OPTIMAPREP CBT - Pembahasan TO 4.pdf

February 22, 2017 | Author: EdsPresso | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download OPTIMAPREP CBT - Pembahasan TO 4.pdf...

Description

PEMBAHASAN TO 4 Optimaprep Batch II UKDI 2014 Office Address: Jakarta : JlPadang no 5, Manggarai, Setiabudi, Jakarta Selatan (Belakang Pasar Raya Manggarai) Phone Numbers: 021 8317064 Pin BB 2A8E2925 WA 081380385694 Medan : JlSetiabudi no 65G, Medan Phone numbers : 061 82292290 pin BB : 24BF7CD2 www.optimaprep.com

dr. Widya, dr. Alvin, dr. Yolina dr. Cahyo, dr. Ayu, dr. Gregorius

ILMU PENYAKIT DALAM

1. Mekanisme Diare • ♀, 20 tahun • BAB 5x, demam, nyeri ketika BAB, lendir (+), darah +) • Lab : leukosit 15000, tropozoid (-) Definisi diare: – Defekasi yang lebih sering, pengeluaran feses yang lembek atau berair (Harrison’s Principle of Internal Medicine) – Feses kehilangan konsistensi normal, biasanya berhubungan dengan peningkatan berat feses (pada pria > 235; pada wanita > 175 g/d) dan peningkatan frekuensi (> 2/ day) (Color Atlas of Pathophysiology)

Causes of diarrhea: – – – –

Osmotic Malabsorption Secretory Resection of the ileum

Pathophysiology of Different Causes of Diarrhea

Mekanisme Diare Terdapat beberapa macam diare berdasarkan mekanisme terjadinya. Secara umum dapat dikelompokkan menjadi: • Sekretorik, contoh: Vibrio Cholera. Toksind ari vibrio cholera memicu sekresi Na. Pasien akan mengeluhkan diare yang profuse. • Osmotik, contoh: Penggunaan laksative. Konsumsi makanan tertentu dapat meningkatkan tekanan intraluminal dan menyebabkan diare. • Inflamatorik, contoh IBD, infeksi. Terjadi kerusakan mukosa usus. Pasien dapat mengeluhkan diare yang disertai darah.

2. Osteoporosis Primer • Osteoporosis primer dibagi lagi lebih lanjut menjadi: – Tipe I (pasca menopause) Ini terjadi pada wanita pasca menopause. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa osteoporosis terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita) yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. – Tipe II (Senile) Terjadi pada pria dan wanita usia. Hilangnya massa tulang kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut. Diakibatkan oleh kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang baru. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan dua kali lebih sering menyerang wanita.

• Vitamin D berperan penting dalam absorbsi kalsium yang akhirnya berhubungan dengan metabolisme kalsium tulang. • Pada kondisi kekurangan aktivasi vitamin D seperti pada orang tua dan penyakit ginjal kronik, maka akan terjadi pengeroposan tulang sebagai akibat dari resorbsi tulang untuk mengkompensasi kadar kalsium tulang.

• 7-dehydrocholesterol merupakan prekursor vitamin D3 pada lapisan epidermis kulit. Setelah mengalami reaksi elektrocyclic akibat paparan terhadap UVB akan membentuk cholecalciferol. • Cholecalciferol akan dihodroksilasi di hati untuk membentuk calcifediol langkah terakhir adalah hidroksilasi oleh ginjal menjadi calcitriol (bentuk aktif dari vitamin D3)

Soal 3 – Vena esofageal

4-5. Malaria

Profilaksis malaria Profilaksis Mekanis

Kemoprofilaksis

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah transmisi malaria di daerah yang endemis adalah dengan tidur menggunakan kelambu yang telah dicelup pestisida, menggunakan obat pembunuh nyamuk (mosquito repellants), menggunakan proteksi saat keluar dari rumah (baju lengan panjang, kaus/stocking), dan memproteksi kamar atau ruangan menggunakan kawat anti nyamuk.

Jenis Khemoprofilaksis malaria • klorokuin (P. vivax) 300 mg basa/minggu • doksisiklin (P. falciparum) 100 mg/hari • meflokuin (P. falciparum, P. vivax & P. malariae)250 mg/ minggu Pemberian khemoprofilaksis: • Kelompok non-imun yang bepergian ke daerah endemis (pelancong, pegawai negri, TNI, transmigran dll) • Wanita hamil di daerah endemi

6. DIC • Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah sebuah aktivasi kaskade koagulasi sebagai akibat dari berbagai akibat. DIC dapat berujung pada pembentukan bekuan darah didalam pembuluh darah pada tubuh. • Trauma/infeksi-endotoksin tissue factor kaskade koagulasi trombus iskemi jaringanF • Plasmin fibrinolisis pemecahan bekuan darah↑FDP (D dimer)

Diagnosis • Gejala: Pasien dapat masuk ke dalam keadaan shok, perdarahan, mudah luka (bruising) • Pada pemeriksaan lab dijumpai adanya penurunan kadar trombosit, pemanjanagan APTT dan PT dan peningkatan D dimer. • Penanganan Penanganan penyebab (infeksi), dapat diberikan transfusi platelet, FFP untuk memperbaiki parameter pembekuan darah.

6.DIC

7. Koma Miksedema • Koma miksedema merupakan keadaan dekompensasi dari hipotiroid. • Gejala koma miksedema meliputi: penurunan kesadaran, hypothermia,hipotensi, bradikardia. • Miksedema adalah deposit jaringan konektif (glycosaminoglycan, asam hyaluronic) pada kulit. Tidak harus dijumpai pada keadaan koma hypothyroid namun merupakan sebuah fenomena yang dapat ditemui. • Terapi: salah satu terapi berupa pemberian levothyroxine IV.

8. Gangguan Asam Basa

Disorder

Problem

Etiology

Physical findings

Metabolic acidosis

Gain of H+ or loss of HCO3-

Diarrhea, RTA, KAD, lactic acidosis

Kussmaul respiratory, dry mucous membrane, specific physical finding to its cause

Metabolic alkalosis

Gain of HCO3or loss of H+

Loss of gastric secretion (vomiting), thiazide/loop diuretics

Tetany, Chvostek sign, specific physical finding to its cause

Respiratory acidosis

Hypoventilation (CO2 retention)

COPD, asthma, CNS disease, Dyspnea, anxiety, OSA cyanosis, specific physical finding to its cause

Respiratory alkalosis

Hiperventilation Hypoxia  tachypnea (CO2 loss), high pneumonia, pulm. altitude Edema, PE, restrictive lung disease

Hyperventilation, cardiac rhythm disturbance

9.Endokarditis Bakterialis • Endokarditis merupakan infeksi mikroorganisme pada permukaan endotel jantung atau endokardium, paling banyak mengenai katup jantung. • Endokarditis dapat pula terjadi pada lokasi defek septal, korda tendinea, atau endokardium mural. Lesi endokarditis yang khas berupa vegetasi, yaitu massa yang terdiri dari platelet, fibrin, mikroorganisme, dan sel-sel inflamasi dengan ukuran yang bervariasi.

Organisme yang dapat menyebabkan endokarditis • • • • • • • • • •

Stafilokokus S. aureus Koagulase negatif Streptokokus S. viridans Enterokokus S. bovis Streptokokus lainnya Organisme lain (jamur, gram negatif) Polimikrobial

MANIFESTASI KLINIS Tampilan klinis endokarditis terdiri dari: • Demam • Murmur jantung • Pembesaran limpa • Gejala muskuloskeletal: artralgia dan mialgia • Kejang • Ensefalopati • Glomerulonefritis • Artritis

Tampilan Klinis Endokarditis

Kriteria Diagnosis Kriteria mayor

Kriteria minor

Kultur darah positif: a. Konsisten ditemukan mikoorganisme tipikal penyebab endokarditis infektif dari 2 kultur darah terpisah: (i) Streptococcus viridans, Streptococcus bovis, atau grup HACEK; atau (ii) Staphylococcus aureus atau enterokokus komunitas; atau b. Konsisten ditemukan mikoorganisme endokarditis infektif dari kultur darah yang tetap positif: (i) > 2 sampel kultur darah positif yang diambil dengan jarak >12 jam; (ii) ketiganya atau mayoritas > 4 kultur darah terpisah (sampel pertama dan terakhir diambil dalam jarak > 1 jam)

1. Predisposisi: pengguna narkoba suntik atau kondisi jantung sebelumnya 2. Demam: suhu >380C 3. Fenomena vaskular: emboli arterial mayor, infark pulmoner septik, aneurisma mikotik, perdarahan intrakranial, perdarahan konjungtiva, dan lesi Janeway 4. Fenomena imunologis: glomerulonefritis, nodus Osler, bercak Roth, dan faktor reumatoid 5. Bukti mikrobiologis: kultur darah positif namun tidak memenuhi kriteria mayor atau bukti serologis mengenai adanya infeksi aktif dengan organisme penyebab endokarditis infektif 6. Temuan ekokardiografi: konsisten dengan endokarditis infektif namun tidak memenuhi kriteria mayor

Bukti keterlibatan endokardial: a. Ekokardiogram positif endokarditis infektif: (i) massa intrakardiak osilasi pada katup atau struktur penunjang, pola regurgitant jets, atau materi yang tampak tertanam tanpa alternatif penjelasan anatomis lainnya, atau (ii) abses, atau (iii) dehisensi parsial baru katup prostetik, atau a. Regurgitasi katup baru (perburukan atau perubahan murmur yang sebelumnya sudah ada tidak cukup dijadikan bukti)

Diagnosis

Kriteria patologis

Kriteria klinis

Pasti (definite) endokarditis infektif

Mikroorganisme ditemukan dalam kultur atau histologi vegetasi/ emboli vegetasi/ abses intrakardiak Atau Lesi patologis: tampak vegetasi atau abses intrakardiak (konfirmasi histologis terdapat endokarditis aktif

2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor + 3 kriteria minor atau 5 kriteria minor

Kemungkinan (possible) endokarditis infektif

Temuan konsisten endokarditis infektif namun tidak memenuhi kriteria pasti (definite) tetapi tidak rejected

Bukan (rejected) endokarditis infektif

Ditemukan diagnosis lain untuk manifestasi endokarditis infektif yang ada, atau Resolusi manifestasi endokarditis infektif dengan terapi antibiotik selama < 4 hari, atau Tidak ada bukti patologis endokarditis infektif pada operasi atau otopsi setelah pemberian terapi < 4 hari

Tatalaksana • Tata laksana endokarditis terdiri dari terapi antimikroba dan bedah (jika terdapat indikasi). • Terapi antimikroba dilakukan secara empiris atau tanpa data kultur. Endokarditis akut pada pengguna narkoba suntik biasanya disebabkan oleh S. aureus resisten metisilin dan bakteri gram negatif, sehingga dapat diberikan terapi vankomisin dan gentamisin. Endokarditis katup asli subakut dapat diberikan seftriakson dan gentamisin, sementara pada katup prostetik dapat diberikan dua antibiotik tersebut ditambah vankomisin.

Diagnosis Banding

Keluhan

Penyakit jantung reumatik (PJR)

biasanya didahului infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup A (biasanya berupa faringitis). Kriteria mayor diagnosis PJR meliputi poliartritis berpindah-pindah, tanda karditis (takikardia, murmur, gallop, kardiomegali), nodul subkutan, eritema marginatum, dan korea Sydenham. Kriteria minor PJR ialah demam bersuhu tinggi, artralgia, riwayat demam reumatik atau PJR, dan hasil laboratorium menunjukkan reaksi akut.

Miokarditis

umumnya disebabkan oleh virus, dan secara objektif ditemukan peningkatan enzim jantung. Dapat pula ditemukan peningkatan CRP dan LED.

Perikarditis

Nyeri dada tiba-tiba, tajam, pleuritik, retrosternal atau prekordial kiri, memberat pada inspirasi.

Stenosis katup mitral

murni umumnya tidak disertai gejala demam, batuk, dan nyeri dada seperti pada soal

10. Pseudomembran Kolitis

10. Pseudomembranous Colitis • Clostridium difficile infection (CDI) – Penyakit kolon yang dihubungkan dengan penggunaan antrimikrobial dan gangguan flora normal kolon.

Normal ileum

• AB yang terkait dengan CDI – Clindamycin, ampicillin, & cephalosporins – The 2nd & 3rd cephalosporins, (cefotaxime, ceftriaxone, cefuroxime, and ceftazidime) – ciprofloxacin, levofloxacin, and moxifloxacin (hospital outbreak) Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

Pseudomembranous Colitis Penelanan spora  bervegetasi  melepaskan toksin  diare & pseudomembranous colitis

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

Pseudomembranous Colitis • Kriteria diagnosis CDI: – Diare (3 feses cair per 24 jam selama 2 hari) with no other recognized cause plus – toxin A atau B dideteksi pada feses, C. difficile yang dapat mendeteksi toksin terdeteksi pada feses dengan PCR atau kultur, atau pseudomembran terlihat dari pemerikksaan kolon.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

Pseudomembranous Colitis • Ketika memungkinkan, penghentian antimikrobial yang sedang digunakan merupakan langkah awal dalam penanganan Clostridium difficile infection (CDI). • Walaupun demikian, dengan perburukan keadaam pada sebagian pasien, pemberian antibiotik segera direkomendasikan. • Pengobatan umum dari kolitis ini adalah dengan hidrasi dan hindari pemberian antiperistaltik dan opiate, yang dapat menutup gejala dan dapat memperburuk keadaan. • Pengobatan untuk CDI adalah pemberian vancomicin dan metronidazole untuk CDI ringan-sedang. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

11. Differential Diagnosis Ikterus Obstruksi • Obstruksi dalam lumen saluran empedu batu, askaris • Kelainan dinding saluran empedu atresia kongenital, striktur traumatik, tumor saluran empedu • Tekanan saluran empedu dari luar tumor kaput pancreas, tumor ampula vater, pancreatitis, metastase di lig hepatoduodenale

Sirosis hepatis

Abses Carsinoma

hepar

Striktur

Batu

Ca Caput

Ascaris

Berbagai macam kelainan penyebab ikterus

Ikterus Cek Urobilin & Bilirubin Urobilin – Bilirubin urin+ + Bilirubin Direct >

Urobilin + Bilirubin urin + Bilirubin Direct + Bilirubin Indirect +

Urobilin ++ Bilirubin urin Bilirubin Direct N Bilirubin Indirect >

Parenkim - Hepatitis -Cirrhosis -Hepatoma

Obstruksi: - Intra hepatic - Extra hepatic

USG:Bile duct dilatation

Intra hepatal : hepatitis

Extra hepatal

Hemolitik

CT scan PTC ERCP MRI

Flow chart pasien dengan ikterus

Tumor Batu

12. Pericardial Disease • Pericardial effusion may be caused by: – Acute pericarditis – Noninflammatory serous effusions: • Increased capillary permeability (e.g., severe hypothyroidism); • Increased capillary hydrostatic pressure (e.g., congestive heart failure); or • Decreased plasma oncotic pressure (e.g., cirrhosis or the nephrotic syndrome).

– Chylous effusions may occur in the presence of lymphatic obstruction of pericardial drainage, most commonly caused by neoplasms & tuberculosis.

12. Pericardial Disease • Three factors determine whether a pericardial effusion remains clinically silent or whether symptoms of cardiac compression ensue: – the volume of fluid, – the rate at which the fluid accumulates, – the compliance characteristics of the pericardium.

• If the pericardial effusion accumulates slowly, over weeks to months, the pericardium gradually stretches  accommodate larger volumes without marked elevation of intrapericardial pressure.

12. Pericardial Disease • Clinical manifestations: – Range from asymptomatic to tamponade (hypotension without pulmonary edema).

• Physical examination: – Distant heart sound. – Heart border extended to both side. – Dullness over left posterior lung field due to compressive atelectasis.

• Diagnostic studies: – ECG: pericarditis (diffuse ST elevation), effusion  low voltage. – CXR: large effusion (250 mL): cardiomegaly with waterbottle heart & epicardial halo.

12. Pericardial Disease • Treatment – If the cause of the effusion is known, therapy is directed toward the underlying disorder (e.g., intensive dialysis for uremic effusion). – If the cause is not evident, the clinical state of the patient determines whether pericardiocentesis (removal of pericardial fluid) should be undertaken. • An asymptomatic effusion  observation • A precipitous rise in pericardial volume or if there is a hemodynamic compression  pericardiocentesis + analysis of the fluid.

13. Arthritis • Ringkasan pasien: – Wanita, 55 tahun – Nyeri pada kedua lutut sejak 2 tahun lalu – Kaku selama 20 menit pada pagi hari saat bangun tidur dan 5 menit pada saat bangun dari duduk – Krepitasi positif – IMT : 31,2 kg/m2  Obesitas – Radiologi: terdapat kista subkondral

13. Osteoarthritis • Cartilage serves as a cushion between the bones of joints, allowing the bones to glide over one another & absorb the shock from physical movements. • Osteoarthritis: degenerated joint  lost the cushioning function of the cartilage  the bones tend to grind against one another.

13. Osteoarthritis •

The two major macromolecules in cartilage: – type 2 collagen: provides tensile strength, – Aggrecan: gives compressive stiffness.



Stimulated chondrocytes in OA  synthesize enzymes & new matrix molecules  gradual depletion of aggrecan & loss of type 2 collagen increasing vulnerability of cartilage  lost compressive stiffness.

13. Osteoarthritis • Osteoarthritis progresses in stages: – joint space begins to narrow and osteophytes form – joint space disappears as cartilage wears away and bone rubs on bone in the joint – subchondral cysts appear (fluid-filled sac that extrudes from the joint, consisting of mostly hyaluronic acid) – bone tries to repair itself and there is bone remodeling

14. Typhoid Fever • ♀, 22 th • Demam, pusing, tidak ada nafsu makan, perut kembung, belum BAB selama 3 hari • PF : suhu 39 C, nadi 80x/menit, lidah kotor, tepi hiperemis, tremor, hipoperistaltik

Patofisiologi • S. Typhi masuk  sampai usus halus  menembus sel epitel  ke lamina propria  difagosit makrofag  berkembang biak dalam makrofag  ke Plak Peyeri  KGB mesenterika  duktus torasikus  bakterimia  ke hepar& lien  bakterimia dan diekskresikan bersama cairan empedu ke lumen usus

Gejala dan Tanda Klinis • demam persisten • nyeri kepala • gejala abdomen (biasanya berupa nyeri epigastrium, diare atau konstipasi), mual, muntah • bradikardi relatif, • lidah yang tremor dan berselaput • meteorismus. • hepatomegali, splenomegali 51

Sensitivity of Typhoid Cultures

Blood cultures: often (+) in the 1st week. Stools cultures: yield (+) from the 2nd or 3rd week on. Urine cultures: may be (+) after the 2nd week. (+) culture of duodenal drainage: presence of Salmonella in carriers.

Pilihan Antimikroba • Kloramfenikol 4x500 mg PO atau IV diberikan sampai 7 hari bebas demam • Kotrimoksazol 2x2 tabley (1 tablet : Sulfametoksazol 400mg dan Trimetoprim 80 mg) diberikan selama 2 minggu. • Ampisilin dan Amoksisilin 50-150mg/KgBB selama 2 minggu • Sefalosporin generasi ketiga IV 4 gr dalam dekstrosa 100cc diberikan selama ½ jam sekali sehari selama 3-5 hari. 53

Golongan Fluorokionolon: - Norfloksasin 2x400mg/hari selama 14 hari - Siprofloksasin 2x500mg selama 6 hari - Ofloksasin 2x400 mg/hari selama 7 hari - Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari - Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

54

15. Peptic Ulcer

Keywords • ♂, 41 thn • Nyeri ulu hati, mual muntah sejak 1 hr yll • Riwayat mengonsumsi obat bebas penghilang nyeri Functional gastroduodenal disorders. N J Talleya,et al. International Journal of Gastroenterology and Hepatology. Pathophysiology of duodenal and gastric ulcer and gastric cancer. John Calam. British Medical Journal.

NSAID Mechanism

Longterm or high dose consumption of NSAID effect Inhibitory effect on cyclooxygenase

Blocking prostaglandin synthesis (from arachidonic acid) systemically, also in gastric and duodenal epithelial Decreases HCO3 secretion (weakened mucosal protection) Damage the mucosa locally by nonionic diffusion into the mucosal cells (pH of gastric juice > Letak rendah: >  darm contour, darm steifung

Tidak prominen

Bising usus

↑ (metallic sound)

↓ s.d. (-)

Radiologi

Dilatasi  single bubble, double bubble, multiple bubble Air-fluid level Herring bone appearance

Udara colon

(-)

(+)

Pneumoperitoneum • “Crescent sign”: free air beneath diaphragm • “Rigler’s sign”: visualization of both sides of the bowel wall • "Football sign" = large pneumoperitoneum outlining entire abdominal cavity

21. Acute Limb Ischemia ec Emboli dari Jantung •

• • • •

Penurunan perfusi ekstremitas secara mendadak yang dapat mengancam viabilitas jaringan Onset 2 minggu • Klaudikasio intermitten – Dipicu aktivitas & elevasi tungkai – Metabolisme anaerob  asam laktat  muscle cramping – Nyeri atau burning pada plantar pedis

• Dx: ABI

22. Takayasu’s Arteritis 





Vaskulitis granulomatosa sistemik  aorta dan percabangannya Arteri besar & sedang  A. Subklavia & a. brachiocephalica Kriteria dx (3 dari 6, Se 90.5%, Sp 97.8%    

 

Usia ≤40 tahun Klaudikasio ekstremitas ↓ pulsasi a. Brakhialis Perbedaan TD >10 mmHg antara kedua lengan Bruit a. subklavia atau aorta Abnormalitas angiogram

American College of Rheumatology 1990 criteria for the diagnosis of Takayasu’s arteritis. Arth Rheum 1990;330:1129

Aneurisma aorta

Dilatasi aorta  true & pseudo Root, thoraksik, thorako-abdominal, abdominal Asimptomatik – nyeri dada/punggung Aorta thoraksik: ro thoraks Aorta abdomen: pulsasi (+)

Tromboangitis obliterans

Rx inflamasi non-ateromatosa (vasospasme) pada arteri & vena kecil  ulkus atau gangren digiti Laki-laki muda, perokok

Giant cell arteritis

Vaskulitis pada percabangan kranial arkus aorta, terutama a. Temporalis (“temporal arteritis”) + demam, fatigue, BB turun, anoreksia Arteri-arteri wajah  klaudikasio mandibula

Chronic limb ischemia

Terutama arteri ekstremitas bawah setelah keluar dari percabangan aortoiliaka (a. Iliaka, a. Femoralis, a. Tibialis, a. Dorsalis pedis) Dx: ABI >) – Viral myositis  kausa rhabdomyolisis tersering pada Pemeriksaan lab: anak  influenza virus  Myoglobin  ↓ dalam 24 jam – Gangguan elektrolit: hipokalemia  CKMB >1000 U/L  peak di hari– Toksin, bisa ular 3A – Obat  zidovudine, statins  Enzim otot lain: aldolase, LDH, SGOT – Alkohol, kokain, amfetamin. – Infeksi, sepsis: gas gangrene, tetanus, shigellosis, Coxsackie Myoglobinuria vs hematuria: – Metabolik: KAD  Myoglobinuria: coklat, RBC dipstisk (-) – Hipertermia malignan, demam tinggi  Hematuria: sedimen RBC (+), red/brown coloration in serum – Herediter: McArdle syndrome, muscular dystrophy

24. ISK • Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang mengenai bagian dari saluran kemih. • Jika mengenai urethra uretritis, jika mengenai kandung kencing sistitis, dan ketika mengenai saluran kemih atas (ginjal) dinamai pielonefritis

Penyebab dan gejala • E. Coli adalah penyebab dari 80–85% infeksi saluran kemih, dan Staphylococcus saprophyticus menjadi penyebab pada 5–10%. • Gejala: – rasa terbakar ketika buang air kecil – sering buang air kecil (atau desakan untuk buang air kecil) – Nyeri di atas tulang kemaluan atau punggung bawah juga mungkin muncul. – Pielonefritis nyeri panggul, dan demam

24. Pengobatan

AAFP. Urinary Tract Infections in Adults. 1999

25. Multiple myeloma • Malignansi sel B  Ab monoklonal IgM • Gejala: – Proliferasi sel plasma di sumsum tulang  anemia – Lesi litik tulang  nyeri tulang, fraktur kompresi, hiperCa2+ – Infeksi berulang ec hipogammaglobulinemia – Ginjal  protein light chain  toksik thd ginjal  gagal ginjal, sindroma nefrotik

• Elektroforesis Hb: Bence-Jones protein (light chain) • Hapus darah tepi: rouleaux • Biopsi sumsum tulang: plasmasitosis >10%

Multiple punch-out lesions

Osteopenia Fraktur kompresi

26. HIV

26. Perjalanan Penyakit HIV

Pembagian Stadium Klinis HIV berdasarkan WHO

WHO Case Definitions of HIV for Surveillance and Revised Clinical Staging and Immunological Classification of HIVRelated Disease in Adults and Children 2007

ILMU BEDAH, ANASTESIOLOGI DAN RADIOLOGI

27 Hernia Ventral • Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. • Hernia ventralis adalah nama umum untuk semua hernia di dinding perut bagian anterolatetal seperti hernia sikatriks. Hernia sikatriks merupakan penonjolan peritoneum melalui bekas luka operasi yang baru maupun lama

#28 Anatomi Apendiks • Suatu organ limfoid • Penonjolan bagian terminal

sekum • Terletak pada kuadran kanan bawah abdomen • Rata-rata appendiks memiliki panjang 9-10 cm dan diameter 0.5-1.0 cm. • Pasokan darah appendiks arteri appendiceal, merupakan cabang terminal arteri ileocolic

Epidemiologi • Kelompok berusia dekade ke-2 hingga dekade ke-4. • Rasio wanita banding pria 1,3:1 • Prevalensi appendisitis akut dan appendektomi pada populasi umum ialah sekitar 12% (pada pria) sampai 25% (pada wanita)

Patofisiologi • •





Mekanisme utama  Obstruksi lumen appendiks Awal appendisitis nyeri ringan akibat stimulasi dari nosiseptor visceral dan slowtransmitting C-fibers dalam nervus autonom. Pada permukaan luar abdomen, appendiks yang inflamasi menyebabkan nyeri pada titik McBurney (pada sepertiga garis yang menghubungkan spina iliaca superior anterior ke umbilicus) Obstruksi lumen terisi oleh mucus dan distensi tekanan luminan dan intramural meningkat  thrombosis dan oklusi pembuluh darah kecil, dan statis aliran limfatik appendiks menjadi iskemi nekrotik.

Lanjutan Patfis

Tahap appendisitis



• Tahap awal apendisitis : Obstruksi lumen appendiks • Appendisitis suppuratif invasi bakteri dan cairan inflamasi pada dinding appendiks. • Appendicitis gangrenous  Trombus pada arteri dan vena intramural • Appendisitis perforata iskemi jaringan yang persisten • Appendisitis phlegmonous atau abses





Pada pasien muda hiperplasi follicular lymphoid yang diinisiasi/dipicu infeksi virus atau bakteri Overgrowth bakteri (Escherichia coli, Peptostreptococcus, Bacteroides fragilis, and Pseudomonas species) Pada pasien yang lebih tua obstruksi lumen yang disebabkan oleh fibrosis, fecalith, atau neoplasia (carcinoid, adenocarcinoma, atau mococele)

Appendisitis infiltrat

etiologi

• proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass) • Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum

• Obstruksi lumen penyebab utama apendisitis. • Hipertrofi jaringan limfoid • Sisa barium dari pemeriksaan roentgen • Diet rendah serat • Cacing usus termasuk ascaris • Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy • Erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica

gejala

Pemeriksaan fisik

• •



• •



Berdasarkan lokasi dari appendiks Inflamasi appendiks yang terletak anterior / pelvic kuadran kanan bawah Appendiks yang terletak restrocecal tidak menimbulkan tanda lokal peritonitis dengan derajat yang sama Gangguan pencernaan, flatus, terkadang hanya rasa tidak nyaman pada abdomen, diikuti oleh nyeri pada bagian epigastrium , dan tidak terlokalisir, mual dan muntah. Demam dan leukositosis umumnya terjadi pada tahap akhir dari nyeri ( pada Perforasi appendiks mencapai suhu >39.4 Celcius)



• • • •

Tanda klasik pada kuadran kanan bawah biasanya ditemukan bila appendiks terletak pada posisi anterior. Nyeri tekan sering maksimal pada atau dekat titik McBurney (Direct rebound tenderness) iritasi peritoneal terlokalisasi Tanda Rovsing-nyerilokasi iritasi peritoneum Hiperestesia kulit pada area yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan pada T10, T11, dan T12 Tanda Psoas ( nyeri pada kuadran kanan bawah saat ekstensi pinggul kanan) Tanda Obturator (nyeri pada rotasi internal panggul)

Pemeriksaan lab

Pemeriksaan radiologi

• Leukositosis ringan, antara 10,000 sampai 18,000/mm • Urinalisis digunakan untuk menyingkirkan infeksi saluran kencing • Kultur pelvic dapat dilakukan pada wanita yang aktif sexual dan menstruasi. • Beta-HCG wajib dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik

• Foto polos abdomen • Pada pasien dengan nyeri perut, ultrasonography (USG) memiliki sensitifitas 85% dan spesifisitas lebih dari 90% untuk diagnosis appendisitis. • Computed tomography (CT) umum digunakan pada pasien dewasa dengan kecurigaan appendicitis akutmemiliki sensitivitas 90% dan spesifisitas 80%-90% untuk diagnosis appendicitis akut pada pasien dengan nyeri abdomen

Diagnosis banding

Diagnosis • ditegakkan berdasarkan temuan klinis sedangkan pemeriksaan penunjang, terutama CT scan bersifat menunjang diagnosis.

• Skala Alvarado: Skor 9-10 hampir pasti menderita appendisitis. Skor 7-8  kemungkinan besar menderita appendisitis.

Skor 5-6  diperlukan pemeriksaan lain terutama CT scan. Skor 0-4  kemungkinan kecil terjadi appendisitis

Skor Alvarado Manifestations

Value

Symptoms

Migration of pain

1

Signs

Anorexia

1

Laboratory values

Nausea/vomiting

1

RLQ tenderness

2

Rebound

1

Elevated temperature 1 Leukocytosis

2

Total

10

Blumberg Sign

Algoritma tatalaksana

Tatalaksana(2) •



• •

Periapendikular infiltrat tidak dilakukan insisi abdomen, tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum Terapi sementara untuk 8-12 minggu  konservatif saja Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses,dianjurkan operasi secepatnya.



Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat : 1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi 2. Diet lunak bubur saring 3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob setelah keadaan membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Jika terjadi abses  drainase



Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu: 1. LED 2. Jumlah leukosit MassaPeriapendikular infiltrat dianggap tenang apabila : 1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen 2. Pemeriksaan fisik : o Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh o Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat o Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil o Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

• • • • •



Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat : Bila LED telah menurun kurang dari 402 Tidak didapatkan leukositosis Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil lagi Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase

komplikasi • Paling sering ditemukanperforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus • Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah : 1. Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh 2. Suhu tubuh naik tinggi sekali 3. Nadi semakin cepat 4. Defance Muskular yang menyeluruh 5. Bising usus berkurang 6. Perut distensi

29. Tumor Medulla Spinalis •



Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala akibat terlibatnya medula spinalis atau radix saraf. Lesi massa atau tumor yang mengganggu medula spinalis dikelompokkan menjadi :



(1) Tumor intrameduler (yang berasal dari dalam medula spinalis).



(2) Tumor intradural-ekstrameduler, dan



(3) Tumor ekstradural (yang tumbuh dari luar dura, dan kebanyakan melibatkan kolum vertebrata).

• • • • • • • • • • •

Tumor Spinal Cord Ekstrameduler • Tumor sarung saraf 40% • Meningioma 40% • Ependimoma filum 15% • Lain-lain 5% Intrameduler • Ependimoma 45% • Astrositoma 40% • Hemangioblastoma 5% • Lain-lain 10%

Tumor Intrameduler Ependimoma

Astrositoma









• •

Ependimoma merupakan tumor intrameduler yang paling banyak dijumpai. Pada umumnya dijumpai pada daerah servikal dan serviko-torakal, namun sering kali ia juga mempunyai tempat predileksi khusus yakni di konus medularis dan filum terminalis (56%). Gejala awalnya adalah nyeri; gangguan sensorik dan kelemahan motorik (dapat mulai timbul 2-3 tahun sebelum diagnosa di tegakkan). Usia kasusnya adalah kelompok 30-40 tahun dan kasus-kasus daerah kauda ekuina didominasi oleh jenis kelamin laki-laki. Jenis ganas dari ependimoma ini sangat jarang dijumpai, dan istilah bagi tumor ini adalah ependimoblastoma.





Astrositoma adalah tumor kedua terbanyak di jumpai sebagai tumor intrameduler, yang kemudian diikuti oleh astrositoma maligna dan glioblastoma multiforme. Mirip dengan ependimoma, astrositoma kebanyakan timbul di daerah servikal dan servikotorakal, sedangkan jarang tumbuh didaerah torakolumbar. Demikian pula gejala klinisnya, mirip dengan ependimoma, termasuk segala tampilan karena gangguan traktus kortiko-spinal dan spino-talamikus, paresis, dan nyeri disestetik.

Hemangioblastoma

Oligodendroglioma

• merupakan jenis tumor intrameduler yang jarang, sangat vaskuler dan angka insidens terbanyak adalah pada kelompok usia dekade empat serta rasio jenis kelamin yang seimbang antara laki-laki dengan wanita. • Lokasi preferensinya adalah didaerah servikal dan servikotorakal.

• merupakan tumor intrameduler yang sangat jarang. • Ia sering kali mengandung kalsifikasi dan bercampur dengan elemen glia serta kistik. • Kadang-kadang suatu oligodendroglioma intrakranial dikaitkan sebagai asal dari tumor intraspinal ini melalui proses metastasis lewat rongga subarakhnoid spinal.

Lipoma, Dermoid, Epidermoid, dan Teratoma •







Lipoma spinal pada usia dewasa umumnya terjadi di daerah servikal dan toraks, sedangkan pada anak-anak biasanya didaerah lumbo-sakral. Keberadaannya mempunyai kaitan yang erat dengan abnormalitas kutaneus seperti nevi, dimpel, hiperpigmentasi kulit, hipertrikosis, angima kapiler, dan lipoma subkutan. Tumor dermoid kebanyakan disertai dengan adanya suatu traktus fistula sinus dan disgrafisme spinal okulta, dan juga kelainan hiperpigmentasi kulit atau hipertrikosis sebagian besar tumor jenis ini berlokasi di daerah lumbo-sakral, dan dapat menampilkan gejala-gejala meningitis bila kista dermoid tersebut pecah dan masuk ke dalam rongga subarakhnoid. Tumor epidermoid juga sering menyertai kasus spina bifida okulta, terutama dijumpai di daerah torako-lumbal. Tumor epidermid mengandung empat lapisan kulit normal. Tumor ini dapat timbul akibat tindakan punksi lumbal yang berkurang atau sebagai sisa dari reparasi meningomielokel. Teratoma merupakan jenis tumor kongenital yang jarang dan ia mempunyai predileksi daerah konus medularis. Tumor ini mengandung jaringan kulit dan elemen dermal seperti rambut dan tulang rawan (komponen mesodermal dan endodermal). Tumor jenis ini mempunyai kecenderungan mengalami degenerasi keganasan dengan metastasis sistemik.

Tumor Ekstrameduler Meningioma

Neurinoma, Neurofibroma



• Neurinoma (schwannoma) dan neurofibroma merupakan tumor intradural-ekstrameduler kedua terbanyak. • Sebanyak 80% kasus menampilkan keluhan nyeri radikuler dan disestesia. Gangguan motorik dan disfungsi kandung kemih tampil pada kurang dari 50% kasus. • Sebanyak 2,5% tumor sarung saraf spinal intradural adalah ganas dan sedikitnya separuh dari kasus-kasus ini dijumpai pada penderita neurofibromatosis.





Tumor spinal intradural yang paling sering dijumpai, 60-70% pada daerah toraks dan 10-20% di daerah servikal. Gejala klinis klasik adalah gangguan traktus saraf panjang, antara lain seperti paraparesis dan tetraparesis; untuk tumor yang berada di sebelah lateral dapat menampilkan sindroma Brown Seguard. Keluhan gejala lain adalah nyeri radikuler, terutama menghebat pada malam atau waktu istirahat. Tumor ini berada intraduralekstrameduler (khas), dimana separuhnya berlokasi dilateral dan sisanya didorsal atau diventral.

Myelitis Transversalis

a neurological disorder caused by an inflammatory process of the spinal cord, and can cause axonal demyelination. Transverse implies that the inflammation is across the thickness of the spinal cord. Arises idiopathically following infections or vaccination,or due to multiple sclerosis. the onset is Sarkoidosis adalah salah satu sudden and progresses rapidly in hours and days. The lesions can be present anywhere in the spinal manifestasi dari penyakit sistemik cord. Symptoms include weakness and numbness of the limbs as well as motor, sensory, and yang dicirikan sebagai proses sphincter deficits. The symptoms and signs depend upon the level of the spinal cord involved and thegranulomatosa extent of the involvement of the various long tracts. infiltrasi

Sarkoidosis

Tumor Ekstradural • • Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural • Lipomatosis nonkaseosa. Trauma Medulla Disebabkan oleh berbagai proses patologis termasuk trauma seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh, Spinalis olahraga (misalnya menyelam), kecelakaan industri, luka tembak dan luka bacok, ledakan bom. Efek • Presentasi klinis yang khas adalah • fraktur. Angiolipoma, trauma dapat berupa fraktur-dislokasi, dislokasi, Kerusakan yang terjadi dapat melalui paraparesis progresif yang tidak proses:kompresi, regangan jaringan, edema medula spinalis, gangguan sirkulasi darah. Angiomiolipoma menimbulkan keluhan sakit. Abses Medulla collection of pussering (neutrophils) that has accumulated within a tissue because of an inflammatory Lokasi ayang paling terlibat Spinalis adalahprocess in response either an infectious process (usually caused by bacteria or parasites) or daerah toraks.to Terapi other foreign materials (e.g., splinters, bullet wounds, or injecting needles).

pembedahan pada kasus Tumor Metastase Merupakan penyebaran dari suatu keganasan di tempat lain. Gejala tergantung dari daerah lesi, sarkoidosis adalah laminektomi, disfungsi gerak, kelumpuhan, dan hilang sensasi. biopsi dapat dan menyebabkan bila perlu dekompresi Spondilitis TB Peradangan granulomatosa yang bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis. granuloma serta pemberian pula dengan nama Pott’s disease of the spine atau tuberculousvertebral osteomyelitis. steroidDikenal topikal.

Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebraT8 – L3dan paling jarang pada vertebraC1- 2. Biasanya merupakan infeksi sekunder dari infeksi TBC di tempat lain dalam tubuh

Mielitis

Istilah mielitis menunjukkan peradangan pada medulla spinalis, trasversa menunjukkan posisi dari peradangan sepanjang medulla spinalis. Myelitis Transversa :kelainan neurologi yang disebabkan oleh peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau segmen dari medulla spinalis. 4 gejala klasik myelitis transversa:kelemahan otot atau paralisis kedua lengan atau kaki, kehilangan rasa pada kaki dan jari – jari kaki, Nyeri, Disfungsi kandung kemih dan buang air besar

Trauma medula spinalis

Trauma medula spinalis dapat disebabkan oleh berbagai proses patologis termasuk trauma. Fokus pemeriksaan yaitu pada gambaran klinis secara umum keterlibatan dari susunan medula spinalis

Guailan barre syndrome

GBS merupakan penyakit yang timbul ketika sistem imun tubuh menyerang sistem saraf perifer. Gejala pertama yg timbul bervariasi dari kelamahan ekstremitas inferior atau rasa kesemutan, bersifat simetris kemudian menyebar ke lengan dan bagian tubuh atas. Gejala bertambah hingga otot-otot tubuh sulit digerakan bahkan paralisis.

30. Posterior Hip Dislocation Gejala • Nyeri lutus • Nyeri pada sendi panggul bag. belakang • Sulit menggerakkan ekstremitas bawah • Kaki terlihat memendek dan dalam posisi fleksi, endorotasi dan adduksi Risk Factor • Kecelakaan • Improper seating adjustment • sudden break in the car netterimages.com

soundnet.cs.princeton.edu

soundnet.cs.princeton.edu

Anterior Hip Dislocation Gejala • Nyeri pada sendi panggul • Tidak dapat berjalan atau melakukan adduksi dari kaki. • The leg is externally rotated, abducted, and extended at the hip

netterimages.com

Dislokasi Panggul ANTERIOR

POSTERIOR

JARANG TERJADI (10%)

PALING SERING TERJADI AKIBAT TRAUMA DASHBOARD SAAT MENGEREM (90%)

DISLOKASI ANTERIOR ACETABULUM

DISLOKASI POSTERIOR ACETABULUM

EKSTENSI PANGGUL, ABDUKSI, EKSTERNAL ROTASI

FLEKSI PANGGUL, INTERNAL ROTASI, ADDUKSI, EKSTREMITAS TERLIHAT MEMENDEK

Tatalaksana Dislokasi Sendi Panggul: Reposisi • Bila pasien tidak memiliki komplikasi lain: – Berikan Anestetic atau sedative dan manipulasi tulang sehingga kembali pada posisi yang seharusnya reduction/reposisi

• Pada beberapa kasus, reduksi harus dilakukan di OK dan diperlukan pembedahan • Setelah tindakan, harus dilakukan pemeriksaan radiologis ulang atau CT-scan untuk mengetahui posisi dari sendi.

31. Spondilitis Tuberkulosis (Spondilitis TB) Anamnesis



• •

• •

Spondilitis Tuberkulosis (Spondilitis TB) adalah penyakit infeksi pada tulang belakang yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ETIOLOGI Mycobacterium tuberculosis yang berasal dari lesi primer di jaringan lain, lewat melalui darah dan masuk ke tulang. TANDA dan GEJALA Gambaran klinik hanya berupa nyeri pinggang atau punggung. Nyeri ini terjadi akibat reaksi inflamasi di vertebra dan sukar dibedakan dengan nyeri akibat penyakit lain.



• •







Biasanya pasien memperlihatkan gejala-gejala sakit kronik dan mudah lelah, demam yang subfebris terutama pada malam hari, anoreksia, berat badan menurun, keringat pada malam hari, takikardia dan anemia. Nyeri dan kekakuan punggung merupakan keluhan yang pertama kali muncul. Nyeri dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi atau nyeri menjalar sesuai saraf yang terangsang. Spasme otot punggung terjadi akibat mekanisme pertahanan menghindari pergeseran dari vertebra. Saat pasien tidur spasme otot akan hilang dan memungkinkan terjadinya pergerakan tetapi muncul kembali nyeri tersebut sehingga membangunkan pasien. Pada anak-anak ini disebut sebagai night cry.

http://desy.tandiyo.staff.uns.ac.id/files/2010/07/potts-disease.pdf; www.emedicine.com

Spondilitis TB •

• •

• •

Pott’s disease atau Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi tuberkulosis ekstrapulmonal yang mengenai satu atau lebih tulang belakang. Spondilitis tuberkulosa merupakan bentuk paling berbahaya dari tuberkulosis muskuloskeletal karena dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia. Umumnya melibatkan vertebra thorakal dan lumbosakral. Vertebra thorakal bawah merupakan daerah paling banyak terlibat (40-50%), vertebra lumbal (35-45%), vertebra servikal (10%). Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi sekunder → tergantung pada keganasan kuman dan ketahanan tubuh Reaksi tubuh setelah terserang kuman tuberkulosis dibagi menjadi lima stadium :   

 

1. Stadium I (Implantasi): Stadium ini terjadi awal, bila keganasan kuman lebih kuat dari daya tahan tubuh. Pada umumnya terjadi pada daerah torakal atau torakolumbal soliter atau beberapa level. 2. Stadium II (Destruksi awal): Terjadi 3 – 6 minggu setelah implantasi. Mengenai diskus intervertebralis. 3. Stadium III (Destruksi lanjut dan Kolaps) :Terjadi setelah 8-12 minggu dari stadium II. Bila stadium ini tidak diterapi maka akan terjadi destruksi yang hebat dan kolaps dengan pembentukan bahan-bahan pengejuan dan pus (cold abscess). 4. Stadium IV (Gangguan Neurologis) :Terjadinya komplikasi neurologis, dapat berupa gangguan motoris, sensoris dan otonom. 5. Stadium V (Deformitas dan Akibat) :Biasanya terjadi 3-5 tahun setelah stadium I. Kiposis atau gibus tetap ada, bahkan setelah terapi.

Spondilitis TB DIAGNOSIS 1. Riwayat penyakit dan gambaran klinis :  Onset penyakit biasanya beberapa bulan – tahun berupa kelemahan umum, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat malam hari, suhu tubuh meningkat sedikit pada sore dan malam hari.  Nyeri pada punggung merupakan gejala awal dan sering ditemukan.  Gibus.  Cold abscess.  Abnormalitas neurologis terjadi pada 50% kasus dan meliputi kompresi spinal cord berupa gangguan motoris, sensoris maupun autonom sesuai dengan beratnya destruksi tulang belakang, kifosis dan abses yang terbentuk.

2. Pemeriksaan penunjang  Tuberkulin skin test : positif  Laju endap darah : meningkat  Mikrobiologi (dari jaringan tulang atau abses) : basil tahan asam (+)  X-ray, CT scan, MRI

Tatalaksana: 1.Terapi konservatif : • Medikamentosa :    

Rifampisin 10-20 mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari Etambutol 15 mg/kgBB, maksimum 1200 mg/hari Piridoksin 25 mg/kgBB INH 5-10 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari

(Etambutol diberikan dalam 3 bulan, sedangkan yang lain diberikan dalam 1 tahun. Semua obat diberikan sekali dalam sehari.) • Imobilisasi • Pencegahan komplikasi imobilisasi lama 2. Operasi • Indikasi operasi :      

adanya abses paravertebra deformitas yang progresif gejala penekanan pada sumsum tulang belakang gangguan fungsi paru yang progresif kegagalan terapi konservatif dalam 3 bulan terjadi paraplegia dan spastisitas hebat yang tidak dapat dikontrol

ABCESS

GIBBUS

#32 Manajemen Trauma ATLS • Initial Assesment

Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, 9th edition

– Prinsip ABCDE – Triase – Primary Survey dan Resusitasi Simultan – Secondary Survey – Manajemen Definitif

• Systemic Assesment (tidak dibahas)

Prinsip ABCDE • A – Airway (patensi jalan napas) berikut c-spine protection/ control (melindungi vertebra servikal). • B – Breathing (memastikan adekuatnya pernapasan) • C – Circulation (memastikan fungsi sirkulasi dan menghentikan perdarahan) • D – Disability (terutama status neurologis) • E – Exposure and Environment (memastikan lingkungan sekitar aman bagi penolong maupun pasien, misal menghangatkan, mengeringkan, dsb)

Primary Survey • Circulation (and Hemorrhage Control) – penilaian fungsi sirkulasi dilakukan dengan menilai adanya perdarahan luar yang nampak dan tanda-tanda syok seperti pucat, akral dingin, waktu pengisian kapiler yang memanjang (lebih dari 2 detik), dan juga penurunan kesadaran. • Apabila terdapat tanda syok, segera lakukan kontrol perdarahan dengan penekanan langsung, dan segera memasang 2 jalur intravena dengan ukuran kanula intravena paling besar yang ditemukan (disarankan ukuran 14 G). Lakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan awal dan cross-match golongan darah kemudian segera berikan cairan infus kristaloid untuk mempertahankan cardiac output, sebesar 2 liter (atau 20 ml/ kgBB pada anak-anak).

Pembidaian • Bila mengkuti langkah ABC maka yang dilakukan adalah pemberian infus karena fraktur terbuka femur banyak mengeluarkan darah sambil kita melakukan balut tekan pada daerah perdarahan. • Tujuan dari pembidaian adalah : 1. Mengurangi/menghilangkan nyeri dengan cara mencegah pergerakkan fragmen tulang,sendi yang dislokasi dan jaringan lunak yang rusak. 2. Mencegah kerusakan lebih lanjut jaringan lunak (otot,medula spinalis,syaraf perifer,pembuluh darah) akibat pergerakan ujung fragmen tulang. 3.Mencegah laserasi kulit oleh ujung fragmen tulang ( fraktur tertutup jadi terbuka). 4.Mencegah gangguan aliran darah akibat penekanan ujung fragmen tulang pada pembuluh darah. 5.Mengurangi/menghentikan perdarahan akibat kerusakan jaringan lunak.

33. Wilms tumor • Wilms tumor

Tumor ganas ginjal yang terjadi pada anak, yang terdiri dari sel spindel dan jaringan lain. Disebut juga adenomyosarcoma , embryoma o f kidney , nephroblastoma ,renal c arcinosarcoma . The American Heritage® Stedman's Medical Dictionary Copyright © 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin Company. Published by Houghton Mifflin Company.

Merupakan tumor solid pada renal terbanyak pada masa kanakkanak, 5% dari jumlah kanker pada anak. (smith urology) Puncak usia adalah pada usia 3 tahun Lebih sering unilateral ginjal Etiologi • Non familial: 2 postzygotic mutation pada single cell • Familial : 1 preygotic mutation dan subsequent post zygotic event • Mutasi ini terjadi pada lengan pendek kromosom 11 (11p13)

Patogenesis & Pathology Prekurson wilms tumor (nephrogenic rest-NR) Perilobar NR dan intralobar NR

NR dormant untuk beberapa tahun Renal mengalami involusi dan sclerosis

Wilms tumor Histopatology : Blastemal, epithelial, dan stromal element, tanpa anaplasia

Karakteristik tumor • Wilms tumor : large, multi lobular, gray or tan in color, focal area of hemorrhage and necrosis, biasanya terdapat fibrous pseudocapsule • Penyebarannya : 1. Direct extension  renal capsule 2. hematogenously  renal vein atau vena cava 3. lymphatic • Metastasis : 85-95% ke paru, 1015% ke liver, 25% ke limf node regional

Staging tumor Menurut NWTS (National Wilms Tumor Study) • Stage I : Tumor terbatas pada ginjal. Tidak ada penetrasi ke kapsul renalis atau keterlibatan renal sinus vessel. Tumor tidak rupture pada saat pengangkatan, tidak ada residual tumor di batas pengangkatan tumor.

• Stage II : Tumor sudah meluas dari ginjal tapi masih dapat diangkat sempurna. Terdapat penetrasi permukaan luar renal kapsul, invasi renal vessel sinus. Tidak ada residual tumor, tidak ada sisa pada batas pengangkatan, tidak ada keterlibatan kelenjar getah bening regional

• Stage III : Residual • Stage IV : Terdapat nonhematogenous metastasis tumor ke abdomen. hematogenous ke paru, Terdapat keterlibatan liver, tulang, dan otak kelenjar getah bening, kontaminasi peritoneal, • Stage V: Keterlibatan implan pada permukaan bilateral renal peritoneal, tumor meluar melebihi daerah pengangkatan, terdapat trombus tumor

Gejala Klinis • Massa dan rasa sakit pada abdominal • Macroscopic haematuria • Hypertension • Anorexia, nausea, vomit

Pemeriksaan penunjang • Lab : Urinalisis : hematuria, anemia, subcapsular hemorrhage. Jika sudah metastasis ke liver terdapat peningkatan creatinin • CT abdominal lihat ekstensi tumor • Chest xray  lihat metastasis ke paru • Biopsi

• CT scan in a patient with a right-sided Wilms tumor with favorable histology.



Gross nephrectomy specimen shows a Wilms tumor pushing the normal renal parenchyma to the side.

Manajemen • Surgical : - Keterlibatan kidney unilateral - Tumor tidak melibatkan organ visceral • Chemotherapy • Radiasi

disease

Sign & symptoms

Renal cell carcinoma

In contrast to adults, renal cell carcinoma is rare in childhood. However, there appears to be a subset of affected adolescent males with a unique chromosomal translocation at Xp11.2 The classic triad of RCC (flank pain, hematuria, and a palpable abdominal renal mass)

neuroblastoma

NB is the third most common pediatric cancer, accounting for about 8% of childhood malignancies The signs and symptoms of NB reflect the tumor site and extent of disease. Most cases of NB arise in the abdomen, either in the adrenal gland or in retroperitoneal sympathetic ganglia. Usually a firm, nodular mass that is palpable in the flank or midline is causing abdominal discomfort

Wilms tumor

Wilms tumor is the most common renal malignancy in children and the fourth most common childhood cancer Most children with Wilms tumor present with an abdominal mass or swelling, without other signs or symptoms. Other symptoms can include abdominal pain (30 %), hematuria (12 to 25 %), and hypertension (25 %) PF reveals a firm, nontender, smooth mass that rarely crosses the midline and generally does not move with respiration. In contrast, neuroblastoma and splenomegaly often will extend across the midline and move with respiration

disease

Sign & symptoms

Burkit limfoma

Patients with BL present with rapidly growing tumor masses and often have evidence of tumor lysis with a very high serum lactate dehydrogenase (LDH) concentration and elevated uric acid levels The endemic (African) form usually presents as a jaw or facial bone tumor that spreads to extranodal sites including the mesentery, ovary, testis, kidney, breast, and especially to the bone marrow and meninges The nonendemic (sporadic) form usually has an abdominal presentation Immunodeficiency-related cases more often involve lymph nodes BL tumor cells are monomorphic, medium-sized cells with round nuclei, multiple nucleoli, and basophilic cytoplasm A "starry-sky" pattern is usually present, imparted by numerous benign macrophages that have ingested apoptotic tumor cells

hodgkin limfoma

commonly present with painless, non-tender, firm, rubbery, cervical or supraclavicular lymphadenopathy. Most patients present with some degree of mediastinal involvement. patients may present with symptoms and signs of airway obstruction (dyspnea, hypoxia, cough), pleural or pericardial effusion, hepatocellular dysfunction, or bone marrow infiltration (anemia, neutropenia, or thrombocytopenia). Diagnostic Reed-Stemberg cells are large cells that have bilobed, double, or multiple nuclei and prominent, eosinophilic, inclusion-like nucleoli in at least two nuclei or nuclear lobes

34 • ANOMALI VASKULER • Definisi: semacam tanda lahir yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah, meskipun tidak selalu hadir pada saat lahir. Sebuah anomali vaskuler merupakan defek pada pembuluh darah dan dapat mempengaruhi pembuluh apapun seperti kapiler, arteri, vena, limfatik, atau kombinasi. • Mullicken dan Glowacki (1982) menetapkan untuk pertama kali dua tipe dari anomali vaskuler: tumor vaskuler dan dan vaskuler malformasi.

• •

• • • • • • • • • • • •

TUMOR VASKULER Berikut adalah kelompok anomaly yang masuk dalam kelompok tumor vaskuler berdasarkan ISSVA (international Society for the Study of Vascular Anomalies): Infantile hemangioma Kongenital hemangiomas: RICH(rapidly involuting congenital hemangioma) NICH (nonivoluting congenital hemangioma) Kaposiform Hemangiendothelioma Tufted angiomas (dengan atau tanpa sindrom Kasabach-Merritt) Spindle cell hemangioendothelioma Epithelioid hemangioendotheliomas Lainnya (jarang): hemangioendotheliomas (mis.: composite, retiform) Angisarcoma Dermatologic acquired vascular tumors (mis.:pyogenic granuloma)

Infantile hemangioma • 4-10% terjadi pada infant • Banyak ditemui pada bayi keturunan kaukasian yang memiliki berat badan pada saat lahir di bawah normal, dan dari ibu yang multipara • Factor resiko ibu: usia lebih tua, pre-eklampsia, abnormal plasenta • Terjadi antara 2 minggu-2 bulan pembentukan embryo • Biopsi: GLUT1(+), dan menunjukkan peningkatan perubahan endothelial. • Perkembangannya: • Tahap proliferasi: masa embryo-1 tahun • Tahap involusi: 1-7 tahun • Tahap involuted: usia 8 tahun keatas • Lokasi : kepala dan leher (60%), badan (25%), ekstremitas (15%) • Multiple infantile hemangioma=hemangiomatosis=mencakup 3 atau lebih organ system Congenital hemangiomas (RICH dan NICH) • Terbentuk ketika sudah lahir • GLUT1 (-) • Perkembangannya: • NICH: muncul saat lahir, hemangioma berkembang secara proporsional tanpa regresi • RICH: muncul saat lahir, regress secara komplit dalam 2 tahun • Penyebaran di tubuh: soliter, di area kepala, tangan dan kaki sekitar sendi •

Tufted angioma (TA) dan Kaposiform hemangioendothelioma (KH) • Muncul sesaat setelah kelahiran • Dapat melibatkan komponen pembuluh darah dan kelenjar getah bening (berupa inflitrasi nodule dan kompresi saluran KGB). • TA: immunostaining ditemukan positif D2-40 antibody, KH(-) • Penyebaran lesi: dapat timbul di setiap bagian tubuh. Tidak spesifik. • Metastasi jauh jarang terjadi • Hemangiendothelioma (spindle, epithelioid, composite, retiform) • Spindle hemngioendothelioma: benign vasoproliferasi, terjadi pada umur kapanpun, Immunohistochemistry: CD31, factor VIII antigen (+), CD34 (-) • Epithelioid hemangioendothelioma: jarang, lambat, dapat terjadi di bagian manapun di tubuh, tidak terpatok pada pembuluh darah saja, banyak ditemukan di tulang. Angisarcoma • Jarang, dan agresif • Prognosis buruk • Banyak terjadi pada bayi perempuan dengan onset usia 3.7 tahun • Imaging: progresif, heterogenous mass, dengan konsentrasi kontras, dan disertai metastasis ke liver

• Strategi therapi pada tumor vaskuler • Medika mentosa dengan: glukokortikosteroid, alpha interferon 2a, atau 2b, vincristine, cyclophosphamide, bleomycine, dll • Surgical reseksi/eksisi, • Laser (FPDL=flashlamp pulsed dye laser, Nd.YAG, Diode, dll) • Arterial superselective embolisasi

35. Ewing’s Sarcoma • A distinctive small round cell sarcoma typically found in patients from 5-25 years of age – second most common bone tumor in children

• Location – ~50% are found in the diaphysis of long bones – The most common locations • pelvis, distal femur, proximal tibia, femoral diaphysis, and proximal humerus

• uncommon in African Americans and Chinese

• Presentation – pain often accompanied by fever – often mimics an infection

• Physical exam – swelling and local tenderness

• Radiographs large destructive lesion in the diaphysis or metaphysis with a moth-eaten appearance • lesion may be purely lytic or have variable amounts of reactive new bone formation • periosteal reaction may give "onion skin" or "sunburst" appearance

pelvis

The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001

Diagnosis Banding Osteoblastoma: • Subchondral Cysts • Fluid-filled sacs in subchondral bone

Osteoartritis • Joint Space Narrowing • Bone spur (arrow) • Subchondral Sclerosis • Increased bone density or thickening in the subchondral layer

Osteomyelitis • abscesses radiolucency • Involucrum • Bone destruction  sequestrum (arrow)

Chondroblastoma • radiolucent lesion with sclerotic margins (white arrowheads) in epiphysis of distal femur and with probable extension into metaphysis (black arrowhead).

36. Triage D. Triage Priorities 1. Red- highest priority patients need immediate care (usually circulatory or respiratory) 2. Yellow- second highest priority able to wait longer before transport (45 minutes) 3. Green- walking able to wait several hours for transport 4. Black- dead will die during emergency care (have lethal injuries)

*** mark triage priorities (tape, tag)

Triage Category: Red • Red (Highest) Priority: Patients who need immediate care and transport as soon as possible

• Airway and breathing difficulties • Uncontrolled or severe bleeding • Decreased level of consciousness • Severe medical problems • Shock (hypoperfusion) • Severe burns

Yellow • Yellow (Second) Priority: Patients whose treatment and transportation can be temporarily delayed • Burns without airway problems • Major or multiple bone or joint injuries • Back injuries with or without spinal cord damage

Green • Minor fractures • Minor soft-tissue injuries • Green (Low) Priority: Patients whose treatment and transportation can be delayed until last

37

38. Infeksi saluran kemih (ISK) • DEFINISI • Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin, mulai dari yang tanpa gejala (asimptomatik) sampai mengarah ke infeksi berat. Episode bakteriuria signifikan (yaitu infeksi dengan jumlah koloni >100.000 mikroorganisme tunggal per ml)

Insidensi ISK menurut Wisswell dan Roscelli, lebih banyak pada pria yang belum disirkumsisi dibandingkan dengan yang sudah disirkumsisi 1.12% banding 0.11% pada enam bulan kehidupan setelah lahir.

• ETIOLOGI • Penyebab terjadinya ISK disebabkan oleh mikroorganisme tunggal seperti: • bakteri E. Coli sekitar 80% dari ISK yang asimptomatik sampai yang beresiko tinggi seperti pyelonephritis. • Mikroorganisme lainnya proteus spp, klebsiella spp, dan stafilokokus dengan koagulase negative. • Infeksi juga bisa disebabkan oleh Pseudomonas spp, walau jarang biasanya disebabkan paska penggunaan kateter

• PATOGENESIS • Proses ISK dari bakteriuria asimptomatik/ tanpa gejala menjadi bakteriuri simptomatik presentasi klinis tergantung dari patogenisitas bakteri dan kondisi pasien. Saluran kemih dan urine normalnya bebas dari mikroorganisme

Patogenesis Lanjutan Peranan bakteri • infeksi ascending • penularan melalui jalur hematogen • penularan melalui jalur limfogen • penularan langsung dari organ sekitarnya yang telah terinfeksi Peranan faktor tuan rumah (host) • Kemampuan dari tuan rumah untuk menahan mikroorganisme masuk ke saluran kemih dipengaruhi: 1) pertahanan local, peranan dari sistem imun baik humoral maupun imunitas seluler. Beberapa faktor pertahanan local dari tubuh terhadap suatu infeksi • Mekanisme pengosongan urine yang teratur dari vesika urinaria • Derajat keasamaan (ph) urin yang rendah • Adanya ureum dalam urine • Panjang uretra pada pria • Osmolalitas urine yang cukup tinggi • Estrogen pada wanita usia produktif • Adanmya zat antibakteria pada kelenjar prostat

• PATOFISIOLOGI • Pada pria dan wanita yang normal, kondisi urin selalu steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Hamper semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu dapat mencapai ginjal, proses ini akan dipermudah refluks vesikoureter (lihat pada komplikasi). Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan diklinik, mungkin akibat lanjut dari bakteriemia.

• • • • • • • • • • • • • • •

TANDA dan GEJALA ISK bagian atas (pielonefritis) Demam (akut 39.5 – 40 °C), menggigil Nyeri pinggang Malaise Anoreksia Nyeri tekan pada sudut kostovertebra dan abdomen ISK bagian bawah (Sistitis) Disuria Polakisuria Nokturia Frekuensi dan urgensi Nyeri suprapubik Hematuria Nyeri pada skrotum (epididimo-orkitis)

Acute Pyelonephritis rapid onset (hours to a day) ❏ lethargic and unwell, fever, tachycardia, shaking, chills, nausea and vomiting, myalgias ❏ marked CVA or flank tenderness; possible abdominal pain on deep palpation ❏ symptoms of lower UTI may be absent (urgency, frequency, dysuria)

DIAGNOSIS • Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan Gram dan kultur pada specimen urin “clean-catch” sebelum pemberian antibiotic. Organisme yang paling sering ditemukan adalah E.coli, Enterobacter,Klebsiella, Proteus.  ISK bagian atas o o o o



Pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL) Tes fungsi ginjal : ureum, serum kreatinin Elektrolit Ultrasonografi (USG) ginjal : pembengkakan pada pielonefritis, batu, obstruksi/ hifdronefrosis, abses sekunder. o BNO – IVP: batu, kelainan structural, obstruksi sistem pengumpul. o CT Scan: abses/tumor

ISK bagian bawah o Pemeriksaan darah perifer lengkap o Sistokopi hanya jika terdapat hematuria, keganasan atau batu yang menjadi penyebab dasar. o Jika terdapat obstruksi, scan ultrasonografi, BNO-IVP, dan sistokopi mungkin diperlukan.

DIAGNOSIS BANDING Penyakit

Pembeda

Appendisitis

Terdapat peningkatan ALVARADO SKOR Nyeri yang bermigrasi, anoreksia, mual/muntah, nyeri perut kanan bawah, nyeri lepas, demam, leukositosis

Benign Prostate Hiperplasia

Teraba pembesaran pemeriksaan anus

prostat

pada

TATALAKSANA a. UMUM

- Prinsip tatalaksana: asupan cairan yang banyak, antibiotika yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi urin - Bila infeksi cukup parah perlu dibawa ke rumah sakit untuk tirah baring - Terapi ditujukan untuk menecegah kerusakan organ saluran kemih lebih parah dan memperbaiki kondisi pasien - Pencegahan terutama ditujukan pada pasien dengan resiko tinggi, perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan paska transplantasi ginjal perempuan dan laki – laki, dan kateterisasi laki – laki dan perempuan. •

KHUSUS

-

-

-

Pielonefritis akut : golongan obat obatan antibiotic yang dianjurkan: aminoglikosida yang dikombinasikan dengan ampisilin/amoksisilin, amoksisilin dengan asam klavulanat, sefalosporin, florokuinolon Sistitis akut : antibiotic dosis tunggal atau jangka pendek golongan cotrimoksazole, ampisilin, kadang diperlukan obat – obatan golongan antikolinergik (propantheline bromide) untuk mencegah hiperiritabilitas vesika urinaria dan fenazopiridin hidroklorida sebagai antiseptic pada saluran kemih. Konsultasi pada dr Spesialis Urologi diperlukan bila : o Dicurigai penyebab ISK adalah gangguan anatomi o Semua bentuk prostatitis

-

Diperlukan konsul pada dokter ahli anak/ penyakit dalam/ urologi, bila terjadi resistensi antibiotik

39. Abses mamae Breast abcess • Ketika saluran lactiferous mengalami epidermalisasi, produksi keratin mungkin menyumbat saluran, menjadi produksi abses • presentasi: – – – –

• • •

Edema mamae lokal, eritema, hangat, nyeri Riwayat abses sebelumnya Demam, muntah, keluar cairan dari massa atau nipple Boleh menyusui

Treatment: Jadi terapi abses mamae insisi, pemberian antibiotic, dan lanjutkan pemberian ASI Needle aspiration may be considered for abscesses less than 3 cm in size

The Breast Tumors

Onset

Feature

Breast cancer

30-menopause

Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu), Peau d’orange , hard, Painful, not clear border, infiltrative, discharge/blood, Retraction of the nipple,Axillary mass

Fibroadenoma mammae

< 30 years

They are solid, round, rubbery lumps that move freely in the breast when pushed upon and are usually painless.

Fibrocystic mammae

20 to 40 years

lumps in both breasts that increase in size and tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally have nipple discharge

Mastitis

18-50 years

Localized breast erythema, warmth, and pain. May be lactating and may have recently missed feedings.fever.

Philloides Tumors

30-55 years

intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm, smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the tumor may become reddish and warm to the touch. Grow fast.

Duct Papilloma

45-50 years

occurs mainly in large ducts, present with a serous or bloody nipple discharge

Mastitis • Terjadi pada masa laktasi atau puerperium (terbanyak) atau tidak ada hubungannya dengan masa puerperium. Patofisiologi • Biasanya disebabkan oleh kuman Staphilococccus aureus dengan strain tahan penisilin yang ditransmisi melalui isapan bayi. Pada jenis non puerpueralis port d’entry adalah sistemik atau lewat kerusakan epitel sekitar nipel-areola complex.

Gejala Klinis • Payudara (terutama pada saat menyusui) terasa nyeri spontan dan nyeri tekan. • Kadang disertai panas badan atau malaise. • Usia produktif-muda. Pemeriksaan dan Diagnosis • Pada pemeriksaan fisik, terdapat massa dengan batas tak tegas, kemerahan disertai rasa nyeri spontan dan nyeri tekan. Kadangkadang sudah didapatkan massa yang fluktuatif. • Tidak didapatkan pembesaran KGB aksila ipsilateral, atau bila ada pembesaran juga waktu diraba terasa nyeri.

Pencitraan • Pada USG atau mammografi akan tampak massa yang sedikit hiperdense dengan batas yang undefined, tidak jarang di diagnosis banding dengan proses keganasan. Diagnosis • Diagnosis biasanya dengan mudah, yaitu nyeri pada payudara yang sedang menyusui. Benjolan di payudara yang tak terlalu padat disertai nyeri tekan, kadang-kadang dapat dirasakan adanya fluktuasi, ada kemerahan. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan sitologi dengan FNA.

Penatalaksanaan Terapi • Bila belum jelas adanya fluktuasi (abses), diberi antibiotik golongan amoxycilline 5-7 hari, analgetik dan antipiretik. • Bila telah terbentuk abses, maka dilakukan insisi, yang jika sering terjadi kekambuhan maka tindakan yang dikerjakan adalah eksisi.

The Breast Tumors

Onset

Feature

Breast cancer

30-menopause

Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu), Peau d’orange , hard, Painful, not clear border, infiltrative, discharge/blood, Retraction of the nipple,Axillary mass

Fibroadenoma mammae

< 30 years

They are solid, round, rubbery lumps that move freely in the breast when pushed upon and are usually painless.

Fibrocystic mammae

20 to 40 years

lumps in both breasts that. increase in size and tenderness just prior to menstrual bleeding. occasionally have nipple discharge

Mastitis

18-50 years

Localized breast erythema, warmth, and pain. May be lactating and may have recently missed feedings.fever.

Philloides Tumors

30-55 years

intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm, smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the tumor may become reddish and warm to the touch. Grow fast.

Duct Papilloma

45-50 years

occurs mainly in large ducts, present with a serous or bloody nipple discharge , mass ussually small, not always palpable

40. Thyroid Cancer

History • Symptoms • The most common presentation of a thyroid nodule, benign or malignant, is a painless mass in the region of the thyroid gland (Goldman, 1996). • Symptoms consistent with malignancy • • • • • •

Pain dysphagia Stridor hemoptysis rapid enlargement hoarseness optimized by optima

Risk factors • Thyroid exposure to irradiation • Age and Sex • Benign nodules occur most frequently in women 20-40 years (Campbell, 1989) • 5%-10% of these are malignant (Campbell, 1989) • Men have a higher risk of a nodule being malignant • Family History – History of family member with medullary thyroid carcinoma – History of family member with other endocrine abnormalities (parathyroid, adrenals) – History of familial polyposis (Gardner’s syndrome) optimized by optima

Evaluation of the thyroid Nodule (Physical Exam) • Examination of the thyroid nodule: • consistency - hard vs. soft • size - < 4.0 cm • Multinodular vs. solitary nodule – multi nodular - 3% chance of malignancy (Goldman, 1996) – solitary nodule - 5%-12% chance of malignancy (Goldman, 1996) • Mobility with swallowing • Mobility with respect to surrounding tissues • Well circumscribed vs. ill defined borders

• Examine for ectopic thyroid tissue • Indirect or fiberoptic laryngoscopy – vocal cord mobility – evaluate airway • Systematic palpation of the neck • Metastatic adenopathy commonly found: – in the central compartment (level VI) – along middle and lower portion of the jugular vein (regions III and IV) and

optimized by optima

Evaluation of the Thyroid Nodule • Blood Tests

• Radioactive iodine

– Thyroid function tests • thyroxine (T4) • triiodothyronin (T3) • thyroid stimulating hormone (TSH)

– Serum Calcium – Thyroglobulin (TG) – Calcitonin



• USG : – 90% accuracy in categorizing nodules as solid, cystic, or mixed

– is trapped and organified – can determine functionality of a thyroid nodule – 17% of cold nodules, 13% of warm or cool nodules, and 4% of hot nodules to be malignant FNAB : Currently considered to be the best first-line diagnostic procedure in the evaluation of the thyroid nodule

(Rojeski, 1985)

– Best method of determining the volume of a nodule (Rojeski, 1985) – Can detect the presence of lymph node enlargement and calcifications

optimized by optima

Classification of Malignant Thyroid Neoplasms • Papillary carcinoma • • • •

Follicular variant Tall cell Diffuse sclerosing Encapsulated

• Medullary Carcinoma • Miscellaneous • • • •

Sarcoma Lymphoma Squamous cell carcinoma Mucoepidermoid carcinoma • Clear cell tumors • Pasma cell tumors • Metastatic

• Follicular carcinoma • Overtly invasive • Minimally invasive

• Hurthle cell carcinoma • Anaplastic carcinoma

– – – –

• Giant cell • Small cell optimized by optima

Direct extention Kidney Colon Melanoma

Well-Differentiated Thyroid Carcinomas (WDTC) Papillary, Follicular, and Hurthle cell • Pathogenesis - unknown • Papillary has been associated with the RET protooncogene but no definitive link has been proven (Geopfert, 1998)

• Certain clinical factors increase the likelihood of developing thyroid cancer • Irradiation - papillary carcinoma • Prolonged elevation of TSH (iodine deficiency) - follicular carcinoma (Goldman, 1996) – relationship not seen with papillary carcinoma – mechanism is not known

optimized by optima

WDTC - Papillary Carcinoma • 60%-80% of all thyroid cancers (Geopfert, 1998, Merino, 1991) • Histologic subtypes • Follicular variant • Tall cell • Columnar cell • Diffuse sclerosing • Encapsulated • Prognosis is 80% survival at 10 years (Goldman, 1996) • Females > Males • Mean age of 35 years (Mazzaferri, 1994)

• Lymph node involvement is common – Major route of metastasis is lymphatic – Clinically undetectable lymph node involvement does not worsen prognosis (Harwood, 1978)

optimized by optima

WDTC - Follicular Carcinoma • • • • •

20% of all thyroid malignancies Women > Men (2:1 - 4:1) (Davis, 1992, De Souza, 1993) Mean age of 39 years (Mazzaferri, 1994) Prognosis - 60% survive to 10 years (Geopfert, 1994) Metastasis – angioinvasion and hematogenous spread – 15% present with distant metastases to bone and lung • Lymphatic involvement is seen in 13% (Goldman, 1996)

optimized by optima

Medullary Thyroid Carcinoma • 10% of all thyroid malignancies • 1000 new cases in the U.S. each year • Arises from the parafollicular cell or C-cells of the thyroid gland • derivatives of neural crest cells of the branchial arches • secrete calcitonin which plays a role in calcium metabolism

optimized by optima

Medullary Thyroid Carcinoma • Diagnosis • Labs: 1) basal and pentagastrin stimulated serum calcitonin levels (>300 pg/ml) 2) serum calcium 3) 24 hour urinary catecholamines (metanephrines, VMA, nor-metanephrines) 4) carcinoembryonic antigen (CEA) • Fine-needle aspiration • Genetic testing of all first degree relatives

optimized by optima

Anaplastic Carcinoma of the Thyroid • • • •

Highly lethal form of thyroid cancer Median survival 70 years) (Sou, 1996) • Mean age of 60 years (Junor, 1992) • 53% have previous benign thyroid disease (Demeter, 1991) • 47% have previous history of WDTC (Demeter, 1991)

optimized by optima

Management • Surgery is the definitive management of thyroid cancer, excluding most cases of ATC and lymphoma • Types of operations: – lobectomy with isthmusectomy • minimal operation required for a potentially malignant thyroid nodule – total thyroidectomy – • removal of all thyroid tissue • preservation of the contralateral parathyroid glands – subtotal thyroidectomy • anything less than a total thyroidectomy optimized by optima

41. Causes • injuries to the abdomen, pelvis and genitalia are generally caused by accidents involving high kinetic energy and acceleration or deceleration forces

Open vs. Closed Injuries • abdominal injuries can be either open or closed • open injuries are caused by sharp or high velocity objects that create an opening between the peritoneal cavity and the outside of the body

• closed injuries are caused by compression trauma associated with deceleration forces and include: – contusions – ruptures – lacerations – shear injuries

Hollow and Solid Organs The type of injury will depend on whether the organ injured is solid or hollow. • hollow organs include: – stomach – intestines – gallbladder – bladder



solid organs include:  liver  spleen  kidneys

Abdominal Injuries Hollow Organ Injuries • when hollow organs rupture, their highly irritating and infectious contents spill into the peritoneal cavity, producing a painful inflammatory reaction called peritonitis

Solid Organ Injuries • damage to solid organs such as the liver can cause severe internal bleeding • blood in the peritoneal cavity causes peritonitis • when patients injure solid organs, the symptoms of shock may overshadow those from peritonitis

Abdominal Injuries • abdominal injuries can be obvious, such as an open wound, or subtle, such as a blow to the flank that initially causes little pain, but damages the liver or spleen

• suspect abdominal internal injury in any patient who has a penetrating abdominal wound or has suffered compression trauma to the abdomen

Liver • Largest organ in abdominal cavity • Right upper quadrant • Injured from trauma to: – Eighth through twelfth ribs on right side of body – Upper central part of abdomen • Suspect liver injury when: – Steering wheel injury – Lap belt injury – Epigastric trauma

• After injury, blood and bile leak into peritoneal cavity – Shock – Peritoneal irritation • Management: – Resuscitation – Laparotomy and repair or resection. – Avulsion of pedicle is fatal

Spleen • Upper left quadrant • Rich blood supply • Slightly protected by organs surrounding it and by lower rib cage – Most commonly injured organ from blunt trauma – Associated intraabdominal injuries common • Suspect splenic injury in: – Motor vehicle crashes – Falls or sports injuries involving was an impact to the lower left chest, flank, or upper left abdomen

• Kehr’s sign – Left upper quadrant pain radiates to left shoulder – Common complaint with splenic injury • Management : – Resuscitation. – Laparotomy (repair, partial excision or splenectomy) – Observation in hospital for patients with sub-capsular haematoma

Stomach/duodenum • Not commonly injured by blunt trauma • Protected location in abdomen • Penetrating trauma may cause gastric transection or laceration – Signs of peritonitis from leakage of gastric contents

• Diagnosis confirmed during surgery – Unless nasogastric drainage returns blood

Stomach/duodenum Bleeding • Presentation :

Perforation • Presentation : – – – –

abdominal pain rigidity peritonism, shock Air under diaphragm on X-ray

• Treatment – Antibiotics – resuscitate – repair

– Haematemesis +/– Melaena – Severity • Increased PR>90 • Fall BP 10 mnt atau terdapat lesi neurologik yg jelas.

Laserasi serebri : kerusakan otak yg luas + robekan duramater + fraktur tl. Tengkorak terbuka.

45. Osteomielitis • Peradangan pada tulang dan sumsum tulang(bone marrow) disebabkan oleh kuman. • Walaupun tulang normalnya tahan terhadap kolonisasi bakteri, trauma, operasi, adanya benda asing atau prostese dapat menyebabkan rusaknya integritas tulang sehingga akan menyebabkan infeksi pada tulang

Pathogenesis Waldvogel, 1971

1. Hematogenous 2. Contiguous focus of infection 3. Direct inoculation

Symptoms • Nonspecific symptoms – Demam – Menggigil – Malaise – Letargi – Iritabilitas • The classic signs of inflammation, including local pain, swelling, or redness, may also occur and normally disappear within 5-7 days

http://emedicine.medscape.com/article/1348767-overview#a0112

• S aureus Bakteri penyebab yang paling sering ditemukan, diikuti dengan Pseudomonas dan Enterobacteriaceae. • Bakteri yang lebih jarang adalah anaerobe gram-negative bacilli. • Intravenous drug users may acquire pseudomonal infections

• Osteomielitis akut hematogenus memiliki predileksi pada tulang panjang. • The ends of the bone near the growth plate (the metaphysis) is made of a maze like bone called cancellous bone. • It is here in the rapidly growing metaphysis that osteomyelitis often develops http://www.hawaii.edu/medicine/pediatrics/pedtext/s19c04.html

46. Apendisitis tuberkulosa • • •

Dipikirkan kemungkinan terkena app tuberkulosa karena adanya sel datia langhans Instruksi jelaskan definisi, patofisiologi dan diagnosis apendisitis Pada apendisitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa. 3 Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan: a.keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi; b.pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis; c.laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan a.keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi; b.pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan c.laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

47 Carcinoma Colorectal Predileksi Carcinoma colorectal merupakan keganasan yang paling sering pada traktus gastrointestinal. Penyakit ini berhubungan dengan usia dan terjadi lebih sering pada usia diatas 50 tahun.

Letak

Presentase

Caecum dan Colon Ascendens

10 %

Colon transversum

10 %

Colon descendens

5%

Rectosigmoid

75 %

Colonic Carcinoma Time Course Symptoms

Findings

Early

None

None Occult blood in stool

Mid

Rectal bleeding Change in bowel habits

Rectal mass Blood in stool

Late

Fatigue Anemia Abdominal pain

Weight loss Abdominal mass Bowel obstruction

Gejala Lokal  Perubahan Pola BAB, dapat berupa konstipasi maupun diare.  Perasaan BAB yang tidak tuntas (tenesmus) dan diameter feces mengecil sering ditemukan pada karsinoma colorectal.  Feces yang bercampur darah  Feces dengan mucus  Feces berwarna hitam seperti tar (melena) dapat timbul, tetapi biasanya lebih berhubungan dengan kelainan pada traktus gastrointestinal bagian atas seperti kelainan pada lambung atau duodenum.  Obstruksi usus menyebabkan nyeri, kembung, dan muntah yang seperti feces.  Dapat teraba massa di abdomen

Site Distribution

Staging

Gejala Klinis Colon kanan

Colon kiri

Rectum

Aspek klinis

Colitis

Konstipasi Obstruksi

Proktitis

Nyeri

Ec. Penyusupan

Ec. Obstruksi

Tenesmus

Defekasi

Diare

Konstipasi progresif

Tenesmus terus menerus

Osbtruksi

Jarang

Hampir selalu

Tidak jarang

Darah pada feses

Samar

Samar atau makroskopis

Makroskopis

Feses

Normal atau diare

Normal

Perubahan bentuk

Dispepsia

Sering

Jarang

Jarang

Memburuknya keadaan umum

Hampir selalu

Lambat

Lambat

Anemia

Hampir selalu

Lambat

Lambat

Zieve, D. (2009) Colon cancer. Available from www.nlm.nih.gov/medlineplus/colorectalcancer.html.

Gejala Konstitusi  Kehilangan berat badan mungkin adalah gejala yang paling umum, disebabkan karena hilangnya nafsu makan.  Anemia, menyebabkan pusing, mual, kelelahan, dan palpitasi.  Ikterus  Rasa nyeri di abdomen, lebih sering pada bagian atas dari epigastrium atau dinding kanan abdomen.  Pembesaran hepar  Bekuan darah pada arteri dan vena, sindroma paraneoplastik yang berhubungan dengan hiperkoagulabilitas dari darah.

Pemeriksaan Penunjang •



• • •



Pemeriksaan rectal secara digital (rectal toucher) : Tindakan ini hanya dapat mendeteksi tumor yang cukup besar pada bagian distal dari rektum, tetapi berguna sebagai pemeriksaan skrining awal. Fecal occult blood test (FOBT) : pemeriksaan terhadap darah dalam feces. Ada 2 tipe pemeriksaan darah pada feces yaitu guaiac based (pemeriksaan kimiawi) dan immunochemical. Endoskopi Rectosigmoidoskopi Fleksibel sigmoidoskopi dan colonoskopi Double contrast barium enema (DCBE)

• Pencitraan 1. X-ray foto polos dan colon in loop 2. CT scan 3. CT Colonografi (Virtual colonoscopy) 4. MRI 5. PET 6. Endorectal ultrasound • Laboratorium. Pemeriksaan darah samar pada faeces • Tumor marker. Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan untuk pasien carcinoma colorectal. • Tes serum. Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT, SGGT, dan LDH dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar. • Biopsi.

Diagnosis • Diagnosis carcinoma colorectal ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.

Klasifikasi • American Joint Committee on Cancer memakai sistem TNM. Sistem ini memisahkan dan mengidentifikasi berdasarkan kedalaman dari invasi tumor (T), status nodus limfatikus regional (N) dan ada tidaknya metastase (M). Stadium 0

Tis

N0

M0

Stadium 1

T1 T2

N0 N0

M0 M0

Stadium 2

T3 T4

N0 N0

M0 M0

Stadium 3

Semua T

N1 N2, N3

M0 M0

Stadium 4

Semua T

Semua N

M1

Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingots’s Abdominal operation. 10th edition. 2009. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-1300.

Tumor Primer • TX : Tumor primer tidak bisa ditemukan • T0 : Tidak ada bukti tumor primer • Tis : Carcinoma insitu • T1 : Tumor menginvasi submukosa • T2 : Tumor menginvasi muscularis propria • T3 : Tumor menginvasi muscularis propria sampai subserosa atau kedalam non peritonealisasi pericolic atau perirectal • T4 : Tumor menyebabkan adanya perforasi ke peritoneum visceral atau invasi ke organ atau struktur lain. •

Nodus limfatikus regional • Nx : Nodus limfatikus regional tidak ditemukan • N0 : Tidak ada metastase nodus limfatikus regional • N1 : Metastase pada 1-3 nodus limfatikus pericolica atau perirectal • N2 : Metastase pada 4 atau lebih nodus limfatikus pericolica atau perirectal • N3 : Metastase pada semua nodus limfatikus sepanjang cabang pembuluh darah Metastase jauh • Mx : Adanya metastase jauh tidak dapat dinilai • M1 : Tidak ada metastase • M2 : Metastase

Penatalaksanaan • Pembedahan Tujuan utama tindakan bedah adalah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif. Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun jauh.

• Kemoterapi Kemoterapi berguna untuk mengurangi kemungkinan metastasis, mengecilkan ukuran tumor, atau memperlambat pertumbuhan tumor. Biasanya diberikan setelah pembedahan (adjuvant), atau sebelum pembedahan (neoadjuvant), atau sebagai terapi primer (palliative). Kemoterapi sesudah pembedahan biasanya diberikan setelah karsinoma menyebar ke lymph node (stadium III).

• Radioterapi Radioterapi tidak digunakan secara rutin pada karsinoma colon, karena dapat menyebabkan radiation enteritis, dan sulit untuk membidik daerah spesifik dari colon. • Immunoterapi Bacillus Calmette-Guérin (BCG) sedang diteliti sebagai campuran adjuvant untuk terapi colorectal.

To estimate scattered burns: patient's palm surface = 1% total body surface area

Parkland formula = baxter formula http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml

48. Total Body Surface Area

Contoh hitungan” Kedalaman Luka Bakar: IIB Luas luka bakar: 10% BB: 50 kg Rumus Baxter: 4 x50 x10 =2000ml ½ dlm 8 jam1000ml Tetes/menit: 1000/8=125cc/jam 125x20/60= 41.667 tetes/menit

49. Management of Trauma Patient

Hypovolemic Shock

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1065003/

Fluid Resuscitation Crystalloids

Non-protein colloids

• Are as effective as albumin in post-operative patients • Are the initial resuscitation fluid of choice for: – Hemorrhagic shock / traumatic injury – Septic shock – Hepatic resection – Thermal injury – Cardiac surgery – Dialysis induced hypotension

• Should be used as second-line agents in patients who do not respond to crystalloid • May be used in the presence of capillary leak with pulmonary or peripheral edema • Are favored over albumin due to their lower cost

Fluid Therapy

Resuscitation • Crystalloid solution rapidly equilibrates between the intravascular and interstitial compartments • Adequate restoration of hemostatic stability may require large volumes of ringer's lactate. • It has been empirically observed that approximately 300 cc of crystalloid is required to compensate for each 100 cc of blood loss. (3:1 rule)

• Fluid resuscitation target: – Euvolemia – Improve perfusion – Improve oxygen delivery

British Consensus Guidelines on Intravenous Fluid Therapy for Adult Surgical Patients 2011

• •

• • • • •

berdasarkan buku terapi cairan dan elektrolit cairan untuk trauma kepala adalah nacl0,9% Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah (1) memulihkan volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat. (2) meredistribusi volume cairan, dan (3) memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat mungkin. Pengobatan penyebab yang mendasari. Jika pasien sedang mengalami hemoragi, upaya dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan pada tempat perdarahan atau mungkin diperlukan pembedahan untuk menghentikan perdarahan internal. Penggantian Cairan dan Darah Pemasangan dua jalur intra vena dengan kjarum besar dipasang untuk membuat akses intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya memungkinkan pemberian secara simultan terapi cairan dan komponen darah jika diperlukan. Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium clorida 0,9 %, Koloid (albumin dan dekstran 6 %).

50. Posterior Hip Dislocation Gejala • Nyeri lutus • Nyeri pada sendi panggul bag. belakang • Sulit menggerakkan ekstremitas bawah • Kaki terlihat memendek dan dalam posisi fleksi, endorotasi dan adduksi Risk Factor • Kecelakaan • Improper seating adjustment • sudden break in the car netterimages.com

soundnet.cs.princeton.edu

soundnet.cs.princeton.edu

Anterior Hip Dislocation Gejala • Nyeri pada sendi panggul • Tidak dapat berjalan atau melakukan adduksi dari kaki. • The leg is externally rotated, abducted, and extended at the hip

netterimages.com

• • •

• • • • • • •

Gejala klinis Pemeriksaan pada penderita dislokasi panggul posterior akan menunjukkan tanda yang abnormal. Paha (pada bagian yang mengalami dislokasi) diposisikan sedikit fleksi, internal rotasi dan adduksi. Ini merupakan posisi menyilang karena kaput femur terkunci pada bagian posterior asetabulum. Mekanisme trauma pada dislokasi posterior karena kaput femur dipaksa keluar ke belakang asetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya tejadi karena kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras yang berada di bagian depan lutut. Kelainan ini juga dapat juga terjadi sewaktu mengendarai motor. 50% dislokasi disertai fraktur pada pinggir asetabulum dengan fragmen kecil atau besar.

Terdapat klasifikasi menurut Thompson Epstein (1973) yang penting untuk rencana pengobatan: Tipe I : dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil. Tipe II : dislokasi dengan fragmen tulang yang besar pada bagian posterior asetabulum. Tipe III : dislokasi dengan fraktur bibir asetabulum yang komunitif. Tipe IV : dislokasi dengan fraktur dasar asetabulum. Tipe V : dislokasi dengan fraktur kaput femur.







Pada kasus yang jelas, diagnosis mudah dilakukan : kaki pendek, adduksi, rotasi internal dan sedikit fleksi. Tetapi kalau salah satu tulang panjang mengalami fraktur, biasanya femur, cedera panggul dengan mudah dapat terlewat. Pedoman yang terbaik adalah memotret pelvis dengan sinar X pada tiap kasus cedera yang berat, dan pada fraktur femur, pemeriksaan sinar X harus mencakup panggul. Tungkai bawah harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda cedera saraf ischiadikus. Pada foto anteroposterior kaput femoris terlihat di luar mangkuknya dan di atas asetabulum. Segmen atap asetabular atau kaput femoris mungkin telah patah dan bergeser; foto oblik berguna untuk menunjukkan ukuran fragmen itu. Kalau fraktur ditemukan, fragmen tulang yang lain (yang mungkin perlu dibuang) harus dicurigai. CT scan adalah cara terbaik untuk menunjukkan fraktur asetabulum atau setiap fragmen tulang. Keadaan dislokasi panggul merupakan tindakan darurat karena reposisi yang dilaksanakan segera mungkin dapat mencegah nekrosis avaskuler kaput femur. Makin lambat reposisi dilaksanakan makin tinggi kejadian nekrosis avaskuler. Reposisi tertutup dilakukan dengan pembiusan umum menurut beberapa cara : metode Bigelow, metode Stimson, dan metode Allis. Metode Allis merupakan metode yang lebih mudah.

51. Kondrosarkoma • Tumor ganas dengan ciri khas pembentukan jaringan tulang rawan oleh sel-sel tumor • >30-40 thn. Ditemukan pada daerah tulang femur, humerus, kosta dan bagian permukaan pelvis • Gejala : Nyeri, pembengkakan, massa yang teraba, frekuensi miksi meingkat

• Frontal radiograph of the left fibula head demonstrates a lucent lesion that contains the typical chondroid matrix calcification. Low-grade tumor

The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001

Diagnosis Banding Osteoblastoma: • Subchondral Cysts • Fluid-filled sacs in subchondral bone

Osteoartritis • Joint Space Narrowing • Bone spur (arrow) • Subchondral Sclerosis • Increased bone density or thickening in the subchondral layer

Osteomyelitis • abscesses radiolucency • Involucrum • Bone destruction  sequestrum (arrow)

Chondroblastoma • radiolucent lesion with sclerotic margins (white arrowheads) in epiphysis of distal femur and with probable extension into metaphysis (black arrowhead).

52. BNO IVP (blaas nier oversight) atau KUB (Kidney Ureter Bladder) IVU (Intra Venous Urography) •

• • • • • • • •

• • • •

Adalah suatu tindakan untuk memvisualisasikan anatomi, dan fungsi ginjal ureter dan kandung kencing. Termasuk didalamnya fungsi pengisian dan pengosongan buli. Pemeriksaan ini diindikasikan untuk: Kecurigaan adanya batu disaluran kencing. Kecurigaan tumor/keganasan traktus urinarius. Gross hematuria. Infeksi traktus urinarius yang berulang setelah terapi antibiotik yang adekuat. Pasca trauma deselerasi dengan hematuria yang bermakna. Trauma dengan jejas di flank dengan riwayat shock, dan shok telah stabil. Menilai/evaluasi/follow up tindakan urologis sebelumnya. Untuk trauma traktus urinarius gold standard adalah CT scan dengan kontras. Dilakukan BNO-IVP jika tidak dapat dilaksanakan CT scan (biaya, tidak adanya fasilitas). Untuk usia anak anak, jika terdapat hematuria berapapun (any degree of hematuria) telah masuk indikasi BNO IVP, meskipun tidak terdapat riwayat shock. Tindakan ini dikontraindikasikan bagi: Pasien yang alergi terhadap komponen kontras (iodine). Mengkonsumsi metformin. Kehamilan

• Intravenous Pyelography (IVP), menilai anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. kontraindikasi IVP : a). alergi terhadap bahan kontras, b). faal ginjal yang menurun (kreatinin >2 mg/dl), c).wanita hamil • USG dikerjakan bila pasien yang kontraindikasi dilakukan IVP, Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (gambaran echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal

Sistografi

a procedure used to visualise the urinary bladder. Using a urinary catheter, radiocontrast is instilled in the bladder, and X-ray imaging is performed. Used to evaluate bladder cancer, vesicoureteral reflux, bladder polyps, and hydronephrosis.

Histerosalphingo grafi

a radiologic procedure to investigate the shape of the uterine cavity and the shape and patency of the fallopian tubes. It entails the injection of a radio-opaque material into the cervical canal and usually fluoroscopy with image intensification. A normal result shows the filling of the uterine cavity and the bilateral filling of the fallopian tube with the injection material.

Uretrografi

a routine radiologic procedure (most typically in males) used to image the integrity of the urethra. Essential for diagnosis of urethral injury, or urethral stricture

BNO-IVP (Blaas Near Overzeigh Intravena Pyelografi)

Pemeriksaan radiografi dari traktus urinarius (Renal, Ureter, Vesica Urinaria, dan Uretra) dengan penyuntikan kontras secara intra vena. Tujuan : untuk menggambarkan anatomi dari pelvis renalis dan sistem calyses serta seluruh tractus urinarius. Pemeriksaan ini dapat diketahui kemampuan ginjal mengkonsentrasikan bahan kontras tersebut .(didapatkan foto awal, 5mnt,10mnt,15mnt,30mnt,dan post miksi)

Foto polos abdomen

an imaging test to look at organs and structures in the belly area. Organs include the spleen, stomach, and intestines.

ILMU PENYAKIT MATA

53.GLAUKOMA KONGENITAL • 0,01% diantara 250.000 penderita glaukoma • 2/3 kasus pada Laki-laki dan 2/3 kasus terjadi bilateral • 50% manifestasi sejak lahir; 70% terdiagnosis dlm 6 bln pertama; 80% terdiagnosis dalam 1 tahun pertama • Klasifikasi menurut Schele:

• Klasifikasi lainnya: – Glaukoma kongenital primer anomali perkembangan yang mempengaruhi trabecular meshwork. – Glaukoma kongenital sekunder: kelainan kongenital mata dan sistemik lainnya, kelainan sekunder akibat trauma, inflamasi, dan tumor.

– Glaukoma infantum: tampak waktu lahir/ pd usia 1-3 thn – Glaukoma juvenilis: terjadi pada anak yang lebih besar Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

Patogenesis  Abnormalitas anatomi trabeluar meshwork  penumpukan cairan aqueous humor  peninggian tekanan intraokuler  bisa terkompensasi krn jaringan mata anak masih lembek sehingga seluruh mata membesar (panjang bisa 32 mm, kornea bisa 16 mm  buftalmos & megalokornea)  kornea menipis sehingga kurvatura kornea berkurang  Ketika mata tidak dapat lagi meregang  bisa terjadi penggaungan dan atrofi papil saraf optik

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

Gejala & Diagnosis • Tanda dini: fotofobia, epifora, dan blefarospasme • Terjadi pengeruhan kornea • Penambahan diameter kornea (megalokornea; diameter ≥ 13 mm) • Penambahan diameter bola mata (buphtalmos/ ox eye) • Peningkatan tekanan intraokuler

• Diagnosis glaukoma kongenital tahap lanjut dengan mendapati: – Megalokornea – Robekan membran descement – Pengeruhan difus kornea

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

Megalocornea

Glaukoma kongenital, perhatikan adanya pengeruhan kornea dan buftalmos http://www.pediatricsconsultant360.com/content/buphthalmos

http://emedicine.medscape.com/article/1196299-overview

Tatalaksana • Medikamentosa hingga TIO normal – Acetazolamide – pilokarpin

• Operasi: – Goniotomi (memotong jaringan yg menutup trabekula atau memotong iris yg berinsersi pada trabekula – Goniopuncture: membuat fistula antara bilik depan dan jaringan subkonjungtiva (dilakukan bila goniotomi tidak berhasil)

Buku ilmu penyakit mata Nana Wijaya & Oftalmologi umum Vaugahn & Asbury

www.medscape.com

http://en.wikipedia.org

Congenital Glaucoma Disorders

Feature

Ambliopia

Decrease of vision; disuse/inadequate foveal/peripheral retinal stimulation and/or abnormal binocular interaction that cause different visual input

Congenital glaucoma

abnormal eye development, congenital infection present at birth, epiphora, photophobia, and blepharospasm, buphtalmus

Sindrom Marfan

a genetic disorder of the connective tissue. A diagnosis of Marfan syndrome is based on family history and a combination of major and minor indicators of the disorder, rare in the general population, that occur in one individual — for example: four skeletal signs with one or more signs in another body system such as ocular and cardiovascular in one individual.

Katarak congenital

clouding of the lens of the eye that is present at birth, Leukocoria or white reflex, nfant doesn't seem to be able to see,nystagmus

Peters anomaly

anterior segment dysgenesis , may have an inherited pattern, Central, paracentral, or complete corneal opacity,no vascularization of this opacity occurs

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002582/

54. OKLUSI VENA SENTRALIS

OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS (CENTRAL RETINA VEIN OCCLUSION) • Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan penglihatan hilang mendadak.

• Predisposisi : – – – – –

Usia diatas 50 thn Hipertensi sistemik 61% DM 7% -Kolestrolemia TIO meningkat Periphlebitis (Sarcouidosis, Behset disease) – Sumbatan trombus vena retina sentralis pada daerah posterior lamina cribrosa)

Gejala Klinis 1. Tipe Noniskemik : • FFA (Fundus Fluorescein Angiography) area nonperfusi kecil 10 disc - Gejala lebih ringan.

• Vena dilatasi ringan dan sedikit berkelok • Perdarahan dot dan flame shaped • dapat disertai dengan atau tanpa edama papil

2. Tipe Iskemik : • FFA area nonperfusi diatas 10 disc • Vena dilatasi lebih nyata • Perdarahan masif pada ke 4 kuadran • Cotton wool spot • Rubeosis iridis • Marcus Gunn + • Perdarahan vitreous • Edama retina dan edama makula

• Pemeriksaan : – FFA (Fundus Fluorescein Angiography) – ERG (Electroretinogram) – Tonometri

• Penatalaksanaan : • Memperbaiki underlying disease • Fotokoagulasi laser • Vitrektomi • Kortikosteroid belum terbuti efektivitasnya • Anti koagulasi sistemik tidak direkomendasikan

Defini dan gejala Oklusi arteri sentral retina

Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkan oleh emboli

Oklusi vena sentral retina

Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan penglihatan hilang mendadak. Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke 4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio retina

suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters, photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Retinopati hipertensi

suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing – cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire

55. OKLUSI ARTERI RETINA

OKLUSI ARTERI RETINA • Kelainan retina akibat sumbatan akut arteri retina sentral yang ditandai dengan hilangnya penglihatan mendadak. • Predisposisi – Emboli paling sering (hipertensi, aterosclerosis, penyakit katup jantung, trombus pasca MCI, tindakan angiografi, – Penyakit spasme pembuluh darah karena endotoksin (keracunan alkohol, tembakau, timah hitam – Trauma(frakturorbita) – Koagulopati (kehamilan, oral kontrasepsi) – Neuritis optik, arteritis, SLE Kuliah SUB BAG. VITREORETINA ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Gejala Klinis : • • • •

Visus hilang mendadak tanpa nyeri Amaurosis Fugax (transient visual loss) Lebih sering laki-laki diatas 60thn Fase awal setelah obstruksi gambaran fundus normal. • Setelah 30 menit retina polusposterior pucat kecuali di daerah foveola dimana RPE dan koroid dapat terlihat  Cherry Red Spot • Setelah 4-6 minggu : fundus normal kembali kecuali arteri halus, dan berakhir papil atropi Kuliah SUB BAG. VITREORETINA ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Cherry red Spot

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Penatalaksanaan : • Tx berkaitan dengan penyakit sistemik • Untuk memperbaiki visus harus waspada sebab 90 menit setelah sumbatan kerusakan retina ireversible. • Prinsip “gradient perfusion pressure” (menurunkan TIO secara mendadak sehingga terjadi referfusi dengan menggeser sumbatan)

• Gradient perfusion pressure : – Parasentesis sumbatan di bawah 1 jam 0,1 – 0,4cc – Masase bola mata (dilatasi arteri retina) – ß blocker – acetazolamide – Streptokinase (fibrinolisis) – Mixtur O2 95% dengan CO2 5% (vasodilatasi)

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

RETINOPATI HIPERTENSI • • •

Kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi  arteri besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina, perdarahan retina Kelainan pembuluh darah dapat berupa : penyempitan umum/setempat, percabangan yang tajam, fenomena crossing, sklerose Pada retina tampak :     

warna pembuluh darah lebih pucat kaliber pembuluh lebih kecil akibat sklerose (refleks copper wire/silver wire, lumen pembuluh irreguler, fenomena crossing) perdarahan atau eksudat retina (gambaran seperti bintang, cotton wool patches) perdarahan vena (flame shaped) Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005

Retinopati Hipertensi • Pemeriksaan rutin:  Pemeriksaan tajam penglihatan  Pemeriksaan biomikroskopi  Pemeriksaan fundus

• Pemeriksaan penunjang:  Foto fundus  Fundus Fluorescein Angiography

• Tatalaksana :  Kontrol tekanan darah dan faktor sistemik lain (konsultasi penyakit dalam)

 Bila keadaan lanjut terjadi pendarahan vitreous dapat dipertimbangkan Vitrektomi. Panduan Praktik Klinik RSCM Kirana

• Dinding arteriol normalny tidak terlihat; arteri terlihat sebagai “erythrocyte column” / “pipa merah” dengan “central light reflex” pada funduskopi  terjadi penebalan dinding pada retinopati HT  “central light reflex” lebih difus dan lebar memberikan gambaran dinding arteriol yg kekuningan/copper wire appearance.

Schema of ophthalmoscopic grading of arteriolar sclerosis. (Scheie HG: Evaluation of ophthalmoscopic changes of hypertension and arteriolar sclerosis. Arch Ophthalmol 49:117, 1953) http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/ch013/005f.html

• Penebalan yg progresif akan menutup gambaran “pipa merah” sepenuhnya menjadi silver wire • Bersamaan dengan itu, terjadi fenomena arteriovenous crossing (AV crossing)  vena yang berjalan bersilangan di bawah arteri yang mengalami arterosklerosis mengalami deformitas, berbelok, bulging, menyempit seperti jam pasir, atau tampak seperti terputus akibat penekanan dari arteri. http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/v3c013.html

http://www.theeyepractice.com.au/optometrist-sydney/high_blook_pressure_and_eye_disease

56. KONJUNGTIVITIS ATOPI

Konjungtivitis Conjunctivitis is swelling (inflammation) or infection of the membrane lining the eyelids (conjunctiva) Pathology

Etiology

Feature

Treatment

Bacterial

staphylococci streptococci, gonocci Corynebacter ium strains

Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics burning sensation, usually bilateral Artificial tears eyelids difficult to open on waking, diffuse conjungtival injection, mucopurulent discharge, Papillae (+)

Viral

Adenovirus herpes simplex virus or varicellazoster virus

Unilateral watery eye, redness, discomfort, photophobia, eyelid edema & pre-auricular lymphadenopathy, follicular conjungtivitis, pseudomembrane (+/-)

http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html

Days 3-5 of → worst, clear up in 7–14 days without treatment Artificial tears →relieve dryness and inflammation (swelling) Antiviral →herpes simplex virus or varicella-zoster virus

Pathology

Etiology

Feature

Treatment

Fungal

Candida spp. can cause conjunctivitis Blastomyces dermatitidis Sporothrix schenckii

Not common, mostly occur in immunocompromised patient, after topical corticosteroid and antibacterial therapy to an inflamed eye

Topical antifungal

Vernal

Allergy

Chronic conjungtival bilateral inflammation, associated atopic family history, itching, photophobia, foreign body sensation, blepharospasm, cobblestone pappilae, Hornertrantas dots

Removal allergen Topical antihistamine Vasoconstrictors

Inclusion

Chlamydia trachomatis

several weeks/months of red, irritable eye with mucopurulent sticky discharge, acute or subacute onset, ocular irritation, foreign body sensation, watering, unilateral ,swollen lids,chemosis ,Follicles

Doxycycline 100 mg PO bid for 21 days OR Erythromycin 250 mg PO qid for 21 days Topical antibiotics

Conjunctivitis

Follicles

Papillae

Redness

Chemosis

Purulent discharge

Konjungtivitis Alergi • Allergic conjunctivitis may be divided into 5 major subcategories. • Seasonal allergic conjunctivitis (SAC) and perennial allergic conjunctivitis (PAC) are commonly grouped together. • Vernal keratoconjunctivitis (VKC), atopic keratoconjunctivitis (AKC), and giant papillary conjunctivitis (GPC) constitute the remaining subtypes of allergic conjunctivitis.

Konjungtivitis Atopi • Biasanya ada riwayat atopi • Gejala + Tanda: sensasi terbakar, sekret mukoid mata merah, fotofobia • Terdapat papila-papila halus yang terutama ada di tarsus inferior • Jarang ditemukan papila raksasa • Karena eksaserbasi datang berulanga kali  neovaskularisasi kornea, sikatriks

• Terapi topikal jangka panjang: cell mast stabilizer • Antihistamin oral • Steroid topikal jangka pendek dapat meredakan gejala

KONJUNGTIVITIS VERNAL • Nama lain: – spring catarrh – seasonal conjunctivitis – warm weather conjunctivitis

• Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen sulit diidentifikasi) • Epidemiologi: – Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama 5-10 tahun sejak awitan – Laki-laki > perempuan – Paling sering pada Afrika Sub-Sahara & Timur Tengah – Temperate climate > warm climate > cold climate (hampir tidak ada) Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

• Gejala & tanda: – Rasa gatal yang hebat, dapat disertai fotofobia – Sekret ropy – Riwayat alergi pada RPD/RPK – Tampilan seperti susu pada konjungtiva – Gambaran cobblestone (papila raksasa berpermukaan rata pada konjungtiva tarsal) – Tanda Maxwell-Lyons (sekret menyerupai benang & pseudomembran fibrinosa halus pada tarsal atas, pada pajanan thdp panas) – Bercak Trantas (bercak keputihan pada limbus saat fase aktif penyakit) – Dapat terjadi ulkus kornea superfisial

• Komplikasi: • Blefaritis & konjungtivitis stafilokokus

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

Tatalaksana • Self-limiting • Akut: • Steroid topikal (+sistemik bila perlu), jangka pendek  mengurangi gatal (waspada efek samping: glaukoma, katarak, dll.) • Vasokonstriktor topikal • Kompres dingin & ice pack

• Jangka panjang & prevensi sekunder: • Antihistamin topikal • Stabilisator sel mast Sodium kromolin 4%: sebagai pengganti steroid bila gejala sudah dapat dikontrol • Tidur di ruangan yang sejuk dengan AC • Siklosporin 2% topikal (kasus berat & tidak responsif)

• Desensitisasi thdp antigen (belum menunjukkan hasil baik)

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

Table. Major Differentiating Factors Between VKC and AKC Characteristics

VKC

AKC

Age at onset

Generally presents at a younger age than AKC

-

Sex

Males are affected preferentially.

No sex predilection

Seasonal variation

Typically occurs during spring months Generally perennial

Discharge

Thick mucoid discharge

Watery and clear discharge

Conjunctival scarring

-

Higher incidence of conjunctival scarring

Horner-Trantas dots

Horner-Trantas dots and shield ulcers Presence of Horner-Trantas are commonly seen. dots is rare.

Corneal neovascularization

Not present

Deep corneal neovascularization tends to develop

Presence of eosinophils in conjunctival scraping

Conjunctival scraping reveals eosinophils to a greater degree in VKC than in AKC

Presence of eosinophils is less likely

57. ABLASIO RETINA

Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14

Ablasio Retina • Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina (retina sensorik) dari sel epitel pigmen retina • Mengakibatkan gangguan nutrisi retina pembuluh darah yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan

• Jenis: – Rhegmatogenosa (paling sering)  lubang / robekan pada lapisan neuronal menyebabkan cairan vitreus masuk ke antara retina sensorik dengan epitel pigmen retina – Traksi  adhesi antara vitreus / proliferasi jaringan fibrovaskular dengan retina – Serosa / hemoragik  eksudasi ke dalam ruang subretina dari pembuluh darah retina

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Etiologi Ablasio Retina • Rhegmatogenosa: – – – –

• Serosa / hemoragik:

Miopia Trauma okular Afakia Degenerasi lattice

• Traksi: – Retinopati DM proliferatif – Vitreoretinopati proliferatif – Retinopati prematuritas – Trauma okular

– Hipertensi – Oklusi vena retina sentral – Vaskulitis – Papilledema – Tumor intraokular

Ablasio Rhegmatogenosa Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Ablasio Retina • Anamnesis: – Riwayat trauma – Riwayat operasi mata – Riwayat kondisi mata sebelumnya (cth: uveitis, perdarahan vitreus, miopia berat) – Durasi gejala visual & penurunan penglihatan

• Gejala & Tanda: – Fotopsia (kilatan cahaya)  gejala awal yang sering – Defek lapang pandang  bertambah seiring waktu – Floaters

• Funduskopi : adanya robekan retina, retina yang terangkat berwarna keabuabuan, biasanya ada fibrosis vitreous atau fibrosis preretinal bila ada traksi. Bila tidak ditemukan robekan kemungkinan suatu ablasio nonregmatogen

Tatalaksana • Ablasio retina  kegawatdaruratan mata • Tatalaksana awal: – Puasakan pasien u/ persiapan operasi – Hindari tekanan pada bola mata – Batasi aktivitas pasien sampai diperiksa spesialis mata – Segera konsultasi spesialis retina  konservatif (untuk nonregmatogen), pneumatic retinopexy, bakel sklera, vitrektomi tertutup

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

58. PTERIGIUM

Pterigium PTERIGIUM • Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva, bersifatkonjungtiva, degeneratif • Pertumbuhan fibrovaskuler bersifat degeneratif dan invasif dan invasif • Terletak pada celah kelopak bagian nasal temporal yang meluas • ataupun Terletak padakonjungtiva celah kelopak bagian ke daerah kornea nasal ataupun temporal konjungtiva • Mudah meradang yang meluas kekarena daerah kornea • Etiologi: iritasi kronis debu, cahaya panas • matahari, Mudahudara meradang • Keluhan : asimtomatik, mata iritatif, merah, • mungkin Etiologi: iritasi kronis karena terjadi astigmat (akibat korneadebu, tertarik olehmatahari, pertumbuhan pterigium), tajam cahaya udara panas penglihatan menurun • • Tes sonde (+): ujungiritatif, sonde tidak kelihatan Keluhan mata merah, pterigium mungkin terjadi astigmat • Pengobatan : konservatif; Pada pterigium 1-2 yang mengalami inflamasi, • derajat Pengobatan : konservatif; operasi pasien dapat diberikan obat tetes mata bila terjadi gangguan penglihatan kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah

DERAJAT PTERIGIUM • Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea • Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea • Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak • melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm) • Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan

59. Kelainan Konjungtiva PTERIGIUM – DIAGNOSIS BANDING Pterigium

a benign growth of the conjunctiva

commonly grows from the nasal side of the sclera, wedge shaped area of fibrosis that appears to grow into the cornea. Symptoms: foreign body sensation, tearing, redness

Pinguecula

a common type of conjunctival degeneration in the eye

a yellow-white deposit on the conjunctiva adjacent to the limbus (the junction between the cornea and sclera). Usually no symptoms

Episkleritis

a benign, self-limiting inflammatory disease affecting part of the eye called the episclera (is a thin layer of tissue that lies between the conjunctiva and the connective tissue layer that forms the white of the eye)

characterized by the abrupt onset of eye pain and redness

Pseudopterigium

Adhesion of the conjunctiva to the peripheral cornea. may result from a peripheral corneal ulcer and ocular surface inflammation such as cicatrizing conjunctivitis, chemical burns, or may also occur secondary to chronic mechanical irritation from contact lens movement

May occur on any quadrant of the cornea, Lacks firm adhesion throughout the underlying structures, and occasionally has a broad leading edge on the corneal surface.

Konjungtivitis

inflammation of the conjunctiva (the outermost layer of the eye and the inner surface of the eyelids)

Red eye, epiphora, chemosis, normal visual acuity

59. ESOTROPIA

Strabismus A condition in which the eyes are not properly aligned with each other A lack of coordination between the extraocular muscles

http://www.oculist.net/others/ebook/

Hirschberg method •The patient fixates a light at a distance of about 33 cm (13 inches) •Decentering of the light reflection is noted in the deviating eye. By allowing 18:for each millimeter of decentration, an estimate of the angle of deviation can be made

http://www.oculist.net/others/ebook/

Strabismus/ heterotropia • Definisi: deviasi mata yang bermanifestasi • Pembagian: 1. Paralitik (nonkonkomitan) – Sudut deviasi tidak sama ke semua arah – Disebabkan hilangnya fungsi dari salah satu /lebih dari otot salah satu mata. Paralisis bisa bersifat parsial ataupun total

2. Non paralitik (konkomitan) – Seudut deviasi tetap untuk semua arah – Terdiri dari: • Akomodatif: berhubungan dengan kelainan refraksi • Nonakomodatif: tidak ada hubungan dengan kelainan refraksi

Klasifikasi strabismus berdasarkan arah deviasi: • Esotropia/ strabismus konvergen/ crossed eye: deviasi mata ke nasal • Eksotropia/ stabismus divergen/ wall eye: deviasi mata ke temporal • Hipertropia: deviasi mata ke arah atas • Hipotropia: deviasi mata ke arah bawah

Esotropia • Esotropia is a type of strabismus • One or both eyes turned in toward the nose  inward deviation of the eyes • Can begin as early as infancy, later in childhood, or even into adulthood. • Esotropia can be classified by age of onset (congenital/infantile vs. acquired); by frequency (intermittent vs. constant); or by whether it can be treated with glasses (accommodative vs. nonaccommodative).

Esotropia nonakomodatif • Deviasi sudah timbul pada waktu lahir/ tahuntahun pertama kehidupan • Deviasi sama ke semua arah dan tidak berhubungan dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan otot • Penyebab: insersi otot horisontal yang salah, kelainan persarafan supranuklear

Accomodative Esotropia • Accommodative esotropia occurs when there is a normal physiologic mechanism of accommodation with an associated overactive convergence response but insufficient relative fusional divergence to hold the eyes straight. • There are two pathophysiologic mechanisms at work, singly or together: – (1) sufficiently high hyperopia, requiring so much accommodation (and therefore convergence) to clarify the image that esotropia results; and – (2) a high AC/A ratio, which is accompanied by mild to moderate hyperopia

• It is classically divided into three categories: – Refractive accommodative esotropia – Nonrefractive accommodative esotropia – Partially accommodative esotropia Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology

ACCOMMODATIVE ESOTROPIA DUE TO HYPEROPIA (Refractive) • Accommodative esotropia due to hyperopia typically begins at age 2-3 years but may occur earlier or later. • Deviation is variable prior to treatment. • Glasses with full cycloplegic refraction allow the eyes to become aligned.

ACCOMMODATIVE ESOTROPIA DUE TO HIGH AC/A RATIO (Non-Refractive) • In accommodative esotropia due to a high ratio of accommodative convergence to accommodation (AC/A ratio) • The refractive error is hyperopic. • Pada esotropia akomodatif non refraktif, deviasi pada pengelihatan dekat lebih besar jika dibandingkan penglihatan jauh. • Treatment is with glasses with full cycloplegic refraction plus bifocals or miotics to relieve excess deviation at near. Partially Accommodative Esotropia • A mixed mechanism part muscular imbalance and part accommodative/convergence imbalance may exist. Although glasses, bifocals, and miotics decrease the angle of deviation, the esotropia is not eliminated.

• Calculation of Accommodative Convergence/Accommodation (AC/A) ratio by the gradient method (measurements with and without the additional lens are done at the same distance):

60. ASTENOPIA

Astenopia • Astenopia, Eye Strain, Visual Discomfort dan Ocular fatigue atau disebut juga mata lelah • Kondisi oftalmologis yang bermanifestasi lewat gejala nonspesifik seperti lelah dan nyeri sekitar atau pada mata, penglihatan buram, sakit kepala dan kadang diplopia. Biasanya timbul setelah membaca, lama melihat komputer atau aktivitas mata yang terus-menerus.

Terjadi akibat: 1. Cahaya masuk ke mata dari benda yang dilihat tidak cukup. 2. Pemusatan cahaya pada retina mata tidak sempurna. 3. Mekanisme penggabungan bayangan (fusi) oleh sistem penglihatan yang lebih sentral (otak) dan upaya untuk mempertahankannya tidak memadai. • Gejala:  Pandangan kabur  Distorsi bentuk dan ukuran objek  Inflamasi mata  lakrimasi  Mata lelah, terasa panas  Rasa tidak nyaman di mata  Nyeri kepala

Penyakit

Khas

Astenopia akomodasi

Kelelahan mata akibat aktivitas mata fokus pada benda yang dekat dalam jangka waktu lama

Astenopia anisometropi

Kondisi kedua mata memiliki perbedaan kekuatan refraksi biasanya lebih dari 2 dioptri. Hal ini menyebabkan diplopia dan astenopia

Astenopia anesikonia

Perbedaan besar gambar pada retina masing-masing mata. Ketika hal ini menjadi bermakna maka dapat terjadi diplopia, disorientasi, astenopia, sakit kepala, pusing dan kelainan keseimbangan.

Astenopia miopia

Cahaya yg masuk ke mata difokuskan di depan retina  kesulitan melihat jauh  membutuhkan kacamata minus/konkaf

Astenopia hipermetropia

Cahaya yg masuk ke mata difokuskan di belakang retina  kesulitan melihat dekat  membutuhkan kacamata plus/konveks

61.ATROPIN

Indication

Contraindication

Atropin

Untuk midriasis dan/atu siklopegia

Jangan digunakan pada pasien dengan glaukoma primer atau pada COA yg dangkal

Pilocarpin

Tatalaksana glaukoma

Obat parasimpatomimetik dikontraindikasikan pd kasus dimana miosis tidak diinginkan cth pada iritis akut atau glaukoma dengan pupillary block

Latanoprost

Analog prostaglandin untuk menurunkan tekanan intraokular pada glaukoma sudut terbuka atau hipertensi okuli.

Hypersensitivitas terhadap latanoprost

Physostigmine

Sebagai antidotum untuk anticholinergic syndrome (contoh obat antikolinergik yang bisa menyebabkan toksisitas: antihistamin, furosemide, nifedipine

Jangan digunakan pada pasien asma, gangrene, DM, penyakit kardiovaskular, pasien-pasien yang menerima obat cholineesterase dan obat yg memblok depolarisasi neuromuskular (decamethonium, succinylcholine)

Acetazolamide

Dalam oftalmologi digunakan sebagai obat Hypersensitivitas thd Acetazolamid, kadar serum Na glaukoma. dan K yg rendah; gangguan hepar dan ginjal, kegagalan fungsi supraadrenal, asidosis hiperkloremik. Pada pasien sirosis berisiko menimbulkan ensefalopati. Pemberian jangka panjang dikontraindikasikan pada pasien chronic noncongestive angle-closure glaucoma karena dapat menyebabkan penutupan organik pd sudut COA. http://www.drugs.com/pro/acetazolamide.html

62. INJEKSI SILIAR

Injeksi Konjungtiva dan Silier • Injeksi silier menunjukkan adanya inflamasi pada kornea, iris, atau badan siliar. • Injeksi Siliar biasanya berasal dari pembuluh darah siliar bagian anterior • Injeksi konjungtiva biasanya berasal dari pembuluh darah konjungtiva posterior. • Karena pembuluh darah konjungtiva lebih superfisial daripada arteri siliar, maka injeksi konjungtiva biasanya tampak lebih merah dan bereaksi dengan pemberian vasokonstriktor

63. HIFEMA

Trauma Mekanik Bola Mata • Cedera langsung berupa ruda paksa yang mengenai jaringan mata. • Beratnya kerusakan jaringan bergantung dari jenis trauma serta jaringan yang terkena • Gejala : penurunan tajam penglihatan; tanda-tanda trauma pada bola mata • Komplikasi :       

Endoftalmitis Uveitis Perdarahan vitreous Hifema Retinal detachment Glaukoma Oftalmia simpatetik

Panduan Tatalaksana Klinik RSCM Kirana, 2012

• Pemeriksaan Rutin :  Visus : dgn kartu Snellen/chart projector + pinhole  TIO : dgn tonometer aplanasi/schiotz/palpasi  Slit lamp : utk melihat segmen anterior  USG : utk melihat segmen posterior (jika memungkinkan)  Ro orbita : jika curiga fraktur dinding orbita/benda asing

• Tatalaksana :  Bergantung pada berat trauma, mulai dari hanya pemberian antibiotik sistemik dan atau topikal, perban tekan, hingga operasi repair

HIFEMA • Definisi: – Perdarahan pada bilik mata depan – Tampak seperti warna merah atau genangan darah pada dasar iris atau pada kornea

• Halangan pandang parsial / komplet • Etiologi: pembedahan intraokular, trauma tumpul, trauma laserasi

• Tujuan terapi: – Mencegah rebleeding (biasanya dalam 5 hari pertama) – Mencegah noda darah pada kornea – Mencegah atrofi saraf optik

• Komplikasi: – – – –

Perdarahan ulang Sinekiae anterior perifer Atrofi saraf optik Glaukoma

• Tatalaksana: – – – – –

Kenali kasus hifema dengan risiko tinggi bed rest & Elevasi kepala malam hari Eye patch & eye shield Mengendalikan peningkatan TIO Pembedahan bila tak ada perbaikan / terdapat peningkatan TIO – Hindari Aspirin, antiplatelet, NSAID, warfarin – Steroid topikal (dexamethasone 0.1% atau prednisolone 
acetate 1% 4x/hari) – Pertimbangkan siklopegia (atropine 1% 2x/hari, tetapi masih kontroversial). 


64. RETINOBLASTOMA

Retinoblastoma

Retinoblastoma (Rb) •

• •

• •

Tumor ganas intraokular masa kanak yg paling sering Puncak insidens antara usia 1-2 tahun Berasal dari retinoblas yang kehilangan fungsi gen supresor tumor Rb. Lebih dari 90% kasus merupakan sporadik. Gambaran histologis: pola abnormal retinoblasts : Flexner– Wintersteiner rosettes, HomerWright rosettes, dan fleurettes.

Clinical features •

• •

• • • •

Leukocoria (60%): The pupil of the eye appears white instead of red when light shines into it (known as "cat's eye reflex" or "white eye"). strabismus (20%) White, round retinal mass with endophytic (towards vitreous), exophytic (toward RPE/choroid), mixed, or diffuse infiltrating growth pattern. Pain or redness in the eye. An enlarged or dilated pupil Blurred vision or poor vision Different colored irises

Treatment • Tujuan utamanya adalah untuk menyelamatkan nyawa anak, kemudian untuk menyelamatkan penglihatan, dan kemudian untuk meminimalisasi komplikasi/ efek samping pengobatan. • Photocoagulation or transpupillary thermotherapy: – for small posterior tumors without optic nerve involvement or vitreous seeding.

• Cryotherapy – for small tumors

• Radiotherapy (radioactive plaques, laser therapy, external beam radiotherapy)

• Kemoterapi (carboplatin, etopside, and vincristine) – Consider for bilateral disease, large tumors (chemoreduction combined with local treatment), extraocular involvement, metastasis, or recurrence.

• Enucleation – Untuk stadium lanjut

KOMPLIKASI • Glaukoma, buftalmos, edem kornea, metastasis, ptisis bulbi 
 PEMERIKSAAN • Ultrasound: intralesional calcification with high internal reflectivity and acoustic shadow. • CT/MRI: CT is better for imaging the retinoblastoma itself (calcification high density), but MRI is preferred for assessing any intracranial involvement (extension or associated tumors).

PROGNOSIS • Most untreated tumors proceed to local invasion and metastasis to cause death within 2 years • Most small to medium-sized tumors without vitreous seeding can be successfully treated. Overall, there is a 95% survival rate (in the developed world). • Poor prognostic factors include size of tumor, optic nerve involvement, extraocular spread, and older age of child.

Katarak kongenital

Perubahan pada kebeningan struktur lensa mata yang muncul pada saat kelahiran bayi atau segera setelah bayi lahir, dapat terjadi di kedua mata bayi (bilateral) maupun sebelah mata bayi (unilateral). Keruh/buram di lensa terlihat sebagai bintik putih jika dibandingkan dengan pupil hitam yang normal dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Etiologi: keturunan (genetik), infeksi, masalah metabolism, diabetes, trauma (benturan), inflamasi atau reaksi obat, anti biotik tetracycline, ibu bayi menderita infeksi seperti campak atau rubella (penyebab paling lazim), rubeola, chicken pox, cytomegalovirus, herpes simplex, herpes zoster, poliomyelitis, influensza, virus Epstein-Barr, sifilis, dan toxoplasmosis.

Macula kornea distrofi

an autosomal recessive condition, which is the least common but the most severe of the 3 major stromal corneal dystrophies. It is characterized by multiple, gray-white opacities that are present in the corneal stroma and that extend out into the peripheral cornea. Visible in the cornea during the first decade of life. Over time, vision decreases, and patients develop photosensitivity, eye pain from recurrent corneal erosions.

Korpus alienum

Benda asing pada mata. Riwayat trauma.

Strabismus/ squint

a condition in which the eyes are not properly aligned with each other

65. BUTA WARNA

Retinal Cones–Normal Color Vision

Blue cones absent in central fovea

322

      

Red cones Green cones Blue cones Brightness = R + G Color = R – G Color = B – (R+G) Red cones outnumber green cones 2/1  Red + Green cones outnumber blue cones 10/1

What happens in hereditary color deficiency? • Red or green cone peak sensitivity is shifted.  Red or green cones absent.

323

Retinal Cones–Normal Color Vision

Red, green and blue cone sensitivity vs. wavelength curves

324

Hereditary Color Deficiency • 8-10% of males and 1/200 females (0.5%) are born with red or green color deficiency. • Sex-linked recessive condition (X chromosome). • Protanomaly—red cone peak shifted toward green (1%) • Protan Dichromat—red cones absent (1%) • Deuteranomaly—green cone peak shifted toward red (5%) • Deutan Dichromat—green cones absent (1%) • Hereditary tritan defects are rare (0.008%) • Blue colour blindness affects both men and women equally, because it is carried on a non-sex chromosome

326

Color Deficiency Males Females Protanopia 1% 0.01% Deuteranopia 1% 0.01% Protanomaly 1% 0.01% Deuteranomaly 5% 0.4% Overall (red8% 0.5% green) Tritanopia 0.008% 0.008% Tritanomaly Rare Rare Rod Rare Rare monochromatism Cone Rare Rare monochromatism

NEUROLOGI

66. Meningitis Bakterialis Meningitis Bakterialis merupakan infeksi purulen akut dalam rongga subarakhnoid. Reaksi inflamasi tidak hanya terbatas pada subarakhnoid, tapi juga mengenai meninges, dan jaringan parenkim otak (meningoensefalitis) Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Laboratorium pada Meningitis Bakterialis Klinis dan Laboratorium

Sensitivitas (%)

-Adanya 2 gejala berikut : demam, kaku kuduk, perubahan kesadaran, nyeri kepala - Leukosit di CSF ≥ 100 per µL - Nyeri kepala - Kaku Kuduk -Demam > 380C -Mual - Perubahan kesadaran (GCS
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF