cholesterol Education Program - Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III): Adakah hal yang baru? Makalah Slang Klinik Bagian Metabolik Endokrinologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam, 2002. 4. Ginsberg HN, Goldberg IJ. Disorders of Lipoprotein Metabolism. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles of Internal Medicine. 15'� ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 2245-57. 5. Suyono S. Terapi Dislipidemia, Bagaimana Memilihnya dan Sampai Kapan? Prosiding Simposium Current Treatment in Internal Medicine 2000. Jakarta,11-12 November 2000:185-99.

30

MetaboUk Endokrindogi

STRUMA NODOSA NON TOKSIK PENGERTIAN Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul, tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.Berdasarkan jumlah nodul, dibagi: • Struma mononodosa non toksik • Struma multinodosa non toksik Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif, nodul dibedakan menjadi: nodul dingin, nodul hangat, nodul panas Sedangkan berdasarkan konsistensinya, nodul dibedakan menjadi; nodul lunak, odul kistik, nodul keras, nodul sangat keras

DIAGNOSIS Anamnesis: • Sejak kapan benjolan timbul

• • •

Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap Cara membesamya: cepat, atau lambat Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja

• • • • • •

Riwayat keluarga Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda Perubahan suara Gangguan menelan, sesak napas Penurunan berat badan Keluhan tirotoksikosis

Pemeriksaan fisik: • Umum • Lokal: - Nodul tunggal atau majemuk, atau difus - Nyeri tekan - Konsistensi - Permukaan - Perlekatan pada j aringan sekitamya - Pendesakan atau pendorongan trakea - Pembesaran kelenjar getah bening regional

-

Pemberton � sign

Penilaian risiko keganasan; Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid: • Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difiisa jinak

Panduan Pelayanan Medik PAPDI • • • • •

31

Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun. Gejala hipo atau hipertiroidisme. Nyeri berhubungan dengan nodul. Nodul lunak, mudah digerakkan. Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan tiroid: • Umur < 20 tahun atau > 70 tahun • Gender laki-laki • Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan napas • Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu - bulan) • Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa Quga meningakatkan insiden penyakit nodul tiroidjinak) • Riwayat keluarga kanker tiroid meduler • Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkan • Paralisis pita suara, • Temuan limfadenopati servikal • Metastasis jauh (paru-paru, dll) LangkahdiagnostikI: TSHs, FT4

Hasil; Non-toksik —> Langkah dia��ostik II: BAJAH nodul liroid Hasil: A. Ganas B. Curiga C. Jinak D. Tak cukup/sediaan tak representatif(dilanjutkan di kolom Terapi)

DIAGNOSISI BANDING



Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan, menopause, infeksi, stres lain. Tiroiditis akut Tiroiditis subakut Tiroiditis kronis: limfositik (Hashimoto), fibrous-invasif (Riedel) Simple goiter Struma endemik Kista tiroid, kista degenerasi Adenoma Karsinoma tiroid primer, metastatik Limfoma

PEMERIKSAAN! P E NUNJANG Laboratorium: T4 atau fT4, T3, dan TSHs Biosi aspirasi jarum halus (BAJAH) nodul tiroid: - Bila hasil laboratorium: non-toksik - Bilahasillab. (awal) toksik, tetapi hasil scan: menjadi eutiroid, 32





• •

syarat: sudah

Metabolik EndokmiolDgi

USGtiroid; - Pemantau kasus nodul yang tidak dioperasi - Pemandu pada BAJAH Sidik tiroid: - Bila klinis: ganas, tetapi hasil sitologi dengan BAJAH (2 kali): jinak, - Hasil sitologi dengan BAJAH: curiga ganas Petanda keganasan tiroid (bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid medular, diperiksakan kalsitonin) Pemeriksaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat, curiga penyakit Hashimoto.

TERAPI Sesuai hasil BAJAH, maka terapi: A- Ganas —> Operasi Tiroidektomi near-total B, Curiga —> Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong beku (VC): Bila hasil = ganas —> Operasi Tiroidektomi near-total. Bila hasil = jinak—> Operasi Lobektomi, atau Tuo\dQVXom\ near-total. —� Altematif: Sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule —> Operasi C. Tak cukup/sediaan tak representatif • Jika nodul Solid (saat BAJAH): ulang BAJAH. Bila klinis curiga ganas tinggi —> Operasi Lobektomi

Bila klinis curiga ganas rendah Observasi Jika nodul Kistik (saat BAJAH): aspirasi. Bilakistaregresi —> Observasi Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah —> Observasi Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi —> Operasi Lobektomi D. Jinak —> terapi dengan Levo-tiroksin (LT4) dosis subtoksis. • dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug (3 hari), • dilanjutkan 3 x 25 ug (3 4 hari), • bila tidak ada efeksamping atau tandatoksis: dosis- menjadi2x lOOug sampai 4 - 6 minggu, kemudian evaluasi TSH (target 0,1 - 0,3 ulU/L) • supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan • evaluasi dengan USG: apakah nodul berhasil mengecil atau tidak (berhasil bila mengecil > 50% dari volume awal) - Bila nodul mengecil atau tetap —> L-tiroksin dihentikan dan diobservasi: - Bila setelah itu struma membesar lagi, maka L-tiroksin dimulai lagi (target TSH 0,1-0,3 uIU/L). - Bila setelah l-tiroksin dihentikan, struma tidak berubah, diobservasi saja. - Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi —> obat dihentikan dan operasi Tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi —> hasil PA: - Jinak: terapi dengan L-tiroksin: target TSH 0,5-3,0 uIU/L - Ganas: terapi dengan L-tiroksin - Individu dengan risiko ganas tinggi: •

Panduan Pelayanan Medik PAPDI -

33

target TSH 2 kultur dari sampel darah yang diambil terpisah > 12 jam atau (ii) Semua dari 3 atau mayoritas dari > 4 kultur darah terpisah (dengan sample awal dan akhir diambil terpisah > 1 jam) 2. Bukti keterlibatan kardial A. Ekokardiografi positif untuk EI didefinisikan sebagai: (i) Massa intrakardiak oscilating pada katup atau struktur yang menyokong, di jalur aliran jet regurgitasi atau pada material yang diimplantasikan tanpa ada altematif anatomi yang dapat menerangkan, atau (ii) Abses, atau (iii) Tonjolan baru pada katup prostetik atau B. Regurgitasi valvular yang baru teijadi (memburuk atau berubah dari murmur yang ada sebelumnya tidak cukup) Kriteria Minor: 1. Predisposisi: predisposisi kondisi jantung atau pengguna obat intravena 2. Demam: suhu > 3 8�C

47 Panduan Pelayanan Medik PAPDI Fenomena vaskular: emboli arteri besar, infark pulmonal septik, aneurisma mikotik, perdarahan intrakranial, perdarahan konjungtiva, dan lesi Janeway. 4. Fenomena imunologis : glomerulonefritis. Osier's nodes. Roth Spots, dan faktorreumatoid. 5. Bukti mikrobiologi: kultur darah positiftetapi tidak memenuhi kriteria mayor seperti tertulis diatas atau bukti serologis infektif aktif oleh mikroorganisme konsisten dengan EI 6. Temuan kardiografi: konsisten dengan EI tetapi tidak memenuhi kriteria seperti tertulis di atas 3.

EI possible Temuan konsisten dengan EI turun dari kriteria definite tetapi tidak memenuhi kriteria rejected E l Rejected Diagnosis altematif tidak memenuhi manifestasi endokardits atau resolusi

manifestasi endokarditis dengan terapi antibiotik selama < 4 hari atau Tidak ditemukan bukti patologis EI pada saat operasi atau autopsi setelah terapi antibiotik > 4 hari

DIAGNOSIS BANDING Demam rematik akut dengan karditis, sepsis tuberkulosis milier, lupus eritematosus sistemik, glomerulonefritis pasca streptokokus, pielonefritis,poliarteritis nodosa, reaksi obat

PEMERIKSAAN P E NU NJ A NG Darah rutin, EKQ foto toraks, ekokardiografi, transesofageae ekokardiografl, kultur darah

TERAPI Prinsip terapi adalah oksigenasi, cairan intravena yang cukup, antipiretik, antibiotika. Regimen yang dianjurkan (AHA) 1. Endokarditis katup asli karena Streptococcus viridans dan Str. Bovis : • Penisilin G kristal 12-28 juta unit/24 jam ivkontinu atau 6 dosis terbagi selama 4 minggu atau seftriakson 2 g Ikali/hari iv atau im selam 4 minggu • Penisilin G kristal 12-28 juta unit/24 jam iv kontinu atau 6 dosis terbagi selama 2 minggu dengan gentamicin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 2 minggu Vankomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/24 jam kecuali kadar serum dipantau selama 4 minggu 2. Endokarditis katup asli karena Str. Viridans dan Str Bovis relatif resisten terhadap Penisilin G • Penisilin G kristal 18 juta unit/24 jam iv kontinu atau dalam 6 dosis terbagi selama 4 minggu dengan gentamicin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 2 minggu • Vankomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/24 jam kecuali kadar serum dipantau selama 4 minggu •

48

K�diologi 3.

Endokarditis karena Enterococci • Penisilin G kristal 18-30 juta unit/24 jam iv kontinu atau dalam 6 dosis terbagi selama 4-6 minggu dengan gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu • Ampisilin 12 g/24 jam/24 jam iv kontinu atau dalam 6 dosis terbagi selama 4 - 6 minggu dengan gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu • Vankomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/24 jam selama 4-6 minggu dengan gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu 4. Endokarditis karena Stafilokokus tanpa materi prostetik. a Regimen untuk Methicilin Succeptible Staphylococci - Nafsilin atau oksasilin 2 g IV tiap 4 jam selama 4-6 minggu dengan opsional ditambah gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 3-5 hari b. Regimen untuk pasien alergi beta laktam





Cefazolin (atau sefalosporin generasi I laian dalam dosis setara) 2 g iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu dengan opsional ditambah gentamisin sulfat Img/kgBB imatau iv tiap 8jam selama 3—5 hari Vankomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/24 jam kecuali kadar serum dipantau selama 4-6 minggu

Operasi dilakukan bila Bakteremia yang menetap setelah pemberian terapi medis yang adekuat, gagal jantung kongestifyang tidak responsif terhadap terapi medis, vegetasi yang menetap setelah emboli sistemik, dan ekstensi perivalvular

KOMPLIKASI Gagal jantung, emboli, aneurisma nekrotik, gangguan neurologi, perikarditis

PROGNOSIS Tergantung beratnya gejala dan komplikasi

WE WEN ANG •



RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Penyakit Dalam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan: Departemen Bedah RS non pendidikan: Bagian Bedah

R E F E RE N S I Alwi /. Diagnosis dan Penatalaksanaan Endokarditis Infektifpada Penyalah guna Obat Intravena. In: SetiatiS, Sudoyo AW, Alwi I, Bawazier LA, Soejono CH, LydiaA, etal, editors. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Umu Penyakit Dalam 2000. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Umu Penyakit Dalam FKUI;2000. p.171-86

49

50

Kaidiologi

�IBRILASI ATRIAL PENGERTIAN FIBRILASl ATRIAL (FA) adalah Adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang "P" dengan frekuensi antara 350-650 permenit.

DIAGNOSIS Gambaran EKG berupa adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang "P" dengan frekuensi antara 350-650 per menit Klasifikasi FA Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari: 1. Primer : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan kelainan sistemik yang dapat menimbulkan aritmia. 2. Sekunder : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi ada kelainan sistemik yang dapat menimbulkan aritmia

Klasifikasi FA berdasarkan waktu timbulnya Fibrilasi atrial (FA) serta kemungkinan keberhasilan usaha konversi ke irama sinus : 1. Paroksismal, bila FA berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun 2 Persisten, bila FA menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan intervensi pengobatan atau tindakan. 3. Pennanen bila FAberlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan AF tetap tidak berubah FA dapat pula dibagi menjadi: 1. FAAkut, bila timbul kurang dari 48 jam 2 FA Kronik, bila timbul lebih dari 48 jam

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• • •

EKG bila perlu gunakan Holter Monitoring pada pasien AF paroksismal. Foto toraks, ekokardiografi untuk mengetahui adanya penyakit primer Pemeriksaan elektrofisiologi tidak diperlukan kecuali untuk kepentingan akademik

TERAPI Fibrilasi Atrial Paroksismal 1. Bila asimptomatik, tidak diberikan obat antiaritmia, hanya diberi penerangan saja. 2 Bila menimbulkan keluhan yang memerlukan pengobatan dan tanpa kelainan jantung atau disertai kelainan jantung minimal dapat diberi obat penyekat beta atau obat antiaritmia kelas IC seperti propafenon atau flekainid. 3. Bila obat tersebut tidak berhasil, dapat diberikan amiodaron. 4. Bila dengan obat-obat itu juga tidak berhasil, dipertimbangkan terapi ablasi atau obat-obat antiaritmia lain. 5. Bila disertai kelainan jantung yang signifikan, amidaron mempakan obat pilihan.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

51

Fibrilasi atrial persisten 1. Bila FA tidak kembali ke irama sinus secara spontan kurang dari 48 jam, perlu dilakukan kardioversi ke irama sinus dengan obat-obatan (farmakologis) atau elektrik tanpa pemberian antikoagulan sebelumnya. Setelah kardioversi diberikan obat antikoagulan paling sedikit selama 4 minggu. Obat antiaritmia yang dianjurkan kelas IC (propafenon dan flekainid) 2. Bila FA lebih dari 48 jam atau tidak diketahui lamanya maka pasien diberi obat antikoagulan secara oral paling sedikit 3 minggu sebelum dilakukan kardioversi farmakologis atau elektrik. Selama periode tersebut dapat diberikan obat-obat seperti digoksin, penyekat beta, atau antagonis kalsium untuk mengontrol laju irama ventrikel. Altematif lain pada pasien tersebut dapat diberikan heparin dan dilakukan pemeriksaan TEE untuk menyingkirkan adanya trombus kardiak sebelum kardioversi. 3. Pada FApersisten episode pertama, setelah dilakukan kardioversi tidak diberikan obat antiaritmia profilaksis. Bila terjadi relaps dan perlu kardioversi pada pasien ini dapat diberikan antiaritmia profilaksis dengan penyekat beta, golongan kelas IC (propafenon, flekainid), sotalol atau amiodaron.

Fibrilasi Arial Permanen 1. Kardioversi tidak efektif 2. Kontrol laju ventrikel dengan digoksin, penyekat beta, atau antagonis kalsium. 3. Bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan ablasi nodus AV atau pemasangan

4.

pacu jantung permanen. FA resisten, perlu pemberian antitromboemboli

KOMPLIKASI Emboli, strok, trombus intrakardiak

PROGNOSIS Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

WE WENANG • •

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT • •

RS pendidikan: Departemen Bedah toraks, ICCU, Anestesi RS non pendidikan : ICCU, Departemen Anestesi, Bedah

52

Kardiobgi REFERENSI 1. IsmailD. FibrilasiAtrial: AspekPencegahan TerjadinyaStrok. In: SetiatiS, SudoyoAW, Alwil, Bawazier LA, Kasjmir Y, MansjoerA, editors. Naskah Lengkap Perfemuart Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2001. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000. p.97-114 2. Karo KS. Disritmia. Dalam: Rilantono LI, Baraas F, Karo KS, Roebiono PS, editors.Buku Ajar Kardiologi. Jakarta, Balai Penerbit FKUI; 1999. p. 275-88. 3. Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: Sjaifoellah N, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 1996. p. 100514. 4. Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: SimadibrataM, SetiatiS, Alwil, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 1999. p. 155-60.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

GAGAL JANTUNG KRONIK P E N G E RTI A N Gagal jantung kronik merupakan Sindrom klinis yang kompleks akibat kelainan fungsi atau struktural jantung yang mengganggu kemampuan jantung untuk berfungsi sebagai pompa

DIAGNOSIS Anamnesis : Dispnea d' effort', orthopnea', paroxysmal nocturnal dispnea', lemas; anoreksia dan mual; gangguan mental pada usia tua Pemeriksaan Fisik: Takikardia, gallop bunyi jantung ketiga, peningkatan/ekstensi venajugularis , refluks hepatojugular, pulsus alternans, kardiomegali, ronkhi basah halus di basal paru, dan bisa meluas di kedua lapang paru bila gagal jantung berat, edema pretibial pada pasien yang rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah baring. Efusi pleura, lebih sering pada paru kanan daripada paru kiri. Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit katup mitral dan perikarditis konstriktif, hepatomegali, nyeri tekan, dapat diraba pulsasi hati yang berhubungan dangan hipertensi vena

53

sistemik, ikterus, berhubungan dengan peningkatan kedua bentuk bilirubin, ekstremitas dingin, pucat dan berkeringat.

KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria Framingham : Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria minor Kriteria Mayor • Paroxysmal nocturnal dispnea • Distensi vena-vena leher • Peningkatan vena jugularis • Ronki • Kardiomegali • Edema paru akut • Gallop bunyi jantung III • Refluks hepatojugular positif

Kriteria Minor Edema ekstremitas • Batukmalam • Sesak pada aktivitas • Hepatomegali • Efusi pleura • Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal • Takikardia (>120 denyut per menit)

Mayor atau minor Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari terapi

DIAGNOSIS BANDING

• • •

Penyakit paru : pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru berat misalnyaARDS, emboli paru Penyakit ginjal: gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik Penyakit hati: sirosis hepatis

54 K�diologi

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Penunjang • Foto rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan redistribusinya ke apeks paru (opasifikasi hilus paru bisa sampai ke apeks) , peningkatan tekanan vaskular pulmonar, kadang-kadang ditemukan ellisi pleura. • Elektrokardiografi :Membantu menunjukkan etiologi gagal jantung (infark, iskemia, hipertrofl, dan Iain-lain) Dapat ditemukan low voltage, T inversi, QS, depresi ST, dan Iain-lain Laboratoratoiium • Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit), hemoglobin, tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan lipid darah • Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria. Ekokardiografi Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang fungsi dan struktur jantung, katup dan perikard.Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang rendah < 35-40% atau normal, kelainan katup (stenosis mitral, regurgitasi mitral, stenosis trikuspid atau regurgitasi trikuspid), hipertrofl ventrikel kiri, dilatasi atrium kiri, kadang-kadang ditemukan dilatasi ventrikel kanan atau atrium kanan, efusi perikard, tamponade, atau perikarditis

TERAPI Non farmakologi • Anjuranumum: a. b.

Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan Aktivitas sosial dan pekeijaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan c. Gagal jantung berat hams menghindari penerbangan panjang d. Vaksinasi terhadap infeksi influensa dan pneumokokus bila mampu e. Kontrasepsi dengan lUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan hormon dosis rendah masih dapat dianjurkan.



Tindakan umum: a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan. b. Hentikan rokok c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya d. Aktivitas fisik (latihan jasmani: jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/ minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang) e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut



Farmakologi a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

b.

c.

d. e. f

55

jugularis normal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metoproloL Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretik. Angiotensin II antagonis reseptor dapat diguna kan bila ada kontraindikasi penggunaan penghambat ACE Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat Memberi hasil yang baik pada pasien yang intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal j antung disfungsi

sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, penghambat ACE, penyekat beta. g. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan em¬ boli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan transient ischemic attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel. h. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I hams dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia kelas III temtama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah kematian mendadak, L Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

KOMPLIKASI Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit

PROGNOSIS Tergantung klas fiingsionalnya

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

56 Kardiologi

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan : ICCU / medical High Care RS non pendidikan; ICCU / ICU

REFERENSI 1. Panggabean MM, Suryadipraja RM. Gagal JantungAkut dan Gagal Jantung Kronik. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maiyantoro , Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;I999.p. 140-54. 2. A CC/AHA. ACC/AHA Guidelinesfor the Evaluation and Management of Chronic Heart Failure in Adult: Executive Summary. A Report o f The American College of Cardiology/ American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee to Revise the 1995 Guidelines for the Evaluation and Management o f Heart Failure). Circulation 2001; 104:2996-3007.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

57

TAKIKARDIA ATRIAL PAROKSISMAL PENGERTIAN Takikardia atrial paroksismal adalah takikardia yang teijadi karena perangsangan yang berasal dari AV node di mana sebagian rangsangan antegrad ke ventrikel sebagian ke atrium

DIAGNOSIS Gelombang P dapat negatif di depan kompleks QRS, terletak di belakang kompleks QRS atau sama sekali tidak ada karena berada dalam kompleks QRS.Jarak R-R teraturKompleks QRS langsing, kecuali pada rate ascendent aberrant conduction

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• • • • •

EKG 12 sandapan Rekaman EKG 24jam Pemeriksaan Elektrofisiologi Ekokardiografi Angiografi koroner



TEE (Transesofageal Echocardiografi)

TERAPI Manipulasi saraf autonom dengan manuver valsava, eye ballpressure� pemijitan sinus karotikus dan sebagainya 2. Pemberian obat yang menyekat node AV a. Adenosin atau adenosin Tri Phosphate (ATP) IV. Obat ini harus diberikan secara intrvena dan cepat (flush) b. Verapamil intravena c. Obat penyekat beta d. Digitalisasi Pilihan utama adalah ATP dan verapamil. 3. Bila sering berulang dapat dilakukan ablasi dengan terlebih dahulu EPS untuk menentukan lokasi bypass tract atau ICD {Defibrillator Intra Cardial) 1.

KOMPLIKASI Emboli, kematian mendadak

PROGNOSIS Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

WEWENANG • •

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan konsultasi kepada dokter konsulen Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

58 Kardiobgi

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian l|mu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan; ICCU / medical High Care, Departemen Anestesi RS non pendidikan: ICCU / ICU, Bagian Anestesi

REFERENSI Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In : Sjaifoellah N, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta:Balai Penerbit FKUI :1996. p. 100514. 2. Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, MansjoerA, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidangllmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI: I999.p. 155-60. 1.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

59

PERIKARDITIS PENGERTIAN Perikarditis peradangan pada perikard parietalis, viseralis atau kedua-duanya, yang dapat bermanifestasi sebagai : perikarditis akut, efusi perikard tanpa tamponade, efusi perikard dengan tamponade, perikarditis konstriktif

DIAGNOSIS Tergantung manifestasi klinis perikarditis : Perikarditis akut Sakit dada tiba-tiba substernal atau prekordial, yang berkurang bila duduk dan bertambah sakit bila menarik napas (sehingga perlu dibedakan dengan pleuritis).Pada pemeriksaan fisik ditemukan friction rub. EKG menunjukkan ST elevasi cekung (bedakan dengan infark jantung akut dan repolarisasi dini). Foto jantung normal atau membesar Tamponade Pada fase awal terjadi peninggian tekanan vena jugularis dengan cekungan x prominen dan hilangnya cekungan y (juga terlihat pada kateter vena sentral). Pada

fase selanjutnya timbul tanda Kusmaull (peninggian tekanan vena jugularis pada saat inspirasi), pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 12-15 mmHg pada inspirasi, terlihat pada arterial line atau tensimeter). Penurunan tekanan darah. Umumnya tamponade disertai: pekak hati yang meluas, bunyi jantung melemah, friction rub, takikardia.Foto toraks menunjukkan: • paru normal kecuali bila sebabnya kelainan paru seperti tumor • Jantung membesar membentuk kendi (bila cairan > 250 ml) • EKG low voltage, elektrikal ahemans (gelombang QRS saja, atau P, QRS dan T) • Ekokardiografi ; efusi perikard moderat sampai berat, swinging heart dengan kompresi diastolik vena kava inferior, atrium kanan dan ventrikel kanan • Kateterisasi; peninggian tekanan atrium kanan dengan gelombang x prominen serta gelombang y menurun atau menghilang. Pulsus paradoksus dan ekualisasi tekanan diastolik di ke-4 ruang jantung (atrium kanan, ventrikel kanan, ventrikel kiri dan PCW) Perikarditis Konstriktif • Kelelahan, denyut jantung cepat, dan bengkak. • Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda gagal jantung seperti peningkatan tekanan vena jugularis dengan cekungan x dan y yang prominen, hepatomegali, asites dan edema • Pulsus paradoksus (pada bentuk subakut) • End diastolic sound {knock) (lebih sering pada kronik) • Tanda Kusmaull (peninggian tekanan vena jugularis pada inspirasi) terutama pada yang kronik. • Foto toraks; kalsifikasi perikard, jantung bisa membesar atau normal. • Echo CT Scan dan MRI bisa mengkonfirmasi foto toraks. Bila CT Scan/MRI

60 Kardiologi



normal maka diagnosis perikarditis konstriktif hampir pasti sudah bisa disingkirkan. Kateterisasi menunjukkan perbedaan tekanan atrium kanan, diastolik ventrikel kanan, ventrikel kiri, dan rata-rata PCW < 5 mmHg. Gambaran dip dan platen pada tekanan ventrikel.

DIAGNOSIS BANDING

• • •

Perikarditis akut: infark jantung akut, emboli paru, pleuropneumonia, diseksi aorta, akut abdomen Eflisi pcrikard/tamponade: kardiomiopati dilatasi atau gagal jantung, emboli paru, Perikarditis konsirikiiva: kardiomiopati restriktif

PEMERIKSAANi PE NU NJANG EKG, foto toraks, ekokardiografi (terutama bila tersangka pericardial efusion), Kateterisasi, CT Scan, MRI

TERAPI Perikarditis Akut • Pasien hams dirawat inap dan istirahat baring untuk memastikan diagnosis dan diagnosis banding serta melihat kemungkinan terjadinya tamponade • Simptomatik dengan aspirin 650 mg/4 jam atau GAINS indometasin 25- 50 mg/6 jam. Dapat ditambahkan morfin 2-5 mg/6jam atau petidin 25-50 mg/4jam, hindarkan



steroid karena sering menyebabkan ketergantungan. Bila tidak membaik dalam 72 jam, maka prednison 60-80 mg/hari dapat dipertimbangkan selama 5-7 hari dan kemudian tapering off. Cari etiologi/kausal

Efusi Perikard • Sama dengan perikarditis akut, disertai pungsi perikard untuk diagnostik �mponade Jantung • Perikardiosentesis perkutan • Bila belum bisa dilakukan perikardiosentesis perkutan, infus normal salin 500 ml dalam 30-60 menit disertai dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit atau isoproterenol 220 ug/menit • Kalau perlu membuat j endela perikardial dengan: a. Dilatasi balon melalui perikardiostomi j arum perkutan b, Pembedahan (dengan mortalitas sekitar 15%) untuk membuat j endela perikardial dapat dilakukan bila : tidak ada cairan yang keluar saat perikardiosentesis, tidak membaik dengan perikardiosentesis, kasus trauma • Pembedahan yang dapat dilakukan : 1. Bedah sub-xyphoidperikardiostomi 2. Reseksi perikard lokal dengan bantuan video 3. Reseksi perikard anterolateral j antung • Pengobatan kausal; bila sebabnya antikoagulan, harus dihentikan; antibiotik, antituberkulosis, atau steroid tergantung etiologi, kemoterapi intraperikard bila etiologinya tumor. Panduan Pelayanan Medik PAPDI

61 Perikarditis Konstrikitiva • Bila ringan diberikan diuretika atau dapat dicoba GAINS • Bila progresif, dapat dilakukan perikardiektomi

KOMPLIKASI • •

Perikarditis akut: chronic relapsing pericarditis, efusi perikard, tamponade, perikarditis konstriktiva Efusi perikard/ tamponade: henti jantung, aritmia : fibrilasi atrial atau flutter, perikarditis konstriktiva.

P RO GN OS I S Tergantung beratnya gejala dan komplikasi yang terjadi

WEWENANG • •

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan konsultasi kepada dokter konsulen Penyakit Dalam RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan; ICCU / medical High Care, Departemen Bedah RS non pendidikan : ICCU / ICU, Bagian Bedah

R E FE R E N S I Ismail D, Panggabean MM. Perikarditis. In: Sjaifoellah N, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, WldodoD, IsbagioH, etal, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid A edisi ketiga, Jakarta: Balai Penerbit FKUJ ;l996.p. IQ77-SL 2. Panggabean MM, Mansjoer H. Perikarditis, Dafam : Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryxwtoro . Gani RA. Maiisjoer A, editors, Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerhitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999. p. 173-77 I.

62 Kardiologi

BINDROM KORONER AKUT PENGERTIAN Sindrom koroner akut suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Sindrom koroner akut mencakup : 1. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST 2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST 3. Angina pektoris tak stabil {unstable angina pectoris)

DIAGNOSIS Anamnesis Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrostemal, dan prekordial. Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/ interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obatnitrat, atau tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Dapat disertai gejala mual, muntah, sulit bemapas, keringat dingin, dan lemas. �lektrokardiogram • Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak

• •

dijumpai gelombang Q Infark miokard ST elevasi: hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi gelombang T Infark miokard non ST elevasi: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.

Petanda Biokimia • CK, CKMB, Troponin-T, dll • Enzim meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal

DIAGNOSIS BANDING

• •

Angina pektoris tak stabil: infark miokard akut Infark miokard akut: diseksi aorta, perikarditis akut, emboli paru akut, penyakit dinding dada, Sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal seperti: hiatus hernia dan refluks esofagitis, spasme atau ruptur esofagus, kolesistitis akut, tukak lambung, dan pankreatitis akut.

PEMERIKSAAN pENUNJANg EKG Foto rontgen dada Petanda biokimia: darah rutin, CK, CKMB, Troponin T, dll Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin Ekokardiografi Panduan Pelayanan Medik PAPDI • •

Tes Treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard) Angiografi koroner

TERAPI • • • • •

Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU) Pasang infiis intravena dengan N a d 0,9% atau dekstrosa 5% Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter /menit 2-3 jam, dilanjutkan bila sarurasi oksigen arteri rendah (< 90%) Diet: puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya diet jantung. Pasang monitor EKG secara kontinu

Atasi nyeri dengan • Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia. atau • Morfm 2,5 mg (2-4 mg)intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.

Antitrombotik • Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/ tidak responsif diganti dengan tiklopidin atau klopidogrel. Trombolitik dengan streptokinase 1,5 jutalJ dalam 1 jam atau aktivator plasmino¬ gen jaringan (t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB (maksimal 50 mg) dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika elevasi segmen ST > 0,1 mv pada dua atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau > 0,2 mv pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri

63

dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun. Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard akut. Anti koagula n Heparin dir eko me nda sika n untuk pasien yang menjalani revaskularisasi perkutan atau bedah, pasien dengan risiko tinggi terjadi emboli sistemik seperti infark miokard anterior atau luas, fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada trombus ventrikel kiri yang tidak ada kontraindikasi heparin. Heparin diberikan dengan target aPTT 1 , 5 - 2 kali kontrol.Pada angina pektoris tak stabil heparin 5000 unit bolus intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontroL Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan heparin bolus intravena 5000 unit dilanjutkan dengan inflis selama rata-rata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontroL Pada infark miokard anterior transmural luas antikoagulan diberikan sampai saat pulang rawat. Pada penderita dengan trombus ventrikular atau dengan diskinesi yang luas di daerah apeks ventrikel kiri antikoagulan oral diberikan secara tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa hari sebelum heparin dihentikan. Antikoagulan oral diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan nilai INR (2-3)

64 Kardiologi

Atasi rasa takut atau cemas Diazepam 3 X 2-5 mg oral atau IV Pelunak tinja laktulosa (laksadin) 2 X 15 ml

• * •

Penyekat Beta diberikan bila tidak ada kontraindikasi Penghambat ACE diberikan bila keadaan menizinkan terutama pada infark miokard akut yang luas, atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST elevasi atau angina pektoris tak stabil bila nyeri tidak teratasi

Atasi komplikasi: 1. Fibrilasi atrium • Kardio versi elektrik untuk pasien dengan gangguan hemodinamik berat atau iskemia intraktabel • Digitalisasi cepat • Penyekat Beta • Diltiazem atau verapamil bila penyekat beta dikontraindikasikan • Heparinisasi 2. Fibrilasi ventrikel DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika tak berhasil harus diberikan 5/20cA:kedua 200-300 J dan jika perlu �//oc�ketiga 360 J. 3. Takikardia ventrikel • VT polimorfik menetap (> 30 detik) atau menyebabkan gangguan hemodinamik : DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J dan jika perlu shockkQiigdi 360 J



VT monomorfik yang menetap diikuti anina, edema paru atau hiptensi harus diterapi dengan DC shock synchronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal. • VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru atau hipotensi dapat diberikan: Lidokain bolus 1-15 mg/kg BB. Bolus tambahan 0,5- 0,75 mg/kg BB tiap 5-10 menit sampai dosis loading total maksunal 3 mg/kgBB. Kemudian loading dilanjutkan dengan infiis 2-4 mg/menit (30-50 ug/kgBB/menit); atau Disopiramid: bolus 1-2 mg.kgBB dalam 5-10 menit dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg BB/jam; atau Amiodaron 150 mg infus selama 10-20 menit atau 5 ml/kgBB20-60 menit dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliha raan 0,5 mg/menit; atau Kardioversi Q\QkXn](. synchronized dimulai dosis 50 J (anestesi sebelumnya) 4. Bradiaritmia dan blok • Bradikardia sinus simtomatik (frekuensi jantung < 50 kali/menit disertai hipotensi, iskemia aritmia ventrikel escape) • Asistol ventrikel • Blok AV simtomatik terjad pada tingkat nodus AV (derajat dua tipe 1 atau derajat tiga dengan ritme escape kompleks sempit) • Terapi dengan sulfas atropin 0,5-2 mg. Isoproterenol 0,5-4 ug/menit bila atropin gagal, sementara menunggu pacu jantung sementara Panduan Pelayanan Medik PAPDI

65

5.

Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar pelayanan medis mengenai kasus ini 6. Perikarditis • Aspirin (160-325 mg/hari) • Indometasin, • Ibuprofen • Kortikosteroid 7. Komplikasi mekanik • Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel ditatalaksana operasi.

KOMPLIKASI 1.

Angina pektoris tak stabil : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut 2. Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur korda, ruptur septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan pembentukan rangsang, perikarditis, sindrom dresler, emboli paru.

PROGNOSIS Tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi

WEWE NANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan: ICCU / medical High Care RS non pendidikan: ICCU / ICU

REFERENSI 1. Harun S, Mansjoer H. Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut. In: Bawazier LA, Al��i 1, SyamAF, Gustaviani R, Mansjoer A, editors. Presiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular. Jakarta. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUf; 2001. p. 32-42. 2. Harun S, Aiwi I, Rasyidi K. Infark Miokard Akut. In: Simadibrata M. Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI:1999.p. 165-72 3. Santoso T Tatalaksana Infark MiokardAkut. In: Subekti I, LydiaA, Rumende CM, Syan AF, Mansjoer A, Suprohaita, editors. Prosiding Simpsosium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Ilmu Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000.p. 1-10.

66 K�diologi

RENJATAN KARDIOGENIK PENGERTIAN Renjatan kardiogenik adalah kegagalan sirkulasi akut karena ketidakmampuan daya pompa jantung

DIAGNOSIS Trias renjatan: tekanan darah < 90 mmHg, takikardia, dan oliguria Pemeriksaan fisik 1. Tanda-tanda gagal jantung 2. Kemungkinan: komplikasi infark miokard akut seperti ruptur septum interventrikel atau muskulus papilaris. Infark ventrikel kanan pada infark inferior dimana denyut jantung rendah karena blok AV, tanda gagal jantung kanan dengan paru yang tidak kongestif.Murmur : regurgitasi akut aorta, mitral, stenosis aorta berat, atau trombosis katup prostetik Elektrokardiografl 1. Tanda iskemia, infark, hipertrofi, low voltage 2. Aritmia: AVblok, bradiaritmia, takiaritmia Foto toraks opsifikasi hilus dan bagian basal paru, kemudian makin ke arah apeks paru. Kadangkadang efusi pleura Ekokardiografi Kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan yang buruk, dilatasi ventrikel kiri

atau atrium kiri atau arteri pulmonalis, Regurgitasi katup, Miksoma atrium, Efusi perikard dengan tamponade, Kardiomiopati hipertrofik, Perikarditis konstriktiva

DIAGNOSIS BANDING Syok hipovolemik Syok obstruktif (emboli paru, tension pneumotoraks) Syok distributif (syok anafilaksis, sepsis, toksik, overdosis obat Infark j antung kanan

• • •

PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah rutin, ureum, kreatinin, AGD, elektrolit, foto toraks, EKQ Enzimjantung (CKCKMB, Troponin T), Angiografi koroner

TERAPI 1. 2.

Posisi Vi duduk bila ada edema paru kecuali hipotensi berat Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk: • pasien makin sesak, takipnu, ronki bertambah, Pa02 tidak bisa dipertahankan > 60 mmHg dangan konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO�, hipoventilasi,

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

3. 4. 5. 6. 7. 8.

9. 10,

11.

67

atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat: dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan ventilator Infus emergensi Bila ada tension pneumotoraks segera diidentifikasi dan ditatalaksana imtuk dekompresi dengan chest tube torakotomi Atasi segera aritmia dengan obat atau DC Jika ada defisit volume yang ikut berperan berikan normal salin 250-500 ml kecuali ada edema paru akut. Jika terapi cairan gagal pasang kateter Swan Ganz. EKG prekordial kanan untuk deteksi gagal jantung kanan bila ada infark akut inferior Penilaian cukup tidaknya volume paling baik dengan kateter Swan Ganz untuk mendapatkan PAWR Jika pemberian cairan kontraindikasi atau tidak efektif berikan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah sistolik 1 GO mmgHg. Dopamin dimulai dengan 5 ug/kgBB/menit dititrasi sampai tercapai target mempertahankan tekanan darah atau sampai 15 ug/kgBB/menit. Tambahkan norepinefrin bila tekanan darah < 80 mmgHg dengan dosis 0,1 - 30 ug/kgBB/ menit. Jika tidak respons dengan dopamin dapat juga ditambahkan dobutamin dengan dosis titrasi 2,5 - 20 ug/kgBB/menit. Atau milrininon/amrinon lABP {Intra Aortic Ballon Pump) bila tidak responsif dengan terapi adekuat sambil menunggu tindakan intervensi bedah. Jika tekanan darah sudah stabil dapat diberikan vasodilator untuk mengurangi afterload dan memperbaiki fiingsi pompa terutama berguna pada : hipertensi berat, edema paru, dekompensasi katup. Nitrolgliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan nitroprusid. Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/ menit bila tidak memberi respons dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.

12. Bila perlu: Diberikan Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10 ug/kgBB/ menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respons klinis 13. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard 14. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil dengan terapi oksigen 15. Atasi aritmia atau gangguan konduksi 16. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel atau korda tendinae

KOMPLIKASI Gagal napas

PROGNOSIS Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

68 Kardiologi

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan: ICCU / medical High Care, Departemen Bedah toraks / Jantung. RS non pendidikan: ICCU / ICU, Bagian Bedah, Anestesi

REFERENSI 1. Panggabean MM, SuryadiprajaRM. GagalJantungAkut dan GagalJantungKronik. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:Pusat Informasi dan Penerbiian Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;I999. p. 140-54. 2. Trisnohadi HB. Syok kardiogenik. In: Prosiding Simpsosium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Ilmu Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000.p. 11-16. 3. Harun S, Mansjoer H. Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut. In: Bawazier LA, Alwi I, SyamAF, Gustaviani R, Mansjoer A, editors. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular Jakarta:Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001. p. 32-42.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

69

FIBRILASI V E N T R I K U L A R PENGERTIAN Fibrilasi ventrikular adalah kelainan irama jantung dengan tidak ditemukan depolarisasi ventrikel yang terorganisasi sehingga ventrikel tidak mampu berkontraksi sebagai suatu kesatuan dengan irama yang sangat kacau serta tidak terlihat gelombang P, QRS maupun T

DIAGNOSIS EKG: kompleks QRS sudahberubah sama sekali, amplitudo R sudah mengecil sekali.

PEMERIKSAAN PENUNJANG EKG 12 sandapan, rekaman EKG 24 jam, ekokardiografi, angiografi koroner

TERAPI 1.

DC shock dengan evaluasi dan shock sampai 3 kali j ika perlu dimulai dengan 200 Joule, kemudian 200-300 Joule dan 360 Joule. 2. Resusitasi jantung paru selama tidak ada irama jantung yang efektif (pulsasi di pembuluh nadi besar tidak teraba). 3. Bila teratasi penatalaksanaan seperti takikardia ventrikular.

KOMPLIKASI Emboli paru, emboli otak, henti jantung

PROGNOSIS Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi

WEWENANG •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam



RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan : ICCU / medical High Care RS non pendidikan: ICCU / ICU

R E F E RE N S I 1.

Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: Sjaifoellah N, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilidl, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. p. 100514.

70 Kardiologi 2.

Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 1999. p 155-60.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

71

TAKIKARDIAVENTRIKULAR PENGERTIAN Takikardia ventrikular adalah kelainan irama jantung berupa tiga atau lebih kompleks yang berasal dari ventrikel secara berurutan dengan laj u lebih dari 100 per menit.

DIAGNOSIS EKG: frekuensi kompleks QRS meningkat, 150-200 kali/menit, kompleks QRS melebar, hubungan gelombang P dan kompleks QRS tidak tetap

DIAGNOSIS BANDING Supraventrikular takikardia dengan konduksi aberans

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG EKG 12 sandapan, Rekaman EKG 24 jam, Ekokardiografi, Angiografi koroner, Pemeriksaan elektrofisiologi

TERAPI • •

Atasi penyakit dasar : bila iskemia maka dilakukan revaskularisasi koroner, bila payah jantung maka diatasi payah jantungnya Pada keadaan akut: Bila mengganggu hemodinamik: dilakukan DC shock Bila tidak mengganggu hemodinamik : dapat diberikan antiaritmia dan bila tidak berhasil dilakukan DC shock DC 5/;oc� diberikan dan dievaluasi sampai 3 kali (200 Joule, 200-300 Joule, 360 Joule atau bifasik ekuivalen) jika perlu. Antiaritmia yang diberikan: lidokain atau amiodaron. Lidokain diberikan mulai dengan bolus dosis 1 mg/kgBB (50-75 mg dilanjutkan dengan rumatan 2-4 mg/kgBB). Bila masih timbul bisa diulangi bolus 50mg/kgBB. Untuk amiodaron dapat diberikan 15 mg/kg BB bolus 1 jam dilanjutkan 5 mg/kg BB bolus /drip dalam 24 jam sampai dengan 1000 mg/24 jam.

Untuk jangka panjang Bila selama takikardia tidak terjadi gangguan hemodinamik maka dapat dilakukan tindakan ablasi kateter dari ventrikel kiri maupun ventrikel kanan. Hal ini terutama untuk ventrikular takikardia reentran cabang berkas. Bila selama takikardia terjadi gangguan hemodinamik perlu dilakukan tindakan konversi dengan defibrilator, kalau perlu pemasangan defibrilator jantung otomatik.

KOMPLIKASI Emboli paru, emboli otak, kematian

PROGNOSIS Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi 72 Kardiologi

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan : ICCU / medical High Care RS non pendidikan: ICCU / ICU

REFERENSI Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: Sjaifoellah N, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. p. 100514. 2. Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, MansjoerA, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.p 155-60. 1.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

73

EKSTRASISTOL VENTRIKULAR PENGERTIAN Ekstrasistol ventrikular adalah suatu kompleks ventrikel prematur timbul secara dini di salah satu ventrikel akibat cetusan dini dari suatxi fokus yang otomatis atau melalui mekanisme reentri.

DIAGNOSIS •

P sinus biasanya terbenam dalam kompleks QRS, segmen ST atau gelombang T, kompleks QRS muncul lebih awal dari seharusnya, QRS melebar (> 0,12 detik), gambaran QRS wide and bizzare, segmen ST dan gelombang T berlawanan arah dengan kompleks QRS, bila karena mekanisme reentri maka interval antara kompleks QRS normal yang mendahuluinya dengan kompleks ekstrasistol ventrikel akan selalu sama. Bila berbeda maka asalnya dari fokus ventrikel yang berbeda

Pemeriksaan Penunjang EKG 12 sandapan, rekaman EKG 24 jam, ekokardiografl, angiografi koroner

TERAPI •

Tidak perlu diobatijikajarang, timbul padapasien tanpa/tidak dicurigai kelainan jantung organik •. Perlu pengobatan bila terjadi pada keadaan iskemia miokard akut, bigemini, trigemini, atau multifokal, alvo ventrikel. •. Koreksi gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan hipoksia • Obat: xilokain intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB dilanjutkan infus 2-4 mg/ menit. Obat altematif; prokainamid, disopiramid, amiodaron, meksiletin. Bila pengobatan tidak perlu segera, obat-obat tersebut dapat diberikan secara oral,

KOMPLIKASI VT/VF, kematian mendadak

PROGNOSIS

Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terap

WEWENANG • •

RS pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

74 K�diobgi

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan: ICCU / medical High Care RS non pendidikan: ICCU / ICU

REFERENSI Trisnohadi HB. Kelainan GangguanlramaJantung Yang Spesifik, In: SjaifoellahN, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam JilidI, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1996. p. 1005-14.

15

2.3 PULMONOLOGI Pulmonologi

HEMOPTISIS P E N G E RTI A N Hemoptisis adalah ekspektorasi darah dari saluran napas. Darah bervariasi dari dahak disertai bercak/lapisan darah hingga batuk berisi darah saja. Batuk darah masif adalah batuk darah lebih dari 100 mL hingga lebih dari 600 mL darah dalam 24 jam.

DIAGNOSIS •

Anamnesis - batuk, darah berwama merah segar, bercampur busa, - batuk sebelumnya, dahak (jumlah, bau, penampilan), demam, sesak, nyeri dada, riwayat penyakit paru, penurunan berat badan, anoreksia - penyakit komorbid, riwayat penyakit sebelumnya - kelainan perdarahan, penggunaan obat antikoagulan / obat yang dapat menginduksi trombositopenia - kebiasaan: merokok



• •

• • •

Pemeriksaan fisik - orofaring, nasofaring: tidak ada sumber perdarahan. - paru : ronk basah atau kering, pleuralfriction rub, - jantung : tanda-tanda hipertensi pulmonal, mitral stenosis, gagal jantung Foto toraks : Menentukan lesi paru (lokal/difus), kardiak Laboratorium - DPL, LED, ureum, kreatinin, urin lengkap - Hemostasis (aPTT): bila perlu - Sputum: pemeriksaan BTA langsung dan kultur, pewamaan Gram, kultur MOR Bronkoskopi: Menentukan lokasi sumber perdarahan dan diagnosis CT scan toraks: Menemukan bronkiektasis, malformasi AV Angiografi: Menemukan emboli paru, malformasi AV

DIAGNOSIS BANDING Sumber trakeobronkial: - Neoplasma (karsinoma bronkogenik, tumor metastasis endobronkial, dll) - Bronkitis (akut dan kronik) Bronkiektasis Bronkiolitiasis Trauma - Benda asing Sumber parenkim paru: - Tuberkulosis paru � Pneumonia - Abses paru - Mycetoma {fungus hall) -



Sindrom Goodpasture

Panduan Pelayanan Medik PAPDI -

Granulomatosis Wegener Pneumonitis lupus Sumber vaskular Peningkatan tekanan vena pulmonal (stenosis mitral) Emboli paru MalformasiAV Hematemesis Perdarahan nasofaring Koagulopati, pengobatan trombolitik/antikoagulan

Pemeriksaan penunjang • Foto toraks • Laboratorium: - DPL, LED, ureum, kreatinin, urine lengkap - Hemostasis: bila perlu - Sputum: pemeriksaan BTA, pewamaan Gram, kultur MOR, • Bronkoskopi: bila perlu • CT Scan toraks: bila perlu

79

TERAPI Hemoptisis masif: Tujuan terapi adalah mempertahankan jalan napas, proteksi paru yang sehat, menghentikan perdarahan. • Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh miring ke sisi sakit • Oksigen • Infus, bila perlu transfusi darah • Medikamentosa: - Antibiotika - Kodein tablet untuk supresi batuk - Koreksi koagulopati: Vitamin K intravena • Bronkoskopi: diagnostik dan terapeutik topikal (bilas air es, instilasi epinefrin), • Intubasi selektif pada bronkus paru yang tidak berdarah (bila perlu)

Indikasi operasi • Batuk darah • Batuk darah • Batuk darah berhenti

pada pasien batuk darah masif: > 600 cc/24 jam, dan pada observasi tidak berhenti 100 - 250 cc/24 jam, Hb < 10 g/dL, dan pada observasi tidak berhenti 100-250cc/24jam,Hb> 10 g/dL, dan pada observasi 48 jam tidak

Hemoptisis non-masif: Tujuan terapi adalah mengendalikan penyakit dasar. Terapi konservatif sesuai penyakit dasar

KOMPLIKASI Asfiksia, atelektasis, anemia 80

Puhnonobgi

PROGNOSIS Tergantung pada penyebabnya.

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam ,Paru

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan: Departemen Bedah / Toraks, Radiologi, Patologi Klinik RS non pendidikan: Bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru

REFERENSI 1.

Uyainah A. Hemoptisis. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapl di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.p.

215-6. 2. Approach to the Patient. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM, editors. Fishman s Manual of Pulmonary Diseases and Disorders. 3"� ed. New York: McGraw-Hill; 2002.p. 16-21. 3. Weinberger SE, Braunwald E. Cough and Hemoptysis. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison j Principles of Internal Medicine.15'� ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 203-7.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

81

EFUSI PLEURA PENGERTIAN Eflisi pleura adalah adanya cairan di rongga pleura > 15 mL, akibat ketidakseimbangan gaya Starling, abnormalitas stniktur endotel dan mesotel, drainase limfatik terganggu, dan abnormalitas site of entry (defek diafragma) Tipe efusi pleura 1. Efusi transudatif: cairan pleura bersifat transudat (kandungan konsentrasi protein atau molekul besar lain rendah). Efusi transudatif teijadi karena perubahan faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan absorpsi cairan pleura. Penyebab; • gagal j antung kongestif, • sindrom nefrotik, • sirosis hati, • sindrom Meigs, • hidronefrosis, • dialisis peritoneal, • efusi pleura maligna / paramaligna: karena atelektasis pada obstruksi bronkial,

atau stadium awal obstruksi limfatik, 2 Efusi eksudatif: cairan pleura bersifat eksudat (konsentrasi protein lebih tinggi dari transudat). Efusi eksudatif terjadi karena perubahan faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan absorpsi cairan pleura. Penyebab • Tuberkulosis • Efusi parapneumonia; eflisi pada pneumonia • Keganasan; metastasis (karsinoma paru, kanker mammae, limfoma, ovarium, dll), mesothelioma • Emboli paru • Penyakit abdomen: penyakit pankreas, abses intraabdominal, hernia diafragmatika, • Penyakit kolagen (LES, dll) • Trauma • Chylothorax • Uremia • Radiasi • Sindrom Dressier • PascaCABG • Penyakit pleura diinduksi obat: amiodarone, bromocriptine, • Penyakit perikardium Chylothoraks: timbul bila terjadi disrupsi ductus thoracicus dan akumulasi chylus di rongga pleura keadaan ini disebabkan trauma, atau tumor mediastinum. Hemothoraks: cairan pleura mengandung darah, dan Ht cairan pleura > 50 % Ht darah tepi keadaan ini disebabkan trauma atau ruptur pembuluh darah atau tumor. 82 PulinonolDgi Efusi pleura maligna: dapat ditemukan sel-sel ganas yang terbawa pada cairan pleura atau ditemukan pada jaringan pleura saat biopsi pleura Efusi paramaligna: eflisi yang disebabkan keganasan, tetapi sel-sel neoplasma tidak dapat ditemukan pada cairan pleura atau jaringan pleura. Efusi paramaligna dapat berupa cairan transudat.

DIAGNOSIS Anamnesis: Nyeri, Sesak, Demam Pemeriksaan flsik Restriksi ipsilateral pada pergerakan dinding dadaBila > 300 mL cairan: • Bagian bawah / daerah cairan : : redup perkusi fremitus taktil dan fokal : menghilang suara napas : melemah s.d. menghilang,fremitus (saat awal) : terdorong ke kontralateral trakea Di atas dari cairan ; penekanan paru/konsolidasi

Foto torak • PA: sudut kostofrenikus tumpul (bila > 500 mL cairan)* • Lateral: sudut kostofrenikus tumpul (> 200 mL cairan)• PA / Lateral: gambaran perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah, biasanya relatif radioopak, permukaan atas cekung USG: menentukan adanya dan lokasi cairan di rongga pleura, membimbing aspirasi eflisi terlokulasi (terutama bila ketebalan efusi < 10 mm atau terlokulasi), CT scan (bila perlu): menunjukkan efusi yang belum terdeteksi dengan radiologi konvensional, memperlihatkan parenkim paru, identifikasi penebalan pleura dan kalsifikasi karena paparan asbestos, membedakan abses paru perifer dengan empy¬ ema terlokulasi. Pungsi pleura (torakosentesis) dan analisis cairan pleura: melihat komposisi cairan pleura dan membandingkan komposisi cairan pleura dengan darah. Dinilai secara: Makroskopis: • Transudat = jemih, sedikit kekuningan • Eksiidat = wama lebih gelap, keruh, = • Empiema opak, kental = • Eflisi kaya kolesterol berkilau seperti satin • Efusi = chylous seperti susu Mikroskopis: • Sel leukosit < 1.000/mm3 : transudat • Sel leukosit meningkat, predominasi limfosit matur: neoplasma, limfoma, TBC • Sel leukosit predominasi PMN: pneumonia, pankreatitis Panduan Pelayanan Medik PAPDI Kimiawi • Protein • LDH • Cairan disebut eksudat bila memenuhi salah satu dari 3 kriteria: - Rasio kadar protein total cairan pleura / serum > 0,5" - Rasio kadar LDH cairan pleura / serum > 0,6 - Kadar LDH > 200 lU atau > 2/3 batas atas nilai normal serum • Jika eflisi pleura eksudat , selanjutnya diperiksakan: - Kadar glukosa Kadar amilase - PH Hitungjenis Kadar lipid: trigliserida - Pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi. - Amilase - Tes bakteriologi: pewamaan Gram, kultur MOR, pemeriksaan BTA langsung dan kultur BTA - Sitologi

83

DIAGNOSIS BANDING Transudat, eksudat, chylothorax, empiema (lihat di atas)

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG

• • • • • •

Foto toraks PA, lateral dan lateral dekubitus, Analisis cairan pleura Pemeriksaan cairan pleura; BTA langsung, kultur BTA, kultur mikroorganisme + resistensi Sitologi cairan pleura (dengan atau tanpa cytospin) USG toraks CT scan

TERAPI Efusi karena gagal jantung • Diuretik. • Torakosentesis diagnostik bila: - Efusi menetap dengan terapi diuretik - Efusi unilateral Efusi bilateral, ketinggian cairan berbeda bermakna - Efusi + febris - Efusi + nyeri dada pleuritik Efusi Parapneumonia/ Empiema Torakosentesis +Antibiotika± drainase (lihat lampiran algoritme). Efusi pleura liarena pleuritis Tuberkulosis Obat anti Tuberkulosis (minimal 9 bulan) + kortikosteroid dosis 0,75 -1 mg/kgBB/ hari selama 2-3 minggu, setelah ada respons diturunkan bertahap + torakosentesis terapeutik, bila sesak atau efusi > tinggi dari sela iga III

84 Pubnonologi Efusi pleura keganasan* • Drainase dengan chest tube + pleurodesis kimiawi. Kandidat yang baik untuk pleurodesis ialah: Terjadi rekurens yang cepat Angka harapan hidup: minimal beberapa bulan - Pasien tidak debilitasi - Cairan pleura dengan pH > 7,30• Altematif pasien yang tidak dapat dilakukan pleurodesis ialahpleuroperitoneal shunt. • Terapi kanker paru (lihat PPM kanker paru). Kemoterapi sistemik pada limfoma, kanker mammae dan karsinoma paru small cell Radioterapi pada limfoma dan chylothorax limfomatous dengan keterlibatan KGB mediastinum. • Pasien dengan lama harapan hidup pendek atau keadaan buruk: torakosentesis terapeutik periodik. Chylothoraks Chest tube/thoracostomy sementara, selanjutnya dipasang pleuroperitoneal shunt

Hemotoraks Chest tube/thoracostomy, Bila perdarahan > 200 mL/jam, pertimbangkan torakotomi Efusi karena penyebab lain: Atasi penyakit primer

KOMPLIKASI Efusi pleura berulang, efusi pleura terlokalisir, empiema, gagal napas

PROGNOSIS

• •

Dubia: tergantung penyebab, dan penyakit komorbid. Prognosis buruk pada efusi pleura maligna.

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Paru

UNIT TERKAIT • •

RS Pendidikan: Departemen Bedah / Toraks, Radiologi / Radiodiagnostik, Patologi Klinik, mikrobiologi klinik, Patologi Anatomi RS non pendidikan ; Bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Patologi Anatomi, Mikrobiologi klinik

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

85

REFERENSI 1.

Uyainah A. Efusi Pleura. In: Simadibraia M, Setiati S, Alwi 1, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUl, 1999:2101.

2.

Rosenbluth DB. Pleural Effusions: Nonmalignant and Malignant. In: FishmanAP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM, editors. Fishman j Manual of Pulmonary Diseases and Disorders. 3"� ed. New York: McGraw-Hill, 2002: 487-506. 3. Light RW. Disorders of the Pleura, Mediastinum, and Diaphragm. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison 5 Principles of Internal Medicine.15'� ed. New York: McGraw-Hill, 2001:1513-6.

86

Pulmonologi

PNEUMOTORAKS PENGERTIAN Pneumotoraks adalah akumulasi udara di rongga pleura disertai kolaps paru. Pneumotoraks spontan : terjadi tanpa trauma atau penyebab jelas: • Pneumotoraks spontan primer: Pada orang sehat. Faktor risiko; merokok. Penyebab : umumnya ruptur bleb subpleural atau bullae. • Pneumotoraks spontan sekunder: pada penderita PPOK, tuberkulosis paru, asma, cysticfibrosis� pneumonia Pneumocystis carinii, dll. Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang didahului trauma, termasuk : biopsi transtorakal, ventilasi mekanik, pemasangan kateter vena sentral, torakosentesis, biopsi transbronkhial, dll. Menurut jenis flstulanya, dibagi atas: 1. Pneumotoraks ventil 2. Pneumotoraks terbuka 3. Pneumotoraks tertutup

DIAGNOSIS Gejala: nyeri dada, akut, terlokalisir, dispnea (pada pneumotoraks ventil: tiba-tiba, makin hebat), batuk, hemoptisis Pemeriksaan Fisik: • Takipneu, • Sisi terkena (ipsilateral): - Statis: lebihmenonjol - Dinamis: pergerakan berkurang/tertinggal - Fremitus: menghilang - Perkusi: hipersonor - Auskultasi: suara napas melemah - menghilang • Tanda pneumotoraks tension: - Keadaan umum sakit berat Denyut jantung > 140 x/m - Hipotensi Takipneu, pemapasan berat - Sianosis - Diaforesis - Deviasi trakea ke sisi kontralateral - Distensi vena leher Foto toraks: • Tepi luar pleura viseral terpisah dari pleura parietal oleh ruangan lusen • PA tegak pneumotoraks kecil: tampak ruangan antara paru dan dinding dada pada apeks, 87

Panduan Pelayanan Medik PAPDI •

Bila perlu foto saat ekspirasi: mediastinal shift, depresi diafragma, ekspansi rib cage

CT Scan: membedakan pneumotoraks terlokulasi dari kista atau bullae AGD : hipoksemia, mungkin disertai hipokarbia (karena hiperventilasi) atau hiperkarbia.

DIAGNOSIS BANDING Penyakit tromboemboli paru, pneumonia, infark miokardium, PPOK eksaserbasi akut, eflisi pleura, kanker paru

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG Foto toraks CT scan toraks Analisis gas darah : bila diperlukan

TERAPI • • •

Pneumotoraks unilateral kecil ( < 20 % ) dan asimtomatik: observasi, foto toraks serial. Aspirasi: anestesi lokal di sela iga II anterior (garis midklavikula) aspirasi dengan kateter 16F atau 18F, hingga tidak ada gas lagi keluar. Jika tidak resolusi dengan aspirasi atau volume udara besar: konsul Bagian Bedah/Subbagian Bedah Toraks untuk pertimbangan pemasangan

thoracostomy tube. Tube disambungkan ke water sealed chamber� dapat disertai suction untuk 24 jam pertama atau selama masih ada kebocoran udara. Setelah 24 jam tidak terjadi pneumotoraks lagi: tube dapat dicabut. Jika pneumotoraks rekurens: - Pleurodesis kimiawi dengan zat iritan terhadap pleura, atau: - Konsul Bagian Bedah / Subbagian Bedah Toraks untuk pertimbangan: - Pleurodesis mekanik (abrasi permukaan pleura parietal atau stripping atau pleura parietal), Torakoskopi, atau Open thoracotomy. Indikasi: - Kebocoran udara memanj ang, - Reekspansi paru tidak sempuma - Bullae besar - Risiko pekeij aan Indikasi relatif: - Pneumotoraks tension - Hemopneumotoraks - Bilateral pneumotoraks - Rekurens ipsilateral / kontralateral



KOMPLIKASI Gagal napas, pneumotoraks tension, hemopneumotoraks, infeksi/piopneumotoraks, penebalan pleura, atelektasis, pneumotoraks rekurens, emfisema mediastinum, edema paru reekspansi 88

PulinonolDgi

PROGNOSIS Dubia: tergantung tipe penyakit dasar, faktor pemberat/ komorbid.

WEWE NANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Paru

UNIT TERKAIT

• •

RS Pendidikan: Departemen Bedah / Toraks, Radiologi / Radiodiagnostik RS non pendidikan: Bagian Bedah, Paru, Radiologi

REFERENSI L

Bahar A. Pneumothoraks. In Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PusatInformasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.p.22l2. 2. Rosenbluth DB. Pneumothorax. In Fishman AP. Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kai¬ ser LR, Senior RM, editors. Fishman's Manual ofPulmonary Diseases andDisorders. 3"� ed. New York: McGraw-Hill: 2002.p. 507.

3. Light RW. Disorders of the Pleura, Mediastinum, and Diaphragm. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison's Principles of Internal Medicine. IS"" ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 1513-6.

89 Panduan Pelayanan Medik PAPDI

PNEUMONIA DIDAPAT Dl MASYARAKAT

P E N G ERTIA N Pneumonia adalah Inflamasi parenkim paru yang disebabkan mikroorganisme selain Mikobakterium tuberkulosis. Pneumonia Didapat Di Masyarakat {Community-acquiredPneumonia, CAP) • Pneumonia pada individu yang menjadi sakit di luar rumah sakit, atau dalam 48 jam sejak masuk rumah sakit • infeksi akut pada parenkim paru yang berhubungan dengan setidaknya beberapa infeksi gejala akut, disertai adanya gambaran inflltrat akut pada radiologi toraks atau temuan auskultasi yang sesuai dengan pneumonia (perubahan suara napas dan atau ronkhi setempat) pada orang yang tidak dirawat di rumah sakit atau tidak berada pada fasilitas perawatan jangka panjang selama > 14 hari sebelum timbulnya gejala (IDSA 2000) Etioiogi penyebab Grup I: rawat jalan, tanpa penyakit kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi • Streptococcus pneumoniae • Mycoplasma pneumoniae

• • • •

Chlamydia pneumoniae (tunggal atau infeksi campuran) Hemophilus influenzae Respiratory viruses Lain: Legionella spp., Mycobacterium tuberculosis, fungi endemik

Grup 11: rawat jalan, dengan penyakit kardiopulmonal, dan / atau faktor modifikasi • Streptococcus pneumoniae (termasuk DRSP ) • Mycoplasma pneumoniae • Chlamydia pneumoniae • Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik atau virus) • Hemophilus influenzae • Enterik gram negatif • Respiratory viruses • Lain: Moraxella catarrhalis, Legionella spp, aspirasi ( anaerob ), Mycobacte¬ rium tuberculosis, fungi endemik Grup 111: rawat inap Non-lCU a. Dengan penyakit kardiopulmonal dan / atau faktor modifikasi (termasuk penghuni pantijompo) • Streptococcus pneumoniae (termasuk DRSP) • Hemophilus influenzae • Mycoplasma pneumoniae • Chlamydia pneumoniae • Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik )

90 Pulmanobgi • • •

• • b.

Enterik gram negatif Aspirasi (Anaerob) Vitus

Legionella spp Lain: Mycobacterium tuberculosis,�mgi endemik, Pneumocystis carinii

Tanpa penyakit kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi • Streptococcus pneumoniae • Hemophilus influenzae • Mycoplasma pneumoniae • Chlamydia pneumoniae • Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik ) • Vnus • Legionella spp • Lain; Mycobacterium tuberculosis, fungi endemik, Pneumocystis carinii

Grup r v : RawatlCU a. Tanpa resiko infeksi Pseudomonas aeruginosa • Streptococcus pneumoniae (termasuk DRSP ) • Legionella spp • Hemophilus influenzae • Enterik gram negatif • Staphylococcus aureus • Mycoplasma pneumoniae • Respiratory Virus • Lain: Chlamydiapneumoniae,Mycobacterium tuberculosis, f\mg\ endemik

b.

Ada resiko infeksi Pseudomonas aeruginosa • Semua patogen diatas (IV.a) • + Pseudomonas aeruginosa

DIAGNOSIS Rencana diagnostikbertujuan: 1. Diagnostik adanya CAP: • Foto paru terdapat infiltrat baru atau infiltrat yang bertambah • Terdapat 2 dari 3 gejala berikut: demam, batuk + sputum produktif, leukositosis (pada penderita usia lanjut: gejala dapat tidak khas/tersamar, seperti lesu, tidak mau makan, dll) 2

Pengkajian awal derajat berat penyakit dengan The Pneumonia PORT prediction rule atau Pneumonia Severity o f Illness Index (PSI): Berdasarkan proses dua langkah yang mengevaluasi faktor demografis, penyakit komorbid, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologis, pasien distratifikasi menjadi lima kelas risiko mortalitas dan outcome: • Pasien dengan kondisi berikut dimasukkan dalam kelas risiko II-V - Usia di atas 50 tahun Terdapat riwayat penyakit komorbid: > keganasan > gagal jantung kongestif Panduan Pelayanan Medik PAPDI

• 3.

• • • •

> penyakit serebrovaskular > penyakit ginjal > penyakit hati - Terdapat kelainan pada pemeriksaan fisis: > perubahan status mental > nadi > 125 kali/menit > pemapasan >30 kali/menit > tekanan darah sistolik < 90 mmHg > suhu 40�C Selain kondisi di atas pasien dimasukkan dalam kelas risiko I Identifikasi penyebab mikrobiologis (lihat tabel 4): pewamaan Gram sputum kultur sputum kultur darah pemeriksaan serologis, pemeriksaan antigen, pemeriksaanpolymerase chain reaction (PGR), dan tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi jarum transtorakal, biopsi paru terbuka dan torakoskopi): bila diperlukan.

DIAGNOSIS BANDING Tuberkulosis paru, jamur

PEMERIKSAAN P E NUNJANG • •

91

foto toraks pulse oxymetry



Laboratorium Rutin; DPL, hitung jenis, LED, Glukosa darah, Ureum, Creatinin, SGOT,SGPT Analisis gas darah, elektrolit Pewamaan Gram sputum Kultur sputum Kultur darah Pemeriksaan serologis Pemeriksaan antigen Pemeriksaan polymerase chain reaction ( PGR), Tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi jarum transtorakal, biopsi paru terbuka dan thorakoskopi

• • • • • • • •

TERAPI Tata laksana Umum: Rawatjalan: • Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak cairan • Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol • Ekspektoran�mukolitik • Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan • Kontrol setelah 48 j am atau lebih awal bila diperlukan 92 Pulmonobgi •

Bila tidak membaik dalam 48 jam: dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit, atau dilakukan foto toraks

Keputusan mcrawat pasien di RS ditentukan oleh: • Derajat berat CAP (lihat di atas) • Penyakit terkait, • Faktor prognostik lain, • Kondisi dan dukungan orang di rumah • Kepatuhan, keinginan pasien. Raw at inapdi RS : • Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen inspirasi. Tujuannya: mempertahankan PaOj > 8 kPa dan SaO� > 92 % • Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi gagal napas dituntun dengan pengukuran analisis gas darah berkala • Cairan: bila perlu dengan cairan intravena • Nutrisi • Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol • Ekspektoran/mukolitik" Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan Rawat dilCU : • Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk kultur guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan endobronkial. Terapi Antibiotika • Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin, berdasarkan perkiraan etiologi yang menyebabkan CAP pada kelompok pasien tertentu, sesuai pedoman terapi empirik inisial ATS 2001. Syarat untuk alih terapi (ATS 2001):

-

berkurangnya keluhan batuk dan sesak napas, suhu afebris (< 100 ""F) pada dua pengukuran yang terpisah 8 jam lamanya, leukosit berkurang / menjadi normal, - saluran gastrointestinal berfungsi baik, masukan oral adekuat, Syarat untuk pemulangan dapat merujuk pada kriteria Weingarten atau Ramirez (lihat tabel 6).

KOMPLIKASI •

CAP berat: Bila memenuhi satu kriteria mayor (dari 2 kriteria modifikasi) atau dua kriteria minor (dari 3 kriteria minor modifikasi). Kriteria minor yang dikaji saat masuk RS: 1. gagal napas berat (PaO�/FIO� < 250), 2. Foto toraks: pneumonia multilobaris, 3. TD sistolik < 90 mmHg, Kriteria mayor yang dikaji saat masuk RS atau dalam perjalanan penyakit: L perlunya ventilator mekanis, 2. syok sepsis. Gagal napas



93 Panduan Pelayanan Medik PAPDI • • • •

Sepsis, syok sepsis Gagal ginjal akut Efusi parapneumonik Bronkiektasis

PROGNOSIS Tergantung pada derajat berat penyakit, penyakit komorbid, status imunologis, dll.

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Paru

UNIT TERKAIT





RS Pendidikan: Divisi Tropik- Infeksi, Departemen Radiologi / Radiodiagnostik, Patologi Klinik, mikrobiologi klinik, Parasitologi, Anestesi / ICU RS non pendidikan : Bagian Paru, Patologi Klinik, Radiologi, Parasitologi, Mikrobiologi klinik, Anestesi / ICU

R E FE R E N S I 1. American Thoracic Society. Guidelinesfor the Management of Adults with CommunityAcquired Pneumonia: Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy, and Prevention. Am JRespir Crit Care Med, 2001;163:1730-54. 2. British Thoracic Society Standards o f Care Committee. British Thoracic Society Guide¬ linesfor the Management ofCommunity Acquired Pneumonia in Adults. Thorax 2001:56

(suppl IV): 1-64. Available at lJRL:http://tharax. hmjiournals,com /cgi/content/full/56/ suppl_4/... 3. Rhew DC, Weingarten SR. Achieving A Safe and Early Discharge for Patients With Community-Acquired Pneumonia. Medical Clinics of North America, November 2001;85(6):1427'40. 4. Bartlett JG, Dowell SF, Mandell LA, File Jr TM, Musher DM, Fine MJ Guidelinesfrom the Infectious Diseases Society of America: Practice Guidelinesfor the Management of Community-Acquired Pneumonia in Adults. Clinical Infectious Diseases 2000;31:34782.

94

I II III IV V

130

Rawat Inap 0,5 0,9 1,2 9,0 27,1

Rawat jalan 0,0 0,4 0,0 12,5 0,0

Semua pasien 0,1 0,6 0,9 9,3 27,0

Rawat jalan Rawat jalan Rawat inap singkat Rawat inap Rawat inap Pulmondogi

Tabel 2. Langkah kedua sistem Skor Rumus Prediksi Pneumonia Karakteristik pasien Faktor demografik : Usia Laki-laki Perempuan Penghuni panti jompo Penyakit ko-morbid: Neoplasma Penyakit hati Gagal jantung kongestif Penyakit serebrovaskular Penyakit ginjal Temuan pemeriksaan fisik: Perubahan status mental Frekuensi pemafasan > 30 / menit Tekanan darah sistolik < 90 mmHg Suhu < 3 5 ° C atau > 4 0 " C Frekuensi nadi > 125 / menit Hasil laboratorium dan radiologis : AGD: pH 30 mg/dl ( 11 mmol/L)

Nilai

Umur ( tahun ) Umur ( tahun ) - 10 + 10 +30 -1-20 0 -H10 +10 +20 +20 +20 +15 +10 +30 +20

Natrium < 130 mmol/L +20 +10 > Glukosa 250 mg/dl +10 Hematokrit < 30 % +10 AGD; P a 0 2< 6 0 m mH g Efusi pleura_+10_ Tabel 3. Stretifikasi Pneumonia Berdasarkan Skor Risiko, Angka Kematian dan Rekomendasi Tempat Rawat Kelas Risiko

Jumlah nilai

Mortalitas

Penatalaksanaan

Cohort validasi Pneumonia

95

PORT (%)

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Tabel 4. Perbandingan Pemeriksaan Diagnostik CAP ATS 2001 Rawat ialan: pasien yang masih mungkin dirawat RS, > 65 th, komorbid Rawat inan: semua pasien

Lab. rutin

BTS 2001 Rawat ialan: tak perlu untuk mayoritas pasien, Rawat inao harus

pulse oximetry

,

Pemeriksaan oksigenasi: analisa gas darah

Folo thoraks

Gram sputum

Kultur sputum

Kultur darah

Rawat inao: bila tersedia Rawat ialan: dipertimbangkan

Rawat ialan: penyakit dasar jan tung/paru Rawat inao: semua

Rawat inao: harus Rawal ialan: tidak respons thd AB cmpiris Rawat inao: CAP berat, komplikasi (-I-)

;

Rawat ialan: tidak respons thd AB empiris Rawat inao: bukan CAP berat + dahak purulen + belum AB, CAP berat, tidak respons thd AB empiris Rawat inao : direkomendasikan Rawat inan: CAP berat, tak respons thd beta lactam, faktor resiko, wabah

Rawat ialan: jika klinis/ro mengarah ke prognosis buruk, Rawat inan / Datane ke IGD; direkomendasikan Rawat ialan & inao: PPOK

Rawal ialan: direkomendasikan bila memungki nkan, Rawat inao: harus Rawat ialan: mayoritas tidak direkomendasikan Rawat inao: direkomendasikan

Rawat inao: £A1 CAP berat

96 Penyakit Tampa Tanpa penyakil Rawat inao: risiko risiko Kardiopulmonal Kardiopulmonal, faktor atau P.aeruginosa direkomendasikan +/P.aeruginosa tanpa modifikasi faktor modikasi

Rawat inao fA.S.K): CAP berat, faktor resiko, wabah Rawat ialan: Batuk produktif persisten,

Rawat inao: Pasien tertentu

Rawat inao: Pasien tertentu

Rawat ialan & inao: Harus

Rawat ialan:

optional Rawat inao: direkomendasikan

optional

Rawat inan: direkomendasikan

Rawat inao: direkomendasikan

Rawat inao : direkomendasikan

Rawat inao : direkomendasikan

Tidak direkomendasikan

Tidak direkomendasikan

direkomendasikan

Rawat inan: CA) CAP berat

Rawat inao CA.K") CAP berat. > 40 th, tak respons thd beta lactam,

Immunocompromized

Bila klinis sesuai, faktor resiko

B B GrupHI IV Grup

PiimonolDgi

Rawat ialan:

Rawat inan: CAP berat

Pneumococcal (tytttcrcp tfvt

Pemeriksaan sputum BTA + langsung

Rawat ialan: tak perlu untuk mayontas pasien,

Rawat ialan & inao: Bila cariga bakleri resisten, atau bakteri tak sensitif thd AB yang biasa Rawat ialan & inan: Bila curiga bakteri resisten, atau bakleri tak sensitif thd AB yang biasa

Rawat inan: Tidak rutin direkomendas ikan

Legionella

Rawat inan: SaO; 1 bulan,

IslBlaksana rawal Jalan

Tatalakssna Rawal Inap

CAP

Tanpa Penyakit Kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi

Riwayat penyakit Kardiopulmonal, / atau faktor TnodiUkasI

Grup I

Grup II

Sakil nngan-sedang

Severe CAP

Gambar 2. Stratiflkasi Pasien CAP (ATS 2001) Z

Grup

Karakteristik

I

Rawat jalan, penyakit kardiopulmonal (-) faktor modifikasi (-) Rawat jalan, penyakit kardiopulmonal (+) Dan/atau Faktor modifikasi (+)

II

III A

Rawat inap, penyakit kardiopulmonal (+) Dan/ atau faktor modifikasi (+)

IIIB

Rawat inap penyakit kardiopulmonal (-) faktor modifikasi (-) Rawat ICU Tanpa resiko Ps.

IV A

Aeruginosa

IV B

Rawat ICU Dengan resiko Ps aeruginosa

Antibiotik

Pilihan

(kedua pilihan ini setingkat)

MAKROLID GENERASI BARU

p- lactam oral: Cefpodoxime, Cefiiroxime, Amoxicillin dosis tinggi, Amoxicillin/clavulanat. Atau Darenteral: diikuti Ceftriaxone, Cefpodoxime oral Dikombinasi dengan: Makrolid atau doxvcvcline B- lactam IV: Cefotaxime, Ceftriaxone, Ampicillin/sulbactam, Ampicillin dosis tinggi Dikombinasi dengan: Makrolid IV atau oral Atau doxvcvcline Azithromvcin IV Atau: Doxvcvcline dan B- lactam B- lactam IV Cefotaxime Ceftriaxone Dikombinasi dengan: Makrolid IV (Azithromvcin) Atau Fluoroauinolon IV p- lactam antipseudomonas IV tertentu Cefepime Imipenem Meropenem Piperac i Hi n/tazobactam Dikombinasi dengan : Ouinolon antipseudomonas IV ciprofloxacin

DOXYCYCLINE

Fluoroquinolonantipneumococcus

Fluoroauinolonantipieumococcus IV

Fluoroquinolonantipneumococcus

P" lactam antinseudomonas IV tertentu Cefepime Imipenem Meropenem Piperacillin/tazo bactam Dikombinasi dengan: Aminoslikosida IV Dikombinasi dengan: Makrolid IV (Azithromycin) atau Fluoroauinolon nonnseudomonas IV

Tabel 5,6.Rekomendasi KHteria AlihTerapi dan Permulangan Tabel (ATS 2001) Pasien (Weingarten dan Ramirez) TerapiEmpiris Ramirez

Weingarten Kriteria alih terapi

Tidak ada alasan yang jelas untuk tetap dirawat; TD sistolik < 1 0 0 mmHg, dehidrasi seperti ditunjukkan oleh hipematremia (Na >1 55 mmol/1), rasio BUN: creatinin > 20 : 1, perubahan TD sistolik ortostatik > 20mmHg, perubahan mental akut, hipoksia (saturasi gas darah arteri pada udara kamar < 90 % atau PO2 < 55 mmHg), asidosis respiratorik akut den gan pH < 7,30, ketidakmampuan mimum obat atau cairan per oral, penjalaran infeksi (meningitis), penyakit komorbid yang tak stabil.

Perbaikan batuk dan sesak napas Absorpsi gastrointestinal adekuat Suhu menjadi normal selama minimal (< 37,8 8 jam) Leukosit menjadi normal

Tidak ada pathogen berisiko tinggi: Stapylococcus aureus , aspirasi, pasca-obstruksi, mycobacterial� fungi. Tidak ada komplikasi fatal selama perawatan: infark miokard akut, fibrilasi ventrikular, takikardia ventrikular, asystole, blok jantung total, fibrilasi atrial tak stabil atau baru, flutter atrial tak stabil atau baru, takikardia supraventrikular, pneumotorak, gagal jantung kongestif

Waktu alih terapi Kriteria pulang

Tidak ada imunosupresi, atau infeksi HIV Hari ke-3 Tidak ada

Jika kriteria alih terapi terpenuhi Kandidat terapi oral Tak perlu tata laksana kondisi komorbid (CHF, dll) Tak perlu tindakan

Waktu Dulane 1

Hari ke-4 *-•

diagnostik (bronkoskopi untuk massa paru) Tak ada indikasi sosial untuk melanjutkan perawatan ( kondisi rumah tak stabil) Jika kriteria pulang terpenuhi A

Pulmonobgi

DIAGNOSIS BANDING Pneumonia didapat di masyarakat (CAP) bronkitis kronik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium: DPL, retikulosit, LED, SCOT, SGPT, serologis Foto toraks

TERAPI

Antibiotik: pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin: • • Makrolid: Eritromisin Claritomisin 2 X 500 mg - Azitroniicin 1 x 500 mg - Roksitromisin 2x500 mg• Doksisiklin • Respiratory -Fluorokuinolon • + Rifampisin (bila curiga Legionella) Tata laksana umum pneumonia ( = tata laksana umum CAP): Rawatjalan • Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak cairan • Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol • Ekspektoran/mukolitik • Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan • Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan • Bila tidak membaik dalam 48 jam: dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit, atau dilakukan foto toraks Keputusan merawatpasien di RS ditentukan oleh • derajatberat • penyakit terkait • faktor prognostik lain • kondisi dan dukungan orang di rumah • kepatuhan, keinginan pasien RawatinapdiRS • Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen inspirasi. Tujuannya: mempertahankan PaO� � 8 kPa dan SaO� � 92 %. • Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi gagal napas dituntun dengan pengukuran AGD berkala • Cairan: bila perlu dengan cairan intravena • Nutrisi • Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol • Ekspektoran/mukolitik • Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan

101

Panduan Pelayanan Medik PAPDI RawatdilCU • Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk kultur guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan endobronkial.

KOMPLIKASI Efusi pleura, empiema, abses paru, atelektasis, gagal napas, kor pulmonal, pneumotoraks, septikemia, herpes labialis, penyakit tromboemboli

PROGNOSIS Dubia: tergantung derajat berat penyakit, penyakit terkait, faktor prognostik lain

WEWENANG • •

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS Pendidikan : Departemen Radiologi / Radiodiagnostik, Patologi Klinik, mikrobiologi klinik RS non pendidikan; Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Mikrobiologi klinik

R E F E RE N S I 1. Bahar A. Diagnosis Pneumonia Atipik. Makalah Siang Klinik Penyakit Dalam FKUI/ RSUPN CM. 25 Maret 1999. 2. Suwondo A. Penatalaksanaan Pneumonia Atipik. Makalah Siang Klinik Penyakit Dalam FKUI/RSUPN CM, 25 Maret 1999. 3. American Thoracic Society. Guidelinesfor the Management o f Adults with CommunityAcquired Pneumonia: Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy, and Prevention. Am JRespir Crit Care Med, 2001;163:1730-54. 4. British Thoracic Society Standards o f Care Committee. British Thoracic Society Guide¬ linesfor the Management o f Community Acquired Pneumonia in Adults. Thorax 2001;56 (suppl IV):l-64. Available at URL:http://thorax.bmi/ournals. com/cgi/content/full/56/ suppl_4/...

102 Pulmonoliogi

GAGAL NAPAS PENGERTIAN Gagal napas adalah Ketidakmampuan mempertahankan nilai pH (keasaman), oksigen

(O�), dan karbondioksida (CO�) darah arteri supaya tetap dalam batas normal. Etiologi • Penyakit saluran napas: bronkitis kronik, emfisema, asma bronkial, bronkietasis • Penyakit paru parenkim: pneumonia, edema paru, aspirasi, inhalasi asap, gas • Gangguan hiperpermeabilitas: edema paru, ARD S • Penyakit pembuluh darah: emboli paru, syok kardiogenik, fistula A. V pulmoner • Trauma; dada, leher, kepala • Gangguan neuromuskular: poliomielitis, sindrom tetanus, Guillain Barre, paralisis diafragma • Obat-obat: barbiturat, narkotik, sedatif, obat-obat relaksasi • Kelainan dinding dada: kifoskoliosis, ankylosing spondylitis • Lain-lain: hipotermia

DIAGNOSIS Sesak napas berat, batuk , sianosis, pulsus paradoksus, stridor, aritmia, takikardia, konstriksi pupil Gagal napas tipe I • PCO2 normal atau meningkat • PO� turun • Umumnya kurus • Wama kulit: pinkpuffer • Hiperventilasi • Pemapasan; purse-lips Gagal napas tipe 11: • PCO2 meningkat • PO2 menurun • Sianosis • Umumnya kegemukan • Hipoventilasi • Tremor CO� • Edema

DIAGNOSIS BANDING Edema paru, ARDS

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• •

Analisis gas darah Foto toraks

Panduan Pelayanan Medik PAPDI • •

Kateter Swan Ganz dengan monitor - tekanan kapiler paru (PCWP) EKG

TERAPI Tahapl • Perbaiki gangguan hipoksemia dengan terapi • Bronkodilator nebulizer

103

• • •

Humidifikasi Fisioterapi dada Antibiotika

Tahapn • B ronkodilator arenteral p • Kortikosteroid Tahapin: • Stimulan pemapasan • Mini trakeostomi ika retensi j sputum TahapIV • Ventilasi Mekanik

KOMPLIKASI Mortalitas

PROGNOSIS Malam

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam,

UNIT TERKAIT

• •

RS Pendidikan: Departemen Patologi Klinik, Radiologi, Anestesi/ICU RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Anestesi/ICU

REFERENSI BaharA. GagalNapas. In :SimadibrataM, SetiatiS, Alwil, Maryantoro, GaniRA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.p. 213-4.

104 Pulmonobgi

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK PENGERTIAN Penyakit paru obstruktif kronik Penyakit yang ditandai dengan adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Perlambatan aliran udara umumnya

bersifat progresif dan berkaitan dengan respons inflamasi yang abnormal terhadap partikelatau gas iritan (GOLD 2001).

DIAGNOSIS









• •

Keluhan: sesak napas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor risiko (+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala Anamnesis riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas-dll, kemungkinan mengurangi faktor risiko Pemeriksaan fisik Pemapasan pursed lips, Takipnea, - dada emfisematous atau barrel chest dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloater bunyi napas vesikuler melemah - eksirasimemanjang - ronki kering atau wheezing - bunyi j antung j auh. Diagnosis pasti dengan uj i spirometri: FEV,/FVC 40°C) 148 TropiklnfeksL

DIAGNOS IS I BANDING |nfeksi|virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan, leptospirosis, ensefalitis

PEMERIKSAAN] PENUNJANG Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati,

gula darah, UL, AGD, elektrolit, hemostasis, rontgen toraks, EKG

JERAPI 1

Infeksi E, vivax atau P, ovale a. Daerah sensitifklorokuin: Klorokuin basa 150 mg: Hari 1:4 tablet+ 2 tablet (6jamkemudian), Hari II dan III; 2 tablet atau Hari I dan II: 4 tablet, Hari III: 2 tablet Terapi radikal: ditambah primakuin 1x15 mg selama 14 hari. Bila gagal dengan terapi klorokuin, kina sulfat 3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari b.

Daerah resisten klorokuin Kina 3 x 400-600 mg selama 7 hari Terapi radikal: ditambah primakuin 1x15 mg selama 14 hari EL Infeksi R ringan/sedang, infeksi campur/? falciparum vivax • Artemisin Hari 1:4 tablet (200 mg) Hari II; 4 tablet (200 mg) Hari III: 4 tablet (200 mg) • Amodiaquin Hari 1:4 tablet (600 mg) Hari II: 4 tablet (600 mg) Hari III: 2 tablet (600 mg) • Klorokuin basa 150 mg: Hari 1:4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian), Hari H: 2 tablet Hari HI; 2 tablet atau Hari 1:4 tablet Hari II; 4 tablet Hari HI: 2 tablet • Bila perlu ditambah terapi radikal: ditambah primakuin 45 mg (3 tablet) (dosis tunggal); infeksi campur: primakuin 1x15 mg selama 14 hari->bila resisten dengan pengobatan tersebut: SP 3 tablet (dosis tunggal) atau kina sulfat 3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari in. Malaria berat • Artesunate iv/im 2,4 mg/kgBB diberikan pada jam ke-0, 12,24, dilanjutkan satu kali per hari.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI •



149

Drip kina HCl 500 mg (10 mg/kgBB) dalam 250-500 ml D5% diberikan dalam 68 jam (maksimum 2000 mg) dengan pemantauan EKG dan kadar gula darah tiap 8-12 jam sampai pasien dapat minum obat per oral atau sampai hitung parasit malaria sesuai target (total pemberian parenteral dan per oral selama 7 hari dengan dosis peroral 10 mg/kgBB/24 jam diberikan 3 kali sehari) Pengobatan dengan kina dapat dikombinasikan dengan tetrasiklin 94 mg/

kgBB diberikan 4 kali sehari atau doksisiklin 3 mg/kgBB sekali sehari Perhatian SP tidakboleh diberikan padabayi dan ibuhamil Primakuin tidakboleh diberikan pada ibu hamil, bayi, dan penderita defisiensi G6PD. Klorokuin tidakboleh diberikan dalam keadaan perut kosong. Pada pemberian kina parenteral, bila obat sudah diterima selama 48 jam tetapi belum ada perbaikan dan atau terdapat gangguan flingsi ginjal, maka dosis selanjutnya diturunkan sampai 30-50%. Kortikosteroid merupakan kontraindikasi pada malaria serebral. Pemantauan pengobatan: hitung parasit minimal tiap 24 jam, target hitung parasit pada H1 50% HO dan H3 15.000/|il, atau LED 120 mm/jam kemungkinan 70% sudah ada

osteomielitis yang mendasari.

PEMERIKSAAN PE NUNJANG DPL, kuUur plus (MOR), kadar albumin serum, foto tulang di regie yang dengan ulkus dekubitus dalam.

TERAPI Umum • Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan mencegah terjadinya dekubitus dengan mengenal faktor-faktor risiko untuk terjadinya dekubitus serta eliminasi faktor-faktor risiko tersebut. • Perhatikan status nutrisi pada semua stadium ulkus dekubitus. Pemberian asam askorbat 500 mg 2 kali sehari dapat mengurangi luas permukaan luka sebesar 84%. Asupan protein juga merupakan prediktor terbaik untuk membaiknya luka dekubitus.

260 Geiiatri

Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat bukti selulitis, sepsis, atau osteomielitis. Klindamisin dan gentamisin dapat berpenetrasi ke dalam jaringan di sekitar ulkus. Pemberian antibiotik spektrum luas untuk batang gram negatif dan positif, anaerob, dan kokus gram positif dilakukan pada pasien sepsis karena ulkus dekubitus. Debridement semua jaringan nekrotik hams dilakukan untuk membuang sumber bakteremia pada pasien tersebut. Tempat tidur khusus; Penggunaan kasur dekubitus yang berisi udara serta reposisi 4 kali sehari menurunkan angka kejadian ulkus dekubitus dibandingkan penggunaan tempat tidur biasa dengan reposisi setiap 2 jam. Perawatan luka: tujuan perawatan luka adalah untuk mengurangi jumlah bakteri agar proses penyembuhan tidak terhambat. Hal ini dapat dilakukan dengan de¬ bridement jaringan nekrotik secara pembedahan atau dengan menggunakan kompres kasa dengan NaCl dua hingga tiga kali sehari. Antiseptik seperti povi¬ done iodine, asam asetat, hidrogen peroksida, dan sodium hipoklorit (larutan Dakin) bersifat sitotoksik terhadap fibroblas sehingga mengganggu proses penyembuhan. Antibiotik topikal seperti silver sulfadiazin dan gentamisin tidak menunjukkan sifat sitotoksik. Bila sangat diperlukan seperti pada luka dengan pus atau sangat bau, antiseptik dapat digunakan dalam waktu singkat dan segera dihentikan begitu luka bersih. Zat-zat pembersih enzimatik seperti kolagenase, fibrinolisin, dan deoksiribonuklease serta streptokinase-streptodornase bisa membantu untuk debridement jaringan nekrotik namun zat-zat ini juga akan merusak proses penyembuhan bila digunakan setelah luka bersih. Bila luka telah bersih, harus dipelihara suasana luka yang lembab untuk merangsang penyembuhan. Dari penelitian diketahui bahwa kompres yang tertutup rapat dapat membantu penyembuhan pada luka superfisial tapi tidak pada luka yang dalam. Kompres ini harus dibiarkan selama beberapa hari untuk memfasilitasi migrasi epidermis (epitelisasi). Luka dalam yang bersih harus dikompres kasa steril yang dibasahi dengan larutan NaCl atau RL. Kasa lembab ini harus dijauhkan dari jaringan kulit sekitar luka agar jaringan normal tidak teriritasi. Tindakan medik berdasarkan derajat ulkus:

a. Dekubitus) derajat I: Kulit yang kemerahan dibersihkan dengan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimasase 2-3 kali/hari. b. Dekubitus derajat II: Perawatan luka memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Dapat diberikan salep topikal. Pergantian balut dan salep jangan terlalu sering karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang diharapkan. c. Dekubitus] derajat III: Usahakan luka selalu bersih dan eksudat dapat mengalir ke luar. Balutan jangan terlalu tebal dan sebaiknya transparan sehingga udara dapat masuk dan penguapan berjalan baik. Dengan menjaga luka agar tetap basah akan mempermudah regenerasi sel-sel kulit. d. gemua llangkah jii atas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik harus dibersihkan karena akan menghalangi epitelisasi. Penilaian tindak lanjut diulang minimal seminggu sekali. Evaluasi yang diperlukan adalah mengenai lokasi, stadium, ukuran, dan karakteristik lainnya yang perlu dicatat. Dalam waktu 2 hingga 4 minggu ulkus harus menunjukkan perbaikan. Panduan Pelayanan Medik PAPDI

26]

Berkurangnya ukuran ulkus dalam waktu 2 minggu memberi gambaran akan terjadinya penyembuhan sempuma.

KOMPLIKASI Sepsis

PROGNOSIS Dubia ad bonam

UNIT YANG MENANGANI Unit/Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik, Bedah Ortopedi, Bedah Plastik, Bedah Vaskular

UNIT TERKAIT Bidang Keperawatan, Departemen Kulit dan Kelamin

262

Genatri

MALNUTRISI PENGERTIAN Malnutrisi energi-protein adalah keadaan yang disebabkan ketidakseimbangan antara asupan kalori dan protein dengan kebutuhan tubuh. Pada orang usia lanjut, malnutrisi sulit dikenali karena terjadi berbagai perubahan fisiologis seiring peningkatan usia, termasuk perubahan akan kebutuhan zat gizi, serta adanya berbagai penyakit kronik. Malnutrisi yang terjadi pada usia lanjut sering dipengaruhi berbagai hal seperti keadaan gigi-geligi, gangguan menelan, masalah neuropsikologis (depresi, demensia), keganasan, dan imobilisasi.

DIAGNOSIS Komponen penilaian status gizi pada usia lanjut mencakup: anamnesis, pemeriksaan fisis dan antropometrik, serta laboratorium. Komponen-komponen tersebut tidak selalu dapat menentukan ada-tidaknya malnutrisi, namun setidaknya dapat menentukan apakah seorang usia lanjut berisiko atau diduga mengalami malnutrisi. • Anamnesis: Asupan zat gizi sehari-hari (food recall), penurunan berat badan, . gangguan mengunyah, gangguan menelan, status fungsional (aktivitas hidup sehari-hari terutama yang berhubungan dengan penyiapan dan proses makan), penyakit kronis yang diderita (termasuk ada-tidaknya diare kronik), adanya depresi atau demensia, serta penggunaan obat-obatan. • Pemeriksaan fisis: Higiene rongga mulut, status gigi-geligi, status neurologis (gangguan menelan), kulit yang kering/bersisik, rambut kemerahan, massa otot, edema tungkai. • Antropometrik: Lingkar lengan atas, hngkar betis, tebal lipatan kulit triseps, indeks massa tubuh. • Laboratorium: Hemoglobin, jumlah limfosit, albumin, prealbumin, kolesterol darah, kadar vitamin/mineral dalam darah. Saat ini tersedia beberapa instrumen pengkajian status nutrisi pada usia lanjut yang

mengobyektifkan paduan komponen tersebut di atas, seperti The Mini Nutritional Assessment (MNA), Nutrition Screening Index (NSI), atau Subjective Global As¬ sessment (SGA).

DIAGNOSIS BANDING

PEMERIKSAAN P E N U N J A N G Darah perifer lengkap dengan hitung jenis leukosit, serum albumin, prealbumin, kadar kolesterol, kadar vitamin/mineral, elektrolit, bioelectrical impendance analysis.

263

TERAPI Evaluasi umum dan kebutuhan nutrisi • Evaluasi penyebab dan faktor risiko timbulnya malnutrisi yang pada usia lanjut umumnya merupakan kombinasi dari berbagai penyebab, mulai dari faktor sosialekonomi (kemiskinan, pengetahuan rendah), neuropsikologis (adanya demensia atau depresi), dan kondisi fisik-medik (gangguan fungsi organ pencemaan serta adanya penyakit-penyakit akut dan kronis). • Evaluasi status fungsional, terutama yang berhubungan dengan penyiapan dan proses makan. • Menentukan umlah j energi dan komposisi zat gizi yang akan diberikan. Jumlah kebutuhan energi dapat ditentukan dengan menghitung total energy expendi¬ ture (TEE). Selain jumlah kalori, kebutuhan cairan, protein/asam amino, serta mineral dan vitamin perlu juga ditentukan. Penentuan kebutuhan dan komposisi nutrisi dan cairan ini juga memerlukan evaluasi kondisi medik termasuk penurunan

fungsi organ yang terjadi (adanya gagal jantung, penyakit ginjal kronik, hepati¬ tis kronis dan sirosis hati, diabetes melitus, keganasan, dan fungsi absorbsi saluran cerna). Terapi/dukungan nutrisi • Secara umum, dukungan nutrisi pada usia lanjut yang mengalami malnutrisi dapat dilakukan melalui cara enteral atau parenteral. • Dukungan nutrisi enteral harus menjadi pilihan utama, mengingat hal ini merupakan cara yang fisiologis, Pemberian nutrisi secara enteral akan mempertahankan fungsi mencema, absorbsi, dan barier imunologis saluran cema. Bila berbagai faktor risiko dan kondisi medik dapat diatasi, umumnya pasien diharapkan dapat makan secara normal. Pada usia lanjut yang dapat makan secara normal, jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi setiap hari penting untuk dipantau karena mereka cenderung untuk mengurangi makannya. Pada beberapa keadaan, nutrisi enteral dapat diberikan melalui pipa nasogastrik, pipa nasoduodenum, pipa nasoileum, maupun dengan gastrostomi. Dukungan nutrisi enteral semacam ini umumnya berupa makanan cair, sehingga overload cairan harus menjadi pertimbangan (misalnya dengan mengentalkan). • Dukungan nutrisi parenteral dipilih bila secara enteral nutrisi tidak mungkin

dilakukan, Umumnya digunakan pada pasien usia lanjut di rumah sakit yang dalam keadaan akut atau sakit berat (critically ill), dimana fungsi saluran cema terganggu atau terdapat kontraindikasi pemberian nutrisi enteral (seperti adanya perdarahan saluran cerna, pankreatitis, atau ileus). Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa dukungan nutrisi parenteral dilakukan untuk jangka panjang dan dilakukan di rumah atau fasilitas perawatan jangka-panjang lain. Saat ini telah banyak tersedia berbagai jenis dan komposisi zat nutrisi (kalori, asamamino, lipid, mineral/vitamin) dalam bentuk cairan parenteral. Penggunaan dukungan nutrisi parenteral memerlukan teknik khusus dan pemantauan yang ketat. Terapi lain • Pada pasien-pasien keganasan atau keadaan lain dimana terdapat anoreksia, dapat diberikan peningkat nafsu-makan (appetite stimulant) seperti megesterol asetat.

264

KOMPLIKASI Status imunitas menurun, pemulihan dari penyakit menjadi lambat.

PROGNOSIS Dubia

UNIT YANG MENANGANI Unit / Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Gizi Klinik.

UNIT TERKAIT Instalasi gizi, Bidang Keperawatan.

265

2.9

Wkosamadk

DEPRESI PENGERTIAN Depresi nierupakan Gangguan afektif yang ditandai adanya mood depresi (sedih), hilang minal, dan mudah ielah. Pada umumnya pasien datang ke klinik penyakit dalam dengan keluhan somaiik,

DIAGNOSIS GejalaA • Perasaan sedih (depresif)> tidak bisa menikmati hidup • Kurang atau tidak ada perhatian pada lingkungan • Mudah lelah Gejala B • Konsentrasi dan perhatian kurang • diri dan Harga kepercayaan diri kurang • Perasaan bersalah/tidak berguna • masa Pandangan depan suram/pesimis • Tidur terganggu • Nafsu makan kurang/bertambah Diagnosis ditegakkan apabila ada gejala-gejala tersebut dengan ataupun tanpa gejala

somatik. Derajat depresi: 1. Ringan; 2 gejala A dan 2 gejala B 2. Sedang; 2 gejala A dan 3 gejala B 3. Berat : 3 gejala A dan 4 gejala B

DIAGNOSIS BANDING Gangguan campuran ansietas dan depresi, ansietas, gangguan somatisasi, kelainan organ yang ditemukan (koinsidensi)

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fiingsi hati, urin lengkap AGD, K, Na, Ca, T3, T4, TSH, sesuai indikasi Foto toraks, bila perlu EKQ elektromiogram, elektroensefalogram, bila perlu Endoskopi", kolonoskopi, USG, bila perlu

TERAPI Nonfarmakologis: edukasi, reassurance, psikoterapi Farmakologis: • Antidepresan: maprotilin, amineptin; moklobemid; dan obat golongan SRRI seperti sertralin, paroksetin dan Iain-lain • Simtomatik, sesuai indikasi 269 Panduan Pelayanan Medik PAPDI

KOMPLIKASI Kurang / tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (bekerja), bunuh diri

PROGNOSIS Bonam

WEWENANG ■ •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT • •

RS pendidikan : Semua sub-bagian di lingkungan departemen ilmu penyakit dalam RS non pendidikan; -

R E F E RE N S I L

MudjaddidE, Shatri H. Depresi Berorientasi Organ. In: Simadibrata M. Setiati S, Alwi /, Matytwtoro, Gatu RA, Mansjoer A. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian flmu Penyakit Dalam

FKUI; 1999.p. 193-4. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsycho physiologic Reaction. 3'''� Edition. London 1957. 3. Diagnostic and statistical manual ofmental disorder. 4'� edition. American Psychiatric Assosiation. Washington 1994. 4. Carlson NR. Physiology of Behaviour. 4'� Edition. 1991. 5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances. In: McCann SM, Lipton JM, Sternberg EM, CHrousos GP, Gold PW, Smith CC editors. Annal o f New York Academy o f Sciences. 1998; 840. 2.

270

Wkosomatik

DISPEPSI FUNGSIONAL PENGERTIAN Dispepsi fungsional adalah perasaan dispepsia tanpa disertai adanya kelainan organik

DIAGNOSIS • • • • • •

Rasa sakit dan tidak enak di ulu hati Perih, mual, kembung, cepat kenyang , muntah, sering bersendawa, regurgitasi. Keluhan dirasakan terutama berhubungan / dicetuskan dengan adanya stres Berlangsung lama dan sering kambuh Sering disertai gejala gejala ansietas dan depresi Pemeriksaan endoskopi normal

DIAGNOSIS BANDING

• • •

Dispepsia oleh sebab organik misalnya ulkus peptikum, gastritis erosif dsb. Gangguan pada sistem hepato-bilier. Dispepsi yang disebabkan penyakit kronik lain misalnya Gagal ginjal, diabetes melitus dsb.

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG



Hb, Ht, leukosit, kreatinin, ureum, gula darah, tes flingsi hati, urin lengkap.

• • •

Radiologis : Foto lambung dan duodenum dengan kontras. Endoskopi Pemeriksaan laboratorium lain sesuai indikasi untuk menyingkirkan diagnosis banding

TERAPI •

• •

Simptomatik diberikan antasida, obat-obatan H2 antagonis, seperti: simetidin, ranitidin, famotidin; penghambat pompa proton seperti omeprazol dan obatobatan prokinetik. Bila jelas terdapat ansietas atau depresi diberikan ansiolitik atau anti depresan yang sesuai. Psikoterapi suportif dan psikoterapi perilaku.

KOMPLIKASI Dehidrasi bila muntah berlebihan, gangguan gizi.

PROGNOSIS Dubia ad Bonam

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam Panduan Pelayanan Medik PAPDI

271

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan: Divisi Gastroenterologi RS non pendidikan : -

REFERENSI 1. MudjaddidE. Sindrom Kolon Ihtabel. In :Simadibrata M, SetiaiiS, AlwiI, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUJ; I999.p. 197-8. 2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsychophysiologic Reaction. 3th Edition. London 1957. 3. Diagnostic and statistical manual o f mental disorder. 4'� edition. American Psychiatric Assosiation. Washington J994. 4. Carlson NR. Physiology of Behaviour 4'� Edition. 1991. 5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances. McCann SM, Upton JM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor. Annal of New York Academy o f Sciences. 1998;840.

212

ftakosomatik

SINDROM LELAH KRONIK PENGERTIAN Sindrom lelah kronik adalah rasa lelah yang berlangsung lama dan tidak hilang dengan istirahat tanpa penyebab organik yang jelas.

DIAGNOSIS





Gejala utama: rasa lelah kronis yang dirasakan terus menerus atau berulang. Rasa lelah bertambah bila melakukan aktivitas atau saat mengalami stres emosi dan tidak pulih sepenuhnya dengan istirahat. Gejala tambahan yang dapat menyertai ialah mialgia, sefalgia, nyeri sendi, nyeri tenggorok (faringitis), demam, limfadenopati terutama daerah leher atau aksila.

Juga didapatkan adanya gejala-gejala neuropsikologis seperti depresi, kecemasan, insomnia Gejala utama dalam 6 bulan atau lebih disertai minimal 4 gejala tambahan dan tidak didapatkan penyakit kronis lain yang spesifik.

DIAGNOSIS BANDING Chronic fatigue, fibromialgia, keganasan, infeksi kronis, penyakit autoimun, penyalahgunaan obat (drug abuse)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• •

Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik Pemeriksaan penunj ang sesuai dengan gej ala yang dominan dan bila diperlukan

untuk menyingkirkan diagnosis

TERAPI • • • •

Terapi simtomatik sesuai gejala yang dominan Antidepresan Latihan (rehabilitasi) psikis dan fisik Terapi penunjang lain, diet rendah lemak, vitamin, tidak merokok, tidak minum alkohol

KOMPLIKASi Isolasi sosial, tidak mampubekerja

PROGNOSIS Bonam

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

273

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS Pendidikan : Semua sub-bagian di lingkungan departemen ilmu penyakit dalam RS non pendidikan : -

REFERENSI: 1. MudjaddidE. ChronicFatiqueSyndrome. In: SimadibrataM, SetiatiS, Alwil, Maryantoro, Gani RA, MansjoerA, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; I999.p. 198-9. 2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsychophysiologic Reaction. 3th Edition. London 1957. 3. Diagnostic and statistical manual of mental disorder. 4'� edition. American Psychiatric Assosiation. Washington 1994. 4. Carlson NR. Physiology of Behaviour 4'� Edition. 1991. 5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances. McCann SM, Lipton JM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor. Annal of New York Academy o f Sciences. 1998; 840.

274

Rakosomatik

ANSIETAS PENGERTIAN Ansietas merupakan kecemasan yang berlebihan dan lebihbersifat subyektif. Pada umumnya pasien datang ke poliklinik penyakit dalam dengan keluhan somatik.

DIAGNOSIS 1. Perasaan cemas berlebihan, subyektif, tidak realistis 2. Terdapat keluhan dan gejala-gejala sbb: • Ketegangan motorik: kedutan otot, kaku, pegal, sakit dada, sakit persendian • Hiperaktif otonom: sesak napas, jantung berdebar, telapak tangan basah, mulut kering, rasa mual, mules, diare dan Iain-lain. • Bila ditemukan adanya kelainan organis pada umumnya keluhan tidak sebanding dengan kelainan organ yang ditemukan. • Kewaspadaan berlebihan dan daya tangkap berkurang : mudah terkejut, cepat tersinggung sulit konsentrasi, sukar tidur dan Iain-lain. 3. Aktivitas sehari-hari terganggu : kemampuan kerja menurun, hubungan sosial terganggu, kurang merawat diri, dan lain-lain.

DIAGNOSIS BANDING Gangguan campuran ansietas dan depresi, deptresi, gangguan somatisasi, kelainan organ yang ditemukan (koinsidensi)

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG

• •

Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi hati, urin lengkap Analisis gas darah, K, Na, Ca, T3, T4, TSH, sesuai indikasi

• • •

F oto toraks, bila perlu EKQ elektromiogram, elektroensefalogram, bila perlu Endoskopi, kolonoskopi, USG, bila perlu

TERAPI Nonfarmakologis : edukasi, reassurance, psikoterapi Farmakologis: • Benzodiazepin: Diazepam, Alprazolam, clobazam • Non benzodiazepim: Buspiron, penyekat beta bila gejala hiperaktivitas otonom menonjol x" • Simtomatik, sesuai indikasi

KOMPLIKASI Kurang/tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (bekerja).

PROGNOSIS Bonam Panduan Pelayanan Medik PAPDI

275

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT





RS Pendidikan : Semua sub-bagian di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS non pendidikan : -

REFERENSI 1. MudjaddidE, Shatri H. Ansietas Berorientasi Organ. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A,editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 1999.p. 192-3. 2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsychophysiologic Reaction. 3'�'' Edition. London 1957. 3. Diagnostic and statistical manual of mental disorder. 4'� edition. American Psychiatric Assosiation. Washington 1994. 4. Carlson NR. Physiology of Behaviour. 4'� Edition. 1991. 5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances. McCann SM, Upton JM, Sternberg EM. CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor Annal o f New York Academy o f Sciences. 1998; 840.

276

Mkosamatik

SINDROM HIPERVENTILASI PENGERTIAN Sindrom hiperventilasi adalah sesak napas disertai adanya takhipnu tanpa kelainan organik

DIAGNOSIS 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Sesak napas tidak khas Merasa adanya kekurangan udara sehingga harus menarik napas panjang Sering disertai adanya takhipneu dan rasa sempit di dada Kadang-kadang disertai adanya keluhan pada jantung Parestesi Badan terasa enteng, melayang, penglihatan kabur Gejala-gejala fisik lain yang tidak khas Kejang pada tangan dan kaki seperti keadaan histerik Adanya gangguan emosional terutama rasa takut Stresor psikososial

DIAGNOSIS BANDING Angina pektoris, terutama pada orang tua, proses lokal di otak, gangguan elektrolit dan asam-basa, hipoparatiroidisme, tetanus, ansietas panik,

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG

• • • •

Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fiingsi hati, urin lengkap AGD,K,Na,Ca Foto toraks, EKG, sesuai diagnosis banding Hormon paratiroid

TERAPI Nonfarmakologis: istirahat, psikoterapi suportif Farmakologis: 1. Sungkup dan oksigen nasal 2. Ansiolitik golongan benzodiazepin 3. Koreksi bila ada gangguan elektrolit dan asam-basa 4. Simptomatik sesuai keperluan

KOMPLIKASI Sesuai dengan penyakit organik yang menyertai

PROGNOSIS Bonam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

277

WEWENANG • •

RS pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT • •

RS Pendidikan: Divisi Pulmonologi, Kardiologi RS non pendidikan : -

REFERENSI 1. Shatri H. Sindrom Hiperventilasi. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, MansjoerA. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidangllmu Penyakit Dalam. Jakarta: Piisat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.p. 195-6. 2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsychophysiologic Reaction. 3'''� Edition. London 1957. 3. Diagnostic and statistical manual of mental disorder. 4''� edition. American Psychiatric Assosiation. Washington 1994. 4. Carlson NR. Physiology of Behaviour. 4'� Edition. 1991.Neuroimmunomodulation. : Molecular aspects, integrative system and clinical advances. McCann SM, Lipton JM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor. Annal of New York Academy of Sciences. 1998;840

278

Mkosomatik

NYERI PSIKOGENIK PENGERTIAN Nyeri psikogenik adalah keluhan nyeri yang penyebabnya bukan penyebab penyakit organik

DIAGNOSIS 1.

Adanya nyeri tanpa kelainan organik yang jelas, misalnya nyeri kepala, migren, mialgia, artralgia, kolik abdomen dll. 2. Stresorpsikososial (+) 3. Sering disertai adanya gejala-gejala depresi atau ansietas

DIAGNOSIS BANDING Nyeri organik sesuai dengan lokasi nyeri

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• •

Hb, Ht, leukosit, hitung jenis, urin lengkap Foto roentgen, EKG dll sesuai diagnosis banding nyeri organik

TERAPI Nonfarmakologis : istirahat, psikoterapi suportif dan psikoterapi perilaku Farmakologis: Analgetik, NSAID, antispasmodik, ansiolitik dan anti depresan simtomatik lain bila perlu, analgetik narkotik, obat yang menghambal saraf lokal

KOMPLIKASI Kurang/tidak mampu melakuk�n aktivitas sehari-hari (bekerja), bunuh diri

PROGNOSIS Bonam

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT



RS Pendidikan : Semua sub-bagian di lingkungan departemen ilmu penyakit dalam • RS non pendidikan: 279 Panduan Pelayanan Medik PAPDI

REFERENSI: 1. Shatri H. Nyeri Psikogenik. In Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1999:199-200. 2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical o f Psychophysiologic Reaction. 3th Edition. London 1957. 3. Diagnostic and statistical manual of mental disorder. 4'� edition. American Psychiatric Assosiation. Washington 1994. 4. Carlson NR. Physiology of Behaviour 4'� Edition. 1991. 5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances. McCannSM, Upton JM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor. Annal o f New York Academy of Sciences. 1998:840.

280

Rsikosamatik

SINDROM KOLON IRITABEL PENGERTIAN Sakit perut disertai gangguan buang air besar tanpa dijumpai kelainan organik

DIAGNOSIS • • • • • • • • •

Rasa nyeri/ tidak enak di perut disertai diare dan atau konstipasi Perut kembung yang tampak dengan jelasRasa nyeri di perut hilang setelah buang air besar Buang air besar lebih sering pada saat timbulnya rasa sakit Keluhan-keluhan psikis menonjol seperti gejala-gelaja ansietas atau depresi Feses lembek pada saat timbulnya rasa sakit Feses campur lendir dan tidak berdarah Penurunan berat badan tidak lebih dari 5% dalam satu tahun terakhir Pemeriksaan feses tidak ditemukan parasit Pemeriksaan barium enema maupun kolonoskopi normal

DIAGNOSIS BANDING • • •

Penyakit kolon inflamasi (kolitis) Laktosa intolerans Karsinoma kolon

PEMERIKSAAN PENUNJANG • • • •

Laboratorium rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi hati Faeses lengkap (cacing, amuba) Barium enema Kolonoskopi

TERAPI •

Diet tinggi serat untuk memperbaiki konstipasi, sedangkan laksatif diberikan

• • • •

bila perlu dan hanya dalam jangka pendek Untuk nyeri yang mengganggu dapat diberikan antispasmodik seperti mebeverin hidroklorid, atau obat-obat anti kolinergik Keluhan diare diobati dengan loperamid 2-4 mg empat kali sehari Bila gejala psikis menonjol diberikan ansiolitik atau anti depresan yang sesuai Psikoterapi suportif dan psikoterapi perilaku

KOMPLIKASI

• •

Rasa sakit yang sulit dikendalikan sehubungan faktor psikis yang menonjol Sosial: Kurang atau tidak mampu melakukan pekerjaan sehari-hari

PROGNOSIS Bonam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

281

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS Pendidikan : Semua sub-bagian di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS non pendidikan : -

REFERENSI l.

2. 3. 4. 5.

MudjaddidE. Sindrom Kolon Iriiabel In: Simadibrata M, SetiatiS, AlwiI, Maryantoro, Gani RA, MansjoerA. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1999:1978. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical o f Psychophysiologic Reaction. 3th Edition. London 1957. Diagnostic and statistical manual o f mental disorder. 4'� edition. American Psychiatric Assosiation. Washington 1994. Carlson NR. Physiology of Behaviour 4'� Edition. 1991. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances. McCann SM, LiptonJM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor Annal o f New York Academy of Sciences. 1998;840.

282

RsikDsomatik

PENYAKIT JANTUNG FUNGSIONAL (NEUROSIS KARDIAK) PENGERTIAN Penyakit jantung fungsional (neurosis kardiak) adalah kelainan dengan keluhan seperti penyakit jantung tanpa disertai kelainan organik

DIAGNOSIS



• • • •



Nyeri dada menyerupai 'angina pektoris' biasanya dicetuskan oleh suatu stressor tertentu Berdebar-debar/ palpitasi, sesak napas atau napas terasa berat Adanya keluhan-keluhan vegetatif seperti kesemutan, tremor, sakit kepala, tidak bisa tidur dsb. Terdapat keluhan psikis seperti rasa takut, risau/waswas, gelisah dsb. Keluhan-keluhan umum lainnya seperti pandangan mata gelap, berkunangkunang, lemas Stresorpsikososial (+). Pemeriksaan EKG, ekokardiografi maupun tes treadmil normal

DIAGNOSIS BANDING Penyakit jantung koroner (angina pektoris, infark miokard).

PEMERIKSAAN PENUNJANG Elektrokardiografi, ekokardiografi dan tes treadmil.

TERAPI • • •

Analgetik untuk rasa nyeri. Pemberian ansiolitik yang sesuai, biasanya untuk ansietas panik Psikoterapi suportif dan psikoterapi perilaku

KOMPLIKASI



Merasa memiliki penyakit jantung organik sehingga menghindari aktivitas/ kerja sehari-hari



Pada orangtua dengan faktor psikis yang menonjol dapat mencetuskan timbulnya penyakit jantung organik Timbulnya aritmia



PROGNOSIS Dubia ad Bonam

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

283

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Psikosomatik RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT • •

RS Pendidikan: Divisi Kardiologi RS non pendidikan : -

REFERENSI: Shatri H. Penyakit Jantung Fungsional (Functional Heart Disease). In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Ganl RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.p. 194-5. 2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical o f Psychophysiologic Reaction. 3th Edition. London 1957. 3. Diagnostic and statistical manual o f mental disorder. 4'� edition. American Psychiatric Assosiation. Washington 1994. 4. Carlson NR. Physiology ofBehaviour. 4'� Edition. 1991. 5. Neuroimmunomodulation. : Molecular aspects, integrative system and clinical advances. McCann SM, LiptonJM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor Annal ofNew York Academy o f Sciences. 1998:840. 1.

284

Infeksi

2.10 ALERGIIMUNOLOGI

AlergilmunolDgi

INFEKSI HIV/AIDS t PENGERTIAN Pasien dinyatakan terbukti terinfeksi HIV bila dari pemeriksaan penunjang

DIAGNOSIS Adanya faktor risiko penularan Diagnosis HIV: tes ELISA 3 kali raktif dengan reagen yang berbeda StodiumWHO: • Stadium 1; asimtomatik, limfadenopati generalisata • gtadium 2j - Beratbadanturun 10%

-

Diare yang tidak diketahui penyebab, >1 bulan Demam berkepanjangan (intermitena atau konstan), >1 bulan Kandidiasis oral Oral hairy leucoplakia Tuberculosis paru Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis) Stadium 4. HIV wasting syndrome Pneumonia Pneumocystis carinii Toksoplasma serebral Kriptosporidiosis dengan diare >1 bulan Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah bening (misalnya retinitis CMV) - Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan) atau viseral Progressive multifocal leucoencephalopathy Mikosis endemic diseminata Kandidiasis esofagus, trakea, dan bronkus - Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru Septikemia salmonela non-tifosa - Tuberkulosis ekstrapulmonar Limfoma - Sarkoma kaposi - Ensefalopati HIV



DIAGNOSIS BANDING Penyakit imunodefisiensi primer 287

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• ♦ • • • •

Anti-HIVELISA Anti-HIV Western Blot Antigen p-24 Hitung CD4 Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunistik.

TERAPI • • • • • • • •

Konseling Terapi suportif Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi oportunistik Terapi antiretrovirus kombinasi, efek samping dan penanganannya Vaksinasi pada peneerita HIV/AIDS Terapi pasca paparan HIV {post-exposure prophylaxis) Penatalaksanaan infeksi HIV pada kehamilan Penatalaksanaan koinfeksi HIV dengan hepatitis C dan hepatitis B

KOMPLIKASI Infeksi oportunistik, kanker terkait HIV, dan manifestasi HIV pada organ lain

PROGNOSIS Tergantung stadium penyakit

WEWE NANG • •

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan ; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam — Divisi Alergi-Imunologi RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan : Divisi Pulmonologi, Kardiologi, Tropik-Infeksi, ICUfmedical High Care, Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS RS non pendidikan: ICU

REFERENSI I. 2. 3.

Bartlett JQ Gallant JE. 2004 Medical Management o f HIV Infection. Maryland: John Hopkins University School ofMedicine, 2004. Goldman L, Ausiello D, editors. Cecil Textbook ofMedicine, 22"'� edition.Philadelphia: Saunders, 2004 WHO. Scaling up antiretroviral therapy in resource-limited settings: treatment guide¬ lines f o r a public heatlh approach, 2003 revision.

288 Alergilmunobgi

RENJATAN ANAFILAKSIS PENGERTIAN Renjatan anafilaksis adalah keadaan gawat damrat yang ditandai dengan (hipotensi) penurunan tekanan darah sistolik < 90 mmHg akibat respons hipersensitivitas tipe I (adanya reaksi antigen dengan antibodi Ig E)

DIAGNOSIS Hipotensi, takikardia, akral dingin, oliguria yang dapat disertai gejala klinis lain berupa: • Reaksi sistemik ringan : rasa geli/gatal serta hangat, rasa penuh di mulut dan tenggorokan, hidung tersumbat dan terjadi edema di sekitar mata, kulit gatal, mata berair, bersin-bersin, onset biasanya 2 jam setelah paparan antigen • Reaksi sistemik sedang; seperti reaksi sistemik ringan, ditambah spasme bronkus dan atau edema saluran napas, sesak, batuk, mengi, angioedema, urtikaria menyeluruh, mual, muntah, gatal, badan terasa hangat, gelisah, onset seperti reaksi anafilaktik ringan • Reaksi sistemik berat: terjadi mendadak, seperti reaksi sistemik ringan dan sedang yang ber ta m bah berat. Spasme bronkus, edema laring, suara serak, stridor, sesak napas, sianosis, henti napas. Edema dan hipermotilitas saluran

cerna sehingga sakit menelan, kejang perut, diare dan muntah. Kejang uterus, kejang umum. Gangguan kardiovaskular, aritmia jantung, koma

DIAGNOSIS BANDING Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, analisis gas darah, EKG

TERAPI A.

Untuk renjatan: 1. Adrenalin larutan 1: 1000, 0,3 - 0,5 ml subkutan/intramuskular pada lengan atas atau paha. Bila renjatan anafilaksis disebabkan sengatan serangga berikan suntikan andrenalin kedua 0,1 -0,3 ml pada tempat sengatan kecuali bila sengata di kepala, leher, tangan dan kaki. Terapi dapat dilanjutkan dengan infus adrenalin 1 ml (1 mg) dalam dekstrosa 5% 250 cc dimulai dengan kecepatan I ug/menit dapat ditingkatkan sampai 4 ug/menit sesuai keadaan tekanan darah. Hati-hati pada orang tua dengan kelainan jantung atau gangguan kardiovaskular lainnya. 2. Pasang tourniqet proksimal dari suntikan atau sengatan serangga, dilonggarkan 1-2 menit setiap 10 menit. 3. Oksigen bila sesak, mengi, sianosis 3-5 1/menit dengan sungkup atau kanul nasal 4. Antihistamin intravena, intramuskular atau oral.

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

289

Rawatpasien di ICU bila dengan tindakan di atas tidak membaik, dilanjutkan dengan terapi: 1. rVFD Dekstrosa 5% dalam 0,45% NaCl 2-3 1/ permukaan tubuh 2. Dopamin 0,3-1,2 mg/kg BB/jambila tekanan darah tidak membaik 3. Kortikosteroid 7-10 mg hidrokortison/kgBB intravena dilanjutkan 5 mg/kgBB tiap 6 jam, yang dihentikan setelah 72 jam. B. Bila disertai spasme bronkus maka pada pasien diberikan inhalasibeta-2 agonis. Jika spasme bronkus menetap aminofllin 4-6 mg/kg BB dilarutkan dalam NaCl 0,9% 10 ml diberikan perlahan-lahan dalam 20 menit, bilaperlu dilanjutkan dengan inflis aminofilin 0,2-1,2 mg/kgBB/j am. C. Bila disertai edema hebat saluran napas atas maka pada pasien dilakukan intubasi dan trakeostomi D. Pemantauan paling sedikit 24 jam

KOMPLIKASI Renjatan ireversibel, kegagalan multi organfailure

PROGNOSIS Tergantung organ yang terlibat dan beratnya gejala

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI • •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - DivisiAlergi-imunologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT • •

RS pendidikan : ICU / medical High Care RS non pendidikan : ICU

REFERENSI 1. DJauzi S. Syok anafilakiik. In: Subekti /, Lydia A, Rumende CM, Syam AF, Suprohaita, Mansjoer A, editors. Penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2000.p. 97-100. 2. Mahdi AD. Syok anafilaktik. Jn:Setiati S, Alwil, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.p. 8-10.

290 AlergilmunolDgi

ASMA BRONKIAL. PENGERTIAN Asma bronkiaL adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan obstruksi jalan napas yang dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan akibat hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang melibatkan sel-sel dan elemen selular terutama mastosit, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan epitel

DIAGNOSIS Episode berulang sesak napas, dengan atau tanpa mengi dan rasa berat di dada akibat faktor pencetus. Asma brokial dibagi menjadi: 1. Asma intermiten, gejala asma < 1 kali/minggu, asimptomatik, APE diantara serangan normal, asma malam < 2 kali/bulan, APE > 80%, variabilitas < 20% 2. Asma persisten ringan, gejala asma> I kali/minggu, < 1 kali/hari, asma malam > 2 kali/bulan, APE > 80%, variabilitas 20-30% 3. Asma persisten sedang, gejala asma tiap hari, tiap hari menggunakan beta2 agonis kerja singkat, aktivitas terganggu saat serangan, asma malam > 1 kali/ minggu, APE > 60% dan < 80% prediksi atau variabilitas > 30%) 4. Asma persisten berat, gejala asma terus menerus, asma malam sering, aktivitas terbatas, dan APE < 60% prediksi atau variabilitas > 30%). Asma eksaserbasi akut dapat terjadi pada semua tingkatan derajat asma

DIAGNOSIS BANDING Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium ; jumlah eosinofil darah dan sputum, foto toraks, spirometri, uji tusuk kulit (skin prick /e�//SPT), uji bronkodilator atas indikasi, uji provokasi bronkus atas indikasi, analisis gas darah atas indikasi TERAPI 1. Asma jntermitenltidak memerlukm obat pengendali 2. Asma persisten ringan memerlukan obat pengendali kortikosteroid inhalasi (500 ug BDP atau ekuivalennya) atau pilihan lainnya: teofilin lepas lambat, kromolin, antileukotrien. 3. Asma persisten sedang memerlukan obat pengendali bempa kortikosteroid inhalasi (200-1000 ug BDP atau ekuivalennya) ditambah dengan beta-2 agonis aksi lama (LABA) atau pilihan lain kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug BDP atau ekuivalennya) + teofilin lepas lambat atau kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug BDP atau ekuivalennya) + LABA oral atau kortikosteroid inhalasi dosis ditinggikan (> 1000 ug BDP atau ekuivalennya) atau kortikosteroid inhalasi 5001 OOOug BDP atau ekuivalennya)+ antileukotrien. 4. Asma persisten berat memerlukan kortikosteroid Inhalasi (> 1000 ug BDP atau ekuivalennya) + LABA Panduan Pelayanan Medik PAPDI

291

inhalasi + salah satu pilihan berikut: • teofil in lepas lambat • antileukotrien • LABA oral BDP= Budesonide propionat. Sedangkan untuk penghilang sesak pada pasien diberikan inhalasi beta-2 agonis kerja singkat tetapi tidak boleh lebih dari 3-4 kali sehari. Inhalasi antikolinergik, agonis beta-2 kerja singkat oral dan teofllin lepas lambat dapat diberikan sebagai pilihan lain selain agonis beta-2 kerja singkat inhalasi. Bila terjadi eksaserbasi akut maka tahap penatalaksanaannya sebagai berikut: 1. Oksigen 2, Inhalasi agonis beta-2 tiap 20 menit sampai 3 kali selanjutnya tergantung respons terapi awal 3. Inhalasi antikolinergik (ipatropium bromida) setiap 4-6 jam terutama pada obstruksi berat (atau dapat diberikan bersama-sama dengan agonis beta-2) 4. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan dosis 40-60 mg/hari setara prednison 5. Aminofilin tidak dianjurkan (bila diberikan dosis awal 5-6 mg/kgBB dilanjutkan infus aminofilin 0,5-0,6 mg/kg BB/jam) 6. Antibiotik bila ada infeksi sekunder 7. Pasien diobservasil l-3|iam kemudian dengan pemberian agonis beta-2 tiap 60 menit. Bila setelah masa observasi terus membaik, pasien dapat dipulangkan dengan pengobatan (3-5 hari) : inhalasi agonis beta-2 diteruskan, steroid oral diteruskan, penyuluhan dan pengobatan lanjutan, antibiotik diberikan bila ada indikasi, perjanjian kontrol berobat.

8. Bila setelah bbservasi l-2|iam tidak ada perbaikan atau pasien termasuk golongan risiko tinggi; pemeriksaan fisik tambah berat, APE (arus puncak ekspirasi) > 50% dan < 70% dan tidak ada perbaikan hipoksemia (dari hasil analisis gas darah) pasien harus dirawat. Pasien dirawat di ICU bila tidak berespons terhadap upaya pengobatan di unit gawat darurat atau bertambah beratnya serangan/buruknya keadaan setelah perawatan 6-12 jam, adanya penurunan kesadaran atau tanda-tanda henti napas, hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dengan kadar p 0 2 < 60 mmHg dan/atau pC02 > 45 mmHg walaupun mendapat pengobatan oksigen yang adekuat.

KOMPLIKASI Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung, Pada keadaan eksaserbasi akut dapat terjadi gagal napas dan pneumotoraks.

PROGNOSIS Tergantung beratnya gejala

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

292 AlergilmunolDgi

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Alergi-imunologi, Divisi Pulmonologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan : ICU / medical High Care RS non pendidikan: ICU

D�O-I

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

293

URTIKARIA KAREN A OBAT PENGERTIAN Urtikaria karena obat adalah kelainan kulit dan mukosa yang diinduksi obat berupa papul kemerahan yang cepat berubah menjadi lepuhan.

DIAGNOSIS Riwayat minum obat sebelumnya yang dapat menginduksi penyakit, misal: GAINS, sulfonamida, antikonvulsan, penisilin, dan tetrasiklin. Gejala prodromal berupa gejala radang saluran napas atas: demam, batuk, sakit kepala, malaise, nyeri menelan. Papul kemerahan yang cepat berubah menjadi lepuhan. Dalam beberapa hari terjadi erosi multipel pada membran mukosa, lepuhan, makula purpura. Daerah yang terkena lepuhan dan pelepasan kulit 10 gr% 313

Panduan Pelayanan Medik PAPDI • •

Infus cairan. Pengobatan infeksi sesuai penyebab Bila ada kelainan hemostasis diobati sesuai penyebabnya

KOMPLIKASI Syok hipovolemik, gagal gitijal akut, anemia karena perdarahan

P RO GN OS I S Dubia ad bonam

WEWENANG •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI



RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Gastroenterologi



RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan: Divisi Hematologi - Onkologi, Departemen Bedah Digestif, ICU / Medical High Care RS non pendidikan: ICU, Bagian Bedah

314

2.12 HEPATOLOGI

Hepatdogi

SIROSIS HATI PENGERTIAN Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya nekrosis, pembentukan jaringan ikat disertai nodul

DIAGNOSIS





Pemeriksaan fisik; stigmata sirosis ( palmar eritema, spider nevi) vena kolateral dinding perut, ikterus, edema pretibial, asites, splenomegali Laboratorium: rasio albumin dan globulin terbalik

DIAGNOSIS BANDING Hepatitis kronik aktif

PEMERIKSAAN P E N UN JA N G (DPL, SGOT,SGPT, fosfatase alkali, albumin, kolin esterase, PT, seromarker hepati¬ tis), USG, biopsi hati, endoskopi saluran cema bagian atas, analisis cairan asites

TERAPI • • • •

Istirahat cukup Diet seimbang (tergantung kondisi klinis) Roboransia Mengatasi komplikasi

KOMPLIKASI Hipertensi portal, peritonitis bakterial spontan, hematemesis melena, sindrom hepatorenal, gangguan hemostasis, ensefalopati hepatikum

PROGNOSIS Dubia ad malam

WEWENANG • •

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan: Divisi gastroenterologi, hematologi-onkologi dan Departemen Bedah digestif RS non pendidikan : Departemen Bedah

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

HEPATOMA

317

PENGERTIAN Hepatoma merupakan tumor ganas hati primer

DIAGNOSIS



• •

Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas Pemeriksaan fisik: hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata penyakit hati kronik. Laboratorium: peningkatan AFP, PIVKAII, fosfatase alkali USG: lesi fokal/ dilus di hati

DIAGNOSIS BANDING Abses hati

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG • • •

AFP, PIVKA II, fosfatase alkali, SGOT, SGPT, seromarker hepatitis USG: lesi fokal/ difus CT scan, biopsi hati

TERAPI • • • •

Pembedahan/reseksi tumor (bila tumor mengenai 1 lobus, ukuran < 3 cm) Injeksi etanol perkutan dengan tuntunan USG (bila tumor < 3 buah, ukuran < 3 cm, tumor yang residif pasca reseksi hati, tumor residual pasca embolisasi) Transplantasi hati Kemoembolisasi pada a. hepatika

KOMPLIKASI Ensefalopati hepatikum, ruptur tumor spontan, hematemesis melena, kegagalan hati

PR OG NO S I S Malam

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan ; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan: Divisi gastroenterologi, hematologi-onkologi dan Departemen Bedah digestif RS non pendidikan; Departemen Bedah

318 HqBtologi

HEPATITIS VIRUS AKUT

PENGERTIAN Hepatitis virus akut inflamasi hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama < 6 bulan

DIAGNOSIS

• • •

Anamnesis; mual, malaise, anoreksia, urin berwama gelap Pemeriksaan fisik: ikterus, hepatomegali Laboratorium; ALT dan AST meningkat > 3 kali normal

DIAGNOSIS BANDING Hepatitis akibat obat, hepatitis alkoholik, penyakit saluran empedu, leptospirosis

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG Laboratorium: SGOT, SGPT, fosfatase alkali, bilirubin, seromarker (IgM anti HAV, HBsAg, IgM anti HBc, anti HCV, Ig M anti HEV)

TERAPI Tirah baring, diet seimbang, pengobatan suportif

KOMPLIKASI Hepatitis fulminan, kolestasis berkepanjangan, hepatitis kronik

PROGNOSIS Bonam

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan: Divisi gastroenterologi, hematologi-onkologi dan Departemen Bedah digestif RS non pendidikan: Departemen Bedah

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

HEPATITIS VIRUS KRONIK

319

PENGERTIAN Hepatitis virus kronik adalah suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati

DIAGNOSIS

• • • • •

Anamnesis; umumnya tanpa keluhan Pemeriksaan fisik: bisa ditemukan hepatomegali Laboratorium: petanda virus hepatitis B atau C positif USG: hepatitis kronik Biopsi hati: peradangan dan fibrosis pada hati

DIAGNOSIS BANDING Perlemakan hati

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG

• • •

pemeriksaaan laboratorium seperti pada hepatitis akut USG hati Biopsi hati

TERAPI Hepatitis B kronik: lamivudin Hepatitis C kronik: interferon a + ribavirin

KOMPLIKASI Sirosis hati, karsinoma hepatoselular

PROGNOSIS 20% akan berkembang menjadi sirosis hati

WE WENANG • •

RS pendidikan: Dokter SpesiaUs Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

320

H�tologi

ABSES HATI

PENGERTIAN Abses hati adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi amuba atau bakteri

DIAGNOSIS

• • • • •

Anamnesis; demam, perasaan nyeri perut kanan atas Pemeriksaan fisik: ikterus, hepatomegali yang nyeri tekan, nyeri tekan perut kanan atas Laboratorium: leukositosis, gangguan fungsi hati USG: rongga dalam hati Aspirasi: pus (+)

DIAGNOSIS BANDING Hepatoma, kolesistitis, tuberkulosis hati, aktinomikosis hati

PEMERIKSAAN P EN U N JA NG DPL, SGPT, bilirubin, serologi amuba; USG, kultur cairan pus

TERAPI • •



Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein Pada abses amuba: metronidazol 4 x 500-750 mg/hari selama 5-10 hari. Pada abses piogenik: antibiotika spektrum luas atau sesuai hasil kultur kuman. Pada abses campuran: kombinasi metronidazol dan antibiotika Drainase cairan abses terutama pada kasus yang gagal dengan terapi konservatif atau bila abses berukuran besar (> 5 cm)

KOMPLIKASI Ruptur abses (ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit), perdarahan dalam abses, sepsis

PROGNOSIS Bonam

WE WE NAN G • •

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT TERKAIT



RS pendidikan; Departemen Bedah digestif

321



RS non pendidikan: Departemen Bedah

322 Hepatologi

KOLESISTITIS AKUT

PENGERTIAN Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakterial akut yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan

DIAGNOSIS

• •

• •

Anamnesis: nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke daerah skapula kanan, demam. Pemeriksaan fisik ; Teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tandatanda peritonitis lokal, tanda Murphy (+), ikterik biasanya menunj ukkan adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik Laboratorium: leukositosis USG: penebalan dinding kandung empedu, sering ditemukan pula sludge atau batu

DIAGNOSIS BANDING Angina pektoris, infark miokard akut, apendisitis akut retrosaekal, tukak peptik perforasi, pankreatitis akut, obstruksi intestinal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• •

Laboratorium: DPL, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, bilirubin, kultur darah USGhati

TERAPI • • • • •

Tirah baring Puasa sampai nyeri berkurang / hilang Pengobatan suportif(antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan mengoreksi kelainan elektrolit) Antibiotika parenteral Kolesistektomi bila diperlukan

KOMPLIKASI Gangren / empiema kandung empedu, perforasi kandung empedu, fistula, peritonitis umum, abses hati, kolesistitis kronik

PROGNOSIS Bonam

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

323 Panduan Pelayanan Medik PAPDI

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS pendidikan: Departemen Bedah digestif RS non pendidikan: Departemen Bedah

324 Hepatobgi

PERLEMAKAN HEPATITIS NONALKOHOLIK

PENGERTIAN Perlemakan hepatitis non alkoholik merupakan suatu sindrom klinis dan patologis akibat perlemakan hati, ditandai oleh berbagai tingkat perlemakan, peradangan dan fibrosis pada hati

DIAGNOSIS

• • • •

Anamnesis: rasa mengganjal di perut kanan atas Pemeriksaan fisik: kelebihan berat badan, hepatomegali USG: gambaran bright liver Biopsi hati : ditemukan perlemakan hati, peradangan lobulus, kerusakan hepatoselular, hialin Mallory dengan atau tanpa fibrosis.

DIAGNOSIS BANDING Hepatitis virus kronik

PEMERIKSAAN PE NUNJA NG



Laboratorium: gula darah, profil lipid, SCOT, SGPT, fosfatase alkali, gamma GT, seromarker hepatitis, ANA, anti ds DNA Biopsi hati

TERAPI Mengoreksi faktor risiko (penurunan berat badan, kontrol gula darah, memperbaiki profil lipid dan olah raga)

KOMPLIKASI Sirosis hati

PROGNOSIS Bonam

WEWENANG • •

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi RS non pendidikan: Bagian Imu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT 325

BAB III PANDUAN PROSEDUR TINDAKAN PAPDI

3.1 KARDIOLOGI Kardiologi

KARDIOVERSI PENGERTIAN Kardioversi adalah upaya konversi secara elektrik pada aritmia atrial atau ventrikular memakai DC {Direct Current) shock yang synchronized dan DC shock nonsynchronized yang juga disebut defibrillation. Saat kejutan yang synchro¬ nized yaitu pada awal gelombang T kira-kira 30 ms sebelum apeks gelombang T.

TUJUAN Menghentikan aritmia yang mengancam menjadi irama sinus yang normal

INDIKASI

• • •

Fibrilasi ventrikular, fluter atrial atau fibrilasi atrial yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan tak responsif dengan terapi farmakologis Takikardia supraventrikular yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan tak responsif dengan obat antiaritmia atau manuver vagal Takikardia ventrikular yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan tak responsif dengan obat antiaritmia.

KONTRAINDIKASI

• • • •

Fibrilasi atrial kronik pada stenosis mitral atau regurgitasi mitral dan tirotoksikosis Fibrilasi atrial dengan slow ventricular rate Hipokalemia Keracunan digitalis

PERSIAPAN 1. Penjelasan seperlunya kepada pasien dan keluarga 2. Alat kardioversi dan monitor jantung berfungsi baik 3. Sebaiknya puasa untuk menghindarai regurgitasi/asfiksia 4. Pemakaian digitalis dihentikan 1 -2 hari sebelum tindakan 5. Kadar elektrolit serum harus optimal 6. Oksigen terpasang 7. Premedikasi meperidin 100 mg atau diazepam 5 mg IV

P R O S E D U R TINDAKAN •

Fluter atrial dimulai dengan dosis 20 Joule bila gagal diulang memakai 50 atau lOOJoule, Fibrilasi atrial diawali dengan dosis 100 Joule bila gagal bisa 200-300 Joule. Sehari sebelumnya pasien diberi kuinidin oral tiap 6 jam kadangkala obat ini diperlukan untuk jangka waktu lama. Prokainamid dapat dipakai bila pasien tak toleran dengan kuinidin. Takikardia supraventrikular 10 Joule biasanya efektif. 100 Joule hampir selalu efektif Fibrilasi ventrikular dosis awal 200joule bila gagal segerapakai 360 Joule.



• •

331

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

PENILAIAN

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASl

• •

Bradiaritmia atau asistol sehitigga perlu disiapkan atropin, isoproterenol, dan pacu janlung sementara. Takiaritmia ventrikular atau fibrasi ventrikular, pasien perlu dimonitor kira-kira 8 jam pasca tindakan.

WEWENANG •



RS Pendidikan : Internist cardiologist / Cardiologist PPDS Penyakit Dalam / Kardiologi yang sedang / sudah melalui Divisi Kardiologi dengan konsultasi kepada konsultan Divisi Kardiologi RS Non Pendidikan ; Internist

UNIT YANG MENANGANI

* •

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam / Divisi Kardiologi RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam / Kardiolog

UNIT TERKAIT

REFERENSI Gitnmvwtg I. Kardioversi hi: Sumaryono, Ahvi I, Sudnyo AlV. Simadihruta M, Setiati S, Guni RA. Mamjoer A, editors. Prosedur Tindakan Di Bidon}� Penyakii Dalam. Jakarta : Pusat hiformasi dun Penerbifan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001 p. 149-50.

332

Kardiologi

KATETERISASI JANTUNG DAN ANGIOGRAFI KORONARIA PENGERTIAN Kateterisasi jantung adalah tindakan memasukkan kateter ke dalam arteri arteri atau vena perifer sampai ke jantung untuk mendapatkan gambar arteri koronaria dan niang jantung, juga untuk mengukur tekanan ruang jantung dan pembuluh darah (hemodinamik kardiak). Angiografi koroner adalah tindakan menyuntikkan kontras ke dalam arteri koronaria untuk memvisualisasikan dan membuat gambar arteri koronaria dan cabang-cabangnya untuk keperluan diagnostik serta perencanaan strategi pengobatan lanjut.

TUJUAN • • •

mendapatkan gambar arteri koronaria dan ruang jantung mengukur Ickanan mang janlung dan pembuluh darah (hemodinamik kardiak). mein visuaiisasikan dan mcmbuai gambar arteri koronaria dan cabang-cabangnya untuk keperluan diagnosiik serta perencanaan strategi pengobatan lanjut.

INDIKASI



Dugaan penyakit jantung koroner :

-

-



• • • • • • •

angina awitan baru angina pektoris tidak stabil evaluasi preoperative tindakan bedah mayor

iskem\2L silent

positive ETT

atypical chest pain

Infarkjantung: - angina pasca infark, - kegagalan trombolisis - renjatan - defek septum ventrikel - ruptur m. papilaris.

Sudden cardiac death

Penyakit katup jantung Penyakit jantung bawaan Diseksi aorta Perikarditis konstriktif dan tamponade Kardiomiopati Persiapan dan pasca transplantasi jantung

KO NTRA IND IK ASI Kontraindikasi absolut: fasilitas dan peralatan laboratorium yang tidak memadai Kontraindikasi relatif: • Gagal jantung yang belum terkontrol,

333 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI • • • • • • • • • •

Tekanan darah tinggi, dan Aritmia Penyakit serebrovaskular (kurang dari 1 tahun) Demam atau infeksi yang belum diketahui penyebabnya Ketidakseimbangan elektrolit Anemia dan perdarahan gastrointestinal Kehamilan Pengobatan dengan antikoagulan (diatesis hemoragik yang sudah diketahui) Pasien yang tidak kooperatif Intoksikasi obat (digitalis, fenotiazin)

PERSIAPAN Bahan dan alat: • Unit kateterisasi yang terdiri dari fluoroskopi U, atau C arm, meja kateterisasi, dan monitor TV • Alat perekam data flsiologis (EKG, tekanan intrakardiak, transduser, kertas perekam dan Iain-lain) • Injektor kontras • Defibrilator dan perlengkapan resusitasi kardiopulmonar {Air Viva 0 2 dan obatobat emergens i) • Perlengkapan tindakan operasi steril Pasien: • Identifikasi pasien dan izin operasi dengan penerangan tujuan, cara dan risiko

• •

Puasa 4-6 jam sebelum kateterisasi, obat-obat penting diteruskan. Profilaksis antibiotik. Resume klinis, laboratorium, EKG, foto dada, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya: - Riwayat alergi, obat-obatan yang digunakan saat ini Pemeriksaan j asmani - Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium: Hb, leukosit, - Ureum, kreatinin, masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial, natrium, kalium dan gula darah - Bila mendapat insulin diberikan hanya setengah dosis - Foto dada - EKG istirahat maupun hasil test treadmill. Bila ada, hasil ekokardiografi atau hasil kateterisasi sebelumnya

PROSEDUR TINDAKAN 1. 2. 3. 4 5.

Kateterisasi dilakukan di ruang kateterisas Memasang pemantau EKG Infus emergensi tangan kiri Premedikasi; petidin 25 mg IM, antistin 1 ampul IM Proteksi radiasi (apron Pb lebal 0,50 mm atau yang seiara menutup badan sampai lutut dan leher) bagi operator atau pada pasien hamil serta badge pengukur radiasi yang diperiksa setiap bulan 6. Aseptik dan antiseptik serta prosedur steril seperti pada tindakan operasi (bagi

334

Kardiolo g i

operator maupun pasien) 7. Pungsi pembuluh darah atau arteriotomi untuk akses pembuluh darah. Pungsi vena/arteri dengan jarum perkutan dengan teknik Seldinger paling sering dilakukan. Guidewire dimasukkan ke dalam pembuluh darah melalui jarum pungsi disusul oleh sheat. Heparin 2500 - 5000 unit disuntikan melalui sheat ke dalam pembuluh darah. Kateter dapat dimasukkan dalam pembuluh darah dengan mudah dan aman melalui sheat. Arteri/vena femoralis paling sering digunakan, namun pembuluh brachialis atau radialis juga dapat digunakan. Arteriotomi dan venaseksi (membuka arteri dan vena serta menjahit kembali) saat ini sudah jarang dilakukan 8. Pengukuran tekanan intrakardiak, pengambilan sampel saturasi darah dan penyuntikkan kontras pada proyeksi tertentu 9. Evaluasi hasil sementara kateterlsasi 10. Setelah dianggap cukup maka sheat dicabut, melakukan hemostatik dan pembalut untuk mencegah perdarahan. 11. Mengisi formulir hasil sementara dan instruksi pasca kateterisasi yang berisi: • Istirahat di tempat tidur (tidak menggerakkan daerah • kateterisasi selama 8 jam), • Tekanan darah dan nadi setiap 15 • menit selama 4 jam, dan selanjutnya setiap jam • selama 8 jam, • Hipotensi biasanya disebabkan oleh diuresis akibat kontras. • Takikardia akibat perdarahan harus dilaporkan pada operator. * Periksa adanya hematoma pada pembuluh yang mengalami pungsi, hilangnya denyut nadi pada bagian distal

• •

Ekstremitas yang dingin bisa karena trombus, spasme atau vasokonstriksi. Bila ada trombus dapat diberi aspirin 325 mg dan heparin bolus 5000 U dilanjutkandrip 1000 U/jam. • Bila ada iskemia ekstremitas, perlu intervensi bedah vaskular. • Mencatat produksi urin (sekitar 3 0 ml/j am) 12. Menyimpulkan hasil akhir kateterisasi dan mendiskusikannya dengan pasien

PENILAIAN

L A M ATI N D A K A N

K OM P L IK AS I Kematian, infark jantung, strok, aritmia ventrikel yang serius, trombosis, perdarahan yang memerlukan transfusi, pseudoaneurisma, diseksi aorta, perforasi jantung, tamponad, reaksi kontras, anafilaksis/nefropati, reaksi protamin, infeksi, gagal jantung, reaksi vasovagal

335 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

WEWENANG •



RS Pendidikan : Internist-cardiologist dengan keahlian khusus dan didampingi oleh tim kateterisasi yang terdiri dari dua-tiga perawat terlatih dan seorang penata rontgen.PPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi Kardiologi: mempersiapkan danmembantupelaksanaan. RS Non Pendidikan : Internist /YjdiX&ioXog yang telah mempunyai sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Kardiologi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam/Kardiologi

UNIT TERKAIT

REFERENSI Panggabean M. Kateterisasi Jantung Kiri dan Kanan dan Angiografi Koronaria. Dalam : Sumaryono, Alwi 1, Sudoyo AW. Simadihrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedur Tindakan Di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Jnformasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001. p. 151-61

336

Kardiologi

PACU JANTUNG SEMENTARA P E N G E RTI A N Pacu jantung sementara merupakan teknik memberikan rangsangan listrik pada jantung kanan dengan elektroda endokardial perkutan

TUJUAN • •

Terapeutik Diagnosis penatalaksanaan siaga pada infark miokard akut, kateterisasi jantung dan tindakan bedah.

INDIKASI Terapeutik • Bradikardia simptomatik pada kondisi: sick sinus syndrome, fibrilasi atau fluter atrial dengan blok AV derajat tinggi, blok AV total • Takikardia simptomatik pada takikardia ventricular intermitem, fibrilasi ventrikular intermiten yang memerlukan obat-obatn yang potensial menimbulkan bradiaritmia. • Malfungsi pacu jantung permanen • Sinkop sinus karotis Diagnostik • Penelitian fungsi jaras His • Penelitian fungsi nodus SA • Identifikasi ritme pada analisis aritmia

Indikasi pencegahan dan penatalaksanaan siaga : • Infark miokard akut dengan kondisi; asistol, bradikardia simptomatik, BBB bilat¬ eral, blok fasikular baru atau tidak tergantung usia (RBBB dengan LAFB atau LPFB) dengan blok AV derajat satu, Blok AV derajat dua Mobitz tipe II • Selama operasi dengan kondisi; bradikardia berat (frekuensi jantung < 40 kali/ menit), bradikardia sinus (frekuensi jantung < 60 kali/menit) dengan penurunan respons nodus S A treadmill test dan/ atau atropin IV (laju sinus meningkat < 90 kali/menit setelah bolus SA 1 mg IV), Blok AV Mobitz II atau blok AV total, blok fasikular kronik yang dihubungkan dengan sinkop, angina tidak stabil atau infark miokard akut.

KONTRAINDIKASI Masa perdarahan dan pembekuan yang memanjang

P E R S I A PAN 1. 2. 3. 4.

Periksa EKG dan foto dada Periksa hitung trombosit, PT dan APTT Pasang IV line Jelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien termasuk risiko penyulit serta informed consent

337 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI 5. 6. 7. 8. 9.

Akses vena: jalur femoral: jarum Potts-Coumand, set kateter, scalpel nomor 11, klem mosquito. P Pacemaker : elektroda pacu bipolar (5-7 F) dan generator, fluoroskopportable dan lead aprons Desinfektan dan duk steril : solusio antiseptik, sarung tangan steril, masker, tutup kepala, dan kasa steril Anestesi: lidokain (1% 10 ml, siring 10 ml dan jarum 23 G Resusitasi: defibrillator, oksigen

PROSEDUR TINDAKAN 1. Pasien pada posisi telentang dengan kaki sedikit abduksi 2. Identifikasi anatomi vena femoralis yang akan dilakukan pungsi vena. Letaknya medial dari A. femoralis dan sekitar 1 atau 2 inchi di bawah lipat inguinal. 3. A dan antisepsis daerah pungsi dan sekitamya 4. Anestesi kulit dan jaringan subkutan sekitar tempat pungsi 5. Lakukan pungsi vena. Buat insisi kecil pada kulit dengan pisau skapel nomor 11. Masukkan jarum Potts-Coumand dengan membentuk sudut 60 derajat. Aspirasi untuk memastikan daerah vena 6. Kanulasi vena dengan menggunakan teknik seldinger 7. Masukkan elektroda pacu jantung 8. Alur posisi fluoroskopi mengikuti elektroda. Kateter terus didorong sampai vena kava inferior kemudian masuk atrium kanan. Selanjutnya kateter akan melalui permukaaan atas katup trikuspid dan masuk ke ventrikel kanan. 9. Hubungkan elektroda distal dengan bagian negatif generator dan elektroda proksimal dengan bagian positif generator. 10. Tentukan threshold (ambang) pacu jantung. Nilai threshold adalah miliamper terendah dimana pacu jantung akan pace. Setelah wire pada posisinya maka : Tahap 1: set miliamper pada 5 mA.

-

Tahap 2: Putar mode pacu jantung tetap pada rate lebih tinggi dari rate pasien Tahap 3: putar miliamper turun 1 maA sampai iramapacing hilang. Kemudian miliamper dinaikkan sampai timbul irama pacing. Level ini menunjukkan ambang. - Tahap 4: set mA 2 kali ambang 11. Buat dokumen EKG 12 sadapan untuk melihat gambaran LBBB; jika terlihat gambaran RBBB berarti posisi elektroda tidak tepat

PENILAIAN

LAMA TINDAKAN

338

Kardiologi

KOMPLIKASI Infeksi, flebitis, emboli udara, hidrotoraks, pneumotoraks, perforasi mikokard, kegagalan pacing (pacingfailwe) dislokasi lead endokardial, stimulasi diafragma

WEWENANG •



RS Pendidikan : Internist-cardiologist dengan keahlian khusus dan didampingi oleh tim kateterisasi yang terdiri dari dua-tiga perawat terlatih dan seorang penata rontgen.PPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi Kardiologi: mempersiapkan dan membantu pelaksanaan. RS Non Pendidikan : Internist / Cardiologist yang telah mempunyai sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam / Divisi Kardiologi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT



Bedah vaskular, Pulmonologi bila terjadi komplikasi

REFERENSI Harun S. Alwi I. Rasjidi K. Pacu Jantung Semefitara. Dalam : Sumaryono, Ahvi I, Sudoyo A W. Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedur Tindakan Di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbifan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2001. p. 162-5.

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

339

PERIKARDIOSENTESIS (PUNGSI PERIKARD) P E N G ERTI A N Perikardiosentesis (pungsi perikard) adalah tindakan aspirasi eflisi perikard

TUJUAN • •

Konfirmasi dan mencari etiologi Terapi

INDIKASI Efusi perikard

KONTRAINDIKASI Masa perdarahan dan pembekuan yang memanjang

P E R S I A PAN 1, Penjelasan kepada pasien tentang tujuan, cara dan risiko tindakan disertai in¬ form consent. 2. Pemeriksaan PT, APTT 3. EKG 4. Xilocain 2% 5. Spuit 20 atau 50 ml 6. Jarum pungsi nomor 16-18 7. Trokar

PROSEDUR TINDAKAN

� 1. Pasien disandarkan pada sadapan dengan sudut 45 2. Dilakukan dengan ekokardiografi untuk melihat posisi cairan perikard. 3. Dilakukan a dan antiseptis pada lokasi pungsi (sudut antara prosesus sifoideus dengan arkus iga kiri atau sela iga 5, kira-kira 2 cm medial dari perkusi pekak atau sela iga 5 atau 6 garis sternal kiri atau sela iga 4 kanan, kira-kira 1 cm medial dari perkusi pekak, sela iga 5—6 garis sternal kanan atau sela iga 7-8 belakang, garis 4. 5.

6.

7. 8.

midskapula kiri) Anestesi dengan xilokain 2% atau prokain 2% di lokasi pungsi Jarum nomer 16-18 dihubungkan dengan spuit 20-50 ml dihubungkan dengan EKG (sadapan prekordial) melalui aligator atau hemostat, diarahkan ke � posterosefalad, membentuk sudut 45 dengan permukaan dinding dada Jarum ditusukkan dengan mantap 2-4 cm sampai terasa tahanan. Bila jarum pungsi menembus perikard dan kontak dengan otot jantung akan timbul elevasi segmen ST (injury) dan ekstrasistol ventrikel dengan amplitude linggi. Bila hal ini terjadi, maka jarum pungsi harus ditarik sedikit dan diarahkan ke tempat lain. Apabila cairan perikard , dapat dipakai trokar yang lebih besar. Pada pungsi di sela iga depan diusahakan agar tusukan jarum tepat di atas iga

340 Kardiologi agar terhindar dari arteri interkostal yang berada tepat dibawah iga yang berada di atasnya. 9. Apabila tidak diperoleh cairan yang mengalir,jarum ditarik perlahan-lahan dan ditusuk kembali ke arah Iain atau lebih dalam sedikit. Hindarkan tusukan yang tiba-tiba, kasar, atau pemindahan arah tusukan secara kasar. 10. Perubahan arah tusukan harus dilakukan secara perlahan-lahan tapi konstan sambil diisap secara kontinyu. Pada aspirat berdarah sering sulit dibedakan dengan tusukan intraventrikula oleh karena itu periksa hematokrit, mekanisme pembekuan cairan aspirat dan darah arterial bersamaan. Bisa juga diperiksa analisis gas darah

PENILAIAN

LAMATINDAKAN

KOMPLIKASI Laserasi dinding ventrikel, pneumotoraks, laserasi arteri mammaria interna

WEWENANG •



RS Pendidikan: Internist-cardiologist dengan keahlian khusus dan didampingi oleh tim kateterisasi yang terdiri dari dua-tiga perawat terlatih dan seorang penata rontgen.PPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi Kardiologi: mempersiapkan dan membantu pelaksanaan. RS Non Pendidikan : Internist / Cardiologist yang telah mempunyai sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI



RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam / Divisi Kardiologi



RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT • •

RS Pendidikan: Divisi Pulmonologi dan Departemen Bedah / Toraks RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Bedah, Pulmonologi

REFERENSI IsmailD, Panggabean MM. Perikarditis.. Dalam: NoerS, WaspadjiA, Rachman M, Lesmana LA, WidodoD, IsbagioH, etal, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta, BalaiPenerbit FKUI1996:p.1077-81.

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

341

MANAJEMEN PERIOPERATIF PADAOPERASI NONKARDIAK PENGERTIAN Manajemen perioperatif pada operasi nonkardiak adalah usaha untuk menilai, memonitor dan memperbaiki kondisi jantung sebelum, saat maupun setelah operasi nonkardiak guna mengurangi risiko operasi terhadap jantung

TUJUAN • • •

• • •

Mengevaluasi status kesehatan pasien terkini Membuat rekomendasi tentang evaluasi, manajemen dan risiko masal ah jantung selama periode operasi Memberikan profil risiko klinik sehingga pasien, dokter, anestesiologi, dan ahli bedah dapat membuat keputusan penatalaksanaan yang berpengaruh pada jantung Jangka pendek maupun jangka panjang Identifikasi pemeriksaan dan strategi penalataksanaan yang paling sesuai untuk mengoptimalkan perawatan pasien Memberikan pengkajian risiko jantung jangka pendek dan jangka panjang Menghindari pemeriksaan yang tidak perlu

INDIKASI Operasi nonkardiak

KONTRAINDIKASI

PERSIAPAN

Penilaian preoperative 1. Anamnesis untuk menilai riwayat penyakit 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan EKG 4. Pengkajian; • Identifikasi kelainan jantung yang serius : penyakit jantung koroner (misal infark miokard akut dan angina pektoris, gagal jantung, aritmia simptomatik, adanya pacemaker atau defibrilator yang ditanam, atau riwayat intolerasi ortostatik, adanya anemia. • Menilai berat penyakit, stabilitas penyakit dan terapi sebelumnya • Kapasitas fungsional • Usia • Kondisi komorbid (diabetes melitus, penyakit pembuluh darah perifer, disfungsi ginjal, dan penyakit para kronik) • Tipe operasi ; (prosedur vaskular dan prosedur yang lama, prosedur sulit dada, perut, kepala dan leher risiko lebih tinggi) 342 5,

Kardiolo gi

Pengkajian tentang prediktor klinik peningkatan risiko kardiovaskular perioperatif (infark miokard, gagal jantung, kematian) Mayor: • Sindromkoronertakstabil Infark miokard akut atau recent dengan bukti risiko iskemia yang penting baik simptommaupun pemeriksaan non invasif - Angina tak stabil atau angina berat {Canadian Clas III atau IV • Gagal j antung dekompensata • Aritmia bermakna • BlokAVderajat tinggi • Aritmia ventrikular simptomatik dengan dasar • penyakit jantung • Aritmia supraventrikular dengan rate vetrikel yang tidak terkontrol. • Penyakit katup berat Intermediate: • Angina pektoris ringan {Canadian Class I atau 11) • Infark miokard lama diketahui dengan anamnesis atau adanya Q patologis • Gagal jantung sebelumnya atau kompensata • Diabetes melitus (terutama yang tergantung insulin) • Insufisiensi ginjal Minor : • Usia lanjut • EKG abnormal (LVH, left bundle-branch block, abnormalitas ST-T) • Irama selain sinus (misal fibrilasi atrial) • Kapasitas fungsional yang rendah (misal : tidak mampu memanjat tangga dengan tas punggung) • Riwayat strok • Hipertensi sistemik tidak terkontrol

6.

Pengkajian stratiflkasi risiko jantung untuk prosedur operasi nonkardiak Tinggi (risiko jantung yang dilaporkan selalu > 5%) • Operasi mayor emergensi (terutama pada usia lanjut) • Operasi aorta atau operasi pembuluh darah besar lainnya • Operasi pembuluh darah perifer • Prosedur operasi yang diantisipasi memanjang sehubungan dengan hilangnya darah dan atau pergantian cairan dalam jumlah besar Intermediate (Risiko jantung yang dilaporkan < 5%) • Endarterektomi karotis • Operasi leher dan kepala • Operasi intratoraks dan intraperitoneal • Operasi ortopedi • Operasi prostat

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

343

Rendah (Risikojantungyang dilaporkanumumnya < 1%) • Prosedur endoskopi • Prosedur superfisial • katarak Operasi • Operasi payudara 7. Penilaian kapasitas fungsional Dengan memperkirakan energi yang dibutuhkuan untuk berbagai aktivitas IMET • Merawat diri • Makan, berpakaian, menggunakan toilet • Berjalandalamrunah • Berjalan satublok atau dua tingkat dengan kecepatan 3,2 sampai 4,8 km per jamatau2-3 mph 4 MET • Bekerja di sekitar rumah seperti mencuci atau membersihkan debu 4 MET • Memanjat tangga atau berjalan ke bukit • Berjalan datar dengan kecepatan 4 mph atau 6,4 km per jam • Bekerja berat di rumah seperti membersihkan lantai atau mengangkat atau menggerakkan fumitur yang beratlkut serta dalam aktivitas rekreasi yang sedang seperti golf, bowling, dansa, tenis ganda atau melempar bola basket atau bola sepak bola >10 MET • Ikut dalam olahraga seperti berenang, tenis tunggal, sepak bola, bola basket, atau ski Risiko jantung dan jangka panjang perioperatif meningkat pada pasien yang tidak dapat mencapai 4 MET pada waktu kebanyakan aktivitas normal seharihari

P R O S E D U R TINDAKAN



Tahap 1. Apakah operasi nonkardiak merupakan sesuatu yang urgensi? Jika keadaan emergensi maka tidak ada waktu untuk evalusi jantung preoperatif. Stratifikasi risiko postoperatif sesuai untuk pasien yang tidak dinilai sebelumnya, Tahap 2. Apakah pasien menjalani revaskularisasi koroner 5 tahun terakhir ? Jika ya dan jika status klinik tetap stabil tanpa gejala rekuren/tanda-tanda iskemia, uji jantung lebih jauh secara umum tidak dibutuhkan. Tahap 3. Apakah pasien telah menjalani evaluasi koroner 2 tahun terakhir? Jika risiko koroner telah dikaji secara adekuat dan penemuannya memuaskan, biasanya tidak diperlukan uji ulang kecuali pasien mempunyai pengalaman perubahan atau gejala baru iskemia koroner sejak evaluasi sebelumnya. Tahap 4. Apakah pasien mempunyai sindrom koroner tak stabil atau risiko prediktor klinik mayor? Ketika operasi nonkardiak elektif dipertimbangkan, adanya penyakit koroner tak stabil, gagal jantung dekompensasi, aritmia simtomatik, dan atau penyakit jantung katup yang berat biasanya menunda operasi sampai masalah teridentifikasi dan diobati







344 Kardiologi •







Tahap 5. Apakah pasien mempunyai risiko prediktor klinik intermediate? Ada atau tidak adanya infark miokard sebelumnya dari riwayat atau EKG, angina pektoris, gagal jantung terkompensasi atau gagal jantung sebelumnya, kreatinin preoperatif > 2 mg/dl, dan atau diabetes melitus membantu untuk menstratifikasi risiko kejadian koroner perioperatif lebih jauh lagi. Pertimbangan kapasitas fungsional dan tingkat risiko operasi spesifik memberi pendekatan rasional untuk mengidentifikasi pasien untuk mencapai manfaat dari uji noninvasif yang lebih jauh. Tahap 6. Pasien tanpa prediktor risiko klinik mayor tapi intermediate dan kapasitas fungsional moderat atau baik dapat menjalani operasi risiko intermediate dengan sedikit risiko kematian atau infark miokard perioperatif Sebaliknya, uji noninvasif selalu dipertimbangkan untuk pasien dengan kapasitas fungsional yang buruk atau moderat tapi operasi risiko lebih tinggi, terutama untuk pasien dengan 2 atau lebih prediktor risiko intermediate. Tahap 7. Operasi non kardiak umunya aman untuk pasien tanpa prediktor risiko klinik mayor atau intermediate dan kapasitas fungsional moderat atau baik (4 METs atau lebih). Uji tambahan mungkin dipertimbangkan secara individual untuk pasien tanpa petanda klinik tapi kapasitas fungsionalnya buruk yang terpajan dengan risiko operasi yang lebih tinggi, terutama untuk mereka dengan beberapa prediktor risiko klinik minor yang dijadualkan menjalani operasi vaskular. Tahap 8. Hasil uji noninvasif dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan uji tambahan preoperatif dan pengobatan. Pada beberapa pasien dengan CAD, risiko intervensi koroner atau operasi koreksi jantung mungkin mendekati atau melebihi risiko operasi nonkardiak. Pendekatan ini sesuai, meskipun tidak secara signifikan memperbaiki prognosis jangkapanjang.

PENILAIAN

L A M ATI N D A K A N

K OM PL I KA S I

• • •

Bradiaritmia atau asistol sehingga perlu disiapkan atropin, isoproterenol, dan pacu jantung sementara. Takiaritmia (TV atau FV) Emboli (Pasien perlu dimonitor kira-kira 8 j am pasca tindakan)

WEWEMANG • •

RS Pendidikan : Internist-cardiologist dan PPDS Penyakit Dalam . RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT YANG M EN A N G A N I • •

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Kardiologi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

345 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

UNIT TERKAIT



Tiap Departemen / Bagian / Divisi pelaksana operasi: Bedah, Kebidanan, THT, Bedah Saraf dll.

R E F E RE N S I Eagle KA, Berger PB, Calkins H, Chaitman BR, Ewy GA, Fleischmann KE, et al Perioperative Cardiovascular Evaluation For Cardiac Surgery Update. A Report of the American College of Cardiology/American HeartAssociation Task Force on Practice Guidelines (Committee to Update the 1996 Guidelines on Perioperative Cardiovascular Evaluation for Noncardiac Surgery)

346 Kardiologi

PERCUTANEUS TRANSLUMINAL CORONARY ANGIOPLASTY P E N G E RTI A N Percutaneus transluminal coronary angioplasty adalah Tindakan revaskularisasi koroner di mana lesi stenotik dilebarkaii dengan menggunakan balon

TUJUAN Melebarkan lesi stenotik dengan menggunakan balon

INDIKASI







Single vessel disease : angina persistcn, kapasitas jasmaninya rendah, tidak dapat bekeija normal, dibutuhkan pengobatan polifamiasi jangka panjang Multivessel disease : gejala sinitomatik dengan angina kelas II-IV yang tak dapat dikontrol dengan obat-obatan atau bila pasien tidak dapat mentoleransi obat - Bila tidak mempunyai keluhan, indikasi bila ada daerah iskemia miokardium luas (dengan tes non invasii") disenai salah satu dari : iskemia berat pada tes noninvasif, pasca resusitasi henti janiung aiau takikardia venihkel tanpa adanya infark, pasien hams menjalani operasi nonkardmk risiko tinggi, adanyu riwayat infark jantung, hiperiensi dan depresi ST pada EKG Sindrom koroner akut, temiasuk infark janiung akut

KONTRAINDIKASI

• •

• •

Alergi zat kontras, aspirin Kardiovaskular: gagal janHmg beral (syok kardiogenik akibal infark jantung akutkadang-kadang juslru nierupakan indikasi), hipertensi berat. aritmia mayor, seperti takikardia ventrikei yang berulang, takikardia airium dengan respons ventrikcl cepat. Diabetes mellitus berat tak terkontrol Gangguan elektrolit; hipokalemia, hiponatremia

• • • • •

Gastrointestinal; hepatitis akut, perdarahan saluran cema Hematologi: trombositopenia < 50000/dl, leukositosis tanpa sebab jelas, Hb < 10 g/dl) Neurologis : penyakit serebrovaskular dalam 2-4 bulan Renal; gagal ginjal Sistemik: infeksi bakterial, demam tanpa sebab yang jelas

Persiapan • Evaluasi adanya indikasi dan kontraindikasi • Laboratorium rutin : darah lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit, gula darah,. • EK.G dibuat pada liari yang sama sebelum Percutaneus Transluminal Coronary

Angioplasty (PICA) 347 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI • • •

Bila ada kecurigaan gagal jantung atau kelainan paru perlu dibuat foto dada Film angiografi terakhir hams dinilai sebelum menentukan slrategi tindakan Aspirin dan tiklopidin diberikan minimal 3 hari sebelum tindakan.

PROSEDUR TINDAKAN L Akses pembuluh darah dapat melalui arteri femoralis atau radialis 2. Akses melalui arteri brakhialis jarang dilakukan 3. Heparin (150 U/kgBB) diberikan inlravena atau intraarteri dan selanjutnya diberikan tiap jam 2500 U untuk mempertahankan nilai ACT > 300 detik 4. Pemasangan alat pacu jantung sementara tidak rutin dilakukan dan dilakukan bila dikhawatirkan akan terjadi penyulit gangguan hantaran atrioventrikular yang berat 5. Melalui kateter (guiding catheter) dimasukkan kawat penuntun {giudewire) melewati lesi. Dipilih balon dengan diameter sesuai dengan pembuluh yang akan didilatasi. Balon dikembangkan dengan alat indeflator sampai stenosis terbuka 6. Balon dikempiskan dan ditarik. Dinilai dengan penyuntikan kontras, apakah dilatasi telah cukup 7. Bila hasil masih suboptimal atau terjadi diseksi dapat dilakukan dilatasi ulang atau dipasang stent 8. Pada akhir lindakan harus diyakini bahwa pasien secara klinis stabil dan angio¬ gram memperlihatkan hasil optimal dengan stenosis residual < 20%, aliran lancar, tak ada diseksi bermakna atau trombus. 9. Selama tindakan PTCA, nitrat atau verapamil dapat diberi intrakoroner bila diperlukan. Abciximab dapat diberikan pula 10. Pasca tindakan pasien dipantau di ICCU, minimal sehari. 11. Sheath ditarik pada hari yang sama bila waktu pembekuan darah nonnal atau ACT kurang dari 150 detik. 12. Heparin tidak rutin diberikan pasca PTCA. Tiklopidin dibeirkan terutama bila dilakukan pemasangan stent 13. Aspirin diberikan seterusnya bila tidak ada kontraindikasi 14. Obat-obat antiiskemik seperti nitrat dan antagonis kalsium umumnya diberikan, kecuali bila ada kontraindikasi obat-obat tersebut, Bila tidak ada penyulit pasien dipulangkan 2 hari pasca PTCA.

PENILAIAN

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASI

• •

Bila ada nyeri dada berulang, teliti apakah hal tersebut bukan angina dan juga apakah ada perubahan EKG Hipotensi karena : dehidrasi, perdarahan, obat-obatan (nitrat, sedatif, antagonis kalsium), tamponade jantung sekali), infark jantung akut akibat oklusi

348

• • • • • • • •

Kardiolo gi

akut pembuluh yang didilatasi atau sepsis. Insufisiensi ginjal akut Fistula AV Pseudoaneurisma Hematoma Oklusi trombotik Diseksi Gangguan neurologis Infeksi

WE WENANG



RS Pcndidikan : Intenmt-caniiologist/cardiologist dengan keahlian khusus dan didampingi oleli limPTCA. PPDS Penyakit Dalam / Kardiologi yang sedang / sudah melalui Divisi Kardiologi: mempersiapkan dan iiiembantu pelaksanaan. RS Non Pendidikan : Internist/ Cardiologist yang lelah mempunyai sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan : Departemen Penyakit Dalam Divisi Kardiologi RS Non Pendidikan: Bagian Penyakit Dalam / Kardiologi

UNIT TERKAIT



Bedah Jantung

REFERENSI Santoso T. Pemasangan Stent Infrakoroner. In: Sumatyono, Alwi /, Sudoyo A W. Simadibrata M. Sefiati S, Gani RA, MansjoerA, editors. Prosedur Tindakan Dt Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: Pitsat Injhnnasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 200}. p. 1668.

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

349

TES TREADMILL P E N G E RTI A N Tes treadmill merupakan salah satu modalitas noninvasif yang digunakan unluk menilai pasien dengan dugaan atau terbukti menderita penyakit jantung.

TUJUAN Memperkirakan prognosis dan menentukan kapasitas fungsional.

INDIKASI

• • •



Untuk diagnosis penyakit jantung koroner. Penilaian risiko dan prognosis pada pasien dengan gejala atau riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya. Pada pasien dengan IMA untuk menilai prognosis, toleransi aktivitas, evaluasi terapi medis dan rehabilitasi jantung. Evaluasi pasien dengan gejala berulang yang disertai iskemia pasca revaskularisasi.

KONT RA INDIKASI Absolut: • Infark miokard akut. • Angina pektoris tidak stabil yang belum stabil dengan terapi medis • Aritmia yang tidak terkendali yang menyebabkan keiuhan atau gangguan hemodinamik. • Stenosis aorta berat simtomatik. • Gagal jantung simtomatik yang belum terkendali. Emboli paru akut atau infark paru, • Miokarditis atau perikarditis akut. • Diseksi aorta akut. Relatif: • Stenosis arteri koroner "left main ". • Penyakit jantung katup stenotik moderat. • Gangguan elektrolit, • Hipertensi berat. • Bradiaritmia dan takiaritmia,

• •

Kardiomiopati hipertropik dan bentuk obstruksi "outflow tract Penurunan fisik dan mental yang menyebabkan ketidakmampuan melakukan latihan secara adekuat. Blok AV derajat tinggi.



350

Kardiologi

PERSIAPAN

• • • •

Pasien tidak makan atau merokok sekurang-kurangnya 2 jam sebelum tes. Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan kontraindikasi tes. Menanyakan obat-obat yang masih diminum. EKG 12 standar pasien terlentang dan berdiri sebelum dilakukan tes.

P R O S E D U R TINDAKAN 1. Perekaman elektrokardiografi dilakukan sebelum, selama dan setelah tes tread¬ mill diakhiri 2. Sebelum tes treadmill, perekaman EKG dilakukan pada pasien dengan posisi tidur, posisi yang sesuai dengan posisi saat tes treadmill, dan setelah pasien diminta untuk bemapas dalam dan cepat (hiperventilasi). 3. Selama tes treadmill gambaran EKG diambil melalui osiloskop, sedangkan perekamannya dikerjakan 10-30 detik terakhir dari setiap beban tes treadmill, setelah tes treadmill diakhiri, dan dalam interval-interval tertentu selam 6 menit berikutnya atau setelah abnormalitas menghilang. 4. Biasanya minimal dikerjakan 1 perekaman baku dengan exploring electrode diletakkan di posisi V5, sedangkan reference electrode disesuaikan dengan posisi listrikjantung. 5. Indikasi penghentian tes Absolut: Tekanan darah sistolik turun (menetap di bawah baseline) walaupun dengan peningkatan beban latihan. • Nyeri dada angina baru atau meningkat. • Gejala susunan saraf pusat (pusing, hampir sinkop, ataksia). • Tanda perfusi perifer menurun (sianosis atau pucat). • A ri ti mi a serius ( v e n t r ik u l a r derajat tinggi seperti mu lt i fo r m,

• •

triplet, danVT/SVT). Kesulitan teknis dalam pemantauan EKG atau tekanan darah sistolik. Pasien minta berhenti.

Relatif: • Perubahan ST atau QRS seperti perubahan segmen ST > 3-4 mm, depresi junctional atau perubahan aksis QRS. • Peningkatan rasa tidak enak di dada. • Lelah, sesak napas, wheezing. • Target HR 100% sudah tercapai.

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASI • • •

Penurunan tekanan darah. Angina sedang sampai berat. Pusing, sinkop sebagi akibat peningkatan gejala sistem saraf. 351

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI • • • • •

Sianosis atau pucat, Takikardia ventrikular, Aritmia. Gangguan konduksi. Iskemia miokard,

WEWENANG • •

RS Pendidikan : dokter spesialis penyakit dalam/PPDS Penyakit Dalam yang sudah melalui Divisi Kardiologi dengan supervisi dari konsultan kardiovaskular RS Not! Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT ICCU

REFERENSI : }.

2.

Sugiri. Elektrokardiografi Pada Uji Latih Jantung. In: Noer S, Waspadji A, Rachaman M.Lesmana LA, WidodoD, IsbagioH, etal, editors. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid I. edisi ketiga. Jakarta, Balai Penerbit FKUI; 1996. p.934-8. Chaitman Exercise Stress Testing. In : Braunwald E, eds. Heart Disease, 6'� ed.

352

3.2 PULMONOLOGI

Pulmonologi

PUNGSI CAIRAN PLEURA P E N G ERTIA N Pungsi cairan pleura adalah tindakan aspirasi cairan pleura dari rongga pleura dengan jarum perkutan (= torakosentesis)

TUJUAN Diagnostik efusi pleura atau terapeutik / drainase.

INDIKASI Efusi pleura

K ON TRA INDIKASI Keadaan sepsis

P E R S I A PAN 1. Menerangkan prosedur lindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga, indikjLsi, dankomplikasi yangmungkin timbul, sertakemungkinanyang akan lerjadi bila tidak dilakukan prosedur tersebut. 2. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga menigisi dan menandatangani surat ijin tindakan.

3. Pme riksaan hemodinamik (tekanandarah.nadi, frekuensipemapasan,siihu). 4, Menentukan lokasi cairan pleura dengan klinis dan radiologis. Efusi pleura yang sedikil diperiksa foio loraks lateral dekubiius, bila mungkin dengan ullrasonografi yang lebih baik mcmbedakan cairan yang mengambang bebas dan lerlokulasi. 5. Menyediakan alat dan bahan yang diperlukan; Lidocain 2 % ampul (4 ampul), Spuit (5 ml, 20 ml, 50 ml), Abocath no 16 G / no 14 G, three way, dan blood set.

PROSEDUR TINDAKAN 1. Pasien berada dalam posisi duduk tegak, kedua lengan ke depan, sebaiknya kepala dan kedua lengan ditopang meja. 2. Lokasi yang akan dipungsi diperiksa ulang dan diberi tanda dengan pen. Lokasi harus bebas dari penyakit lokal. Untuk efusi yang besar, lokasi pungsi ialah di satu iga di bawah batas atas perkusi pekak, di linea aksilaris posterior atau media. Pendapat lain ialah di sela iga VI atau VII linea aksilaris posterior atau media. Pada efusi yang kecil, sebaiknya dengan dibimbing USG 3. Menggunakan sarung tangan steril. 4. A dan antisepsis daerah kulit di atas efusi pleura. 5. Bila aspirasi diagnostik hanya akan mengambil sedikit cairan, anestesi lokal umumnya tidak diperlukan. Pada pasien yang tidak gemuk, digunakan jarum untuk pungsi vena ukuran 21-G dengan syringe 50 ml. 6. Jarum ditusukkan tegak lurus terhadap dinding dada, sedikit superior dari tepi atas tulang iga (= di bagian bawah ruang inter-kosta) untuk menghindari berkas neurovaskular. Seraya menusukkan jarum, dilakukan penghisapan dengan syringe sampai cairan pleura teraspirasi. Lalu ujung jarum.diarahkanke inferior.

355 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI 7. Bila volume cairan lebih besar akan dikeluarkan, digunakan anestesi lokal ( Lidocaine 2 % 2-4 ml), three-way Zap, dan kanul inlravena (Abocath) 16-G, 8. Luka bekas pungsi ditutup kassa steril yang ditetesi iodium povidone (Betadine). 9. Contoh cairan dikirim untuk pemeriksaan analisis cairan pleura, sitologi, mikrobiologi sesuai indikasi. 10. Hemodinamik dimonitor sesuai dengan banyaknya cairan yang diambil, dan reaksi tubuh pasien terhadap prosedur.

LAMA TINDAKAN Tergantung tujuan dan volume cairan: untuk diagnostik : 5 menit, terapeutik : 15-60 menit

KOMPLIKASI Pneumotoraks, hemotoraks, edema paru re-ekspansi (terutama bila drainase terlalu cepat, dan > 1 L cairan dikeluarkan pada satu saat), emboli udara

WEWENANG •



RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Pulmonologi .PPDS Penyakit Dalam tahap I dengan pengawasan PPDS tahap II atau III atau supervisor RS Non Pendidikan ; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan : Departemen Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi, Departemen Pulmonologi RS Non Pendidikan; Bagian Penyakit Dalam, Pulmonologi

UNIT TERKAIT • •

RS Pendidikan : Departemen Radiologi / Radiodiagnostik, Departemen Bedah / Bedah Toraks RS Non Pendidikan : Bagian Radiologi, Bedah

REFERENSI 1.

2. 3.

4.

5. 6.

Rosenbluth DB. Pleural Effusions: Nonmalignant and Malignant. Jn Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR. Senior RM (eds). Fishman s Pulmonary Dis¬ eases and Disorders.S"' ed. New York: McGraw-Hill; 2002.p. 487-506. Colt HQ Mathur PN. Manual of Pleural Procedures. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; J999.p. 155-161. Light RW. Disorders of the Pleura, Mediastinum, and Diaphragm. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison's Principles o f Internal Medicine. 15'� ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 1513-6. Woodcock A, Viskum K. Pleural and other investigations. In Brewis RAL, Corrin B, Geddes DM. Gibson GJ (eds). Respiratory Medicine. 2"'� ed. London: WB Saunders; 1995.p. 383-91. Karlinsky JB, Lau J, Goldstein RH. Decision making in Pulmonary Medicine. Philadel¬ phia: BC Decker; 1991 .p. 12-3. Sahn SA. Pleural diseases. In American College o f Chest Physicians. 11''� National ACCP Pulmonary Board Review. Illinois: ACCP,1996:243-53.

Pulmonologi

BIOPSI ASPIRASI JARUM HALUS P E N GERTIA N Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) ataufine needle aspiration biopsy (FNAB) adalah pengambilan material jaringan kelenjar getah bening untuk dilakukan pemeriksaan sitologi dan mikrobiologi. Kelenjar getah bening yang dimaksud di sini ialah kelenjar getah bening (KGB) daerah submandibula, leher, atau supraklavikula.

TUJUAN Mengambil bahan jaringan kelenjar getah bening untuk pemeriksaan sitologi dan mikrobiologi.

INDIKASI Pembesaran kelenjar getah bening di daerah submandibula, leher, supraklavikula, dengan kecurigaan kelainan paru yang berhubungan dengan KGB tersebut.

KONTRAINDIKASI • •

Mutlak : tidak ada, Relatif; gangguan koagulasi berat,

P E R S IA PAN Persiapan pasien; 1. Pemeriksaan DPL, masa perdarahan, masa pembekuan

2. Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul, 3. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga menandatangani surat ijin tindakan. 4. Dilakukan pemeriksaan hemodinamik (TD, nadi, frekuensi pemapasan, suhu). 5. Pasien diminta untuk buang air besar/kecil sebelum mulai tindakan Bahan dan alat: 1. Jarumsuntikukuran23G atau25G 2. Syringe 2,5 mL atau 5 mLtanpajarum 3. Kaca obyek 3 buah 4. Kasa steril 5. Larutan povidon iodine 6. Sarung tangan steril

PROSEDUR TINDAKAN 1. Memakai sarung tangan Steril 2. Daerah benjolan/KGB, dan sekitamya, dibersihkan dengan kasa steril yang telah dibasahi dengan antiseptik, secara sentrifugal 3. Benjolan difiksasi dengan tangan kiri ( bila pemeriksa merupakan pengguna tangan kanan ). 357

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI 4. Jarum tanpa syringe ditusukkan ke benjolan dari pinggir ke tengah benjolan, 5. Setelahjarum masuk, ditarik sedikit lalu ditusukkan lagi ke arah kiri dan kanan arah sebelumnya, kira-kira 3-7 kali tusukan 6. Jarum ditarik keluar sambil menutup lubang pangkal jarum 7. Syringe tanpa jarum mengaspirasi udara bebas 8. Jarum dipasangkan kepada syringe 9. Dekatkan ujung jarum ke tengah kaca obyek, lalu disemprotkan ( syringe dikosongkan) 10. Kaca obyek yang ada bahan aspirasi ditempelkan kepada kaca obyek bersih, sehingga didapatkan 2 buah kaca obyek dengan bahan aspirasi 11. Kedua kaca obyek dibiarkan mengering di udara, lalu diberi tanda identitas dan segera dikirim ke laboratorium 12. Bekas luka tusukan jarum ditutup dengan kasa steril yang telah dibubuhi cairan antiseptik

LAMA TINDAKAN 5-10 menit

KOMPLIKASI Perdarahan

WEWENANG •



RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Pulmonologi .PPDS Penyakit Dalam tahap I dengan pengawasan PPDS tahap II atau III atau supervisor RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi, Departemen Pulmonologi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi

UNIT TERKAIT • •

RS Pendidikan: Patologi Anatomi, Mikrobiologi RS Non Pendidikan: Bagian Patologi Anatomi, Mikrobiolgi

REFERENSI Syafei S, Prayogo N. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH). In: Sumaryono, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedur Tindakan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;i999.pJ03~4.

358 Pulmonologi

PLEURODESIS P E N G ERTI A N Penyatuan permukaan pleura viseralis dan parietalis, secara permanen dengan cara kimiawi, mineral, atau mekanik. Pleurodesis disebut jugapleural sclerosis.

TUJUAN 1. 2.

Mencegah berulangnya efusi pleura, Menghindari torasentesis berikutnya, menghindari diperlukannya insersi chest tube berulang, 3. Terapi simptomatisjangka panjang, 4. Menghindari morbiditas yang berkaitan dengan efiisi pleura atau pneumotoraks berulang ( trapped lung, atelektasis, pneumonia, insufisiensi respirasi, tension pneumothorax ), 5. Meningkatkan kualitas hidup dan aktitvitas kehidupan sehari-hari.

INDIKASI 1. Efusi pleura keganasan atau non-keganasan yang cepat berulang walaupun telah dilakukan torasentesis volume besar, atau tidak respons terhadap terapi sistemik. Kandidat ideal mempunyai tingkat tampilan yang memuaskan ( skor Karnofsky > 40 ), memiliki perkiraan kesintasan > 3 bulan, dan menunjukkan perbaikan gejala setelah thoracentesis sebelumnya. 2. Pneumotoraks spontan atau sekunder yang berulang, atau pneumotoraks pertama kali pada pasien dengan risiko tinggi untuk rekurens atau dimana pneumotoraks berikutnya dapat mengakibatkan morbiditas atau mortalitas yang

bermakna

KONT RA INDIKASI 1. Pasien dengan perkiraan kesintasan < 3 bulan, 2. Tidak ada gejala yang ditimbulkan oleh efusi pleura, 3. Pasien tertentu yang masih mungkin membaik dengan teerapi sistemik ( kanker mammae, dll), 4. Pasien yang menolak dirawat di RS atau keberatan terhadap rasa tidak nyaman di dada karena slang torakostomi, 5. Pasien dengan re-ekspansi paru yang tidak sempuma setelah pengeluaran semua cairan pleura ( trapped lung ),

P E R S I A PAN •

Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul, Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga mengisi dan menandatangani surat ijin tindakan. Foto toraks dilakukan sebelum pleurodesis untuk memastikan bahwa paru-paru telah mengembang sepenuhnya. Mediastinum dilihat untuk menilai tekanan pleura pada sisi efusi dan kontra lateral,

• •

359 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI • * • * *







Bila memungkinkan dilakukan bronkoskopi sebelum pleurodesis untuk menilai adakah obstruksi di bronkus yang memerlukan radioterapi alau terapi laser. Anamnesis dan pemeriksaan fisik ulang Dilakukan pemeriksaan hemodinamik (tekanan darah, nadi, frekuensi pemapasan, suhu ). Hasil laboratoriuin dilihat ulang Insersi chest tube bila belum terpasang. Semua cairan pleura dibiarkan keluar sampai habis, atau produksi cairaii m�ikt�imal 100 cc per 24 jam. Idealnya slang berada pada posisi posterior-inferior. Alat-alat: Klem chest tube 2 buah, catheter tip syringe (60 mL ) 1 buah, mangkuk steril 1 buah, sarung tangan steril, drape/duk steril, kassa steril, Bahan-bahan: Larutan povidon-iodine, 10 ampul lidocaine 2 %, 1 ampul pethidin 50 mg, cairan NaCl 0,9 % steril, Bahan sclerosing ( salah satu ): Agen sitotoksik: bleomisin 40 80 unit, atau mitoxantron 30 mg (20 mg/m-), dicampurdengan30- lOOmL NaCl 0,9%, - Tetrasiklin dan turunannya: tetrasiklin 1.000 mg (35 mg/kgBB) atauminosiklin 300 mg (7 mg/kgBB) atau doksisiklin 500 - 1.000 mg, dicampur dengan 30 100 mL NaCl 0,9 % dan 20 mL lidokain 2 %, - Talk: 3- 10 gbubuk talk steril dilarutkandalam lOOmLNaCl 0,9 % steril. Talc disterilkan dengan radiasi sigma atau dalam autoclave dengan suhu 270''F. Bubuk dimasukkan dalam kolf NaCl 0,9 %, dikocok , lalu dituang dalam mangkuk steril.

P R O S E D U R TINDAKAN



Tindakan dilakukan di ruangan pasien.

• • • • • • • • • • •

Dipasang jalur infus NaCl 0,9 % Disiapkan Posisi pasien setengah lateral dekubitus pada sisi kontra-lateral (sisi yang ada chest tube berada di atas), tempatkan handuk di antara pasien dan tempat tidur Petidin 50 mg IM, 15-30 menit sebelum memasukkan zat pleurodesis Chest tube di-klem dengan 2 klem, lalu dilepaskan dari adaptor / WSD Klem dibuka sesaat, agar paru sedikit kolaps dalam rongga pleura Lidokain 2 % 20 mL diinjeksikan melalui chest tube, kemudian klem kembali dipasang. Posisi pasien diubah-ubah agar merata di seluruh permukaan pleura Dengan menggunakan teknik steril, agen sclerosing dicampur dengan larutan salin di mangkuk steril. Campuran diaspirasi dengan syringe Syringe dipasangkan pada chest tube, kedua klem dibuka, larutan diinjeksikan melalui chest tube. Bilas dengan NaCl 0,9 % Pasien diminta bemapas beberapa kali agar larutan tertarik ke rongga pleura Klem segera dipasang kembali dan chest tube dihubungkan dengan adaptor / WSD Hindari suction negatif selama 2 jam setelah pleurodesis. Pasien diubah-ubah posisinya ( supine, decubitus lateral kanan-kiri) selama 2 jam, lalu klem dicabut. - 20 Rongga pleura dihubungkan dengan suction bertekanan cmH�O

360 Pulmonologi •

Pasca tindakan: - Dilakukan foto toraks AP ulang untuk meyakinkan reekspansi paru, bila perlu setiap hari - Awasi tanda vital Monitor drainase chest tube harian - Monitor kebocoran udara - Perban diganti tiap 48 j a m - Kendalikan nyeri dengan analgetik - Bila perlu spirometri insentif - Mobilisasi bertahap, cegah thrombosis vena dalam Pertimbangkan mencabut chest tube bila drainase pleura harian < 100 mL atautidak terlihat lagi fluktuasi pada botol WSD

LAMA TINDAKAN ±3 jam

KOMPLIKASI

• • • • • •

Nyeri Takikardia, takipnea, pneumonitis atau gagal napas (terutama setelah pemberian talc slurry), edema paru reekspansi. Umumn ya reversibel. Demam. Berkaitan dengan pleuritis, hilang dalam < 4 8 jam. Ekspansi paru inkomplit dan partially trapped lung. Reaksi terhadap obat Syok neurogenik

WEWENANG •

RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Pulmonologi. PPDS Penyakit Dalam tahap I dengan pengawasan PPDS tahap II atau III atau supervisor



RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI ♦ •

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dala m - Divisi Pulmonologi, Departemen Pulmonologi RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi

UNIT TERKAIT • •

RS Pendidikan: Departemen Bedah/Toraks, RS Non Pendidikan : Bagian Bedah

REFERENSI L

Colt HQ MathurPN Manual of Pleural Procedures. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins:1999.p.l55'l6L 2. Rasmin M, Rogayah R, Wihasluti R, Fordiastiko, Zubaedah, Elisna S. Prosedur Tindakan Bidang Paru dan Pernapasan: Diagnostik dan Terapi. Jakarta: Bag. Pulmonologi FKUI; 2001p. 91-2. 361

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

BRONKOSKOPI P E N G ERTI A N Bronkoskopi merupakan proses visualisasi langsung dari percabangan trakeobronkial, menggunakan alat bronkoskopflexible atau rigid.. • Bilasan bronkus = {Bronchial washing) tindakan membilas daerah bronkus dan cabang-cabangnya dengan cairan normal saline via bronkoskop, pada permukaan lesi. Bronchoalveolar lavage (BAL) merujuk pada pengambilan sampel dari daerah yang tidak tervisualisasi - parenkim paru yang lebih distal - dengan ujung bronkoskop menutup suatu saluran subsegmental, kemudian normal sa¬ line diinjeksikan untuk mendapatkan sel dan organisme dari ruang alveolar. Sikatan bronkus {Bronchial brushing) = tindakan menyikat daerah bronkus yang dicurigai terdapat kelainan. • = Biopsi forsep tindakan biopsi dengan menggunakan alat biopsi forsep melalui bronkoskop. • Biopsi aspirasi jarum transbronkial (transbronchial needle aspiration / TBNA) = tindakan biopsi menembus trakeobronkus dengan jarum melalui bronkoskop untuk lesi/kelainan yang menekan trakeobronkial. • = Pengangkatan benda asing pengambilan benda asing dalam saluran napas •

menggunakan bronkoskop. Biopsi Paru Transbronkial {Transbronchial Lung BiospylTBh� ) karena membutuhkan fluoroskopi C-arm, terapi laser, atau pemasangan stent trakeobronkial tidak dimasukkan disini.

TUJUAN Tujuan Umum: 1. menilai keadaan percabangan bronkus 2. mengambil spesimen untuk diagnostik 3. melakukan tindakan terapeutik

Tujuan Khusus: Bilasan bronkus : untuk mendapatkan spesimen untuk diagnostik ( sitologi dan mikrobiologi) dan membersihkan bronkus dari sekret, darah, atau bekuan darah. • Sikatan bronkus : untuk mendapatkan spesimen untuk pembuatan sediaan apus sitologi dan pemeriksaan mikrobiologi, • Biopsi forsep : untuk mengambil spesimen dari mukosa trakeobronkial untuk

• •

pemeriksaan histopatologi. TBNA : untuk mendapatkan spesimen sitologi dari lesi yang menekan trakeobronkial. Pengangkatan benda asing : untuk membebaskan saluran napas

INDIKASI Diagnostik: 1. Nodul paru soliter 2. Penyakitkankerparu

362 Pulmonologi 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13, 14. 15.

Penyakit pam interstisial (ILD) TB endobronkial Batuk menetap atau Lerdapat keluhan perubahan sputum Kelainan foto toraks yang belum jelas penyebabnya Pneumoloraks: bila paru tidak mengembang Hemoptisis Sputum sitologi positif, tetapi foto toraks normal Pengambilan spesimen pasien dengan ventilasi mekanik Paralisis n. recurrens / diafragma Suara serak yang belum jelas penyebabnya Wheezing\dk2i\ Cedera inhalasi akut Perioperatif

Terapeutik: 1. Lavage 2. Pengeluaran benda asing 3. Penanganan hemoptisis masif 4. Abses paru 5. Terapi paliatif untuk kanker





Bilasanbronkus; Diagnostik: penyakit paru infeksi, penyakit paru kerja, ILD, keganasan Terapeutik : evakuasi bahan yang ter-aspirasi / inhalasi - Pasca operasi Sikatanbronkus: - Kelainan di daerah trakeobronkial: jaringan infiltratif Curiga TB endobronkial Infeksi saluran napas bawah Biopsiforsep: - Kelainan di daerah trakeobronkial; massa keganasan, jaringan granulomatosaBenda asing kecil



TBNA: Lesi yang mendesak dari luar trakea dan bronkus utama atau pembesaran KGB paratrakea, subkarina, tetapi tidak ditemukan lesi intralumen - Karina tumpul karena desakan dari luar Tumor intralumen yang mudah berdarah, atau tidak memberikan hasil dengan sikatan bronkus.

Pada sebagian besar kasus, digunakan bronkoskop flexible, Bronkoskop rigid unluk kasus dimana diperlukan palensi saluran napas dan ventilasi yang lebih baik (saluran napas yang kecil), pengambilan darah/ sekret/ jaringan tumor/ benda asing.

KONTRA-INDIKASI (relatif): 1. Hipoksemia ireversibel (PO� � 60 mmHg) 2. Aritmia 363

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI 3. Penyakitjantung iskemik 4. Asma 5. Obstruksi vena cava superior 6. Diathesis perdarahan, termasuk thrombositopenia dan gagal ginjal kronik 7. pasien tidak kooperatif

PERSIAPAN Pasien: • Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul, • Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga menandatangani surat ijin tindakan. • Pemeriksaan DPL, BT, CT, ureum, elektrolit, AGD • Foto toraks PA dan lateral • Spirometri • EKG • Pada pasien asma diberikan nebulisasi dengan beta 2 agonis 30 menit sebelum • • • •

tindakan. Pasien dengan gangguan perdarahan/pembekuan diberikan trombosit atau FFP segera sebelum tindakan. Puasa, minimal 4 jam sebelum tindakan. PasanglVFD. Pemeriksaan hemodinamik (tekanan darah, nadi, frekuensi pemapasan, suhu ).

Ruangan: Dilakukan di ruang tindakan Divisi Pulmonologi, kecuali darurat. Alat: 1 set peralatan bronkoskopi • Sumber dengan aparatusnya • Month piece • Larutan povidon iodine diencerkan untuk membersihkan bronkoskop • Kassa steril

• • • •

Kain penutup mata pasien Pulse oxymeter Mucus corrector I Wadah penampung cairan bilasan Untuk Sikatanbronkus: sikat tanpa selubung, sikat dengan selubung, sikatkateter ganda lertutup polieiilenglikol, gelas obyek 6 buah, alkohol 96 % Untuk Biopsi forsep; alat biopsi foi�ep, wadah berisi formalin 40 % Untuk TBNA: alat jaaim TBNA, syringe 10 inl, syringe 20 mL, wadah berisi formalin 40 %

• •

Bahan: • Sulfas atropin ( SA) 0,25 mg, 1-2 ampul • Diazepam 5 mg, 1 ampul • Lidokain 2 %, 2 ampul @ 20 mL • Syringe 5 cc, 3 buah

364

Pulmonologi • • • •

Syringe 20 cc, 3 buah Cairan NaCl 0,9 % Xilokain spray 10 % Obat resusitasi: Adrenalin ampul, dexamethason ampul, SA ampul, Na-bikarbonat ampul, bronkodilator ampul).

PRO SE DUR TINDAKAN

• • • •

• • • • • • • • • • •

Periksa tanda vital, status paru dan jantung Premedikasi dengan Sulfas Atropin 0,25 - 0,5 mg IM, 1 jam sebelum bronkoskopi Sesaat sebelum tindakan; Diazepam 5 mg IM Anestesi lokal; - Kumur tenggorok dengan lidokain 2 % 5 mL selama 5 menit dalam posisi duduk Xilokain spray 10 % 5 — 7 semprot daerah laringo-faring dan pita suara ( menggunakan kaca laring) - Bila viahidung: semprotkan 30 mg lidokain 4 %atau 10 % ke ostium nasal - Instilasi lidokain 2 % 2 mL ke trakea via pita suara Pasien terlentang, tubuh bagian atas / punggung disangga, membentuk sudut 45° Ditempatkan bantal di belakang kepala, supaya otot leher menjadi lemas Bronkoskopi diinspeksi dan kejemihan gambar diperiksa Sensor oxymeter ditempelkan pada jari telunjuk pasien 3-4 L/m melalui kanul nasal Kedua mata pasien ditutup dengan kain penutup untuk mencegah lerkena larutan lidokain / cairan pembilas Diletakkan mouth piece di antara gigi atas dan bawah untuk melindungi bronkoskop Bronkoskop mulai dimasukkan melalui celah mouth piece Faring diinspeksi Instrument dimasukkan ke dorsal/epiglottis, mobilitas pita suara dilihat pada saat pasien menyebutkan "ii" Pita suara diinstilasi dengan lidokain 1 -2 mL melalui saluran di bronkoskop. Sebelum

diinstilasi, pasien diberitahu bahwa hal itu dapat merangsang batuk. Instilasi lidokain dengan jumlah yang sama dapat diulangi bila pasien terbatuk selama dilakukan tindakan. Lidokain yang berlebihan diaspirasi dari sekitar laring Instrument dimasukkan melalui bagian terlebar dari glotis pada saat inspirasi tanpa menyentuh pita suara. Sebelumnya pasien diberitahu bahwa hal ini dapat menimbulkan sensasi tercekik yang segera hilang Trakea, karina, dan percabangan bronkus dinilai dan dianestesi dengan lidokain 2 % 2 mL, maksimal 6 kali. Lobus superior paru kanan dan kiri dianestesi dengan injeksi langsung lidokain (dosis maksimal instilasi lidokain 400 mg) Inspeksi menyeluruh dilakukan pada semua percabangan bronkus sampai bronkus subsegmental Bila pandangan terhalang oleh sekret pada lensa distal, semprot dengan 5 mL NaCl 0,9 % yang diaspirasi kembali saat pasien batuk. Alternatif adalah mem-fleksikan ujung bronkoskop dan dengan hati-hati diusapkan pada mukosa trakea atau bronkus





• •

365 \

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI Untuk bilasan bronkus:

• • •

setelah bronkoskop berada pada daerah bronkus yang dicurigai, dimasukkan cairan NaCl 0,9 % hangat 5 mL, cairan segera diaspirasi lagi dan ditampung dalam wadah penampung khusus yang dipasang pada alat bronkoskop. Tindakan ini diulangi sampai cukup bersih atau didapat spesimen

Untuk sikatan bronkus:

• • •





setelah bronkoskop berada pada daerah bronkus yang dicurigai terdapat kelainan, alat sikat dimasukkan melalui bronkoskop dilakukan sikatan bebefapa kali sampai dirasa cukup setelah selesai melakukan sikatan, alat sikat ditarik ke dalam kanal bronkoskop dan dikeluarkan dari trakeobronkial bersama bronkoskop setelah berada di luar, sikat dikeluarkan dari ujung bronkoskop sepanjang ± 5 cm, kemudian sikat dijentikkan pada gelas obyek dan dibuat sediaan apus (bila sikat tanpa selubung, untuk pemeriksaan kanker paru) atau ujung sikat digunting dan dimasukkan ke dalam pot steril berisi media transpor / media kultur (sikat kateter ganda untuk pemeriksaan mikroorganisme) sediaan apus untuk pemeriksaan sitologi direndam dalam wadah berisi alkohol 96%

Untuk biopsi:

• •

• • •

setelah bronkoskop berada pada daerah bronkus yang dicurigai terdapat kelainan, ujung bronkoskop ditempatkan ± 4 cm di atas daerah tersebut alat biopsi forsep dimasukkan melalui maneuver channel sampai terlihat keluar dari ujung bronkoskop. Asisten membuka forsep, lalu forsep didorong sampai terbenam di massa, forsep ditutup, lalu ditarik sambil melihat jaringan yang didapat (jaringan nekrotik dihindari) setelah biopsi selesai, forsep bersama material yang didapat ditarik keluar dari

bronkoskopi spesimen direndam dalam wadah berisi cairan formalin 40 % bronkoskop dilanjutkan untuk evaluas i, bila ada perdarahan harus diatasi. Setelah tidak ada masalah lagi, bronkoskop dikeluarkan



Untuk TBNA:



Setelah bronkoskop berada pada daerah bronkus yang dicurigai terdapat kelainan, ujung bronkoskop diiempalkan ± 4 cm di atas daerah tersebut. • Alat biopsi jarum dimasukkan melalui manouver channel sampai terlihat keluar dari ujung bronkoskop • Jarum dikeluarkan dari selubungnya, bronkoskop didorong ke sasaran sampai jarum menembus mukosa bronkus atau menembus bronkus pada lesi yang menekan bronkus • Operator melakukan biopsi dengan cara menekan dan menarik jarum, sementara asisten melakukan aspirasi dari ujung proksimal jarum dengan syringe 10-20 mL beberapa kali • Bila sediaan dianggap cukup, pengisapan dengan semprit dihentikan dan j arum dimasukkan kembali ke dalam selubungnya 366

Pulmonologi • •

• •

Jarum dikeluarkan dari bronkoskop Setelah berada di luar, jarum dikeluarkan dari selubungnya dan ditempatkan di atas gelas obyek dan dengan menggunakan syringe 10-20 mL yang dihubungkan denganujung jarum TBNA, material didorong ke gelas objekuntuk dibuat sediaan apus Sediaan apus direndam dalam wadah berisi cairan formalin 40 % bronkoskop dilanjutkan untuk evaluasi, bila ada perdarahan harus diatasi. Setelah tidak ada masalah lagi, bronkoskop dikeluarkan

Untuk Pengambilan benda asing, • digunakan: Graspingforceps untuk mengeluarkan benda pipih atau tipis anorganik (pin), atau organik tapi keras (tulang) - Basket untuk benda berukuran besar dan bulky Magnet untuk benda logam yang kecil, jarum, klip • Setelah spesimen sitologi, mikrobiologi dan biopsi atau benda asing diambil, sekret berlebihan diaspirasi, hemostasis diyakinkan, dan instrumen dicabut • Pasca tindakan diterangkan kepada pasien kemungkinan adanya sedikit darah saat batuk, yang akan hilang dalam 48 jam. Dianjurkan tidak makan atau minum selama 2 jam setelah tindakan karena efek anestesi topikal

LAMA TINDAKAN i Ijam

KOMPLIKASI

• • •

Yang berhubungan dengan premedikasi: depresi pemapasan, hipotensi transien, sincope, hipereksitabilitas. Yang berhubungan dengan analgesia topikal (jarang dengan lidocaine ):Henti napas, konvulsi, kolaps kardiovaskular, laryngospasme, metHemoglobinemia. Yang berhubungan dengan bronkoskopi :Laryngospasme, respiratory comprowwe/depresi napas, bronkospasme, demam pasca bronkoskopi, epistaksis ( bila

• •

via nasal), henti jantung, aritmia, syncope, pneumonia, infeksi silang. Yang berhubungan dengan biopsi transbronkial:pneumotoraks, perdarahan. Yang berhubungan dengan lavage / BAL ; demam.

WEWENANG •



RS Pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam Divisi Pulmonologi dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi PPDS Penyakit Dalam membantu persiapan dan pelaksanaan. RS Non Pendidikan ; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi, Pulmonologist.

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi, Departemen Pulmonologi RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi 367

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

UNIT TERKAIT • •

RS Pendidikan: Departemen Radiologi / Radiodiagnostik Departemen Bedah / Bedah Toraks, Patologi Anatomi RS Non Pendidikan; Bagian Radiologi, Bedah, Patologi Anatomi

REFERENSI 1. Halpin D, Collins J. Invasive Techniques: Bronchoscopy and Lavage. In Brewis RAL, Corrin B, Geddes DM, Gibson GJ (eds). Respiratory Medicine. 2"'� ed. London: WB Saunders; 1995.p.362~73. 2. Rasmin M, Rogayah R. Wihastuti R, Fordiastiko, Zubaedah, Elisna S. Prosedur Tindakan BidangParu dan Pernapasan: Diagnostik dan Terapi. Jakarta: Bag. Pulmonologi FKUI; 2001.p. 2-15. 3. StermanDH. Bronchoscopy, Transthoracic Needle Aspiration, and Related Procedures. InFishmanAP, EliasJA, FishmanJA, GrippiMA, KaiserLR, SeniorRM(eds). Fishman's Manual ofPulmonary Diseases and Disorders.3"� ed. New York: McGraw-Hill; 2002.p. 75-91. 4. Weinberger SE, Drazen JM. Diagnostic Procedures in Respiratory Disease. In: Braunwald E, Fauci AS. Kasper DL. Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles of Internal Medicine. 15'� ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 1455.

368

Pulmonologi

SPIROMETRI • • • •

Normal nilai FEV 1/FVC % >69% Obstruksi Ringan 61-69% Obstruksi Sedang 45-60% Obstruksi Berat 81%, • Restriksi Ringan 66-80% • Restriksi Sedang 51-65% • < 50 % Restriksi Berat ri 2 atau lebih volume).

P E N G E RTI A N Spirometri adalah pemeriksaan untu k mengukur volume paru statik da n dinamik dengan alat spirometer. Volume udar a total di paruparu terbagi atas kompartemen (volume) dan kapasitas (kombinasi da

Volume dalam keadaan statis: • Tidal volume =TV • reserve volume =ERV Expiratory • Inspiratory reserve volume =IRV • Residual volume =RV • Vital =VC capacity • Force vital =FVC capacity • =IC Inspiratory capacity Functional residual capacity=PRC • Total =TLC lung capacity Volume dinamik: • Volume = expired in the first second FEV1 • Maximal = MVV voluntary ventilation Interpretasi; klasiflkasi pola abnormal terdiri atas; 1. Pola obstruksi (karena penyempitan jalan napas dan perlambatan arus udara) 2. Pola restriksi (karena penyakit parenkim paru, dinding dada, rongga pleura, neuromuskular yang mengurangi kapasitas vital dan volume-volume paru)

3. Pola campuran obstruksi-restriksi (karena proses patologis yang mengurangi volume udara, kapasitas vital, dan arus udara, dan termasuk penyempitan jalan napas) 4. Transfer udara abnormal (abnormaitas membran alveolus-kapiler)

369 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

Tujuan 1. Menilai status faal paru: normal, hiper inflasi, obstniksi, restriksi, atau campuran 2. Menilai manfaat intervensi/pengobatan 3. Evaluasi perkembangan penyakit 4. Menentukan prognosis 5. Menentukan toleransi tindakan bedah : - Menentukan risiko ringan, sedang, atau berat - Menentukan apakah dapat dilakukan reseksi paru

INDIKASI 1. Penderita sesak napas 2. Penderita asma dalam keadaan stabil untuk nilai/FVC berdasarkan FEVl Obstruksi mendapatkan dasar,%: selanjutnya Kate�ori pen�ukuran setiap 6 bulan 3. Penderita PPOK dalam keadaan stabil untuk mendapatkan nilai dasar PPOK dan penyakit obstruksi lainnya, selajutnya setiap 3-6 bulan 4. Penderita asma dan PPOK setelah pemberian bronkodilator untuk melihat efek pengobatan Penderita yang akan mengalami tindakan bedah dengan anestesi umum 6. Penderita yang akan mengalami tindakan bedah torakotomi 7. Pemeriksaan berkala pada orang-orang yang merokok: sekali setahun

5.

KONT RA INDIKASI • •

Absolut: tidak ada Relatif : hemoptisis, pneumotoraks, infark miokard, emboli paru, status kardiovaskular tidak stabil, aneurisma cerebri, pasca bedah mata, infeksi viral ( 23 minggu terakhir)

P E R S I A PAN

Alat: • Spirometri • Mouth piece 1 buah Penderita • tidak menggunakan obat bronkodilator minimal 8 jam ( keija singkat) atau 24 jam (kerjapanjang) • tidak merokok atau makan kenyang dalam 2 j am sebelum pemeriksaan • tidak berpakaian ketat • diterangkan tujuan dan cara pemeriksaan, serta contoh cara melakukan pemeriksaan diukur tinggi badan, berat badan



PROSEDUR TINDAKAN

• •

Posisi berdiri tegak, kecuali j ika tidak memungkinkan: dalam posisi duduk Penderita menghirup udara semaksimal mungkin, kemudian meniup melalui mouth piece sekuat-kuatnya dan sampai semua udara dapat dikeluarkan sebanyakbanyaknya, dengan tidak ada udara yang bocor melalui celah antara bibir dan mouth piece

370

Pulmonologi •

Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan 3 nilai yang reproduksibel (beda antara 2 nilai terbesar dari ketiga percobaan < 5 % atau < 100 mL )

LAMATINDAKAN ± lOmenit

KOMPLIKASI Pneumotoraks, peningkatan tekanan intrakranial, sinkope, sakit kepala, pusing, nyeri dada, batuk, infeksi nosokomial, desaturasi oksigen.

WEWENANG • •

RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Pulmonologi, Divisi Alergi-Imunologi RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan: Departemen Penyakit Dalam - Divisi Pulmonologi, Divisi AlergiImunoligi RS Non Pendidikan: Bagian Penyakit Dalam, Pulmonologi

UNIT TERKAIT

REFERENSI 1. 2.

Grippi MA, Bellini LM. Pulmonary Function and Cardiopulmonary Exercise Testing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002.p.3J-40. Yunus F Pemeriksaan Spirometri. Presiding Workshop on Respiratory Physiology and Its ClinicalApplicaation. Jakarta, 28-29 Juni 1997.

3.

Rasmin M, Rogayah R, Wihastuti R, Fordiastiko, Zubaedah, Elisna S. Prosedur Tindakan BidangParu danPernapasan: Diagnostik dan Terapi. Jakarta: Bag. Pulmonologi FKUI; 200I.p.28-32.

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

371

BIOPSI PLEURA P E N G E RTI A N Biopsi pleura adalah tindakan untuk mengambil spesimen jaringan pleura parietal secara trans-torakal

TUJUAN Untuk mendiagnosis penyakit-penyakit pleura seperti tuberkulosis dan keganasan.

INDIKASI • •

Bila torasentesis sebelumnya tidak memberikan hasil diagnostik yang diharapkan Untuk meningkatkan ketepatan diagnostik pada saat torasentesis inisial pada pasien dengan efusi pleura yang belum dapat diterangkan atau penebalan pleura, terutama jika dicurigai karsinomatosis pleura atau tuberkulosis.

KONTRA-INDIKASI Gangguan fungsi koagulasi yang belum teratasi, pneumotoraks, pasien tidak kooperatif, pasien yang mendapatkan positive pressure ventilation (PPV)

P E R S I A PAN Bah an dan Alat • Jarum biopsi • Skalpel no. 11 • Klem Kelly • Cairan antiseptik, sarung tangan steril, kasa, handuk steril • Lidokain 1 % 20 ml • Spuit2 ccdan lOcc • Jarum no. 25. inci20. 1 inci



Tempat spesimen dengan larutan formalin 10%

Persiapan pasien: 1. Pemeriksaan DPL, BT, CT 2. Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarga, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul, 3. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga menandatangani surat ijin tindakan. 4. Dilakukan pemeriksaan hemodinamik (tekanan darah, nadi, frekuensi pemapasan, suhu ).

PROSEDUR TINDAKAN 1. Pasien duduk dengan posisi santai 2. Tetapkan lokasi biopsi, pada sela iga linea aksilaris posterior 3. Gunakan sarung tangan steril dan latih penggunaan jarum Abrams 4. Asepsis dan antisepsis daerah tindakan

372 Pulmonologi 5. Anestesi daerah tindakan dengan jarum no. 25 untuk bagian luar dan jarum no. 20 untuk bagian dalam 6. Dilakukan sayatan 3 mm dengan skalpel pada kulit/jaringan interkostal yang dipilih 7. Dorong jarum Abrams dengan gerakan memutar dalam posisi tertutup sampai terasa ada hambatan. Putar alat ke dalam posisi terbuka dan aspirasi dengan spuit. Adanya cairan membuktikan pemotongan berada di ruang pleura 8. Letakkan pemotongan pada posisi jam 6. Pemotongan dikeluarkan bila pleura parietal telah diperoleh, jarum pemotong diputar di posisi tertutup dan keluarkan 9. Letakkan spesimenpada kaldu untukM. tuberkulosis dan kulturjamur, sedangkan yang lainnya diletakkan dalam formalin 10% untuk pemeriksaan histologi 10. Ulang prosedur ini sampai 5 kali dengan jarum pemotong dan diarahkan ke bawah antara posisi jam 2 dan jam 10. Jarum pemotong jangan diarahkan ke atas oleh karena dapat merusak saraf dan pembuluh darah interkostal 11. Jika ingin mengeluarkan cairan pleura gunakan jarum torakosentesis atau jarum Abrams 12. Luka ditutup dengan verban dan jika diperlukan dapat dijahit Teknik Memakai Jarum Cope 1. Pasien duduk dengan posisi santai dan nyaman 2. Tetapkan lokasi biopsi, pada sela iga linea aksilaris posterior 3. Gunakan sarung tangan steril dan latih penggunaan jarum Cope 4. Asepsis dan antisepsis daerah tindakan 5. Anestesi daerah tindakan 6. Buat insisi pada kulit sepanjang 3 mm 7. Masukkan ujung trokar ke dalam kanula luar, tusukkan ke dinding dada dan tarik trokar dengan gerakan memutar sampai cairan teraspirasi 8. Keluarkan trokar dari kanula luar dan masukkan kaitan trokar biopsi dalam. Untuk mencegah udara memasuki ruang pleura ketika trokar dikeluarkan dari kanula luar pasien dianjurkan untuk menahan napas 9. Tempatkan pemotong kait trokar biopsi antara jam 2 dan jam 10, gunakan

10. 11.

12.

13.

penutup metal pada proksimal trokar biopsi sebagai tuntunan biopsi Cabut perlahan-lahan trokar biopsi dan kanula bersama-sama sampai kait trokar terangkat Masukkan kanula luar ke dalam dada dengan gerakan memutar sambil tetap berusaha menarik trokar biopsi.Kanula luar memotong jaringan pleura yang kuat pada trokar biopsi. Tarik trokar biopsi dari kanula luar dan keluarkan hasil biopsi Trokar dapat dimasukkan ulang ke dalam kanula luar dan dapat dilakukan biopsi tambahan." 3 sampai 6 spesimen dapat diperoleh dari kait biopsi dengan arah yang berbeda-beda. Letakkan 1 jaringan spesimen pada kaldu M. tuberkulosis dan kultur jamur. Sedangkan lainnya dapat diletakkan pada cairan formalin 10 % untuk pemeriksaan

histologi 14. Jika ingin mengeluarkan cairan pleura, dapat melalui kanula luar 15. Tutup tempat pungsi dengan verban. Jika perlu dapat dijahit.

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

373

Evaluasi Pasca-Biopsi Pleura • Observasi tanda-tanda pneumotorak • Foto dada PA

LAMA TINDAKAN 10-15 menit

KOMPLIKASI Pneumotoraks, perdarahan, kerusakan saraf interkostal dengan gejala nyeri sisa dan berkurangnya sensibilitas, nodul tuberkulosis pada lokasi biopsi, emfisema subkutan, reaksi vasovagal

WEWENANG • •

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam subspesialis Pulmonologi. PPDS Penyakit Dalam membantu persiapan dan pelaksanaan. RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Pulmonologi,

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Pulmonologi, Departemen Pulmonologi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi

UNIT TERKAIT • •

RS Pendidikan : Departemen Radiologi / RadiodiagnostikDepartemen Bedah / Bedah Toraks, Patologi Anatomi. RS Non Pendidikan: Bagian Radiologi, Bedah, Patologi Anatomi

REFERENSI 1. Bahar A. Biopsi pleura. In: Sumaryono, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, et al (eds). Prosedur Tindakan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbiian Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; J999.p.211-5.

2.

Colt HQ Mathur PN. Manual o f Pleural Pmcedures. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 1999:105-114.

374

3.3 REUMATOLOGI Reumatologi

PENYUNTIKAN INTRA-ARTIKULAR P E N G E RTI A N Penyuntikan intra-artikular merupakan suatu terapi lokal dengan tujuan memberikan efek analgesik anti inflamasi di daerah sendi

TUJUAN Memberikan efek analgesik antiinflamasi di daerah sendi

INDIKASI 1.

Aspirasi cairan sendi: tindakan ini penting dalam rangka memastikan diagnosis jika penyebab efusi sendi berupa sepsis, deposit kristal atau pendarahan. Juga berguna dalam membedakan kelainan sendi inflamatif atau non inflamatif. Aspirasi

juga mempunyai arti terapeutik dengan jalan mengeluarkan darah, pus, cairan sendi yang lerlalu banyak atau yang mengandung kristal 2. Suntikan/pemberian obat : penyuntikan bahan tertentu ke dalam ruang sendi merupakan prosedur terapeutik, dan dilakukan dalam keadaan-keadaan sebagai berikut, dengan syarat infeksi harus telah disingkirkan : a. Hanya 1 atau beberapa sendi yang meradang b. Hanya 1 atau beberapa sendi yang lebih meradang dari yang lain c. Jika terapi sistemik dikontra-indikasikan d. Sebagai pelengkap terapi sistemik terhadap kelainan/keradangan sendi yang sulit diatasi e. Membantu mobilisasi dan mencegah deformitas sendi, bersama-sama dengan program rehabilitasi f. Keluhan reumatik ekstra-artikular: bursitis, tenosinovitis, nerve entrapement syndrome dsb g. h.

Menghilangkan nyeri dengan cepat Biasanya tidak diberikan pada osteoartritis, kecuali pada kasus tertentu yaitu untuk menghilangkan nyeri pada osteoarthritis yang menunjukkan tanda inflamasi lokal.

KONTRAINDIKASI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Infeksi lokal Hipersensitifitas terhadap bahan yang disuntikkan Diatesis hemoragik Sendi yang tidak stabil Fraktxir intra-artikular Sendi yang tidak dapat dicapai Osteoporosis juksta-artikular yang berat Kegagalan suntikan terdahulu Tidak ada indikasi yang tepat Lesi yang mungkin tidak akan memberikan respons terhadap suntikan

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

377

11. Psikologis: penderita neurosis mungkin akan bergantung kepada suntikan 12. Pasien yang takut disuntik

PERSIAPAN Semua perlengkapan yang dipakai hams steril. Umumnya dipakai spuit dan jarum yang disposable. Ukuran jarum yang dipakai disesuaikan dengan besar sendi yang akan disuntik. Misalnya jarum nomor 19 atau 21 untuk sendi besar, sedangkan untuk sendi kecil jarum nomor 23 atau 25. Perlengkapan lain ialah bolpen untuk menandai titik yang akan disuntik, anestetik lokal (lidokain atau spray etilklorida), kapas alkohol, kain kasa dan larutan pembersih kulit (misalnya larutan yang mengandung yodium). Juga tak boleh dilupakan botol kecil tempat menampung aspirat guna pemeriksaan cairan sendi lebih lanjut.

P R O S E D U R TINDAKAN Sebaiknya penyuntikan dilakukan dalam lingkungan yang aseptik. Hendaklah ditimbulkan kesan pada penderita bahwa prosedur ini bukan prosedur yang sulit. Jarang diperlukan obat penenang. Penentuan tempat yang tepat sangat penting.

Keberhasilan suntikan lokal sangat bergantung kepada pengetahuan anatomis daerah yang bersangkutan. Sebelum melakukan penyntukan, dokter harus mempunyai gambaran yang jelas tentang tempat yang akan disuntik (diperjelas dengan penekanan ujung ballpoint atau diberi tanda dengan kuku) dan jalur yang akan dilakui oleh jarum suntik. Penderita harus dalam posisi sedemikian rupa, sehingga struktur disekitar sasaran suntikan dalam keadaan rileks. Kemudain dilakukan pembersihan serta tindakan asepsis dan antisepsis pada tempat yang akan disuntik. Draping hanya diperlukan pada penderita imunokompromis atau jika diperkirakan prosedur akan berlangsung lama atau sulit. Tindakan untuk mengurangi sensasi tusukan jarum (misalnya semprotan etilklorida atau anestesi lokal dengan infiltrasi lidokain melalui jarum yang sangat halus ) kadang-kadang diperlukan

LAMA TINDAKAN lOmenit

KOMPLIKASI Komplikasi suntikan lokal: 1. Infeksi, dengan insidens 1 dari 1000-16000 pada dokter yang berpengalaman. 2. Perdarahan, jika merata harus dicurigai trauma atau gangguan mekanisme perdarahan. Lalu lakukan aspirasi, dan jangan lakukan penyuntikan 3. Kerusakan rawan sendi, dapat terjadi akibat trauma oleh ujung jarum suntik. 4. Nekrosis aseptik, terjadi akibat infark tulang subkhondral 5. Atrofi kulit dan jaringan subkutan 6, Sinovitis kristal 7. Ruptur tendo/ligament Supresi korteks adrenal

378

Reumatologi

WEWENANG • •

RS Pendidikan : Dokler Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi Rematoiogi RS Non Pendidikan: Dokler Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan :Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS Pendidikan: Departemen Bedah / Ortopedi RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

379

ASPIRASI CAIRAN SENDI/ ARTROSENTESIS PEN GERTIAN Aspirasi cairan scndi/arlroseniesis merupakan lindakan yang sering dilakukan di bidang reumatologi. Tindakan aspirasi dan analisis cairan sendi sangal penting artinya dalani diagnosis dan tala laksana beberapa penyakit sendi seperti arlritis sepuk dan artrilis gout, Sendi-sendi lerteniu sepeni sendi lulut lebili sering mengalami eflisi daripada sendi lainnya

TUJUAN

INDIKASI Diagnostik 1. Membantu diagnosis artritis 2 Memberikan konfinnasi diagnosis klinik 3. Selama pengobaian arthritis seplik, dilakukan secara serial untuk menghitung

jumlah leukosit, pengecaian gram, dan kultur cairan sendi. Terapeutik 1. Artrosentesis - evakuasi krislal untuk mengurangi inflainasi pada pseudogout akut dan cry�stal induced artritis yang lain- evakuasi serial pada arthritis septik uniuk mengurangi desiruksi {drainase) 2 Pemberian kortikosteroid intraariikular- mengontrol inflamasi sleril pada sendisendi secara maksinial merupakan kunci diniana obat anti-inHamasi nonsteroid telah gagal, kemungkinan akan gagal atau merupakan kontraindikasimempersingkai periode kesakilan, pada inOamasi y?ix\g self limited (goul)menghilangkan nyeri inltlamasi dengan cepat- membantu terapi fisik pada kontraktur sendi

KONTRAINDIKASI Diagnostik : Infeksi jaringan lunak yang mcnutupi sendi, bakteremia, anatomis tidak bisa dilakukan, pasien tidak kooperatif Terapeutik : Kontraindikasi diagnostik, instabilitas sendi, nekrosis avaskular, artritis seplik, osteonekrosis, sendi neurolropik.

P E R S IA PAN Bahan dan alat; • Spuit sesuai keperluan • Jarum spuit: no.25 untuk sendi kecil, no.21 untuk sendi lain, no.15-18 untuk efusi yang padat (pus). • Desinfektan iodine (betadine), alkohol • Kasa steril • Anestesi lokal

380 Reumatologi

• • • • • •

Sarung tangan pulpen (untuk penanda) Plester tabung gelas tabung steril untuk kultur Iain-lain sesuai kebutuhan : media kultur, kortikosteroid.

P R O S E D U R TINDAKAN Umum: 1. Sebelum melakukan aspirasi cairan sendi- lakukan pemeriksaan fisis sendi dan bila diperlukan periksa foto sendi yang akan dilakukan aspirasi- hams dikuasai anatomi regional sendi yang akan diaspirasi untuk menghindari kerusakan struktur-struktur vital seperti pembuluh darah dan saraf. Hati-hati jangan sampai mencongkel rawan sendi karena tidak dapat sembuh sendiri 2. Harus dilakukan teknikyang�rL'�iI untuk menghindari terjadinya arthritis septik. Untuk desinfeksi perlu dipakai iodine dan alkohol. Dokter harus memakai sarung tangan unluk menghindari kontak dengan darah dan cairan sendi pasien. 3. Uniukmengurangi nyeri dapai digunakan semprotan etilklorida. Bila diperlukan dapat digunakan prokain unluk aneslesi lokal 4. Selama dilakukan prosedur aspirasi, harus diingatkan 5. Kepada pasien untuk selalu rileks dan tidak banyak menggerakkan sendi

Khusus: 1. Sendi lutut, pada efusi yang besar, tusukan dari lateral secara langsung pada tengah-tengah tonjolan supra patella lebih mudah dan lebih enak untuk pasien. Tonjolan pada kantung supra patella ini dapat diperjelas dengan menekan ke lateral dari bagian medial. Dengan ujung bullpen dilakukan pemberian tanda pada daerah target yaitu lebih kurang pada tepi atas patella {cephalad border o f patella). Tanda ini akan masih tetap terlihat dalam waktu yang cukup untuk mealukan desinfeksi, anestesi dan artrosentesis. Pada efusi sendi yang sedikit, lebih baik dilakukan tusukan dari medial di bawah titik tengah patella. 2. Bahu» pada pasien duduk, lakukan palpasi pada tonjolan korakoid. Pada 45 derajat inferior dan lateral dari tonjolan tersebut akan didapalkan sendi glenohumeral. Pada lokasi tersebut tusukan jarum lurus ke posterior ke ruang sendi 3. Subtalar, pada pasien posisi terlentang kaki 90 derajat terhadap tungkai bawah, tusukan jarum secara horizontal ke ruang sendi di inferior dari ujung maleolus lateral dan posterior dari sinus tarsus. 4. Metatarsofalangeal, untuk mengidentifikasi garis sendi ini dapat dilakukan dengan fleksi dan ekstensi sendi. Untuk mempermudah memasuki sendi ini dilakukan tarikan dan plantar fleksi 30 derajat. Tusukan jarum pada garis sendi pada posisi 90 derajat. 5. Pergelangan tangan, sendi pergelangan tangan terletak di antara prosesus stiloideus radius dan ulna. Ruang sendi ini dapat dicapai melalui salah satu sisi pada bagian dorsal yaitu sedikit di sebelah distal radius atau sedikit distal ulna.

LAMA TINDAKAN 15 menit 381

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

KOMPLIKASI



Infeksi iatrogenik, perdarahan pada tempat aspirasi, hemartrosis, luka pada rawan sendi, episode vasovagal pada saat atau setelah tindakan

WEWENANG • •

RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi Rematologi RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan :Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Reumatologi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS Pendidikan; Departemen Bedah / Ortopedi RS Non Pendidikan : Bagian Bedah

382

3.4 GINJAL HIPERTENSI

Ginjal Hipertensi

BIOPSI GINJAL P E N G E RTI A N

Biopsi Ginjal adalah pengambilan contoh jaringan ginjal

TUJUAN Untuk mengetahui dan mengevaluasi penyakit ginjal

INDIKASI 1. Untuk mengevaluasi dan mengikuti perjalanan penyakit yang diduga mempunyai sindrom glomerular, interstisial, atau vaskular, seperti; a. sindrom nefrotik b. proteinuria dan hematuria yang tidak jelas penyebabnya 2. Gagal ginjal akut yang tidak jelas penyebabnya atau perjalanan penyakitnya cepat 3. Penyakit sistemik yang diduga melibatkan ginjal (lupus eritematosus sistemik) 4. Resipien transplantasi ginjal yang mengalami rejeksi atau penyakit yang rekuren

KONTRAINDIKASI 1. Kelainan pembekuan darah 2. Ginjal tidak berfungsi atau ginjal melisut 3. Hipertensi yang tidak terkontrol 4. Penderita tidak kooperatif 5. Kecurigaan adanya tumor ginjal 6. Infeksi saluran kemih 7. Uremia 8. Deformitas tulang vertebra berat 9. Ginjal tunggal Kontraindikasi ini sebagianbesar relatif, karena dengan cara biopsi terbuka sebagian dap at dikerjakan

P E R S I A PAN 1. Ij in tindakan medik tertulis 2. Dokter ruangan mengisi fonnulir biopsi ginjal sebagai syarat penjadwalan biopsi. Bila formulir ini tidak diisi, maka biopsi tidak bisa dijadwalkan 3. Buatperjanjian jadwal biopsi di Subbagian Ginjal-Hipertensi 4. Periksa hitung trombosit, bleeding time, clotting time, prothrombine time, dan activated partial prothrombine time 5. Pinjam termos dengan es kering ke Bagian Patologi Anatomi 6. Jarum suntik 5 cc, jarum eksplorasi, jarum biopsi USG {Tru-Cut needle), duk steril, kasa steril, plester, botol untuk penyimpanan jaringan biopsi 7. Lidokain 2%, alkohol, Betadine, formalin 10%, gel untuk fiksasi pemeriksaan imunofluoresensi jaringan ginjal 8. Isi status biopsi ginjal divisi Ginjal-Hipertensi dan catat data pada buku biopsi 9. Isi formulir PA untuk dikirim ke Patologi Anatomi

385 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

P R O S E D U R TINDAKAN 1.

Pasien dalam posisi tengkurap dengan bantal diletakkan di bawah perut untuk memfiksasi ginjal terhadap punggung 2. Kedua ginjal diperiksa dengan bantuan USG dan ditentukan pada ginjal yang mana akan dilakukan biopsi, tandai titik biopsi dengan spidol

3.

Tempat biopsi biasanya 1 jari di bawah iga terakhir (XII), kira-kira 7-8 cm dari vertebra 4. Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis 5. Dengan probe biopsi USG steril, tentukan lokasi yang tepat untuk titik biopsi 6. Dilakukan anestesi lokal pada daerah biopsi 7. Dilakukan biopsi perkutan dengan bantuan probe biopsi USG dengan menggunakan jarum biopsi Tru-Cut, sebelumnya tempat biopsi dilebarkan dengan jarum eksplorasi 8. Pada saat biopsi pasien harus menahan napas (inspirasi dalam) 9. Setelah dilakukan biopsi, pada tempat biopsi diberi pembalut tekan, penderita tetap dalam posisi tengkurap 10. Jaringan biopsi dibagi dua, sebagian dimasukkan ke dalam larutan formalin 10% untuk pemeriksaan mikroskop cahaya, sebagian lagi diberi gel dan disimpan dalam termos es untuk pemeriksaan imunofluoresen 11. Pasca biopsi pasien tetap dalam posisi tengkurap selama + 6 jam dan selama periode itu diobservasi kemungkinan timbulnya perdarahan ginjal

INSTRUKSI PAS C A TINDAKAN

• •

• •

Tidur tengkurap sampai 6 jam pasca biopsi, setelah itu boleh telentangIstirahat di tempat tidur sampai 24 j am pasca biopsi Awasi tanda vital dan perdarahan: - 4 jam pertama pasca biopsi: tekanan darah, nadi, dan pemapasan tiap jam - 4 jam kedua pasca biopsi: tekanan darah, nadi, dan pemapasan tiap 2 jam Selanjutnya sampai 24 jam pasca biopsi: tekanan darah, nadi, dan pemapasan tiap 4 jam 24jam pasca biopsi periksaurin untuk melihat perdarahan Periksa daerah sekitar biopsi, apakah ditemukan: nyeri, bengkak, hematom

KOMPLIKASI Hematuria (mikroskopik atau gross), hematom perirenal, infeksi, aneurisma

WEWENANG •

RS Pendidikan: Dokter Spesiahs Penyakit Dalam - Subspesialis Ginjal Hipertensi, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi.PPDS Penyakit Dalam membantu persiapan dan pelaksanaan

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginj al Hipertensi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

386 Ginjal Hipertensi

UNIT TERKAIT

• •

RS Pendidikan: Departemen Bedah - Divisi Bedah Urologi RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

387

PERITONEAL DIALISIS AKUT P E N G E RTI A N Peritoneal dialisis akut adalah salah satu bentuk dialisis di mana membran peritoneal digunakan sebagai membran semipermiabel pada pasien dengan gagal ginjal

TUJUAN Dialisis dalam keadaan darurat

INDIKASI Pasien gagal ginjal dengan keadaan umum buruk yangmemerlukan tindakan dialisis segera

KONTRAINDIKASI • • • •

Pasca-operasi organ abdomen, ileus, hernia Penyakit paru yang menimbulkan hipoksia berat Gangguan pembekuan darah Tidakkooperatif

P E R S I A PAN Pasien: • Penjelasan mengenai peritoneal dialisis • Informed consent Alat: Set bedah minor, kateter dialisis peritoneal, cairan perisolution dan giving set, hep¬ arin, antibiotika, lidokain 2%, KCl injeksij blood set, besturi, jarum suntik disposable (3 cc, 5 cc), sarung tangan

PROSEDUR TINDAKAN 1.

= Siapkan 2 kolf ( 1 kolf 1 liter) cairan perisolution, hangatkan dengan direndam dalam air panas sampai suhu + 37°C - Kolf I: tambah 500 unit heparin, 3 mEqKCl, dan lOmgGentamisin - Kolf II: tambah 250 unit heparin, 3 mEq KCl, dan 10 mg Gentamisin

2, Operator menggunakan sarung tangan 3. A dan aijtisepsis lapangan operasi: daerah umbilikus dan sekitamya dibersihkan dengan betadin kemudian alkohol 70% 4. Pasang duk steril 5. Anestesi lokal dengan lidokain +2 ml sekitar 2 cm di bawah umbilikus: kutis, subkutis, peritoneum 6. Kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dibuat insisi membujur dengan besturi sesuai diameter kateter 7. Bebaskanjaringan dengan klem arteri secara tumpul sampai teraba lapisanperi¬ toneal

388 Ginjal Hipertensi 8. Bila peritoneal sudah dicapai: - Ambil jarum infus dari blood set, tusuk sampai menembus peritoneum - Ambil konektor karet dari blood set, hubungkan dengan jarum yang tertanam pada rongga peritoneum, ujung yang satu lagi hubungkan dengan kateter cairan perisolution yang telah disiapkan pada tiang infus 9. Isi rongga peritoneum dengan cairan perisolution 1 liter (kolf I), Bila tepat masuk rongga peritoneum aliran akan lancar 10. Cabut jarum dari rongga peritoneum 11. a. Kateter peritonealdialisis dengan stilet; Tembus dinding peritoneal dengan

hati-hati, kateter kemudian belokkan menyusur dinding peritoneum ke arah SIAS sampai mentok b. Kateter peritonealdialisis tanpa stilet: Ujung kateter ini tumpul, terlebih dulu dibuat insisi kecil pada dinding peritoneum dengan besturi sesuai diameter kateter 12. Bila posisi kateter dinilai sudah betul, tes dulu dengan memasukkan cairan pada kolf II dan mengeluarkannya sedikit. Bila cairan lancar berarti posisi kateter sudah baik 13. Jahit kulit sekitar kateter, benang diikat pada kateter sedemikian rupa sehingga kateter tertanam cukup baik 14. Tutup luka dengan kasa yang diberikan betadin

INSTRUKSI PASCA TINDAKAN

1. Siapkan siklus terdiri dari 2 kolf (1 kolf = 1 liter cairan perisolution) 2. Sebelum digunakan, cairan peritonealdialisis direndam dalam air panas sampai suhu + 37°C. Tiap kolf (1 liter) ditambah heparin 250 unit, KCl 3 niEq, dan Gentamisin 10 mg 3. Setelah cairan masuk semua, diamkan di dalam rongga peritoneum 30 menit, setelah itu cairan dikeluarkan. Jadi setiap siklus akanmemerlukan waktu selama 60 menit dengan perincian; - Memasukkan cairan 2 liter : 10 menit - Lama cairan tinggal di rongga ; 3 0 menit - Mengeluarkan cairan : 20 menit 4. Lakukan tindakan 1 -3 sampai siklus XII 5. Catat jam masuk dan keluar cairan serta jumlah cairan yang masuk dan keluar pada formulir balans cairan 6. Pada siklus XII, cairan yang dikeluarkan hanya 1 liter. Sisakan 1 liter dalam rongga peritoneum 7. Buat balans cairan dialisis peritoneal setiap hari. Balans ini ikut diperhitungkan dengan balans keseluruhan 8. Keesokan harinya ulang tindakan 1 -7

LAMA TINDAKAN Satu siklus memakan waktu 60 menit, dilakukan 12 siklus tiap hari

KOMPLIKASI Peritonitis, exit site infection, perdarahan, hernia, hidrotoraks

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

389

WEWENANG •

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam - Subspesialis Ginjal Hipertensi, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi.PPDS Penyakit Dalam membantu persiapan dan pelaksanaan

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Ginjal Hipertensi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS Pendidikan; Departemen Bedah - Divisi Bedah Urologi RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

390

Ginjal Hipertensi

PERITONEAL DIALISIS MANDIRI BERKESINAMBUNGAN P E N G E RTI A N Peritonealdialisis mandiri berkesinambungan atau continuous ambulatory perito¬ neal dialysis (CAPD) adalah proses dialisis berkesinambungan yang menggunakan selaput peritoneal sebagai membran alami yang dilakukan secara mandiri

TUJUAN

Dialisis yang adekuat

INDIKASI Pasien gagal ginjal terminal, terutama yang mengalami: • DM dengan komorbiditas tinggi • Ketidakstabilan kardiovaskular akibat penyakit kardiovaskular atau usia lanjut dengan hemodinamik tidak stabil • Kesulitan/kegagalan pembentukan akses vaskular karena proses aterosklerosis dan Iain-lain pada pasien HD • Kecenderungan perdarahan (trombositopenia/trombopati) • Strok baru • Alergi terhadap bahan dialisat/asetat • Pasien gagal ginjal terminal dengan HD reguler yang mengalami: gangguan serebral akut (perdarahan intrakranial), gagal jantung kongestif, kardiomiopati, penyakit jantung iskemik berat, atau gangguan irama jantung dengan kelainan hemodinamik

KONTRAINDIKASI Mutlak: permukaan selaput peritoneum sempit (akibat adhesi peritoneal yang berlebihan/peritonitis berulang) Relatif: • Ostomi (kolostomi, ileostomi, nefrostomi) • Peritonitis lokal (tuberkulosis/jamur) • Sangat gemuk • Ginjal polikistik masif (rongga perut sempit akibat massa tumor) • Fistel abdominal/sepsis abdominal • Ketidakmampuan pasien untuk menjalankan program sendiri (buta, hemiparesis/kuadriplagia) • Retardasi mental/psikosis • Motivasi rendah

P E R S I A PAN Bahan dan Alat: • Larutan dialisis • Volume larutan 1 -2 liter 391

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI • •

• • • • •

Susunan elektrolit tergantung pabriknya Konsentrasi dekstrosa: a. Standar (dekstrosa 1,5%) b. Hipertonis (dekstrosa 2,5% atau 4,25%) Cww transfer set Variasi sambungan untuk CAPD Modifikasi konektor pada CAPD Kateter peritoneum (yang bisa dipakai di Indonesia) Standard double-cuff tenckhoff

1. Obat-obatan harus diberikan intraperitoneal selama 10-14 hari sebagai tindakan pencegahan penyulit:

-

Heparin (1000 unit untuk setiap kantong dialisat) Antimikroba (biasanya golongan aminoglikosida/sefalosporin 100 mg untuk ' setiap kantong dialisat) 2. Resep program CAPD Volume cairan dialisis: Pergantian cairan 4 kali sehari, masing-masing 2 liter (2 liter untuk 4 kali pertukaran = 8 liter/hari) - Jam pertukaran: 08.00,12.00,16.00,22.00-24.00 (sebelumtidur) Ultraflltrasi. Untuk 3 kali pertukaran pertama, dialisat standar (1,5%), untuk malam sebelum tidur, dialisat hipertonis (4,25%) Komposisi cairan dialisat;Na 132 mEq/1, CI 98 mEq/1, Ca 3,5 mEq/1, Mg 0,5 mEq/1, laktat 40 mEqA - Urea klirens yang diharapkan perminggu: 57 liter klirens Kreatinin klirens yang diharapkan perminggu: 47 liter klirens

P R O S E D U R TINDAKAN Perawatait exit site Perawatan tempai lubang keluarnya kaleter tenckhoff. dilakukan setiap hari oleh pasien sendiri atau bantuan anggota keluarga, untuk mencegah infeksi. Alat dan obat yang dibuluhkan: kasa steril, plester, guniing, immohilber untuk kateter, betadin/NaCl 0,9% Cara: 1. Sebelum bekerja cuci tangan dengan sabun/desinfektan 2. Memakai masker penutup mulut 3. Bersihkan daerah exit site dengan kasa yang dibasahkan betadin (gunakan NaCl 0,9% bila pasien tidak tahan terhadap betadin dengan cara memutar dari bagian dalam ke luar) 4. Gunakan satu sisi kasa steril setiap kali pemakaian 5. Bersihkan kateter 6. Fiksasi kateter dengan immobilizer, sehingga tidak mudah tertarik 7. Observasi daerah kateter untuk memeriksa apakah terdapat kebocoran, robek, atau rusak 8. Jika pasien merasa sakit, kemerahan, bengkak, atau ada nanah pada daerah exit site, lakukan pemeriksaan kultur dan melapor ke dokter untuk mendapatkan pengobatan 392

Ginjal Hipertensi 9. Anjurkan pasien untuk tidak memakai pakaian yang ketat 10. Jika banyak berkeringat dianjurkan untuk membersihkan exit site sesering mungkin Penggantian transfer set pada sistem "O" set Alat yang dibutuhkan: transfer set, betadin, out post klem, disconrtet shildklem, on of tray (3 buah kain steril + kasa steril), mini cup, klem kaLeter, masker Cara: 1. Dilakukan di ruang tertutup dan bersih 2. Pakai masker dan siapkan alat-alat di atas 3. Cuci tangan dengan memakai sabun/desinfektan 4. Pasien dianjurkan telentang

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.

Buka on of tray, transfer set, mini cup, klem kateter Taruh betadin pada kain yang kering Ambil duk yang berlubang di tengahnya dengan menggunakan pinset Letakkan pada perut pasien Pakai sarung tangan Ambil dua duk yang tidak berlubang dan letakkan pada perut pasien Ambil kasa steril, letakkan pada titanium Gosok titanium dengan kasa steril + betadin selama 5 menit Rendam antara titanium dan transfer set dengan betadin Ambil klem kateter lalu letakkan transfer set d?in titanium selama 5 menit Rendam titanium dengan betadin selama 5 menit Sambungkan dengan transfer set Ambil mini cup lalu pasangkan pada transfer set Ambil "O'' set lalu sambungkan sampai membentuk "O" Tusukkan ujung lancip pada kantong yang kosong Rapihkan pasien Ganti balutan pada exit site

KOMPLIKASI Mekanik, infeksi, kardiovaskular, paru, neurologik, metabolik

WEWENANG •

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam - Subspesialis Ginjal Hipertensi, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi. PPDS Penyakit Dalam membantu persiapan dan pelaksanaan

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan ; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Ginjal Hipertensi RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS Pendidikan: Departemen Bedah - Divisi Bedah Urologi RS Non Pendidikan: Bagian Bedah 393

3.5

HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK

Hematologi-Onkologi Medik

AFERESIS P E N G E RTI A N Aferesis adalah prosedur pemisahan komponen darah seseorang secara langsung dengan menggunakan mesin pemisah komponen darah

TUJUAN Mengeluarkan sebagian komponen darah, dapat berupa sel {cytopheresis) atau plasma (plasmaferesis//>/a5wa exchange)

INDIKASI Terapeutik: • Sitoferesis • Eritrositoferesis: Sickle cell anemia, malaria dg parasitemia • Tromboferesis: Trombositemia simtomatik • Leukoferesis: Leukemia dengan hiperleukositosis, arthritis rheumatoid (dim keadaan tertentu) • Plasmaferesis: Kelainan paraprotein (sindrom hiper\nskositas, krioglobuhnemia, cold penyakil agglutinin), iCeiainan akibal metabolik loksik (penyakii Refsum, penyakit Fabry, hiperkolesterolemia familial), Kelainan imunologis (sindrom goodpaslure. miastenia gravis, sindrom eaton-lamben, sindrom guilain-barre, pemfigus, ITP, inhibitor faktor koagulasi), Vaskuliii (SLE, glomerulonefriitis mesangiokapiler, granulomatosis wagener), Defisiensi faktor plasma (TTP), keracunan obat atau bahan racun lainnya. Donor: Untuk memenuhi kebutuhan komponen darah pasien: • Tromboferesis • Plasmaferesis • Leukoferesis, untuk mendukung program PBSCT

K O N T R A INDIKASI

• • • • • • • •

Aferesis terapeutik Pasien dengan kondisi buruk dan gangguan hemodinamik Aferesis donor Kadar trombosit/ leukosit/ albumin/ hemoglobin/ hematokrit di bawah normal Golongan ABO-Rh tidak cocok, cross matching hasil (+) Mengandung HbsAg/ anti HCV/ HIV/ VDRL dan malaria Herat badan kurang, usia tua, anak-anak Menderita penyakit jantung, paru-paru, gagal ginjal kronik atau penyakit akut lainnya

397 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

PERSIAPAN Bahan dan alat; • Mesin aferesis • Set aferesis disposable, set trombaferesis, set plasmaferesis, set leukaferesis, set eritositaferesis • Antikoagulan ACD-A • Akses intravena • AV fistula • Heparin injeksilnfus salin 0,9% • Albumin (untuk plasmaferesis) • Obat-obat darurat; injeksi Ca glukonas, inj adrenalin, inj kortikosteroid, inj antihistamin, nftise salin, plasma expander, oksigen, alat resusitasi dan obat darurat untuk resusitasi Pasien: • Penjelasan mengenai prosedur yang akan dijalani • PemeriksaaniFisik: hemodinamik, beral badan, tinggi badan • Laboratorium: gol darah ABO-Rh. cro.s,s-maiching, DPL, HbsAg, anti HCV • Informed consent • Menelan tablet kalsium sehari sebelumnya

P R O S E D U R TINDAKAN •



• *

• •

Mesin aferesis dihidupkan dan dinilai apakah layak beroperasi, memasang set aferesis disposable (set tunggal atau ganda) pada mesin aferesis, beserta infus NaCl 0,9%. antikoagulan ACD-A Melakukan koleksi koinponen darah dari donor via vena di lengan kanan, kiri (set ganda) aiau satu lengan, mengisi data donor pada komputer mesin, menghubungkan mesin set dan set aferesis disposable dcngan donor, memulai prosedur Prosedur donor trombosii dan plasma berlangsung 100 menit, sedangkan prosedur donor sel asal darah dalam darah lepi berlangsung 4-8 jam Bila prosedur selesai dilakukan, start rinseback mode, kemudian lepaskan set aferesis dari donor, trombosit yang dikoleksi segera diberikan ke pasien atau bila disimpan harus diatas blood rotator (yg bergoyang) selama maksimal 5 hari Selama prosediu' aferesis beijalan, dokter dan perawat harus mengawasi keluhan, dan bila perlu menilai hemodinamik Untuk aferesis terapeulik, prosedumya sama dengan aferesis donor, namun khusus untuk plasmaferesis, awasi kemungkinan syok hipovolemik dan lidak lupa memberikan infus albumin saat pertengahan prosedur serta awasi 1-2 jam seielah prosedur unluk mencegah kemungkinan syok

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASI

398

Hematologi-Onkologi Medik

Hipokalsemia (kesemutan bibir dan jari tangan, dada rasa tertekan, pandangan gelap), gangguan hemodinamik dan penurunan kesadaran

WEWENANG •



RS Pendidikan; Dokter spesialis Penyakit Dalam Subbagian Hematologi-Onkologi, PPDS Penyakit Dalam tahap yang sedang / sudah melalui kepaniteraan Hematologi. RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan: Departemen Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-Onkologi RS Non Pendidikan: Bagian Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT •

Bank darah

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

399

PUNGSI SUMSUM TULANG T U JU A N • • • •

Diagnosis sitomorfologi/ evaluasi produk pematangan sel asal darah {stem cell) Penilaian terhadap simpanan besi Pengumpulan colonyforming unit (CFU-GM) pada transplantasi sumsum tulang M endapa tkan spesimen untuk pemeriksaan bakteriovirologis (biakan mikrobiologi)

INDIKASI • • •

Anemia dan sitopenia lainnya yang tidak dapat diterangkan Leukositosis dan/ atau trombositosis yang tidak dapat diterangkan Dugaan leukemia atau mieloptisis

KONTRA INDIKASI Keadaan umum yang buruk

PERSIAPAN Bahan dan alat • Bahan tindakan antiseptik • Povidone iodine • Kapas lidi steril dan kapas steril • Prokain/ lidokain 3% dan spuit 5 cc, spuit 20 cc danjarumhipodermik 23-25 gaus • Sarung tangan steril dan duk bolong steril • Set jarum aspirasi sumsum tulang (14-16 G) yang sesuai dengan tempat yang akan dilakukan dan spuit yang sesuai dengan jarum aspirasi sumsum tulang. Tempat aspirasi: • Spina iliaka posterior superior (SIPS) • Krista iliaka Spina iliaka anterior superior (SIAS) • Sternum di antara iga 2 dan 3 garis mid sternal atau sedikit di kanannya (jangan lebih dari 1 cm) Spina dorsalis / prosesus spinosus vertebra lumbalis (jarang dilakukan karena alatnya tidak ada, sekitar 18 gaus) • Botol bersih untuk koleksi aspirat, gelas obyek untuk bloodfilm • Antikoagulan titriplex, heparin atau EDTA • Perlengkapan untuk mengatasi renjatan neurogenik dan renjatan anafilaksis seperti adrenalin, atropin sulfat dan cairan set infuse

PROSEDUR TINDAKAN



Pasien diminta untuk buang air besar/ kecil sebelum tindakan

• •

Periksa kelengkapan dan kelayakan bahan dan alat tindakan Cuci tangan yang bersih dan keringkan

400 • •

• • • *

* * *

• * '



Hematologi-Onkologi Medik Pakai samng tangan steril Periksa kelengkapan dan kesesuaian jarum aspirasi dan spuitnyaisi spuit untuk aspirasi tersebut dengan sedikit antikoagulan titriplex/ EDTA untuk pemeriksaan sitologi dan imunologi atau heparin tanpa pengawet untuk sitogenetik Lakukan tindakan a dan antiseptik daerah tindakan dan prosedur terjaga aseptik. Tentukan titik tindakan Lakukan anestesi lokal tegak lurus permukaan mulai dari subkutis sampai peri¬ osteal Lakukan penetrasi jarum aspirasi tegak lurus dengan diputar kiri kanan secara lembut menembus kulit sampai membentur tulang/ periosteum kemudian perhatikan tingginya jarum, untuk jarum stemal sesuaikan pembatas/ pengaman - 0,5 cm dari kulit, kemudian setinggi ± 0,3 lanjutkan penetrasi jarum untuk menembus tabula ekstema dengan memberikan tekanan lebih besar secara mantap dan lembut setelah terasa seperti menembus kertas pada saat menembus diploe dan perbedaantinggijarumyangmasuk + 0,3-0,5 cm untuk sternum, ±0,5 -1,5 cm untuk SIPS/ SIAS/ krista iliaka, selanjutnya cabut mandrein dan pasang spuit 20 cc yang sudah dibilas antikoagulan tadi kemudian lakukan aspirasi perlahan tapi mantap (pasien akan merasa sakit) sebanyak ± 1 - 2 cc (untuk sitomorfologi saja), 2 cc dengan heparin (untuk pemeriksaan sitogenetik), jika terlalu banyak akan terencerkan dengan darah perifer yang akan menyulitkan penilaian, kemudian spuit dicabut, jarumkan biarkan saja. ' Teteskan aspirat secukupnya ke gelas obyek, diratakan diatas kaca slide, maka akan terlihat partikel sumsum tulang Sisanya masukkan ke dalam botol koleksi kemudian dikirim ke laboratorium Jika diperlukan untuk alasan lain dapat dilakukan aspirasi dengan spuit yang lain yang telah dibasahi antikoagulan, kemudian dikoleksi pada tempat Iain yang telah diisi antikoagulan Setelah selesai jarum aspirasi dicabut pelan-pelan tetapi mantap dengan cara diputar seperti ketika memasukkannya Daerah perlukaan dilakukan penutupan luka {dressing) dengan kassa yang telah diberi antiseptik jika diperlukan. Bila ada trombositopenia atau fragilitas kapiler yang meningkat (defisiensi hemostasis primer) dilakukan penekanan dulu sekitar 10 - 15 menit, setelah yakin tidak ada perdarahan baru dilakukan dressing. Daerah perlukaan jangan dibasahi selama 3 hari dan dressing dibuka setelah 3 hari

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASI Pneumomediastinum jika dilakukan pada sternum, perdarahan

WEWENANG •

RS Pendidikan : Dokter spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam tahap



yang sedang / sudah melalui kepaniteraan Hematologi. RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

401

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-Onkologi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAI T

402

Hematologi-Onkologi Medik

BIOPSI SUMSUM TULANG TUJUAN • • •

Menilai selularitas sumsum tulang Menentukan adanya keganasan hematologi dan nonhematologi (metastasis) Menentukan adanya fibrosis sumsum tulang

INDIKASI Kecurigaan adanya gangguan produksi sel darah, menentukan stadium keganasan nonhematologi

KONTRA INDIKASI

• • •

Tidak ada kontraindikasi mutlak Pada trombositopenia berat ( 25% volume darah total * Darah merah pekat {packed red blood cells) 150-250 cc/unit: meningkatkan massa sel darah merah dan kapasitas oksigen pada anemia normovolemik simtomatik termasuk anemia kronik pada kelainan ginjal kronik dan kanker • Darah merah dicuci {saline washed red blood cells) 180 cc/unit: meningkatkan massa sel darah merah, mengurangi risiko reaksi alergi terhadap protein plasma • Trombosit konsentrat {platelet concentrate) 50 cc/unit:Perdarahan karena atau trombositopenia trombopati • Trombosit aferesis {platelet aferesis) 300 cc/unit;Perdarahan karena trombositopenia atau trombopati, kecocokan HLA • Plasma beku {fresh frozen plasma) 220 cc:Pengobatan beberapa gangguan • • •

koagulasi Kriopresipitat (cryoprecipitate / anti hemophilifactor) 15 cc/unit: Defisiensi faktor VIII, faktor XIII, fibrinogen, pengobatan penyakil von willebrand Darah merah minim leukosit {leucocytepoor RBC) 200 cc/unit: Meningkatkan massa sel darah merah, mencegah reaksi demam karena antibodi leukosit, menurunkan kemungkinan aloimunisasi terhadap leukosit atau antigen HLA

K ONT R AI ND IK A S I Sesuai dengan komponen darah: • Darah lengkap;Anemia kronik normovolemik yang hanya memerlukan peningkatan massa sel darah merah. • Darah merah dicuci:Bila sudah lebih dari 24 jam karena teknik pencucian sistem terbuka menyebabkan penggunaannya terbatas 24 jam (risiko kontaminasi • •

bakerial) Darah merah pekat dan darah merah minim leukosit:Hati-hati risiko reaksi transfusi hemolitik, transmisi infeksi virus, reaksi alergi dan demam Trombosit konsentrat dan trombosit aferesis:Tidak efektif untuk pasien dengan destruksi trombosit yang cepat, termasuk ITP dan KID yang tidak diobati (kecuali pada perdarahan aktif), septikemia dan hipersplenisme

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI • •

405

Plasma beku: Jangan diberikan bila tujuannya menambah volume darah KiiopresipitatiUntuk kasus selain indikasi

PERSIAPAN Bahan dan alat • Untuk transfusi darah lengkap, darah merah pekat, darah merah dicuci, plasma beku dan kriopresipitat, gunakan set transftisi khusus dengan penyaring/ filter atau blood set • Untuk transfusi trombosit konsentrat atau trombosit aferesis, gunakan infus set khusus untuk transfusi trombosit • Hanya infus NaCl 0,9% yang diizinkan untuk diberikan bersama darah/ komponen darah • Bila tersedia, dapat digunakan alat pemompa darah elektronik untuk transfusi darah

PROSEDUR TINDAKAN Permintaan darah atau komponen • Formulir permintaan darah diisi lengkap, lemiasuk golongan arah A BO- Rh yang selamaini diketahui, namapasien daii nama orang tuaalau suaini, reakiii transfusi yang pemah dialami, indikasi dan Iain-lain • Formulir tersebut ditandatangani oleh dokter yang meminta, sedangkan perawat ruangan menilai ulang kelengkapan dan kebenaran pengisian formulir tersebut • Perawat mengambil sampel darah minimal 2 cc, paling baik 5 cc. Pada sampel darah ini hams ditempelkan label yang kuat bertulisan nama lengkap (sesuai formulir), jenis kelamin, umur, nomor rekam medik, tanggal pengambilan dan ruang perawatan Pemberian transfusi darah atau komponen • Identifikasi secara benar dan cermat bahwa nama pasien dan data lainnya cocok dengan label pada darah/ komponen darah yang akan diberikan, begitu juga kebenaran indikasi transfusi pada pasien ini. • Pada saat dimulai pemberian transfusi, pasien hams diawasi selama 5-10 menit pertama, kemudian diawasi secara periodik sampai tindakan transfusi selesai. • Dokter hams berada di area yang terjangkau (di RS) selama pemberian transfusi, sehingga bila timbul keadaan darurat dapat segera hadir menanganinya • Bila alatnya tersedia, darah/ komponen darah dihangatkan dulu dengan alat blood warmer� temtama pada kasus-kasus khusus antara lain pasien dewasa yang menerima transfusi cepat dan bemlang (> 50 cc/kg/jam), exchange transfu¬ sion pada bayi, anak-anak yang menerima transfusi dengan volume besar (> 15 ml/kg/jam) dan infus cepat melalui kateter vena sentral. • Pada orang dewasa kecepatan transfusi darah/ komponen jangan melebihi 100 ml/ menit, karena berkaitan dengan risiko tinggi hentijantungJangan menyimpan darah pada suhu kamar lebih lama. • Bila kondisi klinik memerlukan waktu transfusi lebih dari 4 jam, darah/ komponen hams dicicil pengambilannya, sisanya disimpan di bank darah rumah sakit sampai saat yang diperlukan. • Jangan menambah obat-obat ke dalam darah/komponen. Juga jangan memberikan obat suntik bersamaan dengan pelaksanaan transfusi darah. 406

Hematologi-Onkologi Medik

LAMATINDAKAN Tergantung banyaknya komponen darah yang ditransfusikan

KOMPLIKASI





Reaksi transfusi cepat: Reaksi hemolitik kuat, reaksi demam, reaksi alergi Hipervolemia, edema paru non kardiogenik - Hemoiisis non-imun, sepsis bakterial Reaksi transfusi lambat: - Reaksi hemolitik lambat - Penyakit infeksi (hepatitis B, C, HIV, EBV, HTLV-1, CMV, malaria, toksoplasmosis) Reaksi lambat laimiya

WEWENANG • •

RS Pendidikan: Dokter spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam, Perawat terlatih. RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Pen yakit Dalam, perawat terlatih

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam—Divisi Hematologi-Onkologi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT •

Bank darah

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

407

PEMASANGAN NUTRICATH INDIKASI

• •

Kebutuhan akses vena jangka lama untuk terapi atau nutrisi Pengukuran tekanan vena sentral

KONTRA INDIKASI •





Gangguan hemostasis yang berisiko perdarahan masif apabila dilakukan tindakan (misalnyakoagulasi intravaskular diseminataberat, defisiensi faktor pembekuan tingkat sedang-berat) Trombositopenia (< 50.000/ul: absolut, 50.000-100.000/ul: relatif) Kelainan lokal disekitar vena subklavia: massa tumor, paska radioterapi karena seringkali terjadi penekanan terhadap vena subklavia sehingga menjadi sempit) Kelainan (tidak utuhnya) permukaan kulit di tempat insersi kateter (misalnya pada luka bakar/ infeksi lokal, (sindrom Steven Johnson)

PERSIAPAN Alat yang diperlukan; • Kateter vena sentral dengan diameter lumen yang sesuai untuk usia dan bentuk tubuh pasien Benangjahit, misalnyaproleneno2,0Lidokain2%, 10-20cc • Heparin • Beberapa alat suntik; spuit 5 cc 1 buah, spuit 20 cc 2 buah • Pinset sirurgis, 2 buah kom kecil dan I buah bengkok (kidney basin) • Klem anatomis kecil (dengan ujung yang membengkok) • Mata bedah pisau • Kain steril (duk), ukuran minimal 60 cm x 60 cm, berlubang memanjang di bagian •

tengah Larutan inflis NaCl, infus set three way 2 buah mbber slopper 2 buah, extension tube 1 buah

Jenis-jenis kateter vena sentral untuk vena subklavia: • Pada umumnya berukuran pa-njang 30-35 cm * Untuk yang dipasang dengan guide wire berukuran panjang 20 cm Nutricath (merk vygon) no 16 atau 14 Pemilihan lokasi vena subklavia • Diutamakan sebelah kanan, karena kemungkinan penyulit lebih kecil daripada kiri • Apabila ada kelainan paru yang sedang sampai berat (infeksi, eflisi pleura, tu¬ mor dll) pada satu sisi atau bila paska bedah MRM/ axillary dissection, dipilih vena subklavia kontralateral

408

Hematologi-Onkologi Medik

P R O S E D U R TINDAKAN

• • • • •



• •



Posisi pasien telentang, dengan letak kepala datar tanpa bantal dan menoleh ke arah yang berbeda dengan lokasi pemasangan kateter Dilakukan tindakan a dan antisepsis di daerah sekitar klavikula Siapkan NaCl 0,9% sekitar 100-200 cc Isi alat suntik 10 cc (sekitar 2 buah) dengan larutan NaCl 0,9% hingga terisi setengahnya, agar masih ada ruang untuk melakukan aspirasi Pada kulit kira-kira 1 cm di sebelah bawah pertengahan klavikula yang dipilih, dilakukan penyuntikan lidokain 2% berturut-turut secara subkutan, masuk mengenai tulang klavikula, kemudian menyusur tepi bawah tulang klavikula sampai jarum suntik masuk habis ke dalam kulit. Ingat tiap kali menyuntik lidokain diaspirasi dulu, keluar darah atau tidak. Pada waktu jarum menyisir tepi bawah klavikula tersebut, alat suntik didorong pada posisi mendatar dengan mengarah ke tepi proksimal dari ujung medial klavikula, sambil melakukan aspirasi, sehingga apabila ujung jarum masuk ke dalam vena akan diketahui dengan adanya darah vena yang teraspirasi ke dalam alat suntik Pasang kanula plastik dengan jarum logam di dalamnya (merupakan bagian dari set CVP) pada alat suntik yang berisi NaCl 0,9% Masukkan ujung jarum tersebut dengan cara dan arah yang sama seperti yang diterangkan sebelumnya sampai menyentuh tulang klavikula, kemudian mulai menyusur tepi bawah klavikula sambil dilakukan aspirasi. Apabila ujung jarum masuk ke dalam vena, akan ditandai terhisapnya darah vena ke dalam alat suntik. Pada tahap ini masukkan kanula plastik dengan mendorong sejauh 0,5 cm sambil menahan pangkal jarum logamnya, dengan demikian maka ujung kanula diharapkan sudah berada di dalam vena. Tariklah pangkal jarum logam ke luar kanula, kemudian pasang alat suntik berisi heparin dan lakukan aspirasi. Apabila darah masuk ke dalam alat suntik, berarti ujung kanula telah berada di dalam vena. Pada saat ini posisi kepala pasien kembali melihat ke depan, tidak menoleh lagi, hal ini untuk mengurangi kemungkinan kateter nanti masuk ke vena jugularis. Masukkan kateter CVP/ nutricath ke dalam kanula tersebut sejauh yang diperlukan yaitu dengan ujung kateter mencapai atrium kanan. Untuk prosedur pemasangan CVP cukup sampai di sini, sedangkan untuk pemasangan nutricath setelah prosedur ini dilanjutkan dengan tunelisasi subkutis yaitu memasang kateter di bawah kulit sejauh kira-kira 10 cm, baru kemudian dilakukan prosedur selanjutnya. Tunelisasi subkutis: - Lakukan sayatan menggunakan mata pisau bedah sepanjang 0,75 cm ke arah lateral, dengan kedalaman 0,3 cm dimulai dari lokasi kateter ke luar dari kulit Longgarkan jaringan bawah kulit secara tumpul menggunakan klem anatomis berukuran kecil, lebih baik bila ujungnya agak bengkok. Bebaskan jaringan ikat di sekitar kateter sehingga kateter dapat digerakkan longgar di lubang tersebut. Suntikkan secara subkutan, lidokain 10 cc pada titik sejauh 10 cm di bawah sayatan tersebut, ke arah bawah (untuk menjahit kepala kateter nantinya) dan ke arah atas menuju lokasi sayatan untuk memasang kanula nanti. Masukkan kanula (beserta jarum logam di dalamnya) di titik penyuntikan

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

409

lidokain tadi, kemudian ke arah atas (lokasi sayatan) secara subkutan sampai

menembus lubang sayatan pada posisi lateral dari kateter. Cabut jarum logam, tinggalkan kanula di tempatnya. Masukkan kateter ke dalam kanula dari arah atas sehingga keluar pada ujung kanula sebelah bawah. Lakukan penjahitan luka sayatan tadi. Lakukan jahitan fiksasi kateter tepat di tempat keluamya dari kulit dengan jahitan fiksasi kepala kateter (yang akan disambungkan dengan T-way dan selang infus) Sambungkan kepala kateter dengan selang infus ataupun extension tube dengan -

• • •

perantaraan T-way

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASI Pneumotoraks, ruptur vena subklavia

WE WENANG • •

RS Pendidikan: Dokter spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam tahap yang sedang / sudah melalui kepaniteraan Hematologi. RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-Onkologi RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

410

Hematologi-Onkologi Medik

FLEBOTOMI

PENGERTIAN Suatu tindakan menuninkan volume darah dengan cara mengeluarkaimya melalui pembuluh vena secara bertahap dan cepat

TUJUAN Menghilangkan gejala-gejala distress dan fletora

INDIKASI Polisitemia vera, eritrositosis, hemokromatosis, porfiria cutanea tarda

KONTRA INDIKASI Gagaljantung

PERSIAPAN Bahan dan alat • Tensimeler dan steloskop untuk memantau status hemodinamik sebelum, selama dan sesudah lindakan dan juga untuk membendung vena pada vena seksi • Tempal tidur unluk berbaring pasien • Set donor • Bolol (plabooft atau kantong penampung darah dengan skala volume • Set infus/ kateier intravena dan cairan plasma atau dekslran (scbagai persiapan) terutama pada pasien di atas usia 65 tahun atau adanya penyakit/ penyulit kardiovaskuier atau gejala-gejala hiperviskositas • Perangkat standar antiseptik antara lain gauge steril, povidone iodine, alkohol dan plester

P R O S E D U R TINDAKAN

• •

• •





Pasien diminta untuk buang air besar atau kecil sebelum tindakan Pasien dalam posisi berbaring dilakukan evaluasi status hemodinamik, sedang untuk pasien di atas usia 65 lahun sebaiknya pemeriksaan tekanan darah dilakukan dalam posisi duduk/ berdiri karenamencerminkan tekanan daiah ytmg sebenamya Bila status hemodinamik stabil, pasien berbaring di tempal tidur Dilakukan tindakan a dan antisepsis pada lengan daerah venaseksi yang dilanjutkan dengan pembendungan vena dengan tensimeter tekanan 60 mmHg (atau dianiara sistolik dan diastolik) Pada orang tua di atas 65 tahun atau pasien dengan kecenderungan penyakit kardiovaskuier, di sisi lengan yang satunya dipasang infus set dengan cairan pengganti plasma (plasma expander) atau dekstran yang dimulai secara bersamaan dengan tindakan flebotomi dengan jumlah yang sama seperti darah yangdikeluarkan Kebanyakan pasien dapal menerima pengeluaran darah sebanyak 3 unit (kirakira 450-600 cc) per minggu, bahkan ada yang melakukan sebanyak 500 cc dengan

411 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI interval 1-3 hari. Untuk usia lanjut dan pasien dengan penyakit kardiovaskuler



dianjurkan sckiiar 200-300 cc. Selelah tercapai target pengobalan yaitu hemalokrit anlara 40-45%, maka kekerapan tlebotomi biasanya dapat diturunkan anlara 1 aiau 2 kali tiap 3-4 bulan lerganUing evaluasi rutin yailu nilai hematokrii atau seuim ferilin dalam batas normal rendah 10-40 ug/ml uniuk pasien-pasien dengan hemokromatosis.

LAMA TINDAKAN

KOMPLIKASI Perdarahan/ hematom, gangguan hemodinamik

WEWENANG • •

RS Pendidikan : Dokter spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam tahap yang sedang / sudah melalui kepaniteraan Hematologi. RS Non Pendidikan ; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI • •

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hematologi-Onkologi RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

412

3.6 ALERGI

IMUNOLOGI Alergi Imunologi

TES TEMPEL {PATCH TEST) PENGERTIAN Tes tempel (parch test) adalah tes kulit yang pada umumnya dilakukan di punggung dengan menempelkan piester khusus dan dibaca setelah 48 jam( reaksi hipersensitivitas tipe IV)

TUJUAN Mengetahui adanya kontak penyebab alergi

INDIKASI Dermatitis kontak

KONTRAINDIKASI Daerah yang dites bebas dari dermatitis, pasien yang sedang minum obat antihistamim dan steroid

PERSIAPAN Bahan dan alat: • Berbagai alergen yang sering menimbulkan alergi kontak • Piester khusus Pasien: Tidak minum antihistamin dan steroid, tes dilakukan setelah wash outperiod (3 hari sampai 1 bulan tergantung dari jenis obat yang diminum)

P R O S E D U R TINDAKAN

• • •

Tes tempel dilakukan di punggung Siapkan semua piester yang telah ditaruh alergen lalu tempelkan satu persatu di punggung Diamkan selama48 jam, pasien tidak boleh mandi



Setelah 48 jam piester dibuka dan tunggu 'A-1 jam, baru dibaca

PENILAIAN tak ada reaksi reaksi lemah (nonvesikular) reaksi kuat (vesikular atau edematous) reaksi ekstrim (bulosa atau ulseratif)

(-) + ++

LAMA TINDAKAN 48 jam

415 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

KOMPLIKASI

WEWENANG •



RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam Siibspesialis Alergi-Imunologi (konsulen) dan PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Alergi-Imunologi dibawah bimbingan konsulen. RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI



Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Alergi-Imunologi

UNIT TERKAIT •

Departemen Kulit dan kelamin

REFERENSI Rengganis I. Tes Tempel (Tatch Test�. Dalam : Sumaryono, Aiwi I, Sudoyo AW. Simadihrata M, Sefiali S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedw tindakan di bidofig penyakit dohnn. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKU!;2(}0I.p. IO-J.

416 Alergi Imunologi

TES TUSUK {SKIN PRICK TEST) PEN GERTIAN Tes tusuk (skinprick test) adalah tes kulit yang pada umumnya dilakukan di bagian volar lengan bawah dengan memasukkan alergen melalui tusukan jarum di kulit

TUJUAN Mengetahui adanya sensitisasi terhadap alergen

INDIKASi Pasien asma, rhinitis, konjungtivitis alergi, dermatitis atopi, dan urtikaria

KONTRAINDIKASI Pasien dalam serangan asma, pasien yang sedang minum obat antihistamim dan steroid

P E R S I A PAN • •

Bahan dan alat rEkstrak alergen yang sering menimbulkan alergi, jarum khusus skin prick test atau dapatjuga jarum G 26X0,5, kapas dan alkohol 70% Pasien :Tidak minum antihistamin dan steroid, tes dilakukan setelah wash out period {3 hari sampai 1 bulan tergantung dari jenis obat yang diminum)

PROSEDUR TINDAKAN

• • •

• • •

Tes dilakukan di voler lengan bawah. Bersihkan bagian bawah yang akan dites dengan alkhol 70% tunggu sampai kering. Gambar batas tiap alergen dengan pulpen sebanyak jumlah alergen yang akan dites. Teteskan alergen ditempat yang telah ditandai. Jarak tiap tetesan alergen 1,5-2,5 cm untuk menghindari bercampumya dua alergen yang kemungkinan bereaksi positif. Tes dibaca setelah 15 menit.

PENILAIAN (-) -t++ -H-h

Mil

tak ada reaksi indurasi indurasi indurasi indurasi

l-2mm 3-5 mm 6-9 mm > 9 mm

LAMA TINDAKAN 15-30 menit

417

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

KOMPLIKASI Reaksi alergi berupa asma, rinitis, urtikaria, syok anafilaksis

WEWENANG •



RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Alergi-Imunologi (konsulen) dan PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Alergi-Imunologi dibawah bimbingan konsulen. RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI



Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Alergi-Imunologi

UNIT TERKAIT



Departemen Kulit dan kelamin

R E F E RE N S I Rengganis 1. Tes tusuk fSkin Prick Test�. In: Svmaryono, Alwi I, Sudoyo A W, Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, MansjoerA, editors. Prosedur tindakan di bidangpenyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI:200Lp. 12-3.

418 Alergi Imunologi

TES PROVOKASI BRONKUS PENGERTIAN Tes provokasi bronkus adalah tes untuk mengetahui adanya hipeireaktivitas bronkus

TUJUAN Mendiagnosis asma bronkial

INDIKASI Pasien asma bronkial yang tidak terdiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan non invasif

KONTRAINDIKASI Adanya obstruksi saluran napas

PERSIAPAN Bahan dan alat: • Histamin dalam konsentrasi 5%; 2,5%; 1,25%; 0,625%NaCl 0,9% • Spirometri • Obat bronkodilator (adrenalin, beta-2 agonis, aminofilin) • Tabung oksigen Pasien :Pasienbebas asmaselama 12 jam

P R O S E D U R TINDAKAN 1. 2. 3. 4, 5. 6,

Pasien menjalani pengukuran spirometri pertama Kemudian diminta membuka mulut lebar-lebar dan disemprotkan ke dalamnya NaCl 0,9% sebanyak 3-5 kali semprot lalu dihisap ke dalam pani-paru Ditunggu selama 1 menit lalu dilakukan spirometri kedua Ulang kembali spirometri ketiga setelah 1 menit kemudian Tunggu beberapa saat (1-2 menit) ulangi tindakan nomor 2-4 dengan menggunakan histamin 0,625% Lakukan hal yang sama pada konsentrasi histamin 1,25% dan seterusnya sampai

dicapi konsentrasi histamin yang memberikan hasil provokasi positif

PENILAIAN Positif: bila pada pengukuran menilai FEVl setelah dilakukan provokasi dengan histamin dosis tertentu terdapat perbedaan sebesar > 20% dibandingkan FEV1 awal Negatif ; bila pada pengukuran spirometri setelah dilakukan provokasi dengan histamin sampai konsentrasi 5% tidak didaptkan perbedaan FEVl sebesar > 20% dibandingkan dengan spirometri awal

419 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

LAMATINDAKAN 30-60 menit

KOMPLIKASI Serangan asma bronkial

WEWENANG •

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Alergi Imunologi (konsulen ) dan PPDS yang sedang dan sudah melalui Divisi Alergi di bawah bimbingan konsulen Alergi Imunologi

UNIT YANG MENANGANI •

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Alergi-Imunologi

UNIT TERKAIT • •

RS Pendidikan; Divisi Pulmonologi RS Non Pendidikan: Bagian Paru, Penyakit Dalam, ICU

REFERENSI Karjadi TH. Tes provokasi bronkus. In: Sumaryono, Alwi J, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, penyunting. Prosedur tindakan di bidangpenyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001.p. 3-4

420 Alergi Imunologi

TES PROVOKASI OBAT PEN GERTIAN Tes provokasi obat adalah les yang dilakukan mulai dengan memberikan obat dengan dosis yang lebih kecil dari dosis yang diduga akan menimbulkan reaksi berat, keniudian dosis ditingkatkan dan diberikan jarak terlenlu sampai tercapai dosis penuh sesLiai dengan yang diharapkan

TUJUAN Mengeiahui adanya sensitivitas terhadap obal tersebut. Bila terjadi reaksi, masih dalam uihap ringan sehingga prosediirdiheniikan dan gejaladapatdiobali. Biasanya digunakan unluk menguji obat ancstesi lokal sebelum digunakan dosis penuh.

INDIKASI Jika dalam riwayat penyakit ada tanda-tanda yang mengarah ke alergi obat

KONTRAINDIKASI

• • •

Pasien yang sudah jelas diketahui alergi terhadap obat tertentu tidak perlu dilakukan tes lagi Pasien yang sedang minum obat antihistamin dan steroid Pasien penyakit jantung dan penyakit berat lainnya

P E R SI A PAN Bahan dan a la t: Kit anafilaksis, infus set, obat/bahan yang akan dites. Pasien : Tidak minum obat antihistamin dan steroid, tes dilakukan setelah wash out period

PROSEDUR TINDAKAN



• • •

Tes dilakukan dengan jumlah yang sesuai dengan kadar yang akan digunakan dan jangan menggunakan bahan yang mengandung epinefrin Mula-mula dilakukan prick lesl dengan anestesi yang lidak diencerkan sebanya satu leles Bila negatif,lanjutkan dengan 0,1 mllarutan 1:100 subkutan Bila negatif, lanjutkan dengan 0,1 ml larutan 1: 10 subkutan

• • • •

Bila negatif, lanjutkan dengan 0,5 ml tidak diencerkan subkutan Bila negatif, lanjutkan dengan 1 ml larutan tidak diencerkan subkutan Bila negatif, lanjutkan dengan 2 ml larutan tidak diencerkan subkutan Suntikan diberikan dengan jarak 15 menit

PENILAIAN Dianggap negatif bila pasien telah menerima 3 ml anestesi lokal tanpa reaksi yang berarti, tidak menunjukkan risiko yang lebih besar dibanding dengan populasi dalam niasyarakat

421

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

LAMATINDAKAN 1/2-2 jam

KOMPLIKASI Reaksi alergi ringan, sedang, berat. Anafilaksis sampai kematian

WEWENANG •

RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Alergi Imunologi (konsulen) dan PPDS yang sedang dan sudah melalui Divisi Alergi dibawah bimbingan konsulen Alergi Imunologi

UNIT YANG MENANGANI



RS Pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Alergi-Imunologi

UNIT TERKAIT

• •

RS Pendidikan: Divisi Pulmonologi. RS Non Pendidikan : Bagian Paru, Penyakit Dalam, ICU

R E FE R E N S I Renggams 1. Tesprovokasi obat. Dalam : Sumaryono, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, penyunting. Prosedur tindakan di bidang penyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2001; 149-50

422

3.7 GASTROENTEROLOGI Gastroenterologi

SKLEROTERAPI DAN LIGASI VARISES ESOFAGUS PENGERTIA N Skleroterapi dan ligasi varises esofagus merupakan prosedur invasif dengan menggunakan endoskopi yang dimasukkan ke dalam saluran cema dilanjutkan dengan pengikatan dan penyuntikan varises pada esofagus/gaster

TUJUAN Melakukan eradikasi varises esofagus dengan cara melakukan prosedur berulang dengan rata-rata sebanyak 3-4 kali,

INDIKASI Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus/gaster

KONTRAINDIKASI





Gagal jantung akut, infark jantung akut, gangguan hemodinamik, syok hipovolemik, gangguan pernapasan {respiratory distress), koagulasi intravaskular diseminala akut (gangguan hemostasis). Prekoma dan koma hepatikum merupakan kontraindikasi relatif

P E R S IA PAN

• •

DPL, masa perdarahan, masa pembekuan Puasa6-8 jam

PROSEDUR TINDAKAN •





Prosedur ini harus dilakukan secara legeartis oleh tenaga yang terampil dan berpengalaman, Sebab risiko tindakan ini akan meningkat bila dilakukan oleh operator yang tidak berpengalaman dan sebaliknya risiko akan menjadi kecil atau tanpa risiko bila dikerjakan oleh operator yang berpengalaman. Sifat prosedur ini bisa elektif atau emergensi. Khususnya untuk prosedur emergens! persiapan sebelum tindakan dilakukan dengan sebaik mungkin, dengan memperhatikan risiko yang dapat terjadi pada saat tindakan maupun sesudah tindakan. Langkah-Iangkah tindakan Skleroterapi: 1. Pasien telah dijelaskan dan dimotivasi sehingga menyetujui tindakan untuk mendapatkan hasil yang optimal 2. pemeriksaan fungsi hati, hemostasis, HBsAg dan Anti HCV 3. kadar hemoglobin diusahakan lebih dari 10gr% 4. Puasa minimal 6 jam sehari sebelum tindakan 5. Pagi hari sebelum skleroterapi dianjurkan untuk pasang infus cairan. 6. Premedikasi: a. Sedasi berupa diazepam i.v. 5- lOmg atau midazolam 5mg, 15 menit sebelum tindakan

425

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI b. c.

Gascon 15cc per oral 5-10 menit sebelum tindakan Spray xilokain 10% merata ke seluruh faring, sekitar uvula, dan hipofaring 5-10 menit sebelum pemeriksaan d Hyoscine-N-butylbromide (buscopan) i.m. 1 -2 ampul (20-40mg) 7. Alat yang dipakai: a. Endoskopi dengan pandangan samping maupun depan b. Jarum khusus untuk skleroterapi serta obat sklerosan yang bisa dipakai: i. Polidocanol (ethxysclerol) 1 %, 2%, dan 3% ii. Etanolamin 5% iii. Sodium tetradesil sulfat 0,5-1,5% (trombovar) iv. Kinin V. Dextrosa 50% vi. Alkohol absolute 96% vii. Jumlah sampai total sebanyak 5-30mL untuk setiap skleroterapi •

Langkah-langkah tindakan ligasi; 1. Pemeriksaan fungsi hati, hemostasis, HbsAg dan Anti HCV 2. Kadar hemoglobin diusahakan lebih dari 1 Ogr%

3. 4.

Puasa minimal 6 j am sehari sebelum tindakan Premedikasi: a, Sedasi bempa diazepam i.v. 5-1 Omg atau midazolam 5mg, 15 menit sebelum tindakan b. Gascon 15cc per oral 5-10 menit sebelum tindakan c. Spray xilokain 10% merata ke seluruh faring, sekitar uvula, dan hipofaring 5-10 menit sebelum pemeriksaan d. Hyoscine-N-butylbromide (buscopan) i.m. I -2 ampul (20-40mg) 5. Persiapan alat: a. Endoskopi pandan depan (GIF IT20, Evi GIF 100) b. Ligator endoskopik Stiegmann-Goffyang terdiri dari beberapa bagian: i Overtube panjang 25cm ii. Adaptor ukuran kecil dan besar (friction-fit adaptor) iii. Inner cylinder iv. Ligator dari karet berbentuk "o" v. Tali pengait {trip wire)



Evaluasi: hasil prosedur ini hams dilakukan evaluasi secara klinis dan endoskopi. Prosedur endoskopi dilakukan tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu satu minggu (untuk skleroterapi) dan tenggang waktu dua minggu (untuk tindakan ligasi), setelah itu satu bulan setelah prosedur ke tiga dan selanjutnya dengan tenggang waktu 1-6 bulan tergantung hasil evaluasi endoskopi. Tindakan ini dapat dilakukan diluar jadwal bila terdapat tanda-tanda klinis perdarahan dalam bentuk melena dengan atau tanpa hematemesis, penurunan Hb akibat perdarahan samar, disfagia akibat strikturpasca skleroterapi.



KOMPLIKASI Hipoksia, refleks vagal, perdarahan ulang, demam, pleuritis, empiema dan disfagia

426 Gastroenterologi

LAMATINDAKAN SOmenit

WEWENANG •



RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikat Endoskopis, PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Gastroenterologi membantu persiapan dan pelaksanaan. RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikat Endoskopis

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam -Divisi Gastroenterologi RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS Pendidikan; Departemen Bedah / Digestif RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

427

SKLEROTERAPI HEMOROID PENGERTIAN Skleroterapi hemoroid adalah prosedur tindakan terapetik untuk mengobati hemoroid dengan cara menyuntikkan obat sklerosan dengan bantuan anoskop/endoskopi dan j arum suntik.

TUJUAN • •

Mengobati hemoroid menj adi sklerotik Menghentikan perdarahan aktif hemoroid

INDIKASI

Hemoroid interna derajat I - III dengan keluhan perdarahan, benjolan

KONTRAINDIKASI

• • •

Infeksi akut/ abses pada hemoroid Pasien tidak kooperatif Keadaan um um buruk

PERSIAPAN

• •

DPL, masa perdarahan, masa pembekuan Diazepam 5-10 mg IV dan tidur dengan posisi miring ke kiri (posisi Sim s) (tidak diberikan secara rutin)

P R O S E D U R TINDAKAN Cara I: - Setelah dioleskan jeli, kolonoskop dimasukkan kedalam anus - Untuk melihat posisi skop dapal langsung lurus fore ward view atuu melaliii U lum. ICanuljarum sklerosingdimasukkankedalam chanel biopsy. - Setelah ujung kanul sklerosing ditempelkan ke hemoroid iniema sasaran di atas hnea dentate, jarum dikeluarkan dan obat etoksisklerol disuntikkan sebanyak 0,5-1 cc intra hemoroid - Jarum dicabut atau dimasukkan dan kanul tetap pada hemoroid selama 1 -2 menit - Setiap hemoroid dapat di suntik obat etoksisklerol dengan cara yang sama, Penyuntikan etoksisklerol sebaiknyajangan diberikan para/peri hemoroid karena dapat menimbulkan stenosis/striktur anus. Pasca tindakan : selama 5 hari harus diberikan antibiotika oral, obat hemoroid suppositoria/ointment dan obat penghilang rasa sakit dubur. Tindakan ini diulang tiap 1-2 minggu sampai hemoroid sklerotik. Cara II; - Setelah dioleskan jeli pada anus dan anuskopnya, lalu anoskop dimasukkan ke dalam anus. 428

Gastroenterologi -

-

Jarum suntik berisi etoksisklerol ditusukkan ke dalam hemoroid. Setelah di suntik, bekas suntikan di tekan dengan kasa steril yang telah dicelup betadin selama 12 menit. Hemoroid lain dilakukan tindakan yang sama. Penyuntikan etoksisklerol sebaiknyajangan diberikan para/peri hemoroid, karena dapat menimbulkan stenosis/striktur anus.

Pasca tindakan : selama 5 hari hams diberikan antibiotika oral, obat hemoroid supositoria/ointment dan obat penghilang rasa sakit dubur. Tindakan ini diulang tiap 1 - 2 minggu sampai hemoroid sklerotikEvaluasi: tigapuluh menit sesudah tindakan harus dipastikan bahwa tidak ada perdarahan peranum. Tujuh hari kemudian dilakukan endoskopi ulang untuk melihat hasil skleroterapi.

KOMPLIKASI Perdarahan, abses anus, demam, rasa sakit di dubur, bakteremia, ulkus ano-rektal, stenosis/striktur anus.

LAMA TINDAKAN 15 menit

WEWENANG •



RS Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasiPPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Gastroenterologi membantu persiapan dan pelaksanaan. RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam -Divisi Gastroenterologi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT • •

TERKAIT

RS Pendidikan; Departemen Bedah / Digestif RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

BUSINASI P E NG ERTI AN Businasi adalah tindakan dilatasi esofagus

TUJUAN Dilatasi striktur esofagus

INDIKASI Striktur esophagus, spasme esofagus, akalasia

KONTRAINDIKASI Keadaan umum buruk

P E R S I A PAN Puasa 6-8 jam

429

PROSEDUR TINDAKAN Dilatasi dengan menggunakan busi

KOMPLIKASI

LAMA TINDAKAN 30 menit

WEWENANG • •

RS Pendidikan ; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Gastroenterologi. RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam -Divisi Gastroenterologi RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

430 Gastroenterologi

KOLONOSKOPI P EN G ERTI A N Kolonoskopi adalah suatu tindakan untuk mengadakan observasi keadaan lumen usus besar secara langsung dengan menggunakan endoskop

TUJUAN Identifikasi lesi dalam lumen usus besar

INDIKASI

• • • • • • •

Mengevaluasi kelainan yang di dapat pada pemeriksaan Colon in loop Perdarahan peranum yang tidak diketahui penyebabnya Diare kronik Obstipasi Menegakkan diagnosis keganasan kolon / untuk mendapatkan jaringan biopsy dari kolon Evaluasi pasca anastomosis Surveilance : kelompok risiko tinggi untuk kanker kolon, tindak lanjut sesudah



operasi pengangkatan polip atau kanker Terapeutik: polipektomi, pengambilan benda asing, terapi laser

KONTRAINDIKASI Mutlak: Pasien tidak kooperatif, perforasi usus, peritonitis, kehamilan trimester III, infark jantung baru, pasien dalam keadaan syok Relatif : Semua proses peradangan akut dan berat yang akan memperbesar kemungkinan perforasi • Divertikulitis akut dengan gejala sistemik • Kehamilan trimester I dan penyakit peradangan panggul • anal dan Penyakit perianal akut • Obstruksi intestinal / distensi perut akut • Demam • Aneurisma aorta abdominal atau aneurisma iliakal • Baru menjalani operasi • Visualisasi terganggu : perdarahan akut gastrointestinal masif, persiapan tidak baik

P E R S I A PAN • •

Informed concent Persiapan usus besar : 1. Sejak 2 hari sebelum tindakan, pasienmakanbuburkecap atau makanan cair. Minum yang banyak 2-3 liter/hari. Jika sulit buang air besar minum laktulosa 2x1 sendok makan atau bisacodyl 2x1 tab/hari 2. Malam hari sebelum tindakan, puasa. Makan terakhir jam 20.00, setelah itu puasa tetapi minum tetap boleh kecuali susu. Pukul 21.00 minum garam Inggris 30 gram atau Dulcolax4 tab 431

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI 3.

Pukul 05.00 pagi (3 jam sebelum tindakan) dilakukan klisma (untuk pasien yang dirawat), atau bisacodyl 1 buah suppositoria atau larutan enema 1 botol

PROSEDUR TINDAKAN 1. Meniup (inflasi) udara diusahakan senilnimal mungkin 2. Sedapal mungkin hams melihat lumen kolon dengan baik dengan menarik alat atau memulamya ke kiri atau ke kanan serta menghindari timbulnya loops. Kadang-kadang alat pcrlu di dorong menyusuh dinding kolon tanpa melihat iiimennya, Hal ini dapal dilakukan tanpa risiko selama alat lersebul menyusur dengan mudah tanpa paksaan. Bila ada tahanan, apalagi pasien merasa sakil, sebaiknya alat di larik mundur, 3. Rasa sakit merupakan suatu landa bahwa kita harus hati-hati menarik alat dan niemendekkan kolon dengan cara menghisap merupakan salah satu cara keberhasilan mencapai caecum. Langkah-langkah tindakan: 1. Surat persetujuan tindakan 2. Persiapan kolon 3. memakai celana khusus yang mempunyai lobang berukuran (> 14cm) untuk jalannya skop

KOMPLIKASI Gangguan kardiovaskular dan pemapasan, perforasi kolon, perdarahan, distensi pasca kolonoskopi, reaksi vasovagal, flebitis, infeksi, volvulus

LAMA TINDAKAN 30-60 menit

WEWENANG •



RS Pendidikan ; Dokter Spesiaiis Penyakit Dalam dengan sertifikasi, PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Gastroenterologi membantu persiapan dan pelaksanaan. RS Non Pendidikan ; Dokter Spesiaiis Penyakit Dalam dengan sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI • •

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam -Divisi Gastroenterologi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT

• •

TERKAIT

RS Pendidikan : Departemen Bedah / Digestif RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

432 Gastroenterologi

PEMASANGAN SELANG NASOGASTRIK P E N G E RTIA N Pemasangan selang nasogastrik (�GUflocare) ke dalam lambung melalui hidung pada keadaan pasien tidak dapat menelan makanan oleh berbagai sebab untuk menjamin pemberian nutrisi enteral. Pemasangan NGT juga dilakukan pada pasien dengan perdarahan saluran cema bagian atas, pankreatitis akut ileus paralitik/ obstruksi -> untuk tujuan dekompresi

TUJUAN • • •

Pemberian nutrisi enteral pada pasien yang tidak dapat menelan oleh berbagai sebab. Dekompresi / menyalurkan cairan lambung keluar pada ileus paralitik/obstruktif dan pankreatitis akut Bilas lambung pada perdarahan SCBA

INDIKASI Pasien tidak dapat menelan oleh berbagai sebab, perdarahan saluran cema bagian

atas, pankreatitis akut, ileus obstruktif/paralitik

KONTRAINDIKASI Pasien tidak kooperatif

P E R S I A PAN

PROSEDUR TINDAKAN 1.

Pasien posisi terlentang atau miring ke kiri/kanan dengan kepala sedikit di tekuk ke depan 2. Selang dimasukkan ke hidung setelah ujungnya diberi jeli 3. Setelah mencapai lambung, biasanya pada tanda 3 strip hitam yaitu kira-kira 50 cm dari lambung dimasukkan udara melalui selang. Hal ini bisa menimbulkan suara yang dapat di dengar dengan stetoskop yang ditempelkan kira-kira di atas lambung (perut kiri atas/sedikit di atas epigastrium). Jika terdapat banyak cairan lambung, biasanya cairan lambung keluar melalui selang.

KOMPLIKASI Erosi pada esofagus dan lambung

LAMA TINDAKAN + ISmenit

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

433

WEWENANG •



RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Gastroenterologi, dibantu oleh perawat terlatih. RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam -Divisi Gastroenterologi RS Non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT • •

RS Pendidikan: Departemen Bedah / Digestif RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

434

Gastroenterologi

ESOFAGO-GASTRO-DUODENOSKOPI P E N G E RTI A N Esofago-gastro-duodenoskopi adalah pemeriksaan intralumen esophagus, gaster, dan duodenum dengan menggunakan alat endoskop (serat optik atau EVIS)

TUJUAN Identifikasi lesi mukosal intralumen di esofagus, gaster dan duodenum

INDIKASI Dispepsia, disfagia, perdarahan gastrointestinal, konfirmasi abnormalitas pada pemeriksaan radiologic penapisan keganasan saluran cema bagian atas, muntah hebat, berat badan turun tanpa sebab, dispepsi yang menetap setelah terapi empirik, occult bleeding, anemia tidak diketahui penyebabnya

INDIKASI Terapeutik: ligasi / STE varises esofagus, mengambil benda asing

KONTRAINDIKASI Mutlak: takkooperatif ataupsikotik, infark miokard akut

Relatif: kesadaran menurun, divertikulum Zenker, gagal jantung, pneumonia berat, asma akut, aneurisma aorta torakal, gastritis korosif akut

P E R S I A PAN

• • •

Persiapan psikologis dan penjelasan tentang tujuan {informed concent) Puasa 6-8 j am sebelum tindakan Persiapan alat; L Memastikan semua tombol-tombol berflingsi baik, baik itu airfeeding, wa¬ terfeeding, dan suction (knop) 2. pompa isap 3. botol air cukup isinya 4. sumber cahaya 5. alat foto tersedia dan cairan formalin (5-10%) serta botol-botol kecil apabila direncakan biopsi

PROSEDUR TINDAKAN 1. 2. 3. 4. 5.

Melalui mouth piece, ujung skop diinsersikan ke dalam mulut, faring, sfmgter esophagus superior dan masuk ke dalam esophagus Esophagus di evaluasi, kemudian melalui sfmgter esofagus bawah, skop dimasukkan ke dalam gaster Evaluasi dilakukan di daerah kardia, fundus, korpus dan antrum Melalui pilorus skop dimasukkan ke dalam bulbus dan pars desenden duodenum Skup ditarik kembali sambil melihat keadaan mukosa dengan mengisap udara dan cairan selama ditarik

435 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI

KOMPLIKASI Refleks vaso-�agal, perdarahan, aspirasi, perforasi

LAMA TINDAKAN + 30menit

WEWENANG •



RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi. PPDS Penyakit Dalam yang sedang dan sudah melalui Divisi Gastroenterologi membantu persiapan dan pelaksanaan, RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dengan sertifikasi

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS Pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam -Divisi Gastroenterologi RS Non Pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• •

RS Pendidikan : Departemen Bedah / Digestif RS Non Pendidikan: Bagian Bedah

436

3.8 HEPATOLOGI

Hepatologi

BIOPSIASPIRASI JARUM HALUS PENGERTIAN Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) alau fine needle aspiration biopsy (FNAB) adalah sualii tindakan untuk meneiapkan diagnosis jaringan dengan menggunakan

jarum halus tanpa melalui prosedur pembedahan

TUJUAN • •

Untuk menetapkan diagnosis lesi-lesi maligna organ intra abdomen seperti hati, pankreas dan limpa Untuk menentukan stadium suatu keganasan

INDIKASI

• • •

Terdapat lesi fokal di hati Terdapat dugaan adanya keganasan pada korpus dan kauda pankreas Limfadenopati peripankreatik atau para aorta

KONTRA INDIKASI Gangguan hemostasis, pasien tidak kooperatif, asites

PERSIAPAN Bah an dan alat: • Alat USG yang dilengkapi dengan probe yang khusus digunakan sebagai penuntun biopsi aspirasi • Jarum chiba no, 22 G - 23 G dengan panjang 15 atau 20 cm • Gelas obyek • Lidokain 2% 5 ampul • Alcohol 96% • Spuit Betadine disposable 10 cc dan 20 cc masing-masing 1 buah • Aspirator • Sarung tangan steril • Kain duk steril Pasien: • Pasien rawat inap • Pasien tidak dipuasakan • Diperiksa masa perdarahan, masa pembekuan dan masa protrombin • Vitamin K10 mg intra muskular mulai 1 hari sebelum tindakan • Terpasang infus NaCl 0,9% atau Dextrose 5% • Surat persetujuan tindakan

P R O S E D U R TINDAKAN Tindakan dilakukan secara lege artis meliputi: 1. Persiapan periksa kembali kelengkapan bahan dan alat periksa pasien tidak ada kontraindikasi sudah ada persetujuan tindakan 439 Panduan Prosedur Tindakan PAPDI 2

Teknik puncture • a dan antisepsis lapangan kerja dengan larutan betadine • tentukan titik puncture USG • infiltrasi anestesi local local dengan lidokain 2% 6-10 cc dari titik puncture yang diteniukan sampai daerah kapsul hati atau peritoneum • lakukanpuncture dengan jarum chiba dengan dipandu USG sampai ke daerah sasaran 3. Teknik aspirasi

• •

setelah jaruin mencapai sasaran yang dituju lepaskan mandrin di dalamnya lakukanlah aspirasi dengan spuii disposable 20 cc dengan cara membual lekanan negalif serta menarik dan mendorong jarum ke alas dan ke bawah • seielah didapat aspirat, lekanan negatif spuil dinelralkan kembaii dan jarum kemudian ditarik 4. Pembuatan slide • keluarkan aspirat dari jarumnya dengan mendorongnya dengan mandrin atau spuit disposable ke atas gelas obyek • buatlah sediaan apus preparat direndam dalam alkohol 96% selama 5 menit 5. Pengawasan pasca tindakan • setelah luka dirawat periksa tekanan darah dan pulsasi

LAMA TINDAKAN 30 menit

KOMPLIKASI Perdarahan, nyeri daerah tusukan, peradangan, seeding sepanjang tract jarum

WEWENANG •



RS Pendidikan ; Dokter Spesialis Penyakit Dalam Yang sudah mendapat sertifikasiPPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi Hepatologi ; mempersiapkan dan membantu pelaksanaan. RS Non Pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• •

RS pendidikan :Departemen Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi RS Non Pendidikan: Bagian Penyakit Dalam

UNIT

TERKAIT

440 Hepatologi

PARASENTESIS ABDOMEN PENGERTIAN Parasentesis abdomen adalah suatu tindakan untuk mengeluarkan cairan asites

TUJUAN •

Untuk membantu menegakkan diagnosis



Sebagai terapi, bila pengobatan dengan medikamentosa tidak memberi respons

Indikasi • Diagnostik: untuk memastikan penyebab asites atau menentukan asites yang terinfeksi seperti SBP pada pasien sirosis hati • Untuk mengatasi distensi abdomen atau sesak napas akibat tekanan asites

KONTRA INDIKASI





Gangguan pembekuan darah, masa protrombin memanjang > 5 detik kontrol, trombosit < 50.000/mm, ileus obstmktif, infeksi pada dinding perut Relatif: pasien tidak kooperatif, riwayat operasi laparotomi berulang

PERSIAPAN Bahan dan alat: • Sarung tangan steril • Betadine, alkohol • Kasa steril • Kain duk steril • Lidokain 1 % (10 cc) • Spuit disposable 10 cc (2 buah), 50 cc (2 buah) * IV cath no. 14 atau 16 • Blood set • Tabung steril Pasien: • Diperiksa darah perifer lengkap, masa perdarahan, masa pembekuan dan masa protrombin (paling lama 48 jam terakhir) • Surat persetujuan tindakan

P R O S E D U R TINDAKAN

• • • • • •

Vesika urinaria harus kosong Pasien tidur berbaring dengan posisi kepala 45-90 Identiflkasi tempat aspirasi : Hindari vena-vena kolateral, pembuluh darah epigastrika inferior, lokasi bekas operasi dan limpa yang membesar Pakai sarung tangan steril Bersihkan lokasi tindakan dengan antiseptik Pasang duk steril

Panduan Prosedur Tindakan PAPDI • • • • •

441

Anestesi lokal dengan lidokain 1% sampai dengan peritoneum Pasang IV-cath no 14 atau 16 secara zigzag, sedot cairan dengan spuit 10 cc dan 50 cc untuk pemeiksaan Untuk tujuan terapi pasang set infus, lalu alirkan cairan keluar Tidak adabatas pasti jumlah maksimal yang boleh dikeluarkan, rata-rata 3-4 liter masih cukup aman Pada pasien sirosis hati sebaiknya ditambahkan 6-8 g albumin intravena untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan.

LAMA TINDAKAN

• •

Parasentesis diagnosis: 15 menit Parasentesis terapeutik: tergantung jumlah cairan asites yang dikeluarkan

KOMPLIKASI

• •

Local: Perdarahan, infeksi dinding penit, peritonitis, perforasi usus atau vesika urinaria Umum; Hipovolemia, hipotensi, gagal ginjal, ensefalopati portosistemik

WEWENANG • •

RS Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi Hepatologi RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI • •

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Hepatologi RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT

TERKAIT

442

BAB IV

PENUTUP PENUTUP Sebagaimana kita ketahui kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kedokteran/kesehatan khususnya ilmu penyakit dalam, sedemikian cepat dan luas seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di Indonesia yang semakin banyak serta kemajuan dan perubahan pola pikir masyarakat tentang pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, dengan adanya Buku Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam PAPDI ini dapat membantu sejawat dalam memberikan pelayanan dan perawatan kesehatan kepada masyarakat secara lebih optimal, berkesinambungan, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan, Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam ini meliputi standar operasional yang bermutu dalam pelayanan dan perawatan kesehatan kepada masyarakat yang diperuntukkan bagi semua sarana pelayanan kesehatan yang telah dan akan menggunakan panduan pelayanan medik ini. Apabila ada kekurangan dalam penyusuan Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam PAPDI ini kami menerima masukan dari sejawat untuk revisi selanjutnya.

445

LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN NO. 172/SK.PB.PAPDI/IX/04 Mengingat • Anggaran Dasar PAPDI Pasal VIII Bab Organisasi, ayat 3 yang berbunyi Badan Khusus yang dapat dibentuk menurut keperluan. • Buku Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam (PPM) yang telah dibuat oleh Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. Menimbang • Hasil Keputusan Rapat PB PAPDI tanggal 19 Maret 2004, agar buku Panduan Pelayanan Medik (PPM) dijadikan rujukan untuk Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang bekerja di Rumah Sakit seluruh Indonesia, seyogyanya diterbitkan atas nama PAPDI. MEMUTUSKAN Menetapkan: Pertama : Memberlakukan Buku Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam PAPDI, hasil kerja Tim, sebagai pedoman dalam pelayanan medik bagi dokter spesialis penyakit dalam khususnya seluruh anggota cabang PAPDI di rumah sakit pemerintah dan swasta serta seluruh fasilitas kesehatan lainnya di Indonesia, yang akan disempurnakan/disesuaikan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu kedokteran/kesehatan. Kedua

: Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan catatan segala sesuatu akan dirubah, ditinjau kembali sebagaimana mestinya apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Sural Keputusan ini. : di Jakarta Ditetapkan

Pada tanggal KetuaUmum

: 27 September 2004

Sekretaris Jenderal

Prof. Dr. H.A.Aziz Rani, SpPD, KGEH

DR. Dr. Sidartawan Soe�ondo, SpPD, KEMD

Tembusan Yth. 1. Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam 2. Koordinator Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam 3. Para Ketua Divisi Ilmu Penyakit Dalam 4. Para Ketua PAPDI Cabang 5. Sejawat yang bersangkutan 6, Arsip

449

Panduan Pelayanan liedik Se iring

*uku

kemajuan dan perkembangan Umu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran khususnya Umu Penyakit Dalam serta dalam rangka meningkatkan profesionaUsme dokter penyakit dalam dan mencegah terjadinya kekeliruan dalam perawatan pasien, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB.PAPDl) menerbitkan buku Panduan Pelayanan Medik dengan harapan dapat menjadi rujukan/panduan dalam menjalankan tugas profesi seorang dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit pemerintah dan swasta serta fasilitas pelayanan lain di Seluruh Indonesia sesuai dengan sarana yang tersedia.

dengan

ini membahas

tentang

pedoman

pelayanan

medik

di bidang Penyakit Metabolik Endokrin, Kardiologi, Pulmonologi, Reumatologi, Tropik Infeksi, Ginjal Hipertensi, Hematologi Onkologi Medik, Geriatri, Psikosomatik, Alergi Immunologi, Gastroenterologi, dan hepatologi serta prosedur tindakan di bidang-bidang tersebut.

Pusat Penerbitan Departemen llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unlversitas Indonesia

ISBN: 979-9455�57-X

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF