Modul 6 Dcvg

May 25, 2018 | Author: Jeremy Coleman | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

DCVG...

Description

MODUL VI DI RECT RECT CURRENT CURRENT VOLTAGE GR GRADI ADI ENT (DCVG)

Tujuan Pembelajaran Umum

Mahasiswa mengetahui cara pendeteksian kerusakan coating pada pipa menggunakan metode DCVG

Tujuan Pembelajaran Khusus

1. Mahasiswa melakukan pengukuran besar kerusakan coating pada pipa

IV-1

Jobshee Jobsheett Prakti kum D ir ect Curr ent V oltage Gradient

BAB I PENDAHULUAN Sistem  perpipaan merupakan salah satu hal yang sangat  penting dalam dunia  perindustrian. Pemasangan intalasi  perpipaan  banyak  sekali digunakan didunia  perindustrian. Salah satunya digunakan di dunia  perindustrian minyak  dan gas di Indonesia. Proyek  pipanisasi gas dibangun untuk  mengatasi kekurangan  pasokan gas  bumi dalam negeri yaitu dengan mengangkut gas dari  pusat cadangan gas yang tersebar  di luar   pulau  jawa ke  pusat  pengguna gas di sektor  pembangkit listrik, industri, rumah tanggadan transportasi. Pipanisasi mulai diterapkan oleh Perusahaan Gas Negara (PGN) dalam bentuk  proyek Pipanisasi Gas Terpadu Indonesia dan merupakan  bagian dari  proses distribusi gas yang digunakan sebagai pasokan energi pada beberapa pembangkit listrik maupun rumah tangga. Pipanisasi yang dilakukan mengacu  berdasarkan  peraturan dari Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi tentang standar   perpipaan ditanam di dalam tanah, pasal 7 ayat 1, 2 dan 3 : 1. Penggelaran Pipa Penyalur   baik  di darat maupun di laut dapat dilakukan dengan cara ditanam atau diletakkan di permukaan tanah. 2. Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk  yang digelar  di daratan wajib ditanam, dengan kedalaman minimum 1 (satu) meter dari permukaan tanah. 3. Desain, konstruksi dan klasifikasi lokasi  penggelaran wajib memenuhi Standar Pertambangan Migas (SPM) yang ditetapkan oleh Menteri. Karena medan yang dilalui saluran  pipa sangat  beragam, yakni mulai dari dalamlaut, dataran rendah, lembah dan di dalam tanah maka dalam pengoperasiannya akan  banyak  ditemukan berbagai macam persoalan, salah satunya menggunakan metode DCVG.

VI-2

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Korosi Setiap material di bumi ini terutama logam memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari nilai potensial yang dimiliki setiap logam. Nilai potensial dari setiap logam sangat berpengaruh terhadap k ondisi logam tersebut. Ketika dua buah logam yang memiliki potensial yang berbeda kemudian digabungkan, maka akan menimbulkan aliran listrik dimana listrik akan mengalir dari logam yang memiliki potensial lebih negatif ke potensial yang lebih  positif. Korosi akan terjadi pada suatu k ondisi dimana muatan positif (kation) meninggalkan permukaan suatu logam (Bushman, 2000). Korosi dapat merusak permukaan logam, juga dapat mengurangi fungsi dari suatu logam. Korosi terjadi karena adanya degradasi atau penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia antara logam dengan lingkungannya. Lingkungan yang dapat menyebabkan korosi yaitu lingkungan yang lembap (mengandung uap air) dan diinduksi oleh adanya gas O 2, CO2, atau H2S. Korosi terjadi melalui reaksi redoks, di mana logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen mengalami reduksi. Korosi jauh lebih ekstensif berlangsung jika  besi k ontak dengan oksigen dan air (Oxtoby, dkk, 1988). Korosi merupakan  pembebasan oksidatif yang terjadi pada suatu luas permukaan logam (Atkins 1999). Korosi pada logam dapat juga dipandang sebagai proses pengembalian logam ke keadaan asalnya, yaitu bijih logam. Misalnya, korosi pada besi menjadi besi oksida atau besi karbonat seperti pada reaksi berikut:

4Fe(s) + 3O2(g) + 2nH2O(l ) ⎯⎯→ 2Fe2O3.nH2O(s) Fe(s) + CO2(g) + H2O(l ) ⎯⎯→ Fe2CO3(s) + H2(g) Oleh karena korosi dapat mengubah struktur dan sifat-sifat logam maka korosi cenderung merugikan. Logam yang terkorosi disebabkan karena logam tersebut mudah teroksidasi. Menurut tabel potensial reduksi standar, selain logam emas umumnya logam-logam memiliki potensial reduksi standar lebih rendah dari oksigen. Jika setengah reaksi reduksi logam dibalikkan (reaksi oksidasi logam) digabungkan dengan setengah reaksi reduksi gas O 2 maka akan dihasilkan nilai  potensial sel, Esel positif. Jadi, hampir semua logam dapat bereaksi dengan gas O2 secara spontan. Beberapa contoh logam yang dapat dioksidasi oleh oksigen ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut. 4Fe(s) + O2(g) + 2nH2O(l ) ⎯⎯→ 2Fe2O3.nH2O(s)

Esel = 0,95 V

Zn(s) + O2(g) + 2H2O(l ) ⎯⎯→ Zn(OH)4(s)

Esel = 0,60 V

VI-3

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

Proses korosi logam dalam lingkungan akuatik merupakan reaksi elektrokimia yang meliputi proses perpindahan massa dan perpindahan muatan. Bila suatu logam dicelupkan dalam larutan elektrolit maka akan terbentuk dua lokasi yang disebut anoda dan katoda. Pada anoda terjadi reaksi oksidasi dan pada katoda terjadi reaksi reduksi. 2.2 Termodinamika Korosi Besi Berdasarkan termodinamika korosi, korosi terjadi karena adanya kecenderungan suatu logam kembali pada keadaan lebih stabil, dengan reaksi reduksi oksidasi. Hasil reaksi oksidasi membebaskan energi. Kecenderungan oksidasi bermacammacam logam berkaitan dengan potensial elektrodanya. Kesetimbangan potensial elektroda (Eeq) suatu logam sesuai dengan kesetimbangan oksidasi dan reduksinya (Tonapa dkk, 2002). Termodinamika korosi dapat dipelajari berdasarkan diagram E-pH (diagram Pourbaix). Diagram E-pH menampilkan daerah-daerah kestabilan air, daerah-daerah logam pada k ondisi imun, terkorosi atau terpasivasi sebagai fungsi dari  potensial setengah sel dan pH. Diagram ini memberikan informasi tentang reaksi yang mungkin terjadi dan kemungkinan proteksi korosi logam. berdasarkan harga pH dan potensial (Tonapa dkk, 2002). Gambar diagram E-pH untuk sistem Fe-H2O dapat dilihat seperti gambar 2.1 Jika aktifitas logam semakin turun, yang ditandai dengan potensial yang turun, maka arah gerak ke bawah sehingga terbentuk endapan Fe yang stabil, artinya Fe akan imun atau kebal terhadap korosi. Apabila bergerak ke atas maka aktifitas logam akan naik. Hal ini mengakibatkan terbentuknya ion Fe2+ sehingga terjadi korosi. Diagram E-pH dapat digunakan dalam menentukan beberapa cara  proteksi korosi pada logam yaitu : 1) Pengaturan lingkungan (dengan perubahan pH) 2) Membawa potensial antar muka ke daerah imun (proteksi katodik). 3) Membawa potensial antar muka ke daerah pasif (proteksi anodik). 4) Penambahan paduan logam dasar agar luas daerah pasif dapat diperbesar. 5) Penambahan pasivator.

VI-4

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

Gambar 2.1 Diagram E-pH sistem Fe-H 2O (Sumber: www.substech.com)

2.3 Metode Pengendalian Korosi Korosi tidak dapat dicegah, namun dapat dikendalikan seminimal mungkin. Ada  beberapa metode yang biasanya digunakan untuk mengendalikan korosi, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Perancangan geometris alat atau benda kerja.  b. Pemilihan bahan atau material logam yang sesuai dengan lingkungan. Pemilihan material haruslah dipertimbangkan. Jenis material yang digunakan harus memiliki ketahanan korosi yang tinggi pada suatu media tertentu yang sesuai dengan lingkungan tempat aplikasinya c. Metode Pelapisan (Coating ) adalah suatu upaya mengendalikan korosi dengan menerapkan suatu lapisan pada permukaan logam yang akan dilindungi. Misalnya, dengan pengecatan atau penyepuhan logam. Zat atau logam yang akan melapisi suatu logam harus bisa membentuk lapisan oksida yang tahan terhadap karat (pasivasi) sehingga logam yang dilindungi terlindung dari korosi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan film permukaan dari oksida logam hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi sehingga dapat mencegah korosi lebih lanjut. d. Proteksi Katodik merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya korosi  pada logam. Prinsip kerjanya adalah dengan mengubah benda kerja menjadi katoda. Proteksi dilakukan dengan mengalirkan elektr on tambahan ke dalam material. Terdapat dua jenis proteksi katodik, yaitu metode impressed current (arus  paksa) dan  sacrificial anode (anoda korban). e. Proteksi anodik yaitu dengan cara mempertebal lapisan pasif dari suatu material dengan cara memberikan potensial ke arah anodik. f. Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam suatu lingkungan korosif dengan kadar sangat kecil (ukuran ppm) guna mengendalikan korosi. Inhibitor korosi dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme pengendaliannya, yaitu

VI-5

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

inhibitor anodik, teradsorpsi.

inhibitor

katodik,

inhibitor campuran, dan inhibitor

2.3.1

Metode Pengendalian Korosi dengan Coating  Coating merupakan sistem proteksi logam terhadap korosi dengan cara memberikan lapisan di permukaan logam untuk mencegah k ontak langsung atau reaksi reduksi-oksidasi antara logam dengan lingkungan sekitar. Coating diberikan untuk melindungi pipa dengan keadaan tanah. Tanah memiliki harga resistivitas yang berbeda-beda, bergantung kepada keadaan geometris dan jenis tanah. Untuk mengetahui tingkat korosifitas, digunakan alat resistivity meter. Beberapa harga resistivitas dan tingkat korosifitas dari tanah terangkum dalam tabel 2.1 Tabel 2.1 Derajat korosifitas tanah berdasarkan nilai resistivitasnya

Soil resistivity (ohm.cm) Degree of corrosivity 0 – 500 Very corrosive 500 – 1,000 Corrosive 1,000 – 2,000 Moderately corrosive 2,000 – 10,000 Mildly corrosive Above 10,000 Negligible (Sumber: peabody-control  of  pipeline corrosion 2001(NACE Corrosion Basics).

Pada umumnya, coating dibagi menjadi dua macam, yaitu organic coating dan anorganic coating . Organic coating  berbahan kimia biasanya menggunakan senyawa  polimer seperti HDPE ( High Density Polyethylene). Sedangkan organic coating yang umum digunakan dan murah adalah coal tar atau aspal.  Anorganic coating  biasanya  bekerja dengan pembentukan oksida dengan proses anodisasi dan pembentukan senyawa anorganik di permukaan logam. Pelapisan dengan organic coating biasanya menggunakan metode pengecatan. Sedangkan pelapisan anorganic coating yang  biasanya dilakukan adalah anodisasi aluminium, kromatisasi dan fosfatisasi. Syarat dari coating pada sistem perpipaan dimuat di NACE Standard RP 0169-96, diantaranya : 1) Insulator elektrik yang efektif 2) Pelindung Kelembaban yang efektif 3) Aplikatif terhadap struktur 4) Memiliki sifat adesi yang kuat terhadap pipa 5) Mampu menahan defect dari kemungkinan membesar dalam jangka waktu lama Berikut adalah sifat fisis dan teknis dari glassfibre (senyawa polimer), yang biasa digunakan sebagai coating :

VI-6

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

Tabel 2.2 Sifat fisis dan teknis dari glassfibre

(Sumber : www.cathodicprotecti onnetwork)

2.4 Metode Pendeteksi Kerusakan Coating  Pada penerapan di lapangan, kerusakan coating dapat dideteksi dengan dua metode yang umum digunakan, yaitu metode  Direct Current Voltage Gradient (DCVG) dan Close Interrupted Potential Survey (CIPS). Metode DCVG ditemukan oleh seorang insinyur telekomunikasi yang  berasal dari Australia, bernama John Mulvany pada awal 1980 (Wikipedia, 2013). Dikembangkan bersama dengan Dr. John Leeds, seorang ahli korosi dari Inggris. Metode DCVG biasanya hanya dikenal di kalangan profesional di bidang korosi. Dasar metode DCVG diatur dalam NACE International Test method TM0109-2009. Referensi dari kalangan inspeksi perpipaan diatur dalam API 571 dan API RP 574 (Wikipedia, 2013). Metode kerja dari DCVG dan CIPS adalah dengan memastikan sistem  perpipaan telah diproteksi dengan arus paksa (ICCP). Adanya kerusakan coating akan menyebabkan terjadinya peningkatan arus dalam jumlah yang besar di sekitar kerusakan coating . Ilustrasi dari kerusakan coating dapat dilihat pada gambar 2.4 dan 2.5.

Gambar 2.5 Ilustrasi arus masuk ke daerah coating yang rusak (Sumber : www.cathodicprotecti onnetwork.com)

VI-7

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

Gambar 2.6 Ilustrasi jenis kerusakan coating (Sumber : PML DCVG Manual Sheet)

Metode DCVG merupakan pengembangan dari metode CIPS. Dengan menggunakan metode DCVG, tidak hanya posisi kerusakan dari coating yang dapat diketahui, akan tetapi besar kerusakan atau derajat kerusakan coating . Apabila ada kerusakan coating maka akan berdampak pada aliran arus listrik yang mengalir dari tanah sekitar dan masuk menuju pipa. Aliran listrik ini akan menyebabkan adanya gradient tegangan yang terjadi di tanah, yang dapat diukur dengan menggunakan voltmeter. Dengan mengamati arah dari gradien arus listrik tersebut, maka lokasi coating yang rusak dapat diidentifikasi. Dengan memasukkan data dari arah gradien tegangan yang terukur di sekitar lokasi coating yang rusak, maka jenis dan karakteristk kerusakan coating dapat diketahui. 2.5 Metode Di r ect Curr ent Voltage Gradient  Survey DCVG dan CIPS dapat dilakukan dengan menggunakan interrupter  pengaturan on/off dalam interval waktu tertentu. Tujuan dari penggunaan interrupter adalah untuk membedakan adanya arus yang liar yang mengganggu pengukuran dengan arus prokteksi. Dengan mengetahui frekuensi dari interrupter , maka arus  proteksi struktur perpipaan dapat diketahui dengan pasti. on/off dari arus rectifier diatur siklusnya melalui current interruptor . Dengan begitu, potensial  soil to soil atau tanah ke tanah bisa diukur pada saat siklus on dan juga pada saat siklus off . Apabila telah dilakukan pengukuran CIPS, maka pengukuran DCVG tidak perlu menggunakan interrupter . Istilah potensial DCVG diartikan sebagai perbedaan/selisih antara potensial  soil to soil di sekitar lokasi coating yang rusak. Beberapa peralatan yang digunakan untuk survey DCVG adalah sebagai  berikut: a. Current Interrupter  b.  DC Power Supply (12 V, 1 Ampere) c.  Data Probe ( dua buah elektroda Cu/CuSO4) d. Perlengkapan Safety untuk Personil yang berupa  Helmet, Safety Boot, Goggles,

VI-8

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

dan Gloves e.  Data Logger berupa Voltmeter (akurasi 1mV). Dalam survey DCVG, dikenal dua teknik yang digunakan untuk menentukan  posisi kerusakan coating , yaitu teknik tegak lurus dan teknik parallel sesuai dengan gambar 2.7 dan 2.8. Yang membedakan dari teknik ini adalah  pergerakan dari Data  Probe  berupa Elektroda Standar Cu/CuSO4 (Copper Sulphate Electrode atau CSE). Pada teknik tegak lurus, pergerakan CSE dilakukan dalam k ondisi dimana  posisi dari kedua elektroda tersebut tegak lurus terhadap centerline dari struktur pipa. Jarak antar elektroda umumnya antara 50 cm sampai 1 meter, dengan salah satu elektroda berada tepat di garis pusat dari pipa. Data logging umumnya dilakukan setiap interval satu sampai dua meter . Pada teknik DCVG ini sebelum memasuki daerah coating defect yang ditunjukkan dengan daerah di luar lingkaran merah, beda potensial yang terbaca pada voltmeter dari data logger akan menunjukkan angka nol. Semakin mendekati coating defect maka beda potensial akan semakin naik dan mencapai nilai maksimum tepat pada bagian dari pipa yang mengalami coating defect . Dan sebaliknya apabila pergerakan menjauhi lokasi yang mengalami coating defect , beda potensial yang terbaca akan turun kembali. Profil dari survey DCVG dengan teknik tegak lurus apabila menemui suatu lokasi yang mengalami coating defect dapat dilihat di gambar 2.7 (b).

VI-9

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

Gambar 2.7 : (a) Posisi Penempatan Elektroda (b) Profil DCVG Tegak Lurus (sumber : EUS, Manual DCVG)

Pada survey DCVG dengan teknik Paralel, posisi dari kedua elektroda standard Cu/CuSO4 segaris dengan centre line dari pipa. Sehingga pergerakan dari data  probe segaris antar  probe yang satu dengan yang lain. Pada metode ini, lokasi dari coating defect ditunjukkan dengan adanya simpangan dari nilai beda potensial, dimana: a) Pada saat pergerakan data  probe mendekati area yang mengalami coating   defect, nilai beda potensial akan meningkat dan bernilai positif.  b) Pada saat data  probe  berada tepat di atas lokasi pipa yang mengalami coating defect , beda potensial yang terbaca di voltmeter adalah nol. c) Pada saat data  probe menjauhi area yang mengalami coating defect , nilai beda  potensial bernilai negatif. Setelah dapat menentukan posisi dari kerusakan coating , maka dapat dilakukan pengukuran tingkat kerusakan dari coating tersebut. Persen kerusakan dari coating menggunakan variabel total potensial dalam satuan mV. Total potensial merupakan perbedaan antara potensial maksimum pada lokasi coating defect dan  potensial tanah yang semakin meningkat akibat k ontribusi sistem Proteksi Katodik terhadap aliran arus ke coating defect . Untuk menentukan Total mV, terlebih dahulu harus diketahui posisi yang pasti dari coating defect , contoh: lokasi dimana bacaan potensial DCVG mencapai maksimum yang diketahui dari survey DCVG sebelumnya.. Kemudian dilakukan  pengukuran potensial DCVG dengan menggerakan data  probe segaris dengan arah tegak lurus dari arah pipa.

VI-10

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

Gambar 2.8. Metode DCVG dengan posisi parallel (sumber : EUS, DCVG Manual)

Pengukuran Total mV dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu : 1. Pengukuran Total mV Satu Halfcell Diam –  Satu Halfcell Bergerak Tempatkan elektroda sebelah kiri yang terhubung dengan kutub negatif dari data logger pada lokasi yang mengalami coating defect . Elektroda sebelah kanan yang terhubung dengan kutub positif dari data logger ditempatkan pada jarak 50 atau 100 cm tegak lurus dari arah pipa. Hasil bacaan potensial DCVG yang terukur merupakan nilai awal Total mV. Lanjutkan pergeseran halfcell positif, dengan halfcell kutub negatif tetap diam di atas jalur pipa, sampai didapat nilai pengukuran terbesar. Apabila dalam pengukuran ada anomaly, atau perubahan nilai potensial secara drastis, maka hentikan pergeseran di tempat dimana nilai pengukuran terbesar diperoleh.  Nilai pengukuran terbesar merupakan Total mV  









2. Pengukuran Total mV Dua Halfcell Bergerak Tempatkan elektroda sebelah kiri yang terhubung dengan kutub negatif dari data logger pada lokasi yang mengalami coating defect . Sedangkan elektroda sebelah kanan yang terhubung dengan kutub positif dari data logger ditempatkan pada jarak 50 atau 100 cm tegak lurus dari arah pipa. Hasil  bacaan potensial DCVG pada pengukuran tersebut merupakan nilai mV maksimum. Nilai potensial tersebut akan menjadi komponen pertama dalam  penentuan Total mV. 

VI-11

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

Selanjutnya pengukuran dilanjutkan secara paralel terhadap arah tegak lurus dari arah pipa kurang lebih tiga atau empat pengukuran sampai didapatkan nilai pengukuran beda potensial terbaca nol. Hasil penjumlahan nilai  –   nilai pengukuran tersebut diatas merupakan Total mV. Perbedaan dari kedua metode ini hanya didasarkan pada kebutuhan teknis. Karena dalam pergeseran dengan alat pengukur DCVG yang memiliki kabel untuk merentang tidak terlau panjang, maka akan digunakan metode Dua Halfcell Bergerak. Kelebihan lainnya adalah metode Dua Halfcell Bergerak dapat dilakukan hanya oleh satu orang. 



Gambar 2.9 (a) dan (b) Ilustrasi Pengukuran Kerusakan Coating (Sumber : Dokumen Presentasi Indocor)

Kemudian setelah mendapatkan variable Total mV , besar kerusakan coating dapat diestimasi dengan persamaan yang menggabungkan antara IR Drop dan Total mV.

VI-12

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

Gambar 2.10 Visualisasi Kerusakan Coating berdasarkan Voltage Gradient  (Sumber : Dokumen Presentasi Indocorr)

 Nilai dari IR drop dari persamaan tersebut di atas, diambil dari pengukuran IR drop pada 2 test point terdekat dari lokasi coating defect (lokasi coating defect berada di antara 2 test point ). Nilai IR drop pada masing  –   masing test point merupakan selisih dari potensial pipa terhadap tanah pada saat CP on dan potensial pipa terhadap tanah pada saat CP off . Apabila hasil pengukuran selisih potensial on/off di kedua test point sama, maka nilai itulah yang digunakan sebagai nilai IR drop. Tetapi apabila dari hasil pengukuran didapatkan nilai selisih potensial yang berbeda diantara kedua test point tersebut, maka nilai selisih potensialnya bisa ditentukan dengan cara ekstrapolasi dari jarak antara test point dengan lokasi coating defect. Ukuran dari coating defect diekspresikan dalam hubungan IR potensial drop dalam tanah dengan adanya aliran proteksi katodik dari arus paksa. Besaran coating defect diekspresikan dalam % IR dengan formula sebagai  berikut:

VI-13

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

Gambar 2.11 Grafik Karakteristik Kerusakan Coating (Sumber : Dokumen Indocorr, 2013)

Keterangan : V1 = Potensial terukur pada test box pertama (mV) V2 = Potensial terukur pada test box kedua (mV) X = Jarak test box atau panjang pipa dari test box pertama (m) dX = Letak atau posisi kebocoran pipa (m) Dari hasil perhitungan % IR, maka dapat diketahui seberapa besar kerusakan coating . Untuk menentukan tingkat kerusakan coating dapat didasarkan sesuai table 2.3 berikut: Tabel 2.3 Tingkat Kerusakan Coating berdasarkan % IR

Klasifikasi Kerusakan Ringan Sedang Berat Parah

% IR 0-15 15-35 35-70 70-100

(Sumber : Dokumen Presentasi Indocor, 2013

VI-14

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat Peralatan-peralatan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu : 1) Simulator Perpipaan 2) Pengukur DCVG 3) Elektroda Standar Cu/CuSO 4 (1 pasang) 4) Voltmeter Digital 5) Transformator 6)  Recifer 7) Kabel 8) Peralatan safety untuk personil ( Helmet, Safety Boot, Google dan Gloves) 3.2 Prosedur Percobaan 3.2.1 Mengoperasikan Proteksi Arus Paksa 1) Menghubungkan Transformator  dengan sumber arus AC 220V 2) Menghubungkan Rectifier  dengan Transformator . 3) Mengatur Set Potensial Proteksi di Angka 4.5V 4) Menyalakan Main Switcher  ke Posisi 1 3.2.2 Pemasangan Alat Ukur DCVG 1) Siapkan dua buah halfcell dan satu buah multimeter. 2) Sambungkan kabel dari masing-masing halfcell kepada multimeter. 3.2.3 Mencari Nilai Overline (OL/RE) dan Tititk Kerusakan Coating   Pipa 1) Telusuri daerah yang diduga terdapat kerusakan coating   pada pipa dengan melihat data pengukuran CIPS . 2) Tancapkan kedua buah halfcell diantara pipa sampai menemukan nilai 0 mV di multimeter. 3) Titik kerusakan coating pipa terdapat ditengah jarak halfcell . 3.2.4 Mencari Nilai Remote Ear th  1) Tancapkan satu halfcell  pada titik kerusakan pipa. 2) Tancapkan satu halfcell lainnya tegak lurus dengan pipa. 3) Catat nilai yang terbaca oleh multimeter sampai terjadi perubahan yang tidak signifikan.

VI-15

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

BAB IV LANGKAH PENGOLAHAN DATA

VI-16

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

DAFTAR PUSTAKA

Jones, D.A. Principles And Prevention of  Corrosion-2 ndEdition, Prentice Hall, Singapore,1997. Bariyyah, Mariana, Analisa Risiko Pipa Transmisi gas Onshore Di Sumatera, Universitas Indonesia, Depok, 2012 . Peabody, A.W., Control of  Pipeline Corrosion  –  2ndEdition, Houston,  NACE International, 2001. Parker, Marshall E., Peattie, Edward G., Pipeline Corrosion and Cathodic Protection, Gulf Professional Publishing, Burlington MA. Engineers  NAoC.  NACE SP0169. Control of  External Corrosion on Underground or Submerged Metallic Piping System 2007. Engineers  NAoC.  NACE SP0207. Performing Close Interval Potential Survey and DC Surface Potential Gradient Surveys on Buried or Submerged Metallic Piping System 2007.

VI-17

Jobsheet Prakti kum D ir ect Curr ent Vol tage Gradient (DCV G)

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF