Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i
March 10, 2017 | Author: Anisa Savitri | Category: N/A
Short Description
Good...
Description
PANDUAN INTERPRETASI RADIOGRAF DENGAN PROF HANNA KELOMPOK I 2010 Pemeriksaan Radiografi : Bertujuan untuk mendapatkan informasi yang belum atau tidak didapatkan sebelumnya Dokter gigi dituntut untuk kompeten melakukan pemeriksaan radiografi, meliputi (1) membuat radiograf , (2) evaluasi mutu dan (3) interpretasi radiografi untuk tata laksana kasus menetukan DD Tercantum pada Standar Kompetensi Dokter Gigi yang dikeluarkan Konsil Kedokteran Gigi Indonesia Tata laksana, meliputi: 1. Diagnosis (informasi diagnostik) 2. Rencana Perawatan 3. Prognosis 4. Rencana Observasi Informasi diagnostik adalah semua informasi yang didapat dari pasien untuk tata laksana kasus secara komprehensif, meliputi: Ketika kita dikonsulkan foto radiograf, 1.Keadaan Umum - jika ada pasien , maka lihat keadaan umum pasien pemilik foto radiograf tsb ( bagaimana kondisi pasien tsb saat datang, compos mentis, nyeri atau tidak pada giginya). Hal ini penting untuk menentukan rencana perawatan. 2 Data Sosiodemografi - Bayangkan pasiennya dengan data-data sosiodemografi yang sudah ada. Seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan. Untuk melihat kondisi fisiologisnya, untuk menentukan rencana perawatan. Untuk melihat epidemiologi, persebaran kasus - Data-data sosiodemografi didapat untuk tatalaksana kasus (1. diagnosis, 2. rencana perawatan, 3. prognosis, 4.observasi) - Pemeriksaan foto radiograf dilakukan jika informasi diagnostik pada pemeriksaan sebelumnya belum cukup untuk tatalaksana kasus - Sebagai cth.pada pasien usis muda atau 40 thn : kondisi tulang sudah mulai terganggu(perubahan fisiologis) - Usia dibawah 40 tahun masih memiliki sistem daya tahan imun yang masih baik, maka dari itu perlu mempertimbangkan lesi yang terjadi adalah granuloma, pertimbangkan juga kondisi sistemik. - Kemudian lihat kondisi Ekstra oral dan Intra oral
3. Keluhan Utama dan Pemeriksaan Klinis - Kondisi pasien dilihat dari keluhan utama, riwayat gigi tsb. Pemeriksaan perkusi, vitalitas, palpasi. - Perkusi (+), palpasi (+), menandakan kondisi penyakit dalam fase akut, kronis eksaserbasi akut. - Palpasi(+) umumnya menunjukkan adanya abses - Apabila terdapat lesi periapikal namun pada permeriksaan klinis ternyata gigi masih vital, maka bisa terjadi parsial necrosis atau false positif (saat menggunakan electric vitality test. EVALUASI MUTU FOTO RADIOGRAF 1. OBJEK TERCAKUP DAN TERLETAK DI TENGAH TERCAKUP : - Sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Cth. Jika ingin lesi periapikal dan kemudian struktur mahkota harus dikorbankan tidak apa-apa, karena mahkota dapat dilihat secara klinis. - Ada reference site. Dalam gambaran radiograf terdapat daerah yang normal di dekat gambaran tidak normal, sbg refrence site. Ataupun gambaran kondisi yang menjauhi kelainan ataupun yang paling mendekati normal. - Cukup mendapatkan informasi diagnostik TERLETAK DI TENGAH - tujuan: agar sinar x jatuh di tengah/pusat film - sehingga gambaran radiograf terlihat lbh jelas ditengah karena ada di daerah umbra dengan sedikit penumbra. 2. KONTRAS, DETIL, & KETAJAMAN KONTRAS - dapat dilihat perbedaan anatara radiopak dan radiolusen - radiolusen : pada radiograf pada daerah yang tidak ada objek. Radiolusen sehitam karbon. - Semakin tebal objek maka semakin radiopak gambarannya DETIL -dapat terlihat struktur anatomi baik batas maupun bentuknya KETAJAMAN - terlihat outline - ketajaman yang tidak baik dikarenakan cone bergerak saat pengambilan radiograf, cth lain yaitu pada pemngambilan radiograf pasien anak-anak
3. SUDUT HORIZONTAL (DAERAH INTERDENTAL) -dikatakan tidak ada distorsi sudut horizontal jika daerah interdental terlihat jelas. Seuai dengan susunan gigi geligi klinisnya. - kecuali pada gigi gigi yang malposisi - daerah interdental harus jelas untuk dapat melihat kondisi jaringan periodonsium marginalnya. 4. SUDUT VERTIKAL PADA GIGI ANTERIOR - dengan melihat singulum. Kondisi normal: singulum lebar serviko insisal tidak lebih dari 1-2 mm. Berada di 1/3 servikal mahkota. - Pemanjangan (sudut vertikal terlalu kecil ) : singulum melebar scr serviko insisal lbh dari 2 mm, dengan gambaran tidak lebih radiopak, blur, ke arah mahkota yang strukturnya lebih tipis. Sinar x terproyeksi lbh ke arah mahkota yang lebihtipis sehingga gambarannya tidak lebih radiopak (blur) - Pemendekan (sudut vertikal terlalu besar : singulum melebar scr serviko insisal lbh dr 2mm, terlihat lebih radiopak ke arah akar, sinar x terproyeksi ke arah akar yang struktur nya lebih tebal sehingga lebih radiopak tegas. PADA GIGI POSTERIOR - dengan melihat cusp bukal dan palatal. Cusp bukal dan palatal terletak sebidang yaitu sesuai dengan klinisnya.jika trelihat jarak cusp buka dan palatal lbh dari normal maka dikatakan gambaran radiograf mengalami pemendekan - dengan melihat daerah 1/3 tengah mahkota pada gigi molar, yaitu daerah yang paling cembung. Apabila lbh radiopak maka terjadi pemendekan, tidak lebih radiopak maka terjadi pemanjangan. PADA GIGI ANTERIOR DAN POSTERIOR -dengan melihat ketinggian tulang alveolar. Ketinggian yang normal yaitu 0,5-1,5mm dibawah CEJ, namun jangan dijadikan patokan apabila terjadi kerusakan tl kortikal pada alv crest. - alveolar crest yang semakin mendekati cej maka terjadi pemendekan - alveolar crest yang semakin menjauhi cej maka terjadi pemanjangan (dengan syarat tidak terdapat kerusakan tulang kortikal pada alveolar crest - apabila tulang kortikal pd alveolar crest hilang ataupun ireguler tapi mendekati ej dr jarak normal, maka dikatakan pemendekan 5. DISTORSI MINIMAL - misalkan foto yang tertekuk, bisa pada arah oklusoinsisal dengan gambaran berupa tertariknya daerah apikal - kesalahan saat pencucian, namun jika sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan dapt dilihat, maka radiograf masih dapat diinterpretasikan
GENERAL VIEW 1. -
2. 3. -
4. -
5. -
6. 7. -
untuk melihat kesan awal radiograf untuk melihat kelainan berasal dari pulpoperiapikal, periodontal, kombinasi, atau sistemik cara menentukan kelainan berasal dari mana yaitu dengan melihat lokasi mana yang paling berat , apikal atau marginal kelainan kombinasi yaitu berasal dari pulpoperiapikal dan periodontal. Kondisi nya sama-sama berat, keluhan sama parahnya. kondisi gigi geligi perhatikan ada atau tidak anomali pada gigi geligi. Cth aganesis, supernumerary, unfavourable condition : akar runcing, akar pendek dan pipih, bentuk mahkota seperti tabung (tidak ada pinggul). Ada atau tidak malposisi gigi perubahan gigi geligi kehilangan jaringan dengan ga,abarn radiopal atau radiolusen, loaksi dimana, outline ireguler/reguler. hubungan antar gigi perhatikan titik kontak dan garis oklusi titik kontak : ada yang tidak baik( kontak bidang atau overlap), atau tidka ada titik kontak. Kemudian perhatikan garis oklusi sebidang atau tidak, pada gigi malposisi biasanya garis oklusi tidak sebidang, kemudian kemungkinan ada TFO, lihat jejas TFO pada jaringan periodonsium (lamina dura dan r periodontal) kondisi jar periodonsium ada atau tidak kelainan untuk melihat TFO lihat apakah terdapat jejas-jejas TFO yaitu: pelebaran ruang periodontal: ini yang harus dilihat pertama kali sebelum penebalan lamina dura. Lokasi penyempitan ruang periodontal menandai arah trauma ke lokasi tersebut, sedangkan pelebaran ruang periodontal terjadi di arah yang berlawanan dengan arah trauma. penebalan lamina dura : penebalan terjadi di lokasi searah dengan datangnya trauma. perubahan jaringan periodonsium ada atau tidak nya perubahan jar periodonsium, apakah secara apikal atau marginal lamina dura di akar mesial terlihat lebih tebal (normal) karena ada daaerah cekung sehingga terproyeksi sinar x sehingga menghasilkan gambaran yang lbh radiopak/tebal hubungan gigi dan jar periodonsium Cth tidak adanya titik kontak yang baik pada gigi geligi menyebabkan perubahan jaringan periodonsium kondisi tulang rahang perhatikan pola trabekulasi dan densitas peningkatan densitas loka, jika ada lesi periapikal sebagai bentuk perthanan lokal, lihat refernce site
8. perubahan tl rahang - perubahan pola, terutama jika ada kelainan sistemik. 9. hub gigi, periodonsium, dan tl rahang 10. kesimpulan kelainan berasal dari pulpoperiapikal, periodontal, kombinasi atau sistemik
SPESIFIC VIEW A) KELAINAN PERIAPIKAL Dilihat dari 7 clues : 1. radiodensitas : radiopak atau radiolusen 2. lokasi :biasanya di apeks gigI atau 1/3 apikal gigi. Lesi bermula dari ruang periodontal di 1/3 apikal gigi. 3. batas tepi : bagaimana batas tepi nya jelas atau tidak 4. struktur interna : radiolusen atau radiopak berkabut. 5. efek terhadap jaringan sekitar : cth. Peningkatan densitas tulang di daerahsekitar lesi, yang mendakan konsisi yg kronis dan telah terjadi lokalisir lesi 6. bentuk : bulat atau oval 7. ukuran : diameter lesi untuk struktur interna lesi yang radiolusen berkabut, 2 kemungkinan yaitu menunjukkan adanya lesi periapikal abses dan granuloma GRANULOMA : - radiolusen berkabut, batas jelas - lesi mengikuti bentuk akar, terjadi di usia muda (imunitas yang masih bagus sehingga melokalisir lesi sbg bntuk pertahanan) - maksimal uk diameter yaitu 1 cm (melokalisir, tidka dapat membesar krna bentuk pertahanan lokal - lamina terputus di 1/3 apikal kemudian kanselus bereaksi untuk melokalisir berupa peningkatan densitas. Apabila terputus dan ada sakit(+) maka menjadi granuloma terinfeksi (ada keluhan sakit ataupun tanda akut pada pemeriksaan klinis) - Kapan suatu lesi menjadi granuloma? o Usia muda (adanya lokalisasi infeksi) o Lamina dura terlihat menyambung dan mempunyai bentuk tertentu o Bila sakit biasanya batas terlihat diffuse dan menandakan adanya infeksi ABSES - radiolusen berkabut dengan batas tidak jelas - pada abses dini belum terlihat begitu radiolusen , tp lamina dura sudah putus dan hilang di 1/3 apikal, ada keluah sakit krna belum terlokalisir lesinya. - Abses kronis : terjadi peningkatan densitas tulang di sekitar lesi - Abses kronis eksaserbasi akut : ada peningkatan densitas tulang di sekitar lesi, namun ada tanda akut pada pemeriksaan klinis.
-
Abses pada anak-anak biasanya langsung terdiagnosis sebagai abses dentoalveolar karena tulang trabekulasi tipis. Namun proses healing berjalan cepat Abses dentoalveolar : Abses yang telah mengenai sebagian besar pembungkus akar (alveolus) dan bisa menyebar sampai ke bifurkasi. Abses periodontal: biasanya yang paling berperan terhadap abses ini adalah adanya trauma (kecuali akibat sebab lain, misalnya tertusuk duri ikan).
LESI TRAUMATIK - Biasanya terlihat ada bukti trauma, baik secara klinis, radiografis, maupun tertera pada anamnesa berupa riwayat trauma. - Jejas trauma yang pertama terlihat dari periodonsium. - Bila kerusakan struktur pada gigi memiliki outline yang rapi (tidak irreguler), biasanya disebabkan trauma eksternal. - Biasanya terlihat batas jelas, sedikit diffuse namun tidak terlihat adanya pita radiolusen seperti pada kista. Pada bagian lesi dapat terlihat masih ada bagian lamina dura yang tersambung. - Gigi dapat dijumpai dalam keadaan vitalitas (+) partial necrosis maupun (-) necrosis pulpa, akan tetapi perlu diperhatikan bahwa hasil (+) dapat saja false positive. LESI CAMPURAN - Jalan masuknya lesi lebih dari satu, bisa dari Periapikal atau Periodontal - Dalam radiograph tentukan kira-kira dari mana jalan masuknya infeksi yang paling dominan : o Lihat pemeriksaan klinis : kalau berasal dari periodontal bisanya goyang sudah derajat 3. o Lihat perluasan lesi : lesi periapikal meluas dengan pusatnya berada pada apikal gigi, sedangkan pada lesi periodontal perluasan lesi lebih ke arah lateral dengan pusat tidak pada apikal gigi - Contoh penulisan DD : o Kasus primary perio with secondary endo : Abses periodontal EC OH buruk diperberat TFO dan Lesi Periapikal kronis EC NP. o Kasus primary endo with secondary perio : Abses apikalis kronis EC NP dan Lesi periodontal EC OH buruk diperberat TFO - Pada penulisan DD jangan menamai lesi campuran dengan dua abses (abses apikal dan periodontal), penamaan abses diberikan pada jalur infeksi yang lebih dominan sedang jalur yang kalah dominan diberi nama ’lesi’ saja. KISTA - Radiolusen dengan batas jelas ( jika sel epitel malassez terangsang) - batas jelas : radiopak seperti lamina dura - dapat membesar karena perkembangannya berasal dari tengah atau dalam lesi. - Jika ada tanda akut pada pem klinis, dan terlihat terputus batas tepi mya maka dikatakan kista terinfeksi
B) KELAINAN PERIODONTAL Dapat dilihat dengan 10 clues: 1. tinggi tulang yang tersisa - hitung jarak antara alv crest dengan tinggi seharusnya, bukan dari cej.Berapa penurunannya. Tinggi tulang yg tersisa: 1/3 servikal, 1/3 tengah, atau 1/3 apikal 2. kondisi alveolar crest - perhatikan tl kortikal, bentuk, outline, kontinuitasnya, densitasnya.Apabila sudah terjadi kerusakan tl kortikal, ireguler, sampai kehilangan tl 1 mm dr tempat seharusnya maka dikatakan mild periodontitis.Apabila sudah kehilangan tulang lebih dari 1mm-1/2 akar dikatakan moderate.Apabila kehilangan tl alv lbh dari ½ akar maka dikatakan severe 3. kehilangan tulang di bifurkasi - ada atau tidak keterlibatan bifurkasi . 4. lebar ruang periodontal - untuk melihat ada atau tidak jejas TFO - TFO merupakan faktor pemberat, dapat dilihat dr arah mesio distal ataupun antero posterior. Cth sisi mesial kondisi r periodontal dan lamina duranya berlawanan dengan kondisi lamina dura dan r periodontal di sisi distal 5. faktor lokal - kalkulus - restorasi yang overhanging -gigi malposisi 6. panjang akar, morfologi akar, rasio mahkota akar - mengacu pada poin satu 7. kontak interproksimal - bagaimana kontaknya baik atau tidak, ada atau tidak 8. pertimbangan anatomis - cth kehilangan gigi, supernumerary, impaksi, posisi sinus maksila pada RA 9. pertimbangan patologis - adanya karies, lesi periapikal, resorspsi akar 10. garis oklusi - sebidang atau tidak, meilhat adanya TFO atau tidak - garis oklusi yang sebidang bisa menjadi petunjuk adanya TFO, namun pada gambaran radiograf tetap harus dicari tanda jejasnya karena bisa saja walaupun garis oklusi tidak sebidang tetapi tidak terjadi TFO (mis. giginya tidak dipakai untuk menggigit) -ada atau tidaknya TFO berpengaruh terhadap rencana perawatan Diagnosis untuk kelianan periodontal 1. MILD: terdapat iregularitas pada crest sampai dengan kehilangan tulang 1 mm dari tempat seharusnya (bukan dari CEJ). 2. MODERATE: kehilangan tulang >1 mm dari tempat seharusnya sampai dengan setengah akar. 3. SEVERE
4. AGRESIVE :- pada usia 30 Rad (0,3 Gray) pada fase ini, dapat mempengaruhi kecerdasan (tingkat intelektual) janin. Setelah minggu ke-16, janin menjadi lebih kebal terhadap paparan radiasi, tetapi tetap tidak boleh melebihi dosis tertentu. Sinar X (rontgen) yang diberikan selama usia kehamilan kurang dari 4 bulan, dapat menimbulkan cacat pada janin. Seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, risiko cacat pada janin juga semakin berkurang. Tetapi apabila pemeriksaan radiologis tidak dapat terhindarkan, sebaiknya dipertimbangkan modalitas lain yang lebih aman dan tidak menimbulkan ionisasi seperti sinar X, misalnya dengan Ultrasonografi (menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi) ataupun MRI (Magnetic Resonance Imaging) sehingga dapat memberikan manfaat maksimal bagi ibu dan juga meminimalkan dampak negatif bagi janin.
EFEK BIOLOGIS RADIASI
Jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi: berinteraksi dengan tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Jika berinteraksi, radiasi dapat mengionisasi atau dapat pula mengeksitasi atom. Setiap terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan kehilangan sebagian energinya. Energi radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan temperatur (panas) pada bahan (atom) yang berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan kata lain, semua energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul sebagai panas melalui peningkatan vibrasi (getaran) atom dan struktur molekul. Ini merupakan awal dari perubahan kimiawi yang kemudian dapat mengakibatkan efek biologis yang merugikan. Satuan dasar dari jaringan biologis adalah sel. Sel mempunyai inti sel yang merupakan pusat pengontrol sel. Sel terdiri dari 80% air dan 20% senyawa biologis kompleks. Jika radiasi pengion menembus jaringan, maka dapat mengakibatkan terjadinya ionisasi dan menghasilkan
radikal bebas, misalnya radikal bebas hidroksil (OH), yang terdiri dari atom oksigen dan atom hidrogen. Secara kimia, radikal bebas sangat reaktif dan dapat mengubah molekul-molekul penting dalam sel. DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan salah satu molekul yang terdapat di inti sel, berperan untuk mengontrol struktur dan fungsi sel serta menggandakan dirinya sendiri. Setidaknya ada dua cara bagaimana radiasi dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Pertama, radiasi dapat mengionisasi langsung molekul DNA sehingga terjadi perubahan kimiawi pada DNA. Kedua, perubahan kimiawi pada DNA terjadi secara tidak langsung, yaitu jika DNA berinteraksi dengan radikal bebas hidroksil. Terjadinya perubahan kimiawi pada DNA tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat menyebabkan efek biologis yang merugikan, misalnya timbulnya kanker maupun kelainan genetik. Pada dosis rendah, misalnya dosis radiasi latar belakang yang kita terima sehari-hari, sel dapat memulihkan dirinya sendiri dengan sangat cepat. Pada dosis lebih tinggi (hingga 1 Sv), ada kemungkinan sel tidak dapat memulihkan dirinya sendiri, sehingga sel akan mengalami kerusakan permanen atau mati. Sel yang mati relatif tidak berbahaya karena akan diganti dengan sel baru. Sel yang mengalami kerusakan permanen dapat menghasilkan sel yang abnormal ketika sel yang rusak tersebut membelah diri. Sel yang abnormal inilah yang akan meningkatkan risiko tejadinya kanker pada manusia akibat radiasi. Efek radiasi terhadap tubuh manusia bergantung pada seberapa banyak dosis yang diberikan, dan bergantung pula pada lajunya; apakah diberikan secara akut (dalam jangka waktu seketika) atau secara gradual (sedikit demi sedikit). Sebagai contoh, radiasi gamma dengan dosis 2 Sv (200 rem) yang diberikan pada seluruh tubuh dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pusing dan muntah-muntah pada beberapa persen manusia yang terkena dosis tersebut, dan kemungkinan satu persen akan meninggal dalam waktu satu atau dua bulan kemudian. Untuk dosis yang sama tetapi diberikan dalam rentang waktu satu bulan atau lebih, efek sindroma radiasi akut tersebut tidak terjadi. Contoh lain, dosis radiasi akut sebesar 3,5 – 4 Sv (350 – 400 rem) yang diberikan seluruh tubuh akan menyebabkan kematian sekitar 50% dari mereka yang mendapat radiasi dalam waktu 30 hari kemudian. Sebaliknya, dosis yang sama yang diberikan secara merata dalam waktu satu tahun tidak menimbulkan akibat yang sama. Selain bergantung pada jumlah dan laju dosis, setiap organ tubuh mempunyai kepekaan yang berlainan terhadap radiasi, sehingga efek yang ditimbulkan radiasi juga akan berbeda.
Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy atau lebih yang diberikan secara sekaligus pada seluruh tubuh dan tidak langsung mendapat perawatan medis, akan dapat mengakibatkan kematian karena terjadinya kerusakan sumsum tulang belakang serta saluran pernapasan dan pencernaan. Jika segera dilakukan perawatan medis, jiwa seseorang yang mendapat dosis terserap 5 Gy tersebut mungkin dapat diselamatkan. Namun, jika dosis terserapnya mencapai 50 Gy, jiwanya tidak mungkin diselamatkan lagi, walaupun ia segera mendapatkan perawatan medis. Jika dosis terserap 5 Gy tersebut diberikan secara sekaligus ke organ tertentu saja (tidak ke seluruh tubuh), kemungkinan besar tidak akan berakibat fatal. Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy yang diberikan sekaligus ke kulit akan menyebabkan eritema. Contoh lain, dosis yang sama jika diberikan ke organ reproduksi akan menyebabkan mandul. Efek radiasi yang langsung terlihat ini disebut Efek Deterministik. Efek ini hanya muncul jika dosis radiasinya melebihi suatu batas tertentu, disebut dosis ambang. Efek deterministik bisa juga terjadi dalam jangka waktu yang agak lama setelah terkena radiasi, dan umumnya tidak berakibat fatal. Sebagai contoh, katarak dan kerusakan kulit dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah terkena dosis radiasi 5 Sv atau lebih. Jika dosisnya rendah, atau diberikan dalam jangka waktu yang lama (tidak sekaligus), kemungkinan besar sel-sel tubuh akan memperbaiki dirinya sendiri sehingga tubuh tidak menampakkan tanda-tanda bekas terkena radiasi. Namun demikian, bisa saja sel-sel tubuh sebenarnya mengalami kerusakan, dan akibat kerusakan tersebut baru muncul dalam jangka waktu yang sangat lama (mungkin berpuluh-puluh tahun kemudian), dikenal juga sebagai periode laten. Efek radiasi yang tidak langsung terlihat ini disebut Efek Stokastik. Efek stokastik ini tidak dapat dipastikan akan terjadi, namun probabilitas terjadinya akan semakin besar apabila dosisnya juga bertambah besar dan dosisnya diberikan dalam jangka waktu seketika. Efek stokastik ini mengacu pada penundaan antara saat pemaparan radiasi dan saat penampakan efek yang terjadi akibat pemaparan tersebut. Kecuali untuk leukimia yang dapat berkembang dalam waktu 2 tahun, efek pemaparan radiasi tidak memperlihatkan efek apapun dalam waktu 20 tahun atau lebih. Salah satu penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker. Penyebab sebenarnya dari penyakit kanker tetap tidak diketahui. Selain dapat disebabkan oleh radiasi pengion, kanker dapat pula disebabkan oleh zat-zat lain, disebut zat karsinogen, misalnya asap rokok, asbes dan ultraviolet. Dalam kurun waktu sebelum periode laten berakhir, korban dapat meninggal karena penyebab lain. Karena lamanya periode laten ini, seseorang yang masih hidup bertahun-tahun setelah menerima paparan radiasi ada kemungkinan menerima tambahan zat-zat karsinogen
dalam kurun waktu tersebut. Oleh karena itu, jika suatu saat timbul kanker, maka kanker tersebut dapat disebabkan oleh zat-zat karsinogen, bukan hanya disebabkan oleh radiasi.
Faux Pearl
Perhatikan radiograf bitewing pada gambar A, lihat gambaran radiopak membulat pada gigi M1 bawah. Bandingkan pada radiograf bitewing gambar B yang diambil pada hari yang sama dan sudah tidak terdapat gambaran radiopak tersebut.
Gambaran radiopak membulat pada bitewing A tersebut mirip seperti enamel pearl, namun bukan pulp stone, karena pulp stone hanya terdapat di dalam ruang pulpa. Gambaran ini disebut “faux pearl” (faux = false). Hal ini disebabkan angulasi dari sinarX yang menyebabkan overlapping bagian atas akar mesial dan distal sehingga menyebabkan ilusi berupa faux pearl. Perhatikan tulang interradicular dan area furkasi pada gigi M1 bawah, tampak berbeda dari normal (gambar B).
Sumber: White S.C, Pharoah M.J. Oral Radiology Principles and Interpretation 5th ed. 2004. Mosby: Missouri Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd ed. 2003. Elsevier. Langlais, R.P. Exercises in Oral Radiology and Interpretation 4th ed. 2004. Saunders: Missouri.
STANDAR KOMPETENSI RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI MAHASISWA S1 FKG UI- BPKM
Blok 3 : Radiologi Dasar Pembuatan radiografi intra oral dan ekstra oral 1. Menjelaskan: -
Dasar-dasar fisika radiasi
-
Sumber, jenis, dan kegunaan radiasi
-
Fisika radiasi
-
Efek radiasi/biologi radiasi
-
Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran radiografis
-
Sarana radiologi kedokteran gigi
-
Radiografi intra oral, indikasi, kelebihan, kekurangan, teknik pengambilan foto (paralel/biseksi, topografi/crosssection, bitewing) dan radiografi ekstra oral (panoramik, sefalometri lateral, PA)
-
Film radiografis dan proses pencucian
-
Kegagalan gambaran radiografis yang sering terjadi dan faktor penyebabnya
2. Menjelaskan proteksi radiasi untuk pasien, operator dan lingkungan 3. Menjelaskan Undang-Undang Keselamatan Nuklir dan tindakan proteksi serta penanggulangan efek radiasi pada penggunaan radiasi sebagai sarana diagnostik maupun terapi di bidang kedokteran gigi 4. Mengetahui macam-macam diagnostic imaging dalam dunia kedokteran gigi, contohnya yaitu MRI (Magnetic Resonance Imaging), USG (ultrasonografi), CT scans (Computed Tomography), CBCT (Cone Beam Computed Tomography).
Blok 4 : Radiologi Kedokteran Gigi 1 Pendekatan interpretasi radiografi, evaluasi radiografik, anatomi dan anomali gigi serta rahang 1. Mampu memahami dan menjelaskan urutan erupsi, struktur dan morfologi gigi secara radiografis sehingga dapat mengidentifikasi perubahan/kelainan/penyakit yang berkaitan
2. Mampu melakukan pendekatan evaluasi radiografik gigi sulung dan gigi tetap serta berbagai komponen dalam sistem stomatognatik dan kompleks maksilomandibular 3. Mampu memahami dan menjelaskan struktur anatomi komponen-komponen stomatognatik 4. Mampu melakukan pembuatan radiograf (roentgen foto) gigi, tulang dan struktur maksilofasial sesuai tuntutan kompetensi, melakukan interpretasi radiografik struktur normal dan mengenali perubah
Blok 5 : Radiologi Kedokteran Gigi 2 Interpretasi radiografis kelainan/penyakit jaringan keras gigi dan periodontal 1. Mampu menentukan pemeriksaan radiografik yang tepat berdasarkan prinsip pemeriksaan radiografik (ALARA, risk vs benefit, dan prinsip seleksi kasus sesuai justifikasi, pemeriksaan radiografik yang tepat) yang dibutuhkan pada kelainan jaringan keras gigi dan periodontal 2. Mampu mengidentifikasi karies secara radiografis pada gigi tetap dan sulung 3. Mampu memahami keterbatasan radiografik karies dan faktor-faktor yang mempengaruhi interpretasi radiografik 4. Mampu menjelaskan hasil pemeriksaan/interpretasi radiografik untuk menetukan perluasan dan kerusakan gigi 5. Mampu melakukan pemeriksaan radiografik untuk karies dan non karies 6. Mampu menentukan pemeriksaan radiografik untuk menginterpretasi, menganalisis dan menentukan diagnosis banding kelainan/kerusakan jaringan keras gigi dan jaringan periodontal
Blok 6 : Radiologi Kedokteran Gigi 3 Interpretasi radiografis penyakit pulpa periapikal dan penjalaran infeksinya termasuk kedalam Sinus maksilaris, pemeriksaan khusus untuk penentuan akar dan saluran akar. 1. Mampu menentukan indikasi pemeriksaan radiografis yang dibutuhkan dan menginterpretasi hasil pemeriksaan radiografis untuk diagnosis kelainan/penyakit pulpa, periapikal, trauma gigi
Blok 7 : Radiologi Kedokteran Gigi 4 Interpretasi Radiografis Penatalaksanaan Kelainan/Penyakit Periodontal dan Evaluasi Kualitas dan Kuantitas Tulang Rahang 1. Mahasiswa mampu menginterpretasi radiografik penyakit/kelainan jaringan periodontal di antaranya periodontitis kronis, periodontitis agresif, abses periodontal, TFO, dan kondisi yang berkaitan dengan penyakit sistemik Blok 8 : Radiologi Kedokteran Gigi 5 Evaluasi Radiografik Pertumbuhan dan Perkembangan OKF dan Pasca Natal dan Anomali OKF 1. Mahasiswa mampu menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan OKF secara normal pada masa pasca natal secara radiografik 2. Mampu menjelaskan macam-macam kelainan tumbuh kembang serta etiologinya secara radiografik
Blok 11 : Radiologi Kedokteran Gigi 6 1. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan evaluasi radiografis kelainan/penyakit oromaksilofasial, manifestasi penyakit sistemik di rongga mulut, kista, neoplasma odontogenik dan non-odontogenik, penyaki/kelainan kelenjar saliva 2. Mahasiswa mampu meginterpretasi radiografik kelainan/penyakit OMF 1 (ekstraksi dan odontektomi) berkaitan dengan posisi pada tulang rahang, serta keterlibatan struktur anatomis sinus maksilaris dan kanalis mandibularis.
Blok 12 : Radiologi Kedokteran Gigi 7 1. Mahasiswa diharapkan mampu mengevaluasi gambaran radiografik kelainan OMF 2 (trauma OMF, kelainan TMJ, pemeriksaan khusus trauma dan TMJ)
KOMPETENSI RADIOLOGI DOKTER GIGI – STANDAR KOMPETENSI DRG KKI
View more...
Comments