Mycobacterium Tuberculosis Sebagai Penyebab Penyakit Tuberculosis

November 3, 2018 | Author: Chahyarina Putri | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Mycobacterium Tuberculosis Sebagai Penyebab Penyakit Tuberculosis...

Description

MYCOBACTERIUM

TUBERCULOSIS

SEBAGAI

PENYEBAB

PENYAKIT

TUBERCULOSIS May 21, 2010 at 4:41 pm (Kesehatan) PENDAHULUAN Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Mikroorganisme terdapat dimana-mana. Interaksinya dengan sesame mikroorganisme ataupun organisme lain dapat berlangsung dengan cara yang aman dan menguntungkan maupun merugikan (Pratiwi, 2008). Mikroorganisme di dunia ini ada yang menguntungkan dan ada juga yang merugikan. Mikroorganisme yang menguntungkan dapat kita manfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan hidup manusia. Akan tetapi, banyak juga mikroorganisme yang tidak menguntungkan kita yaitu dengan menyebabkan terjadinya penyakit pada tubuh manusia. Salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan atau menginfeksi manusia adalam Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat mengakibatkn penyakit tuberculosis pada manusia. Tuberculosis itu sendiri merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan berbahaya di dunia. Tuberculosis merupakan penyakit berbahaya ke-3 yang menyebabkan kematian di dunia setelah  penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Saat ini tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat menginfeksi sepertiga populasi dunia, setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberculosis, tetapi hanya bakteri yang aktif yang menyebabkan orang menjadi sakit. Setiap tahunnya sekitar 4 juta penderita tuberkulosis paru menular di dunia, ditambah lagi  penderita yang tidak menular. Hal ini menggambarkan setiap tahun di dunia akan ada sekitar 8  juta penderita tuberkulosis paru, dan ada sekitar 3 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat  penyakit ini. Sampai hari ini, penyakit TBC masih menempatkan Indonesia dalam tiga besar negara dengan  jumlah penderita terbanyak. Pada umumnya kegagalan pengobatan TBC terjadi disebabkan terapi yang terputus karena pasien merasa sudah sembuh. Kendala lain yang sering timbul adalah lamanya waktu pengobatan. Obat untuk TBC harus dimakan sedikitnya enam bulan. Sementara biasanya setelah makan obat selama dua bulan, pasien malas meneruskan pengobatan karena merasa sembuh dan tidak merasakan gejala lagi. Padahal kalau pengobatan berhenti di tengah jalan, maka bukan saja penyakitnya tidak sembuh dengan tuntas, tetapi juga

menyebabkan bakteri TBC menjadi kebal terhadap obat yang digunakan. Ketiadaan biaya malah membuat seseorang tidak berobat, karena tidak mengetahui program pemerintah yang menggratiskan obat TBC di seluruh Puskesmas di Indonesia. Penyakit ini sering dianggap enteng oleh penderita karena masih bisa bekerja seperti biasa, namun tanpa disadari keparahan penyakit yang semakin meningkat sebanding dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan tubuh.

Penanganan TBC masih terus menjadi tantangan besar untuk para tenaga kesehatan. Untuk  memutuskan rantai penularan perlu pula mendapati perhatian lintas sektoral karena berkaitan dengan faktor sosial budaya dan tempat hunian. Namun pada dasarnya penyakit TBC bisa disembuhkan secara tuntas apabila pasien mengikuti anjuran tenaga kesehatan untuk minum obat secara teratur dan rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Selain itu diperlukan juga kepedulian dan pengawasan dari tenaga kesehatan untuk mengawal perkembangan terapi pasien. Penyebab TBC memang bukan bakteri biasa, karena itu diperlukan konsistensi dan kepatuhan  pasien dalam menjalani terapi untuk mencapai hasil terapi yang optimal. TAKSONOMI,

MORFOLOGI,

FISIOLOGI

SERTA

EKOLOGI

MYCOBACTERIUM

TUBERCULOSIS. Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit tuberkulosa (TBC) (Wikipedia, 2010). Bahkan penyakit TBC pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP). Berikut adalah taksonomi dari Mycobacterium tuberculosis. Kingdom

: Bacteria

Filum

: Actinobacteria

Ordo

: Actinomycetales

Upaordo

: Corynebacterineae

Famili

: Mycobacteriaceae

Genus

: Mycobacterium

Spesies

: Mycobacterium tuberculosis

Adapun bentuk bakteri Mycobacterium tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan  batang ramping dan kurus, dapat berbentuk b erbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya panjan gnya sekitar 2-4

mm dan lebar 0,2 – 0,5 mm yang bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi lingkungan (Wikipedia, 2010). Mycobacterium tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif atau bakteri gram negatif, karena apabila diwarnai sekali dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Oleh sebab itu bakteri ini termasuk  dalam bakteri tahan asam. Mycobacterium tuberculosis cenderung lebih resisten terhadap faktor  kimia dari pada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan  bergerombol. Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau spora serta dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60% (Simbahgaul, 2008). Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag (Indah, 2010). Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6°C selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil yang berada dalam  percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini apabila berada dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20°C selama 2 tahun. Mycobacterim tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit (Hiswani M.Kes, 2010). Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan dimana memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali (Hiswani M.Kes, 2010). Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus TBC biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya. Mikobakteria mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju  pertumbuhannya lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena sifatnya yang cukup k ompleks

dan dinding selnya yang impermeable, sehingga penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih 18 jam. Karena pertumbuhannya yang lamban, seringkali sulit untuk mendiagnostik  tuberculosis dengan cepat. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berkembangbiak  dengan baik pada suhu 22-23oC, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari pada bentuk yang pathogen. Mikobakteria cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab (Simbahgaul, 2008). Bakteri ini biasanya berpindah dari tubuh manusia ke manusia lainnya melalui saluran  pernafasan, keluar melalui udara yang dihembuskan pada proses respirasi dan terhisap masuk  saat seseorang menarik nafas. Habitat asli bakteri Mycobacterium tuberculosis sendiri adalah  paru-paru manusia. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara  pembelahan diri di dalam paru-paru (Anonim a, 2010). Bakteri Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit tuberkolosis atau disingkat TBC. Sumber penularan adalah penderita Tuberculosis (TB) yang dahaknya mengandung kuman TB hidup (BTA (+)). Infeksi kuman ini paling sering disebarkan melalui udara (air borne, droplets infection). Penyebaran melalui udara berupa partikel-partikel  percikan dahak yang mengandung kuman berasal dari penderita saat batuk, bersin, tertawa,  bernyanyi atau bicara. Partikel mengandung kuman ini akan terhisap oleh orang sehat dan menimbulkan infeksi di saluran napas. Bakteri aktif mikobakteria mencemari udara yang ditinggali atau ditempati banyak manusia, karena sumber dari bakteri ini adalah manusia. Bakteri ini dapat hidup selama beberapa jam pada udara terbuka, dan selama itulah dia akan  berterbangan di udara hingga akhirnya menemukan manusia sebagai tempat hidup. (U-knee, 2008). Biasanya pencemaran oleh bakteri ini terjadi pada rumah yang penuh dengan orang namun memiliki ventilasi yang buruk. Juga ditempat-tempat ramai yaitu sarana perhubungan seperti bis sekolah, kapal laut, juga pada asrama, penjara, bahkan dari dokter yang kurang memperhatikan sanitasi tubuhnya. Habitat asli dari bakteri ini adalah manusia, dan hanya menjadikan lingkungan sebagai perantara (Tin-U, 2005). PENYAKIT TUBERCULOSIS (TBC)

Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TBC dapat menyerang pada siapa saja tak  terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Apabila seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberculosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang  bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit tuberkulosis  jaringan pang paling sering diserang adalah paru-paru (95,9 %) (Hiswani M.Kes, 2010). Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru (Anonim b, 2010). a)

Gejala umum (Sistemik)

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Sumber: Anonim b, 2010

 b)

Gejala khusus (Khas)

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melema h yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejangkejang.

Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, Maka TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Sekitar 30-50% anak-anak yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan –  5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah (Anonim b, 2010) Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfibris), badan kurus atau berat badan menurun. Tempat kelainan lesi TB yang perlu dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai infiltrat yang agak luas, maka akan didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronkhi basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara na fasnya menjadi vesikular melemah. Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah: -

Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

-

Pemeriksaan fisik.

-

Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

-

Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

-

Rontgen dada (thorax photo).

-

Uji tuberkulin.

Penyakit tuberculosis memiliki beberapa variasi jenisnya. Adapun jenis-jenis dari penyakit tuberculosis tersebut adalah: Tuberculosis paru terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis Tuberculosis paru tidak terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis Tuberculosis pada sistem saraf  Tuberculosis pada organ-organ lainnya Tuberculosis millier  Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu Tuberkulosis Paru BTA positif dan Tuberkulosis Paru BTA negatif (Avicenna, 2009)

Tuberculosis ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ tubuh selain jaringan paru, misalnya pleura (selaput paru), selaput otak, selaput jantung, kelejar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. Berdasarkan tingkat keparahannya, TB Ekstra Paru dibagi menjadi 2 yaitu : tuberculosis ekstra paru ringan seperti misalnya adalah TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal serta

tuberculosis ekstra paru berat, misalnya adalah meningitis, milier,

 perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudatif dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin (Avicenna, 2009).

Dalam kasus TBC terdapat beberapa tipe penderita yang ditentukan berdasarkan riwayat  pengobatan sebelumnya. Adapun beberapa tipe penderita tersebut yaitu: kasus baru adalah dimana penderita tersebut belum pernah diobati dengan OAT (Obat Anti Tuberculosis) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian) (Avicenna, 2009).

Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapatkan terapi TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil  pemeriksaan dahak BTA positif (Avicenna, 2009).

Pindahan (transfer in) adalah penderita TB yang sedang mendapatkan pengobatan disuatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita tersebut harus membawa surat rujukan/pindahan (FORM TB 09) (Avicenna, 2009).

Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out) adalah penderita TB yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif setelah putus berobat 2 bulan atau lebih. (Avicenna, 2009).

Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih atau penderita BTA negative, rontgen positif yang menjadi BTA  positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan. (Avicenna, 2009).

Semua penderita lain yang tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas merupakan tipe yang lain. Termasuk dalam kelompok ini adalah kasus kronik (adalah penderita yang masih BTA positif  setelah menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori 2) (Avicenna, 2009).

INVASI

MYCOBACTERIUM

TUBERCULOSIS

SERTA

RIWAYAT

TERJADINYA

TUBERCULOSIS

Penyebaran penyakit TBC biasanya dimulai melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk. Pada anak-anak  sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri tuberculosis ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lainlain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena infeksi bakteri ini adalah paru paru (Anonim d, 2010)

Saat Mycobacterium tuberculosis berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling  bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen (Anonim d, 2010)

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak  ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber 

 produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC (Anonim d, 2010).

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan  beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas  pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC (Anonim d, 2010).

Adapun riwayat terjadinya tuberculosis dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap infeksi primer  dan pasca primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru-paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 –  6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif  (Anonim c, 2010).

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan  perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan (Anonim c, 2010).

Tahap kedua yaitu Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) biasanya terjadi setelah  beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun

akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Anonim c, 2010).

Penderita penyakit tuberculosis dapat mengalami komplikasi dimana komplikasi ini sering terjadi pada penderita stadium lanjut. Beberapa komplikasinya adalah sebagai berikut: Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru. Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).

Komplikasi akibat penyakit TBC dapat menyerang beberapa organ vital tubuh, di antaranya adalah tulang, usus, otak serta ginjal. TBC tulang ini bisa disebabkan oleh bakteri TBC yang mengendap di paru-paru, lalu terjadi komplikasi dan masuk ke tulang. Atau bisa juga bakteri TBC langsung masuk ke tulang lewat aliran darah dari paru-paru. Waktu yang dibutuhkan  bakteri untuk masuk dan merusak tulang bervariasi. Ada yang singkat, tapi ada pula yang lama hingga bertahun-tahun. Bakteri TBC biasanya akan berkembang biak dengan pesat saat kondisi tubuh sedang lemah, misalnya selagi anak terkena penyakit berat. Saat itu kekebalan tubuhnya menurun, sehingga bakteri pun leluasa menjalankan aksinya (Anonim e, 2010).

Bagian tulang yang biasa diserang bakteri TBC adalah sendi panggul, panggul dan tulang  belakang. Gangguan tulang belakang bisa terlihat dari bentuk tulang belakang penderita. Biasanya tidak bisa tegak, bisa miring ke kiri, ke kanan, atau ke depan. Sendi panggul yang rusak   pun membuat penderita tidak bisa berjalan dengan normal. Sedangkan pada ibu hamil, kelainan  panggul membuatnya tidak bisa melahirkan secara normal. Jika kelainannya masih ringan, upaya  pemberian obat-obatan dan operasi bisa dilakukan. Lain halnya jika berat, tindakan operasi tidak   bisa menolong karena sendi atau tulang sudah hancur. Penderita bisa cacat seumur hidup (Anonim e, 2010).

Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena penderita mengonsumsi makanan/minuman yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa menyebabkan gangguan seperti  penyumbatan, penyempitan, bahkan membusuknya usus. Ciri penderita TBC usus antara lain anak sering muntah akibat penyempitan usus hingga menyumbat saluran cerna. Mendiagnosis TBC usus tidaklah mudah karena gejalanya hampir sama dengan penyakit lain. Ciri lainnya tergantung bagian mana dan seberapa luas bakteri itu merusak usus. Demikian juga dengan  pengobatannya. Jika ada bagian usus yang membusuk, dokter akan membuang bagian usus itu lalu menyambungnya dengan bagian usus lain (Anonim e, 2010).

Bakteri TBC juga bisa menyerang otak. Gejalanya hampir sama dengan orang yang terkena radang selaput otak, seperti panas tinggi, gangguan kesadaran, kejang-kejang, juga penyempitan sel-sel saraf di otak. Kalau sampai menyerang selaput otak, penderita harus menjalani perawatan yang lama. Sayangnya, gara-gara sel-sel sarafnya rusak, penderita tidak bisa kembali ke kondisi normal. (Anonim e, 2010).

Bakteri TBC pun bisa merusak fungsi ginjal. Akibatnya, proses pembuangan racun tubuh akan terganggu. Selanjutnya bukan tidak mungkin bakal mengalami gagal ginjal. Gejala yang biasa terjadi antara lain mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemah, dan sejenisnya. Gagal ginjal akut bisa sembuh sempurna dengan perawatan dan pengobatan yang tepat. Sedangkan gagal ginjal kronik sudah tidak dapat disembuhkan. Beberapa di antaranya harus menjalani cangkok ginjal (Anonim e, 2010).

Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit. Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk  darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini,  pengobatan dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) tidak diperlukan, tapi cukup diberikan  pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik  (Anonim c, 2010).

PENGOBATAN PENYAKIT TUBERCULOSIS

Pengobatan TBC harus dilakukan secara tepat sehingga secara tidak langsung akan mencegah  penyebaran penyakit ini. Berikut adalah beberapa obat yang biasanya digunakan dalam  pengobatan penyakit TBC:

1)

Isoniazid (INH)

Obat yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) ini merupakan prodrug yang perlu diaktifkan dengan enzim katalase untuk menimbulkan efek. Bekerja dengan menghambat pembentukan dinding sel mikrobakteri (Anonim f, 2010).

2)

Rifampisin / Rifampin

Bersifat bakterisidal (membunuh bakteri) dan bekerja dengan mencegah transkripsi RNA dalam  proses sintesis protein dinding sel bakteri (Anonim f, 2010).

3)

Pirazinamid

Bersifat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat pembentukan asam lemak yang diperlukan dalam pertumbuhan bakteri (Anonim f, 2010).

4)

Streptomisin

Termasuk dalam golongan aminoglikosida dan dapat membunuh sel mikroba dengan cara menghambat sintesis protein (Anonim f, 2010).

5)

Ethambutol

Bersifat bakteriostatik. Bekerja dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri dengan meningkatkan permeabilitas dinding (Anonim f, 2010).

6) Fluoroquinolone

Fluoroquinolone adalah obat yang menghambat replikasi bakteri M. tuberculosis. Replikasi dihambat melalui interaksi dengan enzim gyrase, salah enzim yang mutlak diperlukan dalam  proses replikasi bakteri M. Tuberculosis. Enzim ini tepatnya bekerja pada proses perubahan struktur DNA dari bakteri, yaitu perubahan dari struktur double helix menjadi super coil (Gambar 5). Dengan struktur super coil ini DNA lebih mudah dan praktis disimpan di dalam sel. Pada proses tersebut enzim gyrase berikatan dengan DNA, dan memotong salah satu rantai DNA dan kemudian menyambung kembali (Gambar 5). Dalam proses ini terbentuk produk sementara (intermediate product) berupa ikatan antara enzim gyrase dan DNA (kompleks gyrase-DNA) (Anonim g, 2008)

Fluoroquinolone mamiliki kemampuan untuk berikatan dengan kompleks gyrase-DNA ini, dan membuat gyrase tetap bisa memotong DNA, tetapi tidak bisa menyambungnya kembali. Akibatnya, DNA bakteri tidak akan berfungsi sehingga akhirnya bakteri akan mati. Selain itu, ikatan fluoroquinolone dengan kompleks gyrase-DNA merupakan ikatan reversible, artinya bisa lepas kembali sehingga bisa di daur ulang. Akibatnya, dengan jumlah yang sedikit fluoroquinolone bisa bekerja secara efektif (Anonim g, 2008)

Dalam terapi TBC, biasanya dipilih pemberian dalam bentuk kombinasi dari 3-4 macam obat tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya resistensi bakteri terhadap obat. Dosis yang diberikan berbeda untuk tiap penderita, bergantung tingkat keparahan infeksi. Karena  bakteri tuberkulosa sangat lambat pertumbuhannya, maka pen anganan TBC cukup lama, antara 6 hingga 12 bulan yaitu untuk membunuh seluruh bakteri secara tuntas (Anonim f, 2010).

Pengobatan harus dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus, walaupun pasien telah merasa lebih baik / sehat. Pengobatan yang terhenti ditengah jalan dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten. Jika hal ini terjadi, maka TBC akan lebih sukar untuk disembuhkan dan perlu waktu yang lebih lama untuk ditangani. Untuk membantu memastikan penderita TBC meminum obat secara teratur dan benar, keterlibatan anggota keluarga atau petugas kesehatan diperlukan yaitu

mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat yang hendak dikonsumsi. Oleh karena itu, perlunya dukungan terutama dari keluarga penderita untuk menuntaskan pengobatan agar benar-benar  tercapai kesembuhan (Anonim f, 2010).

Obat diminum pada waktu yang sama setiap harinya untuk memudahkan penderita dalam mengkonsumsi obat. Lebih baik obat diminum saat perut kosong sekitar setengah jam sebelum makan atau menjelang tidur (Anonim f, 2010).

Selain dengan menggunakan obat-obatan tersebut, pengobatan penyakit akibat infeksi bakteri mycobacterium ini dapat dilakukan dengan menggunakan jahe dan mengkudu. Jahe dan mengkudu dapat menyembuhkan penyakit yang disebabkan bakteri berbentuk batang tersebut karena kedua bahan itu kaya akan senyawa antibakteri. Misalnya jahe mempunyai gingerol yang  bersifat antibakteri. Demikian juga mengkudu yang mengandung senyawa aktif antrakuinon, acubin, asperuloside, dan alizarin. Keempat senyawa itu juga berkhasiat untuk membunuh  bakteri tuberculosis (Anonim h, 2010)

Kedua bahan itu mempunyai sifat antibakteri lebih kuat ketika disatukan. Sebaliknya bila dipisah, kekuatannya berkurang. Jahe dan mengkudu juga bersifat imunostimulan alias meningkatkan daya tahan tubuh. Duet mengkudu dan jahe menyusul meniran yang lebih dulu diuji klinis sebagai penyembuh tuberkulosis. Phyllanthus niruri itu terbukti sebagai antituberkulosis. Pemberian 50 mg kapsul meniran selama 3 kali sehari menyembuhkan TB pada  pekan ke-6 atau lebih cepat 8 minggu dibandingkan pasien yang tidak mengkonsumsi meniran. Meniran juga bersifat sebagai imunomodulator alias penguat sistem kekebalan tubuh. Ketika kekebalan tubuh meningkat, bibit-bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh dapat dilemahkan. Jika sel-sel imun seseorang diganggu, maka orang tersebut akan rentan sakit (Anonim h, 2010).

Perpaduan ekstrak jahe dan mengkudu itu mampu menyempurnakan obat standar resep dokter  seperti rifampisin serta pirazinamid yang selama ini digunakan untuk mengatasi TB. Untuk yang tidak cocok mengkonsumsi obat-obatan dokter tersebut, menyebabkan gangguan hati. Namun, apabila penggunaannya disertai dengan konsumsi jahe dan mengkudu, hal tersebut tidak akan terjadi. Ekstrak jahe dan mengkudu juga mencegah resistensi (Anonim h, 2010)

RESISTENSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS

Bakteri Mycobacterium tuberculosis secara alami resisten terhadap berbaga i antibiotik yang telah ada sebelumnya. Hal ini menyebabkan sulitnya pengobatan penyakit TB secara tuntas. Sifat resisten ini dipengaruhi oleh adanya enzim-enzim yang mampu memodifikasi obat seperti blactamase dan aminoglycosida acetyl transferase. Jika diterapi dengan benar, tuberkulosis dapat disembuhkan yang disebabkan oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus (Palit, 2010)

Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap fluoroquinolone melalui struktur unik protein MfpA. Berdasarkan analisa model dengan menggunakan komputer (computer modeling) ditemukan bahwa protein MfpA bisa masuk ke dalam bagian aktif (active site) dari enzim gyrase, seperti halnya DNA. Ini disebabkan karena protein MfpA memiliki struktur yang sama dengan DNA. Akan tetapi berbeda dengan interaksi gyrase dengan DNA, interaksi gyrase dengan MfpA mengakibatkan gyrase tidak bisa berinteraksi dengan fluoroquinolone. Dengan kata lain, kompleks MfpA-gyrase tidak bisa berinterkasi dengan fluoroquinolone, sehingga fluoroquinolone tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya (Anonim g, 20 08).

Interaksi gyrase dan DNA penting dalam proses replikasi bakteri M. tuberculosis. Interaksi  protein MfpA dengan gyrase, secara otomatis juga menghambat interaksi gyrase dengan DNA. Dengan kata lain, protein MfpA merupakan inhibitor dari enzim gyrase, yakni menghambat aktivitas enzim gyrase itu senditi. Hambatan fungsi enzim gyrase ini mengakibatkan proses replikasi M. tuberculosis terganggu. Pada kenyataannya memang demikian. Artinya,  perkembangbiakan bakteri M. tuberculosis menurun, akan tetapi hal ini lebih baik bagi bakteri dari pada mati karena obat fluoroquinolone. Dan biasanya bakteri yang resisten terhadap suatu obat bukan secara tiba-tiba, melainkan mulai dari jumlah yang sedikit dan kemudian perlahanlahan bertambah sesuai dengan perjalanan waktu (Anonim g, 2008).

Mekanisme fungsi protein MfpA dalam proses resistensi M. tuberculosis sangat unik. Pada umumnya resistensi disebabkan oleh penguraian obat anti-bakteri oleh enzim atau protein tertentu. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan protein MfpA. Protein ini hanya memproteksi interaksi obat dengan targetnya. MfpA adalah protein yang pertama kali dibuktikan mempunyai fungsi demikian (Anonim g, 2008).

Pada umumnya kegagalan pengobatan TBC terjadi disebabkan terapi yang terputus karena  pasien merasa sudah sembuh. Masalah yang sering timbul adalah lamanya waktu pengobatan. Obat untuk TBC harus dimakan sedikitnya enam bulan. Sementara biasanya setelah makan obat selama dua bulan, pasien malas meneruskan pengobatan karena merasa sembuh dan tidak  merasakan gejala lagi. Padahal apabila pengobatan berhenti di tengah jalan, maka tidah hanya  penyakitnya saja yang tidak sembuh dengan tuntas, tetapi juga menyebabkan bakteri TBC menjadi kebal terhadap obat yang digunakan. Ketiadaan biaya juga membuat seseorang tidak   berobat, karena tidak mengetahui program pemerintah yang menggratiskan obat TBC di seluruh Puskesmas di Indonesia. Penyakit ini sering dianggap enteng oleh penderita karena masih bisa  bekerja seperti biasa, namun tanpa disadari keparahan penyakit yang semakin meningkat sebanding dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan tubuh.

EPIDEMIOLOGI DAN PENYEBARAN PENYAKIT TUBERCULOSIS

TBC umumnya menyerang orang dewasa muda dan banyak terjadi di negara berkembang. Setengahnya terdapat di Asia. Pada tahun 2008, WHO memprediksi ada sekitar 9,4 juta orang yang menjadi penderita TBC aktif. Dari 15 negara dengan tingkat TBC paling tinggi, 13 diantaranya ada di Afrika. Sementara itu setengahnya ada di negara Asia, diantaranya Bangladesh, China, India, Indonesia, Pakistan dan Filipina (Anonim i, 2010).Apabila penyakit tuberculosis ini tidak diobati, maka setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO 1996).

Menurut WHO (1999), di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru dengan kematian 130  penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya. Sedangkan menurut hasil penelitian kusnindar 1990, Jumlah kematian yang disebabkan karena tuberkulosis diperkirakan 105,952 orang pertahun. Kejadian kasus tuberkulosa paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok masyarakat dengan sosio ekonomi lemah. Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu dan kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal (Hiswani M.Kes, 2010).

HIV juga memberikan pengaruh signifikan terhadap penyebaran penyakit tuberculosis ini. Hal ini terjadi karena infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler  (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang  bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian  penularan TB di masyarakat akan meningkat pula (Anonim j, 2010).

PENCEGAHAN PENYAKIT TUBERCULOSIS

Pencegahan terhadap kemungkinan terjangkitnya penyakit ini merupakan langkah yang paling efektif dan efisien. Adapun yang dapat kita lakukan sebagai upaya pencegahan adalah sebagai  berikut: * Konsumsi makanan bergizi Dengan asupan makanan bergizi, daya tahan tubuh akan meningkat. Produksi leukosit pun tidak  akan mengalami gangguan, hingga siap melawan bakteri TBC yang kemungkinan terhirup. Selain itu, konsumsi makanan bergizi juga menghindarkan terjadinya komplikasi berat akibat TBC (Anonim e, 2010). * Vaksinasi Dengan vaksinasi BCG yang benar dan di usia yang tepat, sel-sel darah putih menjadi cukup matang dan memiliki kemampuan melawan bakteri TBC. Meski begitu, vaksinasi ini tidak  menjamin penderita bebas sama sekali dari penyakit TBC, khususnya TBC paru. Hanya saja kuman TBC yang masuk ke paru-paru tidak akan berkembang dan menimbulkan komplikasi.

Bakteri juga tidak bisa menembus aliran darah dan komplikasi pun bisa dihindarkan. Dengan kata lain, karena sudah divaksin BCG, anak hanya menderita TBC ringan (Anonim e, 2010). * Lingkungan Lingkungan yang kumuh dan padat akan membuat penularan TBC berlangsung cepat. Untuk  itulah mengapa lingkungan yang sehat dan kebersihan makanan dan minuman sangat perlu untuk  dijaga (Anonim e, 2010).

MYCOBACTERIA

Mycobacteria adalah golongan bakteri berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat aerob. Tak mudah dibedakan pewarnaan, akan tetapi jika telah diberi pewarnaan, akan sukar  dilunturkan dengan asam dan alkohol. Oleh karenanya Mycobacteria disebut pula bakteri tahan asam atau disingkat BTA. Mycobacteria dapat dikelompokkan menjadi golongan saprofit dan golongan patogen. Mycobacterium Tuberculosis A.

Morfologi dan Identifikasi

Bentuk: Mycobacterium Tuberculosis atau basil tbc berbentuk batang lurus atau agak bengkok   berukuran 0,2  –  0,4 X 1  –  4 mikron, berpasangan atau membentuk kelompok kecil. Ukuran tersebut tergantung pada lingkungan pertumbuhan, sehingga kadang-kadang berbentuk filamen  panjang dan bercabang. Pewarnaan untuk basil tbc dapat dilakukan dengan pengecatan Ziehl-Neelsen, atau pengecatan dengan zat warna fluoresensi (auramin-rhodamin). Cara-cara pengecatan tersebut berdasar atas sifat tahan asam Mycobacteria. Sifat tahan asam ini menggambarkan adanya asam mycolat atau adanya membran semipermeabel. Keadaan tersebut berkaitan dengan keutuhan sel dan merupakan sifat dinding sel. Wama pengecatan dapat merata dapat granuler. Pada M.tuberculosis  pewamaan Bering tampak pecah-pecah sedang pada M.bovis pewamaan lebih merata. Much (1907) menemukan granula pada basil tbc yang bersifat tidak tahan asam tetapi bersifat gram  positif. Penanaman: Basil ini tumbuh lambat, waktu generasi in vitro antara 14 -15 jam. Koloni tampak  setelah lebih kurang 2 minggu bahkan kadang-kadang setelah 6-8 minggu. Suhu optimum 37°C dan tidak tumbuh pada suhu kurang dad 25°C atau lebih dad 40°C. pH optimum antara 6,4 – 7,0. M.tuberculosis obligat aerobe sedang M.bovis pada isolasi primer bersifat mikroaerofilik, tetapi  pada subkultur bersifat aerobe. Medium padat yang biasa banyak dipergunakan adalah medium LowensteinAensen. Pertumbuhan khusus: pada suatu medium, M.tuberculosis tumbuh rapat, dan pertumbuhan semacam ini dinamakan pertumbuhan yang eugonik. Sedang pertumbuhan M.bovis adalah  jarang-jarang dan dinamakan pertumbuhan yang digonik.

Pada medium padat, M.tuberculosis membentuk koloni kering, kasar, menonjol, tidak teratur  dengan permukaan berkeriput. Wama koloni mula-mula putih krem, kemudian menjadi kekuning-kuningan yang akhimya menjadi suram, Koloni-koloni sangat lekat dan sukar dibuat emulsi. Sebaliknya M.bovis, membentuk koloni datar, licin, lembab, berwarna putih. Mudah hancur jika disentuh. Pada medium cair, strain virulen membentuk semacam tali yang menjalar, sedang strain avirulen tumbuh menyebar. Walaupun demikian “cord factor” sendiri bukanlah faktor yang menentukan virulensi. “Cord factor” terdiri dari dua molekul asam mycolat yang dirangkaikan pada satu molekul trehalose, dan terdapat pula pada beberapa spesies mycobacteria yang apathogen. Basil tbc dapat tumbuh pada embryo ayam dan pada biakan jaringan. Sifat-sifat. Ketahanan hidup. Mycobacteria tidak tahan terhadap panas, akan mati pada pemanasan 60°C selama 15 –  20 menit. Ketahanan hidupnya dipengaruhi oleh keadaan sekitamya. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari langsung selama 2 jam, tetapi jika masih berada dalam sputum dapat bertahan 20  –  30 jam. Basil yang berada dalam percikan-percikan bahan masih dapat  bertahan hidup selama 8  –  10 hari. Biakan basil ini dalam temperatur kamar dapat hidup 6-8  bulan dan dapat disimpan dalam lemari suhu -20°C selama 2 tahun. Mycobacteria tahan terhadap berbagai khemikalia dan desinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfas 15%, asam nitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium tinctur dalam 5 menit, dengan alkohol 80% akan dihancurkan dalam waktu 2-10 menit. Reaksi biokimiawi 1) Uji niasin. Dalam medium yang mengandung telor, basil tbc tipe human tumbuh dan membentuk niasin. Larutan cyanogen bromide 10%, anilin 4% dalam alkohol 96% jika ditambahkan pada suspensi biakan basil tbc di atas akan memberikan warns kuning gading. Keadaan demikian dinamakan reaksi uji niasin positif. Mycobacteria yang lain umumnya memberikan hasil uji niasin negatif. Kecuali M.simiae dan beberapa strain dari M.cheloneli. 2) Uji aryl sulfatase. Enzim aryl sulfatase dihasilkan oleh Mycobacteria atipikal. Basil ini ditanam pada medium yang mengandung tripotassium phenolphthelin disulfat 0,001 M.  NaOH 2 N diteteskan tetes demi tetes pada koloni pertumbuhan. Reaksi positif jika wama koloni menjadi pink.

3) Uji merah netral. Strain basil tbc yang virulen mampu mengikat merah netral dalam larutan buffer alkali, sedang strain yang avirulen tidak ma mpu. B.

Struktur Antigen

Di dalam darah penderita tbc terdapat berbagai macam antibodi untuk melawan antigen-antigen  polisakharid, protein dan fosfatid. Adanya antigen polisakharid dapat ditunjukkan dengan reaksi yang mempergunakan eritrosit yang telah tersensitized. Antigen protein dapat diperiksa dengan reaksi yang mempergunakan eritrosit yang dilapisi protein dan difiksasi. Sedang adanya antigen fosfatid dapat diperiksa dengan uji aglutinasi fosfatida kaolin. C.

Produk Intraseluller 

Ada beberapa macam antigen pada Mycobacteria. Spesifisitas group ditentukan oleh antigen  polisakharid. Spesifisitas tipe ditentukan oleh antigen protein. Infeksi oleh basil tbc akan diikuti dengan timbulnya reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap suatu antigen protein yang dinamakan pula tuberkulin. Produk lain yang penting dari Mycobacteria adalah niacin dan  berbagai enzim seperti aryl sulfatase, katalase, peroksidase. D.

Patogenesis

Proses patologik tuberkulosis yang penting adalah terbentuknya lesi khan disebut tuberkel pada  jaringan terinfeksi. Tuberkel adalah suatu granuloma avaskuler; tersusun atas: a)

Daerah central: mengandung sel raksasa dengan atau tanpa nekrosis yang mengalami kaseasi, dikelilingi oleh sel-sel epiteloid.

 b)

Daerah perifer: terdiri dari limfosit dan fibroblast. Dasar virulensi basil tbc belum diketahui dengan pasti, oleh karena basil tbc tidak mengandung atau memproduksi toksin. Berbagai komponen basil tbc mempunyai aktivitas biologic berbeda yang  berpengaruh pada proses penyakit dalam hal patogenesis, alergi dan imunitas.

E.

Patologi

M.tuberculosis dan M.bovis keduanya patogen bagi manusia. M.tuberculosis sangat infeksius  pada marmut juga patogen pada beberapa binatang lain, tetapi tidak patogen pada kelinci. M.bovis sangat infeksius pada kelinci juga patogen bagi beberapa jenis binatang lain terutama temak. Beberapa species Mycobacteria atipikal ada yang menyebabkan sakit pada manusia. Lesi jaringan oleh basil tbc pada dasamya ada dua tipe, tipe eksudatif dan tipe produktif. Tipe eksudatif adalah suatu rekasi radang akut; terjadi udema sel leukosit polimorfonuklear, kemudian

monosit terkumpul di sekeliling basil tbc yang bersarang di tempat itu. Lesi ini kemungkinan sembuh sempuma, nekrosis jaringan, atau berkembang menjadi tipe produktif. Tipe produktif ditandai timbunan sel radang di sekitar basil. Lesi ini tersusun alas banyak  tuberkel yang kemudian membesar, atau mengelompok, atau mencair dan mengalami proses kaseasi. Pada tipe anak-anak, infeksi primer mengarah pada bentuk lesi yang disebut kompleks primer,  berupa fokus subpleural pneumonia tuberkulosis parenchym paru (fokus Ghon) yang biasanya terdapat pada lobus inferior atau bagian bawah lobus posterior paru, bersama-sama dengan  pembesaran kelenjar limfe di daerah tersebut. Tuberkulosis tipe dewasa umumnya akibat aktifasi kembali infeksi primer (infeksi endogeny, atau infeksi ulang (infeksi eksogen). Lesi tipe ini mungkin mengalami penyembuhan dengan resorbsi, atau fibrosis, atau kadang-kadang kalsifikasi. Dapat jugs berkembang menjadi tuberkulosis kronik dengan pembentukan tuberkel, kaseasi, kavitasi dan mengeluarkan sputum yang mengandung basil tbc (tuberculosis terbuka). Pada orang dewasa jarang terjadi infeksi yang akut dan fatal..LM 14. F.

Gejala Klinik 

Gejala umum tuberkulosis antara lain badan lemah, mudah capai, berat badan menurun, demam,  jika tbc paru maka ditambah dengan gejala batuk kronis, dapat pula terjadi hempotoe. Adanya  basil tbc dalam sirkulasi darah menunjukkan terjadinya tuberkulosis milier yang berarti banyak  lesi pada berbagai organ. Dan keadaan ini menunjukkan mortalitas yang tinggi. G.

Diagnosa Laboratorik 

Bakteriologik. Bahan pemeriksaan untuk tbc paru terutama adalah sputum. jika sukar  mendapatkan sputum, dapat dilakukan dengan usapan larynx atau cairan kurasan lambung. Pelepasan basil tbc dalam sputum kadang-kadang berhenti, kemudian dilepaskan lagi. Oleh karenanya pengambilan bahan dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan sedikitnya 3 hari berturutturut. Bahan (sputum) ditampung dalam botol bermulut lebar.

H.

Imunitas dan Hipersensitivitas

Infeksi basil tbc memungkinkan timbulnya reaksi imunitas dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (alergi). Kedua reaksi tersebut merupakan imunitas seluler. Imunitas humoral tidak  mempunyai relevansi terhadap perjalanan penyakit. Pada orang yang tidak mempunyai imunitas seluler, basil tbc dapat berbiak dalam fagosit dan menghancurkannya. jika mempunyai imunitas

seluler, sel-sel T yang telah diaktifkan mengeluarkan limfokin yang dapat mengubah fagosit menjadi bersifat bakterisidal. Adanya reaksi imunitas dan hipersensitivitas tampak pada fenomen Koch. Fenomen Koch dapat ditunjukkan dengan 2 macam marmut: 1. Marmut sehat disuntik subkutan dengan basil tbc yang virulen. Benjolan di tempat suntikan akan timbul setelah 10 – 14 had yang kemudian pecah membentuk ulcus. Ulcus ini akan tetap ada sampai marmut tersebut akhimya mati. 2. Marmut yang telah terinfeksi tbc 4  –  6 minggu sebelumnya, disuntik subkutan dengan  basil tbc. Benjolan di tempat suntikan timbul dalam 1 atau 2 hari. Hari berikutnya  benjolan tersebut ulcus yang dengan cepat akan sembuh. Dengan demikian tampak bahwa fenomen Koch mempunyai tiga unsur pokok, reaksi lokal, respons fokal dan respons sistemik. Proses alergi timbul tidak hanya oleh infeksi basil virulen, tetapi dapat timbul jugs oleh suntikan  basil yang telah dilemahkan atau yang sudah mati. Untuk mengetahui adanya proses alergi dapat dilakukan dengan suntikan tuberkuloprotein (tuberkulin), yang dikenal dengan test (uji) tuberkulin. Alergi oleh tuberkulin adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat.

Uji tuberkulin

1)

Bahan:

Old tuberculin (OT), adalah filtrat pertumbuhan basil tbc 6 minggu dalam medium cair, yang kemudian dipekatkan. Selain tuberkuloprotein, bahan ini. mengandung pula berbagai bahan lain dari basil tbc dan dari medium. PPD (purified protein derivative), diperoleh dengan proses fraksionasi OT secara kimiawi. PPD kini banyak digunakan, telah clibakukan secara internasional dengan saloon “tuberculin units” (TU). Kekuatan tuberkulin dibedakan menjadi Kekuatan pertama adalah 1 TU Kekuatan kedua adalah 250 TU Kekuatan antara adalah 5 TU

2)

Dosis tuberkulin:

Yang biasa diberikan adalah 5 TU, terhadap orang yang sensitif, maka diberikan 1 TU. Jika pada  pemberian 5 TU menunjukkan reaksi negatif, dapat diberikan dengan 250 TU. Pemberian dilakukan intrakutan dalam volume 0,1 ml 3)

Reaksi terhadap tuberkulin:

Orang yang belum pemah kontak dengan mycobacteria, tak ada reaksi terhadap tuberkulin. Orang sudah pemah mendapat infeksi primer dengan basil tbc, dalam 24-48 jam akan timbul reaksi yang sangat kuat dengan adanya indurasi, edema, eritema, bahkan dapat terjadi nekrosis di tengah-tengah tempat suntikan. Reaksi tersebut hares dibaca dalam waktu 48-72 jam. Hasilnya dinyatakan positif jika pada penyuntikan dengan 5 TU memberikan indurasi dengan diameter 10 mm atau lebih. Pada reaksi yang kuat, indurasi tidak hilang sampai beberapa hari. Sedang pada reaksi yang lemah akan menghilang lebih cepat. 4)

Interpretasi uji tuberkulin:

Uji tuberkulin positif menunjukkan bahwa seseorang pemah terinfeksi oleh mycobacteria dan hasil itu masih ada dalam suatu jaringan tubuh. Hal ini tidak berarti bahwa orang tersebut menderita penyakit tbc aktif, atau telah mempunyai imunitas terhadap tbc. Uji tuberkulin positif  dapat diartikan bahwa infeksi primer yang telah diperolehnya suatu waktu menjadi aktif. Uji tuberkulin negatif berarti belum pemah terkena infeksi mycobacteria, basil yang ada dalam  jaringan, tetapi orang ini masih mungkin terkena infeksi mycobacteria dari luar misalnya ketularan penderita lain. PPD dari berbagai jenis mycobacteria telah dibuat pula. PPD ini pada kadar yang rendah dapat menunjukkan reaksi khan terhadap suatu infeksi mycobacteria, tetapi pada kadar yang tinggi terjadi reaksi silang.

Yang termasuk basil tbc adalah M.tuberculosis dan M.bovis. Mycobacteria tersebut termasuk  dalam golongan Mycobacterium tipikal. Mycobacterium atipikal, terdiri dari 4 golongan (menurut Run yon, 1957): Group I

Golongan fotokromogen, wama koloni menjadi lebih tug jika terkena cahaya.

Contoh: M.kansasi.

Group II

Golongan skotokromogen, koloni selalu berwama dan tidak terpengaruh oleh cahaya.

Contoh : M.serofulaceum. Group III Golongan non-fotokromogen, koloni selalu tidak berwama dan tidak terpengaruh oleh cahaya. Contoh: M.intracellulare. Group IV Golongan “rapid growers”, koloni ada yang tidak berwama dan tumbuh dalam waktu 3-7 hari. Contoh: M.fortuitum.

Mycobacterium Leprae

A.

Morfologi dan Identifikasi

Bentuk. M.leprae berbentuk batang lurus atau sedikit bengkok, berukuran 1-8 X 0,2-0,5 mikron. Tahan asam, tetapi dibandingkan dengan M.tuberculosis lebih lemah. Dengan pengecatan Ziehl Neelsen basil lepra tampak satu-satu atau umumnya bergerombol karena diikat oleh suatu glia (zat semacam lipid) dan ini membentuk bangunan yang khan. Bentuk itu ada yang disebut globus. Dalam bentuk ini basil lepra tersusun sejajar, keseluruhannya membentuk semacam bola. Bentuk lain disebut bentuk cerutu. Basil-basil lepra tersusun sejajar, tetapi bentuk  keseluruhannya menyerupai cerutu. Penanaman. Sampai saat ini belum ada suatu jenis medium, balk medium buatan maupun biakan  jaringan, yang dapat dipergunakan untuk pembiakan basil lepra. Penanaman pada binatang  percobaan yang telah berhasil dan dijadikan standar adalah inokulasi pada telapak kaki mencit dan dipertahankan pada suhu 20°C. Binatang lain yang jugs peka terhadap basil lepra adalah suatu jenis dari armadillo. Pertumbuhan khusus. Penanaman pada binatang percobaan menunjukkan bahwa basil lepra mempunyai waktu generasi cukup panjang, yaitu antara 12 hari sampai 42 hari, dibanding dengan 14 jam pada basil tbc atau 20 menit pada coliform.

Sifat-sifat. Basil lepra dalam suasana panas dan lembab dapat tetap hidup selama 9-16 hari. Jika terkena sinar matahari secara langsung dapat bertahan hidup selama 2 jam, terhadap sinar u.v. hanya dapat bertahan 30 menit. B.

Struktur Antigen

Jenis-jenis antigen pada basil lepra belum dapat dijelaskan secara pasti, tetapi ada sedikit hubungan antigenik antara basil tbc dan basil lepra. Proses timbulnya penyakit lepra diduga akibat reaksi antara antigen pada lepra yang berikatan dengan antibodinya. lkatan antibodi dan antigen dari basil lepra tersebut kemudian didepo sit ke jaringan tertentu. C.

Produk Ekstraseluler 

Produk ekstraseluler tidak banyak dikenal, tetapi dapat dibuat bahan serupa tuberkulin yang disebut Lepromin. Bahan yang masih kasar dibuat dari basil lepra oleh Mitsuda, disebut antigen Mitsuda, yang dapat lebih dimurnikan sehingga tidak mengandung komponen-komponen dari sel  basil lepra. Sekarang banyak dipakai lepromin yang dibuat dari lesi lepra pada armadillo. D.

Patogenesis

Lepra adalah suatu granulomatosa kronik, disebabkan oleh basil lepra, yang terutama menyerang kulit, saraf perifer dan mukosa hidung. Akan tetapi pada dasamya dapat menyerang pula setiap  jaringan tubuh yang lain. E.

Patologi

Penyakit lepra digolongkan menjadi 2 tipe pokok, tipe lepromatosa dan tipe tuberkuloid. Di antara kedua tipe itu terdapat tipe-tipe antara misalnya tipe dimorphosa atau “borderline” dan tipe intermediate. Ridley dan jopling membagi tipe lepra menurut tinSkatannya, menjadi 5 group: Tuberculoid (TT) Borderline tuberculoid (BT) Borderline (BB) Borderline leprornatosa, (BL) Lepromatosa (LL). Tipe-tipe tersebut menggambarkan status imunitas seseorang. Oleh karenanya tipe lepra pada seseorang dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan imunitas atau keberhasilan peRgobatan  pada orang tersebut. Akan tetapi sifat-sifat dan virulensi basil lepra tidak berbeda, walaupun diisolasi dari penderita dengan tipe yang berbeda-beda.

F.

Gejala Klinik 

Tipe lepromatosa muncul pada orang yang days tahannya menurun. Tampak beberapa lesi nodular pada kulit (lepromata), yang terdid dari jaringan granulasi, monosit dan basil lepra. Lesi ini dapat menjadi ulcus, sehingga dapat terjadi infeksi sekunder dan kemudian terjadi proses mutilasi. Selanjutnya basil lepra menyerang mukosa hidung, mulut, saluran nafas bagian atas,  basil lepra tersebut keluarkan bersama-sama sekret, sehingga lepra tipe lepromatosa sangat menular. Di samping itu basil lepra juga menyerang organ-organ lain seperti sistema retikulo-endotelial, mats, testis, ginjal dan tulang, sehingga biasa terjadi basilaemia. Prognose lepra tipe lepromatosa adalah jelek. Tipe tuberkuloid terjadi pada penderita yang mempunyai days tallan tinggi. Lesi pada kulit hanya  beberapa dan berbatas jelas, berupa bercak-bercak makula anestetik. Saraf-saraf dapat terserang lebih awal dan efek nyata dengan timbulnya deformitas terutama pada tangan dan kaki. Basil sangat sedikit pada lesi dan kecil pula kemungkinan menular. G.

Diagnosa Laboratorium

Bahan pemeriksaan diambil dari goresan dengan skalpel pada lesi di kulit atau mukosa hidung atau daun telinga. Dibuat sediaan apus pada gelas benda dan dilakukan pengecatan menurut cara Ziehl-Neelsen. Adanya basil lepra tampak berwama merah dengan susunan bentuk globus, cerutu atau satu-satu. H.

Imunitas

Ada hubungan antara imunitas terhadap basil tbc dan basil lepra. Dari hasil suatu penelitian, orang-orang yang mendapat vaksinasi BCG, sekitar 85% juga terlindung dari infeksi basil lepra. I.

Pengobatan

Obat-obat yang dapat dipergunakan untuk penyakit lepra antara lain: Golongan sulphon, merupakan obat pilihan utama. Obat yang dipergunakan umumnya diami nodi phenyl sui I phone (DDS, dapson). Clofazimine, diberikan pada lepra yang telah resisters terhadap DDS. Rifampicin, diberikan sebagai kombinasi dengan obat pilihan utama. J.

Epidemiologi, Pencegahan dan Pengawasan

Penyakit lepra sangat menular, dan sumber penularan adalah penderita lepra. Cara penularan  belum diketahui secara pasti, sangat mungkin terjadi pada mass kanak-kanak, dalam waktu yang

sangat panjang selalu kontak dengan penderita yang dalam sekretnya banyak mengandung basil lepra. Sekret hidung merupakan sumber penularan utama, kemudian bare discharg dari lesi di kulit. Sering terjadi orang tampak normal, tidak merasa menderita lepra tetapi mengeluarkan sekret yang menularkan lepra. Keadaan seperti ini berlangsung 2-3 tahun sampai kemudian jelas orang tersebut menunjukkan tanda-tanda menderita lepra. Masa inkubasi lepra rats-rats 2-5 tahun. Kunci pengawasan adalah tedetak pada penetapan diagnosa dan pengobatan penderita lepra. Anak-anak dari keluarga pendedta lepra yang dianggap dapat menularkan, peHu diberi  pengobatan sampai pengobatan terhadap yang sakit dinyatakan tidak menular lagi. Usaha vaksinasi sudah banyak dilakukan dengan vaksin BCG dan dicoba pula dengan vaksin lepra. Percobaan di Uganda ffmnunjukkan bahwa sekitar 85% dari orang-orang yang diberi vaksinasi BCG terhindar dari penyakit lepra.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF