Modul 1 - Patologi Hidung
May 8, 2018 | Author: Eduard Syaiful | Category: N/A
Short Description
,...
Description
Rino Rino yang yang Seri Sering ng Bers Bersin in Rino tidak kuliah hari ini. Kepalanya terasa sakit di dahi seperti di tusuk-tusuk sejak seminggu yang lalu terutama ketika menunduk atau atau posisi sujud. Pipinya Pipinya terasa berat. Sebagai mahasiswa kedokteran, Rino memperkirakan bahwa sakitnya sakitnya ini ini ada hubungan hubungannya nya dengan dengan bersin-bersi bersin-bersin n yang sering diderita sejak kecil. Apalagi kecil. Apalagi dua tahun ini ini sering kambuh sejak ia kuliah dan tinggal di rumah kost. Bila sedang kambuh, Rino selalu bersin-bersin bersin-bersin,, beringus beringus yang encer dan bening, mata dan hidung terasa gatal. Rino memang memiliki memiliki saudara kandung dan orang tuanya tuanya yang memiliki keluhan keluhan yang sama dengan dirinya. Kepala Kepala Rino semakin bertambah sakit ketika sakit ketika ingat bahwa kuliah hari ini tentang penatalaksanaan epistaksis yang akan diujikan pada UAB pe kan depan. Terms Semi Seming nggu gu lalu lalu : Ketika Ketika menunduk, posisi sujud sujud Kepala Kepala sakit di dahi, dahi, ditusuk-tu ditusuk-tusuk suk Pipi terasa terasa berat berat Sejak Sejak kecil kecil : Bersin-bersin Ingus Ingus encer, encer, bening bening Mata, Mata, hidung hidung gatal gatal Anatomi dasar Anatomi permukaan Terbentang mulai dari radix nasal sampai nares anterior Dibentuk oleh tulang rawan dan tulang cranii Nares anterior sebagai lubang hidung utama berjalan melewati cavitas nasi menuju nares posterior (coana) Cavitas nasi dexter-sinister dipisahkan oleh septum nasi Septum nasi dibentuk oleh 3 tulang rawan : Cartilago septum nasi Lamina perpendicularis ossis ethmoidales Vomer (menghubungkan keduanya) Sinus paranasales Sinus Sinus nasale nasales s fronta frontalis lis Agak superior dari margo superior dinding medial orbita orbita N.supraorbitalis (dahi dan kulit kepala) Bermuara ke meatus medius melalui infundibulum nasales Sinus nasales ethmoidales Tepat di medial dinding medial orbita Bermuara ke meatus medius melalui : Bagian anterior Infundibulum Bagian medius Bulla ethmoidales Bagian posterior bermuara ke meatus nasales superior Sinus nasales sphenoidales Tepat di medial dinding medial orbita orbita agak dorsal ke dalam Bermuara ke recessus sphenoethmoidales Sinus nasales maxillaris Dinding anterior maxilla margo inferior orbita N.infraorbitalis Bermuara ke meatus nasales medius medius melalui hiatus semilunaris semilunaris Daerah yg sering terinfeksi : apertura (hiatus semilunaris) semilunaris) menuju meatus meatus medius sempit, mudah tersumbat dan meradang Cavitas nasal Batas-batasn Batas-batasnya ya dibentuk dibentuk oleh ossa cranii menjadi menjadi struktur struktur concha, setiap bawah concha terdapat terdapat meatus meatus nasales Recessus sphenoethmoidales : muara sinus phenoidales Concha nasales superior Meatus nasales superior Concha nasale nasales s medius medius Meatus nasales medius
Concha nasales inferior Meatus nasales inferior : muara ductus nasolacrimales Vascular A.ethmoidales anterior-posterior A.palatina major A.labialis superior Ketiga arteri diatas membentuk anastomosis bersama di cavitas nasi : plexus kiesselbach Fisiologi dasar Mukosa hidung Jaringan cavernosa erectil yang mudah mengembang dan mengempis (saraf otonom) Kaya vaskularisasi yang bermuara ke plexus nasales 2 macam mukosa hidung 1/3 superior : mucosa olfactoria Batang berlapis semu tidak bersilia Dibentuk 3 macam sel epitel : sel penunjang, sel basal, sel reseptor penghidu 2/3 inferior : mucosa respiratoria Batang berlapis semu bersilia Terdapat sel goblet pensekresi mukus Menangkap dan menyaring udara yang masuk, membawa debris udara menuju phar ynx untuk ditelan Sistem transpor mukosilier Pertahanan aktif rongga hidung terhadap antigen Membrana mukosa mensekresikan IgG, IgM, albumin, faktor komplemen. Serosa : IgA, lisozim, laktoferin, inhibitor lekoprotease secretoric IgA : mengikat antigen pada lumen respiratori untuk dibuang IgG : respon peradangan jika terpajan bakteri Masing-masing sinus paranasales memiliki membrana mukosa yang mensekretkan mukus Sekret sinus frontal + maksila + etmoid anterior bergabung di infundibulum menuju meatus inferior, masuk ke nasopharynx melalui anteroinferior tuba eustachius Sekret sinus sphenoid + etmoid posterior bergabung di recessus sphenoethmoid, masuk ke nasopharnyx melalui posteriosuperior tuba eustachius Sekret ethmoid posterior langsung ke inferior tuba eustachius Fungsi sinus paranasales Fungsi respirasi Menghangatkan udara : udara masuk melalui nares anterior bergerak menuju meatus medius turun ke meatus inferior Menyaring udara yang masuk melalui vibrissae vestibulum nasi, silia, palut lendir (mukus) Partikel debu dibuang melalui bersin Fungsi penghidu Merasakan bau tertentu melalui 1/3 superior cavitas nasi dengan cara menarik napas dalam Fungsi fonetik Sinus paranasales sebagau rongga udara resonansi : membantu berbicara dan menyanyi Sumbatan mengurangi resonansi : suara se ngau (rinolalia) Konsonan nasal : m, n, ng pada saat mulut tertutup dan rongga hidung terbuka Fungsi statik-mekanik Meringankan beban kepala, proteksi trauma, pelindung panas Refleks nasal Infeksi mukosa hidung - refleks bersin, napas terhenti Rangsang bau - sekresi liur, enzim pankreas, lambung 1. Mahasiswa mampu menjelaskan pembagian, faktor resiko, patofisiologi,penegakan diagnosis, manifestasi klinis dan penatalaksanaan infeksi hidung luar 2. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai etiologi, patofisiologi, patogenesis, manifestasi klinis, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan rhinitis Macam rhinitis Rinitis non-infeksi Alergi Vasomotor Medikamentosa
Rinitis infeksi Akut Simpleks Influenza Kronik Hipertrofikans Atrofikans (ozaena) Sicca Spesifik Difteri Sifilis Tuberkulosa Jamur Rhinitis alergi Definisi Penyakit inflamasi yang disebabkan reaksi hipersensitivitas tipe I : terjadi paparan ulangan terhadap alergen yang sama disertai pelepasan mediator kimiawi inflamasi Kelainan pada hidung dengan gejala bersin, rinnorea, gatal dan tersumbat setelah terpapar alergen (diperantarai IgE) Klasifikasi Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) Terjadi di negara 4 musim Alergen penyebab spesifik : pollen (tepung sari) dan spora jamur Polinosis atau rino konjungtivis : hidung mata merah, gatal, larimasi (berair) Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Timbul secara intermiten (kadang-kadang) atau terus-menerus (persisten) Timbul tanpa mengenal musim Disebabkan oleh alergen inhalan (paling utama), ingestan (kebanyakan pada anak-anak) Etiologi Rhinitis yang disebabkan karena adanya proses peradangan yang diperantarai oleh reaksi alergi tipe 1 (anafilaksis) Patofisiologi Alergen yang masuk ke dalam vaskular kemudian ditangkap oleh fagosit Fagosit memproses dan mengolahnya, kemudian dipresentasikan oleh sel T helper di permukaannya Sel T helper yang mengandung antigen ini akan merangsang sel B aktif mensekretkan IgE lewat induksi sitokin IgE akan menempel pada sel mast, basofil dan eosinofil yang mempunyai reseptor Fce Ketika terdapat antigen yang sama terpajan, maka antigen tersebut akan ditangkap oleh IgE sehingga terbentuk kompleks IgE-antigen dalam permukaan sel mast, basofil dan eosinofil Terjadi degranulasi sel mast, basofil dan eosinofil, granul mengeluarkan mediator kimiawi (histamin, serotinin, prostaglandin) sebagai gejala Anamnesis Rinore encer, banyak Bersin patologis (berulang lebih dari 5x serangan) Hidung gatal, tersumbat Mata gatal, lakrimasi berlebihan Allergic shiner Bayangan gelap kehitaman melintang di bawah mata akibat stasis vena sekunder karena obstruksi hidung Tepat di lipatan pertama kulit infraorbita Allergic salute Perilaku suka menggosok-gosok hidung karena gatal Allergic crease Garis melintang 1/3 dorsum hidung, marking karena adanya allergic salute Gambaran orang seperti mabuk Terdapat satu atau lebih alergen yang menjadi penyebab serangan berulang Riwayat alergi dalam keluarga Sering terpapar oleh penyebab serangan (ada pada lingkungan dengan alergen) Pemeriksaan fisik RA (rinoskopi anterior) : mukosa edema, basah, pucat atau livid, sekret encer banyak
Sklera dan konjungtiva memerah Daerah gelap periorbita (allergic shiner) Lipatan infraorbita (dennie-morgan infraorbital) Geographic tongue pada anak-anak : daerah tertentu pada lidah yang dapat dibedakan dgn da erah lainnya Pemeriksaan penunjang In vitro Hitung eosinofil atau basofil : eosinofil normal atau meningkat, basofil +5 sel/lap pandang (alergi makanan), ada sel PMN (infeksi bakteri) Pemeriksaan IgE spesifik (RAST : radioimmuno sorbent test atau ELISA : enzyme linked immune sorbent assay test) : mengalami peningkatan dari normal In vivo Skin end-point titration (SET) Penyuntikan alergen inhalan pada kulit Penyebab dan erajat alergi, dosis inisiasi dapat diketahui Intracutaneus Provocative dilutional food test (IPDFT) Penyuntikan alergen ingestan Diet eliminasi dan provokasi (challenge test) Sebagai gold standard Alergen ingestan lenyap dalam tubuh selama 5 hari (gejala mulai menghilang) Diberikan opsi prevensi terhadap alergen ingestan yang tidak diberikan selama 5 hari berturut Dilihat efek pada gejala utama yang semakin menurun Penatalaksanaan Preventif Menghindari alergen penyebab serangan Medikamentosa Antihistamin, AH1 oral single dose (mengurangi sekresi mukus, mengurangi permeabilitas kapiler) atau combined dengan dekongestan oral (vasokonstriksi arteriol darah, agonis selektif reseptor a2 epinefrin) Kortikosteroid topikal (beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason) Sediaan Antihistamin Loratadine tab 10 mg/hari 1x sehari (baik sebelum-sesudah makan) Citirizine HCl tab 10 mg/hari 1x sehari (baik sebelum-sesudah makan) Dipakai 4-8 minggu Dekongestan topikal Fluticasone, oxymetazoline. nasal spray 27.5 mcg/spray x 120 spray. 1x sehari 2x semprot cavum nasi dextra et sinistra Dipakai 3-5 hari Dekongestan oral Pseudoephedrine tab 30 mg/hari 1x sehari (baik sebelum-sesudah makan) Dipakai 3-5 hari Kortikosteroid oral Triamcinolon, methylprednisolone tab 4-48 mg/hari 1x sehari (sesudah makan) Dipakai 3-5 hari Operatif Konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior) Konkoplasti (multiple outfractured, inferior turbinoplasty) : jika k onka inferior hipertorfi meskipun dikauterisasi dgn AgNO3 25persen Imunoterapi Pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan IgE Diberikan secara intradermal dan sublingual Komplikasi Polip hidung Otitis media efusi Sinusitis paranasales Rhinitis vasomotor Etiologi
Rhinitis dengan keadaan idiopatik, tanpa adanya infeksi alergen, perubahan hormonal, atau pajanan obat Neurogenik Serabut saraf parasimpatis (n.vidianus : vasodilatasi dan peningkatan sekresi hidung) dan simpatis (vasokontriksi dan penurunan sekresi hidung) yang tidak seimbang Normal : simpatis lebih dominan d ibanding parasimpatis Vasomotor rhinitis : parasimpatis lebih dominan dibanding simpatis - kongesti nasal akibat sekret mukus berlebih Neuropeptida Hipereaktifitas hidung karena peningkatan sensitivitas saraf sensoris C Saraf sensoris C memicu pelepasan neuropeptida yang meningkatkan permeabilitas vaskular dan sekresi kelenjar Nitrit oksida NO menyebabkan rusaknya lapisal epitel hidung (nekrosis) - rangsangan nonspesifik mudah berpengaruh Trauma Komplikasi jangka panjang trauma hidung akibat neuropeptida dan/atau neurogenik Anamnesis Dicetuskan oleh rangsangan non-spesifik Hidung tersumbat bergantian kanan-kiri (brgantung posisi) Rinore mukoid atau serosa Bersin jarang, tidak gatal Jarang disertai dengan gejala pada mata (-lakrimasi -gatal mata) Memburuk pada pagi hari (atau pada perubahan suhu ekstrem) Pemeriksaan fisik RA : edema mukosa hidung, konka merah tua, gelap, pucat, permukaan konka lincin atau berbenjol-benjol, sekret mukoid sedikit Pemeriksaan penunjang In vitro atau in vivo tes sama dengan allergic rhinitis, semua hasil negatif Tes cukil kulit negatif terjadap antigen IgE serum normal dan tidak meningkat Eosinofil rongga hidung ditemui sangat sedikit Penatalaksanaan Hindari penyebab Pengobatan simptomatis : dekongestan oral, cuci hidung garam fisiolofis, kauterisasi jika hipertrofi konka dengan AgNO3 25persen, kortikosteroid topikal, tidak diberikan AH Operasi (bedah-beku, elektrokauter, konkotomi parsial konka inferior) Neurektomi N.vidianus Rhinitis medikamentosa Etiologi Riwayat pemakaian obat topikal vasokonstriktor golongan s impatomimetik (misal : tetes hidung atau semprot hidung) dalam waktu lama Patofisiologi Topikal vasokonstriktor menyebabkan dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriksi Keadaan dilatasi berulang menyebabkan pasien merasa nyaman untuk menggunakannya lagi Vasokonstriksi-vasodilatasi fluktuatif menyebabkan obstruksi hidung Kadar reseptor a-adrenergik tinggi di mukosa hidung Reseptor menjadi tidak sensitif, aktivitas vasokonstriksi arteriol berkurang, terjadi kongesti mukosa hidung (rebound congestion) Anamnesis Riwayat penggunaan obat topikal vasokonstriktor golongan simpatomimetik (semprot hidung atau tetes hidung) : sebaiknya penggunaan tidak lebih dari 1 minggu Hidung tersumbat terus-menerus, berair Pemeriksaan fisik RA : edema/hipertrofi konka, sekret hidung b erlebih Pemeriksaan penunjang Pengujian dengan tampon adrenalin : edema konka tidak berkurang Penatalaksanaan Hentikan penggunaan obat -rebound congestion : kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dengan tappering -off Mengembalikan fisiologik mukosa hidung (-reseptor a-adrenergik) : kortikosteroid topikal
Dekongestan oral (biasa dgn pseudoefedrin) Rhinitis sicca Etiologi Lingkungan berdebu, suhu tinggi (panas), kering (lingkungan xerosa : sangat kering menghambat pembentukan mukus) Riwayat konsumsi alkohol Riwayat penderita anemia Malnutrisi, gizi buruk (sosial-ekonomi rendah) Anamnesis Iritasi, hidung sangat kering Kadang-kadang epistaksis Lingkungan berdebu, panas, sangat kering Riwayat penderita anemia, peminum alkohol, gizi buruk Biasanya ditemukan pada orangtua Pemeriksaan fisik RA : mukosa hidung kering pada septum anterior dan konka inferior Krusta (mukus yang sudah menjadi kerak) sedikit atau tidak ada Pemeriksaan penunjang Apusan hidung, radiografi, CT Scan Penatalaksanaan Tergantung pd penyakit sistemik yang menyebabkannya Obat cuci hidung, NaCl 25persen Iodine oral (merangsang sekresi mukus) Obat tetes hidung dihindari pemakaiannya Rhinitis atrofikans (ozaena) Etiologi Infeksi hidung kronik ditandai dengan adanya atrofi progresif mukosa hidung dan tulang konka Infeksi oleh kuman spesifik (klebsiella ozaena : sering, stafilokokus, streptokokus, pseudomonas aeruginosa) Defisiensi Fe Defisiensi vit.A Sinusinitis kronik Kelainan hormonal Penyakit kolagen dalam penyakit autoimun Kombinasi beberapa faktor penyebab Anamnesis Nafas berbau (pasien tidak merasakan, orang lain merasakan) Mukus hiposmia atau anosmia (persepsi pasien) Krusta hijau (mukus kental dan cepat kering) Hidung tersumbat Sakit kepala Gangguan penghidu Biasa terjadi pada wanita usia muda, 35 tahun atau masa pubertas Pemeriksaan fisik RA : atrofi progresif mukosa hidung dan tulang konka (media dan inferior) - rongga hidung sangat lapang Sekret kental, purulen (kadang disertai nanah) dan cepat mengering (membentuk krusta hijau berbau busuk) Pemeriksaan penunjang Histopatologis Biopsi mukosa konka media Metaplasia epitel toraks (batang) bersilia menjadi epitel ku boid atau epitel gepeng berlapis Silia menghilang Submukosa menipis Kelenjar berdegenerasi atau atrofi Mikrobiologik dan uji resistensi kuman Klabsiella ozaena, stafilokokus, streptokokus, pseudomonas aeruginosa CT Scan sinus paranasal Pemeriksaan darah tepi Fe serum
Penatalaksanaan Pengobatan konservatif Antibiotik spektrum luas sesuai uji resistensi kuman Obat cuci hidung garam hipertonik (untuk menghilangkan bau busuk krusta hijau) Obat tetes hidung setelah krusta diangkat diberikan glukosa 25persen dalam gliserin Vit. A 3x50.000 unit Preparat Fe Pengobatan operatif Operasi penutupan lubang hidung Operasi penyempitan lubang hidung dengan implantasi atau osteoperiosteal BSEF (bedah sinus endoskopi fungsional) - angkat sekat-sekat yang mengalami osteomielitis Rhinitis tuberculosis Etiologi Keadaan infeksi tuberkulosa ekstra pulmoner Anamnesis Riwayat TBC pulmoner Hidung tersumbat Pemeriksaan fisik Noduler atau ulkus pada kartilago septum nasi atau sinus paranasal - dapat mengalami perforasi septum Sekret mukopurulen (disertai nanah, darah) dan membentuk krusta Jaringan granulasi pada vestibulum atau septum nasi Pemeriksaan penunjang Terdapat BTA (basil tahan asam) pada sekret/krusta hidung Histopatologik : ditemukan sel datia langerhans dan limfositosis (limfosit meninggi) Penatalaksanaan Obat anti TB Obat cuci hidung Elektrokauter - mengatasi jaringan granulasi pada vestibulum dan septum nasi Rhinitis difteri Etiologi Rhinitis infeksi kronik karena infeksi corynebacterium diphteriae pada hidung (primer) atau tenggorok (sekunder) Anamnesis Riwayat imunisasi tidak lengkap, biasa terjadi pada anak-anak Demam tinggi Toksemia limfadenitis Paralisis otot pernapasan Ingus bercampur darah (purulen) Pemeriksaan fisik Pseudomembran putih mudah berdarah Krusta coklat di nares anterior dan cavum nasi Pemeriksaan penunjang Mikrobiologik : ada-tidaknya kuman corynebacterium diphteriae pada sekret hidung (primer) atau tenggorok (sekunder) Penatalaksanaan Pasien diisolasi dari lingkungan luar sampai pemeriksaan kuman (-) ADS (anti difteri serum) Obat tetes hidung Penisilin (IM/lokal) Rhinitis sifilis Etiologi Rhinitis kronis karena infeksi bakteri treponema pallidum Anamnesis Gejala serupa dengan rinitis akut lainnya Hidung kering, panas, gatal Bersin berulang Hidung tersumbat
Ingus kental Demam Nyeri kepala Pemeriksaan fisik RA : bercak/bintik pada mukosa Gumma/ulkus pada septum nasi yang dapat menyebabkan perforasi septum Sekret mukopurulen berbentuk krusta Pemeriksaan penunjang Mikrobiologik : ada-tidaknya kuman treponema pallidum pada mukus Histopatologik : biopsi septum nasal atau tulang konka Penatalaksanaan Penisilin obat cuci hidung Pembersihan krusta rutin 3. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai etiologi, patofisiologi, patogenesis, manifestasi klinis, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan sinusitis Definisi Penyakit inflamasi mukosa sinus paranasal Biasanya dipicu oleh rinitis (rinosinusitis) Sinus tersering : sinusitis maxilla (antrum highmore) dan sinusitis ethmoidal Multisinusitis : inflamasi pada beberapa sinus Pansinusitis : inflamasi pada seluruh sinus Etiologi faktor predisposis ISPA akibat virus Rinitis alergi Rinitis hormonal ibu hamil Polip hidung Deviasi septum nasi Hipertrofi konka Sumbatan KOM (kompleks osteomeatus) Anak-anak : hipertrofi adenoid - foto polos leher lateral Patofisiologi Patensi, klirens mukosiliar dalam KOM terganggu Mukus sebagai agen antimikrobial Pembentuk KOM mengalami edema - mukosa berhadapan, saling bertemu - silia tidak dapat bergerak otium sinus tersumbat - transudasi (tekanan negatif rongga sinus membuat produksi mukus mengalir ke arah sinus, tekanan tidak seimbang) - rinosinusitis non-bacterial Sekret terakumulasi dalam sinus - media pertumb.bakteri - rinosinusitis akut bakterial - pemberian antibiotik oral Bakteri yang menyerang kebanyakan bakteri gram negatif anaerob : strept.pneumonia, HIV-1, moraxella cattarrhalis Klasifikasi Sinusitis akut Kurang dari 8 minggu Kurang dari 4 minggu Sinusitis subakut 4 minggu - 3 bulan Sinusitis kronik Lebih dari 8 minggu Lebih dari 3 bulan Anamnesis Gejala Hidung tersumbat Nyeri tekan pada daerah sinus nasales Ingus purulen (kental) mengalami post nasal drip (turun tertelan ke tenggorokan) Sinusitis maksila : nyeri pipi Sinusitis ethmoidal : nyeri di antara, atau di belakang kedua bola mata Sinusitis frontal : dahi dan seluruh kepala Sinusitis sphenoidal : verteks, mastoid, oksipital, belakang bola mata Hiposamia/anosmia (dengan atau tanpa bau ingus) Halitosis (napas tidak sedap)
Rinolalia (sengau) Kronis : sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, telingan (sumbatan eustachius), sino-bronkitis Pemeriksaan fisik Rinoskopi ant-post : sangat dianjurkan untuk pemeriksaan dini Pus di meatus medius (sinusitis frontal, maxilla, ethmoidal anterior, media) atau di meatus superior (sinusitis spehnoidal, ethmoidal posterior) Mukosa meatus edema dan hiperemisis (pada anak-anak) CT scan sinus : dianjurkan ketika pengobatan tidak berhasil (sinusitis kronik), persiapan tindak bedah Melihat kondisi sinus besar (maxilla, frontal) dan perluasannya, penebalan mukosa, batas udara cairan (air fluid level) Transiluminasi sinus : jarang digunakan, terbatas Sinus yang terinfeksi terlihat suram atau gelap Mikrobiologis dan tes resistensi Ambilan sekret dari meatus medius atau superior atau pungsi sinus maksila (dianjurkan namun mahal) Sekret dianalisis untuk menentukan antibiotik apa yang paling sesuai dari bakteri yang menginvasi Sinuskopi (dengan endoskopi) Pungsi dari meatus inferior menembus dinding medial sinus maxilla Dilanjutkan dengan tahapan irigasi sinus untuk terapi Penatalaksanaan Farmakologik Membuka sumbatan di KOM - drainase dan ventilasi sinus pulih secara alami AB : penicillin (amoxicillin), apabila telah resisten diberi sefalosporin gen-2 atau amoxicillin-clavulanat (AB diberikan 10-14 hari meski gejala klinis hilang) AB spekt.luas : amoxicillin kapl. Dewasa : 250-500 mg tiap 8 jam, 3x sehari. Anak : 20 mg/kgBB/hari dosis bagi 3x sehari (diberikan bersama makanan untuk hasil maksimal, sebelum-sesudah makan) Dekongestan oral : mengurangi edema mukosa - membuka sumbatan ostium sinus Bila diperlukan : analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, obat cuci hidung NaCl AH tidak diberikan, berefek antikolinergik menyebabkan mukus lebih kental Terapi tambahan : proetz displacement Alergi berat : imunoterapi +IgG -IgE Operasi BSEF (bedah sinus endoskopi fungsional) Indikasi : sinusitis kronis tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronis dgn kista, polip Komplikasi Kelainan orbita Sinusitis etmoid (paling sering), frontal, maksila Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis (radang vena akibat pembentukan trombus) dan perkontinuitatum Selulitis orbita (peradangan jar.lunak disertai eksudat encer, dapat menjadi ulserasi dan abses), edema palpebra, abses orbita Kelainan intrakranial Meningitis, abses ekstradural-subdural, abses otak, trombosis sinus kavernosus Osteomielitis, abses subperiostial Sinusitis frontal anak-anak - timbul fistula oroantral atau fistula pipi Kelainan paru Kelainan sinus paranasal ditambah dengan asma bronkial Asma bronkial sulit disembuhkan sebelum sinusitis disembuhkan 4. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai etiologi, patofisiologi, patogenesis, manifestasi klinis, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan epiktaksis Definisi Perdarahan pada pembuluh darah hidung yang disebabkan karena pengaruh kelainan lokal ataupun sistemik Etiologi Gangguan hormonal
Wanita hamil, menopause Infeksi lokal Infeksi hidung : sinusitis atau rinitis Infeksi sistemik Demam berdarah, tifoid, influenza, morbili Kelainan pembuluh darah Lebar namun tipis, jar.ikat dan sel penyusun sedikit Kelainan darah Leukimia, trombositopenia, anemia, hemofilia Kelainan kongenital Von willenbrand, hereditary hemorrhagic teleangiectasis osler-rendu-weber disease Penyakit kardiovaskular Arteriosklerosis, nefritis kronis, sirosis hepatis, DM Perubahan udara atau tekanan atmosfer Cuaca ekstrim sangat dingin-panas Trauma Ringan : korek hidung, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu kuat, benturan ringan Berat : kecelakaan, dipukul, jatuh Tumor Hemangioma, karsinoma, angiofibroma Klasifikasi Berdasarkan letak terjadinya perdarahan epistaksis Epistaksis anterior Plexus kisselbach di septum bag.anterior A.ethmoidales anterior Mukosa hiperemisis karena trauma lokal Biasanya self-limitating Epistaksis posterior Plexus kisselbach di septum bag.posterior A.ethmoidales posterior atau A.sphenopalatina Karena stress sistemik : hipertensi, arteriosklerosis Jarang dapat berhenti sendiri Penatalaksanaan Perbaiki keadaan umum TD, frekuensi nafas, nadi Perlu diberikan infus sementara bila terjadi kelainan Perlu dibersihkan atau dihisap jika jalan napas tersumbat darah atau bekuannya Pasien dalam kondisi duduk tegak, apabila terlalu lemah 1/2 duduk atau berbaring, kepala agak ditegakkan Pasien anak : duduk dipangku, badan-tangan dipeluk oleh pendamping, kepala dipegangi agar tidak bergerak Biarkan darah mengalir keluar agar dapat dimonitor Jangan sampai darah turun ke sal.napas bawah Cari sumber perdarahan Untuk membersihkan hidung dari darah dan bekuannya dengan alat penghisap jika perlu Pasang tampon sementara Kapas dibasahi adrenalin 1/5000-1/10000 + pantocain/lidocain 2persen Kapas tsb dimasukkan ke dalam rongga hidung (sisi yang terkena perdarahan) untuk mengurangi perdarahan dan rasa nyeri Hentikan perdarahan Perdarahan anterior Plexus kisselbach septum bag.depan Menekan hidung dari luar 5-10 menit Sumber perdarahan dikaustik : AgNO3 25-30persen, setelahnya diberi krim antibiotik Pasang tampon anterior Kapas atau kasa berpelumas vaselin atau sale antibiotik : agar mudah dimasukkan atau dicabut 2-4 buah disusun teratur, menekan daerah perdarahan Dipertahankan 2 hari kemudian dikeluarkan untuk mencegah infeksi 2 hari tsb digunakan untuk pemeriksaan penunjang mencari faktor penyebab Perdarahan posterior
Plexus kisselbach septum bag.depan : sulit dicari dengan rinoskopi anterior Tidak dapat langsung dihentikan dengan cara menekannya dari luar Pasang tampon posterior : tampon bellocq Substansi sama dengan tampon anterior, bentuk kubus atau bulat dengan diameter 3 cm (lebih besar) Tampon diikat dengan 2 benang pada satu sisi dan 1 benang pada sisi lainnya Dimasukkan dengan bantuan kateter karet Kateter dimasukkan dari rongga hidung ke dalam rongga mulut melewati orofaring Kateter di ujung mulut diikatkan tampon Kateter di ujung rongga hidung ditarik hingga tampon dari rongga mulut melewati palatum mole masuk ke nasofaring 2 benang di ujung hidung diikat gulungan kain kasa di depan nares anterior 1 benang di ujung mulut pasien dilekatkan pada pipi pasien Cari faktor penyebab Faktor penyebab dicari untuk kemudian dilakukan intervensi agar tidak kembali berulang Pemeriksaan lab darah lengkap : gula darah, hemostasis Pemeriksaan fungsi hepar, ginjal Pemeriksaan foto polos atau CT scan sinus bila dicurigai ada sinusitis 5. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai etiologi, patofisiologi, patogenesis, manifestasi klinis, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan polip hidung Definisi Massa lunak di rongga hidung, mengandung banyak cairan berwarna putih keabuan akibat inflamasi mukosa Etiologi Dapat idiopatik Diduga karena adanya rinitis alergi Patogenesis Teori bernstein Turbulensi aliran udara di daerah sempit kompleks osteomeatus berlebih - re-epitelisasi kelenjar baru penghasil mukus - retensi Na+ diikuti air - terbentuk polip Teori lain Ketidakseimbangan saraf vasomotor - permeabilitas kapiler meningkat - pelepasan mediator radang - edema dan kemudian polip Makroskopis Licin, bulat atau lonjong, lobular (tunggal-multipel) Putih keabuan, agak bening Tidak sensitif (tidak sakit bila disentuh) Peradangan berlanjut - merah - kuning (menahun) banyaknya jar.ikat Terjadi di kompleks osteomeatus : meatus medius dan sinus ethmoid Polip koana : tumbuh ke arah belakang membesar di nasofaring Polip anto-koana : polip koana yg asalnya dari meatus medius Mikroskopis Epitel bertingkat semu bersilia Limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil, makrofag Mukosa mengandung sel goblet Polip kronik menyebabkan metaplasia epitel menjadi epitel transisional, gepeng, atau kuboid tanpa keratinisasi 2 tipe berdasar jenis sel radangnya : polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik Diagnosis Anamnesis Primer : Hidung tersumbat (ringan-berat, rinorea:sekresi mukus hidung jernih, pirulen, hiposmia:sedikit berbau, anosmia:tidak berbau) Bersin-bersin Rasa nyeri hidung Sakit kepala frontal Sekunder : Bernapas di mulut, suara sengau (rinolalia), halitosis:bau napas tdk sedap, gangguan tidur -kualitas hidup
Pemeriksaan fisik Pelebaran batang hidung (mekar) - deformitas hidung luar Rinoskopi : massa lunak pucat pada osteomeatus (meatus medius) dapat digerakan Stadium 1 : berupa edema mukosa Stadium 2 : polip terbentuk, belum memenuhi rongga hidung Stadium 3 : polip memenuhi rongga hidung Pemeriksaan penunjang Naso-endoskopi Polip stadium 1,2 dan polip koanal kadang tidak terlihat pada rinoskopi ant, perlu nasoendoskopi Radiologi Indikasi : polip dengan komplikasi sinusitis, polip yang tdk sembuh pada medikamentosa (perlu bedah endoskopi) Penatalaksanaan Tujuan : menghilangkan keluhan, mencegah komplikasi, mencegah rekarensi polip Obat anti inflamasi : OAINS, kortikosteroid Kortikosteroid berespon baik trhdp polip tipe eosinolifik dibanding neutrofilik Medikamentosa tidak cukup, perlu bedah : polipektomi, etmoidektomi ekstranasal (apabila berupa polip ethmoidal) dengan BSEF (bedah sinus endoskopi fungsional) 6. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai farmakoterapi pada rhinitis, epiktaksis dan sinusitis Histamin Reseptor Kerja histamin bergantung pada fungsi sel dan rasio reseptor histamin yang bekerja H1:H2:H3 Afinitas histamin terhadap reseptor H1 paling kuat Histamin 1 (H1) Kontraksi otot polos (misal:bronkokonstriksi) +permeabilitas pembuluh darah menyebabkan mobilisasi sel radang semakin mudah Sekresi mukus sel goblet mukosa Neurotransmitter SSP +cGMP (cyclic guanosine monophosphate) Antagonis H2 terutama -vasodilatasi -flushing +cGMP -cAMP Histamin 2 (H2) Sekresi asam lambung Vasodilatasi otot polos (misal:bronkodilatasi), flushing +cAMP -cGMP Histamin 3 (H3) -saraf kolinergik-nonkolinergik +saluran napas Antagonis histamin 1 : -bronkokonstriksi +bronkodilatasi Efek fisiologis Kardiovaskular Dilatasi kapiler H2 : arteriol dan venula berdilatasi akibatnya terjadi kemerahan, rasa panas (flushing) - berefek panjang H1 : efek vasodilatasi otot polos cepat timbul dan c epat hilang -tekanan darah -resistensi perifer Permeabilitas kapiler Efek sekunder pemb.darah kecil Efek histamin pada reseptor H1 Protein dan cairan plasma mudah keluar ke ruang ekstrasel - mudah terjadi edema Triple response Respon penyuntikan histamin setelah bbrapa detik : Bercak merah muncul pada bbrapa mm titik suntik (vasodilatasi kapiler) Flare : kemerahan lebih terang, bentuk tidak teratur, menyebar 1-3 cm (dilatasi arteriol dekat refleks akson) Wheal : edema pada daerah bercak merah awal (1-2 menit setelah injeksi) Tekanan darah Efek vasodilatasi arteriol dan kapiler menurunkan resistensi perifer terhadap darah - volume darah meningkat - tekanan darah turun - dapat terjadi hipotensi Eksokrin
Meninggikan sekresi kelenjar liur, pankreas, bronkial, air mata Sifatnya lemah dan tidak menetap Ujung saraf sensoris Nyeri, gatal, flare timbul karena refleks akson ujung saraf yang terlalu aktif Antihistamin AH1 reseptor inhibitor Farmakodinamik Antagonis terhadap histamin reseptor 1 Otot polos : dilatasi otot polos (pemb.darah, usus, bronkus) Permeabilitas kapiler : -permeabilitas -mobilisasi cairan ekstrasel -edema Reaksi anafilaksis dan alergi : menghambat reaksi alergi yang disebabkan oleh dikeluarkannya histamin sebagai efek imunologis Kelenjar eksokrin : -sekresi saliva, lakrimal, mukosa hidung +sekresi asam lambung (adverse effect) Sistem kardio : vasodilatasi pembuluh darah besar -resistensi +volume darah -tekanan darah Efek samping Efek sedasi : letargis, lelah, penat, mata kabur, diplopia, mudah mengantuk Vertigo, tinitus, inkoordinasi, tremor Pengurangan nafsu makan, mual, muntah, keluhan epigastrium, konstipasi Keluhan GI berkurang jika diberikan secara oral bersama makanan Caution Sebaiknya tidak digunakan pada individu yang sedang memerlukan konsentrasi tinggi (misal:supir) Tidak digunakan bersama dengan alkohol atau hipnotik sedatif (phenobarbital) karena meningkatkan efek aditif (ketagihan) Indikasi Menghilangkan bersin, rinorhea, gatal mata, hidung dan tenggorok (khususnya pada seasonal hay fever) Bekerja langsung menghambat histamin yang dihasilkan dari patogenesis alergen Efektif mengurangi gejala klinis rinitis alergi (diper antarai histamin langsung), tidak terlalu efektif pada rinitis vasomotor Bersin dan rinorhea encer menghilang dengan jalan koagulasi (mengentalkan) mukus yang disekretkan berlebih Antihistamin AH2 reseptor inhibitor Penurunan sekresi asam lambung yang mengganggu Penggunaan bersama AH1 untuk mengurangi terjadinya efek samping Dekongestan Dekongestan : pengurang kongesti Kongesti : akumulasi darah abnormal pada daerah tertentu Kongesti nasal disebabkan karena adanya penyumbatan pada drainase cavitas nasi oleh mukus Bersifat dekongestan terhadap mukus hidung Meningkatkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung - suplai darah ke mukosa hidung berkurang darah membawa O2 dan nutrien bagi sel - sekresi mukus oleh sel goblet mukosa berkurang Obat agonis selektif reseptor a2 adrenergik (a2-agonis) bekerja baik sebagai dekongestan nasal Reseptor a2 epinefrin bekerja meningkatkan konstriksi otot polos arteriol mukosa Agonis selektif reseptor a2 berfungsi menambah fungsi epinefrin yang berikatan dengan reseptor a2 di jaringan perifer Berikatannya agonis a2 dengan reseptor a2 epinefrin menyebabkan peningkatan konstriksi pembuluh darah Konstriksi pembuluh darah - resistensi perifer meningkat - volume darah naik - tekanan darah meningkat (adverse effect) Preparat : fenilpropanolamin
View more...
Comments