OPERASI STL polinema.pdf

April 4, 2018 | Author: Rohim Lucky | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download OPERASI STL polinema.pdf...

Description

MOD DUL AJAR A OPERA ASI SIST TEM TEN NAGA LISTRIK

PO OLITE EKNIK K NEGE ERI MA ALANG G 2017

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

Hal i

LEMBAR PENGESAHAN

ii

KATA PENGANTAR

iii

DAFTAR ISI

iv

DAFTAR GAMBAR

vi

KONTRAK PERKULIAHAN

vii

GBPP

xii

TINJAUAN MATA KULIAH

xv

BAB I PENDAHULUAN

1

1.1 Sistem Ketenagalistrikan

1

1.2 Pengertian dalam Operasi Sistem Ketenagalistrikan

2

1.3 Tujuan Operasi Sistem Ketenagalistrikan

2

1.4 Keadaan Operasi Sistem Ketenagalistrikan

4

BAB II PERSOALAN DALAM OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK

6

2.1 Pengaturan Frekuensi

6

2.2 Pengaturan tegangan dalam sistem

7

2.3 Pemeliharaan Peralatan

11

2.4 Biaya Operasi

13

2.5 Gangguan Dalam Sistem

16

2.6 Perkembangan Sistem Ketenagalistrikan

19

BAB III MANAJEMEN OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK

23

3.1 Perencanaan Operasi

24

3.2 Pelaksanaan dan Pengendalian Operasi

41

3.3 Analisa operasi

43

iv

BAB IV OPTIMASI ALIRAN DAYA PADA UNIT PEMBANGKIT

49

4.1 Economic Dispatch

49

4.2 Metode Lagrange

52

4.3 Metode Dynamic Programming

54

BAB V OPERASI EKONOMIS SISTEM TENAGA

58

5.1 Biaya Operasi Pembangkit Thermal

58

5.2 Case 1

: Economic Dispatch dengan Mengabaikan Rugi-Rugi dan kapasitas Generator

5.3 Case 2

5.4 Case 3

60

: Economic Dispatch dengan Mengabaikan Rugi-Rugi dan Menghitung kapasitas generator

69

: Economic Dispatch tanpa Mengabaikan Rugi-Rugi

71

BAB VI JADWAL OPERASI UNIT PEMBANGKIT

80

6.1 Jadwal Operasi Unit Pembangkit

80

6.2 Menghitung jadwal Operasi Unit pembangkit

83

DAFTAR PUSTAKA

88

v

DAFTAR GAMBAR Gambar

Hal

Gambar 1.1. Sistem Ketenagalistrikan Diagram Satu Garis

1

Gambar 1.2. Tujuan Operasi Sistem Ketenagalistrikan

3

Gambar 1.3. Keadaan Operasi Sistem Ketenagalistrikan

5

Gambar 2.1. Hubungan antara pembangkitan dan beban terhadap frekuensi

7

Gambar 2.2 Kurva karakteristik antara biaya bahan bakar terhadap daya aktif

15

Gambar 2.3 Pertumbungan kebutuhan dan ketersediaan energi

20

Gambar 2.4. Sistem Ketenagalistrikan Sistem Kempetisi

21

Gambar 3.1 Contoh kurva karakteristik beban didaerah Queensland Australia

27

Gambar 4.1 Konfigurasi Pembagian Beban

50

Gambar 5.1. Kurva karakteristik biaya operasi bahan bakar

60

Gambar 5. 2. Contoh sebuah bus yang menghubungkan jumlah generator -ng dengan beban

61

Gambar 6.1 Kurva hubungan antara beban sistem dengan waktu

81

Gambar 6.2 Kurva hubungan antara biaya start dengan waktu

82

Gambar 6.3 Kurva biaya bahan bakar dari unit pembangkit sebagai fungsi beban

87

vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Sistem Ketenagalistrikan Sistem tenaga listrik merupakan sebuah sistem kelistrikan yang menyalurkan daya listrik dari pembangkit listrik ke konsumen. Daya listrik yang disalurkan tersebut melalui sebuah jaringan yang disebut dengan jaringan transmisi dan distribusi. Melalui jaringan ini daya listrik dapat dimanfaatkan oleh konsumen berdasarkan kebutuhan masing-masing pelanggan. Dalam penyalurannya komponenkomponen tersebut tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya. Sehingga secara umum sistem ketenagalistrikan dibagi atas 3 bagian utama, yaitu: pembangkit, transmisi dan distribusi. Ketiga komponen utama tersebut dapat dijelaskan melalui gambar berikut ini:

Gambar 1.1. Sistem Ketenagalistrikan Diagram Satu Garis Gambar 1.1 diatas menunjukkan bahwa daya listrik yang digunakan oleh konsumen, disalurkan melalui jaringan transmisi dan distribusi. Daya tersebut dihasilkan oleh pembangkit yang dikoppel dengan generator. Jenis pembangkit listrik

1

yang digunakan seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), pembangkit listrik tenaga air (PLTA) atau jenis pembangkit listrik lainnya.

Melalui trafo step-up

(penaik tegangan), tegangan yang dihasilkan dari generator di naikkan kemudian disalurkan melalui jaringan transmisi ke jaringan distribusi. Sebelum disalurkan melalui jaringan distribusi, tegangan tersebut diturunkan kembali melalui trafo stepdown (penurun tegangan). Melalui trafo distribusi, daya listrik tersebut disalurkan kekonsumen berdasarkan kebutuhan masing-masing pelanggan. 1.2 Pengertian dalam Operasi Sistem Ketenagalistrikan Sebelum penulis membahas tentang tujuan operasi sistem tenaga listrik, maka penulis akan terlebih dahulu membahas tentang beberapa macam istilah yang umum digunakan dalam mata kuliah operasi sistem ketengalistrikan, antara lain: 1. Operasi adalah pelaksana rencana yang telah dikembangkan 2. Sistem tenaga listrik adalah sistem yang menyalurkan energi listrik dari pembangkit kekonsumen melalui sebuh jaringan transmisi dan/atau distribusi. 3. Pembangkitan

tenaga

listrik

adalah

kegiatan

yang

dilakukan

oleh

perorangan/kelompok dalam memproduksi/menghasilkan energi listrik. 4. Transmisi tenaga listrik adalah penyaluran energi listrik dari pembangkit listrik ke sistem distribusi atau ke mkonsumen. 5. Distribusi tenaga listrik adalah penyaluran energi listrik dari sistem transmisi atau dari sistem pembangkitan ke konsumen. 6. Konsumen adalah setiap orang atau kelompok/organisasi dan atau badan usaha yang menggunakan listrik. 1.3 Tujuan Operasi Sistem Ketenagalistrikan Dalam mengoperasikan suatu sistem tenaga listrik maka ada 3 hal/faktor yang menjadi landasan anatar lain: 1. Ekonomi (Economy) Sistem ketenagalistrikan yang dioperasikan harus dengan daya guna yang ekonomis dengan tetap memperhatikan nilai-nilai keandalan dan kualitas.

2

2. Keandalan (Security) Merupakan tingkat keamanan sistem ketengalistrikan terhadap adanya gangguan yang ditimbulkan baik dari gangguan internal maupun eksternal. Gangguan yang terjadi sedapat mungkin bisa diatasi dengan waktu yang singkat tanpa melakukan pemadaman atau menimbulkan kerugian lain terhadap sistem maupun kepada konsumen sebagai pengguna listrik. 3. Kualitas (Quality) Merupakan hasil/output dari suatu sistem ketenagalistrikan. Nilai-nilai ini berdasarkan dengan nilai yang sudah ditetapkan oleh pihak penyedia atau pengelolah sistem ketenagalistrikan seperti kualitas tegangan, frekuensi dan faktor daya. Gambar 1.2 berikut mengindikasikan gambaran yang ingin dicapai dari tujuan operasi sistem ketenagalistrikan, sebagai berikut:

Ekonomi

Keandalan

Kualitas

Gambar 1.2. Tujuan Operasi Sistem Ketenagalistrikan Berdasarkan gambar diatas, ketiga komponen tersebut menjadi priorotas dalam pengoperasian suatu sistem ketenagalistrikan. Ketika terjadi sebuah gangguan baik ekternal maupun internal maka yang menjadi prioritas utama adalah keandalan sistem. Begitupula ketika keadaan normal maka kualitas dan ekonomi menjadi sasaran utama dalam pengoperasian sistem tenaga listrik. Demikian juga halnya ketika sistem pengoperasian dalam keadaan normal dengan kualitas listrik yang

3

dihasilkan sudah bagus maka yang menjadi prioritas utama adalah aspek ekonomi. Sehingga dengan demikian dari ketiga aspek tersebut tidak ada yang menjadi priorotas utama, tergantung dari kondisi pengoperasian sistem ketengalistrikan. 1.4 Keadaan Operasi Sistem Ketenagalistrikan Dalam pengoperasian sistem ketenagalistrikan, keadaan normal tidak selamanya terjadi setiap saat. Gangguan dalam sistem seringkali terjadi baik yang disebabkan oleh gangguan internal maupun eksternal. Gangguan ini bisa saja terjadi dalam waktu yang singkat maupun dalam waktu yang cukup lama dengan tipe gangguan yang berbeda-beda. Akan tetapi bukan berarti bahwa keadaan normal tidak pernah terjadi dalam pengoperasiannya. Bahkan keadaan normal sebagai sasaran utama dalam pengoperasian. Keadaan normal lebih sering terjadi dalam sebuah sistem operasi ketenagalistrikan yang dikelolah dengan profesional. Dalam tulisan ini ada beberapa keadaan yang mungkin terjadi pada saat operasi sistem ketenagalistrikan, seperti diuraikan berikut ini: 1. Normal Kondisi ini yang merupakan harapan yang dinginkan antara penyedia listrik dengan konsumen. Pada keadaan ini keandalan sistem dapat beroperasi dengan baik, dimana sistem keamanan dapat terpenuhi sesuai dengan standar yang diinginkan. Konsumen dapat menggunakan energi listrik yang disuplai oleh penyedia listrik dengan semaksimal mungkin. 2. Siaga Pada kondisi ini, penyedia listrik masih sanggup memenuhi segala kebutuhan listrik konsumen. Konsumen bisa menggunakan energi listrik sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Gangguan yang terjadi masih bisa diselesaikan dengan baik oleh pihak pengelolah listrik. Hanya saja securiti sistem sudah tidak

dapat

terpenuhi

dengan

baik.

Dengan

demikian

pihak

penyedia/pengelolah listrik mengkategorikan keadaan ini dengan istilah siaga.

4

3. Darurat Dalam keadaan ini, kondisi operasi sistem ketenagalistrikan mengalami gangguan. Kendala operasi tidak dapat diatasi dengan baik. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan yang muncul baik itu gangguan dalam sistem maupun diluar sistem. Sehingga konsumen tidak dapat dilayani dengan baik. 4. Pemulihan Kondisi ini adalah merupakan fase peralihan dari keadaan darurat menjadi normal. Kualitas sistem tenaga listrik yang disalurkan ke konsumen berada dalam range yang dianjurkan oleh pihak penyedia listrik, seperti tegangan, frekuensi dan faktor daya. Sehingga pada kondisi ini konsumen sudah bisa dilayani hanya belum bisa menggunakan listrik semaksimal mungkin. Hubungan antara beberapa kondisi sistem ketenagalistrikan dapat dijelaskan melalui gambar berikut ini:

Siaga

Normal

Garis Kerja

Darurat

Pemulihan

Gambar 1.3. Keadaan Operasi Sistem Ketenagalistrikan

5

BAB II PERSOALAN DALAM OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK

Seperti pada penjelasan sebelumnya bahwa dalam pengoperasian sistem tenaga listrik, beberapa persoalan-persoalan yang muncul setiap waktu. Persoalan tersebut disebabkan karena persoalan didalam dan diluar sistem. Seperti adanya gangguan karena hubung singkat, jatuh tegangan dan juga jenis gangguan lainnya. Hal ini disebabkan karena beban yang selalu berubah-ubah setiap waktu, biaya operasional dan juga karena faktor lingkungan/alam. Pada pembahasan ini, penulis hanya akan membahas beberapa persoalan utama yang dihadapi oleh penyedia listrik dalam mengoperasikan sistem tenaga, anatara lain: 2.1 Pengaturan Frekuensi. Untuk menjaga kualitas dan kontinuitas energi listrik maka penyedia listrik berkewajiban untuk menjaga sistem secara kontinuitas. Salah satu hal pokok yang harus dijaga dan diperhatikan oleh penyedia listrik adalah besaran frekuensi. Besaran frekuensi ini sangat penting karena menjadi tolak ukur akan kualitas dari sebuah sistem ketenagalistrikan. Frekuensi sistem adalah merupakan indikator yang digunakan untuk mengetahui bahwa besaran daya yang dibangkitkan sebanding dengan beban dalam sistem. Kalau daya yang dibangkitkan lebih kecil dari pada beban sistem maka nilai besaran frekuensi turun, begitupula sebaliknya bila daya yang dibangkitkan lebih besar dari pada beban dalam sistem maka frekuensi naik. Sehingga akan terjadi kegagalan pada unit-unit pembangkit secara beruntun yang menyebabkan kegagalan pada sistem secara total. Pengaturan frekuensi pada sistem tenaga pada batas yang dianjurkan bukan hanya untuk menghindari kerusakan alat yang digunakan oleh konsumen. Dimana peralatan yang digunakan oleh konsumen saat ini berkisar antara 50-60 Hz. Akan tetapi hal ini maksudkan untuk menjaga kestabilan pada sistem. Kestabilan sistem

6

yang dimaksudkan adalah terciptanya keadaan yang seimbang antara pembangkitan dan beban sehingga frekuensi sistem bisa normal. Gambar berikut mengilustrasikan hubungan antara pembangkitan dengan beban:

Gambar 2.1. Hubungan antara pembangkitan dan beban terhadap frekuensi 2.2 Pengaturan tegangan dalam sistem Sama halnya dengan frekuensi, tegangan merupakan salah satu indikator kualitas sistem tenaga listrik. Tegangan listrik yang disalurkan melaui jaringan transmisi dan distribusi ke konsumen sebagai pengguna listrik dituntut untuk sesuai dengan standard yang diberlakukan oleh penyedia listrik. Hal ini disebabkan karena perlalatan-peralatan yang digunakan oleh konsumen biasanya telah dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengkonsumsi tegangan sampai batas waktu tertentu. Olehnya itu diperlukan pengaturan tegangan sehingga penggunaan setiap daya dan tegangan dapat menjadi ekonomis serta aman untuk digunakan oleh konsumen. Kendala umum yang dihadapi dalam operasi sistem tenaga pada pengaturan tegangan adalah besarnya tegangan pada setiap gardu induk tidak sama. Hal ini disebabkan karena tegangan sangat dipengaruhi oleh besarnya daya reaktif. Daya reaktif yang dibangkitkan disetiap gardu induk berebeda-beda tergantung dari jenisnya beban yang dihadapi. Dengan demikian pengaturan tegangan ini tidak dapat

7

dipisahkan dengan besarnya daya reaktif. Besarnya daya reaktif tergantung dari jenis beban yang ada pada satiap gardu induk. Sehingga diperlukan cara tertentu dalam pengaturan tegangan ini pada setiap gardu induk. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pengaturan tegangan disetiap gardu distribusi [1], antara lain: 1. Menggunakan alat pengatur (kontrol) tegangan pada setiap gardu induk 2. Memasang kapasitor secara paralel (shunt capasitor) pada gardu induk Pada gardu induk distribusi, pengaturan tegangan dilakukan dengan cara mengatur posisi sadapan pengubahan sadapan beban (On Load Tap Changing = OLTC) yang dilengkapi dengan pengaturan tegangan otomatis dan memasang kapasitor shunt pada sisi sekunder transformator utama dalam gardu induk distribusi. Olehnya itu diperlukan suatu metode yang dapat menjaga agar kinerja peralatanperalatan tersebut tetap ekonomis dengan tetap menjamin kualitas tegangan yang baik [1]. Penentuan posisi sadapan berbeban dan status terhubung terputusnya kapasitor shunt merupakan salah satu upaya untuk mengatur tegangan pada sisi sekunder. Metode Fuzzy Dynamic Programming dengan proses forward dynamic programming digunakan untuk menentukan posisi sadapan berbeban pada transformator. Batasan-batasan penyimpangan tegangan sekunder jumlah maksimal pergantian tap dan jumlah status terhubung terputusnya kapasitor shunt digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan hasil yang diinginkan[1]. Fuzzy Dynamic Programming bertujuan untuk mencari kombinasi antara posisi sadapan dan status kapasitor shunt yang optimum berdasarkan proses optimasi sebelumnya sehingga didapat tegangan sekunder berkualitas baik dan factor daya yang maksimal dari hasil proses pencarian posisi sadapan dan status terhubungnya kapasitor shunt. Fuzzy Dynamic Programming melakukan pendekatan fuzzy dengan menggunakan variabel-variabel fuzzy seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dan disesuaikan dengan operasi himpunan fuzzy yang digunakan.

8

Dalam pengaturan tegangan pada gardu induk distribusi dengan menggunakan fuzzy dynamic programming, terdiri dari beberapa proses yang meliputi banyak proses. Pada proses pencarian posisi sadapan dan status terhubungnya kapasitor shunt dilakukan pada setiap jam. Terlebih dahulu ditentukan besarnya daya reaktif daya nyata dan tegangan primer setiap jam yang telah diperkirakan dengan menggunakan prakirakan jangka pendek. Kemudian ditentukan dan kondisi yaitu pada saat kapasitor shunt terputus (Xi= 0) dan pada saat kapasitor shunt terhubung (Xi= 1) lalu dicari rasio tegangan transformator ideal (tideal) untuk masing-masing kondisi, dimana tegangan sekunder merupakan tegangan sekunder yang ingin dipertahankan (V2=1.0 pu). Lalu tentukan tiga posisi TAP (TAPoptimal, TAPoptimal-,TAPoptimal+). Sehingga rasio tegangan sekunder actual (tactual) mendekati nilai (tideal). Nilai tactual digunakan mendapatkan tegangan sekunder actual (V2actual). Perbedaan antara tegangan sekunder ideal dengan tegangan sekunder actual akan menghasilkan penyimpangan tegangan sekunder (ΔV2). Sedangkan untuk menentukan status terhubungnya kapasitor shunt. Dicari apakah daya reaktif hasil prakiraan lebih besar maka kapasitor shunt terhubung dan sebaliknya, apabila lebih kecil maka kapasitor shunt terputus. Kemudian dicari nilai factor daya (pf). Untuk mengetahui jumlah perpindahan posisi sadapan (NTAP) dan penghubung kapasitor shunt (NC) dalam satu hari, posisi sadapan dan status kapasitor shunt setiap jam dalam satu hari harus diketahui terlebih dahulu. Total perpindahan posisi sadapan dapat dihitung dengan menjumlahkan hasil pengurangan posisi sadapan pada suatu jam (TAPi)dengan posisi sadapan pada jam sebelumnya (TAPi-1) dari jam 1 hingga 24, proses tersebut juga berlaku untuk mengetahui total penghubungan kapasitor shunt. Setelah nilai ΔV2, pf, NTAP ,dan Nc ditentukan, nilainilai tersebut ditransformasikan ke dalam ruang himpunan fuzzy, dengan memberikan nilai-nilai keanggotaannya. Dengan nilai-nilai keanggotaan ini, maka kita dapat mencari suatu kondisi dengan nilai obyektifitas tertinggi. Selain dengan metode tersebut, pengaturan tegangan dalam sistem juga dpat dilakukan berdasarkan periode beban, yaitu beban rendah dan beban puncak [2]. 9

1. Pengaturan tegangan pada beban rendah Langkah-langkah operasi yang ditempuh dalam sistem penyaluran untuk mengurangi kelebihan-kelebihan daya reaktif pada kondisi beban rendah adalah sebagai berikut: a. Pengoperasian reaktor dan pelepasan kapasitor Semua reaktor yang dipasang pada gardu induk tegangan ekstra tinggi pada periode beban rendah dalam posisi dioperasikan. Semua kapasiotr yang terpasang pada jaringan 150 kV, 70 kV dan 20 kV dikeluarkan. b. Pengaturan daya reaktif unit pembangkit Semua unit pembangkit yang berskala besar pada periode beban rendah beroperasi menyerap daya reaktif untuk mengantisipasi tegangan tinggi yang terjadi pada sistem c. Perubahan Konfigurasi jaringan Jaringan sistem 500 kV dengan sirkit ganda akan dioperasikan dengan modus operasi sirkit tunggal dengan melihat kondisi operasi real time. Pengaturan tegangan dengan dengan modus operasi sirkit tunggal pada jaringan sistem 500 kV akan dilakukan secara real time oleh pelaksana pengendali operasi dipusat pengatur beban. Sedangkan sistem 150 kV dan 70 kV akan dilakukan oleh region. Rekonfigurasi jaringan saluran kabel tegangan tinggi dan saluran udara tegangan tinggi dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan rekonfigurasi jaringan di saluran udara tegangan ekstra tinggi 2. Pengaturan tegangan pada beban puncak Langkah operasi yang ditempuh dalam sistem penyaluran untuk meningkatklan kekurangan daya reaktif pada saat terjadi beban puncak adalah sebagai berikut: 1. Pelepasan reaktor dan pengoperasian kapasitor Reaktor yang dipasang pada gardu induk tegangan ektra tinggi pada periode ini dalam posisi dikeluarkan. Semua kapasiotr yang dipasang disisi 150 kV, 70 kV dan 20 kV pada periode ini dimasukkan. 2. Pengaturan daya rekatif untuk pembangkit

10

Semua unit pembangkit terutama yang berskala besar pada periode beban puncak beroperasi memberi daya reaktif untuk mengantisipasi tegangan rendah yang terjadi pada sistem. 2.3 Pemeliharaan Peralatan Pemeliharaan adalah suatu kegiatan terpadu yang dilakukan terhadap instalasi dan sarana pendukungnya untuk mencegah kerusakan atau mengembalikan/memulihkan instalasi dan sarana tersebut pada keadaan normal. Keadaan yang ingin dicapai dengan melakukan pemeliharaan tersebut adalah [3]: 1. Mempunyai umur (masa guna) yang panjang 2. Selalu menampilkan unjuk kerja yang andal, daya mampu serta efisiensi yang optimal 3. Tetap dalam keadaan baik dan selalu dalam keadaan siap pakai 4. Teratur, rapi dan memberikan suasana yang menyenangkan 5. Dapat mengembalikan modal/biaya yang sudah dikeluarkan dalam jangka waktu yang tepat dan memberikan keuntungan 6. Aman terhadap petugas dan lingkungan. Untuk mendapatkan tujuan dari pemeliharaan tersebut maka peralatan tersebut perlu dipelihara secara periodik berdasarkan waktu yang sudah ditentukan melalui buku petunjuk yang dikeluarkan oleh pabrik peralatan yang bersangkutan. Disisi lain, jadwal pemeliharaan ini akan mengganggu kinerja operasi dalam sistem tenaga. Dengan demikian perlu ada koordinasi didalam sistem sehingga jadwal pemeliharaan tidak akan mengganggu kontinuitas daya yang didistribusikan kekonsumen. Pemeliharaan merupakan salah satu hal terpenting yang harus diperhatikan dalam pengoperasian sistem tenaga listrik, karena dengan sistem pemeliharaan yang baik, peralatan-peralatan pada sistem tenaga dapat beroperasi dengan baik, sehingga kebutuhan energi listrik ke konsumen dapat terlayani dengan baik dengan tingkat keandalan yang tinggi, selain itu harga peralatan sistem tenaga listrik yang mahal dan investigasi yang besar dalam sistem ketenagaan listrik juga mendorong perlunya

11

pemeliharaan peralatan sistem tenaga listrik. Salah satu hal yang melatarbelakangi perlunya pemeliharaan terhadap peralatan listrik adalah karena peralatan listrik mempunyai peran yang menentukan dalam operasi suatu sistem, misalnya Pemutus Tenaga Listrik (PMT) [4]. Baik buruknya pemeliharaan pada peralatan listrik dapat dilihat dari umur peralatan listrik itu sendiri dan besar relatif beban yang ditanggung peralatan listrik dalam operasi kerjanya. Umur operasi peralatan listrik dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan suatu sistem pemeliharaan, semakin lama umur operasi peralatan listrik dapat dikatakan baik pula sistem pemeliharaan yang dilakukan, sebaliknya apabila umur operasi peralatan listrik yang pendek menandakan sistem pemeliharaan yang kurang baik. Dengan demikian, diharapkan dengan adanya pemeliharaan, peralatan listrik dapat bekerja lebih lama dengan performa maksimal sehingga meningkatkan kualitas sistem tenaga listrik[4]. Berikut dijelaskan beberapa jenis-jenis pemeliharaan peralatan, sebagai berikut [5]: 1. Predictive Maintenance (Conditional Maintenance) adalah pemeliharaan yang dilakukan dengan cara memprediksi kondisi suatu peralatan listrik, apakah dan kapan kemungkinannya peralatan listrik tersebut menuju kegagalan. Dengan memprediksi kondisi tersebut dapat diketahui gejala kerusakan secara dini. Cara yang biasa dipakai adalah memonitor kondisi secara online baik pada saat peralatan beroperasi atau tidak beroperasi. Untuk ini diperlukan peralatan dan personil khusus untuk analisa. Pemeliharaan ini disebut juga pemeliharaan berdasarkan kondisi (ConditionBase Maintenance ). 2. Preventive Maintenance (Time Base Maintenance) adalah kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kerusakan peralatan secara tiba-tiba dan untuk mempertahankan unjuk kerja peralatan yang optimum sesuai umur teknisnya. Kegiatan ini dilaksanakan secara berkala dengan berpedoman kepada : Instruction Manual dari pabrik, standar-standar yang ada ( IEC, CIGRE, dll ) dan

12

pengalaman operasi di lapangan. Pemeliharaan ini disebut juga dengan pemeliharaan berdasarkan waktu ( Time Base Maintenance ). 3. Corective Maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan secara terencana ketika peralatan listrik mengalami kelainan atau unjuk kerja rendah pada saat menjalankan fungsinya dengan tujuan untuk mengembalikan pada kondisi semula disertai perbaikan dan penyempurnaan instalasi. Pemeliharaan ini disebut juga Curative Maintenance, yang bisa berupa Trouble Shooting atau penggantian part/bagian yang rusak atau kurang berfungsi yang dilaksanakan dengan terencana. 4. Breakdown Maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan setelah terjadi kerusakan mendadak yang waktunya tidak tertentu dan sifatnya darurat. 2.4 Biaya Operasi Optimisasi aliran daya merupakan salah satu masalah dalam analisa sistem tenaga yang berperan penting dalam analisa perencanaan sistem tenaga baik dalam pengadaan sistem yang baru maupun pengembangan sistem yang telah ada. Optimisasi aliran daya sebagai suatu studi sistem tenaga yang memberikan banyak informasi yang antara lain berupa sudut fasa tegangan tiap bus dalam sistem, besar daya pembangkitan dan beban aktif maupun reaktif pada tiap bus dan informasi lain. Aliran daya dapat juga dipakai untuk memperoleh kondisi awal pada analisa kestabilan [6]. Dua langkah utama perhitungan optimisasi aliran daya sistem tenaga listrik adalah perhitungan aliran daya dan optimisasi biaya operasi pembangkit sebagai pemberi daya. Biaya bahan bakar adalah faktor utama dalam stasiun pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil perlu diminimisasi melalui pembebanan ekonomis [6]. Menurut [7] Pengoperasian sistem yang efisien sangat penting dampaknya hingga dapat menjamin hubungan yang pantas antara biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan listrik untuk memproduksi satu kilowatt jam dengan biaya yang harus

13

dibayar oleh pelanggan. Faktor ekonomi yang dominan dalam operasi sistem tenaga adalah biaya bahan bakar pembangkit thermal. Biaya bahan bakar pada umumnya merupakan komponen biaya terbesar kirakira 60 % dari keseluruhan biaya operasi. Pengendalian biaya operasi ini merupakan hal yang pokok, optimalisasi biaya sebesar 1% saja untuk sistem yang berskala besar dapat menghasilkan penghematan dalam orde milyaran rupiah pertahun[7]. Pembangkit-pembangkit yang ada saat ini sebagian besar menggunakan pembangkit hidro dan thermis. Walaupun jenis pembangkit lain juga ikut andil didalam membangkitkan/memproduksi energi listrik. Manajemen sistem pembagian beban antara satu pembangkit dengan pembangkit lain harus dilakukan seefektif mungkin untuk mendapatkan biaya operasi seminimal mungkin tanpa mengabaikan batasan minimal pembangkitan suatu unit pembangkit listrik. Biaya operasi yang sangat tinggi mengharuskan manajemen penyedia listrik untuk melakukan cara yang tepat didalam mengoperasikan pembangkit-pembangkt listrik tersebut. Penghematan biaya operasi dan produksi dapat dilakukan dengan mengoptimalkan pembangkit hidro, hal ini disebabkan karena jenis pembangkit ini tidak memerlukan bahan bakar untuk pengoperasian pembangkit. Dalam pengoperasian pembangkit diperlukan suatu metode untuk menekan biaya operasi suatu pembangkit. Pengoperasian unit-unit pembangkit pada pemintaan daya tertentu dalam suatu stasiun dilakukan dengan mendistribusikan beban di antara unit-unit pembangkit dalam stasiun tersebut[8]. unit pembangkit dalam suatu stasiun mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sehingga diperlukan suatu penjadwalan pengoperasian setiap unit pembangkit untuk suatu pembebanan ekonomis tertentu pada sistem dengan mempertimbangkan kehilangan daya pada saluran transmisi. Dengan demikian dapat diperoleh suatu pengoperasian pembangkit yang optimal untuk menekan biaya operasi [9, 10]. Gambar berikut mengindikasikan kurva karakteristik biaya bahan bakar terhadap daya aktif. 14

Gambar 2.2 Kurva karakteristik antara biaya bahan bakar terhadap daya aktif Hubungan antara konsumsi bahan bakar terhadap daya yang dibangkitkan pembangkit dirumuskan oleh persamaan berikut [10]: Ci = α i + β i Pgi + γ i Pgi2 Dimana:

(2.1)

Ci, = konsumsi bahan bakar unit ke-i (m3/h atau liter/jam) Pgi = daya yang dibangkitkan generator unit ke-i (kW) α i , β i , γ i=konstanta hubungan bahan bakar dan daya yang dihasilkan uni t ke i . Konstanta α i , β i , γ i didapatkan dengan menentukan 3 (tiga) titik potong seperti pada gambar diatas ini hubungan antara konsumsi bahan bakar (yi) dan daya yang dibangkitkan atau beban (xi) yang dipikul unit pembangkit terlebih dahulu. Tiga titik potong tersebut adalah titik x1y1 (pada beban rendah), x2y2 (pada beban menengah) dan x3y3 (pada beban tinggi) yang ketiga titik tersebut diambil pada sembarang titik [10]. Dengan demikian persamaan diatas menjadi: y1 = α 1 + β 1 x1 + γ 1 x12

(2.2)

y2 = α 2 + β 2 x2 + γ 2 x22

(2.3)

y3 = α 3 + β 3 x3 + γ 3 x32

(2.4)

Ketiga persamaan tersebut disubtitusikan hingga didapatkan nilai-nilai α i , β i , γ i. Dalam suatu sistem tenaga dengan sejumlah n pembangkit, konsumsi bahan bakar total pembangkitan dapat dirumuskan sebagai berikut [10]:

Ct =

𝑛 𝑖=1 𝐶𝑖

(2.5)

15

dimana: Ct = konsumsi bahan bakar total pembangkit Ci = konsumsi bahan bakar unit ke-i pembangkit n = jumlah unit pembangkit 2.5 Gangguan Dalam Sistem Gangguan yang terjadi pada system tenaga listrik sangat beragam besaran dan jenisnya. Gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah keadaan tidak normal dimana keadaan ini dapat mengakibatkan terganggunya kontinuitas pelayanan tenaga listrik. Secara umum klasifikasi gangguan pada system tenaga listrik disebabkan oleh 2 faktor, yaitu: 1. Gangguan yang berasal dari system 2. Gangguan yang berasal dari luar system Penyebab gangguan yang berasal dari dalam sistem antara lain : 1. Tegangan dan arus abnormal. 2. Pemasangan yang kurang baik. 3. Kesalahan mekanis karena proses penuaan 4. Beban lebih. 5. Kerusakan material seperti isolator pecah, kawat putus, atau kabel cacat isolasinya. Sedangkan untuk gangguan yang berasal dari luar sistem antara lain: 1. Gangguan-gangguan mekanis karena pekerjaan galian saluran lain. Gangguan ini terjadi untuk sistem kelistrikan bawah tanah. 2. Pengaruh cuaca seperti hujan, angin, serta surja petir. Pada gangguan surja petir dapat mengakibatkan gangguan tegangan lebih dan dapat menyebabkan gangguan hubung singkat karena tembus isolasi peralatan ( breakdown ). 3. Pengaruh lingkungan seperti pohon, binatang dan benda-benda asing serta akibat kecerobohan manusia. Bila ditinaju dari segi lamanya waktu gangguan, maka dapat dikelompokkan menjadi :

16

1. Gangguan yang bersifat temporer, yang dapat hilang dengan sendirinya atau dengan memutuskan sesaat bagian yang terganggu dari sumber tegangannya. Gangguan sementara jika tidak dapat hilang dengan segera, baik hilang dengan sendirinya maupun karena bekerjanya alat pengaman dapat berubah menjadi gangguan permanen. 2. Gangguan yang bersifat permanen, dimana untuk membebaskannya diperlukan tindakan perbaikan dan/atau menyingkirkan penyebab gangguan tersebut. Untuk gangguan yang bersifat sementara setelah arus gangguannya terputus misalnya karena terbukanya circuit breaker oleh rele pengamannya, peralatan atau saluran yang terganggu tersebut siap dioperasikan kembali. Sedangkan pada gangguan permanen terjadi kerusakan yang bersifat permanen sehingga baru bisa dioperasikan kembali setelah bagian yang rusak diperbaiki atau diganti. Pada saat terjadi gangguan akan mengalir arus yang sangat besar pada fasa yang terganggu menuju titik gangguan, dimana arus gangguan tersebut mempunyai harga yang jauh lebih besar dari rating arus maksimum yang diijinkan, sehingga terjadi kenaikan temperatur yang dapat mengakibatkan kerusakan pada peralatan listrik yang digunakan. Dalam sistem tenaga listrik tiga fasa, gangguan–gangguan arus lebih yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut yaitu : a. Gangguan beban lebih (overload) Gangguan ini sebenarnya bukan gangguan murni, tetapi bila dibiarkan terus menerus berlangsung dapat merusak peralatan listrik yang dialiri arus tersebut. Pada saat gangguan ini terjadi arus yang mengalir melebihi dari kapasitas peralatan listrik dan pengaman yang terpasang. b. Gangguan hubung singkat Gangguan hubung singkat dapat terjadi dua fasa, tiga fasa, satu fasa ke tanah, dua fasa ke tanah, atau 3 fasa ke tanah. Gangguan hubung singkat ini sendiri dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu gangguan hubung singkat simetri dan

17

gangguan hubung singkat tak simetri (asimetri). Gangguan yang termasuk dalam hubung singkat simetri yaitu gangguan hubung singkat tiga fasa, sedangkan gangguan yang lainnya merupakan gangguan hubung singkat tak simetri (asimetri). Gangguan ini akan mengakibatkan arus lebih pada fasa yang terganggu dan juga akan dapat mengakibatkan kenaikan tegangan pada fasa yang tidak terganggu. Hampir semua gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik adalah gangguan tidak simetri. Gangguan tidak simetri ini terjadi sebagai akibat gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah, gangguan hubung singkat dua fasa, atau gangguan hubung singkat dua fasa ke tanah. Gangguan-gangguan tidak simetri akan menyebabkan mengalirnya arus tak seimbang dalam sistem sehingga untuk analisa gangguan digunakan metode komponen simetri untuk menentukan arus maupun tegangan di semua bagian sistem setelah terjadi gangguan. Gangguan ini akan mengakibatkan arus lebh pada fasa yang terganggu dan juga akan dapat mengakibatkan kenaikan tegangan pada fasa yang tidak terganggu. Gangguan dapat diperkecil dengan cara pemeliharaannya. Adapun akibat-akibat yang ditimbulkan dengan adanya gangguan hubung singkat tersebut antara lain: 1. Rusaknya peralatan listrik yang berada dekat dengan gangguan yang disebabkan arus-arus yang besar, arus tak seimbang maupun tegangantegangan rendah. 2. Berkurangnya stabilitas daya system tersebut. 3. Terhentinya kontinuitas pelayanan listrik kepada konsumen apabila gangguan hubung singkat tersebut sampai mengakibatkan bekerjanya CB yang biasa disebut dengan pemadaman litrik. C. Gangguan tegangan lebih Gangguan tegangan lebih diakibatkan karena adanya kelainan pada sistem. Gangguan tegangan lebih dapat terjadi antara lain karena : 1. Gangguan petir

18

2. Gangguan surja hubung, di antaranya adalah penutupan saluran tak serempak pada pemutus tiga fasa, penutupan kembali saluran dengan cepat, pelepasan beban akibat gangguan, penutupan saluran yang semula tidak masuk sistem menjadi masuk sistem, dan sebagainya. 2.6 Perkembangan Sistem Ketenagalistrikan Perkembangan sistem ketengalistrikan semakin pesat seiring dengan jumlah pertumbuhan penduduk yang bertambah setiap saat. Hal ini disebabkan karena beban selalu berubah sepanjang waktu dan juga selalu berkembang seirama dengan perkembangan kegiatan masyarakat yang tidak dapat dirumuskan secara eksak, sehingga perlu diamati secara terus menerus agar dapat diketahui langkah pengembangan sistem yang harus dilakukan agar sistem selalu dapat mengikuti perkembangan beban sehingga tidak akan terjadi pemadaman tenaga listrik dalam sistem[11]. Peningkatan beban listrik dengan ketersediaan daya listrik yang tidak seimbang adalah merupakan masalah pokok yang dihadapi bukan saja oleh pemerintah, perusahaan listrik sebagai penyedia listrik teatpi juga masyarakat sebagai pengguna

listrik.

Perusahaan

penyedia

listrik

seakan-akan

tidak

sanggup

meng"cover" beban listrik yang berkembang pesat ditengah-tengah masyarakat. Kebutuhan akan energi listrik semakin hari semakin bertambah seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan serta ekonomi masyarakat yang semakin hari semakin meningkat. Sehingga akan menyebabkan munculnya masalah baru dalam sistem ketenagalistrikan baik dalam sistem operasi maupun dalam penyalurannya. Gambar berikut ini mengindikasikan perkembangan beban/kebutuhan listrik dengan tingkat pertumbuhan energi yang tersedia. Dari gambar tersebut nampak bahwa jarak antara tingkat kebutuhan energi dengan ketersediaan energi sangat besar. Hal inilah yang menyebabkan penyaluran energi listrik kekonsumen tidak bisa

19

berlangsung secara kontinyu dan berkesinambungan. Selain itu pula akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan disektor ekonomi/industri.

Gambar 2.3 Pertumbungan kebutuhan dan ketersediaan energi Berdasarkan hal tersebut maka penyedia listrik dituntut untuk bisa mengatasi masalah ini. Bukan hanya dengan cara membangun pembangkit baru, sebagai salahsatu cara yang bisa ditempuh untuk menambah energi baru. Akan tetapi diupayakan bisa mengoptimalkan sumber energi yang sudah ada dengan mencari inovasi-inovasi baru dalam menanggulangi krisis energi listrik. Sehingga gap yang terjadi antara kebutuhan dan ketersediaan energi dapat dikurangi seminimal mungkin dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lain seperti investasi, politik dan lingkungan. Dalam penyaluran energi listrik ke konsumen; pembangkit, transmisi dan distribusi biasanya dikuasai oleh sebuah perusahaan yang bertanggung jawab untuk mengoperasikan, menyalurkan dan menjual daya listrik ke konsumen. Namun dalam dua dekade terakhir, beberapa negara maju melakukan perubahan terhadap sistem ketenagalistrikan, seperti Australia, Amerika dan Inggeris. Hal ini didasarkan pada

20

aturan dan kebijakan masing-masing negara. Perubahan utama yang dilakukan dalam sistem tersebut adalah dengan melibatkan pihak ketiga dalam mengoperasikan pembangkit, transmisi dan distribusi bahkan melibatkan perusahaan berbeda dalam proses penjualam energi listrik ke konsumen yang biasa disebut dengan "retail company". Sistem ini dikenal dengan nama sistem ketenagalistrikan sistem kompetisi (Competition electricity power system structure) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2 berikut ini:

Gambar 2.4. Sistem Ketenagalistrikan Sistem Kempetisi [12] Dalam sistem ketenagalistrikan ini, yang menjadi perbedaan utama dengan sistem ketenagalistrikan yang lama adalah keberadaan pihak ketiga seperti "retail company" dan "aggregator" dalam sistem. Selain itu pula keberadaan "market operator" yang bertanggung jawab penuh terhadap sistem kelistrikan secara keseluruhan. Biasanya market operator ini adalah gabungan dari pihak-pihak yang ikut serta dalam menyediakan sumber energi listrik. Dalam praktreknya market operator ini sahamnya dikuasai oleh pihak pemerintah setempat. Disamping itu pula,

21

perusahaan transmisi dan distribusi listrik yang tidak lagi hanya dikuasai oleh satu perusahaan saja, hanya bertanggung jawab dalam menyalurkan daya listrik ke konsumen. Penjualan listrik akan dikelolah oleh perusahaan lain yang disebut dengan istilah "retail company". Aggregator adalah merupakan kumpulan/kelompok konsumen yang keberadaannya dimaksudkan untuk membantu konsumen dalam melakukan komunikasi antara antara pihak konsumen dengan pihak market operator. Hal-hal yang bisa dikomunikasikan adalah pelayanan dan harga listrik. Tentunya harga listrik yang dimaksud adalah adalah harga listrik produksi (electricity market) yang juga bisa digunakan oleh konsumen dalam melakukan proses jual beli listrik. Tujuan yang diharapkan dengan penerapan sistem kempetisi ini adalah disamping untuk meningkatkan eifisiensi, mengurangi biaya pemeliharaan juga untuk memberikan beberapa pilihan pada konsumen dalam menentukan sumber energi listrik yang diinginkan [13].

22

BAB III MANAJEMEN OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK

Untuk mendapatkan tujuan yang ingin dicapai dalam mengoperasikan suatu sistem tenaga listrik, yaitu ekonomi, andal dan berkualitas, maka didalam pengeoperasiannya perlu dikelolah dengan baik dan profesional. Mengingat hal ini bukan saja karena faktor pelayanan tetapi juga karena biaya operasi sistem ketenagalistrikan yang sangat besar. Olehnya itu perlu dibuat suatu rencana operasi/schedule sebelum sistem ini dijalankan dengan baik. Rencana operasi ini menyangkut tentang rencana alokasi energi yang akan didistribusikan kekonsumen juga rencana pemeliharaan unit-unit yang membangkitkan energi listrik serta bentuk dan jenis rencana lain yang erat hubungannya dengan pengoperasian sistem tenaga listrik. Sehingga diharapkan tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud sesuai dengan harapan pemerintah, penyedia listrik dan masyarakat sebagai pengguna listrik. Untuk mengoperasikan sistem tenaga listrik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain[8]: a. Perencanaan Operasi Dalam perencanaan operasi mencakup bukan saja rencana operasi itu sendiri akan tetapi juga menyangkut analisa beban, optimasi, koordinasi pemeliharaan dan keandalan serta mutu tenaga listrik. b. Pelaksanaan dan Pengendalian Operasi. Pelaksanaan dari rencana operasi serta pengendaliannya apabila terjadi hal-hal yang tidak sesuai dari rencana operasi tersebut. c. Analisa Operasi Setelah perencanaan dan pelaksanaan operasi maka perlu diadakan analisa atas hasil-hasil yang telah dicapai dari sistem pengeoperasian sebagai bahan masukan, rujukan dan perbaikan untuk perencanaan operasi selanjutnya.

23

3.1 Perencanaan Operasi 3.1.1 Rencana Operasi Rencana operasi adalah suatu rencana mengenai bagaimana suatu sistem tenaga listrik akan dioperasikan untuk kurun waktu tertentu. Hal ini tergantung kepada masalah yang harus dipersiapkan maka ada beberapa macam rencana operasi berdasarkan waktu [8], yaitu a. Rencana Tahunan Masalah-masalah yang penyelesaiannya memerlukan waktu kira-kira satu tahun dicakup dalam rencana ini, misalnya rencana pemeliharaan unit-unit pembangkit yang memerlukan persiapan satu tahun sebelumnya karena pengadaan suku cadangnya memerlukan waktu satu tahun. Di lain pihak pemeliharaan unit-unit pembangkit dalam sistem tenaga listrik perlu dikoordinir agar unit- unit pembangkit yang tidak mengalami pemeliharaan dan siap operasi dapat cukup menyediakan daya bagi beban. Rencana Operasi tahunan juga meliputi perencanaan alokasi energi yang akan diproduksi dalam satu tahun dalam setiap Pusat Listrik dalam kaitannya dengan rencana pemeliharaan unit pembangkit tersebut diatas, perkiraan beban tahunan, beroperasinya unit-unit pembangkit baru serta perkiraan hujan atau perkiraan produksi PLTA dalam tahun yang bersangkutan. Alokasi energi yang akan diproduksi Pusat Listrik Termis berarti pula alokasi biaya bahan bakar yang merupakan biaya terbesar dalam Perusahaan Listrik pada umumnya demikian pula halnya pada Perusahaan

penyedia

listrik

Rencana

pemeliharaan

unit-unit

pembangkit

sesungguhnya merupakan bagian dari rencana pemeliharaan peralatan secara keseluruhan dan biaya pemeliharaan unit-unit pembangkit menelan biaya terbesar dari biaya pemeliharaan peralatan perusahaan. Dari uraian diatas kiranya jelas bahwa Rencana Operasi Tahunan merupakan bahan utama bagi penyusunan Rencana Anggaran Biaya Tahunan suatu Perusahaan Listrik.

24

b. Rencana Triwulan Rencana Operasi Triwulanan merupakan peninjauan kembali Rencana Operasi Tahunan dengan horison waktu tiga bulan ke depan. Hal-hal yang direncanakan dalam Rencana Operasi Tahunan tetapi ternyata setelah waktu berjalan tidak cocok dengan kenyataan perlu dikoreksi dalam Rencana Operasi Triwulanan. Misalnya unit pembangkit baru yang diperkirakan dapat beroperasi dalam triwulan ke dua dari Rencana Tahunan ternyata menjelang triwulan kedua diperkirakan belum dapat beroperasi dalam triwulan kedua.Maka sehubungan dengan hal ini perlu dilakukan koreksi-koreksi terhadap Rencana Operasi Tahunan dalam menyusun Rencana Operasi Triwulan kedua. c. Rencana Bulanan Selain merupakan koreksi terhadap Rencana Triwulanan untuk horison waktu satu bulan ke depan, Rencana Operasi Bulanan mulai mengandung rencana yang menyangkut langkah-langkah operasionil dalam sistem, sedangkan Rencana Operasi Tahunan dan Triwulanan lebih banyak mengandung hal-hal yang bersifat manajerial. Hal-hal yang bersifat operasionil yang dicakup dalam Rencana Operasi Bulanan adalah : 1. Peninjauan atas jam kerja unit-unit pembangkit yang bersifat peaking units terutama dalam kaitannya dengan rencana pemeliharaan. Hal ini diperlukan untuk membuat jadwal operasi unit-unit pembangkit yang bersangkutan. 2. Alokasi produksi Pusat-pusat Listrik Termis dalam kaitannya dengan pemesanan bahan bakar kepada perusahaan Bahan Bakar. d. Rencana Mingguan Dalam Rencana Operasi Mingguan tidak ada lagi hal-hal yang bersifat manajerial karena masalah-masalah manajerial tidak mungkin diselesaikan dalam jangka seminggu. Rencana Operasi Mingguan mengandung rencana mengenai langkah-langkah operasional yang akan dilakukan untuk jangka waktu satuminggu yang akan datang dengan memperhatikan pengarahan yang tercakup dalam rencana bulanan dan mempertimbangkan perkiraan atas hal-hal yang bersifat tidak menentu 25

untuk jangka waktu satu minggu yang akan datang. Hal-hal yang bersifat tidak menentu adalah jumlah air yang akan diterima PLTA-PLTA (pada musim hujan) serta beban untuk 168 jam (satu minggu) yang akan datang. Rencana Operasi Mingguan berisi jadwal operasi serta pembebanan unit-unit pembangkit untuk 168 jam yang akan datang atas dasar pertimbangan ekonomis (pembebanan yang optimum) dengan memperhatikan berbagai kendala operasionil seperti beban minimum dan maksimum dari unit pembangkit serta masalah aliran daya dan tegangan dalam jaringan. e. Rencana Harian Rencana Operasi Harian merupakan koreksi dari Rencana Operasi Mingguan untuk disesuaikan dengan kondisi yang mutakhir dalam sistem tenaga listrik Rencana Operasi Harian merupakan pedoman pelaksanaan Operasi Real Time. 3.1.2 Analisa beban Sistem Beban listrik adalah besarnya daya listrik yang digunakan oleh pengguna listrik. Besarnya beban listrik tergantung dari jumlah pemakaian yang dikonsumsi oleh pengguna. Olehnya itu besarnya beban listrik dalam suatu sistem tidak bisa dihitung secara real time. Beban listrik bisa diperkirakan berdasarkan beban listrik sebelumnya dan perkiraan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini disebabkan karena beban listrik tergantung dari tingkat kebutuhan masyarakat. Semakin besar kebutuhan masyarakat maka kebutuhan akan daya listrik juga akan meningkat. Analisa beban pada suatu sistem ketenagalistrikan sangat dibutuhkan untuk membantu pihak pegelolah dalam menentukan rencana operasi sistem. Analisa beban ini bisa dilakukan untuk mengantisipasi bila terjadi lonjakan/kelebihan beban pada sistem. Analisa beban dilakukan dengan melakukan perkiraan pertumbuhan beban baik dalam jangka waktu singkat, menengah maupun waktu lama. Perubahan beban boleh saja terjadi dalam waktu yang singkat disebabkan karena terjadinya beban puncak. Beban puncak tersebut terjadi karena peningkatan kebutuhan tenaga listrik oleh pengguna.

26

Berdasarkan dari jenisnya, maka beban dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu beban puncak (peak-sesion) dan bukan beban puncak (off-peak session). Beban puncak ini biasanya terjadi ketika pengguna listrik secara bersamaan menggunakan listrik untuk kebutuhannya masing-masing. Biasanya ini terjadi dari jam 17.00 sore sampai 21.00 malam. Ketika pengguna listrik bersamaan menggunakan kebutuhan listrik dirumah-masing-masing. Tapi juga tidak menutup kemungkinan beban puncak terjadi disiang hari, ketika pengguna listrik secara bersamaan menggunakan peralatan air cinditinoing (AC) disiang hari pada musim kemarau. Sedangkan off-peak session terjadi ketika lonjakan akan kebutuhan listrik tidak terlalu meningkat. Kebutuhan listrik berada pada level/tingkatan dasar atau menengah, seperti pada waktu-waktu biasa. Gambar berikut ini mengindikasikan lonjakan daya pada waktu-waktu tertentu, dimana peak-sesion terjadi. Disisi lain, off-peak session juga terjadi ketika sebahagian masyarakat tidak menggunakan daya listrik secara bersama-sama.

Gambar 3.1 Contoh kurva karakteristik beban didaerah Queensland Australia[14] Gambar diatas adalah salahsatu contoh perubahan beban ketika terjadi perubahan beban dari bukan beban puncak ke beban puncak pada tanggal 11 Oktober sampai dengan 13 Oktober 2015 di Queensland Austrlia. Berdasarkan gambar

27

tersebut diatas mengindikasikan bahwa beban puncak yang terjadi dari jam 17.00 sampai 21.00. Bahkan beban puncak juga terjadi pada jam 12.00 siang pada tanggal 13 Oktober 2015. Disisi lain off-peak sesason terjadi diluar waktu tersebut. Hal ini berarti bahwa beban puncak itu bisa saja terjadi setiap saat ketika pemakaian energi listrik digunakan oleh konsumen secara besar-besaran. Olehnya itu dalam operasi sistem tenaga perlu diadakan evaluasi/analisa perkiraan beban listrik untuk menghindari munculnya gangguan atau tidak cukupnya energi listrik yang disediakan oleh perusahaan penyedia listrik ke konsumen. Operasi sistem tenaga listrik yang modern biasanya berhubungan dengan berbagai variasi prosedur perencanaan. Perencanaan operasi meliputi metodologi dan proses pengambilan keputusan di mana suatu sistem tenaga listrik disusun untuk memenuhi beban listrik dalam jaringan yang telah ditetapkan kriteria kinerja teknis serta kriteria kinerja ekonomisnya. Proses perencanaan operasi harus dimulai dengan proyeksi penyaluran beban listrik masa depan pada interval waktu tertentu, yaitu dengan melakukan peramalan beban (load for ecasting). Peramalan beban listrik diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu peramalan beban jangka pendek (short term load forecasting) , jangka menengah dan jangka panjang. Setiap model peramalan beban menggunakan metode yang berbeda untuk memenuhi tujuan spesifiknya [15] . Peramalan beban selalu menjadi bagian penting dalam perencanaan dan operasi sistem tenaga listrik yang efisien. Oleh karena itu peramalan beban telah menjadi fokus penelitian di dalam negeri dan juga di luar negeri [1]. Data hasil peramalan beban dapat digunakan sebagai acuan optimalisasi aliran daya, operasi ekonomis sistem tenaga, unit commitment hydro-thermal dan perencanaan pembangkitan energi listrik. Oleh karena itu sistem peramalan beban menjadi bagian yang sangat penting, sehingga tingkat akurasinya sangat diperlukan [15]. Masalah utama dalam perencanaan adalah penentuan kebutuhan beban listrik dimasa depan, karena energi listrik tidak dapat disimpan. Peramalan beban yang benar akan sangat penting untuk kebutuhan investasi. Peramalan beban jangka 28

pendek menghitung estimasi beban listrik harian untuk setiap jam (bahkan per setengah jam) dan menghitung beban puncak harian. Banyak metode yang dikembangkan untuk melakukan peramalan beban, tetapi umumnya menggunakan pendekatan berbagai metode statistik misalnya regresi linier, model Bob Jenkins, eksponensial smooting dan Kalman Filter. Metode-metode diatas tidak dapat mewakili masalah non-linier yang kompleks. Bahkan PT. PLN sebagai perusahaan penyedia listrik masih mengadopsi metode peramalan beban konvensional yaitu dengan pendekatan deret waktu yang dikenal dengan metode koefisien beban. Metode tersebut masih memberikan error prediksi yang sangat besar ( rentang 8-10%) sehingga diperlukan metode lain untuk memperkecil tingkat error prediksi tersebut [15]. Dalam tulisan ini, berdasarkan kemungkinan waktu terjadinya maka dalam perkiraan beban dikelompokkan menjadi 3 bagian utama [8], antara lain: A. Perkiraan beban jangka panjang Laju

pertumbuhan

jumlah

penduduk

seiring

dengan

meningkatnya

pembangunan disektor perumahan telah membawa konsekuensi logis akan bertambahnya kebutuhan akan energi listrik. Kebijakan pemerintah yang membuat para investor berminat untuk menanamkan modalnya dengan membangun beberapa industri juga memberikan konstribusi besar dalam pertumbuhan kebutuhan energi listrik. Olehnya itu sistem kelistrikan suatu daerah harus mampu mencukupi kebutuhan akan energi listrik dimasa sekarang dan yang akan datang. Sehingga perlu diadakan analisa perkiraan beban untuk jangka waktu yang panjang. Peramalan beban jangka panjang adalah untuk jangka waktu satu tahun atau lebih. Dalam perkiraan beban jangka panjang masalah-masalah makro ekonomi yang merupakan masalah ekstern perusahaan listrik merupakan faktor utama yang menentukan arah perkiraan beban. Faktor makro tersebut misalnya pendapatan perkapita penduduk [8]. Dalam prediksi

jangka panjang masalah-maslah makro

ekonomi (Pendapatan Domestik Regional Bruto atau PDRB) merupakan masalah

29

ekstern perusahaan listrik merupakan faktor utama yang menentukan arah prediksi kebutuhan energi [16]. Olehnya itu perlu berkonsultasi dengan pihak pemerintah setempat didalam menentukan arah kebijakan perusahaan listrik terkait dengan masalah ini. Dalam menganalisa perkiraan beban, ada dua parameter pokok dengan menggunakan 6 variabel, seperti: parameter ekonomi dengan variabel produk domestik regional bruto, jumlah penduduk, jumlah rumah tangga dan parameter listrik dengan variable rasio elektrifikasi, faktor beban, losses [16]. Berdasarkan parameter dan variabel tersebut diatas maka kita bisa melakukan analisa perkiraan beban untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan beberapa metode, seperti metode regresi, neurol network (jaringan saraf tiruan), metode koefisioen beban, dsbnya. Dalam pembahasan ini akan diberikan satu contoh analisa perkiraan beban dengan menggunakan metode regresi, seperti pada lampiran. B. Perkiraan beban jangka menengah Perkiraan beban jangka menengah adalah untuk jangka waktu dari satu bulan sampai dengan satu tahun. Poros untuk perkiraan beban jangka menengah adalah Perkiraan Beban Jangka Panjang, sehingga perkiraan beban jangka menengah tidaklah dapat menyimpang terlalu jauh terhadap perkiraan beban jangka panjang. Dalam perkiraan beban jangka menengah masalah-masalah manajerial perusahaan misalnya kemampuan teknis memperluas jaringan distribusi, kemampuan teknis menyelesaikan proyek saluran transmisi. Masalah penyelesaian proyek ini sesungguhnya tidak sepenuhnya merupakan masalah intern perusahaan listrik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstern khususnya jika menyangkut masalah pembebasan tanah dan masalah penyediaan dana. Dalam perkiraan beban jangka panjang biasanya hanya diperkirakan beban puncak yang tertinggi yang akan terjadi dalam sistem tenaga listrik, karena perkiraan beban jangka panjang lebih banyak dipergunakan untuk keperluan perencanaan pengembangan sistem. Tetapi dalam perkiraan beban jangka menengah aspek operasional yang menonjol, karena dalam

30

jangka menengah (kurang dari satu tahun) tidak banyak lagi yang dapat dilakukan dalam segi pengembangan. Oleh karenanya perkiraan mengenai besarnya beban minimum juga diperlukan karena beban yang rendah dapat menimbulkan persoalan operasional seperti timbulnya tegangan yang berlebihan serta keperluan untuk memberhentikan unit PLTU [8, 17]. Penyambungan langganan baru yang mempunyai daya tersambung dengan nilai antara 1 sampaiu 3% dari beban puncak sistem perlu diperhitungkan dalam perkiraan beban jangka menengah karena hal ini selain mempengaruhi beban yang akan terjadi dalam sistem terutama perlu dianalisa dari segi aliran daya. Untuk langganan baru dengan daya tersambung diatas 3% dari beban puncak sistem perlu diperhitungkan dalam perkiraan beban jangka panjang karena selain masalah aliran daya yang bakal terjadi dalam sistem juga masalah penyediaan dayanya perlu dipersiapkan dalam jangka panjang (lebih dari satu tahun) dengan perhatian khusus [8]. C. Perkiraan beban jangka pendek. Peramalan beban jangka pendek bertujuan untuk meramalkan beban listrik pada jangka waktu menit, jam, hari, atau minggu. Peramalan beban jangka pendek, memainkan peran yang penting dalam real time control dan fungsi-fungsi keamanan dari suatu sistem manajemen energi. Sebuah peramalan beban listrik jangka pendek yang tepat, dapat menghasilkan penghematan biaya operasional bagi produsen dan pengoptimalan penyediaan tenaga listrik kepada konsumen. Peramalan beban listrik jangka pendek untuk jangka waktu 1-24 jam ke depan adalah penting untuk operasi sehari-hari dari utilitas daya. Peramalan beban ini digunakan untuk unit commitment, energy transfer scheduling, dan load dispatch [15]. Dalam perkiraan beban jangka pendek terdapat batas atas untuk beban maksimum dan batas bawah untuk beban minimum yang ditentukan oleh perkiraan beban jangka menengah. Besarnya beban untuk setiap jam ditentukan dengan memperhatikan data beban diwaktu lalu dengan memperhatikan berbagai informasi

31

yang dapat mempengaruhi besarnya beban sistem seperti cuaca dan suhu udara. Dengan demikian perkiraan beban baik itu beban puncak maupun bukan beban puncak dapat diketahui sebagai landasan dalam operasi sistem tenaga listrik untuk periode yang singkat. D. Metode Perkiraan Beban Tenaga listrik merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Tenaga listrik digunakan oleh beberapa sektor, antara lain sektor rumah tangga, industri, usaha komersial, dan tempat layanan umum. Besar konsumsi listrik pada suatu rentang waktu tidak dapat dihitung secara pasti. Oleh karena itu, yang dapat dilakukan adalah meramalkan besar konsumsi listrik. Jika besar konsumsi listrik tidak diperkirakan maka dapat mempengaruhi ke siapan dari unit pembangkit untuk menyediakan pasokan listrik kepada konsumen. Ketidakseimbangan daya listrik antara sisi supply dan sisi demand dapat mengakibatkan kerugian. Pada sisi pembangkit dapat terjadi pemborosan apabila daya yang dibangkitkan lebih besar daripada penggunaan listrik di sisi konsumen. Pada sisi konsumen dapat terjadi pemadaman apabila daya yang dibangkitkan lebih kecil dari kebutuhan listrik konsumen [18]. Ada beberapa metode yang sudah dipakai untuk memprakirakan beban saat ini antara lain, metode koofisien beban, metode pendekatan linier, Fuzzy Logic (FL), Neural Network (NN), Probabilistic Reasoning (PR), Genetic Algorithms (GA), Multilayer Perceptron Network, Elman Recurrent Neural Network, Radial Basis Function Network, Hopfield Model, Fuzzy Inference System, Fuzzy Neural Network, dan lain sebagainya. Dalam tulisan ini ada beberapa metode yang akan dijelaskan, sebagai berikut: 1. Metode Prediksi Regresi Regresi adalah salah satu teknik statistik yang paling banyak digunakan. Untuk metoda regresi pada kasus peramalan beban listrik biasanya digunakan hubungan konsumsi beban dan lainya seperti faktor cuaca, jenis hari dan kelas

32

pelanggan [19]. Metode prediksi regresi dibedakan menjadi dua: regesi linier, dan regresi non linier [16] . 1. 1. Regresi linier Regresi linier merupakan bentuk hubungan di mana variabel bebasXmaupunvariabel tergantungYsebagaifaktoryangberpangkatsatu. Regresilinierinidibedakanmenjadi [4]: a) Regresi linier sederhana dengan bentuk fungsi: Y =a+bX, …..….. …………(3.1) b) Regresi linier berganda dengan bentuk fungsi: Y =b0+b1X1+ …+bpXp......(3.2) Dari kedua fungsi di atas (1dan 2); masing-masing berbentuk garis lurus (linier sederhana) dan bidang datar (linier berganda). 1.2. Regresi Non Linier Regresi nonlinier ialah bentuk hubungan atau fungsi di mana variabel bebas X dan atau variabel tak bebas Y dapat berfungsi sebagai faktor atau variabel dengan pangkat tertentu. Selain itu,variabel bebas Xdan atau variabel tak bebas Ydapat berfungsi sebagai penyebut (fungsi pecahan), maupun variabel X dan atau variabel Y dapat berfungsisebagaipangkat fungsi eksponen=fungsi perpangkatan. Regresi non linier dibedakan menjadi [4]: a) Regresi Polinomial b) Regresihiperbola (fungsiresiprokal). c) Regresi Eksponensial d) Regresi Logaritmik e) Regresifungsigeometri. Metode regresi ini biasanya digunakan untuk perkiraan beban jangka panjang, seperti yang diuraikan pada lampiran buku ajar ini. 2. Metode Keefisien Energi Metode ini dipakai untuk meramalkan beban harian dari suatu sistem tenaga listrik. Beban untuk setiap jam diberi koefisien yang menggambarkan beasrnya beban pada jam tersebut dalam perbandingannya terhadap beban puncak. Koefisien33

koefisien ini berbeda untuk hari Senin sampai dengan Minggu dan untuk hari libur bukan hari Ahad. Setelah didapat perkiraan kurva beban harian dengan metode koefisien, masih perlu dilakukan koreksi-koreksi berdasarkan informasi-informasi terakhir mengenai perkiraan suhu dan kegiatan masyarakat. Perkiraan beban ini bisa juga digunakan untuk peramalan beban jangka menengah. Langkah perkiraan beban untuk keperluan operasi dimulai dari pembuatan kurva energi selama satu tahun yang terdiri dari 52 minggu. Kurva tahunan merupakan suatu kurva yang dibentuk oleh energi mungguan selama satu tahun. Kurva ini dibentuk dengan mengetahui dahulu besarnya target pembelian energi untuk menghitung perkiraan energi tahunan disamping data energi mingguan dari tahun-tahun sebelumnya. Pembentukan koefiesien energi mingguan selama satu tahun dengan data operasional sebagai berikut [17, 20]: Koef E M1

Koef E M2

Koef E M3....................Koef E M52

Koef E M54

Koef E M55....................Koef E M104

........(3.3) Koef E M53 ........(3.4) Koef EMrk Sehingga: Energi mingguan tahun ke-n = Koef EMrk x Energi Tahunan yg direncanakan ...(3.5) Dimana: Koef E M1 adalah Koefisien energi mingguan pada minggu ke-1 untuk data ke-n Koef EMrk adalah Koefisien energi mingguan selama 1 tahun 3. Metode Similar-Day Approach Pendekatan ini didasarkan kepada mencari sejarah data untuk hari dalam satu, dua atau tiga tahun yang memiliki karakteritik serupa sampai hari perkiraan. Karakteristik serupa termasuk cuaca, hari minggu dan tanggal. Beban dari hari yang sama dianggap sebagai ramalan. Bahkan beban hari yang sama, ramalan bisa menjadi

34

kombinasi linear atau prosedur regresi yang dapat mencakup hari yang serupa. Koefisien trend dapat digunakan untuk hari yang sama di tahun sebelumnya [19]. 4. Metode Time Series Metoda ini didasarkan pada asumsi bahwa, data memiliki struktur internal, seperti autokorelasi, trend atau variasi musiman. Metoda ini mendeteksi dan mengeksplorasi struktur seperti itu. Metoda ini telah dipakai sejak lama terutama pada bidang-bidang seperti ekonomi, pemrosesan sinyal digital, serta peramalan beban listrik. Secara khusus, ARMA (Autoregressive Moving Average), ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average), ARMAX (Autoregressive Moving Average with Exogenous Variable), dan ARIMAX (Autoregressive Interated Moving Average with Exogenous Variable) adalah metode yang paling sering menggunakan time series klasik. 5. Metode Neurol Networks Jaringan Syaraf Tiruan adalah sistem pemrosesan informasi yang dimodelkan berdasarkan jaringan syaraf biologi. Jaringan Syaraf Tiruan melakukan peniruan aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam sebuah jaringan syaraf biologi otak manusia. Pada jaringan syaraf biologi terjadi berbagai aktivitas yang sangat kompleks dan rumit. Beberapa diantaranya adalah mengingat, memahami, menyimpan, dan memanggil kembali informasi yang pernah dipelajari. Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan impuls atau sinyal yang diberikan pada neuron. Neuron meneruskannya pada neuron lain. Diperkirakan manusia memiliki 1012 neuron dan 6.1018 sinapsis. Dengan jumlah yang begitu banyak, otak mampu mengenali pola, melakukan perhitungan, dan mengontrol organ-organ tubuh dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan komputer digital [21]. Neuron memiliki 3 komponen penting yaitu dendrit, soma dan axon. Dendrit menerima sinyal dari neuron lain. Sinyal tersebut berupa impuls elektrik yang dikirim

35

melalui celah sinaptik melalui proses kimiawi. Sinyal tersebut dimodifikasi (diperkuat atau diperlemah) di celah sinaptik. Berikutnya, soma menjumlahkan semua sinyal-sinyal yang masuk. Kalau jumlahan tersebut cukup kuat dan melebihi batas ambang (threshold), maka sinyal tersebut akan diteruskan ke sel lain melalui axon. Frekuensi penerusan sinyal berbeda-beda antara satu sel dengan yang lain. Beberapa metoda yang menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk peramalan beban listrik adalah Backpropogation, Multilayer Perceptron, Kohonen Map, ANN (Artificial Neural Networks) [22]. 6. Metode Fuzzy Logic Logika fuzzy adalah cabang dari sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelegent) yang mengemulasi kemampuan manusia dalam berfikir ke dalam bentuk algoritma yang kemudian dijalankan oleh mesin. Algoritma ini digunakan dalam berbagai aplikasi pemrosesan data yang tidak dapat direpresentasikan dalam bentuk biner. Logika fuzzy menginterpretasikan statement yang samar menjadi sebuah pengertian yang logis. Logika Fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi Zadeh seorang kebangsaan Iran yang menjadi guru besar di University of California at Berkeley pada tahun 1965 dalam papernya yang monumental. Dalam paper tersebut dipaparkan ide dasar fuzzy set yang meliputi inclusion, union, intersection, complement, relation dan convexity. Pelopor aplikasi fuzzy set dalam bidang kontrol, yang merupakan aplikasi pertama dan utama dari fuzzy set adalah Prof. Ebrahim Mamdani dan kawan-kawan dari Queen Mary College London. Penerapan kontrol fuzzy secara nyata di industri banyak dipelopori para ahli dari Jepang, misalnya Prof. Sugeno dari Tokyo Institute of Technology, Prof.Yamakawa dari Kyusu Institute of Technology, Togay dan Watanabe dari Bell Telephone Labs. Himpunan fuzzy merupakan suatu pengembangan lebih lanjut tentang konsep himpunan dalam matematika. Himpunan Fuzzy adalah rentang nilai-nilai. Masing-masing nilai mempunyai derajat keanggotaan (membership) antara 0 sampai dengan 1. Ungkapan logika Boolean menggambarkan nilai-nilai “benar” atau “salah”. Logika fuzzy

36

menggunakan ungkapan misalnya: “sangat lambat”, ”agak sedang”, “sangat cepat” dan

lain-lain

untuk

mengungkapkan

derajat

intensitasnya,

Logika

fuzzy

menggunakan satu set aturan untuk menggambarkan perilakunya. Aturan-aturan tersebut menggambarkan kondisi yang diharapkan dan hasil yang diinginkan dengan menggunakan statemen IF… THEN. Suatu himpunan fuzzy A dalam semesta pembicaraan dinyatakan dengan fungsi keanggotaan (membership function) Aμ , yang harganya berada dalam interval (0,1) [19]. Contoh dari beberapa metode tersebut diatas akan disajikan langsung pada sesi pertemuan kuliah (tatap muka). 3.1.3 Keandalan Sistem Beberapa faktor yang menentukan kualitas energi listrik yang dipakai adalah kestabilan tegangan, frekuensi, kontinuitas pelayanan dan faktor daya. Namun dari beberapa faktor diatas yang dirasakan jelas oleh pelanggan adalah kontinuitas pelayanan energi listrik karena banyak keluhan dari para pelanggan mengenai sering terjadi aliran listrik yang padam dan lama padam yang terlalu lama. Sehingga untuk dapat melayani pelanggan dengan baik, sebuah perusahaan listrik biasnya mempunyai standar kualitas dalam penyaluran tenaga listrik, seperti [23]: a) Tenaga listrik arus bolak-balik yang disalurkan baik satu fasa maupun tiga fasa mempunyai frekuensi 50 Hz, dengan penyimpangan ±0,5 Hz. b) Pada jaringan tegangan rendah, tegangan nominalnya adalah : o Antara fasa dengan netral : 220 volt o Antara fasa dengan fasa : 380 volt c) Pada jaringan tegangan menengah, tegangan nominalnya adalah 20 kV. d) Variasi tegangan yang diperbolehkan adalah maksimum 5% nominal dan minimum 10% nominal, baik tegangan rendah maupun tegangan menengah. Kualitas energi listrik yang diterima konsumen sangat dipengaruhi oleh keandalan sistem pendistribusiannya. Keandalan menggambarkan suatu ukuran tingkat

ketersediaan/pelayanan

penyediaan

tenaga

listrik

dari

sistem

ke

37

pemakai/pelanggan. Keandalan sistem distribusi tenaga listrik sangat dipengaruhi oleh konfigurasi sistem, alat pengaman yang dipasang, dan sistem proteksinya. Konfigurasi yang tepat, peralatan yang handal serta pengoperasian sistem yang otomatis akan memberikan unjuk kerja sistem distribusi yang baik. Indeks keandalan merupakan suatu indikator keandalan yang dinyatakan dalam besaran probabilitas [24]. Keandalan merupakan tingkat keberhasilan kinerja suatu sistem atau bagian dari sistem, untuk dapat memberikan hasil yang lebih baik pada periode waktu dan dalam kondisi operasi tertentu. Untuk dapat menentukan tingkat keandalan dari suatu sistem, harus diadakan pemeriksaaan dengan cara melalui perhitungan maupun analisa terhadap tingkat keberhasilan kinerja atau operasi dari sistem yang ditinjau, pada periode tertentu kemudian membandingkannya dengan standar yang ditetapkan sebelumnya [23]. Keandalan tenaga listrik adalah menjaga kontinuitas penyaluran tenaga listrik kepada pelanggan terutama pelanggan daya besar yang membutuhkan kontinuitas penyaluran tenaga listrik secara mutlak. Apabila tenaga listrik tersebut putus atau tidak tersalurkan akan mengakibatkan proses produksi dari pelanggan besar tersebut terganggu. Struktur jaringan tegangan menengah memegang peranan penting dalam menentukan keandalan penyaluran tenaga listrik karena jaringan yang baik memungkinkan dapat melakukan manuver tegangan dengan mengalokasikan tempat gangguan dan beban dapat dipindahkan melalui jaringan lainnya. Kontinuitas pelayanan yang merupakan salah satu unsur dari kualitas pelayanan tergantung kepada macam sarana penyalur dan peralatan pengaman. Jaringan distribusi sebagai sarana penyalur tenaga listrik mempunyai tingkat kontinuitas tergantung kepada susunan saluran dan cara pengaturan operasinya. Tingkat kontinuitas pelayanan dari sarana penyalur disusun berdasarkan lamanya upaya menghidupkan kembali suplai setelah mengalami gangguan. Tingkatan-tingkatan tersebut antara lain[23]:

38



Tingkat 1 : dimungkinkan berjam-jam; yaitu waktu yang diperlukan untuk mencari dan memperbaiki bagian yang rusak karena gangguan.



Tingkat 2 : padam beberapa jam; yaitu waktu yang diperlukan untuk mengirim petugas ke lokasi gangguan, melokalisasi dan melakukan manipulasi untuk menghidupkan sementara kembali dari arah atau saluran yang lain.



Tingkat 3 : padam beberapa menit; manipulasi oleh petugas yang jaga di gardu atau dilakukan deteksi atau pengukuran dan pelaksanaan manipulasi jarak jauh.



Tingkat 4 : padam beberapa detik; pengamanan atau manipulasi secara otomatis.



Tingkat 5 : tanpa padam; dilengkapi instalasi cadangan terpisah dan otomatisasi penuh.

Umumnya jaringan distribusi luar kota (pedesaan) terdiri dari jenis saluran udara dengan sistem jaringan radial mempunyai kontinuitas tingkat 1, sedangkan untuk pelayanan dalam kota susunan jaringan yang dipakai adalah jenis kabel tanah dengan sistem jaringan spindel yang mempunyai kontinuitas tingkat 2. Lebih dari beberapa dekade, sistem distribusi kurang dipertimbangkan dari segi keandalan ataupun pemodelan keandalan dibandingkan sistem pembangkit. Hal ini dikarenakan sistem pembangkit memilki biaya investasi yang besar dan kegagalan pada pembangkit dapat menyebabkan dampak bencana yang sangat luas untuk kehidupan manusia dan lingkungannya. Parameter-parameter keandalan yang biasa digunakan untuk mengevaluasi sistem distribusi radial adalah angka-angka kegagalan rata-rata (λs), waktu pemadaman rata-rata (rs) dan waktu pemadaman tahunan (Us). Dapat dinyatakan sebagai berikut[23] :

𝜆s =

𝑖 λi

.......(3.6)

Us =

𝑖 𝜆iri

.......(3.7)

39

𝑈s

rs =

.......(3.8)

λs

Dimana

𝜆i = angka kegagalan rata-rata kemponen ke-i ri = waktu pemadaman rata-rata komponen ke–i Indeks keandalan yang dimaksud adalah indeks yang berorientasi pelanggan seperti System Average Interruption Frequency Index (SAIFI), System Average Interruption Duration Index (SAIDI), Customer Average Interruption Duration Index(CAIDI), Average Service Availability Index (ASAI) dan Average Service Unvailability Index (ASUI) [23, 24]. A. System Average Interruption Frequency Index (SAIFI) SAIFI adalah indeks keandalan yang merupakan jumlah dari perkalian frekuensi padam dan pelanggan padam dibagi dengan jumlah pelanggan yang dilayani. Dengan indeks ini gambaran mengenai frekuensi kegagalan rata-rata yang terjadi pada bagian-bagian dari sistem bisa dievaluasi sehingga dapat dikelompokkan sesuai dengan tingkat keandalannya. Satuannya adalah pemadaman per pelanggan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut [23, 25]: 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 𝑓𝑟𝑒𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑚 𝑑

SAIFI=

𝑝𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑖 𝜆𝑖𝑁𝑖

SAIFI=

𝑁𝑖

.......(3.9)

........(3.10)

Dimana: 𝜆i= Angka kegagalan rata-rata/frekuensi padam Ni= jumlah pelanggan yang dilayani pada titik beban i B. System Average Interruption Duration Index (SAIDI) SAIDI adalah indeks keandalan yang merupakan jumlah dari perkalian lama padam dan pelanggan padam dibagi dengan jumlah pelanggan yang dilayani. Dengan

40

indeks ini, gambaran mengenai lama pemadaman rata-rata yang diakibatkan oleh gangguan pada bagian-bagian dari sistem dapat dievaluasi. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut [23, 25]: SAIDI=

𝐽

𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑚 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑖 𝑈𝑖𝑁𝑖

SAIDI=

.......(3.11)

........(3.12)

𝑁𝑖

Dimana: Ui= Angka kegagalan rata-rata/frekuensi padam Ni= jumlah pelanggan yang dilayani pada titik beban i Contoh dari aplikasi SAIDI dan SAIFI ini akan dibahas pada pertemuan kuliah (tatap muka). 3.2 Pelaksanaan dan Pengendalian Operasi Dalam mengoperasikan suatu sistem tenaga harus dilakukan dan dikendalikan berdasarkan

rencana

operasi

yang

telah

menjadi

panduan

pokok

dalam

pelaksanaannya, seperti yang diuraikan pada bagian sebelumnya. Didalam pelaksanaannya bila terjadi hal-hal yang menyimpang dari rencana operasi, misalnya beban yang terjadi lebih tinggi daripada perkiraan beban atau terjadi gangguan unit pembangkit sehingga keluar dari rencana operasi, maka operator sistem yang berada diunit pengatur beban harus dapat mengatasi penyimpangan yang terjadi atas dasar petunjuk operasi yang baku. Pelaksanaan operasi dilakukan oleh pihak perusahaan penyedia listrik, mulai dari operasi yang dilakukan pada waktu jangka pendek, menengah maupun panjang. Seiring dengan perkembangan tehnologi maka sistem pelaksanaan operasi saat ini sudah melibatkan sistem komputerisasi, seperti sistem penyaluran daya, pengecekan gangguan dan pengoperasian pembangkit. Serta sistem operasi pada bagian-bagian lain dalam sistem ketenagalistrikan.

41

Berdasarkan dari laporan pelaksanaan operasi

maka

operator

bisa

membuat/menyusun suatu laporan sebagai bahan pertimbangan dalam peerencanaan operasi berikutnya bila dikemudian hari terjadi gangguan seperti yang dialami sebelumnya. Laporan ini harus dibuat sedetail mungkin berdasarkan keadaan/kejadian yang ada/terjadi dilapangan pada saat pelaksanaan operasi tersebut. Untuk mencegah dan meminimalisasi ketidakefektifan dalam kegiatan pelaksanaan operasi maka perlu diadakan audit operasional dalam kegiatan tersebut. Melalui audit operasional pihak manajemen perusahaan penyedia listrik dapat mengetahui pelaksanaan kegiatan operasi, masalah yang ada dalam kegiatan tersebut dan juga cara-cara untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan demikian auditor dapat memberikan informasi yang diperlukan dalam membantu para pengelolah perusahaan dalam proses pengambilan keputusan agar tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik. Seperti halnya dalam pelaksanaan operasi, sistem pengendalian operasi juga sudah berdasarkan sistem komputerisasi, seperti pengendalian unit-unit pembangkit dan sistem interkoneksi. Sehingga pelaksanaan dan pengendalian ini mudah dikontrol dan dikendalikan oleh pihak perusahaan pengelolah listrik. Tujuan dari sistem pengendalian dengan sistem komputerisasi ini adalah untuk memaksimalkan sistem pelayanan juga untuk mengefektifkan sistem kerja. Pengendalian operasi yang dilakukan dengan sistem komputerisasi saat ini sangat membantu operator dalam menjaga kontinuitas energi listrik. Terjadinya gangguan pada suatu titik dapat diselesaikan dengan mudah dan cepat. Pihak pengendali dapat secara langsung mengetahui dan menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut seperti gangguan internal karena terjadinya hubung singkat, arus lebih, drop tegangan dan ketidakstabilan frekuensi. Masalah-masalah tersebut dapat diselesaikan dan dikendalikan melalui sistem pengatur beban ataupun diunit-unit pembangkit, tergantng dimana pusat kendali tersebut berada.

42

3.3 Analisa operasi Untuk mendapatkan gambaran singkat yang menyeluruh mengenai bagaimana proses sistem tenaga listrik berlangsung maka akan dijelaskan secara singkat bagaimana proses tersebut berlangsung. Laporan hasil operasi ini akan dijadikan sebagai bahan analisa dan evaluasi operasi. Pada penjelasan sebelumnya mengindikasikan bagaimana proses operasi sistem tenaga berlangsung dengan berbagai usaha untuk mencapai kondisi operasi yang optimum, yaitu mencapai kondisi operasi dengan biaya yang murah serta memperhatikan mutu dan keadilan [11]. Walaupun pada penjelasan tersebut tidak lengkap secara keseluruhan akan tetapi sebagian dari hal-hal pokok sudah dijelaskan. Dalam prakteknya, analisa operasi ini sebaiknya ditempatkan pada bagian akhir dari sebuah operasi sistem tenaga. Hanya saja, dalam tulisan ini analisa operasi ditempatkan pada bagian ini karena merupakan bagian dari manajemen operasi sistem tenaga. Sehingga banyak hal-hal pokok yang masih akan dibahas pada bab-bab selanjutnya. 3.3.1 Proses Operasi Sistem Tenaga Listrik Secara singkat uraian mengenai proses operasi tersebut dijelaskan sebagai berikut [11]: A. Penegertian mengenai sistem tenaga listrik Sebelum dimulai operasi sistem tenaga maka dianggap perlu untuk diketahui beberapa pengertian dan istilah dalam operasi sistem tenaga. B. Perkiraan beban Bagian ini adalah merupakan manajemen operasi sistem tenaga. Ada beberapa metode perkraan beban yang diuraikan pada penjelasan sebelumnya. C. Jadwal Pemeliharaan Jadwal pemeliharaan kami uraikan pada bab sebelumnya. Jadwal pemeliharaan ini untuk setiap unit pembangkit perlu dipelihara secara rutin, disisi lain kesiapan unit pembangkit untuk beroperasi sangat diperlukan demi keandalan operasi.

43

D. Optimasi Hidro Thermis Dengan memperhatikan aspek ekonomi sebagai salahsatu tujan operasi sistem tenaga maka dianggap perlu untuk diadakan sistem optimasi antara sistem hidro dengan sistem thermis. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai pemakaian bahan bakar yang sangat minimu. Bagian ini akan dijelaskan pada bab berikutnya. E. Operasi PLTA Disebabkan karena katerbatasan waktu maka hal ini tidak dijelaskan dalam uraian tulisan ini. F. Jadwal Operasi Unit Pembangkit Pada pembahasan ini akan dijelaskan mengenai cara menentukan unit pembangkit mana yang perlu dioperasikan sesuai dengan perkiraan beban agar dicapai bahan bakar minimum. Hal ini akan dijelaskan pada bagian berikutnya. G. Pembagian Beban yang Ekonomis (Economic Load Dispatch) Setelah ditentukan unit pembangkit thermis yang beroperasi, pembagian beban, jadwal operasi harus didasari dengan perhitungan ekonominya. Hal ini akan dibahas pada bab berikutnya. H. Pengaturan Frekuensi Pengaturan frekuensi ini juga dibahas pada penjelasan sebelumnya. I. Kendala dan Gangguan Kendala-kendala yang muncul dalam sistem operasi juga telah kami bahas pada bagian sebelumnya dari tulisan ini. J. Pengamanan Sistem Berhubung karena kendala dan gangguan tidak bisa dihindari dalam operasi sistem tenaga listrik maka perlu ada alat-alat pengaman dalam sistem sebagai proteksi aik dipembangkit, jaringan transmisi dan distribusi maupun konsumen. Bagian ini kami tidak uraikan secara detail pada penjelasan sebelumnya karena keterbatasan waktu. K. Pelaksanaan dan Pnegendalian Operasi Rencana operasi seyogyanya dibuat berdasarkan dari pertimbangan-pertimbangan yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Pelaksanaan operasi harus sedapat 44

mungkin menuruti rencana operasi, akan tetapi bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka sebaiknya dikendalikan berdasarkan petunjuk baku sebagai pedoman yang sudah ditentukan. L. Pengaturan Tegangan Pengaturan tegangan dalam sistem dimaksudkan untuk menjaga kualitas dari energi listrik tersebut. Perlatan-perlatan konsumen yang digunakan dirumah atau kantor masing-masing sudah dibuat sesuai dengan standar/aturan tegangan dalam sistem tenaga listrik. Penjelasan tentang poin ini sudah dibahas pada bagian sebelumnya. M. Sarana Operasi Diperlukan sarana operasi yang memadai untuk mendukung operasi sistem tenaga yang ekonomis, handal dan berkualitas. Pada tulisan ini tidak dibahas secara mendetail karena keterbatasan waktu. 3.3.2 Laporan Operasi Untuk dapat melakukan analisa kemudian melakukan evaluasi atas operasi sistem tenaga maka perlu ada laporan mengenai operasi sistem tenaga listrik. laporanlaporan tersebut meliputi [11]: A. Data mengenai instalsi terpasang Hal ini meliputi daya terpasang unit pembangkit, daya terpasang trasnformator, panjang dan luas penampang jaringan serta data peralatan lainnya yang dianggap erat kaitannya instalasi yang dioperasikan. Dalam laporan ini perlu digambarkan penambahan dan penghapusan yang terjadi dalam periode laporan. Sehingga memberikan gambaran yang mutahir mengenai daya dan kemampuan peralatan yang terpasang dalam instalasi. B. Laporan pemeliharaan dan Perbaikan Laporan ini menggambarkan rencana dan relaisasi pekerjaan pemeliahraan serta perbaikan pada bagian instalasi khususnya unit pembangkit sehingga didapat gamabaran mengenai kesiapan instalasi secara keseluruan dalam rangka menghadapi

45

beban sistem. Dari laporan ini bisa pula dilihat apakah pekerjaan pemeliharaan isntalasi berjalan dengan tertib atau tidak. C. Laporan pembebanan instalasi Laporan ini menggambarkan perkiraan beban dan realisasi beban yang terjadi dalam sistem. Perlu dilaporkan pula beban yang tinggi misalnya diatas 80% dan beban yang rendah misalnya dibawah 20% yang terjadi pada bagian-bagian isntalasi. Laporan semacam ini diperlukan untuk mencegah terjadinya pembebanan lebih pada salah satu bagian instalasi, yaitu dengan mengadakan penambahan perlatan baru, mutasi peralatan, atau pemindahan beban selama keadaan jaringan menungkinkan. D. Laporan produksi Dalam operasi sistem tenaga listrik, meyediakan tenaga listrik yang seekonomis mungkin dengan memperhatikan mutu dan keandalan meruapakan tugas utama. Penyediaan tenaga listrik bisa didapat dari produksi pusat-pusat listrik dan dari pembelian energi listrik dari perusahaan lain. Bahkan sistem tenaga listrik diinterkoneksikan dengan sistem tenaga listrik negara tetangga. Sehingga proses ekspor dan impor energi listrik bisa terjadi. E. Laporan Mengenai Hambatan dalam Operasi Ada beberapa hambatan yang perlu dilaporkan, seperti: 

Gangguan dalam instalasi



Kerusakan dalam isntalasi



Kurang siapnya personil, khususnya dalam mengoperasikan, memelihara dan memperbaiki perlatan baru

F. Laporan Mengenai Bahan Bakar Bahan bakar merupakan bahan pokok untuk mengoperasikan sistem tenaga listrik maka hal yang menyangkut masalah bahan bakar perlu dilaporkan. Laporan mengenai bahan bakar hendaknya meliputi: 

Persediaan dalam setiap pusat listrik thermis



Jumlah pemakaian termasuk pemakaian spesifik

46

Jumlah pemakaian bahan bakar perlu dipalorkan karena hal ini menyangkut biaya yang sangat besar. G. Statistik Operasi Laporan mengenai operasi sistem tenaga dari poin A ke F sebaiknya dilaporkan dalam bentuk tahunan atau bulanan. Seperti jumlah gangguan harus dilaporkan setiap bulan karena perubahan setiap bulan cukup besar. Begitupula dengan laporan-laporan yang lainnya. H. Laporan aliran daya Laporan aliran daya menggambarkan aliran daya yang terjadi dalam bagian-bagian sistem beserta tegangannya direl-rel sistem. Laporan aliran daya ini sebaiknya dibuat untuk saat beban puncak siang dan beban puncak malam hari sehingga bisa didapat gambaran global pembebanan dalam sistem dan mengenail profil tegangan dalam sistem. dengan memperlihatkan laporan aliran daya dapat segera diketahui bagianbagian mana saja dalam sistem yang tegangannya rendah dan bagian-bagian mana saja yang mengalami pembebanan lebih sehingga dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan dan pengembangan sistem yang tepat. 3.3.3 Analisa dan Evaluasi Hasil Operasi Dalam mengoperasikan sistem tenaga maka dibutuhkan biaya yang sangat besar, olehnya hasil operasi perlu dianalisa untuk selanjutnya menentukan langkahlangkah yang tepat dalam perbaikan ataupun pengembangan sistem. Sehingga tujuan operasi sistem tenaga, ekonomi, andal dan berkualitas dapat selalu terjaga dengsn baik [11]. Seperti laporan mingguan tentang gangguan yang terjadi perlu dianalisa untuk mengetahui penyebabnya. Hal ini dilakukan untuk bisa mengambil langkah-langkah perbaikan untuk mengurangi jumlah gangguan. Begitupun halnya dengan laporan lain perlu dianalisa untuk mengambil solusi yang terbaik dalam mengambil keputusan demi untuk menjaga tujuan dari operasi sistem tenaga listrik tersebut [11].

47

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa sasaran utama dalam operasi sistem tenaga listrik adalah dengan memproduksi tenaga listrik semurah mungkin dengan tetap memperhatikan mutu dan keandalan, maka evaluasi operasi harus didasarkan atas beberapa biaya operasi sistem secara keseluruhan. Sangat tidak tepat jika biaya operasi yang dikeluarkan sangat rendah tetapi mutu dan keandalan juga rendah. Mutu dan keandalan operasi digambarkan dengan angka-angka gangguan dan laporan mengenai tegangan dalam sistem, khsususnya tegangan rendah. sehingga harus ada kesesuaian antara biaya operasi dengan mutu dan keandalan[11]. Untuk dapat melakukan evaluasi seperti yang dijelaskan maka perlu dilakkan penggabungan lapran-laporan operasi dengan laporan-laporan keuangan, misalnya laporan rugi laba dan nerasa perusahaan [11].

48

BAB IV OPTIMASI ALIRAN DAYA PADA UNIT PEMBANGKIT

Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pusat pembangkit listrik, diperlukan suatu koordinasi di dalam penjadwalan pembebanan besar daya listrik yang dibangkitkan masing-masing pusat pembangkit listrik agar didapatkan suatu pembebanan yang optimal atau yang dikenal dengan lebih ekonomis [11]. Hal ini berarti dalam pembangkitan dan penyaluran energi itu harus dilakukan secara ekonomis dan rasional. Terdapat dua pokok permasalahan yang harus dipecahkan dalam operasi ekonomis pembangkitan pada sistem tenaga listrik yaitu pengaturan unit pembangkit (unit commitment) dan penjadwalan ekonomis (economic dispatch). Unit commitment bertujuan untuk menentukan unit pembangkit yang paling optimum dioperasikan dalam menghadapi beban yang diperkirakan untuk mencapai biaya bahan bakar minimum [26]. Sedangkan economic dispatch digunakan untuk membagi beban di antara unit-unit thermal yang beroperasi agar dicapai biaya bahan bakar yang minimum [27]. 4.1 Economic Dispatch Analisis aliran daya optimal untuk meminimalkan biaya pembangkitan biasa dikenal dengan istilah Economic Dispatch (ED). Economic Dispatch adalah pembagian pembebanan pada unit-unit pembangkit yang ada dalam sistem secara optimal ekonomi pada harga beban sistem tertentu. Dengan penerapan Economic Dispatch maka akan didapatkan biaya pembangkitan yang minimum terhadap produksi daya listrik yang dibangkitkan unit-unit pembangkit pada suatu sistem kelistrikan. Solusi dari masalah Economic Dispatch telah menjadi perhatian para peneliti dengan berbagai metode baik secara determnistik maupun undeterministik. Pendekatan deterministik berdasarkan matematika teknik sedangkan pendekatan undeterministik meliputi heuristik dan teknik probabilitas. Solusi deterministik dalam

49

masalah Economic Dispatch seperti metode Lagrange, Iterasi Lamda dan Base Point. Solusi undeterministik masalah Economic Dispatch berdasarkan pendekatan heuristik seperti Particle Swarm Optimization, Hybrid Chaotic Particle Swarm Optimizer, Genetic Algorithm, Ant Colony Optimization, Metode Taguchi [28]. Penyelesaian masalah operasi ekonomis pembangkit dalam sistem tenaga listrik yaitu menentukan unit-unit pembangkit untuk mensuplai kebutuhan beban dengan biaya yang optimum dengan memperhatikan batas-batas daya yang dibangkitkan. Konfigurasi sistem yang terdiri dari N pembangkit yang dihubungkan dengan busbar untuk melayani beban listrik (PR) seperti yang ditunjukan pada gambar 1. Input untuk unit-unit pembangkit Fi mewakili biaya dari unit tersebut. Output masing-masing unit Pi yaitu daya listrik yang dibangkitkan [28].

Gambar 4.1 Konfigurasi Pembagian Beban [28] Economic Dispatch adalah pembagian pembebanan pada setiap unit pembangkit sehingga diperoleh biaya operasional tiap unit pembangkit yang ekonomis dengan menggunakan batasan equality dan inequality constrains [29]. Fungsi biaya dari tiap generator dapat diformulasikan secara matematis sebagai suatu fungsi obyektif seperti yang diberikan pada persamaan [28]: 𝑛

𝐶𝑇 =

𝐶𝑖 (𝑃𝑖 )

(4.1)

𝑖=1

50

Dengan: 𝐶𝑇

= Besarnya total biaya pada generator/pembangkit

𝐶𝑖 (𝑃𝑖 ) = Fungsi biaya input-outpur dari generator/pembangit 𝑛

= Jumlah unit generator Karakteristik

input

output

pembangkit

adalah

karakteristik

yang

menggambarkan hubungan antara input bahan bakar (liter/jam) dan output yang dihasilkan oleh pembangkit (MW). Secara umum, karakteristik input output pembangkit didekati dengan fungsi polinomial orde dua yaitu [28]: 𝐶𝑖 = 𝛼𝑖 + 𝛽𝑖 . 𝑃𝑖 + 𝛾𝑖 . 𝑃𝑖2

(4.2)

dengan : 𝐶𝑖

= Input bahan bakar pembangkit ke- i (liter/jam).

𝑃𝑖

= Output pembangkit ke- i (MW).

𝛼 𝛽𝑖 𝛾𝑖 = Konstanta input-output pembangkit ke- i . Penentuan parameter ai, bi dan ci membutuhkan data yang diperoleh dari hasil percobaan yang berhubungan dengan input bahan bakar Hi (rupiah/jam) dan output pembangkit Pi (MW). Karakteristik input output unit pembangkit dapat dinyatakan sebagai berikut [29]: 

Input dari pembangkit dinyatakan dalam :H = Mbtu/jam (energi panas yang dibutuhkan), atau C = Rp/jam (total biaya bahan bakar).



Sedangkan Output dari pembangkit dinyatakan dalam : P = MW (daya). Output setiap unit generator mempunyaibatas minimum dan maksimum

pembangkitan yang harus dipenuhi(inequality constrain) yaitu [29]: 𝑃𝑖 𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑃𝑖 ≤ 𝑃𝑖 𝑚𝑎𝑥

(4.3)

dengan

51

𝑃𝑖 𝑚𝑖𝑛 , 𝑃𝑖 𝑚𝑎𝑥 adalah output daya minimum dan maksimum generator i. Pada kesetimbangan daya, Equality constraint harus dipenuhi yaitu total daya yang dibangkitkan oleh masing-masing unit pembangkit harus sama dengan total kebutuhan beban pada sistem. Equality constraint kesetimbangan daya adalah [29]: 𝑛

𝑃𝑖 = 𝑃𝐷

(4.4)

𝑖

dengan : 𝑃𝑖 = output masing-masing generator (MW). 𝑃𝐷 = total kebutuhan beban pada sistem (MW). Dalam tulisan ini, ada dua metode yang akan dibahas dalam melakukan optimasi aliran daya untuk menghitung biaya minimal dari beberapa pembangkit dalam suatu ketenagalistrikan, yaitu Metode Lagrange dan dynamic programming 4.2 Metode Lagrange Salah satu metoda konvensional yang umum digunakan untuk menyelesaikan masalah optimisasi biaya atau economic dispatch adalah metoda Lagrange. Metode Lagrange terbagi menjadi dua yaitu losses diabaikan dan losses diperhitungkan. Dalam sistem tenaga, kerugian transmisi merupakan kehilangan daya yang harus ditanggung oleh sistem pembangkit. Jadi kerugian transmisi ini merupakan beban bagi sistem tenaga. Pendekatan yang khas pada metoda Lagrange untuk ditambahkan dalam fungsi objektif disebut dengan faktor pengali Lagrange. Persamaan faktor pengali Lagrange dituliskan pada persamaan 𝑛𝑔

ℒ = 𝐶𝑡 + 𝜆 𝑃𝐷 −

𝑃𝑖

(4.5)

𝑖=1

52

Persamaan Lagrange tersebut merupakan fungsi dari output pembangkit, keadaan optimum dapat diperoleh dari persamaan Lagrange sama dengan nol. 𝜕ℒ 𝜕𝐶𝑡 𝜕𝑃𝐷 𝜕𝑃𝑖 = +𝜆 − =0 𝜕𝑃𝑖 𝜕𝑃𝑖 𝜕𝑃𝑖 𝜕𝑃𝑖

(4.6)

𝜕𝐶𝑡 +𝜆 0−1 =0 𝜕𝑃𝑖

(4.7)

𝜕𝐶𝑡 =𝜆 𝜕𝑃𝑖

(4.8)

Kondisi operasi ekonomi adalah: 2𝑎𝑖 𝑃𝑖 + 𝛽𝑖 𝑖 = 𝜆

(4.9)

𝑛

𝑃𝑖 = 𝑃𝐷

(4.10)

𝑖=1

𝑃𝑖 𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑃𝑖 ≤ 𝑃𝑖 𝑚𝑎𝑥

(4.11)

dengan : ℒ

= Faktor pengali Lagrange

𝐶𝑡

= Total biaya pembangkitan (Rp)

𝑃𝑖

= Ouput pembangkit ke-i (MW)

𝑃𝐷

= Total kebutuhan beban pada sistem (MW)

𝛼 𝛽𝑖 𝛾𝑖

= Konstanta input pembangkit ke- i .

53

Dengan menggunakan batasan persamaan kesetimbangan daya (equality constraint) dimana total daya yang dibangkitkan oleh masing-masing unit pembangkit harus sama dengan total kebutuhan beban, seperti pada persamaan (4.94.11)). Penggunaan batasan pertidaksamaan (inequality constraint), daya output dari tiap unit harus lebih besar dari atau sama dengan daya minimum yang dibolehkan dan harus juga kurang dari atau sama dengan daya maksimum yang diperbolehkan. 4.3 Metode Dynamic Programming Richard Bellman (1940) menyatakan bahwa Dynamic Programming digunakan untuk menggambarkan proses pemecahan masalah dimana akan dicari keputusan terbaik dari keputusan-keputusan yang ada. Dynamic Programming adalah sebuah metode yang termasuk dalam teori optimasi. Dynamic Programming adalah strategi untuk membangun masalah optimal bertingkat, yaitu masalah yang dapat digambarkan dalam bentuk serangkaian tahapan (stage) yang saling mempengaruhi. Umumnya tiap tahapan mempunyai 4 (empat) variabel yang mempunyai pengaruh, baik langsung maupun tidak langsung terhadap tahapan lainnya dari sistem. Adapun empat variabel tersebut adalah sebagai berikut [7]: 1. Input untuk tahapan n, Xn, yang tergantung dari keputusan yang dibuat pada tahapan terdahulu atau tergantung dari input asal yang tetap pada sistem, dalam tugas akhir ini Xn = beban generator. 2. Set keputusan pada tahap n, Dn yang menentukan kondisi atau syarat operasi dari tahapan, dalam tugas akhir ini Dn = Cn (konsumsi bahan bakar pada generator ke n). 3. Output dari tahapan n, Xn-1 yang biasa tergantung dari input pada tahapan n dan keputusan Dn. Output berupa beban yang akan dipikul masing-masing generator. 4. Hasil dari tahapan n yang merupakan keseluruhan biaya operasi generator. Dalam Dynamic Programming tidak ada rumusan (formulasi) matematis standar.

54

Dynamic Programming lebih merupakan suatu tipe pendekatan umum untuk pemecahan masalah, dan persamaan-persamaan khusus yang akan digunakan harus dikembangkan sesuai dengan setiap situasi individual. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode Dynamic Programming adalah sebagai berikut : 1. Metode Dynamic Programming digunakan ketika masalah dapat dipecah menjadi sub masalah berulang yang lebih kecil. 2. Metode Dynamic Programming digunakan ketika solusi dapat diselesaikan secara rekursif. 3. Metode Dynamic Programming memerlukan sebuah tabel pengingat untuk menyimpan hasil perhitungan dari sub masalah yang akan digunakan untuk perhitungan solusi optimal secara keseluruhan. 4. Dengan adanya tabel pengingat, kita dapat mengimplementasikan algoritma secara rekursif.

Dynamic Programming dapat diaplikasikan apabila peningkatkan

biaya linear dan diskrit. Dalam menyelesaikan persoalan dengan Dynamic Programming,kita dapat menggunakan 2 pendekatan yaitu: a. Maju (forward atau up-down) : bergerak mulai daritahap 1, terus maju ke tahap 2, 3, .., n. Urutan variabel keputusan adalah x1, x2, ..., xn b. Mundur(backward atau bottom-up) : bergerak mulai dari tahap n, terus mundur ke tahap n-1, n-2, .., 2, 1. Urutan variabel keputusan adalah xn, xn-1, x2, x1. Secara umum ada 4 langkah yang dilakukan dalam mengembangkan algoritma Dynamic Programming: 1. Karakteristikkan struktur solusi optimal. 2. Definisikan secara rekursif nilai solusi optimal. 3. Hitung nilai solusi optimal secara maju atau mundur. 4. Konstruksi solusi optimal. Dynamic Programming telah banyak diterapkan dalam masalah-masalah bisnis dan industri. Seperti masalah-masalah scheduling produksi, pengendalian persediaan, analisa network, proyek-proyek penelitian dan pengembangan, dan 55

penjadwalan operasi unit pembangkit semuanya dapat dipecahkan dengan menggunakan programasi dinamis. Masalah-masalah ini dipecahkan dengan menggunakan prosedur-prosedur penyelesaian programasi dinamis yang berbedabeda tergantung pada sifat masalah optimisasinya. Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas penggunaan metode Dynamic Programming untuk mencari alternatif yang optimum berupa kombinasi unit pembangkit termis yang terbaik untuk melayani beban tertentu agar didapat biaya bahan bakar yang minimal. Formulasi

optimisasi

biaya

bahan bakar

dengan metode

Dynamic

Programming adalah sebagai berikut: 

Bila n = 1 maka beban sistem akan diatasi oleh satusatunya unit yang ada.



Bila n = 2 unit yang masing-masing kurva biayanya diketahui, untuk melayani beban sistem yang tertentu besarnya dapat dicari kombinasi dan dua unit yang ada agar dicapai biaya bahan bakar yang minimum. Dan sini bisa disusun kurva biaya minimum untuk dua unit dalam menghadapi berbagai nilai beban sistem.



Bila n = 3 dengan kurva biaya bahan bakar diketahui,maka dengan cara seperti diatas, kurva biaya minimum dua unit yang sudah didapat digabungkan dengan kurva biaya unit ke 3 untuk mendapatkan kurva biaya minimum dengan 3 unit dalam sistem untuk menghadapi berbagai nilai beban sistem.

Begitu seterusnya dapat dilakukan hal yang serupa untuk unit ke-4 dan seterusnya sampai dengan unit ke-n. Secara matematis hal ini dinyatakan sebagai berikut [7]: 𝐶𝑡 𝑃𝑑 = min 𝐶𝑛 𝑃𝑛 + 𝐶𝑛+1 (𝑃𝑑 − 𝑃𝑛 )

(4.12)

dimana:

56

𝐶𝑡 𝑃𝑑 = biaya total bahan bakar yang minimum dalam satuan biaya per satuan waktu (rupiah perjam) untuk n buah unit pembangkit dengan beban Pd KW. 𝐶𝑛 𝑃𝑛 = biaya bahan bakar dalam rupiah per jam untuk unit ke n dengan beban Pn KW. 𝐶𝑛+1 (𝑃𝑑 − 𝑃𝑛 ) = biaya bahan bakar yang minimum dari (n-1) unit pembangkit lainnya dengan beban (𝑃𝑑 − 𝑃𝑛 ) KW. n = 0,1,2, 3,… n. dengan batasan-batasan: 𝑃𝑛 𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑃𝑑 ≤ 𝑃𝑛 𝑚𝑎𝑥

(4.13)

𝑃𝑛 𝑚𝑖𝑛 dan 𝑃𝑛 𝑚𝑎𝑥 masing-masing adalah batas kemampuan minimum dan maksimum generator untuk memikul beban.

57

BAB V OPERASI EKONOMIS SISTEM TENAGA

5.1 Biaya Operasi Pembangkit Thermal Faktor yang mempengaruhi kurangnya biaya pada suatu sistem pembangkit listrik adalah efisiensi operasi dari sebuah generator, biaya bahan bakar, dan rugi-rugi pada jaringan transmisi. Hampir semua generator yang dioperasikan dengan biaya mahal disebabkan karena generator tersebut berada pada daerah dimana bahan bakarnya mahal. Selain itu pula, pembangkit yang letaknya jauh dari pusat beban juga tidak terlalu efisien karena rugi-rugi transmisi yang sangat besar. Dengan demikian tasiun pembangkit tersebut tidak ekonomis.. Biaya operasi dari suatu sistem pembangkit tenaga listrik merupakan biaya terbesar dalam pengoperasian suatu perusahaan pembangkit tenaga listrik. Biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan listrik untuk menghasilkan energi listrik dalam suatu sistem ditentukan oleh biaya investasi dan biaya operasi pembangkit. Biaya bahan bakar merupakan biaya operasi pembangkit yang dioperasikan pada sistem. Output pembangkit yang dihasilkan selalu diupayakan sama dengan besar kebutuhan disisi beban. Perubahan kebutuhan energi listrik disisi beban akan menimbulkan fluktuasi biaya bahan bakar, korelasi keduanya disebut input output suatu pembangkit tenaga listrik. Penyaluran daya dari pembangkit dalam suatu sistem sangat berkaitan dengan biaya produksi pembangkit listrik. Biaya yang paling besar dari pembangkit listrik adalah bahan bakar. Biayabiaya lain adalah hanya merupakan biaya operasional yang tidak terlalu significant. Biasanya biaya bahan bakar ini dihitung dalam $/h (dihitung dalam $/h BUKAN Rp/h karena nilai bahan bakar dalam $) sebagai fungsi dari besarnya daya yang dibangkitkan dalam MW. Kurva bahan bakar diasumsikan berbentuk parabola, yang didapatkan dari persmaaan [26, 30]: 𝐶𝑖 = 𝛼𝑖 + 𝛽𝑖 . 𝑃𝑖 + 𝛾𝑖 . 𝑃𝑖2

(5.1)

58

Dalam pengoperasiannya, sering terjadi pertambahan atau pengurangan biaya operasi bahan bakar disebabkan karena proses produksi atau operasi. Biaya ini disebut dengan the incremental fuel-cost. The incrmental fuel cost ini didefinisikan dengan [26, 30]:

𝑑𝐶𝑖 = 2𝛾𝑖 . 𝑃𝑖 + 𝛽𝑖 𝑑𝑃𝑖

(5.2)

dimana: 𝐶𝑖 = Biaya/cost operasi dalam $/h 𝑑𝐶𝑖 𝑑𝑃𝑖

=Biaya/cost operasi berdasarkan daya yang dihasilkan $/MWh Kurva the incremental fuel-cost menggambarkan bahwa biaya operasi itu akan

bertambah seiring dengan bertambahnya daya yang dihasilkan. Seperti yang digambarkan melalui contoh dibawah ini:

59

Plot of fuel-cost 8000

$/h

6000

4000

2000

0

0

100

200

300 400 Power, MW

500

600

700

500

600

700

Plot of incremental fuel-cost 11 10

$/MWh

9 8 7 6 5

0

100

200

300 400 Power, MW

Gambar 5.1. Kurva karakteristik biaya operasi bahan bakar 5.2 Case 1: Economic Dispatch dengan Mengabaikan Rugi-Rugi dan kapasitas Generator Persoalan economic dispatch yang sangat sederhana adalah bila rugi-rugi transmisi diabaikan. Model ini tidak memperhitungkan sistem konfigurasi pada jaringan dan impedansi pada saluran transmisi. Sehingga model ini diasumsikan bahwa dalam sistem hanya terdapat satu bus dengan beberapa pembangkit serta terhubung dengan beban, seperti yang digambarkan dibawah ini:

60

𝐶1

𝐶2

𝐶3

𝐶𝑛𝑔

𝑃1

𝑃2

𝑃3

𝑃𝑛𝑔 𝑃𝐷

Gambar 5. 2. Contoh sebuah bus yang menghubungkan jumlah generator -ng dengan beban Jika diasumsikan bahwa n generators dihubungkan dengan a bus dengan mensuplay beban 𝑃𝐷 , dengan rugi-rugi transmisi diabaikan, maka total biaya 𝐶𝑡 pada stasiun pembangkit dapat dirumuskan sebagai berikut[30]: 𝑛𝑔

𝐶𝑡 =

𝐶𝑖 𝑖=1

= 𝛼𝑖 + 𝛽𝑖 . 𝑃𝑖 + 𝛾𝑖 . 𝑃𝑖2

(5.3)

Dengan batasan bahwa: 𝑛𝑔

𝑃𝑖 = 𝑃𝐷

(5.4)

𝑖=1

Dimana: 𝐶𝑡 = Besarnya total biaya pada pembangkit. 𝐶𝑖 = Besarnya biaya pada pembangkit-i 𝑃𝑖 = Output pembangkit-i (daya nyata) 61

𝑃𝐷 = Total kebutuhan beban (daya nyata) 𝑛𝑔 = total jumlah pembangkit yang dihubung secara langsung (dispatchable generator). Sebuah metode pendekatan untuk menambah batasan kedalam fungsi objective dengan menggunakan bilangan pengali yang dikenal dengan sebutan metode Lagrange mulipliers, seperti yang dituliskan dalam persamaan berikut [26, 30]: 𝑛𝑔

ℒ = 𝐶𝑡 + 𝜆 𝑃𝐷 −

𝑃𝑖

(5.5)

𝑖=1

Sebagai persyaratan untuk mendapatkan fungsi minimum adalah dimana fungsi tersebut adalah sama dengan nol, seperti diuraikan pada kedua persamaan berikut ini: 𝜕ℒ =0 𝜕𝑃𝑖

(5.6)

𝜕ℒ =0 𝜕𝜆

(5.7)

Dengan demikian dari persamaan (5.6), diperoleh: 𝜕𝐶𝑡 + 𝜆 0−1 =0 𝜕𝑃𝑖

(5.8)

𝐶𝑡 = 𝐶1 + 𝐶2 + ⋯ + 𝐶𝑛𝑔

(5.9)

Seperti diketahui bahwa:

62

Maka: 𝜕𝐶𝑡 𝜕𝐶𝑖 = = 𝜆 𝜕𝑃𝑖 𝜕𝑃𝑖

(5.10)

Sehingga nilai optimum bisa didapatkan dari : 𝑑𝐶𝑖 = 𝜆 𝑑𝑃𝑖

(5.11)

𝛽𝑖 + 2𝛾𝑖 . 𝑃𝑖 = 𝜆

(5.12)

Dimana: i= 1,.........,ng Dari persamaan (5.12), nilai 𝑃𝑖 dapat ditentukan seperti yang diuraikan pada persamaan berikut:

𝑃𝑖 =

𝜆 − 𝛽𝑖 2𝛾𝑖

(5.13)

Dari persamaan (5.13) dapat diketahui hubungan yang diberikan sebagai persamaan koordinat sebagai fungsi 𝜆. Sehingga persamaan ini dapat diselesaikan dengan cara iterasi. Nilai 𝜆 dapat diketahui dengan mensubtitusikan nilai 𝑃𝑖 pada persamaan (5.13) kepersamaan (5.4), seperti yang digambarkan melalui persamaan berikut ini: 𝑛𝑔

𝑖=1

𝜆 − 𝛽𝑖 = 𝑃𝐷 2𝛾𝑖

(5.14)

Dengan demikian nilai 𝜆 dapat dihitung melalui:

63

𝑛𝑔 𝛽𝑖 𝑖=1 2𝛾 𝑖𝑖

𝑃𝐷 + 𝜆=

(5.15)

𝑛𝑔 1 𝑖=1 2𝛾 𝑖

Penyelesaian pengiriman daya nyata yang optimal dari pembangkit dengan mengabaikan rugi-rugi daya dapat dilakukan secara analisis. Namun demikian jika rugi-rugi daya diperhitungkan harus diselesaikan secara iterasi maka metode yang digunakan adalah dengan sistem iterasi. Sistem ini berdasarkan metode gradien seperti yang dituliskan melalui persamaan dibawah ini [30]: 𝑓 𝜆 = 𝑃𝐷

(5.16)

atau dapat dituliskan menjadi: 𝑛𝑔

𝑓 𝜆 = 𝑖=1

𝜆 − 𝛽𝑖 = 𝑃𝐷 2𝛾𝑖

(5.17)

Berdasarkan persamaan (5.17) bila ditulis dengan menggunakan deret Taylor orde ke1, maka nilai (𝜆)(𝑘) dapat diketahui [30]:

𝑓(𝜆)

(𝑘)

∆𝜆(𝑘) =

+

𝑑𝑓(𝜆) 𝑑𝜆

(𝑘)

𝑃𝐷 − 𝑓(𝜆)(𝑘) 𝑑𝑓(𝜆) 𝑑𝜆

(𝑘)

∆𝜆(𝑘) = 𝑃𝐷 (5.18)

(5.19)

64

(𝑘)

∆𝜆

=

∆𝜆(𝑘) =

∆𝜆(𝑘) =

𝑃𝐷 −

(𝑘) 𝑛𝑔 𝑖=1 𝑃𝑖 (𝑘)

𝑑𝑓(𝜆) 𝑑𝜆 ∆𝑃(𝑘)

(𝑘)

(5.21)

(𝑘)

(5.22)

𝑑𝑓(𝜆) 𝑑𝜆 ∆𝑃(𝑘) 𝑑𝑃𝑖 𝑑𝜆

(5.20)

∆𝑃(𝑘) 1 2𝛾𝑖

(5.23)

𝜆(𝑘+1) = 𝜆(𝑘) + ∆𝜆(𝑘)

(5.24)

∆𝜆(𝑘) =

Sehingga:

dan 𝑛𝑔

∆𝑃

(𝑘)

𝑃𝑖 (𝑘)

= 𝑃𝐷 −

(5.25)

𝑖=1

Proses iterasi ini akan berlanjut terus hingga nilai ∆𝑃(𝑘) lebih kecil dari nilai itersi yang sudah ditentukan. Seperti biasa untuk iterasi pertama dengan menggunakan nilai 1 = 𝜆1 . Kemudian dilanjutkan keproses iterasi berikutnya, seperti penjelasan berikut ini: 1. Diasumsikan bahwa iterasi pertama adalah 1, disebut dengan 𝜆1 65

2. Gunakan persamaan:

(1)

𝑃𝑖

=

𝜆(1) − 𝛽𝑖 2𝛾𝑖

(5.26)

Untuk menghitung total daya pada iterasi pertama 3. Perhatikan, jika besarnya daya sebanding dengan dengan beban atau lebih kecil dari nilai akurasi yang sudah ditetapkan maka nilai optimasi sudah diperoleh. Jika tidak maka proses iterasi berikutnya harus dilakukan. Untuk menentukan besarnya perbedaan daya dengan beban digunakan persamaan (5.25) 4. Jika proses ini dilanjutkan, maka hitung kembali nilai

(1)

∆𝜆

∆𝑃(1) = 1 2𝛾𝑖

(5.27)

kemudian proses iterasi kedua dilanjutkan dengan: 𝜆(2) = 𝜆(1) + ∆𝜆(1)

(5.28)

Proses ini berlanjut smapai 3 kali sampai dengan nilai convergence tercapai. Contoh Soal: 1. Biaya bahan bakar untuk tiga unit pembangkit diberikan dengan persamaan: 𝐶1 = 500 + 5.3 𝑃1 + 0.004𝑃12 𝐶2 = 400 + 5.5 𝑃1 + 0.006𝑃22 𝐶3 = 200 + 5.8 𝑃1 + 0.009𝑃32 Total beban adalah 𝑃𝐷 = 800 MW; Rugi-rugi transmisi dan kapasitas daya generator diabaikan. Tentukanlah optimal dispatch and total biaya dalam $/h. a. Dengan metode analisa Lagrange b. Gambarkan grafiknya

66

c. Dengan metode iterasi Penyelesaian: a. Dari persamaan (5.15) diatas bahwa nilai 𝜆 dapat diketahui:

𝜆=

5.3 5.5 5.8 800 + 0.008 + 0.012 + 0.018 1 1 1 + + 0.008 0.012 0.018

𝜆=

800 + 1443.0555 263.8889

𝜆 = 8.5 $/MW -Jam Subtitusikan harga 𝜆 diatas kepersamaan (5.13) sehingga dapat dihitung daya optimal sebagai berikut: 𝑃1 =

8.5 − 5.3 = 400 MW 2(0.004)

𝑃2 =

8.5 − 5.5 = 250 MW 2(0.006)

𝑃3 =

8.5 − 5.8 = 150 MW 2(0.009)

b. Cara menggambar grafik akan dibahas langsung pada sesi pertemuan kuliah, program yang akan dipakai untuk menggambar adalah MATLAB c.

Penyelesaian dengan menggunakan metode iterasi maka harga 𝜆 harus

diasumsikan terlebih dahulu, dalam hal ini nilai 𝜆 = 6.0 $/MW-jam. Dengan menggunakan persamaan (5.13) maka dapat diperoleh nilai: (1)

𝑃1

=

6 − 5.3 = 87.5000 MW 2(0.004)

67

(1)

=

6 − 5.5 = 41.6667 MW 2(0.006)

(1)

=

6 − 5.8 = 11.1111 MW 2(0.009)

𝑃2

𝑃3

Dengan nilai 𝑃𝐷 = 800 MW, maka dari persamaan (5.23) dan (5.25) didapatkan nilai: ∆𝑃(1) = 800 − 87.5 + 41.6667 + 11.1111 = 659.7222 MW

∆𝜆(1) =

659.7222 1 1 1 + 2(0.004) 2 0.006 2(0.009)

∆𝜆(1) =

659.7222 263.8888

∆𝜆(1) = 2.5 $/MW-jam Sehingga nilai 𝜆 baru adalah 6+2.5 $/MW-jam = 8.5 $/MW-jam Proses selanjutnya, iterasi kedua ditentukan dengan: (2)

=

8.5 − 5.3 = 400 MW 2(0.004)

(2)

=

8.5 − 5.5 = 250 MW 2(0.006)

(2)

=

8.5 − 5.8 = 150 MW 2(0.009)

𝑃1

𝑃2

𝑃3 Dengan nilai

∆𝑃(2) = 800 − 400 + 250 + 150 = 0 MW

68

Jadi daya optimal yang dikirim dari masing-masing stasiun pembangkit dan biaya tambahan adalah: 𝑃1 = 400 MW 𝑃2 = 250 MW 𝑃3 = 150 MW 𝜆 = 8.5 $/MW-jam

Biaya total bahan bakar didapat dari persamaan (5.3) adalah: 𝑪𝒕 = 500 + 5.3 400 + 0.004(400)2 + 400 + 5.5 250 + 0.006(250)2 + 200 + 5.8 150 + 0.009(150)2 = 6682.5 $/jam

Untuk lebih memudahkan dalam menghitung maka akan digunakan Matlab yang akan dibahas langsung pada saat tatap muka. 5.3 Case 2: Economic Dispatch dengan Mengabaikan Rugi-Rugi dan Menghitung kapasitas Generator Untuk stabilitas sistem, idealnya keluaran daya dari generator seharusnya tidak melebihi keperluan operasi sehingga daya dari generator tersebut berada pada batas minimum dan maximum. Namun masalahnya adalah bagaimana memperoleh hasil daya nyata untuk setiap statiun pembangkit yang optimal? Sehingga fungsi objectif misalnya biaya produksi total seperti yang didefinisikan pada persamaan (5.3) diatas sesuai dengan batasan yang diberikan oleh persamaan (5.4) dan ketentuan seperti yang dituliskan dalam persamaan berikut [30]: 𝑃𝑖 (𝑚𝑖𝑛 ) ≤ 𝑃𝑖 ≤ 𝑃𝑖 (𝑚𝑎𝑥 )

(5.29)

69

Dimana: 𝑃𝑖 (𝑚𝑖𝑛 ) = Kapasitas daya nyata minimum pembangkit-i 𝑃𝑖 (𝑚𝑖𝑛 ) = Kapasitas daya nyata maximum pembangkit-i i

= 1,....,ng Syarat Kuhn-Tucker melengkapi syarat Langrangian untuk mengikuti

ketentuan ketidaksamaan. Syarat-syarat untuk pengiriman daya nyata yang optimal dari pembangkit dengan mengabaikan rugi-rugi daya adalah sebagai berikut [30]: 𝑑𝐶𝑖 = 𝜆 𝑑𝑃𝑖

Untuk 𝑃𝑖 (𝑚𝑖𝑛 ) ≤ 𝑃𝑖 ≤ 𝑃𝑖 (𝑚𝑎𝑥 )

(5.30)

𝑑𝐶𝑖 ≤ 𝜆 𝑑𝑃𝑖

Untuk 𝑃𝑖 = 𝑃𝑖 (𝑚𝑎𝑥 )

(5.31)

𝑑𝐶𝑖 ≥ 𝜆 𝑑𝑃𝑖

Untuk 𝑃𝑖 = 𝑃𝑖 (𝑚𝑖𝑛 )

(5.32)

Cara perhitungan numeriknya sama dengan sebelumnya. Untuk menghitung nilai lamda dan daya pada masing-masing pembangkit. Jika daya berada diluar batasan maka disebut dengan istilah pegged. Sehingga generator tidak bisa lagi berpartisipasi dalam proses optimasi. Untuk lebih jelasnya akan diberikan melalui contoh soal-soal dibawah ini:

Contoh soal: 2. Tentukan optimal dispatch dan total biaya dalam $/h untuk masing-masing pembangkit seperti contoh 1 diatas dengan total beban 975 MW dengan kapasitas generator sebagai berikut: 200≤ 𝑃𝑖 ≤ 450

70

150≤ 𝑃𝑖 ≤ 350 100≤ 𝑃𝑖 ≤ 225 Dengan asumsi bahwa nilai 𝜆(1) = 6 Pembahasan soal-soal ini akan disampaikan pada sesi pertemuan kuliah. 5.4 Case 3: Economic Dispatch tanpa Mengabaikan Rugi-Rugi Dalam menghitung optimasi economic dispatch, rugi-rugi transmisi dapat diabaikan jika pembangit/generator dan beban berada pada jarak lokasi yang tidak jauh. Akibatnya biaya operasi pembangkit itu sama dengan incremental cost. Dalam hal ini dianggap bahwa tidak ada penambahan biaya/pengurangan baiaya untuk operasi. Namun demikian untuk sistem operasi tenaga yang besar, dimana jarak antara pembangkit dengan beban sangat jauh maka rugi-rugi transmisi sangat besar. Sehingga rugi-rugi transmisi menjadi salahsatu faktor utama yang memberikan dampak/akibat dalam melakukan optimasi economic dispatch. Secara praktek, akibat dari rugi-rugi transmisi maka total rugi-rugi transmisi dapat didefinisikan sebagai fungsi kuadrat dari besarnya keluaran daya generator. Seperti yang digambarkan melalui persamaan berikut[30]: 𝑛𝑔 𝑛𝑔

𝑃𝐿 =

𝑛𝑔

𝑃𝑖 𝐵𝑖𝑗 𝑃𝑗 + 𝑖=1 𝑗 =1

𝐵0𝑖 + 𝑃𝑖 + 𝐵00

(5.33)

𝑖=1

𝐵𝑖𝑗 =Loss keefisient (diasumsikan konstant) Pengiriman daya nyata yang optimal dari pembangkit bertujuan untuk memperkecil biaya pembangkit secara keseluruhan, dimana fungsi biaya keseluruhan dari pembangkit adalah seperti persamaan berikut ini [30]: 𝑛𝑔

𝐶𝑡 =

𝐶𝑖

(5.34)

𝑖=1

= 𝛼𝑖 + 𝛽𝑖 . 𝑃𝑖 + 𝛾𝑖 . 𝑃𝑖2

(5.35)

71

Seperti diketahui bahwa keluaran daya dari pembangkit diperleh dari persamaan jumlah total beban dan rugi-rugi daya seperti yang dijelaskan melalui persamaan berikut ini [30]: 𝑛𝑔

𝑃𝑖 = 𝑃𝐷 + 𝑃𝐿

(5.36)

𝑖=1

Dimana: 𝑃𝑖 (𝑚𝑖𝑛 ) ≤ 𝑃𝑖 ≤ 𝑃𝑖 (𝑚𝑎𝑥 )

(5.37)

𝑃𝑖 (𝑚𝑖𝑛 ) = Daya nyata minimum 𝑃𝑖 (𝑚𝑎𝑥 ) = Daya nyata maximum Dengan menggunakan metode Lagrange Multiplier dan menambahkan beberapa parameter lainnya, maka didapatkan persamaan sebagai berikut [30]:

𝑛𝑔

ℒ = 𝐶𝑡 + 𝜆 𝑃𝐷 + 𝑃𝐿 −

𝑛𝑔

𝑃𝑖 𝑖=1

+

𝜇𝑖(𝑚𝑎𝑥 ) 𝑃𝑖 − 𝑃𝑖(𝑚𝑎𝑥 ) 𝑖=1

𝑛𝑔

+

𝜇𝑖(𝑚𝑖𝑛 ) 𝑃𝑖 − 𝑃𝑖(𝑚𝑖𝑛 )

(5.38)

𝑖=1

Dengan 𝜇𝑖(𝑚𝑎𝑥 ) =0 jika 𝑃𝑖 < 𝑃𝑖 (𝑚𝑎𝑥 ) dan 𝜇𝑖(𝑚𝑖𝑛 ) =0 jika 𝑃𝑖 > 𝑃𝑖 (𝑚𝑖𝑛 ) .

Fungsi minimum dapat diperoleh jika variable-variabel tersebut sama dengan nol, seperti persamaan berikut ini [30]:

72

𝜕ℒ =0 𝜕𝑃𝑖

(5.39)

𝜕ℒ =0 𝜕𝜆

(5.40)

𝜕ℒ

= 𝑃𝑖 − 𝑃𝑖 (𝑚𝑎𝑥 ) = 0

(5.41)

𝜕ℒ = 𝑃𝑖 − 𝑃𝑖 (𝑚𝑖𝑛 ) = 0 𝜕𝜇𝑖(𝑚𝑖𝑛 )

(5.42)

𝜕𝜇𝑖(𝑚𝑎𝑥 )

Persamaan (5.41) dan (5.42) mengindikasikan bahwa 𝑃𝑖 tidak boleh melebihi ketentuan dari batasan minimum dan maximum, dan jika 𝑃𝑖

berada pada batasan

dimana 𝜕𝜇𝑖(𝑚𝑎𝑥 ) = 𝜕𝜇𝑖(𝑚𝑖𝑛 ) = 0. Maka fungsi the Kuhn-Tucker menjadi seperti fungsi Langrangian seperti yang dijelaskan pada materi sebelumnya [26, 30]. 𝜕𝐶𝑡 𝜕𝑃𝐿 +𝜆 0+ −1 =0 𝜕𝑃𝑖 𝜕𝑃𝑖

(5.43)

𝐶𝑡 = 𝐶1 + 𝐶2 + ⋯ + 𝐶𝑛𝑔

5.44

dengan

Maka 𝜕𝐶𝑡 𝜕𝐶𝑖 = 𝜕𝑃𝑖 𝜕𝑃𝑖

(5.45)

Sehingga untuk kondisi pengiriman optimum didapatkan suatu persamaan sebagai berikut: 73

𝜕𝐶𝑖 𝜕𝑃𝐿 +𝜆 =𝜆 𝜕𝑃𝑖 𝜕𝑃𝑖

(5.46)

Dimana i= 1,2,3....,ng

Bentuk persamaan

𝜕𝑃𝐿 𝜕𝑃𝑖

disebut dengan istilah incremental transmission loss (kenaikan

rugi-rugi daya pada saluran transmisi). Kondisi kedua diberikan pada persamaan (5.40) dengan [30]: 𝑛𝑔

𝑃𝑖 = 𝑃𝐷 + 𝑃𝐿

(5.47)

𝑖=1

Persamaan tersebut (5.47) merupakan persamaan pembatas untuk pembebanan Persamaan (5.46) dapat disusun kembali menjadi satu persamaan berikut:

1 𝑑𝐶𝑖 =𝜆 𝜕𝑃𝐿 𝑑𝑃𝑖 1− 𝜕𝑃𝑖

(5.48)

atau 𝐿𝑖

𝑑𝐶𝑖 =𝜆 𝑑𝑃𝑖

(5.49)

dimana i= 1,2,3....,ng Dengan 𝐿𝑖 adalah disebut dengan penalty faktor dari pembangkit-i yang dapat dituliskan dalam bentuk persamaan [30]:

74

𝐿𝑖 =

1 𝜕𝑃 1− 𝐿 𝜕𝑃𝑖

(5.50)

Dengan demikian dampak dari rugi-rugi transmisi adalah penalty pactor yang nilainya tergantung dari lokasi pembangkit. Persamaan (5.49) menunjukkan biaya minimum yang didapatkan ketika incremental cost setiap pembangkit dikalikan dengan penalty faktor adalah sama dengan semua pembangkit. Biaya untuk the incremental cost seperti yang dgambarkan pada persamaan (5.2) dan biaya the incremental transmission loss dari persamaan (5.33), diberikan persamaan [30]:

𝜕𝑃𝐿 =2 𝜕𝑃𝑖

𝑛𝑔

𝐵𝑖𝑗 𝑃𝑗 + 𝐵𝑜𝑖

(5.51)

𝑗 =1

Dari persamaan (5.51) disubtitusikan ke persamaan (5.46) dan menghasilkan suatu persamaan:

𝜕𝐶𝑖 + 2𝜆 𝜕𝑃𝑖

𝑛𝑔

𝐵𝑖𝑗 𝑃𝑗 + 𝐵𝑜𝑖 𝜆 = 𝜆

(5.46)

𝑗 =1

Kemudian bila dari persamaan (5.46) diatas disubtitusikan kepersamaan (5.2) akan menghasilkan persamaan: 𝑛𝑔

𝛽𝑖 + 2𝛾𝑖 𝑃𝑖 + 2𝜆

𝐵𝑖𝑗 𝑃𝑗 + 𝐵𝑜𝑖 𝜆 = 𝜆

(5.47)

𝑗 =1

atau

75

𝛾𝑖 + 𝐵𝑖𝑖 𝑃𝑖 + 𝜆

𝑛𝑔

𝐵𝑖𝑗 𝑃𝑗 = 𝑗 =1

1 𝛽𝑖 1 − 𝐵𝑜𝑖 − 2 𝜆

(5.48)

Pengembangan persamaan (5.48) diatas untuk semua pembangkit menghasilkan persamaan-persamaan linear dalam bentuk matriksnya, yaitu sebagai berikut: 𝛾1 𝜆

+ 𝐵11 𝐵21

𝐵12



𝐵1𝑛 𝑔

𝛾2



𝐵2𝑛 𝑔 ⋮ + 𝐵𝑛 𝑔 𝑛 𝑔

+ 𝐵22

𝜆



⋱ …

⋮ 𝐵𝑛 𝑔 2

𝐵𝑛 𝑔 1

𝛾𝑛 𝑔 𝜆

1 − 𝐵𝑜1 𝑃1 𝑃2 1 − 𝐵𝑜1 ⋮ = ⋮ 𝑃𝑛 𝑔 1 − 𝐵𝑜1



𝛽𝑖 𝜆 𝛽𝑖

−𝜆 ⋮ 𝛽 − 𝜆𝑖

(5.49)

atau dalam bentuk: 𝐸𝑃 = 𝐷

(5.50)

Pengiriman daya nyata optimal dari pembangkit dimana harga 𝜆 didapat dari hasil perhitungan dengan harga estimasi awal ditentukan, sehingga persamaan linear berganda yang diberikan pada persamaan (5.50) dapat diselesaikan. Proses perhitungan ini dilanjutkan dengan menggunakan metode gradien. Harga 𝑃𝑖 pada persamaan (5.49) dapat dicari secara iterasi seperti berikut ini [30]:

𝑃𝑖

(𝑘)

=

𝜆 𝑘 1 − 𝐵𝑜𝑖 − 𝛽𝑖 − 2𝜆(𝑘)

Subtitusikan harga 𝑃𝑖

𝑗 ≠1 𝐵𝑖𝑗

𝑃𝑗

(𝑘)

(5.50)

2 𝛾𝑖 + 𝜆(𝑘) 𝐵𝑖𝑖

pada persamaan (5.50) ke persamaan (5.47) akan

menghasilkan: 𝑛𝑔

𝑖=1

𝜆 𝑘 1 − 𝐵𝑜𝑖 − 𝛽𝑖 − 2𝜆(𝑘) 2 𝛾𝑖 + 𝜆(𝑘) 𝐵𝑖𝑖

𝑗 ≠1 𝐵𝑖𝑗

𝑃𝑗

(𝑘) (𝑘)

= 𝑃𝐷 + 𝑃𝐿

(5.51)

atau

76

(𝑘)

𝑓(𝜆)(𝑘) = 𝑃𝐷 + 𝑃𝐿

(5.52)

Bila persamaan (5.52) dikembangkan dengan deret Taylor pada titik operasi 𝜆 𝑘 dengan mengabaikan bentuk orde yang lebih tinggi maka akan menghasilkan [30]:

𝑓(𝜆)

(𝑘)

𝑑𝑓(𝜆) + 𝑑𝜆

(𝑘)

(𝑘)

∆𝜆(𝑘) = 𝑃𝐷 + 𝑃𝐿

(5.53)

atau: (𝜆)(𝑘) =

∆𝑃(𝑘) (𝑘)

(5.54)

(𝑘)

(5.55)

𝑑𝑓(𝜆) 𝑑𝜆

(𝜆)(𝑘) =

∆𝑃(𝑘) 𝑑𝑃𝑖 𝑑𝜆

Dengan 𝑛𝑔

𝑖=1

𝜕𝑃𝑖 𝜕𝜆

(𝑘)

𝑛𝑔

=

𝛾𝑖 1 − 𝐵𝑜𝑖 + 𝐵𝑖𝑖 𝛽𝑖 − 2𝛾𝑖

𝑖=1

2 𝛾𝑖 + 𝜆(𝑘) 𝐵𝑖𝑖

𝑗 ≠1 𝐵𝑖𝑗 2

𝑃𝑗

(𝑘)

(5.56)

Sehingga 𝜆(𝑘+1) = 𝜆(𝑘) + ∆𝜆(𝑘)

(5.57)

dan

77

𝑛𝑔 (𝑘)

∆𝑃(𝑘) = 𝑃𝐷 + 𝑃𝐿

(𝑘)



𝑃𝑖

(5.58)

𝑖=1

Pada persamaan (5.58) diatas dapat dicapai jika ∆𝑃(𝑘) lebih kecil dari suatu ketelitian yang telah ditentukan sedangkan rugi-rugi daya dinyatakan seperti berikut [30]: 𝑛𝑔

𝐵𝑖𝑖 𝑃𝑖2

𝑃𝐿 =

(5.59)

𝑖=1

Dengan menggunakan 𝐵𝑖𝑗 = 0 dan 𝐵00 = 0, maka penyelesaian persamaan (5.50) adalah:

(𝑘)

𝑃𝑖

=

𝜆(𝑘) − 𝛽𝑖 2(𝛾𝑖 + 𝜆 𝑘 𝐵𝑖𝑖 )2

(5.60)

Akhirnya persamaan (5.56) menjadi [30]: 𝑛𝑔

𝑖=1

𝜕𝑃𝑖 𝜕𝜆

(𝑘)

𝑛𝑔

= 𝑖=1

𝛾𝑖 + 𝐵𝑖𝑖 𝛽𝑖 2(𝛾𝑖 + 𝜆 𝑘 𝐵𝑖𝑖 )2

(5.61)

Contoh Soal: 3 Biaya bahan bakar dalam satuan $/jam untuk tiga stasiun pembangkit thermal diberikan: 𝐶1 = 200 + 7.0 𝑃1 + 0.008𝑃12 𝐶2 = 180 + 6.3 𝑃2 + 0.009𝑃22

78

𝐶3 = 140 + 6.8 𝑃3 + 0.008𝑃32 Dengan 𝑃1 𝑃2 dan 𝑃3 adalah dalam satuan MW, keluaran masing-masing pembangkit dengan batasan sebagai berikut: 10 MW≤ 𝑃𝑖 ≤ 85 MW 10 MW≤ 𝑃𝑖 ≤ 80 MW 10 MW≤ 𝑃𝑖 ≤ 70 MW Dalam kasus ini rugi-rugi daya nyata diasumsikan dengan: 2 2 2 𝑃𝐿((𝑝𝑢 ) = 0.0218𝑃1(𝑝𝑢 ) + 0.0228𝑃2(𝑝𝑢 ) + 0.0218𝑃3(𝑝𝑢 )

Dimana koefisien rugi-rugi daya dispesifikasikan dalam satuan per unit dengan dasar/base 100 MVA. Tentukan pengiriman daya optimal dari masing-masing generator sedangkan total beban 150 MW.

Penyelesaian soal ini akan dibahas pada sesi pertemuan kuliah.

79

BAB VI JADWAL OPERASI UNIT PEMBANGKIT

6.1 Jadwal Operasi Unit Pembangkit Dari perhitungan dengan menggunakan program optimasi didapat jalur pembagian beban yang optimum antara satu subsistem dengan subsistem yang lain [11]. Jalur beban yang optimum bagi subsistem Termis harus diikuti oleh unit-unit pembangkit Termis. Dalam mengikuti jalur beban ini perlu dicari kombinasi unit-unit pembangkit Termis yang beroperasi agar dicapai hasil operasi yang optimum, yang menghasilkan biaya bahan bakar minimum. Konsekuensinya adalah bahwa akan ada unit Termis yang perlu distop dan distart kembali dalamperiode optimasi. Untuk unit PLTU, proses start-stop bukanlah soal yang sederhana, dalam proses tersebut terdapat sejumlah kalori yang hilang pada saat unit di-stop sehingga unit menjadi dingin dan perlu dipanaskan agi pada waktu start. Apabila dikehendaki waktu start pendek maka hrus dilakukan pemanasan terus pada unit PLTU, hal ini tentu saja memerlukan bahan bakar yang harus diperhitungkan [11]. Start dan stop unit pembangkit khususnya Unit Termis, sesungguhnya menambah keausan unit pembangkit yang bersangkutan, karena pada proses startstop terjadi perubahan suhu yang menyebabkan pemuaian dan perekrutan berbagai bagian. Untuk unit PLTG ada rumus praktis yang berasal dari perusahaan General Electric Amerika Serikat sebagai yang dinyatakan oleh persamaan (5.1). Untuk unit pembangkit lainnya penulis belum bisa menyajikan suatu gambaran eksak maupun empiris mengenai hubungan tersebut di atas[11]. Gambar 6.1 menunjukkan beban sistem untuk selang waktu tertentu sebelum dan sesudah beban puncak yang terjadi pada jam 19.00. Daya tersedia yang berputar (yang telah sinkron dalam sistem) dapat diubah-ubah mengikuti kebutuhan beban dan ini dapat dilakukan dengan memberhentikan dan menstart dan men-stop beberapa pembangkit sebelum dan sesudah beban puncak. Namun perlu diingat bahwa

80

menstart dan menstop unit PLTU memerlukan biaya seperti terihat pada gambar 6.2 dibawah ini [11]:

Gambar 6.1 Kurva hubungan antara beban sistem dengan waktu

81

Gambar 6.2 Kurva hubungan antara biaya start dengan waktu

Dari gambar 6.2 terlihat bahwa makin lama sebuah unit PLTU diberhentikan makin besar biaya startnya, karena unit tersebut telah menjadi dingin dan diperlukan biaya pemanasan kembali sebelum unit tersebut dapat menghasilkan daya. Tergantung kepada karakteristik beban sistem maka penentuan unit yang harus distop dan di-start dapat dipilih sehingga didapat pilihan yang optimum dalam arti mendapatkan biaya operasi minimum. Sering kali penyelesaiannya adalah bahwa pada unit pembangkit yang harus di start dan di stop setiap hari dan ada yang harus distart dan distop setiap minggu. Untuk unit PLTG start dan stop memberikan konsekwensi biaya yang lain daripada unit PLTU karena pada PLTG hal ini lebih mengenal keausan unit sedangkan pada PLTU lebih menyangkut kalori yang hilang. Pada PLTG sebuah unit perlu di inspeksi setelah mengalami 300 start atau setelah menjalani sejumlah jam operasi tertentu yang tergantung pada mode of operation unit

82

PLTG yang bersangkutan. Rumus praktis yang biasa dipakai untuk menentukan time between combustion inspection unit PLTG adalah [11]: F x S x (6X + 3Y +Z) = 7500 + 10%

(6.1)

Dimana : F adalah Fuel Factor yang besarnuya tergantung kepada bahan bakar yang dipakai. F = 1,0 untuk bahan bakar gas alam. = 1,4 untuk HSD = 3,0 untuk MFO S adalah start factor yang besarnya terganutng kepad sekali berapa jam unit PLTG di start, besarnya adalah sebagai berikut :

Start/Waktu/Jam

1/1

1/3

1/5

1/10

1/20

1/100

1/500

1/1000

S=Start Factor

2.6

2.13

1.80

1.28

1.15

1.0

1.9

0.85

Apabila biaya overhaul atau inspection diketahui maka dapat dihitung berapa konsekwensi biaya yang terlibat untuk menstart dan menstop unit PLTH. Dari rumus diatas terlihat bahwa makin sering start dan stop dilakukan makin besar biaya pemeliharaan karena unit PLTG harus lebih sering di overhaul atau di inspeksi, walaupun biaya bahan bakar dapat dihemat. Program Unit Commitment bertujuan untuk mencari jadwal unit pembangkit yang harus di start dan di stop untuk periode waktu tertentu misalnya untuk satu minggu yang akan datang agar di dapat biaya operasi yang minimal [11]. 6.2 Menghitung jadwal Operasi Unit pembangkit Dynamic Programming merupakan suatu metode untuk mencari pilihan yang optimum diantara beberapa alternatif yang bisa ditempuh. Jika dalam sistem terdapat n unit pembangkit termis yang siap operasi dan n unit ini akan dioperasikan menurut jalur subsistem yang telah dihitung, biaya start-stop unit pembangkit termis untuk

83

sementara tidak diperhitungkan dulu, maka formulasi optimasi biaya bahan bakar dengan metoda Dynamic Programming adalah sebagai berikut [11]: 

Jika ada dua unit yang masing-masing kurva biayanya diketahui, untuk melayani beban sistem tertentu besarnya dapat dicari kombinasi dari dua unit yang ada agar dicapai biaya bahan bakar yang minimum. Dari sini bisa disusun kurva biaya minimum untuk dua unit dalam menghadapi berbagai nilai beban sistem.



Bila ada unit ke 3 dengn kurva biaya bahan bakar diketahui, maka dengan cara seperti tersebut di atas, kurva biaya minimum dua unit yang sudah didpat digabungkan dengan kurva biaya unit ke 3 untukmendapatkan kurva biaya minimum dengan 3 unit dalam sistem untuk menghadapi berbagai nilai beban sistem.begitu seterusnya dapat dilakukan hal yang serupa untuk unit ke 4 dan seterusnya sampai dengan unit ke n.

Secara matematis hal ini dinyatakan sebagai berikut [11]: 𝐹𝑛 𝑥 = 𝑀𝑖𝑛 {𝐺𝑛 𝑦 + 𝐹𝑛 −1 𝑥 − 𝑦

(6.2)

Dimana : 𝐹𝑛 𝑥

= biaya bahan bakar yang minimum dalam satuan biaya per satuan

waktu (rupiah perjam) untuk n buah unit pembangkit dengan beban X MW. 𝐺𝑛 𝑦

= biaya bahan bakar dalam rupiah per jam untuk unit ke n dengan

bebas Y MW. 𝐹𝑛−1 𝑥 − 𝑦

= biaya bahan bakar yang minimum dari (n-1) unit pembangkit lainnya

dengan beban (X-Y) MW.

Dengan batasan-batasan [11]: 𝑌𝑛 𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑌 ≤ 𝑌𝑛 𝑚𝑎𝑥

(6.3)

𝑋𝑛−1 𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑋 − 𝑌 ≤ 𝑋𝑛−1 𝑚𝑎𝑥

(6.4)

84

Dimana : 𝑌𝑛 𝑚𝑖𝑛 dan 𝑌𝑛 𝑚𝑎𝑥

masing-masing adalah batas minimum batas maksimum

daribeban unit ke n. 𝑋𝑛−1 𝑚𝑖𝑛

dan

𝑋𝑛−1 𝑚𝑎𝑥

masing-masing adalah batas minimum dan batas

maksimumdari beban (n-1) unit pembangkit yang lain. Untuk bisa menyelesaikan persamaan (5.2) perlu diketahui kurva biaya bahan bakar masing-masing unit pembangkit. Kurva biaya bahan bakar setiap unit pembangkit dinyatakan oleh persamaan [11]: 𝐺𝑛 𝑌 = 𝑎𝑃2 + 𝑏𝑃2 + 𝐶

(6.5)

Dimana a, b dan c merupakan konstanta-konstanta. Dengan menggunakan persamaan (5.2) maka biaya bahan bakar setiap unit pembangkit untuk beban tertentu Y MW dapat dihitung. Dengan menggunakan kurva biaya tersebut di atas dilakukan langkahlangkah perhitungan sebagai berikut [11]: 1. Dimulai dengan n = 1, yaitu apabila unit pembangkit berjumlah satu buah. Tidak ada pilihan lain maka beban sistem hanya dapat dilayani oleh satu-satunya unit pembangkit yang ada, sehingga biaya minimum dapat ditulis sebagai : 𝐹1 𝑥 = 𝐺1 𝑥

(6.6)

Dengan 𝑋1 𝑚𝑖𝑛 < 𝑋 < 𝑋1 𝑚𝑎𝑥

(6.7)

Dimana 𝑋1 𝑚𝑖𝑛 dan 𝑋1 𝑚𝑎𝑥 masing-masing adalah batas beban minimum dan batas beban maksimum dan satu-satunya unit pembangkit yang ada. 2. Kemudian diteruskan dengan n = 2. 𝐹2 𝑥 = 𝑀𝑖𝑛 𝐺2 𝑦 + 𝐹1 𝑥 − 𝑦

(6.8)

Persamaan (5.8) diatas dipecahkan dengan urutan sebagai berikut :

85

a. Dipilih beban sistem X mulai dan nilai yang sekecil mungkin. Bagilah beban 𝑥 untuk unit pembangkit ke 1 sebesar

𝑥−𝑦

MW dan untuk unit-unit

pembangkit ke 2 sebesar Y MW. Ubah-ubahlah nilai Y sehingga didapat nilai 𝐹2 𝑥

pada persamaan (5.9) yang minimum. Setelah nilai minimum ini

ditemukan catatlah nilai 𝑥 − 𝑦 dan Y masing-masing sebagai beban unit ke 1 dan unit ke 2 untuk menghadapi beban sistem sebesar 𝑥 MW yang memberikan biaya bahan bakar minimum. b. Pilihlah beban sistem 𝑥 yang lebih besar dan ulangilah porses perhitungan tersebut dalam butir 2.a. c. Dengan melakukan proses perhitungan seperti tersebut dalam butir 2.a. dan 2.b. akhirnya persamaan (5.8) dapat dipecahkan, artinya komposisi beban unit 1 dan unit 2 yang menghasilkan biaya bahan bakar minimum untuk berbagai nilai beban sistem dapat ditemukan dan kita sebut sebagai 𝐹2 𝑥 . 3. Untuk n = 3 𝐹3 𝑥 = 𝑀𝑖𝑛 𝐺3 𝑦 + 𝐹2 𝑥 − 𝑦

(6.9)

Pemecahan persamaañ (5.9) adalah serupa dengan pemecahan persamaan (5.8) hanya saja perlu diingat bahwa 𝐹2 𝑥 − 𝑦 pada persamaan (5.9) didapat dari pemecahan persamaan (5.8). 4. Untuk n = 4, 5 dan seterusnya perhitungan dilakukan dengan cara serupa seperti tersebut dalam butir 2 dan butir 3, sehingga akhirnya perhitungan dapat diperluas untuk sistem yang terdiri dan n unit pembangkit. Beberapa hal yang perlu dicatat dalam melakukan perhitungan tersebut diatas adalah [11]: a. Harus selalu diingat adanya batas pembebanan minimum dan maksimum untuk setiap jumlah unit pembangkit. b. Perhitungan hendaknya dimulai dengan unit pembangkit yang terkecil terlebih dahulu dan kemudian tentukan besarnya langkah kenaikan nilai X seperti yang

86

tersebut dalam butir 2.b. Dengan memperhatikan kemampuan minimum dan kemampuan maksimum dan unit pembangkit terkecil ini. c. Biaya start stop unit pembangkit termis dapat ditambahkan setelah perhitungan biaya bahan bakar yang minimum ditemukan berdasarkan program jadwal operasi unit pembangkit (unit commitment). Biaya start stop ini relatif kecil jika dibandingkan dengan biaya bahan bakarnya sehingga penambahan biaya start stop umumnya tidak banyak memberi pengaruh terhadap jumlah biaya operasi. Gambar berikut ini menindikasikan kurva biaya bahan bakar dari unit pembangkit sebagai fungsi beban[11]:

Gambar 6.3 Kurva Baiaya Bahan Bakar dari Unit Pembangkt Sebagai Fungsi beban

87

Daftar Pustaka

1.

Choirul Saleh and T. Hidayat, Pengaturan Tegangan Pada Gardu Induk Distribusi Pakis Malang Dengan Menggunakan Metode Pendekatan Fuzzy Dynamic Programming. Elektro ELTEK 2012. Vol. 3, No. 1: p. 230-233.

2.

Wilhelmina, Studi Aliran Daya, in Fakultas Teknik. 2008, Universitas Indonesia: Jakarta.

3.

Muchsin, I., Sistem Tenaga Listrik, in Elektronika dan TTL.

4.

Lukas Santoro and Yuningtyastuti PEMELIHARAAN PEMUTUS TENAGA GARDU INDUK 150 KV KRAPYAK.

5.

PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero), Pelatihan O&M Relai Proteksi Gardu Induk, PT. PLN Persero, Editor. 2005: Jakarta.

6.

Subiyanto, Simulasi Optimisasi Aliran Daya Sistem Tenaga Listrik Sebagai pendekatan efisiensi biaya operasi. Jurnal Teknik Elektro, 2010. Vol. 2 No.2: p. 88-94.

7.

Alief Rakhman Mukhtar (2010) Penjadualan Pembangkit Hidro-Thermal Menggunakan Metode Dynamic Programming.

8.

Arismunandar A and Kuwara, Teknik Tenaga Listrik. 2000: Pradnya Paramita.

9.

Hadi Sasono, Pembagian Beban Generator 2000: Pradnya Paramita.

10. Erline Luciana, Tedjo Sukmadi, and S. Handoko, Simulasi Perhitungan Pembebanan Ekonomis Pada Pusat Listrik Tenaga Diesel Dengan Metode Dynamic Programming. 2009, Fakultas Teknik Universitas Dipanegoro: Semarang. 11. Djiteng Marsudi, Operasi Sistem Tenaga Listrik. 2006, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

88

12. Marwan, Smart Grid-Demand side response model to mitigate price and peak impact on the electrical system, in Scince and engineering faculty. 2013, Queensland University of Technology: Brisbane. 13. Nguyen, D.T. Demand response for domestic and small business consumers: A new challenge. in Transmission and Distribution Conference and Exposition IEEE PES. 2010. 14. Australian Energy Market Operator, Current Trading Interval Price and Demand Graph Queensland, Australian Energy Market Operator, Editor. 2012. 15. Anwar Peranginangin, Optimasi Influence Range Algoritma Fuzzy Substractive Clustering Untuk Peramalan Beban Dasar dan Beban Harian Puncak in Teknik Elektro. 2012, Universitas Pendidikan Indonesia: Jakarta. 16. M. Syafruddin, Lukmanul Hakim, and D. Despa, Metode Regresi Linier untuk Prediksi KebutuhanEnergi Listrik Jangka Panjang (Studi Kasus Provinsi Lampung), in Teknik Elektro. 2007, Universitas Lampung. 17. Yuningsih Akili and Y. Mohamad, Analisa Perkiraan Energi Menggunakan Metode Koefisien Energi (Studi Kasus : PT.PLN (PERSERO) Area Gorontalo. ELECTRICHSAN, , 2014. VOL. 1, NO.1, . 18. Maryantho Masarrang, Peramalan Beban Listrik Jangka Pendek dI Kota Palu Dengan Metode Logika Fuzzy. Jurnal Inovtek, 2012. Volume 2, No 1: p. Pages 29-35. 19. A.Taupik Rahman, Nasrun Hariyanto, and S. Anwari, Peramalan Beban Puncak Jangka Pendek Khusus Hari Libur Nasional Berbasis Algoritma Fuzzy Subtractive Clustering, Studi Kasus di Jawa – Bali. Jurnal Reka Elkomika, 2014. Volume 2, No.2.

89

20. Kafahri Arya Hamidie, Metode Keofisien Energi Untuk Peramalan Beban Listrik Jangka Pendek Pada Jaringan Jawa Madura Bali, in Fakultas Teknik. 2011, Universitas Indonesia: Jakarta. 21. Siang, J., Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemogramannya dengan MATLAB. 2004, Yogyakarta: Andi. 22. Sunandar, A., Prakiraan Beban Listrik Jangka Pendek Menggunakan Fuzzy Subtractive Clustering, in Teknik Elektro. 2005, UPI: Bandung. 23. Siti Saodah, Evaluasi Keandalan Sistem Distribusi Tenaga Listrik Berdasarkan Saidi dan Saifi in Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi. 2008, IST AKPRIND: Yogyakarta. 24. Wiwied Putra Perdana, Rini Nur Hasanah, and H.S. Dachlan, Evaluasi Keandalan Sistem Tenaga Listrik Pada Jaringan Distribusi Primer Tipe Radial Gardu Induk Blimbing EECCIS 2009. Vol. III, No. 1. 25. Agung Yanuar Wirapraja, I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, and A. Soeprijanto, Studi Analisis Keandalan Sistem Distribusi Tenaga Listrik Surabaya Menggunakan Metode Latin Hypercube Sampling. JURNAL TEKNIK POMITS 2012. Vol. 1, No. 1, . 26. Wood, Allen J, and Bruce., Power Generation Operation And Control. 1984. , New York: John Wiley & Sons, Inc. 27. Stevenson and William., Analisis Sistem Tenaga Listrik (Edisi Keempat). 1984, Jakarta: Erlangga. 28. Khairudin Syah, Harry Soekotjo Dachlan, and M. Shidiq, Economic Dispatch Pembangkit Menggunakan Metode Constriction Factor Particle Swarm Optimization (CFPSO). Jurnal Inovtek, , 2012. Volume 2, No 1: p. hlmn 20-28.

90

29. AM Ilyas, Optimisasi Economic Dispatch Pembangkit Termal Sistem 500kV Jawa Bali Menggunakan Modified Improved Particle Swarm Optimization (MIPSO). 2010, Surabaya. 30. Hadi Saadat, Power System Analysis. 1999, New York: Kevin Kane.

91

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF