Modul 7 Eselon 4 Manajemen Aset
December 9, 2017 | Author: Sena Puja Gare | Category: N/A
Short Description
Download Modul 7 Eselon 4 Manajemen Aset...
Description
Modul 7 Pemindah-tanganan Dan Penghapusan Aset/ Barang Milik Daerah
Diklat Teknis Manajemen Aset Daerah (Asset Management - Physical)
Eselon IV
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBINAAN DIKLAT APARATUR LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
Selaku Instansi Pembina Diklat PNS, Lembaga Administrasi Negara senantiasa melakukan penyempurnaan berbagai produk kebijakan Diklat yang telah dikeluarkan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS. Wujud pembinaan yang dilakukan di bidang diklat aparatur ini adalah penyusunan pedoman diklat, bimbingan dalam pengembangan kurikulum diklat, bimbingan dalam penyelenggaraan diklat, standarisasi, akreditasi Diklat dan Widyaiswara, pengembangan sistem informasi Diklat, pengawasan terhadap program dan penyelenggaraan Diklat, pemberian bantuan teknis melalui perkonsultasian, bimbingan di tempat kerja, kerjasama dalam pengembangan, penyelenggaraan dan evaluasi Diklat. Sejalan dengan hal tersebut, melalui kerjasama dengan Departemen Dalam Negeri yang didukung program peningkatan kapasitas berkelanjutan (SCBDP), telah disusun berbagai kebijakan guna lebih memberdayakan daerah seperti peningkatan kapasitas institusi, pengelolaan dan peningkatan SDM melalui penyelenggaraan Diklat teknis, pengembangan sistem keuangan, perencanaan berkelanjutan dan sebagainya. Dalam hal kegiatan penyusunan kurikulum diklat teknis dan modul diklatnya melalui program SCBDP telah disusun sebanyak 24 (dua puluh empat) modul jenis diklat yang didasarkan kepada prinsip competency based training. Penyusunan kurikulum dan modul diklat ini telah melewati proses yang cukup panjang melalui dari penelaahan data dan informasi awal yang diambil dari berbagai sumber seperti Capacity Building Action Plan (CBAP) daerah yang menjadi percontohan kegiatan SCBDP, berbagai publikasi dari berbagai media, bahan training yang telah dikembangkan baik oleh lembaga donor, perguruan tinggi, NGO maupun saran dan masukan dari berbagai pakar dan tenaga ahli dari berbagai bidang dan disiplin ilmu, khususnya yang tergabung dalam anggota Technical Review Panel (TRP). Disamping itu untuk lebih memantapkan kurikulum dan modul diklat ini telah pula dilakukan lokakarya dan uji coba/pilot testing yang dihadiri oleh para pejabat daerah maupun para calon fasilitator/trainer. Dengan proses penyusunan kurukulum yang cukup panjang ini kami percaya bahwa kurikulum, modul diklatnya berikut Panduan Fasilitator serta Pedoman Umum Diklat Teknis ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pelatihan di daerah masing-masing.
i
Harapan kami melalui prosedur pembelajaran dengan menggunakan modul diklat ini dan dibimbing oleh tenaga fasilitator yang berpengalaman dan bersertifikat dari lembaga Diklat yang terakreditasi para peserta yang merupakan para pejabat di daerah akan merasakan manfaat langsung dari diklat yang diikutinya serta pada gilirannya nanti mereka dapat menunaikan tugas dengan lebih baik lagi, lebih efektif dan efisien dalam mengelola berbagai sumber daya di daerahnya masing-masing. Penyempurnaan selalu diperlukan mengingat dinamika yang sedemikian cepat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan dilakukannya evaluasi dan saran membangun dari berbagai pihak tentunya akan lebih menyempurnakan modul dalam program peningkatan kapasitas daerah secara berkelanjutan. Semoga dengan adanya modul atau bahan pelatihan ini tujuan kebijakan nasional utamanya tentang pemberian layanan yang lebih baik kepada masyarakat dapat terwujud secara nyata.
ii
KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH
Setelah diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah terjadi perubahan paradigma dalam pemerintahan daerah, yang semula lebih berorientasi sentralistik menjadi desentralistik dan menjalankan otonomi seluas-luasnya. Salah satu aspek penting kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi adalah peningkatan pelayanan umum dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya saing daerah. Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara, salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah adalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang relevan. Dengan demikian, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau kapasitas Pemerintah Daerah yang memadai. Dalam rangka peningkatan kapasitas untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, pada tahun 2002 Pemerintah telah menetapkan Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas Dalam Mendukung Desentralisasi melalui Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi sistem, kelembagaan, dan individu, yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip-prinsip multi dimensi dan berorientasi jangka panjang, menengah, dan pendek, serta mencakup multistakeholder, bersifat demand driven yaitu berorientasi pada kebutuhan masing-masing daerah, dan mengacu pada kebijakan nasional. Dalam rangka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, Departemen Dalam Negeri, dengan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah sebagai Lembaga Pelaksana (Executing Agency) telah menginisiasi program peningkatan kapasitas melalui Proyek Peningkatan Kapasitas yang Berkelanjutan untuk Desentralisasi (Sustainable Capacity Building Project for Decentralization/ SCBD Project) bagi 37 daerah di 10 Provinsi dengan pembiayaan bersama dari Pemerintah Belanda, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan dari Pemerintah RI sendiri melalui Departemen Dalam Negeri dan kontribusi masing-masing daerah. Proyek SCBD ini secara umum memiliki tujuan untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam aspek sistem, kelembagaan dan individu SDM aparatur Pemerintah Daerah melalui penyusunan dan implementasi Rencana Tindak Peningkatan Kapasitas (Capacity Building Action Plan/CBAP).
iii
Salah satu komponen peningkatan kapasitas di daerah adalah Pengembangan SDM atau Diklat bagi pejabat struktural di daerah. Dalam memenuhi kurikulum serta materi diklat tersebut telah dikembangkan sejumlah modul-modul diklat oleh Tim Konsultan yang secara khusus direkrut untuk keperluan tersebut yang dalam pelaksanaannya disupervisi dan ditempatkan di Lembaga Administrasi Negara (LAN) selaku Pembina Diklat PNS. Dalam rangka memperoleh kurikulum dan materi diklat yang akuntabel dan sesuai dengan kebutuhan daerah, dalam tahapan proses pengembangannya telah memperoleh masukan dari para pejabat daerah dan telah diujicoba (pilot test), juga melibatkan pejabat daerah, agar diperoleh kesesuaian/ relevansi dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh para pejabat daerah itu sendiri. Pejabat daerah merupakan narasumber yang penting dan strategis karena merupakan pemanfaat atau pengguna kurikulum dan materi diklat tersebut dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kurikulum dan meteri diklat yang dihasilkan melalui Proyek SCBD ini, selain untuk digunakan di lingkungan Proyek SCBD sendiri, dapat juga digunakan di daerah lainnya karena dalam pengembangannya telah memperhatikan aspekaspek yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Selain itu juga dalam setiap tahapan proses pengembangannya telah melibatkan pejabat daerah sebagai narasumber. Dengan telah tersedianya kurikulum dan materi diklat, maka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, khususnya untuk peningkatan kapasitas individu SDM aparatur daerah, telah siap untuk dilaksanakan. Diharapkan bahwa dengan terlatihnya para pejabat daerah maka kompetensi mereka diharapkan semakin meningkat sehingga pelayanan kepada masyarakat semakin meningkat pula, yang pada akhirnya kesejahteraan masyarakat dapat segera tercapai dengan lebih baik lagi.
iv
DAFTAR ISI
Sambutan Depuy IV - LAN ........................................................................................... i Kata Pengantar Dirjen Otonomi Daerah - Depdagri ................................................iii Daftar Isi BAB I
BAB II
BAB III
............................................................................................................... v PENDAHULUAN......................................................................................... 1 A.
Deskripsi Singkat .................................................................................. 1
B.
Hasil Belajar.......................................................................................... 1
C.
Indikator Hasil Belajar .......................................................................... 1
D.
Pokok Bahasan ...................................................................................... 1
BENTUK-BENTUK PEMINDAHTANGANAN BARANG/ASET MILIK DAERAH......................................................................................... 2 A.
Pengertian tentang pemindah-tanganan, persetujuan dan pelaku.......... 2
B.
Bentuk-bentuk pemindah-tanganan....................................................... 4
C.
Latihan-I/Study Kasus......................................................................... 27
D.
Rangkuman.......................................................................................... 28
PENGHAPUSAN BARANG/ASET MILIK DAERAH.......................... 29 A.
Maksud dan tujuan penghapusan barang/aset milik daerah ................ 29
B.
Dasar Pertimbangan Penghapusan Barang/Aset ................................. 30
C.
Wewenang penghapusan barang milik daerah .................................... 31
D.
Pelaksanaan penghapusan barang milik daerah .................................. 32
E.
Proses Penghapusan barang milik daerah ........................................... 33
F.
Latihan-II............................................................................................. 37
G.
Rangkuman.......................................................................................... 37
Daftar Pustaka Lampiran
v
BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Singkat Modul Pemindahtanganan dan penghapusan barang/aset membahas tentang tata cara/proses dan aturan kebijakan pelaksanaan pemindahtanganan dan/atau penghapusan barang/aset milik daerah. B. Hasil Belajar Setelah melalui proses pembelajaran para peserta pelatihan diharapkan dapat memahami dan mengerti proses tatacara pelaksanaan pemindahtanganan dan penghapusan terhadap barang/aset milik daerah yang akan dipindahtangankan atau dihapuskan. C. Indikator Hasil Belajar Setelah selesainya proses pembelajaran Modul ini, para peserta pelatihan diharapkan akan dapat dan mampu untuk: 1. 2.
Memproses pemindahtanganan (penjualan, tukar-menukar, hibah, penyertaan modal) aset milik daerah, dan Memproses penghapusan barang/aset daerah yang seharusnya dihapus.
D. Pokok Bahasan 1.
Bentuk-bentuk pemindahtanganan barang/aset milik daerah. a. Penjualan; b. Tukar-menukar; c. Hibah; d. Penyertaan modal pemerintah daerah.
2.
Penghapusan barang/aset milik daerah.
1
BAB II BENTUK-BENTUK PEMINDAHTANGANAN BARANG/ASET MILIK DAERAH
Peserta setelah menerima pembelajaran Bab.II ini diharapkan akan memahami dan mampu menjelaskan tentang pemindahtanganan serta Bentuk-bentuk pemindah-tanganan aset/barang milik daerah berikut dasar-dasar pertimbangannya, termasuk cara/proses pelaksanaannya dan mampu untuk melaksanakannya
A. Pengertian tentang pemindah-tanganan, persetujuan dan pelaku Pemindah tanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah kepada pihak lain sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah. Barang milik daerah dapat dimanfaatkan atau dipindahtangankan apabila tidak digunakan utuk penyelenggaraan pemerintahan daerah, dalam kontek pemindahtanganan akan terjadi peralihan kepemilikan atas barang milik daerah dari pemerintah kepada pihak lain. Tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi pengguna barang harus diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah. Barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan tersebut selanjutnya didayagunakan untuk penyelenggaran pemerintahan daerah yang meliputi fungsi-fungsi berikut: 1.
Fungsi pelayanan; direalisasikan melalui pengalihan status penggunaan, dimana barang milik daerah dialihkan penggunaannya kepada instansi/satuan unit kerja perangkat daerah lainnya untuk digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
2.
Fungsi budgeter; direalisasikan melalui pemanfaatan dan pemindahtanganan. Pemanfaatan dimaksud dilakukan dalam bentuk sewa, kerjasama pemanfaatan, pinjam pakai, bangun serah guna dan bangun guna serah. Sedangkan pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal daerah.
Berdasarkan Pasal 45 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.17 Tahun 2007 Pasal 57 menyatakan bahwa bentukbentuk pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas penghapusan barang milik negara/daerah ini meliputi; 1. 2.
Penjualan; Tukar-menukar;
2
3 3. 4.
Hibah; Penyertaan modal pemerintah daerah.
Pemindah tanganan barang milik daerah sebagai yang dimaksud oleh peraturan tersebut, ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan berlaku untuk; 1. 2.
Tanah dan/atau bangunan; dan Selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp. 5.000.000.000,(lima milyar rupiah),
Pemindah tanganan barang milik daerah yang berupa tanah dan/atau bangunan tidak memerlukan persetujuan DPRD dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah, apabila (Pasal 9 Permendagri No.17 Tahun 2007): 1. 2. 3. 4. 5.
Sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota. Harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran. Diperuntukkan bagi pegawai negeri. Diperuntukkan bagi kepentingan umum. Dikuasai Negara berdasarkan keputusan pengadilan, yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
Proses pemindah tanganan bagi tanah dan/atau bangunan seperti yang tercantum pada (1). dan pemindah tanganan selain tanah dan/atau bangunan seperti tercantum pada (2). diatas diajukan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota ke DPRD untuk memperoleh persetujuan DPRD dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Untuk pemindah tanganan tanah dan/atau bangunan pada point a s/d e diatas ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Pemindah tanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar) dilakukan oleh Pengelola barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, diatas Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar) dengan persetujuan DPRD. Untuk lebih jelasnya dan lebih ringkasnya pelaku pemindah tanganan dan yang menyetujuinya dalam proses pemindah tanganan ini dapat dilihat pada daftar pada halaman berikut ini:
4 PELAKU PEMINDAH TANGANAN DAN PEMBERI PERSETUJUAN PADA PEMINDAH TANGAN BARANG/ASET MILIK DAERAH
(PP. No.6 Tahun 2006) No
Objek/jenis
Nilai (Rp) M=milyar
Persetujuan
Pelaku
Tanah dan/atau bangunan: a. Tanah dan/atau bangunan
I
b. kecuali yg termasuk kategory 1) s/d 5) Pasal 46 Ayat (3) Selain tanah dan/atau Bangunan
II
-
-
DPRD
Gub/Bpt/Wk
Sampai 5 M
Gub/Bpt/Wk
Lebih dr 5 M
DPRD
Pengelola Barang, denganKeputusan Kepala Daerah
Pengelola Barang, denganKeputusan Kepala Daerah
B. Bentuk-bentuk pemindah-tanganan 1.
Penjualan a.
Dasar pertimbangan penjualan Penjualan barang milik daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. Penjualan barang milik daerah dilaksanakan dengan berdasarkan beberapa pertimbangan dan tujuan yaitu: 1) 2) 3)
b.
Untuk optimalisasi barang milik daerah yang berlebih atau idle (menganggur). Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila dijual. Sebagai pelaksanaan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Cara pelaksanaan penjualan Pelaksanaan penjualan barang milik daerah dilakukan secara lelang melalui Kantor Lelang Negara setempat, kecuali dalam hal-hal tertentu; Pengecualian ini menurut Permendagri No.17 Tahun 2007 Pasal 61 ayat (3) meliputi: 1) 2)
Penjualan kendaraan perorangan dinas pejabat negara; Penjualan rumah golongan III; dan
5 3)
Barang milik daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh pengelola.
Penjualan barang milik daerah yang dilakukan secara lelang meliputi barang bergerak dan barang tidak bergerak. Barang bergerak seperti mobil ambulance, mobil pemadam kebakaran, mikro bus, derek, alat-alat berat, pesawat, kendaraan diatas air dan jenis kendaraan untuk melayani kepentingan umum serta barang inventaris lainnya. Barang yang tidak bergerak yaitu tanah dan/atau bangunan. Penjualan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan serta barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh Pengelola barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/ Bupati/Walikota. Dalam hal pelepasan dengan pembayaran ganti rugi, diperlukan surat pernyataan kesediaan Pihak Ketiga untuk menerima tanah dan/atau bangunan itu dengan pembayaran ganti rugi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c.
Proses penjualan barang milik daerah Penjualan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut; 1). Pengguna barang mengajukan usul penjualan kepada pengelola barang. 2). Pengelola barang meneliti dan mengkaji usul penjualan yang diajukan oleh pengguna barang ssuai dengan kewenangannya. 3). Pengelola barang mengeluarkan keputusan untuk menyetujui atau tidak menyetujui usulan penjualan yang diajukan oleh pengguna barang dalam batas kewenangannya. 4). Untuk penjualan yang memerlukan persetujuan Gubernur/Bupati/ Walikota atau DPRD, pengelola barang mengajukan usul penjualan disertai dengan pertimbangan atas usul penjualan dimaksud. Penerbitan persetujuan pelaksanaan oleh Pengelola barang untuk penjualan pada poin 4) diatas dilakukan setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota atau DPRD. Dalam hal pelepasan hak dengan pembayaran ganti rugi, diperlukan surat pernyataan kesediaan Pihak Ketiga untuk menerima tanah dan/atau bangunan itu dengan pembayaran ganti rugi sesuai ketentuan yang berlaku;
6 Hasil penjualan barang milik daerah wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Daerah sebagai penerimaan Daerah. Untuk lebih jelasnya proses penjualan barang milik daerah dapat dilihat pada chart berikut ini. Gambar 2.1 Proses Pengajuan Usulan Penjualan Barang Milik Daerah Gubernur/Bupati/ Walikota/ DPRD
Pengelola barang Mengajukan usul penjualan disertai pertimbangan
Pengelola barang Tidak Menyetujui
Pengelola barang Menyetujui
Pengelola barang Mengeluarkan keputusan
Pengelola barang Meneliti dan mengkaji usulan penjualan
Pengguna barang Mengajukan usul penjualan kepada Pengelola barang
1). Penjualan Kendaraan Dinas. Pengertian tentang Kendaraan Dinas yang dapat (Permendagri No.17 Tahun 2007 Pasal 62, 63 dan 64).
dijual
Kendaraan dinas yang dapat dijual terdiri dari: a) Kendaraan perorangan dinas pejabat negara dalam hal ini yang dimaksud adalah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dan
7 b) kendaraan dinas operasional. Penjualan Kendaraan perorangan dinas Kendaraan Perorangan Dinas yang dapat dijual adalah: a)
b) c) d)
KendaraanPerorangan Dinas yang dipergunakan Gubernur/ Wakil Gubernur,Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota serta Yang sudahdipergunakan selama 5 (lima) tahun atau lebih, Sudah ada penggantinya dan Tidak akan mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas.
Sekalipun Kendaraan Perorangan Dinas sudah dipergunakan untuk kepentingan dinas selama 5 (lima) tahun atau lebih, tidak dengan sendirinya harus dijual, jika penjualan Kendaraan Perorangan Dinas dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas sehari-hari. Dalam hal ini Kepala Daerah dapat menetapkan kebijakan lebih lanjut mengenai umur kendaraan yang akan dijual belikan sesuai kondisi Daerah masing-masing. Yang berhak membeli kendaraan perorangan dinas adalah Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Kepegawaian, yaitu: a) b) c) d)
Kepala Daerah Wakil Kepala Daerah Yang telah mempunyai masa jabatan 5 (lima) tahun atau lebih dan, Belum pernah membeli kendaraan perorangan dinas dari Pemerintah dalam tenggang waktu 10(sepuluh) tahun.
Dalam mempertimbangkan prioritas permohonan pembelian Kendaraan Perorangan Dinas, harus didasarkan atas kedudukan dan atau pangkat yang lebih tinggi dan atau pemegang kendaraan dan atau pegawai yang akan pensiun atau yang sudah pensiun. Pelaksanaan penjualan kendaraan perorangan Dinas. = Pemohon mengajukan permohonan pembelian kendaraan perorangan dinas dengan melampirkan syarat-syarat administratif sebagai berikut: a) b)
keputusan pengangkatan pertama sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah, surat pernyataan belum pernah membeli kendaraan perorangan dinas dalam tenggang waktu 10 (sepuluh) tahun.
8 = Sebelum Kepala Daerah menetapkan Keputusan penjualannya, maka Panitia Penghapusan Kendaraan Dinas Operasional mengadakan pengecekan/ penelitian setempat. Penelitian diarahkan agar penjualan kendaraan tidak akan mengganggu kelancaran tugas dinas, efisiensi penggunaan kendaraan, persyaratan-persyaratan personil calon pembeli, landasan hukum dan persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk melaksanakan penelitian atas kendaraan yang dimohon untuk dibeli, Kepala Daerah dengan Surat Keputusan membentuk Panitia Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas. = Panitia Penjualan kendaraan meneliti dari segi administratif/pemilikan Kendaraan, keadaan fisik, kemungkinan mengganggu kelancaran tugas dinas, efisiensi penggunaannya, biaya operasional, nilai jual kendaraan, persyaratan pejabat pemohon dan lain-lain yang dipandang perlu. Hasil penelitian Panitia Kendaraan tersebut dituangkan dalam bentuk Berita Acara. = Hasil penelitian Panitia Penjualan dan harga jual kendaraan perorangan dinas dilampirkan kepada surat permohonan pemohon. = Harga jual kendaraan perorangan dinas ditentukan sebagai berikut: a)
b)
kendaraan perorangan dinas yang telah berumur 5 sampai dengan 7 tahun, harga jualnya adalah 40 % (empat puluh persen) dari harga umum / pasaran yang berlaku; kendaraan perorangan dinas yang telah berumur 8 tahun atau lebih, harga jualnya 20 % (dua puluh persen) dari harga umum /pasaran yang berlaku.
= Kepala Daerah menetapkan keputusan penjualan kendaraan perorangan dinas dengan lampiran Keputusan yang memuat antara lain: a) b) c) d) e) f)
Nama dan jabatan pembeli; Data mengenai kendaraan; Biaya perbaikan selama 1 (satu) tahun terakhir; Harga jual sesuai dengan peraturan perundang-undangan; Harga yang ditetapkan; Jumlah harga yang harus dibayar pembeli.
= Pelaksanaan teknis penjualan kendaraan perorangan dinas. Setelah penetapan penjualan kendaraan perorangan dinas selanjutnya:
9 a)
Dibuat Surat Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Perorangan Dinas yang ditandatangani oleh Pengelola atas nama Kepala Daerah;
b)
Apabila ada biaya perbaikan selama 1 (satu) tahun terakhir atas kendaraan tersebut, maka biaya dimaksud harus dibayar lunas sekaligus oleh pembeli sebelum Surat Perjanjian ditandatangani;
c)
Surat perjanjian sewa beli harus memuat: (1) Besarnya cicilan bulanan atas harga jual kendaraan dimaksud dengan ketentuan harus sudah dilunasi paling lambat dalam waktu 5 (lima) tahun; (2) Apabila dilunasi dalam waktu kurang dari 1 (satu) tahun, maka balik nama atas kendaraan tersebut dapat dilaksanakan; (3) Selama belum dilunasi kendaraan perorangan dinas tersebut tetap tercatat sebagai barang inventaris milik pemerintah daerah. (4) Dalam hal kendaraan tersebut masih dipergunakan untuk kepentingan dinas, maka untuk biaya oli dan BBM dapat disediakan pemerintah daerah sepanjang memungkinkan. (5) Semua harga jual dan biaya perbaikan selama 1 (satu) tahun terakhir merupakan penerimaan Pemerintah Daerah dan harus disetor ke Kas Daerah. (6) Setelah harga jual kendaraan perorangan dinas dilunasi, maka dikeluarkan Keputusan Kepala Daerah yang menetapkan: (a) Pelepasan hak pemerintah daerah atas Kendaraan Perorangan Dinas tersebut kepada pembelinya; dan (b) Menghapuskan Kendaraan Perorangan Dinas dari Buku Inventaris Pemerintah Daerah. (7) Berdasarkan Keputusan Kepala Daerah dimaksud pada angka 6) di atas, pejabat pembeli Kendaraan Perorangan Dinas dapat melakukan Balik Nama Kendaraan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (8) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah baru diberikan hak untuk membeli lagi kendaraan perorangan dinas setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat pembeliannya yang pertama.
10 Pejualan Kendaraan Dinas Operasional. Kendaraan dinas operasional yang dapat dijual adalah Kendaraan dinas operasional yang telah dihapus dari Daftar Inventaris Barang Milik Daerah dapat dijual melalui pelelangan baik pelelangan umum dan/atau pelelangan terbatas; Persyaratan Kendaraan dinas operasional yang dapat dihapus dari Daftar Inventaris Barang Milik Daerah adalah: a) yang telah berumur 5 (lima) tahun lebih, b) tidak akan mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas sehari-hari, c) sudah ada penggantinya. Kendaraan dinas operasional yang dapat dihapus dari Daftar Inventaris terdiri dari: a) b) c)
Jenis sedan, jeep, station wagon, minibus dan pickup; Jenis kendaraan bermotor beroda 2 (dua), (sepeda motor dan scooter); Jenis Kendaraan Dinas operasional khusus terdiri dari mobil Ambulans, mobil pemadam kebakaran, bus, mikro bus, truck, alat-alat besar, pesawat, dan kendaraan diatas air.
Proses penghapusan kendaraan dinas operasional adalah sebagai berikut: a)
Permohonan penghapusan kendaraan dinas operasional. Pengguna/kuasa pengguna barang mengajukan usul penghapusan kendaraan dinas operasional yang telah memenuhi persyaratan umur kendaraan kepada Kepala Daerah melalui pengelola.
b)
Pembentukan Panitia Penghapusan. Untuk melaksanakan penelitian atas kendaraan yang dimohon untuk dihapus, Kepala Daerah dengan Surat Keputusan membentuk Panitia Penghapusan Kendaraan Dinas Operasional. Panitia penghapusan kendaraan dinas operasional meneliti dari segi administratif/pemilikan kendaraan, keadaan fisik, kemungkinan mengganggu kelancaran tugas dinas, efisiensi penggunaannya, biaya operasional, nilai jual kendaraan, dan lain-lain yang dipandang perlu. Hasil penelitian Panitia Penghapusan tersebut dituangkan dalam bentuk Berita Acara.
11 Apabila memenuhi persyaratan, Kepala Daerah menetapkan keputusan tentang penghapusan kendaraan dinas operasional. c)
Pelaksanaan Penjualan/Pelelangan: (1) Setelah dihapus dari daftar inventaris, pelaksanaan penjualannya dapat dilakukan melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas; (2) Pelelangan umum dilaksanakan melalui kantor lelang negara; (3) Pelelangan terbatas dilaksanakan oleh panitia pelelangan terbatas yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah; (4) Yang dapat mengikuti pelelangan terbatas terhadap kendaraan dinas operasional yaitu Pejabat/Pegawai Negeri Sipil yang telah mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun dengan prioritas pejabat/pegawai yang akan memasuki masa pensiun dan pejabat/pegawai pemegang kendaraan dan/atau pejabat/pegawai yang lebih senior dan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang telah mempunyai masa bhakti 5 (lima) tahun. Masa Kerja pegawai dibuktikan dengan melampirkan Surat Keputusan Pengangkatan pertama sebagai pegawai Negeri. (5) Dalam tenggang waktu 10 (sepuluh) tahun pejabat/pegawai, Ketua/Wakil Ketua DPRD dapat mengikuti pelelangan terbatas kembali sejak saat pembeliannya yang pertama. (6) Kendaraan dinas operasional yang dapat dilakukan penjualan/ pelelangan terbatas; jenis sedan, jeep, station wagon, minibus, pick up dan jenis kendaraan bermotor beroda 2 (dua); (7) Kendaraan dinas operasional khusus lapangan (bus, pemadam kebakaran, ambulance, truck, alat-alat berat, dlsb), penjualan/ pelelangannya dilakukan melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas; Kendaraan dinas operasional khusus seperti tersebut diatas, belum dapat dihapuskan jika belum tersedia kendaraan baru sebagai penggantinya. (8) Hasil penjualan/pelelangan kendaraan tersebut disetor sepenuhnya ke Kas Daerah.
12 2). Penjualan Rumah Daerah Golongan III. a). Pengertian tentang Rumah Daerah Rumah milik Daerah dibedakan dalam 3 (tiga) golongan yakni: (1) Rumah Daerah Golongan I: ialah rumah milik Daerah yang disediakan untuk ditempati oleh pemegang jabatan tertentu yang berhubungan dengan sifat dinas dan jabatannya, harus tinggal di rumah tersebut (rumah jabatan). (2) Rumah Daerah Golongan II: ialah rumah milik Daerah yang tidak boleh dipindah-tangankan dari suatu dinas ke dinas yang lain dan hanya disediakan untuk ditempati oleh pegawai dari Dinas yang bersangkutan (rumah Instansi). (3) Rumah Daerah Golongan III: ialah rumah milik Daerah lainnya (rumah milik Daerah yang disediakan untuk ditempati oleh Pegawai Negeri), tidak termasuk Rumah Daerah Golongan I dan Golongan II tersebut di atas; b)
Rumah Daerah Golongan III milik Daerah dapat dijual/disewa belikan kepada pegawai. (1) Rumah milik Daerah yang dapat dijual/disewa belikan kepada pegawai, hanya: (2) Rumah Daerah Golongan III dan (3) Rumah Daerah Golongan II yang telah dirubah golongannya menjadi Rumah Dinas Golongan III yang permanen, Semi Permanen dan Darurat, yang telah berumur 10 (sepuluh) tahun atau lebih. Penentuan Rumah Daerah Golongan III ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. (1) Rumah dinas milik Daerah yang tidak dapat dijual ialah: (a) Rumah Daerah Golongan I (b) Rumah Daerah Golongan II, kecuali yang telah dialihkan menjadi Rumah Daerah Golongan III. (c) Rumah Daerah Golongan III yang masih dalam sengketa. (d) Rumah Daerah Golongan III yang belum berumur 10 (sepuluh) tahun. (2) Yang berhak membeli Rumah Daerah Golongan III. (a) Pegawai Negeri Mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.
13 Memiliki Surat IzinPenghunian (SIP) yang sah. Surat Ijin Penghunian ditanda tangani oleh Pengelola atas nama Kepala Daerah. Belum pernah dengan jalan/cara apapun memperolehl membeli rumah dari Pemerintah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (b) Pensiunan pegawai Negeri : Menerima pensiunan dari Negara/Pemerintah. Memiliki Surat Izin Penghunian (SIP) yang sah. Belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/membeli rumah dari Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (c) Janda/Duda pegawai Negeri : Masih menerima tunjangan pensiun dari Negara I Pemerintah, adalah : - Almarhum suaminya/ isterinya sekurangkurangnya mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun pada Pemerintah, atau - Masa kerja almarhum suaminyal isterinya ditambah dengan jangka waktu sejak yang bersangkutan menjadi janda/duda berjumlah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun. Memiliki Surat Izin Penghunian (SIP) yang sah. Almarhum suaminya/isterinya belum pernah dengan jalanl cara apapun memperolehl membeli rumah dari Pemerintah berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (d) Janda/Duda Pahlawan, yang suaminya/isterinya dinyatakan sebagai Pahlawan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku : Masih menerima tunjangan pensiunan dari Pemerintah. Memiliki Surat Izin Penghunian (SIP) yang sah. Almarhum suaminya/isterinya belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/membeli rumah dari Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (e) Pejabat Negara/Daerah atau janda/duda Pejabat Negara/Daerah: Masih berhak menerima tunjangan pensiun dari Pemerintah.
14 Memiliki Surat Izin Penghunian (SIP) yang sah. Almarhum suaminya/isterinya belum pernah dengan jalan/ cara apapun memperoleh/membeli rumah dari Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (f) Apabila penghuni rumah Daerah Golongan III sebagaimana dimaksud pada huruf i s/d v meninggal dunia, maka pengajuan permohonan pengalihan hak/membeli atas rumah dimaksud dapat diajukan oleh anak sah dari penghuni yang bersangkutan. c)
Pengalihan hak atas Rumah Daerah Golongan III sebagaimana dimaksud huruf i s/d vi tersebut di atas dilakukan dengan cara Sewa Beli Taksiran harga rumah Daerah Golongan III berpedoman pada nilai biaya yang digunakan untuk pembangunan rumah yang bersangkutan pada waktu penaksiran dikurangi penyusutan menurut umur bangunan/rumah dikalikan dengan :: (1) 2 % setiap tahun untuk permanen. (2) 4 % setiap tahun untuk semi permanen. (3) 10 % setiap tahun untuk darurat. Dengan ketentuan setinggi-tingginya (maksimal) penyusutan 80% atau nilai sisa bangunan/rumah minimal 20 %. Harga rumah dan tanahnya ditetapkan sebesar 50 % (lima puluh persen) dari harga taksiran dan penilaian yang dilakukan oleh Panitia. Pembayaran harga rumah dilaksanakan.secara angsuran/cicilan, yakni: (1) Pembayaran angsuran pertama paling sedikit 5 % (lima persen) dari harga yang ditetapkan dan harus dibayar penuh pada saat perjanjian sewa beli ditandatangani. (2) Sedang sisanya diangsur paling lambat 20 (dua puluh) tahun.
d)
Permohonan membeli Rumah Daerah Golongan III. Penjualan Rumah Daerah Golongan III milik Daerah tidak dapat diproses sebelum adanya Peraturan Daerah yang mengatur penjualan rumah daerah golongan III atau diatur dalam Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah. Proses pelaksanaan penjualan Rumah Daerah Golongan III didasarkan atas permohonan dari Pegawai Negeri yang telah
15 mendapat persetujuan dari atasan langsungnya, dan janda/duda sebagai dimaksud pada huruf c) di atas. e)
Pengelola mengkoordinir permohonan pembelian rumah Daerah Golongan III dan secara periodik melaporkan kepada Kepala Daerah. (1) Setelah mendapat persetujuan dari Kepala Daerah, maka segera dibentuk Panitia Penaksir dan Panitia Penilai. (a) Susunan Panitia Penaksir dan Panitia Penilai melibatkan unsur teknis terkait. (b) Susunan Personalia kedua panitia tersebut tidak boleh dirangkap dan diusahakan agar anggota-anggota Panitia Penilai, baikjabatan maupun pangkatnya lebih tinggi dari pada Personalia Panitia Penaksir. Sebagai gambaran dari kedua panitia ini dapat kita lihat dari Kepmendagri sebelumnya sebagai berikut, walaupun demikian Kepala Daerah mempunyai kewenangan dalam penyusunannya: (a) Susunan Panitia Penaksir terdiri dari unsur-unsur : Asisten Sekretaris Daerah yang membidangi. Kepala Biro/Bagian Perlengkapan. Kepala Biro Keuangan/Bagian Keuangan. Kepala Biro Hukum/Bagian Hukum. Kepala Biro Kepegawaian/Bagian Kepegawaian. Kepala Dinas Teknis. Kepala Instansi Badan Pertanahan Nasional/Kantor Pertanahan. (b) Susunan Panitia Penilai terdiri dari unsur-unsur : Sekretaris Daerah. Kepala Biro / Bagian Perlengkapan. Kepala Biro Keuangan/Bagian Keuangan. Kepala Biro Hukum/Bagian Hukum. Kepala Biro Kepegawaian/Bagian Kepegawaian. Kepala Dinas Teknis. Kepala Instansi Badan Pertanahan Nasional/ Kepala Kantor Pertanahan. (2) Tugas Panitia Penaksir adalah meneliti dari segi antara lain: (a) Pembangunan dan pemilikan rumah dan atau tanahnya. (b) Keadaan fisik rumah. (c) Perbaikan-perbaikan yang telah dilaksanakan. (d) Izin penghunian.
16 (e) Persyaratan personil pegawai dari segi masa kerja, pernah/belum membeli rumah Pemerintah dengan cara apapun. (f). Menaksir harga rumah dan ganti rugi atas tanahnya disesuaikan dengan keadaan pada saat penaksiran termasuk perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas biaya Pemerintah Daerah. Apabila perbaikan dilakukan oleh dan atas beban penghuni sendiri tidak diperhitungkan. (g) Lain-lain yang dipandang perlu. Hasil penelitian penaksiran tersebut dituangkan dalam bentuk Berita Acara hasil penaksiran. (3) Tugas Panitia Penilai adalah untuk menilai hasil Penaksiran Panitia Penaksir tersebut di atas. Hasil penilaian Panitia Penilai dituangkan dalam bentuk Berita Acara. Apabila hasil penaksiran Panitia Penaksir dan hasil penilaian Panitia Penilai tidak sama (tidak sepakat) maka yang menetapkan/ memutuskan harga taksiran tersebut adalah Pengelola f)
Keputusan Kepala Daerah. Dengan telah terpenuhinya semua pers.yaratan yang diperlukan yaitu: (1) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang penjualan Rumah Daerah Golongan III milik Daerah. (2) Berita Acara hasil penaksiran Panitia Penaksir dan Berita Acara hasil penilaian Panitia Penilai. (3) Persyaratan-persyaratan administrasi dan personil pembeli. Selanjutnya penjualan rumah Daerah golongan III dan atau ganti rugi atas tanah bangunannya, ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Dalam Keputusan penjualan rumah Daerah Golongan III harus dengan tegas menetapkan penjualan rumah Daerah golongan III dan termasuk tanah bangunannya atau rumahnya saja atau tanahnya saja, kepada masing-masing pegawai, dengan mencantumkan pula jabatannya. Selain itu harus pula ditegaskan Pelaksanaan penjualannya diatur dalam Surat Perjanjian Sewa Beli.
17 g)
Surat Perjanjian Sewa Beli Setelah dikeluarkan Keputusan Kepala Daerah tentang penjualan rumah golongan III, dibuat Surat Perjanjian SewaBeli rumah dan ganti rugi atas tanahnya yang ditandatangani oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk sebagai Pihak ke I dan masingmasing pegawai/pembeli sebagai pihak ke II. Sebelum Surat Perjanjian ditanda tangani, pembeli harus melunasi minimum 5 % dari harga jual rumah beserta tanahnya/ganti rugi atas tanahnya yang telah ditetapkan, dan harus disetor sepenuhnya ke Kas Daerah sebagai penerimaan Daerah. Dalam Surat Perjanjian tersebut harus dicantumkan besarnya angsuran bulanan yang sama terhadap sisa harga yang belum dilunasi. Waktu pelunasan seluruh harga jualnya dilaksanakan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Apabila dilunasi dalam waktu yang lebih cepat, maka dapat dilakukan Pelepasan hak. Selain itu dalam Surat Perjanjian tersebut harus dicantumkan pula persyaratan lainnya yang dipandang perlu mengenai sanksi yang dapat dikenakan apabila terjadi kelalaian atau pelanggaran atas ketentuan yang berlaku.
h)
Pelepasan hak dan penghapusan dari Buku Inventaris Setelah pegawai yang bersangkutan melunasi harga rumah dan atau ganti rugi atas tanah maka Kepala Daerah menetapkan Keputusan tentang: (1) Pelepasan hak Pemerintah Daerah atas rumah dan atau tanah bangunannya yang telah dijual kepada pembeli. (2) Menetapkan penghapusan rumah dan atau tanah bangunannya dari Buku Inventaris kekayaan milik Pemerintah Daerah. Berdasarkan Keputusan Kepala Daerah tersebut di atas, maka atas hak/sertifikat atas tanah bangunan dapat dimohon oleh pegawai yang bersangkutan untuk mendapatkan sesuatu hak pada Instansi Pertanahan setempat.
2.
Tukar-menukar Tukar-menukar barang milik daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang dilakukan antara pemerintah daerah dengan pemerintah
18 pusat, atau antar pemerintah daerah, atau dengan Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau Badan Hukum milik pemerintah lainnya, atau dengan pihak swasta/pihak lainnya, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang. Tukar menukar barang milik daerah ini dilaksanakan dengan pertimbangan: a. Untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintah. b. Untuk optimalisasi barang milik daerah ; dan c. Tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Tukar menukar barang milik Negara atau barang milik daerah khususnya untuk tanah dan/atau bangunan sudah sering kita dengar dan sudah sering kita baca dikoran-koran dengan istilah ruilslag atau tukar guling dengan bermacam persoalan dan masaalah yang mengikutinya. Objek dari tukar-menukar barang milik daerah yang dapat dilakukan tukarmenukarnya adalah: a. Tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota untuk barang milik daerah. b. Tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pengguna barang akan tetapi tidak sesuai lagi dengan tata ruang wilayah atau penataan kota. c. Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan Tukar menukar barang milik daerah ini dapat dilakukan dengan pihak-pihak sebagai berikut; a. Pihak pemerintah pusat. b. Badan usaha milik Negara/daerah atau badan hukum milik pemerintah lainnya. c. Swasta. Adapun alasan dilaksanakannya pelepasan hak dengan cara tukar menukar/ tukar guling (ruislag) antara lain disebabkan oleh; a. Terkena planologi. b. Belum dimanfaatkan secara optimal. c. Menyatukan barang/aset yang lokasinya terpencar untuk memudahkan koordinasi dan dalam rangka efisiensi. d. Memenuhi kebutuhan operasional Pemerintah Daerah sebagai akibat pengembangan organisasi. e. Pertimbangan khusus dalam rangka pelaksanaan rencana strategis Hankam. Pelepasan hak dengan alasan tersebut dilaksanakan karena dana untuk keperluan memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah tidak tersedia dalam
19 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Disamping alasan diatas yang juga merupakan motivasi atau pertimbangan lainnya, adalah: a. b. c.
d.
e.
Disesuaikan dengan peruntukan tanahnya berdasarkan Recana Umum Tata Ruang Kota/Wilayah (RUTRK/W). Membantu kesejahteraan pegawai atau anggota DPRD dalam bentuk memberi kesempatan untuk membeli kaveling perumahan. Membantu instansi Pemerintah diluar Pemerintah Daerah yang bersangkutan yang memerlukan tanah untuk lokasi kantor, Perumahan dan untuk keperluan pembangunan lainnya. Tanah dan bangunan Pemerintah Daerah yang sudah tidak cocok lagi dengan peruntukan tanahnya tidak sesuai lagi dengan tata ruang wilayah atau penataan kota, terlalu sempit dan bangunannya sudah tua dsb. sehingga tidak efektif lagi untuk pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya dapat dilepas kepada Pihak Ketiga, dengan Pembayaran ganti rugi atau cara tukar menukar(ruilslag/tukar guling). Untuk itu perlu diperhatihan hal-hal sebagi berikut; 1). Dalam hal tukar menukar (ruilslag/tukar guling) maka nilai tukar pada prinsipnya harus berimbang yang lebih menguntungkan Pemerintah Daerah. 2). Apapun yang harus dibangun Pihak Ketiga diatas tanah tersebut harus seizin Pemerintah Daerah agar sesuai dengan peruntukan tanahnya. 3). Dalam hal pelepasan dengan tukar-menukar (ruilslag/tukar guling), diperlukan Surat Perjanjian Tukar Menukar antara Pemerintah Daerah dengan Pihak Ketiga yang bersangkutan yang mengatur materi tukar-menukar, hak dan kewajiban masing-masing Pihak sesuai ketentuan yang berlaku.
Cara penentuan nilai Tanah dan/atau bangunan Nilai tanah dan/atau bangunan yang akan dilepaskan dengan ganti rugi/tukar menukar (ruilslag/tukar guling) kepada Pihak Ketiga: a.
Nilai ganti rugi dan nilai taksiran tanah: 1) Nilai ganti rugi tanahnya dapat ditetapkan dengan berpedoman pada harga dasar terendah atas tanah yang berlaku setempat, untuk kavling perumahan, pegawai negeri, TNI, POLRI dan DPRD. 2) Sedangkan untuk Instansi Pemerintah, Koperasi dan/atau Yayasan dapat ditetapkan dengan berpedoman pada NJOP dan/atau harga pasaran umum tanah setempat. 3) Nilai taksiran tanah untuk swasta harus ditetapkan dengan berpedoman pada harga umum tanah dan berdasarkan NJOP yang berlaku setempat.
b.
Nilai bangunannya ditaksir berdasarkan nilai bangunan pada saat pelaksanaan penaksiran dan hasilnya dikurangi dengan nilai susut bangunan yang diperhitungkan jumlah umur bangunan dikalikan dengan: 1) 2 % untuk bangunan permanen.
20 2) 3)
4 % untuk bangunan semi permanen. 10 % untuk bangunan yang darurat.
Dengan ketentuan maksimal susutnya sebesar 80 % dari nilai taksiran (tidak dikenakan potongan sebesar 50 % seperti pada penjualan rumah Daerah golongan III). c.
Proses hak atas tanah dan bangunan. 1) Pembentukan Panitia Penaksir. Kepala Daerah membentuk Panitia Penaksir yang bertugas meneliti bukti penguasaan atas tanah dan/atau bangunan: a)
b)
c) d)
meneliti kenyataan lokasi dan keadaan lingkungan tanah dan/atau bangunan tanah tersebut, dihubungkan dengan rencana pelepasan hak atas tanah ditinjau dari segi sosial, ekonomi, budaya dan kepentingan Pemerintah Daerah yang bersangkutan. menaksir besarnya nilai atas tanah dan/atau bangunan tersebut dengan berpedoman pada harga dasar/umum/NJOP tanah yang berlaku setempat dan untuk bangunannya sesuai tersebut pada huruf e angka 2) di atas; meneliti bonafiditas dan loyalitas calon pihak ketiga dan memberikan saran-saran kepada Kepala Daerah; dan lain-lain keterangan yang dipandang perlu.
Hasil penelitian Panitia Penaksir tersebut dituangkan dalam bentuk Berita Acara. 1). Permohonan Persetujuan DPRD. Pengelola menyiapkan surat permohonan Kepala Daerah kepada DPRD untuk mengajukan permohonan persetujuan atas rencana pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara ganti rugi atau cara tukar menukar (ruilslag/tukar guling) dengan melampirkan Berita Acara hasil penaksiran Panitia Penaksir. 3)
Keputusan Kepala Daerah. Berdasarkan persetujuan DPRD tersebut di atas selanjutnya ditetapkan Keputusan Kepala Daerah tentang pelepasan hak atas tanah dengan ganti rugi atau tukar menukar. Pada lampiran Keputusan Kepala Daerah tersebut di atas harus memuat data atas tanah dan/atau bangunan yakni : Letak/alamat, Luas dan tahun perolehan, nama dan alamat Pihak Ketiga dan besarnya nilai ganti rugi atau nilai tukar menukar tanah dan/atau bangunan tersebut.
21 4)
Pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara ganti rugi dilakukan dengan pelelangan / tender dan apabila peminatnya hanya satu dilakukan dengan penunjukan langsung dan dilakukan negosiasi harga yang dituangkan dalam Berita Acara.
5)
Pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara tukar menukar dilakukan langsung dengan Pihak Ketiga (tidak dilakukan pelelangan/tender) dan dilakukan negosiasi harga yang dituangkan dalam Berita Acara.
6)
Teknis pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan: a) Perjanjian antara Pemerintah Daerah dengan Pihak Ketiga. Pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara tukar menukar (ruilslag) dimaksud harus diatur dalam Surat Perjanjian Bersama antara Pemerintah Daerah dengan Pihak Ketiga. Dalam Surat Perjanjian Bersama tersebut harus dicantumkan secara jelas mengenai data tanah dan/atau bangunan, hak dan kewajiban kedua belah pihak, ketentuan mengenai sanksi dan ketentuan lain yang dipandang perlu. Pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara pembayaran ganti rugi harus dilengkapi dengan Surat Pernyataan dari Pihak Ketiga mengenai kesediaan menerima pelepasan tanah dan/atau bangunan tersebut dengan pembayaran ganti rugi sesuai ketentuan yang berlaku yang dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima. b)
Penghapusan tanah dan/atau bangunan dari Buku Inventaris.
Setelah selesai pelaksanaan ketentuan dimaksud dalam Surat Perjanjian Bersama dan Surat Pernyataan Berita Acara Serah Terima tersebut, maka: a)
apabila mengenai tanah kapling untuk rumah pegawai, harus ditegaskan dalam Keputusan Kepala Daerah tentang pelepasan hak Pemerintah Daerah atas tanah tersebut dan menghapuskan tanah tersebut dari Buku Inventaris. Selanjutnya sertifikat hak atas tanah bagi masing-masing pegawai yang bersangkutan baru dapat diproses melalui Kantor Pertanahan setempat.
b)
apabila mengenai tanah dimaksud pada huruf a di atas, maka sertifikat atas tanah yang dilepaskan kepada Pihak Ketiga dapat diselesaikan melalui Kantor Pertanahan setempat berdasarkan Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan tentang pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan Pemerintah Daerah dimaksud
22 dan menghapuskan tanah dan/atau bangunan tersebut dari Buku Inventaris . 3.
Hibah Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, atau antar pemerintah daerah, atau kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian. Penghibahan barang milik daerah ini dilakukan dengan Keputusan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan (Pasal 58 Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 dan Pasal 78 Permendagri No.17 Tahun 2007) sebagai berikut; a. b. c. d.
Untuk kepentingan sosial, Untuk keagamaan, Untuk kemanusiaan, Dan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Barang milik daerah yang akan dihibahkan itu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. b. c.
Bukan merupakaan barang rahasia Negara. Bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak. Tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Barang milik daerah yang dapat dihibahkan ini berlandaskan Pasal 59 Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 dan Pasal 79 Permendagri No.17 Tahun 2007 dapat berupa: a. b. c. d.
Tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh Kepala SKPD kepada Kepala Daerah. Tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan. Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh Kepala SKPD kepada Kepala Daerah melalui Pngelola. Selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan.
Wewenang dalam penetapan pemberian Hibah adalah: a.
b.
Penetapan dengan Keputusan Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan DPRD bagi tanah dan/atau bangunan pada point 1. diatas, kecuali bagi tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD sebagai tercantum dalam Pasal 58 ayat (2) Permendagri No.17 Tahun 2007. Penetapan dengan Keputusan Kepala Daerah bagi tanah dan/atau bangunan pada point 2. diatas.
23 c.
Penetapan dengan Keputusan Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan DPRD bagi hibah pada point 3. diatas kalau nilainya diatas Rp.5.000.000.000,-(lima milyar rupiah), kalau nilainya kurang dari itu ditetapkan tanpa meminta persetujuan DPRD.
d.
Dilaksanakan oleh Pengguna setelah mendapat persetujuan dari Pengelola, bagi hibah pada point 4. diatas.
PELAKSANA, PERSETUJUAN DAN PENETAPAN TERHADAP BARANG/ASET YANG AKAN DIHIBAHKAN
No.
Jenis barang/aset
Tanah dan/atau bangunan Tanah dan/atau bangunan dari awalnya utk hibah Selain tanah dan/ atau bangunan >Rp.5.000.000.000,
View more...
Comments