Nasal DDS

March 20, 2019 | Author: dhirania | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Nasal DDS...

Description

Nasal Drug Delivery System Tugas Teknologi Sediaan Lepas Terkendali

Disusun Oleh : Kelompok 4 Ayun Erwina Arifianti 0806327723 Dian Rahma Bakti

0806321146

Elphina Rolanda

0806327780

Merrie Natalia

0806327881

Ester Junita Sinaga

0806398133

Evelina

0806398146

Suci Syafitri Utami

0806398751

Wenny Silvia Marinda 0806398801

DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan System ” ini dapat selesai dengan rahmat-Nya makalah yang berjudul “Nasal Drug Delivery System”

tepat waktu. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun untuk pemenuhan tugas mata kuliah Teknologi Sediaan Lepas Terkendali yang diberikan oleh Dosen Pembimbing Dr. Silvia Surini M.Pharm.Sc. Makalah ini dibuat agar dapat memberikan informasi informasi yang jelas tentang sediaan dengan

rute

 pemberian nasal. Penulis berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar bisa lebih baik lagi pada pembuatan makalah-makalah berikutnya. Terima Kasih.

. Depok, 3 Oktober 2011

Penyusun

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar …........................................... …................................................................. ....................................... ....................................... ............................... ......... 2 Daftar Isi ...…………………………………………………………… ... ……………………………………………………………..……………………..3 ……………………..3 BAB I PENDAHULUAN I.1

Latar Belakang……………………………………………. Belakang…………………………………………… .……………………...5 ……………………...5

I.2

Rumusan Masalah………………………………………………………………. .5

I.3

Tujuan Penulisan…………………………………………………………….…. ..6

I.4

Metode Penulisan…………………………………………. Penulisan………………………………………… .……………………...6 ……………………... 6

I.5

Sistematika Penulisan……………………………………. Penulisan…………………………………… .……………………....6 ……………………... .6

BAB II ISI II.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung...................................... ............................................................ ......................................... ...................8 II.1.1 Anatomi Hidung................... ........................................... .............................................................. .......................8 II.1.2. Fisiologi Hidung............................... Hidung..................................................... .............................................. ..............................10 ......10

II.2. Sistem Mukosiliar................................................... Mukosiliar......................................................................... ............................................ ........................10 ..10 II.2.1. Histologi Mukosa........................... Mukosa................................................. ............................................ ................................10 ..........10 II.2.2. Epitel.................................. Epitel........................................................ ............................................ ............................................ .......................10 .10 II.2.3. Palut Lendir.................................. Lendir........................................................ ............................................ .................................11 ...........11 II.2.4. Membrana Basalis..................................... Basalis........................................................... ..........................................12 ....................12 II.2.5. Lamina Propria................................. Propria........................................................ ............................................. ............................12 ......12 II.3. Transportasi Transportasi Mukosiliar......................................... Mukosiliar............................................................... ............................................1 ......................13 3 II.4. Teknologi Sediaan Nasal............................. Nasal................................................... ............................................ ..................................14 ............14 II.5. Teknologi Terbaru Terbaru dalam Sistem Peng Penghantaran hantaran Nasal............................... Nasal...................................19 ....19 II.6. Keuntungan dan Kerugian Kerugian dari Penyampaian Obat Nasal..............................25 Nasal..............................25 II.6.1. Keuntungan........................ Keuntungan.............................................. ............................................ ............................................2 ......................25 5 II.6.2. Kerugian.............................. Kerugian.................................................... ............................................ ...........................................2 .....................26 6

II.7.

Pengaruh Formulasi terhadap Bioavailabilitas Obat Melalui Nasal...........27 II.7.1. Faktor Fisikokimia yang Berhubungan dengan

Obat.................27 Obat.................27

II.7.2. Konsentrasi........................................................................................28 3

II.7.3.

Faktor Terkait dengan Bentuk Sediaan.........................................28

II.7.4.

Faktor Formulasi Lainnya.....................................................,,,,,.....29

II.8. Contoh-contoh Sistem Penyampaian Obat secara Intranasal..........................31

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan……………………………………...…………………………… .…38 III.2 Saran…………………………………………………...…………………….…..3 8 Daftar Pustaka………………………………………………………...……………….……3 9

4

BAB I PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang

Hidung mempunyai tugas menyaring udara dari segala macam debu yang masuk ke dalam melalui hidung. Tanpa penyaringan ini mungkin debu ini dapat mencapai paru paru. Bagian depan dari rongga hidung terdapat rambut hidung yang berfungsi menahan  butiran debu kasar, sedangkan debu halus dan bakteri menempel pada mukosa hidung. Dalam rongga hidung udara dihangatkan sehingga terjadi kelembaban tertentu.

Mukosa hidung tertutup oleh suatu lapisan yang disebut epitel respirateris yang terdiri dari sel-sel rambut getar dan sel “leher”. Sel-sel rambut getar ini mengeluarkan lendir yang tersebar rata sehingga merupakan suatu lapisan tipis yang melapisi mukosa hidung dimana debu dan bakteri ditahan dan melekat. Debu dan bakteri melekat ini tiap kali dikeluarkan ke arah berlawanan dengan jurusan tenggorokan. Yang mendorong adalah rambut getar hidung dimana getarannya selalu mengarah keluar. Gerakannya speerti cambuk, jadi selalu mencambuk keluar, dengan demikian bagian yang lebih dalam dari lapisan bulu getar ini selalu bersih dan “steril”. Biasanya pada pagi hari hal ini dapat dicapai.

Obat yang digunakan pasien menghasilkan efek tertentu yang dihasilkan oleh interaksi obat dengan reseptor tertentu. Setiap bentuk sediaan obat mempunyai keuntungan dan kerugian masing-masing. Dengan penjelasan sepintas tersebut diatas dapat dengan mudah dipahami, bahwa segala sesuatu yang masuk (khusussnya obat) ke dalam hidung memiliki parameter-parameter yang harus dipenuhi.

I.2

Perumusan Masalah

1. Bagainana anatomi fisiologis dari hidung? 2. Apa saja yang termasuk dalam sistem mukosiliar? 3. Apa yang dimaksud dengan transportasi mukosiliar? 4. Bagaimana teknologi sediaan nasal baik pada saat ini maupun yang sedang dalam  perkembangan? 5. Apa saja dalam faktor formulasi yang dapat mempengaruhi bioavailabilitas obat melalui nasal? 5

I.3

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang anatomi fisiologis nasal, teknologi sediaan dengan rute pemberian nasal dan kelebihan serta kekurangan sediaan dengan rute pemberian nasal.

I.4

Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis terapkan dalam pembuatan makalah ini adalah menggunakan metode pencarian informasi melalui studi putaka, yaitu dengan membaca  buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan sediaan nasal. Selain itu kami juga mencari informasi melalui media internet.

I.5

Sistematika Penulisan

Kata Pengantar Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Metode Penelitian 1.5 Sistematik penulisan Bab II Isi II.1

Anatomi dan Fisiologi Hidung II.1.1 Anatomi Hidung II.1.2. Fisiologi Hidung

II.2.

Sistem Mukosiliar II.2.1. Histologi Mukosa II.2.2. Epitel II.2.3. Palut Lendir II.2.4. Membrana Basalis II.2.5. Lamina Propria

II.3.

Transportasi Mukosiliar

II.4.

Teknologi Sediaan Nasal

II.5.

Keuntungan dan Kerugian dari Sistem Pengantaran Nasal II.5.1. Keuntungan II.2.2. Kerugian 6

II.6.

Teknologi yang Ada Saat Ini pada Sistem Penghantaran Nasal

II.7.

Teknologi Terbaru dalam Sistem Penghantaran Nasal

II.8.

Keuntungan dan Kerugian dari Penyampaian Obat Nasal II.8.1. Keuntungan II.8.2. Kerugian

II.9.

Contoh-contoh Sistem Penyampaian Obat secara Intranasal

II.10. Pengaruh Formulasi terhadap Bioavailabilitas Obat Melalui Nasal II.10.1. Faktor Fisikokimia yang Berhubungan dengan II.10.2.

Konsentrasi

II.10.3.

Faktor Terkait dengan Bentuk Sediaan

II.10.4.

Faktor Formulasi Lainnya

Bab III Kesimpulan dan Saran Daftar Pustaka

7

Obat

BAB II ISI

II.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung II.1.1. Anatomi Hidung

Segala sesuatu yang masuk (khususnya obat) ke dalam hidung secara sengaja tidak  boleh menghalangi fungsi dari rambut getar. Harga pH lapisan lendir sekitar 5,5-5,6  pada orang dewasa, sedangkan pada anak-anak 5-6,7 pada pH kurang dari 6,5  biasanya tidak diketemukan bakteri dan bila lebih dari 6,5 mulai ada bakteri. Bila kedinginan pH lendir hidung akan cenderung naik, sebaliknya bila kepanasan cenderung pH menurun. Pada waktu flu, pH lendir alkalis, sehingga teori sebenarnya dapat disembuhkan dengan mudah dengan cara menurunkan pHnya, yaitu kearah asam. Jadi pemberian obat dengan tujuan mengembalikan kondisi normal dari rongga hidung akan menolong. Rongga hidung dibagi septum menjadi 2 bagian yang simetris. Masing-masing bagian terdiri dari 4 daerah (nasal vestibule, atrium, respiratory region and olfactory region) yang dibedakan berdasarkan karakteristik anatomi dan histologi masing-masing.

8

1.  Nasal vestibule  Nasal vestibule terdapat dibagian anterior dari rongga hidung, dan menyediakan area 0,6 cm2. Disini, terdapat rambut hidung yang disebut dengan vibrissae, yang menyaring partikel2 yang terhirup. Secara histologi, bagian ini dilapisi oleh stratified squamous dan epitel yang terkeratinisasi dengan adanya kelenjar sebacea . Karakteristik ini diperlukan untuk menghasilkan tahanan/proteksi yang kuat dalam melawan senyawa toksik yang berasal dari lingkungan, tetapi pada waktu yang  bersamaan, absorpsi senyawa termasuk obat menjadi sangat sulit pada bagian ini.

2. Atrium Merupakan daerah intermediet antara nasal vestibule dan daerah respiratori. Bagian anteriornya dilapisi oleh stratified squamous epithelium dan bagian posteriornya oleh  pseudostratified columnar cells dengan adanya mikrovili.

3. Daerah Respiratory Bagian ini disebut sebagai konkha, merupakan bagian yang terbesar dari rongga nasal, dan dibagi menjadi superior, middle, inferior. Struktur ini bertanggung jawab terhadap pengaturan suhu dan kelembaban udara yang masuk. Mukosa respiratori merupakan bagian yang penting dalam penghantaran obat intranasal secara sistemik, membran dasar dan lamina propia. Permukaan bagian ini terdapat mikrovili yang  berperan memperluas daerah absorpsi . Mukus nasal punya beberapa fungsi fisiologis, seperti mengatur kelembaban dan menghangatkan udara yang masuk, serta berperan dalam melindungi nasal dari senyawa asing termasuk obat.

4. Daerah Olfactory Bagian ini terletak pada langit-langit rongga hidung dan memberikan jalur yang  pendek dibawah septum dan dinding lateral. Neuroepitel bagian ini adalah bagian satu-satunya dari CNS yang secara langsung terekspose ke lingkungan luar. Sama seperti epitel respiratori, epitelnya juga berupa pseudostratified tetapi mengandung sel reseptor olfaktori khusus yang penting untuk penciuman. Pada bagian ini terdapat  juga small serous glands (glands of Bowman) yang memproduksi sekret yang  bekerja sebagai pelarut untuk senyawa-senyawa odorous.

9

II.1.2. Fisiologi hidung

Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam selsel syaraf

yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi,

memanaskan dan melembabkan udara.

Inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan. Partikel yang  besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -90% disaring didalam hidung.

Fungsi hidung terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu : (1)Sebagai jalan nafas (2) Alat pengatur kondisi udara (3) Penyaring udara (4) Sebagai indra penghidu (5) Untuk resonansi suara (6) Turut membantu proses bicara (7) Reflek nasal

II.2.

Sistem Mukosiliar

II.2.1. Histologi Mukosa

Luas permukaan kurang lebih 150 cm 2 dan total volumenya sekitar 15 ml. Sebagian  besar dilapisi oleh mukosa respiratorius. Secara histologis, mukosa hidung terdiri dari  palut lendir

(mucous blanket), epitel kolumnar berlapis semu bersilia, membrana

 basalis, lamina propria yang terdiri dari lapisan

subepitelial, lapisan media dan

lapisan kelenjar profunda.

II.2.2. Epitel

Epitel mukosa hidung terdiri dari beberapa jenis, yaitu epitel skuamous kompleks  pada vestibulum, epitel transisional terletak tepat di belakang vestibulum dan epitel kolumnar berlapis semu bersilia pada sebagian mukosa respiratorius. Epitel kolumnar sebagian besar memiliki silia. Sel-sel bersilia ini memiliki banyak mitokondria yang sebagian besar berkelompok pada bagian apeks sel. Mitokondria sumber energi utama sel yang diperlukan untuk kerja silia. 10

ini merupakan

Sel goblet merupakan kelenjar uniseluler yang menghasilkan mukus, sedangkan sel  basal merupakan sel primitif yang merupakan sel bakal dari epitel dan sel goblet. Sel goblet atau kelenjar mukus merupakan sel tunggal, menghasilkan protein polisakarida yang membentuk lendir dalam air.

Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. Bentuknya panjang, dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile. Jumlah silia dapat mencapai 200  buah pada tiap sel. Panjangnya antara 2-6 µm dengan diameter 0,3 µm. Struktur silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi sembilan pasang mikrotubulus luar. Masingmasing mikrotubulus dihubungkan satu sama lain oleh  bahan elastis yang disebut neksin dan jari-jari radial. Tiap silia tertanam pada badan  basal yang letaknya tepat dibawah permukaan sel. Pola gerakan silia yaitu gerakan cepat dan tiba-tiba ke salah satu arah (active stroke) dengan ujungnya menyentuh lapisan mukoid sehingga menggerakan lapisan ini.. Kemudian silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung tidak mencapai lapisan tadi (recovery stroke). Silia ini tidak bergerak secara serentak, tetapi berurutan seperti efek domino (metachronical waves) pada satu area arahnya sama. Gerak silia terjadi karena mikrotubulus saling meluncur satu sama lainnya. Sumber energinya ATP yang berasal dari mitokondria.

Mikrovilia merupakan penonjolan dengan panjang maksimal 2 µm dan diameternya 0,1 µm atau 1/3 diameter silia. Mikrovilia tidak bergerak seperti silia. Semua epitel kolumnar bersilia atau tidak bersilia memiliki mikrovilia pada permukaannya. Jumlahnya mencapai 300-400 buah tiap sel. Tiap sel panjangnya sama. Mikrovilia  bukan merupakan bakal silia. Mikrovilia merupakan perluasan membran sel, yang menambah luas permukaan sel. Mikrovilia ini membantu pertukaran cairan dan elektrolit dari dan ke dalam sel epitel. Dengan demikian mencegah kekeringan  permukaaan sel, sehingga menjaga kelembaban yang lebih baik dibanding dengan sel epitel gepeng.

II.2.3. Palut lendir

Palut lendir merupakan lembaran yang tipis, lengket dan liat, merupakan bahan yang disekresikan oleh sel goblet, kelenjar seromukus dan kelenjar lakrimal. Terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan yang menyelimuti batang silia dan mikrovili (sol layer) yang 11

disebut lapisan perisiliar. Lapisan ini lebih tipis dan kurang lengket. Kedua adalah lapisan superfisial yang lebih kental (gel layer) yang ditembus oleh batang silia bila sedang tegak sepenuhnya. Lapisan superfisial ini merupakan gumpalan lendir yang tidak berkesinambungan yang menumpang pada cairan perisiliar dibawahnya. Cairan  perisiliar mengandung glikoprotein mukus, protein serum, protein sekresi dengan  berat molekul rendah. Lapisan ini sangat berperanan penting pada gerakan silia, karena sebagian besar batang silia berada dalam lapisan ini, sedangkan denyutan silia terjadi di dalam cairan ini. Lapisan superfisial yang lebih tebal

utamanya

mengandung mukus. Diduga mukoglikoprotein ini yang menangkap partikel terinhalasi dan dikeluarkan oleh gerakan mukosiliar, menelan dan bersin. Lapisan ini  juga berfungsi sebagai pelindung pada temperatur dingin, kelembaban rendah, gas atau aerosol yang terinhalasi serta menginaktifkan virus yang terperangkap .

Kedalaman cairan perisiliar sangat penting untuk mengatur interaksi antara silia dan  palut lendir, serta sangat menentukan pengaturan transportasi mukosiliar. Pada l apisan  perisiliar yang dangkal, maka lapisan superfisial yang pekat akan masuk ke dalam ruang perisiliar. Sebaliknya pada keadaan peningkatan perisiliar, maka ujung silia tidak akan mencapai lapisan superfiasial yang dapat mengakibatkan kekuatan aktivitas silia terbatas atau terhenti sama sekali.

II.2.4. Membrana Basalis

Membrana basalis terdiri atas lapisan tipis membran rangkap dibawah epitel. Di  bawah lapisan rangkap ini terdapat lapisan yang lebih tebal yang terdiri dari atas kolagen dan fibril retikulin.

II.2.5. Lamina Propria

Lamina propria merupakan lapisan dibawah membrana basalis. Lapisan ini dibagi atas empat bagian yaitu lapisan subepitelial yang kaya akan sel, lapisan kelenjar superfisial, lapisan media yang banyak sinusoid kavernosus dan lapisan kelenjar  profundus. Lamina propria ini terdiri dari sel jaringan ikat, serabut jaringan ikat, substansi dasar, kelenjar, pembuluh darah dan saraf.

Mukosa pada sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung. Mukosanya lebih tipis dan kelenjarnya lebih sedikit. Epitel toraknya berlapis semu bersilia, 12

 bertumpu pada membran basal yang tipis dan lamina propria yang melekat erat dengan periosteum dibawahnya. Silia lebih banyak dekat ostium, gerakannya akan mengalirkan lendir ke arah hidung melalui ostium masing-masing. Diantara semua sinus paranasal, maka sinus maksila mempunyai kepadatan sel goblet yang paling tinggi.

II.3.

Transportasi Mukosiliar

Transportasi mukosiliar hidung

adalah suatu mekanisme mukosa hidung untuk

membersihkan dirinya dengan mengangkut partikel-partikel asing yang terperangkap  pada palut lendir ke arah nasofaring. Merupakan fungsi pertahanan lokal p ada mukosa hidung. Transportasi mukosiliar disebut juga clearance mukosiliar. Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang merupakan gabungan dari lapisan mukosa dan epitel yang bekerja secara simultan. Sistem ini tergantung dari gerakan aktif silia yang mendorong gumpalan mukus.

Lapisan mukosa mengandung enzim lisozim (muramidase), dimana enzim ini dapat merusak beberapa bakteri. Enzim tersebut sangat mirip dengan imunoglobulin A (Ig A), dengan ditambah beberapa zat imunologik yang berasal dari sekresi sel. Imunoglobulin G (Ig G) dan interferon dapat juga ditemukan pada sekret hidung sewaktu serangan akut infeksi virus. Ujung silia tersebut dalam keadaan tegak dan masuk menembus gumpalan mukus kemudian menggerakkannya ke arah posterior  bersama materi asing yang terperangkap didalamnya ke arah faring. Cairan perisilia dibawahnya akan dialirkan ke arah posterior oleh aktivitas silia, tetapi mekanismenya  belum diketahui secara pasti.

Transportasi mukosilia yang bergerak secara aktif sangat penting untuk kesehatan tubuh. Bila sistem ini tidak bekerja secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut lendir akan menembus mukosa dan menimbulkan penyakit. Karena  pergerakan silia lebih aktif pada meatus media dan inferior maka gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan menarik lapisan mukus dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Sedangkan arah gerakan silia pada sinus seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari ostium.

13

Kecepatan gerakan silia bertambah secara progresif saat mencapai ostium, dan pada daerah ostium silia tersebut berputar dengan kecepatan 15 hingga 20 mm/menit. Kecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda di berbagai bagian hidung. Pada segmen hidung anterior

kecepatan gerakan silianya mungkin hanya 1/6 segmen

 posterior, sekitar 1 hingga 20 mm/menit. Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan bergabung dengan sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior di dekat infundibulum etmoid, kemudian melalui anteroinferior orifisium tuba eustachius akan dialirkan ke arah nasofaring. Sekret yang berasal dari sinus etmoid posterior dan sfenoid akan bergabung di resesus sfenoetmoid, kemudian melalui posteroinferior

orifisium tuba eustachius menuju nasofaring. Dari rongga

nasofaring mukus turun kebawah oleh gerakan menelan. II.4.

Teknologi Sediaan Nasal

Teknologi untuk penghantaran sediaan nasal terfokus pada : 1.

Penghantaran obat lokal seperti dekongestan, antibiotik dan mukolitik, untuk  perawatan rongga hidung.

2.

Penghantaran sistemik obat dengan berat molekuler (
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF