Panduan Menulis Novel
October 9, 2017 | Author: Bhintie Masluchah | Category: N/A
Short Description
Download Panduan Menulis Novel...
Description
Berapa kali setelah selesai membaca sebuah novel Anda berkata, ―Saya bisa menulis buku seperti ini.‖ Tahukah Anda bahwa Anda benar. Kita semua, saya yakin, memiliki sedikitnya satu novel di dalam pikiran atau hati kita. Penulis novel Toni Morrison mengatakannya seperti ini: ―Jika ada satu buku yang benar-benar ingin Anda baca dan belum pernah ada yang menulis sebelumnya, maka Anda harus menulisnya.‖ Menulis buku bukan hal yang mudah. Namun, setiap hari selalu ada buku yang diterbitkan. Pada tahun 1996, menurut Books in Print, ada 1,3 juta judul buku diterbitkan. Jumlah buku yang diterbitkan di Amerika Serikat pada tahun 1996 saja berjumlah 140.000. Jadi, mengapa Anda tidak mulai melakukannya? Apa yang Diperlukan Saya yakin jika Anda bisa menulis sebuah kalimat yang sederhana (terlebih, inilah yang ditulis oleh Ernest Hemingway), mengamati dunia di sekitar Anda, dan ingin menulis novel yang bisa dijual—sungguh-sungguh menginginkannya, bukan hanya sekedar menginginkan saja—maka Anda pasti bisa melakukannya. Saya tidak percaya orang bisa menjadi penulis dengan mengikuti workshop, membaca buku, atau bahkan membaca artikel ini. Tulisan muncul dari sesuatu yang ada dalam diri seorang penulis. Bagaimanapun, artikel ini akan menghemat waktu Anda, menunjukkan jalan yang tepat kepada Anda, dan membantu Anda menulis novel dalam waktu 100 hari atau kurang. Apakah Mungkin? Hal ini telah terbukti. Saya telah melakukannnya beberapa kali. Saya tahu bagaimana rasanya meluangkan waktu satu atau jam sehari (atau semalam) untuk menulis. Sungguh tidak mudah untuk menulis novel, apalagi jika Anda memiliki pekerjaan tetap, keluarga, dan tanggung-jawab, namun hal itu bisa dilakukan. Kebanyakan penulis faktanya harus menjalani dua kehidupan saat mereka menulis novelnya. Namun, begitu Anda berhasil menjual buku pertama Anda, maka Anda memiliki kemampuan untuk meninggalkan pekerjaan harian Anda dan mengabdikan sisa hidup Anda untuk menulis secara total. Para penulis besar telah melakukannya Tentu saja Anda mempunyai pekerjaan. Tentu saja Anda memiliki keluarga. Namun kedua hal itu tidak menghalangi para penulis besar di masa lalu. Penyair Wallace Stevens bekerja sebagai wakil direktur sebuah perusahaan asuransi dan seorang pakar di bidang pasar obligasi. T.S. Elliot muda awalnya adalah seorang bankir. William Carlos Williams merupakan seorang dokter anak. Robert Frost adalah seorang pemilik peternakan ayam. Hart Crane bekerja membungkus permen di gudang ayahnya, dan kemudian bekerja menulis teks iklan. Stephen Crane bekerja sebagai koresponden perang. Marianne Moore bekerja di Perpustakaan Umum New York. James Dickey bekerja di sebuah biro iklan. Archibald MacLeish adalah Direktur Kantor Fakta dan Angka selama Perang Dunia II Mulailah dengan perasaan murni Apa yang membuat seseorang menjadi penulis? Mungkin hal itu didorong oleh sebuah peristiwa—peristiwa yang terjadi di tahap awal kehidupan dan membentuk ketertarikan dan
kesadaran-diri sang penulis. Ambil contoh kasus Jose Saramago, penulis berbahasa Portugis pertama yang menerima Hadiah Nobel Sastra. Putera seorang petani dan seorang ibu yang buta huruf ini dibesarkan di sebuah rumah yang tidak memiliki buku, dan dibutuhkan waktu hampir 40 tahun baginya untuk beralih dari buruh pabrik logam ke pegawai pemerintahan ke editor penerbitan hingga ke editor surat kabar. Usianya telah menginjak 60 tahun saat ia mulai menerima pengakuan di dalam dan luar negeri dengan dua karyanya, Baltasar dan Blimunda. Saat masih kanak-kanak, ia menghabiskan liburan di rumah kakeknya di desa yang bernama Azinhaga. Saat kakeknya menderita stroke dan dibawa ke Lisbon untuk dirawat, Saramago masih bisa mengingat peristiwa yang terjadi kala itu, ―Ia pergi ke halaman rumahnya, di mana tumbuh segelintir pohon, pohon fig, pohon zaitun. Lalu ia mendatangi mereka satu persatu, memeluk pohon tersebut dan menangis, mengucapkan selamat tinggal kepada mereka karena ia tahu tidak akan pernah kembali. Jika Anda menyaksikan hal itu, hidup dengan hal itu, dan hal itu ternyata tidak meninggalkan kesan apa-apa dalam hidup Anda selanjutnya,‖ ucap Saramago, ―maka Anda tidak mempunyai rasa.‖ Mulailah dengan perasaan murni. Ubahlah hal itu menjadi prosa. Mari kita mulai Sinclair Lewis diundang untuk berbicara di hadapan sejumlah mahasiswa tentang seni menulis. Ia berdiri di muka kelas dan bertanya, ―Berapa banyak dari Anda yang sungguh-sungguh serius ingin menjadi penulis?‖ Sejumlah orang mengangkat tangan. Lewis kemudian bertanya, ―Jadi, mengapa Anda semua tidak pulang ke rumah dan menulis?‖ Setelah mengucapkan hal itu ia pun pergi keluar dari ruangan. Jadi kini saatnya bagi Anda untuk menulis. Pada artikel berikutnya saya akan memberikan catatan harian untuk Anda—setiap hari akan berisi kata-kata dorongan, nasihat, atau petuah, atau tugas yang harus Anda lakukan agar buku Anda bisa ditulis. Ini adalah hal-hal apa saja yang perlu Anda lakukan setiap hari selama seratus hari ke depan untuk menulis novel Anda. Bersambung... Diterjemahkan dari artikel "How to Write a Novel in 100 Days or Less" karya John Coyne, www.peacecorpswriters.org Baca Tips dan Cara Menulis Novel dalam 100 Hari selanjutnya: Hari Pertama, Hari Kedua, Hari Ketiga, Hari Keempat, Hari Kelima Views: 14309 | Added by: kanalku | Rating: 2.4/35 Total comments: 67 0
1 2 3 ... 6 7 »
Dalam berbagai kegiatan pelatihan penulisan, atau obrolan pribadi, saya seringkali disambut oleh pertanyaan seperti ini. Tentu saja, susunan redaksionalnya berbeda-beda. Ada teman penulis yang bertanya, ―Saya ingin membuat tulisan yang sangat luar biasa seperti novel Laskar Pelangi. Bagaimana caranya?‖ Atau, ―Bagaimana caranya agar saya bisa membuat tulisan yang benar-benar berkualitas tinggi, disukai oleh jutaan pembaca, menggugah, menimbulkan kesan yang mendalam, menyentuh perasaan, pokoknya yang benar-benar spesial dan luar biasa banget, deh.‖ Baruan (sebelum tulisan ini dibuat), ada teman lain yang bertanya, ―Kenapa sebuah karya bisa ―abadi‖ di hati pembaca? Misalnya Ronggeng Dukuh Paruk-nya Pak Ahmad Tohari. Ada resep khusus untuk membuat karya seperti itu?‖ Saya yakin, banyak di antara Anda yang memiliki pertanyaan yang sama. Anda pasti ingin tahu apa jawabannya, ya? Oke, menurut pendapat saya begini: Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan seperti di atas tak perlu diajukan sama sekali. Anda bahkan tak perlu memikirkannya. Yang harus Anda lakukan adalah:
Teruslah berlatih menulis. Jangan pernah berhenti menulis. Sebab menulis itu seperti menyetir mobil. Semakin tinggi jam terbang Anda, maka keahlian Anda pun insya Allah semakin baik. Rajin-rajinlah membaca buku-buku yang berkualitas. Jika tubuh kita diibaratkan ―pabrik penulis‖, maka inputnya – antara lain adalah bacaan, dan outputnya (atau produk yang dihasilkan) adalah tulisan. Dengan demikian, kegiatan membaca bagi seorang penulis sangat penting. Tulisan kita akan banyak diwarnai oleh jenis bacaan yang kita lahap. Bila Anda rajin membaca teenlit, maka Anda akan menjadi seorang penulis teenlit. Bila Anda rajin membaca opini di surat kabar, maka Anda akan menjadi seorang penulis opini. Demikian seterusnya.
Jadi bila Anda ingin membuat novel sebagus ―Ronggeng Dukuh Paruk‖ misalnya, maka rajinrajinlah membaca novel yang kualitasnya seperti itu. Maka insya Allah, Anda akan ketularan Kiat yang saya beberkan di atas mungkin terkesan sangat sederhana. Anda mungkin tidak percaya, bahwa untuk membuat tulisan yang sangat bagus, menarik, menggugah dan abadi di hati pembaca, kiatnya hanya sesederhana itu.
Tapi percayalah! Kiat di atas memang terkesan sangat sederhana. Tapi bila dipraktekkan secara sungguh-sungguh, insya Allah suatu saat nanti Anda akan menemukan sebuah – bahkan mungkin banyak – fakta yang mengejutkan Yang jelas, seperti yang saya sebutkan di atas, Anda tak perlu repot-repot memikirkan ―Bagaimana caranya agar saya bisa membuat tulisan yang sebagus novel karya Ahmad Tohari atau Andrea Hirata‖. Praktekkan saja kedua kiat di atas. Saya doakan, suatu saat nanti Anda akan jauh lebih hebat dari Andrea Hirata bahkan Stephen King! Amiin…. Cilangkap, 6 Juni 2008 Jonru
Baca Artikel Terkait:
Boleh dibilang, ini termasuk salah satu ―pertanyaan sejuta umat‖ di dunia penulisan. Sejak beberapa bulan lalu, banyak sekali teman yang bertanya pada saya, ―Bagaimana caranya agar saya menjadi penulis?‖ Banyak pula yang meminta tips atau kiatnya. Karena banyaknya pertanyaan itulah, dan karena saya orangnya malas mengulang-ulang jawaban yang sama, maka saya akan coba tulis di sini jawabannya. ***
Langkah-Langkah Menjadi Penulis Untuk menjadi penulis, yang harus Anda lakukan hanyalah satu hal: MENULIS! Ya, sangat gampang, bukan? Menulislah! . “Lho, saya kan bukan penulis?” Siapa bilang? Coba baca dulu DEFINISI PENULIS di sini dan di sini. . “Apa yang harus saya tulis?” Mulailah menulis dengan tema/topik yang paling
Anda sukai dan minati. Tulislah hal-hal yang paling dekat dengan keseharian Anda. Ini akan membuat Anda lebih lancar dalam menulis, sebab Anda SANGAT menguasai hal-hal yang sedang Anda bahas. . “Lalu saya harus menulis di mana?” Ya, di mana saja. Di buku harian, di atas kertas, di handphone, di blog, di mana saja yang Anda inginkan. . “Bagaimana caranya?” Mulailah menulis secara spontan. Secara bebas. Kiat Menulis Bebas, itu intinya. Saya menyebutnya sebagai teknik menulis ―Otak Kanan Dulu Baru Otak Kiri‖. Selengkapnya, coba baca di sini. Baca pula konsultasi ―Bagaimana Cara Memulai Menulis‖ di sini. Atau, ikutilah Newsletter GRATIS “Pintar Menulis dalam 9 Minggu”. Klik di sini (atau isi saja formulirnya yang terdapat di bagian kanan – agak ke bawah – di halaman ini). . “Lho, bukankan untuk menulis itu ada teorinya? Ada kiatnya? Ada pedomannya? Ada panduannya? Ada rumusnya?” Ya, benar. Tapi semua itu bisa dipelajari sambil jalan. Yang penting, mulailah menulis secara spontan, secara bebas. Lupakan semua teori! Baca yang ini dulu deh (Dan jangan cuma dibaca. Harus dipraktekkan juga. Agar Anda makin paham maksudnya). . “Oke. Lantas bagaimana cara membuat tulisan yang bagus, yang berkualitas, yang menggugah, yang hebat, yang luar biasa?” Jawabannya ada di sini. . “Lantas, bagaimana caranya agar saya menjadi penulis yang produktif? Saya sering kehabisan ide, lho….” Temukan jawabannya di sini.
“Baiklah. Setelah menulis, saya tentu ingin agar karya saya dipublikasikan. Dimuat di media, atau diterbitkan menjadi buku. BAGAIMANA CARANYA?” Tentang kiat jitu pengiriman naskah ke media massa, coba baca ebook gratis dari sahabat saya Hady Nur. Klik di sini atau di sini Untuk kiat & langkah-langkah penulisan serta penerbitan buku, coba baca buku ―Menerbitkan Buku Itu Gampang!‖ karya saya sendiri. Info lengkap dan tatacara pemesanan, klik di sini. *** Jadi, gampang sekali, bukan? Akhir kata, saya ingin mengutip beberapa kata bijak, yang semoga bermanfaat bagi Anda. 1. Take Action Miracle Happens. No Action No Happens. Jadi SEGERALAH BERAKSI. MENULISLAH SEKARANG JUGA! . 2. Teori, kiat, dst bisa membuat Anda pintar, BUKAN AHLI. Keahlian datang dari PRAKTEK. Jadi SEGERALAH PRAKTEK. MENULISLAH SEKARANG JUGA! . 3. Anda tidak harus menjadi hebat untuk memulai, tapi Anda harus memulai untuk menjadi hebat. Kalau Anda tidak mulai juga, lalu kapan akan jadi AHLI? Jadi SEGERALAH PRAKTEK. MENULISLAH SEKARANG JUGA! . 4. Semua penulis sukses pasti berawal dari BELAJAR MENULIS. Awalnya mereka bukan siapa-siapa. Mereka sukses karena mereka ACTION, berjuang tak kenal lelah, tidak mudah menyerah, fokus pada tujuan, dan penuh percaya diri. . 5. Untuk menjadi dokter, Anda harus menjadi sarjana kedokteran dulu. Tapi untuk menjadi penulis, Anda tidak harus melakukan atau menunggu atau mendapatkan apapun. Yang perlu Anda lakukan hanyalah MULAI MENULIS! Selamat Mencoba. Salam Sukses untuk Anda! ***
NB: Bila ingin belajar menulis secara lebih mendalam, tak ada salahnya mencoba bergabung di Sekolah-Menulis Online Thanks, Jonru Founder & Mentor Sekolah-Menulis Online http://www.SekolahMenulisOnline.com Cara Modern Menjadi Penulis Hebat!
Baca Artikel Terkait:
Kamu punya bakat nulis? Pengin jadi penulis novel tapi nggak tau darimana mulainya? Gimana cara ngirim naskah kita ke penerbit dan supaya naskah kita bisa diterima untuk diterbitkan jadi sebuah novel? Tip-tips dibawah ini mungkin bisa membantu. Tips-tips ini ditulis berdasarkan pertanyaan yang sering ditanyakan pada luna lewat email, Friendster, atau YM. Gimana sih cara ngirimin naskah ke penerbit sampe bisa diterbitin? Dan syarat-syaratnya apa aja? Gampang kok. Yang pertama kamu tentu aja harus bikin naskah novel dulu hee..hee..hee... setelah itu diprint dan dijilid. Lalu kirim ke penerbit yang kamu mau. Biasanya setiap penerbit mencantumkan alamatnya di buku terbitannya. Jangan lupa tulis juga alamat lengkap dan nomer telpon kamu, jadi kalo misalnya naskah kamu diterima, bisa cepet dihubungi. Lalu tinggal tunggu kabar dari penerbit. Sumber : http://www.novelku.com Berapa lama kita menunggu kabar naskah kita? Rata-rata penerbit memberi jangka waktu 3 bulan untuk menyeleksi naskah. Bisa lebih cepat, bisa juga lebih lama, tergantung kesibukan mereka dan banyaknya naskah yang masuk. Jadi sabar aja yaaa... Apa ada format tertentu dalam membuat naskah novel? Kira-kira berapa batas minimal dan maksimal naskah kita? Sebetulnya nggak ada format baku dalam membuat sebuah novel. Umumnya penerbit emang mensyaratkan naskah diketik 1,5 spasi diatas kertas A4. Tapi itu juga nggak begitu kaku. Kalo nggak ada kertas A4, bisa pake ukuran lainnya (folio atau quarto, asal jangan pake A3 yaaaa... kegedean). Hurufnya juga nggak usah macam-macam. Cukup huruf standar aja (Times New Roman, 12 pts). Soal banyak halaman, yang penting jangan terlalu tebal (apalagi untuk penulis baru) tapi juga jangan terlalu tipis, hingga nggak bisa jadi buku. Mungkin sekitar 80 - 150 halaman dengan ketikan 1,5 spasi A4.
Lalu bagaimana dengan ilustrasi cover? Apa kita harus bikin sendiri? Tentu aja nggak. Nggak semua orang punya bakat menggambar/melukis. Setelah buku kita dipastikan akan diterbitkan, biasanya pihak penerbit akan menunjuk salah seorang ilustrator mereka untuk membuat ilustrasi cover novel kita. Kita boleh aja ngasih masukan, atau ide, mo bagaimana cover itu nantinya. Beberapa penerbit seperti GPU akan menunjukkan draft cover yang udah mereka bikin pada penulisnya untuk mendapat persetujuan sebelum dicetak. Tapi kalau kita punya bakat gambar, bisa aja kita bikin cover sendiri. Hal itu bisa dirundingkan dengan pihak penerbit. Saya ingin memakai nama samaran untuk buku saya. Apakah saat mengirim naskah ke penerbit saya harus tetap memakai nama asli saya, atau langsung pake nama samaran? Saat mengirim naskah, tentu aja harus pake nama asli. Soal mo pake nama samaran / nama pena di buku kita kalo diterbitin, bisa dibicarakan nanti dengan pihak penerbit. Saat penandatanganan kontrak juga kita harus pake nama asli kita, agar suatu saat nggak timbul masalah. Dan lagi, pihak penerbit berhak tau data-data diri kita yang sebenarnya dong, walau mungkin hanya untuk arsip mereka dan nggak akan mempublikasikannya tanpa izin kita. Jadi nggak masalah kita mo pake nama samaran kayak apa, awal ngirim naskah harus menyertakan data-data asli kita, termasuk juga nama asli. Boleh nggak kita kirim naskah dalam bentuk disket/CD atau email? Kan lebih praktis... Walau ada beberapa penerbit yang memperbolehkan mengirim naskah dalam bentuk file, tapi umumnya penerbit (terutama penerbit besar) menginginkan naskah dikirim dalam bentuk printout. Setelah naskah kita udah pasti diterima, baru mereka minta filenya. Dan sebaiknya memang yang pertama kali kita kirim print-outnya, dengan berbagai alasan. Pertama mungkin dari segi kepraktisan bagi penerbit. Naskah yang diprint lebih mudah dibaca dimana aja, nggak harus di depan komputer. Jarang ada orang yang mau berlama-lama di depan komputer hanya untuk membaca naskah, apalagi kalo naskah yang masuk banyak. Hal itu juga akan membuat naskah kita cepet dibaca dan diambil keputusan diterima/nggak. Yang kedua adalah demi keamanan. Walau biasanya penerbit menjamin kalo naskah yang masuk nggak bakal di plagiat/dibajak, baik oleh mereka atau pihak lain, tapi siapa yang bisa menjamin 100%? Walaupun hasil print-out juga bisa dibajak, tapi nggak segampang naskah dalam bentuk file yang bisa dicopy dan diedit dengan cepat. Apa kita boleh mengirim satu tema cerita ke berbagai penerbit sekaligus? Kalo menurutku sih boleh aja. Silahkan mengirim satu judul cerita ke berbagai penerbit sekaligus. Tapi kalo misalnya nanti cerita kita diterima oleh lebih dari satu penerbit, kita harus memilih hanya satu penerbit saja. Tips membuat novel yang bagus? Tips membuat novel yang bagus? Nggak ada. Kalo kamu pengin nulis, tulis aja. Jangan pikirin teori menulis, format tulisan, atau bagus atau nggak tulisan kamu. Pokoknya tulis aja apa yang ada di pikiran kamu. Setelah itu kan bisa dibaca dan diedit lagi. Dan setelah itu jangan ragu-ragu nunjukin tulisan kamu ke orang lain. Ke keluarga atau temen kamu. Buat apa nulis kalo cuman disimpen aja. Minta pendapat mereka, dan jadikan itu sebagai bahan revisi sebelum kamu kirim naskah kamu ke penerbit. Dan kalo naskah kamu ditolak, jangan putus asa. Kamu bisa revisi naskah kamu, liat apa kekurangannya (biasanya penerbit ngasih alasan kenapa naskah kamu
ditolak), lalu kirim lagi ke penerbit lain atau ke penerbit yang sama juga boleh. Atau kamu bisa bikin cerita lain yang lebih baik. Pokoknya jangan cepat menyerah dan pede aja...
Tips menulis dari Isman H Suryaman (penulis buku Bertanya Atau Mati dan Flash Fiction : Jangan Berkedip) http://bertanyaataumati.blogspot.com/ Pojok Penulisan Kreatif: Membuat Cerita Lebih Berbobot Bagaimana cara membuat cerita kita jadi lebih berbobot? Mungkin akan terdengar membosankan, tapi jawabannya adalah: menguatkan dasar-dasar penulisan kreatif. a) Penggunaan tanda baca dan diksi Menguasai tanda baca bukan sekadar tahu di mana menaruh titik, koma, tanda kutip dan kawankawan. Melainkan juga paham fungsinya. Misalnya, koma memberikan jeda. Sementara titik menyuruh kita berhenti dan menyatukan makna kalimat yang kita baca. Pengolahan diksi juga bukan sekadar menggunakan kata-kata yang terasa indah. Atau pengulang-ulangan. Namun juga bagaimana menyampaikan cerita agar terasa mengalir. Dan terbayang jelas di benak. Jangan sembarangan memanjangkan kalimat dengan merantai-rantai koma. Atau lupa diri membumbui kalimat dengan kata-kata indah. Karena bisa membuat pembaca kehabisan napas. Napas? Ya, ada yang namanya napas membaca. b) Menyamakan napas membaca (bermain pewaktuan) Dalam menari berpasangan, kita akan diajarkan untuk menyamakan napas dengan pasangan kita. Menulis juga sama dengan berdansa. Kita perlu menyamakan napas dengan pembaca. Kalau kita terus-menerus membawa pembaca dengan alur cepat, mereka bisa ketinggalan langkah. Cobalah ingat saat kita asyik membaca cerita. Cerita serasa berputar di benak kita. Menari. Ketika kita harus membalik halaman untuk membaca sekali lagi, keasikan itu terganggu. Tarian di benak kita berhenti. Terpaksa mulai lagi dari berpegangan tangan dan melangkah. Dan itu meliputi juga dua bagian berikut; c) Menguntai paragraf d) Menyajikan alur cerita e) Penokohan dan interaksi antartokoh Inilah faktor utama pengait emosi pembaca. Plot kita bisa sederhana saja: cinta antara dua orang manusia. Tapi dengan tokoh yang kuat, pembaca bisa tetap memiliki keterkaitan emosi yang
hebat. Apa hubungannya lima poin di atas dengan cerita yang lebih berbobot? Memangnya, apakah definisi berbobot bagi kamu? 1) Apakah menulis cerita yang tidak pernah dipikirkan orang sebelumnya? 2) Apakah menulis plot yang begitu kompleks agar pembaca bingung dalam memahaminya? 3) Atau apakah menulis suatu cerita yang berisikan suara khas kita, penulisnya? Sehingga karya ini menjadi otentik? Bagi saya, cerita berbobot itu adalah yang ketiga. Cerita jenis pertama sudah tidak ada lagi di dunia. Dan jenis kedua pasti berhasil dalam tujuannya: membuat bingung. Pendekatan untuk Penilikan Naskah Berhubung sejumlah pertanyaan sama kerap bermunculan berkaitan penerbitan, saya mendirikan pojok ini agar dapat memberikan gambaran akan jawabannya. Jangan sekadar terima begitu saja, karena penerbitan karya adalah suatu pengalaman yang bisa berbeda-beda bagi setiap orang. Aku pernah ngirim naskah ke [nama penerbit], tapi belum ada konfirmasi juga. Saya baru telepon lagi namun disuruh menunggu. Memang berapa lama prosesnya,ya? Apa sampe empat bulanan? Rata-rata, penilikan naskah itu memang tiga bulanan. Tergantung dari kesigapan tim redaksi dan jumlah naskah yang masuk, waktu penilikan ini bisa lebih singkat (ada yang hanya dua minggu) atau memanjang (ada yang sampai lima bulan baru konfirmasi). Kuncinya di sini: proaktif. Saya selalu menekankan pada para penulis yang ingin mulai menerbitkan buku, agar saat menyampaikan naskah itu berkenalan dulu dengan salah satu editor dari redaksi bersangkutan. Dengan begitu, kita bisa mendapatkan kontak yang jelas (ada nama jelas dan wajah yang kita ingat, bukan sekadar nama generik seperti Editor Fiksi). Dengan begitu, kamu bisa selanjutnya menghubungi orang tersebut untuk mengonfirmasi status naskah setelah, sebagai contoh saja, dua minggu. Aku sering menanyakan tapi selalu diminta menunggu. Bagaimana nih? Setiap kali menanyakan status konfirmasi, jangan sekadar mencari jawaban "Sudah" atau "Belum" saja. Lebih penting adalah mengetahui prosesnya. Jika dikatakan belum selesai, tanyakan saja dengan sopan, perkembangannya sampai mana. Dan kalau boleh tahu, prosedur penilikannya seperti apa, agar kamu memiliki gambaran sudah sejauh mana prosesnya. Penerbit yang kredibel akan memberitahu secara jujur dan tidak akan mencari-cari alasan. Contoh jawaban kredibel: "Oh, proses penilikan naskah di sini perlu disetujui minimal dua editor dulu. Sejauh ini baru satu editor yang menilai ada potensi. Jadi, kalaupun ada kesepakatan, mungkin perlu revisi besarbesaran. Gimana?" "Maaf, banyak naskah yang ngantre nih. Dalam dua minggu terakhir ada sekitar 200-an yang masuk. Jadi naskah Mas belum sempet kami baca."
Contoh yang meragukan: "Ya, sama lah kayak penerbit-penerbit lain. Masa gitu aja nggak tahu?" "Naskah kamu lagi dibicarain, kok. Tunggu, lah. Sekitar dua minggu lagi pasti ada kepastian." (Catatan: kalau dua minggu lagi ngomongnya masih sama, akan semakin meragukan) Contoh yang sangat meragukan: "Bentar. (terdengar suara teriakan di latar belakang) Wooooi! Ada yang tahu kabar naskah [nama kamu] nggak? Hah? Lu pake buat ke belakang!?" Tapi tiga bulan itu kelamaan. Boleh nggak, aku kirim naskahku ke beberapa penerbit sekaligus. Kan menghemat waktu, tuh? Saya sarankan tidak. Karena mengirimkan naskah yang sama ke beberapa penerbit sekaligus itu tidak etis. Bagaimana jika satu penerbit menghubungi kamu karena tertarik, tapi jawaban kamu adalah, "Wah, maaf, saya sudah menerima tawaran dari penerbit lain." Berarti editor/redaksi penerbit yang menghubungi kamu itu sudah membuang-buang waktunya untuk menilik naskah kamu. Ini pun tidak adil bagi para penulis lain yang naskahnya diantrekan setelah kamu. Lebih baik, tentukan beberapa penerbit yang kira-kira sesuai dengan tujuan/idealisme kamu. Terus urutkan prioritasnya. Kirimkan naskah dan konfirmasikan status penilikannya secara rutin. Tariklah naskah kamu jika merasa tidak ada perkembangan pasti menuju suatu kerja sama. Dan tawarkan ke penerbit berikutnya. Akan lebih baik lagi jika di antara menunggu konfirmasi itu, kamu sudah mulai menulis draf untuk buku berikutnya. Kalau saya punya lebih dari satu naskah, gimana? Apa lebih baik ditawarkan ke penerbit sama sekaligus? Kalau Anda sudah pernah bekerja sama dengan penerbit itu dan merasa cocok, silakan. Namun, jika belum, lebih baik tidak. Karena nama kamu belum dikenal di penerbit tersebut, kemungkinan naskah kamu akan tetap diantrekan. Sehingga waktu penantiannya bisa lama. Belum nanti bisa bingung untuk menanyakan status masing-masing naskah. "Naskah yang mana?" tanya sang editor. "Yang settingnya kerajaan, tentang cinta bertepuk sebelah tangan antara pangeran dan kodok." "Yang kodoknya ternyata laki-laki, ya?" "Bukan, yang kodoknya lebih suka sama angsa." "Saya jadi pusing, nih dengernya." "Bukan, dialog itu sih di naskah satu lagi, yang tentang kuda sama putri." "Nggak, saya benar-benar pusing nih." "Nah, betul. Yang ada dialog itu. Yang--lho. Halo? Halo?" Saran saya: tawarkan saja masing-masing naskah ke penerbit berbeda.
View more...
Comments