Nilai Filosofis Sila Persatuan Indonesia
April 8, 2017 | Author: Luthfi Fauzan | Category: N/A
Short Description
Download Nilai Filosofis Sila Persatuan Indonesia...
Description
Nilai Filosofis Sila Persatuan Indonesia 1. Pengertian Umum Pancasila Sebagai Filsafat Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang utuh, hierarkis dan sistematis. Dalam pengertian inilah maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya kelima sila bukan terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi serta makna yang utuh. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai – nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. 2. Pengertian Filsafat Pancasila Pada Persatuan Indonesia Nilai filosofi yang terkandung di dalam sila Persatuan Indonesia bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Di dalam negara, konsekuensinya adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika. Persatuan merupakan kata yang tak boleh dipandang remeh karena dengan persatuan, semua suku bangsa,golongan, ras, agama, etnis, dan lain sebagainya dapat bersatu tanpa memandang dalam hal apapun. Indonesia dengan semboyannya “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan tentunya memilliki rasa satu kesatuan yang tinggi. Dengan pengamalan, penghayatan serta pelaksanaan sila ke-3 ini, bangsa Indonesia tetap teguh walaupun beragam macam isu sektarian, agama, bahkan SARA menerpa, dengan keyakinan teguh dan tekad yang kuat, persatuan dan kesatuan Indonesia dapat dipertahankan. Inilah yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa – bangsa lainnya di dunia. 3. Bentuk Pengamalan Persatuan dalam Budaya Nenek Moyang Bangsa Indonesia Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manuasia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Oleh karena perbedaan merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemenelemen yang membentuk negara. Konsekuensinya negara adalah beranekaragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang diliukiskan dalam Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan bukan untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras, indvidu, maupun golongan agama. Mengatasi dalam arti memberikan wahana atas tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya. Negara memberikan kebebasan atas individu, golongan, suku, ras, maupun golongan agama untuk merealisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan bersama yang bersifat integral. Oleh karena itu tujuan negara dirumuskan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum (kesejahteraan seluruh warganya) mencerdaskan kehidupan warganya serta dalam kaitannya dengan pergaulan dengan bangsabangsa lain di dunia untuk mewujudkan suatu ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kebinekaan yang kita miliki harus dijaga sebaik mungkin. Kebhinekaan yang kita inginkan adalah kebhinekaan yang bermartabat, yang berdiri gagah di atas moral dan etika bangsa kita sesuai dengan keragaman budaya yang kita miliki. Untuk menjaga kebhinekaan yang bermartabat itulah, maka berbagai hal yang mengancam kebhinekaan mesti ditolak, pada saat yang sama segala sesuatu yang mengancam moral kebhinekaan mesti diberantas. Karena kebhinekaan yang bermatabat di atas moral bangsa yang kuat pastilah menjunjung eksistensi dan martabat manusia berbeda. 4. Paham Kebangsaan (Nasionalisme) Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama manusia berubah menjadi bentuk yang lebih kompleks dan rumit. Hal ini dimulai dari timbulnya kesadaran untuk menentukan nasib sendiri. Bangsa-bangsa yang tertindas kolonialisme, misalnya Indonesia, lahir semangat untuk mandiri dan bebas untuk menentukan masa depannya sendiri. Dalam situasi perjuangan kemerdekaan dan tuntutan terhadap penentuan nasib sendiri yang dapat mengikat keikutsertaan semua orang atas nama bangsa. Dasar pembenaran tersebut, selanjutnya mengkristal dalam konteks paham ideology kebangsaan yangbiasa disebut dengan nasionalisme. Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa paham nasionlisme atau kebangsaan adalah sebuah situasi kejiwaan ketika kesetiaan seseorng secara total diabadikan langsung pada negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkraman kolonial. Paham nasionalisme atau paham kebangsaan terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkraman kolonial. Semangat nasionalisme dipakai sebagai metode perlawanan secara efektif oleh para penganutnya. Bangsa atau nation merupakan suatu wadah yang di dalamnya terhimpun orang-orang yang mempunyai persmaan keyakinan. dan persamaan lainnya yang mereka miliki seperti ras, etnis, agama, bahasa, dan budaya. Nasionalisme adalah paham yang pada mulanya merupakan unsur-unsur pokok nasionalisme yang terdiri atas keturunan, suku bangsa, tempat tinggal, agama, bahasa, dan budaya, kemudian berubah dengan masuknya 2 unsur yaitu persamaan hak bagi setiap orang untuk memegang persamaan dalam masyarakatnya serta adanya persamaan kepentingan.Aspek mendasar timbulnya nasionalisme adalah aspek sejarah. Melalui aspek sejarah, suatu bangsa memiliki rasa senasib sepenanggungan serta harapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Dengan demikian nasionalisme adalah sikap politik dan sikap social suatu kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan budaya, wilayah, tujuan, dan cita-cita.
Munculnya paham kebangsaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi politik dekade pertama abad ke-20. Pada waktu itu, semangat menentang kolonialisme Belanda mulai bermunculan di kalangan pribumi. Cita-cita bersama untuk kemerdekaan menjadi semangat umum di kalangan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Soekarno mengungkapkan keyakinan watak nasionalisme yang penuh nilai-nilai kebangsaan, juga meyakinkan pihak-pihak yang berseberangan pndangan bahwa kelompok nasional dapat bekerja sama dengan kelompok manapun, baik kelompok islam maupun marxis. Semangat nasionalisme Soekarno tersebut mendapat respond an dukungan luas dari kalangan intelektual muda didikan barat, seperti Syahrir dan Muhammad Hatta. Kemudian paham ini semakin berkembang paradigmanya hingga sekarang dengan munculnya konsep Identitas Nasional. Sehubungan dengan ini, bisa dikatakan bahwa paham nasionalisme atau kebangsaan disini adalah merupakan refleksi dari Identitas Nasional. 5. Dinamika Paham Kebangsaan A. Mendorong timbulnya dan tujuan yang ingin dicapai dengan paham atau semangat kebangsaan, serta menemukan rumusan faham kebangsaan kita yang otentik. Bangsa bukanlah suatu masyarakat tradisional yang tumbuh secara alami seperti keluarga, suku, atau berbagai bentuk hubungan kekerabatan lainnya. Bangsa adalah suatu bentuk kebersamaan dalam dunia modern, yang dibentuk secara sadar dan sengaja, untuk membangun masa depan bersama dari para warganya, terlepas dari persamaan ras, suku, agama, atau bentuk penggolongan lainnya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa bangsa memang adalah sebuah konsep tentang masa depan. Orientasinya ke masa datang, bukan ke masa lampau, betapa pun pentingnya masa lampau itu untuk memahami mengapa bangsa itu perlu dibentuk. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa bangsa dan Negara sebagai wujud kelembagaannya dibentuk untuk mencapai dua tujuan pokok, yaitu untuk menjamin keamanan seluruh rakyat; serta untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat itu. Dengan kata lain, bangsa dan Negara dibentuk sebagai sarana dan wahana untuk memenuhi aspirasi dan kepentingan rakyatnya, yang sulit terpenuhi tanpa adanya bangsa dan Negara. Demikianlah, pembentukan bangsa dan Negara didorong oleh adanya kebutuhan riil untuk mewujudkan apa yang disebut sebagai efek sinergi dari demikian banyak suku-suku bangsa kecil yang ada sebelumnya. Terkandung dalam artian ini adalah praduga, bahwa tidak satu pun dari suku-suku bangsa yang kecil-kecil itu akan mampu mencapai cita-citanya secara sendirian. Dengan kata lain, keberadaan bangsa dan Negara adalah merupakan suatu kesatuan konsep. Konsep dasar kebangsaan kita terangkum secara padat dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945, yang memuat lima dasar Negara, cita-cita dan tujuan nasional, pernyataan kemerdekaan, serta empat tugas pokok pemerintahan. Dengan demikian, jika kita perhatikan dengan cermat, amatlah jelas bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memang bukan saja memuat rumusan ideologis tentang cita-cita dan tujuan yang harus dicapai dengan pembentukan bangsa `dan Negara Republik Indonesia, tetapi juga kebijakan mendasar tentang cara bagaimana tujuan tersebut akan dicapai. B. Hubungan antara bangsa dan Negara.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Negara adalah wujud kelembagaan bangsa, yang berfungsi sebagai sarana dan wahana untuk mencapai cita-cita dan tujuan dibentuknya bangsa itu. Negara bukanlah tujuan, tetapi alat untuk mencapai tujuan. Itulah sebabnya mengapa Negara dalam artian modern, umumnya berbentuk republik dan menganut sistem pemerintahan demokratik. Dengan sedikit menyederhanakan persoalannya, secara umum dapat dikatakan bahwa ada dua jenis kelompok bangsa dan Negara, yaitu; 1) bangsa dan Negara yang sudah mapan, yang secara berlanjut mampu menunaikan tugasnya sesuai dengan cita-cita nasionalnya masingmasing; dan 2) bangsa serta Negara yang berada dalam suasana penuh gejolak, tidak mampu melaksanakan tugas `dan fungsinya secara meyakinkan, sehingga selalu merasa terancam dengan kemungkinan keruntuhan. Bangsa dan Negara yang sudah mapan umumnya selain sudah berusia tua, juga sudah menunjukkan kinerja yang meyakinkan, antara lain oleh karena telah terdapat keselarasan antara lembaga-lembaga Negara dengan budaya politik rakyatnya; taraf pendidikan dan kesejahteraannya sudah lumayan tinggi, dan dipimpin oleh pemerintahan yang andal. Walaupun Negara kita sudah berusia hampi 66 tahun, namun dengan amat prihatin harus kita akui bahwa bangsa dan Negara kita dipandang masih termasuk dalam Negara yang termasuk rentan. Faktor penyebabnya beraneka ragam, sebagian merupakan faktor internal seperti mismanajamen, korupsi, kolusi, nepotisme; sebagian lagi merupakan faktor dari luar seperti intervensi dari Negara-negara lain. C. Memelihara paham kebangsaan sebagai sumber kekuatan kebersamaan untuk membangun masa depan di dalam sebuah Negara kebangsaan. Semangat kebangsaan adalah merupakan roh yang menghidupi eksistensi suatu Negara. Semangat kebangsaan memerlukan penyegaran dan pengukuhan secara terus menerus. Ernest Renan seorang tokoh tentang faham kebangsaan yang pendapatnya pernah dikutip Bung Karno pernah menyatakan bahwa kebangsaan itu adalah merupakan plebisit [pemungutan suara] setiap hari ! Dengan kata lain, jika tidak dirawat baik-baik, semangat kebangsaan itu memang bisa merosot, bahkan lenyap. Banyak masalah yang bisa timbul jika semangat kebangsaan itu bukan saja merosot, tetapi juga sirna. Baik secara teoretikal maupun menurut pengalaman dapat dikatakan bahwa memelihara semangat kebangsaan tidaklah cukup dilakukan melalui pidato, penataran, ceramah, atau upacara-upacara, betapun pentingnya hal itu. Jauh lebih penting dari hal-hal itu adalah menjamin bahwa semangat kebangsaan itu benar-benar terwujud dalam kenyataan melalui kinerja aparatur penyelenggara Negara, sehingga setiap warga Negara merasa terlindungi dan merasa memperoleh kesempatan yang adil yang meniungkatkan kesejahteraan hidupnya. Dengan kata lain, cara yang paling andal untuk memelihara semangat kebangsaan itu adalah melalui berfungsinya dengan baik seluruh lembaga penyelenggara Negara sesuai dengan tugas pokoknya yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sebaliknya, tidak ada hal yang paling berbahaya terhadap rusaknya semangat kebangsaan dan runtuhnya Negara selain dicederainya empat tugas pokok pemerintahan yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 oleh para penyelenggara Negara sendiri. D. Penyebab merosotnya semangat kebangsaan.
Kelangsungan hidup bangsa dan Negara tersebut banyak bergantung pada kemampuannya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan pembentukannya, maka tidaklah berkelebihan jika dikatakan bahwa faktor yang paling langsung menyebabkan merosotnya semangat kebangsaan itu adalah jika kinerja bangsa dan Negara tersebut tidak sesuai dengan kesepakatan tentang tujuan dan cara mencapai tujuan, bangsa dan Negara tersebut. Walaupun secara formal Pancasila tercantum dalam setiap dokumen kebangsaan dan kenegaraan, namun selama rakyat tidak merasa terlindungi; selama rakyat tidak merasa sejahtera; selama rakyat kita tidak menjadi lebih cerdas selain selama kita belum berhasil memainkan peranan yang memadai dalam mewujudkan suatu dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial maka dapat kita katakan bahwa Pancasila sebagai formula otentik semangat kebangsaan itu tersebut belum kita laksanakan. Demikian banyak undang-undang yang dirasakan melanggar hak-hak warganegara, Mahkamah Konstitusi jangan membatasi diri hanya menggunakan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, tetapi juga atau malah terutama mengujinya dengan empat tugas Pemerintah yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Hanya dengan cara seperti itulah akan terwujud keterkaitan ideologis antara Pancasila dengan kinerja bangsa dan Negara ini. E. Membangkitkan kembali semangat kebangsaan yang mulai memudar. Esensi Pancasila seperti tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah rumusan ideologis dari semangat kebangsaan kita, maka setiap pembicaraan tentang Pancasila harus selalu terkait dengan kinerja bangsa dan Negara Republik Indonesia. Artinya jangan pernah membahas Pancasila tersebut secara terlepas dari konteks kinerja kebangsaan dan kenegaraannya apalagi jika sila-sila Pancasila tersebut dibahas secara terlepaslepas antara satu sila dengan sila yang lain oleh karena simpulannya akan sangat jauh berbeda dari apa yang dimaksudkan oleh pendiri Negara ini. Sehubungan dengan itu, Pancasila dalam konteks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 harus kita gunakan sebagai tolok ukur. Dengan kata lain, maka langkah yang paling mendasar untuk membangkitkan kembali semangat kebangsaan kita adalah dengan menjamin berfungsinya kembali seluruh lembaga penyelenggara Negara sesuai dengan disainnya, seperti tercantum dalam Undang-Undas Dasar 1945 dan dalam demikian banyak undang-undang. Hal ini berarti perlu ada gerakan Reformasi gelombang kedua, bukan saja untuk mengoreksi demikian banyak penyimpangan yang telah terjadi, tetapi juga untuk meletakkan dasar-dasar yang lebih kukuh bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita, yang benar-benar dirancang untuk melayani aspirasi dan kepentingan Rakyat yang mempunyai kedaulatan tertinggi di Negara ini.
6. Ideologi Sebagai Acuan Bersama Paham Kebangsaan
Bangsa dan Negara tidaklah mungkin dan tidaklah dapat dibentuk secara mendadak, oleh karenanya diperlukan waktu yang cukup panjang agar dua tujuan terbentuknya bangsa dan Negara serta wawasan tentang bagaimana cara mewujudkan dua tujuan pembentukan bangsa dan Negara tersebut bukan hanya diketahui seluruh kalangan, tetapi juga didukung, dilembagakan, dan dilaksanakannya secara sadar. Inilah peranan penting dari pembinaan budaya politik nasional, yang dapat dikristalisasikan dalam berbagai format ideologi. Walaupun secara formal sudah terbentuk bangsa dan Negara, namun kelangsungan hidup bangsa dan Negara tersebut banyak bergantung pada kemampuannya untuk mewujudkan dua tujuan pembentukannya sesuai dengan cara yang disepakati bersama. Tidaklah berkelebihan jika dikatakan bahwa jika kinerja bangsa dan Negara tersebut tidak sesuai dengan kesepakatan tentang tujuan dan cara mencapai tujuan, bangsa dan Negara tersebut belum akan mencapai kemantapan. Dengan kata lain, wanprestatie atau non performance merupakan awal dari disintegrasi bangsa dan Negara. Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama manusia berubah menjadi bentuk yang lebih kompleks dan rumit. Dimulai dari tumbuhnya kesadaran untuk menentukan nasib sendiri. Di kalangan bangsa-bangsa yang tertindas kolonialisme dunia, seperti Indonesia salah satunya, hingga melahirkan semangat untuk mandiri dan bebas untuk menentukan masa depannya sendiri. Dalam situasi perjuangan perebutan kemerdekaan, dibutuhkan suatu konsep sebagai dasar pembenaran rasional dari tuntutan terhadap penentuan nasib sendiri yang dapat mengikat keikutsertaan semua orang atas nama sebuah bangsa. Dasar pembenaran tersebut, selanjutnya mengkristal dalam konsep paham ideologi kebangsaan yang biasa disebut dengan nasionalisme. Dari sanalah kemudian lahir konsep-konsep turunannya seperti bangsa (nation), negara (state), dan gabungan keduanya yang menjadi konsep negara-bangsa (nation-state) sebagai komponen-komponen yang membentuk Identitas Nasional atau Kebangsaan. Dalam rangka pemberdayaan Identitas Nasional kita, perlu ditempuh melalui revitalisasi Pancasila. Revitalisasi sebagai manifesatsi Identitas Nasional mengandung makna bahwa Pancasila harus kita letakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan, dieksplorasikan dimensi-dimensi yang melekat padanya, yang meliputi: A.
Realitas: dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikonsentrasikan sebagai cerminan kondisi objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat kampus utamanya, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat sein im sollen dan das sollen im sein. B. Idealitas: dalam arti bahwa idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan di objektivasikan sebagai “kata kerja” untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif, menuju hari esok yang lebih baik, melalui seminar atau gerakan dengan tema “Revitalisasi Pancasila”. C.
Fleksibilitas: dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan “tertutup”menjadi sesuatu yang sakral, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan jaman yang terus-menerus berkembang. Dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa dan semangat “Bhinneka Tunggal Ika”,
7. Otonomi Daerah Amanat konstitusi UUD 1945 yang telah diamandemen menetapkan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota yang mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dalam undang-undang. Atas dasar UUD 1945 tersirat bahwa, RI adalah “eenheidstaat”; di dalam lingkungan negara tidak dimungkinkan adanya daerah yang juga bersifat staat, artinya hubungan kekuasaan pemerintah pusat dan daerah adalah menghindari daerah otonom menjadi negara dalam negara atau negara bagian. Kebijakan desentralisasi, mempunyai dua tujuan utama, yakni tujuan politik dan administratif. Tujuan politk memposisikan pemerintah daerah sebagai medium pendidikan politik bagi masyarakat tingkat lokal sebagai upaya untuk mempercepat terwujudnya civil society, sedangkan tujuan admisistratif memposisikan pemerintah daerah sebagai unit pemerintahan tingkat lokal yang berfungsi menyediakan pelayanan public yang efisien dan efektif. Kebijakan otonomi daerah, di satu sisi bermanfaat bagi penciptaan kemandirian masyarakat daerah. Disisi lain "kita harus mewaspadai tumbuhnya berbagai sikap yang dapat mengancam nasionalisme dan keberadaan NKRI yang majemuk dan multi budaya," yang dapat menumbuhkan keangkuhan etnis, sikap kedaerahan yang etnosentris, serta egoisme putra daerah sebagai efek samping otonomi daerah, yang merupakan salah satu pemicu konflik yang dapat merusak eksistensi NKRI. Kesadaran atas bahaya globalisasi yang “multifaceted” sebagai bagian dari bahaya keamanan yang asimetrik, seharusnya merupakan pemicu meningkatnya kohesi nasional dan bukan sebaliknya dipercaya sebagai pendorong meningkatnya hak untuk menentukan nasib sendiri (right to self determination) atas dasar pemikiran primordialistik yang menyimpang dari hakekat sejarah pembentukan negara republik Indonesia, yang tidak didasarkan atas suku, agama, ras, bahasa, geografi dan dinasti. Berkaitan dengan tumbuhnya berbagai sikap yang dapat mengancam eksistensi NKRI, dibutuhkan upaya untuk menumbuhkembangkan rasa cinta tanah air bagi setiap warga negara. Pasal 30 UUD 1945 secara tegas menyatakan, tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara, dengan menum-buhkan semangat bela negara, diselenggarakan melalui : pendidikan kewarganegaraan dengan materi, nilai-nilai cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara, nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup, kerelaan berkorban untuk masyarakat, bangsa dan negara, serta kemampuan awal bela Negara. Kesadaran bela negara yang dilandasi oleh rasa cinta tanah air pada setiap warga negara dapat mengarahkan setiap warga negara pada dorongan untuk memberikan yang terbaik bagi negara dan bangsa.
Mencermati perkembangan lingkungan strategis yang lebih mengemuka adalah ancaman asimetrik, non militer, berdimensi ipoleksosbud, penyalahgunaan informasi dan teknologi, yang memiliki kemampuan tidak hanya membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, tetapi sekaligus juga berbahaya bagi keselamatan segenap warga negara (human security). Dimensi horizontal ancaman terhadap negara dan bangsa di era globalisasi sangatlah luas, sedangkan dimensi vertikalnya adalah bergeser dari ancaman terhadap kedaulatan negara menjadi ancaman terhadap kedaulatan individu baik pribadi maupun kelompok , seperti . Bencana alam yang bersifat man made (global warming) , bencana terhadap pembangunan seperti globalisasi yang tak terkendali dan bahaya yang bersifat sosial politik seperti kejahatan transnasional terorganisasi, terorism, gerakan separatisme, radikalisme dll. Yang merupakan tiga kelompok ancaman [triple threat] yang bersifat transnasional yang penanganannya memerlukan penguatan rasa cinta tanah air, solidaritas dan komitmen untuk dapat mengatasi ancaman. Masalah bela negara dikaitkan dengan issue tentang “human security” yang bersifat transnasional yang didominasi oleh aktor-aktor non negara dan sama sekali tidak menghargai kedaulatan, kemerdekaan politik serta integritas teritorial, juga telah menumbuhkan keasadaran bela negara dikaitkan dengan issue kerjasama keamanan regional dalam rangka ketahanan regional. Dalam hal ini kedaulatan negara harus juga ditafsirkan tidak hanya mengandung prinsip “non-interference”, tetapi juga kesanggupan suatu negara untuk melindungi warganegaranya dan tidak mengganggu keamanan negara tetangga dan kawasan. Untuk itu sebenarnya harus diyakini bahwa dalam rangka memahami nilai-nilai konstitusi dan nilai bela negara, setiap warganegara sebenarnya harus faham betul terhadap pelbagai “spirit and soul” yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang sayangnya saat ini seolah-olah hanya diperlakukan sebagai sesuatu yang bersifat simbolik dan sakral namun tanpa makna fungsional. 8. Sila Persatuan di Dalam UUD45 Pasal-pasal dalam UUD 1945: Pasal 1 ayat 1, pasal 30 dan pasal 37 ayat 5 A. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945:
“Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik” Berdasarkan pasal di atas kita mengetahui bahwa : • Bentuk Negara Indonesia : Kesatuan • Bentuk pemerintahan Indonesia : Republik • Sistem pemerintahan Indonesia : Demokrasi Sehingga menurut pasal 1 ayat 1 UUD 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan dimana hanya ada satu negara dan satu pemerintahan pusat yang memiliki kekuasaan tertinggi didalam suatu pemerintahan yang disebut dengan bentuk pemerintahan republik,dan memiliki sistem pemerintahan yang demokrasi yaitu sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat dan kembali kepada rakyat
B. Pasal 30 UUD 1945:
(1)Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. (2)Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang. Ketentuan mengenai hak dan kewajiban dalam usaha pertahanan dan keamanan negara merupakan implementasi dari ketentuan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Oleh sebab itu, setiap warga negara tanpa kecuali mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Adanya ketentuan ini didasarkan pada pemikiran bahwa sistem pertahanan dan keamanan negara yang dianut negara Indonesia adalah sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Dalam sistem ini seluruh komponen bangsa terlibat dan mempunyai peranan, yaitu rakyat sebagai kekuatan pendukung sedangkan TNI dan Kepolisian sebagai kekuatan utama. C. Pasal 37 ayat (5) UUD 1945:
berbunyi, “Khusus tentang bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.” 9. Sikap dan Perilaku yang Diharapkan a. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. b. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa. c. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia. d. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. e. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. f. Memajukan pergaulan demi persatuan dan ke g. Cinta akan tanah air h. Berbangsa sebagai bagian dari Indonesia i. Setiap mahasiswa berasal dari suku,ras, adat istiadat,bahasa yang berbeda. kita harus saling menghormati, sebagai contoh teman kita ada yang berasal dari pulau madura. maka kita harus menghargai apabila teman kita sedang berbicara dengan menggunakan bahasanya.
View more...
Comments