Otoskelrosis dan colestatoma

June 16, 2019 | Author: Hidayah Dwi Heriyanti | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Otoskelrosis dan colestatoma...

Description

OTOSKLEROSIS DAN COLESTAETOMA

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan dosen Nyayu Nina Putri C S.Kep., Ners, M.Kep

Oleh: Kelompok 8

Ai Patimah

043-315-16-0-003

Hidayah Dwi H

043-315-16-0-018

 Nopita Sari

043-315-16-0-025

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT BANDUNG 2017

Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena  berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul "Otosklerosis dan Colestetoma”. Colestetoma”. Makalah ini dibuat sedemikian rupa sebagai tugas yang diberikan oleh Dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah Harapan kami sebagai penyusun adalah semoga makalah ini dapat diterima dengan baik serta dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah yang kami buat ini masih  jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami sebagai penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, Oktober 2017

Penyusun

i

Daftar Isi

Kata Pengantar ……………………………………………………………………

i

Daftar Isi………………………………………………………………………….

ii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……………………………………………………….. 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….

1

1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………..

2

1.4 Metode Penelitian…………………………………………………….

2

BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Otosklerosis…………………………………………………………..

3

2.1.1 Pengertian………………………………………………………

3

2.1.2 Manifestasi Klinis………………………………………………

4

2.1.3 Patofisiologi…………………………………………………….

4

2.1.4 Pengobatan……………………………………………………... 6 2.2 Asuhan Keperawatan Otosklerosis…………………………………...

6

2.3 Colestetoma…………………………………………………………..

10

2.3.1 Pengertian………………………………………………………

10

2.3.2 Etiologi…………………………………………………………

11

2.3.3 Patofisiologi…………………………………………………….

12

2.3.4 Manifestasi Klinis………………………………………………

12

2.3.5 Indikasi Pembedahan…………………………………………... 14 2.3.6 Kontraindikasi pembedahan……………………………………

14

2.3.7 Pemeriksaan Pencitraan………………………………………... 15 2.3.8 Penatalaksanaan Terapi Medis…………………………………

16

2.4 Asuhan Keperawatan Colestetoma…………………………………..

18

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan…………………………………………………………...

21

3.2 Saran………………………………………………………………….

21

Daftar Pustaka……………………………………………………………………. 22

ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Proses pendengaran ialah salah satu fungsi yang penting dalam kehidupan. Saat ini banyak gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mendengar, salah satunya adalah otosklerosis. Dalam penelitian, kelainan ini terdapat pada masyarakat dalam jumlah yang signifikan. Otosklerosis merupakan salah satu penyebab umum tuli konduktif pada orang dewasa. Kelainan disebabkan karena gangguan autosomal dominan yang terjadi  pada wanita maupun pria. Pasien mengalami gejala-gejala pada akhir usia belasan atau awal dua puluhan. Kelainan ini merupakan penyakit labirin tulang, dimana terbentuk suatu daerah otospongiosis {tulang lunak} terutama di depan dan didekat kaki stapes menjadi terfiksasi. Otosklerosis cukup lazim terjadi yaitu pada hampir dari 10% populasi. Namun hanya presentase kecil yang kemudian bermanifestasi secara klinis sebagai gangguan pendengaran. Pasien perlu dinilai secara cermat, baik melalui  pemeriksaan audiologik maupun dengan pemeriksaan otologik. Implantasi kokhlear telah menjadi pilihan dalam terapi tuli total, sedangkan untuk gangguan pada telinga tengah seperi otosklerosis terapi pilihannya adalah  pembedahan dan belum ada pengobatan selain bedah bagi mereka yang mengalami gangguan pendengaran sensorineural.

1.2 Rumusan Masalah A. Apasajakah yang menggambarkan Otosklerosis ? B. Bagaimana Asuhan Keperawatan Otosklerosis ? C. Apasajakah yang menggambarkan Colesteatoma ? D. Bagaimana Asuhan Keperawatan Colesteatoma ?

1

1.3 Tujuan Penulisan A. Mendeskripsikan tentang Otosklerosis B. Menjelaskan Asuhan Keperawatan Otosklerosis C. Mendeskripsikan tentang Colestetoma D. Menjelaskan Asuhan Keperawatan Colestetoma

1.4 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah. A. Studi Literatur Studi Literatur adalah cara untuk menyelesaikan persoalan dengan menelusuri sumber-sumber tulisan yang pernah dibuat sebelumnya. Dengan kata lain penelitian makalah ini dilakukan dengan mencari referensi dari  beberapa sumber dari Internet.

2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Otosklerosis 2.1.1 Pengertian Otosklerosis adalah gangguan atau kondisi yang terutama mempengaruhi sanggurdi (stapes), salah satu ossicles tulang kecil di telinga tengah. Untuk memiliki pendengaran normal, ossicles harus dapat

bergerak

bebas

dalam

menanggapi

gelombang

suara.

Otosklerosis terjadi karenya adanya bagian tulang yang tumbuh abnormal pada sekitar stapes. Kaki stapes, di mana ia menempel  pada koklea, biasanya di mana kondisi dimulai. Tulang normal mengurangi gerakan stapes, yang mengurangi jumlah suara yang ditransfer ke koklea. Pertumbuhan tulang yang abnormal sangat  bertahap. Namun, akhirnya stapes dapat menjadi tetap, atau menyatu dengan tulang koklea. Hal ini dapat menyebabkan gangguan  pendengaran yang parah. Kondisi hilangnya pendengaran dikenal sebagai gangguan pendengaran konduktif (frekuensi suara tidak dapat

dilakukan Pada umunya

(ditransmisikan)

dari

stapes

ke

koklea).

otosklerosis hanya mempengaruhi stapes.

 Namun terkadang, dari waktu ke waktu, otosklerosis dapat juga mempengaruhi shell tulang koklea dan sel-sel saraf di dalamnya. Jika hal ini terjadi, kerusakan pada sel-sel saraf berarti bahwa transmisi impuls saraf ke otak dapat dipengaruhi. Gangguan  pendengaran

semacam

ini

disebut

gangguan

pendengaran

sensorineural. Otosklerosis dapa terjadi pada kedua telinga, meskipun terkadang hanya terjadi pada salah satu telinga. Biasanya pertama  berkembang antara usia 15 dan 35. Wanita dua kali lebih sering terserang dibanding laki laki.

3

2.1.2 Manifestasi Klinis Gejala utama dari adanya penyakit Otosklerosis adalah terganggunya

pendengaran.

Tingkat

gangguan

pendengaran

tergantung seberapa parah Otosklerosis itu terjadi. Dalam kasus yang sangat parah, penderita biasanya akan mengalami ketulian. Gejala lain dari Otosklerosis ini penderita biasanya akan mengalami gangguan tinnitus dan vertigo. Tinnitus adalah suara yang tidak normal yang dapat terdengar, tetapi tidak datang dari luar telinga. Suara terdengar termasuk dering, peluit, menderu, dan lain lain. Tinnitus dialami oleh 4 dari 5 orang yang mengalami gangguan otosklerosis. Vertigo dialami beberapa orang yang memiliki otosklerosis, meskipun hal ini jarang terjadi.

2.1.3 Patofisiologi Patofisiologi dari otosklerosis sangat kompleks. Kunci utama lesi dari otosklerosis adalah adanya multifokal area sklerosis diantara tulang endokondral temporal. Ada 2 fase patologik yang dapat diidentifikasi dari penyakit ini yaitu : A. Fase awal otospongiotic Gambaran histologis: terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang merupakan grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar pembuluh darah sehingga menyebabkan pelebaran lumen pembuluh darah dan dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai gambaran kemerahan pada membran timpani. Schwartze sign  berhubungan dengan peningkatan vascular dari lesi yang mencapai daerah permukaan periosteal. Dengan keterlibatan osteosit yang semakin banyak, daerah ini menjadi kaya akan substansi dasar amorf dan kekurangan struktur kolagen yang matur dan menghasilkan pembentukkan spongy bone.

4

Penemuan histologik ini dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of Manasse .

B. Fase akhir otosklerotik Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti oleh osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak dideposit pada area resorpsi sebelumnya. Ketika proses ini terjadi pada kaki stapes akan menyebabkan fiksasi kaki stapes pada fenestra ovale sehingga  pergerakan stapes terganggu dan oleh sebab itu transmisi suara ke koklear terhalang. Hasil akhirnya adalah terjadinya tuli konduktif Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate . Terjadinya tuli sensorineural pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya hasil metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat, hubungan langsung dengan

lesi

otosklerotik

ke

telinga

dalam.

Semuanya

itu

menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran basal. Kebanyakan

kasus

dari

otosklerosis

menyebabkan

tuli

konduktif atau campur. Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri masih kontroversial. Kasus sensorineural murni karena otosklerosis dikemukakan oleh Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat koklear otosklerosis : 1.

Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ke dua telinga

2.

Adanya

keluarga

otosklerosis

5

yang

mempunyai

riwayat

3.

Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi stapes pada salah satu telinga

4.

Secara tidak biasa adanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli sensorineural murni

5.

Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui

6.

CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan demineralisasi dari kapsul koklear

7.

Pada timpanometri ada fenomena on-off.

2.1.4 Pengobatan Pengangkatan tulang stapes dan menggantinya dengan tulang  buatan dapat mengembalikan pendengaran penderita. Ada 2 pilihan prosedur, yaitu: A. Stapedektomi (pengangkatan tulang stapes dan penggantian dengan protese) B. Stapedotomi (pembuatan lubang pada tulang stapes untuk memasukkan protese). Bila

penderita

enggan

melakukan

pembedahan,

dapat

digunakan alat bantu dengar.

2.2 Asuhan Keperawatan Otosklerosis A. Pengkajian 1) Riwayat kesehatan 2) Penggambaran tentang masalah telinga sebelumya khususya telinga bagian tengah (termasuk adanya infeksi dan kehilangan  pendengaran) 3) Riwayat pengguanaan obat sebelumya (alergi terhadap obat) 4) Riwayat keluarga tentang penyakit telinga (pendengaran)

6

5) Kaji adanya nyeri pada telinga (otalgia) 6) Kaji adanya eritema 7) Kaji adaya secret pada telinga (otore) 8) Kaji adanya tinnitus dan vertigo

B. Diagnosis 1) Perubahan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan  penurunan atau hilang pendengaran 2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya  penekanan massa pada tulang teliga 3) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh 4) Resiko tinggi cidera berhubungan dengan adanya vertigo 5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya vertigo 6) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah. 7) Kurang pegetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognisi dan tidak mengenal informasi 8) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubunga dengan pembedahan telinga ekstensif 9) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan  jaringan sekunder terhadap pembedahan telinga

C. Intervensi 1) Perubahan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan  penurunan atau hilang pendengaran Intervensi : a. Gunakan bahasa non verbal ketika berkomunikasi dengan  pasien  b. Bertatap muka ketika berkomunikasi dengan pasien c.

Anjurkan untuk periksa telinga secara teratur

7

d. Berikan penjelasan tentang proses perjalanan penyakit dan  prosedur pengobatan 2) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya  penekanan massa pada tulang telinga Intervensi : a. Observasi tanda-tanda vital  b. Ajarkan teknik relaksasi c. Lakukan teknik distraksi d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik 3) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh Intervensi : a. Kaji kapasitas fisiologi yang bersifat umum  b. Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaanya c.

Berikan informasi mengenai penyakitnya

d. Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian 4) Resiko tinggi cidera berhubungan dengan adanya vertigo Intervensi : a. Bantu klien dalam memenuhi ADL  b. Berikan penjelasan pada klien mengenai kondisinya 5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya vertigo Intervensi : a. Ajarkan mobilisasi pasif  b. Bantu klien dalam memenuhi ADL 6) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah Intervensi : a. Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering  b. Sajikan makann dalam keadaan hangat dan menarik c. Kolaborasi medis untuk pemberian anti emesis

8

7) Kurang pegetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif dan tidak mengenal informasi Intervensi : a. Kaji

tingkat

pengetahuan

klien

dan

keluarga

tentang

 penyakitnya  b. Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang tentang  penyakit dan kondisinya c. Diskusikan mengenai penyebab dari penyakitnya d. Minta klien dan keluarga untuk menjelaskan kembali tentang materi yang sudah dijelaskan 8) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka  post operasi Intervensi : a. Observasi tanda-tanda vital  b. Ajarkan teknik relaksasi c. Lakukan teknik distraksi d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik 9) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan  jaringan sekunder terhadap pembedahan telinga Intervensi : a.

Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik anti septik

 b. Observasi tanda-tanda infeksi

D. Implementasibantu 1) Memberikan alat bantu dengar 2) Menyiapkan pasien untuk melakukan pembedahan otosklerosis

E. Evaluasi 1) Pasien sudah bisa mendengar dengan baik 2) Masalah teratasi

9

2.3 Colesteatoma 2.3.1 Pengertian Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk

sehingga

kolesteatoma

bertambah

besar.

Istilah

kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun 1838 karena disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor, yang kemudian ternyata bukan Beberapa istilah lain yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain : keratoma (Schucknecht). squamos eipteliosis (Birrel. I958). kolesteatosis (Birrel. 1958). epidermoid kolesteatoma (Friedman, 1959), kista epidennoid (Ferlito, I970), epidermosis (Sumarkin, l988). Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis cranii. Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal. telinga tengah. atau tulang inastoid hanya dapat memperluas

diri

mengelilinginya.

dengan

Akibatnya.

mengorbankan komplikasi

yang

tulang

yang

terkait

dengan

semakin membesarnya kolesteatoma adalah termasuk cedera dari struktur struktur yang

terdapat

di

dalam

tulang

temporal.

Kadang

kadang.

kolesteatomas juga dapat keluar dari batas-batas tulang temporal dan  basis cranii. Komplikasi ekstratempotal dapat terjadi di leher. sistem saraf pusat. atau keduanya. Kolesteatomas kadang kadang menjadi cukup besar untuk mendistorsi otak normal dan menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa. Erosi tulang terjadi oleh dua mekanisme utama. Pertama. efek tekanan yang menyebabkan remodelling tulang. seperti yang biasa terjadi di seluruh kerangka apabila mendapat tekanan (desakan) secara konsisten dari waktu ke waktu. Kedua. aktivitas enzim pada kolesteatoma dapat meningkatkan proses osteoklastik pada tulang.

10

yang nantinya akan meningkatkan kecepatan resorpsi tulang. Kerja enzim osteolitik ini tampaknya meningkat apabila kolesteatoma terinfeksi.

2.3.2 Etiologi Insiden kolesteatoma tidak diketahui. tetapi kolesteatoma merupakan indikasi yang relatif sering pada pembedahan otologi (kira kira setiap minggu di praktek otologi tersier). Kematian akibat komplikasi intrakranial dari kolesteatoma sekarang jarang terjadi. yang berkaitan dengan diagnosis dini. intervensi bedah tepat waktu. dan terapi antibiotik yang adekuat. Akan tetapi kolesteatomas tetap menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif sedang pada anak anak dan orang dewasa. Kolesteatoma diperkirakan terjadi karena tuba eustachian yang tidak berfungsi dengan baik karena terdapatnya infeksi pada telinga tengah. Tuba eustachian membawa udara dari nasofaring ke telinga tengah untuk menyamakan tekanan telinga tengah dengan udara luar. Normalnya tuba ini kolaps pada keadaan istirahat, ketika menelan atau menguap, otot yang mengelilingi tuba tersebut kontraksi sehingga menyebabkan tuba tersebut membuka dan udara masuk ke telinga tengah. Saat tuba eustachian tidak berfungsi dengan baik udara pada telinga tengah diserap oleh tubuh dan menyebabkan di telinga tengah sebagian terjadi hampa udara. Keadaan ini menyebabkan pars plasida di atas colum maleus membentuk kantong retraksi, migrasi epitel membran timpani melalui kantong yang mengalami retraksi ini sehingga terjadi akumulasi keratin. Kantong tersebut menjadi kolesteatoma. Kolestoma kongenital dapat terjadi ditelinga tengan dan tempat lain misal pada tulang tengkorak yang berdekatan dengan kolesteatomanya. Perforasi telinga tengah yang disebabkan oleh

11

infeksi kronik atau trauma langsung dapat menjadi kolesteatoma. Kulit pada permukaan membran timpani dapat tumbuh melalui  perforasi tersebut dan masuk ke dalam telinga tengah. Beberapa  pasien dilahirkan dengan sisa kulit yang terperangkap di telinga tengah (kolesteatoma kongenital) atau apex petrosis.

2.3.3 Patofisiologi Terdiri dari : A. Deskuamasi epitel skuamosa (keratin) jaringan glanulasi yang mensekreSi enzim proteolitik B. Dapat memperluas diri dengan mengorbankan struktur disekelilingnya C. Erosi tulang terjadi oleh dua mekanisme utama : 1) Efek tekanan -> remodelling tulang 2) Aktivitas enzim -> meningkatkan proses osteoklastik pada tulang -> meningkatkan resorpsi tulang. D. Merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman -> infeksi E. Infeksi -> pelepasan sitokin yang menstimulasi sel sel keratinosit matriks kolesteatoma menjadi biperproliferatif, destruktif, dan mampu  beiangiogenesis. F. Desakan massa + reaksi asam oleh pembusukan bakteri -> nekrosis tulang -> komplikasi

2.3.4 Manifestasi Klinis Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri yang terus menerus atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi. kemungkinan besar infeksi tersebut sulit dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah (vaskularisasi).

12

maka antibiotik sistemik tidak dapat sampai ke pusat infeksi pada kolesteatoma.

Antibiotik

topikal

biasanya

dapat

diletakkan

mengelilingi kolesteatoma sehingga menekan infeksi dan menembus  beberapa milimeter menuju pusatnya. akan tetapi, pada kolestatoma terinfeksi yang besar biasanya resisten terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya. otorrhea akan tetap timbul ataupun berulang meskipun dengan pengobatan antibiotik yang agresif. Gangguan pendengaran juga mempakan gejala yang umun  pada kolesteatoma. Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan epitel deskuamasi dengan atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan kerusakan osikular yang akhirnya menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang berat. Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma. tetapi tidak akan terjadi apabila tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung pada stapes footplate. Pusing adalah gejala yang mengkhawatirkan karena merupakan  pertanda dari perkembangan komplikasi yang lebih serius. Pada pemeriksaan fisik. tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah drainase dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah tidak responsive terhadap terapi antimikroba. Suatu perforasi membran timpani ditemukan pada lebih dari 90% kasus. Kolesteatoma kongenital merupakan pengecualian. karena seringkali gendang telinga tetap utuh sampai komponen telinga tengah cukup besar. Kolesteatoma yang berasal dari implantasi epitel skuamosa kadangkala bermanifestasi sebelum adanya gangguan pada membran tympani. Akan tetapi. pada kasus kasus seperti ini. (kolesteatoma kongenital, kolesteatoma implantasi) pada akhirnya kolesteatoma tetap saja akan menyebabkan perforasi pada membran tympani.

13

Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah kanalis akustikus eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi. Kadangkala menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi baik dengan antibiotik sistemik maupun tetes antibiotik ototopikal sangat sulit dilakukan. Apabila terapi ototopikal berhasil, maka akan tampak retraksi pada membran tympani pada pars flaksida atau kuadaran posterior. Pada kasus yang amat jarang. kolesteatoma diidentifikasi  berdasarkan salah satu komlikasinya. hal ini kadangkala ditemukan  pada anak anak. Infeksi yang terkait dengan kolesteatoma dapat menembus korteks mastoid inferior dan bermanifestasi sebagai abses di leher. Kadangkala, kolesteatoma bermanifestasi pertama kali dengan tanda tanda dan gejala komplikasi pada susunan saraf pusat. yaitu : trombosis sinus sigmoid, abses epidural. atau meningitis.

2.3.5

Indikasi Pembedahan Hampir semua kolesteatoma harus dibersihkan. Kadangkala dilakukan pengecualian apabial keadaan umum pasien sangat buruk sehingga membuat prosedur pembedahan terlalu berisiko. Beberapa

 pasien yang memiliki kolesteatoma di satu satunya telinga yang dapat mendengar. dengan alasan yang rasional. enggan untuk menjalani operasi. Risiko kehilangan pendengaran akibat dari operasi penyingkatan umumnya lebih kecil daripada risiko yang  berhubungan dengan membiarkan kolesteatoma di situ.

2.3.6 Kontraindikasi pembedahan Gangguan

pendengaran

di

telinga

kontralateral

adalah

kontraindikasi relatif untuk pembedahan. Seringkali, kolesteatnma menyebabkan risiko lebih besar untuk sisa pendengaran daripada  pembedahan itu sendiri. dan, lebih sering daripada tidak, operasi

14

 pengingkatan adalah pilihan yang baik bahkan ketika kolesteatoma  berada di satu satunya telinga yang dapat mendengar.

2.3.7

Pemeriksaan Pencitraan CT scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT scan dapat mendeteksi cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak selalu bisa membedakan antara jaringan granulasi dan kolesteatoma. Densitas kolesteatoma dengan cairan serebrospinal hampir sama, yaitu kurang lebih 2 sampai +l0 Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan massa itu sendirilah yang lebih penting dalam

mendiagnosis

kolesteatoma.

Gaurano

(2004)

telah

menunjukkan bahwa perluasan antrum mastoid dapat dilihat pada 92% dari kolesteatoma telinga tengah dan 92% pulalah hasil CT scan yang membuktikan erosi halus tulang tulang pendengaran. Defek yang dapat dideteksi dengan menggUHakan CT scan adalah sebagai berikut : A. erosi skutum B. fistulalabirin C. cacat di tegmen D. keterlibatan tulang-tulang pendengran E. erosi tulang tulang pendengaran atau diskontinuitas F. anomali atau invasi dari saluran tuba MRI digunakan apabila ada masalah sangat spesifik yang diperkiraka dapat melibatkan jaringan lunak sekitarnya. Masalah masalah ini termasuk yang berikut: A. keterlibatan atau invasi dural B. abses epidural atau subdural C. Hemiasi otak ke rongga mastoid D. Peradangan pada labirin membran atau saraf fasialis E. trombosis sinus sigmoid

15

2.3.8 Penatalaksanaan Terapi Medis Terapi medis bukanlah pengobatan yang sesuai untuk kolesteatoma. Pasien yang menolak pembedahan atau karena kondisi medis yang tidak memungkinkan untuk anestesi umum hams membersihkan telinga mereka secara teratur. Pembersihan secara teratur dapat membantu mengontrol infeksi dan dapat memperlambat  pertumbuhan kolesteatom. tapi tidak dapat menghentikan ekspansi lebih lanjut dan tidak menghilangkan risiko komplikasi. Terapi antimikroba yang utama adalah terapi topikal, akan tetapi terapi sistemik juga dapat membantu sebagai terapi tambahan. Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih baik hasilnya daripada masing masing diberikan tersendiri. Diperlukan antibiotik pada setiap fase aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab. Antibiotik sistemik  pertama dapat langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis.  penampilan

sekret

yang

keluar

serta

riwayat

pengobatan

sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas, sekret kuning pekat seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali disebabkan oleh golongan anaerob. Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin sulbaktam dapat dipakai apabila curiga Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan terhadap kuman anaerob. dapat dipakai metronidazol.

klindamisin.

atau

kloramfenikol.

Bila

sukar

menentukan kuman penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprimsulfametoksazol atau amoksisillin klavulanat. Antibitotik topikal yang aman dipakai adalah golongn quinolon. Karena efek samping terhadap pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan.  penggunaan ofloksasin harus sangat hati hati pada anak kurang dari 12 tahun.

16

Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik seperti Asam Asetat 1-2 %, hidrogen peroksisa 3%,  povidon iodine 5%. atau larutan garam fisiologis. Larutan harus dihangatkan dulu sesuai dengan suhu tubuh agar tidak mengiritasi labirin setelah itu dikeringkan dengan lidi kapas. A. Terapi Pembedahan Terapi

pembedahan

bertujuan

untuk

mengeluarkan

kolesteatoma. Dalam keadaan tertentu. ahli bedah dapat membuat keputusan untuk menggunakan teknik canal wall up atau canal wall down. Jika pasien memiliki beberapa episode kekambuhan dari kolesteatoma dan keinginan untuk menghindari operasi masa depan, teknik canal wall dawn adalah yang paling sesuai. Beberapa pasien tidak dapat menerima tindakan canal wall down. pasien tersebut dapat diobati dengan tertutup (canal wall up), asalkan mereka memahami bahwa penyakit lebih mungkin kambuh dan mereka mungkin membutuhkan beberapa serial prosedur  pembedahan. Meskipun semua kelebihan dan kekurangan kedua teknik operasi itu menjadi relatif di tangan ahli bedah yang berpengalaman, tiap ahli bedah telinga mempunyai alasan sendiri mengapa memilih satu teknik dari teknik yang lain. Hal yang jelas berbeda adalah  bahwa timpanoplasti dinding utuh (canal wall up) berusaha maksimal mempertahankan bentuk fisiologis liang telinga dan telinga tengah. Mastoidekromi radikal dengan timpanoplasti dinding runtuh. Mastoidektomi radikal klasik adalah tindakan membuang seluruh sel sel mastoid di rongga mastoid, meruntuhkan seluruh dinding kanalis akustikus ekstemus posterior, pembersihan total selsel mastoid yang memiliki drainase ke kavum timpani. lnkus dan

17

malleus dibuang, hanya stapes yang dipertahankan. Begitu pula seluruh mukosa kavum tympani. Timpanoplasti dinding runtuh merupakan modifikasi dari mastoidektomi radikal. bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang tulang pendengaran dipertahankan. Setelah proses  patologis dibersihkan. Tuba eustachius tetap dipertahankan dan dibersihkan agar terbuka. Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasia m.temporalis baik berupa free fascia grafi maupun berupa jabir fasia m.temporalis, dilakukan juga rekonstruksi tulang.

2.4 Asuhan Keperawatan Colestaetoma A. Pengkajian 1) Aktivitas a. Gangguan keseimbangan tubuh  b. Mudah lelah 2) Sirkulasi Hipotensi, hipertensi, pucat ( menendakan adan ya stres ) 3)  Nutrisi Adanya mual 4) System pendengaran Adanya suara abnormal (dengung) 5) Pola istirahat Gangguan tidur/kesulitan tidur

B. Diagnosa Keperawatan 1) Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri. 2) Gangguan rasa nyaman dan nyeri berhubungan dengan infeksi  pada gendang telinga. 3)

Resiko

kerusakan

interaksi

hambaatan komunikasi.

18

sosial

berhubungan

denagan

4) Cemas

berhubungan

dengan

kurangnya

informasi

tentang

 penyakitnya.

C. Perencanaan 1) Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri Tujuan : Setelah dilakukannya tindakan keperawatan 1 X24 jam diharapkan klien dapat istirahat dan tidur. Kriteria hasil : a.

Ganguan nyeri teradaptasi

b.

Dapat tidur dengan tenang

Intervensi a. Kaji nyeri yang dirasakan  b. Monitor tanda tanda vital c. Anjurkan klien untuk beradaptasi dengan gangguan yang dirasakan d. Kolaborasi dalam pemberian obat penenang/obat tidur

2) Gangguan rasa nyaman dan nyeri berhubungan dengan infeksi  pada gendang telinga. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri. Kriteria hasil: a.  Nyeri dapat teradaptasi  b. Dapat istirahat dengan nyaman Intervensi a. Monitor dan kaji karakteristik nyeri  b. Monitor tanda-tanda Vital c. Ciptaka lingkungan yang tenang dan nyaman

19

3) Resiko kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan komunikasi Tujuan : Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

diharapkan

meminimalkan kerusakan interaksi sosial. Kriteria hasil: kerusakan interaksi sosial dapat diminimalkan. Intervensi a. Kaji kesulitan mendengar  b.

Kaji seberapa parah gangguan pendengaran yang dialami

c.

Anjurkan menggunakan alat bantu dengar setiap diperlukan

d. Bila mungkin ajarkan komunikasi nonverbal

4) Cemas

berhubungan

dengan

kurangnya

infomasi

tentang

 penyakitnya. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dan keluarga klien tidak cemas. Kriteria Hasil: Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien terhadap penyakitnya meningkat. Intervensi : a. Kaji tingkat kecemasan  b. Berikan penyuluhan tentang kolesteatoma c. Yakinkan klien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan d. Anjurkan klien untuk rileks. dan menghindari stress

20

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan Otosklerosis adalah gangguan atau kondisi yang terutama mempengaruhi sanggurdi (stapes), salah satu ossicles tulang kecil di telinga tengah. Untuk memiliki pendengaran normal, ossicles harus dapat bergerak bebas dalam menanggapi gelombang suara. Gejala utama dari adanya penyakit Otosklerosis adalah terganggunya  pendengaran.

Tingkat

gangguan

pendengaran

tergantung

seberapa

parah

Otosklerosis itu terjadi. Dalam kasus yang sangat parah, penderita biasanya akan mengalami ketulian. Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma  bertambah besar. Kolesteatoma diperkirakan terjadi karena tuba eustachian yang tidak  berfungsi dengan baik karena terdapatnya infeksi pada telinga tengah. Tuba eustachian membawa udara dari nasofaring ke telinga tengah untuk menyamakan tekanan telinga tengah dengan udara luar. Normalnya tuba ini kolaps pada keadaan istirahat, ketika menelan atau menguap, otot yang mengelilingi tuba tersebut kontraksi sehingga menyebabkan tuba tersebut membuka dan udara masuk ke telinga tengah.

3.2 Saran Otosklerosis dan Kolesteatoma tidak boleh dianggap sebagai penyakit sepele. Apabila ada tanda dan gejala tentang penyakit itu, maka harus segera  periksakan diri ke rumah sakit, klinik, atau puskesmas terdekat.

21

Daftar Pustaka

 _______.

(2015).

 Penyakit

Otosklerosis.

[Online].

Tersedia

:

http://www.referensisehat.com/2015/04/gejala-penyebab-mengatasi-mengobati penyakit-otosklerosis.html. [2017, 21 Oktober]  _______. (____).Otosklerosis, Pertumbuhan Berlebih Tulang di Sekitar Telinga.

[Online].

Tersedia

:

http://doktersehat.com/otosklerosis-pertumbuhan-

 berlebih-tulang-di-sekitar-telinga/. [2017, 21 Oktober] Santoso, P Yuliani. (2009).  Refeat Kolestaetoma. [Online]. Tersedia : https://www.scribd.com/doc/19530637/REFERAT-KOLESTEATOMA.

[2017,

25

Tersedia

:

Oktober]

 Nurfahmi,

diana.

(____).

 Kolestaetoma.

[Online].

https://www.scribd.com/document/216972400/kolesteatoma. [2017, 25 Oktober]

22

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF