Osilator Harmonik

March 23, 2019 | Author: Guruh Sukarno Putra | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

gfgggghfghgh...

Description

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gelombang zat, atau gelombang pengarah (pemandu) telah menjadi bagian khasanah ilmu Fisika pada tahun 1925 dengan ditandai oleh munculnya hipotesa de-Broglie. Hipotesa tentang gelombang  pengarah sangat diilhami oleh studi mengenai gerak elektron dalam atom Bohr. Gelombang zat yang senantiasa menyertai gerak suatu zarah melengkapkan pandangan tentang dualisme zarah gelombang. Dengan demikian perbedaan antara cahaya dan zarah, atau lebih tegasnya antara gelombang dan zarah menjadi hilang. Gelombang cahaya dapat  berperilaku sebagai zarah, sebaliknya zarah dapat berperilaku sebagai gelombang. Pandangan semacam itu sangat berbeda dengan persepsi manusia tentang gejal-gajal fisik konkret yang dialami nya sehari-hari. Sejak abad ke-20 teori-teori klasik mulai dipertanyakan kesahihannya untuk dipergunakan di tingkat atom yang sub-atom. Satu tahun setelah  postulat de-Broglie disebarluaskan seorang ahli fisika dari Austria, Erwin Schrodinger berhasil merumuskan suatu persamaan diferensial umum untuk gelombang de-Broglie dan dapat ditunjukkan pula kesahihannya untuk berbagai gerak elektron. Persamaan diferensial ini yang selanjutnya dikenal sebagai persamaan gelombang Schrodinger sebagai pembuka jalan ke arah perumusan suatu teori mekanika kuantum yang komprehensip dan lebih formalistik. Pada tahun 1927, satu tahun setelah Schrodinger merumuskan persamaan gelombangnya, Heisenberg merumuskan suatu  prinsip yang bersifat sangat fundamental. Prinsip ini dirumuskan pada waktu orang sedang sibuk mempelajari persamaan Schrodinger dan  berusaha keras untuk dapat memahami maknanya. Pada tahun 1926, Heisenberg juga muncul dengan suatu cara baru untuk menerangkan garisgaris spektrum yang dipancarkan oleh sistem atom. Pendekatannya sangat lain, karena yang digunakannya adalah matriks. Hasil yang diperoleh

1

dengan cara ini sama dengan apa yang diperoleh melalui persamaan Schrodinger. Mekanika kuantumnya Heisenberg dikenal sebagai mekanika matriks.

Secara

kronologis

prinsip

Heisenberg

muncul

sesudah

dirumuskannya persamaan Schrodinger. Tetapi sebagai suatu prinsip teoritik hal itu merupakan suatu hal yang fundamental, dan dapat disejajarkan dengan teori kuantum Einstein, postulat de-Broglie, dan  postulat Bohr. Oleh karenanya dalam pembahasannya prinsip Heisenberg ditampilkan lebih dahulu dari persamaan Schrodinger. Teori Planck tentang radiasi thermal, teori einstein tentang foton, teori Bohr tentang atom Hidrogen, dan postulat de-Broglie tentang gelombang zat, serta  prinsip Heisenberg dikenal sebagai teori kuantum lama. Dalam teori kuantum lama terkandung hampir semua landasan bagi suatu teori yang dapat menguraikan perilaku sistem-sistem fisika pada tingkat atom dan sub-atom.

B. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang dihadapi berdasarkan latar belakang diatas adalah, 1. Apa yang dimaksud Persamaan Schrodinger ? 2. Bagaimana asal –  asal –  usul   usul Persamaan Schrodinger Schrodinger terjadi ? 3. Apa sajakah resep Persamaan Schrodinger ? 4. Bagaimana

Pembenaran

yang

dtimbulkan

dari

Persamaan

Schrodinger?

C. Tujuan Makalah

Tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai mata kuliah Fisika Modern. Selain itu, penyusun berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai Pembenaran Persamaan Schrodinger dan Resep Schrodinger, serta untuk mengetahui dan mendalami penerapan Persamaan Persamaan Schrodinger. Schrodinger.

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembenaran Persamaan Schrodinger

Baik hukum Newton, persamaan Maxwell, maupun persamaan Schrodimger tidak dapat diturunkan dari seperangkat asas dasar, namun  pemecahan yang diperoleh darinya ternyata sesuai dengan pengamatan  percobaan. Persamaan Cshrodinger hanya dapat dipecahkan secara eksak untuk beberapa potensial sederhana tertentu; yang paling sederhana adalah  potensial konstan dan potensial osilator harmonik. Kedua kasus sederhana ini memang tidak “fisis,” dalam artian bahwa pemecahannya tidak dapat diperiksa kebenarannya dengan percobaan-tidak ada contoh di alam yang  berkaitan dengan gerak sebuah pertikel yang terkukung dalam sebuah kotak satu dimensi, ataupun sebuah osilator harmonik mekanika kuantum ideal (meskipun kasus seperti ini seringkali merupakan hampiran yang cukup baik bagi situasi fisis yang sebenarnya). Namun demikian, brbagai kasus sedrhana ini cukup bermanfaat dalam memberikan gambaran tentang teknik umum pemecahan persamaan Schrodinger yang akan dibahas dalam bab ini. Kita bayangkan sejenak bahwa kita adalah Erwin Schrodinger dan sedang meneliti suatu persamaan diferensial yang akan menghasilkan  pemecahan yang sesuai bagi fisika fis ika kuantum. Akan kita dapati bahwa kita dihalangi oleh tidak adanya hasil percobaan yang dapat kita gunakan sebagai bahan perbandingan. Oleh karena itu, kita harus merasa puas dengan hal berikut-kita daftarkan semua sifat yang kita perkirakan akan dimiliki persamaan kita, dan kemudian menguji macam persamaan manakah yang memenuhi semuan criteria tersebut. 1. Kita tidak boleh melanggar hukum kekekalan energy. Meskipun kita hendak mengorbankan sebagian besar kerangka fisika klasik, hukum

3

kekekalan energy adalah salah satu asas yang kita inginkan tetap  berlaku. Oleh karena itu, kita mengambil K+V=E

(5.1)

Berturut-turut, K, V, dan E adalah energy kinetic, potensial, total. (karena kajian kita tentang fisika kuantum ini dibatasi pada keadaan takrelativistik, maka K= 1/2mv² = p²/2m; E hanyalah menyatakan  jumlah energy kinetic dan potensial, bukan energy massa relativistic). 2. Bentuk persamaan diferensial apa pun yang kita tulis, haruslah taat asas terhadap hipotesis deBrogile-jika kita pecahkan persamaan matematikanya bagi sebuah partikel dengan momentum p, maka  pemecahan yang kita dapati haruslah berbentuk sebuah fungsi gelombang dengan sepanjang gelombang

  yang sama dengan h/p.

dengan menggunakan persamaan p = hk, maka enrgi kinetic dari gelombang deBrogile partikel bebas haruslah K = p²/2m = ђ²k²/2m. 3. Persamaanya

haruslah

“berperilaku

baik,”

dalam

pengertian

matematika. Kita mengharapkan pemecahannya memberikan informasi kepada kita tentan porbalitas untuk menemukan partikelnya; kita akan terperanjat menemukan bahwa, misalnya, probalitas tersebut berubah secara tidak kontinu, karena ini berarti bahwa partikelnya menghilang secara tiba-tiba dari suatu titik dan muncul kembali pada titik lainnya. Jadi, kita syaratkan bahwa fungsinya haruslah bernilai tunggal-artinya, tidak boleh ada dua probalitas untuk menemukan partikel di satu titik yang sama. Ia harus pula linear, agar gelombangnya memiliki sifat superposisi yang kita harapkan sebagai milik gelombang yang  berperilaku baik. Dengan memilih bernalar dalam urutan terbalik, akan kita tinjau terlebih dahulu pemecahan dari persamaan yang sedang kita cari. Anda telah mempelajari di depan tentang gelombang tali, yang memiliki bentuk matematik y(x,t) = A sin (kx-

, dan gelombang

electromagnet, yang memiliki pula bentuk serupa E(x,t) = E 0 sin (kx – 

  dan B(x,t) = B   sin (kx  –  . Oleh karena itu, kita postulatkan 0

4

 bahwa gelombang deBrogile partikel bebas

,  memiliki pula

 bentuk sebuah gelombang dengan amplitude A yang merambat dalam arah x positif. Katakanlah t = 0, jadi dengan mendifinisikan sebagai

, maka (5.2)

Persamaan diferensial, yang pemecahannya adalah

,

dapat mengandung turunan terhadap  x atau t , tetapi ia haruslah hanya  bergantung pada pangakat satu dari muncul. Didepan telah didapati bahwa

atau (

tidak boleh , sehingga satu-

satunya cara untuk memperoleh suku yang mengandung dengan mengambil turunan kedua dari

adalah

terhadap x.

(5.3)

Perlu ditekankan bahwa yang kita lakukan disini bukanlah suatu penurunan; kita hanya sekedar membentuk suatu persamaan diferensial dengan ketiga sifat berikut : (1) ia taat asas dengan kekekalan energi; (2) ia linear dan bernilai tunggal; (3) ia memberikan  pemecahan partikel bebas yang sesuai dengan sebuah gelombang deBrouglie tunggal. Persamaan (5.3) adalah  persamaan

SchrŐdinger

waktu-bebas  satu dimensi. Meskipun gelombang nyata selain  bergantung pada koordinat ruang dan juga waktu , dan bahwa alam kita bukan berdimensi satu melainkan tiga, kita dapat belajar mengenai matematika dan fisika dari mekanika kuantum dengan mempelajari  berbagai pemecahan.

5

B. Resep Schrodinger

Mengingat teknik untuk memecahkan Persamaan (5.3) bagi  berbagai bentuk potensial

V (yang pada umumnya bergantung pada

x),adalah hamper sama, maka kita dapat menyusun saja suatu daftar urutan langkah, seperti dibawah ini, yang perlu diterapkan untuk memperoleh  pemecahannya. Anggaplah kita diberi suatu V (x)tertentu yang diketahui, dan kita ingin memperoleh fungsi gelombang ψ(x) dan enegi E. Ini adalah contoh persoalan umum yang dikenal sebagai persamaan nilai eigen (pribadi , baca:aigen). Akan kita temukan bahwa persamaan ini hanya memperkenankan pemecahan dengan nilai energy tertentu E saja, yang dikenal sebagai nilai eigen energy.

1. Mulailah dengan menuliskan persamaan (5.3) untuk V(x)

yang

 bersangkutan. Perhatikan jika potensialnya berubah secara tidak kontinu [ V(x) mungkin saja dapat tidak kontinu, tetapi ψ(x) tidak  boleh ], maka untuk daerah x(ruang) yang berbeda perlu kita tuliskan  pula persamaan yang berbeda. Contoh  – contoh kasus seperti ini akan disajikan dalam pasal 5.4 2. Dengan menggunakan teknik matematika yangs esuai pada bentuk  persamaan yang ditulis, carilah suatu fungsi matematika ψ(x) sebagai  pemecahan bagi persamaan

bagi persamaana

diferensial

yang

 bersangkutan. Karena tidak ada teknik khusus yang kami uraikan untuk memecahkan berbagai persamaan diferensial, maka kita hanya akan belajar dari sejumlah contoh mengenai bagaimana mendapatkan  pemecahan tersebut. 3. Pada umumnya, kita dapati banyak pemecahan yang memenuhi. Dengan menerapkan syarat-syarat batas, maka beberapa dari antara  pemecahan itu dapat dikesampingkan dan semua tetapan( integrasi) yang tidak diketahui dapat ditentukan. Biasanya, penerapan syaratan yang menentukan pemilihan nilai-nilai eigen energy.

6

4. Jika anda sedang mencari pemecahan bagi suatu potensial yang  berubah secara

tidak

kontinu, maka anda

harus menerapkan

 persyaratan kekontinuan pada ψ(dan juga dψ/dk pada batas antara daerah daerah ketidak kontinuan. 5. Tentukanlah semua tetapan (integrasi) yang belum diketahui, misalnya tetapan A dalam persamaan (5.2).Metode penentuan ini akan diuraikan dalam pasal berikut. Sekarang , marilah kita tinjau salah satu contoh dari isika klasik yang memerlukan beberapa teknik pemecahan yang sama seperti pada [ersoalan  –   persoalan khas fisika kuantum. Persyaratan kekontinuan  pada batas antara dua daerah adalah sesuatu yang seringkali diterapkan dalam berbagai persoalan klasik. Untuk mengilustrasikannya akan kita  pelajari persoalan klasik berikut :

Contoh Sebuah benda bermassa m dijatuhkan dari ketinggian H di atas tangki air. Ketika memasuki air, ia mengalami gaya apung B yang lebih  besar daripada beratnya. (Kita abaikan gaya gesek (viskos) oleh air pada  benda Carilah perpindahan dan kecepatan benda, dihitung dari saat dilepaskan hingga ia muncul kembali kepermukaan air.  Pemecahan Kita pilih sebuah system koordinat dengan y positif keatas, dan mengambil y=0 pada permukaan air. Selama benda jatuh bebas, ia hanya dipengaruhi gaya gravitasi. Maka, dalam daerah 1(diatas air, hukum kedua  Newton memberikan -mg = m Yang memiliki pemecahan



₀₁ y₁(t) = y₀₁ + v₀₁t –  1/2gt² v (t) = v  - gt

7

₀₁

₀₁

v   dan y   adalah kecepatan dan ketinggian awal pada saat t=0. Ketika  benda memasuki air (daerah 2), gayanya menjadi B-mg, sehingga hukum kedua Newton menjadi B-mg = m Yang memiliki pemecahan



₀₂  – g ) t v₂ (t) = y₀₂+v₀₂t +  – g ) t² v  (t) = v  +

Keempat

pemecahan

ini

memiliki

empat

koefisien

tidak

₀₁ ₀₁ ₀₂ ₀₂ (Perhatikan bahwa y₀₂  dan v₀₂  bukanlah

tertentukan y , v , y , v

nilai pada saat t=0, tetapitetapan yang akan ditentukan kemudian). Kedua tetapan pertama diperoleh dengan menerapkan syarat awal –   pada saat t=0

₀₁

₀₁

(ketika benda dilepaskan) y =H dan v   = 0, karena benda dilepaskan dari keadan diam. Oleh karena itu, pemecahan dalam daerah 1 adalah



v  (t) = - gt



y (t) = H -1/2gt²

Langkah berikut dalam penerapan syarat batas pada permukaan air .



Misalkan t   adalah saat ketika benda memasuki air. Syarat batasnya menghendaki bahwa v dan y kontinu pada daerah batas antara air dan udara, yakni:

₁₁ ₂₂

y (t ) = y (t ) dan

₁₁ ₂₂

v (t ) = v (t ) Persyaratan pertama mengatakan bahwa benda nya tidak lenyap  pada suatu saat tertentu dan kemudian muncul kembali di suatu titik lain  pada saat berikutnya. Persyaratan kedua setara dengan mensyaratkan lajunya berubah secara mulus pada permukaan air. [Jika syarat tidak

₁₁

dipenuhi , maka v  (t -Δt)

₂₁

v  (t -Δt) meskipun Δt 0, shingga percepatan

8

akan menjadi takhingga]. Untuk menerapkan syarat batas ini, kita harus

₁ ₁ y₁(t₁) = H –  ½ gt² = 0

terlebih dahulu mencari t  ketika y  menjadi nol.

sehingga t=

₁₁

Dengan demikian, laju benda ketika menyentuh air v (t ) adalah

₁₁

v (t ) = -gt = -g

=

Maka syarat batas memberikan

₂ ₁ ₀₁ ₀₂

y (t ) = y  + v

+ ½ (  –  g) ( ) = 0

dan

₂ ₁ ₀₂

v (t ) = v  + (  –  g) ( ) = Kedua

persamaan

ini

₀₂

dapat

dipecahkan

secara

₀₂

memperoleh y   dan v , yang menghasilkan v

₀₂

serempak

₀₂ = - (B/m)

untuk dan

y  = H (1 + B/mg). Jadi, pemecahan lengkap dalam daerah 2 adalah

₂₁

v (t ) = -

₂₁

v (t ) = H +

+ (  –  g) t -

t+ ½ (  –  g) t²

₁ ₁





Persamaana bagi v , y , dan v  dan y  memberikan perilaku gerak  benda dari saata t = 0 hingga ia muncul kembali ke permukaan air. Hasil  –   hasil ini dapat kita terapkan untuk menghitung sifat gerak lainnyaa; sebagai contoh, kita dapat mencari kedalama maksimum yang





dicapai benda, yang terjadi ketika v =0 . Jika kita ambil t  sebagai waktu  pada saat hal ini terjadi, maka

₂₂



v (t ) = -

+ (  –  g) t  = 0



(t ) =





Kedalaman D adalah nilai y  pada saat t  ini , yaitu

₂₂

D = y (t ) = (H +

-



+ ½ (  –  g) t ²

9

D=Rangkuman kegiatan dalam kegiatan kita dalam contoh ini adalah : kita

menggunakan

persamaan

gerak

untuk

mencari

pemecahan

 persoalannya, kemudian menghitung semua tetapan tidak tentu dalam  pemecahan yang kita peroleh dengan menerapkan syarat awal dan syarat  batas, dan kita peroleh dengan menerapkan hasil pemecahan kita untuk menghitung salah satu perilaku kemudian dari benda (dalam hal ini, kedalam maksimum D). Prosedur yang sama akan kita terapkan pula pada  persoalan fisika kuantum. Perilaku gerak bendanya diperlihatkan dalam Gambar 5.1 , yang memperlihatkan percepatan, kecepatan, dan kedudukannya sebagai fungsi dari waktu. Perhatikan bahwa v(t) dan y(t) kedua-duanya kontinu, sebagaimana kita syaratkan pada penerapan syarat batas. Andaikanlah airnya kita ganti dengan sebuah permukaan lantai tegar yang memantulkan benda itu (yang juga tegar) secara elastic. Maka untuk keadaan yang ideal, ketergantungan percepatan, kecepatan, dan kedudukan benda sebagai fungsi dari waktu adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5.2. Perhatikan bahwa pada kasus ini, benda menderita gaya tidak hingga ketika ia menyentuh permukaan lantai tegar, sehingga kecepatannya berubah secara takkontinu, tetapi kedudukannya  berubah secara kontinu (ia tetap tidak menghilang seketika dan muncul ditempat lain).

C. Probalitas dan Normalisasi

Fungsi gelombang ψ(x) menyatakan suatu gelombang yang memiliki panjang gelombang

dan bergerak dengan kecepatan fase yang

 jelas. Masalah yang muncul ketika hendak menafsirkan amplitudonya. Apakah yang dinyatakan oleh amplitudo ψ(x) dan variabel fisika apakah yang bergetar? Ini merupakan suatu jenis gelombang yang berbeda, yang nilai mutlaknya memberikan probabilitas untuk menemukan partikelnya

10

 pada suatu titik tertentu. Dimana|ψ(x)| 2 dx memberikan probabilitas untuk menemukan partikel

dalam

selang dx di x. Rapat

probabilitas P(x)

terhadap ψ(x) menurut persamaan Schrödinger sebagai berikut: P(x)dx=|ψ(x)|2dx

(5.4)

Tafsiran |ψ(x)|2 ini membantu memahami persyaratan kontinu ψ(x), walaupun amplitudonya berubah secara tidak jelas dan kontinu. Probabilitas untuk menemukan partikel antara x dan x adalah jumlah semua probabilitas P(x)dx dalam selang antara x 1  dan x 2  adalah sebagai  berikut :

∫  = ∫||  

(5.5)

Dari aturan ini, maka probabilitas untuk menemukan partikel disuatu titik sepanjang sumbu x, adalah 100 persen, sehingga berlaku:

∫−+ ||  = 1  ∞ ∞

(5.6)

Persamaan (2.3) dikenal dengan syarat Normalisasi, yang menunjukkkan bagaimana

mendapatkan tetapan A. Dimana tetapan A

tidak dapat ditentukan dari persamaan Differensialnya. Sebuah fungsi gelombang yang tetapan pengalinya ditentukan dari persamaan

(2.3)

disebut ternormalisasikan. Hanyalah fungsi gelombang yang ternomalisasi secara tepat, yang dapat digunakan untuk melakukan semua perhitungan yang mempunyai makna fisika. Jika normalisasinya telah dilakukan secara tepat, maka persamaan (2.3) akan selalu menghasilkan suatu probabilitas yang terletak antara 0 dan 1. Setiap pemecahan persamaan Schrödinger yang menghasilkan |ψ(x)|2  bernilai tak hingga,harus dikesampingkan. Karena tidak pernah terdapat probabilitas tak hingga untuk menemukan  partikel pada titik manapun. Maka harus mengesampingkan suatu  pemecahaan dengan mengembalikan faktor pengalinya sama dengan nol. Sebagai contoh, jika pemecahan matematika bagi persamaan differensial mmenghasilkan ψ(x) = Aekx + Be-kx  bagi seluruh daerah x > 0, maka syaratnya A = 0 agar pemecahannya mempunyai makna fisika. Jika tidak |ψ(x)) | akan menjadi tak hingga untuk x men uju tak hhingga (Tetapi jika

11

 pemecahannya dibatasi dalam selang 0 < x < L, maka A tidak boleh sama dengan nol). Tetapi jika pemecahannya berlaku pada seluruh daerah negatif sumbu x < 0, maka B = 0. Kedudukan suatu partikel tidak dapat dipastikan, dalam hal ini tidak dapat menjamin kepastian hasil suatu kali pengukuran suatu besaran fisika yang bergantung pada

kedudukannya. Namun jika menghitung

 probabilitas yang berkaitan dengan setiap koordinat, maka ditemukan hasil yang mungkin dari pengukuran satu kali atau rata-rata hasil dari sejumlah  besar pengukuran berkali-kali.

D. Beberapa Penerapan

Persamaan Schrodinger dapat diterapkan dalam berbagai persoalan fisika. Dimana pemecahan persamaan Schrodinger yang disebut fungsi gelombang, memberikan informasi tentang perilaku gelombang dari  partikel. 1. Pada Partikel Bebas

Yang dimaksud dengan “partikel bebas” adalah sebuah partikel yang bergerak tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang, yaitu, F =

   = 0  sehingga menempuh lintasan lurus

dengan kelajuan konstan. Sehingga energy potensialnya nol. Partikel bebas dalam mekanika klasik bergerak dengan momentum konstan  p, yang mengakibatkan energy totalnya jadi konstan. Tetapi  partikel bebas dalam mekanika kuantum dapat dipecahkan dengan  persamaan

Schrodinger

tidak

bergantung

waktu.

Persamaan

Schrodinger pada partikel bebas dapat diperoleh dari persamaan (5.8)  berikut: (5.7) Untuk partikel bebas V = 0, maka persamaanya menjadi



 ħ² ² ² = EΨ(x)

(5.8)

12



² = EΨ(x) ² ħ²

(5.9)

² + Ψ(x) = 0 ² ħ²

(5.10)

∶ ²= + ħ²    = ħ²²   

(5.11)

Dengan demikian diperoleh :

² = ²  ² ²   = 0  ²

(5.12) (5.13)

Persamaan (5.14) adalah bentuk umumdari persamaan differensial  biasa berorde dua, dengan k² adalah positif, dimana Ψ(x) merupakan kuantitas kompleks yang memiliki bagian real (nyata) dan bagian imajiner, maka :

²   = ²



(5.14)

Maka didapatkan

Ψ(x) = A sinkx + B cos kx

(5.15)

Pemecahan ini tidak memberikan batasan pada k, maka partikel yang diperkenankan memiliki semua nilai (dalam istilah kuantum,  bahwa energinya tidak terkuantitas). Sedangkan penentuan nilai A dan B mengalami beberapa kesulitan, karena integral normalisasi tidak





dapat dihitung dari -  hingga + , bagi fungsi gelombang itu. 2. Partikel dalam Sumur Potensial

Sumur potensial adalah yang tidak mendapat pengaruh potensial. Hal ini berarti bahwa partikel selama berada dalam sumur potensial, merupakan electron bebas. Kita katakana bahwa electron terjebak di sumur potensial, dan kita anggap bahwa dinding potensial sangat tinggi menuju

∞, atau kita katakana sumur potensial sangat dalam.

Dalam gambar (5.1) berikut kita akan menggambarkan sumur

13

 potensial. Daerah I dan daerah II adalah daerah-daerah dengan V =

∞,

sedangkan di daerah II, yaitu antara 0 dan L, V =. Kita katakana bahwa lebar sumur potensial ini adalah L.

≤≤ x,

V(x) = 0, V(x) =

0



Gambar 5.1 partikel dalam sumur potensial daerah II Pada sumur potensial yang dalam, daerah I dan III adalah daerah dimana kemungkinan berada electron bisa dianggap nol, Ψ 1(x) = 0 dan Ψ2(x) = 0. Sedangkan pada daerah dua Kita dapat member spesifikasi  pada gerak partikel = 0 dan x = L disebabkan oleh dinding keras tak  berhingga. Sebuah partikel tidak akan kehilangan Energinya jika  bertumbukan dengan dinding, energy totalnya tetap konstan. Dari pernyataan tersebut maka enrgi potensial V dari partikel itu menjadi tak hingga di kedua sisi sumur, sedangkan V konstan di dalam sumur, dapat dikatakan V memiliki Energi tak hingga, maka partikel tidak mungkin ditemukan di luar sumur, sehingga fungsi gelombang Ψ = 0 untuk 0

≤  ≤ . Maka yang perlu dicari adalah nilai Ψ di dalam

sumur, yaitu antara x = 0 dan x = L. persamaan Schrodinger bebas waktu adalah :

 ² ²²   = E  n

n

(5.16)

n

Dengan

² = ²  ²

(5.17)

Dimana

14

k=

√   

(5.18)

sesuai dengan persamaan gelombang maka :

Ψ(x) = A sin kx + B cos kx

(5.19)

Pemecahan ini belum lengkap, karena belum ditentukan nila A dan B, juga belum menghitung nilai energy E yang diperkenankan. Untuk menghitungnya, akan ditera pkan persyaratan bahwa Ψ(x) harus kontinu pada setiap batas dua bagian ruang. Dalam hal ini akan dibuat

< 0   > 0 bernilai sama di x = 0. Begitu pula pemecahan untuk x >    <   haruslah bernilai sama di x = L. jika x =0, untuk x < 0  jadi harus mengambil Ψ(x) = 0 syarat bahwa pemecahan untuk x

 pada x = 0. Ψ(0) = A sin 0 + B cos 0 Ψ(0) = 0 + B.1 = 0

(5.20)

Jadi, didapat B = 0. Karena Ψ = 0 untuk x

> , maka haruslah berlaku

Ψ(L) = 0, Ψ(L) = A sin kL + B cos kL = 0

(5.21)

Karena telah didapatkan bahwa B = 0, maka haruslah berlaku: A sin kL = 0

(5.22)

Disini ada dua pemecahan yaitu A = 0, yang memberikan Ψ(x) = 0 dan Ψ²(x) = 0, yang berarti bahwa dalam sumur tidak terdapat  partikel (Pemecahan tidak masuk akal) atau sin kL = 0, maka yang  benar jika: kL =

,2.3,….=1,2,3…. 

dengan :

15

(5.23)

k=

√  =    

(5.24)

dari persamaan (5.23) dan persamaan (5.24) diperoleh bahwa energy  partikel mempunyai harga tertentu yaitu harga eigen. Harga eigen ini membentuk tingkat energisitas yaitu: En =

²²ħ²  ²

(5.25)

Dimana enrgi yang kita tinjau disini berbeda dengan energy Born dimana pada energy Born menyatakan enrgi tingkat atomic sedangkan tingkat energy pada persamaan Schrodinger menyatakan tingkat energy untuk electron. Fungsi gelombang sebuah partikel di dalam sumur yang berenrgi E n ialah: Ψn = A sin

√  x ħ

(5.26)

Untuk memudahkan E 1 = ħ²

²/2², yang mana tampak bahwa

unit energy ini ditentukan oleh massa partikel dan lebar sumur. Maka E = n²E1  dan seterusnya. Karena dalam kasus ini energy yang diperoleh hanya laju tertentu yang diperkenenkan dimiliki partikel. Ini sangat berbeda dengan kaasus klasik, misalnya manic-manik (yang meluncur tanpa gesekan sepanjang kawat dan menumbuk kedua dinding secara elastic) dapat diberi sembarang kecepatan awal dan akan bergerak selamanya, bolak-balik, dengan laju tersebut. Dalam kasus kuantum, hal ini tidaklah mungkin, karena hanya laju awal tertentu yang dapat memberikan keadaan gerak tetap, keadaan gerak khusus ini disebut keadaan stasioner (disebut keadaan “stasioner” karena ketergantungan pada waktu yang dilibatkan untuk membuat Ψ(x,t),

|,|² tidak bergantung waktu). Hasil pengukuran

energy sebuah partikel dalam sebuah sumur potensial harus berada

16

 pada salah satu keadaan stasioner, hasil yang lain tidaklah mungkin. Pemecahan bagi Ψ(x) belum lengkap, karena belum ditentukan tetapan A. untuk menentukannya, ditinjau kembali persyaratan normalisasi,

∫−+||²  = 1. karena Ψ(x) = 0 Kecuali untuk 0 ≤  ≤  ℎ   : (5.26) ∫| | =1  Maka diperoleh A =  2/   . dengan demikian, pemecahan lengkap  bagi fungsi gelombang untuk 0 ≤  ≤  ℎ ∶   n = 1,2,3… Ψ =    sin (5.27)   yaitu

n

Dalam gambar 5.2 dan 5.3 akan dilukiskan berbagai tingkat energy, fungsi gelombang dan rapat probalitas

||²  yang mungkin

untuk beberapa keadaan terendah. Keadaan energy terendah, yaitu  pada n=1, dikenal sebagai keadaan dasar dan keadaan dengan energy yang lebih tinggi (n

> 1 dikenal sebagai keadaan aksitasi.

Gambar 5.2 tingkat energy dalam sumur secara konstan

17

Gambar 5.3 probalitas keberadaan electron dalam sumur potensial Kita lihat disini bahwa energy electron mempunyai nilai-nilai tertentu yang diskrit, yang ditentukan oleh bilangan bulat n, Nilai diskrit ini terjadi karena pembatasan yang harus dialami oleh Ψ 2 yaitu  bahwa ia harus berada dalam sumur potensial. Ia harus bernilai nol di  batas-batas dinding potensial dan hal itu akan terjadi bila lebar sumur  potensial L sama dengan bilangan bulat kali setengah panjang gelombang. Jika tingkat energy untuk n = 1 kita sebut tingkat energy yang pertama, maka tingkat energy yang kedua pada n=2, tingkat energy yang ketiga pada n=3 dan sterusnya. Jika kita kaitkan dengan  bentuk gelombangnya, dapat kita katakana bahwa tingkat-tingkat energy tersebut sesuai dengan jumlah titik simpul gelombang. Dengan demikian maka diskritasi energy electron terjadi secara wajar melalui  pemecahan persamaan Schrodinger. Persamaan (5.25) memperlihatkan bahwa selisih energy antara satu tingkat dengan tingkat berikutnya, misalnya antara n=1 dan n=2,  berbanding terbalik dengan kuadrat lebar sumur potensial. Makin lebar sumur ini, makin kecil selisih energy tersebut, artinya tingkat-tingkat energy semakin rapat. Untuk L sama dengan satu satuan misalnya, selisih energy untuk n=2 dan n=1 adalah E 2  – E1 = 3ħ²/8m dan jika L 10 kali lebih lebar maka selisih ini menjadi E2-E1= 0,03ħ²/8m.

18

Gambar 5.4 Pengaruh lebar sumur terhadap energy Jadi makin besar L maka perbedaan nilai tingkat-tingkat energy akan semakin kecil dan untuk L semakin lebar maka tingkat-tingkat energy tersebut akan semakin rapat sehingga kontinyu. E. Osilator Harmonik Sederhana

Persoalan ideal lain yang dapat ditangani secara mudah dengan menggunakan persamaan schrodinger adalah osilator harmonic sederhana satu dimensi. Osilator seperti ini dapat dianalisis dengan menggunakan hukum Newton yang mengungkapkan frekuensi

 =  ⁄ dan periode

=2 ⁄. Osilator harmonic ini memiliki energy kinetic maksimum di  = 0; energy kinetiknya nol pada titik balik =± , dimana   amplitudo geraknya. Pada titik balik, isolator berhenti sejenak kemudian

 berbalik arah geraknya. Tentu saja gerakannya terbatasi pada daerah

 ≤≤. Meskipun dalam alam nyata kita tidak pernah menjumpai contoh isolator kuantum satu dimensi, terdapat sebuah sistem yang berprilaku menghampiri system ini, misalnya vibrasi sebuah molekul diatomic. Ternyata, hingga orde hampir terendah setiap system pada daerah minimum sebuah potensial berprilaku seperti sebuah osilator harmonik sederhana. Sebuah gaya

=  memiliki potensial  =   , jika kita

memperoleh persamaan schrodinger:

19

 ℏ     =

(5.28)

Persamaan diferensial ini sulit sekali dipecahkan secara langsung, karena itu kita akan menebak saja pemecahannya. Semua pemecahan

 → ±∞, dan untuk limit  → ±∞. Prilakunya haruslah seperti ekponensial . Oleh karena itu kita  mencoba dengan   =  − , dimana A dan a adalah dua tetapan

 persamaan (2.2.1) harus menuju nol bila

yang ditentukan dengan mengevaluasikan persamaan (5.28)bagi pilihan

 ini. Kita mulai dengan mengevaluasi /.  =2( − )   =2(− )22−   Dan kemudian menyisipkan   dan   /    kedalam (5.28) untuk melihat apakah piliahan ini memberikan suatu pemecahan.

 ℏ (2 − 4 − )   (− )=− (5.29)  Pembagian dengan factor sekutu   − memberikan ℏ  ℏ      =   (5.30)     Persamaan (5.30) bukanlah pesamaan yang harus dipecahkan bagi

, karena kita sedang mencari pemecahan yang berlaku bagi semua  ,  bukan hanya bagi nilai   tertentu. Agar hal ini berlaku bagi sembarang  , maka semua koefisien dari     haruslah saling menghapuskan dan semua tetapan yang sisa haruslah sama(missal, tinjau persamaan =0. Persamaan ini tentu berlaku bagi =/ , tetapi bila kita mengiginkan  persamaan ini berlaku bagi sembarang dan semua x, maka persyaratannya

 = 0 dan  = 0. Jadi: 20

 ℏ    = 0 

(5.31)

Dan

 ℏ =  

(5.32)

Yang menghasilkan

 = √ ℏ 

(5.33)

Dan

 =  ℏ   

(5.34)

Pernyataan energy ini dapat pula kita nyatakan dalam frekuensi

 =  / sebagai:  =  ℏ 

klasik 

(5.35)

Salah satu ciri pemecahan ini yang mencolok adalah bahwa  probabilitas untuk menemukan pertikel di luar titik balik tidak nol. Karena diluar

=± adalah

=±  energi potensial lebih besar dari pada

energy total E tetap, maka energi kinetiknya menjadi negative, ini adalah adalah hal yang tidak mungkin terjadi dalam kerangka fisika klasik, karena itu partikel klasik tidak memungkinkan ditemukan di

|| > . Tetapi

sebaliknya dalah mungkin bagi gelombang kuantum untuk merembes kedaerah terlarang klasik ini. F. Ketergantungan pada Waktu

Disini kita tidak akan meninjau metode pemecahannya secara terperinci, tetapi hanya mengutip hasilnya.bila diketahui pemecahan tidak bergantung

  dari persamaan schrodinger. Untuk energi E maka fungsi gelombang bergantung waktunya ,didapati menurut rumus waktu

21

, = −  Frekuensi  diberikan oleh hubungan deBroglie  = ℏ 

(5.36)

(5.37)

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 4.1 belum jelas apakah energi E dalam hubungan deBroglie diatas harus energi total klasik energi total relativistik karena kita tidak memperoleh petunjuk dari hubungan

=ℎ bagi foton. Kita telah menggunakan hubungan klasik E=V+K dan mengabaikan sumbangan energi diam pada E. Seharusnya menulis E = VKmc  (tetapi karena kita hanya meninjau kasus dimana v 0  lebih kecil dari pada yang di dalam daerah

Apabila E lebih kecil dari pada V0, maka kita peroleh pemecahn  berbeda :

 =    −

(5.44)

Dimana

 =      

(5.45)

ħ

Jika daerah pemecaan ini meliputi dari + ∞  atau -∞, kita harus menjaga agar

 tidak menjadi takhingga dengan menggambil

A atau B sama dengan nol, jika daerahnya hanya mencakup koordinat x yang berhingga, hal ini tidak perlu dilakukan. Sebagai salah satu contohnya, jika dalam soal sebelumnya,

  akan tetap diberikan oleh persamaan 5.42 atau 5.43, tetapi pemecahan  E lebih kecil dari pada V0, maka pemecahan bagi

menjadi

26

 =    −  =  ħ    Sekali

lagi,

kita

harus

(5.46)

memastikan

bahwa

semua

 pemecahan ini bersambung mulus pada batas  –   batas daerah  berlaku masing  –   masingnya, penerapan syaratbatas ini dilakukan seperti pada kasus sebelumnya. (Kita mengambil C=0 agar menghindari

 menjadi takhingga bila →∞).

Pemecahan ini mengilustrikan suatu perbedaan penting antara mekanika klasik dan kuantum. Secara klasik, partikelnya tidak pernah dapat ditemukan pada daerah

 > 0, karena energy

totalnya tidak cukup untuk melampaui potensial tangga. Tetapi, mekanika kuantum memperkenankan fungsi Gelombang, dank arena itu partikel, untuk menerobos masuk ke dalam daerah terlarang klasik.

 > 0  adalah ||², yang menurut persamaan 5.56 adalah sebanding dengan  −  . Jika kita definisikan jarak terobosan Δ  sebagai jarak dari  = 0 hingga ke Rapat probabilitas dalam daerah

titik dimana probabilitasnya menurun menjadi 1/e, maka

− = − Δ =  =    ħ −

( 5.47)

Agar partikel dapat memasuki daerah

 > 0, ia harus

sekurang –   kurangnya mendapat tambahan energy sebesar V 0  –  E agar dapat melampaui tangga potensial, jadi ia harus memperoleh tambahan energy kinetic jika ia memasuki daerah

 > 0. Tentu

saja, ini melanggar kekekalan energy bila partikel memperoleh sebarang tambahan energy secara tiba  –   tiba, tetapi menurut hubungan ketidakpastian

ΔΕ ∆t ~ħ,

kekekalan energy tidak

 berlaku pada selang waktu yang lebih kecil dari pada hingga suatu jumlah energy sebesar

27

∆  kecuai

ΔΕ ~ħ/∆t. Artinya, jika

 partikel “meminjam”  sejumlah energy dalam selang waktu

∆E dan “mengembalikan”

Δt ~ħ/∆E , maka kita sebagai pengamat tetap

 percaya bahwa energy adalah kekal. Andaikanlah kita meminjam sejumlah energy tertentu yang cukup untuk menyebabkan partikel memiliki suatu energy kinetic K dalam daerah terlarang. Dengan energy tersebut, berapa jauhkah partikel menembus daerah terlarang ini? Energy “pinjaman” adalah (V0 - E) + K, suku (V 0  –  E) mengangkat partikel ke puncak tangga dan suku sisa K memberikan geraknya. Energy harus kita kembaikan dalam selang waktu

∆ = −+ħ

(5.48)

Karena partikel bergeraak dengan laju v =

 2/, maka

 jarak yang dapat ditempuhnya adalah

ħ   ∆ =    −+

(5.49)

Dalam limit K→0, maka menurut persamaan 5.49 jarak

∆  menuju nol, karena partikel memiliki kecepatan nol  begitu pula ∆ →0 dalam limit K →∞, karena selang waktu tempuhnya ∆ dapat dikatakan nol. Diantara kedua limit ini, harus terdapat suatu nilai maksimum dari ∆  untuk suatu nilai K tertentu. terobos

Dengan mendiferensiasikan persamaan 5.49, maka nilai maksimum ini dapat kita cari yaitu

∆ =   ħ−  (5.50)  Nilai ∆   ini identik dengan persamaan 5.47! Hasil ini memperlihatkan bahwa penerobosan ke dalam daerah terlarang

28

yang

dibeikan

oleh

persamaan

̈

Schr  dnger

sesuai

dengan

hubungan ketidakpastian. Apa yang sebenarnya kita perlihatkan

̈

adalah bahwa persamaan Schr  dnger memberikan taksiran yang sama seperti yang diberikan oleh hubungan ketidakpastian Heisenberg. Sekarang marilah kia tinjau potensial haling seperti yang diprrlihatkan pada gambar 5.14.

  

=0 =  =0



Partikel dengan energy E yang lebih kecil dari pada V 0 datang dari sebelah kiri. Dari penaaman kita di depan, kita terdorong untuk memperkirakan bahwa pemecahannya berbentuk seperti yang diperlihatkan pada gambar 5.6 berbentuk sinus dalam

 < 0, eksponensial dalam daerah 0 ≤  ≤ , dan sinus kembali ke dalam daerah  > . Intensitas Gelombang transmisi daerah

dapat dicari dengan menerapkan secara tepat syarat  –   syarat kontinu, yang tidak akan kita bahas disini, yang mana didapati  bergantung pada energy partikel dan tinggi serta lebar potensial haling. Secara klasik, partikel tidak pernah muncul di

 > ,

karena tidak memiliki energy yang cukup untuk melewati halangan  potensial, situasi ini adalah contoh dari efek terobos haling (barrier  penetration), yang dalam mekanika kuantum seringkali disebut dengan nama efek terowongan (tunneling ). Partikel memang tidak  pernah dapat diamati berada dalam daerah terlarang klasik

0≤≤

, tetapi ia dapat “menerowong” melalui daerah tersebut sehingga teramati pada daerah  > . 29

Gambar 5.6 sebuah potensial haling dengan tinggi Vo dan lebar a.

Gambar 5.7

Meskipun potensial pada gambar 5.6 adalah semata  –   mata skematis dan hipotetis, terdapat banyak contoh di alam yang memperlihatkan efek terowongan ini. Berikut kita tinjau tiga contoh nyata efek terowongan ini. a. Peluruhan alfa sebuah inti atom (nucleus) terdiri atas sejumlah

 proton dan newton yang berada dalam suatu keadaan gerak tertentu, kedua jenis partikel ini kadang  –   kadang dapat  bergabung membentuk suatu ikatan baru yang terdiri atas dua  proton dan neutron, yang disebut partikel alfa. Dalam salah satu bentuk peluruhan radioaktif, inti atom dapat memancarkan suatu partikel alfa, yang dapat diamati dalam laboratorium. Tetapi, untuk dapat keluar dari inti atom, partikel yang tampak  pada gambar 5.8. Probabilitas bagi sebuah partikel alfa untuk

30

menembusi potensial haling ini, sehingga teramati dalam laboratorium, bergantung pada tinggi dan tebal potensial halang. Probabilitas peluruhan ini dapat diukur dalam laboratorium dan ternyata didapati sangat sesuai dengan yang diramalkan

berdasarkan

perhitungan

mekanika

kuantum

terhadap efek penerobosan penghalang.

Gambar 5.8 b. invers amoniak   Gambar 5.9 adalah gambar bangun molekul

amoniak NH3. Jika kita mencoba menggerakkan atom nitrogen sepanjang sumbu molekul, menuju bidang yang memuat atom  –   atom nitrogen, akan kita rasakan adanya tolakan oleh ketiga atom hydrogen, yang menghasilkan suatu potensial seperti yang diperlihatkan pada gambar. Menurut mekanika klasik, atom nitrogen tidak akan pernah mampu melewati potensial halang dan muncul pada bagian molekul di balik bidang nitrogen, kecuali bila kita memasok energy yang mendekati  baginya. Namun, menurut mekanika kuantum, nitrogen dapat menerobosi potensial halang tersebut dan muncul pada bagian molekul yang berlawanan.

31

Gambar 5.9 c. Dioda terowong  piranti elektronik yang menggunakan gejala

 penerowongan ini adalah diode terowong (tunnel dioda). Bahasan secara terinci dari sifat piranti semikonduktor ini akan disajikan dalam Bab 14. Potensial yang “dilihat” oleh sebuah electron dalam diode terowong. Arus yang mengalir melallui  piranti seperti ini dihasilkan oleh electron  –   electron yang menerowong ini, dengan demikian arus yang dihasilkannya dapat

diatur

dengan

hanya

mengubah

tinggi

potensial

halang,yang dapat dilakukan dengan menggunakan suatu tegangan elektrik. Hal ini dapat dilakukan dengan sangat cepat, sehingga dapat dicapai frekuensi switching sekitar 10Hz. Arus  pada diode semikonduktor yang lazim dikenal, bergantung  pada difusi electron melalui suatu junction, karena itu, mereka  beroperasi pada skala waktu yang lebih lama (frekuensi yang lebih rendah).

32

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Pernyatan setara bagi mekanika kuantum adalah yang di dalam kurung kurawal. Apabila sebuah benda bergerak melewati perbatasan dua daerah dimana berkerja {gaya potensial}, maka perilaku gerak dasar dari  benda dapat dicari dengan memecahkan { hukum kedua Newton,  persamaan Schodinger} { Kedudukan fungsi gelombang} selalu kontinu  pada daerah perbatasan, dan bahwa { kecepatan turunan dψ/dx} juga kontinu apabila perubahan {gaya perubahan potensial} tetap berhingga. Dalam kasus mekanika klasik, persoalan yang kita hadapi dicirikan oleh hadirnyagaya tertentu F. dengan menuliskan hukum kedua newton  bagi gaya tersebut, kita pecahkan permasalahan matematikanya untuk memperoleh

kedudukan

dan

kecepatan

partikelnya.

Dalam

kasus

elektromagnetik, kita berhadapan dengan persoalan yang dicirikan oleh sekumpulan muatan dan arus. Seperti halnya dalam fisika klasik, setiap personal menghendaki teknik pemecahan yang agak berbeda , sehingga sulit untuk merumuskan  prosedur umum . Langkah-langkah pemecahaan yang diutarakan dalam  pasal ini, kiranya dapat member gambaran kepada anda mengenai arah umum yang perlu diambil untuk mencari pemecahannya. Cara terbaik untuk mempelajari teknik-tekni ini adalah dengan mempelajari semua contoh soal yang disajikan dalam bab ini. Pada tahap ini resepnya tidak lengkap, karena akita hanya membahas teknik matematika untuk mendapatkan pemecahan ψ(x) ; tetapi kita tidak membahas tafsiran  pemecahan tersebut atau penerapannya pada berbagai situasi fisis. Semua ini akan kita bahas dalam beberapa pasal berikut.

33

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF