March 16, 2018 | Author: rusdi ariawan | Category: N/A
OP-AMP dan Rangkaian OP-AMP PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DASAR
OLEH : PUTU RUSDI ARIAWAN (0804405050)
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010
PERCOBAAN III OP-AMP dan Rangkaian OP-AMP
3.1 Tujuan Percobaan 1. Dapat menyusun rangkaian-rangkaian amplifier dari op-amp 2. Dapat menyusun rangkaian-rangkaian filter dari op-amp 3.2 Tinjauan Pustaka Satu penguat operasional atau operational amplifier dalam bahasa inggris, sering disebut sebagai Op-Amp OpAmp (Operasional Amplifiers) pada hakekatnya merupakan sejenis IC. Di dalamnya terdapat suatu rangkaian elektronik yang terdiri atas beberapa transistor, resistor dan atau dioda. Jikalau kepada IC jenis ini ditambahkan suatu jenis rangkaian, masukkan dan suatu jenis rangkaian umpan balik, maka IC ini dapat dipakai untuk mengerjakan berbagai operasi matematika, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, mengintegrasi, dsb. Oleh karena itu IC jenis ini dinamakan penguat operasi atau operasional amplifier, disingkat OpAmp. Namun demikian OpAmp dapat pula dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnya sebagai penguat audio, pengatur nada, osilator atau pembangkit gelombang, sensor circuit, dsb. OpAmp banyak disukai karena faktor penguatannya besar (100.000 kali), yang biasanya dikenal dengan sebuah IC dimana banyak transistor digabungkan dalam satu kristal semikonduktor. Dengan memakai teknologi IC banyak transistor dan komponen elektronika lain biasa digabungkan menjadi satu komponen dengan berbagai sambungan dan sifat tertentu yang canggih. Rangkaian
Op-Amp
dalam IC modern merupakan pendekatan yang baik untuk sifat Op-Amp ideal. Suatu amplifier dapat dikatagorikan operasional jika memenuhi tiga karakteristik utama, yakni: 1.Very high gain (200.000 kali) 2. Very high input impedance 3. Very low output impedance
PUTU RUSDI ARIAWAN
OpAmp umumnya terdiri atas tiga stage atau amplifier yang dirangkai secara cascade. Ketiga stage itu masing-masing: 1. Differensitial amplifier 2. Voltage amplifier 3. Output amplifier Differential amplifier memiliki respon frekuensi yang sangat lebar dan input impedance yang sangat tinggi. Voltage amplifier memberikan penguatan yang sangat tinggi dan output amplifier memberikan output impedance yang sangat rendah sehingga dapat mengeluarkan arus listrik yang besar terhadap beban.
Gambar 3.2.1 Op-Amp
3.2.1
Jenis – jenis atau Tipe Op-Amp Ada banyak jenis OpAmp, namun yang umum dijual di pasaran adalah
OpAmp 741. OpAmp type 741 dijual dengan dua tampilan, yakni silinder dan DIL (Dial In Line). Yang berbentuk silinder berkaki 8 pin, sedangkan yang berbentuk DIL ada yang berkaki 8 pin, namun ada juga yang berkaki 14 pin.
PUTU RUSDI ARIAWAN
Gambar 3.2.2 Jenis Op-Amp
Nomor pin untuk 8 kaki dan 14 kaki: Pin 1 (3) + Pin 5 (9) untuk penyetelan 0 volt. Pin 2 (4) untuk inverting input. Pin 3 (5) untuk noninverting input. Pin 4 (6) untuk ground atau tegangan negatif. Pin 6 (10) terminal keluaran (output). Pin 7 (11) untuk tegangan positif. Nomor pin dalam kurung untuk DIL 14 kaki.
Gambar 3.2.3 Op-Amp 3.2.2 a.
Karakteristik dan Parameter OP-AMP
Op-Amp Dasar Op-Amp menggunakan differential amplifier dengan dua input (plus dan
minus ) dan setidaknya satu output.
PUTU RUSDI ARIAWAN
Gambar 3.2.4 Op-Amp Dasar
Rangkaian dasar Op-Amp sebagai berikut :
Gambar 3.2.5 Rangkaian Dasar Op-Amp
Penguatan yang terjadi adalah :
Vo V1
Rf R1
Unity gain Jika Rf = R1 maka penguatan tegangan = - 1 b.
Op-Amp Ideal dan Op-Amp Real Tentu saja Op-Amp yang ada tidak persis seperti Op-Amp ideal,tetapi
terdapat beberapa sifat yang tidak ideal. Pada banyak rangkaian dan pemakaian rangkaian tersebut, pengaruh sifat real dari Op-Amp pelu diperhatikan karena pengaruh pada fungsi rangkaian cukup besar. Rangkaian ini misalnya rangkaian ukur yang harus memberikan hasil yang sangat teliti atau rangkaian dimana OpAmp dirangkai bersama dengan resistivitas yang sangat besar pada masukkan Op-Amp.
PUTU RUSDI ARIAWAN
c.
Diferential Amplifier
Gambar 3.2.6 Rangkaian Diferential Amplifier
Differential amplifier adalah rangkaian yang banyak digunakan dalam IC.Perhatikan bahwa rangkaian mempunyai dua input dan dua output. Jika sinyal input diaplikasikan pada salah satu input, dengan input yang lain dihubungkan ke ground, operasi kerjanya disebut dengan single-ended. Jika dua input dengan polaritas berlawanan diaplikasikan, disebut dengan double-ended. Jika input yang sama diaplikasikan pada ke dua terminal input, disebut dengan common mode. Dalam operasi common-mode, input sinyal yang sama menghasilkan sinyal yang berlawanan pada masing-masing collector. Kedua sinyal saling meniadakan sehingga outputnya menjadi nol. Dalam praktek, nilai output tidak benar-benar nol, tapi menghasilkan sinyal yang kecil. Fitur utama dari differential amplifier adalah gain yang sangat besar jika sinyal yang berlawanan diberikan pada input, dibandingkan dengan gain yang sangat kecil yang dihasilkan dari common input. Ratio dari perbedaan penguatan ini disebut common mode rejection.
PUTU RUSDI ARIAWAN
Gambar 3.2.7 Rangkaian Bias DC VE = 0 V – VBE = - 0.7 V Arus emitter :
Dengan asumsi kedua transistor sama (Q1 = Q2) maka IC1= IC2 = ½ IE Menghasilkan tegangan collector VC1 = VC2 = VCC – ICRC = VCC- ½ IE RC d.
Penguatan Diferensial Sifat dari Op-Amp ideal adalah voltase pasa keluaran hanya tergantung
dari selisih antara kedua masukkan dan penguatan diferensialnya tak terhingga. Sebenarnya penguatan diferensial memiliki nilai yang terhingga. Penguatan diferensial biasa disebut sebagai AD dan terdifinisi sebagai berikut :
A
D
PUTU RUSDI ARIAWAN
V V
out diff
V (V POS
out
V
)
NEG
Di mana :
V V
V V
voltase pada keluaran Op-Amp
out
pos
neg
pos
voltase pada masukkan non-inverting ( tak membalik ) = voltase pada masukkan inverting ( membalik )
V
neg
=perubahan dari perbedaan antara voltase pada kedua masukan Op-Amp.
e.
Penguatan Bersama ( Common Amplification ) Pada Op-Amp ideal voltase keluaran hanya tergantung dari perbedaan
voltase pada kedua masukkan dn tidak tergantung dari besar potensial pada masukkannya. Berarti keluaran sama persis ketika kedua masukan sama-sama mempunyai potensial IV terhadap GND atau mempunyai potensial 8V terhadap GND. Pada Op-Amp real potensial bersama dari input akan mempengaruhi keluaran. Terhadap penguatan bersama AC ( common Amplification ) dengan definisi sebagai berikut :
V
out
A. V C
inbersama
dimana : Vout
: perubahan voltase output
V in bersama : perubahan voltase bersama pada kedua masukan,dimana voltase bersama terdefinisi sebagai
1 2 V in
V in bersama =
V
in
Common Mode Rejection Ratio ( CMRR ) sering dinyatakan dengan huruf besar G adalah perbandingan antara penguatan diferensial AD dan bersama AC : G=
A A
D
C
f.
Input Op-Amp Untuk Op-Amp ideal voltase keluaran nol ketika perbedaan voltase input
nol,tetapi dalam Op-Amp real voltase input biasanya berbeda dari nol ketika
PUTU RUSDI ARIAWAN
keluaraaan nol. Perbedaan voltase input dimana voltase output nol tersebut Input Offset, Voff. Besar dari input offset tergantung dari Op-Amp dan biasanyan besarnya antara 25 V dan 5mV. Kalau suhu berubah maka voltase offset juga berubah. Besar perubahan voltase offset
V
off
per
perubahan
suhu
T,
V T
off
disebut
koefisien
suhu
(Temperature coeffisien). Pada berbagai Op_amp ada masukan khusus untuk menghilangkan input offset. Dengan rangkaian tambahan dan memakai masukan tersebut,besar dari voltase offset bias diatur. Biasanya prlengkapan ini dipakai untuk menghilangkan voltase offset, berarti mengaturnya menjadi nol. Hal ini disebut dengan menolkan voltase offset. Kalau offset sudah dinolkan pada suhu tertentu,voltase offset hanya timbul kalau suhu berbeda dengan suhu tersebut. Tetapi kalau offset diatur dengan rangkaian pengatur tersebut maka pengaruh suhu lingkungan pada besar voltase biasanya menjadi lebih besar berarti koefisien suhu menjadi lebih besar. Satu lagi perbedaan lagi yang harus diperhatikan pada Op-Ampreal adalah arus yang terdapat pada inputnya. Arys tersebut sebenarnya merupakan arus yang terdiri dari dua macam arus, yaitu satu bagian yang besarnya tidak tergantung pada besar voltase input dan satu bagian yang tergantung pada voltase input (arus yang terjadi karena adanya resistivitas input). g.
Output Op-Amp Pada keluaran terdapat resistivitas keluaran. Resistivitas keluaran
biasanya sebesar beberapa puluh ohm sampai orde k . juga terdapat batas maksimal dan batas minimal untuk voltase keluaran. Voltase keluaran ,aksimalpositif biasanya 1 sampai 3V (tergantung Op-Amp dan beban pada outputnya) di bawah voltase sumber positif dan voltase keluaran minimal negative biasanya 1 sampai 3 V (tergantung Op-Amp dan beban pada outputnya) di atas voltase sumber negative. Tetapi juga ada Op-Amp yang bias memiliki voltase output sampai voltase sumber negatif atau sampai voltase sumber positif. Selain terdapat resistivitas outpunya juga terdapat suatu pembatasan arus pada keluaran Op-Amp untuk melidungi Op-Amp dari penyerapan daya yang terlalu besar. Op-Amp biasanya bias dipakai hanya dengan arus keluaran
PUTU RUSDI ARIAWAN
maksimal sebesar beberapa mA. Kalau arus yang lebih besar dibutuhkan pada keluaran rangkaian. 3.2.3
Rangkaian-Rangkaian Op-Amp
a. Penguat Linear yang Inverting dengan Op-Amp; Prinsip Bumi Semu Rangkaian dasar penguat inverting adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.2.8, dimana sinyal masukannya dibuat melalui input inverting. Seperti tersirat pada namanya, pembaca tentu sudah menduga bahwa fase keluaran dari penguat inverting ini akan selalu berbalikan dengan inputnya. Pada rangkaian ini, umpanbalik negatif di bangun melalui resistor R2.
Gambar 3.2.8 Penguat Inverter Input non-inverting pada rangkaian ini dihubungkan ke ground, atau v+ = 0. Dengan mengingat dan menimbang aturan 1 (lihat aturan 1), maka akan dipenuhi v- = v+ = 0. Karena nilainya = 0 namun tidak terhubung langsung ke ground, input op-amp v- pada rangkaian ini dinamakan virtual ground. Dengan fakta ini, dapat dihitung tegangan jepit pada R1 adalah Vin – V- = Vin dan tegangan jepit pada resistor R2 adalah Vout – v- = Vout. Kemudian dengan menggunakan aturan 2, di ketahui bahwa : iin + iout = i- = 0, karena menurut aturan 2, arus masukan op-amp adalah 0. iin + iout = Vin/R1 + vout/R2 = 0 Selanjutnya Vout/R2 = - Vin/R1 .... atau Vout/Vin = - R2/R1 Jika penguatan G didefenisikan sebagai perbandingan tegangan keluaran terhadap tegangan masukan, maka dapat ditulis G = Vout/R2 = - Vin/R1 …(1)
PUTU RUSDI ARIAWAN
Impedansi rangkaian inverting didefenisikan sebagai impedansi input dari sinyal masukan terhadap ground. Karena input inverting (-) pada rangkaian ini diketahui adalah 0 (virtual ground) maka impendasi rangkaian ini tentu saja adalah Zin = R1. B
= Vf +
C
Vf = IDC . Rf B
= IDC . Rf +
C
…………………………………
(a)
Arus IDC yang mengalir dari D ke C terdapat ari Hukum Ohm : IDC =
V = R
D
C
R R i
…………………..( b )
f
Jika persamaan b dimasukkan ke persamaan a maka terdapat persamaan potensial :
B
=
D
C
R R i
.Rf
c
f
ruas kanan dari persamaan diatas dapat diubah menjadi : D
C
R R i
.Rf
=
D
.
R
f
R R
f
R
f
i
f
C
.
R
f
R R i
f
sehingga persamaan menjadi : B=
D
.
R
f
R R i
B=
D
.
R
R R
D
.
R i
R R i
C
C f
R
.1
i
C f
.
f
R R
f
f
R R
.
f
f
i
B=
C
f
R
i
R R i
f
Voltase output dari Op-Amp dapat ditemukan persamaan sebagai berikut : V output = ( V input 1 – V input 2 ) . A V output = ( Vin+ - Vin- ) . A C
A
PUTU RUSDI ARIAWAN
B
.A
b. Penguat Linear yang Non-Inverting dengan Op-Amp Prinsip utama rangkaian penguat non-inverting adalah seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.2.9 berikut ini. Seperti namanya, penguat ini memiliki masukan yang dibuat melalui input non-inverting. Dengan demikian tegangan keluaran rangkaian ini akan satu fasa dengan tegangan inputnya. Untuk menganalisa rangkaian penguat op-amp non inverting, caranya sama seperti menganalisa rangkaian inverting.
Gambar 3.2.9 Penguat Non-Inverter
Dengan menggunakan aturan 1 dan aturan 2, kita uraikan dulu beberapa fakta yang ada, antara lain : Vin = V+ V+ = V- = Vin ..... lihat aturan 1. Dari sini ketahui tegangan jepit pada R2 adalah Vout –
V- = Vout – Vin, atau iout = (Vout-Vin)/R2.
Lalu tegangan jepit pada R1 adalah V- = Vin, yang berarti arus iR1 = Vin/R1. Hukum kirchkof pada titik input inverting merupakan fakta yang mengatakan bahwa iout + i(-) = iR1 Aturan 2 mengatakan bahwa i(-) = 0 dan jika disubsitusi ke rumus yang sebelumnya, maka diperoleh iout = iR1 dan Jika ditulis dengan tegangan jepit masing-masing maka diperoleh (Vout – Vin)/R2 = Vin/R1 yang kemudian dapat disederhanakan menjadi : Vout = Vin (1 + R2/R1) Jika penguatan G adalah perbandingan tegangan keluaran terhadap tegangan masukan, maka didapat penguatan op-amp non-inverting G = Vout / Vin = (1 + R2/R1)… (2)
PUTU RUSDI ARIAWAN
Impendasi untuk rangkaian Op-amp non inverting adalah impedansi dari input non-inverting op-amp ersebut. Dari datasheet, LM741 diketahui memiliki impedansi input Zin = 108 to 1012 Ohm. c. Rangkaian Diferensiator Hubungan antara arus dan voltase dalam kondensator adalah :
C
Q V
V
1 Q C
d dt
dv 1 dQ dt C dt dQ I dt dV 1 I dt C Jika komponen C pada rangkaian penguat inverting di tempatkan di depan, maka akan diperoleh rangkaian differensiator seperti pada gambar 3.3. Dengan analisa yang sama seperti rangkaian integrator, akan diperoleh persamaan penguatannya :
V
OUT
RC dvin
dt
Rumus ini secara matematis menunjukkan bahwa tegangan keluaran vout pada rangkaian ini adalah differensiasi dari tegangan input vin. Contoh praktis dari hubungan matematis ini adalah jika tegangan input berupa sinyal segitiga, maka outputnya akan mengahasilkan sinyal kotak.
Gambar 3.2.10 Differensiator
PUTU RUSDI ARIAWAN
Bentuk rangkaian differensiator adalah mirip dengan rangkaian inverting. Sehingga jika berangkat dari rumus penguat inverting G = -R2/R1 dan pada rangkaian differensiator diketahui,
R R R Z 2
1
1 C C
maka jika besaran ini disubtitusikan akan didapat rumus penguat differensiator
G
RC
Dari hubungan ini terlihat sistem akan meloloskan frekuensi tinggi (high pass filter), dimana besar penguatan berbanding lurus dengan frekuensi. Namun demikian, sistem seperti ini akan menguatkan noise yang umumnya berfrekuensi tinggi. Untuk praktisnya, rangkain ini dibuat dengan penguatan dc sebesar 1 (unity gain). Biasanya kapasitor diseri dengan sebuah resistor yang nilainya sama dengan R. Dengan cara ini akan diperoleh penguatan 1 (unity gain) pada nilai frekuensi cutoff tertentu.
Gambar 3.2.11 Rangkaian OPAmp sebagai Differensiator
Gambar diatas merupakan rangkaian differensiator, yaitu rangkaian yang akan mendifferensialkan sinyal yang masuk ke rangkaian tersebut. Output
PUTU RUSDI ARIAWAN
dari rangkaian ini seakan-akan merupakan fungsi hasil pendifferensialan dari fungsi masukan. Rangkaian ini dinamakan pula “the differentiation amplifier”. Dapat dilihat dari gambar berikut :
Gambar 3.2.12 Pendiferensialan sinyal kotak Sama halnya dengan sinyal-sinyal lain yang dimasukkan ke rangkaian itu, keluarannya akan terdifferensialkan. d. Rangkaian Integrator Op-amp bisa juga digunakan untuk membuat rangkaian-rangkaian dengan respons frekuensi, misalnya rangkaian penapis (filter). Salah satu contohnya adalah rangkaian integrator seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.4. Rangkaian dasar sebuah integrator adalah rangkaian op-amp inverting, hanya saja rangkaian umpanbaliknya (feedback) bukan resistor melainkan menggunakan capasitor C.
Gambar 3.2.13 Integrator
PUTU RUSDI ARIAWAN
Mari kita coba menganalisa rangkaian ini. Prinsipnya sama dengan menganalisa rangkaian opamp inverting. Dengan menggunakan 2 aturan opamp (golden rule) maka pada titik inverting akan didapat hubungan matematis : iin = (Vin – V-)/R = Vin/R , dimana V- = 0 (aturan1) iout = -C d(Vout – V-)/dt = -C dvout/dt;V- = 0 iin = iout ; (aturan 2) Maka jika disubtisusi, akan diperoleh persamaan : iin = iout = Vin/R = -C dVout/dt, atau dengan kata lain :
Dari sinilah nama rangkaian ini diambil, karena secara matematis tegangan keluaran rangkaian ini merupakan fungsi integral dari tegangan input. Sesuai dengan nama penemunya, rangkaian yang demikian dinamakan juga rangkaian Miller Integral. Aplikasi yang paling populer menggunakan rangkaian integrator adalah rangkaian pembangkit sinyal segitiga dari inputnya yang berupa sinyal kotak. Dengan analisa rangkaian integral serta notasi Fourier, dimana f = 1/t dan
2 f penguatan integrator tersebut dapat disederhanakan dengan rumus :
G( )
1 RC
Sebenarnya rumus ini dapat diperoleh dengan cara lain, yaitu dengan mengingat rumus dasar penguatan op-amp inverting G = - R2/R1. Pada rangkaian integrator (gambar 3) tersebut diketahui
R R R Z 1
2
C
1 C
Dengan demikian dapat diperoleh penguatan integrator tersebut seperti persamaan (5) atau agar terlihat respons frekuensinya dapat juga ditulis dengan
G f
1 fRC 2
Karena respons frekuensinya yang demikian, rangkain integrator ini merupakan dasar dari low pass filter. Terlihat dari rumus tersebut secara
PUTU RUSDI ARIAWAN
matematis, penguatan akan semakin kecil (meredam) jika frekuensi sinyal input semakin besar. Pada prakteknya, rangkaian feedback integrator mesti diparalel dengan sebuah resistor dengan nilai misalnya 10 kali nilai R atau satu besaran tertentu yang diinginkan. Ketika inputnya berupa sinyal dc (frekuensi = 0), kapasitor akan berupa saklar terbuka. Jika tanpa resistor feedback seketika itu juga outputnya akan saturasi sebab rangkaian umpanbalik op-amp menjadi open loop (penguatan open loop op-amp ideal tidak berhingga atau sangat besar). Nilai resistor feedback sebesar 10R akan selalu menjamin.
Gambar 3.2.14 Rangkaian OPAmp sebagai Integrator Perhatikan perbedaannya dengan rangkaian differensiator pada gambar 3.2.14 diatas. Yaitu tidak adanya capasitor pada jalur input. Bila diberikan sinyal kotak sebagai masukan, akan dihasilkan sinyal mirip segitiga. Dapat dilihat pada gambar berikut : Contoh sinyal :
PUTU RUSDI ARIAWAN
Gambar 3.2.15 Pengintegralan sinyal kotak
e.
Inverting Amplifier Rangkaian penguatan konstan yang banyak digunakan adalah inverting
amplifier, seperti gambar berikut :
Gambar 3.2.16Rangkaian Inverting Amplifier
Output diperoleh dengan mengalikan input dengan suatu konstanta penguatan yang nilainya ditentukan oleh resistor input R1 dan resistor umpan balik Rf. Output ini terbalik (inverted) dari input (beda phase 180o).
f.
Unity Follower Unity follower menghasilkan gain = 1 tanpa pembalikan phase. Dengan
demikian maka Vo = V1. Ini berarti bahwa output mempunyai magnitud dan phase yang sama dengan input.
PUTU RUSDI ARIAWAN
Gambar 3.2.17 Unity Follower g. Summing Amplifier
Gambar 3.2.18 Summing Amplifier
Rangkaian
menunjukkan
penguatan
dengan
tiga
input
yang
menghasilkan suatu fungsi penjumlahan. Masing-masing input dikuatkan dengan suatu konstanta penguatan sebelum dijumlahkan.
Tegangan output yang dihasilkan adalah :
Vo
Rf R1
V1
Rf R2
V2
Rf R3
V3
h. Comparator Rangkaian comparator digunakan untuk membandingkan tegangan masukan. Apakah positif ataukan negatif. Rangkaian ini dapat digunakan sebagai sensor. Dengan mengetahui masukan bertegangan positif/negatif output maka akan mempengaruhi output rangkaian, sehingga dapat diambil langkah-langkah yang sekiranya perlu dilakukan bila suatu gejala tertentu terjadi. Gambar rangkaian sebagai berikut :
PUTU RUSDI ARIAWAN
Gambar 3.2.19 Rangkaian OpAmp sederhana sebagai comparator
Karena sinyal input dimasukkan melalui kaki + maka bila Vin positif maka Vout juga positif. Demikian pula bila Vin negatif maka Vout negatif. Bila masukan nol, maka sinyal keluaran juga akan nol. Untuk rangkaian dengan tipe :
Gambar 3.2.20 Rangkaian OpAmp sederhana sebagai comparator i. Adder
Gambar 3.2.21 Rangkaian OpAmp sebagai adder
PUTU RUSDI ARIAWAN
Rangkaian adder merupakan rangkaian yang menjumlahkan tegangan masukan menjadi tegagan output. Juga tergantung dari berapa besar penguatannya. Sehingga bila dimasukkan tegangan masing-masing 1V, 2V dan 3V maka output yang didapat adalah 6V. Dihitung dengan persamaan :
disederhanakan :
Sedangkan bila kita hitung Vo berdasarkan V1 sebagai berikut
Karena
= 2kOhm dan
= 1kOhm maka besarnya gain sebesar 1+2 = 3.
maka :
Sehingga telah terbukti secara matematis bahwa rangkaian diatas merupakan adder/penjumlah. 3.3 Daftar Komponen dan Alat 1. IC op-amp 2. Resistor dan kapasitor 3. Potensiometer 4. Osiloskop 5. Multimeter 6. Disket / flashdisk 7. Milimeterblock 8. Pulpen / pensil 9. Penggaris / mistar
PUTU RUSDI ARIAWAN
3.4 Cara Kerja 3.4.1
Amplifier membalik
1. Buatlah rangkaian sperti gambar 3.1 2. Setting Rg=1K sehingga 1000 mark sesuai dengan 10V
Gambar 3.1 Rangkaian percobaan Inverting amplifier
3. Ukur tegangan dengan osiloskop/multimeter untuk posisi nol 4. Ukur tegangan output Vo sesuai dengan tegangan input Vi seperti pada table 3.1
Tabel 3.1 Pengukuran tegangan input output(positif) untuk amplifier membalik No
Rf
100k
100k
100k
100k
100k
100k
setting
1
Vi
01
0.3
0.5
0.6
0.8
1
Volt
2
Vo
Volt
5. Sekarang hubungkan A1 dengan -15V dan ulangi langkah percobaan sebelumnya dan catat hasilnya pada table 3.2.
Tabel 3.2 Pengukuran tegangan input output(negatif) untuk amplifier membalik No
Rf
100k
100k
100k
100k
100k
100k
setting
1
Vi
01
0.3
0.5
0.6
0.8
1
Volt
2
Vo
PUTU RUSDI ARIAWAN
Volt
3.4.2
Amplifier tak membalik
1. Buatlah Rangkaian Seperti gambar 3.2
Gambar 3.2 Rangkaian percobaan NonInverting amplifier
2. Hubungkan Rg pada Vcc +15V dan setting Rg sehingga V1 berharga 10V 3. Naikkan teg input V1 dengan mengoperasikan Rf dan ukur Vo sebagai fungsi Vi dan isikan hasil pengamatan pada table 3.3
Tabel 3.3 Pengukuran tegangan input output (positif )untuk amplifier tak membalik No Rf
100k
100k
100k
100k
100k
100k
setting
1
Vi
01
0.3
0.5
0.6
0.8
1
Volt
2
Vo
Volt
4. Hubungkan Rg pada Vcc -15V dan lakukan setting seperti sebelumnya serta ulangi pengukuran sesuai dengan table 3.4
Tabel 3.4 Pengukuran tegangan input output (negatif )untuk amplifier tak membalik No Rf
100k
100k
100k
100k
100k
100k
setting
1
Vi
01
0.3
0.5
0.6
0.8
1
Volt
2
Vo
PUTU RUSDI ARIAWAN
Volt
3.4.3
Pengikut tegangan (voltage follower)
1. Buatlah rangkaian seperti gambar 3.3
Gambar 3.3 Rangkaian percobaan untuk pengikut tegangan
2. Hubungkan Rg pada Vcc +15V dan setting Rg sehingga V1 berharga 10V 3. Naikkan teg input V1 dengan mengoperasikan Rt dan ukur Vo sebagai fungsi Vi dan isikan hasil pengamatan pada table 3.5
Tabel 3.5 Pengukuran tegangan input output (positif )untuk pengikut tegangan No Rf
100k
100k
100k
100k
100k
100k
setting
1
Vi
1
3
5
6
8
10
Volt
2
Vo
Volt
4. Hubungkan Rg pada Vcc -15V dan lakukan setting seperti sebelumnya serta ulangi pengukuran sesuai dengan table 3.6 5. Tabel 3.6 Pengukuran tegangan input output (negatif )untuk pengikut tegangan No Rf
100k
100k
100k
100k
100k
100k
setting
1
Vi
1
3
5
6
8
10
Volt
2
Vo
PUTU RUSDI ARIAWAN
Volt
3.4.4
Amplifier penjumlah
1. Buatlah rangkaian seperti gambar 3.4
Gambar 3.4 Rangkaian percobaan amplifier penjumlah
2. Hubungkan potensiometer 10 putaran ke +15V dan atur resistor variable 1K sehingga posisi 1000 berhubungan dengan 10V 3. Setting potensiometer 10 putaran ke nol. Ukur Uo 4. Input Vi’ dibiarkan open dan ukur Vo=f(Vi) dengan Vi=1V dan 2V 5. Hubungkan R3=10K ke ground dan ukur Vo=f(Vi) seperti langkah 4 6. Ganti R3 1K dengan 100
hubungkan ke ground da lakukan seperti
langkah 4 7. Set FG1 sehingga Vi=2V pada R1. Set juga FG2 sehingga Vi’=3V pada R3. Ukur Vo=f(Vi + Vi’) Set FG1 dan FG2 seperti pada langkah 7. tapi Fg2 dihubungkan ke -15V. ukur Vo= f(Vi – Vi’) 3.4.5
Low pass filter
1. Buatlah rangkaian seperti gambar 3.5
Gambar 3.5 rangkaian percobaan LPF (LOW PASS FILTER)
PUTU RUSDI ARIAWAN
2. Ukur Uo sebagai fungsi frekuensi f. set Ui pada 2 Vpp dan lakukan pengukuran seperti table 3.7 catat hasil pengukuran pada table.
Table 3.7 Pengujian LPF dengan Frekuensi yang berbeda. No
F(Hertz)
20
200
1000
1500
…
4000
20000
1
Ui(Vpp)
2
2
2
2
2
2
2
2
Uo(Vpp)
3.4.6
High pass filter
1. Buatlah rangkaian seperti gambar 3.7
Gambar 3.6 rangkaian percobaan HPF (HIGH PASS FILTER)
2. Ukur Uosebagai fungsi frekuensi f. set Ui pada 2 Vpp dan lakukan pengukuran seperti table 3.7 catat besarnya tegangan output Uo dari HPF.
PUTU RUSDI ARIAWAN
BIODATA PENULIS
Nama
: Putu Rusdi Ariawan
TTL
: Denpasar. 19 April 1990
Agama
: Hindu
Mahasiswa Teknik Elektro Unv. Udayana Email :
[email protected] www.facebook.com/turusdi
PUTU RUSDI ARIAWAN