NEW PUBLIC SERVICE(NPS) PERSPEKTIF MUTAKHIR DALAM PELAYANAN PUBLIK

March 28, 2019 | Author: Ulfa Imro'atul Mufida | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

konsep dan teori tentang new public service (NPS), New Publik Service menawarkan standar pelayanan yang partisipatif, tr...

Description

(NPS (NPS NEW PUBLI C SERVICE  SERVICE   )   )  PERSPEKTIF MUTAKHIR DALAM PELAYANAN PUBLIK Oleh : Arman Razak, S.AP (Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Keagamaan Manado)

 Artikel ini membahas tentang konsep dan teori tentang new public Abstr Abstr ak :   service (NPS), New Publik Service menawarkan standar pelayanan yang  partisipatif, transparan dan akuntabel. Ada sepuluh dimensi untuk mengukur keberhasilan NPS yaitu :Tangable, Reability, Responsiveness, Competence, Courtessy, Credibility, Security, Acces, Communication, Understanding the customer. Abstract Abstr act : This article discusses the concept and theory of the new Public Service

(NPS), New Public Service offers a standard of service that is participatory, transparent and accountable. There are ten dimensions to measure the success of the NPS are: Tangable, Reability, Responsiveness, Competence, Courtesy, Credibility, Security, Access, Communication, Understanding the customer PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Seiring menguatnya liberalisme mulai tahun 1980, model administrasi  publik pro-bisnis bangkit kembali dalam nama baru The New Public  Management.  Management. Di AS, paradigma ini dipelopori oleh tulisan David Osborne Osborne dan Ted Gaebler “ Reinve  Reinvent ntin ing g Governm Government  ent “ dan di Inggris oleh Ewan Ferlie dan kawan-kawan . Paradigma The New Public Management pad Management  pada a dasarnya dasarnya mengkritisi

peran

Negara

yang

gagal

dalam

menggerakkan

roda

 pembangunan. Negara yang korup dan birokratis dia nggap ngga p sebagai seba gai salah sal ah satu sumber penyebab kegagalan pembangunan.Untuk menyembuhkan  penyakit  penyakit sektor sektor publik publik ini solusiny solusinya a dengan dengan menyunt menyuntikk ikkan an semangat semangat wirausaha ke sektor publik. Di Indonesia  beberapa permasalahan tentang ketidakpuasan kinerja  pemerintah, keinginan dan harapan-harapannya tidak didengar, hak-haknya dipasung, aspek dan peluang publiknya dihambat, adanya dominasi hak rakyat, berisi keras kepada rakyat, bertindak represif dan lupa bahwa kedaulatan ini adalah milik rakyat, bahkan pilihan untuk kebutuhankebutuhan publik dan suara demokrasi yang substantif telah ditinggalkan atau diabaikan begitu saja bagi pejabat. Padahal mereka para pejabat publik ada,

1

karena adanya rakyat yang memiliki hak suara sebagai instrumen penting dalam memulai wacana pemerintah ke depan. Selain itu birokrasi di Negara kita jauh dari kata milik rakyat ini terbukti dengan banyaknya harapan dari warga negara berakhir di kekuasaan birokrasi yang birokratis mengandalkan hirarki, tidak efisien, tidak efektif, tidak transparan, bahkan berujung pada  praktek-praktek patrimonial yang melindungi (memberikan hak-hak istimewa kepada seseorang) dan memihak pada afiliasi ras, suku, etnis, partai politik.  NPS lahir sebagai anti thesa dan berusaha mengkritik NPM, yang dianggap gagal di banyak negara. NPM memang sukses diterapkan di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Selandia Baru dan beberapa negara maju lainnya, tetapi bagaimana penerapannya di negara-negara berkembang? Kenyataannya, banyak negara berkembang, termasuk Indonesia dan negara miskin, seperti negara-negara di kawasan benua Afrika yang gagal menerapkan konsep NPM karena tidak sesuai dengan landasan ideologi,  politik, ekonomi dan sosial-budaya negara yang bersangkutan. Akhirnya, negara tersebut tetap miskin dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kemajuan. Secara praksis pemerintah dalam pelayanan publik harus memperhatikan ide brilian yang digagas oleh paradigma “the new public services” karena membawa pesan moral sebagaimana tuntutan masyarakat kontemporer dewasa ini. Paradigma OPA dan NPM kurang relevan dalam menempatkan persoalan persoalan publik karena memiliki landasan filosofis dan ideologis yang kurang sesuai (inappropriate) dengan administrasi Negara, sehingga perlu  paradigma baru yang kemudian disebut sebagai NPS. Dimaksudkan dengan adanya NPS akan menjadikan persoalan-persoalan publik semakin sedikit. Adapun menurut Denhardt dan Denhardt mengapa paradigma lama seperti  NPM bisa gagal dalam mengatasi masalah publik karena dalam pandangan  NPM, organisasi pemerintah diibaratkan sebagai sebuah kapal.Menurut Osborne dan Gaebler, peran pemerintah di atas kapal tersebut hanya sebagai nahkoda yang mengarahkan (steer) lajunya kapal bukan mengayuh (row) kapal tersebut.Urusan kayuh-mengayuh diserahkan kepada organisasi di luar

2

 pemerintah, yaitu organisasi privat dan organisasi masyarakat sipil sehingga mereduksi fungsi domestikasi pemerintah.Tugas pemerintah yang hanya sebagai pengarah memberikan pemerintah energi ekstra untuk mengurus  persoalan-persoalan domestik dan internasional yang lebih strategis, misal nya  persoalan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan luar negeri. Paradigma steering rather than rowing ala NPM dikritik oleh Denhardt dan Denhardt sebagai paradigma yang melupakan siapa sebenarnya pemilik kapal (who owned the boat). Seharusnya pemerintah memfokuskan usahanya untuk melayani dan memberdayakan warga negara karena merekalah pemilik “kapal” (organisasi pemerintah).Untuk meningkatkan suatu pelayanan publik yang demokratis,maka pilihan terhadap “the New Public Service (NPS)” dapat

menjanjikan

suatu

perubahan

realitas

dan

kondisi

birokrasi

 pemerintahan. Aplikasi dari konsep ini agak menantang dan membutuhkan keberanian bagi aparatur pemerintahan dalam penyelenggaraan pelayanan  publik, karena mengorbankan waktu, tenaga untuk mempengaruhi semua sistem yang berlaku.Alternatif yang ditawarkan adalah pemerintah harus mendengar suara publik dalam berpartisipasi bagi pengelolaan tata  pemerintahan.Memang tidak gampang meninggalkan kebiasaan memerintah atau mengatur pada konsep administrasi lama, dari pada mengarahkan, menghargai pendapat sebagaimana yang disarankan konsep NPS . B. Identifikasi Masalah

Pola pelayanan lama dalam dunia birokrasi yang berciri mengandalkan hirarki, tidak efisien, tidak efektif, tidak transparan, bahkan berujung pada  praktek-praktek patrimonial yang melindungi (memberikan hak-hak istimewa kepada seseorang) dan memihak pada afiliasi ras, suku, etnis, partai politik akan tetap terjadi kalau paradigma berpikir. C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana memperkenalkan baru dalam pelayanan di dunia birokrasi sehingga birokrasi menjadi efisien, efektif, transparan, dan adil kepada semua masyarakat?

3

D. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui paradigma dan konsep baru dalam pelayanan kepada masyarakat. KONSEP DAN PEMBAHASAN A. Konsep

Tulisan Janet V. Denhardt dan Robert B. Denhardt yang berjudul The New Public Service: Serving, not Steering dapat digunakan untuk mengetahui  perkembangan paradigma administrasi negara klasik sampai administrasi negara kontemporer. Tulisan tersebut diterbitkan pertama kali dalam bentuk  buku pada tahun 2003 di New York.Sejak kemunculannya buku ini mendapat respon yang positif dari kalangan cendikiawan administrasi negara karena dianggap mampu memberikan perspektif alternatif dalam memandang administrasi negara.Dari buku inilah konsep New Public Service mulai dikenal. Buku ini diawali dengan kalimat “ Government shouldn’t be run like a business ; it should be run like a democracy”. Pemerintahan (administrasi negara) tidak seharusnya digerakkan seperti  bisnis. Menjalankan pemerintahan sama dengan menggerakkan tatanan demokrasi. Perdebatan tentang acuan nilai administrasi Negara atau adminisrasi publik, apakah berorientasi pada nilai-nilai ekonomi (efisiensi dan efektivitas) ataukah nilai-nilai politik (keadilan, demokrasi, penghargaan HAM dan sebagainya) telah menjadi isu klasik dalam studi administrasi  publik. Perdebatan ini telah dimulai sejak awal lahirnya ilmu administrasi  publik yang dibidani oleh lahirnya tulisan Woodrow Wilson pada tahun 1887 dengan judul “The Study of Administration” . Sebelum terbit berbentuk buku, pada tahun 2000 Denhardt dan Denhardt sudah pernah mempublikasikan tulisan yang sama, namun dengan judul yang  berbeda yaitu The New Public Service: Serving Rather than Steering dalam  jurnal Public Administration Review. Kemudian disusul dengan tulisan yang lain tetapi kurang lebih dengan ide yang sama dalam International Review of Public Administration pada tahun 2003, dengan judul The New Public Service: An Approach to Reform. Buku yang diterbitkan pada tahun 2003

4

adalah repetisi dan modifikasi dari dua tulisan yang pernah muncul sebelumnya.

Denhardt

dan

Denhardt

mencoba

membagi

paradigma

Administrasi Negara atas tiga kelompok besar, yaitu paradigma The Old Public Administration (OPA), The New Public Management (NPM) dan The  New Public Service (NPS). Menurut Denhardt dan Denhardt paradigma OPA dan NPM kurang relevan dalam menempatkan persoalan-persoalan publik karena memiliki landasan filosofis dan ideologis yang kurang sesuai (inappropriate) dengan administrasi Negara, sehingga perlu paradigma baru yang kemudian disebut sebagai NPS. Dimaksudkan dengan adanya NPS akan menjadikan persoalan persoalan publik semakin sedikit. Adapun menurut Denhardt dan Denhardt mengapa paradigma lama seperti NPM bisa gagal dalam mengatasi masalah publik karena dalam  pandangan

NPM,

organisasi

pemerintah

diibaratkan

sebagai

sebuah

kapal.Menurut Osborne dan Gaebler, peran pemerintah di atas kapal tersebut hanya sebagai nahkoda yang mengarahkan (steer) lajunya kapal bukan mengayuh (row) kapal tersebut.Urusan kayuh-mengayuh diserahkan kepada organisasi di luar pemerintah, yaitu organisasi privat dan organisasi masyarakat sipil sehingga mereduksi fungsi domestikasi pemerintah.Tugas  pemerintah yang hanya sebagai pengarah memberikan pemerintah energi ekstra untuk mengurus persoalan-persoalan domestik dan internasional yang lebih strategis, misalnya persoalan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan  perdagangan luar negeri. Paradigma steering rather than rowing ala NPM dikritik oleh Denhardt dan Denhardt sebagai paradigma yang melupakan siapa sebenarnya pemilik kapal (who owned the boat). Seharusnya  pemerintah memfokuskan usahanya untuk melayani dan memberdayakan warga negara karena merekalah pemilik “kapal” (organisasi pemerintah) tersebut.

5

Tabel Pergeseran Paradigma Model Pelayanan Publik Aspek Dasar Teoritis

Konsep kepentingan  publik

Old Public Adm. Teori Politik

New Public Adm.

New Public Service

Teori Ekonomi

Teori Demokrasi

Kepentingan publik adalah sesuatu yang didefiniskan secara  politis dan yang tercantum dalam aturan Clients dan pemilih

Kepentingan publik mewakili agregasi dari kepentingan individu

Kepentingan publik adalah hasil dari dialog tentang  berbagai nilai.

Customers

Warganegara (citizens)

Peranan  pemerintah

Rowing (pengayuh)

Steering (mengarahkan) Negosiasi dan mengelaborasiberbagai kepentingan di antara warga negara dan kelompok komunitas

Akuntabilitas

Menurut hirarki administrative

Kehendak pasar yang merupakan hasil keinginan customers

Kepada siapa  birokrasi  publik harus  bertanggung  jawab

Multi aspek: Akuntabel  pada hukum, nilai komunitas, norma  politik, standar  profesional, kepentingan warga negara

Sumber: Diadopsi dari Denhardt dan Denhardt, 2000: 28-29.

B. Pembahasan

Akar dari NPS dapat ditelusuri dari berbagai ide tentang demokrasi. NPS  berakar dari beberapa teori, yang meliputi: 1. Teori tentang demokrasi kewarganegaraan; perlunya pelibatan warganegara dalam pengambilan kebijakan dan pentingnya deliberasi untuk membangun solidaritas dan komitmen guna menghindari konflik. 2. Model komunitas dan masyarakat sipil; akomodatif terhadap peran masyarakat sipil dengan membangun social trust, kohesi sosial dan jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis. 3. Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru; administrasi negara harus fokus pada organisasi yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan (human beings) dan respon terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial lainnya. 4. Administrasi negara postmodern;

6

mengutamakan dialog (dirkursus) terhadap teori dalam memecahkan  persoalan publik daripada menggunakan one best way perspective Paradigma

yang

berjalan

dalam

administrasi

negara

sangat

mempengaruhi sistem prosedur dalam birokrasi. Dalam konteks ini administrasi negara memiliki tiga cara pandang yaitu Old Public Administration (OPA) , New Public Management (NPM), dan New Public Service (NPS). Cara pandang yang paling diharapkan pada masa sekarang ini yang dimana akan mewujudkan good governance dalam birokrasi adalah cara pandang New Public Service. New Public Service adalah paradigma yang berdasar atas konsep-konsep yang pada hakikatnya sesuai dengan nilai-nilai

yang

ada

di

masyarakatPeran

dari

pemerintah

adalah

mengolaborasikan antara nilai-nilai yang ada sehingga kongruen dan sesuai kebutuhan masyarakat.Sistem nilai dalam masyarakat adalah dinamis sehingga membutuhkan pelayanan yang prima dari pemerintah. Dengan adanya New Public Service yang dapat diterapkan dengan baik, diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam lembaga pemerintahan serta juga dalam kehidupan masyarakat layaknya. Paradigma baru administrasi publik, menyebabkan pola hubungan antara negara dengan masyarakat, yang lebih menekankan kepada kepentingan masyarakat.Akibatnya negara dituntut untuk memberikan  pelayanan kepada masyarakat dengan lebih baik dan lebih demokratis. Pemahaman yang senada diberikan oleh Denhardt bahwa paradigma baru  pelayanan publik ( New Public Services Paradigm) lebih diarahkan pada ”democracy, pride and citizen”. Lebih lanjut dikatakan bahwa ” Public  servants do not delever customer service, they delever democracy”. Oleh sebab itu nilai-nilai demokrasi, kewarganegaraan dan pelayanan untuk kepentingan publik harus dipandang sebagai norma mendasar dalam  penyelenggaraan administrasi publik. Gagasan Denhardt & Denhardt tentang Pelayanan Publik Baru (PPB) menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak dijalankan seperti layaknya sebuah perusahaan tetapi melayani masyarakat secara demokratis, adil, merata, tidak diskriminatif, jujur dan akuntabel . Karena bagi par adigma ini;

7

1.  Nilai-nilai demokrasi, kewarganegaraan dan kepentingan publik adalah merupakan landasan utama dalam proses penyelenggaraan pemerintahan; 2.  Nilai-nilai tersebut memberi energi kepada pegawai pemerintah atau  pelayan publik dalam memberikan pelayanannya kepada publik secara lebih adil, merata, jujur, dan bertanggungjawab. Oleh karenanya pegawai pemerintah atau aparat birokrat harus senantiasa melakukan rekonstruksi dan membangun jejaring yang erat dengan masyarakat atau warganya Organisasi yang memiliki inovasi di dalam sebuah era yang tidak pernah  berhenti melakukan perubahan, mewujudkan bahwa perangkat dan teknik yang mereka kerjakan bermakna dalam memiliki batas akhir. Kerjasama kelompok merupakan elemen yang esensial .Mewujudkan standar pelayanan  publik yang partisipatif, sebagaimana

dijelaskan

kesamaan hak, keterbukaan dan akuntabel dalam

Undang-undang

no

25

tahun

2009

memerlukan pernyataan kedua pihak baik lembaga pemeringtahan maupun warga negara. Artinya untuk dapat melaksanakan stándar pelayanan publik tersebut, para provider and user, harus membuat kesepakatan secara demokratis atau dengan sistem (citizen charter), yang berorientasi visi dan misi pelayanan, standar yang berlakukan (mulai dari jadwal, lamanya  pelayanan, ruang pelayanan, alur pelayanan, hak dan kewajiban provider and user, sanksi  – sanksi bagi provider and user, serta saran, kritik, dan metode keluhan yang disampaikan user kepada provider  Dalam model new public service, pelayanan publik berlandaskan pada teori demokrasi yang mengajarkan adanya egaliter dan persamaan hak di antara warga negara, karena pada dasarnya rakyat (demos) itulah yang merupakan

pemegang

kekuasaan

tertinggi

( kratein),

 berkonsekuensi logis pada konsep bahwa sejak dalam statusnya yang di alam kodrati, sampaipun ke statusnya sebagai warga negara, manusiamanusia itu memiliki hak-hak yang karena sifatnya yang asasi tidak akan mungkin

diambil-alih,

diingkari

dan/atau

dilanggar

(inalienable,

inderogable, inviolable) oleh siapapun yang tengah berkuasa. Bahkan,  para penguasa itulah yang harus dipandang sebagai pejabat -pejabat

8

yang memperoleh kekuasaannya yang sah karena mandat para warga negara melalui suatu kontrak publik, suatu perjanjian luhur bangsa yang seluruh substansi kontraktualnya akan diwujudkan dalambentuk konstitusi. Untuk meningkatkan suatu pelayanan publik yang demokratis,maka pilihan terhadap “the New Public Service(NPS)” dapat menjanjikan suatu  perubahan realitas dan kondisi birokrasi pemerintahan. Aplikasi dari konsep ini

agak

menantang

 pemerintahan

dalam

dan

membutuhkan

penyelenggaraan

keberanian pelayanan

bagi

aparatur

publik,

karena

mengorbankan waktu, tenaga untuk mempengaruhi semua sistem yang  berlaku.Alternatif yang ditawarkan adalah pemerintah harus mendengar suara

publik

dalam

berpartisipasi

bagi

pengelolaan

tata

 pemerintahan.Memang tidak gampang meninggalkan kebiasaan memerintah atau mengatur pada konsep administrasi lama, dari pada mengarahkan, menghargai pendapat sebagaimana yang disarankan konsep NPS. Standar

Pelayanan

Publik

yang

Partisipatif,

Transparan

dan

Akuntabel.Keberhasilan dalam penerapan konsep standar dan kualitas  pelayanan publik yang minimal memerlukan dimensi yang mampu mempertimbangkan realitas. Ada sepuluh dimensi untuk mengukur keberhasilan tersebut : 1.

Tangable; yang menekankan pada penyediaan fasilitas, fisik, peralatan,  personil, dan komunikasi.

2.

Reability; adalah kemampuan unit pelayanan untuk menciptakan yang dijanjikan dengan tepat.

3.

Responsiveness; kemauan untuk membantu para provider untuk  bertanggungjawab terhadap mutu layanan yang diberikan.

4.

Competence; tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.

5.

Courtessy; sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan pelanggan serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.

6.

Credibility; sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat.

9

7.

Security; jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin dan bebas dari  bahaya dan resiko.

8.

Acces; terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.

9.

Communication; kemaun pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan, atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.

10. Understanding the customer; melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan . Sepuluh konsep ini mempertegas bagaimana model manajemen penyediaan standarisasi pelayanan publik dalam mengelola sektor-sektor publik yang lebih

partisipatif,

transparan,

dan

akuntabel.

Suksesnya

sebuah

 penyelengaaraan pelayanan publik secara ideal menetapkan(1) Tujuan; para  pejabat publik harus mengetahui apa yang menjadi gagasan pokok, tujuan tersebut harus mengakar secara mendalam dari tindakan sehari-hari dan  perencanaan

jangka

panjang

organisasi

yang

bersangkutan,

para

 penyelenggara pelayanan publik sepanjang waktu harus mencontohi misi dan  para ”street level bureaucracy” dikendalikan untuk melakukann hal tersebut. (2) Karakter; para penyelenggara pelayanan memiliki perasaan yang kuat tentang siapa mereka dan apa yang terpenting. Karakter organisasi diturunkan dari kesepakatan kepercayaan yang kuat, dikomunikasikan secara internal dan eksternal melalui aktivitas terpusat secara prinsip. Aparat birokrat sebagai  pelayanan memancarkan integritas,kepercayaan, kepedulian, keterbukaan, dan secara krusial sebuah hasrat untuk belajar. (3) Keputusan; organisasi yang melakukan segala sesuatu, pencapaian atas tujuan dan mendemonstrasikan karakter melalui penggunaan aturan yang luas atas perangkat manajemen Denhardt dan R.B. Denhardt (2003), menyarankan meninggalkan prinsip  paradigma OPA dan paradigma NPM, beralih ke prinsip paradigma NPS dalam administrasi publik, yaitu para birokrat/administrator harus : 1.

Melayani dari pada mengendalikan ( service rather than steer);

2.

Mengutamakan kepentingan publik ( seek the public interest );

3.

Lebih menghargai warga Negara dari pada kewirausahaan ( value citizenship over entrepreneurship);

10

4.

Berpikir strategis, dan bertindak demokratis (think strategically, act democratically);

5.

Melayani warga masyarakat, bukan pelanggan ( serve citizen not customer );

6.

Menyadari akuntabilitas bukan merupakan hal mudah (recognize that accountability is not simple);

7.

Menghargai orang, bukan hanya produktivitas (value people, not just  productivity).

KESIMPULAN

Dengan demikian dari paradigma the new public service  yang dipaparkan diatas, penulis berpendapat bahwa semua ini menekankan pada partisipasi warga negara dalam merumuskan program-program layanan publik yang  berpihak pada kebutuhan warga negara, memiliki hak yang sama, memberi ruang bagi partisipasi publik dan transparansi para penyedia layanan dalam menghadapi warga negara, akuntabilitas sesuai dengan program, norma dan implementasi yang dijalankan lembaga birokrasi selama ini.Paradigma  pelayanan publik minimal yang harus diterapakan provider kepada user adalah akumulasi berbagai program yang berorientasi pada pilihan sekaligus suara publik sebagai cerminan dari perjuangan yang digalakkan pemerintah menuju paradigma pelayanan publik yang mau mendengar suara warga negara sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan setiap kebijakan  pelayanan publik, termasuk didalamnya pelayanan perijinan dan sejenisnya

DAFTAR PUSTAKA

Endang Larasati.Akuntablitas dalam  New Public Service Paradigm di Indonesia Janet V. Denhardt and Robert B. Denhardt.2007NEW PUBLIC SERVICE EXPANDED EDITION SERVING, NOT STEERING by M.E. Sharpe, Inc. Kariono, M. Si. Paradigma Baru Pelayanan Publik  –  BPPT Provinsi Sumatera Utara.http://bppt.sumutprov.go.id/media-pptprovsu/news/342 paradigma-baru-pelayananpublik

11

Khairul Muluk NEW PUBLIC SERVICE DAN PEMERINTAHAN LOKAL PARTISIPATIF Staf Pengajar Administrasi Publik Universitas Brawijaya Kandidat Doktor Ilmu Administrasi di Universitas Indonesia Sri Yuliani . New Public Service : Mewujudkan Birokrasi Yang Pro-Citizen. Artikel ini dimuat dalam SPIRIT PUBLIK  –   Jurnal Ilmu Administrasi Negara FISIPUNS. Vol. 3 No.1 Th.2007 Program Studi Administrasi Negara FISIP UNS Wayu Eko Yudiatmaja, The New Public Service:  Nalar Politik dalam Administrasi Negara. Mahasiswa Pascasarjana Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL UGM. http://slideshare.net/rhivanaxabams/sejarah-new-public-service https://ml.scribd.com/doc/172415287/New-Public-Service namniel.blogspot.com/2013/05/tugas-perbandingan-new-public.html

12

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF