Mini Riset tentang UU No 32 Tahun 2010

September 25, 2017 | Author: Iman Amroellah | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Mini Riset tentang UU No 32 Tahun 2010, Larangan Merokok di Tempat Umum...

Description

UU NO.32 TAHUN 2010, PERATURAN ATAU SEKEDAR HIASAN?

Untuk Memenuhi Tugas Mini Riset Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang dibimbing oleh Bapak Hanafi,S.Pd

Disusun Oleh: Nisyah Imani Qomar

140612603814

Fakultas Ilmu Keolahragaan Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat November 2014 BAB I

HASIL TEMUAN A. Metode Penelitian Metode yang saya gunakan adalah metode wawancara, karena dengan bertanya dan berdiskusi langsung dengan narasumber (perokok), banyak hal yang bisa saya analisa. B. Pelaksanaan Penelitian Saya melakukan wawancara dengan narasumber (perokok) pada tanggal 25 November 2014 bertempat di Rumah Kos teman saya berinisial AM. C. Hasil Temuan Penelitian Berikut catatan hasil wawancara dengan narasumber (perokok) Sejak kapan anda merokok? Sejak saya SMA. Apa alasan anda merokok? Awalnya karena coba-coba, namun lama-kelamaan menjadi suatu kebutuhan. Ada yang kurang bila tidak merokok. Berapa kali anda merokok dalam sehari? Kapan? Bisa 3-4 kali. Sehabis makan, dan ketika ngopi. Dimana anda biasanya merokok? Di kos, di jalan, di tempat ngopi. Apa anda sering merokok di tempat umum? Iya. Tahukah anda asap rokok anda mengganggu orang lain saat anda merokok di tempat umum? Mengapa masih dilakukan? Iya, saya tahu. Tapi mau gimana lagi. Sudah saya bilang, k]merokok sudah suatu kebutuhan. Dan saya melihat banyak orang lain yang melakukan dan “it’s fine”. Tahukah anda mengenai undang-undang dilarangnya merokok di tempat umum? Tahu.

Bisa anda menyebutkan undang-undang ke berapa? Tidak bisa. Tahukah anda bila anda melanggar peraturan tentang larangan merokok pada UU No.32 Tahun 2010 anda akan diberi sanksi maksimal 200 juta rupiah? Tidak tahu. Seandainya UU No.32 Tahun 2010 akan terealisasi sempurna di Indonesia, apa anda masih berminat merokok? Masih, tapi tidak akan merokok di tempat tertentu yang dilarang di UU tersebut.

BAB II TEORI PENDUKUNG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2010 tentang Larangan Merokok BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Larangan Merokok adalah suatu ketentuan yang memaksa warga masyarakat untuk tidak menghisap rokok di tempat-tempat umum. 2. Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (yang ukurannya bervariasi) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daundaun tembakau yang telah dicacah. 3. Merokok adalah kegiatan membakar rokok salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya. 4. Stiker larangan merokok adalah stiker yang stiker yang mengingatkan bahaya yang terkandung dalam sebatang rokok yang wajib di tempelkan di kawasan dilarang merokok. 5. Kawasan dilarang merokok adalah tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah dan angkutan umum. 6. Perokok adalah orang yang melakukan tindakan merokok. 7. Perokok pasif adalah orang yang tidak melakukan tindakan merokok tetapi terkena dampak dari merokok dengan menghisap asap rokok yang dihembuskan oleh perokok yang merokok. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Larangan merokok diselenggarakan dengan berasaskan keserasian dan keseimbangan, manfaat, pencemar membayar, dan perlindungan kesehatan masyarakat.

Pasal 3 Larangan merokok bertujuan untuk: 1. Menurunkan jumlah angka perokok terutama perokok usia muda 2. Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan terciptanya kualitas udara yang bersih dan sehat serta bebas asap rokok 3. Menurunkan jumlah penyakit dan kematian yang timbul akibat merokok BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 4 Setiap orang berhak untuk bebas dari asap rokok yang membahayakan kesehatan dan merncemari lingkungan udara. Pasal 5 (1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan lingkungan yang sehat dan bebas asap rokok; (2) Perokok berkewajiban untuk merokok pada tempatnya dan tidak merokok pada kawasan dilarang merokok. BAB IV KETENTUAN PIDANA Perokok yang melakukan tindakan merokok di kawasan dilarang merokok, sebagaima dimaksud Pasal 5 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) KETENTUAN PENUTUP Pasal 6 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Menurut Notoatmojo (1985) yang menyebabkan seseorang berperilaku (dalam hal ini, perilaku merokok) karena adanya empat alasan pokok, yaitu: 1. Pemikiran

dan

Perasaan

(Thought

and

Feeling)

Adapun bentuk dan perasaan ini adalah Pengetahuan, Kepercayaan, Sikap, dan Nilai. Disinilah pentingnya sebuah informasi akan adanya kebijakan maupun

peraturan baru yang akan diterapkan di suatu daerah. Suatu informasi merupakan langkah awal dalam menentukan suatu program atau kebijakan dapat dikatakan berhasil atau tidak. Dengan penyampaian informasi yang baik kepada sasaran maka akan terbentuk pengetahuan yang baik yang kemudian diikuti dengan penentuan kepercayaan, sikap dan nilai yang memiliki sifat positif terhadap suatu kebijakan. Sama halnya dengan penyebarluasan informasi tentang kawasan dilarang merokok, diperlukan sosialisasi yang baik hingga masyarakat memiliki kesadaran dan sikap yang dapat membantu keberhasilan kebijakan yang dibuat. 2. Orang

penting

sebagai

Referensi

Bila seseorang penting, maka apa yang dilakukan cenderung untuk di ikuti oleh orang lain. Dari hal inilah masyarakat sering berpendapat bahwa “orang lain saja boleh merokok di kawasan tersebut (kawasan dilarang merokok), lalu kenapa saya tidak ?”, sehingga terjadi pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku, terlebih lagi jika orang yang dijadikan referensi tersebut merupakan orang yang memiliki jabatan di pemerintahan. Contoh lain adalah larangan merokok pada kawasan SPBU, masih banyak karyawan SPBU yang merokok pada kawasan SPBU yang menyebabkan pengunjung ikut merokok di kawasan SPBU. 3. Sumber

Daya

(Resources)

Sumber daya meliputi sarana, dana, waktu, tenaga, pelayanan, keterampilan dan bahan. Dalam konteks ini, sumber daya dapat berupa ketersediaan rokok yang dengan

sangat

mudah

dijangkau

(diakses)

oleh

siapapun,

sehingga

memungkinkan setiap orang untuk merokok dimana pun dan kapanpun mereka inginkan. 4. Budaya

(Culture)

Perilaku, norma, kebiasaan, dan nilai-nilai serta penggunaan sumber daya didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Pada dasarnya semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia dapat menjadi suatu kebiasaan yang kemudian dapat menjadi budaya. Seperti halnya dengan merokok yang semakin lama semakin menjadi budaya yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Terkadang pelanggaran yang dilakukan juga akan menjadi budaya “melanggar” akibat terbiasanya melakukan pelanggaran. Manusia cenderung mengulangi perilaku yang dianggapnya aman untuk dilakukan, seperti contoh orang yang merokok pada kawasan dilarang merokok, karena orang tersebut tidak merasa ada yang perlu ditakuti (tidak ada sangsi yang menghukumnya pada saat itu juga), maka orang tersebut cenderung akan mengulangi perbuatannya tersebut di lain waktu (merokok pada kawasan dilarang merokok).

BAB III ANALISIS MASALAH

Dari alasan-alasan pokok yang diulas Prof. Notoatmojo, kita dapat mengetahui seberapa besar kepatuhan seseorang terhadap peraturan-peraturan yang telah dibuat khususnya terhadap peraturan kawasan dilarang merokok. Oleh karena itu perlu dilakukan penerapan kebijakan yang dibarengi dengan pengawasan dan penanggulangan terhadap pola pikir dan perilaku masyarakat selaku sasaran kebijakan maupun peraturan-peraturan. Jika ditinjau dari pemikiran dan alasan kenapa orang merokok, maka kemungkinan perokok tidak tahu dan percaya akan keberadaan peraturan larangan merokok di kawasan tertentu yang bersifat mengikat dan memiliki sangsi apabila dilanggar. Hal tersebut terjadi kemungkinan akibat kurangnya sosialisasi dan penegakan peraturan yang tegas dan konsisten oleh pihak yang berwenang, sehingga masyarakat merasa tidak memiliki kewajiban untuk merokok atau tidak merokok pada kawasan tertentu. Kemudian dapat kita perhatikan juga bahwa penegakan kebijakan tersebut tidak dibarengi dengan kerjasama dari instansi lain seperti pabrik rokok maupun penyelenggara kebijakan lainnya (bea cukai), sehingga terjadi ketimpangan dan perbedaan persepsi yang kemungkinan besar terjadi akibat adanya kepentingan pribadi (conflict of interest) antar instansi, sehingga tidak terbentuk komitmen yang solid untuk menjalankan peraturan yang berlaku. Sehingga masyarakat masih memiliki kesempatan dan peluang besar untuk merokok di tempat tertentu. Hal tersebut menyebabkan besarnya kemungkinan masyarakat untuk merokok pada kawasan dilarang merokok. Hal tersebut juga terjadi pada masyarakat miskin perokok yang dengan mudah membeli atau mengakses rokok, selain itu harganya juga sangat jarang mengalami kenaikan. Dapat kita lihat bahwa cukai rokok Indonesia hanya 30% dan menduduki posisi kedua cukai rokok terendah di dunia setelah Laos jika dibandingkan dengan cukai rokok negara lain yang mencapai 50%. Kondisi tersebut cenderung mengakibatkan tujuan utama kebijakan untuk membersihkan udara dari polusi semakin jauh dari sasaran. Itu

jika kita melihat kondisi masyarakat miskin sebagai sebagian kecil dari populasi, kemungkinan kondisi tersebut akan memburuk jika kita melihat pada sisi masyarakat yang memiliki uang untuk membeli rokok. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat miskin yang memiliki sedikit uang saja dapat membeli beberapa batang rokok setiap harinya, terlebih pada masyarakat yang memiliki banyak uang kemungkinan besar akan lebih banyak menghasilkan asap rokok, dengan asumsi orang kaya tersebut membeli lebih banyak rokok dari orang miskin, jadi semakin banyak orang yang harus diatur untuk mengikuti peraturan yang dibuat khususnya tentang kawasan dilarang merokok. Jika hal tersebut benar-benar terjadi, dapat kita bayangkan bahwa kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk mengatur orang dalam merokok sangatlah sulit untuk diterapkan, terlebih jika kita melihat sikap dan perilaku masyarakat yang sangat beragam, bahkan kemungkinan besar kebijakan-kebijakan tersebut tidak akan berjalan dengan optimal. Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk dapat bekerjasama antar instansi atau lembaga dalam melaksanakan maupun membuat kebijakan, yang pada akhirnya akan terbentuk komitmen yang kuat demi kepentingan bersama. Bahkan setelah adanya pemberian berbagai insentif bagi daerah yang berhasil menanggulangi masalah pencemaran udara oleh pemerintah pusat, seharusnya dapat menambah motivasi untuk bekerja dengan sebaik-baiknya. Selain itu disebutkan pula bahwa sanksi yang terdapat pada Undang-undang No.32 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa telah ditentukan pelanggaran yang terjadi dapat dikenakan tuntutan pidana yaitu kurungan paling lama 2 tahun atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), namun pada kenyataannya masih kita temui bahwa sanksi tersebut sangat jarang untuk diterapkan, bahkan tidak pernah sama sekali. Terkadang hanya diberikan peringatan secara lisan yang dampaknya tidak akan bertahan lama untuk membuat jera para perokok. Dari sana kita dapat melihat bahwa tidak ada konsistensi dan ketegasan terhadap penegakan sanksi terhadap pelanggaran peraturan, padahal penegakan sanksi sangatlah penting untuk menimbulkan

efek jera kepada para tersangka agar tidak mengulangi perbuatan yang sama di lain waktu. Dari bahasan diatas dapat dikatakan bahwa banyak hal yang kemungkinan dapat menyebabkan tidak terlaksananya (dengan baik) peraturan tentang kawasan dilarang merokok. Hal-hal tersebut diantaranya : kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang kawasan dilarang merokok oleh pemerintah yang nantinya dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap peraturan kawasan dilarang merokok, kurangnya komitmen dari dari seluruh lapisan masyarakat (utamanya penyelenggara kebijakan atau pemerintah), penyediaan rokok yang tidak terkontrol dan kurang konsistennya sangsi yang diberikan untuk dapat dilaksanakan. Alternatif yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi Masalah yang Timbul Sebenarnya ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk menutupi permasalahan yang mungkin akan timbul. Kemungkinan semua permasalahan yang timbul akan bermuara pada komitmen dalam merencanakan dan melaksanakan suatu kebijakan maupun peraturan. Terlebih dahulu diperlukan sosialisasi dan penyampaian pesan yang baik kepada masyarakat sebagai sasaran akan adanya penerapan atau pelaksanaan suatu kebijakan maupun peraturan. Sosialisasi tersebut diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang peraturan yang akan diterapkan, sehingga masyarakat dapat membentuk sikap dan perilaku yang positif terhadap peraturan tersebut. Oleh karena itu diperlukan komunikasi yang baik antar kelompok, antar organisasi, dan antar individu yang tidak melupakan aspek budaya masyarakat sekitar, yang dapat disampaikan baik melalui media massa, maupun media elektronik yang disampaikan secara jelas. Setelah itu diperlukan komitmen bersama dalam melaksanakan peraturan. Bukan hanya masyarakat yang menjadi objek penerapan peraturan, tetapi diperlukan juga peran serta

dari pihak pemerintah selaku pembuat kebijakan yang seharusnya terlebih dahulu mengetahui dan melaksanakan peraturan dengan sebaik-baiknya, dengan demikian akan terlihat bahwa adanya keseriusan dalam membuat dan melaksanakan kebijakan maupun peraturan yang ada. Selain itu tampak adanya keseriusan dalam memecahkan suatu permasalahan dan dapat menjadi referensi bagi orang lain. Oleh karena itu sangat diperlukan pelaksanaan tugas yang baik dari petugas (dalam hal ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau PNS) sebagai pengawas dan penegak peraturan. Penyelenggaraan peraturan dan sanksi juga harus dilaksanakan secara tegas dan konsisten. Pada kondisi seperti ini penyelenggaraan peraturan yang tegas dan konsisten juga merupakan salah satu cara yang dapat memberikan perubahan perilaku masyarakat sehingga dapat memberikan efek jera. Tata laksana, pengawasan dan pemberian sanksi harus disesuaikan dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, oleh karena itu diperlukan pertimbangan yang matang dalam membuat peraturan sehingga tidak menimbulkan ketimpangan dengan peraturan lainnya dan meminimalisir celah terhadap terjadinya pelanggaran. Tidak terlepas dari peranan PPNS, perlu diberikan fungsi dan tugas yang jelas selaku pengawas penerapan suatu kebijakan. Dalam konteks peraturan kawasan bebas rokok, tidak disebutkan bahwa PPNS memiliki kewajiban untuk memberikan sanksi kepada pelanggar apabila terbukti bersalah, PPNS hanya diberikan wewenang untuk mencatat informasi, menyita, mengambil gambar, melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian, dll. yang sama sekali tidak memberikan efek jera kepada pelanggar sehingga peraturan tersebut terkesan tidak serius dilaksanakan. Bahkan masyarakat tidak mengetahui akan wewenang, tugas dan keberadaan PPNS tersebut sebagai bagian dari badan yang berada dibawah koordinasi dan pengawasan Penyidik POLRI, sehingga terkadang masyarakat tidak memiliki rasa segan kepada petugas PPNS. Oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan atau pun pembentukan badan/instansi yang memiliki wewenang dan tugas yang jelas dalam melaksanakan peraturan, utamanya dalam

memberikan sanksi kepada pelanggar sehingga terdapat mekanisme yang jelas dalam menerapkan sanksi yang berlaku. Integrasi dengan instansi lain juga memiliki peran yang penting dalam melaksanakan dan memastikan kelancaran suatu peraturan maupun kebijakan. Khususnya dalam melaksanakan peraturan tentang kawasan bebas asap rokok, salah satunya dengan pengembangan kebijakan dari sektor produksi rokok maupun pengelola keberadaan rokok yang terkait. Peningkatan cukai dirasa sangat efektif dalam mengurangi pengeluaran biaya untuk bidang kesehatan, selain itu peningkatan cukai juga dapat mengurangi jumlah konsumsi rokok oleh masyarakat. Dengan demikian secara tidak langsung dapat membantu dan mendukung tercapainya tujuan terbentuknya Undang-undang No. 32 Tahun 2010, yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan terciptanya kualitas udara yang bersih dan sehat serta bebas asap rokok dan juga menurunkan jumlah penyakit dan kematian yang timbul akibat merokok.

BAB IV LAMPIRAN Dokumentasi Kegiatan

Gambar 1. Saat mewawancarai perokok

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF