June 29, 2019 | Author: Miftahur Rizal | Category: N/A
Download Outlook Zakat Indonesia 2018.pdf...
OUTLOOK Zakat Indonesia
2018
Pusat Kajian Strategis
BAZNAS
Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, CA
Dr. Irfan Syauqi Beik
Divisi Publikasi dan Jaringan PUSKAS BAZNAS Divisi Perencanaan dan Pengembangan BAZNAS
Anggota BAZNAS Sekretaris BAZNAS Deputi BAZNAS Direktur PRDN BAZNAS Direktur DPKIN BAZNAS Direktur KSU BAZNAS
Cetakan I, September 2017
Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Jl. Kebon Sirih Raya No. 57, 10340, Jakarta Pusat Telp.(021) 3904555 Faks.(021) 3913777 Mobile. +62857 8071 6819 Email:
[email protected] [email protected] www.baznas.go.id www.puskasbaznas.com
Nahruddin A Amelya DA 978-602-51069-2-7
Photo Source Support on Design by Unsplash & Freepik
Prof. Dr. H. Bambang Sudibyo, M.B.A, CA Dr. Zainulbahar Noor, SE, MEc Dr. H. Mundzir Suparta, MA KH. Drs. Masdar Farid Mas’udi
Prof. Dr. KH. Ahmad Satori Ismail drh. Emmy Hamidiyah, M.Si Drs. Irsyadul Halim Ir. Nana Mintarti, MP Prof. Dr. H. M. Machasin, MA Drs. Nuryanto. MPA Drs. Astera Primanto Bhakti, M.Tax Drs. H. Jaja Jaelani, MM M. Arifin Purwakananta Mohd. Nasir Tajang
: Dr. Irfan Syauqi Beik
: Dr. Muhammad Hasbi Zaenal
: 1. Dr. Muhammad Quraisy 2. Dr. Muhammad Choirin 3. Amelya Dwi Astuti, S.Psi 4. Ayu Solihah Sadariyah, S.EI
Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ’
Bismillahirrahmanirrahiim
Pada hari ini, Indonesia sebagai negara dengan warga negara Muslim terbesar di dunia, idealnya dapat menjadi kiblat bagi negara-negara lain dalam ikhwal praktik, studi, dan sharing knowledge subjek keislaman. Idealisme itu menjadi salah satu misi BAZNAS di ranah perzakatan. Zakat merupakan rukun Islam ketiga dengan cakupan dimensi yang luas, mulai dari aspek keimanan, ekonomi, dan sosial; suatu dimensi persoalan yang besar untuk bangsa sebesar Indonesia.
Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, CA
Untuk itulah, amat disayangkan ketika dinamika perzakatan Indonesia tidak terekam dengan baik dan tepat, atau hanya diperbincangkan dengan landasan kata “kira kira”. Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini kita patut bersyukur dan menyambut baik kehadiran Outlook Zakat Indonesia 2018, sebuah buku yang diterbitkan oleh Pusat Kajian Strategis BAZNAS (Puskas BAZNAS). Outlook Zakat Indonesia 2018 menjadi penting karena hingga hari ini, Indonesia – yang kembali saya tekankan sebagai negara Muslim terbesar di dunia – belum memiliki publikasi sejenis yang mengkomprehensikan data dan proyeksi penghimpunan dan penyaluran zakat pada skala nasional. Di samping itu, hadirnya Outlook Zakat Indonesia ini juga merefleksikan kerja nyata yang BAZNAS perjuangkan demi kebangkitan zakat Indonesia. Outlook Zakat Indonesia diterbitkan secara berkala dan akan terus memperkaya khazanah perzakatan Indonesia. Sebagai bentuk pertanggungjawaban bersama, kami secara terbuka menerima kritik dan saran konstruktif untuk menghasilkan Outlook Zakat Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan umat. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh .
iv
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, karunia dan hidayah-Nya menjelang akhir tahun 2016 ini, Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dapat mempersembahkan buku Outlook Zakat Indonesia 2018. Kehadiran buku ini diharapkan akan menjadi acuan dan sumber informasi bagi para stakeholders perzakatan Indonesia, dalam upaya mengoptimalkan potensi zakat pada tahun 2018. Bismillahirrahmanirrahiim.
Dr. Irfan Syauqi Beik
Selain memuat proyeksi perzakatan di Indonesia, Outlook Zakat Indonesia 2018 ini memaparkan perkembangan zakat di Indonesia. Oleh karena itu, kami berharap bahwa Outlook Zakat Indonesia 2018 ini dapat memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh tentang dinamika perzakatan Indonesia. Semoga buku ini mampu menjadi sumbangsih yang nyata bagi perkembangan dunia perzakatan di Indonesia maupun bagi khazanah keilmuan di kalangan kaum muslimin. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
v
DAFTAR
ISI
1.1. Latar Belakang ...................................................................2 1.2
Potensi Zakat Indonesia ......................................................2
1.3
Perkembangan Zakat Indonesia .......................................... 5
1.4
Peran Indonesia terhadap Pergerakan Zakat Global ........... 15
2.1 Pertumbuhan Penghimpunan ZIS Nasional................................ 2.2 Penghimpunan Nasional berdasarkan Jenis Dana...................... 2.3 Penyaluran Nasional berdasarkan
Ashnaf..................................
2.4 Penyaluran Nasional berdasarkan Bidang Penyaluran ................ 2.5 Penghimpunan dan Penyaluran Nasional Tahun 2016..............
3.1 Indeks Zakat Nasional.............................................................. 3.2 Indeks Desa Zakat.....................................................................
4.1 Hasil Survei Indeks Zakat Nasional (IZN).................................. 4.2 Hasil Survei Indeks Kesejahteraan.............................................
vi
5.1
Proyeksi Efek Regulasi Zakat 2018............................... 60
5.2
Proyeksi Penghimpunan Zakat 2018............................ 61
5.3
Proyeksi Penyaluran Zakat 2018.................................. 66
5.4
Proyeksi Pertumbuhan Data Realtime BAZNAS............ 70
5.4.1 Proyeksi Allocation to Collection Ratio (ACR)............. 70 5.4.2 Proyeksi Pertumbuhan Muzakki.................................. 72 5.4.3 Proyeksi Distribusi Mustahik....................................... 75 5.4.4 Distribusi Penghimpunan ZIS berdasarkan Provinsi....... 79 5.4.5 Distribusi Penyaluran ZIS berdasarkan Provinsi............ 82
6.1 Masalah Sosial dan Kemiskinan di Indonesia....................... 86 6.2 Pembangunan Keuangan Inklusif di Indonesia.................... 89 6.3 Zakat sebagai Instrumen Keuangan Inklusif di Indonesia...... 90 6.4 Prospek Pembangunan Zakat 2018............................
92
............................................. 20 ............................................. 22 ............................................. 23
Lampiran 1.
Data Penghimpunan dan PenyaluranAppendix 1. OPZ BAZNAS dan LAZNAS Tahun Allocation of 2016.................................................. .98
Lampiran 2.
Data Penyaluran OPZ BAZNAS danAppjjjjjjjjjjjjjjj LAZNAS berdasarkan Ashnaf tahun jjjjjjjjendix 2. 2016.................................................. .99
............................................. 35
Lampiran 3.
Data Penyaluran OPZ BAZNAS danAppendix 3. LAZNAS berdasarkan Bidang Institutions Penyaluran tahun 2016....................... .100
............................................. 42
Lampiran 4.
Program Unggulan OPZ..................... .101
............................................. 26 ............................................. 28
............................................. 33
............................................. 52
vii
DAFTAR
TABEL Tabel 2.1
Pertumbuhan Penghimpunan ZIS................................................20
Tabel 2.2 Penghimpunan Nasional berdasarkan Jenis Dana........................22 Tabel 2.3 Jumlah Dana Tersalur berdasarkan Ashnaf 2016..........................23 Tabel 2.4 Jumlah Penerima Manfaat berdasarkan Ashnaf 2016...................24 Tabel 2.5 enyaluran berdasarkan Bidang Penyaluran..................................26 Tabel 2.6 Penghimpunan dan Penyaluran 2016..........................................28 Tabel 3.1
Komponen Indeks Zakat Nasional..............................................33
Tabel 3.2 Kategori Nilai IZN......................................................................34 Tabel 3.1
Dimensi, Variabel, dan Indikator IDZ..........................................36
Tabel 4.2 Dimensi dan Indikator Makro IZN..............................................44 Tabel 4.3 Hasil Skoring Dimensi dan Indikator Mikro IZN 2017..................46 Tabel 4.4 Nilai Indikator Kelembagaan 2017..............................................48 Tabel 4.5 Skor Dampak Zakat dan Variabelnya..........................................50 Tabel 4.6 Provinsi, Area, dan Jumlah Responden 2016...............................52 Tabel 4.7 Rata-rata Skor Spiritual Mustahik 2016........................................53 Tabel 4.8 Rata-rata Pendapatan Mustahik 2016.........................................54 Tabel 4.9 Skor Before-After Kuadran dan Perubahannya (Survei 2017)........56 Tabel 5.10 Penghimpunan ZIS Perorangan di Indonesia................................62 Tabel 5.11 Penghimpunan ZIS Lembaga di Indonesia....................................64 Tabel 5.3 Total Penghimpunan ZIS di Indonesia.........................................65 Tabel 5.4 Penyaluran ZIS Perorangan di Indonesia.....................................66 Tabel 5.5 Penyaluran ZIS Lembaga/Kelompok di Indonesia........................67 Tabel 5.6 Total Penyaluran ZIS di Indonesia...............................................68 Tabel 5.7 ACR berdasarkan Provinsi di tahun 2017.....................................71 Tabel 5.8 Total Muzakki di Indonesia........................................................72 Tabel 5.9 Distribusi Muzakki berdasarkan Provinsi (2013-2017)..................74 Tabel 5.10 Total Mustahik di Indonesia.......................................................75 Tabel 5.11 Distibusi Mustahik berdasarkan Provinsi (2013-2017)..................77 Tabel 5.12 Distribusi Penghimpunan ZIS berdasarkan Provinsi (2013-2017)...79 Tabel 5.13 Distribusi Penyaluran ZIS berdasarkan Provinsi............................82
viii
Tabel 4.8 Rata-rata Pendapatan Mustahik 2016
71
Tabel 4.9 Rata-rata Skor Spiritual Mustahik
74
Tabel 4.10 Hasil Kaji Dampak Zakat di Sumatera Utara
76
DAFTAR
GAMBAR
Gambar 2.1 Jumlah Penghimpunan ZIS tahun 2002 - 2016........................21 Gambar 2.2 Penghimpunan dan Penyaluran 2016....................................29 Gambar 3.1 Tahapan Survei IZN..............................................................34 Gambar 4.1 Skor Hasil IZN 2017..............................................................43 Gambar 4.2 Hasil Dimensi IZN 15 Provinsi...............................................43 Gambar 4.3 Grafik Pengelompokan Kuadran Mustahik Nasional 2016......54 Gambar 5.4 Penghimpunan ZIS Perorangan di Indonesia..........................63 Gambar 5.5 Penghimpunan ZIS Lembaga di Indonesia..............................64 Gambar 5.6 Total Penghimpunan ZIS di Indonesia...................................65 Gambar 5.7 Penyaluran ZIS Perorangan di Indonesia................................67 Gambar 5.8 Penyaluran ZIS Lembaga/Kelompok di Indonesia...................68 Gambar 5.9 Penyaluran ZIS di Indonesia..................................................69 Gambar 5.10 Total Muzakki di Indonesia...................................................73 Gambar 5.11 Total Mustahik di Indonesia..................................................76
ix
DAFTAR
GAMBAR Gambar 2.1 Jumlah Pengumpulan ZIS tahun 2002-2016
29
Gambar 2.2 Penghimpunan dan Penyaluran Nasional Tahun 2016
36
Gambar 3.1 Tahapan Riset
42
Gambar 4.1 Hasil IZN 15 Provinsi
51
Gambar 4.2 Hasil Dimensi IZN 15 Provinsi
52
Gambar
4.3
Pengelompokan
Kuadran
Mustahik
Nasional 2016
72
2016 Gambar
86 4.5
Indeks
Indikator
Dimensi
Ekonomi
86
Secanggang
Gambar 4.7 Indeks Indikator Dimensi Eknomi Buring
87
halaman
Dalam sejarah perzakatan di zaman Rasulullah SAW dan pemerintah setelah kewafatan Nabi, didapati bahwa pemerintah menangani secara langsung pengumpulan zakat dan pendistribusiannya. Negara memiliki kewenangan untuk untuk melantik seseorang atau membentuk lembaga dalam mengelola zakat. Pengelolaan zakat semacam ini merupakan manifestasi dan pelaksanaan dari firman Allah SWT yang termaktub dalam surah al-Taubah/9:103. Ayat tersebut secara eksplisit menuntut kepada Negera untuk hadir secara langsung dalam memastikan agar kewajiban zakat dapat ditunaikan secara baik dan tepat. Dengan dasar ayat tersebut para ulama fiqih menyimpulkan bahwa kewenangan untuk melakukan pengambilan zakat dengan kekuatan hanya dapat dilakukan oleh pemerintah yang memiliki otoritas dan kewenangan yang dapat dipertanggung-jawabkan. Dalam khazanah pemikiran hukum Islam, terdapat beberapa pandangan seputar kewenangan pengelolaan zakat oleh negara. Pertama: zakat hanya boleh dikelola oleh negara. Kedua: zakat harus diserahkan kepada amil yang ditunjuk oleh negara. Ketiga: pengumpulan zakat dapat dilakukan oleh badanbadan hukum swasta di bawah pengawasan negara. Keempat: zakat merupakan kewajiban individu seorang Muslim yang harus ia tunaikan tanpa perlu campur tangan negara. Seiring dengan perkembangan sistem pemerintahan di berbagai negara Islam, pengelolaan zakat memiliki bermacam bentuk, terdapat badan yang dibentuk oleh pemerintah, terdapat lembaga yang dikelola oleh masyarakat langsung, adapula sebuah lembaga yang didirikan oleh masyarakat dan diakui oleh pemerintah. Keragaman tersebut merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah pengelolaan zakat.
Sebagai rukun Islam ketiga, zakat wajib dibayarkan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat (muzakki) untuk menyucikan hartanya dengan cara menyalurkan zakatnya kepada Amil dan Amil menyalurkannya kepada penerima (mustahik). Zakat memiliki potensi untuk dikembangkan secara ekonomi. Jika dilihat dari pertumbuhannya, zakat mengalami perkembangan yang pesat, khususnya pada satu dekade terakhir. Akan tetapi pertumbuhan zakat tersebut masih sangat jauh dari potensi zakat sebenarnya. Menurut Kahf, total potensi zakat di
halaman
negara-negara anggota OIC berkisar antara 1,8 – 4,34 persen dari total PDB. Jika potensi zakat ini dikalikan dengan PDB harga berlaku tahun 2010 dari negara-negara anggota OIC, maka potensi zakat dunia mencapai USD 600 miliar (Beik, 2015). Terdapat beberapa studi yang membahas mengenai potensi zakat di Indonesia, antara lain: Pertama, studi PIRAC menunjukkan bahwa potensi zakat di Indonesia memiliki kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan survey yang dilakukan di 10 kota besar di Indonesia, PIRAC menunjukkan bahwa potensi rata-rata zakat per muzakki mencapai Rp 684.550,00 pada tahun 2007, meningkat dari sebelumnya yaitu Rp 416.000,00 pada tahun 2004. Kedua, PEBS FEUI menggunakan pendekatan jumlah muzakki dari populasi Muslim Indonesia dengan asumsi 95 persen muzakki yang membayar zakat, maka dapat diproyeksikan potensi penghimpunan dana zakat pada tahun 2009 mencapai Rp 12,7 triliun (Indonesia Economic Outlook, 2010). Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan bahwa potensi zakat nasional dapat mencapai Rp 19,3 triliun. Keempat, penelitian Firdaus et al (2012) menyebutkan bahwa potensi zakat nasional pada tahun 2011 mencapai angka 3,4 persen dari total PDB, atau dengan kata lain potensi zakat di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 217 triliun. Jumlah ini meliputi potensi penerimaan zakat dari berbagai area, seperti zakat di rumah tangga, perusahaan swasta, BUMN, serta deposito dan tabungan. Kelima, menurut penelitian yang dilakukan oleh BAZNAS, potensi zakat nasional pada tahun 2015 sudah mencapai Rp 286 triliun. Angka ini dihasilkan dengan menggunakan metode ekstrapolasi yang mempertimbangkan pertumbuhan PDB pada tahun-tahun sebelumnya. Meskipun demikian, potensi zakat di Indonesia yang digambarkan oleh berbagai penelitian di atas, belum didukung oleh pencapaian dalam penghimpunan zakat di lapangan. Hal ini berarti terdapat kesenjangan yang amat tinggi antara potensi dan realitas penghimpunan. Dilihat dari data aktual penghimpunan ZIS nasional oleh OPZ resmi, pada tahun 2016 penghimpunan ZIS baru mencapai sekitar Rp 5 triliun, itu artinya realisasi penghimpunan masih cukup jauh dari potensi. Kesenjangan ini sedikit banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: Rendahnya kesadaran wajib zakat (muzakki). Dari realitas ini masyarakat harus kembali digalakkan pemahamannya tentang zakat. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai zakat menjadi faktor utama rendahnya
halaman
perolehan dana zakat, terlebih sebagian masyarakat hanya memahami zakat fitrah yang dikeluarkan saat Bulan Ramadhan saja. Kurangnya dukungan regulasi dari negara untuk proaktif dalam menjalankan amanah UU 23/2011 tentang zakat. Tugas pemerintah seyogyanya tidak hanya menyediakan pelayanan dan menciptakan kondisi yang kondusif, melainkan harus ada ketegasan yang ditujukan kepada institusi zakat tanpa izin agar patuh terhadap UU. Agar terwujudnya pembangunan ekonomi Indonesia melalui zakat, pendekatan sentralisasi pembayaran zakat melalui lembaga zakat resmi harus mendapat penekanan dari pemerintah. Basis zakat yang tergali masih terkonsentrasi pada dua jenis objek zakat saja yaitu zakat fitrah dan profesi. Masih banyaknya objek dan subjek zakat yang belum tergali antara yang menjadi sebab terlalu jauhnya antara realisasi dan potensi. Dalam konteks Indonesia, aset-aset peternakan dan perkebunan antara yang belum tergali secara maksimal ditambah perkembangan zaman sekarang ini, zakat e-commerce, fintech, dan hal-hal baru lainnya perlu juga menjadi perhatian pengelolaan zakat. Masih rendahnya insentif bagi wajib zakat untuk membayar zakat, khususnya terkait zakat sebagai pengurang pajak sehingga wajib zakat tidak terkena beban ganda (Indonesia Economic Outlook 2010). Masih adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat yang dinilai lemah dan tidak profesional. Beberapa lembaga zakat di sebagian daerah hanya menerima pengumpulan dan tidak melakukan gerakan yang aktif dan progresif. Maka penting untuk mengatur positioning lembaga zakat; baik lembaga pemerintah ataupun lembaga non pemerintah untuk memaksimalkan peran penguatan manajemen lembaga. Distribusi zakat hanya untuk keperluan konsumtif masyarakat. Zakat yang disalurkan untuk konsumsi masyarakat tidaklah salah, karena tujuan zakat untuk memenuhi kebutuhan dasar mustahik. Namun alangkah baiknya jika penyaluran zakat didistribusikan untuk kepentingan produktif dan bisa memberi manfaat jangka panjang. Hal ini yang menjadikan zakat mampu mengentaskan kemiskinan, karena prinsipnya masyarakat tidak diberikan ikan segar melainkan alat pancing yang akan mereka gunakan untuk menangkap ikan lebih banyak (prinsip pemberdayaan).
halaman
Dalam sejarah kehidupan ummat Islam di Indonesia, zakat telah mengambil peran yang cukup strategis dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Peran yang sedemikian besar, telah dicatatkan dalam sejarah masyarakat Muslim jauh sebelum Indonesia merdeka. Zakat telah menjadi instrumen penting dalam membangun ekonomi, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat Muslim di Indonesia. Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, zakat merupakan salah satu sumber dana untuk pengembangan ajaran Islam serta sebagai pendanaan dalam perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda. Tempat yang dijadikan pengelolaan sumber-sumber tersebut adalah masjid, surau atau langgar. Sebelum datang penjajah di Indonesia, terdapat beberapa Kesultanan yang mencapai kejayaan berkat dukungan dana internal dari umat Islam sendiri. Misalnya, Kesultanan di Aceh, Sumatera Barat, Banten, Mataram, Demak, Goa dan Ternate. Kesultanan-kesultanan tersebut dinilai telah berhasil mendayagunakan potensi ekonomi umat dengan memperbaiki kualitas ekonomi rakyat, antara lain dengan mengatur sumber-sumber keuangan Islam seperti zakat, pemeliharaan harta wakaf, wasiat, infak dan sedekah. Dana yang bersumber dari umat cukup memadai untuk memadai untuk membiayai kepentingan Islam. Pada masa penjajahan, pemerintah Hindia Belanda pada awalnya tidak ingin intervensi terhadap urusan sumber keuangan Islam karena hal itu dipandang sebagai urusan internal umat Islam. Bahkan, menurut pasal 134 ayat 2 Indische Staatsregeling (IS), pemerintah Hindia Belanda harus bersikap netral terhadap semua agama yang ada di seluruh daerah kekuasaannya (Policy of Religion Neutrality). Namun setelah melihat betapa besar potensi sumber keuangan Islam, yang umumnya dikelola di masjid-masjid dalam mendukung perjuangan anti-kolonial, seperti pengalaman Perang Paderi di Sumatera (18211837), Perang Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830) dan Perang Aceh (18731903), maka Kolonial Belanda melakukan upaya pengaturan, khususnya terkait sumber keuangan Islam. Pada tanggal 4 Agustus 1893, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Bijblad nomor 1892 yang berisi kebijakan pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan zakat yang dilakukan oleh penghulu atau naib. Untuk melemahkan kekuatan rakyat yang bersumber dari zakat, Pemerintah Hindia Belanda melarang semua pegawai dan priyayi pribumi ikut serta membantu pelaksanaan zakat. Larangan itu dituangkan dalam Bijblad nomor 6200 tanggal 28 Februari 1905.
halaman
Kalau pada masa sebelumnya kas-kas masjid yang antara lain bersumber zakat dari zakat dikelola sepenuhnya oleh umat Islam melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya dan dipergunakan untuk membantu mensejahterakan umat, maka setelah berada di bawah kendali dan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, dana-dana tersebut dimanfaatkan untuk memberikan sumbangan kepada rumah sakit Zending di Mojowarno yang pendirinya diprakarsai oleh Pendeta Johanes Kruyt (1835-1918), kas masjid di Kediri dimanfaatkan untuk membiayai sebuah asrama pelacur, dan secara rutin kas-kas masjid juga dimanfaatkan untuk membantu aktifitas Kristen. Sehingga telah terjadi penyimpangan penggunaan dana umat Islam oleh pemerintah Belanda. Anehnya lagi, kas masjid itu tidak bebas digunakan untuk keperluan umat Islam, seperti pemugaran dan pembangunan masjid, kas masjid lebih bebas digunakan untuk membiayai pemugaran rumah penghulu, peralatan kantor bupati dan tukang kebun penghulu, ketimbang untuk kepentingan masjid. Dalam meminimalkan jumlah saldo juga dilakukan Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini dilakukan dalam rangka mematikan semangat perjuangan rakyat dalam perang antikolonial. Ketika keinginan untuk melibatkan pemerintah dalam pengumpulan zakat mengemuka dalam Rakernas MUI tahun 1990, Menteri Agama Munawir Sjadzali menkonsultasikannya kepada Presiden Soeharto, mengingat kepala negara dulu pernah bersedia menjadi amil zakat, tetapi kurang mendapat respon secara luas dari umat Islam di tanah air ketika itu. Pada ketika itu, Presiden Soeharto justru menyatakan ketidaksediannya amil zakat. Sebagai alternatifnya, ia memberikan petunjuk agar pengelolaan zakat diserahkan kepada setiap provinsi, yang dalam pengumpulan dan pengelolaannya melibatkan kepala daerah sesuai prinsip otonomi daerah. Sedangkan secara kelembagaan, ia menjadi lembaga non struktural untuk menghindari dualisme dalam pengelolaan zakat dan pajak. Pada periode kepemimpinan empat Presiden pasca Soeharto, gerakan monumental zakat di tanah air dapat dicatat sebagai berikut: (a) Presiden B. J. Habibie pada tanggal 23 September 1999 atas persetujuan DPR telah mensahkan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. (b) Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 17 Januari 2001 mengeluarkan Keputusan Presiden No. 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional (c) Presiden Megawati Soekarno Putri pada tanggal 2 Desember 2001 melakukan pencanangan Gera kan Sadar Zakat dalam acara peringatan Nuzulul Qur’an di Masjid Istiqlal Jakarta. (d) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal
halaman
26 Oktober 2005 melakukan pencanangan Gerakan Zakat Infak dan Shadaqah Nasional dan mengukuhkan Kepengurusan BAZNAS periode 2004-2007 di Istana Negara. Indikasi positif ini selain disebabkan oleh kesadaran menjalankan perintah agama di kalangan umat Islam semakin meningkat dan menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan setelah itu dorongan untuk membayar zakat juga datang dari pemerintah dengan dikeluarkannya perangkat perUndang-undangan berupa UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat Untuk lebih memerinci perkembangan kebijakan pemerintah dalam sejarah pengelolaan zakat di Indonesia, terdapat beberapa tahapan sejarah yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama: Sebelum Kelahiran UU Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
Pengelolaan Zakat Masa Penjajahan Zakat sebagai bagian dari ajaran Islam wajib ditunaikan oleh umat Islam terutama yang mampu, tentunya sudah diterapkan dan ditunaikan oleh umat Islam Indonesia berbarengan dengan masuknya Islam ke Nusantara. Kemudian ketika Indonesia dikuasai oleh para penjajah, para tokoh agama Islam tetap melakukan mobilisasi pengumpulan zakat. Pada masa penjajahan Belanda, pelaksanaan ajaran Islam (termasuk zakat) diatur dalam Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Pebruari 1905. Dalam pengaturan ini pemerintah tidak mencampuri masalah pengelolaan zakat dan menyerahkan sepenuhnya kepada umat Islam dan bentuk pelaksanaannya sesuai dengan syari’at Islam. Pengelolaan Zakat di Awal Kemerdekaan Pada awal kemerdekaan Indonesia, pengelolaan zakat juga diatur pemerintah dan masih menjadi urusan masyarakat. Kemudian pada tahun 1951 barulah Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor: A/VII/17367, tanggal 8 Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fitrah. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama hanya menghimbau dan menggiatkan masyarakat untuk menunaikan kewajiban zakatnya serta melakukan pengawasan supaya pemakaian dan pembagian dari pungutan zakat tadi dapat berlangsung menurut hukum agama.
halaman
Pada tahun 1964, Kementerian Agama menyusun Rancangan Undangundang (RUU) tentang Pelaksanaan Zakat dan Rencana Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (RPPPUU) tentang Pelaksanaan Pengumpulan dan Pembagian Zakat serta Pembentukan Baitul-Maal, tetapi kedua perangkat peraturan tersebut belum sempat diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun kepada Presiden.
Kedua: Pengelolaan Zakat di Masa Orde Baru
Pada masa orde baru, Menteri Agama menyusun Rancangan Undangundang tentang Zakat dan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dengan surat Nomor: MA/095/1967 tanggal 5 Juli 1967. Dalam surat Menteri Agama tersebut disebutkan a ntara lain: “Mengenai rancangan Undang-undang zakat pada prinsipnya, oleh karena materinya mengenai hukum Islam yang berlaku bagi agama Islam, maka diatur atau tidak diatur dengan Undang-undang, ketentuan hukum Islam tersebut harus berlaku bagi umat Islam, dalam hal mana pemerintah wajib membantunya. Namun demikian, pemerintah berkewajiban moril untuk meningkatkan manfaat dari pada penduduk Indonesia, maka inilah perlunya diatur dalam Undangundang”. Rancangan Undang-undang (RUU) tersebut disampaikan juga kepada Menteri Sosial selaku penanggungjawab masalah-masalah sosial dan Menteri Keuangan selaku pihak yang mempunyai kewenangan dan wewenang dalam bidang pemungutan zakat. Menteri Keuangan dalam jawabannya menyarankan agar masalah zakat ditetapkan dengan peraturan Menteri Agama. Kemudian pada tahun 1968 dikeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 5 tahun 1968 tentang pembentukan Baitul-Maal. Kedua PMA (Peraturan Menteri Agama) ini mempunyai kaitan sangat erat, karena Baitul-Maal berfungsi sebagai penerima dan penampung zakat, dan kemudian disetor kepada Badan Amil Zakat (BAZ) untuk disalurkan kepada yang berhak. Pada tahun 1968 dikeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ). Pada tahun yang sama dikeluarkan juga PMA Nomor 5 tahun 1968 tentang Pembentukan BaitulMaal. Baitul-Maal yang dimaksud dalam PMA tersebut berstatus Yayasan dan bersifat semi resmi. PMA Nmor 4 tahun 1968 dan PMA Nomor 5 tahun 1968 mempunyai kaitan yang sangat erat. Bait al-Mal itulah yang menampung dan menerima zakat yang disetorkan oleh Badan Amil Zakat seperti dimaksud dalam PMA Nomor 4 Tahun 1968.
halaman
Pada tahun 1984 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun 1984 tanggal 3 Maret 1984 tentang Infaq Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan yang pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 19/1984 tanggal 30 April 1984. Pada tanggal 12 Desember 1989 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 16/1989 tentang Pembinaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang menugaskan semua jajaran Departemen Agama untuk membantu lembaga-lembaga keagamaan yang mengadakan pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah agar menggunakan dana zakat untuk kegiatan pendidikan Islam dan lain-lain. Pada tahun 1991 dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri Nomor 29 dan 47 tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah yang kemudian ditindaklanjuti dengan instruksi Menteri Agama Nomor 5 tahun1991 tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1988 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah.
Ketiga: Pengelolaan Zakat Era Reformasi
Pada era reformasi tahun 1998, setelah menyusul runtuhnya kepemimpinan nasional Orde Baru, terjadi kemajuan signifikan di bidang politik dan sosial kemasyarakatan. Setahun setelah reformasi tersebut, yakni 1999 terbitlah Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Di era reformasi, pemerintah berupaya untuk menyerpurnakan sistem pengelolaan zakat di tanah air agar potensi zakat dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi bangsa yang terpuruk akibat resesi ekonomi dunia dan krisis multi dimensi yang melanda Indonesia. Untuk itulah pada tahun 1999, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menerbitkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat, yang kemudian diikuti dengan dikeleluarkannya Keputusan Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Berdasarkan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 ini, pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh Pemerintah yang terdiri dari masyarakat dan unsur pemerintah untuk tingkat kewilayahan dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat yang terhimpun dalam berbagai ormas (organisasi masyarakat) Islam, yayasan dan institusi lainnya.
halaman
Dalam Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 dijelaskan prinsip pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah. Pemerintah dalam hal ini berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq, dan pengelola zakat. Dari segi kelembagaan tidak ada perubahan yang fundamental dibanding kondisi sebelum tahun 1970-an. Pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah, tetapi kedudukan formal badan itu sendiri tidak terlalu jauh berbeda dibanding masa lalu. Amil zakat tidak memiliki kekuasaan untuk menyuruh orang membayar zakat. Mereka tidak teregistrasi dan diatur oleh pemerintah seperti halnya petugas pajak guna mewujudkan masyarakat yang peduli bahwa zakat adalah kewajiban.
Keempat: Pasca Kelahiran Undang-undang Nomor 38 tahun 1999
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa pada tahun 1999 terbit dan disahkannya Undang-undang Pengelolaan Zakat. Dengan demikian, maka pengelolaan zakat yang bersifat nasional semakin intensif. Undang-undang inilah yang menjadi landasan legal formal pelaksanaan zakat di Indonesia, walaupun di dalam pasal-pasalnya masih terdapat berbagai kekurangan dan kelemahan, seperti tidak adanya sanksi bagi muzakki yang tidak mau atau enggan mengeluarkan zakat hartanya dan sebagainya. Sebagai konsekuensi Undang-undang Zakat, pemerintah (tingkat pusat sampai daerah) wajib memfasilitasi terbentuknya lembaga pengelola zakat, yaitu Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk tingkat Pusat dan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) untuk tingkat Daerah. BAZNAS dibentuk berdasarkan Kepres Nomor 8 /2001, tanggal 17 Januari 2001. Ruang lingkup BAZNAS berskala Nasional yaitu unit pengumpul Zakat (UPZ) di Departemen, BUMN, Konsulat Jenderal dan Badan Usaha Milik Swasta berskala nasional, sedangkan BAZDA ruang lingkup kerjanya di wilayah propinsi tersebut. Sesuai Undang-undang Pengelolaan Zakat, hubungan BAZNAS dengan Badan amil zakat yang lain bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif. BAZNAS dan BAZDA-BAZDA bekerjasama dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ), baik yang bersifat nasional maupun daerah. Sehingga dengan demikian diharapkan bisa terbangun sebuah sistem zakat Nasional yang baku dan yang bisa diaplikasikan oleh semua pengelola zakat.
halaman
Dalam menjalankan program kerjanya, BAZNAS menggunakan konsep sinergi, yaitu untuk pengumpulan ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah) menggunakan hubungan kerjasama dengan unit pengumpul zakat (UPZ) di Departemen, BUMN, Konjen, dan dengan lembaga amil zakat lainnya. Pola kerjasama itu disebut dengan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Mitra BAZNAS. Sedangkan untuk penyalurannya, BAZNAS juga menggunakan pola sinergi dengan Lembaga Amil Zakat lainnya, yang disebut sebagai Unit Salur Zakat (USZ) Mitra BAZNAS. Dengan demikian, maka Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat telah melahirkan paradigma baru pengelolaan zakat yang antara lain mengatur bahwa pengelolaan zakat dilakukan oleh satu wadah, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah bersama masyarakat dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang terhimpun dalam ormas maupun yayasan-yayasan. Dengan lahirnya paradigma baru ini, maka semua Badan Amil Zakat harus segera menyesuaikan diri dengan amanat Undang-undang yakni pembentukannya berdasarkan kewilayahan pemerintah Negara mulai dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Sedangkan untuk desa/kelurahan, mesjid, lembaga pendidikan dan lain-lain dibentuk unit pengumpul zakat. Sementara sebagai Lembaga Amil Zakat, sesuai amanat Undang-undang tersebut, diharuskan mendapat pengukuhan dari pemerintah sebagai wujud pembinaan, perlindungan dan pengawasan yang harus diberikan pemerintah. Karena itu bagi Lembaga Amil Zakat yang telah terbentuk di sejumlah Ormas Islam, yayasan atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dapat mengajukan permohonan pengukuhan kepada pemerintah setelah memenuhi sejumlah persyaratan yang ditentukan. Dalam rangka melaksanakan pengelolaan zakat sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 38 tahun 1999, pemerintah pada tahun 2001 membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan Keputusan Presiden. Di setiap daerah juga ditetapkan pembentukan Badan Amil Zakat Provinsi, Badan Amil Zakat Kabupaten/Kota hingga Badan Amil Zakat Kecamatan. Pemerintah juga mengukuhkan keberadaan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang didirikan oleh masyarakat. LAZ tersebut melakukan kegiatan pengelolaan zakat sama seperti yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat. Pembentukan Badan Amil Zakat di tingkat nasional dan daerah mengantikan pengelolaan zakat oleh BAZIS (Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah) yang sudah berjalan dihampir semua daerah.
halaman
Kelima: Pasca Kelahiran Undang-undang Nomor 23 tahun 2011
Organisasi dan tata kerja pengelolaan zakat di Indonesia hari ini sepenuhnya mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. UU tersebut merupakan pengganti Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang sebelumnya menjadi landasan hukum pengelolaan zakat di Indonesia. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 secara spesifik mengamanatkan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai pelaksana utama dalam pengelolaan zakat di Indonesia dan pemerintah mendapatkan fungsi sebagai pembina dan pengawas terhadap pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS. Perubahan regulasi tersebut secara substantif telah mengubah suatu sistem pengelolaan zakat di Indonesia. Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, BAZNAS dibentuk oleh pemerintah dalam tugas melaksanakan kewenangan pengelolaan zakat secara nasional. Kewenangan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional tersebut meliputi 4 (empat) fungsi yang secara spesifik dituangkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, sebagai berikut: (a) fungsi perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; (b) fungsi pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; (c) fungsi pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan (d) fungsi pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan zakat (Pasal 7). Selain daripada empat fungsi pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara nasional, BAZNAS juga mendapatkan 2 (dua) fungsi non-operasional pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, yaitu: (a) pemberian pertimbangan pembentukan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota (Pasal 15) dan (b) pemberian rekomendasi izin pembentukan LAZ (Pasal 18). Untuk memaksimalkan peran strategis ini, pada tahun 2017 Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) mengembangkan Arsitektur Zakat Indonesia (AZI) dalam skala teknis untuk 5 tahun kedepan, dengan tujuan agar pembangunan zakat nasional bisa berkelanjutan dan lebih terukur mengacu pada UU No. 23 tahun 2011 sekaligus menjawab tantangan dari konsekwensi dinobatkannya lembaga zakat Indonesia menjadi lembaga keuangan Islam. Terdapat lima pilar utama yang dibahas dalam AZI ini. Pilar pertama adalah regulasi dan kebijakan; Pilar kedua adalah sistem informasi dan database
halaman
perzakatan nasional; Pilar ketiga adalah pilar kelembagaan yang meliputi sistem penghimpunan, pendistribusian dan pendayagunaan dan pelaporan; Pilar keempat adalah dampak zakat terhadap isu sosial ekonomi masyarakat Indonesia; dan pilar kelima adalah komunikasi dan kerjasama stakeholders. Lima pilar ini kemudian dianalisis menggunakan kacamata UU 23/2011 dan PP No. 14 tahun 2014 meliputi: Pertama, bagaimana kedepan sistem perzakatan nasional punya struktur yang jelas dan terarah mengenai regulasi profesi amil termasuk sertifikasi amil, remunerasi amil, kualitas dan kuantitas amil, KPI & insentif amil, jaminan hari tua amil dan jenjang karir amil. Kedua adalah instalasi tata kelola lembaga zakat, pembahasan ini meliputi struktur tata kelola sistem perzakatan nasional hari ini dan proyeksi yang akan datang dengan kualifikasi standar lembaga keuangan terpercaya, antara lain indikatornya memiliki sistem informasi zakat nasional terpadu, memiliki sistem akuntansi zakat nasional berbasis PSAK, ISAK dan manual lembaga, memiliki standar pelaporan publik secara berkala, memiliki informasi data realtime, memilki sistem penegakkan pelaporan, memiliki sistem pengawasan internal, memiliki sistem pengawasan eksternal dan lain sebagainya. Kedua, bagaimana sistem kelembagaan zakat yang ada bisa membawa kepada instalasi pengumpulan zakat yang inklusif, maksud dari kata insklusif adalah pungutan zakat sudah bisa menjangkau semua kalangan muslim masyarakat Indonesia, pada saat sistem pengumpulan zakat sudah tersistem secara padu dengan regulasi yang ada, bahkan sudah ada insentif-insentif signifikan bagi para wajib zakat (muzaki) maka pada saat itu diproyeksikan akan terjadi inslusifitas pengumpulan zakat dimana jumlah pengumpukan zakat akan meningkat dengan pesat. Pembahasan dalam urgensi ini meliputi pemetaan potensi zakat, sistem terpadu Organisasi Pengelola Zakat (OPZ), akuntabilitas pengumpulan, kredibilitas, insentif muzaki, sistem identifikasi muzaki, dan konektifitas sistem pajak & zakat. Ketiga, bagaimana sistem pemerataan distribusi zakat ini mengacu pada Surah At-Taubah ayat 60. Secara eksplisit disebutkan delapan asnaf yang dinyatakan dalam al-taubah ayat 60 meliputi: al-fuqara '(orang fakir), almasakin (orang miskin), amil, muallaf yang perlu dilembutkan hatinya, al-riqab (perbudakan), al-gharimin (orang yang sedang terlilit hutang) dan ibn sabil (traveller) yang membutuhkan perlindungan. Kedelapan asnaf ini merupakan gambaran dari pemerataan distribusi dalam bentuk jaring pengaman untuk mengatasi problem sosial dan ekonomi masyarakat yang implikasinya langsung menyentuh kepada aspek ekonomi.
halaman
Melalui pemerataan distribusi zakat, secara makro masyarakat akan mendapatkan hak yang sama terhadap sumber-sumber ekonomi termasuk akses terhadap kebutuhan dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah, warisan, sumber daya alam, teknologi baru (seperti panel surya) dan layanan keuangan termasuk keuangan mikro. Distribusi ini juga dapat menggairahkan mereka untuk penghematan dan mengurangi kerentanan terhadap perubahan cuaca, dan guncangan sosial (social shock) dan lingkungan. Pembahasan-pembahasan ini secara nyata bersinggungan dengan berbagai program pembangunan ekonomi nasional seperti pemerataan distribusi zakat pada efek pembangunan ekonomi nasional untuk kegiatan produktif, penciptaan lapangan kerja, dan memperlebar akses keuangan; pemerataan distribusi zakat pada efek sistem ketenagakerjaan; pemerataan distribusi zakat pada efek meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan pelestarian kekayaan alam. Hal menarik dari sistem perzakatan di Indonesia dalam memaksimalkan fungsi BAZNAS sesuai amanah UU 23/2011 adalah dibentuknya Pusdiklat (Pusat Pendidikan dan Pelatihan) Amil dan Sertifikasi Amil Zakat oleh BAZNAS. Hal ini didasari bahwa salah satu unsur penting dalam pengelolaan zakat adalah peran Amil. Amil yang berkualitas akan meningkatkan trust para Muzakki, dan bisa memberdayakan mustahik secara konkrit dan membebaskan mereka dari kemiskinan. Tujuannya agar kualitas SDM perzkatakan di Indonesia kedepan bisa lebih baik dalam hal menjalankan tugasnya sebagai pengelola zakat. Untuk dapat melakukan peningkatan kompetensi amil diperlukan suatu standar komptensi kerja bagi amil. Standar kompetensi ini merupakan hal yang lazim dalam pengelolaan suatu sektor pekerjaan. Amil merupakan sektor pekerjaan yang khas, maka selayaknya memiliki standar kompetensi kerja tersendiri. Standar kompentensi kerja ini digunakan sebagai acuan untuk mengukur kelayakan individu untuk menjadi dan bekerja sebagai seorang amil. Dengan standar kompetensi kerja ini, maka pekerjaan sebagai amil dapat disetarakan dengan pekerjaan professional lainnya. Standar kompetensi kerja ini juga dapat memberikan batasan-batasan jenjang pekerjaan dalam keamilan, termasuk mengenai kriteria kompetensi dalam pelaksanaan evaluasi kinerja atau untuk kebutuhan personalia lainnya. Namun, di luar itu, keberadaan standar kompetensi kerja amil berskala nasional ini akan mampu menciptakan pelayanan pengelolaan zakat yang terstandar dan merata di seluruh wilayah Indonesia.
halaman
Setelah ditetapkan standar kompetensi kerja bagi amil yang secara garis besar meliputi unit kompetensi perencanaan penghimpunan, unit kompetensi perencanaan pendistribusian, unit kompetensi transaksi keuangan zakat, unit kompetensi analisis kinerja keuangan zakat, unit kompetensi likuiditas dana penyaluran zakat, unit kompetensi pelaporan kaji dampak zakat dan unit kompetensi anti pencucian uang maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan sertifikasi bagi amil-amil di seluruh wilayah Indonesia. Amil yang telah lulus dalam pelaksanaan sertifikasi tersebut maka ia berhak mendapatkan sertifikat amil nasional yang berlaku pada seluruh BAZNAS dan LAZ sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011. Keberadaan sertifikasi amil ini menjadi penting, mengingat selama ini profesi amil seringkali dipandang sebagai pekerjaan kelas tiga yang mungkin menjadi pilihan terakhir dari sejumlah opsi pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.
Wujud peran Indonesia terhadap arus perzakatan global saat ini tercermin melalui keaktifan Indonesia menginisiasi World Zakat Forum (WZF) atau Forum Zakat Dunia pada tahun 2010 sebagai forum penting kebangkitan zakat dunia. Berdirinya WZF adalah bentuk kesadaran untuk mengatur membahas isu-isu perzakatan global secara kelembagaan dengan mengumpulkan dan menjalin jaringan lembaga-lembaga zakat dunia disatu ruang tunggal dengan maksud untuk mengembangkan praktik rencana dan pengembangan zakat dunia. Selain itu adanya Forum Zakat Dunia atau WZF diharapkan bisa merumuskan solusi efektif dalam beberapa isu sosial ekonomi umat melalui instrumen zakat, seperti: Bagaimana memaksimalkan peran zakat, dimana zakat selain bersifat mengatasi kemiskinan fauriyah (sesaat), tapi juga bisa berkelanjutan melalui kegiatan pemberdayaan; Bagaimana memainstream-kan instrumen zakat sebagai instrumen utama kesejahteraan ummat; Bagaimana forum ini diharapkan bisa mengangkat pengaruh negara-negara Muslim agar memunyai peran lebih terhadap isu-isu zakat, dan yang terakhir bagaimana forum ini bisa menghidupkan kembali peran zakat di berbagai aspek secara global, sebagaimana peran zakat pada zaman nabi dan para sahabat. Hal ini didasari oleh situasi dunia Islam yang sekarang ini yang sedang menghadapi masalah dan tantangan multi-dinamis baik secara eksternal maupun internal. Disini, gerakan zakat global dapat mengambil peran untuk berkontribusi mengatasi krisis kemanusiaan tersebut, serta mendukung
halaman
pembangunan kembali aspek dasar manusia, seperti sektor kesehatan, dan pendidikan. Sebagai bagian untuk menjawab berbagai masalah ini, kehadiran zakat harus digarisbawahi sebagai modalitas strategis bagi Dunia Muslim untuk melepaskan diri dari sistem ribawi jangka panjang dari negara-negara barat atau dari belahan bumi utara yang menjadi perpanjangan kolonisasi pada banyak kesempatan di wajah baru. Kebangkitan Dunia Muslim harus dimulai dari keberhasilan bagaimana menyelesaikan masalah umat secara tidak langsung, secara otonom di kalangan negara-negara Muslim sendiri dengan memperkuat peran zakat sebagai 'senjata sosial ekonomi' yang kemudian dapat digunakan sebagai 'lengan politik' untuk dalam menghadapi kapitalisme, dan liberalisme. Penggunaan zakat harus memiliki signifikansi strategis dalam memperkuat ukhuwah, kolaborasi, dan solidaritas antar negara Muslim untuk mencapai tujuan bersama. WZF menjadi harapan umat, bersamaan dengan bagaimana dunia Islam dapat berkontribusi di dunia global dan umat manusia sebagai bagian dari solidaritas universal (ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah basyariyah) bersama ukhuwah islamiyah dan ukhuwah insaniyah. Sebagai bagian dari mimpi bersama yang terkonsolidasi dan menempa sebuah solidaritas, Forum Zakat Dunia telah menyelenggarakan serangkaian konferensi di New York, Banda Aceh, dan Kuala Lumpur sejak formasi pertamanya di Yogyakarta pada tahun 2010. Hingga pada tahun 2017, tepatnya bulan Maret, konferensi WZF diadakan kembali di Indonesia tepatnya di Jakarta dalam membicarakan banyak hal dan mencari solusi terkait dengan pemahaman fiqih, model manajemen, distribusi zakat antar negara, mekanisme kerja sama dalam praktik zakat berkaitan dengan masalah diplomatik, dan isu-isu terkait lainnya. Selanjutnya, berdasarkan kesepatakan pada konferensi WZF 2017, pada tahun 2018 nanti konferensi ini akan diadakan di Bosnia. Selain peran Indonesia dalam World Zakat Forum (WZF), Indonesia juga diantara negara paling aktif mendirikan International Working Group (IWG) Zakat Core Principles. IWG ini berisikan lembaga-lembaga zakat, akademisi dan institusi keuangan lainnya dalam bekerja dan terus menerus menyusun dokumen-dokumen penting penataan governance lembaga-lembaga zakat dunia. Sampai dengan Mei 2016, IWG telah melahirkan dokumen principles perzakatan dunia, yaitu dokumen Zakat Core Principles (ZCP) yang mana dokumen ini telah disepakati oleh 20 perwakilan negara pengelola zakat dan sudah mulai diimplementasikan dalam tatanan praktek.
halaman
Pada tahun 2017 ini IWG telah menghasilkan dua dokumen teknis (Technical Notes) turunan dari ZCP yaitu TN Good Amil Governance (GAG) dan TN Risk Management (RM), kedua dokumen ini telah melalui pembahasan panjang dan sudah disahkan secara aklamasi oleh seluruh anggota IWG pada tahun 2017 untuk kemudian dipatenkan pada saat acara Annual Meeting IMF & World Bank, 2018.
halaman
halaman
Kewajiban dalam mengeluarkan zakat dari harta yang dimiliki adalah hal penting bagi umat Muslim. Kesadaran masyarakat dalam berzakat melalui Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) tercatat dalam statistik zakat Indonesia terus mengalami tren yang meningkat. Pada bab ini dipaparkan realisasi laporan pencapaian pengelolaan zakat di Indonesia tahun 2016 beserta dengan persentase dan pertumbuhannya.
Jumlah penghimpunan dana zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) di Indonesia melalui OPZ resmi mengalami kenaikan dari tahun 2002 hingga 2016 sebagai berikut: Pertumbuhan Penghimpunan ZIS
2002
68.39
0.00%
2003
85.28
24.70%
2004
150.09
76.00%
2005
295.52
96.90%
2006
373.17
26.28%
2007
740.00
98.30%
2008
920.00
24.32%
2009
1,200.00
30.43%
2010
1,500.00
25.00%
2011
1,729.00
15.27%
2012
2,212.00
27.94%
2013
2,639.00
19.30%
2014
3,300.00
25.05%
2015
3,653.27
10.71%
2016
5,017.29
37.34%
Peningkatan jumlah penghimpunan ZIS dari tahun 2002 - 2016 ini menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan zakat semakin tinggi. Hal ini seiring dengan upaya oleh para stakeholders pada masyarakat untuk menyalurkan zakat melalui lembaga-lembaga zakat resmi atau yang telah sesuai dengan amanah UU 23/2011. Upaya ini perlu tetap dilaksanakan guna meningkatkan optimalisasi potensi zakat di Indonesia yang mencapai Rp. 217 Triliun rupiah, disamping proses transparansi dan akuntabilitas dari organisasi pengelola zakat yang juga perlu ditingkatkan melalui sistem satu pelaporan satu pintu yang terintegrasi.
Peningkatan jumlah penghimpunan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2005 sebesar 96.90 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini
halaman
dikarenakan pada tahun tersebut terjadi bencana tsunami Aceh yang mendorong masyarakat untuk membantu para korban bencana. Selain itu, pada tahun 2007 juga mengalami peningkatan hingga 98.30 persen dibandingkan tahun sebelumnya karena ada bencana gempa Yogya. Terjadinya peningkatan penghimpunan yang sangat tinggi ketika terjadi bencana alam di Indonesia, mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia memiliki tingkat kedermawanan yang tinggi untuk saling membantu. Berikut grafik pergerakan jumlah penghimpunan ZIS di Indonesia dari tahun 2002 - 2016: 6,000.00
5,000.00
5,017.29
4,000.00 3,653.27
h a i p u R3,000.00 r a i l i M
3,300.00
2,639.00 2,212.00
2,000.00 1,729.00 1,500.00 1,200.00
1,000.00
920.00 740.00 295.52
0.00
373.17
150.09 68.39 85.28
2 00 2
2 00 3
2 00 4
2 00 5
2 00 6
2 00 7
2 00 8
2 00 9
2 01 0
2 01 1
2 01 2
2 01 3
2 01 4
2 01 5
2 01 6
Jumlah Penghimpunan ZIS tahun 2002 - 2016
Berdasarkan grafik di atas, pengumpulan ZIS terus mengalami tren naik seiring dengan perbaikan regulasi, koordinasi, pengelolaan dari Organisasi Pengelola Zakat (OPZ), dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat melalui OPZ resmi. Jumlah dana zakat yang terkumpul secara nasional mengalami peningkatan, walaupun bila ditinjau berdasarkan pertumbuhannya mengalami fluktuasi. Seperti pada tahun 2013 dan 2015. Peningkatan pada tahun 2013 (19,31 persen) lebih rendah daripada peningkatan di tahun 2012 (27,97 persen), begitu pula peningkatan pada tahun 2015 (10,62 persen) yang lebih rendah dari peningkatan di tahun 2014 (25,02 persen). Meski demikian setiap tahun selalu mengalami peningkatan jumlah penghimpunan. Peningkatan pertumbuhan dan jumlah penghimpunan secara signifikan terjadi pada tahun 2016 menjadi 5,017.29 Triliun rupiah atau sebesar 37.46 persen.
halaman
Penghimpunan Nasional berdasarkan Jenis Dana
1
Zakat
2.312.195.596.498
63.29
3.738.216.792.496
74,51
2
Infak/Sedekah
1.176.558.166.696
32.21
1.001.498.305.006
19,96
3
Dana Sosial Lainnya (DSKL)
163.986.086.154
4.49
277.336.514.452
5,53
4
Dana Lainnya
533.400.945
0.01
241.514.997
0,00
Keagamaan
Penghimpunan nasional merupakan total dana yang dihimpun oleh berbagai organisasi pengelola zakat (OPZ) se-Indonesia selama setahun. OPZ seIndonesia ini meliputi BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota, LAZ Nasional, LAZ Provinsi, dan LAZ Kabupaten/Kota resmi yang melaporkan penghimpunannya kepada BAZNAS sesuai dengan amanah UU 23/2011. Jenis dana yang dihimpun oleh para OPZ ini mencakup (1) dana zakat, termasuk di dalamnya zakat fitrah dan zakat maal, (2) dana infak/sedekah, baik infak terikat (muqayyadah) maupun tidak terikat (ghair muqayyadah), (3) dana sosial keagamaan lainnya (DSKL) yang meliputi harta nazar, harta amanah atau titipan, harta pusaka yang tidak memiliki ahli waris, kurban, kafarat, fidyah, hibah, dan harta sitaan serta biaya administrasi peradilan di pengadilan agama, serta (4) dana lainnya, yang dalam hal ini merupakan penerimaan bagi hasil bank yang menjadi saluran penghimpunan dana-dana yang dipaparkan sebelumnya. Total penghimpunan nasional pada tahun 2016 mencapai lebih dari 5 Triliun rupiah. Jumlah ini meningkat lebih dari 1,36 Triliun dari total penghimpunan pada tahun sebelumnya. Proporsi dana zakat masih mendominasi total penghimpunan, bahkan lebih besar daripada tahun sebelumnya, yakni sebesar 74,51 persen atau lebih dari 3,7 Triliun rupiah. Proporsi tersebut meningkat 11,22 persen dari tahun sebelumnya, dengan jumlah dana yang juga meningkat hampir 1,5 Triliun rupiah. Namun demikian, jika dilihat dari potensi zakat nasional, total realisasi penghimpunan zakat nasional pada tahun 2016 ini baru mencapai sekitar 1,7 persen dari yakni potensinya yang sebesar 217 Triliun rupiah. Dengan demikian, penghimpunan zakat nasional ini masih sangat dapat dikembangkan.
halaman
Proporsi terbesar kedua dari total penghimpunan nasional tahun 2016 merupakan dana infak/sedekah yang mencapai 19,96 persen atau senilai lebih dari 1 Triliun. Proporsi ini menurun 12,25 persen dari tahun sebelumnya dengan jumlah dana yang juga menurun sekitar 175 Miliar rupiah. Kondisi ini berbeda dengan DSKL yang mengalami peningkatan jumlah dana lebih dari 100 Miliar dari tahun sebelumnya menjadi sekitar 277 Miliar rupiah dengan proporsi yang juga lebih besar daripada sebelumnya, yakni dari 4,49 persen dari total penghimpunan pada tahun 2015 menjadi 5,53 persen dari total penghimpunan pada tahun 2016. Sementara itu, dana lainnya merupakan penyumbang terkecil dari total penghimpunan nasional. Dengan jumlah sekitar 241 juta rupiah, proporsi dana lainnya jauh di bawah 0,01 persen dari total penghimpunan nasional tahun 2016. Jumlah tersebut tidak sampai separuh dari jumlah dana lainnya yang terhimpun pada tahun 2015, yang proporsinya 0,01 persen dari total penghimpunan pada tahun tersebut.
Jumlah Dana Tersalur berdasarkan Ashnaf 2016
1
Fakir Miskin
1.524.057.868.548
67,69
2.143.434.539.579
73,13
2
Amil
202.097.814.408
8,98
209.233.041.289
7,14
3
Muallaf
19.098.188.696
0,85
17.403.367.642
0,59
4
Riqob
10.627.238.844
0,47
4.278.727.729
0,15
5
Gharimin
13.213.514.847
0,59
16.435.575.105
0,56
6
Sabilillah
459.055.933.695
20,39
518.991.599.898
17,71
7
Ibnu Sabil
23.484.186.508
1,04
21.379.958.163
0,73
halaman
Jumlah Penerima Manfaat berdasarkan Ashnaf 2016
1
Fakir Miskin
3.853.699
85,35
6.098.152
89,60
2
Amil
10.301
0,23
10.262
0,15
3
Muallaf
14.004
0,31
10.684
0,16
4
Riqob
826
0,02
334
0,00
5
Gharimin
6.167
0,14
7.645
0,11
6
Sabilillah
609.111
13,49
661.468
9,72
7
Ibnu Sabil
21.018
0,47
17.629
0,26
Penyaluran nasional berdasarkan ashnaf merupakan total dana yang disalurkan oleh berbagai Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) resmi 1 se-Indonesia beserta jumlah penerima manfaatnya selama setahun dilihat dari golongan penerima manfaatnya. Penyaluran berdasarkan ashnaf ini dilihat dari dua aspek, yakni jumlah dana yang disalurkan dan jumlah penerima manfaat dana tersebut. Sesuai dengan QS At Taubah: 60, penerima zakat dibagi ke dalam 8 (delapan) golongan. Golongan ( ashnaf ) tersebut adalah fakir, miskin, amil , muallaf , riqob , gharimin , sabilillah , dan ibnu sabil . Namun, karena ashnaf fakir dan miskin kerap kali berada di lingkungan yang sama dan sulit dipisahkan, penyalurannya pun dilakukan bersamaan untuk kedua ashnaf tersebut, sehingga dalam hal ini fakir dan miskin langsung digabungkan ke dalam satu kelompok yaitu fakir miskin.
1
OPZ resmi se-Indonesia meliputi BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota, LAZ Nasional, LAZ Provinsi, dan LAZ Kabupaten/Kota resmi yang melaporkan penyalurannya pada BAZNAS sesuai dengan amanah UU 23/2011.
halaman
Pada tahun 2016, fakir miskin merupakan kelompok yang menerima penyaluran tertinggi baik dari jumlah dana yang diterima maupun jumlah penerima manfaatnya. Ashnaf fakir miskin memiliki proporsi sebesar 73,13 persen dari total dana yang disalurkan atau senilai lebih dari 2 Triliun rupiah. Proporsi ini 5,44 persen lebih tinggi daripada proporsi di tahun sebelumnya, dengan jumlah sekitar 619 Miliar rupiah lebih tinggi. Sementara dari jumlah penerima manfaat, lebih dari 6 juta mustahik yang tergolong fakir miskin menerima penyaluran ZIS atau sebesar 89,6 persen dari total jumlah penerima manfaat pada tahun 2016. Proporsi tersebut lebih tinggi 4,25 persen daripada tahun sebelumnya, tetapi jumlah penerima manfaatnya hampir dua kali lipat daripada jumlah fakir miskin yang menerima penyaluran ZIS di tahun 2015. Tingginya proporsi penyaluran untuk ashnaf ini tidak terlepas dari masih banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang berada di bawah ataupun rentan terhadap garis kemiskinan. Bahkan, kemiskinan pula yang menjadi salah satu permasalahan utama negeri ini yang kemudian dapat menjalar ke berbagai permasalahan sosial lainnya. Dengan jumlah yang cukup jauh, baik dari segi dana yang disalurkan maupun jumlah penerima manfaat, dari ashnaf fakir miskin, sabilillah merupakan kelompok penerima manfaat dengan proporsi penyaluran terbesar kedua pada tahun 2016. Golongan ini menerima 17,71 persen dari total dana yang disalurkan oleh OPZ se-Indonesia atau senilai lebih dari 518 Miliar rupiah. Proporsi ini lebih rendah daripada proporsi tahun sebelumnya yang mencapai 20,39 persen atau sekitar 459 Miliar rupiah. Sementara itu, dari segi jumlah penerima manfaatnya, jumlah ashnaf sabilillah mencapai hampir sepersepuluh (9,72%) dari total penerima manfaat atau sekitar 661 ribu jiwa. Proporsi ini lebih rendah 3,77 persen dari tahun sebelumnya, tetapi dari segi jumlah mustahik lebih tinggi sekitar 52 ribu jiwa. Selanjutnya, proporsi dana terbesar ketiga disalurkan untuk ashnaf amil , yakni sebesar 7,14 persen dari total dana yang disalurkan atau sekitar 209 Miliar rupiah. Proporsi ini lebih rendah 1,84 persen dari tahun sebelumnya, dengan jumlah dana lebih tinggi sekitar 7 Miliar rupiah. Proporsi untuk pengelola zakat ini terhitung wajar karena masih kurang dari seperdelapan bagian atau 12,5 persen. Proporsi untuk amil ini tidak hanya diterima oleh orang yang berprofesi sebagai amil , tetapi juga untuk biaya operasional bagi sebagian OPZ. Dilihat dari jumlah penerimanya, sebanyak 10.262 orang yang bekerja sebagai amil di Indonesia memperoleh penyaluran dana ini. Jumlah ini menurun 39 orang dari tahun sebelumnya.
halaman
Kelompok ibnu sabil , muallaf , dan gharimin masing-masing menerima dana sebesar 0,73 persen, 0,59 persen, dan 0,56 persen dari total penyaluran atau sekitar 21 Miliar, 17 Miliar dan 16 Miliar rupiah pada tahun 2016. Seperti tahun sebelumnya, ketiga kelompok ashnaf ini memiliki proporsi yang tidak jauh berbeda antara satu dengan yang lain. Meski proporsi untuk ketiga ashnaf ini mengalami sedikit penurunan dari tahun sebelumnya, yakni 0,31 persen bagi ibnu sabil , 0,26 persen bagi muallaf , dan 0,03 persen bagi gharimin , hanya ibnu sabil dan muallaf yang juga mengalami penurunan dari segi jumlah dana masing-masing sekitar 2 Miliar, sedangkan jumlah dana yang disalurkan untuk ashnaf gharimin meningkat sekitar 3 Miliar rupiah. Sementara itu, jumlah penerima manfaat pada tahun 2016 di antara kelompok ibnu sabil , muallaf , dan gharimin ini pun tidak berbeda jauh, yakni masing-masing sekitar 17 ribu, 10 ribu, dan 7 ribu jiwa. Seperti halnya jumlah dana yang disalurkan, dari jumlah penerima manfaatnya pun proporsi ketiga ashnaf ini mengalami penurunan, yakni 0,21 persen pada kelompok ibnu sabil , 0,15 persen kelompok muallaf , dan 0,03 persen kelompok gharimin , serta hanya kelompok ibnu sabil dan muallaf yang mengalami penurunan dari segi jumlah penerima manfaatnya masing-masing sekitar 3 ribu jiwa sementara kelompok gharimin mengalami peningkatan hampir 1.500 jiwa. Ashnaf yang memperoleh proporsi penyaluran terkecil adalah riqob . Pada tahun 2016, dengan proporsi dana penyaluran sebesar 0,15 persen dari total dana penyaluran yang kurang lebih senilai 4,3 Miliar, jumlah penerima manfaat untuk ashnaf ini adalah sebesar 334 jiwa, atau jauh di bawah 0,01 persen dari total penerima manfaat di tahun tersebut. Proporsi dana yang disalurkan pada riqob di tahun 2016 ini lebih rendah 0,32 persen daripada tahun sebelumnya dengan jumlah dana yang disalurkan juga lebih rendah sekitar 6,5 Miliar rupiah. Proporsi penerima manfaatnya pun berkurang sekitar 0,02 persen dengan penurunan jumlah penerima sekitar 500 jiwa.
Penyaluran berdasarkan Bidang Penyaluran
1
Ekonomi
338.030.622.008
15,01
493.075.489.398
18,30
2
Pendidikan
458.195.272.997
20,35
842.980.341.134
31,28
3
Dakwah
334.749.823.815
14,87
418.454.281.897
15,53
halaman
4
Kesehatan
5
Sosial Kemanusiaan
191.419.750.663
8,50
226.004.399.823
8,39
929.239.276.062
41,27
714.267.956.361
26,51
Penyaluran nasional berdasarkan bidang penyaluran merupakan total dana yang disalurkan oleh berbagai Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) resmi 2 seIndonesia selama setahun dilihat dari jenis kegiatan penyalurannya. Total dana penyaluran berdasarkan bidang ini merupakan total dana penyaluran di luar ashnaf amil . Secara umum, aktivitas penyaluran yang dilakukan para OPZ dapat dikelompokkan ke dalam lima bidang, yaitu ekonomi, pendidikan, dakwah, kesehatan, dan sosial kemanusiaan. Meskipun demikian, sebagian program penyaluran terkadang mencakup beberapa bidang sekaligus. Pada tahun 2016, proporsi aktivitas penyaluran pada setiap bidang relatif tidak terlalu berbeda jauh dibandingkan dengan proporsi penyaluran berdasarkan ashnaf . Bidang penyaluran yang menyerap dana dengan proporsi tertinggi adalah pendidikan, yakni sebesar 31,28 persen dari total penyaluran atau sebesar hampir 843 Miliar rupiah. Dengan persentase yang naik lebih dari 10 persen dari tahun sebelumnya, jumlah dana yang disalurkan dalam bidang pendidikan pada tahun 2016 ini naik menjadi hampir dua kali lipat dari jumlah dana yang disalurkan pada tahun 2015. Proporsi penyaluran terbesar kedua disalurkan dalam bidang sosial kemanusiaan yakni sebesar 26,51 persen atau sebesar 714 Miliar rupiah. Berbeda dengan pendidikan, proporsi penyaluran dalam bidang sosial kemanusiaan pada tahun 2016 ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan proporsi tahun sebelumnya dengan penurunan sebesar hampir 15 persen. Jumlah dana yang disalurkan juga sekitar 215 Miliar lebih rendah daripada tahun 2015.
2
OPZ resmi se-Indonesia meliputi BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota, LAZ Nasional, LAZ Provinsi, dan LAZ Kabupaten/Kota resmi yang melaporkan penyalurannya pada BAZNAS sesuai dengan amanah UU 23/2011.
halaman
Bidang ekonomi dan dakwah memiliki proporsi yang tidak terlalu jauh berbeda pada tahun 2016 yakni masing-masing sebesar 18,3 persen dan 15,53 persen dari total penyaluran atau senilai 493 Miliar dan 418 Miliar rupiah. Kedua bidang ini pun memiliki proporsi yang hampir sama di tahun sebelumnya, yakni sebesar 15,01 persen dan 14,87 persen atau senilai 338 Miliar dan hampir 335 Miliar rupiah. Sementara itu, bidang penyaluran dengan proporsi penyaluran terkecil pada tahun 2016 adalah kesehatan, yakni sebesar 8,39 persen dari total dana yang disalurkan atau senilai 226 Miliar rupiah. Secara persentase, proporsi penyaluran dalam bidang kesehatan ini sedikit menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar 8,5 persen, tetapi secara jumlah dana, terdapat kenaikan sekitar 35 Miliar dari tahun 2015. Berdasarkan perubahan besar proporsi penyaluran yang dipaparkan di atas, dapat dilihat bahwa bidang sosial kemanusiaan tampaknya tidak lagi menjadi fokus utama penyaluran, dan sebaliknya pendidikan mendapat alokasi yang lebih dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan paparan sebelumnya, total penghimpunan dan penyaluran ZIS secara nasional pada tahun 2016 adalah sebagai berikut: Penghimpunan dan Penyaluran 2016
5,017,293,126,950
2,931,156,809,405
58.42 %
Pertumbuhan penghimpunan secara signifikan terjadi pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015, yaitu sebesar 37.34 persen (5,017.29 Triliun) dari 10.71 persen (3,653.27 Triliun). Begitupun dengan pertumbuhan dalam penyaluran mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015, yaitu sebesar 30.18 persen. Dari 2,251 Triliun rupiah pada tahun 2015 menjadi 2,931 Triliun rupiah pada tahun 2016. Selain ditinjau dari segi penghimpunan dan penyaluran, salah satu indikator yang menunjukan organisasi pengelola zakat berjalan secara efektif adalah dengan meninjau tingkat daya serap ( Allocation to Collection Ratio ) berdasarkan total dana penghimpunan yang berhasil disalurkan secara efektif. Konsep Allocation to Collection Ratio (ACR) tertulis dalam dokumen Zakat Core Principle (ZCP) yang merupakan bagian dari sisi rasio keuangan zakat yang
halaman
dikelola oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ). ACR adalah rasio perbandingan antara proporsi dana zakat yang disalurkan dengan dana zakat yang dihimpun. Pada tahun 2016 ini, secara kumulatif total penghimpunan dana mencapai Rp 5,017,293,126,950 dan jumlah penyaluran sebesar Rp 2,931,156,809,405 Sehingga diperoleh tingkat daya serap sebesar 58.42 persen, capaian ini menunjukkan bahwa OPZ pada tahun ini dinilai “cukup efektif” dalam penyerapan dana yang digunakan. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tingkat daya serap ini mengalami penurunan yaitu dari 61,6 persen pada tahun 2015. Walaupun tingkat daya serap mengalami penurunan, namun secara jumlah penyaluran mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan jumlah penghimpunan lebih meningkat signifikan dibandingkan dengan jumlah penyaluran. Penggunaan sisa dana yang yang belum tersalurkan OPZ pada tahun ini disalurkan pada tahun berikutnya. Kualitas penyaluran zakat ini perlu untuk terus ditingkatkan menuju nilai efektif (>70-90%) dan sangat efektif (>90%) melalui peningkatan kapasitas penyaluran zakat OPZ baik melalui program-program yang bersifat konsumtif dan jangka pendek, maupun melalui program-program produktif, memberdayakan dan memiliki dampak jangka panjang. Berikut proporsi penghimpunan dan penyaluran nasional tahun 2016 oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ):
Penghimpunan dan Penyaluran 2016
halaman
halaman
BAZNAS sebagai otoritas yang diberikan kewenangan untuk mengelola dan mengkoordinasikan semua lembaga zakat yang ada di Indonesia memiliki peran strategis dalam mengoptimalkan kontribusi zakat bagi pembangunan sosial ekonomi Indonesia. Dengan jumlah penyaluran dana zakat yang dikelola BAZNAS sebesar Rp 5,017 triliun sudah terdistribusi kepada lebih dari 4,5 juta jiwa. Oleh karena itu, sebuah kaji dampak merupakan hal penting yang harus dilakukan sebagai upaya meningkatkan peran lembaga zakat sesuai amanah UU 23/2011 seberapa efektifkah dana yang disalurkan sebagai dievaluasi program dari waktu ke waktu. Dalam amanah Undang-undang, disebutkan zakat adalah instrumen potensial mengatasi permasalahan sosial ekonomi bangsa, hal ini senada dengan Qardawi (2011) beliau menyatakan bahwa zakat merupakan salah satu instrumen sosial dan ekonomi yang memiliki potensi luar biasa besar sehingga dapat dioptimalkan untuk pembangunan sebuah bangsa. zakat diproyeksikan dapat mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat dan mendorong masyarakat miskin untuk lebih sejahtera. Konteks Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September 2016, penduduk miskin per September 2016 mencapai 28,51 juta orang atau 11,13 % dari total jumlah penduduk Indonesia. Karena itu zakat memiliki peran penting yang diharapkan dapat membantu menekan angka kemiskinan di Indonesia3. Dilihat dari kelompok mustahik yang telah dibantu, sebanyak 67,7% merupakan golongan fakir dan miskin 4. Pada tahun 2016 secara keseluruhan penyaluran zakat di Indonesia terdistribusi kepada 41,3% bidang sosial kemanusiaan, disusul oleh bidang pendidikan 20,3%, bidang ekonomi sebanyak 15%, bidang dakwah 14,9%, dan kesehatan 8,5%5.
3
Dokumen Statistik BAZNAS 2016 Buku Statistik Zakat Nasional 2015, BAZNAS, hal. 15 5 Ibid, hal. 22 4
halaman
Pada tahun 2017 BAZNAS telah meluncurkan Index Zakat Nasional (IZN). IZN merupakan sebuah alat ukur yang ditujukan untuk mengevaluasi perkembangan perkembangan kondisi perzakatan pada level aggregat (nasional, provinsi dan kabupaten/kota). kabupaten/kota). Di Indonesia IZN menjadi indikator yang dapat memberikan gambaran sejauh mana zakat telah berperan terhadap kesejahteraan mustahik dan pada tahap apa institusi zakat telah dibangun, baik secara internal kelembagaan, kelembagaan, partisipasi masyarakat, maupun dukungan pemerintah. Selain itu, IZN juga menjadi sebuah ukuran standar yang dapat dipakai oleh regulator, lembaga zakat, dan juga masyarakat dalam mengevaluasi perkembangan zakat secara nasional. IZN terdiri dari multiple indices yang bukan saja dapat memberikan angka indeks agregat (IZN) namun juga indeks per indikator dan juga per variable. Misalnya, sebagaimana sebagaimana tercermin pada tabel 3.2, melalui metode IZN ini, para peneliti dapat memetakan nilai variable kemandirian dan dimensi dampak zakat, kemudian menganalisanya secara lebih dalam. Komponen Indeks Zakat Nasional
Regulasi
Regulasi
Dukungan APBN
Dukungan APBN
Database lembaga zakat
Database jumlah lembaga zakat resmi, muzakki, dan mustahik Rasio Muzaki individu Rasio muzaki badan
Kelembagaan
Penghimpunan Pengelolaan Penyaluran Pelaporan
Dampak Zakat
Kesejahteraan Material dan Spiritual (Indeks Kesejahteraan CIBEST) Pendidikan dan Kesehatan (Modifikasi IPM) Kemandirian
Nilai indeks IZN akan berada diantara 0 hingga 1. Secara umum, nilai IZN tersebut dapat dikategorikan sebagaimana pada menjadi 5. Pengelolaan zakat dianggap sangat baik apabila nilai IZN berada pada range 0,81 hingga
halaman
1,00. Sedangkan kategori terburuk dari IZN berada pada nilai 0,00 hingga 0,20. Selengkapnya Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.2. Kategori Nilai IZN
Tidak Baik Kurang Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik
0,00 – 0,20 0,20 0,21 – 0,40 0,40 0,41 – 0,60 0,60 – 0,61 0,80 0,80 0,81 – 1,00 1,00
Dalam perhitungannya, perhitungannya, IZN memiliki dua metode utama, yakni review dokumen, Focus Group Discussion (FGD) dan survei langsung (wawancara). Pada tahap awal, peneliti melakukan komunikasi intensif dengan BAZNAS Provinsi yang akan menjadi target pengukuran IZN, untuk mempersiapkan halhal yang diperlukan dalam pengukuran. Tahap berikutnya, FGD yang dihadiri oleh pimpinan atau perwakilan BAZNAS Provinsi dan Kabupaten/Kota dilakukan untuk mengisi bagian indeks selain kaji dampak zakat. Pada tahap ini, perwakilan BAZNAS Provinsi dan Kabupaten/Kota sudah siap dengan dokumen-dokumen dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penghitungan.
Tahapan Survei IZN
Survei kaji dampak penyaluran zakat sebagai salah satu indikator IZN juga dilakukan. dilakukan. Survei Survei ini melibatkan melibatkan para para penerima zakat produktif di provinsi yang menjadi objek perhitungan IZN. Jumlah responden yang disurvei berada dikisaran 100 hingga 200 responden per provinsi. Hasilnya kemudian menjadi input untuk menghitung indeks variable CIBEST dan variabel Kemandirian. Pada tahap ketiga, data-data yang diperoleh dari kedua metode tersebut di verifikasi melalui dashboard perhitungan IZN yang telah dibuat. Dashboard ini dapat menyajikan hasil perhitungan IZN secara agregat wilayah maupun hasil dari masing-masing dimensi dan variabelnya. Hasil yang telah diperoleh kemudian dianalisa sebagaimana dalam laporan ini.
halaman
Selain IZN, pada tahun 2017 BAZNAS juga melaunching melaunching Indeks Desa Zakat Z akat atau IDZ. IDZ merupakan sebuah alat mekanisme yang digunakan untuk mengukur (assessment) kondisi sebuah desa sehingga dapat dikatakan layak atau tidak layak dibantu oleh dana zakat. Indeks Desa Zakat ini juga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi atas proses pengelolaan zakat di suatu desa. – Oriented Indeks Desa Zakat disusun berdasarkan prinsip Process – Oriented yang dapat digunakan oleh organisasi pengelola zakat untuk melihat perkembangan programnya pada proses yang berlangsung. Sehingga penyusunan Indeks Desa Zakat ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi organisasi pengelola zakat yang akan atau sedang melaksanakan program pemberdayaan berbasis desa atau komunitas tertentu agar lebih terukur dan integral dalam pengelolaannya. pengelolaannya.
Penyusunan IDZ dilakukan dengan menggunakan penelitian berbasis Mixed Methods, yaitu sebuah metodologi penelitian yang mengintegrasikan metode kuantitatif dan kualitatif. Dalam proses menentukan komponenkomponen IDZ, tim peneliti dari Pusat Kajian Strategis BAZNAS (Puskas BAZNAS) mengeskplorasi indeks-indeks serupa, melalui hasil-hasil kajian sebelumnya yang terkait, dan berdiskusi dengan para ahli di bidangnya. Dari komponen IDZ kemudian ditetapkan bersama dengan pemberian bobot atas masing-masing komponen di dalamnya dengan mekanisme Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terarah) dan kriteria expert judgment (Penilaian Para Ahli). Komponen-komponen pembentuk IDZ terdiri dari 5 dimensi yaitu Ekonomi, Kesehatan, Pendidikan, Sosial dan Kemanusiaan, dan Dakwah. Dari masing-masing dimensi diturunkan lagi menjadi 15 variabel dan 39 indikator dengan bobot kontribusinya. Teknik estimasi penghitungan untuk memperoleh nilai IDZ menggunakan metode Multi-Stage Weighted Index. Metode ini menggabungkan setiap tahap pembobotan di masing-masing komponen penyusun indeks. Sedangkan nilai nilai Indeks Desa Zakat yaitu berkisar antara 0 dan 1. Semakin nilai IDZ mendekati 1 maka desa tersebut semakin tidak diprioritaskan untuk dibantu. Sebaliknya, semakin IDZ mendekati mendekati 0 maka desa tersebut semakin diprioritaskan untuk dibantu.
halaman
Dimensi, Variabel, dan Indikator IDZ
EKONOMI
0.25
Kegiatan Ekonomi Produktif
0.28
Memiliki diversifikasi produk unggulan/sentra produksi (didefinisikan)
0.33
Tingkat partisipasi angkatan kerja
0.35
Terdapat kreatif
Pusat perdagangan Desa
Akses transportasi dan Jasa Logistik/ pengiriman
0.24
0.22
komunitas
Industri
0.32
Total Bobot Indikator
1.00
Terdapat pasar sebagai sarana perdagangan dan penyedia kebutuhan masyarakat baik tradisional dan online (online marketing)
0.53
Terdapat tempat berdagang (komplek pertokoan, minimarket, warung, pusat jajanan/ Pujasera/ Pusat Kuliner)
0.47
Total Bobot Indikator
1
Aksesibilitas jalan desa
0.42
Terdapat moda transportasi umum
0.32
Terdapat jasa logistic/pengiriman barang
0.26
Total Bobot Indikator
halaman
penggiat
1
Akses Lembaga Keuangan
KESEHATAN
0.16
0.26
Total Bobot Variabel
1
Kesehatan Masyarakat
0.41
Tersedianya dan teraksesnya lembaga keuangan Syariah dan konvensional
0.37
Keterlibatan masyarakat terhadap rentenir
0.29
Tingkat pengguna jasa/layanan lembaga keuangan
0.34
Total Bobot Indikator
1
Ketersediaan fasilitas air bersih untuk mandi dan cuci di setiap rumah
0.37
Ketersediaan fasilitas kamar mandi dan jamban di dalam rumah
0.29
Sumber air minum
0.34
Total Bobot Indikator Pelayanan Kesehatan
Jaminan Kesehatan Total Bobot Variabel PENDIDIKAN
0.20
Tingkat pendidikan dan literasi
0.36
0.23 1 0.50
1
Tersedia sarana Puskesmas/ Poskesdes
0.25
Tersedia sarana Polindes
0.25
Tersedia sarana Posyandu
0.25
Ketersediaan dokter/ bidan bersertifikat
0.25
Total Bobot Variabel
1.00
Tingkat kepesertaan BPJS di masyarakat
1.00
Total Bobot Indikator
1.00
Tingkat pendidikan penduduk desa
0.48 halaman
Fasilitas Pendidikan
Total Bobot Variabel SOSIAL DAN KEMANUSIAAN
0.17
Sarana ruang interaksi terbuka masyarakat
Infrastruktur listrik, komunikasi dan informasi
halaman
0.50
1 0.36
0.43
Masyarakat dapat membaca dan berhitung
0.52
Total Bobot Variabel
1.00
Tersedia sarana dan prasarana belajar
0.34
Akses ke sekolah terjangkau dan mudah
0.34
Ketersediaan jumlah guru yang memadai
0.32
Total Bobot Indikator
1.00
Ketersediaan sarana olahraga
0.44
Terdapat kelompok kegiatan warga (badan permusyawaratan desa, pengajian, karang taruna, arisan, dll)
0.56
Total Bobot Indikator
1.00
Ketersediaan aliran listrik
0.32
Terdapat akses komunikasi (handphone)
0.25
Terdapat akses internet
0.23
Terdapat siaran televisi atau radio
0.20
Total Bobot Indikator
1.00
Mitigasi bencana alam
0.21
Penanggulangan bencana
1.00
Total Bobot Variabel
1.00
Total Bobot Indikator
1.00
DAKWAH
0.22
Tersedianya Sarana Pendamping Keagamaan
&
0.33
Tersedianya masyarakat
Masjid
di
lingkungan
Akses ke Masjid.
0.32
Terdapat pendamping (ustadz/ah, dll)
Tingkat Pengetahuan Agama Masyarakat
Tingkat Aktifitas keagamaan dan Partisipasi Masyarakat
0.30
0.37
0.31
keagamaan
0.37
Total Bobot Indikator
1.00
Tingkat literasi Al-qurán masyarakat
0.46
Kesadaran masyarakat untuk zakat dan infak (berbagi kepada sesama manusia)
0.54
Total Bobot Indikator
1.00
Terselenggaranya keagamaan
kegiatan
rutin
0.30
Tingkat partisipasi masyarakat untuk sholat 5 waktu berjama’ah
0.39
Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan rutin keagamaan (pengajian mingguan, atau bulanan)
0.31
halaman
halaman
Pada tahun 2017, BAZNAS telah mengadakan proses penilaian indeks Indeks Zakat Nasional telah diselenggarakan di 15 Provinsi. Untuk memperolehnya, serangkaian kegiatan berupa eksplorasi data dan dokumen, pelaksanaan survei dampak zakat di masing-masing wilayah, verifikasi data yang telah diperoleh, serta perhitungan Indeks Zakat Nasional, telah dilakukan. Hasilnya, Banten dan Jawa Timur menjadi provinsi dengan kategori IZN tertinggi, yakni Baik. Banten memeroleh nilai IZN agregat tertinggi sebesar 0,74 dan Jawa Timur mengikuti di posisi kedua dengan nilai IZN agregat 0,68. Sementara itu, sebanyak 6 (enam) provinsi mendapatkan kriteria Cukup Baik. Provinsi tersebut adalah (i) Kepulauan Riau; (ii) Kalimantan Selatan; (iii) Kalimantan Barat; (iv) Sumatera Selatan; (v) Jawa Tengah; dan (vi) Yogyakarta. Tiga provinsi terakhir memiliki nilai yang sama, yakni 0,41. Sedangkan tiga provinsi awal memiliki nilai 0,57; 0,53; dan 0;41, secara berturut-turut. Empat provinsi juga tercatat masuk dalam kategori Kurang Baik, yakni Provinsi Gorontalo, Bali, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat. Provinsi Gorontalo mendapatkan nilai IZN sebesar 0,36, sedangkan nilai IZN Provinsi Bali lebih rendah 0,01 dari Provinsi Gorontalo. Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat masing-masing mendapatkan IZN sebesar 0,29 dan 0,23. Sedangkan tiga provinsi, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara menjadi- Provinsi dengan kategori IZN terendah, yakni Tidak Baik. Kalmantan Utara mendapatkan nilai IZN 0,20, sedangkan Sumatera Utara mendapatkan nilai 0,16. Satu provinsi mendapatkan nilai 0, yakni Provinsi Sulawesi Selatan.
halaman
Skor Hasil IZN 2017
Kalau diambil rata-rata, maka nilai rata-rata dimensi makro di 15 provinsi adalah 0,20, jauh dibawah nilai rata-rata dimensi mikro yang dapat mencapai 0,51. Hal ini artinya, rata-rata nilai dimensi makro masih berada dalam kategori Tidak Baik, sedangkan rata-rata nilai dimensi mikro telah masuk kedalam kategori Cukup Baik.
Hasil Dimensi IZN 15 Provinsi
halaman
Dari 15 provinsi yang diukur dan dinilai hanya ada dua provinsi yang memiliki nilai IZN Makro dengan kategori . Provinsi tersebut adalah Banten dengan nilai Indeks Dimensi Makro 0,78. Nilai dimensi makro pada provinsi Banten bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai mikronya. Sementara itu, berada satu kategori dibawah mereka adalah Provinsi Jawa Timur dan Kepulauan Riau yang mendapatkan kategori Cukup Baik. Provinsi tertimur di Pulau Jawa itu mendapatkan nilai dimensi makro IZN sebesar 0,58, sedangkan Kepulauan Riau mendapatkan nilai 0,45. Provinsi Sumatera Selatan mengikuti dengan nilai 0,23 dan menjadi satu-satunya provinsi pada kategori makro IZN Kurang Baik. Sedangkan 11 provinsi yang lain masuk kedalam mayoritas kategori yang didapatkan, yakni Tidak Baik. Kalimantan Selatan dan Gorontalo masuk kedalam batas atas kategori Tidak Baik dengan nilai Makro IZN 0,20. Sedangkan batas bawah kategori tersebut, yakni nilai makro IZN 0, diperoleh oleh Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Utara. Dimensi dan Indikator Makro IZN
1
Banten
0,75
1,00
0,50
0,78
Baik
2
Jawa Timur
0,50
1,00
0,08
0,58
Cukup Baik
3
Kepulauan Riau
0,00
1,00
0,17
0,45
Cukup Baik
4
Kalimantan Selatan
0,50
0,00
0,17
0,20
Tidak Baik
5
Kalimantan Barat
0,00
0,00
0,17
0,05
Tidak Baik
6
Sumatera Selatan
0,75
0,00
0,00
0,23
Kurang Baik
7
Jawa Tengah
0,00
0,00
0,08
0,02
Tidak Baik
8
Yogyakarta
0,00
0,00
0,24
0,07
Tidak Baik
9
Gorontalo
0,50
0,00
0,17
0,20
Tidak Baik
10
Bali
0,00
0,00
0,50
0,15
Tidak Baik
11
Sulawesi Tengah
0,00
0,00
0,00
0,00
Tidak Baik
12
Kalimantan Utara
0,00
0,00
0,00
0,00
Tidak Baik
13
Sulawesi Barat
0,50
0,00
0,17
0,20
Tidak Baik
14
Sumatera Utara
0,00
0,00
0,17
0,05
Tidak Baik
15
Sulawesi Selatan
0,00
0,00
0,00
0,00
Tidak Baik
0,23
0,20
0,16
0,20
Tidak Baik
0,75
1,00
0,50
0,78
Baik
0,00
0,00
0,00
0,00
Tidak Baik
Apabila ditinjau lebih lanjut, rendahnya nilai dimensi makro merupakan implikasi dari rendahnya nilai indikator yang membetuknya. Kurangnya
halaman
dukungan regulasi dan APBD, serta lemahnya dokumentasi database lembaga, mustahik, dan muzakki diduga menjadi penyebab rendahnya nilai dimensi makro IZN 15 provinsi. Provinsi Banten, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau memiliki dukungan APBD yang sangat baik. Hampir seluruh biaya operasional BAZNAS Provinsi tersebut dibiayai oleh APBD. Meskipun sudah cukup baik dalam hal regulasi dan dukungan APBD, akan tetapi hampir seluruh provinsi belum memiliki database yang cukup baik sebagai alat untuk pengambilan keputusan. Dari 3 besar provinsi dengan nilai IZN tertinggi, hanya Banten yang sudah mendapatkan kategori Cukup Baik dalam hal database. Berbicara regulasi zakat 2017, saat ini secara nasional sudah tersedia UU No.23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, sebagai pengganti dari UU No. 38 tahun 1999. Namun tidak cukup, nyatanya masih banyak di berbagai wilayah berpendapat perlu dan penting untuk membuat Perda pengelolaan zakat di tingkat wilayahnya sebagai penegasan dan konstekstualisasi UU tersebut. Karena apabila ditelaah lebih lanjut, variabel regulasi yang kurang baik tersebut disebabkan oleh belum adanya Peraturan Daerah tentang perzakatan yang mengikat dan tetap baik di tingkat Provinsi maupun di Kabupaten/Kota di Provinsi tersebut. Kalimantan Barat, Bali dan Kalimantan Utara menjadi provinsi yang hampir tidak memiliki peraturan tentang pengolaan zakat pada tingkat Kabupaten/Kota maupun Provinsi. Selanjutnya berbicara ketersediaan database zakat tahun 2017 yang terdiri dari data lembaga zakat resmi, mustahik, jumlah dan rasio muzaki baik individu dan badan, serta peta persebarannya. Sebagian besar provinsi tidak memiliki database sebagaimana dimaksud dengan baik untuk dapat digunakan pengambilan keputusan yang strategis, tidak terkecuali provinsi-provinsi yang telah memiliki nilai IZN makro tinggi seperti Banten, Jawa Timur dan Kepulauan Riau. Di sisi lain, provinsi dengan kategori nilai dimensi makro yang tidak baik seperti Bali justeru memiliki itikad yang baik dalam hal pengelolaan database mereka. Provinsi Bali mendapatkan predikat Cukup Baik dengan nilai 0.50, setara dengan predikat Provinsi Banten. BAZNAS provinsi maupun kab/kota di Bali memiliki 90% database kelembagaan. Sedangkan Provinsi lain belum beranjak dari kategori Tidak Baik.
halaman
Oleh karena itu tahun 2017 ini menjadi momentum penting bagi BAZNAS Provinsi agar lebih memberikan perhatian terhadap kelengkapan database yang dapat sangat berguna bagi pengambilan keputusan. Database juga dapat berfungsi untuk memastikan siapa saja para donatur yang telah membantu maupun calon donatur yang akan dapat berkontribusi, siapa saja penerima manfaat (bila perlu per nama) untuk mencegah pengulangan bantuan kepada orang yang sama atau orang yang tidak tepat. Pada akhirnya database dapat membantu tercapainya KPI ( Key Performance Indikator ) serta tujuan zakat. Sementara itu dari sisi dimensi kedua pada IZN yaitu dimensi mikro. Pada tahun 2017 ini secara umum, perolehan nilai dimensi mikro IZN lebih besar dibanding nilai dimensi makro sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 4.1 (a). Hasil pengukuran dimensi mikro IZN menunjukkan bahwa hampir separuh (7) provinsi yang diukur sudah memiliki nilai indeks dalam kategori Baik. Tabel 4.1 (b) menunjukan provinsi tersebut adalah (i) Jawa Timur, (ii) Kalimantan Selatan, (iii) Banten, (iv) Kepulauan Riau, (v) Kalimantan Barat, (vi) Jawa Tengah dan (vii) Yogyakarta. Provinsi diatas memiliki nilai indeks mikro diantara 0,63 hingga 0,75. Hasil Skoring Dimensi dan Indikator Mikro IZN 2017
halaman
1
Banten
0,71
0,60
0,71
Baik
2
Jawa Timur
0,76
0,75
0,75
Baik
3
Kepulauan Riau
0,56
0,70
0,64
Baik
4
Kalimantan Selatan
0,61
0,85
0,75
Baik
5
Kalimantan Barat
0,69
0,65
0,67
Baik
6
Sumatera Selatan
0,15
0,80
0,54
Cukup Baik
7
Jawa Tengah
0,70
0,65
0,67
Baik
8
Yogyakarta
0,52
0,70
0,63
Baik
9
Gorontalo
0,58
0,40
0,47
Cukup Baik
10
Bali
0,29
0,60
0,48
Cukup Baik
11
Sulawesi Tengah
0,15
0,70
0,48
Cukup Baik
12
Sulawesi Barat
0,61
0,00
0,24
Kurang Baik
13
Kalimantan Utara
0,00
0,55
0,33
Kurang Baik
14
Sumatera Utara
0,60
0,00
0,24
Kurang Baik
15
Sulawesi Selatan
0,00
0,00
0,00
Tidak Baik
0,46
0,53
0,51
Cukup Baik
0,76
0,85
0,75
Baik
0,00
0,00
0,00
Tidak Baik
Lebih lanjut 4 (empat) provinsi mendapatkan predikat IZN mikro Cukup Baik, yakni Sumatera Selatan (0,54), Bali (0,48), Sulawesi Tengah (0,48) dan Gorontalo (0,47). Sementara itu 3 (tiga) provinsi tercatat mendapatkan nilai IZN mikro dalam kategori Kurang Baik. Provinsi tersebut adalah Kalimantan Utara dengan nilai 0,33, Sulawesi Barat dan Sumatera Utara dengan nilai masing-masing 0,24. Hanya terdapat 1 (satu) provinsi yang menyandang kategori mikro Tidak Baik, yakni Sulawesi Selatan. Hal ini cenderung dikarenakan tidak tersedianya data yang valid dari BAZNAS provinsi tersebut sehingga IZN tidak dapat dikalkulasi. Cukup baiknya nilai indeks mikro, dibandingkan dengan makro, disebabkan karena dimensi makro mengukur kinerja operasional dari BAZNAS, sehingga tinggi atau rendahnya indeks pada dimensi ini sangat bergantung dengan kinerja operasional BAZNAS itu sendiri. Lebih lanjut, hal ini juga dapat disebabkan karena tuntutan untuk memenuhi keinginan publik, sebagai donatur, terhadap dampak nyata atas kepercayaan dan kontribusi yang bisa dirasakan oleh masyarakat penerima manfaat. Oleh karena itu lembaga zakat cenderung lebih mengutamakan aspek dampak zakat dan kelembagaan yang dianggap memiliki pengaruh secara langsung bagi kinerja zakat. Indikator pertama dimensi mikro IZN adalah kelembagaan. Berbicara scoring indikator kelembagaan tahun 2017 yaitu mengukur seberapa baik kinerja seluruh proses bisnis lembaga zakat, termasuk didalamnya penghimpunan, pengelolaan, penyaluran dan pelaporan. Maka rata-rata nilai kelembagaan IZN di 15 provinsi telah masuk dalam kategori cukup baik, yakni 0,46. Provinsi Jawa Timur sebagai provinsi dengan nilai terbaik yakni 0,76. Di sisi lain, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Utara yang mendapatkan nilai 0 dalam hal Kelembagaan 6. Provinsi Sumatera Selatan dan Sulawesi Tengah menjadi provinsi dengan nilai Kelembagaan IZN yang paling rendah setelahnya, yakni 0,15. Sedangkan Provinsi Bali berada satu tingkat diatasnya, yakni 0,29.
6
Nilai 0 diberikan dikarenakan BAZNAS Provinsi Kalimantan Utara tidak memberikan data terkait kelembagaan yang mencakup penghimpunan, pengelolaan, penyaluran dan pelaporan.
halaman
Nilai Indikator Kelembagaan 2017
1
Banten
1,00
0,75
0,75
0,50
2
Jawa Timur
1,00
0,75
0,69
0,50
3
Kepulauan Riau
1,00
0,75
0,19
0,25
4
Kalimantan Selatan
1,00
0,50
0,19
0,75
5
Kalimantan Barat
1,00
0,25
0,81
0,50
6
Sumatera Selatan*
0
0
0
0
7
Jawa Tengah
1,00
0,25
1,00
0,25
8
Yogyakarta
0,50
0,50
0,75
0,25
9
Gorontalo
1,00
0,75
0,25
0,25
10
Bali
0
0,50
0,31
0,50
11
Sulawesi Tengah*
0
0
0
0
12
Sulawesi Barat
1,00
0,25
0,69
0,25
13
Kalimantan Utara*
0
0
0
0
14
Sumatera Utara
0
0,50
1,00
1,00
15
Sulawesi Selatan*
0
0
0
0
0,57
0,38
0,44
0,33
1,00
0,75
1,00
1,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Keterangan: *tidak ada data tersedia
Pada variabel penghimpunan, delapan provinsi mendapatkan nilai indeks sebesar 1,00. Nilai indeks tertinggi dari variabel pengelolaan diperoleh 4 provinsi yakni Banten, Jawa Timur, Kepulauan Riau, dan Gorontalo. Kemudian pada variabel penyaluran nilai indeks tertinggi didapatkan oleh provinsi Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Selain dari sisi penyaluran, BAZNAS provinsi Sumatera Utara juga memperoleh indeks tertinggi dari sisi pelaporan. Dari tabel tersebut bisa kita lihat, rata-rata nilai indeks penghimpunan dana zakat oleh BAZNAS sudah cukup baik dengan nilai indeks 0,57. Delapan dari 15 provinsi menunjukkan nilai indeks yang sempurna. Artinya, pertumbuhan penghimpunan dana zakat (year on year ) pada provinsi-provinsi tersebut sudah mencapai lebih dari 20%. Disisi lain, salah satu provinsi yang memiliki nilai IZN kelembagaan paling rendah, yakni Provinsi Bali, memiliki nilai pengumpulan zakat yang belum terlalu besar sehingga nilai indeks penghimpunan zakatnya sebesar 0. Pada tahun 2016 Provinsi Bali baru
halaman
mengumpulkan Rp. 184.187.503. Nilai ini bahkan hanya setara dengan 3,6% dari penerimaan zakat yang didapatkan oleh Kota Denpasar7. Begitu juga dengan pengelolaan, dimana hal ini merupakan yang penting dalam pelaksanaan operasional lembaga zakat. Dalam pengukurannya, ketersediaan dokumentasi program kerja, rencana strategis, SOP dan ISO menjadi ukuran baik atau buruknya pengelolaan lembaga zakat tertentu. Disini, skor pengelolaan juga merupakan variabel yang mendukung tingginya nilai kelembagaan di Banten, Kepulauan Riau dan Jawa Timur. Provinsi-provinsi tersebut sudah cukup baik memiliki dokumen-dokumen pengelolaan zakat, seperti Program Kerja, Rencana Strategis, dan SOP. Satu-satunya dokumen yang belum dimiliki oleh mereka adalah sertifikat ISO. Pada praktiknya tahun 2017 ini memang terjadi perbedaan kesiapan provinsi dalam hal pemenuhan dokumen-dokumen untuk pengelolaan zakat di provinsi tersebut. Kalimantan Barat misalnya, hanya memiliki dokumen program kerja saja. Sedangkan Kalimantan Utara dan Sumatera Selatan tidak melaporkan memiliki seluruh dokumen pendukung pengelolaan zakat tersebut. Menjadi sebuah fenomena umum bahwa BAZNAS Provinsi masih belum memberikan fokusnya untuk mendapatkan sertifikat ISO pengelolaan organisasi nirlaba. Sampai saat ini hanya BAZNAS Pusat yang telah memilikinya. Mendapatkan sertifikat ISO memang menjadi tantangan tersendiri bagi BAZNAS Provinsi dikarenakan biaya moneter, tenaga dan pikiran yang harus diluangkan untuk meraihnya. Dari sisi penyaluran, dimana variabel ini diukur dengan menggunakan Allocation to Collection Ratio (ACR) atau rasio alokasi penyaluran terhadap penghimpunan, baik yang bersifat sosial maupun produktif. Dalam hal penyaluran, Banten dan Jawa Timur tidak menjadi yang terbaik diantara 15 provinsi. Jawa Tengah dan Sumatera Utara menjadi provinsi dengan rasio
7
Pertumbuhan penghimpunan zakat BAZNAS Provinsi Bali tidak dapat dihitung dikarenakan tidak tersedianya data penghimpunan tahun 2015.
halaman
penyaluran terbesar yakni 100%. Sedangkan rasio penyaluran terkecil terjadi di Kepulauan Riau dan Kalimantan Selatan yakni 19%. Dari sisi pelaporan, variabel ini diukur dengan ketersediaan laporan keuangan yang teraudit, mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dipublikasikan dan terdapat laporan audit syariah. Haasilnya di tahun 2017 nilai pelaporan dari penggunaan dana zakat dari BAZNAS 15 provinsi masih sangat kurang. Misalnya, walaupun mendapatkan nilai tertinggi pada indikator kelembagaan, Jawa Timur masih harus meningkatkan pelaporan mereka. Jawa Timur baru memiliki laporan keuagan namun belum memiliki laporan keuangan yang diaudit dan mendapatkan opini WTP. Masih sangat jarang didapati BAZNAS provinsi yang sudah mempublikasikan laporan keuangan teraudit WTP. Baznas Provinsi Banten adalah satu diantara sedikit provinsi yang sudah memiliki laporan dengan status WTP. Berbicara sejauh mana nilai dampak Zakat pada tahun 2017. Nilai variabel ini menggambarkan pendistribusian atau pendayagunaan dana zakat diharapkan memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kesejahteraan rumah tangga mustahik. Teknis pengukuran kaji dampak zakatyaitu dengan menggunakan tiga variabel, antara lain Indeks kesejahteraan CIBEST, modifikasi IPM, dan Indeks kemandirian. Provinsi Kalimantan Selatan menjadi wilayah dengan indeks dampak zakat terbaik, yakni 0,85. Di sisi lain, terdapat 3 (tiga) provinsi yang mendapatkan nilai indeks 0, yakni Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara. Skor Dampak Zakat dan Variabelnya
halaman
1
Banten
0,75
0,50
0,50
2
Jawa Timur
0,75
0,75
0,75
3
Kepulauan Riau
0,75
0,75
0,50
4
Kalimantan Selatan
1,00*
0,75
0,75
5
Kalimantan Barat
0,50
0,75
0,75
6
Sumatera Selatan
1,00*
0,75
0,50
7
Jawa Tengah
1,00
0,25
0,57
8
Yogyakarta
1,00
0,50
0,75
9
Gorontalo
0,17
0,75
0,50
10
Bali
0,50
0,75
0,50
11
Sulawesi Tengah
0,75
0,75
0,50
12
Sulawesi Barat
0
0,75
0
13
Kalimantan Utara
0,50
0,75
0,25
14
Sumatera Utara
0
0,75
0,75
15
Sulawesi Selatan
0
0
0
0,51
0,63
0,50
1,00
0,75
0,75
0
0
0
Keterangan: *responden kurang dari 30 orang
Secara khusus tentang indeks CIBEST yang mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga mustahik secara material dan spiritual setelah program zakat produktif. BAZNAS wilayah Yogyakarta, dan Jawa Tengah memiliki nilai indeks sempurna sebesar 1,00 sedangkan BAZNAS wilayah Gorontalo memiliki nilai indeks terendah sebesar 0,17. BAZNAS wilayah Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan juga memiliki nilai indeks sempurna, namun jumlah mustahik yang menjadi responden survei kurang dari 30 artinya tidak merepresentasikan kondisi mustahik pada wilayah provinsi tersebut. Pengukuran kesejahteraan mustahik berdasarkan indeks CIBEST ini dilakukan pada tingkat provinsi, namun data yang diperoleh terdiri atas data mustahik BAZNAS provinsi serta BAZNAS kab/kota di provinsi terkait. Oleh karena itu, jumlah responden juga harus representatif terhadap jumlah seluruh mustahik. BAZNAS wilayah Yogyakarta memiliki nilai indeks tertinggi karena mustahik yang diukur merupakan mustahik zakat produktif yang berhasil dalam menjalankan usahanya. Keberhasilan tersebut karena mustahik tidak hanya diberikan bantuan dalam bentuk modal dan peralatan saja, namun juga dilakukan pembinaan, misalnya dalam hal produksi, pengemasan produk, ataupun pemasaran. Berbeda dengan Yogyakarta yang melakukan pembinaan, penyaluran dana zakat terhadap mustahik di Gorontalo masih belum sampai pada tahap pembinaan. Kasus yang terjadi adalah mustahik diberikan bantuan sejumlah harga tertentu yang dapat dikonversi menjadi alat untuk produksi usaha mereka. Setelah diberikan bantuan, kecenderungannya mustahik belum secara rutin dibina ataupun dievaluasi. Pada tahun 2017, nilai kualitas hidup atau skor modifikasi IPM berdasarkan tingkat pendidikan dan kesehatan di 15 provinsi cukup bervariasi. Modifikasi IPM mengukur kualitas hidup rumah tangga mustahik berdasarkan tingkat pendidikan dan kesehatan. Dari 15 (lima belas) provinsi yang disurvei tahun 2017, masing-masing memiliki perbedaan IPM yang beragam. Namun rata-rata nilai indeks modifikasi IPM dari 15 provinsi sudah baik. Sebelas dari 15 provinsi memiliki nilai indeks di atas rata-rata dan merupakan provinsi dengan
halaman
indeks tertinggi. Sedangkan nilai indeks terendah ada pada Provinsi Jawa Tengah dengan Modifikasi IPM sebesar 0,25. Sementara itu, dari sisi indeks kemandirian 2017 yang mengukur tingkat kemandirian rumah tangga mustahik berdasarkan tingkat pendapatan, aset yang disewakan dan tabungan. BAZNAS wilayah Kalimantan Utara memiliki nilai indeks terendah yaitu 0,25, sedangkan BAZNAS wilayah Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Yogyakarta, dan Sumatera Utara menjadi diantara yang memiliki nilai indeks kemandirian tertinggi, yakni 0,75. Mustahik di kelima provinsi tersebut memiliki pekerjaan tetap atau usaha bisnis serta memiliki tabungan sehingga nilai indeksnya tinggi. Artinya, tingkat kemandirian mustahik di kelima provinsi tersebut sudah baik. Hal ini menunjukkan bahwa mustahik tidak hanya berpikir untuk kelangsungan hidupnya saat ini saja. Sedangkan, yang terjadi di Kalimantan Utara adalah sebaliknya. Mustahik kurang aware dan peduli dengan kelangsungan hidup di masa depan.
BAZNAS secara khusus telah mensurvei para mustahiq pada tahun 2016 dan 2017 menggunakan model CIBEST 8. Survei pertama kali dimulai pada akhir tahun 2016 untuk mengukur dampak distribusi zakat kepada para mustahik. Tabel 5.1 menampilkan hasil pengukuran kaji dampak yang dilakukan oleh BAZNAS terhadap 13 provinsi pada bulan November 2016 dan diolah awal tahun 2017. Provinsi, Area, dan Jumlah Responden 2016
1 2
8
Jawa Barat
Sumedang Bandung Barat
85 63
Model CIBEST ini adalah model yang mengkombinasikan kuadran pemenuhan kebutuhan manusia material dan spiritual. Indeks CIBEST terdiri dari kategori kesejahteraan, kemiskinan material, kemiskinan spiritual dan kemiskinan absolut.
halaman
3
Sukabumi
256
4 5
DIY Yogyakarta Bali
Bantul Tabanan
104 60
6 7
Jawa Timur Provinsi Jawa Tengah
Gresik
200 178
8
Provinsi Aceh
400
9 10
Nusa Tenggara Barat Kutai Timur
400 209
11 12
Gorontalo Sumatera Barat
Sijunjung
151 150
13
Riau
Siak
400
Sumber: Data primer 2016
Dari jumlah total yang diamati sebanyak 2656, dengan jumlah kuesioner yang berhasil diverifikasi dan digunakan dalam analisis adalah sebanyak 2613 responden. Pertama, hasil penghitungan score spiritual meliputi shalat, puasa, zakat dan infak, lingkungan rumah tangga, dan kebijakan pemerintah sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.6. Rata-rata Skor Spiritual Mustahik 2016
Sebelum Program Zakat 3.84
Setelah Program Zakat 4.17
Berdasarkan data survey ini, skor rata-rata kebutuhan spiritual mustahik sebelum program 3.84 dan setelah program mencapai 4.17. Kondisi awal spiritual mustahik sebenarnya sudah relatif baik. Ditambah lagi dengan adanya pemberian bantuan zakat produktif biasanya dilakukan juga pembinaan spiritual baik dalam bentuk pengajian, penerapan nilai-nilai keagamaan dalam aktivitas seperti saling mengingatkan untuk shalat, puasa, zakat, dll. Skor ratarata tersebut menunjukkan bahwa program pendayagunaan zakat produktif yang dilakukan oleh BAZNAS berkorelasi positif terhadap peningkatan kondisi spiritual para mustahik/ penerima manfaat. Sementara itu hasil skor rata-rata pendapatan per bulan para mustahik memiliki kecenderungan peningkatan yang positif dan signifikan yaitu sebesar 27%, meningkat dari Rp 2,660,770/ bulan menjadi Rp 3,231,438/ bulan.
halaman
Rata-rata Pendapatan Mustahik 2016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Bandung Barat Bantul Tabanan Sumedang Sukabumi Gresik Semarang Aceh Nusa Tenggara Barat Kutai Timur Gorontalo Sijunjung Siak
1,678,791 1,998,558 3,894,061 371,605 3,516,859 1,754,850 2,188,077 7,494,553 4,464,753 2,471,800 1,614,286 1,590,333 1,551,482
2,059,585 2,550,077 4,626,192 814,553 4,237,977 2,103,600 2,882,885 8,043,250 4,964,753 3,948,828 1,731,429 2,014,917 2,030,648
22,68% 27,60% 18,80% 119,20% 20,50% 19,87% 31,75% 7,32% 11% 60% 7% 27% 31%
Sumber: Data primer 2016 (diolah)
Kedua tabel tersebut kemudian dikelompokkan pada peta perubahan sebagaimana dijelaskan dalam grafik 4.3 di bawah ini meliputi sejahtera (W), kemiskinan material (Pm), kemiskinan spiritual (Ps), dan kemiskinan absolut (Pa). Grafik tersebut menunjukkan bahwa indeks sejahtera (W) dari mustahik BAZNAS 2016 dengan sampel 13 wilayah meningkat 0,10 yaitu dari 0,63 menjadi 0,73. Demikian halnya dengan indeks kemiskinan material, kemiskinan spiritual dan kemiskinan absolut yang menurun (Pm:-0,01; Ps:-0,03, dan Pa:0,06). Artinya program pendayagunaan zakat produktif yang telah dilakukan BAZNAS berdampak positif pada pengurangan kemiskinan sekaligus peningkatan kesejahteraan baik secara materi dan spiritual. Meskipun dilihat dari angkanya masih relatif kecil atau sedikit.
Grafik Pengelompokan Kuadran Mustahik Nasional 2016
Sumber: Data primer 2016 (diolah)
halaman
Umumnya, dampak dari pengelolaan zakat produktif oleh BAZNAS tahun 2016 berdasarkan sampel 13 wilayah telah berdampak positif yaitu mengurangi kemiskinan absolut dan meningkatkan kesejahteraan mustahik. Meskipun demikian, untuk peningkatan dampak zakat, khususnya melalui program produktif agar lebih signifikan, masih dibutuhkan upaya dan usaha lebih keras lagi. Misalnya lebih mematangkan di dalam perencanaan program, assessment yang lebih rinci, pendampingan ketat, pemantauan pemasaran/penjualan produk, hingga evaluasi yang memadai untuk memastikan program berjalan dengan baik. Secara khusus, dilihat dari masing-masing wilayah yang disurvei tahun 2016 menunjukkan bahwa potret dampak penyaluran bantuan produktif yang dikelola oleh BAZNAS berdampak positif. Di kuadran 4 atau kuadran kemiskinan absolut, dari 13 wilayah yang disurvei, 5 wilayah yang telah berhasil mengurangi angka kemiskinan absolut yaitu Jawa Tengah (57%), Bantul dan Sijunjung (5%), Sukabumi (3%) dan Gresik (1%). Khusus pada wilayah Jawa Tengah, dengan perubahan di kuadran 4 yang demikian signifikan yaitu 57%, hal ini dibaca karena terjadi peralihan terhadap jumlah perubahan kuadran 2 atau kuadran kemiskinan material yaitu sebanyak 52%. Artinya program produktif di wilayah Jawa Tengah baru meningkatkan kualitas spiritualitasnya akan tetapi belum dapat meningkatkan pendapatan mustahik dan mengangkatnya dari kemiskinan material. Sementara 8 wilayah yang disurvei lainnya belum menunjukkan perubahan khususnya di dalam mengurangi angka kemiskinan absolut yaitu kemiskinan material dan kemiskinan spiritual. Sementara hasil survei pada tahun 2017 yang diperluas terhadap 25 wilayah survei, hasilnya sebagaimana yang digambarkan oleh tabel berikut:
halaman
Skor Before-After Kuadran dan Perubahannya (Survei 2017)
Sumatera Utara Sumatera Barat Kepulauan Riau Riau Jambi Bengkulu Bangka Belitung Sumatera Selatan Banten Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Kalimantan Barat Kalimantan Utara Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Barat Sulawesi Tengah Gorontalo Papua Barat
halaman
0.42 0.73 0.77 0.9 0.83 0.93 0.34 0.48 0.29 0.77 0.86 0.70 0.67 0.53 0.66 0.574 0.63 0.65 0.84 0.88 0.95 0.538 0.67 0.14 0.855
0.03 0.26 0.12 0.1 0.17 0.00 0.62 0.12 0.59 0.18 0.13 0.30 0.31 0.43 0.33 0.347 0.08 0.24 0.16 0.08 0.03 0.264 0.22 0.40 0.127
0.41 0 0.10 0 0 0.08 0.01 0.16 0.009 0.03 0 0 0.01 0.03 0.01 0.030 0.28 0.08 0 0.04 0.02 0.137 0.06 0.06 0.000
0.14 0.01 0.01 0 0 0.00 0.03 0.24 0.01 0.02 0.01 0 0.01 0.01 0.00 0.050 0.01 0.03 0 0.01 0.00 0.061 0.05 0.41 0.018
0.53 0.89 0.89 0.98 0.96 0.96 0.43 0.76 0.62 0.79 0.94 0.80 0.73 0.66 0.73 0.748 0.93 0.87 0.93 0.90 0.99 0.736 0.77 0.05 0.982
0.02 0.11 0.08 0.02 0.04 0.00 0.54 0.04 0.31 0.14 0.05 0.20 0.26 0.32 0.27 0.218 0.05 0.06 0.07 0.05 0.01 0.218 0.20 0.63 0.018
0.42 0 0.02 0 0 0.04 0.00 0.2 0.009 0.03 0 0 0.01 0.02 0.00 0.030 0.02 0.06 0 0.05 0.00 0.036 0.00 0.15 0.000
0.03 0 0.01 0 0 0.00 0.03 0 0 0.04 0.01 0 0.00 0.00 0.005 0 0.01 0 0.01 0.00 0.010 0.04 0.18 0.000
11% 16% 12% 8% 13% 3% 0.09 28% 0.33 2% 8% 10% 6% 13% 8% 17% 30% 22% 9% 3 5% 20% 10% -0.09 13%
-1% -15% -3% -8% -13% 0% -0.08 -8% -0.28 -4% -8% -10% 5% 12% 7% -13% -3% -18% -9% 4% -2% -5% 2% 0.23 -11%
1% 0% -8% 0% 0% -3% -0.01 4% 0.00 0% 0% 0% 0% 1% 1% 0% -26% -2% 0% 1% -2% -10% 6% 0.09 0%
-11% -1% 0% 0% 0% 0% 0.00 -24% -0.01 2% 0% 0% 1% 1% 0% -4% -1% -2% 0% 0% 0% -5% 0% -0.23 -2%
Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa perubahan positif yang diharapkan dari pengelolaan dan pendayagunaan zakat terutama melalui program produktif telah dapat dicapai, dengan catatan harus mendapatkan evaluasi yang jelas dan konkrit. Hal tersebut tergambar dari indeks agregat yang telah menunjukkan bahwa indeks kesejahteraan telah meningkat.
halaman
halaman
Sebagai rukun Islam yang ketiga dan salah satu elemen terpenting dalam sistem keuangan Islam, zakat memegang peranan yang penting dalam sendi perekonomian Indonesia yaitu sebagai instrumen pemerataan pendapatan dalam mencapai perekonomian yang berkeadilan. Dewasa ini peran dari institusi zakat dalam aktifitas ekonomi Indonesia tidak kalah signifikan dengan fungsi institusi keuangan Islam yang lain. Eksistensi institusi zakat yang ada diharapkan mampu berperan menggerakkan lokomotif perekenomian suatu negara. Diharapkan pula institusi zakat dapat menjadi faktor stimulus kemakmuran ekonomi Indonesia dalam membantu mengentaskan kemiskinan, menghadirkan keadilan ekonomi, dan menciptakan pemerataan pendapatan antar lapisan sosial di masyarakat. Menurut data terakhir dari BPS per Maret 2017, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 10.64 persen atau sekitar 27.077.000 orang, menggunakan tolak ukur pengeluaran USD 0.80/hari/ per kapita. Sehingga jika digunakan tolak ukur yang digunakan World Bank, yaitu USD 2/ hari/ per kapita, maka angka kemiskinan ini akan semakin melonjak menjadi sekitar 40 persen. Sejak era krisis moneter tahun 1998 dan krisis global tahun 2008 tingkat ketimpangan sosial di Indonesia terus memburuk. Sebagai dampaknya, angka gini ratio tidak pernah turun dari angka 0.40 selama 6 tahun berturut turut mulai dari periode 2011- 2016. Artinya pada periode tersebut, satu persen golongan terkaya di Indonesia menguasai 40 persen asset nasional. Hal ini tentu menjadi tantangan Pemerintah dalam mewujudkan keadilan sosial ekonomi masyarakat di Indonesia.
Dengan memperhatikan perkembangan regulasi zakat dewasa ini dan memperhatikan aspek perkembangan kondisi masyarakat saat ini, maka kita dapat memperkirakan berbagai perkembangan zakat sebagai efek dari kebijakan regulasi yang akan terjadi pada tahun 2018, yaitu: Pertama, dengan perbaikan regulasi dan tata kelola zakat, diperkirakan tingkat pertumbuhan zakat akan mencapai sebesar 58 persen. Sehingga capaian penghimpunan zakat secara nasional pada tahun 2018 diproyeksikan dapat mencapai Rp. 8 triliun. Angka ini artinya tingkat pencapaian penghimpunan zakat masih berada pada kisaran 3.2 persen dari potensinya. Kedua, dengan pembatasan bahwa syarat minimal penghimpunan zakat di tahun 2017 bagi LAZNAS adalah Rp. 50 milyar, maka kedepannya proses
halaman
dan prosedur pendirian LAZNAS akan semakin ketat. Dengan kondisi seperti ini, konsekuensinya LAZNAS yang ingin beroperasi secara resmi harus mendapatkan izin dari pemerintah (dalam hal ini Kementerian Agama dengan pertimbangan BAZNAS) dan dituntut untuk mengelola zakatnya secara professional dan sesuai aturan yang berlaku. Ketiga, jumlah Unit Pengelola Zakat (UPZ) akan semakin banyak, akibat terjadi arus formalisasi organisasi para pengelola zakat informal. Pengelola zakat di masjid, pesantren, sekolah, universitas dan BMT serta organisasi atau institusi yang pengumpulan dananya masih kecil akan berbondong-bondong membentuk atau menjadikan jumlah UPZ semakin banyak. Keempat, peran BAZNAS dalam pengelolaan zakat di Indonesia akan semakin signifikan. Hal ini sejalan dengan kewenangan yang dimiliki BAZNAS berdasarkan UU No.23/2011 dan regulasi turunannya. Dengan strategisnya posisi BAZNAS sebagai regulator dan operator diharapkan perannya akan semakin optimal melalui kualitas kepemimpinan dan manajemen BAZNAS yang semakin baik khususnya dalam berinteraksi dengan semua stakeholder zakat di Indonesia. Kelima, LAZ dituntut untuk berkembang menjadi lembaga amil zakat yang semakin berkualitas. Dengan adanya fungsi pengawasan dan evaluasi yang dilakukan Kementerian Agama dan BAZNAS, maka LAZ pun dituntut untuk mengembangkan kapabilitas dan kualitas lembaganya.
Dengan semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat dalam menunaikan kewajiban zakatnya, tren penghimpunan zakat pun semakin meningkat dari tahun ke tahun. BAZNAS telah memproyeksikan penghimpunan dana zakat dari para muzakki pada tahun 2017 dapat mencapai 6 triliun. Sampai saat ini proses kalkulasi penghimpunan dana zakat masih terus dilakukan. Penggunaan sistem pelaporan ini sesuai dengan UU No. 23/2011, dimana seluruh lembaga zakat di Indonesia diwajibkan untuk menyerahkan laporan zakat kepada BAZNAS.
halaman
Akan tetapi masih terdapat beberapa tantangannya diantaranya terkait Sistem IT SIMBA1 yang mulai dikembangkan oleh BAZNAS pada tahun 2012 untuk memfasilitasi sistem pelaporan lembaga zakat belum dapat sepenuhnya diadopsi oleh LAZ. Sehingga sampai akhir tahun 2017 ini penggunaan SISTEM IT SIMBA belum meluas dan masih terbatas pada lingkup BAZNAS yang meliputi BAZNAS Pusat dan BAZNAS Daerah. Walaupun SIMBA sudah disosialisasikan kepada lembaga zakat resmi, sistem ini masih belum diadopsi secara optimal oleh lembaga amil zakat tersebut. Konsekuensinya, data riil penghimpunan zakat melalui sistem ini belum bisa memotret keseluruhan penghimpunan zakat dari seluruh lembaga zakat di Indonesia. Secara umum, data pengimpunan zakat dapat dikategorikan menjadi penghimpunan zakat perorangan, penghimpun zakat lembaga, total penghimpunan zakat secara keseluruhan, dan distribusi penghimpunan zakat per provinsi di Indonesia. Per Agustus 2017, BAZNAS telah menerima data penghimpunan zakat yang ter-input di SIMBA sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 5.1, 5.2, dan 5.3 serta Gambar 5.1, 5.2, dan 5.3. Penghimpunan ZIS Perorangan di Indonesia
Zakat Infaq Shadaqah TOTAL
23.320.146.044
117.085.731.136
2.217.083.240.925
3.395.248.274.318
0
1.635.310.122
23.499.642.443
613.903.803.762
858.631.089.706
0
24.955.456.166
140.585.373.579
2.830.987.044.687
4.253.879.364.024
0
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017
1
Sistem SIMBA (Sistem Informasi Manajemen BAZNAS) ini mempunyai dua kategori utama yaitu Sistem Informasi Operasional (SIO) dan Sistem Informasi Pelaporan (SIP). Masing masing BAZNAS dan LAZ menggunakan SIO untuk operasi Sistem SIMBA (Sistem Informasi Manajemen BAZNAS) ini mempunyai dua kategori utama yaitu Sistem Informasi Operasional (SIO) dan Sistem Informasi Pelaporan (SIP). Masing masing BAZNAS dan LAZ menggunakan SIO untuk operasi sehari hari dengan pendekatan kas masuk dan kas keluar. Dalam kas masuk, antara lain, dapat di-input database muzakki, transaksi penghimpunan dana zakat, infaq dan shadaqah (ZIS). Sedangkan dalam kas keluar, bisa di- input database mustahik dan penyaluran ZIS. Data-data tersebut, termasuk yang sifatnya keuangan dan transaksi keuangan, akan di input dan akan menghasilkan laporan laporan, seperti profil muzakki, jumlah penghimpunan dana ZIS, profil ashnaf , dan jenis program penyaluran. Laporan keuangan dalam SIMBA mengacu kepada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 109.
halaman
4,500,000,000,000 4,000,000,000,000 3,500,000,000,000 3,000,000,000,000 2,500,000,000,000 2,000,000,000,000 1,500,000,000,000 1,000,000,000,000 500,000,000,000 2013
2014 Zakat
2015
2016
2017
Infaq Shadaqah
Penghimpunan ZIS Perorangan di Indonesia
Tabel 5.1 menunjukkan penghimpunan ZIS perorangan di Indonesia per Agustus 2017. Penghimpunan zakat perorangan yang terdata di SIMBA dari tahun 2013 sampai 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp 4.069 trilyun atau 17.451 persen. Untuk dana infaq dan sedekah perorangan, jumlah dari tahun 2013 hingga 2017 juga mengalami peningkatan sebesar Rp 1.12 trilyun atau 68.822 persen. Sedangkan untuk total penghimpunan ZIS perorangan dari tahun 2013 sampai 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp 5.19 trilyun atau 20.817 persen. Disamping itu, Tabel 5.1 juga menunjukkan tren peningkatan penghimpunan ZIS perorangan dari tahun 2013 hingga tahun 2017. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2015 yaitu mencapai 1.886 persen. Adanya peningkatan yang sangat signifikan baik pada zakat serta infak dan sedekah perorangan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: Pertama, semakin meningkatnya tingkat kesadaran masyarakat dalam menunaikan kewajiban zakatnya melalui BAZNAS dan LAZ resmi. Kedua, semakin berkembangnya penggunaan sistem IT SIMBA sehingga laporan data riil penghimpunan zakat terkini dari berbagai daerah di Indonesia bisa dikonsolidasikan dengan baik. Sehingga dari data dan penjelasan tersebut, dapat diproyeksikan bahwa penghimpunan zakat perorangan pada tahun 2018 akan terus meningkat sesuai dengan tren peningkatan penghimpunan zakat pada tahun-tahun sebelumnya.
halaman
Penghimpunan ZIS Lembaga di Indonesia
Zakat
19.091.201.735
35.916.501.176
557.823.481.692
620.546.547.627
0
Infaq Shadaqah
4.126.077.822
9.382.342.129
124.360.978.892
142.867.215.300
0
23.217.279.557
45.298.843.305
682.184.460.584
763.413.762.927
0
TOTAL
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017
Mengacu pada Tabel 5.2 diatas, penghimpunan zakat secara lembaga di Indonesia per Agustus 2017 mengalami peningkatan mulai dari dari tahun 2013 yaitu sebesar Rp. 677 miliar atau 3.498 persen. Sementara itu untuk dana infaq serta sedekah secara lembaga, jumlah dari tahun 2012 hingga tahun 2017 juga mengalami peningkatan sebesar Rp 150 miliar atau 3.645 persen. 800,000,000,000 700,000,000,000 600,000,000,000 500,000,000,000 400,000,000,000 300,000,000,000 200,000,000,000 100,000,000,000 2013
2014 Zakat
2015
2016
2017
Infaq Shadaqah
Penghimpunan ZIS Lembaga di Indonesia
Sedangkan untuk total penghimpunan ZIS lembaga dari 2013 hingga tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp 667 milyar atau 3498 persen. Selain itu, Gambar 5.2 juga menunjukkan tren peningkatan penghimpunan ZIS lembaga dari tahun 2013 hingga tahun 2017. Penurunan sebesar Rp 7,05 miliar atau 23.22 persen terjadi di tahun 2013. Namun penurunan ini langsung diikuti lonjakan penghimpunan di periode tahun 2014-2015 sehingga mencapai Rp 636 miliar atau 1406 persen. Adanya tren peningkatan pada penghimpunan ZIS lembaga ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti meningkatnya
halaman
kesadaran dan partisipasi lembaga atau perusahaan untuk berzakat melalui BAZNAS dan LAZ resmi. Hal ini dapat disebabkan oleh meningkatnya sosialisasi terkait kewajiban lembaga atau perusahaan untuk menunaikan zakat. Dari penjelasan tersebut, dapat diproyeksikan bahwa penghimpunan ZIS lembaga pada tahun 2018 juga akan terus meningkat sesuai dengan tren peningkatan penghimpunan zakat lembaga pada tahun-tahun sebelumnya. Total Penghimpunan ZIS di Indonesia
Perorangan
24.955.456.166
140.585.373.579
2.830.987.044.687
4.253.879.364.024
0
Lembaga
23.217.279.557
45.298.843.305
682.184.460.584
763.413.762.927
0
TOTAL
48.172.735.723
185.884.216.884
3.513.171.505.271
5.017.293.126.951
0
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017 7,000,000,000,000 6,000,000,000,000 5,000,000,000,000 4,000,000,000,000 3,000,000,000,000 2,000,000,000,000 1,000,000,000,000 2013
2014
Perorangan
2015 Lembaga
2016
2017
TOTAL
Total Penghimpunan ZIS di Indonesia
Sejak diluncurkannya SIMBA pada tahun 2012, penghimpunan ZIS baik secara perorangan ataupun lembaga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Dilihat dari tabel 5.3 diatas, total dana ZIS yang dikumpulkan pada tahun 2017 yaitu sebesar Rp. 6.06 trilyun, meningkat 21 persen dari tahun 2016. Peningkatan signifikan juga ditunjukkan pada tahun 2015 yaitu naik sebesar Rp. 3.3 trilyun atau 1.790 persen dari tahun 2014. Jika dilihat dari Gambar 5.3, penghimpunan ZIS perorangan menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan ZIS lembaga. Data ini menunjukkan bahwa pada kenyataannya, pembayaran zakat secara individu/perorangan masih mendominasi dibandingkan pembayaran zakat secara lembaga/institusi. Padahal dari studi
halaman
yang pernah dilakukan Firdaus, dkk (2012) diketahui bahwa potensi zakat yang berasal dari perusahaan dan lembaga jauh melebihi potensi zakat individu/ rumah tangga. Data ini mengindikasikan perlu adanya sosialisasi dan peningkatan kesadaran dari lembaga/institusi untuk membayar zakatnya melalui BAZNAS atau LAZ resmi. Secara umum, gambaran ini menunjukkan pertumbuhan penghimpunan ZIS yang meningkat dari tahun ke tahun sehingga diprediksikan bahwa total penghimpunan ZIS pada tahun 2018 juga akan meningkat. Jika melihat tren yang ada, setidaknya terdapat tiga scenario yang mungkin terjadi yaitu scenario optimis, moderat dan pesimis. Skenario optimis di indikasikan dengan peningkatan pertumbuhan penghimpunan zakat diatas 30 persen. Sementara itu, Skenario kedua yaitu scenario moderat dimana pertumbuhan penghimpunan zakat berada di antara 20-30 persen. Sedangkan pada scenario pesimis, pertumbuhan penghimpunan zakat yaitu dibawah 20 persen. Walaupun data historis yang berasal dari SIMBA dalam lima tahun terakhir menunjukkan tren yang relative meningkat namun pada tahun 2013, penghimpunan ZIS sempat mengalami penurinan sebesar 8.16 persen. Sehingga berdasarkan data tersebut, scenario pesimis mungkin saja dpat terjadi. Jika penghimpunan zakat pada tahun 2017 sebesar Rp. 6.06 trilyun, maka pada tahun 2018, total zakat yang bisa dihimpun yaitu lebih dari Rp.7.87 trilyun pada scenario optimis; Rp. 7.27 trilyun – Rp. 7.87 trilyun pada scenario moderat; dan lebih kecil dari Rp. 7.27 trilyun pada scenario pesimis. Namun, angka ini hanya memproyeksikan penghimpunan zakat berdasarkan data riil penghimpunan zakat dari SIMBA sehingga angka penghimpunan zakat nasional ini juga akan meningkat seiring dengan peningkatan system pelaporan IT-SIMBA dan partisipasi dari seluruh lembaga zakat atau LAZ resmi di Indonesia.
Data penyaluran zakat dapat dibagi menjadi penyaluran zakat perorangan, zakat kelompok, total penyaluran zakat, dan distribusi penyaluran zakat per provinsi di Indonesia. Per November 2017, BAZNAS melalui IT SIMBA telah menerima data pelaporan penyaluran zakat sebagaimana yang ditampilkan oleh Tabel 5.4, 5.5, 5.6, dan 5.7 serta Gambar 5.4, 5.5, dan 5.6. Penyaluran ZIS Perorangan di Indonesia
Zakat
halaman
2.746.157.341
5.609.690.003
900.728.470.334
1.280.126.463.635
1.856.183.372.271
Infaq Shadaqah TOTAL
56.500.000
312.690.000
395.810.560.775
528.310.169.558
739.634.237.381
2.802.657.341
5.922.380.003
1.296.539.031.109
1.808.436.633.193
2.595.817.609.652
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017 2,000,000,000,000 1,800,000,000,000 1,600,000,000,000 1,400,000,000,000 1,200,000,000,000 1,000,000,000,000 800,000,000,000 600,000,000,000 400,000,000,000 200,000,000,000 2013
2014 Zakat
2015
2016
2017
Infaq Shadaqah
Penyaluran ZIS Perorangan di Indonesia
Tabel 5.4 menunjukkan penyaluran ZIS perorangan di Indonesia per Agustus 2017. Penyaluran zakat yang diberikan perorangan yang terdata di SIMBA dari tahun 2013 sampai 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp. 1.85 trilyun atau 67.492 persen. Untuk penyaluran dana infaq sedekah perorangan, jumlah dari tahun 2013 hingga 2017 juga mengalami peningkatan signifikan sebesar Rp 739 miliar atau 13.089 persen. Sedangkan untuk total penyaluran ZIS perorangan mengalami peningkatan sebesar Rp. 2.59 miliar atau 92.520 persen. Tren peningkatan penyaluran ZIS perorangan dari tahun 2013 hingga tahun 2017 juga ditunjukkan oleh Gambar 5.4. Peningkatan penyaluran ZIS perorangan terbesar terjadi pada tahun 2015 yaitu mencapai 21.792 persen. Penyaluran ZIS Lembaga/Kelompok di Indonesia
Zakat
5.527.745.843
10.357.237.035
720.625.974.000
800.452.769.872
960.543.323.846
Infaq Shadaqah
649.499.247
1.210.674.840
231.874.923.000
322.267.406.168
451.174.368.635
TOTAL
6.177.245.090
11.567.911.875
952.500.897.000
1.122.720.176.040
1.411.717.692.481
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017
halaman
1,200,000,000,000 1,000,000,000,000 800,000,000,000 600,000,000,000 400,000,000,000 200,000,000,000 2013
2014 Zakat
2015
2016
2017
Infaq Shadaqah
Penyaluran ZIS Lembaga/Kelompok di Indonesia
Sementara itu, Tabel 5.5 menunjukkan penyaluran dana ZIS melalui lembaga/kelompok per Agustus 2017. Penyaluran zakat lembaga/kelompok yang terdata di SIMBA dari tahun 2013 sampai 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp. 955 miliar atau 17.277 persen. Untuk penyaluran dana infaq sedekah kelompok, jumlah dari tahun 2013 sampai 2017 juga mengalami peningkatan sebesar Rp. 450 miliar atau 69.365 persen. Sedangkan untuk total penyaluran ZIS kelompok dari tahun 2013 sampai tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp. 1.40 trilyun atau 22.754 persen. Selain itu, Gambar 5.5 juga menunjukkan tren peningkatan penyaluran ZIS lembaga dari tahun 2013 hingga tahun 2017. Lonjakan terbesar penyaluran ZIS lembaga/kelompok terjadi dari tahun 2014 ke tahun 2015 hingga mencapai Rp. 940 miliar atau 8.134 persen. Total Penyaluran ZIS di Indonesia
Perorangan
2.802.657.341
5.922.380.003
1.296.659.894.526
1.808.436.633.193
2.595.817.609.652
Lembaga
6.177.245.090
11.567.911.875
952.500.897.000
1.122.720.176.040
1.411.717.692.481
TOTAL
8.979.902.431
17.490.291.878
2.249.160.791.526
2.931.156.809.233
4.007.535.302.133
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017
halaman
4,500,000,000,000 4,000,000,000,000 3,500,000,000,000 3,000,000,000,000 2,500,000,000,000 2,000,000,000,000 1,500,000,000,000 1,000,000,000,000 500,000,000,000 2013
2014
Perorangan
2015 Lembaga
2016
2017
TOTAL
Penyaluran ZIS di Indonesia
Secara umum, penyaluran ZIS nasional menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan Tabel 5.6, total dana ZIS yang disalurkan pada tahun 2017 yaitu sebesar Rp. 4.077 trilyun, meningkat 37 persen dari tahun 2016. Jika dilihat dari Gambar 5.6, penyaluran ZIS secara kelompok pada tahun 2013 sampai tahun 2014 relatif lebih tinggi dibandingkan penyaluran dana ZIS melalui perorangan. Sedangkan pada tahun 2015 sampai tahun 2017, penyaluran dana ZIS melalui perorangan lebih tinggi dibandingkan penyaluran dana ZIS melalui kelompok. Namun secara keseluruhan, total penyaluran dana ZIS selalu meningkat setiap tahunnya dari tahun 2013. Dari gambaran peningkatan pertumbuhan penyaluran ZIS dari tahun ke tahun, dapat diprediksikan bahwa penyaluran dana ZIS pada tahun 2018 juga akan meningkat. Hal ini seiring dengan tren peningkatan pada penghimpunan ZIS dari tahun 2013 hingga tahun 2017 dan prediksi adanya peningkatan pertumbuhan penghimpunan dana ZIS di tahun 2018. Pada proyeksi penyaluran ZIS tahun 2018, terdapat tiga scenario yang mungkin terjadi yaitu scenario optimis, moderat dan pesimis. Sementara itu, jika dilihat dari sisi penyalurannya, dapat diprediksikan bahwa penyaluran dana ZIS pada tahun 2018 dapat mencapai lebih dari Rp. 5.2 trilyun pada scenario optimis; berada antara Rp. 4.8 trilyun – Rp. 5.2 trilyun pada scenario moderat; dan kurang dari Rp. 4.8 trilyun pada scenario pesimis. Sama seperti proyeksi penghimpunan ZIS, scenario angka ini hanya memproyeksikan penyaluran zakat berdasarkan data riil penyaluran zakat dari sistem IT SIMBA di tahun 2017 (sampai Agustus 2017) sehingga angka penyaluran zakat nasional ini juga akan
halaman
meningkat seiring dengan peningkatan sistem pelaporan SIMBA dan partisipasi dari seluruh lembaga zakat resmi di Indonesia.
Saat ini telah telah terjadi peningkatan kesadaran masyarakat untuk untuk menunaikan kewajiban zakatnya tidak hanya di BAZNAS tapi juga di LAZ resmi telah mendorong adanya urgensi untuk memonitor perkembangan data rill penghimpunan dan penyaluran zakat terkini di berbagai daerah. Tahun 2018 nanti diharapkan semua OPZ sudah tidak ada lagi yang tidak terintegrasi dengan sistem IT BAZNAS (sistem SIMBA), hal ini juga untuk memantapkan kualitas database zakat di Indonesia. Setelah semua data OPZ terintegrasi dengan sistem SIMBA maka proses penyajian data berkualitas tinggi ini dapat tersaji secara realtime2. Walaupun begitu pada beberapa tahun belakangan, BAZNAS sejatinya memulai menerapkan terobosan yaitu menghadirkan data zakat nasional terpadu yang memuat data-data secara realtime. Meskipun, beberapa kendala masih dihadapi BAZNAS sehingga terobosan ini masih belum membuahkan hasil maksimal antara kendalanya adalah masih bersifat “sukarela”, atau dikarenakan ketiadaan law enforcement dari otoritas zakat. Berikut adalah ulasan data realtime dan proyeksinya.
Selain data penghimpunan dan penyaluran ZIS yang telah dijelaskan sebelumnya, hal penting lainnya yang perlu dianalisis adalah ratio efektivitas penyerapan dana zakatnya atau disebut Allocation to Collection Ratio (ACR). Rasio ini dapat mengukur kemampuan sebuah lembaga zakat dalam menyalurkan dana zakatnya dengan cara membagi total dana penyaluran dengan total dana penghimpunan (Zakat Core Principle, 2015). ACR ini
2
http://api.baznas.go.id/v1/dashboard/nasional/
halaman
dinyatakan dalam persentase yang dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Highly Effective (jika ACR ≥ 90 persen) Effective (jika ACR mencapai 70- 89 persen) Fairly Effective (jika ACR mencapai 50- 69 persen) Below Expectation (jika ACR mencapai 20- 49 persen) Ineffective (jika ACR < 20 persen)
Nilai ACR berdasarkan provinsi di Indonesia pada tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 5.7 dibawah ACR berdasarkan Provinsi di tahun 2017*
1
Nangroe Aceh Darusalam
11.431.439.189
16.134.993.887
141.15
Highly Effective
2
Sumatera Utara
4.009.171.991
2.285.866.140
57.02
Fairly Effective
3
Sumatera Barat
46.804.460.009
30.541.945.175
65.25
Fairly Effective
4
Riau
38.516.894.593
25.041.581.051
65.01
Fairly Effective
5
Jambi
7.367.819.860
2.774.850.000
37.66
Below Expectation
6
Sumatera Selatan
4.735.195.082
2.238.802.870
47.28
Below Expectation
7
Bengkulu
6.255.824.119
2.285.774.800
36.54
Below Expectation
8
Lampung
3.290.844.970
1.383.983.125
42.06
Below Expectation
7.122.340.260
2.909.674.770
40.85
Fairly Effective
10
Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau
10.845.055.977
6.487.570.972
59.82
Fairly Effective
11
DKI Jakarta
10.047.483.599
15.950.000
12
Jawa Barat
68.689.861.205
51.391.192.869
74.82
Effective
13
Jawa Tengah
40.596.867.780
8.423.251.057
20.75
Below Expectation
9
0.16
Ineffective
14
Yogyakarta
3.925.419.604
1.394.544.564
35.53
Below Expectation
15
Jawa Timur
29.875.467.718
16.519.244.503
55.29
Fairly Effective
16
Banten
16.273.475.140
9.271.949.146
56.98
Below Expectation
17
Bali
2.538.620.948
1.044.378.863
41.14
Below Expectation
18
Nusa Tenggara Barat
26.611.672.685
16.338.814.299
61.40
Fairly Effective
19
Nusa Tenggara Timur
1.459.790.944
42.136.500
2.89
Ineffective
20
Kalimantan Barat
1.827.959.225
28.500.000
1.56
Ineffective
21
Kalimantan Tengah
152.080.500
28.950.000
19.04
Ineffective
22
Kalimantan Selatan
8.616.401.248
4.626.313.251
53.59
Fairly Effective
23
Kalimantan Timur
17.412.445.685
10.794.107.611
61.99
Fairly Effective
24
Kalimantan Utara
9.133.420.907
3.712.444.770
40.65
Below Expectation
25
Sulawesi Utara
10.259.321.841
5.080.178.657
49.52
Below Expectation
26
Sulawesi Tengah
805.046.223
645.204.502
80.15
Effective
27
Sulawesi Selatan
30.161.026.047
16.272.413.692
53.95
Fairly Effective
28
Sulawesi Tenggara
-
-
29
Gorontalo
57.296.177.315
1.260.097.600
0
Ineffective
2.20
Ineffective
halaman
30
Sulawesi Barat
140.660
-
31
0
Ineffective
Maluku
3.664.294.134
1.070.171.541
29.21
Below Expectation
32
Maluku Utara
1.389.198.326
1.345.846.288
96.88
Highly Effective
33
Papua
8.004.072.330
5.507.108.055
68.80
Fairly Effective
34
Papua Barat
209.044.600
127.049.500
60.78
Fairly Effective
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data realtime SIMBA sampai dengan Agustus 2017
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 34 provinsi di Indonesia, terdapat dua provinsi dengan kategori Highly Effective, dua provinsi dengan kategori Effective, dua-belas provinsi dengan kategori Fairly Effective, sebelas provinsi dengan kategori Below Expectation, dan tujuh provinsi dengan kategori Ineffective. Sedangkan total ACR berdasarkan data pengumpulan dan penghimpunan zakat pada tahun 2017 di seluruh provinsi di Indonesia menunjukkan angka 50 persen atau kategori Fairly Effective. Kategori Fairly Effective ini menunjukkan bahwa total dana zakat yang bisa disalurkan masih lebih sedikit dibandingkan dana zakat yang berhasil dihimpun. Masih rendahnya nilai efektivitas penyerapan atau nilai ACR ini mengindikasikan adanya pengelolaan dana ZIS yang belum efektif dilakukan oleh beberapa lembaga zakat. Hal ini dapat juga disebabkan oleh kurang lengkapnya data pelaporan yang terhimpun dalam sistem IT-SIMBA sehingga belum merepresentasikan keseluruhan data yang terdapat di seluruh lembaga zakat atau LAZ yang tersebar di Indonesia. Belum optimalnya data pelaporan ke dalam sistem SIMBA ini dapat dijadikan bahan evaluasi ke depannya agar setiap LAZ atau lembaga zakat yang resmi dan BAZNAS di seluruh daerah dapat mengadopsi dan mengoptimalkan penggunaan sistem IT-SIMBA. Sehingga ke depannya dapat terhimpun data riil penghimpunan dan penyaluran ZIS diseluruh wilayah di Indonesia agar nilai ACR yang didapat juga dapat memotret efektifitas penyerapan zakat di Indonesia. Upaya penggunaan data riil yang berasal dari sistem SIMBA sebagai acuan proyeksi ini merupakan sebuah langkah awal yang tepat dan strategis untuk dapat memprediksikan pengelolaan zakat nasional ke depannya secara lebih sistematis dan akurat.
Total Muzakki di Indonesia Perorangan
33492
28033
56837
119332
124534
Lembaga
28033
2143
3066
7568
7881
TOTAL
61525
30176
59903
126900
132415
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data realtime SIMBA sampai dengan Agustus 2017
halaman
Tabel 5.8 menunjukkan jumlah muzakki di Indonesia yang terdata di SIMBA dari tahun 2013 hingga Agustus 2017. Jumlah muzakki tersebut terdiri dari muzakki perorangan dan lembaga. Secara umum, terdapat peningkatan jumlah muzakki yang terdata di SIMBA. Kenaikan drastis terutama terlihat pada tahun 2013 dimana jumlah total muzakki lembaga dan perorangan mengalami peningkatan sekitar 35 kali lipat daripada tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2014 jumlah tersebut mengalami sedikit penurunan hingga menjadi sekitar 30 ribu muzakki yang terdiri dari muzakki perorangan dan muzakki lembaga. Di tahun berikutnya, total muzakki kembali mengalami peningkatan hampir 100 persen, dan bahkan dari tahun 2015 hingga 2016 peningkatan yang terjadi lebih dari 100 persen. Di tahun 2016 sampai Agustus 2017 terjadi peningkatan sebesar 4.35% (berdasarkan data input riil SIMBA sampai dengan Agustus 2017). Setidaknya terdapat dua kemungkinan terjadinya peningkatan di beberapa tahun tersebut khususnya tahun 2013, 2015, 2016 dan 2017. Pertama, penggunaan SIMBA masih jauh dari optimal pada tahun 2012 sehingga tidak seluruh muzakki terdata di tahun tersebut. Penurunan jumlah muzakki pada tahun 2014 juga tidak terlepas dari kemungkinan adanya hal teknis terkait dengan sistem informasi buatan BAZNAS tersebut. Sementara itu, disamping pengunaan SIMBA yang semakin baik, peningkatan yang cukup berarti pada tahun 2015, 2016 dan 2017 bisa terwujud disebabkan oleh meningkatnya harapan publik terhadap BAZNAS dengan adanya kepemimpinan baru yang sudah berjalan efektif sejak semester kedua tahun 2015 serta tingginya kepercayaan masyarakat untuk membayar melalui BAZNAS dan lembaga LAZ resmi yang diakui. Tingginya ekspektasi ini kemudian mendorong masyarakat untuk membayar zakat melalui BAZNAS dan lembaga LAZ resmi.
Total Muzakki di Indonesia
halaman
Gambar 5.7 di atas menunjukkan bahwa peningkatan jumlah muzakki secara umum lebih dominan dipengaruhi oleh muzakki perorangan. Jumlah muzakki perorangan terlihat mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun kecuali pada tahun 2014 dimana terdapat sedikit penurunan. Sementara itu jumlah muzakki secara lembaga terlihat tidak mengalami peningakatan yang berarti. Peningkatan yang cukup terlihat berada di tahun 2016 dan 2017. Disamping kemungkinan pendataan jumlah muzakki di SIMBA baru cukup optimal di tahun 2017, kemungkinan tidak banyaknya pertumbuhan muzakki secara lembaga ini di antaranya adalah kesadaran masyarakat mengenai kewajiban membayar zakat bagi perusahaan atau badan usaha belum sebesar kesadaran membayar zakat bagi individu atau perorangan. Oleh karena itu, peningkatan jumlah muzakki yang terjadi belum cukup signifikan. Distribusi Muzakki berdasarkan Provinsi* (tahun 2013-2017) 1
Nangroe Aceh Darusalam
36888
0
0
1032
328
2
Sumatera Utara
0
0
1824
2403
294
3
Sumatera Barat
0
446
737
4134
3706
4
Riau
973
92
6566
8755
1238
5
Jambi
219
2
2628
3533
46
6
Sumatera Selatan
0
3015
1466
4945
1406
7
Bengkulu
376
0
69
834
113
8
Lampung
180
0
0
308
49
9
Kepulauan Bangka Belitung
0
119
132
2216
3600
122
180
252
2681
789
10
Kepulauan Riau
11
DKI Jakarta
0
9762
13531
11558
15976
12
Jawa Barat
21663
1557
4320
20973
707
13
Jawa Tengah
3886
179
0
7120
4489
14
Yogyakarta
199
1212
2773
4729
588
15
Jawa Timur
12
4866
10979
16217
633
16
Banten
2818
7467
5439
2696
3111
17
Bali
2956
10
23
739
275
18
Nusa Tenggara Barat
13
0
0
10541
920
19
Nusa Tenggara Timur
0
0
0
352
8
20
Kalimantan Barat
9
0
1136
959
112
21
Kalimantan Tengah
20
99
57
36
33
22
Kalimantan Selatan
339
199
550
808
239
23
Kalimantan Timur
693
667
2102
5209
125
halaman
24
Kalimantan Utara
1909
0
586
4866
197
25
Sulawesi Utara
0
117
583
640
547
26
Sulawesi Tengah
192
184
5
1518
3031
27
Sulawesi Selatan
0
0
1265
4433
0
28
Sulawesi Tenggara
0
0
0
13
36
29
Gorontalo
0
0
2675
1314
319
30
Sulawesi Barat
0
0
0
617
0
31
Maluku
0
0
0
214
0
32
Maluku Utara
0
3
205
111
1
33
Papua
309
0
0
391
271
34
Papua Barat
0
0
0
5
228
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data realtime SIMBA sampai dengan Agustus 2017
Tabel 5.9 menunjukkan jumlah muzakki di setiap provinsi sejak tahun 2013 hingga Agustus 2017. Pada tabel tersebut, dapat diketahui bahwa hingga tahun 2015, terdapat beberapa provinsi yang masih memiliki 0 (nol) muzakki. Hal ini tidak lantas berarti pada provinsi tersebut tidak ada muzakki, namun disebabkan diantaranya diakibatkan karena penggunaan sistem SIMBA yang belum meluas dan merata di provinsi provinsi tersebut. Akibatnya para muzakki di provinsi provinsi tersebut tidak dapat terdata dalam sistem SIMBA. Mencermati pola yang ada pada tabel dan gambar di atas, pada tahun 2018 diproyeksikan bahwa jumlah muzakki akan lebih tinggi daripada tahun tahun sebelumnya. Ditambah lagi, dengan semakin optimalnya penggunaan SIMBA di seluruh provinsi di Indonesia pertumbuhan jumlah muzakki di Indonesia dapat semakin terekam dengan lebih baik lagi sehingga jumlah muzakki yang tidak terdata menjadi dapat diminimalisasi. Dukungan penguatan regulasi melalui Peraturan Daerah (Perda) di beberapa kota dan daerah di Indonesia diharapkan dapat semakin meningkat di 2018 sehingga zakat dapat diwajibkan untuk PNS dan pegawai BUMD. Dengan demikian dapat diperkirakan jumlah muzakki pada tahun 2018 akan lebih tinggi lagi.
Total Mustahik di Indonesia Perorangan Lembaga TOTAL
428
9487
42270
104145
68575
25
3291
3332
5772
4005
453
12778
45602
109917
72580
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data realtime SIMBA sampai dengan Agustus 2017
halaman
Jumlah mustahik di Indonesia pada tahun 2013 sampai Agustus 2017 yang terdata di SIMBA dapat dilihat pada tabel 5.10 diatas. Seperti halnya jumlah muzakki, jumlah mustahik juga terlihat meningkat drastis di tahun 2013. Pola yang serupa dapat terlihat di tahun tahun berikutnya, yakni adanya peningkatan dari tahun 2014 ke tahun 2015 sebesar 256.88 % dan kemudian meningkat kembali dari tahun 2015 ke tahun 2016 sebesar 141%. Diperkirakan tren peningkatan ini akan terjadi juga di akhir tahun 2017 nanti. Kemungkinan terjadinya pola pertumbuhan jumlah mustahik yang serupa dengan pola pertumbuhan jumlah muzakki ini juga mengindikasikan bahwa pada periode tahun 2012-2013, SIMBA masih sangat terbatas penggunaanya dan mungkin masih terdapat kendala teknis dalam pendataan jumlah mustahik. Peningkatan yang pesat selanjutnya terjadi pada periode tahun 2015- 2017 (berdasarkan data input riil SIMBA sampai dengan Agustus 2017) disamping karena semakin baiknya pendataan SIMBA BAZNAS, juga dapat dipengaruhi dengan semakin tingginya penghimpunan dana zakat sehingga semakin banyak mustahik yang dapat dilayani oleh BAZNAS.
Total Mustahik di I ndonesia
Gambar 5.8 menampilkan bahwa peningkatan jumlah mustahik di Indonesia secara umum merupakan mustahik secara individu atau perorangan. Hal ini menunjukkan bahwa program penyaluran zakat lebih banyak menjadikan mustahik perorangan sebagai target penerima manfaatnya. Seperti halnya pada pola pertumbuhan jumlah muzakki, peningkatan mustahik secara kelompok yang terlihat lebih tinggi di tahun 2016 dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Hal ini mungkin dapat terjadi karena semakin banyak program penyaluran yang menyasar mustahik kelompok. Kemungkinan lainnya, dana
halaman
zakat yang ada semakin memungkinkan penyaluran zakat untuk mustahik secara berkelompok. Distibusi Mustahik berdasarkan Provinsi* (tahun 2013- 2017)
1
Nangroe Aceh Darusalam
0
0
0
2976
41579
2
Sumatera Utara
0
0
2024
3992
912
3
Sumatera Barat
988
0
1392
7812
437
4
Riau
164
199
8024
17557
548
5
Jambi
0
0
163
7603
0
6
Sumatera Selatan
87
171
687
2675
57
7
Bengkulu
0
0
1037
1044
1770
8
Lampung
0
0
0
303
73
9
Kepulauan Bangka Belitung
10
70
1245
1388
2409
10
Kepulauan Riau
2
79
492
1063
331
11
DKI Jakarta
2165
1511
1611
286
14440
12
Jawa Barat
7643
4711
3699
8338
2711
13
Jawa Tengah
1283
0
17
2568
3051
14
Yogyakarta
0
0
339
503
431
15
Jawa Timur
274
2949
11480
13177
78
16
Banten
4117
2168
1366
4178
332
17
Bali
72
52
103
2049
130
18
Nusa Tenggara Barat
4294
0
0
11067
1115
19
Nusa Tenggara Timur
0
0
0
358
53
20
Kalimantan Barat
0
0
274
696
1
21
Kalimantan Tengah
889
102
6
101
60
22
Kalimantan Selatan
132
325
4443
3488
132
23
Kalimantan Timur
413
305
1961
4474
11
24
Kalimantan Utara
93
0
26
897
36
25
Sulawesi Utara
114
66
1485
720
53
26
Sulawesi Tengah
0
70
16
185
320
27
Sulawesi Selatan
0
0
66
1981
0
28
Sulawesi Tenggara
0
0
0
0
5
29
Gorontalo
0
0
3646
7614
64
30
Sulawesi Barat
0
0
0
0
86
31
Maluku
0
0
0
92
241
32
Maluku Utara
35
0
0
298
0
33
Papua
0
0
0
434
1046
34
Papua Barat
0
0
0
0
68
Sumber: Data BAZNAS (2017) *diambil dari data SIMBA BAZNAS sampai dengan Agustus 2017
halaman
Tabel 5.11 menunjukkan jumlah mustahik di setiap provinsi tahun 2013 sampai Agustus 2017. Tabel ini juga menunjukkan bahwa di beberapa provinsi data jumlah penerima manfaat zakat masih sebanyak 0 (nol) mustahik. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sampai bulan Agustus 2017 jumlah mustahik di beberapa provinsi belum dimasukkan seluruhnya ke dalam sistem SIMBA. Faktor lainnya disebabkan oleh belum optimalnya program penyaluran zakat di beberapa daerah utamanya di daerah daerah yang terpencil dan tertinggal. Berdasarkan tabel dan gambar mengenai jumlah mustahik di Indonesia, dapat di proyeksikan pada tahun 2018 akan terdapat peningkatan jumlah mustahik di Indonesia. Selain penggunaan SIMBA yang semakin optimal dalam mencatat jumlah penerima manfaat, semakin tingginya penghimpunan juga dapat mendukung pertumbuhan jumlah mustahik yang dapat dilayani oleh BAZNAS. Koordinasi BAZNAS di seluruh daerah di Indonesia yang semakin optimal dengan adanya UU No. 23 tahun 2011 juga diharapkan dapat mendorong peningkatan jumlah penerima manfaat (mustahik) di berbagai daerah, khususnya daerah daerah yang terpencil dan tertinggal, karena setiap daerah kan saling terhubung dengan BAZNAS seperti BAZNAS kabupaten/kota dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ).
halaman
Distribusi Penghimpunan ZIS berdasarkan Provinsi (2013-2017) 1
Nangroe Aceh Darusalam
38.000.000
0
0
6.651.147.596
11.431.439.189
2
Sumatera Utara
3
Sumatera Barat
0
0
4.276.588.772
7.415.291.606
4.009.171.991
282.656.061
3779463230
4.763.612.710
24.281.252.859
46.804.460.009
4
Riau
5
Jambi
1.344.397.234
15329111121
20.153.308.397
32.759.602.879
38.516.894.593
1.377.896
0
1.074.222.824
9.338.513.652
7.367.819.860
6
Sumatera Selatan
7
Bengkulu
968.521.184
1376396718
3.399.710.074
6.709.948.063
4.735.195.082
10.638.000
0
1.362.945.079
3.160.328.599
8
Lampung
6.255.824.119
0
0
0
3.516.915.617
3.290.844.970
9
Kepulauan Bangka Belitung
396.494.161
479031725
1.201.349.257
4.443.631.944
7.122.340.260
10
Kepulauan Riau
0
681378236
2.977.635.181
5.735.203.171
10.845.055.977
11
DKI Jakarta
27.808.201.876
117.539.397.851
192.060.269.506
130.982.048.323
10.047.483.599
12
Jawa Barat
5.986.259.562
18613000264
45.208.416.664
65.812.484.551
68.689.861.205
13
Jawa Tengah
23.529.900
241835065
1.872.201.361
11.352.132.040
40.596.867.780
14
Yogyakarta
0
0
39.229.813
4.495.722.178
15
Jawa Timur
553.199.338
703.067.736.756.425
19.948.992.053
29.838.686.577
29.875.467.718
16
Banten
1.212.017.249
2200477198
13.615.613.203
19.017.700.663
16.273.475.140
17
Bali
8.340.000
13580000
172.300.200
1.359.329.105
2.538.620.948
18
Nusa Tenggara Barat
300.000
0
1.350.000
23.215.571.724
26.611.672.685
19
Nusa Tenggara Timur
54.236.000
0
24.406.300
1.753.938.138
1.459.790.944
20
Kalimantan Barat
0
168638800
2.787.285.356
3.324.289.704
1.827.959.225
21
Kalimantan Tengah
167.405.650
260840000
73.428.000
66.315.700
152.080.500
22
Kalimantan Selatan
1.517.202.617
2714900774
3.559.683.835
3.732.321.088
8.616.401.248
23
Kalimantan Timur
7.319.945.030
5855476651
13.801.761.177
18.616.717.364
17.412.445.685
24
Kalimantan Utara
25
Sulawesi Utara
26
Sulawesi Tengah
3.925.419.604
4.640.000
1897114913
6.345.654.569
6.524.625.846
9.133.420.907
358.544.089
359840344
317.438.666
2.318.309.950
10.259.321.841
0
66684147
16.308.000
4.302.430.254
805.046.223
halaman
27
Sulawesi Selatan
28
Sulawesi Tenggara
1.693.000
0
1.550.315.757
11.671.638.260
30.161.026.047
0
0
0
64.540.000
-
29
Gorontalo
52.670.838
342158095
3.346.787.342
8.745.951.173
30
Sulawesi Barat
0
0
0
101.784.353
140.660
31
Maluku
0
0
0
3.664.294.134
3.664.294.134
32
Maluku Utara
62.466.038
2175000
23.363.000
1.697.727.671
1.389.198.326
33
Papua
0
0
0
2.500.998.500
8.004.072.330
34
Papua Barat
0
0
0
860.000
209.044.600
Sumber: Data BAZNAS (2017)
halaman
57.296.177.315
*diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017
Selain dari penghimpunan ZIS tahun 2013 sampai 2017, proyeksi penghimpunan zakat 2018 juga dapat dilihat dari distribusi penghimpunan ZIS berdasarkan provinsi. Dari Tabel 5.12 dapat disimpulkan bahwa penghimpunan ZIS di berbagai provinsi masih sangat bervariasi. Penghimpunan ZIS terbesar juga masih di dominasi provinsi yang terletak di wilayah bagian Barat Indonesia. Secara nasional, provinsi Jawa Barat adalah penyumbang dana zakat terbesar se-Indonesia pada tahun 2017 yaitu mencapai Rp. 68.6 M, disusul oleh Gorontalo, Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Riau. Sedangkan untuk beberapa daerah seperti Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara masih menunjukkan jumlah penghimpunan ZIS yang belum maksimal (masih di bawah Rp. 1 juta). Kesenjangan jumlah penghimpunan ZIS di berbagai daerah ini menunjukkan adanya sistem penghimpunan zakat yang masih tersentralisasi sehingga masih terkumpul di kota-kota besar saja. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan seperti berikut ini. Pertama, belum optimalnya penggunaan SIMBA sehingga beberapa provinsi di Indonesia masih belum memasukkan seluruh data riil penghimpunan zakatnya. Kedua, terbatasnya sumber daya manusia untuk memaksimalkan penghimpunan zakat terutama di daerah daerah terpencil dan tertinggal. Ketiga, belum adanya standardisasi pengelolaan zakat nasional yang benar benar dapat diaplikasikan di BAZNAS daerah maupun lembaga zakat daerah. Keempat, masih adanya Pemerintah Daerah di kabupaten/kota yang belum membuat regulasi daerah dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) Zakat atau peraturan lainnya di daerahnya masing masing sehingga kesadaran masyarakat untuk membayar zakat di beberapa daerah belum merata.
halaman
Distribusi Penyaluran ZIS berdasarkan Provinsi 1 2
Nangroe Aceh Darusalam Sumatera Utara
3
Sumatera Barat
4
Riau
5
Jambi
0
0
0
2.031.200.000
16.134.993.887
20.000
500000
1.969.425.000
1.935.830.262
2.285.866.140
73.250.000
0
376.160.000
12.973.697.919
30.541.945.175
1.655.890.000
1915335000
6.544.690.000
19.915.709.614
25.041.581.051
0
0
0
2.821.863 .000
2.774.850.0 00
43.198.000
939537600
2.078.453.609
4.331.984.470
2.238.802.870 2.285.774.800
6
Sumatera Selatan
7
Bengkulu
0
0
0
623.700.001
8
Lampung
0
0
0
1.237.692.000
1.383.983.125
9
Kepulauan Bangka Belitung
22.170.000
64965000
583.009.000
2.105.964.640
2.909.674.770
10
Kepulauan Riau
0
418033000
2.925.649.000
3.192.857.905
6.487.570.972
11
DKI Jakarta
1.800.003
0
12.785.970.764
33.107.843.216
15.950.000
12
Jawa Barat
804.386.338
2016465964
4.276.855.576
22.553.443.437
51.391.192.869
13
Jawa Tengah
0
0
45.000.000
14
Yogyakarta
0
0
0
1.160.183.400
1.394.544.564
15
Jawa Timur
0
1.957.007.174
14.060.695.936
14.839.651.211
16.519.244.503
16
Banten
4.799.392.090
8003673640
8.643.194.031
9.432.337.704
9.271.949.146
5800000
70.600.000
716.792.655
1.044.378.863 16.338.814.299
1.283.934.700
8.423.251.057
17
Bali
500.000
18
Nusa Tenggara Barat
400.000
0
0
6.832.754.200
19
Nusa Tenggara Timur
0
0
0
929.493.970
42.136.500
Kalimantan Barat
0
600000
113.050. 000
867.000
28.500.000
20 21
Kalimantan Tengah
44.400.000
9470000
16.900.000
23.000.000
28.950.000
22
Kalimantan Selatan
48.200.000
1538798000
1.787.709.000
2.117.825.000
4.626.313.251
23
Kalimantan Timur
1.472.396.000
558206500
4.039.194.792
7.918.115.798
10.794.107.611
Kalimantan Utara
0
2500000
3.773.547.525
395.479.185
3.712.444.770
24
halaman
25
Sulawesi Utara
0
23900000
0
496.900.800
26
Sulawesi Tengah
0
35500000
0
477.671.50 0
5.080.178.6 57 645.204.502
0
283.700.000
938.956.090
16.272.413.692
Sulawesi Selatan
0
28
Sulawesi Tenggara
0
0
0
0
-
29
Gorontalo
0
0
0
6.456.001.590
1.260.097.600
30
Sulawesi Barat
0
0
0
0
-
31
Maluku
32
Maluku Utara
33
27
34
0
0
0
1.070.171.541
1.070.171.541
13.900.000
0
0
1.361.846.288
1.345.846.288
Papua
0
0
0
1.094.182.000
5.507.108.055
Papua Barat
0
0
0
0
127.049.5 00
Sumber: Data BAZNAS (2017)
*diambil dari data IT SIMBA BAZNAS sampai Agustus 2017
halaman
Selain data penyaluran ZIS di Indonesia untuk periode 2013- 2017, dapat dilihat juga distribusi penyaluran ZIS berdasarkan setiap provinsi di Indonesia. Dari data di Tabel 3.8, dapat disimpulkan bahwa penyaluran ZIS nasional tertinggi pada tahun 2017 yaitu diraih oleh provinsi Jawa Barat, dengan total penyaluran ZIS sebesar Rp. 51.3 miliar. Provinsi lain yang juga memiliki dana penyaluran ZIS yang cukup tinggi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jawa Timur, dan NTB. Sedangkan berdasarkan data input riil sistem SIMBA, untuk beberapa daerah di wilayah timur Indonesia seperti provinsi Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat menunjukkan jumlah penyaluran ZIS sebesar Rp 0 (berdasarkan data input riil SIMBA). Masih adanya kesenjangan jumlah penyaluran ZIS di berbagai daerah ini menunjukkan adanya sistem penghimpunan zakat yang masih tersentralisasi dan berkumpul di kota kota besar. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya hal ini. Pertama, belum optimalnya adopsi penggunaan sistem SIMBA di beberapa LAZ sehingga beberapa provinsi di Indonesia masih belum dimasukkan seluruh data riil penyaluran zakatnya. Kedua, terbatasnya sumber daya manusia untuk memaksimalkan penghimpunan zakat terutama di daerah daerah terpencil dan tertinggal sehingga hal ini juga berdampak dalam penyaluran zakat yang juga tentu akan terbatas. Ketiga, belum adanya standardisasi pengelolaan zakat nasional yang benar benar dapat diaplikasikan di BAZNAS daerah maupun lembaga zakat di daerah.
halaman
halaman
Dari penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa potensi zakat sangat besar hingga mencapai Rp 271 triliun pada tahun 2016, jika diekstrapolasikan dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi nasional tahun-tahun sesudahnya. Dimana secara realita, pertumbuhan penghimpunan zakat oleh lembaga-lembaga amil zakat resmi yang dimiliki pemerintah atau yang diakui oleh pemerintah untuk periode 2002-2016 adalah lebih dari 37.85 persen, jauh melampaui rerata pertumbuhan ekonomi nasional periode tersebut yang kurang dari 5.4 persen. Ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab tingginya pertumbuhan tersebut, yaitu: (1) meningkatnya kesadaran ummat Islam untuk membayar dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah melalui lembagalembaga amil zakat resmi yang dimiliki pemerintah atau yang diakui oleh pemerintah, (2) meningkatnya rasa solidaritas dan empati diantara sesama Muslim untuk membantu saudara-saudaranya yang sedang terkena musibah di dalam dan luar negeri seperti di Rakhine, Myanmar, (3) membaiknya kualitas pelaporan zakat oleh lembaga-lembaga amil zakat resmi yang dimiliki pemerintah atau yang diakui oleh pemerintah, (4) Membaiknya perekonomian masyarakat yang setidaknya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar dan juga naiknya angka simpanan masyarakat di bank umum, dan (5) meningkatnya pertumbuhan kelas menengah di Indonesia merupakan salah satu yang tercepat diantara negara-negara anggota ASEAN. Adanya peningkatan pertumbuhan zakat ini diprediksi akan terus berlanjut mengingat adanya kaitan erat antara zakat dengan masalah-masalah sosial dan kemiskinan di Indonesia.
Perkembangan ekonomi global berpengaruh cukup berarti terhadap perekonomian Indonesia. Pada tahun 2017 dan 2018, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan lebih tinggi dibanding tahun 2016 yang besarnya sekitar 2.3 persen. Perekonomian domestik Indonesia diperkirakan tumbuh sebesar 5,1 – 5,5 persen, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan membaiknya perekonomian global. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi nasional tidak sepenuhnya memberikan dampak yang positif dalam hal pemerataan kemakmuran. Indikasi ini tampak dalam Berita Resmi Statistik yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2017, bahwa Gini Ratio Indonesia mencapai angka 0,393. Artinya, saat ini, satu persen kelompok orang terkaya menguasai 39,3 persen aset nasional. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa distribusi
halaman
kekayaan dari pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak tersebar merata dan hanya dikuasai oleh sekelompok golongan tertentu. Hal yang juga memperihatinkan adalah angka kemiskinan versi BPS dalam Laporan Profil Kemiskinan di Indonesia pada Maret 2017 yang mencapai 10,64 persen dari total penduduk Indonesia. Walaupun angka ini turun 0,52 persen dari tahun lalu, namun setidaknya masih terdapat 27.77 juta jiwa penduduk Indonesia yang memiliki penghasilan dibawah garis kemiskinan versi BPS, yakni rata-rata sebesar Rp 374,478 per kapita per bulan. Angka kemiskinan dipastikan akan jauh membesar secara signifikan jika pengukuran dilakukan dengan standar batas kemiskinan global yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, yang setara dengan USD 0.92 per kapita per hari. Sementara itu, dalam laporan United Nation Development Programme (UNDP) (2016), nilai Indonesia untuk Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI) sebesar 0,689. Hal ini menandakan bahwa Indonesia termasuk dalam negara kategori menengah (middle class) dalam hal pembangunan sumber daya manusia nya. Secara umum, berdasarkan partisipasi pengukuran sejak tahun 1980, nilai Indonesia relatif mengalami kenaikan yang signifikan dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 44,3 persen per tahun. Namun, angka tersebut masih menempatkan Indonesia pada peringkat 113 dari 188 negara anggota PBB (Human Development Report 2016). Pada saat yang sama, Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap dampak bencana alam baik yang bersifat alamiah seperti gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami, maupun bencana alam yang bersifat kesalahan pembangunan seperti banjir, longsor, dan kebakaran hutan. Kondisi rawan bencana ini memberikan dampak yang signifikan dalam penciptaan kondisi kemiskinan baru sebagai dampak dari bencana yang terjadi, seperti kehilangan aset, sumber pekerjaan, maupun akses terhadap jaminan sosial yang disediakan oleh negara. Dalam upaya pengurangan kesenjangan social, pengurangan kemiskinan serta mencapai kesejahteraan rakyat, pemerintah melalui APBN menekankan program prioritas nasional (antara lain infrastruktur konektivitas, kedaulatan pangan dan energi, kemaritiman, pariwisata, pengurangan kesenjangan serta pertahanan) untuk memperbaiki kualitas pembangunan. Mulai APBN 2017 ini juga terdapat sembilan hal baru. Pertama, pemerintah mengalokasikan Rp 410.7 triliun untuk percepatan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan infrastruktur utamanya MRT, LRT dan Monorail. Kedua, percepatan pengurangan kesenjangan antara lain melalui
halaman
naiknya alokasi subsidi dan bantuan sosial dimana Rp.292 triliun dialokasikan untuk program penanggulangan kemiskinan, adanya perluasan jangkauan penerima Program Keluarga Harapan menjadi 10 juta keluarga dan bantuan tunai pendidikan untuk masyarakat miskin dalam program Indonesia Pintar. Ketiga, menjaga kesejahteraan aparatur negara dimana 369.2 triliun diperuntukkan untuk belanja kementrian atau lembaga (K/L). Keempat, alokasi anggaran transfer ke daerah dan Dana Desa dalam APBN 2017 mendekati anggaran kementerian/lembaga (Belanja K/L). Kelima, meningkatkan besaran dan memperbaiki formula alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) guna meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. Keenam, meningkatkan besaran serta memperbaiki dan memperkuat kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendukung implementasi Nawacita dan pencapaian prioritas nasional. Ketujuh, membenahi komposisi alokasi Dana Desa sesuai jumlah penduduk miskin di tiap daerah dan meningkatkan peran swakelola Dana Desa sesuai kemandirian tiap desa. Kedelapan, mempertajam alokasi penyertaan modal nasional (PMN) melalui peningkatan peran BUMN dan penyediaan dukungan untuk pembangunan infrastruktur (listrik, jalan, bandara dan pelabuhan). Secara spesifik, agenda pemerintah terkait penanggulangan kemiskinan diamanatkan kepada Kementerian Sosial dalam tugas penyelenggaraan urusan di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin. Sejak tahun 2014, Kementerian Sosial mencanangkan empat Strategi Penanggulangan Kemiskinan yang meliputi peningkatan akses kesempatan berusaha melalui pemberian modal usaha, pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan (makanan) dan papan (rumah), peningkatan kapasitas melalui pemberian pelatihan dan keterampilan, dan pendampingan sosial dalam rangka memberikan bimbingan kepada penerima manfaat (beneficiaries) serta mempercepat proses pemberdayaan pemberdayaan ekonominya. Pada tahun 2017 ini BAZNAS juga telah menandatangani MOU dengan Kementerian Sosial dalam hal penyelarasan data kemiskinan serta kesepakatan untuk mendayagunakan sumber daya dan meningkatkan koordinasi dalam peningkatan kesejahteraan sosial fakir miskin dan dan mustahik. Secara praktikal, strategi penanggulangan kemiskinan yang diusung oleh pemerintah tersebut diimplementasikan dalam sejumlah program, di antaranya: Jaminan Kesehatan Nasional, Kartu Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, Program Keluarga Harapan, Raskin, dan Kredit Usaha Rakyat.
halaman
Di dalam Roadmap Keuangan Syariah Indonesia 2015-2019 Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diungkapkan bahwa nilai ekonomi syariah memiliki kesamaan dengan nilai luhur dan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Nilai dasar ekonomi syariah terkait dengan akidah, syariah, akhlak yang melahirkan kesetiakawanan (ukhuwah), keadilan, keseimbangan dan kemaslahatan. Sedangkan nilai luhur bangsa Indonesia terdiri dari masyarakat berke-Tuhanan Yang Maha Esa, adab dan moral yang tinggi, persatuan dan gotong royong, musyawarah untuk mufakat dan kesejahteraan bersama. Dalam Masterplan Arsitektur Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia (MAKSI), yang dirilis oleh BAPPENAS, zakat merupakan salah satu pilar penting dalam Religious Financial Sector. Keberadaan zakat dalam kerangka ini menjadi komplemen penyempurna yang tidak dimiliki oleh model keuangan konvensional. konvensional. Penguatan ekonomi syariah tidak bisa terlepas dari pertumbuhan pengelolaan zakat di Indonesia. Hadirnya karakteristik aktivitas ekonomi syariah yang berkualitas diharapkan memberikan implikasi positif bagi perekonomian, perekonomian, antara lain: akses sumberdaya ekonomi yang merata, dorongan implementasi konsep bagi hasil, harmonisasi sektor keuangan dan sektor riil, investasi berkelanjutan dan bertanggung jawab, praktek ekonomi yang berhatihati, dan pemenuhan prinsip syariah. Praktik dari semua ini muaranya adalah bagaimana tujuan pembangunan pembangunan dan ekonomi syariah itu bisa terwujud yakni: mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera. Salah satu bentuk dukungan yang diperlukan dalam mewujudkan pembangunan ekonomi syariah adalah melalui keuangan inklusif (financial inclusion). Keuangan inklusif adalah seluruh upaya yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan yang bersifat harga maupun non harga, terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. Keuangan inklusif ini merupakan strategi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta stabilitas sistem keuangan. Di tahun 2017 ini BAZNAS telah melakukan penandatanganan kerjasama dengan OJK guna meningkatkan literasi dan inklusi keuangan , yakni dengan cara mendorong pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat secara non tunai, antara lain melalui Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam rangka Keuangan Inklusi (Laku Pandai). Survei Bank Dunia (2010) menunjukkan hanya 49 persen rumah tangga Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal. Hal serupa ditemukan Bank Indonesia dalam Survei Neraca Rumah Tangga (2011) yang
halaman
menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang menabung di lembaga keuangan formal dan non lembaga keuangan sebesar 48 persen. Rendahnya akses ini disebabkan karena tingkat pendapatan yang rendah, tata operasional bank rumit, kurangnya edukasi keuangan dan perbankan, biaya administrasi bank yang tinggi serta jauhnya lokasi bank dari tempat tinggal mereka. Untuk itu, muncul pemikiran untuk menerapkan strategi keuangan inklusif untuk mendorong kegiatan ekonomi kelompok masyarakat yang belum menikmati layanan keuangan, sehingga mendorong pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan. Keuangan inklusif telah menjadi agenda penting di tingkat internasional maupun nasional. Di tingkat internasional, keuangan inklusif telah dibahas dalam forum G20, OECD, AFI, APEC dan ASEAN, dimana Indonesia berpartisipasi aktif di dalamnya. Sedangkan di tingkat nasional, komitmen pemerintah telah disampaikan Presiden RI dalam Chairman Statement pada ASEAN Summit 2011 dan komitmen untuk memiliki Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Strategi ini berisi 6 pilar, yaitu edukasi keuangan, fasilitas keuangan publik, pemetaan informasi keuangan, kebijakan/peraturan kebijakan/peraturan pendukung, fasilitas intermediasi dan distribusi, serta perlindungan konsumen.
Geliat ekonomi syariah yang mulai menemukan momentumnya dan gaung inklusi dalam sektor keuangan menandakan bahwa zakat memiliki peranan yang penting. Setidaknya, ada empat peran yang dapat dilakukan oleh zakat dalam pembangunan ini, yaitu: (1) memoderasi kesenjangan sosial; (2) membangkitkan ekonomi kerakyatan; (3) mendorong munculnya model terobosan dalam pengentasan kemiskinan; dan (4) mengembangkan sumber pendanaan pembangunan kesejahteraan umat di luar APBN maupun APBD. Keempat peran tersebut akan dijabarkan secara terperinci sebagai berikut. Pertama, peran moderasi kesenjangan sosial yang dapat dilakukan oleh zakat tampak secara konkret dalam distribusi harta dari para wajib zakat (muzakki) kepada orang yang berhak menerima zakat (mustahik), dengan amil zakat sebagai perantara. Dengan redistribusi harta nontransaksional ini, zakat secara teoritik dapat mengurangi kesenjangan kemakmuran antara golongan kaya dan golongan miskin. Implementasi zakat secara benar diyakini dapat mengurangi ketimpangan ketimpangan ekonomi yang ada selama ini.
halaman
Kedua, peran kebangkitan ekonomi kerakyatan merupakan agenda zakat yang secara bahasan bermakna tumbuh dan berkembang. Penyaluran zakat kepada mustahik memiliki agenda untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mencukupi kebutuhan hidupnya, baik yang dalam bentuk pendistribusian zakat yang bersifat karitatif maupun pendayagunaan zakat yang bersifat produktif. Pemberdayaan mustahik merupakan agenda memberdayakan ekonomi masyarakat miskin dan membangkitkan ekonomi kerakyatan. Ketiga, zakat memiliki peran dalam mendorong munculnya model terobosan dalam pengentasan kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan yang ada selama ini merupakan program belas kasih dari pemerintah kepada orang-orang miskin. Program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah sangat bergantung pada keberpihakan pemerintah dalam upaya peningkatan keadilan dan kesejahteraan sosial. Berbeda dengan zakat yang merupakan syariat wajib yang harus ada dalam kehidupan umat Islam. Dengan demikian, zakat memiliki kerangka filosofi yang lebih jangka panjang dan dengannya diharapkan mampu mendorong munculnya model terobosan dalam pengentasan kemiskinan yang berkelanjutan. Keempat, zakat merupakan sumber pendanaan pembangunan kesejahteraan umat di luar APBN maupun APBD. Jika selama ini program penanggulangan kemiskinan sangat bergantung pada kucuran dana pemerintah, maka sejatinya, umat Islam di Indonesia memiliki potensi dana Rp 271 triliun setiap tahunnya yang dapat dipergunakan secara spesifik bagi kelompok orang yang tidak berdaya dalam delapan ashnaf (kategori) mustahik. Jika dapat dioptimalkan, maka potensi dana zakat ini dapat menjadi pelengkap agenda program penanggulangan kemiskinan dengan sinergi pada program pemerintah yang sedang dijalankan. Pada tahun 2017, BAZNAS, ICMI dan BAPPENAS juga telah mengadakan konferensi dan pertemuan untuk inisiasi pendirian Lembaga Wakaf Ventura (LWV) di tahun 2018. Kehadiran LWV diharapkan akan bisa mensinergikan instrumen zakat dengan wakaf untuk menguatkan peranannya dalam pembangunan nasional. Dalam hal ini instrumen wakaf bertanggung jawab untuk penyediaan fasilitas dan infrastruktur sementara tugas zakat adalah menyiapkan mustahik agar mereka bisa memiliki usaha produktif yang memiliki prospek yang baik. Sinergi zakat dan wakaf misalnya dapat diwujudkan dengan membangun sentra usaha UMKM yang menjual barang dan jasa hasil produksi para mustahik.
halaman
Dengan melihat prospek ke depan dan faktor-faktor pendukungnya, tahun 2017 dan 2018 bisa dikatakan sebagai momentum strategis dalam pembangunan zakat nasional. Paling tidak terdapat dua hal yang bisa dijabarkan. Pertama, tahun tersebut adalah tahun yang sangat penting dalam hal konsolidasi kelembagaan zakat dengan format baru, dimana BAZNAS memiliki kewenangan sebagai koordinator perzakatan nasional. Kedua, meningkatnya harapan publik terhadap BAZNAS, yang telah memiliki kepemimpinan baru yang sudah berjalan efektif sejak semester kedua tahun 2015. Publik memiliki ekspektasi yang besar terhadap BAZNAS agar lembaga tersebut memiliki kinerja yang optimal dalam memimpin dunia perzakatan nasional sehingga baik penghimpunan maupun penyaluran zakat dapat berjalan dengan baik. Secara internasional, tahun 2017 dan 2018 juga diperkirakan menjadi momentum penguatan kerja sama zakat dunia. Hal ini ditandai dengan semakin mengkristalnya hasil pembahasan dalam empat kali pertemuan IWG ZCP (International Working Group on Zakat Core Principles) sepanjang tahun 20142015 lalu. Dokumen Zakat Core Principle (ZCP) yang telah disahkan pada tanggal 23-24 Mei 2016 di Istanbul, Turki ini bahkan telah menghasilkan dua dokumen technical notes turunannya, yaitu Technical Notes on Risk Management for Zakat Institution dan Technical Notes on Good Amil Governance for Zakat Institution. Pada akhir tahun 2017, BAZNAS kembali menjadi tuan rumah pertemuan Forum Zakat Dunia (World Zakat Forum) yang agenda utamanya membahas dokumen teknis Good Amil Governance dan Risk Management for Zakat Institution sebagai langkah untuk merealisasikan ZCP. Pada tahun 2016 juga telah ditandatangani nota kesepahaman antara BAZNAS dengan UNDP terkait kerjasama membangun Laboratorium Finansial dan Pendanaan Inovatif Islam untuk pelaksanaan tujuan SDGs atau Islamic Innovative Funding and Financing Lab for SDGs. Adanya kerjasama yang strategis dengan lembaga atau institusi luar negeri serta keberadaan dokumendokumen tersebut diharapkan menjadi sumber referensi pengelolaan zakat dunia sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas tata kelola sistem perzakatan dunia. Sehingga dalam hal partisipasi ini peran Indonesia melalui BAZNAS, tidak diragukan lagi, sangat penting dan krusial. Dengan melihat kondisi di atas, terlihat bahwa tahun 2017 dan 2018 akan menjadi tahun yang akan lebih dinamis, progresif, dan menantang. Agar perjalanan pembangunan zakat nasional dan internasional berjalan selaras,
halaman
setidaknya terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh BAZNAS sebagai penanggung jawab pengelolaan zakat nasional. Pertama, konsolidasi kelembagaan yang tengah berjalan harus dapat dituntaskan dengan baik. Konsolidasi ini meliputi penyesuaian terhadap aturan perUndang-undangan yang baru, seperti penyesuaian persyaratan LAZ, pengisian pos-pos pimpinan BAZNAS di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, hingga penyamaan frekuensi visi misi perzakatan nasional agar terinternalisasikan dengan baik oleh seluruh pegiat zakat nasional. Ini sangat penting agar BAZNAS daerah dan LAZ memahami dengan baik seluruh agenda dan kebijakan zakat nasional. Kedua, perlunya penguatan strategi penghimpunan dan penyaluran zakat secara nasional agar kesenjangan antara potensi zakat dengan penghimpunan aktual zakat bisa direduksi. Dalam konteks ini, maka sosialisasi dan edukasi publik (zakah awareness) harus terus diperkuat dan dikembangkan secara masif, sistematis dan efektif. Termasuk memperkuat kerja sama dengan otoritas lain yang terkait, seperti OJK, Bank Indonesia, BAPPENAS dan Kementerian Sosial. Dengan OJK, perlu dikembangkan strategi penghimpunan zakat institusiinstitusi keuangan yang berada di bawah kendali OJK serta peningkatan inklusi keuangan atas produk dan layanan keuangan kepada pemangku kepentingan di bidang perzakatan nasional. Misalnya, bagaimana memunculkan kesadaran kolektif lembaga keuangan, baik perbankan, industri keuangan non-bank, dan pasar modal untuk menunaikan kewajiban zakat mereka melalui BAZNAS dan LAZ resmi. Contoh kongkretnya antara lain yaitu upaya untuk menetapkan syarat saham-saham yang masuk kategori saham syariah melalui penerapan kewajiban zakat yang harus mereka tunaikan. Jika hal ini diakomodasi dalam Peraturan OJK, maka dipastikan penghimpunan zakat akan meningkat. Pada sisi penyaluran, upaya adaptasi terhadap dokumen ZCP disarankan untuk mulai dilakukan. Sebagai contoh, ketentuan tentang perhitungan rasio ACR (Allocation to Collection Ratio), yaitu perbandingan antara jumlah zakat yang disalurkan dengan jumlah zakat yang dihimpun. Perhitungan ini penting sebagai indikator kinerja penyaluran zakat lembaga yang ada. Jika suatu lembaga nilai ACR-nya mencapai 90 persen, maka artinya 90 persen zakat yang dihimpun telah disalurkan. Amil hanya menggunakan dana sebanyak 10 persen untuk memenuhi seluruh kegiatan operasionalnya. Dengan demikian, semakin rendah persentase nilai ACR menunjukkan semakin lemahnya kemampuan
halaman
manajemen penyaluran lembaga zakat sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk memperbaikinya. Ketiga, rencana untuk mendirikan IIFSB (Islamic Inclusive Financial Services Board) pada tahun 2018 harus dikawal dengan baik. BAZNAS perlu berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan terkait dengan upaya pendirian tersebut sehingga IIFSB dapat diluncurkan sesuai rencana awal. IIFSB ini diharapkan menjadi lembaga internasional yang dapat mengeluarkan output berupa standarisasi sehingga nantinya akan menjadi media penguatan dan peningkatan kualitas pengelolaan ZISWAF secara global. Namun begitu, diprediksikan akan ada sejumlah tantangan yang akan dihadapi lembaga-lembaga zakat di tahun 2018. Pertama, kesadaran masyarakat untuk berzakat masih relatif rendah. Kondisi ini ditambah dengan kewajiban zakat masih bersifat sukarela dalam tata peraturan perUndangundangan di Indonesia. Kedua, ada fenomena umum bahwa masyarakat cenderung menunaikan zakat secara langsung kepada mustahik yang mereka kenal, tanpa melalui lembaga zakat resmi Ketiga, kepercayaan masyarakat kepada lembaga pengelola zakat masih rendah. Semua faktor tersebut memberikan pengaruh terhadap rendahnya angka pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota, maupun LAZ dari potensi zakat yang tersedia.
halaman
Badan Amil Zakat Nasional. (2016). Dokumen Sistem Informasi Manajemen BAZNAS (SIMBA). Jakarta: BAZNAS. Badan Amil Zakat Nasional. (2016). Dokumen Rencana Strategis BAZNAS 20162020. Jakarta: BAZNAS. Badan Amil Zakat Nasional. (2016). Dokumen Statistik BAZNAS 2016. Jakarta: BAZNAS. Badan Pusat Statistik (BPS). (2016). Gini Ratio Maret 2016, BPS Official News. Bank Dunia (2010) Survei Bank Dunia 2010 Bank Indonesia (2011) Survei Neraca Rumah Tangga Beik, I. S. (2015). Towards International Standardization of Zakat. Conference Paper, November 2015. Beik, I.S., Hanum, H., Muljawan, D., Yumanita, D., Fiona, A., Nazar, J. K. (2015). Core Principles for Effective Zakat Supervision: Consultative Document. Jakarta: International Working Group on Zakat Core Principles. Citibank (2010) Citibank Annual Report 2010 Daarut Tauhiid Jakarta. (n.d.) Misykat Fasilitas Penerima Manfaat Belajar Mengaji. Diambil dari http://dtjakarta.or.id/misykat-fasilitas-penerimamanfaat-belajar-mengaji/ Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhiid. (n.d.). Misykat. Diambil dari https://dpudtjakarta.wordpress.com/program/pusat-kemandirianummat/misykat/ Firdaus, M., Beik, I. S., Irawan, T., Juanda, B. (2012). Economic Estimation and Determinations of Zakat Potential in Indonesia (Working Paper Series WP#1433-07). Jeddah: Islamic Research and Training Institute. Hartono. 2016. Mengungkap Tabir Zakat di Indonesia. Diambil dari http://www.pajak.go.id/content/article/mengungkap-tabir-zakat-diindonesia pada 17 November 2016 Human Development Index (2016). Human Development Index (HDI). Huma n Development Report. Diambil dari: http://hdr.undp.org/en/2016-report
halaman
Indonesia Magnificence of Zakat. (2012). Indonesia Zakat Development Report 2012. Jakarta: IMZ. Islamic Research and Training Institute. (2014). Islamic Social Finance Report 2014. Jeddah: IRTI-IDB. Kahf, M. (2000). Zakat Management in Some Muslim Societies. Jeddah: IRTI ‐ IDB. Kahf, M. (2002). Economics of Zakat. Jeddah: IRTI-IDB. Kemenkeu (2014) Road Map Dana Desa 2015-2019 Kinsey (2012) 2012 Kinsey Annual Report LAZIS Dewan Da’wah. (2009). Masjid Kota Peduli Da’i Pedalaman. Diambil dari https://lazisddii.wordpress.com/2009/04/23/satu-masjid-kotapeduli-da%E2%80%99i-pedalaman/ LPEM Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (2010). Indonesia Economic Outlook 2010. Jakarta : Grasindo. McKinsey Global Institute. (2012). Urban world: Cities and the rise of the consuming class. Murdaningsih, D. (2015). Mengenal Trensains, Pondok Pesantren berbasis Sains. Diambil dari www.khazanah.republika.co.id NU Care-LAZISNU Care-LAZISNU Jawa Tengah. (n.d.). #Jum’atberbagi. Diambil dari https://nucarelazisnu.org/jumatberbagi/ NU Care-LAZISNU Jawa Tengah. (2017). Tidak Semua Orang Bisa B isa Makan Enak. Diambil dari https://nucarelazisnu.org/2017/04/26/tidak-semua-orangbisa-makan-enak/ Persis Al Amin. (2016). PZU Luncurkan Program Masjid Bangkit . Diambil dari http://persisalamin.com/info-jamiyyah/pzu-luncurkan-program-masjidbangkit/ Pondok Pesantren Daarut Tauhiid. (2016). Microfinance Syariah berbasis Masyarakat (Misykat) mengikuti program PUSPA. Diambil dari http://www.daaruttauhiid.org/berita/read/1827/microfinance-syariahberbasis-masyarakat-misykat-mengikuti-program-puspa.html Pricewaterhouse Coopers. (2005). PWC Annual Report 2005. Diambil dari http://www.pwc.co.uk/assets/pdf/pwc-annualreport2005-full.pdf.
halaman
Pusat Zakat Umat. (2016). Soft Launching Program Masjid Bangkit . Diambil dari http://pzu.or.id/index.php?mod=content&cmd=news_detail&category _id=54&berita_id=2088 Pusat Zakat Umat. (2016). Pelatihan Kewirausahaan Masjid Bangkit PZU. Diambil dari http://pzu.or.id/index.php?mod=content&cmd=news_detail&berita_id =2124&category_id=52 United Nation Development Programme (UNDP). (2015). Rumah Yatim. (n.d.). Profil Sekolah SD El Fitra . Diambil dari http://rumahyatim.org/web/download/wakaf.pdf Rumah Yatim. (2016). Membuka Jendela Prestasi dan Masa Depan Gemilang di Diambil dari ElFitra. http://rumahyatimind.blogspot.co.id/2016/11/membuka-jendelaprestasi-dan-masa-depan.html Suceno, J. (2015). Awalnya SMPIT Bina Insan Unggul Bidik Kalangan Yatim dan Dhuafa. Diambil dari http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/15/02/08/njg 9ua-awalnya-smpit-bina-insan-unggul-bidik-kalangan-yatim-dan-dhuafa Wahyusuryana. (2016). Lazismu Gandeng TNP2K Gelorakan Indonesia Terang . Diambil dari http://khazanah.republika.co.id/berita/duniaislam/wakaf/16/10/06/oemdtb301-lazismu-gandeng-tnp2k-gelorakanindonesia-terang Yulianto, A. (2016). Lazismu-TNP2K Sepakati Program ‘Indonesia Terang’ . Diambil dari http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/wakaf/16/10/14/of1h94396-lazismutnp2k-sepakati-programindonesia-terang
halaman
BAZNAS BAZNAS Provinsi BAZNAS Kab/Kota LAZ Rumah Zakat Indonesia
97,426,463,462
13,646,535,969
376,400,000
241,514,997
111,690,914,428
164,760,157,808
26,640,450,786
1,208,391,900
0
192,609,000,494
2,877,667,830,161
430,506,821,830
3,570,390,032
0
3,311,745,042,023
109,189,570,539
72,756,519,550
43,061,515,208
0
225,007,605,297
LAZ Daarut Tauhid LAZ Baitul Maal Hidayatullah
18,702,004,053 40,211,978,000
38,748,544,004
25,200,383,265
0
82,650,931,322
78,815,137,000 78,815,137,000
11,100,069,000
0
130,127,184,000
LAZ Dompet Dhuafa Republika LAZ Nurul Hayat
139,848,950,846
27,152,321,608
46,134,562,135
0
213,135,834,589
53,341,674,028
6,015,094,995
0
68,080,887,043
8,724,118,020
LAZ Inisiatif Zakat Indonesia LAZ Yatim Mandiri Surabaya
36,922,170,276
4,066,922,339
18,013,292,541
0
59,002,385,156
10,073,724,104
65,023,959,252
9,665,844,723
0
84,763,528,079
LAZ Lembaga Manajemen Infak Ukhuwah Islamiyah
0
40,487,346,992
0
51,131,159,570 36,793,265,432
10,948,749,742
14,578,062,920
14,960,534,330
LAZ Dana Sosial Al Falah Surabaya
7,800,040,673
42,662,498,474
668,620,423
LAZ Pesantren Islam Al Azhar LAZ Baitulmaal Muamalat
14,665,318,380
7,253,057,712
14,874,889,340
0
20,120,716,140
8,587,995,094
3,813,173,794
0
32,521,885,028
56,842,207,442
1,524,144,342
1,540,159,094
0
59,906,510,878
0
0
0
0
0
LAZ Muhammadiyah LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
41,615,679,645
14,347,790,868
8,694,609,461
0
64,658,079,974
8,115,135,166
11,658,553,222
4,501,551,127
0
24,275,239,515
LAZ Perkumpulan Persatuan Islam LAZ Rumah Yatim Arrohman Indonesia
5,593,060,574
1,715,191,463
25,451,237,019
0
32,759,489,056
19,794,426,549
52,768,516,280
1,899,316,657
0
74,462,259,486
3,689,022,301,580
965,794,696,741
240,750,035,044
241,514,997
4,895,808,548,362
LAZIS-NU LAZ Global Zakat
halaman
BAZNAS
44,739,483, 698
168,224,100
83,576,850
474,366,967
16,955,331,071
44,121,448
80,252,586, 454
BAZNAS Provinsi
93,416,735,56 8
840,179,200
167,131,600
317,151,600
10,997,083,37 8
922,326,270
108,379,364,6 72
1,209,612,8 46,457
13,341,736,4 57
4,015,452,612
11,933,549,613
298,483,646, 714
14,891,584,78 0
1,578,717,135 ,970
104,944,533,008
85,434,049
0
40,159,076,374
289,354,822
223,708,161,100
BAZNAS Kab/Kota LAZ Rumah Zakat Indonesia
343,009,165
LAZ Daarut Tauhid
41,444,075,548
6,460,000
0
6,100,000
13,200,676,125
22,859,800
65,490,032,853
LAZ Baitul Maal Hidayatullah
90,826,852,000
1,913,151,000
0
286,902,000
11,254,734,000
162,072,000
119,206,205,000
LAZ Dompet Dhuafa Republika
62,367,671,874
17,470,000
0
511,314,000
44,958,543,388
55,070,200
164,841,923,676
LAZ Nurul Hayat
42,663,521,0 03
143,682,510
0
0
18,226,322,97 2
0
67,355,622, 798
LAZ Inisiatif Zakat Indonesia
17,685,255,742
6,239,700
0
9,615,000
7,063,731,544
21,851,000
41,804,086,859
LAZ Yatim Mandiri Surabaya
45,191,062,497
0
0
0
265,518,230
0
71,806,593,628
LAZ Lembaga Manajemen Infak Ukhuwah Islamiyah
14,369,643,883
97,941,300
0
124,180,000
4,832,906,556
10,580,000
35,330,664,273
LAZ Dana Sosial Al Falah Surabaya
33,588,542,989
28,000,000
0
68,230,000
3,892,077,000
6,598,000
39,909,968,686
LAZ Pesantren Islam Al Azhar
10,425,505, 148
135,806,749
0
950,647,244
4,074,202,47 4
271,613,499
31,896,787,9 46
LAZ Baitulmaal Muamalat LAZIS-NU LAZ Global Zakat LAZ Muhammadiya h
20,240,852,395
0
0
0
1,831,034,746
0
25,282,357,663
51,707,122, 283
0
0
0
5,745,235,8 09
0
58,992,517,1 86
0
0
0
0
0
0
0
18,908,348,0 30
228,696,890
10,000,000
77,393,780
7,905,596, 666
111,246,890
31,947,081, 964
LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
7,847,442,908
LAZ Perkumpulan Persatuan Islam
5,270,040,25 0
LAZ Rumah Yatim Arrohman Indonesia
3,980,000 147,865,925
0
150,000
9,443,175,200
0
147,865,925
1,478,659, 250
21,902,600
21,395,812,200
147,865,925
30,015,268,6 77
18,488,184,568
2,362,000
0
0
23,876,831,753
5,445,000
42,372,823,321
1,933,737,719,849
17,167,229,880
4,276,161,062
15,250,475,294
524,644,383,250
16,984,492,234
2,838,704,994,926
halaman
BAZNAS BAZNAS Provinsi BAZNAS Kab/Kota LAZ Rumah Zakat Indonesia LAZ Daarut Tauhid LAZ Baitul Maal Hidayatu llah LAZ Dompet Dhuafa Republika LAZ Nurul Hayat LAZ Inisiatif Zakat Indonesia LAZ Yatim Mandiri Surabaya LAZ Lembaga Manajemen Infak Ukhuwah Islamiyah LAZ Dana Sosial Al Falah Surabaya
15,521,186,587
8,070,388,7 36
3,421,034,9 21
14,352,705,57 5
21,046,487, 110
62,411,802, 929
22,847,922,868
13,909,870,112
6,660,449,888
4,055,337,886
29,335,333,582
76,808,914,336
356,770,467,275
305,040,704,046
167,953,272,043
63,936,597,441
470,999,556,175
1,364,700,596,980
20,958,516,665
94,598,284,106
10,386,867,381
37,707,128,084
22,905,102,704
186,555,898,940
5,661,175,9 16
11,924,019,645
23,138,742,9 64
2,448,372,3 15
11,892,903, 896
55,065,214, 737
1,342,620,000
20,938,617, 000
31,566,796,0 00
15,978,411,0 00
27,791,082,0 00
97,617,526,000
42,219,095,371
35,562,877,192
27,611,380,525
39,149,355,598
3,982,410,826
148,525,119,512
1,653,215,19 0
28,758,317,5 54
21,295,081, 565
2,089,739,8 31
7,207,172,345
61,003,526,4 85
991,440,397
2,017,869,374
2,109,808,088
4,956,814,737
24,352,856,119
34,428,788,715
289,961,391
29,768,040,531
13,361,372,690
6,432,886,233
208,361,646
50,060,622,491
3,211,611,900
6,314,505,351
8,329,431,935
744,215,271
16,730,899,816
35,330,664,273 38,742,000,238
789,175,000
10,596,741,845
13,594,359,539
856,288,506
12,905,435,348
LAZ Pesantren Islam Al Azhar
1,711,400,26 1
3,257,298,050
16,401,154,069
1,687,188,982
4,855,544,55 2
27,912,585,9 14
LAZ Baitulmaal Muamalat
649,470,072
18,760,109,917
938,405,964
10,491,500
2,377,654,600
22,736,132,053
5,745,235,809
22,980,943, 237
2,872,617,9 05
14,363,089,52 3
13,030,630,7 12
58,992,517,18 6
0
0
0
0
0
0
2,386,454,2 44
173,138,500, 000
5,676,757,2 90
81,930,000
530,723,15 1
181,814,364,6 85
0
240,135,000
9,459,935,200
526,835,600
5,406,060,400
15,632,966,200
1,732,354,88 5
1,869,491,964
23,689,604, 398
1,164,833,3 55
819,653,30 0
29,275,937,9 02
1,113,757,800
40,719,306,827
9,544,474,085
5,815,717,063
19,476,583,388
76,669,839,163
485,595,061, 631
828,466,020,4 87
398,011,546,45 0
216,357,938, 500
695,854,451, 670
2,624,285,018 ,739
LAZIS-NU LAZ Global Zakat LAZ Muhammadiyah LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia LAZ Perkumpulan Persatuan Islam LAZ Rumah Yatim Arrohman Indonesia
halaman
Zakat Community Development oleh Badan Amil Zakat Nasional Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) mengembangkan program pengembangan komunitas yang mengintegrasikan aspek sosial (pendidikan, kesehatan, agama, lingkungan, dan aspek sosial lainnya) dan aspek ekonomi secara komprehensif yang pendanaan utamanya bersumber dari zakat, infak, dan sedekah sehingga terwujud masyarakat sejahtera dan mandiri.Program ZCD meliputi kegiatan pembangunan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga terwujud masyarakat yang memiliki keberdayaan dalam pendidikan, kesehatan, ekonomi dan kehidupan beragama yang disebut dengan “Caturdaya Masyarakat”. Caturdaya Masyarakat dalam Program ZCD merupakan unsur utama dan saling terkait satu dengan yang lain. Dengan demikian masyarakat dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang sejahtera dan mandiri apabila telah memenuhi empat daya tersebut. Program ZCD memiliki enam prinsip yang harus ada dalam konsep dan tahapan pelaksanaan program serta tertanam dalam diri pengelola dan peserta program. Enam prinsip ZCD meliputi Berbasis Komunitas, Syari’ah Islam, Partisipasi, Kemanfaatan, Kesinambungan, dan Sinergi. Tujuan utama Program ZCD adalah “Terwujudnya Masyarakat Sejahtera dan Mandiri“ meliputi : 1. 2. 3. 4.
Menumbuhkan kesadaran dan kepedulian mustahik/penerima manfaat tentang kehidupan yang berkualitas. Menumbuhkan partisipasi menuju kemandirian masyarakat. Menumbuhkan jaringan sosial ekonomi kemasyarakatan. Menciptakan program pemberdayaan yang berkelanjutan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat.
halaman | 101
Mandiri Enterpreneur Center oleh Yatim Mandiri “Bisa saja dapat kerja, tapi susah. Apalagi, harus bersaing sama lulusan diploma atau sarjana” , begitulah awal mula Mandiri Enterpreneur Center (MEC) didirikan agar anak-anak yatim yang lulus SMA/SMK Sederajat mampu bersaing. MEC didirikan oleh LAZNAS Yatim Mandiri pada tahun 1 Juni 2007. Program ini bertujuan untuk memberikan keterampilan khusus bagi adik-adik Yatim Purna Asuh guna mencetak tenaga ahli dibidangnya, berjiwa entrepreneurship yang memiliki karakter pribadi muslim yang jujur, amanah, dan profesional. Pembinaan pribadi anak yatim menjadi pribadi yang bertakwa, mandiri dan kreatif menjadikan mereka menjadi pribadi yang disiplin, berani, profesional, dan memiliki keberanian. Profil para lulusan tertib menjalankan shalat lima waktu, mampu membaca AlQuran dan mengajarkannya, hafal Al-Quran minimal juz 30, profesional dalam bidangnya masing-masing, mandiri secara ekonomi, belajar dan ibadah, memiliki jiwa enterpreneur dan memiliki keberanian membuka rintisan usaha. Kegiatan utama Yatim Mandiri adalah untuk memberikan keterampilan dan mental yatim piatu untuk menjadi penguasa yang mandiri dan kompeten. Di pusat pelatihan ini, sekitar 80 anak yatim dari berbagai daerah di Indonesia diberi persediaan dan keterampilan ilmiah. Dalam periode pelatihan satu tahun, mereka dicetak menjadi pengusaha dan penghasilan. Bahkan mayoritas dari mereka sudah memiliki bisnis sebelum kelulusan berlangsung. Kegiatan siswa yang dapat memupuk semangat belajar, kerja keras, kerja cerdas, belajar tuntas dan belajar ikhlas diantara praktik mengolah lahan sawah yang akan di tanami padi. Selain itu kegiatan yang memupuk jiwa enterpreneur ada menjual hasil produk sendiri yang dapat memupuk tekad dan keberanian kuat, tanpa modal sepeserpun hanya bekal komunikasi, rasa percaya diri dan kepercayaan.
halaman | 102
Pemberdayaan Muallaf Klepu oleh Lembaga Manajemen Infaq Zakat dan Muallaf memiliki korelasi yang sudah termaktub di dalam Al-Quran bahwa Muallaf merupakan golongan yang berhak menerima zakat. Seperti yang terjadi di kampung Klepu. Klepu merupakan sebuah desa di ujung timur, sekitar 25 Km dari Ponorogo. Demografi penduduk kampung Klepu selama 40 tahun didominasi oleh masyarakat Katolik, kini banyak penduduk yang kembali pada Islam (mualaf) namun mereka hidup pada kategori fakir miskin. Mata pencaharian masyarakatnya melalui berladang. Hasil ladang seperti jagung, ketelam beras dan lainnya. Keseharian hidup masyarakat tidak tertutupi dari hasil ladang tersebut. Meninjau kondisi kampong tersebut, Lembaga Manajemen Infaq melakukan program terhadap masyarakat yang meliputi peternakan ayam petelur, produksi roti jahe khas Klepu, produksi keset, dan produksi kripik tempe. Upaya yang sama-sama penting disamping pengembangan ekonomi masyarakat adalah peningkatan spiritualitas melalui pengajian rutin. Pemberdayaan yang berkembang secara signifikan adalah peternakan ayam petelur. Program yang diterapkan ini dimulai sejak Januari 2016 dengan omset awal 250 ribu rupaih, kini sudah mencapai 35 jutaan rupiah (Maret 2017). Dengan adanya perbaikan ekonomi tersebut, masyarakat di Kp. Klepu bahkan bisa Gua Maria di Kampung Klepu, peninggalan membantu korban bencana longsor di masyarakat setempat dalam kurun waktu 40 Banaran. tahun
halaman | 103
Pemberdayaan Komunitas Ibu dan Yatim Piatu oleh Yayasan Dompet Sosial Al-Falah
Sejumlah ibu-ibu dan beberapa anak berkumpul di Balai RW 13 Keputran Panjunan, Kelurahan Embong Kaliasin Surabaya untuk menerima beasiswa bagi anak-anaknya. Program binaan yatim telah berjalan selama 6 bulan mulai Mei 2017. Selain memberikan beasiswa YDSF, menanamkan akhlak dan penguatan aqidah kepada anak-anak. Disamping itu juga ibu-ibu mereka secara rutin juga mengadakan pengajian disini. Tak hanya anak SD, tingkat SMP dan SMA juga ikut dalam pembinaan. Di komunitas Yatim Keputran Panjunan ini kegiatannya antara lain hafalan Quran, pembelajaran tajwid Quran, kajian pengetahuan menstruasi, kajian puasa, dan banyak yang lainnya. Dengan kegiatan ini selain mendapatkan ilmu, anak-anak yatim mendapatkan beasiswa. Setiap hari Ahad, Komunitas Yatim dengan 40 anak yatim mulai dari SD sampai SMA mengaji dan melakukan pembinaan rutin. Tenaga pembina 4 orang ustadzah dan 1 orang ustadz. Sebagai bentuk apresiasi kepada anak-anak yang hadir di pembinaan, selain beasiswa, juga diberikan uang saku pembinaan. Program tersebut merupakan satu dari program lain yang diusung oleh LAZNAS YDSF. Program garapan YDSF bertujuan untuk : a. Meningkatkan Kualitas Pendidikan b. Merealisasaikan Dakwah Islamiyah c. Memakmurkan Masjid d. Memberikan Santunan Yatim Piatu e. Peduli Kemanusiaan
halaman | 104
Rumah Singgah Pasien oleh Inisiatif Zakat Indonesia Rumah sakit pusat yang jaraknya jauh dari tempat tinggal, membuat keluarga pasien mencari-cari tempat tinggal selama sang pasien menjalani proses pengobatan. Proses pengobatan yang tidak sekedar menghabiskan waktu sehari dua hari saja bahkan hingga berbulan-bulan menambah beban berat keluarga pasien untuk mendapatkan tempat tinggal sementara di Jakarta dengan harga yang terjangkau. Inisiatif Zakat Indonesia hadir menyediakan layanan khusus bagi pasien sakit dan keluarga pasien dari luar Jabodetabek untuk tinggal sementara selama dalam berobat jalan ke rumah sakit yang menjadi rujukan nasional di Jakarta; RSCM, RS Dharmais/RS Harapan Kita. Layanan yang diberikan kepada pasien dan keluarga fakir miskin yang tidak mampu dalam pembiayaan hidup tinggal karena mahalnya biaya sewa tempat tinggal (kontrakan) di Jakarta untuk menunggu selama waktu pengobatan ini diberikan secara cuma- cuma. IZI juga menyediakan layanan ambulace antar pasien ke RS rujukan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berjalan. Selain itu konsultasi perawatan selama di rumah singgah juga disediakan, tidak hanya konsultasi kesehatan, melainkan ada kajian rutin bagi pasien dan keluarga pasien untuk tetap meningkatkan kekuatan spiritualitas mereka. Pasien dan keluarga pasien merasa terbantu dengan dekatnya lokasi rumah singgah pada rumah sakit tersebut dan pelayanan yang diberikan.
halaman | 105
Anak Indonesia Sehat oleh Dompet Dhuafa
Tak bisa dipungkiri kesehatan menjadi sebuah prioritas utama dalam hidup manusia. Mendukung visi Indonesia Sehat, Dompet Dhuafa meluncurkan program Anak Indonesia Sehat (AIS). Program ini memiliki tujuan utama mengarahkan masyarakat dhuafa agar selalu menerapkan paradigma hidup sehat dalam kehidupannya sehari-hari, guna mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Program AIS merupakan program unggulan LKC Dompet Dhuafa yang memberikan pendampingan unit kesehatan sekolah (UKS) yang dilaksanakan di beberapa sekolah dengan sasaran program pembinaan pada seluruh komunitas sekolah. AIS berupaya memastikan anak-anak usia sekolah mendapat asupan gizi yang baik dan meningkatkan status tumbuh kembang anak sekolah dasar melalui penguatan kontrol sekolah, masyarakat dan pemerintah. AIS dilaksanakan dengan mengedepankan Trias UKS, yaitu pendidikan, kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sekolah sehat. Berdiri sejak tahun 2015 hingga sekarang, AIS tersebar di 4 wilayah, yaitu Kupang (NTT), Palembang (Sumatera Selatan), Jakarta Utara (Jakarta) dan Jayapura (Papua). Hingga saat ini, sebanyak 14.687 anak usia sekolah telah menerima manfaat dari program ini.
halaman | 106
Rumah Bersalin Gratis oleh Rumah Zakat Salah satu program penyaluran yang dilakukan oleh Rumah Zakat dalam bidang kesehatan adalah Rumah Bersalin Gratis (RBG). Pada awalnya, klinik ini khusus untuk persalinan ibu dan anak, namun saat ini RBG juga melayani pengobatan umum dan gigi. Sampai saat ini, terdapat 7 cabang RBG di seluruh Indonesia, yaitu di Bandung, Medan, Pekanbaru, Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Meskipun pemerintah sudah memiliki program jaminan kesehatan bagi masyarakat, klinik pratama RBG RZ merupakan mitra pemerintah dalam memberikan fasilitas kesehatan gratis pada masyarakat yang membutuhkan. Oleh karena itu, selain melayani membernya yang merupakan mustahik, RBG RZ juga melayani pasien BPJS. Para member RBG tidak hanya mendapatkan pelayanan kesehatan jasmani, tetapi juga mendapatkan program pembinaan yang dilakukan setiap 2 pekan dalam kelompok-kelompok kecil. Terkadang juga dilakukan penyuluhan untuk gabungan dari kelompok- kelompok member tersebut.
Selama tahun 2016, Klinik Pratama Rawat Inap RBG RZ telah melayani sebanyak 23.210 penerima manfaat. Berdasarkan survei kepuasan yang dilakukan oleh Integra Sistem Optima (ISO), tingkat kepuasan pasien terhadap klinik rata-rata 89.09 dengan kepuasan paling tinggi di aspek keterampilan dan kemampuan SDM klinik ini.
halaman | 107
Sekolah El FITRA oleh Rumah Yatim Sekolah El FITRA merupakan salah satu program penyaluran Rumah Yatim dalam bidang pendidikan. Sekolah EL FITRA dibangun atas dasar kepedulian besar Rumah Yatim terhadap pendidikan anak bangsa yang memiliki keterbatasan finansial. Kekurangsejahteraan keluarga seringkali menjadi hambatan anak- anak di negeri ini untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang memadai sehingga mereka ketinggalan bersaing dengan anak-anak yang dilahirkan dari keluarga yang penuh dengan kesejahteraan. Bahkan tidak cukup sampai disitu, degradasi mental dan aqidah yang seringkali menjadi persoalan moral serius di negeri ini pun merupakan hal yang mendasari Rumah Yatim mendirikan sekolah ini. Sekolah El FITRA bukan hanya mendidik anak-anak nya untuk cerdas secara inteligensi, melainkan juga untuk memiliki kecerdasan emosional, kecerdasan iman, serta kecerdasan sosial. Nama El FITRA (Islamic Scientific School ) adalah sebuah simbol cita-cita dan harapan akan datangnya sosok-sosok generasi penerus bangsa dan negeri ini yang memerintah dengan hati, mengarahkan masyarakat dengan kebenaran dan memutuskan perkara dengan keadilan hingga terciptalah sebuah negeri yang makmur dan berkesejahteraan fisik dan mental. Sekolah ini memiliki konsep pendidikan yang memadukan Alquran sebagai sumber pedoman hidup dan ilmu pengetahuan serta perkembangan sains sebagai indikasi perkembangan teknologi dan peradaban. Konsep pendidikan itu tidak lain ditujukan untuk mencetak generasi yang professional, mandiri dan berkarakter. Bangunan sekolah yang terkesan megah dan luas menunjukkan besarnya kepedulian Rumah Yatim akan masa depan generasi penerus bangsa tersebut. Pendidikan yang diselenggarakan oleh Yayasan Rumah Yatim ini awalnya memang membidik kalangan anak yatim dan kaum dhuafa. Namun dalam perkembangannya, pihak yayasan menetapkan pendidikan yang diselenggarakan harus bisa dinikmati oleh semua kalangan, mulai dari kalangan tak mampu sampai masyarakat yang berada. Sekolah ini pun terbukti banyak diminati o leh orang tua dari kalangan kelas menengah ke atas. Oleh karena itu, konsep subsidi silang pun akhirnya diterapkan oleh sekolah ini.
halaman | 108
Indonesia Terang oleh Lazismu Masalah kemiskinan di Indonesia umumnya berkisar pada tiga aspek yakni pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar. Dari infrastruktur dasar, listrik merupakan salah satu permasalahan yang belum terselesaikan mengingat banyaknya warga yang belum menikmati listrik. Dari 25,7 juta rumah tangga dengan kondisi miskin dan rentan miskin, ada 1,6 juta yang belum mendapat listrik. Padahal, listrik dapat memicu produktivitas warga dan memberi kesempatan belajar lebih besar untuk anak-anak usia sekolah. Selain itu, listrik memiliki benang merah dengan pemberdayaan yaitu meningkatkan produktivitas ekonomi suatu kawasan. Lembaga Zakat, Infaq dan Sedekah Muhammadiyah (Lazismu) menjalin kerjasama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Sekretariat Wapres RI dalam program Indonesia Terang. Kerja sama dua pihak itu merupakan bentuk penerapan program Lazismu di daerah 3T sekaligus mendorong program SDGs yang terkait dengan Sustainable Villages Cities and Communities. Indonesia Terang merupakan program perwujudan akses listrik berupa pemberian bantuan solar panel berkapasitas 100 Kwh bagi warga miskin di Indonesia secara gratis. Karena TNP2K memiliki data-data warga miskin di Indonesia, diharapkan akses listrik kepada warga miskin di seluruh Indonesia dapat segera terlaksana, tepat guna dan sasaran, serta berlangsung lebih masif dengan adanya sinergi ini.
halaman | 109
#Jum’atberbagi oleh LazisNU Salah satu program inovatif yang menarik dari NUCARE-LAZISNU Jawa Tengah adalah #Jum’atberbagi. Program ini merupakan kegiatan memberikan nasi kotak yang berisi makanan bergizi dan berdaging pada para fakir miskin yang dilaksanakan setiap seminggu sekali, yakni pada hari Jumat. Nasi kotak, bukan nasi bungkus, yang diberikan berisi makanan bergizi dengan lauk daging sapi atau kerbau maupun kambing. Selain itu juga dilengkapi buah-buahan sebagai penunjang vitamin. Tujuan dari #Jum’atberbagi adalah untuk meringankan masyarakat miskin dalam mendapatkan makanan bergizi, enak dan berdaging, serta mendorong rasa syukur meskipun dalam keterbatasan. Selain itu, #Jum’atberbagi juga dijadikan sebagai kejutan dan kegembiraan pada fakir dan miskin di hari mulia, yaitu hari Jumat. Hal ini dilakukan agar hari Jumat benar-benar menjadi hari yang membahagiakan bagi setiap orang dan menyemangati mereka untuk menjalankan sholat jumat. Tidak hanya bermanfaat dalam bentuk makanan, #Jum’atberbagi juga menciptakan calon pengusaha baru dari kalangan fakir miskin. Caranya adalah dengan memberikan order nasi kotak pada calon pengusaha yang dibina oleh NUCARE-LAZISNU Jawa Tengah. Uang pemesanannya diberikan tunai did epan, bukan setelah order selesai, Dengan langkah ini, calon pengusaha tidak kesulitan modal. Omset calon pengusaha akan terus membesar seiring besarnya program #Jum’atberbagi, apalagi kalau diberi dan dicarikan order lain selain nasi kotak #Jum’atberbagi, disertai pula pembinaan dalam berwirausaha. Sesudah mandiri, order #Jum’atberbagi diberikan pada calon pengusaha dari kalangan fakir/miskin lainnya. Terus-menerus berkesinambungan akan menciptakan efek bola salju mengurangi kemiskinan, menciptakan kebahagiaan orang banyak.
halaman | 110
Program Dai Tangguh oleh Baitulmaal Hidayatullah Menghantar Hidayah Sempurnakan Akhlak. Mereka berdakwah tanpa pamrih, jauh dari publikasi media. Dengan tekad yang kuat, mereka meninggalkan mimpi- mimpi kehidupan gemerlap dan memilih jalan hidup sebagai perantara hidayah Allah, menerangi kehidupan ummat, mencerdaskan dan memerangi kemiskinan di pedesaanpedesaan. Para da’i tersebut telah memberikan hidupnya untuk membina masyarakat. Menjadi seorang dai, menjadi penyeru yang mencerahkan merupakan pekerjaan mulia. Dan apa yang disampaikan oleh seorang da’i akan menjadi tabungan jangka panjang yang akan mengalirkan pahala kebaikan.
Para da’i yang tidak pernah lelah untuk mencerahkan masyarakat di bangsa ini. Dai yang diharapkan membawa banyak perubahan bagi masyarakat di Indonesia. Beratnya tantangan, minimnya fasilitas dan sedikitnya tenaga dai yang siap terjun menjadikan Da’i Tangguh harapan sekaligus tumpuan untuk mencerahkan dan membina masyarakat dari pedalaman hingga ke ujung negeri perbatasan. Da’i Tangguh adalah mereka yang merelakan jiwa dan raganyaguna membina dan memberdayakan masyarakat pedalaman untuk perubahan. Melalui program ZAKAT & SEDEKAH ANDA DA’I TANGGUH, turut membantu keberlangsungan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat pedalaman.
halaman | 111
Mencetak Kader Ulama di Sumatera Utara oleh Baitulmaal Muamalat
Baitulmaal Muamalat (BMM) melakukan penandatangan Memorandum of Understanding (MOU) dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara untuk program beasiswa B-Smart khusus mencetak kader ulama pada tanggal 24 April 2016 lalu. Beasiswa tersebut diberikan kepada 20 mahasiswa Perguruan Tinggi Kaderisasi Ulama (PTKU) di Sumatera Utara dengan nominal Rp. 864.000.000,- dengan masa pendidikan tiga tahun atau setingkat D3. 20 mahasiswa tersebut merupakan utusan yang terpilih dari berbagai wilayah di seluruh Sumatera Utara. Setelah kelulusan, para penerima beasiswa akan dijadikan kader ulama MUI yang akan bertugas ke daerah asalnya masing-masing .
halaman | 112
Sahabat Yatim Cemerlang oleh Nurul Hayat Core program dari program SAYANG adalah pemberian beasiswa pendidikan kepada anak-anak yatim. Beasiswa diberikan setiap semester. Hingga juli 2012, tercatat 3.000 lebih anak yatim yang mendapatkan beasiswa pendidikan. Selain program pemberian beasiswa, diberikan pula program bantuan peralatan sekolah kepada anak-anak yatim. Agar tak hanya sekedar menerima dana bantuan, anak-anak yatim juga diberikan pembinaan. Setiap dua minggu sekali mereka berkumpul untuk mengikuti pembinaan yang diberikan NH. Database Anak Asuh yang terintegrasi, akurat dan lengkap dalam sistem yang terkomputerisasi, memberikan kesempatan masyarakat untuk menjadi orang tua Asuh dengan mengetahui biodata lengkap mereka.
Setiap semester Nurul Hayat akan memberikan copy raport sekolah mereka kepada para orang tua Asuh. Dalam kesempatan tertentu, NH-pun juga dapat memfasilitasi pertemuan orang tua asuh dengan anak asuh mereka. Disamping program SAYANG, Nurul Hayat menyelenggarakan program lainnya dalam bidang kesehatan, dakwah, kemanusiaan dan ekonomi.
halaman | 113
MISYKAT (Microfinance Syariah berbasis Masyarakat) oleh DPU Daarut Tauhiid Secara filosofis, zakat diartikan perkembangan. Yakni memiliki potensi besar untuk menstimulus mustahik/dhuafa keluar dari kelemahan ekonomi menuju kemandirian. Zakat pun sesungguhnya akan menjadi sesuatu yang produktif dan solutif, jika dikelola dengan baik dan profesional oleh lembaga zakat yang amanah mengubah mustahik menjadi muzaki. Oleh karenanya, zakat dalam perekonomian sangat relevan terutama jika dikaitkan dengan upaya pengentasan kemiskinan. Dompet Peduli Umat Daarut Tahiid (DPU-DT) menghadirkan program zakat produktif dan solutif untuk masyarakat dhuafa, diantaranya dalam program Misykat (Microfinance syariah berbasis masyarakat). Program misykat adalah program unggulan DPU-DT dalam bentuk pemberdayaan ekonomi produktif yang dikelola secara sistematis, intensif dan berkesinambungan. Dalam program ini, anggota Misykat akan mendapatkan pembiayaan dan bergulir, ketrampilan berusaha, pembinaan mental dan karakter, hingga mereka menjadi mandiri. Selain melayani kegiatan simpan pinjam para penerima manfaat, Misykat juga memfasilitasi dengan kegiatan yang bermanfaat yaitu dengan kegiatan mengaji. Kegiatan mengaji ini terbentuk dari saran anggota yang merasa belum dapat membaca Al-Qur’an, sehingga Misykat membantu ibu-ibu untuk belajar baca mulai dari iqro bagi yang belum bisa membaca Al- Qur’an. Selain diajarkan membaca AlQur’an, ibu –ibu ini juga dilatih untuk dapat menghafal suratsurat dalam AlQur’an. Anggota binaan rutin mengikuti pembinaan yang dilakukan oleh pendamping. Tujuannya agar anggota binaan mendapat wawasan yang terkait ruhiyah maupun usaha sehingga bisa mengubah pola pikir dan sikap ke arah yang lebih baik.
halaman | 114
Satu Masjid Satu Da’i oleh LAZIS Dewan Da’wah Secara konsepsional dapat dilihat dalam sejarah, bahwa masjid pada zaman Rasul memiliki banyak fungsi, antara lain; (1) sebagai tempat menjalankan ibadah shalat, (2) sebagai tempat musyawarah, (3) sebagai tempat pengaduan masyarakat dalam menuntut keadilan, (4) sebagai tempat pengkaderan da’i, (5) sebagai tempat menuntut ilmu dan lain-lain.
Program “Satu Masjid Satu Da’i” merupakan satu t erobosan yang digagas LAZIS Dewan Da’wah. LAZIS akan mengajak masjid-masjid agar berpartisipasi mendukung dakwah di pedalaman dengan menyisihkan dana Rp. 250 ribu, Rp. 500 ribu, atau 750 ribu per bulan untuk da’i pedalaman. Ribuan da’i di pedalaman yang di bina oleh organisasi seperti Dewan Da’wah, rata-rata hidup pra-sejahtera. Hal ini terjadi karena kondisi pedalaman yang tidak mendukung dan kurangnya kualitas sumber daya manusia. Dana yang dihimpun dari program itu akan digunakan untuk memberikan bantuan hidup bagi para da’i dan membantu masyarakat binaan da’i, seperti peternakan, pertanian, wirausaha. Sebagai kontra-prestasi bagi masjid peserta program ini, LAZIS Dewan Da’wah akan turut memakmurkan masjid tersebut dengan berbagai kegiatan. Misalnya layanan kesehatan massal berupa pengobatan gratis untuk warga dhuafa sekitar masjid, juga paket training untuk pengurus masjid, seperti training manajemen masjid dan pelatihan da’wah.
source: republika.co.id
halaman | 115
Masjid Bangkit oleh Pusat Zakat Umat Untuk memakmurkan masjid agar berdaya dan bisa melakukan berbagai program, dukungan ekonomi tentu diperlukan. Salah satu program unggulan dari Pusat Zakat Umat (PZU) adalah program Masjid Bangkit. Program ini merupakan program pemberdayaan masjid melalui peningkatan bidang ekonomi masyarakatnya atau pengurusnya untuk mendukung kegiatan atau program yang diselenggarakan masjid tersebut. Awal mula diadakan program Masjid Bangkit adalah untuk mengembalikan fungsi Masjid. Sehingga fungsi masjid tidak hanya untuk ibadah shalat saja, tapi juga menjadi awal berkembangnya ekonomi umat.
Bentuk kegiatan program ini mulai dari pelatihan, pemberian modal, sampai pendampingan masyarakat. Hasil dari usaha masyarakat tersebut digunakan untuk membiayai administrasi, pengajian, pendidikan, dan semua urusan finansial masjid. Dengan begitu peningkatan akhlak dan akidah bisa dilaksanakan, begitu pun dengan aspek ekomomi baik untuk dukungan finansial masjid maupun masyarakat sekitarnya.
halaman | 116
World Zakat Forum Annual Meeting oleh World Zakat Forum World Zakat Forum Annual Meeting merupakan salah satu program rutin yang diadakan oleh World Zakat Forum (WZF), sebuah forum bagi para pengelola zakat internasional. WZF Annual Meeting tahun 2017 diselenggarakan di Hotel Sheraton, Surabaya, tanggal 11 November 2017. Pertemuan ini dipimpin oleh Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, CA selaku Sekjen WZF.
Turut hadir dalam pertemuan ini adalah para pimpinan lembaga zakat dari beberapa negara peserta WZF, juga para pimpinan LAZ dan akademisi di Indonesia. Pertemuan tahun 2017 ini menghasilkan resolusi yang berisi kesepakatan persiapan technical notes atas beberapa isu dari Zakat Core Principles serta penerjemahannya ke dalam bahasa Arab, regulasi mengenai ketentuan keanggotaan dan perluasan associate member , serta ketentuan kontribusi negara-negara peserta WZF dalam website dan publikasi-publikasi WZF lainnya untuk menguatkan zakat dunia. Forum ini juga menyepakati pertemuan selanjutnya di Bosnia dengan tema “ Institutionalizing Zakat for Poverty Alleviation and Human Development ”.
halaman | 117