Modul PCA Inventory Accounting

August 25, 2017 | Author: Warren Sapp | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Modul PCA Inventory Accounting...

Description

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI

POST CLEARANCE AUDIT (PCA)

MODUL

INVENTORY ACCOUNTING

Oleh :

Muh. Nur Khamid, S.E., M.Si (Kasubbid Program dan TI Pada Pusdiklat Bea dan Cukai)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI 2009

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI

POST CLEARANCE AUDIT (PCA)

MODUL

INVENTORY ACCOUNTING

Oleh :

Muh. Nur Khamid, S.E., M.Si (Kasubbid Program dan TI Pada Pusdiklat Bea dan Cukai)

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI 2009

KATA PENGANTARDAN PENGESAHAN KEPALA PUSAT PENDIDIKANDAN PELATIHANBEA DAN CUKAI

Menunjuksurat keputusanKepalaPusat Pendidikandan PelatihanBea dan Cukai Nomor : KEP-38/PP.5/2009 tanggal31 Agustus2009 hal Perubahan Pertama KeputusanKepala Pusat Pendidikandan PelatihanBea dan Cukai Nomor KEP-01slPP.5l2OOg Tanggal 2 Maret 2009 tentang PembentukanTim P e n y u s u n a nM o d u l P e n d i d i k a nd a n P e l a t i h a np a d a P u s d i k l a tB e a d a n C u k a i Tahun Anggaran 2008, maka kepada sdr. M. Nurkhamid ditugasi untuk menyusunmodulInventoryAccountingpada DiklatTeknisSubstantifSpesialisasi (DTSS)PostClearanceAudit di PusdiklatBea dan Cukai. Oleh karena modul InventoryAccounting,DTSS Post ClearanceAudit sebagaimanaterlampirtelah diseminarkan,maka dengan ini kami nyatakan bahwa modul yang dimaksudsah dan layak untuk menjadi modul DTSS post ClearanceAudit. Terima kasih kami ucapkankepada penyusundan semua pihak yang telahmembantupenyelesaian materibahanajartersebut.

D e mi ki aka n tap e n gantar danpengesahan inidibuatuntukdiper gunak an s e ba g a i ma nme a sti n ya .

{Jakafi.a,

Oktober2ggg

EndangTata N I P 1 9 5 2 0 8 1 71 9 7 5 1 01 0 0 1

Akuntansi Persediaan

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................................

i

DAFTAR ISI ....................................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................

iv

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL …………………………………………...

v

PETA KONSEP MODUL ………………………………………………………….

vi

A. Pendahuluan …………………………………………………………………

1

1. Deskripsi Singkat ……………………...................................................

1

2. Prasyarat Kompetensi ………………...................................................

2

3. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) .....................

3

4. Relevansi Modul ...........……………………………………..…………..

4

B. KEGIATAN BELAJAR …........................................................................

4

Kegiatan Belajar (KB) 1: Konsep Dasar Akuntansi Persediaan a. Uraian dan contoh .......................................................................

5

1. Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan .………………………

5

2. Pengendalian Internal Persediaan ……………………............

7

3. Kepemilikan Persediaan……………………….........................

8

4. Penentuan Biaya Persediaan…………………………………...

10

5. Pengaruh

Kesalahan

Persediaan

terhadap

Laporan

Keuangan……………………………..…………………………..

13

b. Latihan 1 …………………………………………………………......

15

c. Rangkuman …………………………………………………………..

16

d. Tes Formatif 1 ……………………………………………………….

17

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut …………………….....................

21

Kegiatan Belajar (KB) 2: Prosedur Akuntansi Persediaan a. Uraian dan contoh .......................................................................

23

1. Sistem Pencatatan Persediaan .………………………………

23

2. Asumsi-asumsi Penentuan Nilai Persediaan …………………

27

DTSS Post Clearance Audit

ii

Akuntansi Persediaan b. Latihan 2 …….…………………………………………………….....

28

c. Rangkuman ………………………………………………………….

29

d. Tes Formatif 2 ……………………………………………………….

29

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut …………………….....................

33

Kegiatan Belajar (KB) 3: Penentuan Nilai Persediaan a. Uraian dan contoh .......................................................................

34

1. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik …........

34

2. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Perpetual .........

39

3. Perbandingan Metode Penilaian............................................

51

4. Penilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok .....................

52

b. Latihan 3 …….…………………………………………………….....

54

c. Rangkuman ………………………………………………………….

55

d. Tes Formatif 3 ……………………………………………………….

56

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut …………………….....................

59

Kegiatan Belajar (KB) 4: Estimasi Nilai Persediaan a. Uraian dan contoh .......................................................................

61

1. Metode Laba Kotor ……………………………………..…........

61

2. Metode Harga Eceran ...........................................................

62

b. Latihan 4 …….…………………………………………………….....

64

c. Rangkuman ………………………………………………………….

65

d. Tes Formatif 4 ……………………………………………………….

65

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut …………………….....................

68

PENUTUP …………………………………………………………………………..

70

TES SUMATIF …………………………............................................................

71

KUNCI JAWABAN ( TES FORMATIF DAN TES SUMATIF ) …………………

79

DAFTAR ISTILAH ...……………………………………………………………….

89

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….

90

DTSS Post Clearance Audit

iii

Akuntansi Persediaan

DAFTAR GAMBAR

Nomor 1.1

Judul Gambar Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan

Halaman 58

dagang…................................................................................ 1.2

Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan

60

manufaktur……………………………………………………….. 1.3

Perbedaan penentuan harga pokok penjualan.........………..

62

1.4.

Pengaruh Kesalahan Pencatatan Persediaan terhadap

63

Neraca dan Laporan Laba Rugi............................………….. 3.1

Arus biaya First-In, First-Out (FIFO) ............................……..

65

3.2

Arus biaya Last-In, First-Out (LIFO) ............................……...

66

DTSS Post Clearance Audit

iiii

Akuntansi Persediaan

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL Untuk dapat memahami modul ini secara benar, maka peserta diklat diharapkan mempelajari modul ini secara urut mulai dari Kegiatan Belajar 1 sampai dengan Kegiatan Belajar 4. Cara mempelajari setiap kegiatan belajar adalah mengikuti tahap-tahap berikut ini: 1. Lihat apa yang menjadi target indikator dari kegiatan belajar tersebut; 2. Pelajari materi yang menjadi isi dari setiap kegiatan belajar (dengan cara membaca materi minimal 3 kali membaca isi materi kegiatan belajar tersebut); 3. Lakukan review materi secara umum, dengan cara membaca kembali ringkasan materi untuk mendapatkan hal-hal penting yang menjadi fokus perhatian pada kegiatan belajar ini; 4. Kerjakanlah Tes Formatif pada kegiatan belajar yang sedang dipelajari; 5. Lihat kunci jawaban Tes Formatif dari kegiatan belajar tersebut yang terletak pada bagian akhir modul ini. 6. Cocokkan hasil tes formatif dengan kunci jawaban tersebut, apabila ternyata hasil Tes Formatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah yang benar x 100/15), maka kegiatan belajar dapat dilanjutkan pada kegiatan belajar berikutnya, namun apabila diperoleh angka di bawah 67, maka peserta diklat diharuskan mempelajari kembali kegiatan belajar tersebut agar selanjutnya dapat diperoleh angka minimal 67. 7. Kerjakan Tes Sumatif apabila semua Tes Formatif dari seluruh kegiatan belajar telah dilakukan. 8. Lihat kunci jawaban Tes Sumatif yang terletak pada bagian akhir modul ini 9. Cocokkan hasil tes sumatif dengan kunci jawaban tes sumatif, apabila ternyata hasil tes sumatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 67 (jumlah yang benar

x 100/25), maka peserta diklat dapat dinyatakan lulus dari

kegiatan belajar

DTSS Post Clearance Audit

ivi

Akuntansi Persediaan

PETA KONSEP Dalam mempelajari modul ini, agar lebih mudah dipahami maka disarankan kepada peserta diklat untuk mempelajari peta konsep modul. Dengan demikian pola pikir yang sistematik dalam mempelajari modul dapat terjaga secara berkesinambungan selama mempelajari modul.

Kegiatan Belajar 1 – Konsep Dasar Akuntansi Persediaan Materi : Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan; Pengendalian Internal Persediaan; Kepemilikan Persediaan; Penentuan Biaya Persediaan; Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan Keuangan

Kegiatan Belajar 2 – Prosedur Akuntansi Materi : Sistem Pencatatan Persediaan; Asumsi-asumsi Penentuan Nilai Persediaan

Kegiatan Belajar 3 – Penentuan Nilai Persediaan Materi : Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik dan Sistem Perpetual; Perbandingan Metode PenilaianPenilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok

Kegiatan Belajar 4 – Estimasi Nilai Persediaan Materi : Estimasi Nilai Persediaan dengan Metode Laba Kotor dan Matode Harga Eceran

DTSS Post Clearance Audit

vi

Akuntansi Persediaan

A PENDAHULUAN

MODUL AKUNTANSI PERSEDIAAN 1. DESKRIPSI SINGKAT

Anggaplah bahwa Saudara membeli sebuah Home Teater pada bulan Maret. Anda kemudian berencana menambahkan dua pasang speaker pada Home Teater tersebut. Namun pada awalnya Anda hanya mampu membeli satu pasang speaker saja, yang harganya Rp500.000. Pada bulan September Anda membeli satu pasang speaker lagi yang harganya Rp495.000. Pada suatu hari, seseorang masuk ke rumah Anda dan mencuri sepasang speaker. Untungnya peralatan tersebut diasurasikan, tetapi perusahaan asuransi ingin mengetahui harga dari speaker yang hilang. Kedua pasang speaker tersebut identik. Untuk memenuhi keinginan perusahaan asuransi, Anda harus mengidentifikasi speaker mana yang dicuri. Apakah speaker yang pertama Anda beli, yang harganya Rp500.000? Ataukah speaker kedua yang seharga Rp495.000? Asumsi manapun yang Anda buat menentukan jumlah uang yang akan Anda terima dari perusahaan asuransi. Perusahaan juga membuat asumsi yang sama seperti di atas jika persediaan barang sejenis dibeli dengan harga yang berbeda-beda. Pada akhir periode, sejumlah barang akan berada dalam persediaan perusahaan dan yang lainnya telah terjual. Namun, berapa nilai barang-barang yang telah terjual dan berapa DTSS Post Clearance Audit

1

Akuntansi Persediaan nilai barang-barang yang masih dalam persediaan? Nilai persediaan barang tergantung pada asumsi yang digunakan perusahaan. Apakah perusahaan menggunakan metode FIFO (first in first out), atau LIFO (last in first out), ataukah rata-rata (average)? Asumsi perusahaan bisa melibatkan jumlah rupiah yang tinggi dan dengan demikian dapat memiliki dampak signifikan atas laporan keuangan perusahaan. Seorang auditor harus mampu memahami dengan baik contoh kasus tersebut. Pentingnya pemahaman seorang auditor tersebut, merupakan alasan modul Akuntansi Persediaan ini disusun. Modul ini penting untuk diajarkan pada Diklat Teknis Substantif Spesialisasi Post Clearance Audit (DTSS PCA) agar para pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang bertugas sebagai auditor dapat melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai secara profesional. Secara umum, modul Akuntansi Persediaan ini disusun dalam empat kegiatan belajar. Materi yang akan disajikan pada kegiatan belajar pertama berkaitan dengan konsep dasar persediaan, baik pada perusahaan dagang maupun perusahaan industri (manufaktur). Selanjutnya, pada kegiatan belajar kedua akan dijelaskan tentang prosedur akuntansi persediaan, yang meliputi sistem pencatatan persediaan dan asumsi-asumsi yang mendasari penggunaan beberapa metode penentuan nilai persediaan. Pada kegiatan belajar ketiga, akan diuraikan tentang contoh-contoh sekaligus latihan dalam penentuan nilai persediaan yang meliputi metode periodik dan metode perpetual. Terakhir, pada kegiatan belajar keempat akan diuraikan tentang penentuan estimasi nilai persediaan dengan metode laba kotor dan metode harga eceran.

2. PRASYARAT KOMPETENSI

DTSS PCA dimaksudkan untuk memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan, dan sikap kepada pegawai DJBC baik laki-laki maupun perempuan dalam melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai. Pegawai DJBC yang dapat mengikuti diklat ini adalah pelaksana pemeriksa lulusan Diklat Teknis Substantif Dasar Kepabeanan dan Cukai, atau lulusan Prodip III Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai, atau lulusan Prodip I tapi sudah mengikuti Diklat Teknis Substantif Spesialisasi Kepabeanan dann Cukai I/II Kurikulum 2006/2007 atau DTSD Kepabeanan dan

DTSS Post Clearance Audit

2

Akuntansi Persediaan Cukai khusus lulusan Prodip I Kurikulum Tahun 2008. Calon peserta diharapkan berusia maksimal 40 tahun dan dengan pangkat minimal II c. Secara khusus, agar mampu menguasai dengan baik mata pelajaran Akuntansi Persediaan maka diharapkan sudah memperoleh mata pelajaran Dasar-dasar Akuntansi. Persyaratan-persyaratan tersebut penting karena lingkup tugas yang akan diemban sebagai auditor Kepabeanan dan Cukai membutuhkan kualifikasi pegawai yang memadai untuk melakukan pekerjaannya secara profesional. Dengan kualifikasi tersebut, peserta sudah mempunyai kompetensi dasar untuk menjadi seorang auditor sehingga diharapkan lebih mudah mencerna dan memahami modul ini.

3. STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR

Standar kompetensi.

Standar Kompetensi merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar sepanjang hayat yang diperoleh melalui pengalaman belajar. Dengan pengertian tersebut, maka standar kompetensi untuk para pembaca setelah mempelajari modul

ini

adalah diharapkan mampu menggunakan pengetahuan dan

ketrampilan yang terkait dalam Akuntansi Persediaan untuk menunjang kegiatan audit Kepabeanan dan Cukai.

Kompetensi Dasar.

Kompetensi dasar adalah tujuan yang ingin dicapai setelah mempelajari modul yang merupakan penjabaran dari standar kompetensi. Kompetensi dasar yang diharapkan setelah membaca modul ini peserta mampu : 1. Menjelaskan konsep dasar persediaan. 2. Menjelaskan prosedur akuntansi persediaan. 3. Menentukan nilai persediaan dengan metode periodik dan metode perpetual. 4. Mengestimasi nilai persediaan dengan metode laba kotor dan metode harga eceran.

DTSS Post Clearance Audit

3

Akuntansi Persediaan 4. RELEVANSI MODUL

Tugas seorang auditor di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah melaksanakan audit Kepabeanan dan Cukai. Proses audit tersebut dapat dilakukan dengan baik manakala para pegawai yang bertugas mempunyai bekal pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baik dalam melaksanakan audit kepabeanan dan Cukai. Seorang auditor di bidang Kepabeanan dan Cukai harus mampu menelusuri

sekaligus

menghitung nilai

persediaan pada

suatu

perusahaan. Untuk dapat melaksanakan audit secara baik, pegawai yang bertugas sebagai auditor perlu dibekali dengan pemahaman konsep akuntansi persediaan yang meliputi antara lain pengertian persediaan, prosedur akuntansi persediaan, metode penghitungan persediaan, dan cara mengestimasi nilai persediaan. Berdasarkan uraian singkat tersebut terlihat keterkaitan yang erat antara modul Akuntansi Persediaan dengan ruang lingkup kerja auditor. Manfaat modul ini bagi peserta diklat adalah memberikan gambaran yang lengkap tentang pengelolaan

persediaan

dalam

perusahaan

sehingga

dapat

mendukung

terciptanya seorang auditor Kepabeanan dan Cukai yang profesional.

DTSS Post Clearance Audit

4

Akuntansi Persediaan

B. KEGIATAN BELAJAR KEGIATAN BELAJAR

1 KONSEP DASAR AKUNTANSI PERSEDIAAN

Indikator keberhasilan : 1. 2. 3. 4.

Mampu menjelaskan pengertian dan jenis-jenis persediaan. Mampu menjelaskan pengendalian internal persediaan. Mampu mengidentifikasi saat pengakuan persediaan (status kepemilikan). Mampu mengidentifikasi biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam persediaan dan harga pokok barang yang dijual 5. Mempu menjelaskan pengaruh kesalahan persediaan terhadap laporan keuangan.

a. Uraian dan Contoh 1. Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan. Pada umumnya, persediaan merupakan aktiva lancar terbesar dari suatu perusahaan sehingga diperlukan pengukuran yang tepat untuk menjamin keakuratan laporan keuangan. Apabila nilai persediaan akhir tidak benar, maka hasilnya adalah saldo-saldo

dari

neraca

seperti

persediaan

barang

dagangan, total aktiva, dan ekuitas pemilik modal juga

DTSS Post Clearance Audit

5

Akuntansi Persediaan tidak akan benar. Ketika persediaan akhir tidak benar, maka harga pokok penjualan barang dagangan dan laba bersih juga akan tidak benar di dalam laporan laba rugi perusahaan. Kesimpulannya adalah persediaan merupakan pos yang signifikan dalam laporan keuangan perusahaan. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK) Nomor 14, dinyatakan bahwa persediaan digunakan untuk mengindikasikan aset: a)

tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa;

b)

dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau

c)

dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Berdasarkan beberapa kriteria tersebut, jenis-jenis persediaan dipengaruhi oleh sifat dan usaha perusahaan yang bersangkutan. Jenis persediaan pada perusahaan dagang yang usahanya adalah membeli dan menjual kembali barang dagangan akan berbeda dengan jenis perusahaan manufaktur yang usahanya mengubah bentuk atau mengkonversi bahan baku menjadi bahan jadi. Pada umumnya, jenis-jenis persediaan antara lain sebagai berikut: a) Barang dagangan yaitu barang yang dibeli oleh perusahaan dari pihak lain dalam kondisi sudah siap untuk dijual tanpa melakukan pemrosesan lebih lanjut. Misalnya persediaan dealer sepeda motor akan terdiri dari sepeda motor dan perlengkapannya, persediaan toko bahan bangunan akan terdiri dari pasir, semen, paku, dan perlengkapan bahan bangunan lainnya. b) Bahan baku (raw material) adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan dalam keadaan harus diproses/dikonversi lebih lanjut menjadi barang jadi. Bahan baku merupakan bagian utama dari barang jadi tersebut. Misalnya untuk memproduksi meubelair maka bahan baku yang dibutuhkan antara lain adalah kayu. c) Bahan pembantu (supplies) adalah barang-barang yang beli oleh perusahaan dalam rangka mendukung proses produksi sampai menjadi barang jadi. Barang ini biasanya dipakai (dikonsumsi) dalam jangka waktu relatif pendek dan akan dibebankan sebagai beban administrasi dan umum atau beban pemasaran. Misalnya bahan penunjang produksi meubelair antara lain adalah paku, lem, amplas, pernis, atau perlengkapan penunjang lainnya.

DTSS Post Clearance Audit

6

Akuntansi Persediaan d) Barang dalam proses (work in process) adalah bahan yang sudah dimasukkan dalam suatu proses produksi tetapi belum selesai diolah, sehingga baru menyerap sebagian biaya bahan (direct material), biaya tenaga kerja (direct labour) dan biaya overhead pabrik (factory overhead). Misalnya meja atau kursi yang belum diamplas atau belum dipernis dalam proses pembuatan meubelair. e) Barang jadi (finished goods) adalah barang yang telah diselesaikan dari proses produksi dan siap untuk dijual. Barang ini telah menyerap biaya bahan (direct material), biaya tenaga kerja (direct labour) dan biaya overhead pabrik (factory overhead) secara tuntas sehingga siap untuk dijual. Misalnya penyelesaian akhir dari sebuah meja atau kursi sehingga menjadi meja atau kursi yang siap untuk dijual. Berdasarkan jenis-jenis persediaan tersebut, maka perusahaan jasa tidak memiliki persediaan. Persediaan perusahaan dagang adalah barang dagang, sedangkan pada perusahaan industri (manufaktur) terdiri dari bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi.

2. Pengendalian Internal Persediaan.

Pengendaian internal atas persediaan merupakan hal yang penting bagi perusahaan untuk melindungi persediaan dari kerusakan, pencurian dari karyawan maupun dari pelanggan. Tujuan utama pengendalian internal adalah untuk mengamankan persediaan dan melaporkan secara tepat persediaan dalam laporan

keuangan.

Beberapa

prosedur

pengendalian

internal yang seharusnya diterapkan oleh perusahaan atas persediaan antara lain adalah: a) Persediaan harus dihitung secara fisik. Perhitungan fisik persediaan dilakukan paling tidak satu tahun sekali, apapun sistem pencatatan persediaan yang digunakan. b) Membuat prosedur pembelian, penerimaan, dan pengiriman yang seefektif mungkin.

DTSS Post Clearance Audit

7

Akuntansi Persediaan c) Menyimpan persediaan dengan baik, untuk menghindarkan persediaan dari pencurian, kerusakan atau penyusutan nilai persediaan. d) Membatasi akses persediaan pada orang yang tidak mempunyai akses pada pencatatan persediaan. e) Menggunakan sistem perpetual untuk persediaan yang mempunyai nilai tinggi. f) Membeli persediaan dalam jumlah ekonomis. g) Menyimpan persediaan dalam jumlah yang memadai sehingga menghindari terjadi kekurangan persediaan yang menyebabkan hilangnya penjualan namun juga tidak menyimpan persediaan terlalu banyak sehingga menimbun dana pada persediaan dan biaya penyimpanan. Sebagaimana telah disebutkan, penghitungan fisik persediaan harus dilakukan secara periodik setidaknya setiap tahun untuk mendeteksi kekurangan persediaan serta untuk mencegah pencurian. Hal ini perlu karena sistem akuntansi yang baik pun masih mungkin terjadi kesalahan, misalnya karena ketidaksengajaan terjadi kesalahan pencatatan. Dengan penghitungan fisik persediaan maka kesalahan tersebut dapat dikoreksi sebelum dimasukkan dalam laporan keuangan. Jika terjadi kesalahan pencatatan maka akan dibuat penyesuaian sehingga pada akhirnya saldo persediaan menurut pencatatan akan sama dengan perhitungan fisik. Pemisahan antara pegawai yang menangani persediaan dengan pegawai yang menangani catatan akuntansi juga merupakan hal yang penting, karena petugas yang mempunyai akses pada persediaan dan juga akuntansinya akan dapat mencuri barang dari gudang dan mengubah catatan akuntansinya untuk menutupi

kecurangannya.

Dengan

adanya

sistem

persediaan

yang

terkomputerisasi maka tingkat kesalahan dapat dikurangi sehingga jumlah persediaan tidak kekurangan dan tidak pula terlalu banyak.

3. Kepemilikan Persediaan

Barang apa saja yang dapat dimasukkan dalam persediaan perusahaan? Suatu barang dikatakan sebagai persediaan jika barang tersebut benar-benar dimiliki oleh perusahaan tanpa memandang lokasi persediaan tersebut. Semua

DTSS Post Clearance Audit

8

Akuntansi Persediaan persediaan yang dimiliki oleh perusahaan pada tanggal perhitungan harus dimasukkan ke dalam laporan. Oleh karena itu, agar dapat disusun laporan keuangan secara wajar, maka harus ditentukan terlebih dahulu apakah suatu persediaan sudah secara sah menjadi hak milik perusahaan atau tidak. Beberapa kondisi yang harus mendapat perhatian, antara lain:

a)

Barang dalam perjalanan (Goods in transit) Masalah yang sering timbul apabila barang masih dalam perjalanan adalah apakah barang tersebut sudah menjadi hak milik pembeli atau masih menjadi hak milik penjual. Untuk mengatasi hal ini, perlu diperhatikan syarat penyerahan barang yang sudah disepakati antara pembeli dan penjual, apakah Free On Board (FOB) Destination (Tempat Tujuan) atau FOB Shipping Point (Titik Pengiriman). FOB Destination Point, artinya biaya angkut barang dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak penjual. Ini berarti, hak kepemilikan beralih pada saat barang sudah diterima oleh pembeli, sehingga barang-barang dalam perjalanan masih merupakan hak milik penjual. Pada akhir tahun buku, pihak penjual harus memasukkan dalam persediaannya karena barang belum sampai tujuan (pembeli). FOB Shipping Point, artinya biaya angkut barang dari gudang penjual sampai gudang pembeli ditanggung oleh pihak pembeli. Ini berarti, hak kepemilikan beralih pada titik pengiriman, sehingga pembeli adalah pemilik dari barang-barang yang masih dalam perjalanan. Pada akhir tahun buku, pihak pembeli harus memasukkan dalam persediaannya walaupun pembeli belum menerima barangnya.

b)

Barang Konsinyasi Perjanjian konsinyasi memperbolehkan suatu perusahaan lain untuk menyimpan persediaan dalam gudang mereka namun mereka tidak harus membeli persediaan tersebut. Secara fisik, persediaan berada pada penjual, tetapi hak kepemilikan persediaan tersebut tetap berada pada pemasok sampai penjual sudah menjualnya kepada pihak ketiga. Barang-barang

DTSS Post Clearance Audit

9

Akuntansi Persediaan konsinyasi masih tetap dilaporkan sebagai bagian dari persediaan pemiliknya (pemasok) sampai barang tersebut dijual kepada pihak ketiga. Barang-barang ini dilaporkan sebesar harga perolehannya (cost) di tambah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memindahkan barang tersebut dari gudang pemilik ke gudang perusahaan yang menjualkannya.

4. Penentuan Biaya Persediaan Sebagaimana telah dijelaskan di awal, persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan tergantung dari jenis usahanya. Misalnya barang dagangan untuk perusahaan dagang dan bahan baku atau barang dalam proses untuk perusahaan industri. Begitupula dengan harga perolehan persediaan atau biaya persediaan, tergantung juga dengan jenis perusahaannya. Berdasarkan PSAK nomor 14, biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition). Biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian, bea masuk dan pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan persediaan. Diskon dagang (trade discount), rabat dan pos lain yang serupa di kurangkan dalam menentukan biaya pembelian. Dalam hal persediaan adalah bahan baku atau barang yang diperoleh untuk dijual kembali maka biaya persediaan termasuk didalamnya adalah harga pembelian, biaya angkut, biaya asuransi, pajak, dan biaya penyimpanan. Dalam hal persediaan adalah barang dalam proses maka biaya terdiri dari sebagian bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik yang dialokasikan untuk memproduksi barang bersangkutan. Sedangkan, apabila persediaan adalah barang jadi maka biaya terdiri dari bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead yang digunakan dalam proses produksi barang tersebut. Tujuan pokok akuntansi persediaan adalah menetapkan secara layak hasil usaha selama satu periode dengan mengaitkan pendapatan terhadap biaya untuk memperoleh dan mempertahankan penghasilan tersebut. Dalam akuntansi persediaan harus ditentukan apakah suatu persediaan merupakan beban atau

DTSS Post Clearance Audit

10

Akuntansi Persediaan merupakan aktiva. Jika persediaan telah terjual maka persediaan tersebut akan dilaporkan sebagai beban atau merupakan komponen dari harga pokok penjualan,

sebaliknya

jika

persediaan

tersebut

masih

merupakan

milik

perusahaan (belum terjual) maka akan dilaporkan sebagai aktiva lancar perusahaan. Menurut PSAK no 14, jika barang dalam persediaan di jual, maka nilai tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut. Proses pengakuan nilai tercatat persediaan yang telah dijual sebagai beban menghasilkan pengaitan (matching) beban dengan pendapatan. Oleh karena itu dalam menentukan besarnya laba harus dihitung terlebih dahulu besarnya harga pokok penjualan. Persediaan yang dibeli atau dibuat selama suatu periode ditambahkan ke persediaan awal dan jumlah biaya persediaan ini disebut dengan harga pokok barang tersedia untuk dijual. Pada akhir periode akuntansi, jumlah biaya yang tersedia untuk dijual dialokasikan antara persediaan yang masih tersisa (dicatat di neraca sebagai aktiva) dan persediaan yang dijual selama periode (dilaporkan dalam laba rugi sebagai biaya, harga pokok penjualan). Berikut ini contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur: Gambar 1.1 Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan dagang Penjualan Persediaan Awal + Pembelian (-) Return Pembelian (-) Potongan Pembelian (=) Pembelian Bersih (=) Persediaan yang tersedia untuk dijual (-) Persediaan Akhir (=) Harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold/COGS) Laba Kotor (-) Biaya-biaya usaha (=) Laba bersih sebelum pajak Pajak …% (misalnya 35%) Laba bersih sesudah pajak

DTSS Post Clearance Audit

160.000.000 10.000.000 92.000.000 1.000.000 1.000.000 90.000.000 100.000.000 50.000.000 50.000.000 110.000.000 10.000.000 100.000.000 35.000.000 65.000.000

11

Akuntansi Persediaan

Gambar 1.2 Contoh format laporan laba rugi untuk perusahaan manufaktur Penjualan Harga Pokok Produksi: Bahan Langsung: Persediaan Awal + Pembelian (-) Return (=) Bahan yang tersedia untuk digunakan (-) Persediaan Akhir (=) Bahan Baku (langsung) yang digunakan (+) Upah Langsung (+) Biaya Overhead Pabrik: Upah Tak Langsung Pengawasan Pabrik Biaya Penyusutan (bangunan & peralatan pabrik) Listrik & Energi Perlengkapan Pabrik Biaya Overhead Pabrik Lainnya (=) Total Biaya Overhead Pabrik (=) Total Biaya Pabrik (+) Persediaan barang dalam proses per 1 Januari 200x = (-) Persediaan barang dalam proses per 31 Desember 200x Harga Pokok Produksi (Cost of Good Manufactured/COGM) (+) Persediaan barang jadi per 1 Januari 200x Harga Pokok barang tersedia untuk dijual (-) Persediaan arang jadi per 31 Desember 200x (=) Harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold/COGS) Laba Kotor (-) Biaya-biaya usaha (=) Laba bersih sebelum pajak Pajak ….% (misal 35%) Laba bersih sesudah pajak

1.674.500.000

82.875.000 240.250.000 54.000.000 269.125.000 108.250.000 184.570.000

75.000.000 60.000.000 82.500.000 48.000.000 53.000.000 25.000.000 343.500.000 688.945.000 54.000.000 742.945.000 43.750.000 699.195.000 88.860.000 788.055.000 91.500.000 696.555.000 977.945.000 274.950.000 702.995.000 246.048.250 456.946.750

Untuk memberikan deskripsi secara jelas perbedaan sekaligus keterkaitan mengenai biaya persediaan antara perusahaan dagang dan manufaktur Saudara dapat melihat gambar berikut ini.

DTSS Post Clearance Audit

12

Akuntansi Persediaan

Gambar 1.3 Perbedaan penentuan harga pokok penjualan

Perusahaan Dagang

Persediaan Barang Dagang Harga pokok pembelian

Harga pokok penjualan

Perusahaan Manufaktur

Bahan Baku Biaya bahan aktual

Bahan yang digunakan

Tenaga Kerja Biaya tenaga kerja aktual

Harga pokok penjualan

Tenaga kerja yang digunakan

Barang dalam proses

Barang Jadi

Harga pokok produksi

Overhead Biaya overhead aktual

Overhead yang dibebankan

Pada perusahaan dagang terlihat bahwa harga pokok penjualan hanya terkait dengan barang dagang yang diperjual belikan, sedangkan pada perusahaan manufaktur terbagi ke dalam barang dalam proses dan barang jadi.

5.

Pengaruh Kesalahan Persediaan terhadap Laporan Keuangan

Setiap kesalahan dalam perhitungan persediaan akan mempengaruhi neraca dan laporan laba rugi perusahaan. Sebagai contoh, kesalahan dalam perhitungan fisik persediaan akan mengakibatkan kekeliruan penyajian saldo persediaan akhir, aktiva lancar, dan total aktiva pada neraca. Hal ini disebabkan karena perhitungan fisik persediaan merupakan dasar bagi pembuatan jurnal penyesuaian untuk

DTSS Post Clearance Audit

13

Akuntansi Persediaan mencatat penciutan persediaan. Selain itu, kesalahan dalam perhitungan fisik persediaan akan menimbulkan kekeliruan penyajian harga pokok penjualan, laba kotor, dan laba bersih pada laporan rugi laba. Selanjutnya, karena laba bersih ditambahkan (dimasukkan) ke modal pemilik pada akhir periode, maka ekuitas pemilik juga akan salah. Kesalahan pada modal pemilik ini akan setara dengan kesalahan persediaan akhir, aktiva lancar, dan total aktiva. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa dalam perhitungan fisik persediaan pada tanggal 31 Desember 2009, suatu perusahaan salah mencatat persediaan fisik sebesar Rp120.000.000,00 bukan Rp125.000.000,00. Akibatnya persediaan barang dagang, aktiva lancar, dan total aktiva yang dilaporkan dalam neraca per 31

Desember

2009

dinyatakan

terlalu

rendah

sebesar

Rp5.000.000,00

(Rp125.000.000 – Rp120.000.000). Saudara dapat melihat secara jelas pengaruh kesalahan

pencatatan

persediaan

tersebut

terhadap

laporan

keuangan

perusahaan pada gambar beirikut ini: Gambar 1.4 Pengaruh Kesalahan Pencatatan Persediaan terhadap Neraca dan Laporan Laba Rugi Jumlah Kesalahan Saji

Neraca Persediaan barang dagang ditetapkan lebih rendah Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah Total aktiva ditetapkan lebih rendah Ekuitas pemilik ditetapkan lebih rendah

Rp(5.000.000) Rp(5.000.000) Rp(5.000.000) Rp(5.000.000)

Laporan laba rugi Harga pokok penjualan ditetapkan lebih tinggi Laba kotor ditetapkan lebih rendah Laba bersih ditetapkan lebih rendah

Lalu,

bagaimana

Rp135.000.000,00

apabila

sehingga

perusahaan

persediaan

Rp5.000.000 Rp(5.000.000) Rp(5.000.000)

salah

ditetapkan

mencatat lebih

persediaan

tinggi

sebesar

Rp5.000.000,00 (Rp125.000.000 – Rp120.000.000). Dalam hal ini, maka pengaruh kesalahan pencatatan persediaan terhadap neraca dan laporan laba rugi merupakan kebalikan dari yang ditunjukkan sebelumnya. Efek kesalahan di dalam menentukan kuantitas persediaan.

DTSS Post Clearance Audit

14

Akuntansi Persediaan

Laporan Keuangan

Jumlah yang seharusnya (contoh)

Laporan Laba Rugi Penjualan Persediaan Awal Pembelian Tersedia untuk di jual Persediaan akhir Harga barang dijual Laba kotor penjualan Neraca Aktiva Persediaan Jumlah Kewajiban & Ekuitas Hutang Dagang Laba Ditahan Jumlah

Dimasukan barang sebesar 25.000 yang seharusnya tidak merupakan persediaan akhir tahun Untuk barang Untuk barang yang salah yang benar dicatat tidak dicatat sebagai sebagai pembelian pembelian

Tidak dimasukan barang sebesar 25.000 yang seharusnya merupakan persediaan akhir tahun Untuk barang Untuk barang yang salah yang benar dicatat tidak dicatat sebagai sebagai pembelian pembelian

500.000 75.000

500.000 75.000

500.000 75.000

500.000 75.000

500.000 75.000

300.000 375.000

325.000 400.000

300.000 375.000

275.000 350.000

300.000 375.000

125.000

150.000

150.000

100.000

100.000

250.000

250.000

225.000

250.000

275.000

250.000

250.000

275.000

250.000

225.000

125.000 125.000

150.000 150.000

150.000 150.000

100.000 100.000

100.000 100.000

300.000

325.000

300.000

275.000

300.000

250.000

250.000

275.000

250.000

225.000

550.000

575.000

575.000

525.000

525.000

b.

Latihan 1

1.

Jelaskan apa yang dimaksud dengan persediaan menurut PSAK?

2.

Uraikan pengendalian internal persediaan yang seringkali dilakukan oleh perusahaan!

DTSS Post Clearance Audit

15

Akuntansi Persediaan 3.

Jelaskan perbedaan antara FOB Shipping Point dan FOB Destination dalam kaitannya dengan status kepemilikan barang!

4.

Identifikasikan biaya-biaya yang harus dimasukkan dalam persediaan!

5.

Buatlah laporan laba rugi untuk perusahaan manufaktur berdasarkan data berikut ini. Persediaan, 1 Januari 2006: Barang Jadi Barang dalam proses Biaya-biaya produksi selain bahan baku: Upah langsung Biaya overhead pabrik: Upah tak langsung Pengawasan Pabrik Biaya penyusutan Listrik & energi Perlengkapan pabrik Biaya overhead pabrik lainya Persediaan, 31 Desember 2006: Barang Jadi Barang dalam proses Biaya-biaya usaha Penjualan selama tahun 2006 Pajak Penghasilan Badan adalah 40%.

c.

Rp. 8.860.000,Rp. 5.400.000,Rp. 18.457.000,Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp.

7.500.000,6.000.000,8.250.000,4.800.000,5.300.000,2.500.000,-

Rp. 9.150.000,Rp. 4.375.000,Rp. 27.495.000,Rp. 167.450.000,-

Rangkuman

1. Persediaan merupakan aset perusahaan yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa, masih dalam proses produksi untuk penjualan tersebut, serta dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. 2. Jenis-jenis persediaan tergantung dengan jenis perusahaannya, yang meliputi barang dagangan, bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi. 3. Untuk mengamankan persediaan dan melaporkan secara tepat persediaan dalam laporan keuangan maka perlu dilakukan pengendalian internal atas persediaan. 4. Dalam

menentukan

status

kepemilikan

harus

memperhatikan

syarat

pengiriman barang, apakah FOB Shipping Point ataukah FOB Destination.

DTSS Post Clearance Audit

16

Akuntansi Persediaan 5. Dalam menentukan laba/rugi perusahaan, terlebih dahulu ditentukan harga pokok penjualan yang terdiri atas persediaan awal ditambah pembelian dikurangi retur dan potongan pembelian, kemudian dikurangi dengan persediaan akhir. Proses perhitungan ini akan dipengaruhi oleh metode pencatatan dan penilaian persediaan.

d.

Tes Formatif 1

Bagian 1 Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 1 ini, coba Anda kerjakan tes formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang Anda anggap benar. 1. Bahan yang sudah dimasukkan dalam suatu proses produksi tetapi belum selesai diolah disebut..... a. Barang jadi b. Bahan baku c. Barang dalam proses d. Bahan pembantu 2. Barang yang masih harus dikembangkan dan akan menjadi bagian utama dari suatu produk disebut..... a. Barang jadi b. Bahan baku c. Barang dalam proses d. Bahan pembantu 3. Untuk mendeteksi kekurangan persediaan serta untuk mencegah pencurian, penghitungan fisik persediaan harus dilakukan secara periodik setidaknya.. a. Sebulan sekali b. Setahun sekali c. Dua kali setahun d. Dua tahun sekali 4. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat... a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi

DTSS Post Clearance Audit

17

Akuntansi Persediaan c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi d. Dalam Laporan laba rugi, laba bersih ditetapkan lebih tinggi 5. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat... a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah d. Dalam Laporan laba rugi, leba bersih ditetapkan lebih rendah 6. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat... a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi 7. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat... a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi 8. Faktor yang menentukan kepemilikan persediaan bagi suatu perusahaan adalah … a. Kepemilikan fisik persediaan yang bersangkutan b. Status Hukum c. Keputusan manajemen d. Status pembayaran (kas atau kredit) 9. Seandainya barang dikirimkan dengan syarat FOB destination (tempat tujuan), maka… a. Penjual mempunyai hak kepemilikan sampai barang dikirimkan. b. Pembeli mempunyai hak kepemilikan barang ketika pihak jasa pengirim menerima barang dari penjual. c. Perusahaan transportasi memiliki hak kepemilikan barang ketika barang dalam proses pengiriman. d. Tidak ada satupun pihak yang memiliki hak kepemilikan sampai barang dikirimkan.

DTSS Post Clearance Audit

18

Akuntansi Persediaan 10. Pada penghitungan fisik persediaan tanggal 31 Januari 2009, suatu perusahaan memiliki persediaan sejumlah Rp 490.000.000 pada akhir tahun. Sebagai tambahan, pada akhir tahun perusahaan memiliki barang dagangan dalam perjalanan sejumlah Rp 24.000.000 yang dengan syarat FOB destination. Termasuk dalam perhitungan fisik adalah barang konsinyasi sejumlah Rp 18.000.000 dari perusahaan lokal. Berapa seharusnya persediaan yang dilaporkan perusahaan dalam neraca pada tanggal 31 Januari 2009? a. Rp 490.000.000 b. Rp 514.000.000 c. Rp 496.000.000 d. Rp 472.000.000 11. Pada penghitungan fisik persediaan tanggal 31 Januari 2009, suatu perusahaan memiliki persediaan sejumlah Rp 490.000.00 pada akhir tahun. Sebagai tambahan, pada akhir tahun perusahaan memiliki barang dagangan dalam perjalanan sejumlah Rp 24.000.000 yang dengan syarat FOB shipping point dan barang konsinyasi di perusahaan lokal sejumlah Rp 18.000.000 Berapa seharusnya persediaan yang dilaporkan perusahaan dalam neraca pada tanggal 31 Januari 2009? a. Rp 532.000.000 b. Rp 484.000.000 c. Rp 448.000.000 d. Rp 496.000.000 12. Barang dalam perjalanan suatu perusahaan pada tanggal 31 Desember termasuk penjualan yang dibuat dengan syarat (1) FOB destination dan (2) FOB shipping point serta pembelian dengan syarat (3) FOB destination dan (4) FOB shipping point. Barang mana yang seharusnya dimasukkan dalam akun persediaan perusahaan tersebut pada tanggal December 31? a. (2) dan (3) b. (1) dan (4) c. (1) dan (3) d. (2) dan (4) 13. Dalam aktivitas jual beli suatu komoditas, sering terjadi apa yang disebut dengan Goods in transit. Masalah kepemilikannya sangat tergantung dari

DTSS Post Clearance Audit

19

Akuntansi Persediaan perjanjian yang disepakati dalam jual beli. Salah satu perjanjian yang kita kenal adalah: free on board shipping point. Manakah pernyataan berikut ini yang sesuai dengan arti perjanjian tersebut? a. Barang akan diakui setelah sampai digudang pembeli b. Barang dalam perjalanan tersebut masih diakui menjadi milik penjual c. Walaupun barang masih dalam perjalanan (belum diterima), barang ini sudah termasuk dalam elemen laporan keuangan pembeli d. Semua salah 14. Suatu perusahaan salah mencatat persediaan sebesar Rp115.000.000 dari yang seharusnya sebesar Rp 111.500.000, sehingga akan berakibat… a. Persediaan barang ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000 b. Harga pokok penjualan ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000 c. Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000 d. Laba kotor ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000 15. Suatu perusahaan salah mencatat persediaan sebesar Rp111.500.000 dari yang seharusnya sebesar Rp 115.000.000, sehingga akan berakibat… a. Aktiva lancar ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000 b. Ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000 c. Harga pokok penjualan ditetapkan lebih rendah sebesar Rp 3.500.000 d. Laba kotor ditetapkan lebih tinggi sebesar Rp 3.500.000

Bagian 2 Identifikasikah apakah barang-barang berikut dimasukkan ke dalam persediaan akhir PT X pada tanggal 31 Desember 2009 atau tidak. 1. Barang yang telah dikirimkan oleh PT X secara FOB shipping point kepada pelanggan telah diambil oleh perusahaan pengangkut tanggal 26 Desember 2009, tetapi belum sampai di tujuan per 31 Desember 2009. 2. Barang yang telah dikirimkan oleh PT X secara FOB destination point kepada pelanggan telah diambil oleh perusahaan pengangkut tanggal 26 Desember 2009, tetapi belum sampai di tujuan per 31 Desember 2009. 3. Dalam gudangnya, PT X memiliki barang dagang konsinyasi senilai Rp30.500.000 dari PT Y.

DTSS Post Clearance Audit

20

Akuntansi Persediaan 4. PT X telah memisahkan barang dagang senilai Rp 6.750.000 yang telah dibeli oleh salah seorang pelanggannya dan akan dikirimkan pada tanggal 3 Januari 2010. 5. Barang dagang yang telah dikirimkan PT X secara FOB shipping point pada tanggal 31 Desember 2009, telah diambil oleh perusahaan pengangkut pada pukul 23.52 WIB. 6. PT X telah mengirim barang dagang senilai Rp78.000.000 kepada para pengecer atas dasar konsinyasi. 7. PT X memiliki barang dagang di tangan senilai Rp18.750.000 yang telah terjual pada awal tahun, tetapi kemudian dikembalikan oleh pelanggan untuk diperbaiki (masih dalam masa garansi). 8. Tanggal 31 Desember 2009, PT X menerima barang dagang senilai Rp17.050.000 yang telah dikembalikan oleh para pelanggan karena salah barang. Barang pengganti akan dikirimkan tengah malam tanggal 3 Januari 2006. 9. Tanggal 21 Desember 2009, PT X membeli barang dagang senilai Rp21.000.000 atas dasar FOB Jakarta. Barang tersebut telah dikirimkan oleh pemasok tanggal 28 Desember 2009, tetapi belum diterima hingga tanggal 31 Desember 2009. 10. Tanggal 27 Desember 2009, PT X membeli barang senilai Rp15.750.000 dari pemasok di Singapura. Barang tersebut telah dikirimkan dengan ketentuan FOB Singapura tanggal 30 Desember 2009, tetapi belum diterima hingga tanggal 31 Desember 2009.

e.

Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci sebagaimana rumus dibawah ini. TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal

DTSS Post Clearance Audit

21

Akuntansi Persediaan Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai:

91 %

s.d

100 %

:

Sangat Baik

81 %

s.d.

90,00 %

:

Baik

71 %

s.d.

80,99 %

:

Cukup

61 %

s.d.

70,99 %

:

Kurang

0%

s.d.

60 %

:

Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah menguasai materi kegiatan belajar 1 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

DTSS Post Clearance Audit

22

Akuntansi Persediaan KEGIATAN BELAJAR

2 PROSEDUR AKUNTANSI PERSEDIAAN Indikator keberhasilan : 1. Mampu membedakan karakteristik kedua sistem pencatatan persediaan 2. Mampu menjelaskan metode penilaian persediaan

a. Uraian dan Contoh

1. Sistem Pencatatan Persediaan Prosedur akuntansi untuk pembelian dan penggunaan persediaan pada perusahaan tergantung

dagang dengan

maupun sistem

perusahaan

pencatatan

manufaktur

persediaan

yang

digunakan pada perusahaan bersangkutan. Sistem pencatatan yang digunakan untuk menetapkan nilai persediaan akhir dan menetapkan biaya persediaan selama satu periode adalah sistem periodik (physical) dan sistem perpetual.

a) Sistem Periodik (physical) Adalah sistem pencatatan persediaan dimana pada setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara fisik untuk menentukan jumlah persediaan akhir perusahaan. Perhitungan tersebut meliputi pengukuran dan penimbangan

DTSS Post Clearance Audit

23

Akuntansi Persediaan barang-barang yang ada pada akhir suatu periode untuk kemudian dikalikan dengan suatu tingkat harga/biaya. Sistem periodik umumnya diterapkan pada perusahaan yang memiliki karakteristik persediaan yang beraneka ragam namun nilainya relatif kecil. Misalnya adalah kios majalah di sebuah pusat perkantoran dan pertokoan yang menjual berbagai jenis majalah, koran, alat tulis, aksesoris handphone, dan gantungan kunci. Jenis persediaan beraneka ragam namun nilainya relatif kecil sehingga tidaklah efisien jika harus mencatat setiap transaksi yang nilainya kecil namun frekuensi transaksi tinggi. Meskipun demikian sebenarnya pada saat ini alasan tersebut dapat diabaikan dengan adanya teknologi komputer yang memudahkan pencatatan transaksi dengan frekuensi tinggi, misalnya seperti di toko retail. Keuntungan penerapan sistem ini adalah sangat sederhana pada saat pencatatan pembelian dan penjualannya. Sistem ini pada umumya lebih tepat digunakan untuk barang-barang yang tingkat perputarannya relatif cepat dan mempunyai unit biaya relatif rendah. Namun demikian sistem ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain:  Kuantitas barang tidak dapat diketahui sewaktu-waktu sehingga harus melakukan stock opname (pemeriksaan fisik).  Untuk menyusun laporan harus melakukan stock opname terlebih dahulu.  Jika jenis dan jumlah persediaan banyak, maka akan dibutuhkan waktu dalam melaksanakan stock opname.  Harga pokok penjualan dapat meliputi harga pokok penjualan dari barangbarang yang benar-benar terjual, barang-barang yang rusak, susut, menguap, bahkan barang-barang yang hilang (shrinkage).  Kurang ideal untuk perencanaan dan pengawasan persediaan. b) Sistem Perpetual Adalah sistem pencatatan persediaan dimana akan dilakukan pembukuan atas persediaan secara terus menerus yaitu dengan membukukan setiap transaksi persediaan baik pembelian maupun penjualan. Sistem perpetual ini seringkali digunakan dalam hal persediaan memiliki nilai yang tinggi untuk mengetahui posisi persediaan pada suatu waktu sehingga perusahaan dapat mengatur DTSS Post Clearance Audit

24

Akuntansi Persediaan pemesanan kembali persediaan pada saat mencapai jumlah tertentu. Misalnya persediaan alat rumah tangga elektronik (mesin cuci, kulkas, microwave). Secara umum, sistem perpetual memiliki karakteristik:  Mencatat setiap mutasi persediaan.  Akun persediaan menunjukkan nilai persediaan setiap saat.  Memberikan tingkat pengendalian yang akurat.  Setiap transaksi penjualan barang, harga pokok barang yang di jual dihitung dan dicatat pada debet akun “Harga Pokok Penjualan”.  Pada umumnya digunakan oleh perusahaan yang memiliki nilai persediaan yang tinggi.

Perbedaan penggunaan kedua metode adalah pada akun yang digunakan untuk mencatat pembelian persediaan. Pada sistem pencatatan periodik, pembelian persediaan dicatat dengan mendebit akun pembelian sehingga pada akhir periode akan dilakukan penyesuaian untuk mencatat harga pokok barang yang dijual dan melaporkan nilai persediaan pada akhir periode. Apabila perusahaan menggunakan sistem perpertual maka tidak diperlukan jurnal penyesuaian karena pembelian dan penjualan langsung dicatat ke akun persediaan sehingga harga pokok persediaan yang dijual maupun nilai persediaan akhir sudah tercermin dalam buku besar. Perbedaan pencatatan akuntansi antara sistem periodik dengan sistem perpetual akan lebih terlihat jelas pada contoh transaksi dan jurnalnya berikut ini.



Tanggal 1 Maret 2009: dilakukan pembelian 1000 unit persediaan dengan harga Rp30.000 per unit. Sistem Perpetual:` Persediaan Kas/Hutang

30.000.000 30.000.000

Sistem Periodik: Pembelian Kas/Hutang

DTSS Post Clearance Audit

30.000.000 30.000.000

25

Akuntansi Persediaan Pada sistem periodik, semua pembelian selama periode akuntansi dicatat pada akun ‘Pembelian’.



Tanggal 17 Maret 2009: dijual 200 unit persediaan dengan harga Rp50.000 secara kredit. Sistem Perpetual: Piutang Dagang Penjualan

10.000.000

Harga Pokok Penjualan Persediaan

6.000.000

10.000.000

6.000.000

Pada sistem perpetual, perubahan dalam akun persediaan dicatat sesudah setiap transaksi.

Sistem Periodik: Piutang Dagang Penjualan

10.000.000 10.000.000

Pada sistem periodik, jurnal berikut ini harus dicatat pada akhir periode akuntansi. Persediaan Pembelian

24.000.000 24.000.000

Saldo persediaan akhir= 1000 unit yang dibeli – 200 unit yang dijual = 800 unit yang tersisa.

Nilai persediaan akhir= 800 unit x Rp 30.000 per unit = Rp 24.000.000 Harga Pokok Penjualan Pembelian

6.000.000 6.000.000

Harga Pokok Penjualan: = Total Pembelian – Saldo Akhir Persediaan = (1000 unit x Rp30.000 per unit) – (800 unit x Rp30.000 per unit) = 30.000.000 – 24.000.000 = 6.000.000

DTSS Post Clearance Audit

26

Akuntansi Persediaan

Persediaan akhir dan harga pokok penjualan Persediaan akhir: 

Saldo awal persediaan + pembelian selama periode – harga pokok penjualan = 0 + 30.000.000 – 6.000.000 = 24.000.000

Harga pokok penjualan: = saldo awal + pembelian selama periode – persediaan akhir = 0 + 30.000.000 – 24.000.000 = 6.000.000

2. Asumsi-asumsi penentuan nilai persediaan

Masalah akuntansi yang penting muncul jika unit-unit barang sejenis dibeli dengan harga yang berbeda-beda dalam suatu periode. Dalam kasus semacam ini, pada saat barang dijual, perusahaan perlu menentukan biaya per unit agar jurnal akuntansi yang tepat dapat dibuat. Ada tiga asumsi arus biaya persediaan yang digunakan dalam bisnis. Masing-masing asumsi ini dihubungkan dengan satu metode perhitungan biaya persediaan, seperti yang ditunjukkan berikut ini: Asumsi arus biaya

Arus biaya searah dengan urutan terjadinya biaya.

Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya.

Arus biaya adalah rata-rata dari biaya yang telah terjadi.

Metode Perhitungan Biaya Persediaan

First-in, first-out /FIFO (masuk pertama, keluar pertama)

Last-in, first-out /LIFO (masuk terakhir, keluar pertama)

Biaya rata-rata

Jika perusahaan menggunakan metode FIFO, maka persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian terakhir. Jika perusahaan menggunakan metode LIFO, persediaan akhir terdiri atas biaya atau harga pokok yang berasal dari pembelian paling awal. Jika yang digunakan metode biaya rata-rata maka biaya unit dalam persediaan adalah rata-rata dari biaya pembelian. Untuk keperluan pembukuan perusahaan, pemilihan antara metode FIFO, LIFO dan Rata-rata

tertimbang

DTSS Post Clearance Audit

tergantung

pada

kebijakan

manajemen.

Peraturan

27

Akuntansi Persediaan perpajakan di Indonesia hanya membolehkan metode FIFO atau rata-rata tertimbang. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa 3 unit barang x yang identik dibeli selama bulan Maret, dengan harga sebagai berikut: Tanggal Barang X 10 Maret Pembelian 18 Pembelian 24 Pembelian Total Biaya rata-rata per unit

Unit 1 1 1 3

Biaya Rp9.000.000 13.000.000 14.000.000 36.000.000 12.000.000

Asumsikan bahwa satu unit dijual pada tangal 30 Maret seharga Rp20.000.000 Jika unit ini dapat diidentifikasi dengan pembelian pada tanggal tertentu, maka metode identifikasi khusus (spesific idetification method) dapat digunakan untuk menentukan biaya dari unit yang dijual. Sebagai contoh, jika unit yang dijual adalah adalah unit yang dibeli pada tanggal 18 Mei, maka biaya yang dibebankan ke unit tersebut adalah Rp 13.000.000 dan laba kotornya adalah Rp7.000.000 (Rp20.000.000-13.000.000). Metode identifikasi khusus tidaklah praktis kecuali masing-masing unit dapat diidentifikasi secara akurat. Dealer sepeda motor misalnya, mungkin dapat menggunakan metode ini, karena setiap sepeda motor mempunyai nomor seri yang unik. Akan tetapi, untuk banyak perusahaan unit-unit yang identik tidak dapat diidentifikasi secara terpisah, sehingga arus biaya harus ditentukan dengan menggunakan asumsi. Maksudnya, unit mana yang telah terjual dan unit mana yang masih dalam persediaan harus diasumsikan.

b. Latihan 2

Agar Anda dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 2 ini, coba kerjakan latihan-latihan berikut ini. 1. Jelaskan secara singkat sistem periodik untuk pencatatan persediaan? 2. Sebutkan beberapa karakteristik sistem perpetual untuk pencatatan persediaan?

DTSS Post Clearance Audit

28

Akuntansi Persediaan 3. Buat jurnal untuk transaksi berikut ini dengan sistem perpetual dan periodik: pembelian 200 unit persediaan dengan harga Rp 500.000 per unit. 4. Buat jurnal untuk transaksi berikut ini dengan sistem perpetual dan periodik: penjualan secara kredit 300 unit persediaan dengan harga Rp 1.000.000 per unit. 5. Jelaskan beberapa asumsi arus biaya persediaan yang sering digunakan oleh perusahaan!

c. Rangkuman 1. Pencatatan persediaan dapat dilakukan dengan sistem periodik dan perpetual. 2. Pada sistem periodik, pencatatan dilakukan pada akhir periode sedangkan pada sistem perpetual, pencatatan dilakukan setiap saat terjadinya transaksi. 3. Penentuan nilai persediaan dapat menggunakan Metode Harga Pokok Spesifik, Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO), Masuk Terakhir Keluar Pertama (LIFO), dan Metode Rata-rata (Average).

d. Tes Formatif 2 Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 2 ini, coba Anda kerjakan tes formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang Anda anggap benar. 1. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kredit dengan sistem perpetual adalah.... a.

Persediaan 250.000.000 Kas 250.000.000 b. Persediaan 250.000.000 Hutang 250.000.000 c. Pembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000 2. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kas dengan sistem periodik adalah.... a.

Persediaan Kas b. Persediaan Hutang DTSS Post Clearance Audit

250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000

29

Akuntansi Persediaan c.

Pembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000 3. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kas dengan sistem perpetual adalah.... a.

Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 4. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kredit dengan sistem periodik adalah.... a.

Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 5. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kas dengan sistem perpetual adalah.... a. b. c. d.

Persediaan Kas Persediaan Hutang Pembelian Kas Pembelian Hutang

DTSS Post Clearance Audit

250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000

30

Akuntansi Persediaan 6. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kredit dengan sistem periodik adalah.... a.

Persediaan 250.000.000 Kas 250.000.000 b. Persediaan 250.000.000 Hutang 250.000.000 c. Pembelian 250.000.000 Kas 250.000.000 d. Pembelian 250.000.000 Hutang 250.000.000 7. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kredit dengan sistem perpetual adalah.... a.

Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx b. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 250.000.000 Penjualan 250.000.000 d. Piutang Dagang 250.000.000 Penjualan 250.000.000 8. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.000 unit dengan harga Rp250.000 per unit secara kas dengan sistem periodik adalah.... a.

Kas Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan b. Piutang Dagang Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan c. Kas Penjualan d. Piutang Dagang Penjualan 9. Apabila suatu persediaan dapat

250.000.000 250.000.000 xxx xxx 250.000.000 250.000.000 xxx xxx 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 diidentifikasi secara akurat dengan

pembelian pada tanggal tertentu, maka metode penentuan nilai yang digunakan adalah a. Metode identifikasi khusus b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rata DTSS Post Clearance Audit

31

Akuntansi Persediaan d. Metode Last-in, First-out (LIFO) 10. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian terakhir.... a. Metode identifikasi khusus b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Metode Last-in, First-out (LIFO) 11. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian yang paling awal.... a. Metode identifikasi khusus b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Metode Last-in, First-out (LIFO)

12. Arus biaya searah dengan urutan terjadinya biaya... a. Metode identifikasi khusus b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Metode Last-in, First-out (LIFO) 13. Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya... a. Metode identifikasi khusus b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Metode Last-in, First-out (LIFO) 14. Diantara cost flow assumption berikut, manakah yang menghasilkan nilai persediaan yang mendekati harga pasar: a. Metode First-in, First-out (FIFO) b. Metode Last-in, First-out (LIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Semua benar 15. Diantara cost flow assumption berikut, manakah yang menghasilkan penilaian laba yang terlalu besar: a. Metode First-in, First-out (FIFO)

DTSS Post Clearance Audit

32

Akuntansi Persediaan b. Metode Last-in, First-out (LIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Semua benar

e.

Umpan Balik dan Tindak Lanjut Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci dibawah rumus.

TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai:

91 %

s.d

100 %

:

Sangat Baik

81 %

s.d.

90,00 %

:

Baik

71 %

s.d.

80,99 %

:

Cukup

61 %

s.d.

70,99 %

:

Kurang

0%

s.d.

60 %

:

Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah menguasai materi kegiatan belajar 1 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

DTSS Post Clearance Audit

33

Akuntansi Persediaan

KEGIATAN BELAJAR

3 PENENTUAN NILAI PERSEDIAAN Indikator keberhasilan : 1. Mampu menentukan nilai persediaan dengan sistem periodik. 2. Mampu menentukan nilai persediaan dengan sistem perpetual.

a. Uraian dan Contoh

1. Penentuan Nilai Persediaan dengan Sistem Periodik Jika perusahaan menggunakan sistem persediaan periodik, maka hanya pendapatan yang dicatat setiap kali penjualan dilakukan. Tidak ada jurnal yang dibuat pada saat penjualan untuk mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode akuntansi, perhitungan fisik dilakukan untuk menentukan biaya atau harga pokok persediaan dan harga pokok penjualan. Pada sistem periodik, metode penentuan nilai persediaan yang digunakan antara lain metode harga pokok spesifik, metode FIFO, metode LIFO, dan metode rata-rata. a) Metode Harga Pokok Spesifik Adalah metode penilaian persediaan yang memasukkan biaya sebenarnya dari item persediaan yang terjual ke harga pokok barang yang dijual. Metode ini digunakan untuk persediaan yang dapat diidentifikasikan secara individu dan dapat ditentukan asal pembeliannya serta harga pokoknya sesuai dengan

DTSS Post Clearance Audit

34

Akuntansi Persediaan harga beli yang sesungguhnya. Seringkali digunakan oleh perusahaan yang menjual barang dengan harga relatif mahal dan tingkat perputaran relatif kecil, seperti mobil, perhiasan, benda seni, atau rumah. Berikut ini ilustrasi penentuan biaya persediaan dengan metode harga pokok spesifik.

Pada tanggal tanggal 1 Maret 2009, suatu dealer mobil membeli 3 mobil (AA, AB, AD) sebagai persediaan perusahaan dengan harga Rp 100 juta, Rp 120 juta, dan Rp 175 juta rupiah secara kas. Kemudian, tanggal 17 Maret 2009 terjual mobil AB seharga Rp 110 juta secara kredit. 

Jurnal untuk mencatat pembelian: Pembelian (Mobil AA) Pembelian (Mobil AB) Pembelian (Mobil AD) Kas



395.000.000

Jurnal untuk mencatat penjualan mobil AB: Piutang Dagang (Mobil AB) Sales



100.000.000 120.000.000 175.000.000

110.000.000 110.000.000

Penentuan persediaan akhir: Persediaan akhir terdiri dari mobil yang belum terjual yaitu mobil AA dan Mobil AD yang nilai belinya adalah: Rp. 120.000.000 + Rp. 175.000.000 = Rp. 295.000.000



Dengan asumsi tidak ada transaksi lain maka saldo persediaan pada Neraca akhir periode sejumlah Rp 295.000.000.

b) Metode First-in First-out (FIFO)/Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) Di dalam metode ini biaya persediaan yang paling awal yang ada terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Dengan demikian barang yang ada dalam persediaan berasal dari pembelian-pembelian sebelumnya yang dianggap telah dijual atau dikeluarkan. Berikut ini ilustrasi pemakaian metode FIFO dalam sistem persediaan periodik.

DTSS Post Clearance Audit

35

Akuntansi Persediaan

1 Maret Persediaan 17 Maret Pembelian 13 September Pembelian 1 Desember Pembelian Tersedia untuk dijual selama tahun berjalan

Unit 200 300 400 100 1.000

Harga per unit Rp 9.000 10.000 11.000 12.000

Total Rp 1.800.000 3.000.000 4.400.000 1.200.000 Rp 10.400.000

Perhitungan fisik pada tanggal 31 Desember memperlihatkan bahwa 300 unit belum terjual. Dengan menggunakan metode FIFO, harga pokok penjualan dari 700 unit yang telah terjual ditentukan sebagai berikut:

Nilai persediaan 1 Maret Nilai pembelian persediaan 17 Maret Nilai pembelian persediaan 13 September Harga pokok penjualan:

Unit 200 300 200 700

Harga per unit Rp 9.000 10.000 11.000

Total Rp 1.800.000 3.000.000 2.200.000 Rp 7.000.000

Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp7.000.000 dari Rp10.400.000 barang yang tersedia untuk dijual menghasilkan nilai persediaan sebesar Rp 3.400.000 per 31 Desember. Persediaan sebesar Rp 3.400.000 terdiri atas harga pokok paling akhir untuk barang dimaksud. Gambar berikut ini memperlihatkan hubungan harga pokok penjualan selama tahun berjalan dan persediaan per 31 Desember.

DTSS Post Clearance Audit

36

Akuntansi Persediaan Gambar 3.1 Arus biaya First-In, First-Out (FIFO)

Pembelian

Barang yang tersedia untuk dijual

Harga Pokok Penjualan

200 unit @ Rp 9.000 1 Maret 200 unit @ Rp 9.000

Rp 1.800.000

Rp 1.800.000 300 unit @ Rp 10.000

17 Maret 300 unit @ Rp 10.000

3.000.000

3.000.000

2.200.000 13 September 400 unit @ Rp 11.000

Rp 7.000.000

4.400.000

Persediaan Barang 1 Desember 100 unit @ Rp 12.000

1.200.000

Rp 2.200.000

Rp 10.400.000

1.200.000

Rp 3.400.000

c) Metode Last In First Out (LIFO)/Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP) Metode yang didasarkan pada anggapan bahwa biaya persediaan yang paling akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. Jadi metode LIFO adalah kebalikan dari metode FIFO. Berdasarkan data yang terdapat dalam contoh FIFO, harga pokok penjualan atas 700 unit persediaan ditentukan sebagai berikut: Nilai pembelian persediaan 1 Desember Nilai pembelian persediaan 13 September Nilai pembelian persediaan 17 Maret Harga pokok penjualan:

Unit 100 400 200 700

Harga per unit Rp 12.000 11.000 10.000

Total Rp 1.200.000 4.400.000 2.000.000 Rp 7.600.000

Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp7.600.000 dari Rp 10.400.000 barang dagang yang tersedia untuk dijual maka didapatkan Rp2.800.000 sebagai nilai persediaan 31 Desember. Persediaan sebesar Rp2.800.000 terdiri atas harga pokok paling awal untuk barang ini. Gambar 2

DTSS Post Clearance Audit

37

Akuntansi Persediaan memperlihatkan hubungan antara harga pokok penjualan selama tahun berjalan dan persediaan per 31 Desember. Gambar 3.2 Arus biaya Last-In, First-Out (LIFO) Pembelian

Barang yang tersedia untuk dijual

Harga Pokok Penjualan

200 unit @ Rp 9.000

1 Maret 200 unit @ Rp 9.000

Rp 1.800.000

Rp 1.800.000 100 unit @ Rp 10.000

17 Maret 300 unit @ Rp 10.000

1.000.000 3.000.000

Rp 2.800.000 13 September 400 unit @ Rp 11.000

4.400.000

1 Desember 100 unit @ Rp 12.000

1.200.000

Persediaan Barang Rp 2.000.000 4.400.000

Rp 10.400.000 1.200.000

Rp 3.400.000

d) Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang Dalam metode rata-rata tertimbang, biaya rata-rata barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual dengan total kuantitasnya, atau dengan rumus:

Biaya Rata-rata per unit =

( Persediaan Awal + Pembelian) Total Unit

Dengan menggunakan data biaya yang sama seperti pada contoh FIFO dan LIFO, biaya rata-rata dari 1.000 unit dan harga pokok penjualan dari 700 unit ditentukan sebagai berikut:

Biaya rata-rata per unit: Rp10.400.000/1.000 unit = Rp 10.400 Harga pokok penjualan: 700 unit x Rp 10.400 = Rp 7.280.000

DTSS Post Clearance Audit

38

Akuntansi Persediaan Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar Rp 7.280.000 dari Rp10.400.000 barang dagang yang tersedia untuk dijual, maka akan diperoleh nilai persediaan per 31 Desember sebesar Rp 3.120.000.

2.

Penentuan Nilai Persediaan Sistem Perpetual Dalam sistem perpetual, untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada

pada tanggal tertentu tidak perlu menghitung secara fisik terhadap sisa barang yang ada di gudang. Persediaan barang setiap saat bisa diketahui dari pembukuan, karena setiap transaksi yang mempengaruhi besarnya persediaan langsung dicatat ke dalam akuntansi persediaan sebesar harga pokoknya. Untuk

mempermudah

perhitungan

biaya

secara

perpetual

maka

digunakan kartu-kartu persediaan untuk setiap nama persediaan yang dimiliki perusahaan. Dengan kartu ini maka dapat diketahui nilai dan kuantitas setiap jenis persediaan yang dimiliki perusahaan. Dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan dan penurunan persediaan dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat kenaikan dan penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi mengindikasikan jumlah stock pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat dengan mendebit Persediaan dan mengkredit Kas atau Hutang Usaha. Pada tanggal penjualan, harga pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit Harga Pokok Penjualan dan mengkredit Persediaan. Metode penilaian persediaan yang umumnya digunakan adalah metode FIFO, LIFO, dan biaya rata-rata. Untuk mengilustrasikan masing-masing metode tersebut, digunakan data persediaan berikut ini. Nama Barang: XYZ 1 Maret Persediaan 13 Penjualan 17 Pembelian 22 Penjualan 28 Penjualan 30 Pembelian

Unit 10 7 8 4 2 10

Harga per unit Rp 2000 2100

2200

a) Metode First-In, First-Out (FIFO) Sebagian besar perusahaan mengeluarkan persediaan sesuai dengan urutan pembeliannya. Hal ini terutama untuk barang-barang yang tidak tahan lama

DTSS Post Clearance Audit

39

Akuntansi Persediaan dan produk-produk yang modelnya cepat berubah. Sebagai contoh, toko bahan pangan menyusun produk-produk susu dalam rak-rak berdasarkan tanggal kadaluawarsanya. Jadi, metode FIFO dapat dikatakan konsisten dengan arus fisik atau pergerakan persediaan. Metode FIFO akan memberikan hasil yang sama dengan yang diperoleh melalui pengidentifikasian biaya khusus setiap barang yang dijual dan yang ada dalam persediaan. Berdasarkan data persediaan, maka kartu persediaan dan jurnal (pembelian dan penjualan) dapat dilihat berikut ini. Kartu Persediaan Nama Perusahaan Nama Barang Lokasi Tanggal 2009 Unit Maret

: PD TATA : XYZ : Pembelian Harga Total Per unit

1 13 17

8

Rp2100

Rp16800

22 28 30

10

2200

22000

No. Kode Barang No. Kode rek Metode Harga Pokok Penjualan Unit Harga Total Unit Per unit 10 7 Rp 2000 Rp 3 14000 3 8 3 2000 6000 1 2100 2100 7 2 2100 4200 5 5 10

: : : FIFO Persediaan Harga Total Per unit Rp2000 Rp20000 2000 6000 2000 2100

6000 16800

2100 2100 2100 2200

14700 10500 10500 22000

Jurnal Transaksi Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual: 13 Maret

13

Piutang Usaha Penjualan

21000

Harga Pokok Penjualan Persediaan

14000

21000

14000

Mencatat pembelian secara kredit: 17

Persediaan Hutang Usaha

DTSS Post Clearance Audit

16800 16800

40

Saldo Rp20000 6000

22800 14700 10500 32500

Akuntansi Persediaan Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual: 22

Piutang Usaha Penjualan Harga Pokok Penjualan Persediaan

22

12000 12000 8100 8100

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual: 28

28

Piutang Usaha Penjualan

6000

Harga Pokok Penjualan Persediaan

4200

6000

4200

Mencatat pembelian secara kredit: 30

Persediaan Hutang Usaha

22000 22000

Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan sebagai berikut: Penjualan selama bulan Maret terdiri dari: 

Penjualan tanggal 13 Maret:

Rp 21.000



Penjualan tanggal 22 Maret:

Rp12.000



Penjualan tanggal 28 Maret

Rp6.000

Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000 Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari: 

Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret:

Rp 14.000



Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret:

Rp 8.100



Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret

Rp4.200

Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.300

b) Metode Last-in, First-out (LIFO) Jika sebuah perusahaan menggunakan metode LIFO dalam sistem persediaan perpetual, maka biaya dari unit yang dijual merupakan biaya pembelian

DTSS Post Clearance Audit

41

Akuntansi Persediaan paling akhir. Dengan data yang ada, maka kartu persediaan dan jurnal (pembelian dan penjualan) dapat dilihat berikut ini. Kartu Persediaan Nama Perusahaan Nama Barang Lokasi Tanggal 2009 Unit Maret

1 13 17

8

: PD TATA : XYZ : Pembelian Harga Total Per unit

2100

16800

22 28 30

10

2200

22000

No. Kode Barang No. Kode rek Metode Harga Pokok Penjualan Unit Harga Total Unit Per unit 10 7 2000 14000 3 3 8 4 2100 8400 3 4 2 2100 4200 3 2 3 2 10

: : : LIFO Persediaan Harga Total Per unit 2000 20000 2000 6000 2000 6000 2100 16800 2000 6000 2100 8400 2000 6000 2100 4200 2000 6000 2100 4200 2200 22000

Jurnal Transaksi Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual: 13 Maret

13

Piutang Usaha Penjualan

21000

Harga Pokok Penjualan Persediaan

14000

21000

14000

Mencatat pembelian secara kredit: 17

Persediaan Hutang Usaha

16800 16800

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual: 22

22

Piutang Usaha Penjualan

12000

Harga Pokok Penjualan Persediaan

8400

12000

8400

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual:

DTSS Post Clearance Audit

42

Saldo 20000 6000 22800 14400 6000

36400

Akuntansi Persediaan 28

28

Piutang Usaha Penjualan

6000

Harga Pokok Penjualan Persediaan

4200

6000

4200

Mencatat pembelian secara kredit: 30

Persediaan Hutang Usaha

22000 22000

Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan sebagai berikut: Penjualan selama bulan Maret terdiri dari: 

Penjualan tanggal 13 Maret:

Rp 2.1000



Penjualan tanggal 22 Maret:

Rp12.000



Penjualan tanggal 28 Maret

Rp6.000

Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000 Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari: 

Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret:

Rp 14.000



Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret:

Rp 8.400



Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret

Rp 4.200

Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.600

c) Metode Biaya Rata-rata Apabila metode biaya rata-rata digunakan dalam sistem persediaan perpetual, biaya rata-rata per unit untuk masing-masing persediaan dihitung setiap kali pembelian dilakukan. Biaya per unit kemudian digunakan untuk menentukan harga pokok setiap penjualan sampai pembelian berikutnya dilakukan dan rata-rata baru dihitung. Teknik penghitungan rata-rata ini dinamakan dengan rata-rata bergerak (moving average).

DTSS Post Clearance Audit

43

Akuntansi Persediaan Kartu Persediaan Nama Perusahaan Nama Barang Lokasi Tanggal 2009 Unit Maret

: PD TATA : XYZ : Pembelian Harga Total Per unit

1 13 17 22 28 30

8

10

Rp2100

No. Kode Barang No. Kode rek Metode Harga Pokok Penjualan Unit Harga Total Unit Per unit 10 7

Rp 2000

Rp 14000

4 2

2073 2073

8292 4146

Rp16800

2200

22000

3 11 7 5 15

: : : Average Persediaan Harga Total Saldo Per unit Rp 2000 Rp Rp 20000 20000 2000 6000 6000 2073 2073 2073 2158

22803 14511 10365 32370

Jurnal Transaksi Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual: 13 Maret

13

Piutang Usaha Penjualan

21000

Harga Pokok Penjualan Persediaan

14000

21000

14000

Mencatat pembelian secara kredit: 17

Persediaan Hutang Usaha

16800 16800

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual: 22

22

Piutang Usaha Penjualan

12000

Harga Pokok Penjualan Persediaan

8292

12000

8292

Mencatat penjualan secara kredit dan harga pokok barang yang dijual: 28

28

Piutang Usaha Penjualan

6000

Harga Pokok Penjualan Persediaan

4146

DTSS Post Clearance Audit

6000

4146

44

22803 14511 10365 32370

Akuntansi Persediaan Mencatat pembelian secara kredit: 30

Persediaan Hutang Usaha

22000 22000

Berdasarkan mutasi barang pada kartu persediaan dan jurnal transaksi yang telah dibuat maka jumlah total penjualan dan harga pokok penjualan ditentukan sebagai berikut: Penjualan selama bulan Maret terdiri dari: 

Penjualan tanggal 13 Maret:

Rp 21.000



Penjualan tanggal 22 Maret:

Rp 12.000



Penjualan tanggal 28 Maret

Rp 6.000

Jumlah nilai penjualan sebanyak Rp 39.000 Harga pokok penjualan selama bulan Maret terdiri dari: 

Harga pokok atas penjualan tanggal 13 Maret:

Rp 14.000



Harga pokok atas penjualan tanggal 22 Maret:

Rp 8.292



Harga pokok atas penjualan tanggal 28 Maret

Rp 4.146

Jumlah harga pokok penjualan sebanyak Rp 26.438

Beberapa contoh kasus yang sudah dibahas hanya berkaitan dengan perusahaan dagang. Kasus berikut ini berkaitan dengan mutasi persediaan di perusahaan manufaktur. PT. Sukacita adalah sebuah perusahaan yang memproduksi barang “XYZ” untuk dijual. Berikut ini beberapa transaksi yang berkaitan dengan PT. Sukacita selama Tahun 2009. Soal: a. Data pembelian bahan baku utama sebagai berikut: Januari Maret April Mei Juli Agustus Oktober November

DTSS Post Clearance Audit

Unit 250 400 230 200 170 410 300 380

Harga per unit 10.000 12.500 14.000 15.000 16.000 18.000 20.000 21.500

45

Akuntansi Persediaan

b. Data pengeluaran bahan baku ke bagian produksi untuk diproses adalah sebagai berikut: Unit 320 210 360 340 450 500

Februari April Juni Juli Oktober Desember

c. Data tambahan yang terjadi selama Tahun 2009, sebagai berikut: 

Pada akhir bulan Desember sebanyak 350 unit dengan harga Rp. 22.000,per unit-nya, masih dalam perjalanan, pembelian dilakukan dengan syarat FOB Destination Point.



Pembelian bahan baku pada bulan Maret, ada sebagian yang tidak sesuai pesanan sehingga pada awal bulan berikutnya dikembalikan sebanyak 210 unit.



Di akhir periode dilakukan stock opname dan hasilnya adalah sebanyak 190 unit bahan baku yang masih tersisa di gudang.



Diketahui pula Laporan Rugi Laba Tahun 2008, Saldo Persediaan akhir per tanggal 31 Desember 2008 adalah sebanyak 240 unit dengan total nilai sebesar Rp. 2.160.000.

Pertanyaan: tentukan saldo persediaan akhir dan harga pokok bahan baku-nya, jika PT. Sukacita dalam penilaian persediaannya menggunakan: a. Metode FIFO, biaya rata-rata, dan LIFO dengan sistem periodik. b. Metode FIFO, biaya rata-rata, dan LIFO dengan sistem perpetual dengan membuat kartu persediaan.

Jawaban: Guna mempermudah menjawab soal tersebut, pertama kali kita urutkan datadata yang sesuai bulan terjadinya transaksi, berikut ini: Bulan

Transaksi

DTSS Post Clearance Audit

Unit

Harga Satuan

Jumlah

46

Akuntansi Persediaan

Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus Oktober Nopember Desember

Saldo Awal Pembelian Produksi Pembelian Retur Produksi Pembelian Pembelian Produksi Pembelian Produksi Pembelian Pembelian Produksi Pembelian Produksi

240 250 320 400 210 210 230 200 360 170 340 410 300 450 380 500

Rp 9.000 10.000

Rp 2.160.000 Rp 2.500.000

12.500 12.500

5.000.000 2.625.000

14.000 15.000

3.220.000 3.000.000

16.000

2.720.000

18.000 20.000

7.380.000 6.000.000

21.500

8.170.000

Berdasarkan rincian tersebut, maka dapat dihitung bahwa jumlah barang yang tersedia untuk diproduksi sebanyak 2.370 unit. Berdasarkan perhitungan fisik diperoleh jumlah persediaan akhir sebanyak 190 unit, sehingga jumlah barang yang diproduksi sebanyak 2.180 unit (2.370 unit – 190 unit). a. Periodik – FIFO Dengan sistem ini, rincian harga pokok bahan baku terdiri dari: Transaksi Saldo Awal Pembelian Januari Pembelian Maret Pembelian April Pembelian Mei Pembelian Juli Pembelian Agustus Pembelian Oktober Pembelian Nopember Total

Unit 240 250 190 230 200 170 410 300 190 2.180

Harga Satuan 9.000 10.000 12.500 14.000 15.000 16.000 18.000 20.000 21.500

Jumlah 2.160.000 2.500.000 2.375.000 3.220.000 3.000.000 2.720.000 7.380.000 6.000.000 4.085.000 33.440.000

Berdasarkan tersebut, maka harga pokok bahan baku yang digunakan dalam produksi senilai Rp 33.440.000. Untuk menghitung nilai persediaan akhir, terlebih dahulu dihitung jumlah barang bahan baku yang siap digunakan untuk produksi. Berikut perhitungan bahan baku yang siap diproduksi:

DTSS Post Clearance Audit

47

Akuntansi Persediaan Transaksi Saldo Awal Pembelian Januari Pembelian Maret Retur Maret Pembelian April Pembelian Mei Pembelian Juli Pembelian Agustus Pembelian Oktober Pembelian Nopember Total

Unit 240 250 400 (190) 230 200 170 410 300 380 2.370

Harga Satuan 9.000 10.000 12.500 12.500 14.000 15.000 16.000 18.000 20.000 21.500

Jumlah 2.160.000 2.500.000 5.000.000 (2.625.000) 3.220.000 3.000.000 2.720.000 7.380.000 6.000.000 4.085.000 37.525.000

Dengan demikian, jumlah nilai persediaan akhir adalah nilai bahan baku yang siap diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi dengan harga pokok bahan baku yang diproduksi (Rp 33.440.000) yaitu Rp 4.085.000.

b. Periodik – LIFO Dengan sistem ini, rincian harga pokok bahan baku terdiri dari: Transaksi Pembelian Nopember Pembelian Oktober Pembelian Agustus Pembelian Juli Pembelian Mei Pembelian April Pembelian Maret Pembelian Januari Saldo Awal Total

Unit 380

Harga Satuan 21.500

Jumlah 8.170.000

300 410 170 200 230 190 250 240 2.180

20.000 18.000 16.000 15.000 14.000 12.500 10.000 9.000

6.000.000 7.380.000 2.720.000 3.000.000 3.220.000 2.375.000 2.500.000 2.160.000 35.815.000

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka harga pokok bahan baku yang digunakan dalam produksi senilai Rp 35.815.000. Dengan menggunakan perhitungan bahan baku yang siap digunakan untuk produksi sebelumnya, maka jumlah persediaan akhir adalah nilai bahan baku yang siap diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi dengan harga pokok bahan baku yang diproduksi (Rp 35.815.000) yaitu Rp 1.710.000.

DTSS Post Clearance Audit

48

Akuntansi Persediaan c. Periodik – Average Untuk menghitung harga pokok bahan baku, terlebih dahulu dihitung biaya per unit bahan baku. Biaya per unit bahan baku adalah jumlah bahan baku yang siap digunakan untuk diproduksi (Rp 37.525.000) dibagi dengan jumlah unit yang tersedia untuk diproduksi (2.370 unit) yaitu Rp 15.833. Dengan biaya per unit sebesar Rp 15.833 maka harga pokok bahan baku adalah Rp 34.515.940 (Rp15.833 x 2.180 unit).

d. Perpetual – FIFO Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO. Tanggal 2009 Saldo Januari

Unit

250

Pembelian Harga Per unit 10.000

Total

190

12.500

230

14.000

3.220.000

200

15.000

3.000.000

Juni

Juli

240 80

9.000 10.000

2.160.000 800.000

170 40

10.000 12.500

1.700.000 500.000

150 210 170

16.000

Agustus

410

18.000

7.380.000

Oktober

300

20.000

6.000.000 50 400

380

21.500

Desember

DTSS Post Clearance Audit

12.500

1.875.000 2.940.000

Persediaan Bahan Baku Harga Total Saldo Per unit 9.000 2.160.000 2.160.000 9.000 2.160.000 10.000 2.500.000 4.660.000

170 170 190

10.000 10.000 12.500

1.700.000 1.700.000 2.375.000

150 230 150 230 200

12.500 14.000 12.500 14.000 15.000

1.875.000 3.220.000 1.875.000 3.220.000 3.000.000

20 200

14.000 15.000

280.000 3.000.000

50 50 410

16.000 16.000 18.000

800.000 800.000 7.380.000

10 300 10 300 380

18.000 20.000 18.000 20.000 21.500

180.000 6.000.000 180.000 6.000.000 8.170.000

190

21.500

1.700.000 4.075.000

5.095.000

8.095.000

3.280.000

2.720.000 20 200 120

November

Unit 240 240 250

2.375.000

April

Mei

Harga Pokok Produksi Harga Total Per unit

2.500.000

Pebruari Maret

Unit

14.000 15.000 16.000

16.000 18.000

280.000 3.000.000 1.920.000

800.000 7.200.000

8.170.000

10 300 190

18.000 20.000 21.500

180.000 6.000.000 4.085.000

800.000 8.180.000

6.180.000

14.350.000

4.085.000

49

Akuntansi Persediaan

Dari kartu persediaan tersebut, diketahui bahwa nilai persediaan akhir bahan baku sebanyak Rp 4.085.000. Dengan demikian, jumlah harga pokok produksi adalah bahan baku yang tersedia untuk diproduksi (Rp 37.525.000) dikurangi nilai persediaan akhir bahan baku (Rp 4.085.000) yaitu Rp 33.440.000. cara seperti ini digunakan juga untuk menentukan nilai persediaan akhir bahan baku dan harga pokok produksi dengan sistem perpetual dan metoe LIFO maupun average.

e. Perpetual – LIFO Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO. Tanggal 2009 Saldo Januari

Unit

250

Pembelian Harga Per unit 10.000

Total

190

12.500

230

14.000

3.220.000

200

15.000

3.000.000

Juni

Juli

240 80

9.000 10.000

2.160.000 800.000

170 40

10.000 12.500

1.700.000 500.000

150 210 170

16.000

Agustus

410

18.000

7.380.000

Oktober

300

20.000

6.000.000 50 400

380

21.500

Desember

DTSS Post Clearance Audit

12.500

1.875.000 2.940.000

Persediaan Bahan Baku Harga Total Saldo Per unit 9.000 2.160.000 2.160.000 9.000 2.160.000 10.000 2.500.000 4.660.000

170 170 190

10.000 10.000 12.500

1.700.000 1.700.000 2.375.000

150 230 150 230 200

12.500 14.000 12.500 14.000 15.000

1.875.000 3.220.000 1.875.000 3.220.000 3.000.000

20 200

14.000 15.000

280.000 3.000.000

50 50 410

16.000 16.000 18.000

800.000 800.000 7.380.000

10 300 10 300 380

18.000 20.000 18.000 20.000 21.500

180.000 6.000.000 180.000 6.000.000 8.170.000

190

21.500

1.700.000 4.075.000

5.095.000

8.095.000

3.280.000

2.720.000 20 200 120

November

Unit 240 240 250

2.375.000

April

Mei

Harga Pokok Produksi Harga Total Per unit

2.500.000

Pebruari Maret

Unit

14.000 15.000 16.000

16.000 18.000

280.000 3.000.000 1.920.000

800.000 7.200.000

8.170.000

10 300 190

18.000 20.000 21.500

180.000 6.000.000 4.085.000

800.000 8.180.000

6.180.000

14.350.000

4.085.000

50

Akuntansi Persediaan

f. Perpetual – Average Berikut ini, perhitungan harga pokok produksi dan persediaan akhir bahan baku dengan sistem perpetual dan metode FIFO. Tanggal 2009 Saldo Januari

Unit

250

Pembelian Harga Per unit 10.000

Total

190

12.500

230

14.000

3.220.000

200

15.000

3.000.000

Juni

Juli

240 80

9.000 10.000

2.160.000 800.000

170 40

10.000 12.500

1.700.000 500.000

150 210 170

16.000

Agustus

410

18.000

7.380.000

Oktober

300

20.000

6.000.000 50 400

380

21.500

Desember

3.

12.500

1.875.000 2.940.000

Persediaan Bahan Baku Harga Total Saldo Per unit 9.000 2.160.000 2.160.000 9.000 2.160.000 10.000 2.500.000 4.660.000

170 170 190

10.000 10.000 12.500

1.700.000 1.700.000 2.375.000

150 230 150 230 200

12.500 14.000 12.500 14.000 15.000

1.875.000 3.220.000 1.875.000 3.220.000 3.000.000

20 200

14.000 15.000

280.000 3.000.000

50 50 410

16.000 16.000 18.000

800.000 800.000 7.380.000

10 300 10 300 380

18.000 20.000 18.000 20.000 21.500

180.000 6.000.000 180.000 6.000.000 8.170.000

190

21.500

14.000 15.000 16.000

16.000 18.000

280.000 3.000.000 1.920.000

800.000 7.200.000

8.170.000

10 300 190

18.000 20.000 21.500

180.000 6.000.000 4.085.000

4.075.000

5.095.000

8.095.000

3.280.000

800.000 8.180.000

6.180.000

14.350.000

4.085.000

Perbandingan Metode Penilaian

Seperti telah diilustrasikan, ketiga metode perhitungan biaya persediaan masingmasing memiliki asumsi arus biaya yang berbeda. Apabila biaya per unit cenderung stabil dari waktu ke waktu, ketiga metode akan memberikan hasil yang sama. Namun, karena harga selalu berubah, ketiga metode tersebut akan

DTSS Post Clearance Audit

1.700.000

2.720.000 20 200 120

November

Unit 240 240 250

2.375.000

April

Mei

Harga Pokok Produksi Harga Total Per unit

2.500.000

Pebruari Maret

Unit

51

Akuntansi Persediaan menghasilkan jumlah yang berbeda untuk (1) harga pokok penjualan periode berjalan, (2) laba kotor (dan laba bersih) periode berjalan, dan (3) persediaan akhir. Dengan menggunakan beberapa contoh sebelumnya untuk sistem persediaan periodik dan dengan mengasumsikan bahwa penjualan bersih adalah Rp 15.000.000 laporan laba rugi sebagian berikut mengindikasikan pengaruh setiap metode apabila harga naik: Laporan Laba Rugi Sebagian FIFO Biaya Rata-rata Rp 15.000.000 Rp 15.000.000

Penjualan Bersih Harga pokok penjualan: Persediaan awal Pembelian Barang tersedia dijual Dikurangi persediaan akhir Harga pokok penjualan Laba kotor Ringkasan pengaruh ketiga metode

1.800.000 8.600.000 10.400.000 3.400.000 7.000.000 8.000.000 - Persediaan akhir tertinggi - Harga pokok penjualan terendah. - Laba kotor tertingi

1.800.000 8.600.000 10.400.000 3.120.000 7.280.000 7.720.000 Hasil berada diantara hasil FIFO dan LIFO

LIFO Rp 15.000.000 1.800.000 8.600.000 10.400.000 2.800.000 7.600.000 7.400.000 - Persediaan akhir terendah - Harga pokok penjualan tertinggi - Laba kotor terendah

4. Penilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok Seperti telah di bahas sebelumnya, biaya merupakan dasar utama untuk penilaian persediaan. Namun, dalam sejumlah kasus, persediaan bisa dinilai selain dari biaya. Dua situasi semacam itu muncul apabila (1) biaya penggantian barang-barang persediaan lebih rendah daripada biaya yang tercatat dan (2) persediaan tidak dapat dijual pada harga jual normal karena cacat, using, perubahan gaya, atau penyebab lainnya.

1) Penilaian pada Mana yang Lebih Rendah antara Harga Pokok atau Harga Pasar

DTSS Post Clearance Audit

52

Akuntansi Persediaan Jika biaya penggantian suatu persediaan lebih rendah daripara biaya pembeliannya maka metode mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar (lower-of-cost-or-market-LCM method) digunakan untuk menilai persediaan. Harga pasar, yang digunakan dalam LCM, adalah biaya untuk mengganti barang dagang pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini didasarkan pada jumlah yang biasanya dibeli dari sumber pemasok yang biasa. Dalam bisnis yang sering dilanda inflasi, harga pasar jarang turun. Namun, dalam bisnis yang teknologinya berubah cepat (misalnya, televise dan komputer), penurunan harga sering terjadi. Keunggulan utama dari metode LCM adalah bahwa laba kotor (dan laba bersih) akan berkurang dalam periode terjadinya penurunan nilai pasar. Dalam menerapkan metode LCM, biaya dan biaya penggantian dapat ditentukan dengan salah satu dari tiga cara berikut. Biaya dan biaya penggantian (replacement cost) dapat ditentukan untuk (1) setiap jenis barang dalam persediaan, (2) kelas atau kategori utama persediaan, dan (3) persediaan secara keseluruhan. Dalam praktik, yang ditentukan biasanya adalah biaya dan biaya penggantian setiap jenis barang. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa terdapat 400 unit barang yang identik dalam persediaan, yang dibeli dengan harga Rp 1.050 untuk menggantinya, maka harga sebesar Rp 1.050 akan dikalikan dengan 400 untuk menentukan nilai persediaan. Pada sisi lain, jika barang tersebut dapat diganti dengan harga Rp 950 per unit, biaya penggantian sebesar Rp 950 akan digunakan untuk tujuan penilaian. Tampilan berikut mengilustrasikan metode untuk penyusunan data persediaan dan penerapan metode LCM ke setiap barang persediaan. Jumlah penurunan nilai pasar Rp 45.000 (Rp 1.552.000 – Rp 1.507.000), bisa dilaporkan sebagai pos terpisah dalam laporan laba rugi atau dimasukkan dalam harga pokok penjualan. Yang pasti, laba bersih akan berkurang sebesar penurunan harga pasar. Penentuan Nilai Persediaan dengan Metode LCM Komoditas Jumlah Biaya Harga Persediaan per Unit Pasar per Unit A

400

DTSS Post Clearance Audit

Rp 1.025

Rp 950

Biaya

Rp 410.000

Total Pasar

380.000

Lebih Rendah Biaya atau Pasar (LCM) 380.000

53

Akuntansi Persediaan B C D Total

120 600 280

2.250 800 1.400

2.410 775 1.475

270.000 480.000 392.000 Rp 1.552.000

289.200 465.000 413.000 Rp 1.547.200

270.000 465.000 392.000 Rp 1.507.000

2) Penilaian pada Nilai Realisasi Bersih Seperti yang mungkin telah Anda perkirakan, barang dagang yang telah using, rusak, cacat, atau yang hanya bisa dijual dengan harga di bawah harga pokok harus diturunkan nilainya. Barang dagang semacam itu harus dinilai dengan nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih (net realizable) adalah estimasi harga jual dikurangi biaya pelepasan langsung, seperti komisi penjualan. Sebagai contoh, asumsikan bahwa barang dagang yang telah rusak, dengan harga pokok Rp 100.000.000, hanya dapat dijual dengan harga Rp 80.000.000, dan beban penjualan langsung diestimasi sebesar Rp 15.000.000. Persediaan ini harus dinilai sebesar Rp 65.000.000 (Rp 80.000.000 – Rp 15.000.000), yang merupakan nilai realisasi bersihnya.

b. Latihan 3

1. Transaksi persediaan suatu perusahaan dagang bulan Juli Tahun 2010 adalah sebagai berikut: Tanggal Transaksi

Kuantitas

Harga Per Unit

01/07/10 Persediaan awal

400

100.000

12/07/10 Penjualan

200

200.000

18/07/10 Pembelian

200

110.000

25/07/10 Penjualan

350

200.000

29/07/10 Pembelian

150

115.000

30/07/10 Stock opname

200

Tentukan nilai persediaan akhir, dengan menggunakan: a. Metode FIFO, Average, dan LIFO dengan sistem periodik b. Metode FIFO, Average, dan LIFO dengan sistem perpetual (buat kartu persediaan)

DTSS Post Clearance Audit

54

Akuntansi Persediaan 2. Buat laporan laba rugi untuk akhir bulan Juli 2010 dengan menggunakan metode FIFO, LIFO, dan Average (perpetual)

3. Metode apa yanag akan Saudara pilih, jika tujuan perusahaan: a) Memaksimalkan pajak penghasilan b) Melaporan laba serendah mungkin c) Melaporkan nilai persediaan akhir yang paling mendekati harga pasar

c.

Rangkuman

1. Pada sistem persediaan periodik, hanya pendapatan yang dicatat setiap kali penjualan dilakukan. Tidak ada jurnal yang dibuat pada saat penjualan untuk mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode akuntansi, perhitungan fisik dilakukan untuk menentukan biaya atau harga pokok persediaan dan harga pokok penjualan 2. Dalam sistem perpetual, untuk mengetahui jumlah persediaan yang ada pada tanggal tertentu tidak perlu menghitung secara fisik terhadap sisa barang yang ada di gudang. Persediaan barang setiap saat bisa diketahui dari pembukuan,

karena

setiap

transaksi

yang

mempengaruhi

besarnya

persediaan langsung dicatat ke dalam akuntansi persediaan sebesar harga pokoknya. 3. Metode Harga Pokok Spesifik adalah metode penilaian persediaan yang memasukkan biaya sebenarnya dari item persediaan yang terjual ke harga pokok barang yang dijual. 4. Metode First-in First-out (FIFO)/Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP) adalah metode penilaia persediaan dimana biaya persediaan yang paling awal yang ada terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan 5. Metode Last In First Out (LIFO)/Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP) adalah metode yang didasarkan pada anggapan bahwa biaya persediaan yang paling akhir yang akan terlebih dahulu dibebankan sebagai harga pokok penjualan. 6. Metode Rata-rata atau Rata-rata Tertimbang adalah metode rata-rata tertimbang, biaya rata-rata barang ditentukan dengan cara membagi jumlah harga barang yang tersedia untuk dijual dengan total kuantitasnya,

DTSS Post Clearance Audit

55

Akuntansi Persediaan d.

Tes Formatif 3

Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 3 ini, coba Anda kerjakan tes formatif berikut ini, dengan cara berikan tanda silang (X) pada jawaban yang Anda anggap benar.

Data berikut digunakan untuk menjawab soal nomor 1 sampai dengan nomor 6. Persediaan awal dan pembelian yang dilakukan oleh suatu perusahaan selama tahun yang berakhir 31 Desember 2009, adalah sebagai berikut: Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 ssejumlah 2.750 unit.

1. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya FIFO? a. Rp 166.750.000 b. Rp 161.750.000 c. Rp 74.500.000 d. Rp 69.500.000 2. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya FIFO? a. Rp 166.750.000 b. Rp 161.750.000 c. Rp 74.500.000 d. Rp 69.500.000 3. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya LIFO? a. Rp 166.750.000 b. Rp 161.750.000 c. Rp 74.500.000 d. Rp 69.500.000

DTSS Post Clearance Audit

56

Akuntansi Persediaan 4. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya LIFO? a. Rp 166.750.000 b. Rp 161.750.000 c. Rp 74.500.000 d. Rp 69.500.000 5. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)? a. Rp 166.750.000 b. Rp 161.750.000 c. Rp 164.062.500 d. Rp 72.187.500 6. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)? a. Rp 166.750.000 b. Rp 161.750.000 c. Rp 164.062.500 d. Rp 72.187.500 Data berikut digunakan untuk menjawab soal nomor 7 sampai dengan nomor 15. Persediaan awal dan pembelian yang dilakukan oleh suatu perusahaan selama tahun yang berakhir 31 Desember 2009, adalah sebagai berikut: 1 12 18 25 30

Januari Februari Maret Juni Agustus

Persediaan Penjualan Pembelian Penjualan Pembelian

Unit 400 200 @ Rp 200 200 350 @ Rp 200 150

Harga per Unit Rp 100 110 115

7. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO? a. Rp 22.750 b. Rp 5.500 c. Rp 17.250 d. Rp 56.500

DTSS Post Clearance Audit

57

Akuntansi Persediaan 8. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO? a. Rp 22.750 b. Rp 5.500 c. Rp 17.250 d. Rp 56.500 9. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO? a. Rp 79.250 b. Rp 22.750 c. Rp 53.500 d. Rp 56.500 10. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO? a. Rp 22.750 b. Rp 22.250 c. Rp 57.000 d. Rp 53.000 11. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO? a. Rp 22.750 b. Rp 22.250 c. Rp 57.000 d. Rp 53.000 12. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO? a. Rp 22.750 b. Rp 22.250 c. Rp 57.000 d. Rp 53.000

DTSS Post Clearance Audit

58

Akuntansi Persediaan 13. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)? a. Rp 22.500 b. Rp 79.250 c. Rp 53.250 d. Rp 56.750 14. Berapa harga pokok penjualan persediaan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)? a. Rp 22.500 b. Rp 79.250 c. Rp 53.250 d. Rp 56.750 15. Berapa laba kotor penjualan atas penjualan 550 unit apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)? a. Rp 22.500 b. Rp 79.250 c. Rp 53.250 d. Rp 56.750

e.

Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci dibawah rumus. TP

= Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal

DTSS Post Clearance Audit

59

Akuntansi Persediaan Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai:

91 %

s.d

100 %

:

Sangat Baik

81 %

s.d.

90,00 %

:

Baik

71 %

s.d.

80,99 %

:

Cukup

61 %

s.d.

70,99 %

:

Kurang

0%

s.d.

60 %

:

Sangat Kurang

Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah menguasai materi kegiatan belajar 3 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya.

DTSS Post Clearance Audit

60

Akuntansi Persediaan KEGIATAN BELAJAR

4 ESTIMASI NILAI PERSEDIAAN Indikator keberhasilan : 1. Mampu mengestimasi nilai persediaan dengan metode eceran. 2. Mampu mengestimasi nilai persediaan dengan metode laba kotor.

a.

Uraian dan Contoh

Karena pertimbangan praktis dan biaya, tidak semua perusahaan menghitung persediaan akhirnya pada setiap akhir periode. Walaupun demikian perusahaan tersebut tetap memerlukan laporan keuangan yang dibuat per periode. Karena itu sering perusahaan harus memperkirakan nilai dari persediaan yang dimilikinya. Banjir atau kebakaran dapat menghancurkan mendapatkan

persediaan ganti

rugi

dari

barang,

dan

perusahaan

untuk asuransi,

perusahaan tersebut harus dapat memperkirakan nilai persediaan tanpa harus menghitung persediaan akhir yang dimilikinya. Metode yang biasa dipergunakan untuk memperkirakan persediaan akhir adalah metode laba kotor dan metode eceran. Kedua metode ini sering dipakai dalam praktik.

1.

Metode Laba Kotor

Metode laba kotor (gross profit method) menggunakan estimasi laba kotor yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir

DTSS Post Clearance Audit

61

Akuntansi Persediaan periode. Laba kotor biasanya diestimasi dari tingkat aktual dari tahun sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dalam harga pokok dan harga jual selama periode berjalan. Dengan menggunakan tingkat laba kotor, jumlah rupiah penjualan untuk suatu periode dapat dibagi ke dalam dua komponen: (1) laba kotor dan (2) harga pokok penjualan. Harga pokok penjualan dapat dikurangkan dari harga pokok barang yang tersedia untuk dijual guna mendapatkan estimasi harga pokok persediaan. Sebagai contoh, persediaan per 1 Januari diasumsikan sebesar Rp57.000, pembelian selama bulan januari Rp180.000, dan penjualan bersih selama bulan tersebut adalah Rp250.000. Selain itu, laba kotor historis adalah 30% dari penjualan bersih. Berikut perhitungan estimasi nilai persediaan per 31 Januari. Persediaan barang dagang, 1 Januari Pembelian selama Januari (bersih) Barang yang tersedia untuk dijual Penjualan selama Januari (bersih) Dikurangi estimasi laba kotor (30% x Rp250.000) Estimasi harga pokok penjualan Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari

Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor Rp57.000 180.000 237.000 Rp250.000 75.000 175.000 Rp62.000

Metode laba kotor sangat berguna dalam mengestimasi persediaan laporan keuangan bulanan atau triwulanan dalam sistem persediaan periodik. Metode ini juga sangat berguna dalam mengestimasi harga pokok barang dagang yang rusak akibat kebakaran atau bencana lainnya. Akuntan, manager, dan juga auditor dapat menggunakan metode laba kotor ini untuk memeriksa tingkat kewajaran dari persediaan yang kita hitung secara fisik. Metode ini dapat menolong untuk menemukan kesalahan– kesalahan saat pada perhitungan fisik

2.

Metode Harga Eceran

Metode persediaan eceran (retail inventory method) mengestimasi biaya persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama. Untuk menggunakan metode ini, harga eceran dari semua barang dagang harus ditetapkan dan ditotalkan. Berikutnya, persediaan eceran ditentukan dengan

DTSS Post Clearance Audit

62

Akuntansi Persediaan mengurangi penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang yang tersedia untuk dijual selama periode bersangkutan. Estimasi biaya persediaan kemudian dihitung dengan mengalikan persediaan eceran dengan rasio biaya terhadap harga jual (eceran) barang dagang yang tersedia untuk dijual. Berikut ilustrasi penentuan persediaan dengan metode eceran. Persediaan barang dagang, 1 Januari Pembelian bulan Januari (bersih) Barang yang tersedia untuk dijual Rasio biaya terhadap harga eceran

Harga pokok Rp19.400 42.600 Rp62.000

Harga eceran Rp36.000 64.000 Rp100.000

Rp 62.000  62% Rp100.000

Penjualan bulan Januari (bersih) Persediaan barang dagang, 31 Januari, pada eceran Persediaan barang dagang, 31 Januari, pada estimasi biaya (Rp30.000 x 62%)

Rp70.000 Rp30.000 Rp18.600

Jika persediaan terdiri atas berbagai kelas barang dagang dengan tingkat laba kotor yang berbeda-beda, maka persentase harga pokok dan persediaan harus dipisah-pisahkan untuk setiap kelas persediaan. Salah satu keunggulan utama dari metode eceran adalah bahwa metode tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai persediaan untuk digunakan dalam menyusun laporan bulanan atau triwulanan apabila sistem periodik digunakan.

Pengecer seperti toko kecil sampai departement store biasanya menggunakan metode eceran untuk memperkirakan biaya persediaan akhirnya. Seperti metode marjin kotor, metode eceran ini juga didasarkan pada persamaan harga pokok penjualan. Namun, metode

eceran

mengharuskan perusahaan

untuk mencatat pembelian persediaan dengan dua harga, yang pertama pada harga pembeliaan, seperti yang dicatat pada jurnal- jurnal dan buku pembelian, sedangkan kedua dicatat pada harga eceran seperti yang tercatat pada price tag. Hal ini tidak terlalu merepotkan perusahaan, karena biasanya perusahaan eceran menentukan harga eceran dengan menambahkan mark up tertentu pada harga belinya. Misalkan suatu departement store membeli sabuk pria seharga Rp 6.000 kemudian menambahka mark up sebesar Rp 4.000, sehingga harga jual eceran dari sabuk tersebut adlah Rp 10.000. dalam metode eceran ini, nilai persediaan

DTSS Post Clearance Audit

63

Akuntansi Persediaan akhir dari perusahaan didapatkan dengan bekerja mundur dari harga eceran untuk mendapatkan harga belinya. Gambar 9-12 menggambarkan cara kerja proses ini Misalkan perusahaan pengecer menpunyai empat kategori persediaan, dimana setiap pesediaan memiliki rasio yang berbeda-beda. Bagaimanakah cara perusahaan tersebut menggunakan metode eceran untuk memperkirakan harga pokok persediaan akhir yang dimilikinya?. Terapkan metode eceran secara terpisah pada setipa kategori dari persediaan , kemudian dengan menggunakan rasio yang spesifik untuk keempat kategori tersebut ,kita dapat mencari nilai persediaan akhir berdasarkan harga perolehan . Setelah itu jumlahkan Keempat Jenis persediaan tersebut untuk mendapatkan total biaya persediaan akhir perusahaan . Walaupun

metode

eceran

ini

hanya

merupakan

teknik

untuk

memperkirakan harga pokok persediaan, tapi banyak perusahaan yang menggunakan metode ini utnuk menilai biaya persediaan akhir yang akan tercantum dineraca. Perusahaan–perusahaan tersebut biasanya menghitung persediaan yang dimilikinya sepanjang tahun, tapi perhitungan tersebut dilakukan berdasarkan harga eceran

b. Latihan 4 Agar Saudara dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 4 ini, coba kerjakan latihan-latihan berikut ini. 1. Sebutkan metode yang sering digunakan untuk mengestimasi nilai persediaan? 2. Laba kotor yang mana yang biasanya digunakan sebagai dasar estimasi nilai persediaan? 3. Jelaskan kegunaan metode laba kotor bagi seorang akuntan? 4. Jelaskan secara singkat metode eceran untuk mengestimasi nilai persediaan? 5. Bagaimanakah cara perusahaan menggunakan metode eceran untuk mengestimasi nilai persediaan akhir, apabila perusahaan mempunyai 4 kategori persediaan, dimana setiap pesediaan memiliki rasio yang berbedabeda?

DTSS Post Clearance Audit

64

Akuntansi Persediaan c. Rangkuman 1. Karena pertimbangan praktis dan biaya, tidak semua perusahaan menghitung persediaan akhirnya pada setiap akhir periode. 2. Metode yang biasa dipergunakan untuk memperkirakan persediaan akhir adalah metode laba kotor dan metode eceran. 3. Metode laba kotor (gross profit method) menggunakan estimasi laba kotor yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir periode. Laba kotor biasanya diestimasi dari tingkat aktual dari tahun sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dalam harga pokok dan harga jual selama periode berjalan. 4. Metode persediaan eceran (retail inventory method) mengestimasi biaya persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama.

d. Tes Formatif 4 1. Jika rasio harga pokok terhadap eceran adalah 75% dan persediaan akhir pada harga eceran adalah Rp1.000.000. Berapa estimasi nilai persediaan akhir pada biaya/harga pokok? a. Rp750.000 b. Rp250.000 c. Rp1.000.000 d. Rp1.750.000 2. Berapa estimasi nilai persediaan akhir jika barang dagang yang tersedia untuk dijual adalah Rp350.000, penjualan Rp500.000, dan persentase laba kotor 40%? a. Rp300.000 b. Rp200.000 c. Rp50.000 d. Rp150.000 3. Berdasarkan data-data berikut, tentukan rasio biaya terhadap harga eceran yang akan digunakan untuk mengestimasikan biaya persediaan dengan metode eceran:

DTSS Post Clearance Audit

65

Akuntansi Persediaan

1 1-31 1-31

Maret Maret Maret

Persediaan barang dagang Pembelian (bersih) Penjualan (bersih)

Biaya Rp250.000 1.212.000

Eceran Rp350.000 1.370.000 1.300.000

a. 71,42% b. 88,46% c. 85,00% d. 76,00% 4. Berdasarkan data-data berikut, estimasikan biaya persediaan barang dagang per 30 Juni dengan metode eceran: 1 1-30 1-30

Juni Juni Juni

Persediaan barang dagang Pembelian (bersih) Penjualan (bersih)

Biaya Rp180.000 720.000

Eceran Rp200.000 800.000 895.000

a. Rp900.000 b. Rp1.000.000 c. Rp105.000 d. Rp94.500

Soal nomor 5 dan 6 menggunakan data berikut ini. Persediaan barang dagang telah musnah akibat kebakaran pada tanggal 17 Maret. Data-data berikut diperoleh dari catatan akuntansi: 1 Januari 1 Januari – 17 Maret

Persediaan barang dagang Pembelian (bersih) Penjualan (bersih) Estimasi tingkat laba kotor

Rp200.000 950.000 1.450.000 35%

5. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan yang telah musnah itu. a. Rp507.500 b. Rp1.150.000 c. Rp207.500 d. Rp942.500 6. Estimasikan nilai persediaan barang dagang yang telah musnah itu. a. Rp507.500 b. Rp1.150.000

DTSS Post Clearance Audit

66

Akuntansi Persediaan c. Rp207.500 d. Rp942.500

Gunakan data berikut untuk menjawab soal nomor 7 dan 8. Data berikut berkenaan dengan persediaan, transaksi pembelian dan penjualan pada suatu perusahaan. 1 Maret Persediaan barang dagang Transaksi selama bulan Maret: Pembelian (bersih) Penjualan Retur dan potongan penjualan

Biaya Rp260.000

Eceran Rp350.000

1.134.000

1.700.000 1.850.000 90.000

7. Berapakah nilai persediaan barang dagang per 31 Maret pada harga eceran? a. Rp649.400 b. Rp946.400 c. Rp955.000 d. Rp1.095.000 8. Berapa estimasi nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret dengan harga eceran. a. Rp649.400 b. Rp946.400 c. Rp955.000 d. Rp1.095.000

Gunakan data berikut untuk menjawab soal nomor 9 dan 10. Data berikut berkenaan dengan persediaan, transaksi pembelian dan penjualan pada suatu perusahaan. Persediaan barang dagang, 1 Maret Transaksi selama bulan Maret dan April Pembelian (bersih) Penjualan Retur dan potongan penjualan Estimasi tingkat laba kotor

DTSS Post Clearance Audit

Rp300.000 1.435.000 2.560.000 160.000 46%

67

Akuntansi Persediaan 9. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan pada tanggal 31 Maret dengan metode laba kotor. a. Rp1.104.000 b. Rp1.296.000 c. Rp439.000 d. Rp1.735.000 10. Estimasikan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret dengan metode laba kotor. a. Rp1.104.000 b. Rp1.296.000 c. Rp439.000 d. Rp1.735.000

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci dibawah rumus.

TP

= Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai:

91 %

s.d

100 %

:

Sangat Baik

81 %

s.d.

90,00 %

:

Baik

71 %

s.d.

80,99 %

:

Cukup

61 %

s.d.

70,99 %

:

Kurang

0%

s.d.

60 %

:

Sangat Kurang

DTSS Post Clearance Audit

68

Akuntansi Persediaan Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah menguasai materi kegiatan belajar 4 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda dapat melanjutkan dengan mengerjakan soal-soal tes sumatif.

DTSS Post Clearance Audit

69

Akuntansi Persediaan

PENUTUP Auditor yang profesional sangat dibutuhkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka tugas audit Kepabeanan dan Cukai. Dengan membaca modul Akuntansi Persediaan ini diharapkan pembaca mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang utuh tentang konsep Akuntansi Persediaan. Pengetahuan dan ketrampilan yang utuh tentang konsep Akuntansi Persediaan sangat membantu dalam pelaksanaan tugas audit pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

DTSS Post Clearance Audit

70

Akuntansi Persediaan

TES SUMATIF Setelah Anda mempelajari keseluruhan modul Akuntansi Persediaan ini serta mengerjakan beberapa latihan dan tes formatif, maka kerjakan tes sumatif berikut ini untuk menguji hasil belajar Anda secara komprehensif. Berikan tanda silang (X) pada jawaban yang Anda anggap benar.

1. Meja kursi yang sedang dalam proses produksi tetapi belum selesai dikerjakan bagi perusahaan pembuat meubelair tersebut termasuk kategori..... a. Barang jadi b. Bahan baku c. Barang dalam proses d. Bahan pembantu 2. Kayu meranti sebagai bahan utama meja kursi dimasukkan kategori..... a. Barang jadi b. Bahan baku c. Barang dalam proses d. Bahan pembantu 3. Dengan metode LIFO, maka akan diperoleh... a. Tingkat laba maksimum b. Pembayaran pajak minimum c. Tingkat pajak maksimum d. Nilai persediaan akhir paling dekat dengan harga pasar 4. Apabila nilai persediaan dinilai lebih tinggi dari seharusnya berakibat... a. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih rendah b. Dalam Neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah d. Dalam Laporan laba rugi, leba bersih ditetapkan lebih rendah 5. Apabila nilai persediaan dinilai lebih rendah dari seharusnya berakibat... a. Dalam neraca, persediaan ditetapkan lebih tinggi b. Dalam neraca, ekuitas pemilik ditetapkan lebih tinggi c. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih rendah

DTSS Post Clearance Audit

71

Akuntansi Persediaan d. Dalam Laporan laba rugi, laba kotor ditetapkan lebih tinggi 6. Jurnal untuk mencatat pembelian 1.500 unit dengan harga Rp1000 per unit secara kredit dengan sistem periodik adalah.... a.

Persediaan 1.500.000 Kas 1.500.000 b. Persediaan 1.500.000 Hutang 1.500.000 c. Pembelian 1.500.000 Kas 1.500.000 d. Pembelian 1.500.000 Hutang 1.500.000 7. Jurnal untuk mencatat penjualan 1.750 unit dengan harga Rp200 per unit secara kredit dengan sistem perpetual adalah.... a.

Kas 350.000 Penjualan 350.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan Xxx b. Piutang Dagang 350.000 Penjualan 350.000 Harga Pokok Penjualan xxx Persediaan xxx c. Kas 350.000 Penjualan 350.000 d. Piutang Dagang 350.000 Penjualan 350.000 8. Persediaan akhir terdiri atas harga pokok yang berasal dari pembelian terakhir.... a. Metode identifikasi khusus b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Metode Last-in, First-out (LIFO) 9. Arus biaya berlawanan arah dengan urutan terjadinya biaya... a. Metode identifikasi khusus b. Metode First-in, First-out (FIFO) c. Metode biaya rata-rata d. Metode Last-in, First-out (LIFO) 10. Jika penyusutan persediaan pada akhir tahun disajikan terlalu tinggi sebesar Rp75.000, kesalahan tersebut akan menyebabkan: a. Penyajian harga pokok penjualan tahun tersebut yang lebih rendah sebesar Rp75.000. DTSS Post Clearance Audit

72

Akuntansi Persediaan b. Penyajian laba kotor tahun tersebut yang lebih tinggi sebesar Rp75.000. c. Penyajian persediaan barang dagang tahun tersebut yang lebih tinggi sebesar Rp75.000. d. Penyajian laba bersih tahun tersebut yang lebih rendah sebesar Rp75.000.

11. Metode perhitungan biaya persediaan yang didasarkan pada asumsi bahwa biaya harus dibebankan terhadap pendapatan sesuai dengan urutan kejadian terjadinya adalah: a. FIFO b. LIFO c. Biaya rata-rata d. Persediaan perpetual 12. Jika persediaan barang dagang dinilai berdasarkan biaya atau harga pokok dan tingkat harga terus meningkat, metode perhitungan biaya yang akan memberikan laba bersih paling tinggi adalah: a. FIFO b. LIFO c. Biaya rata-rata d. Persediaan perpetual 13. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok bahan baku apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya FIFO? Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan Awal 1.750 Rp 11.000 1 Maret Pembelian 2.100 Rp 12.000 17 Maret Pembelian 3.400 Rp 12.000 13 September Pembelian 5.000 Rp 13.500 1 Desember Pembelian 1.000 Rp 13.750 Jumlah bahan baku yang belum digunakan pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 sejumlah 6.500 unit.

a. Rp 166.500.000 b. Rp 79.250.000 c. Rp 87.250.000 d. Rp 87.500.000

DTSS Post Clearance Audit

73

Akuntansi Persediaan 14. Berdasarkan data pada soal nomor 10, tentukan nilai bahan baku akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya FIFO? a. Rp 166.500.000 b. Rp 79.250.000 c. Rp 87.250.000 d. Rp 87.500.000 15. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya LIFO? Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan Awal 175 Rp 20.000 6 Februari Pembelian 300 Rp 21.000 13 Maret Pembelian 350 Rp 21.100 25 Juni Pembelian 500 Rp 21.250 Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 ssejumlah 25 unit.

a. Rp 27.275.000 b. Rp 500.000 c. Rp 27.775.000 d. Rp 510.000 16. Berdasarkan data pada soal nomor 12, tentukan nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya LIFO? a. Rp 27.275.000 b. Rp 500.000 c. Rp 27.775.000 d. Rp 510.000 17. Berdasarkan data berikut ini, tentukan harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)? 1 6

Januari Februari

DTSS Post Clearance Audit

Persediaan Pembelian

Unit 2.000 3.000

Harga per Unit Rp 1.000 Rp 1.100

74

Akuntansi Persediaan 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 1.120 25 Juni Pembelian 1.500 Rp 1.200 Jumlah unit yang belum terjual pada perhitungan fisik tanggal 31 Desember 2009 sejumlah 4.760 unit.

a. Rp 5.774.480 b. Rp 5.245.520 c. Rp 11.020.000 d. Rp 11.020.000 18. Berdasarkan data pada soal nomor 14, tentukan nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan periodik dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)? a. Rp 5.774.480 b. Rp 5.245.520 c. Rp 11.020.000 d. Rp 11.020.000 19. Berdasarkan data berikut ini, tentukan nilai persediaan akhir bahan baku per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO? Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 400 Rp 1.000 1 Maret Penjualan 200 @ Rp 1.500 17 Maret Pembelian 200 1.100 18 Maret Penjualan 350 @ Rp 1.750 13 September Pembelian 150 1.150 1 Desember Penjualan 125 @ Rp 1.800  Karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, sebanyak 25 unit persediaan yang dibeli tanggal 17 Maret 2009 langsung dikembalikan ke vendornya dan akan diganti pada awal Tahun 2010.

a. Rp 765.000 b. Rp 57.500 c. Rp 707.500 d. Rp 430.000 20. Berdasarkan data soal nomor 16, tentukan harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO? DTSS Post Clearance Audit

75

Akuntansi Persediaan a. Rp 765.000 b. Rp 57.500 c. Rp 707.500 d. Rp 430.000 21. Berdasarkan data soal nomor 16, tentukan laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya FIFO? a. Rp 765.000 b. Rp 57.500 c. Rp 707.500 d. Rp 430.000 22. Berdasarkan data berikut ini, tentukan nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO? 1

Januari

Persediaan Awal

1 17 13 1

Maret Maret September Desember

Penjualan Pembelian Penjualan Pembelian

Unit 300 250 368 @ Rp 2200 200 230 @ Rp 2300 150

Harga per Unit Rp 2.000 2.105 2.110 2.115

a. Rp 1.865.500 b. Rp 621.250 c. Rp 1.244.250 d. Rp 94.350 23. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO? a. Rp 1.865.500 b. Rp 621.250 c. Rp 1.244.250 d. Rp 94.350 24. Berapa laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya LIFO? a. Rp 1.865.500

DTSS Post Clearance Audit

76

Akuntansi Persediaan b. Rp 621.250 c. Rp 1.244.250 d. Rp 94.350 25. Berapa nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009 apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)? 1 12 18 25 30 

Unit Harga per Unit Januari Persediaan 420 Rp 10.000 Februari Penjualan 200 @ Rp 11.000 Maret Pembelian 280 11.000 Juni Penjualan 350 @ Rp 12.000 Agustus Pembelian 200 11.500 Karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, sebanyak 50 unit persediaan yang dijual tanggal 25 Juni 2009 langsung dikembalikan oleh pembeli dan akan diganti pada awal Tahun 2010.

a. Rp 9.580.000 b. Rp 4.412.000 c. Rp 5.168.000 d. Rp 1.232.000 26. Berapa harga pokok penjualan persediaan apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)? a. Rp 9.580.000 b. Rp 4.412.000 c. Rp 5.168.000 d. Rp 1.232.000 27. Berapa laba kotor penjualan apabila menggunakan sistem persediaan perpetual dan metode perhitungan biaya rata-rata (average)? a. Rp 9.580.000 b. Rp 4.412.000 c. Rp 5.168.000 d. Rp 1.232.000 28. Berapa estimasi nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret dengan harga eceran. Biaya

DTSS Post Clearance Audit

Eceran

77

Akuntansi Persediaan 1 Maret Persediaan barang dagang Transaksi selama bulan Maret: Pembelian (bersih) Penjualan Retur dan potongan penjualan

Rp 30.500.000

Rp 31.750.000

11.134.000

11.700.000 35.850.000 900.000

a. Rp 8.160.000 b. Rp 9.350.000 c. Rp 41.634.000 d. Rp 43.450.000 29. Estimasikan harga pokok penjualan persediaan pada tanggal 31 Maret dengan metode laba kotor. Persediaan barang dagang, 1 Maret Transaksi selama bulan Maret dan April Pembelian (bersih) Penjualan Retur dan potongan penjualan Estimasi tingkat laba kotor

Rp3.000.000 10.435.000 20.560.000 1.600.000 35%

a. Rp 13.435.000 b. Rp 18.960.000 c. Rp 12.324.000 d. Rp 1.111.000 30. Estimasikan nilai persediaan barang dagang pada tanggal 31 Maret dengan metode laba kotor. a. Rp 13.435.000 b. Rp 18.960.000 c. Rp 12.324.000 d. Rp 1.111.000

***

DTSS Post Clearance Audit

78

Akuntansi Persediaan

KUNCI JAWABAN KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

c b b a b c d b b d

KEGIATAN BELAJAR 1 Bagian 1 Bagian 2 11. a 1. tidak 12. b 2. tidak 13. c 3. tidak 14. a 4. tidak 15. a 5. masuk 6. tidak 7. masuk 8. tidak 9. masuk

KEGIATAN BELAJAR 2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

b c a c a d b c a b d b d a a

KEGIATAN BELAJAR 3 1. b {Rp 161.750.000} Harga pokok penjualan atas 6.250 unit terdiri atas: Harga per Unit Rp 25.000 Rp 26.000 Rp 27.000

Jumlah Rp 50.000.000 Rp 78.000.000 Rp 33.750.000 Rp 161.750.000

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Dikurangi harga pokok penjualan Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009

Jumlah Rp 50.000.000 Rp 78.000.000 Rp 94.500.000 Rp 13.750.000 Rp 236.250.000 Rp 161.750.000 Rp 74.500.000

1 6 13

Januari Februari Maret Jumlah

Persediaan Pembelian Pembelian

Unit 2.000 3.000 1.250 6.250

2. c {Rp 74.500.000} Perhitungan nilai persediaan akhir:

DTSS Post Clearance Audit

79

Akuntansi Persediaan 3. a {Rp 166.750.000} Harga pokok penjualan atas 6.250 unit terdiri atas: Harga per Unit Rp 27.500 Rp 27.000 Rp 26.000

Jumlah Rp 13.750.000 Rp 94.500.000 Rp 58.500.000 Rp 166.750.000

Unit Harga per Unit 1 Januari Persediaan 2.000 Rp 25.000 6 Februari Pembelian 3.000 Rp 26.000 13 Maret Pembelian 3.500 Rp 27.000 25 Juni Pembelian 500 Rp 27.500 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Dikurangi harga pokok penjualan Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009

Jumlah Rp 50.000.000 Rp 78.000.000 Rp 94.500.000 Rp 13.750.000 Rp 236.250.000 Rp 166.750.000 Rp 69.500.000

25 13 6

Juni Maret Pebruari Jumlah

Pembelian Pembelian Pembelian

Unit 500 3.500 2.250 6.250

4. d {Rp 69.500.000} Perhitungan nilai persediaan akhir:

5. c {Rp 164.062.500} Biaya rata-rata per unit: Rp 236.250.000 / 9.000 unit = Rp 25.250 Harga pokok penjualan: 6.250 unit x Rp 25.250 = Rp 164.062.500 6. d {Rp 72.187.500} Perhitungan nilai persediaan akhir: 

Jumlah barang yang tersedia untuk dijual

= Rp 236.250.000



Dikurangi harga pokok penjualan

= Rp 164.062.500



Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009

= Rp 72.187.500

7. a {Rp 22.750} Tanggal 2009

Maret Februari Maret

Unit

1 12 18

Juni

25

Agustus

30

Pembelian Harga Total Per unit

Harga Pokok Penjualan Unit Harga Total Per unit 200

200

110

115

DTSS Post Clearance Audit

20.000

22.000 200 150

150

100

17.250

100 110

20.000 16.500

Unit

400 200 200 200 50 50 150

Persediaan Harga Total Per unit 100 40.000 100 20.000 100 20.000 110 22.000 110 110 115

5.500 5.500 17.250

Saldo

40.000 20.000 42.000 5.500 22.750

80

Akuntansi Persediaan

8. d {Rp 56.500} 9. c {Rp 53.500} Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan:  12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000  25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000 Persediaan Awal  1/01: 400 x Rp 100 = Pembelian:  18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000  30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250 Barang Tersedia untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Barang Dijual Laba Kotor Penjualan

Rp 110.000

(a)

Rp 40.000

(b)

Rp 39.250

(c)

Rp 79.250 Rp 22.750

(d) = (b) + (c) (e) (f) = (d) – (e) (g) = (a) – (f)

Rp 56.500 Rp 53.500

10. b {Rp 22.250} Tanggal 2009

Unit

Maret Februari Maret

1 12 18

Juni

25

Agustus

30

200

150

Pembelian Harga Total Per unit

110

115

Harga Pokok Penjualan Unit Harga Total Per unit 200

100

20.000

200 150

110 100

22.000 15.000

22.000

17.250

Unit

Persediaan Harga Total Per unit

Saldo

400 200 200 200

100 100 100 110

40.000 20.000 20.000 22.000

40.000 20.000

50 50 150

100 100 115

5.000 5.000 17.250

5.000

42.000

22.250

11. c {Rp 57.000} 12. d {Rp 53.000} Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan:  12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000  25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000 Persediaan Awal  1/01: 400 x Rp 100 = Pembelian:  18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000  30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250

DTSS Post Clearance Audit

Rp 110.000

(a)

Rp 40.000

(b)

Rp 39.250

(c)

81

Akuntansi Persediaan Barang Tersedia untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Barang Dijual Laba Kotor Penjualan

Rp 79.250 Rp 22.250 Rp 57.000 Rp 53.000

(d) = (b) + (c) (e) (f) = (d) – (e) (g) = (a) – (f)

13. a {Rp 22.500} Tanggal 2009

Maret Februari Maret Juni Agustus

Unit

1 12 18 25 30

Pembelian Harga Total Per unit

200

110

22.000

150

115

17.250

Harga Pokok Penjualan Unit Harga Total Per unit 200

100

20.000

350

105

36.750

Unit

400 200 400 50 200

Persediaan Harga Total Per unit 100 40.000 100 20.000 105 42.000 105 5.250 112.5 22.500

Saldo

40.000 20.000 42.000 5.250 22.500

14. d {Rp 56.750} 15. c {Rp 53.250} Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan:  12/02: 200 x Rp 200 = Rp 40.000  25/06: 350 x Rp 200 = Rp 70.000 Persediaan Awal  1/01: 400 x Rp 100 = Pembelian:  18/03: 200 x Rp 110 = Rp 22.000  30/08: 150 x Rp 115 = Rp 17.250 Barang Tersedia untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Barang Dijual Laba Kotor Penjualan

Rp 110.000

(a)

Rp 40.000

(b)

Rp 39.250

(c)

Rp 79.250 Rp 22.500

(d) = (b) + (c) (e) (f) = (d) – (e) (g) = (a) – (f)

Rp 56.750 Rp 53.250

KEGIATAN BELAJAR 4 1. a {750.000 = 75% x Rp1.000.000} 2. d {150.000 = (350.000 – (40% x 500.000))} 3. c (85%) Persediaan barang dagang, 1 Maret Pembelian bulan Maret (bersih) Barang yang tersedia untuk dijual

DTSS Post Clearance Audit

Harga pokok Rp250.000 1.212.000 Rp1.462.000

Harga eceran Rp350.000 1.370.000 Rp1.720.000

82

Akuntansi Persediaan Rasio biaya terhadap harga eceran

Rp1.462.000 =85% Rp1.720.000

4. d (Rp 94.500) Persediaan barang dagang, 1 Juni Pembelian bulan Juni (bersih) Barang yang tersedia untuk dijual Rasio biaya terhadap harga eceran

Harga pokok Rp180.000 720.000 Rp900.000

Harga eceran Rp200.000 800.000 Rp1.000.000

Rp900.000 =90% Rp1.000.000

Penjualan bulan Juni (bersih) Persediaan barang dagang, 30 Juni, pada eceran Persediaan barang dagang, 30 Juni, pada estimasi biaya (Rp105.000 x 90%)

Rp895.000 Rp105.000 Rp94.500

5. d (Rp942.500) 6. c (Rp207.500) Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor Persediaan barang dagang, 1 Januari Pembelian selama 1 Januari – 17 Maret (bersih) Barang yang tersedia untuk dijual Penjualan selama 1 Januari – 17 Maret (bersih) Dikurangi estimasi laba kotor (35% x Rp1.450.000) Estimasi harga pokok penjualan Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari

Rp200.000 950.000 1.150.000 Rp1.450.000 507.500 942.500 Rp207.500

7. c (Rp955.000) 8. a (Rp649.400) Persediaan barang dagang, 1 Maret Pembelian bulan Juni (bersih) Barang yang tersedia untuk dijual Rasio biaya terhadap harga eceran

Harga pokok Rp260.000 1.134.000 Rp1.394.000

Harga eceran Rp350.000 1.700.000 Rp2.050.000

Rp1.394.000 =68% Rp2.050.000

Penjualan bulan Maret Rp1.185.000 Retur dan potongan penjualan 90.000 Penjualan bulan Maret (bersih) Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada eceran Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada estimasi biaya (Rp955.000 x 68%)

1.095.000 Rp955.000 Rp649.400

9. b (Rp1.296.000)

DTSS Post Clearance Audit

83

Akuntansi Persediaan 10. c (Rp439.000) Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor Persediaan barang dagang, 1 Maret Pembelian selama bulan Maret dan April (bersih) Barang yang tersedia untuk dijual Penjualan selama bulan Maret dan April Retur dan potongan penjualan Penjualan bulan Maret dan April (bersih) Dikurangi estimasi laba kotor (46% x Rp2.400.000) Estimasi harga pokok penjualan Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari

Rp300.000 1.435.000 1.735.000 Rp2.560.000 160.000 2.400.000 1.104.000 1.296.000 Rp439.000

KUNCI JAWABAN TES SUMATIF 1. c 2. b 3. b 4. b 5. c 6. d 7. b 8. b 9. d 10.

d

11.

a

12.

a

13. b {Rp 79.250.000} Perhitungan harga pokok bahan baku: 1 Januari Persediaan 1 Maret Pembelian 17 Maret Pembelian Harga pokok penjualan

Unit 1.750 2.100 2.900

Harga per Unit Rp 11.000 Rp 12.000 Rp 12.000

Jumlah Rp 19.250.000 Rp 25.200.000 Rp 34.800.000 Rp 79.250.000

14. c {Rp 87.250.000} Perhitungan nilai persediaan akhir, sebagai berikut: 1 1 17 13

Januari Maret Maret September

Persediaan Awal Pembelian Pembelian Pembelian

DTSS Post Clearance Audit

Unit 1.750 2.100 3.400 5.000

Harga per Unit Rp 11.000 Rp 12.000 Rp 12.000 Rp 13.500

Jumlah Rp 19.250.000 Rp 25.200.000 Rp 40.800.000 Rp 67.500.000

84

Akuntansi Persediaan 1 Desember Pembelian 1.000 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Dikurangi harga pokok penjualan Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009

Rp 13.750

Rp 13.750.000 Rp 166.500.000 Rp 79.250.000 Rp 87.250.000

15. a {Rp 27.275.000} Perhitungan harga pokok bahan baku: 25 Juni Pembelian 13 Maret Pembelian 6 Februari Pembelian 1 Januari Persediaan Awal Harga pokok penjualan

Unit 500 350 300 150

Harga per Unit Rp 21.250 Rp 21.100 Rp 21.000 Rp 20.000

Jumlah Rp 10.625.000 7.350.000 6.300.000 3.000.000 Rp 27.275.000

Harga per Unit Rp 20.000 Rp 21.000 Rp 21.100 Rp 21.250

Jumlah Rp 3.500.000 6.300.000 7.350.000 10.625.000 Rp 27.775.000 Rp 27.275.000 Rp 500.000

Harga per Unit Rp 1.000 Rp 1.100 Rp 1.120 Rp 1.200

Jumlah Rp 2.000.000 3.300.000 3.920.000 1.800.000 Rp 11.020.000 10.000 unit

16. b {Rp 500.000} Perhitungan nilai persediaan akhir: Unit 1 Januari Persediaan Awal 175 6 Februari Pembelian 300 13 Maret Pembelian 350 25 Juni Pembelian 500 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Dikurangi harga pokok penjualan Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009

17. a {Rp 5.774.480} Unit 1 Januari Persediaan 2.000 6 Februari Pembelian 3.000 13 Maret Pembelian 3.500 25 Juni Pembelian 1.500 Nilai Barang yang tersedia untuk dijual Jumlah barang yang tersedia untuk dijual

Biaya rata-rata per unit: Rp 11.020.000 / 10.000 unit = Rp 1.102 Harga pokok penjualan: 5.240 unit yang terjual x Rp 1.102 = Rp 5.774.480 18. b {Rp 5.245.520} Perhitungan nilai persediaan akhir:  Jumlah barang yang tersedia untuk dijual  Dikurangi harga pokok penjualan  Nilai persediaan akhir per 31 Desember 2009

= Rp 11.020.000 = Rp 5.774.480 = Rp 5.245.520

19. b {Rp 57.500} Tanggal

Pembelian

DTSS Post Clearance Audit

Harga Pokok Penjualan

Persediaan

85

Akuntansi Persediaan 2009

Unit

1 Januari 1 Maret 17 Maret

175

Harga Per unit

1.100

Total

150

1.150

Harga Per unit

Total

200

1.000

200.000

200 150

1.000 1.100

200.000 165.000

25 100

1.100 1.150

27.500 115.000

192.500

18 Maret 13 September

Unit

172.500

1 Desember

Unit

Total

Saldo

400 200 200 175

Harga Per unit 1.000 1.000 1.000 1.100

400.000 200.000 200.000 192.500

400.000 200.000

25 25 150

1.100 1.100 1.150

27.500 27.500 172.500

27.500

50

1.150

57.500

57.500

392.500

200.000

Jumlah persediaan akhir adalah Rp 57.500 (50 unit x Rp 1.150). 20. {Rp 707.500} Perhitungan harga pokok penjualan: 1 18

Maret Maret

Penjualan Penjualan

13

September

Penjualan

Unit 200 200 150 25 100

Harga per Unit Rp 1.000 Rp 1.000 Rp 1.100 Rp 1.100 Rp 1.150

Harga pokok penjualan

Jumlah Rp 200.000 200.000 165.000 27.000 115.000 Rp 707.500

21. {Rp 430.000} Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan:  1/03: 200 x Rp 1.500 = Rp 300.000  18/03: 350 x Rp 1.750 = Rp 612.500  1/12: 125 x Rp 1.800 = Rp 225.000 Persediaan Awal  1/01: 400 x Rp 1.000 = Pembelian:  17/03: 175 x Rp 1.100 = Rp 192.500  13/09: 150 x Rp 1.150 = Rp 172.500 Barang Tersedia untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Barang Dijual Laba Kotor Penjualan

Rp 1.137.500

(a)

Rp 400.000

(b)

Rp 365.000

(c)

Rp 765.000 Rp 57.500

(d) = (b) + (c) (e) (f) = (d) – (e) (g) = (a) – (f)

Rp 707.500 Rp 430.000

22. b {Rp 621.250} Tanggal 2009

Januari

Unit

Pembelian Harga Total Per unit

1

DTSS Post Clearance Audit

Harga Pokok Penjualan Unit Harga Total Per unit

Unit

300

Persediaan Harga Total Per unit 2000 600000

86

Saldo

Akuntansi Persediaan Maret

1

Maret

17

September

13

Desember

1

200

2110

150

250 118

2105 2000

526250 236000

200 30

2110 2000

422000 60000

422000

2115

317250

250

2105

526250

1126250

182 182 200

2000 2000 2110

364000 364000 422000

364000

152 152 150

2000 2000 2115

304000 304000 317250

304000

786000

621250

23. Rp 1.244.250} Perhitungan harga pokok penjualan: 1

Maret

Penjualan

13

September

Penjualan

Unit 250 118 200 30

Harga per Unit 2.105 2.000 2.110 2.000

Harga pokok penjualan

Jumlah 526.250 236.000 422.000 60.000 Rp 707.500

24. d {Rp 94.350} Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan:  1/03: 368 x Rp 2.200 = Rp 809.600  13/09: 230 x Rp 2.300 = Rp 529.000 Persediaan Awal  1/01: 300 x Rp 2000 = 600.000 250 x Rp 2.105 = 526.250 Pembelian:  17/03: 200 x Rp 2110 = Rp 422.000  1/12: 150 x Rp 2115 = Rp 317.250 Barang Tersedia untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Barang Dijual Laba Kotor Penjualan

Rp 1.338.600

(a)

Rp 1.126.250

(b)

Rp 739.250

(c)

Rp1.865.500 Rp 621.250 Rp 1.244.250 Rp 94.350

(d) = (b) + (c) (e) (f) = (d) – (e) (g) = (a) – (f)

25. a {Rp 4.412.000} Tanggal 2009

Januari Februari Maret Juni Agustus

Unit

1 12 18 25 30

Pembelian Harga Per unit

Total

280

11000

3080000

200

11500

2300000

Unit

Harga Pokok Penjualan Harga Total Per unit

200

10000

2000000

300

10560

3168000

Unit

420 220 500 200 400

Persediaan Harga Total Per unit 10000 4200000 10000 2200000 10560 5280000 10560 2112000 11030 4412000

26. Rp 5.168.000} Perhitungan harga pokok penjualan: 12 30

Februari Juni

Penjualan Penjualan

DTSS Post Clearance Audit

Unit 200 300

Harga per Unit 10000 10560

Jumlah 2.000.000 3.168.000

87

Saldo

4200000 2200000 5280000 2112000 4412000

Akuntansi Persediaan Harga pokok penjualan

Rp 5.168.000

27. c {Rp 1.232.000} Perhitungan Laporan Laba Rugi Penjualan:  12/02: 200 x Rp 11.000 = Rp 2.200.000  25/06: 350 x Rp 12.000 = Rp 4.200.000 Persediaan Awal  1/01: 420 x Rp 10.000 = Pembelian:  18/03: 280 x Rp 11000 = Rp 3.080.000  30/08: 200 x Rp 11500 = Rp 2.300.000 Barang Tersedia untuk Dijual Persediaan Akhir Harga Pokok Barang Dijual Laba Kotor Penjualan

Rp 6.400.000

(a)

Rp 4.200.000

(b)

Rp 5.380.000

(c)

Rp 9.580.000 Rp 4.412.000

(d) = (b) + (c) (e) (f) = (d) – (e) (g) = (a) – (f)

Rp 5.168.000 Rp 1.232.000

28. d (Rp 8.160.000) Persediaan barang dagang, 1 Maret Pembelian bulan Juni (bersih) Barang yang tersedia untuk dijual Rasio biaya terhadap harga eceran

Harga pokok Rp30.500.000 11.134.000 Rp41.634.000 Rp41.634.000 =96% Rp43.450.000

Penjualan bulan Maret Rp35.850.000 Retur dan potongan penjualan 900.000 Penjualan bulan Maret (bersih) Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada eceran Persediaan barang dagang, 31 Maret, pada estimasi biaya (Rp8.500.000 x 96%)

29. c (Rp12.324.000) 30. d (Rp1.111.000) Estimasi Persediaan dengan Metode Laba Kotor Persediaan barang dagang, 1 Maret Pembelian selama bulan Maret dan April (bersih) Barang yang tersedia untuk dijual Penjualan selama bulan Maret dan April Retur dan potongan penjualan Penjualan bulan Maret dan April (bersih) Dikurangi estimasi laba kotor (35% x Rp18.960.000) Estimasi harga pokok penjualan Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari

DTSS Post Clearance Audit

Harga eceran Rp31.750.000 11.700.000 Rp43.450.000

34.950.000 Rp 8.500.000 Rp8.160.000

Rp 3.000.000 10.435.000 13.435.000 Rp20.560.000 1.600.000 18.960.000 6.636.000 12.324.000 Rp 1.111.000

88

Akuntansi Persediaan

DAFTAR ISTILAH Aktiva

:

Sumber ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat usaha di kemudian hari.

Akun

:

Suatu media untuk mencatat transaksi-transaksi keuangan atau sumber daya yang dimiliki perusahaan, seperti aktiva, hutang, modal, penghasilan, dan beban.

Direct Material

:

semua material yang digunakan dalam proses produksi suatu produk. Sebagai contoh jika produknya adalah baju, maka contoh material di sini adalah (kain, benang, kancing, dll) bahkan jika produk itu dikemas ke dalam plastik, maka plastik itu pun bisa dimasukkan sebagai bahan baku penunjang.

Direct Labour

:

biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan proses produksi barang. Beberapa biaya tenaga kerja ini diantaranya (gaji, tunjangan, lembur, asuransi, seragam, konsumsi, dll)

Factory Overhead

:

biaya-biaya dari tenaga kerja tidak langsung, mesin/alat kerja/fasilitas kerja, dan semua biaya pabrikasi lainnya yang biayanya tidak dapat dibebankan langsung ke dalam produk tertentu.

Harga pasar

:

Tingkat harga yang ditentukan oleh adanya pemintaan dan penawaran.

Harga pokok

:

Sama dengan harga perolehan, yaitu harga beli ditambah dengan biaya-biaya lain untuk pembelian dan penjualan.

Jurnal

:

Buku harian yang digunakan untuk mencatat transaksitransaksi keuangan yang terjadi setiap hari.

Penjualan Kredit

:

Penjualan barang dagangan dengan pembayaran dilakukan selang beberapa waktu setelah barang diserahkan.

PSAK

:

(Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), yaitu standar yang harus diikuti dalam pencatatan dan pelaporan akuntansi di Indonesia.

Transaksi keuangan

:

Kejadian atau peristiwa yang menyangkut perusahaan yang bersifat finansiil (bernilai uang)

Laporan Laba Rugi

:

Suatu laporan yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan profit dalam suatu periode akuntansi atau satu tahun

DTSS Post Clearance Audit

89

Akuntansi Persediaan

DAFTAR PUSTAKA Dian Anita Nuswantara, 2003. Mengerjakan Prosedur Akuntansi Persediaan. Bagian Proyek Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Haryono Jusup, 2003. Dasar-dasar akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Yogyakarta.

STIE YKPN

Horngren, Charles T., Walter T Harrison, Michael A. Robinson, dan Thomas H. Secokusumo, 1988. Akuntansi di Indonesia. Salemba Empat. Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002. Standar Akuntansi Keuangan per 1 April 2002, Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Smith, J.M. dan Skousen, K.F., 1977. Intermediate Accounting, Comprehensive volume, Sixth Edition, Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.

DTSS Post Clearance Audit

90

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF