Open Globe
March 11, 2018 | Author: Krisna Agustini | Category: N/A
Short Description
open globe...
Description
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Trauma mata sering menjadi penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda – terutama pria – merupakan kelompok yang memiliki kemungkinan besar mengalami cedera tembus pada mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera akibat olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma4. Trauma yang terjadi pada mata dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.11 Trauma dapat mengenai satu atau lebih jaringan mata, seperti kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita. Trauma pada mata dapat berupa trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia maupun trauma radiasi.11
1.2 Tujuan Penulisan ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan tentang trauma tembus pada mata serta untuk memenuhi persyaratan pada SMF Mata.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Salah satu bentuk dari trauma mata adalah trauma tembus. Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology System definisi dari trauma tembus merupakan trauma mata yang menyebabkan kerusakan pada keseluruhan ketebalan dinding bola mata (full-thickness wound of the eyewall). Trauma tembus merupakan trauma mata terbuka (open globe injury) yang mengenai bola mata, sedangkan trauma mata tertutup merupakan luka penetrasi yang mengenai kornea. Trauma mata terbuka dapat berupa ruptur (diakibatkan benda tumpul) atau laserasi (luka penetrasi/tembus, perforasi, benda asing intraokular). Luka laserasi merupakan luka yang memiliki jalur masuk sedangkan luka perforasi merupakan luka dengan jalur masuk dan jalur keluar. Trauma tembus merupakan trauma laserasi tunggal akibat benda tajam.1 2.2 Epidemiologi Trauma okular merupakan penyebab tersering kebutaan monokular pada anak-anak dan dewasa muda (< 40 tahun). Prevalensi tertinggi didapatkan pada remaja laki-laki. Di AS, lebih dari 2 juta trauma mata terjadi setiap tahun, dengan lebih dari 40000 kasus mengakibatkan berbagai derajat gangguan penglihatan permanen. Di Amerika Serikat trauma mata menjadi penyebab terbanyak kebutaan monokular dan memegang peranan dalam 7 persen kebutaan bilateral pada kelompok usia 20-64 tahun. 2 Pada tahun 2001, di Amerika Serikat diperkirakan 1.990.872 (6.98 per 1000 populasi) mengalami trauma mata dan memerlukan terapi di ruang gawat darurat, poliklinik atau praktek dokter umum. Trauma tembus mata lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan lebih sering mengenai golongan usia yang lebih muda. Penyebabnya antara lain adalah serangan, kecelakaan domestik dan olah raga. 2.3 Anatomi Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.13
Gambar 1 Gambar anatomi bola mata. Dikutip dari kepustakaan no.14
Gambar 2 Potongan sagital bola mata. Bola mata dibungkus oleh tiga lapis jaringan:13 1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sclera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar di banding sclera. 2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea dan sklera dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah jika terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar dan
koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh tiga susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aquos humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris dibatas kornea dan sklera. 3.
Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membrane neurosesnsoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan ke saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina. Konjungtiva merupakan membran mukosa transparan yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Sel epitel superfisial konjungtiva mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan airmata diseluruh prekornea.1 Konjungtiva terdiri atas tiga bagian yaitu :13 a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus. b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya. c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Gambar 3. Bagian dari konjungtiva Dikutip dari kepustakaan no.8
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan Kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sclera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54mm di tengah, sekitar 0,65mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5mm. Dari anterior ke posterior kornea mempunnyai lima lapisan yang berbeda-beda; lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membrane Descement, dan lapisan endotel.12 Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquaeus, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapatkan dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus). Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya. 12
Gambar 4. Lapisan-lapisan kornea Dikutip dari kepustakaan no.16
Gambar 5 Zona Topografi kornea Dikutip dari kepustakaan no.15 2.4 Klasifikasi Trauma Mata Birmingham Eye Trauma Terminology System (BETTS) merupakan standar sistem komprehensif yang dipakai.3
* Keterangan dengan box ganda menunjukkan diagnosis yang biasanya digunakan dalam praktek klinis
Keterangan:3
Trauma mata tertutup (Closed globe injury) Trauma mata tanpa kerusakan seluruh dinding mata (kornea dan sklera) atau No fullthickness wound of eyewall. Trauma mata tertutup terdiri dari: o Kontusio: tidak terdapat luka pada dinding mata, tetapi dapat terjadi kerusakan intraokular seperti ruptur koroid atau perubahan bentuk bola mata. Hal ini dikarenakan energi kinetik langsung yang dikirimkan oleh benda. o Laserasi lamelar. Trauma yang menyebabkan kerusakan parsial dinding mata.
Trauma mata terbuka (Open globe injury). Trauma yang menyebabkan kerusakan pada seluruh ketebalan dinding mata (kornea dan/atau sklera) atau Full-thickness wound of the eyewall. Trauma mata terbuka terdiri atas: o Ruptur: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat cedera benda tumpul o Laserasi: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata yang disebabkan oleh benda tajam
Penetrasi/luka tembus: trauma laserasi tunggal yang disebabkan benda tajam.
Perforasi: ditandai oleh adanya luka masuk dan luka keluar. Kedua luka disebabkan oleh benda yang sama.
Benda asing intraokular: terdapat benda asing yang tertinggal dalam bola mata.
2.4 Patogenesis Penyebab tersering ruptur mata pada dewasa dapat terjadi setelah trauma tumpul akibat kecelakaan kendaraan bermotor, aktivitas olahraga, penganiayaan atau trauma lain. Trauma tembus atau perforasi dapat terjadi akibat tembakan senapan, luka tusuk, kecelakaan di tempat kerja atau kecelakaan lain yang melibatkan benda tajam atau proyektil yang menembus jaringan mata.3 Trauma tembus pada kecelakaan sering terjadi akibat partikel kecil yang masuk ke dalam mata dengan kecepatan tinggi.4 Beratnya trauma yang terjadi ditentukan oleh ukuran benda, komposisi dan kecepatan pada saat bertumbukan.5 Ruptur bola mata dapat terjadi saat benda tumpul mengenai orbita, menyebabkan kompresi antero-posterior dan meningkatkan tekanan intraokular sampai menimbulkan robekan sklera. Ruptur akibat trauma tumpul biasanya terjadi pada tempat di mana sklera paling tipis, pada insersi otot ekstraokular, pada limbus, dan sekitar nervus optikus. Benda tajam atau yang melaju dengan kecepatan tinggi dapat secara langsung menimbulkan perforasi pada bola mata. Benda asing kecil dapat menembus mata dan tertinggal dalam bola mata. Kemungkinan ruptur bola mata harus dipikirkan dan disingkirkan saat mengevaluasi semua kasus trauma tumpul dan trauma tembus mata begitu pula pada kasus yang melibatkan proyektil berkecepatan tinggi dengan potensi penetrasi okular.3 Benda tajam seperti pisau akan menimbulkan luka laserasi yang jelas pada bola mata. Berbeda dengan kerusakan akibat benda asing yang terbang/meloncat, beratnya kerusakan ditentukan oleh energi kinetik yang dimiliki. Contohnya pada peluru pistol angin yang besar dan memiliki kecepatan yang tidak terlalu besar memiliki energi kinetik yang tinggi dan menyebabkan kerusakan mata yang cukup parah. Kontras dengan pecahan benda tajam yang memiliki massa yang kecil dengan kecepatan tinggi akan menimbulkan laserasi dengan batas yang jelas dan beratnya kerusakan lebih ringan dibandingkan kerusakan akibat peluru pistol angin.5
2.5 Gejala Klinis Tajam penglihatan akan menurun akibat terdapatnya kekeruhan media penglihatan secara langsung atau tidak langsung akibat trauma tembus tersebut. 3 Namun cedera akibat partikel berukuran kecil berkecepatan tinggi yang dihasilkan dari tindakan menggerinda dan memalu mungkin hanya menimbulkan nyeri ringan dan kekaburan penglihatan. 5 Bila terdapat perforasi kornea akan terlihat bilik mata yang dangkal. Jaringan uvea akan menempel pada kornea atau malahan akan terlihat jaringan iris yang prolaps keluar. Akibat perlengketan iris dengan bibir luka kornea akan terdapat bentuk pupil yang lonjong atau terjadinya perubahan bentuk pupil. Kadang-kadang terdapat hifema, Hal ini menunjukkan terjadinya ruptur iris atau badan siliar oleh trauma tembus tersebut. Tekanan bola mata akan rendah akibat cairan mata keluar melalui luka tembus atau malahan badan kaca dapat keluar.3 Tanda-tanda lain adalah kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva, atau kamera anterior yang dangkal dengan atau tanpa dilatasi pupil yang eksentrik.5 Selain ruptur dinding sklera, gaya kontusif pada bola mata dapat menimbulkan gangguan motilitas, perdarahan subkonjungtiva, edema kornea, iritis, hifema, glaukoma sudut sempit, midriasis traumatik, ruptur sfingter iris, iridodialisis, paralisis akomodasi, dislokasi lensa dan katarak. Cedera yang dialami struktur-struktur posterior adalah perdarahan korpus vitreus dan retina, edema retina, lubang pada retina avulsi dasar vitreosa, pelepasan retina, ruptur koroid atau avulsi saraf optik. Banyak cedera di atas tidak dapat dilihat melalui pemeriksaan eksternal. Sebagian misalnya katarak, mungkin belum terbentuk sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera.3 2.5.1 Perdarahan Subkonjungtiva Perdarahan Subkonjungtiva adalah terdapatnya darah antara konjungtiva bulbi dengan sklera dan merupakan salah satu diagnosis banding mata merah. Perdarahan subkonjungtiva berasal dari perdarahan pembuluh darah konjungtiva atau episklera ke ruang subkonjungtiva. Perdarahan dapat akibat dari trauma, spontan, atau terkait dengan penyakit sistemik. Adanya Manuver valsava, Hipertensi/arteriosklerosis, Kelainan darah, diabetes, SLE, parasit, dan defisiensi vitamin C, penggunaan antibiotik, steroid, kontrasepsi, dan vitamin A dan D juga dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva.
Gejala klinisnya berupa mata merah, iritasi ringan, biasanya asimptomatik. Dari pemeriksaan fisik terlihat seperti bercak berwarna merah terang dengan sekelilingnya normal.6 2.5.2 Prolaps Iris Hanya bagian akar iris yang terikat pada korpus siliaris, sedangkan sisanya tidak terikat. Adanya luka pada kornea akan menyebabkan iris keluar dari luka di kornea. Disebut iris inkarserata jika jaringan iris mencapai luka tetapi tidak keluar dari bola mata. Prolaps iris dapat juga pada intraoperative floppy iris syndrome (IFIS) selama operasi katarak atau trabekulektomi. Hal ini terkait dengan penggunaan antagonis adrenergik alfa-1 sistemik. IFIS ditandai dengan dilatasi pupil yang lambat dan konstriksi pupil yang progresif.7 Prolaps iris dapat terjadi ketika kornea mengalami perforasi. Pada tahun 1995, Alan dengan menggunakan prinsip Bernoulli menjelaskan bahwa dengan adanya perforasi kornea, aquous humor akan keluar dengan cepat, akan tercipta suatu kondisi vakum yang relatif di depan iris yang akan memicu prolaps iris. 7 Prolaps iris merupakan kondisi serius dan jika tidak ditanggulangi dapat menghasilkan infeksi dan kehilangan penglihatan. Prolaps iris yang terekspos memerlukan tindakan bedah secepatnya sedangkan prolaps iris yang masih ditutupi oleh konjungtiva, tindakan pembedahan secepatnya belum diperlukan.7 Pada pemeriksaan fisik, pada jaringan iris yang prolaps di bagian perifer, iris tampak seperti tonjolan jaringan berwarna yang menghasilkan sinekia perifer. Ketika prolaps terjadi di sentral kornea, seluruh batas pupil dapat prolaps sehingga menghasilkan sinekia total anterior. Tergantung dari durasi terjadinya prolaps, bentuk iris dapat bervriasi. Pada prolaps yang baru, iris masih baik atau viable. Seiring dengan berjalannya waktu iris akan kering dan nonviable. 7 Tekanan intraokuler dapat lebih rendah dari normal, tetapi hipotoni jarang terjadi setelah prolaps iris. Prolaps iris yang berlangsung lama dapat terjadi iridosiklitis kronik, edema makula sistoid, atau glaukoma.7
2.6 Pemeriksaan 2.6.1 Gejala3
Nyeri : dapat tersamar oleh trauma lain dan dapat tidak berat pada awalnya pada trauma tajam, baik dengan atau tanpa benda asing.
Tajam penglihatan biasanya berkurang jauh
Diplopia : akibat terjepitnya otot ekstraokular, akibat truma saraf kranial, monokular diplopia akibat dari dislokasi atau subluksasi lensa.
2.6.2 Pemeriksaan Fisik3
Trauma tembus mungkin dapat tampak dengan mudah atau tertutupi oleh luka yang lebih superficial sehingga sebaiknya dicari dengan teliti.
Hindari memberikan tekanan pada bola mata yang mengalami trauma tembus untuk mencegah mengalir keluarnya cairan bola mata.
Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena trauma yang terjadi dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan sistematis dengan tujuan mengidentifikasi dan melindungi mata.
Hindari manipulasi mata yang berlebihan untuk pemeriksaan untuk menghindari kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan ekstrusi intraokular.
Tajam penglihatan dan gerak bola mata:
Periksa tajam penglihatan kedua mata.
Tajam penglihatan dapat turun banyak.
Periksa gerak bola mata kedua mata, jika terganggu harus dievaluasi kemungkinan adanya fraktur orbita.
Bola Mata
Harus dievaluasi apakah ada deformitas tulang, benda asing dan gangguan kedudukan bola mata.
Benda asing yang menembus bola mata harus dibiarkan sampai tindakan bedah.
Apabila terdapat trauma tembus bola mata dapat timbul enoftalmus.
Kelopak mata
Trauma kecil pada kelopak mata tidak menyingkirkan kemungkinan adanya trauma tembus bola mata.
Perbaikan kelopak harus ditunda sampai kemungkinan adanya trauma tembus bola mata dapat disingkirkan.
Konjungtiva
Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan adanya ruptur bola mata.
Laserasi konjungtiva bisa terjadi bersamaan dengan trauma sklera yang serius.
Kornea dan sklera.
Luka tembus kornea atau sklera merupakan suatu trauma tembus bola mata, dapat diperiksa dengan Seidel’s Test.
Pada luka tembus kornea dapat terjadi prolaps iris. Laserasi pada kornea dan sklera bisa menunjukkan adanya perforasi bola mata dan harus dipersiapkan untuk ditatalaksana di ruang operasi.
Prolaps iris dengan laserasi kornea bisa terlihat diskolorasi gelap pada daerah trauma
Penonjolan sklera merupakan indikasi ruptur dengan ekstrusi isi okular
Tekanan intraokular biasanya rendah akan tetapi pemeriksaan tekanan bola mata dikontraindikasikan untuk mencegah penekanan bola mata.
Pupil
Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan RAPD.
Adanya deformitas bentuk pupil dapat menjadi tanda adanya trauma tembus bola mata.
Pupil biasanya midriasis.
Lensa
Dapat timbul dislokasi lensa.
Bilik Mata Depan
Pemeriksaan slit lamp pada pasien yang kooperatif bisa menunjukkan kelainan yang berhubungan dengan seperti defek transiluminasi iris (red reflex gelap karena perdarahan vitreous), laserasi kornea, prolaps iris, hifema dari disrupsi siliar dan kerusakan lensa termasuk dislokasi atau subluksasi
Bilik mata yang dangkal bisa jadi merupakan satu-satunya tanda adanya ruptur bola mata dan merupakan petanda prognosis buruk. Ruptur posterior bisa terjadi dan ditunjukkan dengan bilik mata depan yang dalam karena adanya ekstrusi vitreous ke segmen posterior
Temuan lain
Adanya reflex fundus negatif akibat perdarahan vitreus dapat menjadi tanda adanya trauma tembus bola mata.
Ditemukannya prolaps uvea pada permukaan bola mata merupakan tanda trauma tembus bola mata.
Pada trauma tembus dapat juga ditemukan hifema.
Perdarahan vitreous setelah trauma menunjukkan adanya robekan retina atau khoroid avulsi nervus optikus atau benda asing.
Robekan retina, edema, pelepasan retina dan perdarahan bisa mengikuti ruptur bola mata.
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang3 a. Pemeriksaan Laboratorium o Pemeriksaan koagulasi dan darah perifer lengkap dilakukan pada pasien yang memiliki kelainan perdarahan. o Pemeriksaan laboratorium diindikasikan untuk kasus dengan trauma yang koeksis dan gangguan medikal lain b. CT-Scan o CT-Scan adalah pemeriksaan penunjang yang paling sensitif untuk mendeteksi ruptur bola mata, kerusakan saraf optic, mendeteksi benda asing dan memberi gambaran bola mata dan orbita. o Kurang dapat mendeteksi adanya benda asing non-logam. c. Foto Rontgen o Foto polos tiga posisi Waters, Caldwell dan lateral lebih bermanfaat untuk mengetahui kondisi tulang dan sinus daripada keadaan bola mata. d. MRI o MRI berguna untuk mendeteksi kerusakan jaringan lunak. o MRI juga berguna untuk mendeteksi benda asing non-logam.
o MRI dikontraindikasikan bagi kecurigaan benda asing logam.
e. Ultrasonografi o Ultrasonografi memiliki resiko untuk memberikan tekanan pada bola mata apabila terjadi trauma tembus. o Dapat berguna untuk menentukan lokasi rupture dan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya benda asing. 2.7 Tatalaksana Trauma Tembus Penilaian Awal Langkah awal yang harus segera dilakukan adalah menerapkan prinsip umum bantuan hidup lanjut pada kasus trauma, evaluasi untuk visual dilakukan sembari pertolongan bantuan hidup lanjut dilaksanakan.8 Pada trauma mata yang lebih berat dapat diperiksa fungsi aferen dan eferennya, ketajaman penglihatan, pergerakan bola mata, deformitas, perforasi, darah, kemosis, distopia, enoftalmus, eksoftalmus dan telekantus.9 Apabila terdapat ruptur dari bola mata, sebaiknya dihindari untuk memanipulasi yang lebih lanjut hingga pembedahan dalam keadaan steril bisa dilaksanakan, yang biasanya dilakukan dengan anestesi umum. Tidak perlu diberikan siklopegik maupun antibiotik topikal sebelum operasi dilakukan, karena adanya toksisitas potensil terhadap jaringan yang terpapar. Mata diberi perlindungan, dengan Fox shield atau dengan gelas berbahan kertas yang dipotong pada sepertiga bawah yang ditutupkan ke mata, dan bisa diberikan antibiotik oral, seperti ciprofloxacin 2x500 mg. Analgesik, antiemetik, maupun anti tetanus dapat diberikan selama diperlukan. Anestetik topikal, pewarna, dan pengobatan topikal lain yang digunakan pada mata yang terkena trauma harus steril. Untuk tetrakain dan fluoresin terdapat juga yang steril, dengan unit dose. Agen neuromuscular blocking dapat meningkatkan tekanan intraokuler dan dapat menyebabkan herniasi. Pada trauma yang berat, perlu diperhatikan untuk dokter selain dokter mata, untuk tidak melakukan pemeriksaan mata yang dapat menambah derajat keparahan penyakit.8 Pada setiap trauma mata, perlu dilakukan system scoring. Hal ini diperlukan untuk apat mendeskripsikan beratnya trauma / luka, memberikan pelayanan triage yang efektif, membantu dalam hal kesiapan operasi, serta untuk memprediksikan prognosis penglihatan. Berikit disajikan
tabel untuk menghitung skor pada trauma mata sesuai dengan BETT (Birmingham Eye Trauma Terminology), dengan memperhatikan enam aspek, meliputi ketajaman penglihatan awal, ada tidaknya rupture, ada tidaknya endoftalmitis, ada tidaknya perforasi, ada tidaknya retinal detachment, serta ada tidaknya RAPD (tabel 1)10 Tabel 1. Perhitungan Ocular Trauma Score (OTS)10
Pengobatan11 1. Tanpa Operasi Pada luka tembus yang minimal, tanpa kerusakan intraokuler, tidak ada prolap, diberikan terapi antibiotik sistemik dengan atau topical, dengan observasi yang ketat 2. Operasi Repair korneosklera Tujuan primer repair korneosklera adalah untuk memperbaiki integritas bola mata. Tujuan sekunder adalah untuk memperbaiki visus. Bila prognosis visus kurang baik dan mempunyai resiko oftalmia simpatis maka sebaiknya dilakukan enukleasi.
Enukleasi primer lebih baik, bila perlu ditunda tidak lebih dari 14 hari untuk mencegah oftalmia simpatis. Kemudian diikuti dengan pemeriksaan fungsi visus, vitroretina atau konsultasi ke subbagian plastic rekonstruksi. 2.8 Komplikasi3
Endoftalmitis dapat terjadi baik eksogen maupun pasca operasi.
Endoftalmitis yang terjadi dapat bakteri atau jamur.
Oftalmia simpatetik, adalah peradangan pada mata yang tidak mengalami luka beberapa minggu atau bulan setealh cedera. Diperkirakan suatu proses autoimun pada jaringan uvea. Gejalanya adalah nyeri, penurunan tajam penglihatan dan fotofobia.
2.9 Prognosis Prognosis pasien pada kejadian trauma tembus dapat diprediksi dengan memperhatikan beberapa faktor, meskipun ada pro kontra terhadapnya, yaitu diantaranya usia, penyebab trauma, endoftalmitis, luasnya luka, fraktur wajah, hifema, ketajaman penglihatan inisial, tipe trauma, benda asing intra okuler, lokasi benda asing intra okuler, trauma mata sebelahnya, trauma lensa, keberadaan lensa, no light perception, trauma perforasi, ablasi retina, jenis kelamin, prolaps jaringan, perdarahan vitreal, lokasi dan panjangnya luka. Oleh karena terdapatnya kontroversial pada penentuan prognostik ini, maka peran individu (pasien) menjadi pertimbangan utama. Dengan diberlakukannya OTS, maka diharapkan dapat dengan mudah memprediksi untuk prognosis pasien, dan hal ini akan sangat membantu pasien, dokter, dokter mata, dan tenaga paramedis lain. Dengan OTS diharapkan dokter mata dapat memprediksi prognosis pasien, dan pada penelitian didapatkan hasil hingga 77% kesempatan dokter mata untuk hasil fungsional final pasien.
BAB III KESIMPULAN
Daftar Pustaka 1. American Society of Ocular Trauma. Birmingham Eye Trauma Terminology System (BETTS). Diunduh dari: http://www.asotonline.org/bett.html. Diakses tanggal 21 Desember 2008. 2. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. 9th ed. Erlangga: Indonesia;2006. Halaman.176-185. 3. Robson J. Globe Rupture. Diunduh dari: http://www.emedicine.com/emerg/topic218.htm. Last update: 16 Februari 2007. Diakses tanggal: 21 Desember 2008. 4. Vaughan D, Asbury T, Riordan P. Ocular and orbital trauma. Dalam: General Ophthalmology, Chapter 19. 17th ed. McGraw Hill Company: USA; 2007. 5. Kanski jj. Clinical Ophtalmology. 4 th ed. Oxford: Butterworth-Heinemann; 1999. Halaman 657-9. 6. Subconjungtiva Bleeding. Diunduh dari www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 21 Desember 2008. 7. Prolaps Iris. Diunduh dari www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 21 Desember 2008. 8. Vaughan D, Asbury T, Riordan P. Ocular and orbital trauma. Dalam:General Ophthalmology, Chapter 19. 17th ed. McGraw Hill Company: USA; 2007. 9. Mechanism and emergency management of blast eye/orbital injuries. Expert Rev Ophthalmol. 2008;3(2):229-246. Diunduh dari: http://www.medscape.com. Diakses pada tanggal: 20 Desember 2008 10. Kuhn Ferenc, Maisiak Richard, Mann LoRetta, Morris Robert, Witherspoon Douglas C. The OTS: Predicting the final vision in the injured eye. Dalam: Kuhn, Ferenc; Pieramici, Dante C. Ocular trauma principles and practice.New York:Thieme Medical Publishers.2002. Hlm:9-11
11. Ilyas S, Sukardi I, Harmani B, Sudiro SH, Gondowiardjo TD. Prosedur Diagnostik dan Penatalaksanaan Pengobatan di Sub Bagian Kornea, Lensa, dan Bedah Refraktif. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI. 2000. p23-31. 12. Augsburger J, Asbury T. Ocular & Orbital Trauma. In: Vaughan & Asbury's General Ophthalmology, 16th ed.; San Fransisco: McGraw-Hill; 2004. P.: 371-9. 13. Webb LA. Manual of eye emergencies, diagnosis and management. Butterworth-Heinemann. Toronto.2004. p.1-2 14. Zorab RA, Straus H, Dondrea, et.al. The Eye. In: Fundamental and Principles of Ophtalmology.
Section
2.
International
ophtalmology
american
academy
of
ophtalmology.;2008-2009. p.43 15. Khaw PT, Elkington AR. ABC of EYES. Fourth edition. BMJ Publishing Group. 2004. p.2932 16. Khurana KA. Comprehensive Opthalmology 4th Edition. New Delhi 2007. p.52, p.401-10
View more...
Comments