Otomikosis Jurnal.doc

September 3, 2017 | Author: Airiza Aszelea Athira | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Otomikosis Jurnal.doc...

Description

Otomikosis: Gejala klinis, faktor predisposisi dan implikasi pengobatan Abstrak Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan frekuensi otomikosis, presentasi klinis, faktor predisposisi dan hasil dari pengobatan. Metode: Observasi penelitian dilakukan di departemen THT di RS Combined Military Attock, dimulai dari oktober 2010 sampai September 2012. Sample yang diambil dari 180 orang baik laki-laki maupun perempuan. Frekuensi dan gejala yang sama pada otomikosis juga dicatat. Respon berbeda dari antijamur juga diteliti. Hasilnya direkam dalam presentase. Hasil: Terdapat 180 pasien yang didiagnosis otomikosis. Terdiri dari 107 (59%) lakilaki dan 73 ( 41% ) perempuan. Rentang usia pasien berkisar dari 1.5 tahun sampai 75 tahun dengan usia rata-rata 38.5 tahun. Rata-rata di follow up selama 2 tahun. Gejala yang paling sering terdengar adalah kehilangan pendengaran yaitu sekitar 77.7 %. Diikuti dengan pruiritis (68.8%) dan otalgia 40%. Kita meresepkan 1& kotrimoksazol tetes atau lotion di 58 % pasien dan 2 % asam salisilat di 31% kasus. Kedua agen obat tersebut dinilai efektif. Obat kotrimoksazol topical 1 % mendapat resolusi tertinggi dengan nilai kekambuhan minimal. Secara keseluruhan 149 (83%) pasien membaik dengan pengobatan dan 31 (17%) pasien tidak memberikan respon baik terdapat pengobatan. 8 (4,4%) pasien memiliki riwayat otological prosedur. 4 (2.2%) pasien memiliki sindrom dinding saluran bawah yang diakibatkan rongga mastoid. Untuk menganalisa efektifitas dari 1 % kotrimoksazol dan 2 % asam salisilat kita menggunakan Z-test untuk menghitung perbedaan antara 2 proporsi pasien sebelum pengobatan dengan pasien yang tidak sembuh dengan pengobatan Kesimpulan: Otomikosis biasanya menimbulkan gejala penurunan pendengaran, pruiritis, otalgia dan ottorrhea. Ini biasanya bisa diselesaikan dengan antijamur. Pemberantasan penyakit ini agak sulit pada pasien dengan rongga di mastoid dan pasien yang memiliki penyakit metabolic seperti diabetes mellitus.

Pendahuluan Otomikosis merupakan kondisi wajar yang sering ditemui pada kasus umum otolaryngology dan prevalensinya bisa mencapai 75% pada pasien yang memiliki gejala otitis eksterna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang telah ada. Jamur penyebab tersering adalah spesies candida dan aspergillus. Masih belum jelas apakah jamur merupakan agen penyebab utama terjadinya otomikosis. Banyak faktor predisposisi lainnya seperti, iklim yang lembab, jumlah cerumen, instrumensasi telinga, peningkatan dari penggunaan antibiotik/steroid, agen yang imunokomprimized, pasien yang pernah mengalami mastoidectomi. Infeksinya biasanya terjadi unilateral dan ditandai dengan adanya inflamasi pruritis, scaling dan otalgia. Pengobatan yang direkomendasikan terdiri dari local debridement, local dan sistemik agen antijamur dan antibiotik topical. Terkadang otomikosis hadir sebagai penyakit yang menantang karena pengobatannya lama dan membutuhkan follow up yang lama serta sampai saat ini termasuk penyakit dengan kekambuhan tertinggi.

Kami melakukan penelitian ini untuk mengetahui frekuensi, gejala umum yang sering muncul, faktor predisposisi dan hasil akhir dan pengobatan yang berbeda.

Metode Ini merupakan observasi penelitian yang dilakukan selama 2 tahun dimulai dari tahun 2010 sampai 2012 di Departemen THT RS Combined Millitary Attock. Pasien prospektif dipilih secara acak sebagai sample. Terdiri atas 180 pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan dan semua rentang usia dan di diagnosis otomikosis. Data yang terkumpul mempresentasikan frekuensi penyakit, respon terhadap pengobatan yang berbeda, gejala yang hampir serupa, sejarah prosedur penyakit, hasil pengobatan dan durasi follow up. Diagnosis otomikosis diambil berdasarkan tanda khas yang dikenali dari bagian tubuh jamur yang dilihat dibawah mikroskop. Pengobatan yang diberikan kepada pasien diperhatikan. Klotrimazol 1 % lotion atau krim telah digunakan setelah pembersihan rongga dengan menggunakan mikroskop dan kasa diresapi dalam clotrimazole krim. Kebanyakan kasus selesai dalam 1 minggu.Pengobatan dilanjutkan selama 3 minggu pada kasus yang resisten. Sebelum pengobatan ototopical atau pengobatan oral didapatkan sebelum presentasi. Keberhasilan hasil pengobatan dilihat dari resolusi pada semua bukti dari infeksi jamur pada pemeriksaan fisik.

Hasil Ada total 180 pasien yang di diagnosis otomikosis. Grup ini terdiri dari 107 (59%) laki-laki dan 73 (41%) perempuan. Range usia yang di diagnosis otomikosis dari usia 1,5 tahun sampai 75 tahun dengan rata-rata usia 38.25 tahun. Dan nilai tengah usia 30 tahun.rata-rata pasien di follow up selama 2 tahun. Pada kasus penyakit otomikosis bilateral yang diobservasi pada 36 (20%) pasien. Seperti yang ditunjukan , kurangnya pendengaran dan pruiritus merupakan gejala yang umum ditunjukan pada pasien yang di diagnosa otomikosis diikuti dengan otalgia, otthorea dan tinnitus. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada pasien otomikosis adanya fibrin yang tebal dan jaringan yang ter granulasi pada pada kanalis eksterna dan membran timpani. Durasi yang diperlukan dalam pengobatan bisa dicapai dari hari sampai tahun. Hampir 60% pasien menggunakan antibiotik tetes ototopical, neomycin, polymixyn-B hydrokortison dan ciprofloxacin dan antimikroba oral untuk pengobatan pada otitis media sebelum didiagnosis otomikosis. Komplikasi penyakit otomikosis terdiri atas otitis media pada 57 pasien (30%), perforasi membran timpani pada 28 (15%) pasien dan osteitis pada 9 pasien (5%). Perforasi membran timpani dianggap komplikasi dari otomikosis apabila muncul dengan adanya resolusi pada infeksi apabila diobservasi saat pengobatan. 9 dari pasien osteitis, 4 pasien diketahui memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus. Dari semua subjek penelitian tingkat kematian pada 9 (5%) pasien ditemukan hal yang tidak signifikan. 1% clotrimazole dan 2% asam salisilat terlihat lebih efektif. Durasi

pengobatan terdiri dari 1-8 minggu. Secara keseluruhan 149 (83%) pasien meningkat tingkat kesembuhannya dengan terapi inisial. Untuk menganalisa efisiensi dari 2% asam salisilat dan 1% clotrimazole kami menggunakan Z-test untuk mengkalkulasi perbedaan antara 2 proporsi pasien yang menderita gejala sebelum menjalani pengobatan. Dari tes tersebut didapatkan keduanya sama efektif tetapi 2% clotrimazole terlihat lebih efektif.

Diskusi Otomycosis adalah yang infeksi mycotic superfisial telinga luar kanal yang sering ditemukan otolaryngologist dan biasanya dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis .Namun untuk mendiagnosis membutuhkan yang tinggi indeks kecurigaan .Infeksi mungkin baik akut subacute dan karakteristik yang dilihat adanya peradangan , pruritis , skala dan berat ketidaknyamanan .Themycosis mengakibatkan peradangan , dangkal epitel massa puing mengandung hifa , nanah dan rasa sakit .Selain itu , gejala yang timbul adalah kehilangan pendengaran dan aural kepenuhan itu seperti tanaman yang hasilnya ditanya jamur puing di aliran .Pruritis sudah sering disebut sebagai salah satu gejala yang sering ditemukan bisa mencapai hingga 93 % dalam satu penelitian. diberitakan di antara 108 ( 77 % ) dari studi saat ini. Aspergillus dan candida adalah spesies yang paling banyak di identifikasi jamur patogen pada otomycosis. infeksi dengan candidac akan lebih sulit untuk dideteksi karena tidak karakteristik seperti aspergillus yang bisa menyebabkan ottorrhea.yag sulit disembuhkan dengan antimikroba aural. Dalam kasus ini lebih dari 70% pasien dapat teresolusi dari infeksi dengan pengobatan initial biasanya kurang dari 2 minggu. Cotrimazol topical merupakan obat yang kita pilih sebagai antijamur yang lebih efektif mengobati spesies Candida dan Aspergillus. Hanya 4 (2,2%) kasus sensitifitas local dari clotrimazol dan infeksinya terlihat lebih cepat sembuh dan menunjukan kekambuhan yang minimal. Perforasi membran timpani dan otitis media serosa meruka gejala yang tidak biasa pada otomikosis dan bisa diobati dengan pengobatan. Patofisiologi dan perforasi membran timpani bisa terjadi karena adanya nekrotik avascular dari membran timpani dan akhirnya menyebabkan mycotic trombosis di dalam sel darah. Terdapat banyak faktor predisposisi pada otomikosis contohnya kehadiran cerumen telah berspekulasi untuk menjadi mendukung pertumbuhan beberapa jamur , penghambatan oleh others namun demikian juga, ada laporan dari autoinoculation dari rongga telinga yang berakibat otomycosis oleh pasien dengan tidak diobati dermatomycosis. Lebih dekat lagi telah terjadi peningkatan keprihatinan sehubungan dengan meningkatkan angka kejadian penggunaan obat tetes floroquinolone pada otomycosis Beberapa faktor turut menyumbang pada terjadinya otomycosis yang sebelumnya pernah menjalani operasi telinga .Drainase pertama berulang antibiotik / antiseptik aplikasi mungkin mengubah lingkungan lokal dari rongga eksterna yang menimbulkan infeksi nosokomial dan mengizinkan jamur .Perubahan anatomi rongga kedua dinding turun prosedur mungkin juga menghasilkan perubahan cerumen produksi yang mendukung pertumbuhan jamur .Hal ini mengindikasikan bahwa pemberantasan penyakit lebih sulit karena adanya kehadiran rongga mastoideus .Hal

ini menunjukkan khusus untuk di mulut yang antijamur dengan kasus penyakit dan kemungkinanya rendah dengan menanggapi terapi topikal . Kesimpulan Studi ini membuktikan bahwa diagnosis otomycosis membutuhkan kewaspadaan dari yang gejala apapun .Pengobatan regimens seperti clotrimazole dan 2 % asam salisilat ditambah dengan mekanis debridement umumnya efektif .Namun kekambuhan yang tidak biasa biasanya timbul pada pasien pasca mastoidectomy dan pasien yang immunocomprimised.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF