OSKIM PENENTUAN OKSIGEN TERLARUT METODE WINKLER

November 27, 2017 | Author: JanEricson | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download OSKIM PENENTUAN OKSIGEN TERLARUT METODE WINKLER...

Description

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Perlu kita ketahui bahwa di dalam suatu perairan terdapat banyak peranan parameter penentu kualitas suatu perairan seperti parameter kimia, sepeti oksigen terlarut (Dissolved Oxygen atau DO) dan kebutuhan oksigen biologis (Biological Oxygen Demand atau BOD) yang masing parameter tersebut mempunya nilai kulaitas yang berbeda-beda. Salah satu parameter penentu kualitas di suatu perairan ialah oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) atau DO. Oksigen adalah salah satu unsur kimia penunjang utama kehidupan. Dalam air laut, oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk proses respirasi dan untuk mengu-raikan zat organik oleh mikro organisme. Ketiadaan oksigen dalam suatu perairan akan menyebabkan organisme dalam perairan tersebut tidak dapat hidup dalam waktu yang lama. Salah satu cara untuk menjaga kelestarian kehidupan dalam laut adalah dengan cara memantau kadar oksigen dalam perairan tersebut. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) atau DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Selain hal tersebut perlu kita ketahui bahwa oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Penentuan kualitas suatu perairan dapat di analisis dengan berbagai macam cara yang dilakukan terutama untuk menentukan kadar oksigen dalam air laut, misalnya dengan metode mikro-gasometrik, spektrometrik massa, kromatografi gas, metoda elektrokimia dan metode Winkler. Metode yang paling sering dipakai untuk menentukan kadar oksigen dalam air laut adalah metode Winkler. Dari penjelasan-penjelasan sebelumnya, banyak hal yang akan kita ketahui dari pratikum mengenai “ Penentuan Kadar Oksigen Terlarut”. 1.2. Tujuan 1. Menentukan oksigen terlarut dalam sampel air larut.

1.3. Manfaat 1. Mahasiswa mengetahui tentang oksigen terlarut di suatu perairan dengan menggunakan metode Winkler. 2. Mahasiswa mengetahui tentang faktor yang mempengaruhi nilai oksigen terlarut di suatu perairan.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DO (Dissolved Oxygen) Menurut Simanjuntak (2012), kehidupan organisme ditunjang oleh berbagai unsur kimia yang penting. Salah satu unsur kimia tersebut yang sangat penting dan dibutuhkan oleh organisme baik di darat maupun di perairan adalah oksigen. DO (Dissolved Oxygen) merupakan jumlah oksigen terlarut pada suatu perairan. DO ini berasal dari hasil fotosintesis dan difusi udara. Pemanfaatan oksigen di perairan oleh organisme air diantaranya adalah untuk proses respirasi, pengoksidasian zat hara yang masuk ke dalam tubuh serta digunakan mikroorganisme untuk mengurai zat organik menjadi zat anorganik. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahanbahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut (Chandra, 2012). Kadar oksigen terlarut di perairan dapat digunakan indikator dalam kesuburan perairan, yaitu perairan akan semakin subur jika kandungan oksigen terlarut tinggi. Pada suatu perairan terdapat banyak limbah pencemaran, pada penguraian zat organik menjadi zat anorgaik dibutuhkan oksigen yang banyak. Hal ini akan menyebabkan kandungan oksigen terlarut rendah.

Compensation Depth

merupakan batas kedalaman saat penurunan kadar oksigen yang disebabkan kurang efektifnya fotosintesis di perairan. Keadaan ini akan menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi sama dengan jumlah oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis (Simanjuntak, 2012) Oksigen terlarut merupakan salah satu penunjang utama kehidupan di laut dan indikator kesuburan perairan. Kadar oksigen terlarut semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya limbah organik di perairan. Hal ini disebabkan

oksigen yang ada, dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik menjadi zat anorganik (Tirtowiyadi, 2011). 2.2. Titrasi Titrasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu larutan. Caranya adalah dengan menetesi (menambahi sedikit-sedikit) larutan yang akan dicari konsentrasinya (analit) dengan sebuah larutan hasil standarisasi yang sudah diketahui konsentrasi dan volumenya (titrant). Tetesan titrant dihentikan ketika titik ekuivalen telah tercapai. Titik ekuivalen adalah titik dimana titrant dan analit tepat bereaksi atau jumlah volume larutan titrant dengan mol tertentu telah sama dengan mol larutan analit. Titik ekuivalen ini susah diamati. Titik akhir titrasi ditentukan dengan menggunakan larutan indikator. Indikator ini akan berubah warna jika volume larutan titrant yang menetesi analit berlebih atau dengan kata lain saat larutan analit sudah bereaksi semua (Marasabessy, 2010) Menurut Chandra (2012), untuk mengetahui larutan dengan komponen yang tidak dikenal, maka dilakukan penambahan larutan standar. Proses yang dilakukan ini disebut sebagai proses titrasi. Proses titrasi yang dilakukan membutuhkan larutan standar sebagai titran dan larutan analit sebagai titrat. Larutan standar merupakan larutan yang sudah diketahui secara pasti konsentrasinya. Larutan standar dimasukkan ke dalam buret saat proses titrasi. Sedangkan larutan analit atau titrat adalah larutan yang dicari konsentrasinya. Titrasi akan dihentikan jika sudah tercapai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi akan tercapai saat tepat terjadi perubahan warna pada analit. Pada proses perubahan warna, maka dapat digunakan larutan indikator untuk mengamati perubahan warna saat titik akhir titrasi tercapai. Titik akhir titrasi berbeda dengan titik ekivalen. Titik ekivalen yaitu titik saat jumlah titran sama dengan jumlah analit. Menurut Nuryanti (2010), Jenis-jenis titrasi dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terjadi. Beberapa jenis titrasi diantaranya adalah : 1. Titrasi asam basa : titik akhir titrasi adalah titik pada saat pH reaktan = 7 dan biasanya ketika larutan berubah warna menjadi merah muda karena adanya indikator pH fenolftaelin (contoh). 2. Titrasi konduktometri : konduktivitas larutan bergantung pada beberapa faktor, yaitu konsentrasi, derajat disosiasi, ion valensi, temperatur, dan

mobilitas ion suatu larutan. Titik akhir titrasi dicapai ketika nilai konduktansi reaktans berada pada posisi paling rendah, karena penambahan larutan titrant akan menaikkan nilai konduktansi lagi. Grafik yang terbentuk berbentuk V. 3. Titrasi argentometri : pembentukan endapan dengan ion Ag+. Larutan analit yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar (titrant) yang digunakan sehingga ion Ag + tepat diendapkan, kadar garam larutan analir dapat ditentukan. 4. Titrasi redoks : suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi redoks dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi. 5. Titrasi kompleksimetri, titrasi khusus, dan lain-lain. 2.3. Titrasi Iodometri Menurut Patty (2013), prinsip metode Iodometri adalah terjadinya perubahan warna setelah sampel dititrasi. Analisis ini sangat sulit dilakukan secara langsung untuk sampel yang berwarna seperti bumbu dapur. Tetapi untuk lebih mengetahui hasil yang sudah didapat kiranya perlu juga dilakukan pengujian menggunakan metode iodometri selain menggunakan metode lain yaitu metode X-ray Fluorescence (XRF). Titrasi iodometri (redoksimetri) termasuk dalam titrasi dengan cara tidak langsung, dalam hal ini ion iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium yang nantinya dititrasi dengan larutan baku Na2S2O3. Cara ini digunakan untuk penentuan oksidator H2O2. Pada oksidator ditambahkan larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang akan dititrasi dengan Na2S2O3. Sebagai indikator, digunakan larutan kanji. Titik akhir titrasi pada iodometri apabila warna biru telah hilang. Ttitrasi dengan larutan standar Na2S2O3 terhadap pembebasan iodium dari suatu reaksi redoks. Proses titrasi dapat dilakukan dalam analisis kuantitatif volumetri secara reduksimetri dan oksidimetri. Hal ini disebut sebagai iodometri. Titrasi reduksimetri adalah titrasi yang dilakukan dengan larutan standar adalah reduktor dan analit adalah oksidator. Sedangkan titrasi oksidimetri adalah titrasi saat reduktor sebagai analit dan oksidator sebagai titran atau larutan standar. Iodometri dapat digunakan dalam pengukuran angka peroksida pada

minyak. Reaksi antara peroksida pada minyak yang dilarutkan pada medium campuran asetat dan kloroform akan menghasilkan reaksi oksidasi sehingga membebaskan iod dari kalium iodida (Tirtowiyadi, 2011) 2.4. Metode Winkler Metode winkler merupakan metode dengan prinsip titrasi iodometri. Metode ini banyak digunakan dalam penentuan kadar DO. Metode Winkler akan menghasilkan endapan MnO2 yang dilakukan dengan menambahkan larutan MnCl2 dan NaOH – KI pada sampel air laut. Endapan tersebut akan dilarutkan kembali untuk dilakukan titrasi iodometri menggunakan larutan standar Na2S2O3. Pelarutan endapan MnO2 menggunakan larutan HCl atau H2SO4. Larutan indikator yang digunakan adalah larutan amilum (Chandra, 2012). Menurut Simanjuntak (2012), metode titrasi dengan cara Winkler secara umum banyak digunakan untuk menentukan kadar DO. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 dan NaOH atau KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan DO. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut : MnCI2 + NaOH  Mn(OH)2 + 2 NaCI Mn(OH)2 + O2  2 MnO2 + 2 H2O MnO2 + 2 KI + 2 H2O  Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH I2 + 2 Na2S2O3  Na2S4O6 + 2 NaI Menurut Septiawan (2014), Kelebihan metode Winkler dalam menganalisis DO (Dissolved Oxygen), yaitu: a. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang akurat. b.

Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter.

c.

Dibandingkan dengan metode titrasi, peranan kalibrasi alat DO meter sangat menentukan akurasinya hasil penentuan pengukuran. Menurut Septiawan (2014), Kelemahan metode Winkler dalam menganalisis

DO (Dissolved Oxygen),yaitu: a.

Penambahan indikator amilum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus I2 karena akan menyebabkan amilum

b.

sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan.

2.5. Baku Mutu Perairan Menurut (Marasabessy, 2010), keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut, untuk : Biota Laut Nomor : 51 Tahun 2004. Tabel 1. Baku Mutu Air Laut NO.

PARAMETER FISIKA

SATUAN

BAKU MUTU

1

Kecerahan

M

Coral:

>53 Alami

3

Kekeruhan

NTU

80-90% kejenuhan)

4

BOD

5

PAH

6 7 8 9 10 11 12

NO. 13 14 15 16 17 18 19

Mg/l (Paliaromatik Mg/l

Hidrokarbon) Senyawa Fenil total PCB total (poliktor bifenil) Surfaktan (deterjen) Minyak dan lemak Pestisida TBT (Tributil tin) LOGAM TERLARUT Raksa (Hg)

PARAMETER FISIKA Kromium heksavalen (Cr(VI)) Arsen (As) Kadmium (Cd) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Seng (Zn) Nikel (Ni) BIOLOGI

20 0,003

Mg/l Mg/l Mg/l MBAS Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l

0,002 0,01 1 1 0,01 0,01

SATUAN Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l

BAKU MUTU 0,005 0,002 0,012 0,002 0,001 0,015 0,008 0,008 0,05 0,05

0,001 0,05

20 21 22 23

Coliform (total) Patogen Plankton RADIO NUKLIDA Komposisi yang

MPN/100 ml Sel/100 ml Sel/100 ml tidak Bq/I

diketahui

III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.1.1. Praktikum Lapangan Hari, tanggal

: Jumat, 1 April 2016

Waktu

: 14.45 – 15.00 WIB

Tempat

: Dermaga Marine Station, Teluk Awur, Jepara

3.1.2. Praktikum Laboratorium Hari, Tanggal

: Rabu, 19 April 2016

Pukul

: 13.00 – 14.30 WIB

1000 g Nihil Tidak bloom 4

Tempat

: Laboratorium Kimia Gedung E, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat Praktikum Tabel 2 . Alat-alat Praktikum No

Nama Alat

1

Botol Reagen

Gambar

Fungsi Sebagai

tempat

menyimpan

sampel

2

Gelas Ukur

Untuk

mengukur

volume

bahan cair

3

Labu Ukur

Untuk mengukur bahan cair dalam skala yang lebih besar

4

Pipet Tetes

Untuk

memindahkan

cairan

dalam skala kecil

5

Corong

Untuk membantu memasukan zat

cair

ke

tempat

diameter mulutnya kecil

yang

6

Buret dan Statifnya

Sebagai alat titrasi/ tempat zat cair untuk menitrasi

7

Tissue

Untuk membersihkan alat

8

Erlemayer

Sebagai tempat sampel yang akan dititrasi

3.2.2. Bahan Praktikum Tabel 3. Bahan-bahan Praktikum No 1

Nama Bahan Gambar Sampel Air Laut

Fungsi Sebagai sempel yang akan diuji

125 mL

2

HCl

Untuk

meleburkan/melarutkan

kembali endapan

3

Na2S3O

Sebagai

larutan

standar

untuk

menitrasi sampel

4

Amilum

Sebagai larutan indikator titrasi

5

MnCl2

Sebagai reagen untuk mengawetkan larutan

sample

dan

membuat

endapan pada larutan sample.

6

KI- NaOH

Sebagai reagen untuk mengawetkan larutan

sample

dan

membuat

endapan pada larutan sample.

3.3. Metode 3.3.1 Cara Kerja Pengambilan Sampel Alat-alat untuk mengambil sampel disiapkan dahulu

Sampel (air laut) diambil di tiap ekosistem (lamun, rumput laut dan mangrove)

Botol bening warna gelap disiapkan

Jarak 8 meter dari tepi pantai, kemudian air laut dimasukkan dalam botol

Botol dibuka dan diisi air laut sampai hampir penuh, usahakan tidak ada gelembung yang masuk ke dalam botol

Botol ditutup kembali dengan rapat

Air laut dalam botol, ditambahkan KI-NaOH dan MnCl2 masing-masing sebanyak 20 tetes

Sampel disimpan dalam cool box dan dibawa ke laboratorium untuk diuji lebih lanjut

SELESAI

3.3.2. Cara Kerja Pengujian Sampel di Laboratorium Mulai

Alat dan bahan disiapkan

Tambahkan 1 ml HCl pekat pada larutan sampel lalu dihomogenkan

Sampel (air laut) sebanyak 50 ml dituangkan kedalam erlenmeyer ukuran 100 ml

Sampel tersebut dititrasi dengan Na2S2O3 sampai terjadi perubahan warna dari kuning pekat menjadi kuning pucat

Ditambahkan amilum sebanyak 5 tetes, kemudian titrasi dilanjutkan hingga terjadi perubahan warna biru menjadi tidak berwarna

Volume total Na2S3O3 sebelum dan sesudah titrasi di catat

Konsentrasi nilai dari oksigen akhir dicatat

SELESAI

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 4.1.1. Hasil Perubahan Warna Selama Titrasi Iodometri

Gambar 1. Hasil Titrasi Pertama

Gambar 2. Hasil Larutan dibeli Indikator Amilum

Gambar 3. Hasil akhir titrasi Iodometri 4.2. Pembahasan Pada saat pengambilan sampel air laut digunakan botol reagen (botol winkler) yang berwarna gelap agar sampel tidak terkena cahaya matahari. Sampel air laut yang sudah diambil ditetesi dengan larutan MnCl2 dan juga larutan KI-NaOH yang bertujuan untuk mengawetkan sampel air laut tersebut, untuk mematikan bakteri dan mikroorganisme yang ada di dalam sampel air laut dan kedua larutan tersebut juga berfungsi untuk mengendapkan sampel, hingga pada akhirnya sampel yang akan diamati di laboratorium akan tetap baik keadaannya. Sampel yang akan diamati kemudian ditetesi dengan larutan HCl pekat (asam kuat) yang bertujuan untuk menghilangkan endapan atau melarutkan endapan yang ada pada sampel sehingga sampel dapat digunakan dan dapat diamati kadar oksigennya. Larutan Na2S2O3 digunakan sebagai larutan standard yang telah diketahui konsentrasinya untuk mentitrasi sampel air laut, larutan ini diberikan untuk memberikan perubahan warna larutan yang dititrasi dari kuning pekat menjadi kuning bening.

Indikator yang digunakan adalah indicator amilum. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Pada praktikum ini hasil perhitungan kadar oksigen yang diperoleh dari larutan sampel kelompok 4 kelas A adalah 26,88 mg/l. Baku mutu untuk air laut menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut dalam parameter DO (Dissolved Oxygen) atau kadar oksigen terlarut adalah dengan nilai optimal 5 mg/l sampai 20 mg/l, dimana hasil dari kelompok 4 sudah sangat terlalu tinggi. Hasil yang didapat menjadi sangat tinggi bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan tersebut adalah suhu air laut itu sendiri, suhu merupakan regulator utama proses alamiah di dalam lingkungan laut, suhu mengendalikan aktivitas, memacu dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan yang dapat menyebabkan kematian jika laut tersebut sangat hangat atau sangat dingin secara tiba-tiba, faktor lingkungan yang kedua adalah arus laut, arus akan berpengaruh juga terhadap distribusi gas-gas yang terlarut, garam, makanan dan organisme yang ada di laut itu sendiri, kandungan oksigen terlarut umumnya pada perairan berarus deras cukup tinggi, faktor lingkungan yang ketiga adalah kekeruhan (turbiditas), kekeruhan yaitu suatu ukuran yang menyatakan apakah cahaya matahari itu dapat menembus suatu perairan tersebut atau tidak. Biasanya jika kekeruhan di suatu perairan laut cukup tinggi, maka oksigen terlarut yang terkandung di dalamnya rendah. Pada umumnya jika kekeruhan meningkat, nilai estetikanya menurun, filtrasi air lebih sulit dan mahal, dapat juga berkurangnya zat-zat kimia yang menjadikan perairan tersebut jernih kembali. Pada faktor yang terjadi di laboratorium sendiri, banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil dari perhitungan kadar oksigen terlarut sebagai contoh yaitu, pada proses penyimpanan sampel suhu lingkungan dapat

berpengaruh, pada saat meneteskan HCl pekat, konsentrasi dari HCl pekat yang diteteskan terlalu banyak sehingga mempengaruhi sampel tersebut, pada proses penetesan indikator amilum dapat kelebihan atau bahkan kurang yang dapat mempengaruhi sampel juga. Hasil perhitungan kadar oksigen yang diperoleh dari 14 sampel berbeda-beda. Pada hasil perhitungan kadar oksigen terlarut yang diperoleh dari ekosistem lamun memiliki hasil kadar oksigen terlarut berkisar antara 11,52 mg/l sampai dengan 36,16 mg/l, untuk hasil perhitungan kadar oksigen terlarut yang diperoleh dari ekosistem rumput laut berkisar antara 9,6 mg/l sampai 80 mg/l dan untuk hasil perhitungan kadar oksigen terlarut yang diperoleh dari ekosistem mangrove berkisar antara 14,72 mg/l sampai 35,84 mg/l. Terlihat dari hasil yang diperoleh dari seluruh sampel, kadar DO dari ekosistem rumput laut lebih tinggi dari pada ekosistem lamun hal ini dapat dikarenakan rumput laut adalah merupakan lokasi perkembangbiakan ikan dan kerang yang mendukung ketersediaan pangan bagi manusia, sehingga jumlah organisme yang terdapat disuatu ekosistem tersebut maka dapat mempengaruhi DO dari suatu ekosistem, sama halnya dengan hasil DO yang didapat di ekosistem lamun dan ekosistem mangrove, pada ekosistem lamun memiliki hasil perhitungan kadar DO yang lebih tinggi, hal ini dapat disebabkan karena ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang mempunyai peranan penting berbagai biota laut dan merupakan salah satu ekosistem bahari yang paling produktif namun memiliki kandungan zat hara yang rendah yang dapat mempengaruhi, pada ekosistem mangrove hasil perhitungan kadar DO yang didapat sedikit lebih rendah hal yang dapat disebabkan atau dapat dipengaruhi oleh pengaruh dari dekatnya ekosistem dari pantai dan pada organisme yang terdapat di suatu ekosistem tersebut. Distribusi oksigen terlarut yang rendah umumnya ditemukan pada lokasi yang dekat ke pantai. Hal ini dipengaruhi oleh bioproses yang banyak terjadi di perairan estuarine, sedangkan kadar oksigen terlarut yang tinggi pada umumnya ditemukan di lokasi yang semakin jauh dari pantai, hal ini dipengaruhi oleh lancarnya oksigen untuk masuk ke dalam air melalui proses difusi dan proses fotosintesa, namun hal ini tidak dapat menjadi patokan utama.

Hasil perhitungan kadar DO baik dari kelompok 4 dan kelompok lainnya, didapat hasil yang terlalu tinggi, hasil perhitungan kadar DO dari suatu perairan seharusnya tidak lebih dari 20 mg/l, jika perhitungan kadar DO melebihi 20 mg/l maka terjadi eutrofikasi. Eutrofikasi adalah pengayaan (enrichment) air dengan nutrien/unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan. Unsur hara yang dimaksud adalah nitrogen (N) dan fosfor (P), atau merupakan proses di mana suatu tumbuhan tumbuh dengan sangat cepat dibandingkan pertumbuhan yang normal. Proses ini juga sering disebut dengan blooming

yang dapat

menyebabkan tingginya kadar DO suatu perairan. Hal yang meyebabkan tingginya suatu kadar DO adalah adanya keadaan blooming atau pertumbuhan baik tumbuhan yang memproduksi unsur-unsur yang ada secara berlebihan, kemudian dari faktor limbah organik yang terbawa atau bermuara ke suatu perairan tersebut yang akan membawa senyawa-senyawa asing dan berlebihan yang akan menyebabkan tingginya suatu kadar DO. Faktor kedalaman air juga dapat mempengaruhi, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar oksigen terlarut akan menurun karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan – bahan organik dan anorganik dan yang terakhir adalah suhu, semakin rendah suhu maka akan semakin besar kandungan oksigen terlarut yang ada pada suatu perairan tersebut, jika semakin tinggi suhu tersebut maka akan semakin sedikit kandungan oksigen terlarut yang ada. Jika suatu perairan dalam, maka cahaya matahari yang sampai ke perairan akan lebih sedikit daripada yang di permukaan. Sedikitnya cahaya matahari yang sampai di suatu kedalaman akan menyebabkan kecerahan itu sedikit. Kecerahan ini akan berdampak pada kegiatan fotosintesis dan keberadaan fitoplankton yang akan sedikit pula. Sehingga hal ini akan menyebabkan oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis akan lebih rendah daripada yang berada di permukaan perairan. Oksigen terlarut akan rendah dengan semakin bertambahnya kedalaman perairan. Faktor eksternal yang dapat menyebabkan tingginya kadar DO adalah saat penyimpanan sampel air di laboratorium tidak dimasukkan ke lemari pendingin sehingga suhu menjadi meningkat dan membuat mikoorganisme yg ada di sampel

air berfotosintesis yang menyebabkan kandungan oksigen terlarut meningkat, dan yang paling berpengaruh adalah faktor dari proses titrasi itu sendiri (human error) yang dapat mempengaruhi hasil dari kadar DO yang sangat tinggi.

V.

PENUTUP

5.1.

Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar

oksigen terlarut dalam sampel air laut yang didapatkan oleh kelompok kami adalah sebesar 26,88 mg/l. Didapat pula hasil rata-rata tiap ekosistem yang didapat seluruh kelompok yaitu pada ekosistem lamun kadar oksigen terlarutnya adalah 22,857 mg/l, pada ekosistem rumput laut sebesar 35,2 mg/l dan pada ekosistem mangrove sebesar 23,95 mg/l 5.2. Saran 1. Sebaiknya alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum disesauikan dengan standarnya agar hasil yang didapat bisa akurat, seperti amilum dan natium tiosulfat seharusnya dibuat secara tepat.

2. Sebaiknya praktikan lebih teliti dan berhati-hati selama melaksanakan parktikum agar tidak mengganggu jalannya praktikun dan mengurangi kerusakan alat alat laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA Chandra, A.D. 2012. Rancang Bangun Kontrol pH Berbasis Self Tuning PID Melalui Metode Adaptive Control. ITS. Surabaya. Marasabessy, M.D. 2010. Pemantauan Kadar Logam Berat dalam Air Laut dan Sedimen di Perairan Pulau Bacan, Maluku Utara. Pusat Penitian Oceanografi. Jakarta Nuryanti, S. 2010. Indikator Titrasi Asam-Basa dari Ekstrak Bunga Sepatu. UGM. Yogyakarta Patty, S. 2013. Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen Terlarut di Perairan Kema, Sulawesi Utara. LIPI. Belitung.

Septiawan, M. 2014. Penurunan Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Tanaman CATTAIL dengan Sistem Constructed Wetland. UNS. Semarang. Simanjuntak, M. 2012. Kualitas Air Laut Ditinjau dari Aspek Zat Hara, Oksigen Terlarut dan pH di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah. LIPI. Jakarta, Tirtowiyadi. 2011. Aplikasi Kontrol Propotional Plus Integral pada Pengaturan Kadar Oksigen Akuarium. Universitas Diponegoro. Semarang.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF