Onkologi Dasar

March 2, 2019 | Author: Anjas Shimano | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Onkologi Dasar...

Description

1

BAB I INTRODUKSI

Sudah diterima secara luas bahwa kanker merupakan penyakit yang disebabkan rusaknya mekanisme pengaturan dasar perilaku perilaku sel, khususnya mekanisme pertumbuhan dan diferensiasi sel. Sejak 50 tahun yang lalu diketahui bahwa apabila sel tumbuh dan  berdiferensiasi, ada unsur genetik yang diaktifkan ( switched  switched on) on) dan yang lain di-inaktifkan ( switched  switched off ). ). Gen-gen inilah inilah yang termasuk sistem regulasi regulasi atau dikenal sebagai “mesin siklus sel” yang merupakan sistem utama bagi berlangsungmya faal sel-sel normal. Dalam  perkembangannya sel berdiferensiasi dan membentuk berbagai jenis jaringan dengan fungsi yang berbeda-beda. Walaupun demikian setiap sel memiliki informasi genetik yang sama 1 yang disandi dalam DNA-nya. Dalam keadaan normal pertumbuhan sel diatur secara ketat oleh sistem regulasi tersebut untuk memenuhi kebutuhan organisme. Sebaliknya sel-sel kanker tumbuh autonom tidak terkendali, kemudian menginvasi jaringan organ di sekitarnya yang berakibat fungsi organ bersangkutan terganggu. Transformasi sel normal menjadi sel kanker terjadi sebagai akibat terganggunya sistem regulasi di atas yang berakibat sel-sel kanker mampu membelah diri menjadi lebih banyak, bahkan hingga berjuta-juta sel dan tidak  2 menghasilkan pertumbuhan sel-sel progenitor normal. Itulah ciri utama se l kanker. Unsur penting dalam gangguan sistem regulasi pertumbuhan sel adalah onkogen. Konsep onkogen pertama kali dikemukakan setelah ditemukannya unsur-unsur genetik virus (khususnya retrovirus) yang bertanggung jawab atas kemampuan virus bersangkutan untuk  mentransformasi sel. Penelitian-penelitian selanjutnya mengungkapkan 4 atribut onkogen yang merupakan dasar adanya hubungan antara onkogen dengan kanker, yaitu : 1) onkogen yang sama dapat dijumpai pada banyak jenis vertebrata maupun invertebrata; 2) gen  bersangkutan diaktivasi pada berbagai jenis kanker manusia; 3) dampak aktivasi onkogen  pada sel adalah dominan; ini berarti bahwa onkogen teraktivasi tersebut dapat merangsang  pertumbuhan sel walaupun di dalam sel bersangkutan terdapat gen sama yang normal atau inaktif; 4) setiap onkogen menyandi protein yang masing-masing berperan dalam transduksi sinyal yaitu meneruskan pesan pertumbuhan dari luar sel secara berurutan dan teratur ke 3 nukleus yang kemudian menerjemahkannya dalam proses proliferasi dan diferensiasi sel. Kelainan yang timbul dalam pertumbuhan sel kanker adalah kelainan yang diturunkan  pada tingkat seluler yang berarti kelainan sel induk akan diwariskan kepada sel-sel turunannya secara genetik. Hal itu menimbulkan dugaan yang sekarang sudah diterima secara luas, bahwa kelainan genetik bertanggung jawab atas transformasi ganas. Sebagian besar  transformasi terjadi pada sel somatik, tetapi adakalanya mutasi gen terjadi pada  germline cells. Bila mutasi terdapat pada  germline cells maka mutasi yang sama akan dijumpai pada setiap sel dalam tubuh. Seseorang yang mewarisi salah satu  germline mutations dari orang tuanya mengakibatkan individu tersebut mempunyai predisposisi untuk menderita kanker. Karena itu dianggap perlu untuk mengidentifikasi gen-gen penting yang berperan dalam  pertumbuhan kanker dan menganalisis mekanisme pertumbuhan sel di tingkat molekuler. Pemahaman mekanisme molekuler pertumbuhan dan penyebaran kanker serta identifkasi  berbagai gen yang terlibat di dalamnya, di masa mendatang dapat digunakan untuk  menentukan diagnosis, sebagai penanda preneoplasia, menentukan predisposisi untuk  menderita kanker, menentukan prognosis serta terapi spesifik untuk menyingkirkan sel 4 ganas. Aplikasi biologi molekuler untuk mempelajari kanker saat ini banyak digunakan untuk mendeteksi berbagai onkogen dan tumor suppressor genes dan mengkaji mekanisme 5 aktivitas dan peranan gen-gen tersebut dalam mengatur proliferasi sel. Bagi mereka yang

2

 bekerja di bidang onkologi, pemahaman tentang patogenesis kanker di tingkat molekuler  merupakan prasyarat ( prerequisite)  prerequisite) untuk pengembangan metode diagnosis baru dan terapi 6 yang lebih efektif. PENYEBAB KANKER  Kanker merupakan refleksi faktor lingkungan dan genetik. Bahwa faktor lingkungan  berperanan penting pada karsinogenesis dibuktikan dengan berbagai percobaan binatang. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa frekuensi kanker meningkat pada binatang yang terpapar karsinogen tertentu. Termasuk ke dalam faktor lingkungan adalah berbagai jenis virus, bahan kimia dan radiasi pengion dan ultraviolet. Sebagian besar dari faktor lingkungan tersebut memiliki sifat biologis yang sama yaitu dapat mengakibatkan kerusakan pada DNA. Kesamaan sifat ini menimbulkan dugaan bahwa DNA sel merupakan sasaran utama semua  bahan karsinogenik dan bahwa kanker disebabkan perubahan perubaha n DNA sel. Bukti-bukti lain yang mendukung konsep ini adalah: a) adanya jenis kanker tertentu yang insidensnya secara langsung bergantung pada faktor-faktor herediter; b) terdapatnya insidens kanker yang tinggi  pada individu-individu yang menunjukkan defek herediter kemampuan memperbaiki lesi DNA; c) adanya kelainan kromosom yang jelas pada sel-sel kanker tertentu; d) adanya sejumlah onkogen yang dapat mentransformasikan sel normal menjadi sel ganas; e) identifikasi gen supresor (tumor (tumor suppressor genes) genes) yang apabila hilang atau mengalami 7 inaktivasi mengakibatkan sel kehilangan kendali dan mengalami transformasi ganas. Penelaahan perkembangan kanker memerlukan sistem eksperimental, pada percobaan mana kanker tertentu dapat diinduksi dan di analisis secara sistematik Berbagai jenis bahan fisiko-kimia merupakan karsinogen yang ampuh dan beberapa di antaranya juga karsinogenik   bagi manusia. Bentuk aktif dari bahan fisiko-kimia karsinogenik merupakan mutagen yang kuat, berarti ia dapat menginduksi mutasi genetik, tetapi sebagian besar karsinogen baru mengakibatkan kanker setelah waktu lama. Periode laten yang lama mendukung dugaan  bahwa perlu adanya beberapa perubahan atau beberapa mutasi sebelum sel normal berubah menjadi fenotip ganas. Mutagen menyebabkan lesi DNA pada berbagai tempat (lokasi) dan  berkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini dapat diidentifikasi berbagai lokasi pada DNA yang merupakan sasaran lesi onkogenik dan yang mempunyai fungsi 5  biologis penting bagi pertumbuhan sel. Penelitian tentang hubungan antara kanker dan virus  juga telah membuktikan bahwa berbagai jenis virus v irus merupakan mutagen yang poten, bahkan lebih poten dari bahan kimia. Ada 2 jalur melalui mana virus dapat menyebabkan transformasi, yaitu pertama dengan cara menghambat fungsi berbagai tumor suppressor gene seperti Rb dan p53 dan menghambat salah satu keluarga Bcl2 yang pro-apoptotik yaitu bax, sedangkan jalur kedua dengan cara menghasilkan produk onkogen virus yang menginduksi 8 translokasi kromosom atau mutasi gen lain dan berakhir dengan transformasi sel. (gambar 1).

3

Translokasi kromosom

Produk 

Onkoptotein / fusion protein

Virus DNA

Sel

Sel kanker 

normal G1 arrest

Rb

Arrest Apoptosis Apoptosis P53

bax

Gambar 1: Dua jalur transformasi oleh virus DNA.

8

Dalam gambar 1 diperlihakan transformasi sel oleh virus DNA melalui inaktivasi  produk tumor suppressor gene pRb dan p53 serta bax (jalur bawah). Fungsi protein-protein ini  juga sering terganggu pada karsinogenesis yang tidak berkaitan dengan virus. Jalur  transformasi yang lain (jalur atas) menunjukkan mekanisme transformasi oleh virus melalui  produk virus yang menginduksi translokasi kromosom dan ekspresi onkoprotein (oncogenic  fusion protein). protein). Salah satu produk virus (viral (viral oncogene) oncogene) yang sudah lama dikenal adalah 8 E1A adenovirus yang menginduksi translokasi t(11;22). Walaupun demikian, infeksi virus tidak selalu berakhir dengan transformasi. Banyak  virus dapat berada dalam tubuh dalam keadaan laten untuk waktu yang lama dalam bentuk  kriptik dan mengawali tumorigenesis, tetapi untuk berlanjut menjadi kanker diperlukan  berbagai ko-faktor. Penelitian lebih lanjut mengenai hal ini dapat mengidentifikasi berbagai gen virus (viral (viral oncogenes) oncogenes) yang bertanggung jawab atas terjadinya terjadinya transformasi dan hasil  penelitian tersebut merupakan dasar untuk un tuk pemahaman kita tentang onkogen-onkogen o nkogen-onkogen penting 9  pada kanker yang diinduksi maupun tidak diinduksi oleh virus. Seperti telah diuraikan di atas, baik virus maupun bahan fisiko-kimia dapat menginduksi tumorigenesis melalui mekanisme genetik. Bahan fisiko-kimia melakukannya dengan memodifikasi gen normal menjadi onkogen sedangkan virus disamping dapat 6 menyebabkan mutasi DNA juga mengandung  preformed oncogenes. oncogenes. BIOLOGI SEL KANKER  Sebagian besar sel normal yang terdapat dalam tubuh sudah mengalami diferensiasi yang berarti sel-sel tersebut telah mengalami berbagai perubahan demikian rupa sehingga menunjukkan morfologi dan fungsi spesifik. Selama proses diferensiasi, sel normal umumnya tidak memiliki kemampuan untuk berproliferasi, tetapi di lain fihak banyak sel-sel jaringan tubuh mengalami proses renewal  untuk mengganti sel-sel yang hilang karena rusak atau menua, dengan sel-sel prekursor baru ( stem-cells),  stem-cells), yang kemudian diikuti oleh proliferasi selsel keturunannya. Diduga bahwa sebagian besar sel kanker berasal dari sel-sel progenitor 

4

10

ini. Kehilangan kemampuan berdiferensiasi menyebabkan maturation arrest yang arrest  yang berakhir  dengan peningkatan proliferasi sel dan perkembangan tumor (gambar 2).

 self-renewing stem cells

A

sel progenitor dengan kemampuan proliferasi terbatas

Diferensiasi terminal

Sel-sel tanpa kemampuan membelah, mungkin mengalami apoptosis

B

C

Tumor 

Tumor 

Gambar 2: Produksi sel normal dan proliferasi sel yang tidak terkontrol.10 A: Jalur normal untuk memproduksi sel yang berdiferensiasi B: Stem-cell gagal memproduksi sel anak non-stem-cell pada setiap pembelahan kemudian berproliferasi membentuk tumor  C: Sel anak gagal berdiferensiasi normal dan berproliferasi membentuk tumor 

Pada umumnya diperlukan 2 perubahan penting untuk transformasi ganas. Pertama adanya kemampuan untuk tumbuh dan berkembang tanpa stimulasi dari luar (autocrine (autocrine), ), baik  melalui produksi regulator, aktivasi reseptor secara terus menerus atau transduksi sinyal yang abnormal dalam jalur transduksi mulai dari reseptor hingga gen relevan dalam nukleus. Kelainan yang kedua adalah kesalahan intrinsik dalam komitmen diferensiasi dari sel-sel yang memberikan respons terhadap stimulasi di atas sehingga, karena tidak ada komitmen

5

diferensiasi, yang terbentuk adalah sel-sel yang sama dengan induknya dan bukan sel-sel 10,11  prognitor yang memiliki komitmen untuk diferensiasi terminal. Pertumbuhan sel normal diatur oleh protein terlarut yang disebut faktor pertumbuhan atau sitokin. Salah satu jenis protein yang diketahui bersifat sebagai faktor pertumbuhan adalah hormon yang juga merupakan molekul penerus sinyal. Hormon Hormon disimpan dalam kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam sirkulasi apabila diperlukan. Di samping hormon, protein regulator pertumbuhan lain yang disekresikan oleh berbagai jenis sel adalah  polipeptida yang dapat mempengaruhi pertumbuhan sel-sel di sekitarnya (sinyal parakrin); contoh faktor pertumbuhan golongan ini adalah sitokin. Sel juga dapat mensekresikan protein yang dapat berikatan dengan reseptor pada permukaan sel sendiri (sinyal autokrin). Faktor   pertumbuhan terlarut merupakan unsur penting dalam mengatur proliferasi dan diferensiasi serta fungsi sel-sel hemopetik termasuk sel-sel sistem imun. Faktor pertumbuhan menyampaikan sinyal melalui pengikatan dengan reseptor yang kemudian meneruskan sinyal ini melalui berbagai proses biokimiawi intrasel ke nukleus. Proses ini disebut transduksi sinyal. Kelainan dalam jalur transduksi sinyal yang menyebabkan stimulasi berlebihan sering 10 dijumpai pada sel-sel kanker. Stimulasi berlebihan oleh faktor pertumbuhan saja pada umumnya hanya menyebabkan hiperplasia dan bukan transformasi ganas. Untuk menjadi ganas diperlukan kelainan intrinsik lain misalnya inaktivasi tumor suppressor genes. genes. Salah satu contoh interaksi antara faktor pertumbuhan yang berlebihan dengan kelainan faktor intrinsik yang berakibat transformasi ganas diperlihatkan pada gambar 3 dengan mengambil contoh kanker payudara.

Ovarium

Estradiol dan hormon-hormon hormon-hormon steroid lain

Sel  Normal

Germline mutation  p53, BRCA1/BRCA2 BRCA1/BRCA2

Fenotip ganas

Akumulasi kelainan Ditingkatkan (akselerasi) genetik saat oleh mutator fenotip  pembelahan sel MSH1 (defek  DNA  DNA repair ) (loss of heterozygosity)

Gambar 3: Pengaruh estradiol dan hormon steroid lain pada pertumbuhan sel kelenjar  12  payudara yang mengandung kelainan kela inan genetik 

Pada gambar 3 diperlihatkan pengaruh stimulasi berlebihan estradiol dan hormon steroid lain untuk merangsang proliferasi sel kelenjar payudara. Stimulasi ini membantu ekspresi dan fiksasi mutasi gen yang telah ada dalam germline dalam  germline cells (misalnya p53, BRCA1/ BRCA2). Tambahan kelainan gen DNA gen  DNA repair (MSH1) repair  (MSH1) meng-akselerasi transformasi ganas. Aktivasi onkogen, baik akibat mutasi, translokasi maupun amplifikasi meningkatkan

6

 proliferasi sedangkan inaktivasi tumor suppressor genes, genes, yang dalam keadaan normal  berfungsi mengontrol pertumbuhan, ditambah dengan disfungsi gen DNA repair, menyebabkan sel tumbuh tak terkontrol dan akhirnya mengalami transformasi ganas.12 Perkembangan dan pertumbuhan sel normal membutuhkan koordinasi intraseluler  maupun interaksi antar sel yang terkendali dalam organisme bersangkutan. Proliferasi sel normal berlangsung melalui suatu siklus sel yang terdiri atas 4 fase yang ditentukan oleh waktu sintesis DNA, yaitu fase G1, fase S, fase G2 dan fase M. (gambar 4) Berbeda dengan  bakteria yang mensintesis DNA secara terus menerus selama siklus pembelahan sel, sel-sel mamalia mengalami siklus sel yang lebih kompleks. Setelah mitosis, sel memasuki fase G1, yaitu fase di mana sel sangat aktif tetapi tidak mensintesis DNA. Pada fase ini kandungan DNA sel adalah 2N (diploid), Siklus sel kemudian berlanjut ke fase S di mana terjadi sintesis DNA dan kandungan DNA berubah menjadi 4N. Fase selanjutnya adalah fase G2 sebelum memasuki fase M di mana sel membelah diri menjadi 2 sel diploid. Waktu yang diperlukan untuk satu siklus bergantung pada jenis sel, dan perbedaan waktu itu terutama terjadi di fase G1, di mana bila diperlukan siklus sel berhenti pada fase ini (G1 ( G1 arrest ) atau pada interphase 5 G1/S.

M

G0

G2 G1

S Gambar 4: Siklus sel: M=mitosis; G1=gap1; S=sintesis DNA; G2= gap2

Titik penentu (decision (decision point ) terletak pada G1. Pada titik ini sel normal melanjutkan siklus sel melalui G1 atau memasuki fase G0 untuk berisitirahat bergantung pada ada tidaknya faktor pertumbuhan. Kontrol pertumbuhan bergantung pada berbagai mekanisme transduksi sinyal yang acap kali diperantarai oleh hormon dan faktor pertumbuhan. Pertumbuhan kanker  menunjukkan kegagalan mekanisme kontrol tersebut sehingga sel-sel kanker tumbuh tak  terkendali dan itulah yang merupakan ciri utama sel ganas. Pertumbuhan tak terkendali dapat terjadi karena sel-sel kanker tidak memberikan respons terhadap sinyal kontrol, mungkin karena adanya lesi DNA atau adanya produk onkogen. Alternatif lain adalah defek  mekanisme kontrol homeostatik itu sendiri, misalnya akibat sekresi faktor pertumbuhan yang tidak tepat atau berlebihan, baik oleh sel-sel kanker sendiri maupun oleh sel-sel di sekitar  kanker atau akibat gangguan proses metilasi DNA baik hipometilasi maupun 13,14,15 hipermetilasi. Pertumbuhan tidak terkontrol juga mungkin terjadi akibat perubahan (modifikasi) kuantitatif maupun kuantitatif pada reseptor faktor pertumbuhan atau gangguan 7 fungsi meneruskan sinyal oleh kompleks faktor pertumbuhan dengan reseptornya ke nukleus. Salah satu kelainan reseptor faktor pertumbuhan adalah ekspresi berlebihan c-ErbB2 yang merupakan reseptor tirosine kinase yang berakibat transduksi sinyal terus menerus melalui

7

stimulasi ErbB1 (EGFR). Fosforilasi reseptor faktor pertumbuhan karena ikatannya dengan ligand (faktor pertumbuhan) atau kelainan kualitas akibat mutasi mengakibatkan aktivasi molekul-molekul transduksi sinyal berikutnya (downstream (downstream), ), misalnya MAP-kinase, ERK’s, 16 cJun/JNK dan lain-lain. Banyak bukti-bukti yang menyatakan bahwa kanker berasal dari sel progenitor tunggal yang berproliferasi membentuk sebuah klon yang sel-selnya memiliki sifat-sifat sama dengan  progenitornya, termasuk memiliki kelainan genetik atau menunjukkan fenotip ganas yang sama. Kelainan genetik itu harus stabil karena ia berada dalam sel yang terus menerus 6  berproliferasi dan mewariskan kelainan genetik itu kepada sel-sel keturunannya. Tetapi meskipun ada tanda-tanda klonal, ada pula bukti bahwa sel-sel dalam klon itu tidak selalu identik. Sel-sel dalam sebuah tumor seringkali menunjukkan heterogenitas, sehingga 7 menimbulkan dugaan bahwa sel-sel kanker mengalami modifikasi selama pertumbuhannya. Walaupun kanker dapat berkembang dalam berbagai jenis organ, ada beberapa gambaran 5 umum dalam perkembangan berbagai jenis kanker yang mengikuti pola yang sama : Pertama, kanker berasal dari satu klon; jadi neoplasma adalah pertumbuhan klonal (monoklonal) di mana populasi sel merupakan keturunan sel progenitor tunggal yang mengalami transformasi dan kemudian berproliferasi abnormal. Kedua, kanker bukan merupakan penyakit sel secara individual. Sel yang mengalami transformasi tumbuh menjadi masa tumor yang menginvasi dan menginfiltrasi jaringan organ di sekitarnya dan mengganggu fungsinya. Ketiga, kanker  tidak hanya terjadi akibat proses transformasi tunggal, dan asal-usul klonal neoplasma tidak  dengan sendirinya berarti bahwa mutasi gen secara langsung mengakibatkan terjadinya kanker. Untuk menjadi ganas populasi sel tersebut harus mengalami proses lain (karsinogenesis) yang berlangsung bertahap (multistep (multistep process/ multistep carcinogenesis) carcinogenesis) sebelum ia menunjukkan fenotip ganas. Selama proses multistep yang diawali dengan inisiasi dan dilanjutkan dengan promosi dan progresi, dapat terlihat fase-fase perubahan 17  preneoplastik yang merupakan penanda kecenderungan sel menjadi ganas. Ke empat, kanker  terjadi sebagai akibat akumulasi / mutasi berurutan gen-gen penting yang berfungsi mengatur   proliferasi dan diferensiasi sel dengan akibat meningkatnya atau menghilangnya aktivitas 10,18,19,20 yang berlangsung dalam jalur proses pertumbuhan sel normal. Pada kanker tidak ada integrasi dan koordinasi sinyal pertumbuhan ekstraseluler dengan “mesin pengatur siklus sel”. Akibatnya adalah sel tumbuh tidak terkendali, tidak bergantung pada ada tidaknya sinyal ekstraseluler, dapat tumbuh tanpa sinyal pertumbuhan (autocrine (autocrine stimulation) stimulation) dan kurang responsif terhadap sinyal inhibisi. Dalam sebuah tumor ganas, proliferasi sel biasanya tidak   bergantung pada kebutuhan akan sel-sel baru dan biasanya menunjukkan gangguan 5,21 diferensiasi (maturation (maturation arrest ). ). Pengertian awal tentang sifat-sifat sel kanker diperoleh dengan melakukan kultur sel in vitro. Dari kultur sel in vitro tersebut diketahui berbagai  perbedaan sifat pertumbuhan sel kanker dengan sel normal. (Tabel 1) Salah satu sifat penting sel kanker dalam kultur adalah masa hidupnya dengan kemampuan berproliferasi yang tidak terbatas, yang sering disebut dengan istilah istilah “immortal” dan diferensiasi abnormal. Diferensiasi abnormal itu berkaitan dengan proliferasi karena sel normal yang telah berdiferensiasi lengkap akan berhenti berproliferasi atau hanya  berproliferasi lambat, tetapi sel-sel ganas akan berhenti berdiferensiasi konsisten dengan kemampuan berproliferasi aktif tanpa batas. Di samping itu, sel ganas seringkali tidak mampu menjalani apoptosis padahal ini merupakan program diferensiasi banyak jenis sel yang memiliki ketahanan hidup terbatas. Sifat sel ganas in vitro ternyata mirip dengan beberapa 5 sifat sel ganas in vivo.

8

Tabel 1: Pertumbuhan sel fibroblast normal dan fibroblast neoplastik* Sifa Sifatt per pertum tumbu buha han n

Sel Sel norm normal al

Sel Sel gana ganass

Inhibisi pertumbuhan yang density-dependent  Kebutuhan akan faktor pertumbuhan Ketergantungan pada anchorage Masa hidup dengan kemampuan berproliferasi Hambatan migrasi  Adhesiveness Morfologi

Ada Tinggi Ada Terbatas Ada Tinggi Rata

Tidak ada Rendah Tidak ada Tidak terbatas Tidak ada Rendah Bundar 

* (dikutip dari Cooper 5)

Salah satu sifat lain dari sel ganas adalah memiliki kemampaun untuk menembus  jaringan sekitarnya dan menyebar melalui pembuluh darah atau pembuluh getah bening ke tempat jauh (metastasis). Penyebaran sel-sel kanker memerlukan perubahan genetik yang memungkinkan sel-sel tersebut mampu bermigrasi dari organ asalnya ke organ yang letaknya  berjauhan. Tetapi migrasi sel kanker saja tidak cukup untuk tumbuhnya metastasis di d i lokasi  baru. Untuk ini diperlukan ketersediaan nutrisi yang cukup yang diperoleh melalui vaskularisasi (angiogenesis). Kemampaun kita untuk mengontrol dan mencegah metastasis memerlukan pengertian yang lebih baik tentang mekanisme yang mendasari metastasis, termasuk mekanisme yang terlibat dalam survival, migrasi dan adhesi maupun kontrol genetik proses tersebut. Saat ini telah dapat diidentifikasi berbagai enzim proteolitik yang mengawali cleavage, cleavage, aktivasi dan degradasi protein-protein seluler. Di antara enzim yang  berperan penting dalam proses degradasi degrada si matriks yang diperlukan untuk proses metastasis dan angiogenesis adalah enzim urokinase plasminogen activator  (u-PA) dan inhibitor (PAI), 22,23,24,25,26 metalloproteinase, heparanases, stromelysin dan lain-lain Di samping samping kelainan mekanisme proliferasi dan diferensiasi, sel-sel kanker yang mengalami kelainan genetik memerlukan metabolisme khusus untuk perkembangannya menjadi masa tumor dalam 3 dimensi. Walaupun kelainan metabolik ini tidak merupakan defek mendasar yang menyebabkan kanker, kelainan tersebut dapat merupakan dasar  kemampuan sel-sel ganas untuk hidup dan menembus jaringan sekitarnya. Penelitian akhirakhir ini mengungkapkan bahwa beberapa di antara kelainan genetik yang mengakbatkan  perkembangan tumor secara langsung atau melalui hipoksia juga berdampak pada glikolisis yang berperan penting pada kemampuan sel kanker untuk merekrut pembuluh darah baru 27 (angiogenesis). Di samping kelainan genetik atau mutasi DNA yang secara langsung berperan pada tumorigenesis, tidak boleh dilupakan kontribusi epigenetik pada perkembangan kanker. Proses epigenetik merupakan kelainan fungsi gen yang diturunkan dan diperantarai oleh faktor-faktor lain di luar kelainan primer pada sekuen DNA. Seperti telah disebut di atas, dengan beberapa pengecualian, setiap sel dalam tubuh manusia memiliki informasi genetik  yang sama. Walaupun demikian, terdapat perbedaan yang besar dalam fungsi masing-masing  jenis sel. Ini berarti bahwa setiap jenis sel hanya mengekspresikan seperangkat gen spesifik  yang diperlukan untuk melaksanakan fungsinya. Ekspresi gen spesifik sesuai jenis sel ini ditentukan saat sel berdiferensiasi melalui interaksi yang kompleks di antaranya sinyal ekstraseluler, faktor transkripsi spesifik jaringan, dan modifikasi kovalen DNA melalui metilasi. Diferensiasi pada umumnya terjadi tanpa perubahan pada sekuen DNA primer, tetapi

9

trait  yang diperoleh biasanya stabil dan dapat diwariskan kepada sel-sel keturunannya pada 13 saat pembelahan sel. PERUBAHAN BIOKIMIAWI DALAM SEL KANKER  Banyak penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan biokimiawi dalam sel kanker atau sel yang mengalami transformasi dan membedakannya dengan sel normal. Tetapi ternyata penelitian-penelitian itu tidak mampu membedakan perubahan biokimiawi yang menyebabkan transformasi (primer) dari perubahan biokimiawi sebagai akibat transformasi atau sebagai konsekuensi sekunder terjadinya transformasi. Sel kanker biasanya mengandung  jumlah kromosom atau rearrangements kromosom yang abnormal (aneuploidi), yang menunjukkan instabilitas genetik yang berperan penting pada tumorigenesis. Selain itu, sel kanker seringkali berbeda dari sel normal dalam beberapa sifat biokimiawi, termasuk di antaranya peningkatan glikolisis, sekresi faktor pertumbuhan, sekresi protease, penurunan ekspresi protein permukaan yang diperlukan untuk adhesi, dan disorganisasi sitoskeleton. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, beberapa di antara perubahan ini secara langsung  berkaitan dengan kelainan sifat pertumbuhan sel yang mengalami transformasi. Misalnya ekskresi faktor pertumbuhan mengurangi kebutuhan sel kanker akan faktor pertumbuhan eksogen, penurunan ekspresi molekul adhesi menyebabkan hilangnya contact inhibition, inhibition, dan  perubahan struktur sitoskeleton menyebabkan morfologi sel ganas berbeda dengan sel normal. Walaupun demikian tidak ada satupun penanda fenotip ganas di atas unik untuk sel yang mengalami transformasi, demikian pula tidak jelas apakah perubahan-perubahan itu penyebab atau akibat transformasi. Karena itu untuk lebih memahami sifat-sifat sel kanker perhatian 5 diarahkan untuk mempelajari gen-gen spesifik yang diduga menginduksi transformasi. REGULATOR PERTUMBUHAN Seperti telah disebut di atas, sel secara terus menerus dihadapkan pada pengambilan keputusan untuk membelah, diferensiasi atau menjalani proses apoptosis. Ketiganya memberi dampak pada jumlah sel sehingga jalur di mana proses pembelahan, diferensiasi dan apoptosis  berlangsung merupakan sasaran aktivitas ak tivitas onkogen dan tumor suppressor genes. Golongan gen g en lain yang juga merupakan sasaran aktivitas onkogenik adalah gen-gen yang berfungsi dalam  perbaikan DNA. Onkogen dan tumor suppressor gene (TSG) Sebagian besar onkogen dan t umor suppressor gene (TSG) beraksi melalui intervensi langsung pengaturan siklus sel normal. Mutasi proto-onkogen yang menghasilkan amplifikasi dan peningkatan fungsi onkogen ( gain  gain of function mutation) mutation) mengakibatkan onkogen terus menerus mengaktifkan komponen-komponen lain dalam kaskade transduksi sinyal termasuk  faktor transkripsi yang kemudian menghasilkan pembelahan sel. Di lain fihak mutasi pada TSG yang menyebabkan inaktivasi (loss (loss of function mutation) mutation) akan berkibat hilangnya rem 2  pengatur laju pertumbuhan. Beberapa jenis onkogen secara langsung membatalkan aktivitas  protektif TSG dan sebaliknya beberapa jenis TSG dapat mendeteksi adanya onkogen dan  berusaha melawannya. Kedua kelompok gen ini berinteraksi melalui suatu jejaring pengaturan 28 sinyal pertumbuhan. Di antara onkogen penting yang berfungsi dalam proses di atas adalah onkogen Ras dan cyclin/cdk Onkogen Ras memegang memegang peranan penting dalam transmisi sinyal ekstraseluler  ke dalam sel. Untuk fungsinya ini Ras menggunakan beberapa jalur efektor yang melawan aktivitas berbagai gen supresor (TSG), yaitu jalur Ras-Raf dan jalur Ras-PI3K. Kaskade jalur  Ras-Raf-Erk merupakan jalur utama yang bertanggung jawab atas transmisi sinyal proliferasi dari membran sel ke nukleus. Diduga aktivasi Ras-Raf-Erk ini mengakibatkan peningkatan

10

transkripsi gen MDM2 yang fungsinya menurunkan stabilitas (destabilisasi) gen p53. Peningkatan transkripsi MDM2 menekan aktivitas p53. Selain menekan aktivitas p53, jalur  Ras-Raf juga menekan aktivitas gen NF1 yang terlibat dalam perkembangan neurofibromatosis. Dengan menekan fungsi TSG, jalur Ras-Raf-Erk dapat meneruskan sinyal  proliferasi kepada gen-gen dalam nukleus yang relevan. pada jalur Ras-PI3K, Ras mengaktifkan phosphatidyl-inositol 3’kinase (PI3K). Aktivitas PI3K dilawan oleh fosfatase dan keseimbangan antara kedua aktivitas menentukan jumlah fosfatidil-inositol trifosfat pada membran sel. Di antara protein yang diaktifkan dengan cara berikatan dengan fosfatidilinositol trifosfat adalah serine/threonine kinase Akt. Protein Akt berfungsi melaksanakan 28  proses peningkatan ketahanan hidup yang dipromosikan oleh PI3K. Beberapa jenis tumor suppressor gene TSG diprogramkan untuk mendeteksi dan  berespons terhadap sinyal yang diberikan oleh onkogen, jadi berfungsi sebagai pertahanan terhadap aktivitas onkogen. Beberapa di antaranya adalah p53, BRCA1/BRCA2, NK4a dan ARF. ARF dapat mengikat MDM2 dan menghambat fungsinya; dengan demikian ia menstabilkan p53. ARF dan INK4a diekspresikan sebagai respons terhadap onkogen Ras dan Myc; dengan demikian ia memberi sinyal kepada gen p53 tentang keberadaan onkogen  bersangkutan. Tetapi fungsi gen p53 tidak hanya semata-mata melindungi sel terhadap onkogen; ia juga melindungi sel terhadap kerusakan DNA permanen dengan mendeteksinya 28 dan memberi sinyal kepada gen DNA repair. Kehilangan atau inaktivasi gen p53 akan  berakibat instabilitas genetik. Jumlah protein p53 bertambah sebagai respons terhadap  berbagai sinyal, misalnya sinyal kerusakan DNA, terhentinya sintesis DNA atau RNA atau  bila tidak tersedia nukleotida (depletion (depletion)) Rangsangan yang sama juga mengaktifkan p53 tanpa adanya stress, yang biasanya laten. Peningkatan kecepatan awal translasi mRNA p53 dapat  juga mengganggu kestabilan p53. Protein p53 dapat mengalami degradasi melalui berbagai cara, salah satu di antaranya adalah melalui pengikatan dengan protein Mdm2. Gen p53 mutan memiliki half life yang lebih panjang dan produknya tidak mampu meningkatkan ekspresi  protein Mdm2 dengan akibat tidak terjadinya degradasi protein p53. Banyak jalur melalui mana sinyal-sinyal ditangkap oleh p53, di antaranya jalur DNA-dependent protein kinase (DNAPK) yang berfungsi meng-fosforilasi p53, jalur MAP-kinase yang memodulasi p53 dan lain-lain. Pada gambar 4 tampak bahwa p53 berakumulasi dan dimodifikasi serta diaktivasi sebagai respons terhadap sinyal-sinyal yang dihasilkan oleh berbagai stres genotoksik  Beberapa protein, termasuk ATM, PARP (poly-ADP-ribose polimerase), FAS, BLS (Bloom’s syndrome) dan NBS (Nymegen breakage syndrome) terlibat dalam aktivasi. Jalur RAS-MAP kinase terlibat dalam menentukan kadar basal p53 dan dapat mempengaruhi fungsinya. Beberapa fungsi sel yang dipengaruhi oleh p53 dapat ditekan oleh ekspresi yang tidak  terkontrol dari Myc, Bcl2, E1B atau E2F. Kontrol aktivitas p53 mencakup lingkaran autoregulasi yang melibatkan Mdm2. Perangkat lengkap jalur p53 membantu memelihara integritas genom dengan menyingkirkan sel-sel yang rusak, baik dengan menginduksi G1 arrest  untuk memperbaiki DNA atau menginduksi apoptosis. Gen p53 juga membantu mengatur masuknya siklus el ke dalam fase mitosis, pembentukan spindle dan integritas 2,29 sentrosom, yaitu checkpoints siklus sel yang terlibat dalam mencegah kerusakan DNA. Salah satu jalur yang digunakan oleh p53 untuk menginduksi G1-arrest adalah melalui p21 yang akan melawan aktivitas kompleks cyclin-CDK. Karena itu inaktivasi p21 maupun ekspresi berlebihan cyclin, misalnya cyclin D1 (gambar 5), akan mengakibatkan salah satu  jalur regulasi p53 terganggu, dan hal ini sering dijumpai pada berbagai jenis kanker di antaranya kanker kolorektal. Inaktivasi p21 dan atau amplifikasi cyclin berkaitan erat dengan 30  prognosis dan survival.

11

Stimuli

PARP, ATM, NBS, BLS, FAS Modifikasi biokimiawi

Jalur Ras-MAP kinase Hambatan mitosis Spindle checkpoint Duplikasi sentrosom

Peningkatan  jumlah / aktivitas 53

MDM2

BAX

BCL2/ E1B

p21 MYC

A o tosis

RB Cyclin D

Genomic instability

G1 arrest

E2F

CDK4

P RB

+

E2F

Fase S berlanjut

Gambar 5: Komponen jalur sinyal p53 (dikutip dari Agarwal29) Seperti telah diuraikan di atas, mutasi gen p53 dijumpai pada banyak jenis kanker, misalnya pada 75-80% kanker kolon. Individu yang memiliki kerentanan terhadap  predisposisi kanker seperti yang terlihat pada sindrom Li-Fraumeni, dilahirkan dengan mewarisi mutasi pada satu alel gen p53 dan dapat menderita kanker dengan mutasi p53 pada kedua alel, walaupun ada juga yang mutasinya terjadi hanya pada satu alel (disebut dominan negatif). Hal ini disebabkan alel p53 yang mutan mengganggu fungsi alel yang normal (wild type). Mutasi p53 seperti telah disebut di atas mengakibatkan instabilitas genetik dan 2 memudahkan terjadinya mutasi gen lain. Gen BRCA1/BRCA2 adalah tumor suppresor gene yang terdapat dalam berbagai  jenis sel dan dikaitkan dengan proliferasi dan diferensiasi sel-sel jaringan yang berasal dari ektoderm dan mesoderm. Dalam jaringan payudara, BRCA1/BRCA2 diekspresikan pada sel epitel alveolar dan duktal. Mutasi BRCA1 dan atau BRCA2 dalam germline dalam germline cells bertanggung  jawab atas sebagian besar kanker payudara herediter. Protein BRCA1 terletak pada kompartemen nukleus semua sel. Walaupun demikian, distribusinya dalam nukleus bervariasi sesuai siklus sel; ia berkelompok dalam nukleus selama fase S dan G2 dan tersebar merata dalam nukleoplasma pada fase G1. Lebih dari 200 jenis germline jenis germline mutations BRCA1 dan lebih dari 80 jenis mutasi BRCA2 telah diidentifikasi yang dapat dijumpai pada keluarga dengan kanker payudara herediter, tetapi peranannya pada kanker payudara sporadis belum diketahui. Walaupun aktivitas biologiknya belum diketahui pasti, bukti-bukti penelitian terakhir  mengungkapkan gen tersebut sebagai  genome caretakers yang berfungsi memelihara 31,32,33,34 integritas genom.

12

Tumor suppressor gene lain yang mempunyai peranan penting dalam mengatur   pertumbuhan sel adalah gen retinoblastoma (Rb). Seperti telah disebut di atas protein yang secara langsung mengatur atau diatur oleh cyclin-cdk merupakan sasaran lesi pada kanker. Gen Rb adalah salah satu yang telah dipelajari secara intensif di samping gen p53. Gen ini untuk pertama kali dijumpai pada kanker retinoblastoma herediter. Mutasi Rb tidak terbatas  pada retinoblastoma tetapi diumpai pada banyak jenis kanker lain. Kelainan fungsi gen Rb disebabkan deletion pada kromosom 13 q14 (gambar 6)

deletion 13q14

 Normal

Retinoblastoma

Gambar 6: Deletion pada kromosom 13q14 Seperti tampak pada gambar 6, kehilangan region pada kromosom 13q14 mengakibat kan mutasi / inaktivasi gen Rb. Protein yang disandi oleh gen Rb, yaitu p105-Rb, diekspresikan dalam nukleus dalam bentuk hiperfosforilasi atau tidak terfosforilasi. Protein  p105-Rb yang tidak terfosforilasi terdapat pada sel yang tidak membelah (istirahat) sedangkan yang terfosforilasi terdapat pada sel yang sedang berproliferasi pada fase G1 akhir, sebelum memasuki fase S. Fosforilasi dan defosforilasi Rb diatur oleh berbagai cyclin, khususnya cyclin-D. Selama fase G1 dari siklus sel, E2F terikat pada p105-Rb yang tidak terfosforilasi tetapi kemudian dilepaskan melalui fosforilasi pada batas fase G1/S. Setelah dilepaskan, E2F mengaktifkan faktor transkripsi yang menjadi sasarannya, di antaranya berbagai enzim yang terlibat dalam sintesis DNA. Kehilangan fungsi atau mutasi Rb , atau adanya DNA virus v irus tumor  yang mengikat Rb, menyebabkan gangguan pada proses fosforilasi/defosforilasi Rb yang 2 mengakibatkan gangguan kontrol pertumbuhan. Telomere dan telomerase Seperti telah diuraikan di atas, stabilitas genetik merupakan prasyarat untuk   pertumbuhan sel normal, sebaliknya instabilitas genetik merupakan salah satu sifat sel kanker  yang paling jelas dan banyak sifat sel kanker didasarkan atas instabilitas genetik ini. Stabilitas genetik dapat terganggu melalui berbagai cara, misalnya kegagalan mismatch repair , segregasi kromosom yang tidak tepat, rearrangement  kromosom dan kehilangan telomere. Telomere adalah suatu kompleks antara DNA dengan protein yang menutup dan melindungi ujung-ujung kromosom, sedangkan telomerase adalah enzim protein-RNA yang memperpanjang telomere setiap kali setelah pembelahan sel. Pada manusia, sel-sel embrio terbukti mengekspresikan telomerase tetapi pada orang dewasa hanya sedikit sel yang memiliki aktivitas telomerase. Dengan terbatasnya kandungan telomerase, telomere secara  bertahap menjadi lebih pendek sejalan dengan bertambahnya umur sel. Erosi ujung kromosom akan membatasi jumlah pembelahan sel. Pada sel kanker, terjadi aktivasi abnormal telomerase yang menyebabkan sel membelah terus. Dengan demikian sinyal untuk 

13

2,35

menghentikan pertumbuhan diabaikan (by (by pass) pass) pada tumorigenesis Kenyataan ini menimbulkan pemikiran ke arah menghambat aktivitas telomerase sebagai salah satu alternatif terapi.35 Telomerase di anggap sebagai penanda ganas baru yang merupakan 36 indikator prognosis dan sasaran terapi pada kanker. Setiap kali sel membelah, selalu ada kehilangan 50-100 pasangan basa pada ujung telomer. Hal ini merupakan konsekuensi polaritas untaian DNA dan mekanisme replikasi DNA. Bila telomere kehilangan sejumlah pasangan basa ia memberikan rangsangan kepada sel untuk menghentikan pembelahan sel. Kehilangan telomere di atasi oleh sel dengan mengaktifkan telomerase yang menambah sekuen telomere untuk mengganti sekuen yang hilang (gambar 7). Aktivasi telomerase mencegah pemendekan kromosom dan penuaan dengan konsekuensi proliferasi terjadi terus menerus. Struktur telomere di ujung kromosom memendek akibat replikasi DNA. Bila panjang telomere mencapai titik kritis, sebagian besar  sel keluar dari siklus sel dan berhenti berproliferasi. Enzim telomerase akan menambah asamasam amino yang diperlukan untuk membentuk telomere sehingga menambah kemampuan sel 37 untuk membelah.. “badan” kromosom

Telomere

Replikasi DNA Telomere pendek 

Senescence & crisis

Aktivasi telomerase

Imortalisasi 37

Gambar 7: Aktivasi telomerase mencegah pemendekan kromosom.

Proses ini berlangsung seimbang, mencegah kromosom memendek selama  pembelahan sel dan mencegah sel untuk menerima sinyal penghentian pembelahan sel. Sel yang memproduksi telomerase di antaranya adalah  stem-cell  dan sel kanker, sedangkan sel somatik normal tidak memiliki aktivitas telomerase. Stem cell  mengurangi produksi telomerase secara bertahap sesuai dengan penuaan sel; kadar telomerase dalam stem cell hanya cukup untuk mencegah kehabisan telomere dalam jaringan yang perlu memperbaharui 36 diri secara cepat.  Apoptosis Seperti telah disebut di atas salah satu proses yang memberi dampak pada jumlah sel dalam jaringan termasuk jaringan tumor adalah apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel terprogram yang merupakan proses penting dalam pengaturan homeostasis normal. Proses ini menghasilkan keseimbangan dalam jumlah sel jaringan tertentu melalui eliminasi sel yang rusak dan proliferasi fisiologis dan dengan demikian memelihara agar fungsi jaringan normal. Deregulasi apoptosis mengakibatkan keadaan patologis, termasuk proliferasi sel secara tidak 

14

terkontrol seperti dijumpai pada kanker. Ada berbagai bukti yang menyatakan kontrol apoptosis dikaitkan dengan gen yang mengatur berlangsungnya siklus sel, di antaranya gen  p53, Rb, Myc, E1A dan d an keluarga Bcl2. Gangguan regulasi proliferasi sel baik akibat aktivitas onkogen dominan maupun inaktivasi tumor suppressor genes ada hubungannya dengan kontrol apoptosis. Beberapa jenis virus onkologik melaksanakan proses transformasi sel dengan cara mengganggu fungsi apoptosis dalam sel. misalnya SV40, herpes dan adenovirus,  polioma maupun virus Epstein Barr (EBV). 2,38 Keluarga gen Bcl2 dan produknya diidentifikasi sebagai regulator kunci dalam proses apoptosis dalam banyak jenis sel. Keluarga protein ini dikelompokkan dalam 2 kelompok  yaitu kelompok apoptotik dan anti-apoptotik yang berbeda dalam fungsi tetapi mempunyia struktur yang homolog. Yang termasuk kelompok apoptotik adalah Bax, Bak, Bcl-XS, Bad, Bik dan Bid, sedangkan yang termasuk golongan anti-apoptotik adalah Bcl2, Bcl-XL, Mcl39,40 1. Gambar 8 memperlihatkan rasio relatif heterodimer Bcl2 dan Bax dalam menentukan 41 kerentanan sel terhadap apoptosis.

BAX

Bcl2

Hidup

Bcl2

BAX

Bcl2

BAX

Mati

Sinyal apoptosis (on ( on / off )

Gambar 8: Kerentanan terhadap apoptosis Dari gambar 8 di atas tampak bahwa ekspresi berlebihan Bcl2 meningkatkan daya hidup sel, sedangkan ekspresi BAX berlebihan menginduksi apoptosis. Dalam keadaan normal ekspresi BAX dan Bcl2 seimbang. Mutasi Bcl2 pertama kali diketahui disebabkan translokasi t(14;18) yang berakibat  peningkatan fungsi gen bersangkutan. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa ekspresi  berlebihan Bcl2 menyebabkan peningkatan daya tahan hidup berbagai jenis sel in vitro dan 42,43 menghambat apoptosis in vivo. Bcl-XL menunjukkan homologi dengan Bcl2 dan mampu 44 menghambat apoptosis sama efektifnya dengan Bcl2. Sebagian besar khemoterapi dan 45,46,47 radiasi ditujukan untuk menginduksi kematian sel kanker melalui jalur apoptosis. Sebaliknya, resistensi sel kanker terhadap khemoterapi dan atau radiasi sebagian disebabkan terganggunya jalur apoptosis, salah satunya disebabkan ekspresi berlebihan Bcl2 atau Bcl48 XL. Kenyataan ini membuka kemungkinan untuk memberikan terapi kanker dengan mengembalikan fungsi apoptosis melalui pemberian antisense oligonucleotida. Pada  percobaan dengan kultur sel kanker metode ini telah berhasil meningkatkan 47,49 khemosensitifitas. Segolongan enzim proteolitik yang berperan penting pada apoptosis adalah caspases. Golongan enzim ini disebut demikian karena merupakan cysteine protease yang merombak  asam aspartat (c dari cysteine protease, aspase dari merombak protein pada asam aspartat). Banyak sasaran lisis caspase yang disebut death substrate yang diketahui saat ini, antara lain lamin yang merupakan protein penting pada membran nukleus. Salah satu gambaran apoptosis adalah disorganisasi struktur membran nukleus sehingga lamin termasuk protein

15

 penting pada proses apoptosis. Selain bekerja pada nukleus, mesin kematian sel (cell death machinary) machinary) juga bekerja di sitoplasma dengan merombak protein-protein substrat yang ada di sitoplasma. Aktivitas caspase berlangsung melalui kaskade yang dalam gambar 9 diperlihatkan dalam bentuk balok warna gelap.

Sinyal ADAPTOR  “Death domain protein”

INHIBITOR  Bcl2 family

TRIGGER  Apaf-1

CASPASE 

mitochondria

AMPLIFIERS?

Cytochrome c Apoptosis inducing factors

APOPTOSIS

50

Gambar 9: Kematian sel terprogram secara genetik.

Dalam gambar di atas tampak faktor-faktor yang berpengaruh pada proses apoptosis  berupa berbagai protein adaptor, inhibitor dan pemicu (triggers). Ke dalam golongan amplifier  termasuk cytochrome c yang ditransportasikan dari mitochondria ke sitoplasma pada saat apoptosis. Di antara inhibitor apoptosis yang penting, seperti tampak dalam gambar 8 adalah keluarga Bcl2 yang apabila diekspresikan berlebihan akan menghambat translokasi cytochrome-c dari nukleus ke sitoplasma serta mencegah rusaknya membran mitochondria dan dengan demikian mencegah apoptosis.50,51 RINGKASAN Kanker berkembang melalui serangkaian perubahan bertahap yang berakhir dengan kehilangan kontrol pertumbuhan yang khas bagi sel kanker, yaitu: proliferasi terus menerus secara tidak terkendali, kemampuan menembus jaringan sekitarnya dan kemampuan metastasis jauh. Ciri proliferasi abnormal yang khas bagi sel kanker in vivo sama dengan ciri  proliferasi sel kanker in vitro, sehingga dengan deng an percobaan-percobaan p ercobaan-percobaan in vitro v itro dapat dianalisis  berbagai sifat biologik kanker termasuk berbagai gen yang mengaturnya. Pada saat ini telah diketahui berbagai sifat pertumbuhan sel kanker termasuk onkogen dan tumor suppressor  gene yang terlibat dalam proses transformasi. Berbagai sifat biologis sel kanker termasuk  gangguan dalam proses apoptosis sebagian telah dapat diketahui walaupun belum seluruhnya terungkap. Pengetahuan tentang sifat-sifat sel kanker di tingkat molekuler meningkatkan  pengetahuan kita tentang patogenesis kanker dan di kemudian hari dapat digunakan sebagai dasar pemberian terapi yang lebih tepat.

16

RUJUKAN 1. Beardsley T. Smart genes. Scientific American 1991; August:86-95 2. Perkins AS and Stern DF. Molecular biology of cancer: Oncogenes.In: deVita VT, Hellman S, Rosenberg SA.(eds) Cancer; Principles and practice. Philadelphia, Lippincott-Raven Publ 1997; 79-102 3. Krontiris TG. Molecular Medicine: Oncogenes. Mol Med 1995;333: 303-306 4. Caldas C, Ponder BAJ. Cancer genes and molecular oncology in the clinic. The Lancet 1997; 349 (suppl II): 16-18 nd 5. Cooper GM. The Cancer cell. In: Oncogenes 2 ed. Boston, Jones & Bartlett Publ, 1995: 3-18 6. Bishop JM and Weinberg RA. Introduction. In: Molecular Oncology. New York, Scientific American, 1996: 1-12 7. Hill RP and Tannock IF. Cancer as a cellular disease. In: The basic sciences of  nd oncology 2 ed. New York, McGraw-Hill Inc, 1992: 1-6 8. Kirn D and Hermiston T. Induction of an oncogenis fusion protein by a viral gene – a new chapter in an old story. Nature Med 1999; 5 (9): 991-992 nd 9. Cooper GM. Tumor viruses. In: Oncogenes 2 ed, Boston, Jones & Bartlett Publ, 1995: 21-36 10. Martin GS. Normal cells and cancer cells. In: Bishop GM and Weinberg RA (eds): Molecular oncology. New York, Scientific American 1996: 13-40 11. Metcalf D. Control of leukemic cells by hemopoetic regulators. Hematology: Education programme and scientific supplement of IX Congress of the ISCH-AP Division: 1999; 9 12. Henderson BE, Bernstein L, Ross R. Etiology of cancer: hormonal factors. In: DeVita VT, Hellman S, Rosenberg SA (eds). Cancer: Principles and practice. Philadelphia, Lippincott-Raven Publ; 1997: 219-227 13. Laird PW. Oncogenic mechanisms mediated by DNA methylation. Mol Med Today, 1997; May: 223-229 14. Nakajima 14. Nakajima T, Akiyama Y, Shiraishi J, et al. Age-related hypermethylation of the hMLH1 promoter in gastric cancers. Int J Canc er 2001; 94(2): 208-211 15. Yoon JH, Dammann R and Pfeifer GP. Hypermethylation of the CPG island of the  RASSFIA gene in ovarian and renal cell carcinomas. Int J Cancer 2001; 94(2): 212-217 16. Egeblad M, Moretenson OH and Jaattela M. Truncated ErbB2 receptor enhances ErbB1 signaling and induces reversible ERK-dependent loss of epithelial morphology. Int J Cancer 2001; 94(2):185-191 17. Buick RN and Tannock IF. Properties of malignant cells. In: Tannock IF, Hill RP nd (eds). The basic sciences of oncology 2 ed. New York, McGraw Hill Inc; 1992: 139153 18. Murakami MS, Strobel MC, Vande Woude GF. Cell cycle regulation, oncogenes and antineoplastic drugs. In: Mendelsohn J, Howley PM, Israel MA, Liotta LA (eds). The molecular basis of cancer. Philadelphia, WB Saunders Co. 1995: 3-17 19. Weinstein IB, Carothers AM, Santella RM. Molecular mechanisms of mutagenesis and multistages carcinogenesis. In: Mendelsohn J, Howley PM, Israel MA, Liotta LA (eds). The molecular basis of cancer. Philadelphia, WB Saunders Co, 1995: 59-85 20. Lowey DR. The causes of cancer. In: Bishop JM, Weinberg RA (eds). Molecular  Oncology 1996: 41-60 21. Brugarolas J, Bronson RT, Jacks T. p21 is a critical CDK2 regulator essential for   proliferation control in Rb-deficient cells. J Cell Biol 1998; 141: 503-514

17

22. Antalis TM, Lin ML, Donnan K, et al. The serpin plasminogen activator inhibitor  type-2 (PAI-2) protects against viral cytopathic effects: evidence for a PAI-2 mediated influence on the IFN-α/β IFN-α/β signaling pathways. J Exp Med 1998; 187: 1799-1811 23. Ougborne S, Antals TM. Transcriptional control and the role of silencers in transcriptional regulation in eukaryotes. Biochem J 1998; 33 1: 1-14 24. Mahony D, Stringer B, Dicckinson JL, et al. Dnase I hypersensitive sites in the 5’ flanking region of the plasminogen activator type 2 (PAI-2) gene are assocciated with  basal and TNF-α TNF-α induced transcription in monocytes. Eur J Biochem 1998; 256(3): 550-559 25. Gohji K, Hirano Hirano H, Okamoto M, et al. Expression of three extrasellular matrix degradative enzymes in bladder cancer. Int J Cancer 2001; 95: 295-301 26. Adachi Y, Yamamoto H, Itoh F, et al. Clinicopathologic and prognostic significance of matrilysin expression at the invasive front in human colorectal cancer. Int J Cancer  2001; 95: 290-294 27. Dang CV, Semenza GL. Oncogenic alterations of metabolism. TIBS 1999; Febr: 6872 28. Serrano M, Massague J. Network of tumor suppressor genes. EMBO Reports 2000; 11 (21): 115-119 29. Agarwal ML, Taylor WR, Chernov MV, et al. The p53 network. J Biol Chem 1998; 273(1): 1-4 30. Holland TA, Elder J, McCloud JM, et al. Subcellular localisation of cyclin D1 protein in colorectal tumours is associated with p21 WAF1/CIP1 expression and correlates with  patients survival. Int J Cancer 2001; 95: 302-306 31. Scully R, et al. Association of BRCA1 with Rad51 in mitotic and meiotic cels. Cell 1997; 88: 265-275 32. Sharan SK et al. Embryonic lethality and radiation hypersensitivity mediated by Rad51 in mice lacking Brca2. Nature 1997;386: 804-810 33. Scully R et al. Dynamic changes of BRCA1 subnuclear location and phosphorylation state are initiated by DNA damage. Cell 1997; 90: 425-435 34. Feunteun J. Breast cancer and genetic instability: the molecules behind the scene. Mol Med Today 1998; June: 263-267 35. Counter CM. Telomeres and telomerase in cancer. Science & Med 1999; Oct:8-17 36. McKenzie KE, Umbricht CB, Sukumar S. Applications of telomerase research in the fight against cancer. Mol Med Today 1999; March: 114-122 37. Weinberg RA, Hanahan D. The molecular pathogenesis of cancer. In: Bishop JM, Weinberg RA.(eds). Molecular Oncology New York Scientific American 1996: 179204 38. White E. Regulation of apoptosis by the transforming genes of the DNA tumor virus adenovirus. PSEBM, 1993; 204: 30-39 39. Adams JM, Cory S. The Bcl2 protein family: arbiters of cell survival. Science 1998; 281: 1322-1326 40. Huang DC, Adams JM, Corry S. The conserved N-terminal BH4 domain of the Bcl2homologous is essential for inhibition of apoptosis and interaction with CED-4. Embo J 1998; 17: 1029-1039 41. Yang E and Korsmeyer SJ. Molecular thanatopsis: A discourse on the Bcl2 family and cell death. Blood 1996; 88: 386-401 42. Garcia I, Martinou I, Tsujimoto Y, et al. Prevention of programmed cell death of  sympathetic neurons by the bcl2 proto-oncogene. Science 1992; 258; 302-304

18

43. Chao DT, Korsmeyer SJ. BCL2-family: regulators of cell death.Annu Rev Immunol 1998; 16: 395-419 44. Schott AF, Apel IJ, Nunez G et al. Bcl-XL protects cancer cells from p53-mediated apoptosis. Oncogene 1995; 11: 1389-1394 45. Kitada S, Anderson J, Akar S, et al. Expression of apoptosis regulating proteins in chronic lymphocytic leukemia: correlations with in vitro and in vivo chemoresponse. Blood 1998; 91: 3379-3389 46. Kobayashi T, Ruan S, Clodi K, et al. Overexpression of Bax gene sensitizes K562 erythroleukemia cells to apoptosis induced by selective chemotherapeutic agents. Oncogene 1998; 16: 1587-1591 47. Wang CY, Cusack JC, Liu R, et al. Control of inducible chemoresistance : enhanced anti-tumor therapy through increased apoptosis by inhibition of NF-κ NF-κB. Nat Med 1999; 5: 412-417 48. Reed JC, Miyashita T, Takayama S et al. Bcl2 family proteins: regulators of cell death involved in the pathogenesis of cancer and resistance to therapy. J Cell Biochem 1996; 60: 23-32 49. Xu Z, Fries H, Solioz M, et al.  BCL-X  L antisense oligonucleotides induce apoptosis and increase sensitivity of pancreatic cancer cells to gemcitabine. Int J Cancer 2001; 94: 268-274. 50. Golstein P. Controlling cell death. Science 1997; 275:1081-1082 51. Adams JM, Cory S. Life-or-death decisions by the Bcl2 protein family. TRENDS in Biochem Sc 2001; 26(1) 61-66

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF