Najamuddin Tdk Andk.1 Teknik
September 10, 2017 | Author: Amrih Priambudi | Category: N/A
Short Description
Download Najamuddin Tdk Andk.1 Teknik...
Description
BAHAN AJAR PERANCANGAN PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK
p p lk s a h n u OLEH :
Prof. Dr. Ir. Nadjamuddin Harun, MS
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
JURUSAN ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011
i KATA PENGANTAR Buku ajar ini dikembangkan berdasarkan pengajaran ditingkat Strata Satu (S1) dan Strata Dua
(S2) untuk bidang Pembangkitan Perencanaan Pembangkitan Tenaga Listrik. Dalam
buku ini disajikan teori-teori pembangkitan tenaga listrik dan dilanjutkan dengan perencanaan pembangkitan tenaga listrik untuk mahasiswa teknik elektro. Diasumsikan bahwa mahasiswa bidang teknik elektro telah mengambil mata kuliah teknik kendali, aljabar linear dan matematika teknik. Pembahasan untuk teori dilanjutkan dengan contoh soal serta diskusi-diskusi tentang simulasi atau model sistem. Pada edisi pertama ini
p p lk s a h n u
masih banyak kekurangan tetapi diharapkan para pemakai dapat mengembangkan sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam Bab I telah disampaikan bahwa mata kuliah Pembangkitan dan Perencanaan
Pembangkitan Tenaga listrik untuk bidang teknik elektro dengan mempertimbangkan dua
aspek yaitu aspek teknik dan ekonomis, mengembangkan sistem untuk memenuhi kebutuhan energi listrik.
Bab II dijabarkan Karaketeristik Pembangkit Hidro dan Pembangkit Listrik Tenaga Thermal, pada pembahasannya ditekankan pada karakteristik masukan dan keluaran.
Bab III menjelaskan Operasi Pembangkit Listrik Tenaga Hidro secara mendasar dan perumusan analisis daya baik daya mekanis dan daya listrik dari proses tenaga air dan termis.
Bab IV menyajikan Pembangkit Listrik Tenaga Termal. Bab ini menguraikan secara ringkas prinsip kerja, Proses Konversi Energi dan Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Termal diantaranya PLTG, PLTU, dan PLTGU.
Bab V membahas tentang Sekuriti Sistem . Pada bab ini disajikan pembahasan mengenai monitoring aliran daya pada sistem interkoneksi dengan menggunakan peralatan “Remote Terminal Unit” (RTU). Pada bab ini juga dikemukakan metode analisis dengan menggunakan algoritma ”Load Flow” dan selanjutnya dilakukan analisa tindakan korektif.
Bab VI dibahas secara singkat tentang Stabilitas “Steady State”, Stabilitas Transient dan Stabilitas Dinamis pada sistem tenaga listrik.
p p lk s a h n u
ii Bab VII membahas tentang Operasi Sistem Tenaga Listrik, Bab ini menyajikan operasi sistem
secara optimal khususnya Pembangkit Thermal dan dilanjutkan dengan operasi
ekonomis pada sistem tenaga listrik. Bab VIII membahas tentang Pengendalian Sistem Tenaga Listrik . Pada bab ini dibahas secara singkat tentang pengendalian daya aktif dan frekuensi demikian juga pengendalian daya reaktif dan tegangan. Pada Pengendalian sistem transmisi digunakan peralatan FACTS dan hanya dibatasi untuk beberapa komponen FACTS untuk diaplikasikan pada tenaga listrik. Bab IX membahas tentang Optimalisasi Sistem Tenaga Listrik. Pada bab ini digunakan beberapa metode optimalisasi sistem tenaga listrik diantaranya pemograman liniear, metode
p p lk s a h n u
pemograman dinamis, metode merit order, metode pemograman gradient orde dua dan optimasi sistem tenaga listrik dengan metode logika samar ( Fuzzy Logic). Penyusun berterima
kasih
kepada
teman-teman yaitu
Muhammad Syahwil,
A. Muhammad Syafar, dan A. Nur Putri. Atas bantuannya dalam menyusun buku ajar ini dalam bentuk sederhana. Penulis juga mengharapkan koreksi perubahan dari pihak-pihak yang berkecimpun dalam bidang teknik elektro. Akherulkalam bersyukur kepada Allah Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat-nya kepada kita sekalian.
Makassar, November 2011
Prof.Dr.Ir.H.Nadjamuddin Harun. MS
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………..
i
DAFTAR ISI………………………………………………………………….
iii
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………...
BAB II
KARAKTERISTIK PEMBANGKIT HIDRO DAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA THERMAL…………
1
4
2.1 Karakteristik Input Output Pembangkit Listrik Tenaga
p p lk s a h n u Thermal…………………………………………………….
4
2.2 Karakteristik Input Output Pembangkit Listrik Tenaga
Hidro ……………… . . . . . ……………………………….
5
2.3 Laju Pertambahan Pemakaian Bahan Bakar……………….
7
2.4 Kendala-Kendala Operasi Pada Pusat Pembangkit Listrik…
8
2.5 Kendala-Kendala Operasi Pada Pusat Listrik Tenaga Gas…
10
2.6 Kendala-Kendala Operasi Pada Pusat Listrik Tenaga
BAB III
BAB IV
Diesel……………………………………………………….
13
2.7 Kendala-Kendala Operasi Pada Pusat Listrik Tenaga Uap…
14
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA HIDRO . . . . . . . . . . . ..
16
3.1 Klasifikasi Pembangkit Listrik Tenaga Hidro . . . . . . . . . .. .
16
3.2 Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro……...…...…...…...
16
3.3 Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro . . ……...…...…...…
21
3.4 Pembangkit Listrik Tenaga Air ……………………………
21
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA THERMAL . . . . . . . .
40
4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Gas . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . .
40
4.2 Pembangkit Listrik Tenaga Uap . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
43
4.3 Pembangkit Listrik Tenaga Gas-Uap . . . . . . . . . . . . . . . . . .
46
4.4 Cogeneration…………... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
50
iv
BAB V
BAB VI
BAB VII
SEKURITI SISTEM TENAGA LISTRIK. . . . . . . . . . . . . . . .
61
5.1 Pendahuluan…………………….. . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
61
5.2 Sistem Monitoring Tenaga Listrik. . . . . . . .. . . . . . . . . . . . .
63
5.3 Analisis Kontigensi Sistem Tenaga Listrik……….. . . . . . .
85
5.4 Analisis Korektif Sistem Tenaga Listrik………………….
95
STABILITAS SISTEM TENAGA LISTRIK. . . . . . . . . . . . . .
96
6.1 Pendahuluan…… . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
96
6.2 Stabilitas Steady State Sistem Tenaga Listrik . . . . . . . . . . ..
97
6.3 Stabilitas Transient Sistem Tenaga Listrik………………...
98
6.4 Stabilitas Dinamis Sistem Tenaga Listrik………………….
99
6.5 Perasamaan Ayunan………..………………………………
100
6.6 Pemodelan Mesin Sinkron Pada Studi Kestabilan…………
102
6.7 Pemodelan Mesin Sinkron Memperhitungkan Saliency…...
104
6.8 Stabilitas Steady State dengan Gangguan-gangguan Kecil..
107
6.9 Stabilitas Transient dengan Kriteria Sama Luas…………..
117
6.10 Aplikasi Pada Penambahan Daya Input Tiba-tiba………
119
6.11 Apalikasi Pada Gangguan Tiga Fasa……………………
121
6.12 Pemecahan Numerik Pada Persamaan Non-linear………
128
6.13 Pemecahan Numerik Pada Persamaan Ayunan………….
130
6.14 Sistem Multi-Mesin……………………………………...
134
6.15 Stabilitas Transient Multi-Mesin…………………………
136
OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK. . . . . . . . . . . . . . . …
141
7.1
141
p p lk s a h n u Operasi Optimal Sistem Tenaga Listrik . . . . . . . . . . . . . ..
7.1.1 Pendahuluan ……………………………………………..
141
7.1.2 Pemodelan Biaya Bahan Bakar Pembangkit Thermal……
142
7.1.3 Operasi Optimal Pembangkit Listrik Tenaga Thermal…...
147
7.1.4 Perhitungan Rugi-rugi Transmisi…………………………
151
7.2
Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik .. . . . . . . . . . . ..
156
7.2.1 Kesepakatan Unit Pembangkit Thermal……………….....
158
v 7.2.2 Operasi Ekonomis Dengan Mengabaikan Rugi-rugi Saluran Transmisi………………………………………. 7.2.3 Operasi Ekonomis Dengan Memperhitungkan Rugi-rugi Saluran Transmisi………………………………………. BAB VIII
BAB IX
160 161
PENGENDALIAN SISTEM TENAGA LISTRIK . . . . . . . . .
165
8.1 Pendahuluan…………………………………………………
165
8.2 Pengendalian Daya Aktif dan Frekuensi……………………
166
8.3 Pengendalian Daya Reaktif dan Tegangan………………….
172
8.4 Pengendalian Sistem Tenaga Listrik dengan FACTS……….
181
OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK. . . . . . . .. ………..
186
9.1 Pendahuluan…………………………………………………
186
p p lk s a h n u 9.2 Optimasi Sistem Tenaga Listrik Metode Liniear
Programing…………………………………………………..
187
9.3 Optimasi Sistem Tenaga Listrik Metode Program Dinamis..
191
9.4 Optimasi Sistem Tenaga Listrik Metode Merit Order………
206
9.5 Optimasi Sistem Tenaga Listrik Metode Gradien Orde Dua..
211
9.6 Optimasi Sistem Tenaga Listrik Metode Fuzzy Logic……...
214
DAFTAR PUSTAKA
p p lk s a h n u
1
BAB I PENDAHULUAN Sebagai bagian dari tata dunia baru di era persaingan pasar global, Indonesia dituntut untuk mampu melahirkan manusia-manusia yang berkualitas dan mampu memainkan peran sebagai garda depan persaingan antar bangsa-bangsa. Untuk itu perlu adanya kerja keras dari semua komponen bangsa dalam menghadapi persaingan tersebut. Atas dasar realitas dan tantangan masa depan tersebut maka menyiapkan individu-individu yang berkualitas dengan sejumlah karakteristik menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi. Salah satu cara untuk
p p lk s a h n u
mempersiapkan bangsa Indonesia untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat tersebut adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada melalui pendidikan.
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mencerdaskan bangsa, investasi jangka panjang
yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar. Pendidikan juga merupakan usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Perancangan Pembangkitan Tenaga Listrik merupakan salah satu mata kuliah wajib pada jurusan Teknik Elektro, konsenstrasi Teknik Energi Elektrik pada Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin yang disajikan pada Semester tiga setiap tahun ajaran. Mata kuliah ini
memberikan gambaran tentang perencanaan sistem pembangkitan dengan mempertimbangkan
dua aspek yaitu aspek ekonomis dan aspek teknis, mengembangkan sistem untuk memenuhi kebutuhan energi listrik dari pemakai energi (demand) secara kontinu dan memenuhi kualitas yang diinginkan dengan analisis demand dan evaluasi sumber-sumber energi yang ada,
sehingga akan tercapai keseimbangan antara pemasok (supply) energi dan pemakai energi
(demand). Ada 4 kriteria kunci yang perlu diketahui dari mata kuliah ini adalah Economic Viability, Technical Fesiability, Financial Security dan Inveronmental Asceptability.
Proses pembelajaran yang digunakan saat ini berupa kuliah tatap muka dan
diskusi/presentasi kelompok. Dengan adanya proses pembelajaran ini diharapkan penilaian yang dilakukan tidak hanya dari segi kognitif saja tetapi juga termasuk segi afektif. Selain diskusi kelompok mahasiswa diberikan tugas individu dengan mengambil kasus sistem kelistrikan yang relevan dengan materi yang telah disajikan, mahasiswa juga dituntut
2 menggunakan software aplikasi program untuk analisis, sehingga akan membuat mahasiswa lebih aktif dalam menguasai materi. Perancangan Pembangkitan Tenaga Listrik merupakan mata kuliah dengan Jumlah peserta setiap kelasnya berkisar 22 orang. Nilai angka rata-rata yang diperoleh sebesar 90 dimana nilai ini setara dengan nilai A. Tabel Jumlah Mahasiswa yang Memperoleh Nilai A-E Nilai
Jumlah Mahasiswa
A
10
p p lk s a h n u A-
6
B
4
B-
2
C
0
E
0
Total
22
Dari Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hasil dari proses pembelajaran sudah
cukup baik sesuai yang diharapkan. Dengan adanya bahan ajar ini, diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas pembelajaran dan memudahkan mahasiswa dalam menguasai materi-
materi perkuliahan secara sistematis, disisi lain kurangnya buku bacaan dalam bahasa indonesia yang dapat diakses oleh mahasiswa juga menjadi salah satu kendala, sehingga keberadaan bahan ajar ini sangat penting dalam proses belajar mengajar dikelas.
Bahan ajar ini juga dapat di-download di website milik Universitas Hasanuddin
( sistem pembelajaran berbasis Learning Management System /LMS) sehingga memudahkan mahasiswa dalam mengakses materi perkuliahan setiap saat.
Sistematika penulisan buku ajar ini terbagi dalam 9 (Sembilan) Bab dengan harapan
maksud dan tujuan dari penulisan ini dapat terangkum seluruhnya. Pembagian Bab tersebut adalah sebagai berikut : BAB I
:
Pendahuluan Bab pendahuluan menggambarkan secara singkat deskripsi mata kuliah Perancangan Pembangkitan Tenaga Listrik dan proses pembelajaran yang diterapkan dalam mata kuliah ini.
BAB II
:
Karakteristik Pembangkit Hidro dan Pembangkit Listrik Tenaga Thermal
3 Bab ini mencakup karakteristik input output pembangkit listrik tenaga thermal, karakteristik input output pembangkit listrik tenaga hidro, dan kendala-kendala operasi pada pusat pembangkit listrik (PLTA, PLTD, PLTG dan PLTU ). BAB III
:
Pembangkit Listrik Tenaga Hidro Bab ini menguraikan secara ringkas prinsip kerja, proses konversi energi dan masalah operasi pada pembangkit listrik tenaga hidro, yakni PLTMH,
PLT Minihidro (PLTM) dan PLTA. BAB IV
Pembangkit Listrik Tenaga Thermal
:
p p lk s a h n u Bab ini menguraikan secara ringkas prinsip kerja, proses konversi energi dan masalah operasi pada pembangkit listrik tenaga thermal, yakni PLTG, PLTU dan PLTGU.
BAB V
Sekuriti Sistem Tenaga Listrik
:
Bab ini membahas fungsi sekuriti pada sistem tenaga listrik yaitu sistem monitoring, analisis kontigensi dan analisis tindakan korektif.
BAB VI
:
Stabilitas Sistem Tenaga Listrik
Bab ini membahas Stabilitas Steady State, Stabilitas Transient dan Stabilitas Dinamis pada sistem tenaga listrik.
BAB VII
:
Operasi Sistem Tenaga Listrik
Bab ini mencakup operasi optimal dan ekonomis pada sistem tenaga listrik dengan atau tanpa memperhitungkan rugi-rgi saluran transmisi.
: Pengendalian Sistem Tenaga Listrik
BAB VIII
Bab ini mencakup pengendalian daya aktif dan frekuensi pengendalian daya reaktif dan tegangan, seerta pengendalian dengan FACTS pada sistem tenaga listrik.
BAB IX
:
Optimasi Sistem Tenaga Listrik
Bab ini membahas beberapa metode optimasi sistem tenaga listrik yaitu
optimasi sistem tenaga listrik metode linear programming, optimasi sistem
tenaga listrik metode Program Dinamis, optimasi sistem tenaga listrik metode Merit Order, optimasi sistem tenaga listrik metode Gradien Orde Dua, dan optimasi sistem tenaga listrik metode Fuzzy Logic.
4 Garis Besar Rencana Pembelajaran (GBRP Nama / Kode Mata Kuliah
:
PERANCANGAN PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK
Kompetensi Sasaran
:
Kompetensi Utama: Kemampuan merencanakan pembangkitan sistem tenaga dengan memprtimbangkan aspek ekonomis dan teknis Kompetensi Pendukung: 1. Mahasiswa mengembangkan kemampuan dalam perencanaan pembangkitan energi listrik. 2. Mahasiswa mengembangkan kemampuan bekerjasama, baik sebagai ketua maupun anggota dari sebuah tim kerja.
Sasaran Belajar
:
1. Mahasiswa memahami prinsip perancangan pembangkitan secara ekonomis dan teknis. 2. Mahasiswa mampu mengutarakan pendapat di depan orang banyak dan menjawab pertanyaan dari audience. 3. Mahasiswa mampu berdiskusi secara kelompok dan mengutarakan pendapat. 4. Mahasiswa mampu menganalisis literatur yang menggunakan bahasa
p p lk s a h n u Inggris
Model Pembelajaran Minggu ke(1) 1
2
:
Sasaran Pembelajaran
Project Based Learning
Materi Pembelajaran
Strategi Pembelajaran
(2)
(3)
Mahasiswa mengetahui tujuan perancangan pembangkitan
Kontrak Kuliah/Pengantar Perancangan Pembangkitan dan Tren Pengembangannya
Ceramah
Mahasiswa mampu menyebutkan karakteristik pembangkit thermal dan hidro
Ceramah/Lapor an
Karakteristik Input Output Pembangkit Listrik Tenaga Thermal Karakteristik Input Output Pembangkit Listrik Tenaga Hidro Kendala-Kendala Operasi Pada Pusat Pembangkit Listrik thermal dan hidro, PLTA,PLTG,PLTU,P LTGU.
(4)
Kriteria Penilaian (indicator (5)
Bobot Nilai (%) (6) 0
- Kedalama n materi - Referensi yang sesuai. - Format Paper
5%
5
3
4-5
6-8
9 10 – 12
Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip kerja, proses konversi energy dan masalah operasi pada pembangkit hidro PLTMH, PLTM dan PLTA Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip kerja, proses konversi energy dan masalah operasi pada pembangkit thermal PLTG, PLTU dan PLGU Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pentingnya fungsi sekuriti pada tenaga listrik .
Ceramah
-
&
-
Kedalaman materi Kemampuan Diskusi
Diskusi
5%
Ceramah
Pembangkit Listrik Tenaga Gas Pembangkit Listrik Tenaga Uap Pembangkit Listrik Tenaga Gas-Uap Cogeneration
& Diskusi
Kedalaman materi Kemampuan Diskusi
5%
p p lk s a h n u Sistem Monitoring Tenaga Listrik Analisis Kontigensi Sistem Tenaga Listrik Analisis Korektif Sistem Tenaga Listrik
Mid Test
Mid Test
Mahasiswa mampu memahami stabilitas pada system tenaga listrik
13
Klasifikasi Pembangkit Listrik Tenaga Hidro Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro Pembangkit Listrik Tenaga Air
Mahasiswa mampu memahami operasi system tenaga listrik
Presentase
-
&
-
Diskusi
Kedalaman materi Kemampuan Diskusi
5%
25 %
Stabilitas Steady State Sistem Tenaga Listrik Stabilitas Transient Sistem Tenaga Listrik Stabilitas Dinamis Sistem Tenaga Listrik Perasamaan Ayunan dan pemodelan Mesin Sinkron Pada Studi Kestabilan
Presentase
-
&
-
Diskusi
-
Operasi Optimal Sistem Tenaga Listrik Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik
Presentase
-
&
-
Diskusi
-
-
Kedalaman materi Kemampuan presentasi Kemampuan Menjawab Kemampuan Diskusi pendapat kelompok
Kedalaman materi Kemampuan presentasi Kemampuan Diskusi kelompok
5%
5%
6
14
15
Mahasiswa Mampu melakukan simulasi pengendalian pembangkitan tenaga listrik
Mahasiswa mampu memahami metode-metode optimasi system tenaga listrik
Project/Tugas Besar
Optimasi Sistem Tenaga Listrik Metode Liniear Programing Optimasi Sistem Tenaga Listrik Metode Program Dinamis Optimasi Sistem Tenaga Listrik Metode Merit Order Optimasi Sistem Tenaga Listrik Metode Gradien Orde Dua Optimasi Sistem Tenaga Listrik Metode Fuzzy Logic
Ceramah., Tugas dan presentase
-
Kedalaman materi - Kemampuan presentasi - Kemampuan Menjawab - Kemampuan Diskusi pendapat kelompok -
Kedalaman materi Kemampuan presentasi Kemampuan Menjawab Kemampuan Diskusi pendapat kelompok
5%
p p lk s a h n u
16
Simulasi pengendalian daya aktif dan frekuensi Simulasi pengendalian daya reaktif dan tegangan Simulasi pengendalian FACTS.
Final Test
Final Test
-
5%
35%
p p lk s a h n u
4
BAB II KARAKTERISTIK PEMBANGKIT HIDRO DAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA THERMAL Karakteristik pembangkit merupakan modal dasar dalam melakukan pengaturan ouput pembangkit untuk
menekan pembiayaan
bahan baku
energi.
Melalui karakteristik
pembangkit ini dibuat model matematisnya sehingga dapat dilakukan proses optimasi dalam memperoleh optimum ekonomi biaya pembangkitan. 2.1 KARAKTERISTIK
INPUT OUTPUT
PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA
p p lk s a h n u
THERMAL
Karakteristik ini menyetarakan hubungan antara input pembangkit sebagai fungsi dari output
pembangkit.
Persamaan
karateristik
input-output
pembangkit
menyatakan
hubungan antara jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan daya tertentu pada pembangkit tenaga listrik yang didekati dengan fungsi binomial, yaitu :
Keterangan : F
= input bahan bakar (liter/jam)
P
= output daya pembangkit (MW)
a,b,c = konstanta persamaan
persamaan input output diperoleh dengan mengolah data operasi pembangkit dengan
menggunakan Metode Kuadrat Terkecil ( Least Square Methode ). Apabila terdapat N data daya keluaran Pi dan jumlah bahan bakar Fi, konstanta persamaan dengan menyelesaikan persamaan (2.1).
Apabila
pada
pusat
pembangkit
persamaan input-output yang
terdapat
berbeda.
unit
pusat
pembangkit
yang
memiliki
Untuk tujuan penjadwalan pembangkit tenaga
5 listrik diperlukan satu persamaan karateristik yang mengimplementasikan persamaan karateristik input-output pembangkit tenaga listrik yang terhubung pada bus yang sama. Persamaan tersebut lebih dikenal dengan persamaan karateristik input-output ekuivalen. Dimisalkan suatu pusat pembangkit listrik yang terdiri dari m buah unit pembangkit dengan masing-masing persamaan karakteristik input-output sebagai berikut :
Untuk mendapatkan sebuah persamaan ekuivalen dari m buah persamaan digunakan rumus :
Koefesien
p p lk s a h n u persamaan
karakteristik
input-output
ekuivalen
diperoleh
dengan
menyelesaikan persamaan (2.6 ) berikut :
2.2 KARAKTERISTIK
INPUT OUTPUT
PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA
HIDRO
Karateristik input-output dari pembangkit tenaga listrik hidro menggambarkan hubungan
antara input kepenggerak mula (turbin) berupa jumlah air yang dialirkan diantara sudu-
sudu turbin persamaan waktu dengan output daya dari generator. Output dari pembangkit listrik hidro adalah daya yang dikirim keluar yaitu net output generator dikurangi dengan
daya untuk pemakaian sendiri seperti untuk pompa, pengisian baterai dan peralatan penunjang lainnya.
6 Daya output generator sebagai fungsi dari tinggi terjun dan debit air dapat dinyatakan sebagai berikut :
p p lk s a h n u
Suatu bentuk alternative dari persamaan di atas dapat diperoleh dengan mendefenisikan variabel efesiensi baru G sebagai berikut : Sehingga menghasilkan persamaan (2.9),
Untuk ketinggian air yang konstan bentuk karateristik tersebut dapat digambarkan seperti gambar 2.1.
7 Oleh karena tinggi terjun air dianggap konstan, maka besar debit air sebagai fungsi daya output pembangkit akan didekati dengan persamaan polynomial orde dua yaitu :
Persamaan laju pertambahan pemakaian air ( incremental Water Rate ) diperoleh dari
p p lk s a h n u
turunan pertama persamaan input-output, yaitu :
2.3 LAJU PERTAMBAHAN PEMAKAIAN BAHAN BAKAR ( Incremental Fuel Rate )
Laju pertambahan pemakaian bahan bakar (IFR) menggambarkan hubungan antara
perubahan masukan dan perubahan keluaran yang sesuai dengan perubahan tersebut. Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut :
Bila perubahannya dinyatakan seperti :
sangat kecil ( mendekati nol),
maka persamaan (2.13) dapat
8 Kurva karakteristik laju pertambahan bahan bakar pembangkit thermal diperlihatkan pada Gambar 2.2.
p p lk s a h n u
Gambar 2.2
Kurva karakteristik laju
pertambahan pemakaian
bahan bakar untuk
pembangkit thermal.
Sebenarnya input dalam kurva pertambahan biaya produksi (Incremental Production Cost-IPC) pembangkit tenaga listrik termal tidak hanya meliputi bahan bakar, melainkan juga mencakup biaya operasi lainnya. Namun karena komponen biaya bahan bakar jauh
lebih besar daripada komponen biaya lain, maka biaya produksi (production cost) dianggap sebagai biaya bahan bakar ( fuel cost).
Kurva pertambahan biaya produksi atau kurva biaya bahan bakar memberikan
informasi tentang perbedaan segi ekonomis operasi setiap unit pembangkit tenaga listrik. Kurva pertambahan biaya produksi bahan bakar diperoleh dengan mengalikan jumlah
bahan bakar dengan harga satuan bahan bakar, sehingga dari karakteristik ini dapat dilakukan penjadwalan pembangkitan yang ekonomis.
2.4 KENDALA-KENDALA OPERASI PADA PUSAT LISTRIK TENAGA AIR
Tidak terdapatnya proses pembakaran sehingga tidak ada perubahan suhu yang besar
pada bagian-bagian PLTA, merupakan faktor yang sangat mengurangi kendala operasi pada PLTA. Kendala operasi dari unit PLTA tidak sebanyak pada unit PLTU terutama untuk keadaan dinamis PLTA umumnya dapat cepat distart dan lebih mudah mengalami
9 perubahan beban.Kendala operasi pada PLTA umumnya adalah kendala operasi dalam keadaan musim kemarau sehingga kurang air dan PLTA tidak dapat beroperasi secara optimal. 1. Beban Maksimum Beban maksimum pada unit PLTA pada umumnya dapat mencapai nilai nominal seperti yang tertera dalam spesifikasi pabrik. Dalam prakteknya nilai nominalnya ini kadang-kadang tidak dapat
tercapai ini dikarenakan
ada bagian berputar (totaring
part) yang kurang sempurna atau proses yang kurang baik kedudukannya sehingga timbul suhu atau getaran yang berlebihan. Ada pereparat (Seal) yang kurang baik
p p lk s a h n u
sehingga air yang bertekanan tidak melalui rotor turbin tetapi langsung mengalir ke pipa pembuangan.
Kurang tingginya permukaan air dalam kolam tando sehingga tinggi terjun tidak
cukup. Kurang daripada nilai yang disyaratkan oleh spesifikasi pabrik. Hal semacam ini kadang-kadang terjadi pada musim kemarau. 2. Beban Minimum
Beban minimum pada unit PLTU disyaratkan karena pemakaian air
tidak
semata
mata untuk pembangkit tetapi juga digunakan uintuk keperluan lainnya. PLTA serba guna misalnya dimana airnya juga dipakai untuk irigasi, ada syarat air minuman yang
harus keluar dan PLTA untuk keperluan irigasi sehingga hal ini juga mensyaratkan
beban minimum bagi PLTA. Hal ini serupa juga terjadi apabila air keluar dari PLTA digunakan untuk pelayanan air minum. 3. Kecepatan Perubahan Beban
Untuk PLTA masalah kecepatan perubahan beban dapat dilakukan dengan cepat jika
dibandingkan dengan unit pembangkit lainnya. Unit PLTA umumnya dapat diubah bebannya dari 0% sampai 100% dalam waktu kurang dari setengah menit. 4. Perhitungan Cadangan Berputar Untuk
unit PLTA,
cadangan
berputar
dapat dianggap
maksimum dikurangi dengan beban sesaat dari unit.
sama
dengan
kemampuan
10 2.5 KENDALA-KENDALA OPERASI PADA PUSAT LISTRIK TENAGA GAS Karena unit PLTG adalah unit pembangkit yang termahal biaya operasinya khususnya termahal biaya bahan bakarnya maka diinginkan agar unit PLTA beroperasi dalam waktu yang sependek mungkin, misalnya pada waktu beban puncak atau pada waktu ada kerusakan/gangguan unit lain (sebagai unit cadangan). Tetapi dilain pihak men-start dan men-stop unit PLTG akan menambah keausan unit tersebut sehingga merupakan kendala operasi yang harus diperhitungkan. Pada PLTG turbin gas diputar oleh gas hasil pembakaran yang suhunya ± 9000C, operasi dengan gas yang bersuhu tinggi inilah merupakan sebab utama timbulnya keausan apabila unit PLTG mengalami start-stop sehingga merupakan kendala operasi seperti tersebut diatas. Beban operasional
p p lk s a h n u
pada unit PLTG perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Operasi dengan gas bersuhu tinggi inilah yang merupakan sebab utama timbulnya keausan
apabila
unit
PLTG
mengalami
start-stop
yang
merupakan kendala
operasi.
Dalam operasi PLTG perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Beban Maksimum
Dalam spesifikasi teknik PLTG disebut dua macam rating kemampuan yaitu :
a. Base Load Rating yang menggambarkan kemampuan unit untuk melayani beban terus menerus.
b. Peak Load Rating yang menggambarkan kemampuan unit untuk melayani beban selama dua jam. Peak load rating besarnya kurang lebih 10% diatas base load rating.
Seperti telah diuraikan diatas, unit PLTG beroperasi pada suhu tinggi. Hal ini mudah menimbulkan karosi suhu tinggi apabila bahan bakar banyak mengandung vanadium, potassium atau sodium.
Dalam praktek spesifikasi berkuis untuk bahan bakar menjadi dua hal ini dinyatakan dengan batas metallic content yang tidak boleh dilampaui, berkisar pada nilai satu part permillion berat (ppm).
Masalah kwalitas bahan bakar, suhu gas hasil pembakaran beserta metallic content inilah faktor utama yang membatasi beban maksimum dari turbin gas.
11 Unit PLTG dilengkapi daya speed tronic card yang secara otomatis melalui governer akan
mengurangi
beban
dari
unit
apabila
ia
mendeteksi
tegangan
yang
diperbolehkan. Untuk beban yang sama suhu gas hasil pembakaran ini bisa naik karena proses pembakaran yang tidak sempurna misalnya karena pengaruh bahan bakar kurang sempurna kerjanya. 2. Beban Minimum
p p lk s a h n u
Batas beban minimum untuk unit PLTG tidak disebabkan karena alus melainkan
lebih disebabkan oleh masalah ekonomi yaitu efisiensi yang mudah pada beban yang rendah.
Gambar 2.3 kurva Biaya Minimum
Pada gambar diatas tampak bahwa :
Pada beban 100% bb minyak dilampaui 0,346 l/kwh Pada beban 75% bb minyak dilampaui 0,335 l/kwh Pada beban 50% bb minyak dilampaui 0,443 l/kwh Pada beban 25% bb minyak dilampaui 0,645 l/kwh
Apabila harga bahan bakar yang dipakai adalah HSD ril dengan harga Rp. 2200/ liter
maka ini berarti bahwa pada beban 100% biaya bahan bakar Rp. 761,2/kwh sedang pada beban 25% Rp. 1419/kwh.
12 3. Kecepatan Perubahan Beban Umumnya PLTG dapat
dirubah bebannya dari 0% menjadi
100% dalam waktu
kurang dari 15 menit, sehingga bagi tiap termis termasuk unit yang dapat dirubah bebannya secara cepat. Tetapi jika diinput bahwa unit PLTG beroperasi dan suhu gas pembakaran yang tinggi maka perubahan beban berarti perubahan suhu yang sudah kecil pada beroperasi bagian turbin gas dan menambah keausan. Juga perlu diinput bahwa penambah beban yang rendah maka sebaiknya unit PLTG tidak diubah-ubah beban tetapi diusahakan berbeban mendekati penuh
(80%) dan
kawat. Perubahan
beban PLTG dilakukan dalam keadaan darurat.
p p lk s a h n u
4. Perhitungan Cadangan Berputar Karena kemampuannya
untuk
menambah
beban
yang
relatif
cepat
seperti
telah
diusulkan diatas maka cadangan berputar yang dapat diperhitungkan pada unit PLTG adalah sama dengan kemampuan maksimum dikurangi dengan beban sesaat dari unit. Tetapi sebaiknya juga diadakan perubahan beban.
PLTG sebaiknya dioperasikan untuk menangani beban puncak. Dalam operasi tenaga listrik seringkali ada pembangkit start dan stop dalam setiap hari, minggu.
PLTG memberikan konsekuensi biaya yang lain dari pada unit PLTU. Pada PLTG
perlu disuplai pada start-stop 300 kali atau setelah mengalami sejumlah jam operasi tertentu tergantung pada mode of operation.
Perhitungan untuk menentukan time between combustion inspection unit PLTG F x S x (6x + 3y – z) 7500 + 10%
(2.15)
Dimana : F
=
F
= =
S
=
Fuel factor yang besarnya bergantung kepada bahan bakar yang dipakai. 1.0 untuk bahan bakar pada alami 1.4 untuk HSD
Start faktor yang besarnya tergantung kepada sekali berapa jam unit PLTG di star besarnya adalah :
13 Start/waktu jam
1/1
1/3
1/5
S = start faktor
2,6
2,83
1,80
1/10 1,28
1/20 1,15
1/100 1,9
1/500 0,9
1/1000 0,85
X = Jumlah jam operasi yang melampaui peak rating. Y = Jumlah jam operasi yang melampaui normal rating tetapi masih di bawah peak rating. Z = Jumlah jam operasi di bawah normal rating
2.6 KENDALA-KENDALA OPERASI PADA PUSAT LISTRIK TENAGA DIESEL
p p lk s a h n u
PLG yang terpelihara dengan baik praktis tidak mempunyai kendala operasi. Dapat di start stop dengan cepat tanpa banyak menambah keausan, pemakaian bahan bakarnya lebih hemat daripada PLTG tetapi masih lebih mahal dibanding dengan PLTU.
Walaupun pada PLTD praktis tidak ada kendala operasi, tetapi seperti juga pada unit pembangkit lainnya secara operasional perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Beban Maksimum
Beban maksimum dari PLTD seringkali tidak bisa mencapai nilai yang tertulis dalam
spesifikasi pabrik karena ada bagian-bagian dari mesin diesel yang tidak bekerja
dengan sempurna.Misalnya pada beban 90% suhu gas buang sudah mencapai suhu maksimum yang diperbolehkan sehingga beban tidak boleh dinaikkan lagi. Suhu gas buang yang tidak tinggi ini bisa disebabkan karena pengabut kurang baik kerjanya
atau karena turbo charger sudah kotor sehingga tekanan udara yang masuk ke silinder kurang tinggi.
2. Beban Minimum
Tidak ada hal yang membatasi beban minimum pada unit PLTD. Hanya saja pada unit PLTD sering dibebani rendah, misalnya kurang dari 50% maka biaya operasinya
bertambah mahal jika dibebani minimum,sehingga lebih baik dibebani maksimum efisiensinya standar seperti pada name plate.Disamping biaya operasi tinggi pada beban rendah juga efisiensinya menjadi rendah.
14 3. Kecepatan Perubahan Beban Pada PLTD umumnya dapat diubah bebannya dari 0% menjadi 100% dalam waktu kurang dari 10 menit. Oleh karena kemampuannya yang cepat dalam mengikuti perubahan beban, unit PLTD baik dipakai untuk turut mengatur frekuensi sistem hanya sayangnya seperti telah diuraikan diatas kemampuan dayanya relatif kecil dibanding dengan unit-unit pembangkit lainnya.
4. Perhitungan Cadangan Berputar Mengingat kemampuannya dalam mengikuti perubahan beban seperti diuraikan diatas maka cadangan berputar yang dapat diperhitungkan adalah sama dengan kemampuan
p p lk s a h n u
maksimum dikurangi dengan beban sesaat.
2.7 KENDALA-KENDALA OPERASI PADA PUSAT LISTRIK TENAGA UAP
Dari segi operasional PLTU paling banyak kendalanya khususnya dalam kondisi dinamis, hal ini disebabkan banyaknya kendala komponen dalam PLTU yang harus diatasi. Kendala operasi yang terdapat pada PLTU adalah : a. Starting Time
(waktu
yang
diperlukan untuk
menstart)
yang relatif
lama,
bisa
mencapai 6 sampai 8 jam apabila star dilakukan dalam keadaan dingin. b. Perubahan daya persatuan waktu yang terbatas kira-kira5%
per menit.
Hal ini
disebabkan karena proses star memerlukan waktu lama yaitu pada PLTU minyak
adalah memerlukan waktu 2 jam jika distar dalam keadaan dingin, maupun perubahan daya dalam PLTU cukup lambat, menyangkut pula berbagai perubahan suhu yang selanjutnya menyebabkan
produksi uap tidak mencapai suhu
minimal 500 derajat
Celsius sehingga energi panas yang dikandungnya untuk proses expansi tidak tercapai dengan sempurna.
Untuk keperluan berikut :
operasional pada PLTU
perlu diperhatikan hal-hal sebagai
1. Beban Maksimum Dalam keadaan sempurna beban maksimum dari unit PLTU adalah sampai dengan yang tercantum dalam buku spesifikasi teknis unit pembangkit. Dalam spesifikasi teknik tersebut
umumnya disebutkan beberapa beban maksimum untuk pembebanan
15 yang kontinu dan beberapa beban maksimum untuk waktu tertentu, dan apabila ada bagian dari unit pembangkit yang bekerja tidak sempurna maka beban maksimumnya dapat diturunkan.
2. Beban Minimum Beban
minimum
berhubungan
dari
dengan
PLTU masalah
berkisar kontrol
disekitar karena
25%.
pada
Pembatasan
beban
rendah
ini
biasanya
banyak
yang
hubungannya tidak linear sehingga menyulitkan kerjanya alat-alat kontrol disamping itu pula beban rendah nyala api menjadi kurang stabil dan mudah padam.
p p lk s a h n u
3. Kecepatan Perubahan Beban
Kecepatan perubahan beban pada unit PLTU harus menurut pada petunjuk Instruction Manual yang dibuat oleh pabrik. Kecepatan perubahan beban yang mampu dilakukan
oleh unit PLTU tergantung pada kepada posisi beban permulaan dalam kaitannya
dengan sistem bahan bakar dan sistem pengisian air ketel. Ada PLTU yang didisain
apabila bebannya kurang dari 50% harus ada burner yang dimatikan dan juga ada pompa pengisian air ketel yang dihentikan. Untuk menaikkan bebannya misalnya dari
40% ke 80%, tahapnya terbagi dua yaitu dari 40% sampai 50%, kemudian berhenti sesaat untuk menyalakan burner tambahan dan pompa air pengisian ketel tambahan, baru setelah burner tambahan dan pompa air pengisian ketel tambahan bekerja normal beban dapat dinaikkan dari 50% sampai dengan 80%.
4. Perhitungan Cadangan Berputar
Untuk kondisi seperti diuraikan diatas, apabila unit pembangkit berbeban 40% maka
unit harus dianggap mempunyai cadangan berputar sebesar 50% - 40% : 40%, kalau unit dalam keadaan 60% maka cadangan berputarnya bisa dianggap 100% - 60% : 40%.
16 BAB III PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA HIDRO
3.1 KLASIFIKASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA HIDRO Pada dasarnya suatu pembangkit listrik tenaga hidro berfungsi untuk mengubah potensi tenaga air yang berupa aliran air (sungai) yang mempunyai debit dan tinggi jatuh (head) untuk menghasilkan energi listrik. Secara umum Pusat Listrik Tenaga Air terdiri dari : 1) Pembangkit listrik tenaga mikrohidro,
p p lk s a h n u
2) Pembangkit listrik tenaga minihidro, dan 3) Pembangkit listrik tenaga Air.
Pembangkit listrik tenaga hidro dapat dikatagorikan dan diklasifikasikan sesuai besar daya yang dihasilkannya, sebagaimana diperlihatkan pada tabel berikut:
No.
JENIS
DAYA / KAPASITAS
1.
PLTA
> 5 MW ( 5.000 kW).
2.
PLTM
100 kW < PLTM < 5.000 kW
3.
PLTMH
< 100 kW
(Sumber : Severn Wye Energi Agency, www.swea.co.uk)
3.2 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) adalah pembangkit listrik berskala kecil (kurang
dari
100 kW), yang memanfaatkan tenaga (aliran) air sebagai sumber
penghasil energi. PLTMH termasuk sumber energi terbarukan dan layak disebut energi
karena
clean
ramah lingkungan. Dari segi teknologi, PLTMH dipilih karena
konstruksinya sederhana,
mudah
dioperasikan, serta
mudah
dalam
perawatan
dan
penyediaan suku cadang.
Secara ekonomi, biaya operasi
dan perawatannya relatif murah, sedangkan biaya
investasinya cukup bersaing dengan pembangkit listrik lainnya. Secara sosial, PLTMH mudah diterima
masyarakat luas (bandingkan misalnya dengan Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir). PLTMH biasanya dibuat dalam skala desa di daerah-daerah terpencil
17 yang belum mendapatkan listrik dari PLN. Tenaga air yang digunakan dapat berupa aliran air pada sistem irigasi, sungai yang dibendung atau air terjun.
3.2.1 Prinsip kerja PLT Mikrohidro PLT Mikrohidro pada prinsipnya memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit air per detik yang ada pada aliran air saluran irigasi, sungai atau air terjun. Aliran air ini akan memutar poros turbin sehingga menghasilkan energi
mekanik. Energi ini selanjutnya
menggerakkan generator dan menghasilkan listrik. Pembangunan PLTMH perlu diawali dengan
pembangunan bendungan untuk
p p lk s a h n u
mengatur aliran air
yang
akan dimanfaatkan sebagai
tenaga penggerak
PLTMH.
Bendungan ini dapat berupa bendungan beton atau bendungan beronjong. Bendungan perlu dilengkapi dengan pintu air dan saringan sampah untuk mencegah masuknya kotoran atau endapan lumpur. Bendungan sebaiknya dibangun pada dasar sungai yang
stabil
dan aman terhadap banjir. Di
dekat
bendungan
dibangun
bangunan
pengambilan
(intake).
Kemudian
dilanjutkan dengan pembuatan saluran penghantar yang berfungsi mengalirkan air dari
intake. Saluran ini dilengkapi dengan saluran pelimpah pada setiap jarak tertentu untuk mengeluarkan air yang berlebih. Saluran ini dapat berupa saluran terbuka atau tertutup. Di ujung saluran pelimpah dibangun kolam pengendap. Kolam ini berfungsi untuk
mengendapkan pasir dan meny aring kotoran sehingga air yang masuk ke turbin relatif bersih. Saluran ini dibuat dengan memperdalam dan memperlebar saluran penghantar dan menambahnya dengan saluran penguras. Kolam penenang (forebay) juga dibangun untuk menenangkan aliran air y ang akan masuk ke turbin dan mengarahkannya masuk ke pipa
pesat (penstok). Saluran ini dibuat dengan konstruksi beton dan berjarak sedekat mungkin ke rumah turbin untuk menghemat pipa pesat. Pipa pesat berfungsi mengalirkan
air sebelum masuk ke turbin. Dalam pipa ini,
energi potensial air di kolam penenang diubah menjadi energi kinetik yang akan
memutar roda turbin. Biasany a terbuat dari pipa baja yang dirol, lalu dilas. Untuk sambungan antar pipa digunakan
flens. Pipa ini
harus didukung oleh pondasi yang
mampu menahan beban statis dan dinamisnya. Pondasi dan dudukan ini diusahakan selurus mungkin, karena itu perlu dirancang sesuai dengan kondisi tanah.
18
Turbin, generator dan sistem kontrol masing-masing diletakkan dalam sebuah rumah yang terpisah. Pondasi turbin-generator juga harus dipisahkan dari pondasi rumahnya. Tujuannya adalah untuk menghindari masalah akibat getaran. Rumah turbin harus dirancang sedemikian agar memudahkan perawatan dan pemeriksaan. Setelah keluar dari pipa pesat, air akan memasuki turbin pada bagian inlet. Di dalamnya terdapat
guided vane
untuk mengatur pembukaan dan penutupan turbin serta
mengatur jumlah air yang masuk kerunner/blade
(komponen utama turbin).
Runner
terbuat dari baja dengan kekuatan tarik tinggi y ang dilas pada dua buah piringan sejajar.
p p lk s a h n u
Aliran air akan memutar
runner
dan menghasilkan energi kinetic yang akan memutar
poros turbin. Energi y ang timbul akibat putaran poros kemudian ditransmisikan ke generator. Seluruh sistem ini harus
balance. Turbin perlu dilengkapi
casing
yang berf
ungsi mengarahkan air ke runner. Pada bagian bawah casing terdapat pengunci turbin. Bantalan (bearing) terdapat pada sebelah kiri dan kanan poros dan berfungsi untuk meny angga poros agar dapat berputar dengan lancar.
Daya poros dari turbin ini harus ditransmisikan ke generator agar dapat diubah menjadi energi listrik. Generator yang dapat digunakan pada mikrohidro adalah generator sinkron dan generator induksi. Sistem transmisi daya ini dapat berupa sistem
transmisi
langsung (daya poros langsung dihubungkan dengan poros generator dengan bantuan
kopling), atau sistem transmisi daya tidak langsung, yaitu menggunakan sabuk atau belt
untuk memindahkan daya antara dua poros sejajar. Keuntungan sistem transmisi langsung adalah lebih kompak, mudah dirawat, dan ef isiensiny a lebih tinggi. Tetapi sumbu poros harus benar-benar lurus dan putaran poros generator harus sama dengan kecepatan putar poros turbin.
Masalah ketidaklurusan sumbu dapat diatasi dengan bantuan Gearbox
kopling
fleksibel.
dapat digunakan untuk mengoreksi rasio kecepatan putaran. Sistem transmisi
tidak langsung memungkinkan adanya variasi dalam penggunaan generator secara lebih
luas karena kecepatan putar poros generator tidak perlu sama dengan kecepatan putar
poros turbin. Jenis sabuk yang biasa digunakan untuk PLTMH skala besar adalah jenis flat belt, sedang V-belt digunakan untuk skala di bawah 20 kW. Komponen pendukung yang diperlukan pada sistem ini adalah pulley, bantalan dan kopling. Listrik yang
19
dihasilkan oleh generator dapat langsung ditransmisikan lewat kabel pada tiang-tiang listrik menuju rumah konsumen.
3.2.2 Perhitungan Teknis Potensi daya mikrohidro dapat dihitung dengan persamaan: ( 3.1 )
Daya (P) = 9.8 x Q x Hn x h; di mana:
p p lk s a h n u
P = Daya (kW)
Q = debit aliran (m3/s) Hn = Head net (m)
9.8 = konstanta gravitasi
h = ef isiensi keseluruhan.
Misalnya, diketahui data di suatu lokasi adalah sebagai berikut: Q = 300 m3/s2, Hn = 12 m dan h = 0.5. Maka, besarnya potensi daya (P) adalah: P = 9.8 x Q x Hn x h
= 9.8 x 300 x 12 x 0.5 = 17 640 W = 17.64 kW
3.2.3 Perhitungan Ekonomis
Pembangunan PLT Mikrohidro memerlukan investasi yang relatif besar. Adapun, biaya (harga) listrik
per kWH-nya dihitung berdasarkan biaya awal (initial cost)
dan biaya
operasional (operational cost). Komponen biaya awal terdiri dari: biaya bangunan sipil, biaya fasilitas elektrik dan mekanik serta biaya sistem pendukung lain.Komponen biaya operasional
yaitu:
biaya
perawatan,biaya
penggantian
suku
cadang,
biaya
tenaga
kerja(operator) serta biaya lain yang digunakan selama pemakaian. Contoh perhitungan harga listrik per kWh dari PLT berikut :
Mikrohidro adalah sebagai
Misalkan, untuk membangun suatu PLTMH dengan kapasitas terpasang 1 kW,
dibutuhkan biaya awal Rp 4 juta. Umur pakai mikrohidro yang dirancang adalah 10 tahun
20
dengan biaya operasional Rp. 1 Juta/tahun. Sehingga total biayanya menjadi Rp. 10 Juta. Maka, biaya rata-rata (Rp) per hari adalah:
Sehingga,
Biaya (harga) per kWh
ditentukan oleh biaya rata-rata perhari dan besarnya energi
p p lk s a h n u
listrik yang dihasilkan per hari
(kWh/hari). Energi per hari ini ditentukan oleh besarnya
daya terpasang serta faktor daya. Jika diasumsikan faktor daya besarnya 12
jam/hari,
maka harga energi listrik per kWh adalah:
Sehingga,
3.2.4 Perancangan Sistem PLT Mikrohidro
Tahap pertama perancangan PLT Mikrohidro adalah studi awal. Studi ini diawali dengan survey lapangan untuk memperoleh data primer mengenai debit aliran dan head (beda
ketinggian). Debit aliran dapat diukur dengan metode konduktivitas atau metode Weir. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung perkiraan potensi daya awal. Data lapangan sebaiknya diambil beberapa kali pada musim yang berbeda untuk memperoleh gambaran
yang tepat mengenai potensi daya dari aliran air tersebut. Selain itu, perlu dicari data pendukung, yaitu: kondisi air (keasaman, kekeruhan, serta kandungan pasir atau lumpur), keadaan dan kestabilan tanah di lokasi bangunan sipil, serta ketersediaan bahan, transportasi dan tenaga trampil (operator).
Setelah survey lapangan, tahap perancangan selanjutnya adalah pemilihan lokasi dan penentuan dimensi utama, pembuatan analisis keunggulan dan kelemahan setiap alternatif pilihan, pembuatan sketsa elemen utama, penentuan tipe serta kapasitas turbin dan generator y ang akan digunakan, penentuan sistem kontrol sistem (manual/otomatis),
21 perancangan jaringan transmisi dan distribusi serta perancangan sistem penyambungan ke rumah-rumah. Sebelum membangun PLT Mikrohidro di suatu tempat perlu diketahui dahulu rencana PLN untuk daerah yang bersangkutan, kebutuhan listriknya, rencana penggunaan day a listrik dan faktor bebannya, studi kelayakan ekonomi serta kesiapan lembaga pengelola. Setelah semua studi yang diperlukan siap dan layak, dilakukan proses disain yang lebih lebih rinci, yaitu: pembuatan detail gambar teknik, penentuan spesif ikasi teknis secara jelas, penyusunan jadwal kegiatan, penghitungan biaya setiap komponen serta penyiapan pengurus yang akan mengelola PLTMH. Jika seluruh disain ini telah siap
p p lk s a h n u
maka pembangunan PLT Mikrohidro dapat dimulai.
3.3 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO
Pembangkit Listrik Tenaga Minihdro adalah pembangkit listrik tenaga air dengan kisaran output
daya antara 100 kW sampai dengan 5000 kW.
Keuntungan
utama dari
pembangkit mini hidro adalah:
Efisiensi tinggi (70 - 90%), sejauh ini yang terbaik dari semua teknologi energi.
Faktor kapasitas tinggi (biasanya> 50%)
Tingkat tinggi prediktabilitas, bervariasi dengan pola curah hujan tahunan
Daya keluaran bervariasi hanya secara bertahap dari hari ke hari (tidak dari menit ke menit).
3.4 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR Pada umumnya energi air dapat dibagi atas : 1. Energi air kandungan mekanis : a. Energi air terjun
b. Energi pasang surut c. Energi ombak
2. Energi air kandungan termis a. Energi panas laut
Dalam bentuk diagram dapat digambarkan sebagai berikut :
22
p p lk s a h n u Gambar 3.1 Diagram Pembagian Sumber Daya Energi Air
3.4.1 Energi Air Kandungan Mekanis 3.4.1.1 Energi Air Terjun
Potensi tenaga air terjun tergantung pada kondisi geografis, keadaan curah hujan dan areal (penampungan) aliran
(catch ment area). Pengembangan sumber tenaga air secara
wajar, perlu diketahui secara jelas seluruh potensi
sumber tenaganya. Jumlah potensi
tenaga air dipermukaan tanah disebut potensi tenaga air teoritis. Sedang yang dapat
dikembangkan atau diomanfaatkan dari segi teknis disebut potensi tenaga air teknis. Untuk pengembangan secara ekonomis disebut potensi tenaga air ekonomis.
Pada umumnya potensi tenaga ekonomislah yang dianggap sebagai potensi tenaga
air. Namun dengan kemajuan dibidang teknologi dan perubahan konsep tentang ekonomi potensi tenaga air, maka kategori potensi tenaga air teknis diperluas hingga meliputi potensi tenaga air teoritis, dan tidak ada lagi perbedaan yang tegas diantara ketiganya.
Perbandingan antara potensi tenaga air teknis dan ekonomis terhadap potensi tenaga
air teoritis diperkirakan berturut-turut 34 - 40 % dan 20 - 30%. Berubah-ubah tergantung pada tingkatan teknik dan ekonomi setempat. Pada umumnya, ada 3 faktor utama untuk pembangkit tenaga listrik yaitu :
penentuansuatu potensi tenaga air bagi
23 a. Jumlah air yang tersedia, yang merupakan fungsi dari jatuh hujan dan atau salju. b. Tinggi terjun yang dapat dimanfaatkan, dalam hal ini tergantung dari topopgrafi daerah tersebut. c. Jarak lokasi yang dapat dimanfaatkan terhadap adanya pusat-pusat beban atau jaringan transmisi. Penggunaan tenaga air disamping untuk keperluan pembangkit tenaga listrik, juga masih merupakan pemanfaatan multiguna karena masih berhubungan dengan irigasi, pengendalian banjir, perikanan, rekreasi dan navigasi. Sumber tenaga air
diperoleh dari
adanya siklus hidolik daripada air, yaitu pemanasan dari sinar matahari yang kemudian
p p lk s a h n u
turun ke bumi dan kembali lagi terjadi penguapan akibat pemamanasan sinar matahari tersebut. Tabel
3.1 memperlihatkan angka-angka dan lokasi yang mempunyai kemungkinan
potensi tenaga air yang dapat digunakan untuk pembangkit tenaga listrik beberapa negara didunia.
Tabel 3.1 Potensi Ekonomis Tenaga Air Untuk Pembangkit Tenaga Listrik Beberapa Negara Didunia.
NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
POTENSI EKONOMIS TENAGA AIR (GW)
NEGARA
1.100 648 218 130 105 85 76 60 43 33 25
Uni soviet Amerika serikat (termasuk Alaska) Kanada Jepang Norwegia Swedia Prancis Italia Austria Swiss Jerman barat
Sumber : Dr. A. Arismunandar dan DR. S. Kuwuhara, Teknik Tenaga Listrik, 1991. Tabel
3.2
memperlihatkan
angka-angka
dan
lokasi
yang
mempunyai
kemungkinan potensi tenaga air yang dapat digunakan untuk pembangkit tenaga listrik diIndonesia.
24
Tabel 3. 2 Potensi Ekonomis Tenaga Air Untuk Pembangkit Tenaga Listrik Di Indonesia. POTENSI EKONOMIS Presentase (%) TENAGA AIR (MW) 1. 22,8 15.587 Sumatera 4200 2. 5,6 Jawa 21.589 3. 28,8 Kalimantan 10.183 Sulawesi 4. 13,6 22.371 Irian Jaya 5. 29,8 Pulau lainnya 1.054 6. 1,4 TOTAL 74.976 100 Sumber : Komite Nasional Indonesia (World Energi Council ). Hasil-Hasil Lokakarya NO
LOKASI
p p lk s a h n u
1993.
3.4.1.2 Keuntungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) 1. Tidak menimbulkan polusi udara.
Tidak ada SOX, NOX dan CO2 seperti yang biasa ditimbulkan oleh pembangkit listrik berbahan bakar fosil ( minyak, batubara dan gas ). Sebagaimana diketahui SOX dan NOX dapat menimbulkan hujan asam, yang sangat berbahaya bagi tumbuh-tumbuhan maupun makhluk hidup lainnya.
CO2 dianggap dapat menimbulkan pemanasan
global ( efek rumah kaca) yang akan menimbulkan perubahan cuaca serta dapat menaikkan permukaan air laut karena es dikutub mencair. Jadi dengan membangun
berarti telah mengurangi kemungkinan timbulnya hujan asam dan pemanasan 2. Tenaga air adalah
energi
PLTA
global.
yang terbarukan dan umur ekonomis PLTA panjang.
Banayak PLTA yang berumur lebih dari 50 tahun masih beroperasi dengan baik.
3. Mengoperasikan PLTA berarti menghemat pemakaian BBM yang selama ini dipakai oleh PLTD, PLTG, PLTGU maupun PLTU minyak, terutama mengurangi pemakaian solar yang sekarang sudah terpaksa diimpor
karena produksi dalam negeri tidak
cukup. Dengan demikian pengoperasian PLTA juga berarti menghemat devisa.
4. Pemakaian PLTA pada umumnya lebih menguntungkan karena biaya pemban gkitan
lebih murah daripada jenis pembangkit lainnya. Selain itu tidak ada kenaikan biaya operasi yang biasanya disebabkn oleh kenaikan biaya BBM.
5. Dengan memakai tenaga air berarti memanfaatkan sumber energi yang tidak dapat diekspor, dan memeberi kesempatan sumber energi lain seperti minyak, gas dan
25 batubara untuk diekspor dan menghasilkan devisa atau diproses menjadi bahan lain yang diperlukan. 6. Sumber
energi
membangun
air tersebar didaerah-daerah di seluruh Indonesia, sehingga dengan
PLTA
didaerah-daerah
berarti
pemerataan
pembangunan
dan
pembangunan prasarana berupa PLTA ini dengan jaringan transmisi dan distribusi akan dapat memenuhi permintaan tenaga listrik baik untukpelanggan
umum
perkotaan, industri maupun kelistrikan desa. 7. Membangun PLTA
dengan waduk mempunyai dampak
positif yang luas dan
keuntungan tambahan misalnya waduk dipakai untuk parawisata, perikanan, olahraga
p p lk s a h n u
air, pengendalian banjir, sumber air minum, sumber air tanah, sumber air pengairan untukpertanian dan sebagainya.
8. Tergantung dari sumber tenaga air yang tersedia, kebutuhan sertga desain yang beban puncak
sistem
tenaga listrik
ekonomis dan optimum maka PLTA dapat dioperasikan untuk
(peak load) maupun beban dasar
( base-load). PLTA dapat melayani
perubahan beban yang cepat, sehingga sangat penting untuk membantu menjaga stabilitas serta keandalan sistem tenaga listrik.
9. Pembangunan PLTA akan membuka lapangan kerja di daerah-daerah yang mungkin letaknya dipelosok (terpencil).
10. Beberapa peralatan PLTA sudah dapat dibuat didalam negeri dengan atau tanpa kerjasama dengan asing antara lain pintu air, pipa pesat, bagian-bagian turbin air dan
alat bantu mekanik. Juga generator, transformator, panel-panel, kabel switchgears dan
sebagainya. Hal ini berarti menghemat devisa, memungkinkan alih teknologi dari perusahan asing serta memberikan lapangan kerja dalam negeri. 11. Karena biaya electric
energi
pembangkitan PLTA murah, maka PLTA cocok untuk intensive
seperti
industri
industri
yang
aluminium (PLTAAsahan II/tangga dan
sigura-gura) dan nickel (PLTA Larona).
12. Bila perlu PLTA dapat dioperasikan secara automatic dari jarak jauh (remote control)
dengan aman, sehingga tidak memerlukan operator yang banyak. Ini penting terutama
ditempat terpencil atau untuk PLTA dengan gedung sentral bawah tanah. Beberapa PLTA juga dapat dikendalikan dari jarak jauh dari suatu pusat pengendalian ( control center ) sehingga hanya memerlukan operator sedikit sekali.
26 13. Biaya operasi dan pemeliharaan PLTA
sangat murah dan pemakaian listrik untuk
keperluan sendiri kecil. 14. Sudah terbukti beberapa dibuat didalam devisa,
spare part
peralatan mesin dan listrik untuk PLTA dapat
negeri, denganbiaya lebih murah dari impor, sehingga
memberi
pengalaman
kepada
bengkel-bengkel
didalam
menghemat negeri
serta
memberikan lapangan pekerjaan. Sebagai contoh runner turbin air untuk PLTA kecil telah dapat dibuat didalam negeri.
3.4.1.3 Prinsip Pembangkit Energi Air
p p lk s a h n u
Pembangkit Tenaga Air adalah suatu bentuk perubahan tenaga dari tenaga air dengan ketinggian dan debit generator.
tertentu menjadi tenaga listrik dengan menggunakan turbin air dan
Untuk keperluan estimasi daya
yang dibangkitkan secara kasar dapat
digunakan rumus sederhana yaitu :
P= f. Q .H
Dimana P
= daya [kW]
Q
= debit air [m3/detik]
H
= tinggi air terjun [m]
F
= suatu factor antara 0,7 dan 0,8
(3.2)
Untuk keperluan survai data-data primer yang diperlukan :
a. umlah energi yang secara teoritis dapat diperoleh setahun, dalam kondisi-kondisi tertentu dimusim hujan dan musim kering.
b. Jumlah daya pusat listrik yang akan dipasang, dengan memeperhatikan apakah pusat listrik itu akan dipakai untuk beban dasar atau beban puncak. Gambar 3.2 memperlihatkan secara skematis A. Bendungan besar
B. Saluran terbuka dan bendungan ambil air B
Air masuk ke dalam pipa tekan, dan selanjutnya ke turbin melalui katub.
27
p p lk s a h n u
3.4.1.4 Beberapa Kendala Dalam Pemanfaatan Tenaga Air Untuk Pembangunan PLTA
1. Waktu persiapan dan pembangunan PLTA yang lama
Pembangunan PLTA harus dipersiapkan jauh sebelumnya, karena kebutuhan waktu yang lama untuk survey prastudikelayakan, studi kelayakan, desain (basic dan detail
plant design) serta pembuatan dokumen lelang, yang semuanya membutuhkan waktu kira-kira empat tahun, belum termasuk waktu yang diperlukan
untuk penyediaan
dana, penunjukan konsultan, pelelangan dan lain-lain.
Sedangkan pembangunan sendiri rata-rata memerlukan waktu lama, belum termasuk waktu yang diperlukan untuk penyediaan dana negoisasi, penunjukan kontraktor dan
lain-lain. Dengan sendirinya PLTA tidak dapat memenuhi kebutuhan pembangunan pusat listrik yang cepat, yang biasanya dapat dipenuhi dengan PLTD, PLTG dan PLTGU.
2. Biaya investasi yang tinggi
Kapasitas (MW) suatu PLTA untuk beban dasar maupun beban puncak didesain sehingga optimum dan
biaya
pembangkitannya
lebih murah
daripada
jenis
28 pembangkit lain, baik PLTU untuk beban dasar maupun PLTG untuk beban puncak. Akan tetapi biaya investasi per kW untuk PLTA adalah lebih mahal daripada PLTG, PLTD, PLTGU dan PLTU.
Dengan keterbatasan sumber dana
ditambah
lagi
kebutuhan adanya pembankit listrik yang mendesak, maka sering terjadi pilihan terhadap pembangkit lain lebih didahulukan. 3. Masalah infrastruktur untuk pembangunan Karena proyek PLTA umumnya asa didaerah terpencil, maka diperlukan adanya infrastruktur berupa jalan, base camp, jaringan listrik atau PLTD. Hal ini memerlukan biaya cukup besar dan perlu waktu untuk pembangunanannya anatara 1,5 sampai 2 tahun.
p p lk s a h n u
4. Masalah Lingkungan
Termasuk dalam lingkungan antara lain masalah pembebasan tanah. Terutama untuk
PLTA dengan waduk, maka masalah jumlah ganti rugi pembebasan tanah ( baik
tempat tinggal, kebun, maupun sawah ) sering menimbulkan masalah. Hal ini sangat tergantung adanya dukungan pemerintah daearah dan dana yang tersedia.
Sering juga tanah kehutanan terkena oleh proyek. Kelangsungan proyek tergantung ijin dari menteri kehutanan, sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Disamping
masalah pemindahan penduduk, pengaruh pembangunan proyek terhadap fauna dan flora juga penting sekali, terutama untuk daerah yang akan tergenang dengan adanya pembangunan waduk. Sebagai contoh di proyek PLTA kota panjang terpaksa memindahkan gajah
sebanyak
25
ekor.
Pengaruh pembangunan dan
terhadap
kehidupan ikan juga perlu dipelajari dan diatasi. Pada umumnya dampak masalah lingkungan dari PLTA adalah local.
5. Masalah yang berhubungan dengan kondisi alam
Masalah yang berhubungan dengan kondisi alam yaitu kondisi geologi dan hidrologi.
Sering terjadi geological investigation yang telah dikerjakan ternyata belum cukup. Hal
ini
dapat
menimbulkan
masalah
terutama
pada
pembuatan
bendungan,
terowongan, gedung sentral, angker blok pada pipa pesat dan lain-lain, sehingga terpaksa terjadi perubahan desain dan ada pekerjaan tambahan dan tambahan biaya, serta waktu pembangunan bertambah.
29 Selama ini dalam batas-batas tertentu, hal ini tidak merupakan masalah. Sedangkan data hidrologi yang dipakai untuk desain PLTA umumnya telah diambil selama dari sepuluh tahun ( untuk curah hujan ada sekitar 30 tahun ) sehingga ada kesesuaian dengan kondisi sebesarnya pada waktu operasi, kecuali bila ada penyimpangan musim. Bila musim hujan lebih panjang tentunya lebih menguntungkan sedangkan bila musim kemarau lebih panjang maka ini menjadi masalah. Di beberapa PLTA kekeurangan curah hujan dipecahkan dengan hujan buatan.
p p lk s a h n u
3.4.2.1 Potensi energi pasang surut
Pasang surut air laut adalah suatu gejala fisik yang selalu berulang dengan periode
tertentu dan pengaruhnya dapat dirasakan sampai jauh masuk kearah hulu dari muara sungai. Pasang surut terjadi karena adanya gerakan dari benda benda angkasa yaitu rotasi bumi
pada
sumbunya,
peredaran
bulan mengelilingi
bumi
dan
peredaran
bulan
mengelilingi matahari. Gerakan tersebut berlangsung dengan teratur mengikuti suatu garis edar dan periode yang tertentu. Pengaruh dari benda angkasa yang lainnya sangat kecil dan tidak perlu diperhitungkan.
Gerakan dari benda angkasa tersebut di atas akan mengakibatkan terjadinya beberapa macam gaya pada setiap titik di bumi ini,yang disebut gaya pembangkit pasang surut. Masing masing gaya akan memberikan pengaruh pada pasang surut dan disebut
komponen pasang surut, dan gaya tersebut berasal dari pengaruh matahari, bulan atau kombinasi keduanya.
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung
dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik
matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari
tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.
30 Energi pasang surut pada lautan terjadi akibat pengaruh massa bulan terhadap bumi, yang mengakibatkan adanya gaya tarik, sehingga menjelma suatu gejala yang dikenal sebagai pasang surut. Gejala ini terjadi secara teratur, disebabkan bulan mengelilingi bumi, sehingga air laut ditarik karena gaya tarik gravitasi bulan.
p p lk s a h n u Gambar 3.3 Terjadinya pasang surut akibat gaya tarik bulan
Gambar 3.3
memperlihatkan permukaan laut dititik A. keadaan ini, laut pada titik
A berada dalam keadaan pasang, sedangkan pada titik B berada dalam keadaan surut. Kira-kira 6 jam kemudian, terjadi situasi sebaliknya, akibat perputaran bulan.
Penyebab pasang surut Bulan tepat di
atas titik P1 pada permukaan bumi. Karena gaya tarik bulan di titik P1
paling besar maka P1 bergerak lebih banyak ke arah bulan daripada titik O (titik pusat bulan). Jika titik O bergerak ke arah bulan, maka titik P2 akan bergerak lebih lambat dari titik O. Oleh karena itu, maka permukaan air di titik P1 dan P2 lebih tinggi daripada
permukaan air laut rata-rata. Pasang naik terjadi di P1 dan P2, sementara itu, di daerah yang letaknya 90 derajat dari kedua titik itu terjadi pasang surut.
31
Gambar 3.4. Posisi bumi terhadap bulan Peredaran semu harian bulan memerlukan waktu 24 jam 50 menit. Periode tersebut
p p lk s a h n u
disebut satu hari bulan. Oleh karena itu satu titik di khatulistiwa pada permukaan bumi mengalami dua kali pasang naik dalam periode satu hari bulan.
Ternyata gaya tarik matahari juga memberikan pengaruh terhadap molekul air laut,
walaupun perbandingan antara gaya tarik matahari dengan gaya tarik bulan terhadap bumi adalah 1 : 2,2.
Pasang laut purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan
matahari berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang laut purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama.
Gambar 3.5. Posisi Bumi, bulan dan matahari ketika pasang Purnama
Pasang naik yang paling rendah dalam periode satu siklus pasang surut disebut pasang perbani. Pasang perbani terjadi pada waktu kedudukan bulan, bumi dan matahari membentuk sudut 90
o
. Pada posisi tersebut, gaya tarik matahari dan gaya tarik bulan
bekerja pada titik-titik yang tegak lurus satu sama lain
32 Pada waktu bulan perbani, gaya tarik bulan bekerja pada titik P1 dan P2 sedangkan gaya tarik matahari bekerja pada titik P3 dan P4. Besar gaya yang menyebabkan pasang perbani adalah resultan dari dua gaya yang berarah tegak sesamanya.
p p lk s a h n u
Gambar 3.6 Posisi Matahari dan bulan terhadap bumi membentuk sudut 90o
Menurut medar gobel dalam bukunya Energi Earth and everyone, memperkirakan jumlah potensi dari energi pasang surut di seluruh dunia adalah 26 x 1012 kWH. Namun sebagian kecil saja bumi dimanfaatkan oleh manusia.
Puncak pasang surut air laut diikuti 12 jam kemudian dengan rendahnya surut air
laut. Kemudian pasang kembali, sehingga dalam waktu 24 jam terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Beda antara permukaan laut ketika pasang dan surut itu disebut
amplitude. Pasang laut itu dipengaruhi oleh kedalaman air laut dan keadaan lokasi pantai setempat.
Untuk memanfaatkan air pasang dipakai bendungan, sehingga terbentuk wadah dan ketika surut, air waduk dilepaskan melalui turbin generator untuk pembangkit tenaga listrik.atau diwaktu pasang, turbo generator yang dapat bekerja dua arah aliran air alut itu, dikerjakan oleh air pasang laut yang masuk melalui penyimpanan air laut.
pipa turbin ke
dalam waduk
33 Tabel 3.3
memperlihatkan angka-angka dan lokasi sumber daya terpasang yang
diketahui di dunia. Terlihat bahwa potensi yang cukup besar terdapat di Amerika Utara, utamanya diteluk funny. Tabel 3.3 Potensi energi pasang surut di dunia. H RATARATA (M)
LOKASI AMERIKA UTARA Bay of Fundy Cook inlet, Alaska
POTENSI ENERGI (109 kWh/th ) 275,3 18,5
5,5 – 10,7 7,5
Potensi Daya (MW) 29000 1800
p p lk s a h n u
AMERIKA SELATAN San Yose, Argentina
5,9
51,5
5.870
EROPA Seven, Inggris Bebagai Lokasi, Prancis Berbagai Lokasi, USSR
9,8 5,0 – 8,4 2,4 – 6,6
14,7 97,85 140,42
1.680 11.150 16.050
JUMLAH DUNIA
2,4 – 10,7
598,27
65.550
SUMBER :
1. World Energi Resources, 1985-2020, WEC 2. S.S Panner : Demands, Resources, Impact, Technology, and Policy Volume I. Addision-Wesley Publishing Coy.
Konversi Energi Pasang Surut
Pada dasarnya antara tenaga pasang surut dengan tenaga air konvensional, yaitu kedua duanya adalah tenaga
air yang memanfaatkan
gravitasi tinggi jatuh air
untuk
pembangkitan tenaga listrik a.
Pasang surut menyangkut arus air periodik dwi arah dengan dua kali pasang dan dua kali surut setiap hari
b.
Operasi di lingkungan air laut memerlukan bahan bahan konstruksi yang lebih tahan korosi daripada material untuk air tawar
c.
Tinggi jatuh relatif sangat kecil (maksimal 11 meter) bila dibanding dengan instalasi hydro lainnya.
Bila selisih antara tinggi air laut dan tinggi waduk pasang surut adalah H, dan debit air adalah Q, maka besar daya yang dihasilkan adalah Q x H.
34 Selanjutnya bila luas waduk pada ketinggian D adalah S (h), yaitu S sebagai fungsi h, maka jumlah
energi
yang dibangkitkan dengan mengosongkan sebahagian h dari
ketinggian dh adalah berbanding lurus dengan isi S (h). h. dh. Sehingga diperoleh : Waktu pengosongan waduk :
Waktu mengisi waduk :
p p lk s a h n u
Diasumsikan bahwa pengisian
dan pengosongan waduk dilakukan pada pergantian
pasang dan surut, untuk mendapatkan penyederhanaan rumus. Diperoleh energi yang dibangkitkan per-siklus adalah:
Dimana : E
= energi yang dibangkitkan per-siklus.
H
= selisih tinggi permukaan air laut antara pasang surut.
V
= volume waduk pasang surut.
Bila besaran V diganti dengan besaran massa air laut, maka rumus diatas dapat ditulis menjadi :
Emaks
= b . g . H2 . S
(3.6)
P
=f.QH
(3.7)
Dimana : Emaks
= Jumlah energi maksimum dapat diproses per siklus
b
= Berat jenis air laut
g
= Grafitasi
H
= Tinggi pasang surut terbesar
S
= Luas waduk rata-rata antara pasang dan surut
Q
= Debit air
f =
Faktor efisiensi , P = Daya
35 Besaran H adalah kwadrat, sehingga tinggi pasang surut sangat penting. Untuk tinggi H kurang dari 2 meter pada umumnya pembangkit energi pasang surut tidak memenuhi syarat.
Prinsip Konversi Pasang Surut Prinsip sederhana dari pemanfaatan ketiga bentuk energi itu adalah: memakai energi kinetik
untuk
memutar
turbin yang
selanjutnya menggerakkan
generator untuk
menghasilkan listrik.
p p lk s a h n u (a)
(b)
(c) Gambar 3.7 Prinsip proses konversi energy pasang surut
36 Pasang surut menggerakkan air dalam jumlah besar setiap harinya; dan pemanfaatannya dapat menghasilkan energi dalam jumlah yang cukup besar. Dalam sehari bisa terjadi hingga dua kali siklus pasang surut. Oleh karena waktu siklus bisa diperkirakan (kurang lebih setiap 12,5 jam sekali), suplai listriknya pun relatif lebih dapat diandalkan daripada pembangkit listrik bertenaga pasang surut.
Kelebihan PLTPs a. Setelah dibangun, energi pasang surut dapat diperoleh secara gratis.
p p lk s a h n u
b. Tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya. c. Tidak membutuhkan bahan bakar. d. Biaya operasi rendah.
e. Produksi listrik stabil.
f. Pasang surut air laut dapat diprediksi. g.
Turbin lepas pantai memiliki biaya instalasi rendah dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang besar.
Kekurangan PLTPs
a. Sebuah dam yang menutupi muara sungai memiliki biaya pembangunan yang sangat mahal, dan meliputi area yang sangat luas sehingga merubah ekosistem lingkungan baik ke arah hulu maupun hilir hingga berkilo-kilometer.
b. Hanya dapat mensuplai energi kurang lebih 10 jam setiap harinya, ketika ombak bergerak masuk ataupun keluar
Energi Ombak
Gelombang yang memecah di pantai dan tebing-tebing merupakan
energi
besar. Salah satu kemungkinan pemanfaatan ini dapat dilihat pada gambar 3.8.
yang cukup
37
p p lk s a h n u Gambar 3.8 Pusat Listrik Tenaga Pecah Gelombang (PLTPG)
dibuat ruangan penampungan air yang berada di bawah gelombang yang memecah di tebing pantai sepanjang 1 km, dan ketika air gelombang tiba kemudian surut, katub dibuka, sehingga tertangkap sejumlah
volume air laut di ruangan atas. Kemudian
disalurkan melalui pipa untuk menggerakkan turbin air dan generator. Air itu disalurkan ke ruangan sebelah bawah, maka generator akan membangkitkan ini seperti pemanfaatan
energi
energi
listrik. Metode
pasang surut, tapi dalam hal ini tidak tergantung pada
pasang air, tapi pada tinggi gelombang datang memecah di tebing pantai.
Pada gambar 3.9 memperlihatkan gagasan desain sebuah rakit yang digunakan untuk pemanfaatan gelombang laut.
Gambar 3.9 Skema Rakit Ombak Laut
Menurut Hulls, daya yang terkandung dalam ombak mempunyai bentuk:
38 Dimana P
= Daya
b
= Berat jenis air laut
g
= Grafitasi
T
= Periode
H
= Tinggi ombak rata-rata
Selanjutnya Hulls menjelaskan bahwa ombak yang mempunyai tinggi rata – rata 1 meter (H), dan periode 9 detik (T, jarak waktu antara dua ombak), mempunyai daya sebesar 4,3 kW per meter
panjang ombak. Sedang deretan ombak serupa dengan tinggi 2 meter
p p lk s a h n u
mempunyai daya 17 kW per meter panjang ombak. Sedangkan ombak dengan ketinggian 10 meter dan periode 12 detik mempunyai daya 600 kW per meter.
3.4.2.2 Energi Pasang Laut
Lautan atau samudera merupakan kolektor sinar radiasi matahari secara alamiah dan yang
terbesar di dunia. Di daerah tropis terdapat perbedaan suhu antara lapisan permukaan laut o
dengan kedalaman laut sekitar 20 sampai 25 C. perbedaan suhu ini siang dan malam terus
ada, sehingga merupaka sumber energi yang selalu tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Energi thermal ini dapat dikonversi menjadi energi lsitrik dengan suatu teknologi yang disebut Ocean Thermal Energi Conversion (OTEC)
atau Konversi
Energi
Panas
Laut (KEPL).
3.4.2.3 Teknologi Panas Laut
Perbedaan suhu dimanfaatkan untuk menjalankan mesin penggerak dengan menggunakan
peruap thermodinamika. Pada suhu yang lebih tinggi digunakan untuk mencairkan zat kerja kembali. Zat kerja yang dapat digunakan adalah Gas Fron R 22 (CHCL
F2),
ammonia (NH3), titik didih sangat rendah.
Air hangat yang mempunyai temperature 25 dan 35oC masuk ke evaporator yang berisis misalnya zat kerja Fron R-22 yang akan mendidih akibat temperature tersebut.
39
p p lk s a h n u Gambar 3.10 Skema Konversi energy Panas Laut ( KEPL)
Uap gas ini dengan tekanan
12 kg/cm2, masuk
keturbin dan menggerakkan generator.
Gas yang telah dipakai didinginkan dalam kondesator oleh air laut dingin yang memiliki o
suhu sekitar 5 – 7 C pada kedalaman sekitar 500 m, sehingga menjadi cair. Siklus ini berputar terus derngan memompai zat kerja air
kedalam evaporator. Gambar dibawah
memperlihatkan 2 type pusat listrik KEPL
Gambar 3.11 a) Pusat Listrik KEPL Darat,
b) Pusat Listrik KEPL Darat
40
BAB IV PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA THERMAL 4.1 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS (PLTG) Pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) merupakan sebuah pembangkit energi listrik yang menggunakan peralatan/mesin turbin gas sebagai penggerak generatornya.
Turbin gas
dirancang dan dibuat dengan prinsip kerja yang sederhana dimana energi panas yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar diubah menjadi energi mekanis dan selanjutnya
p p lk s a h n u diubah
menjadi
energi
listrik
atau
energi
lainnya
sesuai
dengan
kebutuhannya.
Adapun kekurangan dari turbin gas adalah sifat korosif pada material yang
digunakan untuk komponen-komponen turbinnya karena harus bekerja pada temperature tinggi dan adanya unsur kimia bahan bakar minyak yang korosif (sulfur, vanadium dll), tetapi dalam perkembangannya pengetahuan material yang terus berkembang hal tersebut
mulai dapat dikurangi meskipun tidak dapat secara keseluruhan dihilangkan. Dengan tingkat efisiensi yang rendah hal ini merupakan salah satu dari kekurangan sebuah turbin
gas juga dan pada perkembangannya untuk menaikkan efisiensi dapat diatur/diperbaiki temperature kerja siklus dengan menggunakan material turbin yang mampu bekerja pada temperature tinggi dan dapat juga untuk menaikkan efisiensinya dengan menggabungkan
antara pembangkit turbin gas dengan pembangkit turbin uap dan hal ini biasa disebut dengan combined cycle.
4.1.1 Prinsip Kerja
Pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) mempunyai beberapa peralatan utama seperti : Turbin Gas(Gas Turbine), Kompresor (Compressor), Ruang Bakar (Combustor).
Udara dengan tekanan atmosfir ditarik masuk ke dalam compressor melalui pintu, udara ditekan masuk ke dalam compressor. Udara ditekan masuk ke dalam ruang bakar dengan tekanan 250 Psi dicampur dengan bahan bakar dan di bakar dalam ruang bakar
41
dengan temperatur 2000 – 30000F. Gas hasil pembakaran yang merupakan energi termal dengan temperature dan tekanan yang tinggi yang suhunya kira-kira 9000C .
p p lk s a h n u Gambar 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Gas
Dari energi panas yang dihasilkan inilah kemudian akan dimanfaatkan untuk memutar
turbin dimana didalam sudu-sudu gerak dan sudu-sudu diam turbin, gas panas tersebut temperature dan tekanan mengalami penurunan dan proses ini biasa disebut dengan
proses ekspansi. Selanjutnya energi mekanis yang dihasilkan oleh turbin digunakan untuk memutar generator hingga menghasilkan energi listrik.
Adapun sebagai pendukung pusat listrik tenaga gas ini digunakan beberapa alat bantu (auxiliary equipments) untuk membantu proses siklus turbin gas berjalan dengan baik, seperti :
Sistem Pelumas
Sistem Bahan Bakar
Sistem Pendingin
Sistem Udara Kontrol
Sistem Hidrolik
Sistem Udara Tekan
Sistem Udara Pengkabutan
42
4.1.2 Masalah Operasi PLTG Dari segi operasi, unit PLTG tergolong unit yang masa 15-30 menit, dan kebanyakan dapat di-start
start-nya pendek,
yaitu antara
tanpa pasokan daya dari luar (black start),
yaitu menggunakan mesin diesel sebagai motor start. Dari segi pemeliharaan, unit PLTG mempunyai selang waktu
pemeliharaan (time between overhaul)
yang pendek, yaitu
sekitar 4.000-5.000 jam operasi. Makin sering unit mengalami start-stop, makin pendek selang waktu pemeliharaannya. Walaupun jam operasi unit belum mencapai 4.000 jam, tetapi jika jumlah
startnya telah mencapai 300 kali, maka unit PLTG tersebut harus
p p lk s a h n u
mengalami pemeriksaan (inspeksi) dan pemeliharaan.
Saat dilakukan pemeriksaan, hal-hal yang perlu mendapat perhatian bagian-bagian yang terkena aliran gas hasil pembakaran 0
1.300 C, seperti: ruang bakar, saluran gas Bagian-bagian ini umumnya
khusus adalah
yang suhunya mencapai
panas (hot gas path),dan sudu-sudu turbin.
mengalami kerusakan (retak) sehingga perlu diperbaiki
(dilas) atau diganti.
Proses start-stop akan mempercepat proses kerusakan (keretakan) ini, karena proses start-stop
menyebabkan proses pemuaian dan pengerutan
disebabkan sewaktu unit dingin, suhunya sama sedangkan sewaktu operasi, akibat 1.3000 C.
yang tidak kecil. Hal ini
dengan suhu ruangan (sekitar 300C
terkena gas hasil pernbakaran dengan suhu sekitar
Dari segi efisiensi pemakaian bahan bakar, unit PLTG tergolong unit efisiensinya paling
rendah, yaitu berkisar antara 15-25%.
termal yang
Dalam perkembangan
penggunaan unit PLTG di PLN, akhir-akhir ini digunakan unit turbin gas aero derivative, yaitu turbin gas pesawat generator.
terbang yang dimodifikasi menjadi turbin gas penggerak
43
4.2 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) 4.2.1 Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap adalah pembangkit yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk utama pembangkit listrik jenis ini adalah Generator yang di hubungkan ke turbin dimana untuk memutar turbin diperlukan energi kinetik dari uap panas atau kering.
p p lk s a h n u Gambar 4.2 Prinsip kerja PLTG
Dalam PLTU, energi primer yang dikonversikan menjadi energi listrik adalah bahan bakar. Baban bakar yang digunakan dapat berupa gas. Ada kalanya PLTU
batubara (padat), minyak (cair), atau
menggunakan kombinasi beberapa macam bahan bakar.
Konversi energi tingkat pertama yang berlangsung dalam PLTU adalah konversi energi primer menjadi energi panas (kalor). Hal ini dilakukan dalam ruang bakar dari ketel uap PLTU. Energi panas ini kemudian dipindahkan ke dalam air yang ada dalam pipa ketel
untuk menghasilkan uap yang dikumpulkan dalam drum dari ketel. Uap dari drum ketel dialirkan ke turbin uap. Dalam turbin uap, energi uap dikonversikan mekanis penggerak generator, dan akhirnya
energy
menjadi energi
mekanik dari turbin uap ini
dikonversikan menjadi energi listrik oleh generator.
Komponen utama sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Uap Umumnya sebuah PLTU memiliki komponen utama antara lain : 1. Boiler/ketel uap berfungsi sebagai tempat pemanasan air menjadi uap air yang bertekanan untuk selanjutnya memutar turbin uap.
44
2. Turbin ialah mesin yang dijalankan oleh aliran air; uap atau angin yang dihubungkan dengan sebuah generator untuk menghasilkan energi listrik. Turbin uap ialah turbin yang menggunakan uap sebagai fluida kerja, di mana uap yang digunakan dihasilkan dari boiler. 3. Generator uap ialah suatu kombinasi antara sistem
–
sistem dan peralatan yang
dipakai untuk perubahan energi kimia dari bahan bakar fosil menjadi energi termal dan pemindahan energi termal yang dihasilkan itu ke fluida kerja, biasanya air untuk dipakai pada proses-proses bertemperatur tinggi ataupun untuk perubahan parsial
p p lk s a h n u
menjadi energi mekanis di dalam sebuah turbin 4. Kondensor
adalah tempat yang berfungsi untuk mengembunkan uap dengan jalan
mendinginkannya. Air kondensat
yang
pengembunan yang terjadi dalam kondensor disebut
kemudian
disalurkan
kembali
ke
dalam
ketel
uap
air
dengan
menggunakan sebuah pompa
5. Pompa berfungsi untuk mengalirkan air dari kondensor menuju ke Boiler. 6. Cerobong berfungsi sebagai tempat pelepasan udara.
exhausted steam
(Uap terbuang) ke
Selain komponen di atas masih banyak komponen tambahan yang berfungsi untuk meningkatkan efesiensi kerja dari pembangkit lain – lain.
tersebut, seperti superheater, reheater dan
4.2.2 Masalah Operasi PLTU Untuk men-start
PLTU dari keadaan dingin sampai operasi dengan beban
dibutuhkan waktu antara 6-8 jam. Jika PLTU yang telah uapnya
dijaga agar tetap panas dalam drum
secukupnya untuk menjaga suhu
penuh,
beroperasi dihentikan, tetapi
ketel dengan cara tetap menyalakan api
dan tekanan uap ada di sekitar nilai operasi (yaitu
0
sekitar 500 C dan sekitar 100 kg/cm 2) maka untuk mengoperasikannya kembali sampai
beban penuh diperlukan waktu kira-kira 1 jam. Waktu yang lama untuk mengoperasikan PLTU tersebut di atas terutama diperlukan untuk menghasilkan uap dalam jumlah yang cukup untuk operasi (biasanya
dinyatakan dalam ton per jam).
Selain waktu yang
diperlukan untuk menghasilkan uap, yang cukup untuk operasi, juga perlu diperhatikan masalah pemuaian bagian-bagian turbin. dengan suhu ruangan.
Sebelum di-start, suhu turbin adalah sama
45
0
Pada waktu start, dialirkan uap dengan suhu sekitar 500 C. Hal ini harus dilakukan secara bertahap agar jangan sampai terjadi pemuaian yang berlebihan dan tidak merata. Pemuaian yang berlebihan dapat yang berlebihan,
menimbulkan tegangan mekanis (mechanical stress)
sedangkan pemuaian yang tidak merata dapat menyebabkan bagian
yang bergerak (berputar) bergesekan dengan bagian yang diam, misalnya antara. ,sudusudu jalan turbin dengan sudu-sudu tetap yang menempel pada rumah turbin. Apabila
turbin
sedang
berbeban
penuh
kemudian
terjadi
gangguan
yang
menyebabkan pemutus tenaga, (PMT) generator yang digerakkan turbin trip, maka turbin
p p lk s a h n u
kehilangan beban secara mendadak. Hal ini menyebabkan putaran turbin akan naik secara mendadak dan apabila hal berputar
ini tidak dihentikan, maka akan merusak bagian-bagian yang
pada turbin maupun pada generator, seperti: bantalan, sudu jalan turbin,
dan
kumparan arus searah yang ada pada rotor generator. Untuk mencegah hal ini, aliran uap ke turbin harus dihentikan, yaitu dengan cara menutup katup uap turbin. Pemberhentian aliran uap ke turbin
dengan menutup katup uap
turbin secara mendadak menyebabkan
uap mengumpul dalam drum ketel sehingga tekanan uap dalam drum ketel naik dengan cepat dan akhirnya menyebabkan katup pengaman pada drum membuka dan uap dibuang ke udara. Bisa juga sebagian dari uap di by pass ke kondensor. Dengan cara by passini
tidak terlalu banyak uap yang hilang sehingga sewaktu turbin akan dioperasikan kembali banyak waktu dapat dihemat untuk start. Tetapi sistem
by pass
memerlukan biaya
investasi tambahan karena kondensor harus tahan suhu tinggi dan tekanan tinggi dari by pass.
Dari uraian di atas tampak bahwa perubahan beban secara mendadak memerlukan pula langkah pengurangan produksi uap secara mendadak agar tidak terlalu banyak uap
yang harus dibuang ke udara. Langkah pengurangan fluksi dilakukan dengan mematikan nyala api dalam ruang
bakar ketel dan mengurangi pengisian air ketel ini bahwa
walaupun nyala api dalam ruang bakar padam, masih cukup banyak panas yang tinggal dalam ruang bakar untuk menghasilkan uap sehingga
pompa pengisi
ketel harus tetap
mengisi air ke dalam ketel untuk mencegah penurunan level air dalam drum yang tidak dikehendaki.
Mengingat masalah-masalah tersebut di atas yang menyangkut masalah
proses produksi uap dan masalah-masalah pemuaian yang terjadi dalam turbin, sebaiknya PLTU tidak dioperasikan dengan persentase perubahan-perubahan beban yang besar.
46
Efisiensi PLTU
banyak
dipengaruhi
ukuran
PLTU,
karena
ukuran
PLTU
menentukan ekonomis tidaknya penggunaan pemanas ulang dan pemanas awal. Efisiensi thermis dari PLTU berkisar pada angka 35-38%.
4.3 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS-UAP (PLTGU) PLTGU merupakan kombinasi PLTG dengan PLTU. Gas buang dari 0
umumnya mempunyai suhu di atas 400 C, dimanfaatkan
PLTG yang
(dialirkan) ke dalam ketel uap
PLTU untuk menghasilkan uap penggerak turbin uap. Dengan cara ini, umumnya didapat
p p lk s a h n u
PLTU dengan daya
sebesar 50% daya PLTG. Ketel uap yang digunakan untuk
memanfaatkan gas buang PLTG mempunyai desain khusus untuk
memanfaatkan gas
buang di mana dalam bahasa Inggris disebut Heat Recovery Steam Generator (HRSG).
4.3.1 Prinsip Kerja
Dalam operasinya, unit turbin gas dapat dioperasikan terlebih dahulu untuk menghasilkan daya listrik sementara gas buangnya berproses pemanfaat gas buang. Kira-kira 6
untuk menghasilkan uap dalam ketel
(enam) jam kemudian, setelah uap dalam ketel uap
cukup banyak, uap dialirkan ke turbin uap untuk menghasilkan daya listrik. Bagian-bagian penting dari PLTGU adalah : 1)
Turbin gas
2)
HRSG (Heat Recovery Steam Generator)
3)
Turbin Uap dan alat-alat bantu lainnya
Secara sederhana cara kerja PLTGU dapat dijelaskan dengan gambar 4.3.
Gambar 4.3 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)
47
Gambar 4.4 Skema sebuah Blok PLTGU yang terdiri dari 3 unit PLTG dan sebuah unit PLTU
p p lk s a h n u
Keterangan :
Header uap ; Pr : Poros;TG: Turbin Gas; KU :Ketel uap; GB: Gas Buang; Kd: Kondensor; HA : Header Air; TU: Turbin Uap; Generator; P : Pompa
Karena daya yang dihasilkan turbin uap tergantung kepada banyaknya yang dihasilkan unit
yaitu kira-kira menghasilkan 50% daya
gas
buang
unit PLTG, maka dalam
mengoperasikan PLTGU ini, pengaturan daya PLTGU dilakukan dengan mengatur daya unit PLTG, sedangkan unit
PLTU mengikuti saja, menyesuaikan gan gas buang yang
diterima dari unit PLTG-nya.
Perlu diingat bahwa selang waktu untuk pemeliharaan unit PLTG lebih daripada unit PLTU sehingga koordinasi pemeliharaan yang baik PLTGU agar daya keluar dari blok tidak terlalu banyak
pendek
dalam suatu blok
berubah sepanjang waktu.
Ditinjau dari segi efisiensi pemakaian bahan bakar, PLTGU tergolong sebagai unit yang paling efisien dari unit-unit termal (bisa mencapai angka di atas 45%).
4.3.2 EFFISIENSI PLTGU
Apabila : Effisiensi PLTG – Eta (GT)
Maka untuk 1 (satu) satuan kalor bahan bakar, dapat dihasilkan energi listrik sebesar Eta (GT). Dengan mengabaikan rugi-rugi lain pada PLTG adalah 1
–
Eta
(GT). Apabila
semua kalor tersebut dapat dipergunakan oleh siklus tenaga uap dan dimisalkan effisiensi siklus tenaga uap adalah effisiensi PLTU = Eta (ST).
48
Maka energi listrik yang dihasilkan pada siklus tenaga uap adalah Eta (GT) x (1-Eta (GT)), dan energi yang dihasilkan oleh siklus PLTGU adalah : Eta (COMBI) = Eta (GT) + Eta (ST) x (1 – Eta (GT)) = Eta (GT) + Eta – (Eta (GT) x Eta (ST)) Jadi Effisiensi PLTGU adalah : Eta (COMBI) = Eta (GT) + Eta (ST) – Eta (GT) x Eta (ST) Sebagai contoh :
p p lk s a h n u
Effisiensi PLTG = Eta (GT) = 34% Effisiensi PLTU = Eta (ST) = 26% Maka Effisiensi PLTGU = 51%
4.3.3 HRSG (HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR)
HRSG berfungsi untuk menangkap kalor yang diterima dari gas buang PLTG kemudian
memberikan kalor tersebut kepada air sehingga menjadi uap yang digunakan untuk menggerakkan turbin uap dan generator. Seperti halnya Boiler, HRSG terdiri dari (lihat Gambar 4.5)
Gambar 4.5 Diagram PLTGU dengan HRSG Single Pressure
4.3.4 KONDENSOR
Faktor yang besar pengaruhnya terhadap effisiensi siklus tenaga uap adalah tekanan pada kondensor. Pengaruh tekanan kerja tersebut ditunjukkan pada gambar 12. Pada kurva atas ditunjukkan pengaruh tekanan kerjakondensor tekanan kerja kondensor kondensor diatas 0,04 bar).
semakin tinggi
terhadap effisiensi
effisiensi
semakin rendah
siklus (biasanya tekanan
kerja
49
Gambar 4.6 Kondensor
p p lk s a h n u
4.3.5 PLTGU DENGAN HRSG BERTEKANAN TINGGI
Diagram pada gambar 16 menunjukkan proses PLTGU dengan HRSG bertekanan
tunggal. Udara atmosfir ditekan pada compressor dan dicampur dengan bahan bakar kemudian terbakar dan menghasilkan temperatur tinggi (…… bakar.
Gas
dengan
tekanan
dan
temperatur
tinggi
-
tersebut
0
1100 C) pada ruang dipergunakan
untuk
menggerakkan turbin gas dan generatorsehingga menghasilkan tenaga listrik.
Gas buang yang keluar dari turbin gas masih bertemperatur tinggi dengan tekanan diatas
tekanan atmosfir. Gas buang ini disalurkan ke HRSG dan pada HRSG tersebut terjadi perpindahan kalor dari gas buang ke air/uap.
4.3.6 PLTGU DENGAN HRSG BERTEKANAN GANDA
Effisiensi thermal dapat ditingkatkan dengan merubah HRSG menjadi bertekanan ganda. HRSG bertekanan ganda dihubungkan dengan turbin uap bertekanan ganda seperti pada gambar 4.7.
Gas buang turbin gas dimasukkan ke dalam HRSG yang mempunyai penukar panas bertekanan tinggi
dan penukar panas
bertekanan rendah
untuk menghasilkan uap
bertekanan tinggi dan uap bertekanan rendah.
Pada siklus ini kontribusi dari turbin uap tidak ditujukan untuk meningkatkan effisiensi akan tetapi dipergunakan untuk menjaga agar temperatur air masuk ke HRSG tidak terlalu rendah. Pertimbangan thermodinamis menginginkan agar air pengisi masuk ke HRSG
dalam
temperatur yang serendah-rendahnya agar gas buang keluar dari HRSG dalam temperatur serendah-rendahnya pula. Akan tetapi temperatur yang sangat rendah akan meningkatkan
50 laju koresi pada sisi dingin, sehingga untuk mencegahnya dicampurkan uap ekstraksi dari turbin uap.
p p lk s a h n u Gambar 4.7 Pembangkit daya Siklus Gabungan
4.4 CO GENERATION
4.4.1 Pengertian CoGeneration Cogeneration adalah nama
baru untuk teknologi yang sudah dimanfaatkan sejak tahun
1800an. Dalam pengertian yang lebih luas, cogeneration adalah produksi yang bersamaan
dari uap atau cairan panas lainnya dan gas bersama-sama dengan listrik dengan satu
peralatan konversi energi. Perbedaan fundamental antara alat konversi energi konvesional dengan cogeneration adalah bahwa pada sistem konvesional hasil yang diproduksi hanya
semata-mata listrik atau uap saja, sedang pada sistem cogeneration keduanya diproduksi
sekaligus bersamaan dengan penghematan energi. Suatu peralatan cogeneration dalam memproduksi listrik dan uap dengan bahan bakar yang kurang 10 —
30% dari yang
dibutuhkan suatu pembangkit energi konvensional. Pada awal tahun
1900-an, di Amerika Serikat, pembangkit listrik dan uap untuk
industri dalam jumlah besar dihasilkan dan pembangkit cogeneration. Hal ini berubah, setelah pada tahun 1920-an tersedia jaringan listrik yang menawarkan biaya tenaga listrik yang relatif lebih murah. Hal tersebut memberikan intensif ekonomi kepada
industri
untuk meningggalkan fasilitas cogeneration. Kecendrungan ini tetap berlaku sampai saat ini.
51
Cogeneration adalah alternatif sumber energi yang dapat bertahan terus karena potensi penghematan energi yang dihasilkan. Konsep ini membutuhkan pengaturan kerja teknis, ekonomis dan kelembagaan antara industri, penyedia utilitas dan kota.
4.4.2 Sistem Konversi energi Terdapat banyak sekali peralatan konversi energi yang dapat dimanfaatkan sebagai bangunan cogeneration.
Pertimbangan penting dan suatu sistem cogeneration adalah
perbandingan tenaga listrik dan tenaga uap yang akan diproduksi. Angka ini hendaknya
p p lk s a h n u
hampir sama dengan kebutuhan listrik dan uap dan pasar yang akan dilayani. Bilamana terdapat kelebihan dan energi yang tidak dapat dimanfaatkan, maka konsep cogeneration tidak bermanfaat dan tidak dapat diteruskan. Pertimbangan lain dari suatu sistem cogeneration adalah fleksibel pemanfaatkan berbagai jenis bahan bakar tersebut.
Terdapat dua konsep cogeneration : topping cycle ( daur atas) dan bottoming cycle
(daur bawah), Instalasi daur atas memanfaatkan peralatan konversi energi untuk pertama-
tama membangkitkan tenaga listrik dan kemudian memanfaatkan energi panas untuk pembuatan uap. Sistem konversi energi yang dimanfaatkan sistem daur atas, antara lain mesin disel, turbin gas, tenaga uap dan lain-lain. Suatu instalasi daur bawah tidak
menggunakan peralatan energi, tetapi memanfaatkan panas terbuang untuk pembangkit tenaga listrik. Sistem konversi energi yang menggunakan daur bawah adalah pembangkit tenaga uap dan mesin organik Rankine.
Setiap pasar energi dengan sistem cogeneration mempunyai rasio yang unik antara kebutuhan listrik dan kebutuhan uap, Untuk industri yang intensif, rasio yang umum adalah 50:1
(50 kW
listrik untuk setiap seribu pon-pound uap). Banyak dari sistem
konversi yang sebelumnya disebut mampu memberikan rasio yang lebih tinggi (misalnya
memproduksi listrik yang berlebihan bila semua kebutuhan uap dapat dipenuhi dari sistem cogeneration). Hal ini merupakan pembanding yang penting dalam memilih
peralatan cogeneration, karena setiap kelebihan tenaga listrik hendaknya dapat dijual
kepada konsumen lokal, agar dihasilkan suatu skala ekonomi yang baik. Bilamanana hal tersebut tidak mungkin, proyek dapat menemui kesulitan ekonomi. Berbagai jenis sistem konversi energi, hubungannya dengan cogeneration, rasio listrik-uap, dan bahan bakar yang digunakan, akan dijelaskan secara singkat berikut ini.
52
4.4.3 Berbagai Sistem Konversi Energi Dengan Cogeneration 4.4.3.1 Mesin diesel Mesin disel adalah mesin pembakar dalam yang dimanfaatkan secara meluas dalam bidang transportasi, alat berat dan sebagai listrik untuk memenuhi kebutuhan puncak. Mesin jenis ini dapat dimanfaatkan sebagai alat cogeneration type daur atas, dimana mesin membangkitkan tenaga listrik dan dan gas buangan digunakan untuk memproses uap (Gambar 1).
Kapasitas mesin berkisar antas 0 sampai 25 MW
Rasio listik — uap diperkirakan 400: 1, bilamana semua industri yang memelukan
p p lk s a h n u
uap dihasilkan dan mesin disel, maka kebutuhan listrik yang berlebihan dapat dimanfaatkan untuk keperluan utilitas lainnya.
Mesin jenis ini memerlukan bahan bakar dalam bentuk cair, misalnya bahan bakar disel, etanol dan metanol.
Gambar 4.8 Cogeneration diesel
4.4.3.2 Turbin gas
Turbin gas digunakan sangat intensif di dalam kegiatan industri, mesin pesawat terbang dan sebagai pembangkit listik untuk memenuhi kebutuhan puncak,. Peralatan yang ada antara lain sebuah kompressor, ruang bakar dan turhin. Bahan bakar di bakar di dalam
53
ruang
bakar yang kemudian memanaskan udara yang ditekan dan kompressor, ruang
bakar dan turbin. Bahan bakar di bakar didalam ruang bakar yang kemudian memanaskan udara yang ditekan dari kompressor. Gas yang telah dipanaskan mengembang dan melalui turbin
yang menghasilkan listrik. Proses ini dikenal sebagai daur Brayton,
penamaan menggunakan penemunya, George Brayton. Dimanfaatkan sebagai peralatan cogeneration type daur atas, panas diambil dan gas buangan dan dimanfaatkan untuk memproses uap. (Lihat Gambar 2).
Kapasitas pembangkit berkisar antar 0,5 sampai 75 MW
Rasio perbandingan listrik — uap adalah 200 1. sama halnya dengan pembangkit
p p lk s a h n u
listrik disel, bilamanana kebutuhan uap dari industri dihasilkan melalui turbine gas, maka listrik yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan utilitas industri dan permukiman disekitarya.
Kekurangannya, ialah bahwa bahan bakar yang dibutuhkan adalah bahan bakar minyak, termasuk gas alam, gas sintetis dengan Blu rendah, etanol dan metanol.
Gambar 4.9 Cogeneration Turbin Gas
4.4.3.3 Combined cycle Pembangkit jenis ini juga menggunakan turbin gas Brayton.
Perbedaan dengan
cogeneration sebelumnya ialah pemanfaatan panas dan buangan gas tidak untuk pembuatan yang langsung
dimanfaatkandalam
bentuk
uap, tetapi uap
tadi
digunakan
54
untuk pembangkitkan lagi tenaga listrik. Untuk keperluan tersebut, maka perlu tambahan bahan bakar untuk dicampur dengan gas
yang kaya oksigen yang berasal dari
pembuangan turbin gas pertama (Lihat Gambar 3).
Kapasitas jenis ini berkisar antar 1 sampai 150 MW
Sistem ini menghasilkan rasio listrik uap sebesar 150: 1
Turbin gas membutuhkan gas dan bahan bakar cair. Untuk keperluan tambahan bahan bakar, berbagai sumber energi lain dapat dimanfaatkan, misalnya bahan bakar fosil, sampah, kayu, gambut dan lain-lain.
p p lk s a h n u Gambar 4.10 Cogeneration Combined Cycle
4.4.3.4 Tenaga Uap Pembangkit listrik
tenga uap, merupakan pembangkit
listrik yang
paling banyak
digunakan untuk beban dasar listrik perkotaan. Sistem ini juga dikenal dengan Rankine
cycle, sesuai nama penemunya. Komponen utama pembangkit jenis ini adalah sebuah furnace, ketel, generation turbin dan kondensor (Gambar 4). Pemanasan mengakibatkan aliran air menjadi uap di dalam ketel.
55
p p lk s a h n u Gambar 4.11 Cogeneration Pembangkit Listrik Konvensional Rangkine
Kekuatan dari uap yang mengembang diarahkan untuk memutar turbin dan menghasilkan
listrik.
Setelah
dikondensasikan kembali
melewati
menjadi air
turbin,
uap
yang
telah
dimanfaatkan
dan dimanfaatkan kembali menjadi
air dan
dimanfaatkan kembali melalui ketel. Lebih 60% nilai energi dan bahan bakar dilepas ke
atmosfir sebagai limbah panas pada saat kondensasi. Polusi panas yang potensil ini dapat
dimanafaatkan sebagai sumber panas untuk cogeneration. Bila sistem cogeneration ini dimanfaatkan, maka turbin konvensional perlu diperbaiki. Ada
dua metode yang dapat dilakukan
dengan turbin ekstraksi
(Ekstraction
turbines,) dan turbin tekanan balik (Back-pressure turbines).
Turbin Ekstraksi
Semua uap yang berasal dan ketel masuk ke dalam turbin dengan suhu tinggi dan tekanan, sebagaimana di dalam pembangkit konvensional. Sebagian dan uap setelah
energinya dimanfaatkan dalam proses pemutaran dan pembangkitan, diekstraksi melalui
turbin. Uap yang diekstraksi dapat digunakan untuk panas, uap dan pemanas di sekitar lokasi,
Uap
yang
tidak
diektraksi
konvensional (lihat Gambar 4.12).
dikondensasikan
sebagaimana
pada
proses
56
p p lk s a h n u Gambar 4.12 Cogeneration Turbin Ekstraksi
Turbin Tekanan Balik
Uap yang melalui turbin dimanfaatkan sepenuhnya untuk memproses panas, uap atau pemanas di sekitar lokasi pembangkit. Konsep ini menghilangkan kebutuhan kondenser dan menghasilkan
uap dalam jumlah yang besar dalam hubungan dengan listrik yang
dihasilkan. Dengan alasan ini, turbin tekanan balik banyak diminati oleh industri.
Kapasitas pembangkit berkisar antara 1 sanipai 600 MW
Rasio listrik terhadap uap adalah 45 sampai 75: 1. Rentan ini merupakan rentan umum dimana besar.
industri
dapat
Juga dengan
bekerja
intensif
hasi uap dalam
dengan
jumlah
sumber
daya
besar, energi
listrik
yang
tersebut
dapat
dimanfaatkan dengan baik untuk pemanasan di daerah sekitar pembangkit.
Bahan bakar yang digunakan fleksibel, temasuk bahan bakar padat, cair, gas, panas bumi, tenaga surya dan lain-lain.
57
Gambar 4.13 Cogeneration Turbin Tekanan Balik
p p lk s a h n u
4.4.3.5 Fuell Cells
Suatu fuell cells mengkonversikan energi kimiawi dari suatu bahan bakar menjadi arus
searah tanpa perantaraan pembakaran atau panas. Sistem ini terdiri dan prosesor, bagian pengolahan tenaga, dan pengaturan tenaga (Gambar x). Prosesor akan membuat bahan
bakar padat, cair atau gas yang diperkaya dengan hydrogen yang dengan campuran udara (oxigen) menghasilkan tenaga listrik searah dan panas. Pengatur tenaga mengubah tenaga listrik arus searah menjadi arus bolak balik yang dapat disalurkan melalui jaringan.
Inti dari sistem ini adalah fuel cells yang terdiri dan zat elektrolit asam fospor yang disusun diantara dua elektode, Hydrogen yang melewati satu elektrode, dan oksigen
melalui bagian Iainnya. Dengan sebuah katalisator, hidrogen dan oksigen melalui reaksi kimia, akan menjadi air, panas dan arus listrik. Panas yang terbuang dapat dimanfaatkan
sebagi panas untuk prosesor dan/atau untuk memproses panas dan uap dalam sistem cogeneration daur atas.
Peralatan konversi tenaga konvensioil sangat efisien (sekitar 30
sampai 35%) pada
kapasitas pembangkitannya, tetapi kurang efisien (sekitar 30 sampai 35%) pada kapasitas pembangkitannya, tetapi kurang efisien bila kapasitannya dikurangi. Oleh karena fuel
cells terdiri dan banyak sel kecil yang bersifat individu, efisiensinya tidak tergantung
pada ukutan. Suatu pembangkit yang kecil yang bersifat individu, efisiensinya tidak tergantung pada ukuran.Suatu pembangkit yang kecil dapat seefisien pembangkit yang
58
besar dengan angka efisien berkisar 38 sampai 45%. Fuel cells ukuran komersil belum tersedia. Sebuah pembangkit tenaga listrik kapasitas 4,5 MW baru merupakan percobaan, yang dibangun oleh DOE, Amerika Serikat.
Capasitas pembangkit akan berkisar 1 sampai 150 MW
Rasio listrik-uap diperkirakan sebesar 300:1, tetapi sebagian uap yang dihasilkan dapat digunakan oleh prosesor. Jadi, dengan bersandar pada konsep cogeneration, maka pembangkit ml akan sesuai dimana kebutuhan listrik yang besar dan kebutuhan pemanasan yang rendah.
p p lk s a h n u Gambar 4.14 Cogeneration Fuel Cells
4.4.3.6 Steam Waste Boilers
Pembangkit listrik jenis ini bekerja dengan prinsip yang sama dengan pembangkit Listrik tenaga uap Rankine. Perbedaaannya adalah sumber energi berasal dan panas yang terbuang (waste heat source,). Sebagai sistem cgeneration daur bawah,
hasil utamanya
adalah listrik .
Kapasitas pembangkit berkisar antar 0,5 MW sampai 10 MW
Sumber panas yang sesuai berasal dan panas buangan yang berasal dan industri misalnya, pembakaran batu bata, tungku peleburan kaca dan lain-lain.
Uap yang telah
digunakan melalui turbin energi simpannnya mungkin terlalu
rendah untuk dimanfaatkan seterusnya.
59
4.4.3.7 Potensi Pasar Penghematan
energi
penghematan energi.
dari
cogeneration
merupakan
salah
satu
alternatif
untuk
Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan kerja sama yang baik
antara pihak industri, penyedia energi dan pemerintah. Beberapa issu teknis, ekonomis dan kelembagaan akan mempengaruhi kerja sama tersebut agar upaya ini dapat berhasil dengan baik. Disisi industri, ketersediaan bahan bakar dan fleksibilitasnya, merupakan dua hal yang akan memungkinkan pemilihan cogeneration. Berbagai tawaran untuk industri
p p lk s a h n u
dalam mempertimbangkan sistem ini, antara lain:
Industri dapat menghasilkan semua kebutuhan uapnya dan kebutuhan dasar
listriknya. Kebutuhan listrik puncak dan cadangan, dapat dibeli dan penyedia tenaga listrik setempat.
Kelebihan tenaga listrik yang diproduksi untuk industri, dapat dijual kepada pengguna setempat.
Semua kebutuhan tenaga listrik dan uap disediakan oleh industri
Dengan berbagai ragam pilihan tersebut diatas, suatu kegiatan industri harus
mengevaluasi sendiri tujuannya, kriteria investasi, dan sumber pembiayaan untuk dapat menentukan strategi dalam pemilihan cogeneration. Beberapa pertanyaan dasar yang perlu dikaji, antara lain:
Cogeneration belum merupakan teknologi yang sudah luas dikenal, dan oleh karena itu memerlukan pendidikan.
Tanggung jawab manejemen akan bertambah, karena mereka akan mengelola sumber daya energi yang lebih rumit.
Resiko pertambahan kebutuhan listrik dapat terjadi
akibat tidak tersedianya
sumber daya yang terpercaya.
Peralatan cogeneration membutuhkan investasi modal yang lebih besar dan biaya operasi serta penawaran yang juga lebih besar.
Daya terpasang cadangan yang disiapkan oleh penyedia energi harus dievaluasi kembali.
60
Kelebihan energi listrik yang dihasilkan oleh suatu industri mempunyai nilai lebih untuk penyedia tenaga listrik, apabila tersedia pada saat dibutuhkan, umumnya pada jam puncak dalam satu hari. Untuk mendapatkan manfaat kelebihan energi listrik yang tersedia, industri hendaknya bersedia menyesuaikan jam kerja, yaitu memaksimalkan pemakaian energi pada siang hari, dan meminimumkannya pada malam hari.
Untuk pemakaian sistem cogeneration yang lebih bermanfaat, kebutuhan uap seharusnya lebih besar dan 50.000 pon/jam, pemakaian tidak terlalu berfluktuasi,
p p lk s a h n u
dan dengan faktor kapasitas
sebesar 70% (atau
berproduksi selama 6.000
jam/tahun).
Penggunaan sistem cogeneration akan mengurangi emisi polusi udara. Hal ini akan lebih
bermakna bilaman
pada daerah dimana akan
dibangan sistem
cogeneration aturan standar buangan polusi lebih kecil dan daerah lainnya.
.
61
BAB V SEKURITI SISTEM TENAGA LISTRIK 5.1 PENDAHULUAN Dalam operasi sistem tenaga listrik, selain upaya untuk meminimalisasi biaya operasi, faktor penting lainnya adalah menjaga keamanan sistem
(security system)
dalam operasinya.
Keamanan sistem meliputi kegiatan yang direncanakan untuk mempertahankan operasi sistem apabila terjadi kegagalan komponen sistem. Sebagai contoh, suatu unit pembangkit mungkin harus keluar sistem (off-line) karena kegagalan peralatan pembantu. Dengan mempertahankan
p p lk s a h n u
sejumlah pembangkit cadangan berputar yang sesuai, unit-unit pembangkit yang tersisa pada
sistem dapat mengatasi kekurangan daya tanpa turunnya frekuensi yang terlalu rendah atau tanpa perlu melakukan pemutusan beberapa beban (load shedding). Dalam pembangkitan dan
pengiriman tenaga listrik, apabila suatu saluran transmisi mengalami kerusakan karena terkena
badai sehingga menyebabkan saluran terputus, maka saluran transmisi yang tersisa akan memikul beban yang lebih besar namun masih berada pada batasan yang diijinkan.
Sekuriti sistem diartikan sebagai kemampuan suatu sistem tenaga untuk menahan gangguan tiba-tiba.
Keandalan dan keamanan sistem tenaga listrik dapat dicapai dengan
melakukan operasi sistem yang toleran terhadap keluarnya salah satu elemen sistem (single outage) ataupun keluarnya lebih dari satu elemen sistem (multiple outage). Artinya, dengan keluarnya salah satu elemen sistem (atau lebih) seharusnya tidak menyebabkan keluarnya
elemen sistem secara bertingkat (cascading outage) yang mengakibatkan pemadaman sebagian atau pemadaman total.
Sebagai contoh dari suatu urutan kejadian yang dapat menyebabkan pemadaman total
mungkin bermula dari suatu saluran tunggal yang terbuka akibat kegagalan isolasi, saluran transmisi yang tersisa dalam sistem akan mengambil aliran yang mengalir pada saluran yang
terbuka. Apabila satu saluran yang tersisa pada saat ini terlalu kelebihan beban, saluran tersebut dapat terputus yang diakibatkan oleh kerja relai sehingga menyebabkan saluran yang
tersisa juga mengalami beban lebih. Proses ini disebut dengan istilah gangguan yang bertingkat (cascading outage). Suatu sistem tenaga listrik harus mampu untuk mengatasi gangguan tersebut terutama menghindari kegagalan yang bertingkat.
62
Dalam sistem tenaga, pendekatan sekuriti dibagi atas dua bagian yaitu: (1) pendekatan sekuriti statik, dan (2) pendekatan sekuriti dinamik. Kendala-kendala sekuriti statik merupakan batasan-batasan operasi yang harus dipenuhi dalam pengoperasian sistem tenaga. Kendalakendala tersebut dapat berupa hal-hal berikut. a. Tegangan m
Batasan operasi yang harus dipenuhi tegangan di setiap bus beban (PQ bus) adalah: v i < m
v i < v iM dengan v i dan v iM masing-masing merupakan tegangan minimum dan tegangan maksimum yang diperkenankan di bus-i.
p p lk s a h n u
b. Aliran daya di saluran
Batasan operasi yang harus dipenuhi oleh daya yang mengalir melalui saluran T adalah: -
TL < ST < TL dengan ST merupakan daya total yang mengalir di saluran T sedangkan TL merupakan batasan operasi termal dari saluran T. c. Pembangkitan daya aktif
Batasan operasi untuk pembangkitan daya aktif adalah: pk
m
< pk < pk
M
dengan pk
m
dan pkM
masing-masing merupakan daya minimum dan daya maksimum pembangkit di bus-k. d. Pembangkitan daya reaktif
Batasan operasi untuk pembangkitan daya reaktif adalah: Qk Qk
M
m
< Qk < Qk
M
m
dengan Qk
dan
masing-masing merupakan daya minimum dan daya maksimum pembangkit di bus-k.
Menurut Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (2004:79) sistem dinyatakan berada dalam keadaan operasi yang berhasil atau memuaskan bila :
1. Frekuensi dalam batas kisaran operasi normal (50 ± 0.2 Hz), kecuali penyimpangan dalam waktu singkat diperkenankan pada kisaran (50 ± 0,5 Hz), sedangkan selama kondisi gangguan frekuensi boleh berada pada batas 47.5 Hz sampai 51.5 Hz. 2. Tegangan
di
Gardu
Induk
berada
dalam
batas
yang
ditetapkan
dalam
aturan
penyambungan yaitu : Tegangan 500 kV adalah ± 5% sedangkan Tegangan 150 kV, 70
kV, 20 kV adalah +5 % dan -10%. Batas-batas ini harus menjamin bahwa tegangan pada semua pelanggan berada pada kisaran yang telah ditetapkan sepanjang pengatur tegangan jaringan
distribusi dan peralatan pemasok daya reaktif bekerja dengan baik. Operasi pada batas-batas tegangan ini diharapkan dapat membantu mencegah terjadinya tegangancollapse) dan masalah stabilitas sistem.
kolleps (voltage
63
3. Tingkat pembebanan saluaran transmisi dipertahankan pada batas-batas yang telah ditetapkan dan tingkat pembebanan arus di semua peralatan jaringan transmisi dan gardu induk berada dalam batas rating normal untuk semua
single contingency
gangguan
peralatan. 4. Konfigurasi sistem sedemikian rupa sehingga semua PMT
(circuit breaker)
jaringan
transmisi mampu memutus arus gangguan yang mungkin terjadi dan mengisolir peralatan yang
terganggu. Pada suatu pusat pengatur operasi
(operation control center),
upaya untuk menjaga
keamanan sistem dilakukan dalam 3 tahap yaitu (1) Pemantauan sistem (system monitoring),
p p lk s a h n u
(2) Analisis kontingensi (contingency analysis), (3) Analisis Korektif (corrective action analysis). Sehingga dalam operasi sistem tenaga listrik dapat dibagi menjadi empat keadaan yaitu :
1. Pengiriman yang optimal (Optimal dispatch) : Pada keadaan ini sistem tenaga listrik bekerja
pada keadaan optimal secara ekonomis tetapi sistem tidak terjamin dalam keadaan aman.
2. Setelah kontingensi (Post contingency) yaitu kedaan dimana sistem tenaga listrik setelah kontingensi terjadi.
3. Pengiriman yang terjamin (Secure dispatch) : Pada keadaan ini sistem tenaga listrik tidak
ada kontingensi yang menyebabkan kegagalan, dengan koreksi terhadap parameter sehingga pengiriman tenaga cukup aman.
4. Keadaan terjamin setelah kontingensi (Secure post-contingency) yaitu
Keadaan sistem
tenaga listrik setelah kontingensi terjadi dan sistem beroprasi dengan normal.
5.2 SISTEM MONITORING TENAGA LISTRIK
Sistem monitoring merupakan satu diantara tiga fungsi utama sistem keamanan yang dilakukan di operasi control center. Sistem pemantauan (monitoring) menyediakan operator sistem tenaga dengan informasi up-to-date terkait pada kondisi sistem
tenaga.
monitoring berfungsi untuk memberikan informasi secara
nilai daya yang
real time
Sistem
disalurkan, beban dan pembangkitan suatu sistem tenaga listrik yang kemudian akan ditransmisikan ke control center. Sistem seperti pengukuran dan transmisi data, yang disebut sistem telemetri (SCADA) , telah berevolusi untuk skema yang dapat memonitor tegangan, arus, arus listrik, dan status pemutus sirkuit, dan switch di setiap Gardu dalam sistem jaringan
64
transmisi tenaga listrik. Selain itu, informasi penting lain seperti frekuensi, output generator unit dan posisi tap transformator juga bisa telemeterikan. Masalah pemantauan arus listrik dan tegangan pada sistem transmisi sangat penting dalam menjaga keamanan sistem, Dengan hanya memeriksa setiap nilai yang diukur terhadap batas, operator daya sistem dapat mengatakan di mana masalah-masalah yang ada dalam sistem transmisi dan diharapkan mereka dapat mengambil tindakan perbaikan untuk menghilangkan kelebihan beban line atau ambang batas tegangan.
p p lk s a h n u
5.2.1 Remote Terminal Unit (RTU) Remote Terminal Unit
adalah salah satu dari suatu sistem pengendalian tenaga listrik yang
merupakan perangkat eletronik yang dapat diklasifikasikan sebagai perangkat cerdas. Biasanya ditempatkan di gardu-gardu induk maupun pusat pembangkit sebagai peralatan yang diperlukan oleh
control centre
untuk mengakuisisi data-data rangkaian proses untuk
melakukan remote control, teleindikasi dan telemetering.
Pada prinsipnya RTU mempunyai fungsi-fungsi dasar sebagai berikut: 1.
Mengakuisisi data-data analog maupun sinyal-sinyal indikasi. Melakukan control buka/tutup kontak, naik/turun setting atau fungsi-fungsi set point lainnya.
2.
Meneruskan hasil-hasil pengukuran (daya aktif, daya reaktif, frekuensi, arus, tegangan) dan sebagainya ke pusat pengendalian.
3.
Melakukan komunikasi dengan pusat pengendalian.
Karena merupakan komponen yang sangat penting dalam system pengendalian maka RTU
ini harus memiliki tingkat keandalan dan ketepatan (akurasi) yang tinggi, yang tidak boleh terpengaruh oleh gangguan-gangguan, misalnya noise, guncangan tegangan catu, dan sebagainya.
FUNGSI-FUNGSI RTU
Fungsi-fungsi remote terminal unit antara lain: a.
Sebagai perangkat pemproses sinyal, RTU dirancang untuk melakukan proses-proses sebagai perangkat pemproses pengiriman data ke pusat pengendalian system seperti:
Perubahan status peraltan gardu
Perubahan besaran-besaran analog
Perubahan besaran signal
65
b.
Pembacaan harga-harga pulsa akumulator Pembacaan besaran-besaran analog
Memproses data-data perintah yang datang dari satu, dua atau tiga control centre, mengirim data-data jawaban/hasil pengukuran/pemantauan ke pusat pengendali yang sesuai dengan yang telah ditetapkan. Berdasarkan konfigurasinya maka suatu
RTU
pada dasarnya dapat menangani atau
memproses fungsi-fungsi sebagai berikut: a. Akuisisi data logic (pensinyalan jarak jauh)
p p lk s a h n u
b. Akuisisi data analog (pengukuran jarak jauh)
c. Restitusi data logic (pengendalian jarak jauh) d. Akuisis sinyal jarak jauh
e. Pengaturan set point, tap charger (untuk setting transformator), pengaturan perputaran generator dan sebagainya.
RANGKAIAN PROSES
Rangkaian proses terdiri dari instalasi/wiring, terminal, relay bantu dan transducer yang
berfungsi untuk mengirim indikasi, kontrol, alarm-alarm dan pengukuran dari suatu Gardu
induk/Pembangkit. Secanggih apapun sistem SCADA yang dipasang tidak akan ada artinya jika terjadi salah penyambungan/merangkai proses ke sistem Gardu Induk/Pembangkit. Untuk
itu diperlukan pemahaman dalam memasang rangkaian proses ini. Secara umum rangkaian proses terdiri dari :
Control Panel
Pada lemari control panel inilah
instalasi dan terminasi sistem SCADA paling banyak
dipasang, karena pada dasarnya sistem SCADA itu memindahkan fungsi control panel ke
control center (pusat pengaturan) secara real time. Indikasi, remote control dan telemetering dipasang pada lemari ini.
Relay Panel Pada lemari relay ini dipasang peralatan-peralatan proteksi, kita memasang instalasi dan terminasi untuk signal-signal alarm.
66
Transducer Board Transducer merupakan suatu konverter yang berfungsi sebagai pengubah bentuk besaran energi yang satu ke besaran energi lain. Dalam telemetering untuk sistem SCADA, transducer digunakan untuk mengubah besaran listrik dari CT dan PT menjadi besaran miliampere. Fisik transducer
ini cukup besar maka untuk memudahkan instalasi dan pemeliharaan maka
ditempatkan pada satu lemari yaitu transducer board. Komponen transducer yang dipakai di APD Makassar berasal dari vendor ENERDIS dengan produknya yang bernama TRIAD. TRIAD yang digunakan, mempunyai 2 tipe, yaitu: T32 (3 input, 2 output pengukuran) dan T33 (3 input, 3 output pengukuran). Masing – masing
p p lk s a h n u
transducer disupply dengan tegangan 48 Vdc.
Supervisory Interface Cubicle (SIC)
SIC ini merupakan terminal yang berfungsi sebagai pintu ( gate ) signal keluar dan masuk antara
rangkaian proses denganremote terminal unit (RTU). Pada SIC ini dilakukan
pengelompokan
sinyal-sinyal,
penamaan
bay-bay
yang
terdapat
di
suatu
gardu
induk/pembangkit. Ke sisi luar dihubungkan dengan rangkaian terminasi relay bantu dan transducer. Ke sisi dalam dilakukan pengalamatan/addressing ke card-card digital input (DI), analog input (AI), digital output (DO) dan analog output (AO).
SIC ini pada umumnya menggunakan disconnected terminal ( terminal dimana kedua sisinya dapat dipisahkan) sehingga memudahkan dalam pemeliharaan. Misalnya :
-
memeriksa abnormalitas telesignalling, remote control dan telemetering.
-
melakukan simulasi telesignalling, remote control dan telemetering.
DATA PROSES YANG DI AKUISISI RTU Telemetering ( Analog Input ) Telemetering
adalah pengukuran besaran-besaran daya
MW/MX/A/KV/HZ
yang
dibutuhkan sistem SCADA untuk dikirim ke control center sebagai bahan pengaturan sistem tenaga listrik. Untuk mengubah besaran-besaran daya yang
bertegangan tinggi (CT/PT
sekunder) menjadi output berarus lemah maka digunakan transducer. Standar input transducer : 1A/100V/ V3 dan 5A/100/V3. Standar output transducer : +/- 5mA,0–10mA dan 4–20mA
67
p p lk s a h n u Gambar 5.1 Transducer T33
Gambar 5.2 Transducer T32
Telesignalling (Digital Input) Digital input adalah input/masukan sinyal yang berupa indikasi-indikasi dan alarm-alarm dari suatu peralatan, yang diperlukan sistem SCADA untuk dikirim ke control center sebagai status dan indikator dalam pengaturan sistem. Ada dua jenis telesignalling :
68
Telesignalling Single (TSS) Terdiri dari alarm-alarm suatu proteksi dengan output ON atau OFF. Misalnya alarm Over current, Distance, Ground fault, Breaker fault dll.
p p lk s a h n u Gambar 5.3 Schematic Telesignaling Single (TSS)
Telesignalling Double (TSD)
Terdiri dari indikasi-indikasi posisi suatu peralatan dengan output masuk atau keluar misalnya indikasi : Circuit Braker ( CB ), Pemisah rel ( PMS ), Pemisah line ( LI ), Pemisah tanah ( ES ) dll.
Gambar 5.4 Schematic Telesignaling Double (TSD)
69
Pada telesignalling double (TSD) terdapat istilah valid dan invalid.. Validadalah posisi (data) yang benar, close/open atau open/close.Invalid adalah posisi (data) yang salah, close/close atau open/open.
Telecontrol ( Remote Control ) Telecontrol adalah keluaran sinyal digital/analog dari remote terminal unit (RTU) hasil manipulasi perintah control center. Remote Control yang digunakan di APD makassar untuk RTU S900 merupakan remote control Digital (Digital Output) menggunakan card DOU. Remote control jenis ini merupakan perintah close dan open pada PMT, PMS dari control
p p lk s a h n u
center melalui RTU.
Gambar 5.5 Schematic Remote Control Digital
5.2.2 State Estimasi Sistem Tenaga Listrik
Sama seperti perangkat–perangkat pengukuran lainnya, tranducer–tranducer pengukuran pada sistem tenaga listrik adalah perangkat – perangkat yang tidak terlepas dari error. Bila error
tersebut sedemikian kecil, bisa jadi tidak terdeteksi sehingga hasil interpretasi pembacaan meter tidak akan memberikan nilai
yang tepat. Dalam hal ini
tranducer
akan menjadi
perangkat yang menyumbangkan kesalahan dalam sistem pengukuran. Kesalahan lain yang mungkin timbul adalah hilangnya data – data pengukuran yang disebabkan karena putusnya hubungan komunikasi antara control Centre dengan remote
70
terminal unit
yang menyebabkan hanya sebagian dari jaringan yang dapat dipantau oleh
operator. Untuk mengatasi masalah – masalah di atas maka pada sistem pengendalian tenaga listrik dikenal sistem estimasi. Teknik estimasi dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menyaring dan mendeteksi kesalahan
–
kesalahan yang secara acak
dapat terjadi pada sistem
pengukuran. Bahkan dalam keadaan kritis, estimasi harus dapat memperkirakan besaran – besaran pengukuran pada bagian
–
bagian jaringan yang
tidak dapat terpantau karena
gangguan pada jaringan sub jaringan telekomunikasi. State estimasi sistem tenaga adalah sebuah algoritma untuk menentukan keadaan sistem
p p lk s a h n u
dari model satusistem jaringan listrik dan sistem pengukuran redundan. Model pengukuran state estimasi nonlinier didefinisikan oleh
z
= m-dimensi pengukuran vektor;
x
= n-dimensi (n Nm, estimator tidak lagi mampu melakukan perhitungan dengan benar, untuk
mengatasi
hal
measurement”. Teknik
tersebut
biasanya
dilakukan
dengan
teknik
“pseudo
tersebut ditempuh dengan menambah sejumlah manual data –
data pengukuran pada bagian- bagian tertentu dari jaringan sehingga diperoleh jumlah pengukuran yang cukup untuk menjalankan state estimator.
c. Identifikasi dari deteksi bad measurement dengan mengggunakan state estimation
Kemampuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasikan hasil – hasil pengukuran yang jelek pada suatu sistem pengendalian tenaga listrik merupakan hal yang sangat
berguna dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik. Sebagaimana telah diketahui bahwa
tranducer-
tranducer merupakan perangkat yang bisa rusak atau tersambung
secara tidak benar sehingga hasil pengukuran yang dihasilkan menjadi kurang teliti atau tidak berarti sama sekali.
Dasar untuk mendeteksi hasil-hasil pengukuran jelek adalah dengan mengamati hasil state estimation terhadap j(x), yang akan konvergen menjadi sangat kecil bila
tidak terdapat pengukuran yang jelek pada sistem. Ini berarti bila j(x) kecil, maka vector x yaitu tegangan-tegangan dan sudut fasanya akan menghasilkan aliran daya, beban dan pembangkitan yang dekat dengan nilai – nilai pengukuran. Pada umumnya keadaan pengukuran yang jelek akan menyebabkan konvergensi perhitungan J(x) lebih besar dari perhitungan dimana diharapkan x= x
est
84
Sebagaimana telah diketahui bahwa bilangan yang
error
dalam pengukuran merupakan bilangan-
real, jadi nilai-nilai j(x) sebenarnya adalah nila-nilai yang acak. Bila
dianggap bahwa semua
error
terdistribusi normal pad
probability density function,
maka akan dapat diperlihatkan bahwa J(x) mempunya PDF yang dikenal sebagai chiyang dapat ditulis
squared distribution
XL(k).parameter k disebut sebagai tingkat
ketidak tergantungan (degree of freedom) dari
chi-squared distribution
yang dapat
didefenisikan sebagai berikut: k = Nm - Ns dimana:
p p lk s a h n u
Nm = jumlah pengukuran (pengukuran P+jQ dihitung sebagai dua pengukuran. Ns = jumlah state = (2n-1)
n = jumlah bus pada jaringan sistem tenaga
Bila x = xest, maka harga rata – rata J(x) sama dengan k dan standar deviasi J(x) sama dengan √ 2k.
Bila terdapat satu atau lebih pengukuran yang jelek maka error akan lebih besar dari lebar bidang
error
yang diperhitungkan yaitu sebesar
. Dengan demikian secara
sederhana dapat diidentifikasikan adanya pengukuran yang jelek dengan cara men
set
up suatu nilai tj yang memenuhi keadaan normal J(x). ini berarti bahwa untuk setiap J(x)>tj
terdapat adanya pengukuran yang jelek. Terdapat dua keadaan yang mungkin
memberikan salah tafsir yaitu bila
tj
diset pada harga yang kecil yang akan
menimbulkan alarm-alarm peringatan, pada hal semua pengukuran berjalan tanpa ada kesalahan. Sebaliknya bila
tj
diset terlalu besar akan menghasilkan keadaan yang
seakan-akan semua berjalan sebagaimana
mestinya,
padahal sebenarnya
banyak
kesalahan pengukuran terjadi.
Kejadian tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk menuliskan persamaan berikut: Dengan k adalah tingkat ketidak tergantungan.
Persamaan ini menyatakan bahwa peluang pada J(x) yang lebih besar dari tj adalah sama dengan akan menghasilkan PDF j(x) merupakan ketidak tergantungan k.
chi-squared
dengan tingkat
85
Jenis pengetesan ini dikenal sebagai pengujian hypothesis dimana parameter α tertentu maka nilai tj dapat digunakan untuk pengetesan .dengan menggunkan tj, maka peluang alarm palsu mungkin sebesar 1 % dari semua pengetesan.
5.3 ANALISIS KONTIGENSI SISTEM TENAGA LISTRIK (CONTINGENCY ANALYSIS) Dalam analisis ini gangguan yang mungkin terjadi pada sistem dimodelkan, sehingga bisa diambil tindakan yang diperlukan, jika benar-benar terjadi. Kontingensi adalah suatu kejadian yang disebabkan oleh kegagalan atau pelepasan dari satu atau lebih generator dan/atau
p p lk s a h n u
transmisi (Ditjen LPE, 2004).
Teknik analisis kontingensi dari tahun ke tahun berkembang terus seiring dengan
perkembangan komputer. Walaupun ada metode aliran daya yang lebih baik seperti GaussSeidel dan Newton- Rhapson
yang bisa mempercepat proses komputasi, namun untuk
menganalisis sistem dengan mensimulasi satu persatu gangguan pada saluran dan pembangkit , akan memakan waktu yang lama. Ada 2 metoda analisis kontingensi : 1. Analisis kontingensi deterministik..
Yaitu cara penganalisisan dengan membuat simulasi terlepasnya elemen dari sistem tenaga misalnya satu saluran dilepas atau satu trafo dilepas atau satu unit pembangkit dilepas, serta
melihat pengaruh yang diakibatkannya. Beberapa metoda analisis kontingensi deterministik yang dikenal saat ini yaitu:
1) Analisis kontingensi dengan menggunakan aliran daya arus searah (DC Power-
Flow Contingency Analysis) : Metoda ini paling sederhana tetapi hasil yang diberikan kurang akurat. Dapat digunakan untuk menganalisis kontingensi tunggal
atau kontingensi multi. Pada metoda ini, resistansi saluran diabaikan sehingga daya reaktifnya dapat diabaikan dan didapatkan model rangkaian linearnya (P-θ).
2) Analisis kontingensi dengan menggunakan matriks impedansi bus (Z BUS).
3) Analisis kontingensi dengan menggunakan metoda aliran daya Fast Decoupled dan Newton-Rhapson.
86
2. Analisis kontingensi non-deterministik. Penganalisisan didasarkan pada tingkat keandalan sistem yang didefinisikan pada 2 indeks keandalan yaitu LOLP (Loss-Off-Load-Probability) dan EDNS (Expected Values Of Demand Not Served). Keandalan sistem yang dimaksud tergantung kepada :
Ketidakpastian perkiraan beban.
Tingkat kepercayaan komponen/unit sistem tenaga.
Jadwal pemeliharaan komponen/unit sistem tenaga.
Kendala-kendala bagian yang terinterkoneksi.
p p lk s a h n u
Dengan kedua metoda di atas
(LOLP dan EDNS), maka perencana sistem mampu
menentukan kapasitas elemen sistem tenaga yang akan dievaluasi dengan menggunakan fungsi probabilitas kerapatan. Dengan teknik penganalisisan secara probabilistik ini dapat ditentukan
bagian saluran yang mana yang dibebani lebih atau bus mana yang bertegangan abnormal tanpa mengevaluasi keseluruhan sistem. Dengan demikian diharapkan waktu komputasi lebih
cepat dan pengevaluasian dapat dititikberatkan pada daerah dimana sering terjadi gangguan (outage).
5.3.1 Analisis Kontingensi dengan Metode Aliran Daya Newton-Raphson
Pendekatan tradisional untuk analisis kontingensi keadaan mantap dilakukan dengan menguji semua kontingensi secara berurutan. Pada sistem tenaga listrik yang besar pengujian kontingensi secara lengkap dengan mengikutsertakan semua kemungkinan kontingensi adalah
tidak efisien karena memerlukan waktu proses yang lama. Di sisi lain, pengujian kontingensi yang dipilih berdasarkan pengalaman dan perasaan (intuisi) dari perencana tidaklah memadai
karena kemungkinan akan mengabaikan kasus-kasus kontingensi yang kritis. Dengan demikian diperlukan suatu daftar kontingensi yang dipilih dan melakukan analisis kontingensi hanya untuk kasus-kasus kontingensi yang dipilih tersebut.
Suatu sistem tenaga listrik mungkin mengalami kondisi kontingensi, antara lain: (1) lepasnya unit pembangkit dan/atau saluran transmisi akibat adanya gangguan, dan (2) adanya
penambahan atau pengurangan yang tiba-tiba dari kebutuhan beban pada sistem tenaga listrik. Meskipun banyak kontingensi lain yang dapat terjadi, namun hanya kontingensi-kontingensi yang mempunyai probabilitas yang tinggi (credible) yang akan dipertimbangkan.
87
Kriteria yang digunakan untuk menentukan keandalan sistem, salah satunya dengan menggunakan kriteria keandalan keamanan N-1 (Pottonen, 2005, Kundur, 2003, Marsudi, 1990). Kontingensi N-1 adalah kontingensi yang dihasilkan dari terlepasnya satu komponen sistem yaitu satu saluran transmisi atau satu generator. Kontingensi N-k adalah kontingensi yang dihasilkan dari terlepasnya sejumlah k komponen sistem. Metode ini menggambarkan tingkat keandalan sistem dengan
memperhitungkan
kemungkinan gangguan unit pembangkit dan juga gangguan peralatan transmisi.
Dengan
kriteria indeks keandalan keamanan N-1 apabila dalam sistem terdapat N buah elemen baik unit pembangkit maupun peralatan transmisi, sistem tidak akan kehilangan beban (tidak terjadi
p p lk s a h n u
pemadaman) apabila sebuah elemen sistem mengalami gangguan.
Dalam analisis kontigensi dilakukan studi aliran daya. Dalam penyelesaian masalah aliran
daya, sistem tenaga diasumsikan beroperasi pada keadaan seimbang dan digunakan model satu fase. Untuk menghitung aliran daya pada jaringan sederhana dengan bentuk radial
dapat dilakukan secara analitik, tetapi untuk jaringan yang lebih rumit diselesaikan secara
iterasi. Ada empat kuantitas yang berhubungan dengan setiap bus, yaitu magnitude tegangan
|V|, sudut fase tegangan , daya riil P, dan daya reaktif Q. Bus-bus sistem secara umum dikelompokkan ke dalam tiga tipe , sebagai berikut :
Bus tadah (slack bus). Dikenal juga sebagai bus ayun (swing bus), yang diambil sebagai bus referensi dimana besar dan sudut fase tegangannya ditetapkan, sedang injeksi daya aktif dan
reaktif dihitung. Bus ini akan memenuhi kebutuhan selisih daya antara beban terjadwal dan daya yang dibangkitkan yang disebabkan oleh rugi-rugi jaringan.
Bus-PV atau lazim disebut bus pembangkit. Disini injeksi daya aktif P dan besar tegangan |V| ditentukan sedang sudut tegangan dan injeksi daya reaktif Q dihitung.
Bus-PQ atau lazim disebut bus beban. Disini baik injeksi daya aktif P maupun daya reaktif Q dua-duanya ditentukan sedang besar dan sudut tegangan dihitung.
Konsep bus tadah atau simpul tadah yang membiarkan injeksi daya aktif tidak ditentukan
diperlukan karena ke bus inilah nantinya semua rugi daya aktif yang terjadi pada jaringan ditimpakan setelah tegangan selesai dihitung, disamping injeksi daya aktif yang ada di bus ini sendiri. Dengan tujuan hampir sama konsep bus tadah, bus pembangkit (PV) yang membiarkan injeksi daya reaktif tidak ditentukan diperlukan karena ke bus inilah nantinya
88 rugi-rugi daya reaktif yang terjadi pada jaringan ditimpakan setelah tegangan selesai dihitung, disamping injeksi daya reaktif yang ada di bus-bus ini sendiri. . Secara umum persamaan arus yang memasuki suatu bus i pada sistem tenaga adalah sebagai berikut :
dimana Yij adalah admitansi bus antara bus i dan j, dan pada persamaan di atas j termasuk bus i. Dalam bentuk polar, dapat ditulis menjadi
p p lk s a h n u
Daya kompleks pada bus i adalah
Dengan memasukkan (38) ke dalam (39), diperoleh
Kemudian dipisahkan bagian-bagian riil dan imajiner,
Persamaan (5.41) dan (5.42) merupakan satu set persamaan aljabar nonlinear yang
berhubungan dengan variabel-variabel bebas, magnitude tegangan dalam per unit (pu), sudut fase dalam radian. Terdapat dua persamaan untuk setiap bus beban, diberikan oleh (5.40) dan
(5.41), dan satu persamaan untuk setiap bus pembangkit, diberikan oleh (5.41). Pengembangan
(5.41) dan (5.42) ke dalam deret Taylor dan mengabaikan semua suku-suku yang berorde tinggi, menghasilkan satu set persamaan-persamaan linear berikut :
89
p p lk s a h n u
Langkah-langkah solusi aliran daya dengan metode Newton-Raphson adalah sebagai berikut : 1.
Untuk bus PQ, dimana Pisch
dan Qi sch ditentukan, nilai awal magnitude dan sudut fase
tegangan diset sama dengan nilai bus tadah, atau 1,0 dan 0,0, yaitu Vi(0) = 1,0 dan
i(0) = 0,0. Untuk bus PV, dimana Vi dan Pisch ditentukan, sudut fasenya diset sama dengan sudut fase tegangan bus tadah, atau 0, yaitu i (k)
(k)
(0)
= 0.
2.
Untuk bus PQ, (Pi
3.
Untuk bus PV, Pi
4.
Menyelesaikan persamaan linear simultan (42) secara langsung dengan cara faktorisasi
(k)
dan Qi
dihitung dengan persamaan (41) dan (42),
dan ΔPi(k) berturut-turut dihitung dengan persamaan (41)
triangular dan eliminasi Gauss.
Proses berulang sampai selisih daya ΔPi
(k)
(k) lebih kecil dari tingkat akurasiya. dan ΔQi
Analisis kontingensi dengan metode aliran daya digunakan untuk mengetahui pengaruh gangguan yang terjadi pda sistem tenaga listrik baik gangguan yang terjadi merupakan
gangguan tunggal (single contingencies) atau gangguan jamak (multiple contingencies) pada saluran
transmisi terhadap besarnya tegangan pada bus dan sudut fasa tegangan, serta
perubahan aliran daya pada sistem tenaga listrik dengan perhitungan dan kecepatan komputasi yang baik.
90 5.3.2 Analisis Kontingensi Tunggal Analisis kontingensi tunggal adalah analisis kontingensi setelah terputusnya aliran listrik (outage) pada salah satu bagian sistem, artinya tidak terjadi dua pemutusan secara bersamaan. Pemutusan dapat terjadi karena salah satu saluran atau transformator lepas dari sistem, generator lepas, atau terjadi pergeseran pembangkitan, baik karena direncanakan untuk pemeliharaan rutin, maupun terpaksa karena kondisi cuaca, atau karena gangguan.
a. Pergeseran Arus-Injeksi Misalkan suatu sistem tenaga listrik, jika pada bus m diberikan tambahan arus injeksi sebesar
p p lk s a h n u
ΔIm, akan terjadi perubahan tegangan pada setiap bus dan perubahan arus yang
mengalir pada setiap saluran. Perubahan tegangan pada sistem karena tambahan arus injeksi tadi dinyatakan dengan,
dengan Zbus adalah matriks impedansi bus sistem awal, sebelum enambahan arus injeksi. Perubahan tegangan pada bus i dan j dapat ditulis,
dengan Zim dan Zjm adalah komponen-komponen dari Zbus. Jika saluran yang menghubungkan bus i dan bus j mempunyai impedansi primitif zc, maka perubahan arus yang mengalir dari bus i ke bus j adalah
dari persamaan ini kita mendefinisikan istilah faktor distribusi arus-injeksi atau current-injection distribution factor, Kij,m yang dirumuskan dengan,
91 yaitu perbandingan antara perubahan arus di satu saluran, saluran
ij, terhadap
perubahan arus-injeksi pada satu bus, bus m. Maka perubahan arus pada saluran ij karena perubahan arus-injeksi pada bus m adalah
Hubungan ini menunjukkan bahwa beban lebih pada saluran dapat
dihilangkan
dengan menurunkan arus-injeksi pada suatu bus dan menaikkan arus-injeksi pada bus lain, atau dengan kata lain menurunkan pembangkitan daya suatu unit pembangkit dan menaikkan daya yang dibangkitkan pada unit yang lain.
p p lk s a h n u
Apabila arus-injeksi pada bus p diubah sebesar ΔIp sedangkan pada bus q arus injeksi diubah sebesar ΔIq, maka dengan prinsip superposisi, perubahan arus pada saluran ij dapat dihitung dengan,
Karena penggunaan seperti di atas, Faktor Distribusi Arus-Injeksi
disebut sebagai
faktor distribusi pergeseran arus (current-shift distribution factor). Pada model aliran daya
DC pergeseran arus dari bus yang satu ke bus yang lain ekivalen dengan pergeseran pembangkitan daya aktif dari bus yang satu ke bus yang lain. Oleh karena itu Faktor Distribusi
Pergeseran Arus sering disebut Faktor Distribusi Pergeseran Pembangkitan (generation-shift distribution factor).
b. Saluran Lepas dari Sistem
Mengeluarkan satu saluran dari operasi sistem tenaga dapat disimulasikan dalam model sistem dengan penambahan suatu impedansi negatif yang besarnya sama dengan impedansi saluran itu di antara kedua bus di ujung saluran tersebut. Dengan menggunakan konsep kompensasi arus, Zbus sistem tidak perlu dimodifikasi, penurunan persamaan perubahan
tegangan tiap bus dan perubahan arus pada tiap saluran cukup dengan menggunakan Zbus sistem awal sebelum saluran lepas. Misalkan suatu saluran antara bus m dan bus n dengan impedansi seri
za yang
terlepas dari sistem dapat disimulasikan dengan menambah impedansi -za antara kedua bus
92 dalam rangkaian ekivalen sistem pre-outage, yaitu sebelum saluran mn lepas, seperti pada Gambar 1. Saluran mn lepas disimulasikan dengan menghubungkan impedansi -za dengan memasukkan saklar S sehingga mengalir arus Ia. Dengan Zmn = Znm, dari Gambar 1 terlihat bahwa,
dengan Vm dan Vn adalah tegangan pre-outage bus m dan bus n dan Zth,mn = (Zmm + Znn - 2 Zmn) adalah impedansi Thevenin antara bus m dan bus n. Efek arus Ia terhadap tegangan pre-outage bus m dan bus n sama dengan memberikan arus injeksi ΔIm = -Ia ke dalam bus
m
p p lk s a h n u
dan ΔIn = Ia ke dalam bus n. Perubahan arus pada sembarang arus ij dengan impedansi zc adalah,
Gambar 5.13 Rangkaian ekivalen Thevenin pre-outage untuk simulasi lepasnya saluran mn.
Substitusi untuk Ia dari persamaan (5.51) ke dalam persamaan (5.52) diperoleh,
Sebelum saluran mn lepas, arus yang mengalir pada saluran tersebut,
Dengan menggabungkan persamaan (5.53) dan (5.54) kita peroleh perubahan arus pada saluran ij yang disebabkan oleh lepasnya saluran mn dari sistem yaitu,
93
Lij,mn disebut Faktor Distribusi Saluran-Keluar (line-outage distribution factor) yang menyatakan besar perubahan arus pada saluran ij dengan impedansi seri zc karena keluarnya
p p lk s a h n u
saluran mn dari sistem yang mempunyai impedansi seri za. Arus yang mengalir pada saluran persamaan,
ij
setelah saluran
mn
keluar diberikan oleh
Imn adalah arus saluran mn sebelum lepas dari sistem, dapat diperoleh dari hasil analisis aliran daya. Dengan demikian dengan persamaan (5.50) dapat diketahui apakah tiap saluran mengalami pembebanan lebih (overload) atau tidak setelah satu saluran lepas dari sistem.
5.3.2 Analisis Multi Kontingensi
Bila terjadi dua kontingensi tunggal berturut-turut atau simultan, perhitungan perubahan arus
yang mengalir melalui setiap saluran dapat dilakukan dengan mengkombinasikan faktor-faktor
distribusi dari kontingensi tunggal yang sudah dihitung lebih dahulu pada studi kontingensi tunggal. a.
Satu Saluran Lepas dan Pergeseran Arus-Injeksi
Bila saluran mn keluar dari sistem diikuti dengan pengurangan arus-injeksi ke bus p serta penambahan arus injeksi ke bus q, maka perubahan arus pada sembarang saluran ij dapat diturunkan dengan prinsip superposisi menggunakan faktor-faktor distribusi dari kontingensi tunggal dan hasilnya diberikan oleh persamaan,
dengan Kij,p adalah faktor distribusi pergeseran pembangkitan yang baru, yang menyatakan perubahan arus pada saluran ij karena penambahan atau pengurangan arus injeksi
94 di bus p sebesar ΔIp yang sebelumnya didahului oleh lepasnya saluran mn. Hal yang sama dapat dinyatakan untuk Kij,q b.
Dua saluran Lepas Misalkan saluran pq lepas dari sistem pada saat saluran mn telah lepas sebelumnya dari
sistem karena pemeliharaan, maka perubahan arus pada sembarang saluran ij adalah,
p p lk s a h n u
Lij,mn= adalah Faktor Distribusi Saluran Lepas efektif yang menyatakan perubahan
arus dalam kondisi statis (steady state) saluran ij akibat lepasnya saluran mn ketika saluran pq
telah lepas lebih dulu dari sistem. Pernyataan yang sama juga untuk Lij,pq
Untuk melakukan analisis kontingensi, sebelumnya diperlukan data-data awal dari
hasil studi aliran daya. Analisis kontingensi sangat berguna dalam perencanaan dan operasi sistem tenaga listrik. Dengan hasil-hasil yang diperoleh dari studi analisis
kontingensi
disamping data-data dari studi-studi lainnya, seorang perencana dapat menentukan kapasitas
peralatan yang akan dipasang pada bagian-bagian tertentu dari sistem. Dan seorang operator dapat mengambil tindakan cepat jika terjadi gangguan, misalnya
lepasnya saluran atau
lepasnya generator di salah satu bus, seorang operator dapat dengan cepat melakukan pergeseran pembangkitan ke bus lain atau melepas sebagian beban untuk menghindari terjadinya beban lebih
(overload) pada saluran tertentu, sehingga gangguan yang lebih besar,
seperti lepasnya saluran secara berentetan dapat dihindari.
95
5.4
ANALISIS KOREKTIF SISTEM TENAGA LISTRIK (CORRECTIVE ACTION ANALYSIS).
Salah satu bentuk analisis ini dikenal dengan istilah OPF (Optimal Power Flows). Analisis aliran daya optimal (OPF) adalah perhitungan untuk meminimalkan suatu fungsi tujuan yaitu biaya pembangkitan suatu pembangkit tenaga listrik atau rugi-rugi pada saluran transmisi dengan mengatur pembangkitan daya aktif dan daya reaktif setiap pembangkit yang terinterkoneksi dengan memperhatikan batas-batas tertentu. Batas yang umum dinyatakan dalam perhitungan analisis aliran daya optimal adalah berupa batas minimum dan maksimum
p p lk s a h n u
untuk pembangkitan daya aktif pada pembangkit.
Salah satu tujuan analisis aliran daya optimal yaitu
(1). Untuk mengatahui bagaimana kemampuan sistem sehubungan dengan berbagai kontingensi kredibel dan
(2). Berapa banyak biaya untuk memenuhi kendala operasi pada saat kontigensi dan prakontigensi.
Selain itu. metode OPF akan menentukan kondisi operasi optimal dari jaringan listrik yang
mengalami hambatan secara fisik dan operasional. Faktor mana yang akan dicari titik optimalnya, akan dirumuskan dan diselesaikan dengan menggunakan algoritma optimasi yang
sesuai, seperti metode Newton. Batasan-batasan yang harus diperhatikan dalam metode OPF ini
yaitu seperti pengaturan pembangkit listrik, ketersediaan sistem transmisi, batas desain peralatan listrik, dan strategi operasi.
Masalah semacam ini jika diimplementasi dalam bentuk persamaan matematika
merupakan sebuah persamaan statis nonlinier, dengan fungsi objektif direpresentasikan
sebagai persamaan nonlinier. Tujuan utama dari metode OPF adalah untuk menentukan pengaturan variabel kontrol dan sistem persamaan yang mengoptimalkan nilai fungsi objektif.
Pemilihan fungsi ini harus didasarkan pada analisis yang cermat dari sistem daya listrik dan secara ekonomi.
96
BAB VI STABILITAS SISTEM TENAGA LISTRIK
6.1 PENDAHULUAN Keseimbangan daya antara kebutuhan beban dengan pembangkitan generator merupakan salah satu ukuran kestabilan operasi sistem tenaga listrik. Dalam pengoperasian sistem tenaga listrik pada setiap saat akan selalu terjadi perubahan kapasitas dan letak beban dalam sistem. Perubahan tersebut mengharuskan setiap pembangkit menyesuaikan daya keluarannya melalui
p p lk s a h n u
kendali governor maupun eksitasi mengikuti perubahan beban sistem. Jika hal ini tidak dilakukan maka akan menyebabkan keseimbangan daya dalam sistem terganggu dan efisiensi pengoperasian sistem menurun menyebabkan kinerja sistem memburuk.
Kecepatan pembangkit memberi reaksi terhadap perubahan yang terjadi dalam sistem menjadi faktor penentu kestabilan sistem. Kestabilan mesin pembangkit sangat tergantung
pada kemampuan sistem kendalinya. Sistem kendali yang andal jika mampu mengendalikan mesin tetap beroperasi normal mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem. Jika
semua mesin tetap beroperasi dalam kondisi normal meskipun ada gangguan, maka sistem tersebut akan benar-benar stabil.
Sistem tenaga listrik secara umum terdiri dari unit-unit pembangkit yang terhubung dengan saluran untuk melayani beban. Sistem tenaga listrik yang memiliki banyak mesin
biasanya menyalurkan daya kebeban melalui saluran interkoneksi. Tujuan utama dari sistem saluran interkoneksi adalah untuk menjaga kontinuitas dan ketersediaan tenaga listtrik
terhadap kebutuhan beban yang terus meningkat. Semakin berkembang sistem tenaga listrik
dapat mengakibatkan lemahnya performansi sistem ketika mengalami gangguan. Salah satu efek gangguan adalah osilasi elektromekanik yang jika tidak diredam dengan baik maka sistem akan terganggu dan dapat keluar dari area kestabilannya sehingga mengakibatkan pengaruh yang lebih buruk seperti pemadaman total (black out). Stabilitas
sistem
tenaga
lisitrik
merupakan
karakteristik
sistem
tenaga
yang
memungkinkan mesin bergerak serempak dalam sistem pada operasi normal dan dapat kembali dalam keadaan seimbang setelah terjadi gangguan. Secara umum permasalahan stabilitas sistem tenaga listrik terkait dengan kestabilan sudut rotor (Rotor Angle Stability) dan kestabilan tegangan (Voltage Stability).
Klasifikasi
ini berdasarkan rentang waktu dan
97
mekanisme terjadinya ketidakstabilan. Kestabilan sudut rotor di klasifikasikan menjadi Small Signal Stability dan Transient Stability. Small Signal Stability adalah kestabilan sistem untuk gangguan-gangguan kecil dalam bentuk osilasi elektromekanik yang tak teredam, sedangkan Transient Stability dikarenakan kurang sinkronnya torsi dan diawali dengan gangguangangguan besar. Masalah kestabilan biasanya diklasifikasikan menjadi tiga tipe bergantung pada sifat alami dan magnitude gangguan, yaitu: a. Stabilitas steady state b. Stabilitas transient
p p lk s a h n u
c. Stabilitas dinamis
6.2 STABILITAS STEADY STATE SISTEM TENAGA LISTRIK
Stabilitas steady-state dapat didefinisikan sebagai kemampuan sistem tenaga listrik untuk
tetap menjaga sinkronisasi diantara mesin dalam sistem dan saluran external apabila terjadi perubahan beban baik secara normal ataupun lambat. Stabilitas steady-state bergantung kepada batas-batas transmisi dan kapasitas pembangkitan dan efektifitas perangkat kontrol automatis, terutama untuk regulasi tegangan automatis (AVR) pada generator. Pernyataan diatas juga berlaku untuk kestabilan transien dan dinamik.
Apabila beban pada generator meningkat maka, rotasi rotor akan melambat, dan sebaliknya, akan semakin cepat apabila beban menurun. Pada kondisi normal, perubahan sudut
rotor akan sedikit mengalami “overshoot”, yaitu akan sedikit lebih lambat atau lebih cepat. Pada kondisi stabil maka osilasi akan tetap terjadi sampai akhirnya berada pada posisi tertentu
untuk kondisi beban yang baru. Apabila rotor berada pada kondisi tetap yang hanya terjadi
dalam waktu yang cepat, maka mesin dapat dikatakan dalam keadaan stabil, dan osilasi dikatakan memiliki damping yang baik.
Ayunan pada kondisi yang telah dijelaskan tersebut biasanya terlalu cepat untuk direspon
oleh governor pada mesin. Bagaimanapun juga, sistem eksitasi generator yang cepat beraksi
(eksiter dan regulasi tegangan pada generator) akan peka terhadap perubahan tegangan yang menyebabkan osilasi sudut rotor dan memperkuat atau memperlemah medan generator, sehingga mempengaruhi kecepatan mesin untuk mencapai kondisi operasi yang stabil.
98
Kondisi yang telah dijabarkan diatas akan selalu ada
pada sistem tenaga listrik karena
beban yang ada akan selalu bertambah dan ada pula yang hilang, dan semua generator yang terinterkoneksi harus selalu menyesuaikan energi input, sudut rotor, dan eksitasi agar sesuai dengan kondisi pada saat itu juga.
6.3 STABILITAS TRANSIENT SISTEM TENAGA LISTRIK Situasi yang lebih hebat akan terjadi bila pembangkitan atau beban besar hilang dari sistem atau terjadi gangguan pada saluran tranmisi. Pada kasus semacam itu stabilitas transient harus cukup kuat untuk mempertahankan diri terhadap kejutan (shock) atau perubahan beban yang
p p lk s a h n u
relatif besar yang terjadi. Stabilitas transien adalah kemampuan
sistem untuk tetap pada
kondisi sinkron (sebelum terjadi aksi dari kontrol governor) yang mengikuti gangguan pada sistem.
Setelah hilangnya pembangkitan atau beban besar secara tiba-tiba, keseimbangan antara
energi input dan output elektris pada sistem akan hilang. Jika energi input tidak lagi mencukupi, inersia rotor mesin yang masih bekerja, pada periode yang singkat, akan
melambat. Apabila beban hilang maka energi input pada sistem akan melebihi beban elektris, dan mesin akan bergerak semakin cepat.
Bermacam-macam faktor mempengaruhi stabilitas sistem, seperti kekuatan pada jaringan
transmisi didalam sistem dan saluran pada sistem yang berdekatan, karaktristik pada unit
pembangkitan, termasuk inersia pada bagian yang berputar, dan properti elektris seperti reaktansi transient dan karakteristik saturasi magnetik pada besi stator dan rotor. Faktor penting
lainnya adalah kecepatan pada saluran atau perlengkapan yang terjadi gangguan dapat diputus (disconnect ) dan, dengan reclosing otomatis pada saluran transmisi, yang menentukan
seberapa cepat saluran dapat beroperasi lagi. Sebagaimana pada stabilitas steady-state,
kecepatan respon pada sistem eksitasi generator merupakan faktor yang penting dalam mempertahankan stabilitas transient. Gangguan pada sistem biasanya diikuti oleh perubahan
tegangan yang cepat pada sistem, dan pemulihan kembali tegangan dengan cepat menuju ke kondisi normal merupakan hal yang penting dalam mempertahankan stabilitas.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, stabilitas transient adalah kemampuan untuk tetap pada kondisi sinkron selama periode terjadinya gangguan dan sebelum adanya reaksi dari governor. Pada umumnya ayunan pertama pada rotor mesin akan terjadi selama satu detik setelah gangguan, tetapi waktu yang sebenarnya bergantung pada karakteristik mesin dan
99
sistem transmisi. Setelah periode ini, governor akan mulai bereaksi, biasanya sekitar 4 hingga 5 detik, dan stabilitas dinamis akan efektif. Ayunan dinamis juga akan dipengaruhi oleh osilasi tegangan, penguatan pada sistem eksitasi, dan waktu pada frekuensi jaringan.
6.4 STABILITAS DINAMIS SISTEM TENAGA LISTRIK Beberapa waktu setelah gangguan, governor pada prime mover akan bereaksi untuk menaikkan atau menurunkan energi input, sesuai kondisi yang terjadi, untuk mengembalikan keseimbangan antara energi input dan beban elektris yang ada. Hal ini biasanya terjadi sekitar satu hingga satu setengah detik setelah terjadi gangguan. Periode ketika governor mulai bereaksi
p p lk s a h n u
dan waktu ketika
kestabilan mencapai
kondisi steady-state adalah
periode ketika
karakteristik kestabilan dinamik mulai efektif. Stabilitas dinamis adalah kemampuan sistem untuk tetap pada kondisi sinkron setelah ayunan pertama (periode stabilitas transien ) hingga sistem mencapai kondisi equilibrium steady-state yang baru.
Selama periode ini, governor membuka atau menutup katup, sabagaimana diperlukan, untuk meningkatkan atau menurunkan energy input pada prime mover, dan operasi kontroler
saluran untuk mengembalikan aliran daya pada saluran ke kondisi normal. Biasanya, bila
generator peka terhadap drop kecepatan, mereka akan beraksi untuk membuka katup untuk memberikan uap lebih pada turbin uap atau air pada turbin air dan memberikan cukup energi
untuk menahan penurunan kecepatan (frekuensi) dan mempercepat sistem hingga kembali ke
keadaan normal. Ini masih merupakan kondisi tidak seimbang, karena energi input sekarang melebihi beban, dan kecepatan akan meningkat untuk titik dibawah normal, ketika governor akan beraksi untuk mengurangi energi input. Sebagai hasilnya, osilasi energi input dan sudut
rotor mesin akan terjadi. Apabila sistem stabil secara dinamis, osilasi akan diredam, yaitu, pengurangan pada magnitude, dan setelah beberapa kali ayunan sistem akan berada pada kondisi equilibrium steady –state.
Kondisi yang secara transient stabil tetapi secara dinamik tidak stabil bisa saja terjadi.
Segera setelah gangguan rotor pada mesin akan melalui ayunan pertama (sebelum aksi dari governor), kemudian setelah kontrol mulai bekerja, osilasi akan meningkat sampai mesin tidak berada dalam kondisi sinkron. Hal ini dapat terjadi bila aksi kontrol governor, yang terjadi akibat adanya kebutuhan untuk menaikkan atau menurunkan daya input, terjadi penundaan waktu sehingga aksi tersebut akan menambah ayunan berikutnya bukannya mengurangi.
10 0 6.5 PERSAMAAN AYUNAN Mesin yang mengalami gangguan atau perubahan kondisi dalam pengoperasian akan menyebabkan energinya berayun, dan mempunyai kemungkinan sebagai berikut; kembali stabil setelah gangguan hilang, atau tetap berayun dan tidak mungkin lagi kembali stabil maka perlu dilakukan pemisahan dari sistem. Jika generator sinkron menerima torka mekanik sebesar Tm maka akan menimbulkan torka elektrik sebesar Te, dan dengan mengabaikan rugirugi energy yang terjadi maka didapatkan persamaan sebagai berikut :
p p lk s a h n u
Jika Ta adalah selisih antara torka mekanik dengan torka elektrik pada mesin maka Ta dapat didefenisikan sebagai torka percepatan atau perlambatan dari mesin dengan persamaan:
Jika mesin memiliki momen inersia atau momen kelembaman dalam merespons perubahan kondisi yang terjadi sebesar J dan dengan mengabaikan gaya gesekan serta redaman maka torka percepatan/perlambatan mesin dapat dirumuskan:
Dimana m besar sudut perputaran mesin. Jika Wsm kecepatan sudut yang tetap maka Dimana m
adalah posisi baling-baling sebelum gangguan pada saat t = 0, maka kecepatan
sudut rotor ;
Dan percepatan putaran sudut rotor adalah :
Substitusi persamaan (6) dalam persamaan (3) diperoleh persamaan : Dan dengan mengalikan dengan , mengakibatkan
Daya adalah perkalian antara torka dan besar sudut perputarannya maka didapat persamaan sebagai berikut :
101
Hasil kali
disebut konstanta inersia dan dinotasikan dengan M, maka kaitannya denngan
energy kinetic Wk adalah :
atau
p p lk s a h n u
Selanjutnya dinyatakan sebagai berikut :
maka persamaan ayunan dapat dinyatakan menjadi :
Jika p adalah jumlah kutub dari generator sinkron maka dapat dinyatakan:
Juga,
Persamaan ayunan mesin menjadi:
Atau dapat ditulis menjadi:
Sebagai konstanta H tetap dan dengan menggunakan satuan perunit maka didapat:
Dimana Pm(pu) dan Pe(pu) adalah gaya mekanis per-unit dan daya listrik. Kecepatan sudut elektrik dihubungkan dengan kecepatan sudut mekanis oleh persamaan:
10 2
Dalam kaitan dengan kecepatan sudut elektrik adalah:
Jika kecepatan dinyatakan dalam frekuensi maka didapat:
Dimana adalah radian dalam elektrik, maka didapat persamaan ayunan adalah:
p p lk s a h n u
6.6 PEMODELAN MESIN SINKRON PADA STUDI KESTABILAN
Representasi mesin sinkron pada kondisi transient dinyatakan dengan sumber tegangan dalamnya dan disertai dengan reaktans transientnya. gambar dibawah ini menunjukkan sebuah generator sinkron dihubung ke busbar tak hingga
Gambar 6.1 Sebuah mesin terhubung ke bus tak hingga
Jika tegangan terminal generator diberi nomor 1, dan busbar diberi nomor 2, serta grounding diberi nomor 0, maka impedans sistem tersebut diatas dapat dinyatakan dalam admitans sebagai berikut:
103
Sehingga dapat digambarkan dalam bentuk (phi) sebagai berikut:
p p lk s a h n u
Gambar 6.1 Rangkaian ekivalen sebuah mesin terhubung ke bus tak hingga. Maka didapat persamaan sistem sebagai berikut:
Maka persamaan daya aktif sistem adalah:
10 4
p p lk s a h n u Gambar 6.2 Kurva sudut daya
Apabila dinyatakan dalam kurva sudut daya, maka seperti ditunjukkan pada gambar diataas, dan persamaan daya maksimum sebagai berikut:
Dan persamaan daya elektrik adalah :
Bila terjadi hubung singkat, maka tegangan transient generator dapat dihitung dengan rumus:
6.7 PEMODELAN MESIN SINKRON MEMPERHITUNGKAN “SALIENCY”
Pada bagian ini diperkenalkan pemodelan mesin pada 2(dua) sumbu, tetapi lebih dikenal dengan sumbu “dq0”. Maka phasor diagram sistem dapat digambarkan pada sumbu dq0 sebagai berikut:
Gambar 6.3 Phasor diagram selama periode keadaan mantap
105
Maka sudut daya sistem dapat dihitung sebagai berikut:
p p lk s a h n u
Dari hubungan diatas, maka
dapat diperoleh dari:
Selama kondisi transient maka phasor diagramnya digambarkan sebagai berikut:
Gambar 6.4 Phasor diagram selama periode keadaan transient
Atau
Dari persamaan (6.31), kita peroleh
Dengan mengadakan subsitusi persamaan diatas didapatkan rumus (6.34)
10 6
Contoh Soal 6.1 : Tentukan karakteristik mesin sinkron, jika diketahui parameter-parameternya sebagai berikut:
Dengan mengabaikan resistans armature mesin, dan mesin terhubung langsung pada busbar tak hingga dengan tegangan 1,0 pu. Jika generator memberikan daya aktif 0,5 pu pada faktor daya 0,8 lagging. Hitung tegangan pada reaktans transient dan persamaan sudut daya mesin, jika:
p p lk s a h n u
a. pengaruh saliency diabaikan?
b. Pengaruh saliency diperhitungkan? Keterangan:
Arus steady state sebelum gangguan,
(a) pengaruh saliency diabaikan, tegangan reaktansi transient adalah
Kurva Sudut daya diberikan,
atau
(b) Pengaruh saliency diperhitungkan, inisial daya
steady state diberikan oleh persamaan
(6.32) adalah
Tegangan eksitasi steadi state E, persamaan (6.32),adalah
107
Tegangan transient E’q , dari persamaan (6.33) adalah,
Dan dari (6.33) persamaan sudut daya transient adalah
atau
p p lk s a h n u
Gambar 6.5 Kurva sudut daya pada keadaan transien pqda contoh 6.1 di atas.
6.8 STABILITAS STEADY-STATE DENGAN GANGGUAN-GANGGUAN KECIL
Gangguan kecil sering disebut kestabilan dinamik, dan pengaruhnya terhadap tiap mesin dalam sistem dapat ditentukan dari:
Jika persamaan (6.36) disubstitusi dalam persamaan (6.37) maka diperoleh:
10 8
atau
Untuk Δ adalah kecil, cos Δ 1 and sin Δ Δ , dan diperoleh
p p lk s a h n u
Untuk keadaan initial operasi,
Persamaan sebelumnya untuk persamaan linear dari perubahan sudut daya antara lain,
Maka persamaan kestabilan marginal pada frekuensi osilasi sebagai berikut:
Dan torka redamannya adalah:
Jika damping linier, maka persamaan ayunan sistem menjadi:
109
Maka persamaan karakteristik sistem adalah:
p p lk s a h n u
Dimana d adalah frekuensi damping dari osilasi,
Penulisan persamaan sebelumnya dalam matrik sebagai berikut,
atau
dimana
dan atau
atau
11 0
Dimana
dan
dan
p p lk s a h n u
Dan frekuensi sudut rotor adalah
Konstantarespon waktu adalah
Contoh Soal 6.2:
Pada frekuensi 60 Hz, generator sinkron dengan konstanta inersia H = 9,94 MJ/MVA dan reaktans transient Xd’= 0,3 pu, terhubung pada bus tak hingga dengan tegangan V = 1,0 pu.
Generator memberikan daya aktif P = 0,6 pu pada faktor daya 0,8 lagging. Asumsi bahwa koefisien redaman D = 0,138. Tentukan kestabilan sistem pada Δ 100 0,1745 r adian.
111
Gambar 6.6 One-line diagram contoh soal 6 2. Keterangan:
Daya semu per unit adalah
Arus,
p p lk s a h n u
Tegangan eksitasinya adalah
Dari pers. (6.49), frekuensi damping sudut osilasi adalah
Frekuensi osilasi damped (teredam),
11 2
p p lk s a h n u
113
p p lk s a h n u
Gambar 6.7 Respon alamiah dari susdut rotor dan frekuensi mesin untuk contoh soal 6.2 Kesimpulan dari gambar 6.8 adalah:
dan
atau
11 4 Dimana,
Penulisan persamaan sebelumnya dalam matrik, diperoleh,
atau
atau dimana
p p lk s a h n u
Subsitusi untuk (sI – A)-1, diperoleh,
dan
Contoh Soal 6.3
Membuat Invers Transformasi Laplace Hasil Step Respon
115
Dan frekuensi sudut rotor dalam radian per detik,
atau
p p lk s a h n u
Juga, subsitusi nilai dalam persamaan diperoleh,
atau
(6.75) dan nyatakan frekuensi dalam Hz, akan
Gambar 6.8 Step response dari sudut and frekuensi mesin contoh soal 6.3
11 6
dan
Selanjutnya didapatkan matriks A, B, C, dan D sebagai berikut: A = [0
1; -37.705 -2.617];
Dp = 0.2; Du = 3.79;
% Small step change in power input
B = [0 ; 1] *Du ;
p p lk s a h n u
C = [1 0; 0
1] ; % Unity matrix defening output y as x1 and x2
D = [0 ; 0] ;
[y, x] = step (A, B, C, D, 1, t) ; Dd = x ( : , 1) ; Dw = x ( : , 2) ; d = (d0 + Dd)*180/pi ; f = f0 + Dw/ (2*pi) ;
% State variables x1 and x2
% Power angle in degree % Frequency in Hz
subplot (2 , 1 , 1) , plot (t , d) , grid
xlabel (‟ t sec‟ ) , ylabel (‟ Delta Degree‟ ) subplot (2 , 1 , 2) , plot (t , f) grid xlabel (‟ t sec‟ ) ,
ylabel (‟ Frequency
Hz‟ ) , subplot (111) Respons sistem
dapat ditunjukkan dengan simulasi dibawah ini:
Gambar 6.9 Block diagram simulasi contoh soal 6.3
117
Hasilnya,
p p lk s a h n u
6.9 STABILITAS TRANSIENT DENGAN KRITERIA SAMA LUAS
Kestabilan transient menentukan apakah suatu mesin dapat kembali kekeadaan stabil setelah mengalami gangguan?. Berangkat dari persamaan ayunan mesin yang terhubung ke bus tak hingga sebagai berikut:
Dimana Pa adalah daya percepatan. Dari persamaan sebelumnya, kita peroleh,
Dengan mengalikan kedua sisi persamaan sebelumnya dengan
Dapat juga ditulis,
atau
dengan mengintegralkan kedua sisi,
, kita dapatkan,
11 8 atau
Jika sudut meningkat maka keluaran daya generator juga meningkat hingga mencapai Pm1, dan jika sudut daya bertambah terus maka keluaran daya akan berkurang seperti gambar dibawah ini:
p p lk s a h n u
Gambar 6.10 Kriteria sama luas --- perubahan beban tiba-tiba.
119
6.10 APLIKASI PADA PENAMBAHAN DAYA INPUT TIBA-TIBA Kriteria sama luas digunakan untuk menentukan penambahan daya maksimum Pm yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kestabilan system, diperlihatkan pada gambar dibawah ini:
p p lk s a h n u Gambar 6.11 Kriteria Sama Luas --- Batas Daya Maksimum.
Integralkan persamaan sebelumnya, subsitusi Pm, dari
Kedalam persamaan sebelumnya. Diperoleh hasil,
Dimana,
Dimana df/dmax adalah turunan (6.82) dan diberikan oleh,
12 0
dan
Contoh Soal 6.4 Mesin pada contoh 6.2 diberikan daya aktif 0,6 pu pada
system daya 0,8 lagging, dan
p p lk s a h n u
dihubungkan langsung ke bus tak hingga. a. Tentukan daya
input daya maksimum yang dapat diberikan agar mesin tidak
kehilangan sinkronisasinya.
b. Ulangi soal a untuk inisial daya input sama dengan nol. Keterangan :
`Diketahui:
P0 = 0.6;
E = 1.35;
V = 1.0;
X = 0.65;
Eac power (P0, E, V, X)
Jika:
Inisial Daya = 0.600 pu Inisial susdut daya
= 54.160 derajat
inisial daya tiba-tiba (Sudden)
= 1.084 pu
Total Daya untuk stabilitas kritis
= 1.684 pu
Sudut ayunan mask (Maximum angle swing) = 125.840 pu Sudut operasi baru (New operating angle)
= 54.160 derajat
Inisial daya
= 0.000 pu
Inisial sudut daya
= 0.000 derajat
Sudden initial power
= 1.505 pu
Total Daya untuk stabilitas kritis
(Total power for critical stability)
= 1.505 pu
Sudut ayunan mask (Maximum angle swing)
= 133.563 pu
Sudut operasi baru (New operating angle)
= 46.437 derajat
121
p p lk s a h n u
Gambar 6.12 Batas daya maksimum dengan kriteria sama luas untuk contoh 6.4(a)
Gambar 6.13 Batas daya maksimum dengan kriteria sama luas untuk contoh 6.4(b)
6.11 APLIKASI PADA GANGGUAN TIGA FASA
Perhatikan gambar dibawah ini, dimana sebuah generator dihubungkan ke bus tak hingga
lewat saluran pararel. Jika terjadi gangguan tiga fasa pada ujung bus pengirim, tentukan kestabilan system sesudah gangguan dilepaskan dari system?
12 2
Gambar 6.14 Sistem satu mesin yang dihubungkan ke bus tak hingga, gangguan tiga fasa pada F. Keterangan:
p p lk s a h n u Gambar 6.15 Kriteria sama luas untuk gannguan tiga fasa pada sisi pengiriman (sending end).
Integralkan kedua sisi, diperoleh
Penyelesaiaan c, kita dapatkan,
123
p p lk s a h n u Gambar 6.16 Kriteria sama luas untuk sudut pemutusan kritis
atau
Integralkan kedua sisi,
Inegralkan lagi, kita dapatkan,
Jika gangguan tiga fasa terjadi pada titik tengah saluran transmisi seperti gambar dibawah ini:
Gambar 6.17 Sistem satu mesin yang dihubungkan ke bus tak hingga, gangguan tiga fasa pada F.
12 4 Keterangan:
p p lk s a h n u Gambar 6.19 Kriteria sama luas untuk gannguan tiga fasa pada Sebuah jalur sisi pengiriman (sending end).
Sudut pemutusan kritis diperlihatkan pada gambar dibawah ini:
Gambar 6.18 Kriteria sama luas untuk sudut pemutusan kritis
Integralkan kedua sisi, dan penyelesaian untuk , kita dapatkan,
125 Contoh Soal 6.5 Mesin pada frekuensi 60 Hz dihubungkan pada bus tak hingga seperti pada gambar dibawah ini. a. Jika gangguan sesaat terjadi pada ujung bus pengirim, tentukan waktu pemutusan kritisnya?. b. Jika gangguan tiga fasa terjadi pada pertengahan saluran transmisi seperti pada gambar, tentukan waktu pemutusan kritisnya?.
p p lk s a h n u Gambar 19 diagram satu garis untuk contoh soal 6.5
Keterangan:
Tegangan transient internalnya adalah
Sudut inisial operasi, atau
Dan kembali ke gambar Gambar 6.17.
12 6
Dengan demikian, sudut pemutusan kritis adalah
Dari (6.91), waktu pemutusan kritis adalah
p p lk s a h n u
Menggunakan data yang diketahui dibawah ini untuk penyelesaian masalah tersebut diatas P0 = 0.8;
E = 1.17;
V = 1.0;
X1 = 0.65;
X2 = inf;
X3 = 0.65
eacfault (Pm, E, V, X1, X2, X3)
The graph is displayed as shown in Gambar 22. And the result is Initial power angle (inisial sudut daya)
= 26.388
Maximum angle swing(sudut ayunan maksimum)
= 153.612
Sudut pemutusan kritis
= 84.775 derajat
Waktu pemutusan kritis
= 80.260 sec
Aplikasi dari kriteria sama luas untuk system pemutusan kritis
Gambar 6.20 Kriteria sama luas untuk contoh soal 6.5(a)
127
Dinyatakan dengan rangkaian pengganti seperti dibawah ini:
Gambar 6.21 Rangkaian pengganti setelah transformasi Y - Δ
p p lk s a h n u
Dengan demikian, kurva sudut daya selama gangguan,
Dimana gangguan adalah diputus pada saluran
terganggu terisolasi. Dengan demikian,
reaktansi transfer setelah gangguan adalah
Dan kurva sudut daya adalah,
Kembali ke gambar 6.20,
Gunakan persamaan (6.93), sudut pemutusan kritis, diberikan oleh,
12 8 Dengan demikian, sudut pemutusan kritis,
p p lk s a h n u Gambar 6.22 Kriteria sama luas untuk contoh soal 6.5(b) P0 = 0.8;
E = 1.17;
X1 = 0.65; X2 = 1.8;
V = 1.0;
X3 = 0.65
eacfault (Pm, E, V, X1, X2, X3)
grafik ditampilkan seperti pada Gambar 6.24. and the result is inisial sudut daya
= 26.388
sudut ayunan maksimum
= 146.838
sudut pemutusan kritis
= 98.834
6.12 PEMECAHAN NUMERIK PADA PERSAMAAN NON-LINIER
Metode numeric dapat diterapkan sebagai metode pendekatan pada pemecahan persamaan sistem non-linier. Jika suatu persamaan difrensial orde satu dinyatakan sebagai berikut:
129 Maka pemecahan dengan metode pendekatan Euler digambarkan sebagai berikut:
p p lk s a h n u Gambar 6.23 Grafik interpretasi dari metode Euler
Sehingga diperoleh:
Untuk:
|
|
|
13 0
p p lk s a h n u
6.13 PEMECAHAN NUMERIK PADA PERSAMAAN AYUNAN
Untuk menunjukkan pemecahan dari persamaan ayunan sistem, seperti ditunjukkan pada gambar 18 diatas , dimana generator sinkron dihubungkan ke bus tak hingga lewat dua saluran
pararel. Jika diasumsikan bahwa daya input konstan maka sudut daya dinyatakan sebagai berikut:
dimana
131
p p lk s a h n u
kemudian,nilai rata-rata dari dua turunan digunakan untuk mencari nilai yang sebenarnya,
Contoh Soal 6.6 Pada contoh
6.5, gangguan tiga fasa terjadi pada pertengahan salah satu saluran
yang
menghubungkan generator dengan bus tak hingga.
a. Jika waktu pemutusan kritis adalah 0,3 detik, tentukan pemecahan numeric dari persamaan ayunan pada 1 detik dengan pendekatan Euler. Keterangan:
Saat gangguan terjadi pada pertengahan salah satu saluran maka: Sehingga,
13 2 Maka diperoleh hasil prediksi yang pertama adalah:
Selanjutnya dari turunan pertama didapat:
Sehingga diperoleh nilai rata-rata adalah:
p p lk s a h n u
Proses pendekatan ini dilanjutkan hingga mencapai waktu pemutusan kritis 0,3 detik, maka persamaan akselerasi daya saat itu adalah:
Pm = 0.80;
E = 1.17;
V = 1.0;
X1 = 0.65;
X2 = 1.80;
X3 = 0.8;
H = 5; f = 60; tc = 0.3;
tf = 1.0; Dt =0.01
swingmeu (Pm, E, V, X1, X2, X3, H, f, tc, tf, Dt)
b. Jika program tersebut diatas dijalankan pada waktu pemutusan kritis 0,4 detik dan 0,5 detik maka hasilnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 6.24 Kurva ayunan mesin untuk contoh soal 6.6 pemutusan gangguan 0,3 sec.
133
p p lk s a h n u
Gambar 25 Kurva ayunan mesin untuk contoh soal 6.6 pemutusan gangguan 0,4 sec and 0,5 sec. Pm = 0.80;
E = 1.17;
V = 1.0;
X1 = 0.65;
X2 = 1.80;
X3 = 0.8;
tc = 0.3;
tf = 1;
H = 5.0;
f = 60;
swingrk4 (Pm, E, V, X1, X2, X3, H, f, tc, tf) tc = .5;
sSwingrk4 (Pm, E, V, X1, X2, X3, H, f, tc, tf) tc = .4;
swingrk4 (Pm, E, V, X1, X2, X3, H, f, tc, tf)
c. Menggunakan representasi steady-state, kemudian disimulasi menggunakan Simulink Windows sebagai berikut:
13 4
Set the Switch Threshold at the value of fault clearing time
p p lk s a h n u Gambar 6.26 Blok diagram simulasi untuk contoh soal 6.6
6.14 SISTEM MULTI-MESIN
Persamaan sistem multi-mesin dapat dituliskan menyerupai sistem mesin tunggal yang terhubung ke bus tak hingga, sebagai berikut:
Termasuk tegangan sumber dibelakang reaktans transient, terhubung ke m bus seperti gambar dibawah ini:
Gambar 6.27 Reperesentasi system tenaga untuk analisis stabilitas transient
135 Sehingga persamaan arus pada tiap cabang saluran dapat dituliskan sebagai berikut:
Atau
p p lk s a h n u
Vektor tegangan Vn dapat dieliminasi dengan subsitusi berikut,
Dari (6.104)
Sekarang subsitusi kedalam (6.105), diperoleh
Matriks admintansi sisa adalah,
atau dimana
13 6 6.15 STABILITAS TRANSIENT MULTI-MESIN Studi stabilitas transient klasik didasarkan pada analisis gangguan tiga fasa. Persamaan ayunan dengan mengabaikan redaman dapat ditulis sebagai berikut:
p p lk s a h n u
Contoh Soal 6.7.
Suatu jaringan sistem seperti gambar dibawah ini, dengan data beban, besar tegangan, jadwal
pembangkitan, dan batas-batas daya reaktif pada setiap bus sistem diberikan dalam bentuk table berikut:
Gambar 6.28 Diagram satu garis contoh soal 6.7.
137
p p lk s a h n u
Dengan memilih daya dasar pada 100 MVA, dan jika terjadi gangguan pada line 5-6 didekat bus 6, dan terjadi pemutusan dengan pembukan CB secara simultan pada kedua ujung line. Buatlah program untuk menentukan kondisi kestabilan sistem sebagai berikut: a. Ketika gangguan diputuskan pada 0,4 detik.
b. Ketika gangguan diputuskan pada 0,5 detik.
c. Ulangi simulasinya untuk menentukan waktu pemutusan kritis. Keterangan:
Dengan menggunakan program TRSTAB (atau program load Flow desain sendiri), maka diperoleh hasil:
13 8
p p lk s a h n u
139
p p lk s a h n u
Gambar 6.29 Plots perbedaan sudut untuk mesin 2 and 3 contoh soal 6.7(a).
Jika program dijalankan untuk penentuan waktu pemutusan kritis pada CB yang berikutnya sebagai berikut:
Mau menentukan waktu pemutusan untuk gangguan yang lainnya? Tekan „y‟
untuk lanjut!
Masukkan waktu pemutusan dalam detik, tc = 0,5 Masukkan lama waktu iterasi dalam detik, Maka hasil simulasi digambarkan sebagai berikut:
tf = 1,5
14 0
p p lk s a h n u Gambar 6.30 Plot perbedaan sudut untuk mesin 2 and 3 untuk soal 6.7(b).
141
BAB VII OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK
7.1 OPERASI OPTIMAL SISTEM TENAGA LISTRIK 7.1.1 Pendahuluan Sistem tenaga listrik terdiri atas komponen tenaga listrik yaitu pembangkit tenaga listrik, sistem transmisi dan sistem distribusi.
Pembangkit pembangkit tenaga listrik yang
lokasinya berjauhan satu sama lain terhubung ke
sistem melalui sistem transmisi yang
p p lk s a h n u
luas untuk mencatu tenaga listrik pada beban yang tersebar, disebut sebagai sistem interkoneksi. Adanya sistem interkoneksi menyebabkan : 1. Keandalan sistem yang semakin Tinggi
2. Effisiensi pembangkitan tenaga listrik dalam sistem meningkat 3. Mempermudah penjadwalan pembangkit
Sebuah sistem tenaga listrik merupakan sebuah unit usaha dimana selain faktor
teknis, faktor ekonomis sangat dominan dalam pengoperasiannya. Secara umum selalu dijaga kondisi balance
(kesetimbangan) antara pendapatan (penjualan) dan pengeluaran
(pembiayaan) agar dapat diperoleh margin keuntungan yang layak, sehingga unit usaha
dapat dijaga kelangsungannya. Demikian pula untuk unit usaha tenaga listrik, Penjualan
listrik dalam bentuk pemakaian energi (kWh) oleh konsumen yang harganya diatur dalam sistem tarif tertentu ( di Indonesia menggunakan Keppres). dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik meliputi :
Pengeluaran (pembiayaan)
1) Belanja pegawai,
2)
Belanja
barang dan jasa, 3) Pemeliharaan dan Penyusutan, 4) Penelitian/pengembangan, 5) Pajak, dsb, 6) Bahan baku energi ( BBM, Batubara, Nuklir, Air dsb), 7) Losses, dan lain lain.
Bagian terbesar dari pembiayaan adalah untuk bahan baku energi ( sekitar 80 %), selain itu naik/turunnya pemakaiannya selalu terkait dari penggunaan energi listrik oleh beban. Pembiayaan terbesar ini terletak di pembangkit
–
pembangkit , sehingga sangat
diperlukan cara pengoperasian total pembangkitan yang efisien.
Dengan terhubungnya banyak pembangkit kedalam sebuah sistem interkoneksi memberikan
kemungkinan
pengaturan
output
setiap
pembangkitannya dapat diatur pada tingkat yang rendah/optimum.
pembangkit
juga
biaya
14 2 Tujuan utama dari operasi system tenaga listrik memenuhi kebutuhan daya demand dengan biaya yang minimum, dimana sistem harus aman dengan dampak terhadap lingkungan di bawah standar, mempunyai keandalan yang memenuhi standar dan dapat melayani permintaan secara
continue
sepanjang waktu.
Berkaitan dengan itu dalam
mencapai tujuan di atas, maka perlu dijadualkan pembangkit secara efisien atau dengan OPF. Dengan OPF maka biaya total produksi dari suplai/pembangkit minimum.
7.1.2 Pemodelan Biaya Bahan Bakar Pembangkit Thermal.
p p lk s a h n u
Di atas telah dijelaskan tujuan operasi optimal secara umum, pada bagian ini dibahas
model biaya bahan bakar untuk pembangkit thermal yang beroperasi optimal. Model biaya bahan bakar di sini adalah berkaitan dengan pembangkit. Timbul
suatu
pertanyaan mengapa
daya aktif yang diproduksi oleh
daya aktif
yang
menjadi
pokok
pembahasan, karena bahan bakar digunakan pada penggerak mula, sedangkan telah diketahui bahwa penggerak mula menghasilkan daya aktif.Pembahasan
bahwa
bahan
bakar yang merupakan input dan keluaran adalah daya aktif. Demikian model biaya bahan bakar dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:
Persamaan (7.1) biasa disebut model input-output (F-P), dengan kurva input– output seperti gambar 7.1.
Gambar 7.1 Kurva Input – Output sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Thermal
143 Dalam satuan standar internasional (SI) yang merupakan input adalah
thermal
dengan satuan MJ/h atau Kcal/h dan satuan British Temperatur Unit dengan satuan Mbtu/h dengan daya keluaran dengan satuan Megawatt (MW). Biaya total operasi sistem tenaga listrik adalah terdiri dari : biaya bahan bakar, biaya pegawai dan biaya pemeliharaan. Heat rate kurva input-output seperti pada gambar 7.1 yang merupakan contoh untuk pembangkit listrik tenaga uap dengan bahan batubara, minyak bumi dan gas.
p p lk s a h n u Gambar 7.2. Kurva incremental heat
Karakteristik incremental Heat rate dapat diperlihatkan seperti pada gambar 7.2
yaitu versus P. Satuan dari heat tare adalah MJ/KWh. Heat rate untuk pembangkit listrik tenaga uap dengan bahan bakar batu bara, minyak bumi atau gas. Dapat dilihat pada Tabel 7.1.
Pada operasi ekonomi pembangkit listrik secara umum yang telah diberikan seperti pada persamaan 7.1. Dalam menentukan harga parameter
α,β dan γ
(7.1), dapat dilakukan dengan meminimisasi dan memberikan simbol J
pada persamaan
14 4 Tabel 7.1 Net Present Rates untuk bahan bakar fosil yang digunakan pada pembangkit listrik Thermal dan variasi beban 100 % 80 % 60 % 40 % 25 % Fossil Unit Output Output Output Output Output Fuel Rating MJ/kWh MJ/kWh MJ/kWh MJ/kWh MJ/kWh Coal 50 11,59 11,69 12,82 12.82 14,13 Oil
50
12,12
12,22
12,59
13,41
14,78
Gas
50
12,13
12,43
12,81
13,64
15,03
Coal
200
10,01
10,09
10,41
11,07
12,21
Oil
200
10,43
10,52
10,84
11,54
12,72
Gas
200
10,59
10,68
11,01
11,72
12,91
400
9,49
9,53
9,75
10,31
11,25
400
9,91
9,96
10,18
10,77
11,75
400
10,01
10,06
10,29
10,88
11,88
600
9,38
9,47
9,77
10,37
11,40
600
9,80
9,90
10,20
10,84
11,91
600
9,81
10,01
10,31
10,96
12,04
800/1200
9,22
9,28
9,54
10,14
800/1200
9,59
9,65
9,92
10,55
800/1200
9,70
9,75
10,03
10,67
Coal Oil Gas Coal Oil Gas Coal Oil Gas
p p lk s a h n u
Untuk memperoleh jawaban αβ dan γ , defrensial parsial J disamakan dengan nol
Persamaan disusun kembali, diperoleh,
145
Dengan menyelesaikan persamaan linear di atas, maka α dan γ dapat ditentukan nilainya seperti contoh di bawah ini:
Contoh Soal 7.1 : Data untuk kurva tingkat panas heat rate yang diharapkan untuk sebuah unit pembangkit
p p lk s a h n u
listrik dalam sebuah pusat pembangkit listrik tenaga thermal yang ditunjukkan ini
MW
Btu/kWh
di bawah
70
75
112,5
150
8200
8150
7965
7955
a. Carilah titik corresponding pada kurva input-output (input dalam Btu/h). b. Carilah parameter α dan γ dari persamaan biaya
Penyelesaian a.
Fungsi F(Pi ) sebagai masukan dan ditentukan untuk berbagai variasi
(Pi ) seperti
pada tabel yang dikalikan dengan daya output. Dengan demikian
untuk:
P1 = 70 MW, diperoleh:
F1 = 8200 x 70 x 103 = 574 x 106 Btu/jam. Dengan cara yang sama dapat diperoleh:
b.
Untuk
P2 = 75 MW
F2
= 611 x 106 Btu/h
Untuk
P3 = 112, 5 MW
F3
= 896 x 106 Btu/h
Untuk
P4 = 150 MW
F4
= 1190 x 106 Btu/h
Besaran yang telah diperoleh, dapat diurutkan sebagai berikut untuk perhitungan selanjutnya.
14 6
p p lk s a h n u
Maka jawabannya,
Dengan menyelesaikan persamaan diatas diperoleh nilai α dan γ
Selanjutnya biaya bahan bakar dapat ditentukan dengan persamaan: F( Pi ) = 69,23 + 6,98 P + 3, 2828 x 10-3 P2 M B t u / h
147
7.1.3 Operasi Optimal Pembangkit Listrik Tenaga Thermal
Pada pembahasan ini
diambil
m
buah
pembangkit
thermal
yang beroperasi
pada
suatu bus yang sama, seperti diperlihatkan pada gambar 7.3.
p p lk s a h n u
Gambar 7.3 m buah pembangkit thermal beroperasi pada satu bus yang sama
Pembangkit tersebut mempunyai biaya bahan yang berbeda yaitu (Fi) dengan daya aktif (Pi) yang dimodelkan dengan persamaan polynomial kuadrat, biaya bahan bakar total dari ”plant” adalah merupakan penjumlahan setiap unit pembangkit dengan satuan $/jam.
Dimana αi, i dan γi adalah suatu konstanta Dalam menentukan biaya minimum
(F), maka persamaan (7.5) di deffrensial
terhadap (Pi) dan disamakan dengan nol.
Nilai optimal untuk daya yang dibangkitkan dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:
14 8
Daya aktif optimal dan biaya minimal, kalau differensial derajat dua dari (F) terhadap Pi nilainya positif. Kondisi ini dapat diperoleh apabila nilai:
Pada persamaan
(7.7) dapat diperoleh daya yang dibangkitkan negatif
apabila
p p lk s a h n u
αi dan i adalah positif nilainya untuk suatu pendefferensialan parsial dilakukan dua kali.
Masalah optimisasi untuk memperoleh biaya minimum maka kendalanya harus daya
dalam keadaan seimbang, apabila rugi-rugi transmisi diabaikan fungsi kendala dapat dituliskan sebagai berikut:
Jika tidak ada fungsi kendala, maka persamaan (7.7) merupakan suatu penjumlahan seperti berikut:
Dalam metode Lagrange fungsi kendala dapat dituliskan
Kalau metode lagrange (λ ) ditarafkan fungsi daya, maka diperoleh rumus: Diamana,
149
(7.11) Perlu dicatat bahwa jika semua pembangkit independent t, dengan menggunakan metode pengali Lagrange diperoleh nilai λ yang sama yaitu:
Selanjutnya (λ) yang merupakan pertambahan biaya dalam analisis optimisasi daya bahan bakar pada suatu
system
pembangkit energi listrik.
Grafik pertambahan biaya
p p lk s a h n u
pembangkitan seperti pada gambar 7.4 pada kondisi optimal dari persamaan (7.11) dapat dirumuskan menjadi:
Gambar 7.4. Ilustrasi pertumbuhan biaya atau pertambahan pembebanan
Selanjutnya nilai dapat ditentukan dengan memperoleh persamaan yang diturunkan diperoleh:
15 0 Pada akhirnya dalam pembangkitan optimal dengan penurunan diperoleh persamaan seperti:
Contoh Soal 7.2 Dua buah unit pembangkit listrik tenaga thermal yang dioperasikan dalam satu bus memberikan model persamaan biaya sebagai berikut:
p p lk s a h n u
dimana P1 dan P2
dalam MW, Pembangkit daya ini mensuplai ke beban sebesar 1000
MW. Jika rugi transmisi diadimana P1 dan P2 dalam MW diabaikan, tentukan besar daya yang disuplai masing-masing pembangkit dan nilai pertambahan biaya pembangkitan
Penyelesaian :
Dengan menggunakan persamaan (7.13) dan (7.9) diperoleh,
Dengan menyelesaikan persamaan di atas diperoleh jawaban
Selanjutnya diperoleh incremental cost
151
7.1.4 Perhitungan Rugi-rugi Transmisi Masalah operasi optimal telah dibicarakan
di atas dimana keseimbangan daya dengan
rugi transmisi diabaikan. Pada bagian ini untuk operasi ekonomis sistem tenaga listrik ditinjau rugi-rugi transmisi, ambil statu sistem seperti pada gambar (7.6), sistem radial dengan satu pembangkit.
p p lk s a h n u Gambar 7.6 Sistem transmisi radial
Mencari rugi daya P1 dengan daya yng dipasok oleh pembangkit PG
ke pusat
Diagram ekivalen dari sistem di atas adalah seperti pada Gambar 7.7.
Gambar 7. 7 Rangkaian ekivalent sistem radial
Pada gambar diperoleh rugi-rugi transmisi:
dimana R adalah tahanan dari saluran dalam Ohm/phasa. Arus I dapat diperoleh dari :
PD
,
15 2
dimana ; Pa
=
daya yang dibangkitkan oleh generator
Va
=
tegangan line to line (phasa ke phasa)
COSa
=
factor daya generator
Dengan asumsi ke dua persamaan di atas, diperoleh :
p p lk s a h n u
Asumsikan bahwa tegangan generator Va dan cosa konstan, maka diperoleh
Dimana,
Kalau ditinjau dari dua sumber pemasok daya ke pusat beban seperti pada gambar 7.8.
Gambar 7.8. Sistem radial dengan dua sumber pemasok pada demand PD
153 Berdasarkan pada persamaan (7.16) maka rugi daya dapat diperoleh:
Dimana
RD = Nilai real dari Zbus V1 = tegangan bus generator P1
p p lk s a h n u
pf1 = faktor daya pada bus 1
Tinjau dua sumber pemasok daya pada pusat beban seperti pada gambar 7.9.
Gambar 7.9. Dua saluran radial yang terhubung ke beban
Dua pembangkit terhubung ke bus pusat beban dengan tahanan masing-masing R1D R2D sehingga rugi daya adalah :
Selanjutnya ditinjau sistem radial dengan tiga saluran seperti pada gambar 7.10.
dan
15 4
p p lk s a h n u Gambar 7.10. Sistem pemasok daya dua sumber dengan tiga saluran
Pada gambar 7.10, tiga saluran dua sumber pemasok daya yaitu P1 dan P2 memenuhi permintaan PD. Pada saluran bus beban PD diperoleh rugi saluran transmisi.
Besar arus dapat ditentukan dengan harga mutlak.
Sekarang kalau diambil : Diperoleh,
untuk
ada turunan R3D, sehingga
155 kemudian disubsitusikan ke dalam persamaan (7.18), diperoleh:
Dengan demikian besar konstanta B dapat ditentukan, yaitu
p p lk s a h n u
Contoh Soal 7.3
Pada gambar 7.10 dua sumber daya memasok daya ke beban dengan sistem tiga saluran, data diberikan dalam per unit (pu) adalah:
Tentukanlah persamaan rugi transmisi dengan menggunakan persamaan (7.19) sampai dengan (7.21) diperoleh:
156 maka diperoleh persamaan rugi daya saluran transmisi per unit sebagai berikut:
Masalah rugi daya pada saluran transmisi dijelaskan
Korn’s,
dalam ”Korn’s Loss
Formula” untuk suatu sistem pemasok daya dengan dua sumber dan satu pusat beban.
p p lk s a h n u
Atau dapat ditulis,
Selanjutnya dapat ditulis dalam bentuk persamaan matriks:
Kalau
jumlah pembangkit banyak dan jaringan, misalnya (m) maka
Korn’s Loss
Formula dapat ditulis:
7.2 OPERASI EKONOMIS SISTEM TENAGA LISTRIK Operasi
ekonomis
sangatlah
penting
untuk
mengembalikan modal yang telah diinvestasikan.
sebuah
sistem
tenaga
listrik
untuk
Tarif ditetapkan oleh sebuah badan
pengatur dan penting nya pengamanan tekanan tempat bahan bakar pada perusahaan tenaga listrik
untuk memperoleh
efisiensi maksimum yang memungkinkan. Efisiensi
157
maksimum mengurangi biaya kilowattjam pada konsumen dan biaya pada perusahaan yang mensupplai kilowattjam yang juga meningkatkan harga bahan bakar, buruh, supplai dan perawatan Ekonomis operasional melibatkan pembangkitan daya dan pentransmisian yang dapat dibagi kedalam dua bagian; satu berhubungan dengan biaya minimum produksi daya dan disebut penjadualan ekonomis (economic dispatch) dan yang lain berhubungan dengan rugi-rugi transmisi minimum dari daya yang dibangkitkan ke beban. Untuk kondisi beban khusus, penjadwalan ekonomis menentukan daya keluaran dari setiap
p p lk s a h n u
pembangkit (dan setiap unit pembangkit dalam satu pusat pembangkit) yang akan
meminimalisasi biaya bahan bakar keseluruhan yang diperlukan untuk melayani beban sistem. Dengan demikian, penjadualan ekonomis fokus pada koordinasi biaya
produksi
pada semua pembangkit tenaga listrik yang beroperasi pada sistem dan merupakan penekanan utama pada bagian ini.
Masalah rugi-rugi minimum dapat diasumsikan dalam beberapa bentuk tergantung pada
bagaimana
pengendalian
aliran
daya
dalam
sistem
dievaluasikan.
Masalah
penjadualan ekonomis dan juga masalah rugi-rugi minimum dapat diselesaikan dengan cara program aliran daya optimal (optimal power-flow-OPF program). Perhitungan OPF dapat
dilihat
sebagai
rangkaian
perhitungan
aliran
daya
Newton-Raphson
yang
konvensional dimana parameter yang dapat dikontrol secara otomatis ditambahkan untuk memenuhi batasan-batasan jaringan dan meminimalisasi fungsi objektive yang khusus. Pada bab ini kita akan menggunakan pendekatan klasik penjadualan ekonomis.
Pertama-tama kita akan mempelajari pendistribusian keluaran pembangkitan antara
generator atau unit pembangkit dalam sebuah pusat pembangkit yang paling ekonomis. Metode yang kita kembangkan yang juga menggunakan penjadualan ekonomis keluaran pembangkit untuk beban yang diberikan sistem tanpa mempertimbangkan rugi-rugi
transmisi. Kemudian kita mengekspresikan rugi-rugi transmisi sebagai sebuah fungsi out
put dari pembangkit-pembangkit yang bervariasi. Kemudian kita menentukan bagaimana keluaran dari setiap pembangkit dari sebuah
sistem penjadualan untuk mendapatkan
biaya minimal dari daya yang disupplai ke beban. Karena beban total dari sistem tenaga listrik berubah-ubah sepanjang hari, kontrol keluaran daya
pembangkit
yang
terkoordinir sangat lah penting untuk memastikan
158 pembangkitan ke beban seimbang sehingga frekuensi sistem akan dekat dengan nilai operasi nominal, biasa nya 50 atau 60 hz. Berdasarkan hal itu, masalah pengontrolan pembangkit otomatis steady-state.
Juga
(automatic generation control) dikembangkan dari sudut pandang karena
beban
harian
bervariasi,
penggunaan
harus
ditentukan
berdasarkan dasar ekonomis, mana generator start-up, mana yang shut-down dan urutannya bagaimana. Prosedur perhitungan untuk
membuat keputusan itu disebut
pengaturan unit pembangkit (unit commitment), yang juga dikembangkan pada level perkenalan pada bab ini.
p p lk s a h n u
7.2.1 Kesepakatan Unit Pembangkit Tenaga Listrik
Kesepakatan unit dapat didefenisikan sebagai proses
pengambilan keputusan yang
optimal, penjadualan start-up dan shut-down unit-unit pembangkit guna meminimumkan biaya operasi selama periode pengamatan yang menjamin tercukupinya cadangan daya. Asumsi yang biasa digunakan untuk menyelesaikan adalah:
1. Beban
sistem
permasalahan kesepakatan unit
setiap periode pengamatan adalah konstan dan telah
diberikan
(diperoleh dari estimasi beban) 2. Rugi-rugi transmisi diabaikan
3. Cadangan daya panas telah ditentukan.
Berdasarkan asumsí di atas kesepakatan unit dapat diformulasikan sebagai berikut :
7.2.1.1 Fungsi Obyektif
Minimisasi (Biaya bahan bakar + biaya Start-up)
Keterangan: COST
= Biaya total selama periode pengamatan
I
= Jumlah unit pembangkit
FCOSTi(GiH)
= Biaya
yang
dibutuhkan
untuk
membangkitkan
oleh unit pembangkit ke-i pada jam ke-H
daya sebesar
Gi
159 SCOST
= biaya start-up pembangkit ke I
N
= total periode pengamatan
7.2.1.2 Kriteria Pembatas Kesetimbangan daya pembangkit dan beban
Keterangan: Gi H L(H)
p p lk s a h n u = daya yang dibangkitkan oleh unit ke – I jam ke-H = beban pada jam ke –H
7.2.1.3 Kapasitas Pembangkitan
Keterangan: PiH Pmaxi Pmini
= daya yang dibangkitkan oleh unit ke-i jam ke-H = kapasitas pembangkitan maksimum unit ke-i = kapasitas pembangkitan minimum unit ke-i
7.2.1.4 Spanning reverse margin
Keterangan: Pmaxi SiH R (H ) L (H)
= kapasitas pembangkitan maksimum ke-i = status unit ke-I ( On or Off )
= cadangan daya yang diizinkan pada jam ke-H
= beban pada jam ke –H
7.2.1.5 Minimum up time
160 Suatu unit pembangkit apabila sedang beroperasi (On) tidak dapat dimatikan seketika sebelum minimum up time nya terpenuhi.
7.2.1.6 Minimum down time Unit
pembangkit
memerlukan
waktu
thermal
untuk
tidak
dapat
menaikkan
dihidupkan
temperature
dengan
dan
seketika
tekanan
untuk
karena siap
membangkitkan daya. Dibutuhkan sejumlah biaya energi untuk menghidupkan unit-unit tersebut, biaya energi tersebut disebut biaya
start-up. Biaya
start-up
diformulasikan
sebagai berikut :
p p lk s a h n u
Keterangan: Csu Csi Cf V t
= biaya start-up = biaya dingin
= biaya konstan untuk pemeliharaan = laju pendinginan
= lama waktu unit off
7.2.2 Operasi Ekonomis dengan mengabaikan Rugi-Rugi Saluran Transmisi
Pada pusat pembangkit tenaga umumnya dioperasikan lebih dari satu unit pembangkit tenaga listrik. Untuk melakukan pembagian beban diantara pembangkit tenaga listrik yang
berdekatan
letaknya,
rugi-rugi
transmisi
dapat
diabaikan
walaupun
pada
kenyataannya rugi-rugi tetap ada.
Biaya bahan bakar dan biaya pembangkit tenaga listrik dari suatu sistem tenaga listrik dengan mengabaikan rugi transmisi dapat dinyatakan sebagai berikut :
Biaya pembangkitan, daya output dan beban dapat digambarkan sebagai berikut:
161
p p lk s a h n u Gambar 7.12 Representasi biaya pembangkit, daya output dan beban suatu pusat pembangkit listrik thermal
7.2.3 Operasi Ekonomis Dengan Memperhitungkan Rugi-Rugi Saluran Transmisi
Umumnya letak pusat-pusat pembangkit jauh dari pusat beban, sehingga penyaluran daya
harus melalui saluran transmisi yang panjangnya bias mencapai ratusan kilometer.
Akumulasi rugi daya pada saluran transmisi dalam satu tahu bisa mencapai 12 digit. Dengan demikian, untuk pendekatan yang lebih pada saluran transmisi
harus diperhitungkan
realistis susut daya atau rugi-rugi daya
dalam optimasi biaya operasi pembangkit
tenaga listrik.
Biaya bahan bakar dan daya pembangkit tenaga listrik dari suatu sistem tenaga listrik dengan memperhitungkan susut
daya pada saluran transmisi dapat direpresentasekan
seperti gambar 7.13 berikut :
Gambar 7.13 Representasi biaya pembangkit, daya output dan beban suatu pusat pembangkit listrik thermal
162 Biaya bahan bakar dan daya pembangkit tenaga listrik dari suatu sistem tenaga listrik dengan memperhitungkan susut daya pada saluran transmisi dinyatakan seperti pada persamaan :
Keterangan ; Fi
= fungsi biaya pembangkit ke-i
Pi
= daya keluaran pembangkit ke-i
Total daya yang disuplai oleh N pembangkit ke sistem adalah :
p p lk s a h n u
Keterangan ; PT Pgi
= total daya yang dibangkitkan (MW)
= total daya yang dibangkitkan oleh pembangkit ke-i
Fungsi biaya seperti pada persamaan (49) akan diminimalkan dengan memperhatikan fungsi kendala operasi (constraining), yaitu persamaan neraca daya.
Keterangan ; PL PD
= rugi daya pada saluran transmisi (MW) = daya beban (MW)
Kendala lain yang juga harus diperhatikan adalah kendala teknis setiap pembangkit, yaitu daya maksimum dan minimum yang disyaratkan
Salah satu cara untuk menyelesaikan problem optimasi adalah dengan Metode Pengali Langrange ( Methode of Lagrange Multipliers).
Sebuah fungsi biaya baru C, dibentuk
dengan menggabungkan fungsi biaya pembangkitan dan persamaan kendala sistem, yaitu
163 Untuk setiap keluaran pembangkit Pg1, Pg2, .........PgN
disebabkan oleh Fi hanya
bergantung pada Pgi, maka turunan parsial Fi dapat dinyatakan sebagai turunan penuh, sehingga persamaan (7.36) dapat dinyatakan sebagai berikut.
Untuk setiap nilai ke-i persamaan diatas sering dinyatakan dalam bentuk,
p p lk s a h n u
Dalam hal ini,
Persamaan (7.38) menyatakan biaya bahan bakar paling minimum yang diperoleh saat biaya tambahan bahan bakar dikalikan dengan faktor penalti adalah
sama untuk semua
unit pembangkit dalam sistem. Sehingga untuk tiga pembangkit pada pusat pembangkit dengan bus yang sama berlaku bahwa :
Namun masalahnya adalah apabila batasandaya maksimum dan minimum dari setiap
pembangkit dijadikan sebagai suatu fungsi kendala operasi dan kelompok pembangkit yang dioperasikan memiliki karakteristik operasi berbeda maka keadaan seperti yang dinyatakan pada persamaan (7.40) sering tidak terpenuhi. Pola praktis
distribusi cadangan daya pada metode Operasi Ekonomis konvensional tidak
karena
metode
ini
mempunyai
keterbatasan
dalam
menangani
kapasitas
maksimum pembangkitan dan perbedaan laju kenaikan pembangkitan. Jika seluruh kapasitas cadangan ditanggung oleh satu unit, maka kemampuan untuk mensuplai beban puncak sistem tersebut akan minimum. Agar laju kenaikan pembangkit
164 untuk membangkitkan cadangan daya lebih maksimal, maka cadangan daya harus didistribusi kepada beberapa unit yang mempunyai kapasitas pembangkit besar. Sehingga perlu ditentukan jumlah minimal dan cadangan daya panas yang telah ditentukan. Unitunit tersebut ditandai sebagai unit yang harus tetap beroperasi selama pengamatan (must run unit).
p p lk s a h n u
165
BAB VIII PENGENDALIAN SISTEM TENAGA LISTRIK 8.1 PENDAHULUAN Pengendalian sistem tenaga listrik dewasa ini berkembang pesat baik dalam ilmu dan teknologi maupun dalam dunia industri. Perkembangan ini dirasakan pula pihak pemasok daya listrik dalam mengatur suplainya ke beban. Hal ini terlihat dengan penggunaan peralatan kontrol baik di sisi pembangkitan, saluran transmisi dan sisi beban. Peralatan kontrol untuk pembangkitan biasanya digunakan untuk mengatur suplai daya
p p lk s a h n u
aktif dan reaktif. Perubahan beban yang terjadi sangat berpengaruh terhadap perubahan frekuensi dan tegangan. Naik turunnya frekuensi tergantung perubahan daya aktif, demikian halnya dengan tegangan tergantung pada perubahan daya reaktif.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pengendalian daya aktif berkaitan dengan pengendalian
frekuensi
sementara
pengendalian
daya
reaktif
berhubungan
pengendalian tegangan.Selengkapnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Keterangan : 1. Katup (Valves) 2. Turbin (Turbine) 3. Generator Sinkron 4. Sistem Eksitasi (Excitation System) 5. Automatic Voltager Regulator (AVR) 6. Sensor Tegangan (Voltage Sensor) 7. Sensor Frekwensi (Frequency Sensor) 8. Load Frequency Control (LFC) 9. Governor 10. Valve Control Mecanism
Sumber : POWER SYSTEM ANALYSIS, Hadi Saadat, Hal. 529, 1999.
Gambar 8.1 Skematik pengendalian daya aktif dan daya reaktif
dengan
166
8.2 PENGENDALIAN DAYA AKTIF DAN FREKUENSI Pengendalian daya aktif pada generator, berkaitan dengan pengaturan frekwensi. Dimana frekwensi itu sendiri, diatur oleh putaran rotor generator yang terkopel dengan penggerak mula (prime mover). Sebagaimana pembahasan sebelumnya, bahwa pengaturan daya aktif dilakukan oleh AVR (Automatic Voltage Regulator) sementara untuk pengaturan daya aktif dilakukan oleh LFC (Load Frequency Regulator) seperti yang terlihat pada gambar berikut ini :
p p lk s a h n u Gambar 8.2 Diagram blok LFC pada sebuah generator
Frekwensi merupakan faktor umum yang terdapat pada seluruh sistem, perubahan
permintaan (demand) di dalam daya aktif pada satu titik akan berakibat terhadap perubahan frekwensi. Oleh karena terdapat banyak generator yang mensuplai daya ke sistem, maka pada pembangkit harus disediakan alokasi perubahan pada permintaan terhadap generator.
Kecepatan governor pada tiap-tiap pembangkit memberikan kecepatan pokok sebagai fungsi kontrol. Sementara itu tujuan dasar pengaturan frekwensi itu sendiri adalah :
Member kesimbangan sistem pembangkit ke beban.
Memperkecil penyimpangan frekwensi akibat perubahan beban secara tiba-tiba agar perubahan frekwensi tersebut mendekati nol.
Menjaga aliran daya pada pembangkit-pembangkit yang terinterkoneksi agar berada pada kemampuan kapasitas masing-masing generator.
Untuk melihat pengendalian frekwensi tersebut maka masing-masing komponen yang berperan dalam pengaturan frekwensi atau LFC tersebut dimodelkan dalam bentuk persamaan matematis, sebagai berikut (Hadi Saadat, 1999) :
167 Model generator Model matematis generator dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
dimana : ΔΩ(s)
:
Perubahan kecepatan (rad/s)
H
:
Konstanta inersia
ΔPm(s) :
Perubahan daya mekanik (Watt)
ΔPe(s)
Perubahan daya akibat perubahan beban (Watt)
p p lk s a h n u :
Blok diagram dari persamaan di atas, yaitu :
Gambar 8.3 Diagram blok model generator
Model beban
Dari persamaan (8.1), komponen ΔPe(s) merupakan penjumlahan antara komponen frekwensi (D Δω) dan non-frekwensi (ΔPL), seperti pada persamaan berikut ini :
Sehingga gambar (8.3) dapat diubah menjadi :
Gambar 8.4 Diagram blok model beban
168 Model penggerak mula Dasar pemodelan penggerak mula dalam hal ini sebagai contoh yaitu turbin uap adalah melihat hubungan antara daya mekanik ΔPm dan perubahan posisi dari katup (valve) ΔPV. Model matematis turbin dapat dituliskan sebagai berikut :
Sementara diagram blok berdasarkan pesamaan di atas, yaitu :
p p lk s a h n u Gambar 8.5 Diagram blok model penggerak mula / turbin uap
Konstanta waktu turbin (τT) memiliki range antara 0,2 secons sampai 2,0 seconds Model governor
Model matematis untuk suatu governor dapat dituliskan menjadi :
dengan : ΔPg ΔPreff R
: daya output governor (Watt) : daya referensi/acuan (Watt)
: speed regulation (berkisar 5 – 6 persen)
Daya output governor ΔPg tersebut diubah dari penguat hidraulik ke sinyal input posisi katup (valve) ΔPV, sehingga hubungan antara keduanya menjadi :
Dengan τg sebagai konstanta waktu governor. Sehingga persamaan (8.4) dan (8.5) dapat direpresentasikan dalam diagram blok berikut ini :
169
Gambar 8.6 Diagram blok model governor Jika representasi diagram blok pada gambar (8.4), (8.5) dan (8.6) digabungkan, maka akan diperoleh suatu model load frequency control (LFC) seperti pada gambar berikut ini :
p p lk s a h n u Gambar 8.7 Diagram blok sebagai representasi dari sebuah Load Frequency Control (LFC)
Seperti halnya pada pengaturan daya reaktif dengan menggunakan AVR, maka pada
pengaturan daya aktif dengan LFC biasanya ditambahkan dengan suatu pengendali lain untuk mengoptimalkan kinerja LFC tersebut. Pengendali tersebut dapat berupa pengendali
PID dan pengendali Logika Samar (Fuzzy Logic Control / FLC). Pengendali tambahan diharapkan dapat mempercepat respon LFC terhadap setiap perubahan frekwensi yang
terjadi dalam sistem tenaga listrik, dan dalam pembahasan selanjutnya akan ditekankan pada pengendali fuzzy logic.
Fuzzy Logic Control / FLC yang digunakan tersebut digunakan untuk menggantikan posisi governor dalam mengontrol mekanisme pembukaan dan penutupan katup (valve). Oleh
170 karena itu, maka pengendali dengan menggunakan FLC sering juga disebut sebagai Fuzzy Logic Governor. (Imam Robandi, 2006) \ Adapun diagram blok dengan penambahan pengendali Fuzzy Logic, dapat dilihat pada gambar berikut ini :
p p lk s a h n u Gambar 8.8. Diagram blok representasi sebuah Load Frequency Control (LFC) dengan menggunakan Fuzzy Logic Control (FLC)
Pada gambar di atas, nilai 2H = M dan ditambahkan dengan sebuah speed drop governor
(Ki/s) yang berfungsi sebagai pengatur proporsional untuk mengurangi kesalahan frekwensi yang terjadi selama operasi berlangsung.
Untuk mengetahui perbedaan antara governor konvensional dengan governor yang menggunakan logika fuzzy, berikut akan diberikan hasil simulasi dari gambar (8.9) dan (8.10) dengan menggunakan aplikasi MATLAB Versi 6.1. (Imam Robandi, 2006) Parameter simulasi yang digunakan meliputi : Konstanta waktu turbin (τT)
= 0,3 detik
Konstanta waktu governor (τg)
= 0,2 detik
D
= 1,0
R
= 0,05
M
= 10 detik
Hasil simulasi diperoleh, sebagai berikut :
171
p p lk s a h n u Gambar 8. 9 Respon frekwensi sistem tanpa kendali Fuzzy
Gambar di atas menunjukkan respon frekwensi dengan hanya menggunakan pengendali LFC konvensional. Dimana dengan kenaikan kebutuhan daya aktif beban pada detik ke-40
maka frekwensi turun sampai -0,031pu lalu stabil pada -0,023 pu, begitu pula ketika terjadi
penurunan beban pada detik ke 70 maka frekwensi naik lagi sampai 0,01 pu lalu stabil pada 0,001 pu.
Gambar 8.10 Respon frekwensi sistem dengan kendali Fuzzy
Hal sebaliknya terjadi ketika diberi pengendali fuzzy seperti pada gambar (8.10). Terlihat bahwa respon terhadap perubahan beban yang menyebabkan turun naiknya frekwensi berlangsung sangat
cepat, artinya waktu untuk mencapai kestabilan pada frekwensi
normalnya sangat cepat.
172 Untuk melihat langsung perbedaan ke dua respon di atas maka gambar hasil simulasi di plotkan dalam satu grafik sebagai berikut :
p p lk s a h n u
Gambar 8.11 Grafik perbandingan respon frekwensi FLC tanpa pengendali fuzzy (konvensional) dan dengan pengendali fuzzy 8.3 PENGENDALIAN DAYA REAKTIF DAN TEGANGAN
Berdasarkan gambar (8.1), dengan mengambil bagian pengendalian reaktifnya maka dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 8.12 Skematik pengendalian daya reaktif
173 Persoalannya sekarang adalah bagaimana hubungan antara daya reaktif dengan tegangan itu sendiri. Untuk melihat hubungan tersebut maka dapat dilihat pada persamaan gambar berikut ini
p p lk s a h n u Gambar 8.13 Rangkaian sederhana pembebanan generator
Rangkaian pada gambar (8.13) dapat digambarkan dalam satu diiagram fasor sebagai berikut :
Gambar 8.14 Diagram fasor tegangan terminal generator
karena: dimana: E
= tegangan induksi (EMF) dalam Volt
V
= tegangan keluaran generator di beban dalam Volt
R
= reistansi saluaran dalam Ohm
X
= reaktansi induktif saluran dalam Ohm
I
= arus beban dalam Ampere
174 P
= daya aktif dalam Watt
Q
= daya reaktif dalam VAr
maka:
dengan demikian:
dan
jika maka:
p p lk s a h n u
Jadi dapat juga dituliskan bahwa
dengan demikian maka terlihat bahwa hubungan daya reaktif beban dengan tegangan keluaran generator adalah:
maka
atau
atau
175 Jadi berdasarkan persamaan (8.15) tersebut maka maka dapat dilihat bahwa perubahan tegangan keluaran generator tergantung pada perubahan daya reaktif beban. Tetapi dalam operasi sistem yang andal tegangan generator harus dijaga pada range tegangan 0,9 ≤ 1,0 ≤ 1,05 pu, dimana untuk memenuhi hal tersebut maka dibutuhkan suatu pengendalian yang baik. Persoalan pengendalian tegangan sebenarnya hanya terletak pada sisi pembangkitan tetapi juga terletak pada seluruh bagian-bagian sistem tenaga listrik itu sendiri. Misalnya pada sisi beban maupun pada saluran transmisi. Pengendalian yang digunakan pada bagian-bagian sistem tersebut antara lain (Prabha Kundur, 1993):
p p lk s a h n u
a. Pemasangan kapasitor shunt (shunt capasitors), reaktor shunt (shunt reactors), synchronous condenser / motor sinkron dan static var compensators (SVC).
b. Pemasangan line reactance compensators seperti kapasitor seri (series capasitors). c. Pemasangan regulating transformers seperti tap-changing transformers.
Jadi pengendalian tegangan sistem tenaga listrik merupakan suatu persoalan yang sangat luas
sehingga kajian satu persatu terhadap berbagai pengendalian tersebut juga semakin luas. Oleh karena itu pembahasan dalam diktat ini dibatasi hanya pada pengendalian daya reaktif melalui kendali tegangan pada sisi pembangkitan saja. Model Sistem AVR
Fungsi dari AVR adalah mempertahankan besaran tegangan terminal generator pada tingkatan yang ditentukan. System AVR terdiri dari empat (4) komponen utama yaitu:
Amplifier, Exciter, Generator dan Sensor. Model matematika dan fungsi transfer dari ke empat komponen tersebut diperlihatkan di bawah ini (Hadi Saadat, 1999). Vref(s) Ve(s) VR(s) Vf(s) VTB(s)
Gambar 8.15 Diagram blok sistem AVR
176 Amplifier / Penguatan Amplifier / penguatan dari sistem eksitasi merupakan penguatan magnetik, penguatan putaran atau penguatan elektronik moderen. Amplifier / penguatan dinyatakan dengan sebuah gain dengan simbol KA dan konstanta waktu (time constant) dengan simbol A. Fungsi transfernya adalah (Hadi Saadat, 1999):
Nilai konstanta waktu A sangat kecil yaitu berkisar antara 0.02 sampai 0.1 detik.
p p lk s a h n u
Exciter / Eksitasi
Eksitasi yang umum digunakan dalam sebuah generator terdapat beberapa tipe mulai yang menggunakan generator DC sampai yang tipe modern dengan menggunakan SCR sebagai penyearah untuk menghasilkan daya AC.
Sebuah model yang layak dari eksitasi moderen adalah model yang linier, yang mana diambil untuk menghitung konstanta waktu yang besar dan mengabaikan saturasi atau non linier lainnya.
Dalam bentuk sederhana, fungsi transfer dari modern exciter dapat dipresentasekan dengan sebuah konstanta waktu tunggal (a single time constant) E dan gain KE. Dalam bentuk persamaan dituliskan(Hadi Saadat, 1999):
Generator
Tegangan terminal sebuah generator sangat tergantung pada bebannya. Dalam bentuk linier
(in the model linearized), hubungan fungsi transfer tegangan terminal generator
dengan tegangan medannya dapat dipresentasekan dengan sebuah gain KG konstanta waktu G sebagai berikut (Hadi Saadat, 1999):
dan sebuah
177 Sensor Tegangan yang
dilewatkan
pada sebuah transformator tegangan dan disearahkan
lewat sebuah bridge-rectifier. Sensor dimodelkan dengan sebuah fungsi transfer orde pertama yang sederhana yang dituliskan dengan (Hadi Saadat, 1999) :
Beban Beban dalam sistem tenaga terdiri atas berbagai peralatan elektrik. Beban kapasitif
p p lk s a h n u
yang terjadi seperti motor sangat mempengaruhi perubahan tegangan sistem. Beban tersebut dinyatakan sebagai daya reaktif Q yang terjadi, dalam bentuk persamaan:
Pengendalian Optimum Daya Reaktif
Pengendalian daya reaktif seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sebenarnya telah dapat dilakukan dengan baik oleh AVR. Namun kinerja AVR sebagai pengendali daya reaktif dapat
dioptimalkan dengan menggunakan pengendali tambahan untuk meningkatkan performansi dari AVR itu
sendiri.
Pengendali
modern
saat
ini
sudah
banyak
digunakan
dalam
mengoptimalkan kinerja AVR, salah satunya dengan menggunakan pengendaliPID (Proporsional-Integrative-Derivative).
Setelah menambahkan pengendali PID maka blok diagram seperti yang ditunjukkan pada gambar (8.15), akan berubah menjadi gambar (8.16) berikut ini :
ambar 8.16 Diagram blok sistem AVR dengan pengendali PID
178 Persoalannya adalah dengan pengendali PID, harus dapat menentukan nilai parameter yang tepat agar dapat diperoleh pengendalian yang optimum. Parameter yang dimaksud adalah konstanta proporsional (Kp), konstanta Integrative (Ki) dan konstanta derivative (KD), dimana fungsi alih dari pengendali PID dapat dirumuskan sebagai berikut:
Nilai parameter tersebut di atas dapat ditentukan dengan menggunakan metode ke dua ZieglerNichols (the second Ziegler-Nichols method) yang dituangkan dalam bentuk tabel berikut ini ; Tabel 8.1 Ziegler-Nichols Tuning Rules based on Critical Gain ( Kcr ) and Critical period (Pcr) (second method)
p p lk s a h n u Tipe Pengendali
Kp
Ti
Td
P
0.5 Kcr
Tak Terhingga
0
PI
0.45 Kcr
Pcr/1.2
0
PID
0.6 Kcr
0.5 Pcr
0.125 Pcr
Sumber, Ogata (1997) Hal. 673
Dengan demikian gambar (8.16), dapat disederhanakan dengan menjadi :
Gambar 8.17 Model transformasi laplace dari sistem AVR dengan pengendali PID
179
Model Simulasi AVR dengan Pengendali PID Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dengan penentuan konstanta PID yang tepat maka akan diperoleh suatu pengendali AVR yang optimal. Oleh karena itu, dalam bahasan ini akan ditampilkan contoh simulasi sistem AVR dengan pengendali PID Pada contoh simulasi ini, digunakan parameter-parameter sebagai berikut: Tabel 8.2 Parameter AVR generator yang disimulasikan
p p lk s a h n u Gain
Time Constant (Second)
KA 1325 KE 1 Kg 1 KR 1
A 0.02 E 0.5 G 1 R 0.025
Sementara itu parameter PID yang digunakan adalah : Kp = 0,0161354, Ki= 0,01815 dan Kd = 0,00359.
Gambar 8.18 Model simulink AVR tanpa pengendali PID (Kp=0, Ki=0 dan KD=0)
180
p p lk s a h n u Gambar 8.19 Model simulink AVR dengan pengendali PID (Kp=0,0161354, Ki=0,01815 dan KD=0,00359)
Berdasarkan simulink seperti yang terlihat pada gambar (8.18) dan gambar (8.19), maka diperoleh perbedaan hasil output tegangan terminal generator sebagai berikut :
Gambar 8.20 Sinyal tegangan generator dengan AVR tanpa PID
181
p p lk s a h n u Gambar 8.21 Sinyal tegangan generator dengan AVR tanpa PID
Jadi dengan mengacu pada persamaan (8.10), bahwa dengan AVR maka besarnya daya reaktif yang disuplai oleh generator ke beban dapat diatur sesuai dengan kebutuhan beban
tersebut. Dimana setiap kenaikan beban atau kenaikan daya reaktif akan menyebabkan
tegangan turun sehingga AVR secara otomatis akan menaikkan tegangan terminal generator begitupun sebaliknya. Namun perubahan naik turunnya tegangan tersebut menyebabkan
terjadinya osilasi sebelum mencapai kondisi steady statenya. Untuk memperkecil periode osilasi tersebut maka AVR perlu ditambahkan dengan suatu pengendali tambahan yaitu pengendali PID untuk mengoptimumkan kinerja AVR tersebut.
8.4 PENGENDALIAN SISTEM TENAGA LISTRIK DENGAN FATCS
FACTS merupakan perangkat kontrol elektronik terpadu yang mengontrol varibel-variabel saluran transmisi seperti impedansi saluran, tegangan sistem dan sudut tegangan secara cepat
dan efektif. Dengan demikian FACTS juga sangat berperan untuk menjaga operasi sistem tenaga listrik yang optimal.
Peralatan FACTS itu sendiri, terdiri atas beberapa tipe yang dapat bekerja pada keadaan transien (transient state) atau pada keadaan mantap (steady state). Adapun jenis-jenis FACTS antara lain :
182 Thyristor Controlled Series Capacitor (TCSC) TCSC berfungsi untuk mengontrol parameter saluran berupa reaktansi saluran. Sehingga dapat menjadi kompensasi kapasitif atau induktif dengan memodifikasi reaktansi saluran.
p p lk s a h n u Gambar 8.22 TCSC : (a) Pasangan pada saluran, (b) Model matematis
Tingkatan nilai TCSC adalah fungsi reaktansi saluran transmisi dimana TCSC tersebut dipasang, yaitu ;
sedangkan reaktansi TCSC, sebesar :
dengan : Xline Xij rtsc
: reaktansi saluran (Ohm)
: reaktansi antara bus i dan j (Ohm)
: koefisien sudut kompensasi TCSC sebesar
-0,7 (minimum) dan 0,2
(maksimum) yang merupakan batas bawah dan batas atas TCSC untuk menghindari kompensasi yang berlebihan.
Sementara itu menurut database Siemen AG [Zimmermann, 1997], fungsi biaya peralatan
TCSC dapat dirumuskan menjadi :
dengan : cTCSC : biaya peralatan TCSC (US$/kVAr) q
: daerah operasi peralatan TCSC (MVAr)
183
Thyristor Controlled Phase Shifting Transformer (TCPST) TCSPT berfungsi untuk mengatur sudut tegangan antara sisi pengiriman dan sisi penerima
pada saluran transmisi. TCPST dimodelkan sebagai kompensasi seri tegangan, seperti yang terlihat pada gambar berikut ini :
p p lk s a h n u Gambar 8.23 TCSPT : (a) Pemasangan pada saluran, (b) Model matematis
Range kerja dari TCSPT antara sudut -50 sampai +50, dimana besarnya arus yang diinjeksikan pada bus i dan j sebesar :
dengan : ΔIis ΔIjs
: arus yang diinjeksikan pada bus i (Ampere) : arus yang diinjeksikan pada bus j (Ampere)
ΔUTCPST
: kompensasi tegangan TCPST (kV)
Zij
: impedansi saluran antara bus i dan bus j (Ohm)
Fungsi biaya peralatan TCPST, dirumuskan sebagai berikut :
dengan :
CTCPST : biaya peralatan TCPST (US$/kVAr) d
: konstanta biaya capital
Pmaks
: batas daya penyaluran maksimum (MW)
184 IC
: biaya instalasi TCPST (US$)
Unified Power Flow Controller (UPFC) UPFC merupakan peralatan FACTS yang paling efektif karena dapat mengatur beberapa variabel sistem secara terpadu yaitu impedansi saluran, tegangan terminal dan sudut tegangan.
p p lk s a h n u Gambar 8.24 UPFC : (a) Pemasangan pada saluran, (b) Model matematis
Range kerja dari TCSPT antara sudut -1800 sampai +1800, dimana besarnya arus yang diinjeksikan pada bus i dan j sebesar :
dengan : ΔIis ΔIjs
: arus yang diinjeksikan pada bus i (Ampere) : arus yang diinjeksikan pada bus j (Ampere)
ΔUUPFC
: kompensasi tegangan UPFC (kV)
Zij
: impedansi saluran antara bus i dan bus j (Ohm)
Fungsi biaya peralatan UPFC, dirumuskan sebagai berikut :
dengan : CUPFC
: biaya peralatan UPFC (US$/kVAr)
q
: daerah operasi peralatan UPFC (MVAr)
185
Static Var Compensator (SVC) Peralatan ini dapat dioperasikan pada kompensasi induktif maupun kompensasi kapasitif.
Range kerja dari SVC yaitu dari -100 MVAr sampai +100 MVAr.
p p lk s a h n u Gambar 8.25 SVC : (a) Pemasangan pada saluran, (b) Model matematis
Besarnya injeksi daya reaktif pada bus i adalah sebesar ; ΔQis = ΔQSVC
(8.32)
dengan : ΔQis
: daya yang dinjeksikan pada bus I (MVAr)
ΔQSVC
: daya kompensasi peralatan SVC (MVAr)
Sementara itu fungsi biaya peralatan SVC dirumuskan sebagai berikut: CSVC = 0,0003 q2– 0,301 q + 127,38
(8.33)
dengan :
CSVC : biaya peralatan SVC (US$/kVAr) q
: daerah operasi peralatan UPFC (MVAr)
Pada analsis lebih lanjut, penempatan peralatan FACTS yang optimal pada sistem tenaga
listrik dapat dilakukan dengan menggunakan metode optimasi seperti Algoritma Genetika (Genetic Algorithm).
186
BAB IX OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK
9.1 PENDAHULUAN Mengelola operasi pernbagian beban pembangkit dalam suatu operasi sistem tenaga listrik merupakan hal yang sangat penting. Apalagi bilamana sistem itu terdiri dari berbagai jenis pmbangkit, seperti Pusat Listrik tenaga air (PLTA), Pusat Tenaga Listrik Uap (PLTU) Pusat Tenaga Listrik Diesel (PLTD), Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG). Pada hakekatnya jenis-jenis
p p lk s a h n u
pembangkit ini dapat dibagi kedalam sub sistem hidro (kelompok PLTA) dan subsistem termis (kelompok pusat listrik tenaga termis).
Mengoperasikan suatu sistem tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pusat pembangkit
listrik, diperlukan suatu koordinasi di dalam penjadualan pembebanan besar daya listrik yang
dibangkitkan masing-masing pusat pembangkit listrik, sehingga diperoleh biaya pembangkit yang minimum. Sistem tenaga listrik yang terdiri dari pusat-pusat listrik tenaga air dan pusat
listrik tenaga thermal, telah diketahui bahwa biaya operasi PLTA jauh lebih kecil dari biaya operasi pembangkit listrik tenaga thermal untuk menghasilkan daya yang sama.
Masalah pada operasi sistem tenaga listrik seperti di atas adalah dalam melayani beban
listrik yang tertentu besarnya dan dalam selang waktu tertentu. Yang menjadi permasalahan adalah bilamana terjadi interkoneksi antar subsistem hidro dan subsistem termis.
Banyak
pertanyaan yang akan dimunculkan dimana salah satunya adalah bagaimana membebani pembangkit hidro dan pembangkit termis agar didapatkan suatu pembebanan yang optimal atau yang dikenal dengan lebih ekonomis.
Hal ini berarti dalam pembangkitan dan penyaluran energi itu harus dilakukan secara ekonomis dan rasional. Terdapat dua pokok permasalahan yang harus dipecahkan dalam operasi ekonomis pembangkitan pada system tenaga listrik yaitu: 1. Pengaturan Unit Pembangkit (Unit Commitment)
Penanganan biaya operasi pembangkit tenaga listrik bisa diminimalkan dengan cara
mencari kombinasi yang tepat dari unit pembangkit yang ada. Hal ini dikenal dengan pengaturan unit (Unit Commitment). dengan membuat skema urutan prioritas, yaitu
187 merupakan metode pengoperasian unit pembangkit berdasarkan total biaya rata-rata bahan bakar yang paling murah. 2. Penjadwalan Ekonomis (Economic Dispatch) Penjadwalan ekonomis (economic dispatch) adalah suatu usaha untuk menentukan besar daya yang harus di supplai dari tiap unit generator untuk memenuhi beban tertentu dengan tujuan meminimumkan biaya operasi pembangkitan. Berbagai metode dikembangkan untuk memecahkan persoalan optimasi pembebanan pembangkit. Diantaranya adalah metode Linear Programming, metode La Grange Multiplier, metode Gradien yang dapat digabungkan dengan metode dynamic programing dan masih
p p lk s a h n u
banyak gabungan metode lain yang dikembangkan oleh para pakar dalam bidang kelistrikan. Pada bahasan ini dibahas berberapa metode optimasi sebagai berikut.
9.2 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE LINEAR PROGRAMMING Sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan secara optimal dan permasalahannya membutuhkan cara yang lebih baik dalam:
Pemecahannya
Teknik-teknik operation research
Model-model pemrograman optimal
Metode-metode pemrograman optimal
Sejak revolusi industri, dunia teknologi mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat pesat dengan perkembangan industri, maka timbul masalah-masalah yang cukup rumit,
yang membutuhkan pemecahan yang tidak mudah. Disini para teknokrat mencari/mengadakan studi riset operasi menyelesaikan
(operation
masalah
yang
research,
timbul
model-model
dan
pemrograman optimal
kompleksitas
serta
spesialisasi
dalam
dalam
mengalokasikan sumber daya.
Defenition Operation Research
1. Morse & Kimball dalam bukunya “Method Operation Research” adalah suatu metode
ilmiah yang memungkinkan para manajer mengambil keputusan mengenai kegiatan yang mereka tangani dengan dasar kuantitatif. 2. Churghman & Arkoff, dalam bukunya “ Introduction Operation Research” (OR) sebagai aplikasi metode-metode, teknik-teknik dan peralatan ilmiah dalam menghadapi masalah
188 yang timbul dalam operasi
perusahaan dengan tujuan ditemukannya pemecahan yang
optimum. 3. Miller & MK.Stam; “Executive Decisions & Operation Research” sebagai peralatan manajemen yang menyatukan ilmu pengetahuan matematika dan logika dalam kerangka pemecahan masalah-masalah, dipecahkan secara optimal. Dari ke tiga defenisi dapat disimpulkan bahwa: Operation Research (OR) berkenaan dengan pengambilan keputusan optimal, optimal dalam teknik ekonomi. Dalam pengalokasian sumber daya dengan menggunakan model-model pemrograman optimal seperti Linear Programming (L.P.)
p p lk s a h n u
9.2.1 Pemrograman Linear
Dalam pemrograman Linear dimulai dengan teknik pemrograman yang meliputi:
Metode grafik
Metode simplex
Metode dualitas
Dalam kuliah ini dititik beratkan pada:
Metode simplex dan
Metode dualitas
Keduanya saling berkaitan karena:
Karena pemrograman linear simplex
memberikan persamaan yang lebih dari tiga
variabel sistem pembangkitan variabel. Biaya pembangkitan tiap pembangkit
Besar daya yang dibangkitkan tiap pembangkit
Jadi ini berkaitan dengan teori umum pemrograman linear, dimana merupakan
model
umum
yang
dapat
digunakan
dalam
Pemrograman linear
pemecahan
masalah,
pengalokasian/penjadualan sumber pembangkit secara optimal.
9.2.2 Optimasi Biaya Optimasi biaya dapat didefenisikan sebagai suatu proses menemukan kondisi yang memberikan nilai maksimum atau minimum suatu fungsi.
189
p p lk s a h n u Gambar.9.1 Optimasi Biaya
Karena maksimum suatu fungsi dapat diperoleh dengan menentukan dari negative fungsi tersebut, sehingga optimasi dapat diartikan sebagai minimisasi.
Jadi optimasi biaya sama
dengan minimisasi biaya. Optimisasi:
1. Optimisasi multivariabel tanpa kendala (constrained) 2. Optimisasi multivariabel dengan kendala
9.2.3 Model Pemrograman Linear
Perhatikan aplikasi optimisasi pada sistem hibrid dengan
load duration curve. Model
matematik perumusan masalah pengaplikasian sumber daya untuk berbagai kegiatan disebut pemrograman linear. Dalam pemecahan masalah ada dua macam fungsi:
1. Fungsi kendala Fungsi tujuan (objective function) adalah fungsi yang menggambarkan tujuan/sasaran di dalam permasalahan pemrograman linear dengan pengaturan secara optimal sumber daya, untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal. 2. Fungsi kendala
(constrained function)
adalah fungsi batasan merupakan bentuk
penyajian secara matematis batasan-batasan (kendala-kendala) kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal sebagai kegiatan.
190 Untuk mempermudah pembahasan PL digunakan simbol-simbol sebagai berikut: m
= macam batasan sumber daya atau fasilitas yang tersedia.
n
= macam kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber daya.
i
= nomor setiap macam sumber atau fasilitas yang tersedia (i = 1.2.3…m)
j
= nomor setiap macam kegiatan yang mengunakan sumber daya fasilitas yang tersedia ; (j = 1,2,…n).
Xj = kapasitas daya yang harus dibangkitkan oleh pembangkit daya (j = 1,2,…n). Aij = banyaknya sumber (eleven-elemen masukan) koefisien yang diperlukan untuk menghasilkan setiap unit keluaran (output) kegiatan
i (1= 1,2,…m dan j =
p p lk s a h n u
1,2,…,n).
Bi = banyaknya sumber yang tersedia / beban yang dialokasikan. Cj = biaya pembangkitan (USD Cent/kWh)
Fungsi Tujuan
Fungsi Kendala
191
9.3 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE PROGRAM DINAMIS 9.3.1 Perkembangan Pemrograman Dinamis Pada persoalan praktis aplikasi pemrograman dinamis pengambilan kondisi berbeda dalam waktu, kondisi berbeda dalam ruang dan pada tingkat-tingkat (level) yang berbeda. Katakan, untuk sebuah komponen, untuk sebuah system atau sebuah sub system. Persoalan yang padanya dibuatkan keputusan secara berurutan disebut persoalan-persoalan dengan keputusan berturutan. Karena
keputusan-
keputusan ini dibuat dalam sejumlah tahap, mereka
persoalannya juga dikatakan persoalan dengan keputusan bertahap banyak. Sejalan dengan pendapat di atas menyatakan, pemrograman dinamis adalah suatu
p p lk s a h n u
pendekatan optimalisasi yang mengalihkan sebuah persoalan yang kompleks ke dalam sederetan persoalan-persoalan yang lebih sederhana yang mempunyai karakteristik utama sebagai tahapan prosedur-prosedur optimalisasi.
Selanjutnya membahas mengenai pemrograman dinamis seperti yang dipaparkan pada paragraph- paragraph berikut ini:
Pemrograman dinamis adalah sebuah teknik matematik yang sangat sesuai untuk
optimalisasi dari persoalan- persoalan dengan keputusan bertahap banyak. Teknik ini dibuat oleh Richard Bellman pada awal tahun 1950-an.
Teknik pemrograman dinamis bila diterapkan, memperlihatkan atau menguraikan sebuah
persoalan keputusan tahap banyak sebagai sebuah deretan dari persoalan- persoalan dengan penyelesaian bertahap tunggal. Jadi sebuah persoalan dengan N-variabel digambarkan sebagai sebuah deretan dari N buah persoalan tunggal yang diselesaikan secara berturut-turut.
Pada kebanyakan persoalan, N buah sub-persoalan ini lebih mudah diselesaikan dari program asalnya.
Penguraian menjadi N buah sub-persoalan adalah dengan tujuan untuk
mendapatkan penyelesaian optimal suatu persoalan asal menggunakan penyelesaian secara optimal dari sub-sub persoalan.
Adalah penting untuk dicatat bahwa hanya satu teknik optimalisasi tertentu yang digunakan untuk optimasi persoalan-tunggal
tidak selamanya relevan.
Boleh
jadi
pemecahannya bervariasi dari proses berturutan sederhana sampai kalkulus diferensial atau sebuah teknik pemrograman non linear. Persoalan dengan keputusan tahap banyak dapat juga diselesaikan dengan
aplikasi
langsung dari optimalisasi klasik. Akan tetapi, hal ini membutuhkan jumlah variabel yang
192 kecil, fungsi-fungsi yang terlibat menjadi kontiniu dan dapat diturunkan (differentiable) secara kontiniu dan titik-titik optimum tidak berada pada titik batas (boundary). Lebih jauh, persoalan harus relatif sederhana sehingga set dari persamaan-persamaan resultant dapat diselesaikan apakah secara analisis atau numerik. Teknik-teknik pemrograman non linear dapat digunakan untuk menyelesaikan secara lebih mudah persoalan- persoalan dengan keputusan bertahap yang ruwet (complicated). Tetapi aplikasi-aplikasi membutuhkan variabel-variabel yang kontiniu dan sebuah pengetahuan awal mengenai daerah maksimum dan minimum global. Pada keseluruhan kasus ini, pemakaian dari variabel-variabel stochastic membuat persoalan menjadi sangat kompleks dan bertele-tele. Persoalan ini tidak dapat
p p lk s a h n u
diselesaikan kecuali dengan menggunakan beberapa pendekatan seperti optimisasi bersyarat kesempatan (change constained optimization).
Pemrograman Dinamis, pada sisi lain dapat berkesesuaian dengan variabel-variabel diskrit, tidak cembung (non convex) dan
fungsi-fungsi yang tidak dapat diturunkan (non
differentiable). Secara umum, pemrograman ini dapat memasuki sejumlah variabel stokastik
dengan modifikasi sederhana dari prosedur deterministic. Pemrograman dinamis menderita (mengalami) kekurangan dari apa yang disebut sebuah major drawback, dikenal dengan curse
of dimensionality. Akan tetapi, karena kekurangan ini dia cocok untuk penyelesaian yang mempunyai wilayah luas dari persoalan-persoalan rumit (complex) pada beberapa hal pembuatan keputusan.
Beberapa penyelesaian pemrograman dinamis memakai metode graf maupun digraf. Graf
adalah himpunan berhingga titik-titik V yang diszebut Vertex dan garis-garis penghubungnya
E yang disebut rusuk. Sementara digraf adalah suatu graf yang setiap rusuknya mempunyai arah dari titik awal (i) ke titik akhir (j). Sementara Wood (1984),
menyatakan bahwa pemrograman dinamis mempunyai
keunggulan melalui bentuk skema barisan, yang mana akan memperkecil dimensi dari persoalan-persoalan. Juga dikatakan oleh Wood, andaikan terdapat empat unit dari system pembangkitan akan memungkinkan terjadi: 24 - 1 - 15, kombinasi dari system pembangkitan tersebut. Dalam pemakaian pemrograman dinamis pada pembangkitan, terdapat kemungkinan subyektif
untuk menentukan
penyalaan pembangkit.
prioritas mana yang akan diambil
sebagai urutan-urutan
193
9.3.2 Penyelesaian Penjadualan Pembangkitan dengan Pemrograman Dinamis. Terdapat komitmen yang berlaku untuk penjadualan pembangkitan, yaitu:
Tidak ada biaya pembangkitan yang nol
Karakteristik input-output linear mulai dari beban nol sampai dengan beban penuh
Tidak ada pembatasan lain
Biaya awal (pemanasan) dianggap konstan.
Selain itu, dalam penyelesaian menggunakan pemrograman dinamis berikut terdapat asumsi-asumsi: Adanya sebuah keadaan, di mana system terdiri dari deretan (matrix) unit pembangkit
p p lk s a h n u
dengan karakteristik khusus sedang beroperasi dan lainnya berada di luar
system
tersebut dan siap masuk ke dalam system.
Biaya pembangkitan awal (pemanas) dari tiap unit adalah tidak terikat waktu dan dia tidak masuk dalam kurva input-output terpakai.
Tidak terdapat biaya dalam memutuskan pembangkit keluar dari system.
Terdapat instruksi yang ketat mengenai prioritas dan pada setiap interval sejumlah kapasitas minimum yang harus dioperasikan.
9.3.3 Pendekatan Pemrograman Dinamis Mundur ke belakang (backward).
Awal dari pendekatan pemrograman dinamis adalah dengan menggunakan pendekatan
mundur ke belakang (backward) dalam waktu, yang mana penyelesaian mulai dari interval terakhir dan berjalan mundur menuju titik awal. Terdapat penentuan sebanyak M interval pada
periode ini. Persamaan pemrograman dinamis untuk penghitungan biaya bahan bakar total yang minimum dalam sebuah rentang waktu, diberikan oleh persamaan berikut:
dimana: Fcost ( K,I)
=
biaya bahan bakar total minimum dari keadaan I dimana dalam interval K sampai akhir dari interval M
Pcost ( K,I)
=
biaya pembangkitan minimum dalam penyuplaian beban selama interval K pada keadaan I
194 Scost (I,K: J, K +1 )
= kenaikan (incremental) biaya pemanasan dari keadaan I pada interval ke K sampai keadaan J di dalam interval ke (K+1).
(J)
=
set dari keadaan –keadaan yang mungkin di dalam interval K+1.
Biaya produksi
Pcost (K+1)diperoleh melalui pembebanan ekonomis unit-unit
terpasang pada keadaan I. Sebuah jalur (path) adalah sebuah penjadualan dimulai dari sebuah keadaan pada interval ke akhir interval M. Sebuah kalor optimal (optimal path) adalah sebuah jalur biaya yang mana total biaya beban adalah minimum.
p p lk s a h n u
Persamaan (9.3) memperlihatkan dengan memberikan jalur – jalur optimal mulai dari semua keadaan individual di dalam interval ke (K+1), jalur optimal mulai dari tiap keadaan di dalam interval ke K dapat diperoleh. Ini adalah sebuah keuntungan dari metode pemrograman
dinamis. Prosedur untuk menentukan penjadualan optimal dan biaya bahan bakar total minimum diperlihatkan oleh flowchart pada gambar 9.2.
9.3.4 Pendekatan Pemrograman Dinamis dengan Langkah Maju
Pendekatan langkah mundur yang dibahas sebelumnya, tidak mengatasi banyak situasi praktis, misalnya: bila biaya pemanasan awal tidak merupakan fungsi dari waktu dan berada di luar system (off line). Pada pendekatan langkah maju mungkin lebih cocok untuk dipakai bila
keadaan praktis diperhatikan, seperti keadaan sebelum penjadualan dapat diperhitungkan pada setiap keadaan (stage). Hal ini dapat dilihat pada flowchart pada gambar 9.2
195
p p lk s a h n u Gambar 9.2 Flowchart Penyelesaian Metode Pemrograman Dinamis dengan Metode Langkah Mundur
196
p p lk s a h n u Gambar 9.3 Flowchart Penyelesaian Metode Pemrograman Dinamis dengan Metode Langkah Maju
197 Hal tersebut, termasuk hal-hal lain, menjadi alasan praktis lain untuk memilih metode langkah maju. Algoritma rekursi yang dipakai untuk menghitung biaya minimum dalam jam K pada kombinasi I adalah:
dimana: Fcost (K , I) Pcost (K,I)
= biaya total terkecil untuk mencapai keadaan (K,I)
p p lk s a h n u
Scost (K : 1, L : K,1)
= biaya produksi untuk keadaan (K,I)
= biaya transisi dari keadaan (K-1,L) ke keadaan (K,1) dimana keadaan (K,I) adalah kombinasi ke I dalam jam
Dalam pendekatan Pemrograman Dinamis Langkah Maju, didefenisikan sebuah strategi mengenai transisi atau jalur, dari satu keadaan pada jam yang diberikan ke keadaan lain pada jam berikut.
Tercatat di sini ada dua variabel baru : X dan N seperti yang diperlihatkan pada gambar 9. 2. X = banyaknya keadaan untuk meninjau tiap periode
N = banyaknya strategi atau jalur untuk menyelamatkan pada tiap langkah.
Variabel-variabel ini mengendalikan usaha perhitungan (lihat gambar 3). Untuk penderetan secara lengkap, nilai maximum dari X atau N adalah 2n - 1.
Sebagai contoh, dengan penjadualan ketat dari daftar yang diinstruksikan, batas dari X adalah n, sebesar banyaknya unit pembangkit. Mengurangi jumlah n berarti membuang jadual
dengan biaya tertinggi pada tiap-tiap interval waktu dan hanya menggunakan jalur atau strategi N terendah.
Tidak ada jaminan bahwa jadual teoritis akan diperoleh
dengan
mengurangi jumlah dari strategi dan rentang penyelidikan (nilai X): hanya pengharapan
dengan sebuah program khusus akan mengindifikasikan potensial sehubungan dengan pembatasan nilai X dan N di bawah batas atas mereka.
198
p p lk s a h n u
Gambar 9.4. Jalur-jalur Pembatas pada Algoritma PD dengan N=3 dan X=5
Gambar 9.5. (a) Kurva Biaya Penaikan Step Tunggal
(b) Kurva Biaya Penaikan Step Berganda
199
Contoh Soal 9.1 : Pada contoh ini, tentang penyelidikan lengkap akan digunakan dan tiga kasus akan dipelajari. Pertama adalah sebuah penjualan list-prioritas, kedua menggunakan contoh yang sama dengan deretan yang lengkap. Masing-masing dari ke dua kasus pertama tersebut mengabaikan biaya start pemanasan sebagaimana juga waktu minimum pelepasan dan penggabungan. Kasus ke tiga memasukkan biaya pemanasan awal begitu
pula waktu
penggabungan dan pelepasan pembangkit. Empat unit pembangkit disetujui untuk melayani sebuah pola pembebanan 8 jam. Data dari unit-unit dan pola pembebanan terlihat pada tabel 9.1 berikut.
p p lk s a h n u
Tabel 9.1. Karakteristik Unit, Pola Beban dan Status Awal untuk kasus pada contoh 9.1 Unit
1 2 3 4
Max (MW)
(MW) (MW)
80 250 300 60
25 60 75 20
Incremental NoHeat rate load* (Btu/kWh) Cost (R/h) 10,440 9,000 8,730 11,900
213,00 585,62 684,74 252,00
Full –load Ave cost (R/mWh) 2354 20,30 19,74 28,00
Minimum Times (h) Up Dow n 4 5 5 1
2 3 4 1
InitialconDitions Hours offline (-) or on-line (+) -5 8 8 -6
Dalam usaha untuk membuat perhitungan yang dikehendaki lebih efisien, sebuah model dari karakteristik unit digunakan. Pada aplikasi praktis, dua atau tiga bagian kurva penaikan
200 bertahap dapat digunakan, seperti terlihat pada gambar 9.5. Untuk contoh yang diberikan, hanya satu step tunggal antara titik-titik daya minimum dan maksimum yang digunakan. Untuk contoh ini, biaya pemanasan awal untuk dua kasus pertama diambil sebagai biaya start “dingin”. Prioritas yang diperintahkan adalah: unit 3, unit 2, unit 1, unit 4. Untuk dua kasus pertama waktu minimum gabung dan lepas diambil 1 jam untuk tiap-tiap unit. Pada ke tiga kasus dipakai patokan kapasitas yang diintruksikan terhadap setiap unit. Ini terlihat pada tabel 2, di mana kombinasi unit atau keadaan-keadaan diinstruksikan sebagai maksimum kapasitas bersih dari tiap kombinasi. Tabel 9.2. Kapasitas Yang Ditetapkan Untuk Tiap Unit
p p lk s a h n u
Catatan :
1 = unit beroperasi; 0 = unit tidak beroperasi
Kasus 1.
Pada Kasus 1 unit-
unit beroperasi sesuai perintah prioritas. Yang artnya, unit-unit
beroperasi beroperasi sampai beban terpenuhi. Biaya total dari interval adalah jumlah dari delapan biaya pembebanan ditambah dengan biaya transisi untuk starting tiap unit-unit.
Dalam kasus awal, sebuah pembebanan maksimum sebanyak 24 harus ditentukan. Untuk kasus 1 keadaan-keadaan yang diperhatikan terdiri dari:
201
Jadi terlihat di sini, prioritas untuk: keadaan 5 = unit 3; keadaan 12 = unit 3+2; keadaan 14 = unit 3 +2 +1 dan keadaan 15 = unit 3 + 2 +1 +4. Untuk 4 jam pertama hanya tiga keadaan terakhir yang diharapkan, perhitungan-
p p lk s a h n u
perhitungan contoh menggambarkan keteknikan. Seluruh komitmen yang mungkin mulai pada keadaan 12 karena ini diberikan sebagai kondisi awal. Untuk jam ke-1 biaya minimum adalah
keadaan 12 dan seterusnya. Hasil-hasil untuk prioritas yang dikehendaki adalah sebagai berikut:
Catatan : keadaan 13 tidak tercapai di dalam instruksi prioritas.
Contoh perhitungan untuk kasus 1.
Keadaan yang diperbolehkan adalah:
{} = {0010,0110,1110,1111} = {5,12,14,15} Pada jam 0{L} ={12}, kondisi awal
202
J=1; jam pertama
K 15
p p lk s a h n u
J = 2; jam ke dua
Keadaan yang adalah: { 12,14,15} = {K} Jadi X = 3
Anggap dua strategi diberlakukan pada tiap-tiap tahap, sehingga: N = 2 dan
{L} = {12,14}
Kasus 2.
Pada Kasus 2 deretan lengkap dicoba dengan batas 24 -1 = 15, pembebanan tiap – tiap 8 jam. Sedemikian sehingga terjadi kemungkinan maksimum terbesar : 158 = 2,56* 109
Untungnya, sebagian besar darinya tidak layak, karena mereka tidak dapat mensuplai kapasitas yang cukup dan dapat dibuang dengan sedikit pertolongan analisis.
203 Gambar 9.6 memperlihatkan proses perhitungan untuk 4 jam pertama bagi kasus 2 pada penggambaran tersebut, lingkaran-lingkaran menunjukkan keadaan tiap jam. Angka-angka di dalam lingkaran adalah penunjuk. Dengan demikian, mereka menunjukkan nomor keadaan pada jam sebelumnya yang menyediakan jalur pada keadaan khusus dalam jang sedang berjalan. Sebagai contoh, pada jam ke 2, biaya minimum untuk keadaan 12,13,14 dan 15 semua hasilnya diperoleh dari transisi dari keadaan di dalam jam ke 1. Biaya-biaya yang ditunjukkan pada titik hubung adalah biaya-biaya pemanasan. Pada tiap keadaan, gambar-gambar yang terlihat adalah biaya per jam/total cost.
p p lk s a h n u Gambar 9.6 Penggambaran kasus 1 dan 2 (4 jam pertama)
Sementara gambar 9.7 memperlihatkan penyelesaian lengkap untuk kasus 1 dan 2
204
p p lk s a h n u Gambar 9.7 Penyelesaian lengkap untuk kasus 1 dan 2
Pada kasus 2 komitmen optimal yang tepat diperoleh. Hal itu adalah, lebih kecil pengeluaran untuk menyalakan unit dengan kapasitas yang kurang efisien, nomor 4, untuk jam ke 3 dibandingkan dengan men-start unit 1 yang lebih efisien untuk periode tersebut. Pada jam
ke 3 perbedaan total biaya adalah R 165 atau R 0,104 /MWh. Ini bukan jumlah yang tidak signifikan bila dibandingkan dengan biaya bahan bakar per MWh untuk rata-rata unit thermal dengan heat rate
netto 10.000Btu/kWh dan sebuah pembiayaan R 2,00 Mbtu. Penghematan
sebesar R 165 setiap 3 jam adalah sama dengan R 481.000 per tahun.
Total 8 jam pembangkitan untuk kasus 2 dan 2 terlihat pada gambar 6 di atas. Pengabaian
penetapan penyalaan dan pemutusan pada kasus-kasus ini mengizinkan untuk melepaskan semua unit kecuali unit 3 pada jam ke 6 dan ke 7. Perbedaan satu-satunya pada dua perjalanan
pembangkitan terjadi pada jam ke 3 sebagaimana yang telah dibahas pada paragraph sebelumnya.
205
Kasus 3. Pada Kasus 3. ini data asli dari unit-unit dipakai, yang mana waktu-waktu penyalaan dan pemutusan ikut diteliti. Algoritma pemrograman dinamis dengan langkah maju diulangi untuk periode 8 jam yang sama. Penderetan lengkap digunakan. Dengan demikian, batas atas dari X yang terlihat pada flowchart adalah 15, tiga nilai berbeda untuk N, jumlah strategi dikenakan pada tiap tahap, diambil pada 4,8,10. Perjalanan (trajectory) pembangkitan yang sama terlihat pada gambar 7. Akan tetapi, bila hanya empat strategi dipakai, prosedur akan gagal (dengan kata lain gagal untuk mendapatkan jalur yang mungkin ) dalam
jam ke 8, sebab strategi
dengan biaya terendah pada jam ke 7 telah melepaskan unit-unit yang tidak dapat di-start
p p lk s a h n u
ulang pada jam ke 8 disebabkan karena aturan pelepasan minimum yang berlaku.
Penanggulangan praktis untuk ketidak-efisienan ini dalam metode yang terlihat pada
flowchart gambar 2 (dengan langkah maju) adalah kembali ke periode sebelumnya yaitu pada
jam-jam dengan beban rendah dan kadang-kadang mengambil lebih (walaupun dengan biaya yang lebih banyak) banyak strategi. Ini berarti pembebasan untuk mengambil sejumlah strategi pada tiap-tiap tahap.
Alternatif lain adalah, tentu saja metode yang digunakan adalah menjalankan semua periode dengan lebih banyak strategi yang dikenakan
Gambar 9.8 Hasil Kasus 3
206 Selanjutnya kesimpulan yang diperoleh untuk kasus 1-3 diperlihatkan pada tabel berikut yang mana tabel tersebut memperlihatkan pemakaian metode pemrograman dinamis untuk tiga buah kasus dan juga memasukkan penyelesaian praktek pada metode ini. Tabel 9.3. Kesimpulan dari kasus 1-3
p p lk s a h n u
9.4 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE MERIT ORDER
Djiteng (1990) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pembebanan merit order ( merit loading ) adalah pembebanan yang dilakukan berdasarkan urutan dari unit pembangkit yang
mempunyai biaya pembangkit termurah disusul dengan unit yang mempunyai biaya
pembangkit lebih mahal. Selanjutnya Djiteng menguraikan hirarki biaya pembangkit dimulai dari yang termurah sampai dengan yang lebih mahal. Dimulai dengan PLTA yang hanya
tergantungn pada adanya air. Namun salah satu kekurangan dari PLTA adalah masalah kavitasi,
sehingga pembebanan harus memperhitungkan secara cermat ketersediaan air
apalagi bila musim kemarau telah tiba. Oleh sebab itu disarankan untuk membebani PLTA
dengan beban minimum (pada saat air surut maksimal) selanjutnya pembebanan yang disarankan berada pada range 30% - 90 % beban nominal.
207
p p lk s a h n u Gambar 9.9 Grafik pemakaian air sebagai fungsi beban dari unit PLTA
Urutan kedua ditempati oleh PLTU batubara kemudian PLTU memakai bahan bakar minyak residu yang mempunyai sistem pemanasan kembali (reheat sistem) dan disusul dengan
PLTU memakai bahan bakar residu minyak yang tidak memakai sistem reheat. Dalam praktek
unit PLTU kebanyakan tidak mungkin diberhentikan selama satu atau dua jam untuk kemudian dioperasikan kembali dengan kondisi api ketel uap mati sama sekali. Hal ini akan menggeser grafik biaya bahan bakar/jam sebagai fungsi beban.
Tentu saja merit loading ini berubah apabila struktur harga bahan bakar berubah misalnya
apabila ada PLTG yang karena sesuatu fleksibiltas penempatannya dapat menggunakan gas
alam yang murah maka kedudukan PLTG ini dapat menukar kedudukan PLTU bahan bakar minyak non reheat dalam merit loading.
Berikut diberikan contoh pemakaian merit loading untuk PLTA, PLTU, PLTD dan PLTG (Djiteng, 1990):
208
p p lk s a h n u Gambar 9.10 Biaya bahan bakar per jam sebagai fungsi beban sistem
Catatan :
1. PLTA minimum 500 MW
2. PLTU batubara 800 MW Rp24 Juta/jam
3. PLTU minyak residu denga reheat : 400 MW, Rp 24 Juta/jam 4. PLTU minyak residu tanpa reheat : 200 MW, Rp 14 Juta/jam 5. PLTG minyak HSD : 300 MW, Rp 36 Juta/jam
Gambar disusun atas dasar asumsi unit-unit pembangkit yang tersedia untuk operasi mempunyai data sebagai berikut :
a. PLTA minimum harus berbeban 500 MW, hal ini disyaratkan untuk keperluan irigasi dan untuk mengatasi masalah kavitasi
b. Titik A pada gambar didapat berdasar a tersebut diatas c. PLTU dengan batubara mempunyai kemampuan 800 MW, ini dipakai untuk menentukan letak titik B, yang jaraknya dari titik A = 800 MW
209 d. PLTU yang menggunakan bahan bakar minyak residu dan menggunakan reheat sistem mempunyai kemampuan 400 MW, sehingga titik B1 ke titik C1= 400 MW. e. PLTU yang menggunakan bahan bakar minyak residu tetapi tidak menggunakan reheat sistem mempunyai kemampuan 200 MW sehingga arah titik C1 ke titik D1= 200 MW f. PLTG yang menggunakan HSD mempunyai kemampuan 300 MW sehingga arah titik D1 ke titik E1= 300 MW Tabel 9.4 t1 (jam) 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
F (FT) (Rp. 106/jam) 32 30 28 30 33 43 36 18 36 49 56 53 43 49 53 49 45 36 62 88 75 63 56 43 36
dF(PT) / dPT (Rp/kWH) 60 60 60 60 60 60 60 30 60 60 70 70 60 60 70 60 60 60 70 120 120 70 70 60 60
p p lk s a h n u Beban (MW) 1400 1380 1350 1380 1420 1600 1500 1100 2500 1700 1800 1750 1600 1700 1750 1700 1650 1500 1850 2100 2000 1900 1800 1600 1500
210 Dari penyusuan tabel 9.4, tampak bahwa nilai dF(PT) / dPT dipengaruhi oleh dua faktor yaitu 1. Besarnya beban yang harus dilayani oleh sistem seperti digambarkan oleh gambar 9.11. 2. Unit pembangkit yang tersedia yang akan menetukan kurva biaya bahan bakar seperti gambar 9.10. Berdasarkan uraian pada butir a dan b di atas maka titik A letaknya pada sumbu MW karena biaya bahan bakar PLTA = 0. Titik B dicari dengan perhitungan sebagai berikut : PLTU yang menggunakan batubara dan berbeban 800 MW berdasar angka pada butir 2 akan menghabiskan biaya : 800 x 1 x 1000 x 30 = Rp.24 juta/jam.
p p lk s a h n u
Titik B terletak pada posisi beban 500 MW (beban PLTA yang minimum) + 800 MW = 1300 MW.
Biaya bahan bakar PLTA ( = 0) + 24 juta/jam = Rp.24 juta/jam Dengan cara serupa maka akan didapatkan titik C, D, dan E
Gambar 9.10 Beban dan dF(PT) / dPT sebagai fungsi waktu
211
9.5 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE GRADIEN ORDE DUA Methode gradient orde dua merupakan salah satu methode yang dikembangkan untuk memeperoleh penjadualan pembebanan pembangkit yang ekonomis. Methode gradient orde dua merupakan pengembangan deret Taylor dari fungsi obyektif pembangkit. Pengembangan fungsi tersebut sebagai berikut:
p p lk s a h n u
Turunan ke dua dari persamaan biaya (Fuel cost) dari setiap unit pembangkitan dalam kondisi normal, hanya tergantung pada daya output dari tiap pembangkit:
untuk I j juga pembatasan daya output dari masing-masing unit pembangkit harus sama dengan total permintaan (demand) beban sehingga peningkatan pembebanan tidak merubah frekuensi dari sistem yang persamaannya sebagai berikut:
persamaan (9.7) disubsitusikan ke dalam persamaan (9.4) menjadi:
Perubahan biaya operasional total FT
dapat dilakukan perhitungan dengan methode
kalkulus biasa, bila nilai tersebut merupakan fungsi dari perubahan tersendiri dari N – 1 dalam level output Pi. Tidak ada pembatasan kondisis yang lain, selain batas-batas daya output pembangkit. Biaya operasional optimum diperoleh pada saat turunan parsial dari FT sama dengan nol, dengan memperhatikan variable bebas Pi. Hal tersebut berarti bahwa turunan-
212 turunan parsial ,
harus bernilai nol untuk semua 1, 1 0, turunan-turunan ini dihasilkan
dalam sebuah kumpulan persamaan simultan, sebagai berikut:
p p lk s a h n u
maka persamaan simultan N-1, dapat dituliskan dalam bentuk matrix sebagai berikut:
dari persamaan di atas akan diperoleh daya baru (Pbaru n) yang perhitungannya :
213
Tahapan
–tahapan perhitungan penjadualan
pembangkit hidro thermal dengan methode
p p lk s a h n u
gradien orde dua, kita perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan kondisi awal, yaitu mengalokasikan daya beban total PR
berdasarkan
kapasitas pembangkit
2. Menghitung nilai Fi dan Fi” sesuai dengan nilai-nilai pada kondisis awal. 3. Menentukan variabel acuan Px (pembangkit x)
4. Menyusun matrix berdasarkan persamaan (9.12) sesuai dengan nilai yang diperoleh pada langkah 1 sampai 3
5. Menginvers matrix pada langkah 4 untuk memperoleh Pi dari setiap unit 6. Menjumlahkan Pi dengan nilai pada kondisis awal
7. Menginput nilai Pi yang baru ke persamaan daya pembangkitan
Data yang diperlukan pada optimasi sistem tenaga listrik adalah:
Data kapasitas pembangkit yang akan dioptimalkan
Data input output pembangkit yang akan dioptimalkan
Data beban sistem.
Data kapasitas pembangkit dan beban sistem tenaga listrik jelas. Data input output pembangkit yang akan dioptimasikan: Data input output pembangkit
Persamaan input output pembangkit perunit
Persamaan biaya bahan bakar, perlu diperhatikan harga bahan bakar yang digunakan oleh masing-masing pembangkit.
Persamaan incremental fuel cost (IFC).
Persamaan ekivalen input output biaya bahan bakar pembangkit.
Persamaan ekivalen incremental fuel cost pembangkit.
214
9.6 OPTIMASI SISTEM TENAGA LISTRIK METODE FUZZY LOGIC 9.6.1 Pendahuluan Ditinjau dari segi prakteknya, kebanyakan teori fuzzy dipusatkan pada fuzzy system , khususnya fuzzy control. Kerena sensitivitasnya terhadap teknologi baru, diera 1980-an para insinyur jepang [dimulai oleh Sugeno : control instalasi pemurnian air dari Fuji Electric dan diikuti oleh, Yasunobu dan Myamoto dari Hitachi : pembangunan fuzzy control system untuk Sandai subway dan lain – lain] telah menemukan bahwa, dalam beberapa hal fuzzy controller lebih mudah dirancang dan bekerja lebih baik dari pada convensional controller. Kondisi tersebut berkaitan dengan control fuzzy tidak membutuhkan
model matematika dalam
p p lk s a h n u
representasi suatu proses dan dapat diterapkan pada beberapa sistem dimana teori
konvensional tidak dapat dipakai karena kekurangan/ketidak tersediaan model matematika atau model matematika yang tersedia terlampau sulit dipecahkan, terlalu kompleks untuk
dipelajari secara cepat atau melibatkan terlalu banyak memori dalam komputasi atau sistem kontrol. Bebarapa alasan lain dari penggunaan fuzzy logic selanjutnya dijabarkan sebagai berikut 1.
Dalam proses yang melibatkan ketertarikan manusia (pemikiran deskriptif dan intuisi manusia).
2. Ketika ada seorang yang telah berpengalaman yang dapat menjabarkan aturan perilaku
sistem. Intuisi boleh diadopsi jika ada operator berpengalaman yang menangani masalah dengan sukses. 3.
Dalam proses yang mempertimbangkan fenomena kontinyu yang tidak dengan mudah dijadikan diskrit.
4. Ketika tingkat derau tinggi atau menjadi lebih penting untuk menggunakan sensor yang tidak mahal.
5. Formula fuzzy dapat membantu pencapaian berbagai kemudahan, kekokohan, solusi yang 6. lebih optimal dan kesederhanaan.
7. Sangat mudah dihibridkan dengan teknologi lain, misalnya GA, NN, AIS, control optimal dsb.
Seiring dengan waktu, penerapan fuzzy control merambat dari peralatan rumah tangga (mesin cuci, AC dsb.) hingga industry (otomotif, kesehatan dsb.) termasuk bidang sistem tenaga listrik, diantaranya adalah kontrol perluasan batas kestabilan (PSS) , control frekwensi
215 (LFC)
dan penjadwalan pembangkit operasi pembangkit (commitment unit). Jika bukan
sebagai pengganti control sistem yang telah ada paling tidak fuzzy control dapat dijadikan alternative. Meskipun dapat diterapkan dalam banyak bidang, penulisan makalah ini akan dipusatkan pada penerapan control fuzzy pada penjadwalan operasi pembangkit (commitment unit). Bahasan akan dimulai dengan teori singkat yang berkaitan dengan beberapa hal penting dalam
commitment unit dan teori singkat fuzzy logic, kemudian membahas bagaimana
pendekatan pendekatan fuzzy logic dalam penjadwalan operasi pembangkit.
p p lk s a h n u
9.6.2 Konsep Fuzzy Logic 9.6.2.1 Himpunan Fuzzy
Pada himpunan klasik dengan logika Boolean, jawaban apakah suatu elemen adalah anggota atau bukan anggota sebuah himpunan bagian, dinyatakan dengan nilai 1 atau 0, seperti hitam atau putih dan tidak memiliki jawaban abu – abu (samar – samar). Suatu pernyataan yang menggunakan logika Boolean dinamakan “Crisp”.
Pada fuzzy logic, keanggotaan sebuah elemen dalam suatu himpunan dinyatakan dengan
level kesamarannya (fuzziness) dalam variable linguistic dan menggunakan level – level keanggotaan terletak diantara nilai 0 sampai 1. Disini, niali 0,5 diterima akan tetapi dengan level
keanggotaan abu – abu. Angka 0,9 menunjukkan bahwa elemen tersebut benar sebagai anggota dan angka 0,3 menunjukkan besar kemungkinan elemen tersebut bukan anggota.
Untuk jelasnya, himpunan fuzzy dan bagian – bagianya diperlihatkan seperti pada gambar 9.11.
Gambar 9.11. Himpunan fuzzy dan bagian - bagiannya
216
9.6.2.2 Variabel Linguistik Sistem dengan pendekatan fuzzy logic merupakan sistem yang menirukan cara kerja manusia dalam melakukan proses pengambilan keputusan melalui ungkapan – ungkapan kualitatif dari apa yang di-inderanya. Contoh, Seorang operator yang sedang mengatur suatu proses secara manual akan menggunakan ungkapan – ungkapan seperti sangat besar, sedang, mendekati maksimum, sekitar set-point dan sebagainya. Dalam fuzzy logic, variable linguistic dapat dinyatakan dengan ungkapan linguistic VL (Verry Low), L (Low), BAV (Below Average), AV (Average), AAV (Above Average), H (High), VH (Verry High), Z (Zero), M (Medium), B (Big) dan VB (Very Big) untuk variable
p p lk s a h n u
masukkan dan keluaran.
9.6.2.3 Fungsi Keanggotaan
Nilai – nilai linguistik pada fuzzy logic dipetakan kedalam suatu interval [0,1] yang disebut
nilai keanggotaan sedangkan fungsi keanggotaan merupakan grafik yang menunjukkan hubungan pemetaan
antara nilai linguistik dan nilai keanggotaanya. Banyaknya nilai
linguistik yang akan digunakan dalam membentuk fungsi keanggotaan pada fuzzy logic yaitu
tiga hingga tujuh buah nilai linguistik untuk setiap variable linguistiknya atau menggunakan nilai linguistik yang berjumlah ganjil.
Fungsi keanggotaan dapat berbentuk fungsi segitiga, fungsi eksponen, trapezium, phi atau fungsi S.
Untuk pembahasan selanjutnya dipilih segitiga dengan ekspresi matematis dan
gambar seperti yang diperlihatkan dibawah ini.
Gambar 9.12 Fungsi keanggotaan segitiga
217
9.6.2.4 Fuzzifies (Fuzzifikasi) Fuzzifikasi merupakan proses pemetaan masukkan dari domain crisp ke domain fuzzy untuk menghasilkan suatu set nilai keanggotaan untuk semua fungsi keanggotaan yang ada. Fuzzifikasi merupakan proses awal untuk mengubah masukkan yang berupa crisp menjadi himpunan fuzzy sebagaimana contoh yang diperlihatkan diperlihatkan pada gambar 9.13. Dari gambar nampak bahwa harga crisp 0,5 memiliki dua derajat keanggotaan yaitu μZ(x) = 0,4 dan μN(x) = 0,6.
p p lk s a h n u Gambar 9.13 Proses Fuzzifikasi nilai crisp x = 0,5
9.6.2.5 Basis Pengetahuan
Basis pengetahuan dalam fuzzy logic adalah bagian yang berisi basis data dan basis aturan. Basis data berfungsi mengatur kerja dan proses fuzzifikasi sehingga pembentukkan basis data
meliputih penentuan ruang semesta dan penentuan banyaknya nilai linguistik untuk membentuk fungsi keanggotaan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk membentuk fungsi
keanggotaan diantaranya adalah intuisi, inferensi, rank ordering, angular fuzzy set, NN, GA dan soft partitioning.
Basis aturan berfungsi mengatur proses inferensi yang menghubungkan antara masukkan an keluaran. Basis aturan harus mencakup seluruh kombinasi masukkan yang ada kecuali menggambarkan kondisi yang tidak mungkin terjadi atau sudah termuat pada aturan lainnya. Dalam pendekatan fuzzy logic, keputusan dibuat dengan pembentukkan sederet aturan yang menghubungkan variable masukkan ke-keluaran dengan pernyataan “Jika
–
Maka”.
Contoh basis aturan dengan pernyataan kondisional yang terdiri dari tiga masukkan (x) dengan satu keluaran (y) adalah sebagai berikut :
218 Jika x1 adalah A1 dan x2 adalah B1 dan x3 adalah C1 maka y adalah D1 Jika x1 adalah A2 dan x2 adalah B2 dan x3 adalah C2 maka y adalah D2 Jika x1 adalah A3 dan x2 adalah B3 dan x3 adalah C3 maka y adalah D3
9.6.2.6 Proses Inferensi Proses inferensi adalah proses transformasi dari suatu masukkan dalam domain fuzzy ke – keluaran juga yang masih dalam domain fuzzy, dengan menggunakan basis pengetahuan. Dalam proses ini terdapat dua metode yang paling umum digunakan, yaitu penalanaran MAKS –MIN dan MAKS – DOT. Penalaran MAKS – MIN menggunakan aturan minimum
p p lk s a h n u
Mamdani sedangkan penalaran MAKS – DOT menggunakan aturan hasil kali Larsen.
Proses inferensi dengan penalaran MAKS – MIN untuk kondisi dua masukkan dan satu keluaran dihubungkan dengan basis aturan AND yang dituliskan dalam ekspresi matematis (9.15) dan grafis seperti gambar 9.14.
Gambar 9.14. Proses inferensi dengan penalaran MAKS
Untuk kondisi yang sama dengan diatas, penalaran MAKS – DOT memberikan :
219
Perbedaan antara MAKS – DOT dengan MAKS – MIN adalah MAKS – DOT memperkalian semua nilai keanggotaan C1 dengan α1 dan C2 dengan α2. Proses penalaran MAKS – DOT diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
p p lk s a h n u Gambar 9.15. Proses inferensi dengan penalaran MAKS
9.6.2.7 Defuzzifikasi
Proses defuzzifikasi merupakan kebalikan dari proses fuzzifikasi, yaitu mentransformasikan suatu nilai domain fuzzy yang merupakan hasil inferensi ke suatu nilai crisp. Terdapat paling tidak ada tujuh metode yang dapat digunakan dan dua metode yang paling populer adalah : 1. Metode centroid (Center of Area).
Metode ini disebut juga metode pusat grafitasi dan merupakan metode yang paling banyak digunakan. Secara matematis, metode ini dinyatakan sebagai :
Dimana : Z*
c(Zk) zk
= Nilai keluaran
= derajat keanggotaan elemen – elemen pada hinpunan fuzzy Z
= Elemen ke-k
2. Metode Maksimum of Mean (MOM) Metode ini secara matematis dinyatakan sebagai :
220 Dimana : Z* zj
= Nilai keluaran = Maks
= nilai keluaran maksimum ke – j
c = derajat keanggotaan elemen – elemen pada himpunan fuzzi Z J
= Jumlah harga maksimum
9.6.3 PENJADWALAN UNIT PEMBANGKIT DENGAN PENDEKATAN FUZZY LOGIC Secara umum, dalam penyelesaian suatu masalah dengan pendekatan fuzzy logic mengikuti tahapan – tahapan sebagai berikut :
p p lk s a h n u
1. Menentukan variabel masukkan dan keluaran
2. Menentukan range variabel masukkan dan keluaran berdasarkan basis data
3. Partisi range dari variabel masukkan dan keluaran dan berikan label linguistik untuk masing – masing range tersebut
4. Membentuk fungsi keanggotaan dari setiap variabel pada tahap 3
5. Membentuk relasi-relasi yang menghubungkan variabel –variabel masukkan dan keluaran pada tahap 4 sehingga membentuk suatu basis aturan 6. Fuzzifikasi masukkan
7. Melakukan inferensi untuk mendapatkan keluaran
8. Mengaplikasikan proses defuzzifikasi untuk menghasilkan nilai crisp dari keluaran hasil proses inferensi
Tahapan 1 hingga 6 adalah langkah untuk membentuk basis pengetahuan berdasarkan basis
data dan basis aturan sedangkan tahapan 6 hingga 8 adalah mengevaluasi basis pengetahuan yang sudah dibentuk.
Gambar 9.16 Penjadwalan pembangkitan tenaga listrik menggunakan sistem fuzzy logic
221
9.6.3.1 Menentukan Variabel Masukkan dan Keluaran Dalam penyelesaian masalah penjadwalan unit pembangkit, variabel – variabel yang harus dijadikan sebagai variabel masukkan (yang difuzzifikasi) adalah : 1. Kapasitas beban generator 2. Biaya inkremental 3. Biaya start – up 4. Biaya produksi Sedangkan variabel keluaran adalah Biaya Produksi 9.6.3.2 Membentuk Himpunan Fuzzy
p p lk s a h n u
Himpunan – himpunan yang mendefinisikan kapasitas beban generator, biaya inkremental, biaya start – up dan biaya produksi direpresentasikan sebagai berikut : Kapasitas Beban Generator : LGC
9.6.3.3 Membentuk Fungsi Keanggotaan Untuk membentuk fungsi keanggotaan diperlukan basis data yang berfungsi untuk mengatur kerja dari proses fuzzifikasi yang meliputih penentuan range dan nilai linguistik. Basis data
222 adalah sistem tenaga, misalnya sistem sulsel, Manado – minahasa, Jawa – Bali Area I dan sebagainya. Sedangkan fungsi keanggotaan dipilih berbentuk fungsi segitiga. Adapun nilai linguistik dan range dari variabel – variabel fuzzy diatas adalah sebagai berikut : Kapasitas Beban Generator : LGC = {VL, L, BAV, AV, AAV, H, VH} ; Range 0 – 00 (MW) Biaya Inkremental : IC = {Z, S, M, B, VB} ; Range 0 – 80.000 (Rp) Biaya Start – up : SUP = {L, BAV, AV, AAV, H} Biaya Produksi : PRC = {VL, L, BAV, AV, AAV, H, VH} ; Range 0 – 22.000.000 (Rp)
p p lk s a h n u
Dengan fungsi keanggotaan ini, maka variabel masukkan terhubung ke variabel keluaran dengan aturan “Jika – Maka” seperti yang diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 9.17. Fungsi Keanggotaan LGC dengan Range 0 – 600
223
9.6.3.4 Membentuk Basis Aturan
p p lk s a h n u
Kita telah menentukan Kapasitas beban generator (LGC), Biaya Inkremental (IC) dan Biaya
start – up (SUP) sebagai variable masukkan dan dan Biaya Produksi (PRC) adalah sebagai variable keluaran.
Dari gambar (9.17), (9.18), (9.19) dan (9.20), basis aturan dalam masalah penjadwalan ini tersusun dalam 70 basis aturan seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini.
224
p p lk s a h n u
225
p p lk s a h n u
9.6.3.5 PROSES DEFUZZIFIKASI
Untuk mendapatkan keluaran dalam bentuk crisp (dalam hal ini biaya produksi dalam Rp), proses defuzzifikasi dalam kasus ini menggunakan metode centroid.
Dengan mengacu pada persamaan (10), biaya produksi dalam kasus ini dapat dituliskan Sebagai:
Untuk perhitungan proses defuzzifikasi, selanjutnya akan dilakukan dengan bantuan program MATLAB, sehingga proses perhitungan ini dapat diselesaikan dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA Allen J. Wood, Bruce F. Wollenberg, Power Generation, Operation and Control, John Wiley and Sons, New York, NY, 1996. Brown, Ryan, “Reliability Enhancement of The Avista Electric Power System”. Gonzaga University, Spokane, 2005. Conant, MA. & F.R.Gold.. The Geopolitics of Energy. Westview Press, Boulder Colorado. 1978. Considine, D.M. (Editor in chief).. Company. New York. 1977.
Energy Technology Handbook. McGraw Hill Bokk
Cuip, A.W. (penerjemah:Darwin Sitompul). Erlangga. Jakarta. 1991.
Prnsip-Prinsip
Konversi Energi. Penerbit
p p lk s a h n u
Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi, “Aturan Jaringan Jawa- Madura- Bali”. Jakarta.2004, 79-85.
E. Warren King and Claudio A. Ca˜nizares, Hong Chen, “A Probabilistic Approach to Evaluate Security Costs and Levels in Competitive Electricity Markets”, Bulk Power Sistem Dynamics and Control - VI, August 22-27, 2004.
Ebrahim Vaahedi, Yakout Mansour, Chris Fuchs, Sergio Granville, Maria de Lujan Latore, Hamid Hamadanizadeh, “Dynamic Security Constrained Optimal Power Flow/VAr Planning”, IEEE TRANSACTIONS ON POWER SYSTEMS, VOL. 16, NO. 1, FEBRUARY 2001. Federico Milano, “Sensitivity-Based Security-Constrained OPF Market Clearing Model”, IEEE Transactions on Power Sistems, Vol. 20, No. 4, November 2005.
Felix F. Wu, Sadatoshi Kumagai, “Steady State Security Regions of Power Sistems”, IEEE Transaction on Circuit and Ssytems, Vol CAS-29, No. 11, November 1982. Hyungchul Kim, “Evaluation of Power System Security and Development of Transmission Pricing Method”, Texas A&M University, PhD, August 2003. Gates, D.M.. Energy and Ecology. Sinauer Associates, Inc. Sunderlandd, Massachusetts. 1985. Gonen Turan, Modern Power Sistem Analysis, John Wiley and Sons.
I. Dobson, B.A. Carreras, V.E. Lynch, D. E. Newman, “An initial model for complex dynamics in electric power sistem blackouts”, Hawaii International Conference on Sistem Sciences, January 2001.
Kaanan Nithiyananthan, Neelamegam Manoharan, Velimuthu Ramachandran, “An Algorithm Ranking Based on Reactive for Contingency Compensation Index”, Journal of Electrical Enginnering, Vol. 57, No. 2, 2006, 116–119 SA. Kadir,A.,Prof.lr, Pengantar Teknik Tenaga Listrik,1995, LP3ES, Jakarta Kadir,A.,Prof.lr. Energi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 1990. Neville, R.C.Solar Energy Conversion; the Solar Cell. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam. 1978. Marek Zima, “Contributions to Security of Electric Power Sistems”, Swiss Federal Institute of Technology Zurich, PhD, 2006. Marsudi, Djiteng. “Operasi Sistem Jakarta,1990.
Tenaga Listrik”.
Balai Penerbit dan Humas ISTN,
p p lk s a h n u
Nadjamuddin Harun, “Operasi Ekonomis Sistem Tenaga Listrik Berbasis Logika Samar”, 2002, Kementerian Riset Teknologi.
Naoto Yorino, E. E. El-Araby, Hiroshi Sasaki, Shigemi Harada,“A New Formulation for FACTS Allocation forSecurity Enhancement Against Voltage Collapse”, IEEE Transaction On Power Systems, Vol. 18, NO. 1, February 2003. O’Connor, P.D.T; and Harris, L.N : Reliability prediction : a state-of-the IEE (IEE Reviews), 1986,133A (4).
art review, Proc.
P. Kundur, “Power System Stability and Control”, Mc Graw Hill, 1994.
Peter W. Sauer, “Post-Contingency Equilibrium Analysis of Power Sistems”, Proceedings of the 35th Hawaii International Conference on Sistem Sciences, 2002. Pottonen, Liisa. “A Method for The Probabilistic Security Analysis of Transmission Grid”. Doctoral Dissertation, Helsinki University of Technology, 2005.
Ristanovic, P., Bjelogrlic,M., dan Babib, B.S. “Improvement in Sparse Matrix/ Vektor Technique Applications for On-Line Load Flow Calculation”. IEEE Transactions on Power Systems, Vol.PWRS-4,No.1, 190-196, 1989. Saadat, Hadi. Power System Analysis. McGraw Hill Bokk Company. New York. 1999.
Sheahan, R.T. Alternative Energy Source, a Strategy Planning Guide An Aspen Publication. Maryland, London. 1981. Slesser, M (General Editor). Dictionary of Energy, second edition. Nichols Publishing. New York. 1988. Scott Greene, “Margin and Sensitivity Methods for Security Analysis of Electrical Power Sistems”, University of Wisconsin – Madison, PhD, 1998.
Veziroglu, T.N.(Editor). Solar Energy and Conservation. Proceedings of the Solar Energy and Conservation Synposium, 11-13 Desember 1978, Miami Beach, Florida. Pergamon Press. New York. 1978. X. Wang, J. R. McDonald, “Modern Power Sistem Planning”, McGraw Hill Inc., New York, NY, 1994.
p p lk s a h n u
View more...
Comments