April 22, 2017 | Author: Athwar Ashar | Category: N/A
kode etik dan standart audit intern AAIPI...
Kode Etik dan Standar Audit Intern
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWASAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
2014
Kode Etik dan Standar Audit Intern
Dikeluarkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP dalam rangka Diklat Fungsional Auditor – Pembentukan Auditor Terampil dan Ahli Edisi Pertama : Tahun 2014 Penyusun : R. Mauro Nugroho Putro, Ak., M.A. Narasumber : John Elim, Ak., M.B.A. Pereviu : Dr. Trisacti Wahyuni, Ak., M.Ak. Penyunting : F. Titik Oktiarti, Ak. Penata Letak : Didik Hartadi, S.E.
Pusdiklatwas BPKP Jl. Beringin II, Pandansari, Ciawi, Bogor 16720 Telp. (0251) 8249001 ‐ 8249003 Fax. (0251) 8248986 ‐ 8248987 Email :
[email protected] Website : http://pusdiklatwas.bpkp.go.id e‐Learning : http://lms.bpkp.go.id
Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau seluruh isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP
Kata Pengantar
Peran dan fungsi aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dalam rangka membantu manajemen untuk mencapai tujuan organisasi dilaksanakan melalui pemberian jaminan (assurance activities) dan layanan konsultansi (consulting activities) sesuai standar, sehingga memberikan perbaikan efisiensi dan efektivitas atas tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian intern organisasi. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah mengatur bahwa pelaksanaan audit intern di lingkungan instansi pemerintah dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor. Hal tersebut selaras dengan komitmen pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan akuntabel serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme pada berbagai aspek pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang dituangkan dalam Undang‐ Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Untuk menjaga tingkat profesionalisme aparat pengawasan, salah satu medianya adalah pendidikan dan pelatihan (diklat) sertifikasi auditor yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap/perilaku auditor pada tingkat kompetensi tertentu sesuai dengan perannya sesuai dengan keputusan bersama Kepala Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Auditor dan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor KEP‐82/JF/1/2014 dan Nomor KEP‐ 168/DL/2/2014 tentang Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Auditor. Guna mencapai tujuan di atas, sarana diklat berupa modul dan bahan ajar perlu disajikan dengan sebaik mungkin. Evaluasi terhadap modul perlu dilakukan secara terus menerus untuk menilai relevansi substansi modul terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Modul ini ditujukan untuk memutakhirkan substansi modul agar sesuai dengan perkembangan profesi auditor, dan dapat menjadi referensi yang lebih berguna bagi para peserta diklat sertifikasi auditor. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi atas terwujudnya modul ini. Ciawi, 30 April 2014 Kepala Pusdiklat Pengawasan BPKP Nurdin, Ak., M.B.A.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
i
ii
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Daftar Isi
Kata Pengantar .......................................................................................................................... i Daftar Isi.................................................................................................................................. iii Daftar Gambar ........................................................................................................................ iv Bab I
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1 A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1 B. Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan ....................................................... 2 C. Sistematika Modul ................................................................................................... 2 D. Metodologi Pembelajaran ....................................................................................... 3
Bab II ETIKA PROFESI, STANDAR AUDIT, DAN JAMINAN MUTU ............................................. 5 A. Pengertian Profesi .................................................................................................... 5 B. Pengertian dan Tujuan Kode Etik ............................................................................. 6 C. Pengertian dan Tujuan Standar Audit .................................................................... 10 D. Kode Etik, Standar Audit, dan Program Jaminan Mutu ......................................... 11 E. Kode Etik dan Standar Audit APIP .......................................................................... 12 F. Latihan Soal ............................................................................................................ 12 Bab III KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH ........................................ 15 A. Landasan Hukum .................................................................................................... 15 B. Kode Etik APIP ........................................................................................................ 16 C. Pelanggaran ........................................................................................................... 22 D. Sanksi atas Pelanggaran ......................................................................................... 23 E. Kode Etik Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal ....................................... 23 F. Kode Etik Akuntan Indonesia ................................................................................. 25 G. Latihan Soal ............................................................................................................ 26 H. Bahan Diskusi ......................................................................................................... 27 Bab IV STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH .............................. 33 A. Pendahuluan .......................................................................................................... 33 B. Standar Audit Auditor Intern Pemerintah Indonesia (SA‐AIPI) ............................. 33 C. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) .................................................... 72 D. Standar Profesi Audit Internal (SPAI) ..................................................................... 76 E. Latihan Soal ............................................................................................................ 86 Bab V PENUTUP .................................................................................................................. 89 Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 91
Kode Etik dan Standar Audit Intern
iii
Daftar Gambar Gambar 4.1
iv
Sistematika Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia.…………………………….....37
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Bab I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi ditentukan oleh keandalan, kecermatan, ketepatan waktu, dan mutu jasa atau pelayanan yang dapat diberikan oleh profesi yang bersangkutan. Kata ”kepercayaan” demikian pentingnya karena tanpa kepercayaan masyarakat maka jasa profesi tersebut tidak akan diminati, yang kemudian pada gilirannya profesi tersebut akan punah. Untuk membangun kepercayaan tersebut, perilaku dan kualitas hasil pekerjaan para pelaku profesi perlu diatur agar dapat dipertanggungjawabkan. Kondisi ini menuntut penetapan standar tertentu sebagai alat bagi masyarakat untuk dapat meyakini kualitas pekerjaan seorang profesional. Pekerjaan audit adalah pekerjaan profesi. Auditor yang bekerja di sektor publik, selain dituntut untuk mematuhi ketentuan dan peraturan kepegawaian sebagai seorang pegawai negeri sipil, juga dituntut untuk menaati kode etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta Standar Audit APIP atau standar audit lainnya yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bagaimana seharusnya perilaku seorang auditor pemerintah serta apa saja yang harus dilakukan agar hasil kerjanya memenuhi standar mutu yang harus dicapai, perlu diketahui oleh setiap mereka yang berprofesi sebagai aparat pengawasan intern pemerintah. Modul Kode Etik dan Standar Audit Intern ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang seharusnya dimiliki dan dilaksanakan oleh seorang auditor sebagai aparatur pengawasan intern pemerintah, khususnya yang terkait dengan kode etik dan standar audit. Modul ini disusun berdasarkan Kode Etik dan Standar Audit yang disusun oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), walaupun pada saat revisi, kedua dokumen ini belum disahkan. Tindakan merevisi berdasarkan dokumen terbaru dari AAIPI dimaksudkan untuk mengantisipasi pemberlakuan aturan baru tersebut mengingat PP Nomor 60 Tahun 2008 pasal 53 mengamanatkan kepada Asosiasi Profesi Auditor untuk menetapkan standar yang berlaku untuk Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Kode Etik dan Standar Audit Intern
1
B.
KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR KEBERHASILAN
Kompetensi Dasar Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan diharapkan mampu menerapkan Kode Etik dan Standar Audit dalam rangka pelaksanaan tugasnya selaku auditor pemerintah. Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari mata diklat ini, peserta pelatihan diharapkan mampu: 1.
menjelaskan pentingnya jasa profesi memperoleh kepercayaan masyarakat;
2.
menerapkan Kode Etik APIP;
3.
menerapkan Standar Audit APIP; dan
4.
menjelaskan pentingnya kendali mutu bagi auditor.
C.
SISTEMATIKA MODUL
BAB I
Pendahuluan Bab ini menguraikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, sistematika modul, dan metodologi pembelajaran.
BAB II
Etika Profesi, Standar Audit, dan Kendali Mutu Dalam bab ini diuraikan pengertian profesi, pengertian dan tujuan kode etik, pengertian dan tujuan standar audit, hubungan antara kode etik, standar audit dan kendali mutu. Dalam bab ini juga disinggung sepintas mengenai pelaksanaan kode etik dan standar audit bagi APIP dan pada akhir bab diberikan soal‐soal latihan.
BAB III
Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Pada bab ini diuraikan kode etik yang berlaku di kalangan APIP yang ditetapkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI). Sebagai bahan perbandingan, pada bab ini juga akan diuraikan Kode Etik bagi auditor internal yang diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. Selain itu, Kode Etik Akuntan
2
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Indonesia juga diuraikan dan menjadi lampiran 2. Di akhir bab juga diberikan soal‐ soal latihan/bahan diskusi. BAB IV
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Pada bab ini diuraikan secara rinci standar audit yang berlaku bagi APIP yang ditetapkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) beserta penjelasannya. Sebagai tambahan bahan perbandingan, pada bab ini akan dijelaskan secara ringkas Standar Profesi Audit Internal yang disusun oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. Pada akhir bab diberikan latihan soal/bahan diskusi.
BAB V
Penutup Pada bab ini, sebagai penutup disampaikan himbauan moral agar para auditor APIP umumnya dan peserta diklat khususnya senantiasa mematuhi aturan perilaku atau kode etik yang berlaku serta standar audit yang telah ditetapkan dan dipelajari dalam diklat yang bersangkutan.
D.
METODOLOGI PEMBELAJARAN
Metodologi pembelajaran untuk mata diklat ini menggunakan metode ceramah, diskusi, simulasi, dan pembahasan kasus. Ceramah diberikan untuk memberikan pengetahuan kepada peserta pelatihan tentang kode etik dan standar audit, sedangkan diskusi dan pembahasan kasus dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan penerapan kode etik dan standar audit bagi peserta pelatihan. Simulasi dilakukan untuk memberi contoh tentang konsistensi dalam bertindak sehingga terdapat satu kesatuan antara kata dan perbuatan serta untuk menumbuhkan keinginan yang kuat bagi APIP dalam mengembangkan kompetensinya melalui pengembangan profesional berkelanjutan. Dengan demikian diharapkan para peserta dapat lebih memahami materi ini, yang pada gilirannya mampu menerapkannya dalam pelaksanaan tugas audit secara baik.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
3
4
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Bab II ETIKA PROFESI, STANDAR AUDIT, DAN JAMINAN MUTU Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menjelaskan pentingnya jasa profesi memperoleh kepercayaan masyarakat.
A.
PENGERTIAN PROFESI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu, sedangkan profesional menurut KBBI adalah: 1.
bersangkutan dengan profesi;
2.
pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya;
3.
mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan dari amatir).
Definisi tersebut memberi implikasi bahwa persyaratan utama dari suatu profesi adalah tuntutan kepemilikan keahlian tertentu yang unik. Dengan demikian, setiap orang yang mau bergabung dalam suatu profesi tertentu dituntut memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh orang awam atau orang kebanyakan. Selain itu, para anggota profesi dituntut untuk memberikan hasil pekerjaan yang memuaskan karena adanya kompensasi berupa pembayaran untuk melakukannya. Hal ini mewajibkan adanya komitmen terhadap kualitas hasil pekerjaan. Suatu pekerjaan keahlian dapat digolongkan sebagai suatu pekerjaan profesi jika memenuhi persyaratan tertentu. Prof. Welenski di dalam buku Sawyers Internal Auditanng menyebutkan tujuh syarat agar suatu pekerjaan disebut sebagai pekerjaan profesi, yaitu: 1.
pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang banyak (umum);
2.
bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud harus melalui pelatihan yang cukup dan berkelanjutan;
Kode Etik dan Standar Audit Intern
5
3.
adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi tersebut;
4.
menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut;
5.
mempunyai media massa/publikasi yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan anggotanya;
6.
kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi anggota;
7.
adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengeluarkan sertifikat.
Dikaitkan dengan tugas auditor internal pemerintah yang terhimpun dalam APIP, timbul pertanyaan apakah pekerjaan audit yang dilakukan oleh auditor pemerintah dapat digolongkan sebagai pekerjaan profesi. Jika dilihat dari rumusan atau pengertian profesi menurut KBBI dan pendapat Prof. Welenski, pekerjaan audit yang dilakukan auditor APIP dapat digolongkan ke dalam pekerjaan profesi/profesional. Karena tergolong sebagai pekerjaan profesi, pekerjaan audit yang dilakukan oleh auditor pemerintah memerlukan suatu standar dan kode etik sebagai pedoman atau pegangan bagi seluruh anggota profesi tersebut. Kode etik dan standar tersebut bersifat mengikat dan harus ditaati oleh setiap anggota agar setiap hasil kerja para anggota dapat dipercaya dan memenuhi kualitas yang ditetapkan oleh organisasi.
B.
PENGERTIAN DAN TUJUAN KODE ETIK
1.
Pengertian Etik dan Kode Etik Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, mendefinisikan etik sebagai (1) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (2) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Menurut Eric L. Kohler dalam buku A Dictionary for Accountants, edisi kelima, 1979 – ethic adalah a system of moral principles and their application to particular problems of conduct; specially, the rules of conduct of a profession imposed by a professional body governing the behavior of its member.
6
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Etika menurut Dictionary of Accounting karangan Ibrahim Abdulah Assegaf, cetakan I tahun 1991, adalah disiplin pribadi dalam hubungannya dengan lingkungan yang lebih daripada apa yang sekedar ditentukan oleh undang‐undang. Jadi, kode etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip‐prinsip moral yang diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara bersama. Kode etik suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi tersebut, seperti dokter, pengacara, polisi, akuntan, penilai, dan profesi lainnya. 2.
Dilema Etika dan Solusinya Dalam hidup bermasyarakat perilaku etis sangat penting, karena interaksi antar dan di dalam masyarakat itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai‐nilai etika. Kesadaran semua anggota masyarakat untuk berperilaku secara etis dapat membangun suatu ikatan dan keharmonisan bermasyarakat. Namun demikian, kita tidak bisa mengharapkan bahwa semua orang akan berperilaku secara etis. Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni: a.
Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman‐temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
b.
Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi yang dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
7
a.
Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama. Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakan memalsukan perhitungan pajak, menyontek dalam ujian, atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan berpendapat bahwa orang lain pun melakukan tindakan yang sama.
b.
Jika suatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak melanggar etika. Argumen tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yang sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika. Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidak wajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya dapat membuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebut benar‐benar milik orang yang kehilangan tersebut.
c.
Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi yang harus ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan. Misalnya penjual yang secara tidak sengaja terlalu besar menulis harga barang mungkin tidak akan dengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah dibayar oleh pembelinya. Dia mungkin akan memutuskan untuk lebih baik menunggu pembeli protes untuk mengoreksinya. Sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan tidak protes maka penjual tidak perlu memberi tahu.
Kenyataan ini menimbulkan dilema etika. Muncul pertanyaan tentang bagaimana seseorang seharusnya menyikapi suatu keadaan untuk menetapkan apakah suatu tindakan merupakan perbuatan etis atau tidak etis. Pada tahun 1930‐an, organisasi pengusaha Rotary International, mengembangkan kode etik untuk kalangannya. Dalam menetapkan apakah suatu tindakan digolongkan etis atau tidak etis, organisasi tersebut menggunakan empat pertanyaan yang biasa dikenal dengan the four‐way test, yakni: a.
Apakah tindakan tersebut benar?
b.
Apakah tindakan tersebut adil untuk semua pihak?
c.
Apakah tindakan tersebut dapat membangun kesan baik dan pertemanan yang lebih baik?
d.
8
Apakah tindakan tersebut menguntungkan semua pihak?
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Saat ini, telah dikembangkan rerangka pemikiran untuk membantu setiap orang memecahkan dilema etika. Rerangka pemikiran tersebut dapat membantu masyarakat mengidentifikasi masalah etika dan menetapkan tindakan yang tepat sesuai dengan nilai pribadi yang dimilikinya. Rerangka tersebut dikenal sebagai the six‐step approach, yang meliputi langkah‐langkah sebagai berikut. a.
Identifikasikan kejadiannya.
b.
Identifikasikan masalah etika berkaitan dengan kejadian tersebut.
c.
Tetapkan siapa saja yang akan terpengaruh serta tetapkan apa konsekuensi yang akan diterima/ditanggungnya berkaitan dengan kejadian tersebut.
d.
Identifikasikan alternatif‐alternatif tindakan yang dapat ditempuh pihak yang terkait dengan dilema tersebut.
e.
Identifikasikan konsekuensi dari tiap‐tiap alternatif tersebut.
f.
Tetapkan tindakan yang tepat berdasarkan pertimbangan tentang nilai‐nilai etika yang dimiliki dan konsekuensi serta kesanggupan menanggung konsekuensi atas pilihan tindakannya. Pilihan tindakan tersebut sifatnya sangat individual sehingga sangat tergantung pada nilai etika yang dimiliki oleh yang bersangkutan serta kesanggupannya menanggung akibat dari pilihan tindakannya.
Enam langkah tersebut akan mengarah pada ketidakseragaman perilaku karena nilai yang diyakini oleh masing‐masing individu mungkin berbeda. Oleh karena itu, untuk tercapainya keseragaman ukuran perilaku, apakah suatu tindakan etis atau tidak etis, maka kode etik perlu ditetapkan bersama oleh seluruh anggota profesi. 3.
Perlunya Kode Etik bagi Profesi Sebagaimana diuraikan sebelumnya, kode etik yang mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan bersama. Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkah laku yang berbeda‐beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Tidak dapat dibayangkan betapa kacaunya apabila, misalnya, setiap orang dibiarkan dengan bebas menentukan mana yang baik dan mana yang buruk menurut kepentingannya masing‐masing, atau bila menipu dan berbohong dianggap perbuatan baik, atau setiap orang diberi kebebasan untuk
Kode Etik dan Standar Audit Intern
9
berkendaraan di sebelah kiri atau kanan sesuai keinginannya. Oleh karena itu, nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan negara agar semua berjalan dengan tertib, lancar, teratur dan terukur. Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian, independensi, serta integritas moral/kejujuran para auditor dalam menjalankan pekerjaannya. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap satu atau beberapa auditor dapat menghancurkan citra profesi auditor secara keseluruhan. Oleh karena itu, organisasi auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip moral atau aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dan auditan, antara auditor dan auditor, serta antara auditor dan masyarakat. Kode etik atau aturan perilaku dibuat untuk dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata masyarakat.
C.
PENGERTIAN DAN TUJUAN STANDAR AUDIT
Salah satu pengertian standar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Standar antara lain diperlukan sebagai: 1.
ukuran mutu;
2.
pedoman kerja;
3.
batas tanggung jawab;
4.
alat pemberi perintah;
5.
alat pengawasan;
6.
kemudahan bagi umum.
Standar yang digunakan sebagai ukuran pada umumnya diperlukan pada pekerjaan yang memiliki ciri: 1.
menyangkut kepentingan orang banyak;
2.
mutu hasilnya ditentukan;
3.
banyak orang (pekerja) terlibat;
4.
sifat dan mutu pekerjaan sama;
5.
ada organisasi yang mengatur.
10
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Standar merupakan kriteria atau ukuran mutu kinerja yang harus dicapai. Berbeda dengan prosedur yang merupakan urutan tindakan yang harus dilaksanakan untuk mencapai suatu standar tertentu. Standar audit merupakan ukuran mutu pekerjaan audit yang ditetapkan oleh organisasi profesi audit, yang merupakan persyaratan minimum yang harus dicapai auditor dalam melaksanakan tugas auditnya. Standar audit diperlukan untuk menjaga mutu pekerjaan auditor. Mutu audit perlu dijaga supaya profesi auditor tetap mendapat kepercayaan dari masyarakat. Untuk meyakinkan pembaca laporan audit, maka auditor harus mencantumkan dalam laporannya bahwa auditnya telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku.
D.
KODE ETIK, STANDAR AUDIT, DAN PROGRAM JAMINAN MUTU
Dasar pemikiran yang melandasi penyusunan kode etik dan standar setiap profesi adalah kebutuhan dari profesi untuk dipercaya oleh masyarakat dalam hal mutu jasa yang diberikan oleh profesi. Terkait dengan profesi auditor, pada umumnya tidak semua pengguna jasa audit memahami hal‐hal yang berkaitan dengan auditanng. Mereka yang memahami auditanng adalah kalangan profesi itu sendiri. Oleh karena itu, profesi tersebut perlu mengatur dan menetapkan ukuran mutu yang harus dicapai oleh para auditornya. Aturan yang ditetapkan oleh profesi ini menyangkut aturan perilaku, yang disebut dengan kode etik, yang mengatur perilaku auditor sesuai dengan tuntutan profesi dan organisasi pengawasan serta standar audit yang merupakan ukuran mutu minimal yang harus dicapai auditor dalam menjalankan tugas auditnya. Apabila aturan ini tidak dipenuhi berarti auditor tersebut bekerja di bawah standar dan dapat dianggap melakukan malpraktik. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa profesi juga harus dijaga. Karena itu setiap profesi harus membangun dan melaksanakan program jaminan mutu. Program ini harus dilakukan dalam upaya pemenuhan standar audit yang mengharuskan auditor menggunakan keahlian profesional dengan cermat dan saksama. Program jaminan mutu harus diciptakan untuk mempertahankan profesionalisme dan kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa audit. Program jaminan mutu untuk masing‐masing APIP dapat dibangun sendiri sesuai dengan karakteristik APIP yang bersangkutan. Sebagai contoh, langkah‐langkah pengendalian mutu dalam penugasan audit di lingkungan BPKP, sebagai bagian dari program jaminan mutu, dituangkan dalam 12 (dua belas) formulir kendali mutu (KM‐1 s.d. KM‐12) sebagaimana ditetapkan Surat Edaran Kepala BPKP Nomor SE‐448/K/1990 tanggal 11 September 1990. Contoh lain ialah Standar Pengendali Mutu yang harus dibuat menurut ketentuan Ikatan Akuntan Indonesia yang dapat dilihat di Lampiran 1. Kode Etik dan Standar Audit Intern
11
E.
KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT APIP
Auditor APIP adalah pegawai negeri yang mendapat tugas antara lain untuk melakukan audit. Karena itu, auditor pemerintah dapat diibaratkan sebagai seseorang yang kaki kanannya terikat pada ketentuan‐ketentuan sebagai pegawai negeri sedangkan kaki kirinya terikat pada ketentuan‐ketentuan profesinya. Pernyataan tersebut tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa bagi pegawai negeri yang bertugas sebagai auditor posisinya sebagai pegawai negeri adalah lebih utama dari tugas profesinya, tetapi menyatakan ruang lingkup kode etik yang harus diperhatikannya lebih luas dari profesi tertentu yang lain. Auditor APIP ‐ yang meliputi auditor di lingkungan BPKP, inspektorat jendral kementerian, unit pengawasan LPNK, dan inspektorat provinsi, kabupaten, dan kota ‐ dalam menjalankan tugas auditnya wajib menaati Kode Etik APIP yang berkaitan dengan statusnya sebagai pegawai negeri dan Standar Audit APIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/04/M.PAN/03/2008 dan No. PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008. Dengan terbentuknya Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), Kode Etik dan Standar Audit APIP yang menjadi acuan dalam melaksanakan tugas audit intern ialah Kode Etik Auditor Intern Pemerintah Indonesia (KE‐AIPI) dan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (SA‐IPI). Di sisi lain, terdapat pula auditor pemerintah, khususnya auditor BPKP, adalah akuntan, anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang dalam keadaan tertentu melakukan audit atas entitas yang menerbitkan laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip‐prinsip akuntansi yang berlaku umum (BUMN/BUMD) sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Karena itu, auditor pemerintah tersebut wajib pula mengetahui dan menaati Kode Etik Akuntan Indonesia dan Standar Audit sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Kutipan Kode Etik ini dimuat dalam Lampiran 2.
F.
LATIHAN SOAL
1.
Sebutkan 5 macam profesi yang Saudara ketahui dan jelaskan pengertian profesional!
2.
Menurut pendapat Saudara apakah pekerjaan APIP termasuk pekerjaan profesional? Jelaskan alasan Saudara!
3.
Mengapa kode etik diperlukan dalam organisasi profesi auditor?
12
2014 |Pusdiklatwas BPKP
4.
Bagaimana sikap Saudara selaku auditor pada APIP, jika melihat auditor APIP lainnya dalam tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang diatur oleh organisasi profesinya?
5.
Apa perlunya standar audit? Apa yang dimaksud dengan pengendalian mutu dalam kaitannya dengan penugasan audit?
6.
Mengapa setiap organisasi auditor perlu membuat kebijakan dan prosedur pengendalian mutu audit?
7.
Apa bedanya standar audit dengan prosedur audit? Jelaskan hubungan keduanya!
8.
Harap Saudara jelaskan hubungan kode etik, standar audit, dan pengendalian mutu audit!
9.
Pada umumnya, apabila personil yang ditugaskan semakin cakap dan berpengalaman, maka supervisi secara langsung terhadap personil tersebut semakin tidak diperlukan. Demikian salah satu pernyataan dalam standar pengendalian mutu akuntan publik. Tanpa memperhatikan standar yang lain, bagaimana komentar Saudara mengenai pernyataan tersebut?
10.
Apakah hasil audit yang dilakukan oleh seorang auditor yang pandai pasti bermutu? Jelaskan jawaban Saudara!
11.
Sebutkan unsur kebijakan dan prosedur pengendalian mutu audit menurut Ikatan Akuntan Indonesia?
Kode Etik dan Standar Audit Intern
13
14
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Bab III KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menerapkan Kode Etik APIP.
Kode etik APIP dimaksudkan sebagai pegangan atau pedoman bagi para pejabat dan auditor APIP dalam bersikap dan berperilaku agar dapat memberikan citra APIP yang baik serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap APIP. Sebagai bahan perbandingan, modul ini akan menguraikan secara singkat mengenai kode etik yang diterapkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal yang antara lain termasuk Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMD (FKSPI BUMN/BUMD).
A.
LANDASAN HUKUM
Kode Etik Auditor Intern Pemerintah Indonesia (KE‐AIPI) yang ditetapkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), yang dilandasi oleh ketentuan hukum sebagai berikut. 1.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
2.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
3.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2010.
4.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) AAIPI pasal 8 bahwa Komite Standar Audit bertugas merumuskan dan mengembangkan standar audit.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
15
B.
KODE ETIK APIP
Kode etik AIPI diberlakukan bagi seluruh auditor dan pegawai negeri sipil yang diberi tugas oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak lanjutnya. Kode etik AIPI terdiri dari dua komponen, yaitu prinsip‐prinsip etika yang merupakan pokok‐pokok yang melandasi perilaku auditor dan aturan perilaku yang menjelaskan lebih lanjut prinsip‐prinsip perilaku auditor. 1.
Prinsip Etika Tuntutan sikap dan perilaku auditor dalam melaksanakan tugas pengawasan dilandasi oleh beberapa prinsip perilaku, yaitu: integritas, objektivitas, kerahasiaan, kompetensi, akuntabel, dan perilaku profesional. Dibandingkan dengan Permenpan Nomor PER/04/M.PAN/03/2008, AAIPI menambahkan prinsip akuntabel dan perilaku profesional dalam KE‐AIPI. a.
Integritas Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Integritas auditor intern pemerintah membangun kepercayaan, dan dengan demikian memberikan dasar untuk kepercayaan dalam pertimbangannya. Integritas tidak hanya menyatakan kejujuran, namun juga hubungan wajar dan keadaan yang sebenarnya.
b.
Objektivitas Objektivitas adalah sikap jujur yang tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau golongan dalam mengambil putusan atau tindakan. Auditor intern pemerintah menunjukkan objektivitas profesional tingkat tertinggi dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengomunikasikan informasi tentang kegiatan atau proses yang sedang diaudit. Auditor intern pemerintah membuat penilaian berimbang dari semua keadaan yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan‐kepentingannya sendiri ataupun orang lain dalam membuat penilaian.
16
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Prinsip objektivitas menentukan kewajiban bagi auditor intern pemerintah untuk berterus terang, jujur secara intelektual dan bebas dari konflik kepentingan. c.
Kerahasiaan Kerahasiaan adalah sifat sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang agar tidak diceritakan kepada orang lain yang tidak berwenang mengetahuinya. Auditor intern pemerintah menghormati nilai dan kepemilikan informasi yang diterima dan tidak mengungkapkan informasi tanpa kewenangan yang tepat, kecuali ada ketentuan perundang‐undangan atau kewajiban profesional untuk melakukannya.
d.
Kompetensi Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang, berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Auditor intern pemerintah menerapkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta pengalaman yang diperlukan dalam pelaksanaan layanan pengawasan intern.
e.
Akuntabel Akuntabel adalah kemampuan untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Auditor intern pemerintah wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas kinerja dan tindakannya kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
f.
Perilaku Profesional Perilaku profesional adalah tindak tanduk yang merupakan ciri, mutu, dan kualitas suatu profesi atau orang yang profesional yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
17
Auditor intern pemerintah sebaiknya bertindak dalam sikap konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menahan diri dari segala perilaku yang mungkin menghilangkan kepercayaan kepada profesi pengawasan intern atau organisasi. 2.
Aturan Perilaku Aturan perilaku mengatur setiap tindakan yang harus dilakukan oleh auditor dan merupakan pengejawantahan prinsip‐prinsip perilaku auditor. Kode Etik AIPI menetapkan aturan perilaku untuk empat area perilaku auditor, yaitu aturan perilaku individu auditor intern, aturan perilaku dalam organisasi, aturan perilaku menyangkut hubungan sesama auditor, serta aturan perilaku untuk hubungan antara auditor dan auditan. Aturan Perilaku untuk Individu Auditor Intern a.
Integritas Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib: 1)
melakukan pekerjaan dengan kejujuran, ketekunan, dan tanggung jawab;
2)
menaati hukum dan membuat pengungkapan yang diharuskan oleh ketentuan perundang‐undangan dan profesi;
3)
menghormati dan berkontribusi pada tujuan organisasi yang sah dan etis;
4)
tidak menerima gratifikasi terkait dengan jabatan dalam bentuk apapun. Bila gratifikasi tidak bisa dihindari, auditor intern pemerintah wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah gratifikasi diterima atau sesuai ketentuan pelaporan gratifikasi.
b.
Objektivitas Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib: 1)
tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan apapun yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan organisasinya, atau yang dapat menimbulkan prasangka, atau yang meragukan kemampuannya untuk dapat
18
2014 |Pusdiklatwas BPKP
melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya secara objektif; 2)
tidak menerima sesuatu dalam bentuk apapun yang dapat mengganggu atau patut diduga mengganggu pertimbangan profesionalnya;
3)
mengungkapkan semua fakta material yang diketahui, yaitu fakta yang jika tidak diungkapkan dapat mengubah atau memengaruhi pengambilan keputusan atau menutupi adanya praktik‐praktik yang melanggar hukum.
c.
Kerahasiaan Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib: 1)
berhati‐hati dalam penggunaan dan perlindungan informasi yang diperoleh dalam tugasnya;
2)
tidak menggunakan informasi untuk keuntungan pribadi atau dengan cara apapun yang akan bertentangan dengan ketentuan perundang‐undangan atau merugikan tujuan organisasi yang sah dan etis.
d.
Kompetensi Dalam prinsip ini auditor intern pemerintah wajib: 1)
memberikan layanan yang dapat diselesaikan sepanjang memiliki pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta pengalaman yang diperlukan;
2)
melakukan pengawasan sesuai dengan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia;
3)
Terus‐menerus meningkatkan keahlian serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya, baik yang diperoleh dari pendidikan formal, pelatihan, sertifikasi, maupun pengalaman kerja.
e.
Akuntabel Dalam
prinsip
ini
auditor
intern
pemerintah
wajib
menyampaikan
pertanggungjawaban atau jawaban dan keterangan atas kinerja dan tindakannya
Kode Etik dan Standar Audit Intern
19
secara sendiri atau kolektif kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. f.
Perilaku Profesional Untuk menerapkan prinsip Perilaku Profesional, auditor intern pemerintah wajib: 1)
tidak terlibat dalam segala aktivitas ilegal, atau terlibat dalam tindakan yang menghilangkan kepercayaan kepada profesi pengawasan intern atau organisasi;
2)
tidak mengambil alih peran, tugas, fungsi, dan tanggung jawab manajemen auditan dalam melaksanakan tugas yang bersifat konsultasi.
Aturan Perilaku dalam Organisasi Terkait dengan aturan perilaku dalam organisasi, auditor intern pemerintah wajib: a.
menaati semua peraturan perundang‐undangan;
b.
mendukung visi, misi, tujuan, dan sasaran organisasi;
c.
menunjukkan kesetiaan dalam segala hal berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam melaksanakan tugas;
d.
mengikuti perkembangan peraturan perundang‐undangan dan mengungkapkan semua yang ditentukan oleh peraturan perundang‐undangan serta etika dan standar audit yang berlaku;
e.
melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab, dan bersungguh‐ sungguh;
f.
tidak menjadi bagian dari kegiatan ilegal atau mengikatkan diri pada tindakan‐ tindakan yang mendiskreditkan profesi auditor intern pemerintah atau organisasi;
g.
berani dan bertanggung jawab dalam mengungkapkan seluruh fakta yang diketahuinya berdasarkan bukti audit;
20
2014 |Pusdiklatwas BPKP
h.
menghindarkan diri dari kegiatan yang akan membuat kemampuan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab menjadi tidak objektif dan cacat;
i.
menanamkan rasa percaya diri yang tinggi yang bertumpu pada prinsip‐prinsip perilaku pengawasan;
j.
bijaksana dalam menggunakan setiap data/informasi yang diperoleh dalam penugasan;
k.
menyimpan rahasia jabatan, rahasia negara, rahasia pihak yang diperiksa, dan hanya dapat mengemukakannya atas perintah pejabat yang berwenang;
l.
melaksanakan tugas pengawasan sesuai standar audit;
m.
terus menerus meningkatkan kemahiran profesi, efektivitas, dan kualitas pengawasan.
Hubungan Sesama Auditor Dalam hubungan dengan sesama auditor, auditor intern pemerintah wajib: a.
menggalang kerjasama yang sehat dan sinergis;
b.
menumbuhkan dan memelihara rasa kebersamaan dan kekeluargaan;
c.
saling mengingatkan, membimbing, dan mengoreksi perilaku.
Hubungan Auditor dengan Auditan Dalam hubungan dengan auditan, auditor intern pemerintah wajib: a.
menjaga penampilan/performance sesuai dengan tugasnya;
b.
menjalin kerja sama dengan saling menghargai dan mendukung penyelesaian tugas;
c.
menghindari setiap tindakan dan perilaku yang memberikan kesan melanggar hukum atau etika profesi terutama pada saat bertugas.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
21
C.
PELANGGARAN
Penegakan disiplin atas pelanggaran kode etik profesi adalah suatu tindakan positif agar ketentuan tersebut dipatuhi secara konsisten. KE‐AIPI menetapkan tentang pelanggaran sebagai berikut. 1.
Pelanggaran terhadap KE‐AIPI dapat mengakibatkan auditor intern pemerintah diberi peringatan atau diberhentikan dari tugas pengawasan dan/atau organisasi.
2.
Tindakan yang tidak sesuai dengan KE‐AIPI tidak dapat diberi toleransi meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi.
3.
Auditor intern pemerintah tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis.
4.
Pemeriksaan, investigasi, dan pelaporan pelanggaran KE‐AIPI ditangani oleh Komite Kode Etik. Komite Kode Etik melaporkan hasil pemeriksaan dan investigasi kepada pimpinan APIP. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran KE‐AIPI oleh auditor intern pemerintah kepada pimpinan organisasi.
5.
Untuk menegakkan KE‐AIPI, Komite Kode Etik membentuk Majelis Kode Etik. Majelis Kode Etik bersifat temporer, yaitu hanya dibentuk apabila ada auditor intern pemerintah yang disangka melakukan pelanggaran terhadap kode etik.
6.
Keanggotaan Majelis Kode Etik sekurang‐kurangnya 5 (lima) orang, terdiri atas: 1 (satu) orang ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota, dan 3 (tiga) orang anggota. Dalam hal anggota Majelis Kode Etik lebih dari 5 (lima) orang, maka harus berjumlah ganjil. Jabatan dan pangkat Anggota Majelis Kode Etik tidak boleh lebih rendah dari jabatan dan pangkat auditor yang disangka melanggar kode etik.
7.
Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah memanggil dan memeriksa auditor yang disangka melanggar kode etik. Keputusan Majelis Kode Etik diambil secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat, maka keputusan diambil dengan suara terbanyak dari para anggota Majelis Kode Etik.
22
2014 |Pusdiklatwas BPKP
8.
Untuk mendapatkan objektivitas atas sangkaan pelanggaran kode etik, selain dapat memanggil dan memeriksa auditor yang bersangkutan, Majelis Kode Etik juga dapat mendengar keterangan pejabat lain atau pihak lain yang dianggap perlu. Auditor yang bersangkutan juga diberi kesempatan untuk membela diri.
9.
Keputusan Majelis Kode Etik bersifat final, artinya bahwa keputusan Majelis Kode Etik tidak dapat diajukan keberatan dalam bentuk apapun. Majelis Kode Etik wajib menyampaikan keputusan hasil sidang majelis kepada Ketua Komite Kode Etik dan Pengurus AAIPI untuk diteruskan ke instansi auditor yang bersangkutan sebagai bahan dalam memberikan sanksi kepada auditor yang bersangkutan.
D.
SANKSI ATAS PELANGGARAN
Auditor intern pemerintah yang terbukti melanggar KE‐AIPI akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP atas rekomendasi dari Komite Kode Etik. Bentuk‐bentuk sanksi yang direkomendasikan oleh Komite Kode Etik, antara lain berupa teguran tertulis, usulan pemberhentian dari tim pengawasan, dan tidak diberi penugasan pengawasan selama jangka waktu tertentu. Pelanggaran terhadap KE‐AIPI dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang‐ undangan. Pelanggaran KE‐AIPI terdiri atas 3 (tiga) kategori pelanggaran, yaitu: 1.
pelanggaran ringan;
2.
pelanggaran sedang;
3.
pelanggaran berat.
Keputusan pengenaan sanksi untuk auditor intern pemerintah yang disangka melanggar kode etik berupa rekomendasi kepada instansi auditor intern pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan yang berlaku.
E.
KODE ETIK KONSORSIUM ORGANISASI PROFESI AUDIT INTERNAL
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal menyusun kode etik dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan latar belakang organisasi yang berbeda dengan APIP. Konsorsium menggunakan istilah Standar Perilaku Auditor Internal yang berisi:
Kode Etik dan Standar Audit Intern
23
1.
Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya.
2.
Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan‐kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum.
3.
Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya.
4.
Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan‐kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan‐kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya secara objektif.
5.
Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya, yang dapat, atau, patut diduga, memengaruhi pertimbangan profesionalnya.
6.
Auditor internal hanya melakukan jasa‐jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya.
7.
Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal.
8.
Auditor internal harus bersikap hati‐hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya.
9.
Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua fakta‐fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta‐fakta yang jika tidak diungkap dapat (i) mendistorsi laporan atas kegiatan yang direviu, atau (ii) menutupi adanya praktik‐praktik yang melanggar hukum.
24
2014 |Pusdiklatwas BPKP
10.
Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.
F.
KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA
Etika profesi bagi akuntan di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tahun 1973, kemudian disempurnakan pada tahun 1981 dan tahun 1986. Selanjutnya, etika tersebut disempurnakan lagi tahun 1987 dan tahun 1994 diberi nama Kode Etik Akuntan Indonesia (KEAI). KEAI adalah pedoman bagi para anggota IAI agar objektif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan profesinya. Rumusan KEAI yang dihasilkan dalam kongres ke‐6 IAI tahun 1994 terdiri atas 8 bab, 11 pasal, dan 6 pernyataan etika profesi. Pokok‐pokok pernyataan etika profesi tersebut adalah sebagai berikut. 1.
Integritas, Objektivitas dan Independensi (Pernyataan Etika Profesi No.1)
2.
Kecakapan Profesional (Pernyataan Etika Profesi No.2)
3.
Pengungkapan Informasi/Rahasia Klien (Pernyataan Etika Profesi No.3)
4.
Iklan bagi Kantor Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.4)
5.
Komunikasi antar Akuntan Publik (Pernyataan Etika Profesi No.5)
6.
Perpindahan Staff/Partner dari Satu Kantor Akuntan ke Kantor Akuntan yang Lain (Pernyataan Etika Profesi No.6)
Berdasarkan hasil Kongres ke‐7 IAI tahun 1998, telah dilakukan beberapa perubahan pada kerangka kode etik IAI. Adapun Prinsip Etika Profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, terdiri atas 8 prinsip, sebagai berikut. 1.
Tanggung jawab profesi
2.
Kepentingan Umum (publik)
3.
Integritas
4.
Objektivitas
5.
Kompetensi dan kehati‐hatian profesional
Kode Etik dan Standar Audit Intern
25
6.
Kerahasiaan
7.
Perilaku profesional
8.
Standar teknis
Uraian selengkapnya dapat dilihat di lampiran 2 modul ini.
G.
LATIHAN SOAL
1.
Harap Saudara jelaskan pengertian independensi dalam hubungannya dengan penugasan audit! Ada berapa jenis independensi yang Saudara ketahui, jelaskan!
2.
Mengapa dalam menjalankan tugasnya auditor harus independen?
3.
Misalkan Saudara adalah pimpinan salah satu kantor akuntan publik/kepala perwakilan BPKP/inspektur jenderal/inspektur wilayah. Saudara mengetahui bahwa salah satu staf, Auditor A yang terkenal sangat independen dalam sikap mentalnya, memiliki hubungan keluarga dengan pimpinan organisasi B. Bagaimana pertimbangan Saudara, apakah Saudara akan menugaskan Auditor A untuk memeriksa organisasi B? Apa alasan Saudara!
4.
Dengan merujuk kepada soal no. 3. jika Saudara adalah Auditor A, dan pimpinan Saudara tidak tahu bahwa Saudara memiliki hubungan keluarga dengan pimpinan organisasi B, tapi Saudara ditugaskan untuk memeriksa organisasi B, bagaimana sikap Saudara? Jelaskan jawaban Saudara.
5.
Dalam bulan Januari 20XX Saudara ditugaskan melakukan audit atas pengadaan barang inventaris dalam partai besar yang spesifik dan harganya mahal, yang dibiayai dari anggaran belanja barang kantor Saudara. Pada saat audit dijumpai hal‐hal berikut: a.
Pada saat Saudara melakukan cek fisik ternyata terdapat kekurangan barang dengan nilai Rp500.000.000,00.
b.
Pejabat yang bertanggung jawab atas pengadaan barang tersebut menyatakan bahwa sisa barang sejumlah kekurangan tersebut dititipkan kepada rekanan (penjual).
26
2014 |Pusdiklatwas BPKP
c.
Dari hasil analisis serta teknik audit yang Saudara lakukan, diperoleh bukti/data bahwa telah terjadi kejanggalan yang menjurus kepada tindakan manipulasi dan kolusi sesama pejabat dan rekanan yang bersangkutan.
d.
Pada saat Saudara membicarakan masalah tersebut dengan pejabat yang bertanggung
jawab,
Saudara
diminta
untuk
tidak
mempermasalahkan
penyimpangan tersebut dan tidak memasukkannya dalam laporan audit. Ia mengemukakan bahwa uang sebesar Rp500 juta tersebut tidak hanya untuk kepentingan pribadinya sendiri saja, tetapi dibagi‐bagi dengan pejabat‐pejabat lainnya. Bagaimana sikap Saudara seharusnya dalam menghadapi masalah tersebut? Berikan komentar secukupnya! 6.
Sering dikatakan bahwa auditor harus memiliki integritas yang tinggi. Apa maksud dari pengertian integritas di sini? Jelaskan jawaban Saudara!
7.
Pemeriksa harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya. Keahlian apa saja yang perlu dimiliki seorang auditor?
H.
BAHAN DISKUSI
1.
Integritas Sumitro adalah seorang guru besar akuntansi di suatu universitas negeri. Ia duduk di ruangan kerjanya sambil berpikir keras karena baru saja melakukan percakapan telepon dengan seorang pengacara yang mewakili suatu bank pemerintah terkemuka. Sang pengacara meminta dirinya menjadi saksi ahli dalam suatu kasus laporan keuangan nasabah bank yang berkaitan dengan pemberian kredit. Kelihatannya bank tersebut telah memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada nasabah tersebut yang didasarkan pada laporan keuangannya. Pinjaman tersebut tidak sanggup ditanggulangi pengembaliannya oleh si nasabah karena terjadi kesulitan keuangan yang berdampak pada terganggunya kelangsungan hidup perusahaan nasabah tersebut. Laporan keuangan itu telah diaudit dengan opini wajar tanpa pengecualian oleh sebuah kantor akuntan publik yang dikenalnya dengan baik.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
27
Profesor Sumitro telah mereviu laporan audit atas laporan keuangan, kertas kerja audit, dan standar akuntansi yang terkait dengan masalah tersebut. Ia menyimpulkan bahwa kantor akuntan publik telah lalai dalam pemberian pendapat atau opini atas penyajian laporan keuangan dan kondisi perusahaan. Profesor Sumitro ragu‐ragu apakah ia bersedia menjadi saksi ahli dalam kasus tersebut karena ia mengenal secara pribadi para akuntan yang bekerja di kantor akuntan publik tersebut. Di samping itu, kantor akuntan publik tersebut selalu merekrut mahasiswa dari universitasnya dan telah memberikan banyak sumbangan keuangan yang cukup besar bagi pengembangan program akuntansi di universitasnya. Kenyataan lain, kantor akuntan publik itu sedang memproses dukungan dana untuk mempromosikan dirinya menjadi ketua jurusan akuntansi. Sumitro khawatir jika ia setuju memberikan pelayanan sebagai saksi ahli, ia mungkin tidak dapat memberikan kesaksiannya dengan objektif. Ia juga khawatir tindakannya sebagai saksi ahli dapat membahayakan hubungan baik yang sudah terjalin antara universitasnya dan kantor akuntan publik tersebut. Diskusikan kasus tersebut terkait dengan unsur integritas. Apa yang harus dilakukan oleh Profesor Sumitro? 2.
Objektivitas Aditia, seorang auditor, menerima penugasan audit pada Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. Hasil audit sementara yang dijumpai adalah adanya indikasi kerugian negara akibat penebangan ilegal yang dilakukan oleh sekelompok oknum tertentu, yang tidak terdeteksi oleh pengawasan Dinas Kehutanan. Aditia menduga ada kolusi antara kelompok oknum tersebut dan orang dalam, sehingga penebangan liar tersebut tidak terlaporkan. Padahal seyogianya dapat terdeteksi melalui sistem pengendalian intern Dinas Kehutanan. Salah seorang pejabat Dinas Kehutanan pernah melakukan pendekatan secara pribadi kepada Aditia, ketika ia sedang menanyakan tentang jenis‐jenis kayu yang hendak ia beli dalam rangka pembangunan rumah tinggalnya. Pejabat tersebut menjanjikan akan menyediakan kayu yang Aditia butuhkan dengan kualitas terbaik tanpa harus membayar sepeserpun. Walaupun tidak ada permintaan kompensasi dari pejabat tersebut, tetapi
28
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Aditia dapat menduga bahwa pemberian kayu yang dijanjikan memiliki hubungan dengan hasil audit yang ia sampaikan. Diskusikan kasus tersebut dikaitkan dengan sikap objektivitas yang seharusnya dipertahankan oleh Aditia! 3.
Kerahasiaan Sejak memasuki era reformasi, kebebasan untuk memperoleh informasi sedemikian gencar sampai‐sampai informasi yang belum dipublikasikan secara formal pun ternyata telah tersebar di masyarakat. Masyarakat mempertanyakan hasil‐hasil pengawasan yang dihasilkan oleh aparat pengawasan intern pemerintah selama lebih dari 30 tahun di era orde baru. Banyak pihak berpendapat bahwa hasil pengawasan oleh aparatur pengawasan intern pemerintah diklasifikasikan sebagai informasi yang rahasia bagi instansi tersebut sehingga tidak patut dipublikasikan kepada masyarakat. Di lain pihak masyarakat sebagai stakeholders merasa perlu memperoleh berbagai informasi tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip akuntabilitas publik oleh aparatur negara dalam mengelola dana masyarakat. Contoh yang masih belum lenyap di ingatan kita, bagaimana seorang ketua tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan menginformasikan temuan auditnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi yang kemudian diperluas dengan penjebakan (istilah penasehat hukum terdakwa) di sebuah hotel yang berujung kepada proses pengadilan dan penjatuhan hukuman tiga tahun penjara terhadap terdakwa. Diskusikan: kasus tersebut dilihat dari sudut pandang prinsip kerahasiaan yang harus dijaga oleh auditor dan berikan pendapat Saudara apakah yang dilakukan oleh ketua tim auditor BPK itu melanggar etika?
4.
Kompetensi Anton baru saja diangkat sebagai pegawai negeri sipil dan ditempatkan di Inspektorat Jenderal Departemen Teknologi Tinggi. Ia adalah seorang lulusan sarjana ekonomi jurusan akuntansi yang belum pernah melakukan audit.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
29
Dua minggu sejak penempatannya, ia langsung ditugaskan untuk melakukan audit kinerja pada Direktorat Jenderal Teknologi Nuklir yang merupakan salah satu unit kerja di bawah departemen itu. Anton menyadari bahwa ia belum berpengalaman sama sekali tentang bidang tugasnya. Sebagai pegawai baru tentu saja ia merasa enggan untuk menginformasikan hal itu kepada pimpinannya, padahal surat tugasnya telah ditandatangani. Diskusikan dari kasus di atas keterkaitannya dengan pemenuhan prinsip etika kompetensi! 5.
Akuntabel Budi melaksanakan tugas audit operasional di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam pelaksanaan tugasnya, Budi dibantu oleh dua anggota tim yang masih baru. Pelaksanaan tugas dilakukan dengan arahan audit program yang di‐copy Budi dari kertas kerja tahun sebelumnya. Kondisi yang berbeda menghasilkan langkah audit yang tidak relevan untuk dilaksanakan. Tanpa melakukan reviu yang cukup karena keterbatasan waktu dan tenaga, Budi membuat laporan hasil audit sesuai dengan pemahamannya sendiri. Belakangan diketahui terdapat hal material yang tidak terungkap dan merupakan kasus nasional. Budi tidak siap dengan data untuk menjawab mengapa kasus tersebut tidak masuk dalam laporan hasil auditnya. Budi menyadari bahwa beberapa langkah audit tidak dilaksanakan terutama langkah audit yang sebenarnya dapat mendeteksi kasus tersebut. Berdalih ketidakcukupan data yang diperoleh dan penugasan audit yang lingkupnya tidak mencakup area tersebut, Budi tidak bersedia memberi keterangan atas kasus yang terjadi. Diskusikan dari kasus di atas keterkaitannya dengan pemenuhan prinsip etika akuntabel!
6.
Perilaku Profesional Agung melaksanakan asistensi proses pengadaan barang dan jasa di Kementerian Perhubungan. Asistensi ini dilakukan untuk menjamin kesesuaian proses pengadaan dengan ketentuan perundang‐undangan. Pengadaan barang dan jasa tersebut
30
2014 |Pusdiklatwas BPKP
menyangkut kegiatan yang diikuti oleh rekanan besar. Agung menjadi narasumber untuk setiap keputusan strategis dalam proses tersebut. Salah satu rekanan mencoba berunding dengan Agung untuk memenangkan proses pengadaan. Rekanan menjanjikan sejumlah kompensasi kepada Agung untuk memenangkannya, melalui sedikit mark‐up pada harga penawaran. Agung hanya perlu memberikan argumentasi yang mendukung jumlah yang ditawarkan sehingga panitia menyetujui penawaran yang diajukan rekanan. Agung menyetujui dan memberikan arahan barang‐barang apa saja yang dapat di‐mark up. Diskusikan dari kasus di atas keterkaitannya dengan pemenuhan prinsip etika perilaku profesional!
Kode Etik dan Standar Audit Intern
31
32
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Bab IV STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH Indikator Keberhasilan Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat diharapkan mampu menerapkan Standar Audit APIP.
A.
PENDAHULUAN
Standar Audit Auditor Intern Pemerintah Indonesia (SA‐AIPI) diterbitkan oleh Asosiasi Auditor Internal Pemerintah Indonesia (AAIPI) merupakan kriteria atau ukuran mutu bagi seluruh auditor intern dalam lembaga eksekutif. Standar ini dibentuk untuk membantu pimpinan di lingkungan lembaga eksekutif, baik di tingkat Presiden, menteri, kepala lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) sampai ke tingkat pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Standar audit APIP diperlukan kehadirannya, mengingat pelaksanaan audit yang dilakukan oleh BPK tidak selalu dapat dialihkan untuk dilakukan oleh APIP, misalnya audit keuangan. Namun demikian, dalam modul ini tetap akan diuraikan secara singkat Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala BPK Nomor 1 Tahun 2007 sebagai bahan pembanding.
B.
STANDAR AUDIT AUDITOR INTERN PEMERINTAH INDONESIA (SA‐AIPI)
1.
Landasan Hukum Standar Audit Auditor Intern Pemerintah Indonesia (SA‐AIPI), yang diterbitkan oleh AAIPI, didasarkan pada peraturan perundang‐undangan sebagai berikut. a.
Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
b.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
33
c.
Peraturan
Menteri
Negara
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
Nomor
PER‐220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya. d.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Profesi Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI).
2.
Pengertian Standar Audit AIPI Standar audit AIPI adalah kriteria atau ukuran mutu minimal untuk melakukan kegiatan audit intern yang wajib dipedomani oleh Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AIPI).
3.
Tujuan dan Fungsi Standar Audit AIPI Tujuan standar audit adalah untuk: a.
menetapkan prinsip‐prinsip dasar untuk merepresentasikan praktik‐praktik audit yang seharusnya;
b.
menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit intern yang memiliki nilai tambah;
c.
menetapkan dasar‐dasar pengukuran kinerja audit intern;
d.
mempercepat perbaikan kegiatan operasi dan proses organisasi (APIP);
e.
menilai, mengarahkan, dan mendorong auditor untuk mencapai tujuan audit intern;
f.
menjadi pedoman dalam pekerjaan audit intern;
g.
menjadi dasar penilaian keberhasilan pekerjaan audit intern.
Standar audit berfungsi sebagai ukuran mutu minimal bagi para auditor dan APIP dalam: a.
pelaksanaan tugas dan fungsi yang dapat merepresentasikan praktik‐praktik audit intern yang seharusnya, menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit intern yang memiliki nilai tambah serta menetapkan dasar‐dasar pengukuran kinerja audit intern;
b.
34
pelaksanaan koordinasi audit intern oleh pimpinan APIP;
2014 |Pusdiklatwas BPKP
c.
pelaksanaan perencanaan audit intern oleh pimpinan APIP;
d.
penilaian efektivitas tindak lanjut hasil audit intern dan konsistensi penyajian laporan hasil audit intern.
4.
Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan audit intern yang dapat dilakukan oleh Auditor dikelompokkan sebagai berikut: a.
Kegiatan penjaminan kualitas (quality assurance) terdiri atas: 1)
Audit a)
b.
Audit Keuangan (1)
Audit Keuangan yang memberikan opini
(2)
Audit terhadap aspek keuangan tertentu
b)
Audit Kinerja
c)
Audit Dengan Tujuan Tertentu
2)
Evaluasi
3)
Reviu
4)
Pemantauan/Monitoring
Kegiatan pengawasan lainnya yang tidak memberikan penjaminan kualitas (kegiatan consulting), antara lain konsultansi, sosialisasi, dan asistensi.
Standar Audit ini mengatur tentang kegiatan audit intern yang dapat dilakukan oleh auditor dan pimpinan APIP sesuai dengan mandat serta kedudukan, tugas, dan fungsi masing‐masing, yang meliputi audit terhadap aspek keuangan tertentu, audit kinerja, audit dengan tujuan tertentu, evaluasi, reviu, pemantauan, serta pemberian jasa konsultansi (consulting activities). Standar Audit AIPI menyatakan bahwa penugasan audit keuangan (yang memberikan opini atas laporan keuangan) wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
Kode Etik dan Standar Audit Intern
35
(SPKN) dan/atau Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang‐undangan. 5.
Sistematika Standar Audit AIPI Standar Audit ini terdiri dari dua bagian utama, sebagai berikut. a.
Standar Atribut (Attribute Standards) Standar Atribut mengatur mengenai karakteristik umum yang meliputi tanggung jawab, sikap, dan tindakan dari penugasan audit intern serta organisasi dan pihak‐ pihak yang melakukan kegiatan audit intern, dan berlaku umum untuk semua penugasan audit intern. Standar Atribut dibagi menjadi Prinsip‐Prinsip Dasar dan Standar Umum.
b.
Standar Pelaksanaan (Performance Standards) Standar Pelaksanaan menggambarkan sifat khusus kegiatan audit intern dan menyediakan kriteria untuk menilai kinerja audit intern. Standar Pelaksanaan dibagi menjadi Standar Pelaksanaan Audit Intern dan Standar Komunikasi Audit Intern. Lingkup kegiatan yang diatur dalam Standar Pelaksanaan ini meliputi kegiatan pemberian jaminan kualitas (quality assurance activities) dan pemberian jasa konsultansi (consulting activities).
Dalam bagan, sistematika standar audit digambarkan sebagai berikut.
36
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Gambar 4.1 Sistematika Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia
STANDAR AUDIT INTERN PEMERINTAH INDONESIA Standar Atribut (Attribute Standards): Prinsip‐prinsip Dasar Standar Umum Standar Pelaksanaan (Performance Standards): Standar Pelaksanaan Audit Intern Assurance
Consulting
Standar Komunikasi Audit Intern Assurance
Consulting
Sumber: Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia, AAIPI, 2014
a.
Prinsip‐prinsip Dasar Ringkasan prinsip dasar yang ditetapkan dalam Standar Audit AIPI, sebagai berikut. 1)
Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung Jawab APIP (Audit Charter) Visi, misi, tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab APIP harus dinyatakan secara tertulis dan disetujui oleh pimpinan organisasi kementerian/lembaga/ pemerintah daerah, serta ditandatangani oleh Pimpinan APIP sebagai Piagam Audit (Audit Charter).
2)
Independensi dan Objektivitas Dalam semua hal yang berkaitan dengan penugasan audit intern, APIP dan kegiatan audit intern harus independen serta para auditornya harus objektif dalam pelaksanaan tugasnya. Penilaian independensi dan objektivitas mencakup dua komponen berikut. a)
Status APIP dalam kementerian/lembaga/pemerintah daerah.
b)
Kebijakan untuk menjaga objektivitas auditor terhadap auditan.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
37
Independensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam kemampuan aktivitas audit intern untuk melaksanakan tanggung jawab audit intern secara objektif. Untuk mencapai tingkat independensi yang diperlukan dalam melaksanakan tanggung jawab aktivitas audit intern secara efektif, pimpinan APIP memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada atasan pimpinan APIP. Objektivitas adalah sikap mental tidak memihak (tidak bias) yang memungkinkan auditor untuk melakukan penugasan sedemikian rupa sehingga auditor percaya pada hasil kerjanya dan bahwa tidak ada kompromi kualitas yang dibuat. Objektivitas mengharuskan auditor tidak membedakan judgment‐nya terkait audit kepada orang lain. Ancaman terhadap objektivitas harus dikelola pada tingkat individu auditor, penugasan, fungsional, dan organisasi. 3)
Independensi APIP Agar tanggung jawab pelaksanaan audit dapat terpenuhi, pimpinan APIP bertanggung jawab kepada pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Posisi APIP ditempatkan secara tepat sehingga bebas dari intervensi, dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan kementerian/ lembaga/pemerintah daerah sehingga APIP dapat bekerja sama dengan auditan dan melaksanakan pekerjaan dengan leluasa. Meskipun demikian, APIP harus membina hubungan kerja yang baik dengan auditan terutama dalam hal saling memahami di antara peranan masing‐masing lembaga. Pimpinan APIP harus melaporkan ke tingkat pimpinan kementerian/ lembaga/pemerintah daerah yang memungkinkan kegiatan audit intern dapat memenuhi tanggung jawabnya. Pimpinan APIP harus mengonfirmasikan independensi APIP dalam kegiatan audit intern ke pimpinan kementerian/ lembaga/pemerintah daerah, setidaknya setiap tahun. Independensi APIP secara efektif dicapai ketika pimpinan APIP secara fungsional melaporkan kepada
pimpinan
kementerian/lembaga/pemerintah
daerah.
Contoh
pelaporan fungsional meliputi, namun tidak terbatas pada:
38
a)
menyetujui piagam audit (audit charter);
b)
menyetujui rencana audit berbasis risiko;
2014 |Pusdiklatwas BPKP
c)
menyetujui anggaran audit dan rencana sumber daya;
d)
menerima komunikasi dari pimpinan APIP atas kinerja aktivitas audit intern;
e)
mewawancarai pimpinan APIP untuk menentukan apakah terdapat pembatasan ruang lingkup atau sumber daya yang tidak tepat.
Kegiatan penjaminan kualitas (quality assurance) harus bebas dari campur tangan, dalam hal menentukan ruang lingkup, pelaksanaan, dan pengkomunikasian hasil. Pimpinan APIP harus berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah. 4)
Objektivitas Auditor Auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan penugasan yang dilakukannya. Auditor harus objektif dalam melaksanakan audit intern. Prinsip objektivitas mensyaratkan agar auditor melaksanakan penugasan dengan jujur dan tidak mengompromikan kualitas. Pimpinan APIP tidak diperkenankan menempatkan auditor dalam situasi yang membuat auditor tidak
mampu
mengambil
keputusan
berdasarkan
pertimbangan
profesionalnya. Konflik kepentingan adalah situasi di mana auditor, yang berada dalam posisi yang dipercaya, memiliki persaingan profesional atau kepentingan pribadi. Persaingan kepentingan tersebut dapat menyulitkan dalam memenuhi tugas tanpa memihak. Konflik kepentingan bahkan ada walaupun hasil tindakannya tidak menunjukkan ketidaketisan atau ketidakpatutan. Konflik kepentingan dapat membuat ketidakpantasan muncul yang dapat merusak kepercayaan auditor, aktivitas audit intern, dan profesi. Konflik kepentingan dapat mengganggu kemampuan auditor untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya secara objektif.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
39
5)
Gangguan Terhadap Independensi dan Objektivitas Jika independensi atau objektivitas terganggu, baik secara faktual maupun penampilan, maka gangguan tersebut harus dilaporkan kepada pimpinan APIP. •
Gangguan independensi APIP dan objektivitas auditor dapat meliputi, tetapi tidak terbatas pada, konflik kepentingan pribadi, pembatasan ruang lingkup, pembatasan akses ke catatan, personel, dan prasarana, serta pembatasan sumber daya, seperti pendanaan. Auditor harus melaporkan kepada pimpinan APIP mengenai situasi adanya dan/atau interpretasi adanya konflik kepentingan, ketidakindependenan, atau bias. Pimpinan APIP harus mengganti auditor yang berada dalam situasi tersebut dengan auditor lainnya yang bebas dari situasi itu.
•
Auditor yang mempunyai hubungan yang dekat dengan auditan seperti hubungan sosial, kekeluargaan, atau hubungan lainnya yang dapat mengurangi objektivitasnya, harus tidak ditugaskan melakukan audit intern terhadap entitas tersebut.
•
Dalam hal auditor bertugas menetap untuk beberapa lama di kantor auditan dalam rangka penugasan consulting atas program, kegiatan, atau aktivitas auditan, maka auditor tidak boleh terlibat dalam pengambilan keputusan atau menyetujui hal‐hal yang merupakan tanggung jawab auditan.
•
Auditor harus menahan diri dari penugasan assurance atas program, kegiatan, atau aktivitas tertentu dimana mereka sebelumnya bertanggung jawab. Objektivitas dianggap terganggu jika auditor melakukan penugasan assurance untuk suatu program, kegiatan, atau aktivitas dimana auditor memiliki tanggung jawab pada tahun sebelumnya.
•
Penugasan kegiatan assurance terhadap suatu fungsi di mana pimpinan APIP berpotensi memiliki konflik kepentingan, harus diawasi oleh pihak lain di luar APIP yang bersangkutan.
40
2014 |Pusdiklatwas BPKP
•
Auditor dapat melakukan penugasan consulting yang berkaitan dengan program, kegiatan, atau aktivitas dimana mereka bertanggung jawab sebelumnya. Jika auditor memiliki gangguan potensial terhadap independensi atau objektivitas yang berkaitan dengan penugasan consulting yang akan dilakukan, pengungkapan harus diinformasikan kepada auditan sebelum menerima penugasan.
6)
Kepatuhan terhadap Kode Etik Auditor harus mematuhi kode etik yang telah ditetapkan. Penugasan audit intern harus mengacu kepada Standar Audit ini, dan auditor wajib mematuhi kode etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Standar Audit ini. Auditor diharapkan menerapkan dan menegakkan prinsip‐prinsip etika, yaitu integritas, objektivitas, kerahasiaan, kompetensi, akuntabel, dan perilaku profesional.
b.
Standar Umum 1)
Kompetensi dan Kecermatan Profesional Penugasan audit intern harus dilakukan dengan kompetensi dan kecermatan profesional a)
Kompetensi Auditor Auditor harus mempunyai pendidikan, pengetahuan, keahlian dan keterampilan, pengalaman, serta kompetensi lain yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Pendidikan, pengetahuan, keahlian dan keterampilan, pengalaman, serta kompetensi lain adalah bersifat kolektif yang mengacu pada kemampuan profesional yang diperlukan auditor untuk secara efektif melaksanakan tanggung jawab profesionalnya. Pimpinan APIP harus yakin bahwa latar belakang pendidikan, kompetensi, dan pengalaman auditor memadai untuk pekerjaan audit yang akan dilaksanakan. APIP harus mempunyai kriteria tertentu dari
Kode Etik dan Standar Audit Intern
41
kualifikasi pendidikan formal auditor yang diperlukan untuk penugasan audit intern sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi auditan. Aturan tentang tingkatan pendidikan formal minimal dan kualifikasi yang diperlukan harus dievaluasi secara periodik guna menyesuaikan dengan situasi dan kondisi auditan. Kompetensi minimal auditor bersifat kumulatif, artinya kompetensi pada tingkat atau jenjang jabatan auditor yang lebih tinggi merupakan kumulatif dari kompetensi pada tingkat atau jenjang jabatan auditor di bawahnya ditambah dengan kompetensi spesifik di jabatannya. Kompetensi standar yang harus dimiliki oleh auditor adalah: •
kompetensi umum;
•
kompetensi teknis audit intern;
•
kompetensi kumulatif.
Kompetensi umum terkait dengan persyaratan umum untuk dapat diangkat sebagai auditor. Kompetensi umum merupakan kompetensi dasar bersikap dan berperilaku sebagai auditor yang dijabarkan sebagai dorongan untuk berprestasi, pemikiran analitis, orientasi pengguna, kerja sama, manajemen stres, dan komitmen organisasi. Kompetensi teknis audit intern terkait dengan persyaratan untuk dapat melaksanakan penugasan audit intern sesuai dengan jenjang jabatan auditor. Kompetensi teknis audit intern meliputi tujuh bidang kompetensi yaitu: •
kompetensi bidang manajemen risiko, pengendalian intern, dan tata kelola sektor publik;
42
•
kompetensi bidang strategi kegiatan audit intern;
•
kompetensi bidang pelaporan hasil audit intern;
•
kompetensi bidang sikap profesional;
•
kompetensi bidang komunikasi;
•
kompetensi bidang lingkungan pemerintahan;
•
kompetensi bidang manajemen pengawasan.
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Auditor harus mempunyai sertifikasi jabatan fungsional auditor (JFA) dan/atau sertifikasi lain di bidang pengawasan intern pemerintah, dan mengikuti pendidikan dan pelatihan profesional berkelanjutan (continuing professional education). Selain itu, auditor wajib memiliki pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam standar, metodologi, prosedur, dan teknik. Pendidikan profesional berkelanjutan dapat diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi dalam asosiasi profesi, pendidikan sertifikasi jabatan fungsional auditor, konferensi, seminar, kursus‐kursus, program pelatihan di kantor sendiri, dan partisipasi dalam proyek penelitian yang memiliki substansi di bidang pengawasan intern. Pimpinan APIP dapat menggunakan tenaga ahli apabila auditor tidak mempunyai keahlian yang diharapkan untuk melaksanakan penugasan audit intern. Pimpinan APIP harus memperoleh saran/nasihat dan bantuan dari pihak yang berkompeten dalam hal auditor tidak memiliki pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta kompetensi lain yang diperlukan untuk melaksanakan penugasan audit intern. Tenaga ahli yang dimaksud mencakup, namun tidak terbatas pada, aktuaris, penilai (appraiser), pengacara, insinyur, konsultan lingkungan, profesi medis, ahli statistik, maupun geologi. Tenaga ahli tersebut dapat berasal dari dalam maupun dari luar organisasi. Auditor harus menilai kualifikasi profesional, kompetensi, pengalaman yang relevan, independensi, dan proses pengendalian kualitas dari tenaga ahli tersebut sebelum menerima pekerjaan. Tenaga ahli tersebut harus disupervisi sebagaimana supervisi terhadap auditor. Selain itu, harus ada pemahaman dan komunikasi yang cukup antara auditor dengan tenaga ahli tersebut untuk meminimalkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan salah menafsirkan hasil pekerjaan dan/atau informasi dari tenaga ahli tersebut. Ketepatan dan kelayakan metode dan asumsi yang digunakan dan penerapan metode/asumsi tersebut merupakan tanggung jawab tenaga ahli, sedangkan tanggung jawab auditor terbatas kepada simpulan dan fakta atas hasil audit intern. Auditor harus: Kode Etik dan Standar Audit Intern
43
(1)
memahami metode dan asumsi yang digunakan oleh tenaga ahli;
(2)
melakukan pengujian semestinya atas data yang disediakan oleh tenaga ahli, dengan memperhitungkan taksiran risiko pengendalian auditor;
(3)
mengevaluasi apakah fakta yang ditemukan tenaga ahli mendukung pelaksanaan penugasan auditor.
Biasanya auditor akan menggunakan pekerjaan tenaga ahli, kecuali jika auditor yakin bahwa fakta yang ditemukan tenaga ahli tersebut tidak masuk akal. Jika auditor yakin bahwa fakta yang ditemukan tenaga ahli tidak masuk akal, ia harus menerapkan prosedur tambahan, yang dapat berupa permintaan pendapat dari tenaga ahli lain. Pimpinan APIP harus menolak penugasan konsultansi atau memberikan saran/nasehat dan bantuan yang kompeten jika auditor tidak memiliki pengetahuan, keahlian dan keterampilan, atau kompetensi lain yang dibutuhkan untuk melakukan seluruh atau sebagian penugasan. b)
Kecermatan Profesional Auditor Auditor harus menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan saksama (due professional care) serta berhati‐hati (prudent) dalam setiap penugasan audit intern. Penggunaan kecermatan profesional menekankan tanggung jawab setiap auditor untuk memperhatikan Standar Audit serta mempertimbangkan penggunaan audit berbasis teknologi dan teknik analisis data lainnya. Due professional care dilakukan pada berbagai aspek audit, diantaranya: •
formulasi tujuan penugasan audit intern;
•
penentuan ruang lingkup, termasuk evaluasi risiko audit intern;
•
pemilihan pengujian dan hasilnya;
•
pemilihan jenis dan tingkat sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan penugasan audit intern;
44
2014 |Pusdiklatwas BPKP
•
penentuan signifikan tidaknya risiko yang diidentifikasi dalam audit intern dan efek/dampaknya;
•
pengumpulan dan pengujian bukti audit intern;
•
penentuan kompetensi, integritas, dan simpulan yang diambil pihak lain yang berkaitan dengan penugasan audit intern.
Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgment), meskipun dapat saja terjadi penarikan simpulan yang tidak tepat ketika audit sudah dilakukan dengan seksama. Kecermatan profesional (due professional care) tidak berarti kesempurnaan. Pertimbangan penerapan kecermatan profesional (due professional care) adalah: •
kebutuhan dan harapan klien, termasuk sifat, waktu, dan komunikasi hasil
•
penugasan;
•
kompleksitas dan tingkat kerja relatif yang diperlukan untuk mencapai tujuan penugasan;
•
biaya kegiatan konsultansi (consulting) dikaitkan dengan potensi manfaat.
Penggunaan kecermatan profesional menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional. Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan pengujian bukti secara kritis. Pengumpulan dan pengujian bukti secara objektif menuntut auditor mempertimbangkan relevansi, kompetensi, dan kecukupan bukti tersebut. Auditor tidak menganggap bahwa manajemen adalah tidak jujur, namun juga tidak menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak dipertanyakan lagi. Dalam menggunakan skeptisme profesional, auditor tidak harus puas dengan bukti yang kurang persuasif karena keyakinannya bahwa manajemen adalah jujur.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
45
2)
Kewajiban Auditor a)
Mengikuti Standar Audit Auditor harus mengikuti Standar Audit dalam segala pekerjaan audit intern yang dianggap material agar pekerjaan auditor dapat dievaluasi. Suatu hal dianggap material apabila pemahaman mengenai hal tersebut kemungkinan akan memengaruhi pengambilan keputusan oleh pengguna laporan hasil audit intern. Materialitas biasanya dikaitkan dengan suatu nilai tertentu dan/atau peraturan perundang‐undangan yang menghendaki agar hal tersebut diungkapkan.
b)
Meningkatkan Kompetensi Auditor wajib meningkatkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta kompetensi lain melalui pendidikan dan pelatihan profesional berkelanjutan (continuing professional education) guna menjamin bahwa kompetensi yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan APIP dan perkembangan lingkungan pengawasan.
3)
Program Pengembangan dan Penjaminan Kualitas Pimpinan APIP harus merancang, mengembangkan, dan menjaga program pengembangan dan penjaminan kualitas atas semua aspek kegiatan audit intern. Program ini dirancang agar dapat menilai kesesuaian kegiatan audit intern dengan Standar Audit. Selain itu, program ini dapat juga mengevaluasi apakah auditor telah menerapkan kode etik. Program pengembangan dan penjaminan kualitas mencakup penilaian intern dan ekstern. Penilaian intern harus mencakup pemantauan berkelanjutan atas kinerja kegiatan audit intern dan penilaian secara berkala, baik melalui penilaian sendiri maupun penilaian oleh orang lain di lingkungan APIP yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang praktik audit intern. Penilaian ekstern dilakukan melalui telaahan sejawat (peer review) dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pedoman tersendiri yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
46
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Pemantauan berkelanjutan merupakan bagian integral dari kegiatan audit intern sehari‐hari. Pemantauan berkelanjutan dimasukkan ke dalam kebijakan rutin dan digunakan dalam pengelolaan kegiatan audit intern. Pemantauan berkelanjutan menggunakan proses, peralatan, dan informasi yang dianggap perlu untuk mengevaluasi/mereviu kesesuaian pelaksanaan kegiatan audit intern sehari‐hari dengan Kode Etik dan Standar. Penilaian periodik juga dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian pelaksanaan kegiatan audit intern dengan Kode Etik dan Standar. c.
Standar Pelaksanaan Audit Intern 1)
Mengelola Kegiatan Audit Intern Pimpinan APIP harus mengelola kegiatan audit intern secara efektif untuk memastikan bahwa kegiatan audit intern memberikan nilai tambah bagi auditan. Kegiatan audit intern dikelola secara efektif jika: •
hasil kerja kegiatan audit intern mencapai tujuan dan tanggung jawab yang tertera dalam piagam audit intern (audit charter);
•
kegiatan audit intern sesuai dengan Standar Audit;
•
orang‐orang yang merupakan bagian dari kegiatan audit intern menunjukkan kesesuaian dengan Kode Etik dan Standar Audit.
Kegiatan audit intern memberikan nilai tambah auditan (dan pemangku kepentingan) jika dapat memberikan jaminan objektif dan relevan, dan berkontribusi terhadap efektivitas dan efisiensi proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian. Untuk mampu mengelola, pimpinan APIP melakukan hal‐hal sebagai berikut. a)
Menyusun Rencana Kegiatan Audit Intern Pimpinan APIP wajib menyusun rencana strategis lima tahunan dan rencana kegiatan audit intern tahunan dengan prioritas pada kegiatan yang mempunyai risiko terbesar dan selaras dengan tujuan APIP sesuai dengan peraturan perundang‐undangan. Rencana strategis sekurang‐
Kode Etik dan Standar Audit Intern
47
kurangnya berisi visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan APIP selama lima tahun. Pimpinan APIP wajib menyusun rencana kegiatan audit intern tahunan dengan mengacu pada rencana strategis lima tahunan yang telah ditetapkan yang berisi rencana kegiatan audit intern untuk tahun yang bersangkutan serta sumber daya yang diperlukan. Penentuan
prioritas
kegiatan
audit
intern
didasarkan
pada
evaluasi/penilaian risiko yang dilakukan oleh APIP dan dengan mempertimbangkan prinsip kewajiban menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat. Penyusunan rencana kegiatan audit intern tahunan didasarkan atas prinsip keserasian, keterpaduan, menghindari tumpang tindih dan pemeriksaan berulang‐ulang, serta memperhatikan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya. b)
Mengomunikasikan dan Meminta Persetujuan Rencana Kegiatan Audit Intern Tahunan Pimpinan APIP harus mengomunikasikan dan meminta persetujuan rencana
kegiatan
audit
kementerian/lembaga/
intern
pemerintah
tahunan
kepada
daerah.
pimpinan
Pimpinan
APIP
mengomunikasikan rencana kegiatan audit intern tahunan dan kebutuhan sumber daya, termasuk perubahan interim yang signifikan kepada pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah untuk disetujui. Apabila ada keterbatasan sumber daya yang dimiliki APIP maka dampak keterbatasan sumber daya ini harus dikomunikasikan oleh pimpinan APIP kepada pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah. c)
Mengelola Sumber Daya Pimpinan APIP harus mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara ekonomis, efisien, dan efektif, serta memprioritaskan alokasi sumber daya tersebut pada kegiatan yang mempunyai risiko besar sesuai dengan praktik‐praktik pengelolaan yang sehat. Keterbatasan sumber daya tidak dapat dijadikan alasan bagi pimpinan APIP untuk tidak memenuhi Standar Audit.
48
2014 |Pusdiklatwas BPKP
d)
Menetapkan Kebijakan dan Prosedur Pimpinan APIP harus menyusun kebijakan dan prosedur untuk mengarahkan kegiatan audit intern untuk memastikan bahwa pengelolaan APIP serta pelaksanaan kegiatan audit intern dapat dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan meliputi kebijakan dan prosedur pengelolaan kantor dan kebijakan dan prosedur pelaksanaan kegiatan audit intern. Kebijakan dan prosedur yang sedang berjalan direviu terus menerus untuk memastikan keefektifannya.
e)
Melakukan Koordinasi Pimpinan APIP harus melakukan koordinasi dengan, dan membagi informasi kepada, auditor eksternal dan/atau auditor lainnya. Tujuan koordinasi adalah untuk memastikan cakupan yang tepat dan meminimalkan pengulangan kegiatan. Koordinasi dilakukan dengan menyampaikan rencana kegiatan audit intern tahunan serta hasil‐hasil kegiatan audit intern yang telah dilakukan APIP selama periode yang akan dilakukan pemeriksaan oleh auditor eksternal dan/atau auditor lainnya.
f)
Menyampaikan Laporan Berkala Pimpinan APIP harus menyusun dan menyampaikan laporan secara berkala tentang realisasi kinerja dan kegiatan audit intern yang dilaksanakan APIP. Laporan dimaksudkan untuk menyampaikan perkembangan kegiatan audit intern sesuai dengan rencana kegiatan audit intern tahunan, hambatan yang dijumpai, serta rencana kegiatan audit intern periode berikutnya. Laporan
disampaikan
kepada
pimpinan
kementerian/lembaga/
pemerintah daerah minimal satu kali dalam enam bulan, atau periode lainnya sesuai dengan ketentuan perundang‐undangan.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
49
g)
Menindaklanjuti Pengaduan dari Masyarakat Pimpinan APIP harus menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat. Pengaduan masyarakat dapat berbentuk pengaduan tertulis atau bentuk lainnya. Pengaduan tersebut harus ditangani dengan mekanisme dan prosedur yang jelas, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan perundang‐undangan. Pengaduan masyarakat antara lain terhadap hal‐hal sebagai berikut: •
hambatan, keterlambatan, dan/atau rendahnya kualitas pelayanan publik;
•
penyalahgunaan wewenang, tenaga, uang, aset, dan/atau barang milik negara/daerah.
2)
Sifat Kerja Kegiatan Audit Intern Kegiatan Audit Intern harus dapat mengevaluasi dan memberikan kontribusi pada perbaikan tata kelola sektor publik, manajemen risiko, dan pengendalian intern dengan menggunakan pendekatan sistematis dan disiplin. Proses tata kelola sektor publik, manajemen risiko, dan pengendalian intern masing‐ masing tidak didefinisikan secara terpisah dan berdiri sendiri sebagai suatu proses dan struktur, melainkan memiliki hubungan antara proses tata kelola sektor publik, manajemen risiko, dan pengendalian intern. Oleh karena itu, auditor harus mengevaluasi proses tata kelola sektor publik, manajemen risiko, dan pengendalian intern auditan secara keseluruhan sebagai satu kesatuan yang tidak dipisahkan. a)
Tata Kelola Sektor Publik Kegiatan audit intern harus dapat mengevaluasi dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses tata kelola sektor publik. Peran kegiatan audit intern, sebagaimana definisi audit intern, mencakup tanggung jawab untuk mengevaluasi dan mengembangkan proses tata kelola sektor publik sebagai bagian dari fungsi assurance.
50
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Kegiatan audit intern harus dapat mengevaluasi dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses tata kelola sektor publik dalam pemenuhan atas tujuan‐tujuan berikut: •
mendorong penegakan etika dan nilai‐nilai yang tepat dalam organisasi auditan;
•
memastikan akuntabilitas dan kinerja manajemen auditan yang efektif;
•
mengomunikasikan informasi risiko dan pengendalian ke area‐area organisasi auditan yang tepat;
•
mengoordinasikan kegiatan dan mengomunikasikan informasi di antara pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah, auditor ekstern dan intern, serta manajemen auditan.
Kegiatan audit intern harus mengevaluasi rancangan, implementasi, dan efektivitas etika organisasi terkait dengan sasaran, program, dan kegiatan, serta harus menilai pula apakah tata kelola teknologi informasi auditan mendukung strategi dan tujuan auditan. b)
Manajemen Risiko Kegiatan audit intern harus dapat mengevaluasi efektivitas dan berkontribusi terhadap perbaikan proses manajemen risiko. Untuk menentukan apakah proses manajemen risiko sudah efektif adalah melalui hasil pertimbangan (judgment) dari penilaian auditor bahwa: •
tujuan auditan telah mendukung dan sejalan dengan visi dan misi auditan;
•
risiko yang signifikan telah diidentifikasi dan dinilai;
•
tanggapan risiko yang tepat telah dipilih untuk menyelaraskan risiko dengan risk appetite (selera risiko) auditan;
•
informasi risiko yang relevan telah dipetakan dan dikomunikasikan secara tepat waktu di seluruh auditan, yang memungkinkan staf,
Kode Etik dan Standar Audit Intern
51
manajemen auditan, dan pimpinan auditan melaksanakan tanggung jawab masing‐masing. Proses manajemen risiko dimonitor melalui kegiatan manajemen yang berkelanjutan, evaluasi terpisah, atau keduanya. Kegiatan audit intern harus dapat mengevaluasi potensi terjadinya fraud dan bagaimana auditan mengelola risiko fraud. Selama penugasan consulting, auditor harus mengatasi risiko sesuai dengan tujuan penugasan dan waspada terhadap adanya risiko signifikan lainnya. Auditor harus memasukkan pengetahuan tentang risiko yang diperoleh dari penugasan consulting ke dalam evaluasi proses manajemen risiko auditan. Ketika membantu manajemen dalam membangun atau meningkatkan proses manajemen risiko, auditor harus menahan diri untuk mengambil alih fungsi dan tanggung jawab manajemen. c)
Pengendalian Intern Pemerintah Kegiatan audit intern harus dapat membantu auditan dalam mempertahankan dan memperbaiki pengendalian yang efektif dengan mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta dengan mendorong perbaikan terus‐menerus. Kegiatan audit intern harus mengevaluasi kecukupan dan efektivitas pengendalian intern pemerintah dalam menanggapi risiko tata kelola auditan, operasi, dan sistem informasi mengenai: •
pencapaian tujuan strategis auditan;
•
keandalan dan integritas informasi keuangan dan operasional;
•
efektivitas dan efisiensi operasi dan program;
•
pengamanan aset;
•
kepatuhan terhadap hukum, peraturan, kebijakan, prosedur, dan kontrak.
52
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Auditor harus memasukkan pengetahuan tentang pengendalian intern yang diperoleh dari penugasan consulting dalam mengevaluasi proses pengendalian intern auditan. 3)
Perencanaan Penugasan Audit Intern Auditor harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan, termasuk tujuan, ruang lingkup, waktu, dan alokasi sumber daya penugasan. Rencana penugasan audit intern dimaksudkan untuk menjamin bahwa tujuan audit intern tercapai secara berkualitas, ekonomis, efisien, dan efektif. Selain itu, auditor perlu mempertimbangkan berbagai hal termasuk sistem pengendalian intern dan ketaatan auditan terhadap peraturan perundang‐undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse). Auditor harus mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan audit intern. a)
Pertimbangan dalam Perencanaan Dalam merencanakan penugasan audit intern, auditor harus mempertimbangkan berbagai hal, termasuk sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan auditan terhadap peraturan perundang‐undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse). Hal‐hal yang perlu dipertimbangkan adalah: •
laporan hasil audit intern sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang material dan berkaitan dengan sasaran audit intern yang sedang dilaksanakan;
•
sasaran audit intern dan pengujian‐pengujian yang diperlukan untuk mencapai sasaran audit intern tersebut;
•
kriteria‐kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi auditan, program, aktivitas, atau fungsi yang diaudit;
•
sistem pengendalian intern auditan, termasuk aspek‐aspek penting lingkungan tempat beroperasinya auditan;
Kode Etik dan Standar Audit Intern
53
•
pemahaman tentang hak dan kewajiban serta hubungan timbal balik antara auditor dengan auditan, dan manfaat audit intern bagi kedua pihak;
•
pendekatan audit intern yang paling efisien dan efektif;
•
bentuk, isi, dan pengguna laporan hasil audit intern.
Ketika merencanakan penugasan audit intern yang melibatkan pihak luar APIP, auditor harus menetapkan pemahaman secara tertulis dengan mereka tentang tujuan, ruang lingkup, tanggung jawab masing‐masing, dan harapan lainnya, termasuk pembatasan distribusi hasil penugasan audit intern dan akses ke catatan penugasan. Auditor harus membangun pemahaman dengan klien penugasan consulting tentang sasaran, ruang lingkup, tanggung jawab masing‐masing, dan harapan klien lainnya. Untuk
penugasan
yang
signifikan,
pemahaman
ini
harus
didokumentasikan. b)
Penetapan Sasaran, Ruang Lingkup, Metodologi, dan Alokasi Sumber Daya Dalam membuat rencana penugasan audit intern, Auditor harus menetapkan sasaran, ruang lingkup, metodologi, dan alokasi sumber daya. Sasaran Sasaran penugasan audit adalah untuk menilai bahwa auditan telah menjalankan kegiatannya secara ekonomis, efisien, dan efektif. Di samping itu, sasaran audit juga untuk mendeteksi adanya kelemahan sistem pengendalian intern serta adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse). Sasaran penugasan consulting harus memberikan nilai tambah pada tata kelola sektor publik, manajemen risiko, dan proses pengendalian sampai
54
2014 |Pusdiklatwas BPKP
batas yang disepakati dengan klien. Sasaran penugasan consulting harus konsisten dengan nilai‐nilai APIP, strategi, dan sasarannya. Ruang Lingkup Agar sasaran audit tercapai, maka auditor harus menetapkan ruang lingkup penugasan yang memadai. Ruang lingkup audit meliputi aspek keuangan dan operasional auditan. Oleh karena itu, auditor akan memeriksa semua buku, catatan, laporan, aset maupun personalia untuk memeriksa kinerja auditan pada periode yang diperiksa. Dalam melakukan penugasan consulting, auditor harus memastikan bahwa lingkup penugasan cukup untuk sasaran yang disepakati. Jika auditor mengembangkan syarat tertentu tentang ruang lingkup saat penugasan, syarat ini harus dibicarakan dengan klien untuk menentukan apakah akan melanjutkan dengan penugasan. Selama penugasan consulting, auditor harus mengawasi pengendalian yang konsisten dengan sasaran penugasan dan waspada terhadap masalah pengendalian yang signifikan. Metodologi Untuk mencapai sasaran audit berdasarkan ruang lingkup audit yang telah ditetapkan, auditor harus menggunakan metodologi audit yang meliputi antara lain: •
penetapan waktu yang sesuai untuk melaksanakan prosedur audit intern tertentu;
•
penetapan jumlah bukti yang akan diuji;
•
penggunaan teknologi audit intern yang sesuai seperti teknik sampling dan pemanfaatan komputer untuk alat bantu audit intern;
•
pembandingan dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku;
Kode Etik dan Standar Audit Intern
55
•
perancangan prosedur audit intern untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang‐undangan, kecurangan dan, ketidakpatutan (abuse).
Alokasi Sumber Daya Auditor harus menentukan sumber daya yang sesuai untuk mencapai sasaran dalam penugasan audit intern. Penugasan auditor harus didasarkan pada evaluasi atas sifat dan kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu, dan ketersediaan sumber daya. Audit harus dilaksanakan oleh sebuah tim yang secara kolektif harus mempunyai kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan audit intern. Oleh karena itu, pimpinan APIP harus mengalokasikan auditor yang mempunyai latar belakang pendidikan formal, pengetahuan, keahlian dan keterampilan, kompetensi lain serta pengalaman sesuai dengan kebutuhan audit. c)
Program Kerja Penugasan Auditor harus mengembangkan dan mendokumentasikan program kerja penugasan untuk mencapai tujuan penugasan. Program kerja penugasan audit intern harus mencakup prosedur untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi selama penugasan, termasuk metodologi yang digunakan, misalnya audit berbasis teknologi dan teknik sampling. Program kerja penugasan harus direviu dan disetujui sebelum pelaksanaannya, dan setiap penyesuaian harus mendapat persetujuan segera. Program kerja untuk penugasan consulting dapat bervariasi bentuk dan isinyatergantung pada sifat penugasan.
d)
Evaluasi terhadap Sistem Pengendalian Intern Auditor harus memahami rancangan sistem pengendalian intern dan menguji penerapannya serta memberikan rekomendasi yang diperlukan.
56
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Auditor harus mempunyai pemahaman atas sistem pengendalian intern auditan dan mempertimbangkan apakah prosedur‐prosedur sistem pengendalian intern telah dirancang dan diterapkan secara memadai. Pemahaman atas rancangan sistem pengendalian intern digunakan untuk menentukan saat dan jangka waktu serta penentuan prosedur yang diperlukan dalam pelaksanaan audit intern. Oleh karena itu, auditor harus memasukkan pengujian atas sistem pengendalian intern auditan dalam prosedur audit internnya. Pemahaman atas sistem pengendalian intern dapat dilakukan melalui permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi catatan dan dokumen, atau reviu laporan pihak lain. e)
Evaluasi atas Ketidakpatuhan Auditan terhadap Peraturan Perundang‐ undangan, Kecurangan, dan Ketidakpatutan (Abuse) Auditor harus merancang audit internnya untuk mendeteksi adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse). Dalam
merencanakan
pengujian
untuk
mendeteksi
adanya
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan, auditor harus mempertimbangkan dua faktor berikut, yaitu rumitnya peraturan perundang‐undangan yang dimaksud dan masih barunya peraturan perundang‐undangan tersebut. Auditor harus mempertimbangkan risiko terjadinya kecurangan (fraud) yang berpengaruh secara signifikan terhadap tujuan audit intern. Faktor‐ faktor terjadinya kecurangan yang harus diperhatikan oleh auditor adalah keinginan atau tekanan yang dialami seseorang untuk melakukan kecurangan, kesempatan yang memungkinkan terjadinya kecurangan, dan sifat atau alasan seseorang untuk melakukan kecurangan. Ketidakpatutan (abuse) bisa terjadi tetapi tidak ada pelanggaran terhadap
peraturan
perundang‐undangan.
Auditor
harus
mempertimbangkan risiko terjadinya ketidakpatutan (abuse) yang
Kode Etik dan Standar Audit Intern
57
berpengaruh secara signifikan terhadap tujuan audit intern. Meskipun demikian, auditor harus mempertimbangkan secara hati‐hati karena terjadinya ketidakpatutan (abuse) ini bersifat subjektif. Auditor harus menggunakan pertimbangan profesional untuk mendeteksi kemungkinan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse). Dalam kondisi tertentu, auditor, sesuai mekanisme intern APIP, diwajibkan untuk melaporkan indikasi terjadinya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse) ini kepada pihak‐pihak tertentu sesuai dengan peraturan perundang‐undangan. 4)
Pelaksanaan Penugasan Audit Intern Auditor
harus
mengidentifikasi,
menganalisis,
mengevaluasi,
dan
mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan audit intern. a)
Mengidentifikasi Informasi Auditor harus mengidentifikasi informasi audit intern yang cukup, kompeten, dan relevan. Informasi yang dikumpulkan oleh auditor akan digunakan untuk mendukung simpulan, fakta, serta rekomendasi yang terkait. Informasi yang cukup, berkaitan dengan jumlah informasi yang dapat dijadikan dasar untuk penarikan suatu simpulan. Untuk menentukan kecukupan informasi, auditor harus menerapkan pertimbangan keahliannya secara profesional dan objektif. Informasi disebut kompeten jika informasi tersebut sah dan dapat diandalkan untuk menjamin kesesuaian dengan faktanya. Informasi yang sah adalah Informasi yang memenuhi persyaratan hukum dan peraturan perundang‐undangan. Informasi yang dapat diandalkan berkaitan dengan sumber dan cara perolehan Informasi.
58
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Informasi disebut relevan jika Informasi tersebut secara logis mendukung atau menguatkan pendapat atau argumen yang berhubungan dengan tujuan dan simpulan. Auditor dapat menggunakan tenaga ahli apabila pengetahuan dan pengalamannya tidak memadai untuk mendapatkan informasi yang cukup, kompeten, dan relevan. Untuk memahami apakah hasil kerja tenaga ahli dapat mendukung simpulan, auditor harus mempelajari metode atau asumsi yang digunakan oleh tenaga ahli tersebut. b)
Menganalisis dan Mengevaluasi Informasi Auditor harus mendasarkan simpulan dan hasil penugasan audit intern pada analisis dan evaluasi informasi yang tepat. Selain untuk mendukung simpulan auditor dan hasil penugasan audit intern, informasi yang diidentifikasi, dianalisis, dan dievaluasi meliputi pula informasi yang mendukung adanya kelemahan dalam sistem pengendalian intern serta informasi yang mendukung adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse).
c)
Mendokumentasikan Informasi Auditor harus menyiapkan dan menatausahakan pendokumentasian informasi audit intern dalam bentuk kertas kerja audit intern. Informasi harus didokumentasikan dan disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan dianalisis. Informasi yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit intern harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan auditor yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan audit tersebut dapat memastikan bahwa informasi tersebut dapat menjadi informasi yang mendukung simpulan, fakta, dan rekomendasi auditor. Bentuk dan isi informasi harus dirancang secara tepat sehingga sesuai dengan kondisi masing‐masing penugasan atau jenis audit intern. Informasi harus menggambarkan catatan penting mengenai penugasan
Kode Etik dan Standar Audit Intern
59
audit intern yang dilaksanakan oleh auditor sesuai dengan Standar Audit dan simpulan auditor. Kuantitas, jenis, dan isi informasi audit intern didasarkan atas pertimbangan profesional auditor. Informasi harus berisi: •
sasaran, lingkup, dan metodologi audit intern, termasuk kriteria pengambilan uji petik (sampling) yang digunakan;
•
dokumentasi penugasan yang dilakukan digunakan untuk mendukung pertimbangan profesional dan fakta yang ditemukan;
•
informasi tentang reviu dan supervisi terhadap penugasan yang dilakukan;
•
penjelasan auditor mengenai Standar Audit yang tidak diterapkan, apabila ada, alasan, dan akibatnya.
Penyusunan dokumentasi informasi harus cukup rinci untuk memberikan pengertian yang jelas tentang sasaran, sumber, dan simpulan yang dibuat oleh auditor, dan harus diatur secara jelas sehingga ada hubungan antara fakta dengan simpulan yang ada dalam laporan hasil audit intern. Setiap kertas kerja audit intern harus direviu secara berjenjang untuk memastikan bahwa kertas kerja audit intern telah disusun dan memuat semua informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan program kerja penugasan. Pimpinan APIP harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang wajar mengenai pengamanan dan penyimpanan informasi audit intern selama waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐ undangan. Dokumentasi informasi memungkinkan dilakukannya reviu terhadap kualitas pelaksanaan audit intern, yaitu dengan memberikan informasi tersebut kepada pereviu, baik dalam bentuk dokumen tertulis maupun dalam format elektronik. Apabila informasi audit intern hanya disimpan secara elektronik, pimpinan APIP harus yakin bahwa informasi elektronik tersebut dapat diakses sepanjang periode penyimpanan yang ditetapkan dan akses terhadap informasi elektronik tersebut dijaga secara memadai. 60
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Pimpinan APIP harus mengembangkan kebijakan yang mengatur pengamanan dan retensi catatan penugasan consulting, serta pendistribusiannya kepada pihak intern dan ekstern. Kebijakan ini harus konsisten dengan pedoman APIP dan persyaratan peraturan lainnya yang terkait. d)
Supervisi Penugasan Pada setiap tahap penugasan audit intern, auditor harus disupervisi secara memadai untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kompetensi auditor. Supervisi merupakan tindakan yang terus‐menerus selama penugasan audit intern, mulai dari perencanaan hingga dikomunikasikannya hasil akhir audit intern. Supervisi harus diarahkan baik terhadap substansi maupun metodologi audit intern dengan tujuan antara lain untuk mengetahui: •
pemahaman tim audit intern atas rencana audit intern;
•
kesesuaian pelaksanaan penugasan audit intern dengan standar audit;
•
kelengkapan informasi yang terkandung dalam kertas kerja audit intern untuk mendukung simpulan dan rekomendasi sesuai dengan jenis audit intern;
•
kelengkapan dan akurasi laporan hasil audit intern, yang terutama mencakup simpulan dan rekomendasi sesuai dengan jenis audit intern.
Semua penugasan audit intern harus direviu secara berjenjang sebelum hasil akhir audit intern dikomunikasikan. Reviu secara berjenjang dan periodik dilakukan untuk memastikan bahwa: •
tim audit intern memahami sasaran dan rencana audit intern;
•
audit intern dilaksanakan sesuai dengan standar audit;
•
prosedur audit intern telah diikuti;
Kode Etik dan Standar Audit Intern
61
•
kertas kerja audit intern memuat informasi yang mendukung fakta, simpulan, dan rekomendasi; dan sasaran audit telah dicapai.
d.
Standar Komunikasi Audit Intern 1)
Komunikasi Hasil Penugasan Audit Intern Auditor harus mengomunikasikan hasil penugasan audit intern. Komunikasi hasil penugasan audit intern antara lain berguna untuk: •
mengomunikasikan hasil penugasan audit intern kepada auditan dan pihak lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundang‐undangan;
•
menghindari kesalahpahaman atas hasil penugasan audit intern;
•
menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan bagi auditan dan instansi terkait;
•
memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan.
a)
Kriteria Komunikasi Hasil Penugasan Audit Intern Komunikasi hasil penugasan audit intern harus mencakup sasaran dan ruang lingkup penugasan audit intern serta pendapat auditor dan/simpulan yang berlaku, rekomendasi, dan rencana aksi. Pendapat dan/atau simpulan harus mempertimbangkan harapan auditan dan para pemangku kepentingan lainnya dan harus didukung oleh informasi yang cukup, kompeten, relevan, dan berguna. Dalam komunikasi hasil penugasan audit intern, auditor didorong untuk mengakui kinerja yang memuaskan. Dalam menerbitkan hasil penugasan audit intern, komunikasi harus mencakup pembatasan distribusi dan penggunaan hasil. Komunikasi kemajuan dan hasil dari penugasan consulting bervariasi dalam bentuk dan isi tergantung pada sifat penugasan dan kebutuhan klien.
62
2014 |Pusdiklatwas BPKP
b)
Komunikasi atas Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Auditor harus melaporkan adanya kelemahan atas sistem pengendalian intern auditan. Kelemahan atas sistem pengendalian intern yang dilaporkan adalah yang mempunyai pengaruh signifikan. Sedangkan kelemahan yang tidak signifikan cukup disampaikan kepada auditan dalam bentuk surat (management letter).
c)
Komunikasi atas Ketidakpatuhan Auditan terhadap Peraturan Perundang‐undangan, Kecurangan, dan Ketidakpatutan (Abuse) Apabila berdasarkan informasi yang diperoleh, auditor menyimpulkan bahwa telah terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐ undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse), auditor harus mengomunikasikan hal tersebut. Apabila peraturan perundang‐ undangan mengatur bahwa APIP harus segera melaporkan, maka auditor harus segera melaporkan sesuai dengan ketentuan internal APIP tanpa harus menunggu laporan hasil audit diselesaikan. Auditor dapat menggunakan bantuan konsultan hukum untuk menentukan apakah telah terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan dan kecurangan serta berkonsultasi tentang mekanisme pelaporannya.
d)
Kualitas Komunikasi Komunikasi hasil penugasan audit intern harus tepat waktu, lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, konstruktif, jelas, ringkas, dan singkat. Komunikasi yang tepat waktu berarti tepat dan bijaksana, tergantung pada pentingnya masalah, dan memungkinkan manajemen untuk mengambil tindakan korektif yang tepat. Informasi berupa laporan hasil penugasan audit intern jika dibuat dengan hati‐hati tetapi terlambat disampaikan, nilainya menjadi kurang bagi pengguna hasil penugasan audit intern. Oleh karena itu, auditor harus mengomunikasikan hasil penugasan audit intern dengan semestinya dan melakukan audit intern berdasar pemikiran tersebut.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
63
Selama penugasan audit intern berlangsung, auditor dapat mengomunikasikan fakta yang ditemukan secara lisan dengan auditan. Auditor juga harus mempertimbangkan perlunya laporan hasil penugasan audit intern sementara untuk hal yang material kepada auditan dan/atau kepada pihak lain yang terkait. Laporan hasil penugasan audit intern sementara tersebut bukan merupakan pengganti laporan hasil penugasan audit intern akhir, tetapi mengingatkan kepada pejabat terkait terhadap hal yang membutuhkan perhatian segera dan memungkinkan pejabat tersebut untuk memperbaikinya sebelum laporan hasil penugasan audit intern akhir diselesaikan. Komunikasi lengkap, artinya tidak kekurangan apapun hal yang penting dan mencakup semua informasi penting dan relevan serta pengamatan untuk mendukung rekomendasi dan simpulan. Agar hasil audit intern menjadi lengkap maka harus memuat semua informasi dari informasi audit intern yang dibutuhkan untuk memenuhi sasaran audit intern, memberikan pemahaman yang benar dan memadai atas hal yang dilaporkan, dan memenuhi persyaratan isi laporan hasil penugasan audit intern. Hal ini juga berarti bahwa hasil penugasan audit intern harus memasukkan informasi mengenai latar belakang permasalahan secara memadai, harus memberikan perspektif yang wajar mengenai aspek kedalaman dan signifikansi fakta yang ditemukan dalam audit intern seperti hubungan antara fakta dengan kegiatan auditan. Hal ini diperlukan agar pembaca memperoleh pemahaman yang benar dan memadai. Umumnya, satu kasus kekurangan/kelemahan saja tidak cukup untuk mendukung suatu simpulan yang luas atau rekomendasi yang berhubungan dengan simpulan tersebut. Satu kasus itu hanya dapat diartikan sebagai adanya kelemahan, kesalahan, atau kekurangan data pendukung oleh karenanya informasi yang terinci perlu diungkapkan dalam hasil penugasan audit intern untuk meyakinkan pengguna laporan hasil penugasan audit intern tersebut.
64
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Komunikasi yang akurat artinya bebas dari kesalahan dan distorsi dan sesuai dengan fakta‐fakta yang mendasari. Perlunya keakuratan didasarkan atas kebutuhan untuk memberikan keyakinan kepada pengguna bahwa apa yang dilaporkan memiliki kredibilitas dan dapat diandalkan. Satu ketidakakuratan dalam laporan hasil penugasan audit intern dapat menimbulkan keraguan atas keandalan hasil penugasan audit intern dan dapat mengalihkan perhatian pengguna dari substansi laporan. Demikian pula, laporan hasil penugasan audit intern yang tidak akurat dapat merusak kredibilitas APIP yang menerbitkan laporan dan mengurangi efektivitas laporan hasil penugasan audit intern. Laporan hasil penugasan audit intern harus memuat informasi, yang didukung oleh bukti yang cukup, kompeten, dan relevan dalam kertas kerja audit intern. Apabila terdapat data yang material terhadap fakta yang ditemukan tetapi auditor tidak melakukan pengujian terhadap data tersebut, maka auditor harus secara jelas menunjukkan dalam laporan bahwa data tersebut tidak diperiksa dan tidak membuat simpulan atau rekomendasi berdasarkan data tersebut. Bukti yang dicantumkan dalam laporan hasil penugasan audit intern harus masuk akal dan mencerminkan kebenaran mengenai masalah yang dilaporkan. Penggambaran yang benar berarti penjelasan secara akurat tentang lingkup dan metodologi, serta penyajian fakta yang konsisten dengan lingkup audit intern. Salah satu cara untuk meyakinkan bahwa hasil penugasan audit intern telah memenuhi standar pelaporan adalah dengan menggunakan proses pengendalian mutu, seperti proses referensi. Proses referensi adalah proses dimana seorang auditor yang tidak terlibat dalam proses audit tersebut menguji bahwa suatu fakta, angka, atau tanggal telah dilaporkan dengan benar, bahwa fakta telah didukung dengan dokumentasi audit, dan bahwa simpulan dan rekomendasi secara logis didasarkan pada data pendukung. Komunikasi yang objektif adalah adil, tidak memihak, tidak bias, serta merupakan hasil dari penilaian adil dan seimbang dari semua fakta dan
Kode Etik dan Standar Audit Intern
65
keadaan yang relevan. Kredibilitas suatu laporan ditentukan oleh penyajian bukti yang tidak memihak, sehingga pengguna laporan hasil audit dapat diyakinkan oleh fakta yang disajikan. Laporan hasil audit harus adil dan tidak menyesatkan. Ini berarti auditor harus menyajikan hasil audit secara netral dan menghindari kecenderungan melebih‐ lebihkan kekurangan yang ada. Dalam menjelaskan kekurangan suatu kinerja, auditor harus menyajikan penjelasan pejabat yang bertanggung jawab, termasuk pertimbangan atas kesulitan yang dihadapi entitas yang diperiksa. Redaksi laporan harus mendorong pengambil keputusan untuk bertindak atas dasar fakta dan rekomendasi auditor. Meskipun fakta yang ditemukan auditor harus disajikan dengan jelas dan terbuka, auditor harus ingat bahwa salah satu tujuannya adalah untuk meyakinkan. Cara terbaik untuk itu adalah dengan menghindari bahasa laporan yang menimbulkan adanya sikap membela diri dan menentang dari entitas yang diaudit. Meskipun kritik terhadap kinerja yang telah lalu seringkali dibutuhkan, namun laporan hasil audit intern harus menekankan perlunya perbaikan di masa depan. Agar meyakinkan, maka hasil penugasan audit intern harus dapat menjawab sasaran audit, menyajikan fakta, simpulan, dan rekomendasi yang logis. Informasi yang disajikan harus cukup meyakinkan pengguna untuk mengakui validitas fakta tersebut dan manfaat penerapan rekomendasi. Laporan yang disusun dengan cara ini dapat membantu pejabat yang bertanggung jawab untuk memusatkan perhatiannya atas hal yang memerlukan perhatian, dan dapat membantu untuk melakukan perbaikan sesuai rekomendasi dalam laporan hasil audit. Komunikasi konstruktif adalah komunikasi yang membantu auditan dan mengarahkan pada perbaikan yang diperlukan. Komunikasi yang jelas adalah yang mudah dipahami dan logis, menghindari bahasa teknis yang tidak perlu dan menyediakan semua informasi yang signifikan dan relevan. Laporan harus mudah dibaca dan dipahami. Laporan harus ditulis dengan bahasa yang jelas dan
66
2014 |Pusdiklatwas BPKP
sesederhana mungkin. Penggunaan bahasa yang lugas dan tidak teknis sangat penting untuk menyederhanakan penyajian. Jika digunakan istilah teknis, singkatan, dan akronim yang tidak begitu dikenal, maka hal itu harus didefinisikan dengan jelas. Akronim agar digunakan sejarang mungkin. Apabila diperlukan, auditor dapat membuat ringkasan laporan untuk menyampaikan informasi yang penting sehingga diperhatikan oleh pengguna laporan. Ringkasan tersebut memuat jawaban terhadap sasaran audit, fakta‐fakta yang paling material, dan rekomendasi. Pengorganisasian laporan secara logis, keakuratan, dan ketepatan dalam menyajikan fakta, merupakan hal yang penting untuk memberi kejelasan dan pemahaman bagi pengguna laporan. Penggunaan judul, subjudul, dan kalimat topik (utama) akan membuat laporan lebih mudah dibaca dan dipahami. Alat bantu visual (seperti gambar, bagan, grafik, dan peta) dapat digunakan untuk menjelaskan dan memberikan resume terhadap suatu masalah yang rumit. Komunikasi yang singkat adalah langsung ke titik masalah dan menghindari elaborasi yang tidak perlu, detail berlebihan, redundancy, dan membuang‐buang kata. Laporan yang ringkas adalah laporan yang tidak lebih panjang daripada yang diperlukan untuk menyampaikan dan mendukung pesan. Laporan yang terlalu rinci dapat menurunkan kualitas laporan, bahkan dapat menyembunyikan pesan yang sesungguhnya dan dapat membingungkan atau mengurangi minat pembaca. Pengulangan yang tidak perlu juga harus dihindari. Meskipun banyak peluang untuk mempertimbangkan isi laporan, laporan yang lengkap tetapi ringkas, akan mencapai hasil yang lebih baik. Kesalahan dan Kelalaian Jika komunikasi hasil akhir mengandung kesalahan atau kelalaian yang signifikan, pimpinan APIP harus mengomunikasikan informasi yang telah diperbaiki kepada semua pihak yang telah menerima komunikasi hasil akhir sebelumnya.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
67
e)
Metodologi, Bentuk, Isi, dan Frekuensi Komunikasi Komunikasi audit harus dibuat secara tertulis berupa laporan dan harus segera, yaitu pada kesempatan pertama setelah berakhirnya pelaksanaan audit. Komunikasi audit intern harus dibuat secara tertulis untuk menghindari kemungkinan salah tafsir atas simpulan, fakta, dan rekomendasi auditor. Keharusan membuat komunikasi secara tertulis tidak berarti membatasi atau mencegah komunikasi lisan dengan auditan selama proses audit berlangsung. Pembuatan komunikasi audit secara tertulis dapat dilakukan secara berkala (interim) sebelum selesainya penugasan/pekerjaan lapangan untuk memenuhi kebutuhan informasi hasil pengawasan yang mendesak bagi stakeholders. Komunikasi audit intern melalui laporan hasil audit intern, harus dibuat dalam bentuk dan isi yang dapat dimengerti oleh auditan dan pihak lain yang terkait. Bentuk laporan pada dasarnya bisa berbentuk surat atau bab. Bentuk surat digunakan apabila dari hasil audit tidak diketemukan banyak fakta yang signifikan. Sedangkan bentuk bab digunakan apabila dari hasil audit ditemukan banyak fakta dan/atau signifikan. Laporan hasil penugasan audit intern, baik bentuk surat maupun bab, setidaknya harus memuat: (1)
dasar pelaksanaan audit intern;
(2)
identifikasi auditan;
(3)
tujuan/sasaran, lingkup, dan metodologi audit intern;
(4)
pernyataan bahwa penugasan dilaksanakan sesuai dengan standar audit;
(5)
kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi;
(6)
hasil audit intern berupa simpulan, fakta, dan rekomendasi;
(7)
tanggapan dari pejabat auditan yang bertanggung jawab;
(8)
pernyataan adanya keterbatasan dalam audit serta pihak‐pihak yang menerima laporan;
(9)
68
pelaporan informasi rahasia, apabila ada.
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Adanya kelemahan dalam sistem pengendalian intern serta adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan, kecurangan, dan ketidakpatutan (abuse) disajikan sebagai bagian dari pengungkapan fakta. f)
Tanggapan Auditan Auditor harus meminta tanggapan/pendapat auditan terhadap simpulan, fakta, dan rekomendasi, termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan, secara tertulis dari pejabat auditan yang bertanggung jawab. Tanggapan tersebut harus dievaluasi dan dipahami secara seimbang dan objektif, serta disajikan secara memadai dalam laporan hasil audit intern. Tanggapan yang diberikan, seperti janji atau rencana tindakan perbaikan, harus dicantumkan dalam laporan hasil audit intern, tetapi tidak dapat diterima sebagai pembenaran untuk menghilangkan fakta dan rekomendasi yang berhubungan dengan fakta tersebut. Auditor harus melaporkan tanggapan pejabat auditan yang bertanggung jawab mengenai simpulan, fakta, dan rekomendasi auditor, serta perbaikan yang direncanakan. Salah satu cara yang paling efektif untuk memastikan bahwa suatu laporan hasil audit intern dipandang adil, lengkap, dan objektif adalah adanya reviu dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab, sehingga dapat diperoleh suatu laporan yang tidak hanya mengemukakan fakta dan pendapat auditor saja, melainkan memuat pula pendapat dan rencana yang akan dilakukan oleh pejabat yang bertanggung jawab tersebut. Apabila tanggapan dari auditan bertentangan dengan simpulan, fakta, dan rekomendasi dalam laporan hasil audit intern, dan menurut pendapat auditor tanggapan tersebut tidak benar, maka auditor harus menyampaikan ketidaksetujuannya atas tanggapan tersebut beserta alasannya secara seimbang dan objektif. Sebaliknya, auditor harus memperbaiki laporannya, apabila auditor berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
69
g)
Kesesuaian dengan Standar Audit Auditor diharuskan untuk menyatakan dalam setiap laporan bahwa kegiatannya “dilaksanakan sesuai dengan standar”. Apabila terdapat ketidaksesuaian dengan Standar Audit yang berdampak pada suatu penugasan audit, komunikasi hasil audit harus mengungkapkan: (1)
prinsip atau aturan pelaksanaan Standar Audit yang tidak tercapai;
(2)
alasan mengapa terjadi ketidaksesuaian;
(3)
dampak dari pengomunikasian atas ketidaksesuaian pada penugasan dan hasil penugasan audit.
h)
Pendistribusian Hasil Audit Intern Auditor harus mengomunikasikan dan mendistribusikan hasil penugasan audit intern kepada pihak yang tepat, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan. Pengomunikasian hasil penugasan audit intern harus dilaksanakan tepat waktu kepada pemberi tugas dan pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan. Namun, dalam hal yang diaudit merupakan rahasia negara maka untuk tujuan keamanan atau karena adanya larangan untuk disampaikan kepada pihak‐pihak tertentu atas dasar ketentuan peraturan perundang‐undangan, auditor dapat membatasi pendistribusian hasil audit. Apabila audit dihentikan sebelum masa auditnya berakhir, tetapi auditor tidak mengeluarkan laporan hasil audit, maka auditor harus membuat catatan yang mengikhtisarkan hasil auditnya sampai tanggal penghentian dan menjelaskan alasan penghentian audit tersebut. Auditor juga harus mengomunikasikan secara tertulis alasan penghentian audit tersebut kepada auditan dan pejabat lain yang berwenang.
70
2014 |Pusdiklatwas BPKP
2)
Pemantauan Tindak Lanjut Auditor harus memantau dan mendorong tindak lanjut atas simpulan, fakta, dan rekomendasi audit. Auditor harus mendokumentasikan fakta untuk keperluan pemantauan tindak lanjut dan memutakhirkan fakta sesuai dengan informasi tentang tindak lanjut yang telah dilaksanakan auditan. Pemantauan dan penilaian tindak lanjut bertujuan untuk memastikan bahwa tindakan yang tepat telah dilaksanakan oleh auditan sesuai rekomendasi. Manfaat audit intern tidak hanya terletak pada banyaknya fakta yang dilaporkan, namun juga terletak pada efektivitas tindak lanjut rekomendasi tersebut. Rekomendasi yang tidak ditindaklanjuti dapat merupakan indikasi lemahnya pengendalian auditan dalam mengelola sumber daya yang diserahkan kepadanya. Apabila auditan telah menindaklanjuti rekomendasi dengan cara yang berlainan dengan rekomendasi yang diberikan, auditor harus menilai efektivitas penyelesaian tindak lanjut tersebut. Auditor tidak harus memaksakan rekomendasinya ditindaklanjuti namun harus dapat menerima langkah lain yang ternyata lebih efektif. Pada saat pelaksanaan kegiatan audit intern, auditor harus memeriksa tindak lanjut atas rekomendasi audit intern sebelumnya. Apabila terdapat rekomendasi yang belum ditindaklanjuti, auditor harus memperoleh penjelasan yang cukup mengenai sebab rekomendasi belum dilaksanakan, dan selanjutnya auditor wajib mempertimbangkan kejadian tersebut dalam program kerja penugasan yang akan disusun. Demikian pula terhadap tindak lanjut yang sudah dilaksanakan harus pula menjadi perhatian dalam penyusunan program kerja penugasan. Auditor harus menilai pengaruh simpulan, fakta, dan rekomendasi yang tidak atau belum ditindaklanjuti terhadap simpulan atau pendapat atas audit intern yang sedang dilaksanakan.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
71
C.
STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA (SPKN)
Selain standar audit yang telah dibicarakan di atas, terdapat Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia melalui Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 pada bulan Januari 2007 yang memiliki landasan dan referensi berikut. 1.
Landasan Peraturan Perundang‐undangan: a.
Undang‐Undang Dasar RI Tahun 1945;
b.
Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
c.
Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ;
d.
Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
e. 2.
Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Referensi: •
Standar Audit Pemerintahan, Badan Pemeriksa Keuangan RI Tahun 1995;
•
Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS) 2003 Revision, United States Government Accountability Office;
•
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), 2001, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI);
•
Auditing Standards, International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI), Latest Ammendment 1995;
•
Generally Accepted Auditing Standards (GAAS), AICPA, 2002;
•
Internal Control Standards, INTOSAI, 2001;
•
Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, Latest Revision December 2003.
72
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Standar pemeriksaan ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas, program, kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan demikian, maka standar pemeriksaan ini berlaku untuk: •
BPK;
•
akuntan publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, untuk dan atas nama BPK;
•
aparat pengawas intern pemerintah termasuk satuan pengawasan intern maupun pihak lainnya sebagai acuan dalam menyusun standar pengawasan sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsinya.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara memuat 7 (tujuh) butir Pernyataan Standar Pemeriksaan berikut. 1.
Standar Umum
2.
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan
3.
Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan
4.
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja
5.
Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja
6.
Standar Pelaksanaan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu
7.
Standar Pelaporan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 1 tentang Standar Umum mengatur kriteria yang bersifat umum untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Standar ini berkaitan dengan ketentuan mendasar untuk menjamin kredibilitas hasil pemeriksaan. Standar ini juga memberikan kerangka dasar untuk dapat menerapkan standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara efektif. Cakupan standar umum mengatur hal‐hal berikut: 1.
persyaratan kemampuan/keahlian;
2.
independensi;
3.
penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama;
4.
pengendalian mutu.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
73
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 2 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan mengatur hal‐hal berikut: 1.
hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik;
2.
komunikasi pemeriksa;
3.
pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya;
4.
merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang‐undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse);
5.
pengembangan temuan pemeriksaan;
6.
dokumentasi pemeriksaan.
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 3 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan mengatur hal‐hal berikut: 1.
hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia;
2.
pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan;
3.
pelaporan tentang kepatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan;
4.
pelaporan tentang pengendalian intern;
5.
pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab;
6.
pelaporan informasi rahasia;
7.
penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 4 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja mengatur hal‐hal berikut: 1.
perencanaan,
2.
supervisi,
3.
bukti, dan
4.
dokumentasi pemeriksaan.
74
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 5 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja mengatur hal‐hal berikut: 1.
bentuk;
2.
isi laporan;
3.
unsur‐unsur kualitas laporan;
4.
penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 6 tentang Standar Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu mengatur hal‐hal berikut: 1.
hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia;
2.
komunikasi pemeriksa;
3.
pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya;
4.
pengendalian intern;
5.
merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang‐undangan; kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse);
6.
dokumentasi pemeriksaan.
Pernyataan Standar Pemeriksaan Nomor 7 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu mengatur hal‐hal berikut: 1.
hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia;
2.
pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan;
3.
pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang‐undangan;
4.
pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab;
5.
pelaporan informasi rahasia;
6.
penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
75
D.
STANDAR PROFESI AUDIT INTERNAL (SPAI)
Sebagaimana dikemukakan di atas sebagai bahan perbandingan, berikut ini diuraikan Standar Profesi Audit Internal yang diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. SPAI membagi standar audit menjadi dua kelompok besar, yaitu (1) Standar Atribut, dan (2) Standar Kinerja. Berikut ini akan disajikan SPAI secara lengkap. 1.
Standar Atribut a.
Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung Jawab Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam charter audit internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan dewan pengawas organisasi.
b.
Independensi dan Objektivitas Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus objektif dalam melaksanakan pekerjaannya. 1)
Independensi Organisasi Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggung jawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi.
2)
Objektivitas Auditor Internal Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak, dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest).
3)
Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektivitas Jika prinsip independensi dan objektivitas tidak dapat dicapai baik secara fakta maupun penampilan, hal ini harus diungkapkan kepada pihak yang berwenang.
76
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Teknis dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada alasan tidak terpenuhinya prinsip independensi dan objektivitas tersebut. c.
Keahlian dan Kecermatan Profesional Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan profesional. 1)
Keahlian Auditor internal harus memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. a)
Penanggung jawab fungsi audit internal harus memperoleh saran dan asistensi dari pihak yang kompeten jika pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi dari staf auditor internal tidak memadai untuk melaksanakan sebagian atau seluruh penugasannya.
b)
Auditor internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti, dan menguji adanya indikasi kecurangan.
c)
Fungsi audit internal secara kolektif harus memiliki pengetahuan tentang risiko dan pengendalian yang penting dalam bidang teknologi informasi dan teknik‐teknik audit berbasis teknologi informasi yang tersedia.
2)
Kecermatan Profesional Auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan keterampilan yang layak dilakukan oleh seorang auditor internal yang prudent dan kompeten. Dalam menerapkan
kecermatan
profesional
auditor
internal
perlu
mempertimbangkan: a)
ruang lingkup penugasan;
b)
kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan;
Kode Etik dan Standar Audit Intern
77
c)
kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance;
d)
biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan;
e)
Penggunaan teknik‐teknik audit berbantuan komputer dan teknik‐teknik analisis lainnya.
3)
Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan (PPL) Auditor internal harus meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensinya melalui pengembangan profesional yang berkelanjutan.
d.
Program Quality Assurance Fungsi Audit Internal Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengembangkan dan memelihara program quality assurance, yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit internal dan secara terus menerus memonitor efektivitasnya. Program ini mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal secara periodik serta pemantauan internal yang berkelanjutan. Program ini harus dirancang untuk membantu fungsi audit internal dalam menambah nilai dan meningkatkan operasi perusahaan serta memberikan jaminan bahwa fungsi audit internal telah sesuai dengan standar dan kode etik audit internal. 1)
Penilaian terhadap Program Quality Assurance Fungsi audit internal harus menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor dan menilai efektivitas program quality assurance secara keseluruhan. Proses ini harus mencakup penilaian (assessment) internal maupun eksternal. a)
Penilaian Internal Fungsi audit internal harus melakukan penilaian internal yang mencakup: •
reviu yang berkesinambungan atas kegiatan dan kinerja fungsi audit internal;
78
2014 |Pusdiklatwas BPKP
•
reviu berkala yang dilakukan melalui self assessment atau oleh pihak lain dari dalam organisasi yang memiliki pengetahuan tentang standar dan praktik audit internal.
b)
Penilaian Eksternal Penilaian eksternal harus dilakukan sekurang‐kurangnya sekali dalam tiga tahun oleh pihak luar perusahaan yang independen dan kompeten.
2)
Pelaporan Program Quality Assurance Penanggung jawab fungsi audit internal harus melaporkan hasil reviu dari pihak eksternal kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi.
3)
Pernyataan Kesesuaian dengan SPAI Dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus memuat pernyataan bahwa aktivitasnya “dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal”. Pernyataan ini harus didukung dengan hasil penilaian program quality assurance.
4)
Pengungkapan atas Ketidakpatuhan Dalam hal terdapat ketidakpatuhan terhadap SPAI dan kode etik yang memengaruhi ruang lingkup dan aktivitas fungsi audit internal secara signifikan, maka hal ini harus diungkapkan kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi.
2.
Standar Kinerja a.
Pengelolaan Fungsi Audit Internal Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi audit internal secara efektif dan efisien untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi organisasi.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
79
1)
Perencanaan Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun perencanaan yang berbasis risiko (risk‐based plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan audit internal, konsisten dengan tujuan organisasi. Rencana penugasan audit internal harus berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan paling sedikit setahun sekali. Masukan dari pimpinan dan dewan pengawas organisasi serta perkembangan terkini harus juga dipertimbangkan dalam proses ini. Rencana penugasan audit internal harus mempertimbangkan potensi untuk meningkatkan pengelolaan risiko, memberikan nilai tambah, dan meningkatkan kegiatan organisasi.
2)
Komunikasi dan Persetujuan Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengomunikasikan rencana kegiatan audit dan kebutuhan sumber daya kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi untuk mendapat persetujuan. Penanggung jawab fungsi audit internal juga harus mengomunikasikan dampak yang mungkin timbul karena adanya keterbatasan sumber daya.
3)
Pengelolaan Sumber Daya Penanggung jawab fungsi audit internal harus memastikan bahwa sumber daya fungsi audit internal sesuai, memadai, dan dapat digunakan secara efektif untuk mencapai rencana‐rencana yang telah disetujui.
4)
Kebijakan dan Prosedur Penanggung jawab fungsi audit internal harus menetapkan kebijakan dan prosedur sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal.
5)
Koordinasi Penanggung jawab fungsi audi internal harus berkoordinasi dengan pihak internal dan eksternal organisasi yang melakukan pekerjaan audit untuk memastikan bahwa lingkup seluruh penugasan tersebut sudah memadai dan meminimalkan duplikasi.
80
2014 |Pusdiklatwas BPKP
6)
Laporan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyampaikan laporan secara berkala kepada pimpinan dan dewan pengawas mengenai perbandingan rencana dan realisasi yang mencakup sasaran, wewenang, tanggung jawab, dan kinerja fungsi audit internal. Laporan ini harus memuat permasalahan mengenai risiko, pengendalian, proses governance, dan hal lainnya yang dibutuhkan atau diminta oleh pimpinan dan dewan pengawas.
b.
Lingkup Penugasan Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur, dan menyeluruh. 1)
Pengelolaan Risiko Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.
2)
Pengendalian Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan. a)
Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit internal harus mengevaluasi kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian intern, yang mencakup governance, kegiatan operasi, dan sistem informasi organisasi. Evaluasi sistem pengendalian intern harus mencakup: •
efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi;
•
keandalan dan integritas informasi;
•
kepatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan yang berlaku;
•
pengamanan aset organisasi.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
81
b)
Fungsi audit internal harus memastikan sampai sejauh mana sasaran dan tujuan program serta kegiatan operasi telah ditetapkan dan sejalan dengan sasaran dan tujuan organisasi.
c)
Auditor internal harus mereviu kegiatan operasi dan program untuk memastikan sampai sejauh mana hasil‐hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
d)
Untuk mengevaluasi sistem pengendalian intern diperlukan kriteria yang memadai.
3)
Proses Governance Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan‐tujuan berikut. a)
Mengembangkan etika dan nilai‐nilai yang memadai di dalam organisasi.
b)
Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabel.
c)
Secara efektif mengomunikasikan risiko dan pengendalian kepada unit‐ unit yang tepat di dalam organisasi.
d)
Secara efektif mengoordinasikan kegiatan dari, dan mengomunikasikan informasi di antara pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta manajemen.
Fungsi audit internal harus mengevaluasi rancangan, implementasi dan efektivitas dari kegiatan, program dan sasaran organisasi yang berhubungan dengan etika organisasi. c.
Perencanaan Penugasan Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan yang mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu, dan alokasi sumber daya.
82
2014 |Pusdiklatwas BPKP
1)
Pertimbangan Perencanaan Dalam merencanakan penugasan, auditor internal harus mempertimbangkan: a)
sasaran dan kegiatan yang sedang direviu dan mekanisme yang digunakan kegiatan tersebut dalam mengendalikan kinerjanya;
b)
risiko signifikan atas kegiatan, sasaran, sumber daya, dan operasi yang direviu serta pengendalian yang diperlukan untuk menekan dampak risiko ke tingkat yang dapat diterima oleh organisasi;
c)
kecukupan dan efektivitas pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern;
d)
peluang yang signifikan untuk meningkatkan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.
2)
Sasaran Penugasan Sasaran untuk setiap penugasan harus ditetapkan.
3)
Ruang Lingkup Penugasan Agar sasaran penugasan tercapai, maka fungsi audit internal harus menentukan ruang lingkup penugasan yang memadai.
4)
Alokasi Sumber Daya Penugasan Auditor internal harus menentukan sumber daya yang sesuai untuk mencapai sasaran penugasan. Penugasan staf harus didasarkan pada evaluasi atas sifat dan kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu, dan ketersediaan sumber daya.
5)
Program Kerja Penugasan Auditor internal harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja dalam rangka mencapai sasaran penugasan. Program kerja harus menetapkan prosedur
untuk
mengidentifikasi,
menganalisis,
mengevaluasi,
dan
mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini harus Kode Etik dan Standar Audit Intern
83
memperoleh persetujuan sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program kerja harus segera mendapat persetujuan. d.
Pelaksanaan Penugasan Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan. 1)
Mengidentifikasi Informasi Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai, andal, relevan, dan berguna untuk mencapai sasaran penugasan.
2)
Analisis dan Evaluasi Auditor internal harus mendasarkan simpulan dan hasil penugasan pada analisis dan evaluasi yang tepat.
3)
Dokumentasi Informasi Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang relevan untuk mendukung simpulan dan hasil penugasan.
4)
Supervisi Penugasan Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan staf.
e.
Komunikasi Hasil Penugasan Auditor internal harus mengomunikasikan hasil penugasannya secara tepat waktu. 1)
Kriteria Komunikasi Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup penugasan, simpulan, rekomendasi, dan rencana tindak lanjut.
84
2014 |Pusdiklatwas BPKP
a)
Komunikasi akhir hasil penugasan bila memungkinkan memuat opini keseluruhan dan simpulan auditor internal.
b)
Dalam komunikasi hasil penugasan, auditor internal perlu memberikan apresiasi terhadap kinerja yang memuaskan dari kegiatan yang direviu.
c)
Bilamana hasil penugasan disampaikan kepada pihak di luar organisasi, maka pihak yang berwenang harus menetapkan pembatasan distribusi dan penggunaannya.
2)
Kualitas Komunikasi Komunikasi yang disampaikan, baik tertulis maupun lisan, harus akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat waktu. Jika komunikasi final mengandung kesalahan dan kealpaan, penanggung jawab fungsi audit internal harus mengomunikasikan informasi yang telah dikoreksi kepada semua pihak yang telah menerima komunikasi sebelumnya.
3)
Pengungkapan atas Ketidakpatuhan terhadap Standar Dalam hal terdapat ketidakpatuhan terhadap standar yang memengaruhi penugasan tertentu, komunikasi hasil‐hasil penugasan harus mengungkapkan:
4)
•
standar yang tidak dipatuhi;
•
alasan ketidakpatuhan;
•
dampak dari ketidakpatuhan terhadap penugasan.
Penyampaian Hasil‐hasil Penugasan Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengomunikasikan hasil penugasan kepada pihak yang berhak.
f.
Pemantauan Tindak Lanjut Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun dan menjaga sistem untuk memantau tindak lanjut hasil penugasan yang telah dikomunikasikan kepada manajemen. Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun prosedur
Kode Etik dan Standar Audit Intern
85
tindak lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa manajemen telah melaksanakan tindak lanjut secara efektif, atau menanggung risiko karena tidak melakukan tindak lanjut. g.
Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen Apabila manajemen senior telah memutuskan untuk menanggung risiko residual yang sebenarnya tidak dapat diterima oleh organisasi, penanggung jawab fungsi audit internal harus mendiskusikan masalah ini dengan manajemen senior. Jika diskusi tersebut tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan, maka penanggung jawab fungsi audit internal dan manajemen senior harus melaporkan hal tersebut kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi untuk mendapatkan resolusi.
E.
LATIHAN SOAL
1.
Standar audit yang berlaku bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah terdiri atas berapa kategori? Sebutkan satu persatu!
2.
Apa alasan bahwa pertanggung‐jawaban keuangan manajemen harus diperiksa oleh auditor yang independen? Apakah manajemen tidak mampu untuk menyajikan laporan pertanggungjawaban yang baik?
3.
Jika sebuah kantor/organisasi audit pemerintah menugaskan dua orang auditor yang baru lulus dari universitas dan belum pernah melaksanakan audit (namun memiliki nilai akademis yang tinggi) untuk melaksanakan suatu penugasan audit, apakah penugasan ini telah memenuhi standar umum APIP? Apa alasan Saudara?
4.
Apa saja yang harus dimiliki auditor untuk memenuhi standar umum yang pertama (keahlian dan pelatihan)?
5.
APIP dan para auditornya harus senantiasa mewaspadai setiap kendala yang dapat memengaruhi independensi dalam audit yang sedang dilakukannya, baik kendala pribadi maupun kendala eksternal. Harap Saudara jelaskan apa saja kendala pribadi dan kendala eksternal tersebut!
86
2014 |Pusdiklatwas BPKP
6.
Dalam suatu penugasan audit, Saudara menemukan bahwa di dalam sistem pengelolaan bahan baku terdapat kelemahan di mana setiap pengeluaran bahan baku tidak didasarkan pada bon pengeluaran barang, namun hanya berdasarkan nota telepon dari kepala bagian produksi. Dalam hal ini, apa reaksi Saudara? Apakah langsung memberikan instruksi kepada kepala gudang untuk memperbaiki kelemahan tersebut? Jelaskan alasan Saudara!
7.
Sistem kendali mutu yang memadai meliputi suatu pengujian atas sejumlah sampel kegiatan pelaksanaan audit secara sistematis. Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan apa?
8.
Supervisi, berupa bimbingan dan pengawasan terhadap para asisten, diperlukan untuk mencapai tujuan audit dan menjaga mutu audit. Supervisi harus dilakukan dalam semua penugasan tanpa memandang tingkat pengalaman auditor yang bersangkutan. Supervisi ini dilakukan untuk memastikan apa saja?
9.
Sebutkan jenis‐jenis bukti audit!
10.
Apa yang dimaksudkan dengan bukti relevan dan bukti kompeten?
11.
Apa saja yang harus didokumentasikan dalam kertas kerja audit (KKA)?
12.
Apa tujuan kertas kerja audit?
13.
Agar dapat memenuhi tujuannya, KKA harus memenuhi syarat‐syarat tertentu. Sebutkan syarat‐syarat tersebut!
14.
Dalam standar pelaporan disebutkan bahwa temuan dan simpulan yang disampaikan kepada auditan harus dikemukakan secara objektif. Apa maksudnya?
15.
Unsur‐unsur apa saja yang harus ada dalam setiap temuan hasil pemeriksaan?
16.
Apa lingkup penilaian sistem pengendalian intern dalam audit operasional?
17.
APIP melakukan audit dengan standar audit sendiri, berarti APIP dalam menjalankan tugas auditnya tidak mengikuti standar audit yang telah ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Benarkah pernyataan ini? Jelaskan jawaban Saudara!
Kode Etik dan Standar Audit Intern
87
18.
Banyak temuan hasil pemeriksaan APIP yang tidak ditindaklanjuti oleh auditan, sehingga akumulasinya sangat material. Hal ini di samping menimbulkan citra negatif terhadap keberhasilan pengawasan, juga menimbulkan beban administrasi yang tidak ringan. Sebagai bahan diskusi, apa saja penyebab tidak ditindaklanjutinya temuan hasil pemeriksaan dalam kaitannya dengan standar audit?
19.
Bentuk dan isi laporan harus disusun sedemikian rupa, sehingga memenuhi tujuan audit, jelas, mudah dimengerti, lengkap dan objektif. Bentuk dan isi laporan audit tersebut sekurang‐kurangnya harus mencakup hal‐hal apa saja?
20.
Menurut standar audit, apa yang harus dilakukan oleh auditor jika mendapatkan temuan yang berindikasi melawan hukum?
88
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Bab V PENUTUP Telah disampaikan pada bab pendahuluan bahwa setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat perlu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pengguna jasa profesi tersebut. Tanpa kepercayaan, profesi tersebut akan musnah. Selaku APIP, untuk menjaga kepercayaan masyarakat, dan tentunya juga pemerintah yang merupakan stakeholders APIP, kita semua perlu menjaga perilaku agar sesuai dengan etika yang berlaku dan senantiasa memenuhi standar mutu kerja yang telah tetapkan. Prinsip umum sikap seorang auditor yang harus bekerja secara profesional, independen, dan objektif harus dipegang teguh, sehingga tercermin ciri yang unik dan spesifik dari profesi audit, sekaligus memberikan martabat yang tinggi bagi APIP. Perlu disadari bersama bahwa setiap pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seorang anggota profesi audit, akan memberikan citra buruk bagi profesi audit secara umum di mata masyarakat, demikian pula jika penugasan dilaksanakan dengan mutu di bawah standar, hal ini akan memberikan dampak yang kurang lebih sama. Godaan yang dihadapi APIP memang banyak dan terkadang sangat menggiurkan, tapi martabat profesi justru diukur antara lain dari kemampuan untuk menepis godaan tersebut dan tetap bersikap objektif. Kode etik dan standar audit APIP adalah amanat profesi yang harus kita jaga dan laksanakan bersama, agar martabat APIP di mata para stakeholders mendapat tempat yang terhormat dan hasil kerja APIP diharapkan dapat benar‐benar memberikan andil yang berarti bagi kemajuan bangsa.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
89
90
2014 |Pusdiklatwas BPKP
Daftar Pustaka Arens, Alvin A., Beasley, Mark S., and Elder, Randel J. 2007. Auditing and Assurance Services. Prentice Hall, 11th edition. Assegaf, Ibrahim Abdulah. 1991. Dictionary of Accounting, cetakan I. Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI). 2014. Kode Etik Auditor Intern Pemerintah Indonesia (draf). Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI). 2003. Standar Audit Auditor Intern Pemerintah Indonesia. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 1993/1994. Aturan Perilaku Pegawai BPKP. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 1993. Aturan Perilaku Pemeriksa BPKP. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 1996. Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA‐APFP). Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2004. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Collins Cobuild. 2000. English Dictionary. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke sembilan. Eric E. Kohler. 1979. A Dictionary for Accountants, edisi ke lima. Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Sawyer., L.B., Dittenhofer, M.A., Sawyer s Internal Auditing. 2003. The Practice of Modern Internal Auditing, The Institute of Internal Auditing, 5th ed.
Kode Etik dan Standar Audit Intern
91
92
2014 |Pusdiklatwas BPKP