Mikroskop Dan Pewarnaan
September 18, 2017 | Author: Imelda Gisela Prima Paskhalien | Category: N/A
Short Description
mikroskop dan pewarnaan gram negatif dan bakteri...
Description
1.
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Praktikum Kegiatan praktikum ini bertujuan mengetahui macam-macam pengecatan serta perbedaan dan fungsi dari masing-masing pengecatan, mengetahui zat-zat warna dan zat-zat lain yang digunakan untuk pengecatan, mengetahui dan mempraktikkan beberapa cara pengecatan, mengetahui bentuk sel dan koloni mikroorganisme, mengenali morfologi dari beberapa yeast, mengklasifikasikan bakteri berdasar komposisi dinding selnya dan berdasar ada tidaknya endospora, mengetahui perbedaan dan ciri-ciri antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.
1.2 Tinjauan Pustaka Mikrobiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari kehidupan makhluk yang bersifat mikroskopik yang disebut dengan mikroorganisme atau jasad renik, yaitu makhluk yang mempunyai ukuran sel sangat kecil di mana setiap selnya hanya dapat dilihat dengan pertolongan mikroskop. Dalam teknologi pangan, mikrobiologi merupakan ilmu yang sangat penting, misalnya dalam hubungannya dengan kerusakan atau kebusukan makanan, sehingga dapat diketahui tindakan pencegahan atau pengawetan yang paling tepat untuk menghindari terjadinya kerusakan tersebut. Di samping itu, mikrobiologi juga penting dalam fermentasi makanan, sanitasi, pengawasan mutu pangan, dan sebagainya (Fardiaz, 1992). Kata mikroskop sendiri berasal dari bahasa Yunani di mana “mikros” berarti kecil dan “skopeo” berarti melihat. Ilmuwan yang pertama kali diakui melihat bakteri menggunakan suatu instrumen optik yang terdiri dari lensa-lensa bikonveks yang disebut mikroskop pada tahun 1675 adalah Anton Van Leeuwenhoek. Bakteri yang ditemukannya dalam berbagai cairan seperti cairan tubuh, air, ekstrak lada, dan bir membuka peluang untuk dilakukannya penelitian-penelitian mengenai terjadinya proses fermentasi dan penemuan jasad renik penyebab penyakit (Fardiaz, 1992).
Setelah abad ke-17, digunakan mikroskop majemuk dengan dua perangkat lensa di laboratorium. Perangkat pertama disebut lensa okuler, perangkat ini terletak di dekat mata pengamat. Perangkat yang kedua terletak dekat dengan objek yang diamati dan disebut lensa objektif. Kedua perangkat ini dirancang dengan perbesaran yang berbeda dan daya total perbesaran sebuah mikroskop diperoleh dari hasil kali daya perbesaran lensa okuler dengan lensa objektif. Mikroskop yang disebut sebagai mikroskop majemuk adalah mikroskop yang 1
2 memiliki dua perangkat lensa. Komponen utama mikroskop majemuk adalah : tabung yang memisahkan lensa objektif dan okuler, cermin untuk memantulkan cahaya, kondensor untuk memusatkan cahaya, diafragma iris untuk mengatur banyak sedikit cahaya yang masuk ke spesimen, penyesuaian halus dan kasar untuk menaikkan dan menurunkan lensa objektif, pentas untuk meletakkan spesimen, kerangka untuk menyangga semua bagian mikroskop (Volk & Wheeler, 1993).
Mikroskop adalah suatu alat yang berfungsi untuk meneliti atau mengamati terhadap bendabenda yang relatif kecil (yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang), contohnya: untuk melihat bagian-bagian kecil sel, dan mikroorganisme. Ada macam-macam mikroskop antara lain : mikroskop cahaya, mikroskop elektron, mikroskop ultra violet, mikroskop pendar, mikroskop medan-gelap, dan sebagainya (Volk & Wheeler, 1993).
Mikroskop adalah alat utama yang mempunyai fungsi penting di laboratorium mikrobiologi. Fungsi dari mikroskop adalah untuk membantu mengamati benda-benda yang berukuran sangat kecil. Dengan mata telanjang tidak memungkinkan untuk membedakan benda yang berukuran kurang dari 0,1 mm. Pada mikroskop medan terang ada 2 unsur penting yang berperan dalam menghasilkan gambar yang jelas yaitu sistem lensa dan sumber cahaya. Salah satu kelemahan mikroskop medan terang adalah daya pisahnya dan bukan daya pembesarannya. Dengan menggunakan minyak imersi maka sudut apertura dibesarkan oleh karena jarak lensa objektif dan specimen diperpendek (Lay, 1994).
Di dalam mengungkapkan struktur halus dari suatu sel kita tidak mampu menelusurinya tanpa bantuan alat, yaitu mikroskop. Mikroskop berfungsi untuk mengamati benda – benda yang berukuran sangat kecil yang berasal dari makhluk hidup maupun benda mati seperti preparat awetan Mikroskop cahaya dilengkapi dengan perlengkapan optic dan non-optik. Mikroskop cahaya tidak memiliki perbesaran sebesar mikroskop electron sehingga hasil yang didapat tidak seakurat mikroskop electron (Schlegel & Schmidt, 1994).
Cara memakai mikroskop adalah dengan cara mengarahkan tubus pada objek, pilih lensa obyektif dengan perbesaran lemah dengan menggunakan revolver, membuka diafragma sampai maksimum, melihat ke dalam okuler, mengamati preparat dengan menggunakan secara bergantian (Nasir et al., 1993). Daya total
perbesaran setiap mikroskop dapat
3 ditentukan dengan mengalikan daya perbesaran lensa objektif dengan perbesaran lensa okuler (Volk & Wheeler, 1993).
Mikroskop sering digunakan dalam laboratorium mikrobiologi. Mikroskop merupakan alat yang memiliki dua bagian utama, yakni perlengkapan optik dan non optik . 1.
Pelengkapan optik , terdiri dari :
a.
Lensa okuler Lensa okuler terdapat pada bagian ujung atas tubuh mikroskop yang menghadap ke mata kita pada waktu kita melakukan pengamatan . Pada mikroskop sederhana biasanya hanya memiliki 1 lensa okuler sehingga disebut lensa monokuler, sedangkan yang memiliki 2 lensa okuler disebut mikroskop binokuler .
b.
Lensa objektif Lensa objektif terletak pada bagian bawahtubuh menghadap pada letak kaca preparat sediaan. Biasanya ada 2, 3, atau 4 buah lensa yang terpasang pada bagian yang disebut revolver. Lensa objektif dan lensa okuler merupakan lensa majemuk yang dapat memberi gambar bayangan yang perbesarannya kelipatan kedua lensa .
c.
Kondensor Kondensor dilengkapi dengan diafragma, alat pengatur diafragma serta penyaring cahaya. Fungsi dari kondensor adalah untuk menangkap cahaya yang akan diteruskan pada objek dan terus ke lensa. Banyaknya cahaya yang akan diteruskan pada objek diatur oleh diafragma yang terdapat di bawah kondensor.
d.
Sumbu cahaya Cahaya yang dipelukan dapat berasal dari matahari atau lampu. Cahaya yang diperoleh tersebut lalu diteruskan ke kondensor .
e.
Bagian penyambung listrik Bagian ini berfungsi untuk mengalirkan listrik pada mikroskop, sehingga lampu dapat menyala, namun dengan lampu cahaya jarang ditemui dan digunakan .
2.
Perlengkapan non optik, terdiri dari :
a.
Alas mikroskop, untuk mendudukan mikroskop .
b.
Meja mikroskop, untuk meletakan objek yang akan diamati. Dilengkapai dengan penjepit , agar objek tidak bergerak ketika diamati .
c.
Penggeser objek, untuk menggerakkan objek ke kiri/kanan danke depan/belakang.
4 d.
Pengatur fokus, untuk menggerakkan meja benda/tubus lensa dengan gerakan cepat atau yang disebut makrometer. Serta untuk menggerakkan meja benda dengan gerakan halus atau yang disebut mikrometer.
e.
Lengan mikroskop, untuk membawa mikroskop
(Nasir et al., 1993).
Untuk memperoleh berbagai tingkat perbesaran, setiap mikroskop pada umumnya dilengkapi dengan 3 buah lensa obyektif yang dipasang pada revolver yang dapat diputar, yaitu : 1. Lensa obyektif berkekuatan rendah (low power, 16 mm) yang ditandai dengan angka 10 pada bagian luarnya dan mempunyai jarak kerja 5 – 8,3 mm 2. Lensa obyektif berkekuatan tinggi (high power, 4 mm) yang ditandai dengan angka 40x, 43x, 44x, atau 45x, dan mempunyai jarak kerja 0,46 – 0,72 mm 3. Lensa obyektif minyak imersi (immersion oil, 1,8 mm) yang ditandai dengan angka 95x 97x, atau 100x dan mempunyai jarak kerja 0,13 – 0,14 mm (Fardiaz, 1992).
Mikroskop dapat dibedakan beberapa jenis tetapi pada dasarnya memiliki mekanisme kerja yang sama yaitu terdiri atas sistem optik atau sistem pembesaran dan sistem illuminasi yang menyebabkan terlihatnya suatu objek. Mikroskop terdiri dari 2 lensa yaitu lensa okuler yang menghadap mata kita pada waktu pengamatan dan lensa objektif yang berada dekat objek. Mikroskop memiliki 2 knop pengatur halus yang berfungsi mengatur fokus sistem lensa pada objek yang menggerakan tabung penyangga lensa secara halus sehingga menghasilkan fokus yang tepat. Disamping lensa objektif dan okuler, elemen yang juga penting adalah lampu dan lensa kondensor (Fardiaz, 1992).
Mikroskop dibedakan menjadi dua, yaitu : mikroskop cahaya (optik) dan mikroskop elektron. Jenis-jenis mikroskop cahaya dan mikroskop elektron yang sering dipakai di laboratorium, yaitu :
Mikroskop cahaya (optik) o Mikroskop ultraviolet o Mikroskop pendar o Mikroskop medan-gelap o Mikroskop fasekontras
5
Mikroskop elektron o Mikroskop elektron transmisi o Mikroskop elektron pemayaran
(Volk & Wheeler, 1993)
Berdasarkan sumber sinar dan jenis perbesarannya, ada dua jenis mikroskop yaitu mikroskop optik dan mikroskop elektron. Mikroskop optik adalah mikroskop yang menggunakan lensa dari gelas dan cahaya sedangkan mikroskop elektron adalah mikroskop yang menggunakan magnet sebagai pengganti lensa dan elektron sebagai pengganti cahaya. Mikroskop elektron digunakan untuk mengamati bagian-bagian sel yang sangat halus (Nasir et al, 1992). Untuk melihat objek-objek yang berukuran sangat kecil biasanya kita menggunakan mikroskop elektron. Perbedaan mikroskop elektron dengan mikroskop cahaya biasa adalah sumber cahaya mikroskop cahaya biasa diganti dengan sorotan elektron dan elektromagnet digunakan untuk menggantikan lensa kaca (Atlas, 1984).
Cara kerja mikroskop cahaya dan mikroskop elektron : 1.
Mikroskop cahaya a.
Menggunakan cahaya sebagai sumber penyinaran, oleh karena itu diperlukan lensa untuk memperbesar bayangan benda.
b.
Untuk mengamati objek diperlukan preparat yang tembus cahaya, preparat harus diiris setipis mungkin. Medium yang digunakan adalah air yang diteteskan ke atas gelas benda.
c.
Objek dapat diamati dalam keadaan hidup atau mati.
d.
Pengamat dapat mengamati langsung melalui lensa okuler sehingga pengamat dapat menentukan bentuk, warna, dan gerakan objek.
e. 2.
Bayangan yang diperoleh dapat diperbesar 100 x, 400x, atau 1000x.
Mikroskop elektron a.
Menggunakan elektron sebagai pengganti cahaya dan medan magnet sebagai pengganti lensa. Bayangan yang dihasilkan ditampilkan di layar monitor.
b.
Objek yang akan diamati harus sangat tipis dan berada di ruangan hampa udara agar dapat ditembus elektron.
c.
Tidak dapat mengamati objek yang masih hidup.
d.
Tidak dapat mengamati secara langsung.
e.
Bayangan yang diperoleh dapat diperbesar sejuta kali (Waluyo, 2004).
6 Perbesaran pada mikroskop cahaya lebih kecil dibandingkan perbesaran pada mikroskop electron. Biasanya apabila menggunakan mikroskop electron, kita harus menggunakan minyak imersi karena mempunyai perbesaran lensa objektif yang kuat, padahal apabila memakai obyektif 100x harus menambahkan minyak imersi, antara lensa depan obyektif dengan gelas penutup. Pemakaian minyak imersi ini akan memperbesar NA, sehingga akan memperbesar limit daya pisah pada mikroskop tersebut. Selain itu apabila kondensor mempunyai NA melebihi 0,9 maka dianjurkan memakai minyak imersi, dapat juga memakai air (Waluyo, 2004).
Selain mikroskop cahaya dan mikroskop elektron, ada pula mikroskop medan terang. Mikroskop medan terang ini merupakan alat paling dasar bagi seorang mikrobiologiwan. Suatu bentuk mikroskopi dengan medan yang mengelilingi spesimen kelihatan terang (berwarna cerah), sedangkan spesimennya memperlihatkan warna lebih gelap karena cahaya dari sumbernya lewat melalui sistem - sistem lensa ke atas tanpa mengalami perubahan sehingga terbentuk medan yang terang. Mikroskop medan terang sering juga disebut mikroskop majemuk karena menggunakan dua sistem lensa terpisah yaitu lensa obyektif dan lensa okuler untuk menambah perbesaran. Pada mikroskop medan terang ada 2 unsur penting yang berperan dalam menghasilkan gambar yang jelas yaitu sistem lensa dan sumber cahaya. Salah satu kelemahan mikroskop medan terang ini adalah daya pisahnya dan bukan daya pembesarannya. Dengan menggunakan minyak imersi maka sudut apertura dibesarkan oleh karena jarak lensa objektif dan spesimen diperpendek (Lay, 1994).
Kelemahan dari mikroskop cahaya adalah bahwa suatu obyek hanya bisa diperbesar dari 10X ke perbesaran 1000X. Lebih dari itu, mikroskop cahaya akan mengalami kesulitan daya pisah, atau resolusi. Nilai resolusi adalah kemampuan titik bayangan dapat dipisahkan di bawah mikroskop cahaya. Beberapa modifikasi mikroskop cahaya adalah :
Mikroskop cahaya dengan latar gelap
Mikroskop fase kontras
Mikroskop cahaya terpolarisasi
Mikroskop floresen
Sedangkan macam mikroskop elektron :
Mikroskop TEM (Transmission Electron Microscope)
Mikroskop SEM (Scanning Electron Microscope) (Muslim, 2003).
7 Dunia mikroorganisme terdiri dari berbagai kelompok jasad renik. Dunia mikroorganisme ini dapat dibedakan menjadi 2 kategori utama, yaitu prokariota dan eukariota. Struktur sel prokarotik berbeda dengan struktur sel eukariotik. Secara umum struktur sel prokarotik terdiri dari:
Dinding luar, yang terdiri dari lapisan lender, dinding sel, dan membrane sitoplasma
Sitoplasma atau plasma sel
Bahan inti
(Waluyo, 2004). Untuk mengamati sel – sel suatu mikroorganisme digunakan suatu cara yang disebut pewarnaan. Hal ini mutlak diperlukan karena sel mikroorganisme yang tidak diwarnai umumnya tampak hampir tembus pandang (transparan) bila diamati dengan mikroskop cahaya biasa sehingga sukar dilihat karena sitoplasma selnya mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair (Hadioetomo, 1993). Reaksi kimia biasanya terjadi antara pewarna dan komponen-komponen dalam sel sehingga warna tetap tertinggal meskipun sel dicuci dengan air (Timotius, 1982). Pengamatan terhadap bakteri, lebih sering dilakukan dengan olesan terwarnai, daripada bakteri dalam keadaan hidup. Artinya, mikroorganisme yang akan diamati telah diberi zat pewarna kimia supaya lebih mudah dilihat dan dipelajari. Pada umumnya, olesan bakteri terwarnai dapat mengungkapkan ukuran, bentuk, susunan dan ada atau tidaknya struktur internal seperti spora dan butiran (Volk dan Wheller, 1993).
Kebanyakan sel mikrobia tidak berwarna atau mempunyai pigmen yang sangat sedikit dan tidak dapat mengadsorbsi ataupun membiaskan cahaya sehingga tidak dapat dilihat dengan mudah pada mikroskop karena indeks bias sitoplasma sel yang hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair. Kontras antara sel dan latar belakangnya dapat dipertajam dengan mewarnai sel-sel tersebut dengan sel warna. Oleh karena itu, penggunaan zat warna terhadap bakteri yang dilakukan pada percobaan bertujuan supaya zat warna dapat mengadsorbsi atau membiaskan cahaya sehingga dapat meningkatkan kontras dengan sekelilingnya dan struktur sel bakteri dapat diamati (Hadioetomo, 1993).
Pengamatan terhadap bakteri, lebih sering dilakukan dengan olesan terwarnai, daripada bakteri dalam keadaan hidup. Artinya, mikroorganisme yang akan diamati telah diberi zat
8 pewarna kimia supaya lebih mudah dilihat dan dipelajari. Pada umumnya, olesan bakteri terwarnai dapat mengungkapkan ukuran, bentuk, susunan dan ada atau tidaknya struktur internal seperti spora dan butiran (Volk & Wheller, 1993).
Pewarnaan bakteri dapat dibedakan atas beberapa golongan, yang meliputi : a.
Pewarnaan sederhana
b.
Pewarnaan diferensial
c.
d.
pewarnaan gram
pewarnaan asam cepat (acid-fast)
pewarnaan struktural
pewarnaan inti sel (Feulgen), yaitu pewarnaan inti sel bakteri
pewarnaan endospora, yaitu pewarnaan spora bakteri
pewarnaan dinding sel, yaitu pewarnaan dinding sel dari bakteri
pewarnaan kapsul, yaitu pewarnaan kapsul yang dibentuk oleh bakteri
pewarnaan flagella, yaitu pewarnaan flagel / alat gerak bakteri
pewarnaan untuk menguji komponen dalam sel seperti Glikogen, Lipida.
(Fardiaz, 1992).
Ada 3 jenis pengecatan yang dapat digunakan pada pengecatan bakteri ini. Yaitu pengecatan sederhana, pengecatan gram, dan pengecatan endospora. Pengecatan sederhana adalah pewarnaan yang paling sederhana, dimana pada pengecatan ini hanya dilakukan dengan penambahan satu zat pewarna atau hanya melalui satu tahap pewarnaan saja pada olesan bakteri. Pengecatan gram adalah pewarnaan atau pengecatan dengan melalui beberapa tahap pengecatan dengan beberapa reagen yang berbeda. Pengecatan endospora adalah pengecatan yang bertujuan untuk mengamati endospora, dimana tidak semua jenis bakteri mampu membentuk endospora (Lay, 1994).
Pengecatan sederhana dapat digunakan untuk melihat morfologi dan komposisi sel bakteri karena asam nukleat bakteri dan beberapa jenis komponen dinding sel tertentu bermuatan negatif yang akan saling tarik-menarik dan berikatan kuat dengan metilen blue, sehingga terbentuklah warna sel biru (Cappuccino & Sherman, 1983). Proses pewarnaan dengan metode pengecatan sederhana merupakan yang paling sering dilakukan. Dalam pengecatan sederhana, prosesnya hanya digunakan 1 jenis zat warna untuk mewarnai suatu jenis
9 organisme sehingga dapat meningkatkan kontras antara mikroorganisme dan sekelilingnya. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna sederhana, karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka basa), dan zat-zat warna yang digunakan dalam pengecatan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif) (Dwidjoseputro, 1993).
Pengecatan sederhana yang dilakukan dengan pemberian warna terlebih dahulu pada bakteri sebelum dilihat pada mikroskop memiliki tujuan untuk mengetahui ciri-ciri tertentu pada bakteri tersebut hal ini dikarenakan bakteri yang hidup sukar untuk diamati dengan mikroskop cahaya karena bakteri umumnya tidak berwarna. Zat pewarna yang digunakan untuk mengetahui perbedaan kimia pada struktur bakteri disebut zat pewarna diferensial. Hubungan antar bakteri dengan zat pewarna basa yang menonjol adalah adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Sehingga jika bakteri diwarnai maka muatan negatif dalam asam nukleat bakteri akan bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa (Volk & Wheeler, 1993).
Pengecatan sederhana memang memungkinkan untuk melihat bentuk morfologi bakteri dengan jelas, tetapi tidak dapat membedakan jenis-jenis bakteri berdasakan komposisi penyusun dinding selnya. Untuk dapat membedakan jenis-jenis bakteri berdasakan komposisi penyusun dinding selnya, yaitu untuk mengetahui apakah suatu bakteri termasuk gram positif atau gram negatif, maka dapat dilakukan pengecatan gram. Pewarnaan sederhana yang dilakukan memungkinkan dibedakannya bakteri dengan bermacam-macam tipe morfologi (kokus, basilus, vibrio, sprilum, dsb) dari bahan-bahan lainnya yang ada pada olesan yang diwarnai (Hadioetomo, 1993). Pewarnaan sederhana hanya menggunakan satu jenis agen pewarna yaitu pewarna basa, dan hanya melalui satu tahap pewarnaan. Tetap diawali dengan fiksasi panas dengan menggoreskan kultur pada kaca preparat sehingga terbentuk lapisan tipis dan setelah itu dikeringkan baru kemudian dipanaskan. Hanya bisa untuk melihat bentuk dan susunan sel (Bibiana, 1994).
Dalam pengecatan sederhana, digunakan larutan biru metilen Leoffer (bersifat basa) sebagai zat pewarna. Hal ini dikarenakan sitoplasma bakteri bersifat basofilik, sehingga pewarna tersebut dapat masuk ke dalam sel dan mengadakan reaksi kimia dengan komponen sel,
10 sehingga warna biru metilen Leoffer tetap tertinggal di dalam sel, dan dapat dilakukan pengamatan dengan mikroskop. Pengecatan sederhana bertujuan untuk mengetahui bentuk mikroba dengan bantuan mikroskop (Timotius, 1982). Pengecatan sederhana yang dilakukan memungkinkan dibedakannya bakteri dengan bermacam - macam tipe morfologi (coccus, basilus, vibrio, sprilum, dan sebagainya) dari bahan-bahan lainnya yang ada pada olesan yang diwarnai (Hadioetomo, 1993).
Pewarna metilen biru tidak dapat digunakan secara maksimal untuk meneliti komponen sel secara lebih detail. Ini dikarenakan, pewarna metilen biru hanya dapat membedakan sel-sel mati dan sel-sel hidup. Dimana sel mati berwarna biru karena mengalami pemecahan dinding sel, sehingga pewarna metilen biru dapat masuk ke dalam sitoplasma sel. Sedangkan sel yang masih hidup akan tetap berwarna transparan, karena dinding sel yang hidup masih utuh, dan belum mengalami lisis atau pemecahan (Pelczar & Reid, 1958).
Pengecatan
deferensial
merupakan
pengecatan
yang memiliki
keunggulan
dalam
mengelompokkan bakteri, karena dengan pengecatan ini bakteri bisa digolongkan menjadi bakteri gram positif dan gram negatif. Dimana hal yang membedakannya adalah lapisan membran selnya, untuk bakteri gram negatif hanya memiliki 5-20% peptidoglikan sedangkan bakteri gram positif memiliki 90% peptidoglikan di dalam membran selnya, dan dengan adanya peptidoglikan yang tebal meyebabkan bakteri tersebut tidak mudah terdehidrasi saat pelarutan ataupun pemanasan sehingga cat yang sudah masuk tidak dapat keluar lagi. Disamping itu ada pula faktor lain yang dapat mempengaruhi sifat gram negatif dan gram positif, yaitu penyiapan preparat yang terlalu tebal menyebabkan pelarutan kurang baik, konsentrasi dan kesegaran bahan untuk pewarna, waktu pelarutan yang terlalu lama menyebabkan warna pada sel bakteri gram positif ikut terlarut, pencucian dan pengeringan yang mempengaruhi keberadaan iodin, serta umur bakteri yang mempengaruhi keutuhan bakteri (Trihendrokesowo, 1989).
Pengecatan gram merupakan pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan paling banyak digunakan dalam laboratorium. Selain itu pengecatan gram merupakan tahap penting dalam pencirian dan identifikasi bakteri. Pengecatan gram ini dapat digunakan untuk memilah bakteri menjadi kelompok gram negatif atau gram positif (Lay, 1994).
11 Dalam pengecatan gram pada bakteri, digunakan zat warna primer (violet kristal), larutan mordan (iodin), bahan peluntur (alkohol), dan zat warna penutup (safranin). Larutan mordan berfungsi untuk meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri, sehingga pengikatan zat warna oleh bakteri menjadi lebih kuat, memperjelas zat warna, mempersulit pelarutan zat warna, dan menyebabkan terbentuknya persenyawaan kompleks kristal violetyodium. Sedangkan etanol, berfungsi untuk melunturkan zat warna primer dengan daya kerja lambat, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya pemucatan yang berlebihan. Fungsi penambahan zat warna penutup adalah sebagai pembeda (kontras) terhadap zat warna primer, dan juga untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan zat warna primernya (Lay, 1994).
Pengecatan gram dapat digunakan untuk membedakan bakteri dalam dua kelompok besar, yaitu : Bakteri yang dapat menahan pewarna primer yaitu ungu kristal, iodium, sampai pada akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu) disebut gram positif. Bakteri yang kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan dengan alkohol namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan atau cat penutup safranin (selsel nampak merah muda) disebut gram negatif. (Gaman & Sherrington, 1994).
Pewarnaan gram ini memilahkan bakteri menjadi kelompok bakteri gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif berwarna ungu disebabkan kompleks zat warna kristal violetyodium tetap dipertahankan meskipun diberi larutan pemucat sedangkan bakteri gram negatif berwarna merah karena kompleks tersebut larut sewaktu pemberian larutan pemucat dan kemudian mengambil zat warna yang kedua yaitu Safranin yang menyebabkan sel menjadi berwarna merah. Fungsi zat warna kedua hanyalah sebagai pembeda (kontras) terhadap zat warna kristal violet (Capuccino & Sherman, 1983).
Cara pewarnaan ini diciptakan pertama kali oleh seorang ahli bakteriologi yang bernama Christian Gram. Dengan metode ini, bakteri dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: 1.
Gram positif yaitu organisme yang dapat menahan kompleks pewarna primer ungu kristal iodium sampai akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu). Dinding sel yang lebih
12 tebal pada gram positif menyusut oleh perlakuan alkohol karena terjadinya dehidrasi, menyebabkan pori-pori dinding sel menutup sehingga mencegah larutnya kompleks ungu kristal iodium pada langkah pemucatan. Olesan bakteri yang dipanaskan secara berlebihan akan menyebabkan pecahnya dinding sel. Maka gram positif akan melepaskan warna primer dan menerima pewarna tandingan. 2.
Gram negatif yaitu organisme yang kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan dengan alkohol, namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan, yaitu safranin (sel-sel tampak merah muda). Gram negatif mempunyai kandungan lipid yang lebih tinggi pada dinding selnya padahal lipid umumnya larut dalam alkohol sehingga dalam pencucian, pori - pori dinding sel akan membesar sehingga warna ungu kristal akan ikut hilang saat pencucian dan lipid pada umumnya larut dalam alkohol dan aseton. Larutnya lipid oleh pemucat yang digunakan dalam pewarnan gram diduga memperbesar pori-pori dinding sel sehingga menyebabkan proses pemucatan pada selsel gram negatif berlangsung lebih cepat
(Hadioetomo, 1993).
Ada empat jenis reagen yang digunakan dalam pengecatan gram antara lain :
Cat utama, yaitu larutan violet kristal
Mordan, yaitu senyawa yang digunakan untuk mengindentifikasikan cat utama (kompleks antara cat utama dengan senyawa yang dicat lebih baik) misalnya larutan iodine
Bahan peluntur (decolorizing agent) yaitu solvent organik (alkohol atau aseton) yang dapat digunakan untuk melunturkan cat utama
Cat penutup seperti safranin, digunakan untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan cat utamanya setelah dilunturkan. Karena cat penutup harus berbeda dengan cat utama.
(Hadioetomo, 1993)
Tahap awal pengecatan yaitu meletakkan kultur bakteri yang akan diamati secara aseptis di atas kaca preparat yang telah dibersihkan dengan menggunakan alkohol. Pembersihan segala sesuatu dengan menggunakan alkohol dilakukan agar bakteri yang akan diamati tidak terkontaminasi dengan mikroorganisme lain. Setelah kering, kemudian dibakar agar pada
13 tahap pencucian bakteri tetap tinggal dalam preparat. Tahap terakhir adalah pewarnaan. Pewarnaan sederhana mikroorganisme akan bernilai positif bila pewarna diserap oleh sel mikrobia sehingga sel menjadi lebih gelap dari lingkungan di sekitarnya atau bernilai negatif bila mikroorganisme lebih terang daripada lingkungannya (Atlas, 1984).
Bakteri merupakan mikroorganisme yang menempati golongan prokariotik, karena tidak memiliki dinding inti yang jelas atau belum memiliki dinding inti yang sejati, sehingga semua bagian intinya tersebar di dalam sitoplasma secara bebas. Tetap memiliki faktor pembawa sifat yang tersimpan di dalam DNA yang berada di dalam kromosom namun tersebar luas dan bebas di dalam sitoplasma. Bukan berarti tidak memiliki inti namun hanya saja tidak memiliki dinding inti yang jelas sehingga tampak tidak berinti sel. Beberapa sifat morfologi bakteri perlu diperhatikan karena pertumbuhannya di dalam makanan dan juga karena bakteri memiliki ketahanan cukup tingggi selama pengolahan dengan panas maupun dengan suhu dingin (Schlegel & Schmidt,1994). Bentuk dan ukuran mikrobia merupakan karakteristik yang penting untuk identifikasi. Adapun 3 bentuk dasar sel bakteri : batang (baccil), bulat (coccus), dan lengkung (koma, vibrion, dan spiral). Bentuk bakteri yang paling dikenal ada 2 macam, yaitu batang dan bulat (Timotius, 1982). Bakteri pada umumnya mempunyai ukuran sel 0,5 – 1,0 μm kali 2,0 – 5,0 μm, dan terdiri dari tiga bentuk dasar yaitu bentuk bulat atau kokus, bentuk batang atau basillus, dan bentuk spiral. Berdasarkan pengelompokan selnya, bakteri berbentuk bulat dapat dibedakan menjadi diplokoki, streptokoki, tetrad, stapilokoki, sarcine. Bakteri batang bisa saling berpasangan (diplobasili) atau membentuk rantai (streptobasili). Bakteri berbentuk spiral terdapat secara terpisah-pisah (tunggal), tetapi masing-masing spesies berbeda dalam panjang, jumlah dan amplitudo spiralnya, serta ketegaran dinding selnya. Bakteri yang ukurannya pendek dengan spiral yang tidak lengkap disebut bakteri koma atau vibrio (Fardiaz, 1992).
Hubungan bakteri dengan zat perwarna basa yang menonjol disebabkan oleh adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Jadi jika bakteri diwarnai, muatan negatif dalam asam nukleat bakteri bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa. Oleh karena itu, pada percobaan digunakan metilen loeffer yang memiliki sifat basa dan alkalin sebagai pewarna sederhana. Pewarna alkalin lain yang umumnya digunakan dapat berupa pewarna basa seperti metylen blue, basic fuschin, dan violet kristal (Volk dan Wheller, 1993).
14 Hal yang penting yang mempengaruhi keberhasilan pada pengecatan bakteri adalah penyiapan preparat yang baik yakni tidak terlalu tebal atau tidak terlalu tipis, biakan dapat tetap melekat pada gelas preparat selama pencucian berulang-ulang, sel-selnya tidak berubah bentuk setelah fiksasi dan pengecatan. Selain penyiapan preparat, pengolesan bakteri pada gelas benda tidak boleh terlalu tebal ataupun terlalu tipis. Sebab jika olesannya terlalu tebal, maka sel-sel bakteri akan bertumpang tindih, sehingga ketika bagian selnya tidak bisa teramati dengan jelas bila dilihat di bawah mikroskop, dan juga akan menylitkan dalam pewarnaan. Apabila terlalu tipis, hal yang dikhawatirkan adalah akan banyak sel yang hilang saat pencucian sehingga bisa saja semua bakteri akan hilang akibat pencucian selain itu mengingat kecilnya sel bakteri, sehingga akan menyulitkan dalam pengamatan (Hadioetomo, 1993).
Berdasarkan komposisi dinding sel serta sifat pewarnaannya, bakteri dibedakan atas dua kelompok yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif . Bakteri gram positif, yaitu mikroorganisme apabila
dijadikan obyek pewarnaan dapat menahan kompleks pewarna
primer ungu kristal iodium sampai akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu). Sedangkan disebut bakteri gram negatif, yaitu apabila mikroorganisme yang dijadikan obyek pewarnaan kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan dengan alkohol, namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan, yaitu safranin (sel-sel tampak merah muda) (Hadioetomo, 1993).
Perbedaan antara bakteri bergram negatif dan bakteri bergram positif disebabkan oleh perbedaan struktur dinding sel bakteri gram-positif dan gram-negatif, sehingga menyebabkan perbedaan larutan pemucat. Sebagian besar dinding sel bakteri gram-positif terdiri dari peptidoglikan, sedangkan dinding sel bakteri gram-negatif mempunyai kandungan lipida yang tinggi dibandingkan dinding sel bakteri gram-positif. Lipida ini akan larut dalam alkohol dan aseton yang digunakan sebagai larutan pemucat, sehingga pori-pori dinding sel membesar dan meningkatkan daya larut kompleks kristal-violet-yodium pada dinding sel bakteri gram-negatif. Selain itu yang menyebabkan adanya perbedaan antara bakteri bergram negatif dengan bakteri bergram positif adalah pada bakteri gram-positif akan terbentuk persenyawaan kompleks kristal-violet-yodium ribonukleat yang tidak larut dalam larutan pemucat. Persenyawaan kompleks ini tidak terbentuk pada bakteri gram-negatif sehingga diduga adanya perbedaan kandungan asam ribonukleat antara bakteri gram-positif dan gramnegatif. Faktor-faktor lain yang juga dapat menentukan jenis gram bakteri, yaitu pelaksanaan
15 fiksasi panas terhadap olesan, kerapatan sel pada olesan, konsentrasi dan umur reagen-reagen yang digunakan, sifat dan konsentrasi dan jumlah pemucat yang dipakai, serta sejarah biakan (Hadioetomo, 1993).
Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang lebih tebal yang akan menyusut oleh perlakuan alkohol pada saat pencucian karena terjadinya dehidrasi sehingga pori - pori dinding sel menutup dan mencegah larutnya kompleks ungu kristal iodium. Sedangkan sel gram negatif memiliki kandungan lipid yang lebih tinggi pada dinding selnya padahal lipid umumnya larut dalam alkohol sehingga dalam pencucian, pori-pori dinding sel akan membesar sehingga warna ungu kristal akan ikut hilang saat pencucian (Hadioetomo, 1993).
Sebagian besar dinding sel bakteri gram positif terdiri dari peptidoglikan, sedangkan pada dinding sel bakteri gram negatif memiliki kandungan lipida lebih besar dibandingkan dengan dinding sel bakteri gram positif. Lipida akan larut dalam alkohol dan aseton sebagai larutan pemucat, sehingga pori - pori dinding sel gram membesarkan dan meningkatkan daya larut kompleks kristal violet iodium pada dinding sel bakteri gram negatif, sehingga proses pemucatan berlangsung lebih cepat dibanding bakteri gram positif dan akhirnya terwarnai oleh cat penutup safranin yang berwarna merah (Lay, 1994). Sebaiknya pengecatan gram dilakukan beberapa kali, untuk mendapatkan hasil akhir yang akurat (Hadioetomo, 1993).
Gram positif mempunyai bentuk koloni batang, sedangkan pada gram negatif bentuk koloninya adalah bulat. Faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan keragaman dalam reaksi gram adalah :
Pengaruh fiksasi terhadap olesan
fiksasi panas yang berlebihan dapat menyebabkan dinding sel rusak
Konsentrasi dan umur reagen-reagen yang digunakan untuk pewarnaan gram
Sifat, konsentrasi, dan jumlah pemucat yang dipakai
Pencucian dan pengeringan, antara masing-masing tahapan harus konsisten
air yang berlebihan pada gelas preparat akan melarutkan reagen-reagen terutama iodin
Umur bakteri
(Hadioetomo, 1993)
16 Jenis bakteri yang termasuk gram positif adalah famili Micrococcaceae seperti Microsoccocus, Staphylococcus
dan famili Streptococcaceae seperti Streptococcus,
Leuconostoc, Pediococcus, Aerococcus. Streptococcus merupakan bakteri berbentuk bulat yang hidup secara berpasangan, atau membentuk rantai pendek dan panjang tergantung dari spesies dan kondisi pertumbuhannya (Fardiaz, 1992).
Beberapa jenis bakteri yang merupakan jenis bakteri gram (-) adalah Eschericia coli, Enterobacter aerogenes, dan kelompok Pseudomonas. Sedangkan yang termasuk bakteri gram (+) adalah kelompok Lactobacillus, Streptococcus, Staphylococcus dan Streptococcus. (Hadioetomo, 1993).
Pengecatan struktur merupakan pengecatan yang jarang dilakukan karena biasanya untuk melakukan pewarnaan pada flagela, endospora, ataupun kapsula, di mana tidak semua bakteri memilikinya. Namun pengecatan ini juga dapat dipakai untuk klasifikasi bakteri, karena dengan pengecatan ini dapat diketahui keberadaan endospora, dan kemudian bakteri yang mengandung endospora dikelompokkan ke dalam genus tertentu. Namun ada kelemahan dalam klasifikasi ini, yaitu bila ada bakteri yang tidak tampak endosporanya setelah pengecatan maka belum tentu bisa dimasukkan ke dalam golongan bakteri tidak berendospora tapi mungkin saja karena lingkungan tidak terlalu buruk untuk melakukan pembentukan endospora. Endospora umumnya cukup besar dan berwarna hitam. Cara yang paling sering dipakai dengan memakai cat safranin dan malachite green yang dapat mewarnai spora di dalam sel. (Fardiaz, 1992).
Pewarnaan endospora, sebenarnya merupakan pewarnaan yang hanya mewarnai satu bagian sel saja, sehingga dapat digunakan untuk membedakan dengan bagian lain dari mikroba bersangkutan. Endospora merupakan
struktur yang dibentuk di dalam bakteri tipe-tipe
tertentu, yang terbentuk pada akhir fase logaritmik, dan dibentuk oleh sel basilus, bersifat sangat tahan terhadap pemanasan, pengeringan, disinfektan, dan setelah diwarnai sukar untuk dihilangkan. Endospora ini dibentuk pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk pertumbuhan sel vegetatif (Fardiaz, 1992).
Endospora hanya terdapat dalam bakteri berbentuk batang (basilus) dan dapat dilihat dengan pewarnaan endospora. Pada umumnya, bakteri pembentuk endospora memang berbentuk batang, dan setelah membentuk endospora sporangium, bakteri akan mati lalu mengalami
17 lisis (pemecahan membran sel). Spora bekas lisis memiliki ukuran cukup besar, sehingga dapat terlihat jelas pada mikroskop. Spora bekas inilah yang menunjukkan adanya endospora (Lay, 1994).
Endospora dapat bertahan hidup dalam keadaan kekurangan nutrien, tahan terhadap panas, dan unsur-unsur fisik lainnya seperti pembekuan, kekeringan, radiasi ultraviolet, serta terhadap bahan kimia yang dapat menghancurkan bakteri yang tidak membentuk spora. Ketahanan tersebut karena adanya selubung spora yang tebal dan keras. Sifat endospora yang demikian itu menyebabkan dibutuhkannya perlakuan yang keras untuk mewarnainya. Hanya bila diberi perlakuan panas yang cukup, pewarna yang sesuai dapat menembus spora. Endospora yang terbentuk untuk membantu identifikasi bakteri yang tidak diketahui. Jenis bakteri yang biasanya membentuk endospora adalah Bacillus dan Clostridium (Hadioetomo, 1993).
Dalam percobaan pengecatan endospora, setelah penetesan pewarna malachite green, dilakukan pemanasan. Pemanasan ini bertujuan untuk mengembangkan lapisan luar spora yang bersifat tahan terhadap perubahan faktor luar, yang dalam hal ini adalah penambahan bahan kimia berupa larutan pewarna malachite green, sehingga zat warna malachite green dapat masuk ke dalam spora. Setelah didinginkan, warna hijau tersebut terperangkap dalam spora, sehingga struktur endospora dapat diamati (Lay, 1994).
Penambahan safranin yang merupakan zat warna basa akan mengikat muatan negatif yang terdapat pada permukaan sel sehingga sel vegetatif berwarna merah muda kekuningan. Dalam hal ini safranin tidak masuk ke dalam spora (Lay,1994). Tidak hilangnya zat pewarna malachite green setelah dicuci dengan menggunakan air karena spora akan menyerap warna dan tidak akan melepaskannya lagi meskipun diberi etanol, sedangkan ruang sel selebihnya akan kehilangan warnanya (Schlegel & Schmidt, 1994). Tujuan dilakukannya pemanasan pada percobaan ini supaya endospora dalam bakteri menjadi aktif, karena endospora dalam bakteri akan aktif jika pada saat lingkungan ekstrim dan kandungan airnya rendah saja (Fardiaz, 1992). Pemanasan akan mempercepat pengecatan, di mana pemanasan membantu zat warna menembus dinding endospora. Sehingga meskipun dilakukan pencucian dengan air mengalir, semua zat warna bagian sel akan luntur kecuali zat warna pada endospora tetap tertinggal (Tortora et al., 1995).
18
Warna hijau gelap adalah bakteri berendospora yang berkoloni, sedangkan warna hijau muda adalah bakteri berendospora yang memisah. Lalu, sel vegetatif yang berwarna merah muda didapat dari penambahan safranin. Penambahan safranin ini disebabkan karena sel vegetatif yang terdapat pada Bacillus subtilis tidak berwarna. Oleh karena itu penambahan safranin yang merupakan zat warna basa akan mengikat muatan negatif yang terdapat pada permukaan sel sehingga sel vegetatif berwarna merah muda kekuningan. Dalam hal ini, safranin tidak masuk ke dalam spora (Lay, 1994). Spora akan menyerap warna dan tidak akan melepaskannya lagi meskipun diberi etanol, sedangkan ruang sel selebihnya akan kehilangan warnanya (Schlegel & Shmidt, 1994).
Pada setiap proses pengecatan yang dilakukan, baik pengecatan sederhana, pengecatan gram, ataupun pengecatan endospora, selalu dilakukan proses fiksasi. Proses fiksasi ini dilakukan dengan cara melewatkan gelas benda pada nyala api spirius beberapa kali selama 1-2 detik. Proses ini bertujuan untuk lebih melekatkan bakteri pada gelas benda dan mematikan bakteri, karena sebenarnya bakteri yang hidup tidak dapat diamati, karena pada bakteri hidup, selnya tidak mengandung pigmen atau transparan, karena indeks bias sitoplasmanya hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair. Pengecatan bertujuan agar kontras antara sel dan latar belakang dapat dipertajam. Selain itu juga bertujuan untuk mempermudah pengamatan sel-sel bakteri. Penggunaan zat warna memungkinkan pengamatan struktur sel seperti spora, flagela, dan bahan inklusi yang mengandung zat pati dan granula fosfat (Lay, 1994).
Proses fiksasi dilakukan dengan cara melewatkan preparat di atas api, tetapi pemanasan yang digunakan tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan pecahnya dinding sel (Hadioetomo, 1993). Tujuannya adalah agar bakteri yang ada lebih dapat melekat pada preparat dan untuk mematikan bakteri (Lay, 1994). Pada umumnya pengecatan yang dilakukan sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, udara, dan zat warna itu sendiri. Zat warna yang disimpan terlalu lama dapat mempengaruhi hasil pewarnaan. Jenis zat warna yang dipakai dan sinar matahari juga sangat mempengaruhi pada sediaan yang telah diwarnai (Schlegel & Schmidt, 1994).
Sifat bakteri yang tidak berwarna sehingga hanya sedikit perbedaan warnanya dengan lingkungan di sekitarnya, membuat bakteri sulit diamati secara mendetail baik bagian selnya
19 atau pun bentuknya. Oleh karena itu harus dilakukan suatu usaha untuk menambah perbedaan warna antara bakteri dengan lingkungan sekitarnya, dan usaha tersebut adalah pewarnaan. Namun masih ada kesukaran yang ditemui selama pewarnaan, yaitu tidak bisa masuknya pewarna ke dalam tubuh bakteri hidup, dan untuk menyelesaikan masalah tersebut maka dilakukan usaha pembunuhan bakteri dengan fiksasi panas, karena pada umumnya fiksasi panas dilakukan di atas 600C sehingga bisa mebunuh bakteri yang tahan panas. Cat yang biasa digunakan adalah pewarnaan dengan ion organik yang dikenal sebagai pewarnaan dasr, dimana selanjutnya pewarnaan dasar tersebut bisa berikatan dengan ion negatif ataupun ion positif, dan membentuk pewarna asam dan basa. Dimana pewarna asam yang mengandung ion negatif hanya bisa mewarnai lingkungan sekitar bakteri atau dengan kata lain tidak bisa masuk dan terikat oleh sel sehingga tampak seperti daerah jernih dikelilingi daerah berwarna. Sedangkan pewarna basa yang mengandung ion positif bisa berikatan dnegan komponenkomponen yang ada di permukaan maupun di dalam sel itu sendiri karena komponen tersebut bermuatan negatif, dengan demikian pewarna basa bisa terikat oleh sel mati, dan pewarnaan inilah yang sering dipakai dalam pewarnaan sederhana, diferensial
maupun struktur.
(Bibiana, 1994)
Ada 2 macam preparat: 1.
Preparat yang bersifat basah (wet mount preparation) Ada 2 macam preparat basah, yaitu lekapan basah (wet mount) dan tetes gantung. Pada kedua preparat ini menggunakan setetes cairan yang mengandung mikroba hidup. Preparat semacam ini digunakan dalam mikrobiologi karena memungkinkan dilakukannya
pengamatan
bentuk
dan
ukuran
organisme
secara
indivisu,
pengelompokan khas sel-sel bakteri serta mengetahui apakah organisme tersebut begerak atau tidak. 2.
Olesan yang diwarnai Preparat ini lebih umum digunakan untuk mengamati mikroba secara mikroskopis namun pada olesan mikroorganisme mikroorganisme yang diwarnai hanya dapat diamati organisme mati.
(Hadioetomo, 1993).
Teknik pewarnaan harus dilakukan secara aseptis, maksudnya kegiatan penuangan media dilakukan di dekat bunsen dan alat-alat disemprot alkhohol dahulu sebelum digunakan. Sterilisasi dapat dicapai dengan menggunakan pemanasan lembab, pemanasan kering, filtrasi,
20 penyinaran, atau bahan kimia (Schlegel & Schmidt, 1994). Petridis media kultur, tabung reaksi, gelas ukur, ose untuk pemindahan, dan media harus bebas dari mikroorganisme yang hidup sebelum mereka digunakan untuk pertumbuhan kultur mikroorganisme. Alat - alat gelas, tabung uji, tabung fermentasi, botol, pipet, wadah gelas, dan cawan petri, biasanya disterilkan dalam autoklaf atau tungku udara panas ( Volk & Wheeler, 1993 ).
Pemindahan suatu biakan mikroorganisme harus dilakukan secara aseptis. Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh organisme yang tidak dikehendaki dalam biakan murni yang akan dibuat, dan menghindari tersentuhnya media atau permukaan tabung bagian dalam oleh benda yang tidak steril. Mikroorganisme luar yang tidak dikehendaki dapat masuk melalui kontak langsung dengan permukaan atau tangan yang tercemar ( Hadioetomo, 1993 ).
Pada saat memindahkan suatu biakan mikroba harus diperhatikan jangan sampai terjadi kontaminasi oleh organisme yang tidak dikehendaki dalam biakan murni yang akan dibuat. Mikroorganisme yang tidak dikehendaki dapat masuk melalui kontak langsung dengan permukaan atau tangan yang kotor. Oleh karena itu sebelum melakukan pemindahan kultur kita diharapkan untuk menciptakan lingkungan yang aseptis. Apabila mikroba yang tidak diharapkan masuk ke dalam kultur murni maka kultur murni tersebut akan tercemar. Identitas biakan mikrobiologi diartikan sebagai pemindahan kultur ke biakan segar tanpa terjadi pencemaran oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan ( Lay, 1994 ).
Cara aseptik yang harus dilakukan dalam pekerjaan mikrobiologi merupakan suatu cara kerja dimana terjadinya kontaminasi oleh mikrobia lain yang tidak dikehendaki dicegah semaksimum mungkin, sedangkan mikrobia yang dikehendaki dipertahankan semaksimum mungkin. Untuk memindahkan sel-sel mikrobia dari satu medium ke medium lainnya digunakan suatu kawat yang diberi batang pemegang di bagian pangkalnya, yang disebut jarum ose atau loop. Loop harus dipijarkan sampai berwarna merah sesaat sebelum dan sesudah digunakan. Dengan cara ini, bagian jarum dari loop tersebut menjadi steril untuk sementara karena mikrobia yang ada pada permuaakn loop akan mati. Selama pemijaran, jarum ose harus dipegang sedemikian rupa di atas api sehingga seluruh ujung loop hingga bagian dekat tangkai pemegang menyala secara bersamaan. Sebelum digunakan untuk inokulasi, loop yang telah menyala harus didinginkan dalam waktu beberapa detik untuk mencegah kematian mikrobia yang akan diinokualsikan (Volk & Wheeler, 1993).
21
Aspergillus termasuk dalam famili Moniliaceae dengan warna koloni adalah putih, sporanya disebut dengan sel kaki (Cappuccino & Sherman, 1983). Salah satu jenis kapang adalah Aspergillus. Ciri-cirinya : 1. Hifa septat dan miselium bercabang, biasanya tidak berwarna, yang terdapat dibawah permukaan hifa vegetatif, sedangkan yang muncul di atas permukaan umumnya merupakan hifa fertil. 2. Koloni kompak 3. Konidiofora septat atau nonseptat, muncul dari foot cell (yaitu miselium yang membengkak dan berdinding tebal). 4. Konidia membengkak menjadi vesikel pada ujungnya, membawa sterigma dimana tumbuh konidia. 5. Sterigma biasanya sederhana, berwarna, atau tidak berwarna. 6. Konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, coklat atau hitam (Fardiaz, 1992).
Grup Aspergillus niger mempunyai kepala pembawa konidia yang besar yang dipak secara padat, bulat dan berwarna hitam, cokelat-hitam atau ungu-cokelat. Konidianya kasar dan mengandung pigmen. Kebanyakan galur dalam grup ini mempunyai sklerotia yang berwarna abu-abu sampai hitam. Beberapa galur digunakan dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan enzim (Fardiaz, 1992).
Rhizopus oligosporus memiliki kemampuan proteolitik yang tinggi sehingga mampu mendegradasi protein yang terdapat pada kedelai yang tergolong biji-bijian. Sifat dari Rhizopus oligosporus yaitu mampu tumbuh cepat pada suhu 30–40oC, tidak memfermentasi sukrosa, mempunyai aktivitas proteolitik yang tinggi, mempunyai aktivitas lipolitik yang tinggi, memproduksi anti oksidan dan mampu tumbuh pada substrat biji- bijian (Rahman, 1992). Sifat-sifat dari Rhizopus oligosporus antara lain :
Mampu tumbuh cepat pada suhu 30-40oC, pertumbuhan miselium tampak setelah fermentasi berlangsung 12 jam dan selesai setelah 18-20 jam
Tidak dapat menfermentasi sukrosa
Mempunyai aktivitas lipolitik yang tinggi
Memproduksi antioksidan
22
Mampu menghasilkan tempe denga flavor dan aroma asli yang khas
Mampu tumbuh pada substrat pati biji-biji tanpa memproduksi asam-asam organic dengan tingkat kosentrasi yang dapat menyebabkan tempe terasa asam (Steinkraus, 1983).
Ciri-ciri spesifik Rhizopus adalah mempunyai hifa nonaseptat, mempunyai stolon dan rhizoid yang warnanya gelap jika sudah tua, sporangofora tumbuh pada noda di mana terbentuk juga rhizoid, sporangia biasanya besar dan berwarna hitam, kolumela agak bulat dan apofisis bebentuk seperti cangkir, tidak mempunyai sporangiola, membentuk hifa vegetatif yang melakukan penetrasi pada substrat, dan hifa fertil yang memproduksi sporangia pada ujung sporangiofora, pertumbuhannya cepat, dan membentuk miselium seperti kapas (Fardiaz, 1992).
Bacillus subtilis merupakan bakteri yang menghasilkan spora berbentuk silinder yang tidak membengkak, sporanya langsing dan tidak melebihi diameter 0,9 µm. Bacillus subtilis ini bersifat aerobik sampai anaerobik fakultatif, katalase positif, dan gram positif (Fardiaz, 1992). Bacillus subtilis merupakan bakteri berwujud silinder terentang dan digolongkan dalam bakteri yang berbentuk batang. Bentuk batang ini disesuaikan dengan namanya “basilus” yang berarti panjang. (Schlegel & Schmidt, 1994).
Streptococcus thermophilus memiliki sifat dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembentuk racun serta bersifat proteolitik dan lipolitik. Ciri – ciri yang dimiliki yaitu berbentuk bulat, hidup secara berpasangan, dan membentuk rantai pendek dan panjang (tergantung dari spesies dan kondisi pertumbuhannya) (Fardiaz, 1992).
Escherichia coli ialah jenis bakteri dengan bentuk batang atau bacil dan ada yang hidup secara berkelompok maupun menyebar (Fardiaz, 1992). Bacillus subtilis merupakan bakteri yang menghasilkan spora berbentuk silinder yang tidak membengkak, sporanya langsing dan tidak melebihi diameter 0,9 m. Bacillus subtilis ini bersifat aerobik sampai anaerobik fakultatif, katalase positif, dan gram positif. Bakteri Bacillus subtilis merupakan bakteri gram positif (Fardiaz, 1992). Sel khamir yang termasuk jenis Saccharomyces mungkin berbentuk bulat, oval, atau memanjang, dan mungkin membentuk pseudomiselium (Fardiaz, 1992).
23 Lactobacillus bulgaricus adalah salah satu simbiosis mikro-organisme yang dapat mengecilkan atau memperbanyak di lingkungan selaput lendir di saluran gastro-usus, juga disebut mukosa usus. Hal ini dijelaskan dalam jurnal medis sebagai antarmuka antara penyerapan nutrisi yang dibutuhkan dan pengalihan mikroba berbahaya dan racun. Ketika keseimbangan mikroflora menguntungkan adalah lemah pada antarmuka ini, penyakit infeksi lebih mungkin untuk mengambil pijakan. Sebaliknya, ketika mikroflora membantu yang subur, banyak kuman dan infeksi yang dicegah dari mengikuti tuan rumah dengan sistem yang menakjubkan umpan sinyal dan strategi yang digunakan oleh sistem pencernaan dalam kemitraan dengan mikroflora usus (Anonim, 2006).
Saccharomyces cereviceae dapat digunakan dalam proses fermentasi alkohol karena mampu memecah bahan pangan berkarbohidrat tinggi menjadi alkohol dan CO2. Proses ini diketahui sebagai fermentasi alkohol, adalah proses anaerob, yakni terjadi tanpa oksigen. Khamir memiliki sekumpulan enzim yang diketahui sebagai zymase yang berperanan pada fermentasi senyawa gula, seperti glukosa menjadi etanol ( etil alkohol ) dan karbondioksida. ( Gaman & Sherrington, 1994 ). Pada Saccharomyces cereviceae, pembelahan meiosis dapat terjadi pada kondisi tertentu langsung dari sel vegetatifnya. Untuk mewarnai sel khamir dapat digunakan pewarna seperti yang digunakan untuk bakteri, tetapi karena beberapa pewarna menutupi struktur sel, untuk melihat lokasi masing-masing struktur di dalam sel dapat digunakan pewarna spesifik (Fardiaz, 1992).
Saccharomyces uvarum adalah salah satu spesies yang mempunyai sejarah panjang dalam kegunaannya pada fermentasi dan industri pemrosesan makanan.
S. uvarum, juga
mempunyai nama lain S. bayanus, dikenal sebagai "wine yeast" sehubungan dengan kemampuan mereka dalam memproduksi anggur. Secara taksonomi, S. uvarum mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Saccharomyces cerevisiae (Anonim, 2009). Saccharomyces cerevisiae merupakan kelas Ascomycetes dimana spora tumbuh di dalam askus. S. cerevisiae adalah khamir yang bebentuk bulat, oval, atau memanjang. Reproduksi Saccharomyces cerevisiae dilakukan dengan membentuk askospora. Melalui proses meiosis terbentuk 4 spora yang akan bergeminasi membentuk sel vegetatif. Saccharomyces cerevisiae mempunyai morfologi sel yaitu garis koloni radial, tepian koloni bergelombang, permukaan koloni halus dan selnya berbentuk bulat (Fardiaz, 1992).
2.
MATERI METODE
2.1 Materi 2.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini antara lain : mikroskop, tabung reaksi, jarum N, bunsen, korek api, kipas angin, tissue, serbet, label, pemanas elektrik, jarum ose, kaca preparat, kaca objek, pengukur waktu, pipet tetes, masker, sarung tangan.
2.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini antara lain : alkhohol, larutan laktofenol, aquades, Aspergillus niger, Rhizopus oligosporus, Bacillus subtilis, Streptococcus thermophilus,
Escherichia
coli,
Lactobacillus
bulgaricus,
Azotobacter
xylinum,
Saccharomyces cereviseae, Saccharomyces ovarum, methylen blue, pewarna hijau malasit, violet kristal, lugol, dan pewarna safranin (fuksin).
2.2 Metode 2.2.1 Preparat Kapang Percobaan preparat kapang ini hanya dilakukan oleh kelompok 1 dan kelompok 2. Mula-mula jarum N dipijarkan di atas bunsen hingga berwarna merah. Setelah jarum berwarna merah, kultur diambil dengan menggunakan jarum N. Pengambilan kultur dilakukan secara aseptis. Kemudian kultur diletakkan pada kaca preparat yang sebelumnya sudah dibersihkan dengan alkhohol dan ditambah larutan laktofenol lalu ditutup dengan kaca penutup preparat. Terakhir, kaca preparat diletakkan di mikroskop untuk diamati. Gambar yang tampak pada mikroskop digambar pada tabel 1. Pada percobaan ini, kelompok 1 menggunakan kultur Aspergillus niger dan kelompok 2 menggunakan kultur Rhizopus oligosporus.
2.2.2 Pewarnaan 2.2.2.1 Preparasi Pertama-tama kaca preparat dibersihkan dengan menggunakan alkhohol dan dilap sampai kering menggunakan tissue. Kemudian kaca preparat diberi 1 tetes aquades. Setelah itu, di atas aquades ditambahkan biakan. Penambahan biakan dilakukan menggunakan jarum ose dan dikeringkan di depan kipas angin sampai kering. Setelah kering, kaca preparat difiksasi (dilewatkan api bunsen sebanyak 3 kali) dan dilakukan pewarnaan.
24
25 2.2.2.2 Pewarnaan Sederhana Percobaan ini dilakukan oleh kelompok 1 dan kelompok 2. Pertama-tama yang dilakukan adalah tahap preparasi. Setelah itu ditambah dengan metylen blue dan ditutup dengan kaca penutup preparat. Lalu kaca preparat dibilas dengan aquades dan dikeringkan di depan kipas angin hingga kering. Setelah itu, diamati menggunakan mikroskop. Gambar yang tampak pada mikroskop digambar pada tabel 2. Pada percobaan ini, kelompok 1 menggunakan mikroorganisme Bacillus subtilis dan kelompok 2 menggunakan mikroorganisme Streptococcus thermophilus.
2.2.2.3 Pewarnaan Gram Percobaan ini dilakukan oleh kelompok 3 dan kelompok 4. Pertama-tama yang dilakukan adalah tahap preparasi. Setelah itu ditambah dengan pewarna violet kristal lalu warnanya dihilangkan menggunakan alkhohol dan dibilas dengan aquades. Kemudian ditetesi dengan lugol dan didiamkan sebentar. Setelah itu, warnanya dihilangkan lagi menggunakan alkhohol. Didiamkan 1 menit kemudian ditambah fuksin (pewarna safranin). Lalu warnanya dihilangkan lagi menggunakan alkhohol dan dibilas lagi dengan aquades. Dikeringkan hingga kering kemudian diletakkan pada mikroskop untuk diamati. Gambar yang tampak pada mikroskop digambar pada tabel 2. Pada percobaan ini kelompok 3 menggunakan mikroorganisme Escherichia coli dan kelompok 4 menggunakan mikroorganisme Lactobacillus bulgaricus.
2.2.2.4 Pewarnaan Spora Bakteri Percobaan ini dilakukan oleh kelompok 5 dan kelompok 6. Pertama-tama yang dilakukan adalah tahap preparasi. Pewarna hijau malasit ditambahkan lalu dipanaskan dengan cara dilewatkan api bunsen selama 3 kali tapi tidak boleh sampai kering. Setelah itu dibilas dengan aquades. Setelah dibilas, ditambah dengan pewarna safranin (fuksin) lalu didiamkan selama 10 detik dan dibilas lagi dengan aquades. Setelah itu dikeringkan. Jika sudah kering, diletakkan pada mikroskop untuk diamati. Gambar yang tampak pada mikroskop digambar pada tabel 2. Pada percobaan ini, kelompok 5 menggunakan mikroorganisme Bacillus subtilis dan kelompok 6 menggunakan Azotobacter xylinum.
2.2.2.5 Pewarnaan Spora Yeast Percobaan ini dilakukan oleh kelompok 7 dan kelompok 8. Pertama-tama yang dilakukan adalah tahap preparasi. Pewarna violet kristal ditambahkan lalu dipanaskan dengan cara
26 dilewatkan api bunsen selama 3 kali tapi tidak boleh sampai kering. Setelah itu dibilas dengan alkhohol dan dikeringkan terlebih dahulu. Setelah itu, ditambah dengan pewarna safranin (fuksin) lalu didiamkan selama 10 detik dan dibilas lagi dengan aquades lalu dikeringkan. Jika sudah kering, diletakkan pada mikroskop untuk diamati. Gambar yang tampak pada mikroskop digambar pada tabel 2. Pada percobaan ini, kelompok 7 menggunakan mikroorganisme Saccharomyces cereviseae dan kelompok 8 menggunakan Saccharomyces ovarum.
3.
HASIL PENGAMATAN
3.1 Preparat Kapang Tabel hasil percobaan preparat kapang dapat dilihat pada tabel 1 Tabel 1.Preparat Kapang Kelompok
1
2
Kultur
Gambar
Keterangan
Aspergillus niger
1. Vesi 2. Konidiofora 3. Konidia 4. Foot cell 5. Sterigma Perbesaran : 40 x 10
Rhizopus oligosporus
1. Sporangium 2. Sporangiospora 3. Kolum 4. Apotitis 5. Sporangiosfor 6. Stolon 7. Noda Perbesaran : 40 x 10
Dari tabel diatas dapat diketahui kultur yang digunakan dalam percobaan preparat kapang ini dan bagian-bagian yang tampak jika dilihat menggunakan mikroskop serta perbedaran yang digunakan. Percobaan ini hanya dilakukan oleh kelompok 1 dan 2. Kelompok 1 menggunakan kultur Aspergillus niger. Bagian-bagian yang tampak antara lain : vesi, konidiofora, konidia, foot cell, dan sterigma. Sementara kelompok 2 menggunakan kultur yang berbeda yaitu Rhizopus oligosporus. Bagian-bagian yang tampak antara lain : sporangium, sporangiospora, kolum, apotitis, sporangiosfor, stolon, dan noda. Perbesaran yang digunakan dalam percobaan ini adalah 40 x 10.
3.2 Pewarnaan Hasil percobaan pewarnaandapat dilihat pada tabel 2
27
28 Tabel 2.Pewarnaan Kelompok
Jenis pewarnaan
Jenis mikroorganisme
1
Sederhana
Bacillus subtilis
Bentuk : streptococcus Warna : coklat Perbesaran : 10 x 100
2
Sederhana
Streptococcus thermophilus
Bentuk : coccus Warna : biru hitam Perbesaran : 10 x 100
3
Gram
Escherichia coli
Bentuk : coccus Warna : merah Perbesaran : 10 x 100
4
Gram
Lactobacillus bulgaricus
Bentuk : Warna : Perbesaran : -
5
Spora bakteri
Bacillus subtilis
Bentuk : coccus Warna : merah Perbesaran : 10 x 100
6
Spora bakteri
Azotobacter xylinum
Bentuk : coccus Warna : merah bata Perbesaran : 10 x 100
Gambar
Keterangan
29
7
Spora yeast
Saccharomyces cereviseae
8
Spora yeast
Saccharomyces ovarum
Bentuk : coccus Warna : merah Perbesaran : 40 x 100
Bentuk : staphylococcus Warna : merah Perbesaran : 40 x 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bentuk dan warna yang tampak pada mikroskop dari masing-masing mikroorganisme dengan pewarnaan yang berbeda-beda. Kelompok 1 melakukan percobaan pewarnaan sederhana dengan mikroorganisme Bacillus subtilis. Pada mikroskop akan tampak mikroorganisme ini berbentuk streptococcus dan berwarna coklat. Kelompok 2 melakukan percobaan pewarnaan sederhana dengan mikroorganisme Streptococcus thermophilus. Pada mikroskop akan tampak mikroorganisme ini berbentuk coccus dan berwarna biru hitam. Kelompok 3 melakukan percobaan pewarnaan gram dengan mikroorganisme Escherichia coli. Pada mikroskop akan tampak mikroorganisme ini berbentuk coccus dan berwarna merah. Kelompok 4 melakukan percobaan pewarnaan gram dengan mikroorganisme Lactobacillus bulgaricus. Khusus untuk kelompok 4, hasil percobaan pewarnaan tidak tampak pada mikroskop. Kelompok 5 melakukan percobaan pewarnaan spora bakteri dengan mikroorganisme Bacillus subtilis. Pada mikroskop akan tampak mikroorganisme ini berbentuk coccus dan berwarna merah. Kelompok 6 melakukan percobaan pewarnaan spora bakteri dengan mikroorganisme Azotobacter xylinum. Pada mikroskop akan tampak mikroorganisme ini berbentuk coccus dan berwarna merah bata. Kelompok 7 melakukan percobaan pewarnaan spora yeast dengan mikroorganisme Saccharomyces cereviseae. Pada mikroskop akan tampak mikroorganisme ini berbentuk coccus dan berwarna merah. Kelompok 8 melakukan percobaan pewarnaan spora yeast dengan
mikroorganisme
Saccharomyces
ovarum.
Pada
mikroskop
akan
tampak
mikroorganisme ini berbentuk staphylococcus dan berwarna merah. Perbesaran yang digunakan oleh tiap-tiap kelompok tidak sama. Kelompok 1 sampai kelompok 6
30 menggunakan perbesaran 10 x 100. Sementara kelompok 7 dan kelompok 8 menggunakan perbesaran 40 x 100.
4.
PEMBAHASAN
Pada kegiatan praktikum ini dilakukan dua jenis percobaan yaitu preparat kapang dan pewarnaan. Kedua jenis percobaan ini dilakukan menggunakan mikroskop. Menurut Volk & Wheeler, mikroskop adalah suatu alat yang berfungsi untuk meneliti atau mengamati terhadap benda-benda yang relatif kecil (yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang), contohnya: untuk melihat bagian-bagian kecil sel, dan mikroorganisme. Menurut Lay (1994), mikroskop adalah alat utama yang mempunyai fungsi penting di laboratorium mikrobiologi. Fungsi dari mikroskop adalah untuk membantu mengamati benda-benda yang berukuran sangat kecil. Menurut Schlegel & Schmidt (1994) di dalam mengungkapkan struktur halus dari suatu sel kita tidak mampu menelusurinya tanpa bantuan alat, yaitu mikroskop. Mikroskop berfungsi untuk mengamati benda – benda yang berukuran sangat kecil yang berasal dari makhluk hidup maupun benda mati seperti preparat awetan. Mikroskop yang digunakan dalam percobaan ini adalah mikroskop majemuk. Sebenarnya, tidak hanya dalam percobaan ini saja, laboratorium memang biasanya menggunakan mikroskop majemuk. Menurut Volk & Wheeler (1993) mikroskop yang disebut sebagai mikroskop majemuk adalah mikroskop yang memiliki dua perangkat lensa. Komponen utama mikroskop majemuk adalah : tabung yang memisahkan lensa objektif dan okuler, cermin untuk memantulkan cahaya, kondensor untuk memusatkan cahaya, diafragma iris untuk mengatur banyak sedikit cahaya yang masuk ke spesimen, penyesuaian halus dan kasar untuk menaikkan dan menurunkan lensa objektif, pentas untuk meletakkan spesimen, kerangka untuk menyangga semua bagian mikroskop (Volk & Wheeler, 1993).
Pada percobaan preparat kapang, mula-mula jarum N dipijarkan di atas bunsen hingga berwarna merah. Setelah jarum berwarna merah, kultur diambil dengan menggunakan jarum N. Pengambilan kultur dilakukan secara aseptis. Menurut Volk & Wheeler (1993) jarum ose harus dipijarkan sampai berwarna merah sesaat sebelum dan sesudah digunakan. Dengan cara ini, bagian jarum dari loop tersebut menjadi steril untuk sementara karena mikrobia yang ada pada permuaakn loop akan mati. Selama pemijaran, jarum ose harus dipegang sedemikian rupa di atas api sehingga seluruh ujung loop hingga bagian dekat tangkai pemegang menyala secara bersamaan.Kemudian kultur diletakkan pada kaca preparat yang sebelumnya sudah dibersihkan dengan alkhohol dan ditambah larutan laktofenol lalu ditutup dengan kaca penutup preparat. Terakhir, kaca preparat diletakkan di mikroskop untuk diamati. Menurut Nasir et al (1993) cara memakai mikroskop adalah dengan cara mengarahkan tubus pada objek, pilih lensa obyektif dengan perbesaran lemah dengan menggunakan revolver, 31
32 membuka diafragma sampai maksimum, melihat ke dalam okuler, mengamati preparat dengan menggunakan secara bergantian Pada percobaan ini, kelompok 1 menggunakan kultur Aspergillus niger dan kelompok 2 menggunakan kultur Rhizopus oligosporus. Percobaan ini hanya dilakukan oleh kelompok 1 dan kelompok 2.
Setelah diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40 x 10, kelompok 1 yang menggunakan kultur Aspergillus niger, bagian-bagian yang tampak antara lain : vesi, konidiofora, konidia, foot cell, dan sterigma. Sementara kelompok 2 menggunakan kultur yang berbeda yaitu Rhizopus oligosporus. Bagian-bagian yang tampak antara lain : sporangium, sporangiospora, kolum, apotitis, sporangiosfor, stolon, dan noda. Hal ini sesuai dengan teori Fardiaz (1992) yang mengatakan bahwa Aspergillus memiliki konidiofora (septat atau non septat yang meuncul dari foot cell), koloni kompak, konidia yang membentuk rantai, sterigma. Untuk lebih lanjutnya, dapat dilihat pada tabel 1.
Percobaan yang kedua adalah pewarnaan. Pewarnaan ini dibagi lagi menjadi lima bagian yaitu preparasi, pewarnaan sederhana, pewarnaan gram, pewarnaan spora bakteri, dan pewarnaan spora yeast. Pewarnaan spora bakteri dan yeast termasuk pewarnaan struktural. Hal ini sesuai dengan teori Fardiaz (1992) yang mengatakan bahwa Pewarnaan bakteri dapat dibedakan atas beberapa golongan, yang meliputi : pewarnaan sederhana, pewarnaan diferensial (pewarnaan gram dan pewarnaan asam cepat), pewarnaan struktural (pewarnaan inti sel (Feulgen) yaitu pewarnaan inti sel bakteri, pewarnaan endospora yaitu pewarnaan spora bakteri, pewarnaan dinding sel yaitu pewarnaan dinding sel dari bakteri, pewarnaan kapsul yaitu pewarnaan kapsul yang dibentuk oleh bakteri, pewarnaan flagella yaitu pewarnaan flagel / alat gerak bakteri), dan pewarnaan untuk menguji komponen dalam sel seperti Glikogen, Lipida. Menurut Hadioetomo (1993) pewarnaan ini mutlak diperlukan karena sel mikroorganisme yang tidak diwarnai umumnya tampak hampir tembus pandang (transparan) bila diamati dengan mikroskop cahaya biasa sehingga sukar dilihat karena sitoplasma selnya mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair. Kontras antara sel dan latar belakangnya dapat dipertajam dengan mewarnai sel-sel tersebut dengan sel warna. Oleh karena itu, penggunaan zat warna terhadap bakteri yang dilakukan pada percobaan bertujuan supaya zat warna dapat mengadsorbsi atau membiaskan cahaya sehingga dapat meningkatkan kontras dengan sekelilingnya dan struktur sel bakteri dapat diamati. Menurut Volk & Wheeler (1993)
33 mikroorganisme yang akan diamati telah diberi zat pewarna kimia supaya lebih mudah dilihat dan dipelajari. Menurut Lay (1994) pengecatan bertujuan agar kontras antara sel dan latar belakang dapat dipertajam. Selain itu juga bertujuan untuk mempermudah pengamatan sel-sel bakteri. Penggunaan zat warna memungkinkan pengamatan struktur sel seperti spora, flagela, dan bahan inklusi yang mengandung zat pati dan granula fosfat.
Pada percobaan ini, sebelum melakukan pewarnaan mula-mula yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah tahap preparasi. Pada tahap preparasi mula-mula kaca preparat dibersihkan dengan menggunakan alkhohol dan dilap sampai kering menggunakan tissue. Kemudian kaca preparat diberi 1 tetes aquades. Setelah itu, di atas aquades ditambahkan biakan. Penambahan biakan dilakukan menggunakan jarum ose dan dikeringkan di depan kipas angin sampai kering. Setelah kering, kaca preparat difiksasi (dilewatkan api bunsen sebanyak 3 kali) dan dilakukan pewarnaan. Menurut Lay (1994) proses fiksasi ini dilakukan dengan cara melewatkan gelas benda pada nyala api spirius beberapa kali selama 1-2 detik. Proses ini bertujuan untuk lebih melekatkan bakteri pada gelas benda dan mematikan bakteri, karena sebenarnya bakteri yang hidup tidak dapat diamati, karena pada bakteri hidup, selnya tidak mengandung pigmen atau transparan, karena indeks bias sitoplasmanya hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair. Menurut Hadioetomo (1993) proses fiksasi dilakukan dengan cara melewatkan preparat di atas api, tetapi pemanasan yang digunakan tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan pecahnya dinding sel.
Setelah melakukan preparasi, maka dapat dilakukan pewarnaan. Pada pewarnaan sederhana, setelah melakukan preparasi, ditambah dengan metylen blue dan ditutup dengan kaca penutup preparat. Lalu kaca preparat dibilas dengan aquades dan dikeringkan di depan kipas angin hingga kering. Setelah itu, diamati menggunakan mikroskop. Pada percobaan ini, kelompok 1 menggunakan
mikroorganisme
Bacillus
subtilis
dan
kelompok
2
menggunakan
mikroorganisme Streptococcus thermophilus. Pada pewarnaan gram, setelah melakukan preparasi, ditambah dengan pewarna violet kristal lalu warnanya dihilangkan menggunakan alkhohol dan dibilas dengan aquades. Kemudian ditetesi dengan lugol dan didiamkan sebentar. Setelah itu, warnanya dihilangkan lagi menggunakan alkhohol. Didiamkan 1 menit kemudian ditambah fuksin (pewarna safranin). Lalu warnanya dihilangkan lagi menggunakan alkhohol dan dibilas lagi dengan aquades. Dikeringkan hingga kering kemudian diletakkan pada mikroskop untuk diamati. Pada percobaan ini kelompok 3 menggunakan mikroorganisme Escherichia coli dan kelompok 4 menggunakan mikroorganisme
34 Lactobacillus bulgaricus. Pada pewarnaan spora bakteri, setelah melakukan tahap preparasi pewarna hijau malasit ditambahkan lalu dipanaskan dengan cara dilewatkan api bunsen selama 3 kali tapi tidak boleh sampai kering. Setelah itu dibilas dengan aquades. Setelah dibilas, ditambah dengan pewarna safranin (fuksin) lalu didiamkan selama 10 detik dan dibilas lagi dengan aquades. Setelah itu dikeringkan. Jika sudah kering, diletakkan pada mikroskop untuk diamati. Pada percobaan ini, kelompok 5 menggunakan mikroorganisme Bacillus subtilis dan kelompok 6 menggunakan Azotobacter xylinum. Percobaan spora yeast hampir sama dengan spora bakter, hanya bedanya pada spora yeast yang ditambahkan adalah pewarna violet kristal. Pada percobaan ini, kelompok 7 menggunakan mikroorganisme Saccharomyces cereviseae dan kelompok 8 menggunakan Saccharomyces ovarum. Hal ini sesuai dengan teori Atlas (1984) yang membahas cara melakukan percobaan pewarnaan. Dia mengatakan bahwa tahap awal pengecatan yaitu meletakkan kultur bakteri yang akan diamati secara aseptis di atas kaca preparat yang telah dibersihkan dengan menggunakan alkohol. Pembersihan segala sesuatu dengan menggunakan alkohol dilakukan agar bakteri yang akan diamati tidak terkontaminasi dengan mikroorganisme lain. Setelah kering, kemudian dibakar agar pada tahap pencucian bakteri tetap tinggal dalam preparat. Tahap terakhir adalah pewarnaan. Pewarnaan sederhana mikroorganisme akan bernilai positif bila pewarna diserap oleh sel mikrobia sehingga sel menjadi lebih gelap dari lingkungan di sekitarnya atau bernilai negatif bila mikroorganisme lebih terang daripada lingkungannya.
Dalam percobaan ini, mikroorganisme berkali-kali dibilas menggunakan aquades. Hal ini tidak akan menghilangkan bakteri maupun zat pewarna yang akan diamati karena menurut Timotius (1982) reaksi kimia biasanya terjadi antara pewarna dan komponen-komponen dalam sel sehingga warna tetap tertinggal meskipun sel dicuci dengan air. Selain itu, menurut Schlegel & Schmidt (1994) tidak hilangnya zat pewarna setelah dicuci dengan menggunakan air karena spora akan menyerap warna dan tidak akan melepaskannya lagi meskipun diberi etanol, sedangkan ruang sel selebihnya akan kehilangan warnanya Pada pewarnaan spora bakteri, ditambahkan pewarna hijau malasit lalu setelah itu dilakukan pemanasan. Menurut Lay (1994) pemanasan ini bertujuan untuk mengembangkan lapisan luar spora yang bersifat tahan terhadap perubahan faktor luar, yang dalam hal ini adalah penambahan bahan kimia berupa larutan pewarna malachite green, sehingga zat warna malachite green dapat masuk ke dalam spora. Setelah didinginkan, warna hijau tersebut terperangkap dalam spora, sehingga struktur endospora dapat diamati. Menurut Fardiaz (1992) tujuan dilakukannya pemanasan pada percobaan ini supaya endospora dalam bakteri menjadi aktif, karena endospora dalam
35 bakteri akan aktif jika pada saat lingkungan ekstrim dan kandungan airnya rendah saja Selain itu, menurut Tortora et al (1995) pemanasan akan mempercepat pengecatan, di mana pemanasan membantu zat warna menembus dinding endospora. Sehingga meskipun dilakukan pencucian dengan air mengalir, semua zat warna bagian sel akan luntur kecuali zat warna pada endospora tetap tertinggal. Pada pewarnaan spora bakteri dan spora yeast, setelah pewarna juga ditambahkan pewarna safranin. Menurut Lay (1994) penambahan safranin yang merupakan zat warna basa akan mengikat muatan negatif yang terdapat pada permukaan sel sehingga sel vegetatif berwarna merah muda kekuningan. Dalam hal ini safranin tidak masuk ke dalam spora. Bakteri yang dioleskan pada preparat tidak boleh terlalu tebal karena jika terlalu tebal maka tidak dapat dilihat menggunakan mikroskop.
Dalam percobaan ini harus diperhatikan bahwa bakteri yang dioleskan pada preparat tidak boleh terlalu tebal atau terlalu tipis karena dapat menyebabkan gambar yang tampak pada mikroskop menjadi tidak jelas dan mengganggu proses pengamatan. Hal ini sesuai dengan teori Hadioetomo (1993) yang mengatakan bahwa hal yang penting yang mempengaruhi keberhasilan pada pengecatan bakteri adalah penyiapan preparat yang baik yakni tidak terlalu tebal atau tidak terlalu tipis,
biakan dapat tetap melekat pada gelas preparat selama
pencucian berulang-ulang, sel-selnya tidak berubah bentuk setelah fiksasi dan pengecatan. Selain penyiapan preparat, pengolesan bakteri pada gelas benda tidak boleh terlalu tebal ataupun terlalu tipis. Sebab jika olesannya terlalu tebal, maka sel-sel bakteri akan bertumpang tindih, sehingga ketika bagian selnya tidak bisa teramati dengan jelas bila dilihat di bawah mikroskop, dan juga akan menylitkan dalam pewarnaan. Apabila terlalu tipis, hal yang dikhawatirkan adalah akan banyak sel yang hilang saat pencucian sehingga bisa saja semua bakteri akan hilang akibat pencucian selain itu mengingat kecilnya sel bakteri, sehingga akan menyulitkan dalam pengamatan. Hal ini didukung oleh teori Trihendrokesworo (1989) yang mengatakan bahwa ada pula faktor lain yang dapat mempengaruhi sifat gram negatif dan gram positif, yaitu penyiapan preparat yang terlalu tebal menyebabkan pelarutan kurang baik, konsentrasi dan kesegaran bahan untuk pewarna, waktu pelarutan yang terlalu lama menyebabkan warna pada sel bakteri gram positif ikut terlarut, pencucian dan pengeringan yang mempengaruhi keberadaan iodin, serta umur bakteri yang mempengaruhi keutuhan bakteri.
Setelah diamati menggunakan mikroskop, maka akan tampak gambar yang berbeda untuk setiap jenis mikroorganisme. Hal-hal yang dapat diamati dengan menggunakan mikroskop
36 antara lain warna dan bentuk koloni nya. Menurut Volk & Wheeler (1993) pada umumnya, olesan bakteri terwarnai dapat mengungkapkan ukuran, bentuk, susunan dan ada atau tidaknya struktur internal seperti spora dan butiran. Menurut Hadioetomo (1993) pengecatan sederhana yang dilakukan memungkinkan dibedakannya bakteri dengan bermacam - macam tipe morfologi (coccus, basilus, vibrio, sprilum, dan sebagainya) dari bahan-bahan lainnya yang ada pada olesan yang diwarnai. Timotius (1982) juga mengatakan bahwa Bentuk dan ukuran mikrobia merupakan karakteristik yang penting untuk identifikasi. Adapun 3 bentuk dasar sel bakteri : batang (baccil), bulat (coccus), dan lengkung (koma, vibrion, dan spiral). Bentuk bakteri yang paling dikenal ada 2 macam, yaitu batang dan bulat. Untuk melihat hasil lengkapnya, dapat dilihat pada tabel 2.
Pada pewarnaan sederhana, zat pewarna yang digunakan adalah methylen blue yang bertujuan untuk mengetahui sel tersebut hidup / mati. Ini sebabnya pewarnaan jenis ini merupakan pewarnaan yang paling sederhana dan sering dilakukan. Hal ini sesuai dengan teori Timotius (1982) yang mengatakan bahwa dalam pengecatan sederhana, digunakan larutan biru metilen Leoffer (bersifat basa) sebagai zat pewarna. Hal ini dikarenakan sitoplasma bakteri bersifat basofilik, sehingga pewarna tersebut dapat masuk ke dalam sel dan mengadakan reaksi kimia dengan komponen sel, sehingga warna biru metilen Leoffer tetap tertinggal di dalam sel, dan dapat dilakukan pengamatan dengan mikroskop. Pengecatan sederhana bertujuan untuk mengetahui bentuk mikroba dengan bantuan mikroskop. Selain itu, Pelczar & Reid (1958) juga mengatakan bahwa pewarna metilen biru tidak dapat digunakan secara maksimal untuk meneliti komponen sel secara lebih detail. Ini dikarenakan, pewarna metilen biru hanya dapat membedakan sel-sel mati dan sel-sel hidup. Dimana sel mati berwarna biru karena mengalami pemecahan dinding sel, sehingga pewarna metilen biru dapat masuk ke dalam sitoplasma sel. Sedangkan sel yang masih hidup akan tetap berwarna transparan, karena dinding sel yang hidup masih utuh, dan belum mengalami lisis atau pemecahan. Hal ini didukung juga oleh Bibiana (1994) yang mengatakan bahwa pewarnaan sederhana hanya bisa untuk melihat bentuk dan susunan sel (Bibiana, 1994).
Pewarnaan gram adalah bagian dari pewarnaan diferensial, dimana pewarnaan diferensial terbagi menjadi dua yaitu pewarnaan gram dan pewarnaan asam cepat. Pewarnaan ini berfungsi untuk mengelompokkan bakteri. Zat pewarna yang digunakan dalam pewarnaan gram ini adalah violet kristal. Hal ini sesuai dengan teori Trihendrokesworo (1989) yang mengatakan bahwa pengecatan deferensial merupakan pengecatan yang memiliki keunggulan
37 dalam mengelompokkan bakteri, karena dengan pengecatan ini bakteri bisa digolongkan menjadi bakteri gram positif dan gram negatif. Dimana hal yang membedakannya adalah lapisan membran selnya. Gaman & Sherrington (1994) mengatakan bahwa Pengecatan gram dapat digunakan untuk membedakan bakteri dalam dua kelompok besar, yaitu : Bakteri yang dapat menahan pewarna primer yaitu ungu kristal, iodium, sampai pada akhir prosedur (selsel tampak biru gelap atau ungu) disebut gram positif dan bakteri yang kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan dengan alkohol namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan atau cat penutup safranin (sel-sel nampak merah muda) disebut gram negatif. Lay (1994) juga mengatakan hal yang serupa, bahwa pengecatan gram merupakan pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan paling banyak digunakan dalam laboratorium. Selain itu pengecatan gram merupakan tahap penting dalam pencirian dan identifikasi bakteri. Pengecatan gram ini dapat digunakan untuk memilah bakteri menjadi kelompok gram negatif atau gram positif. Cappucino & Sherman (1983) mengatakan bahwa pewarnaan gram ini memilahkan bakteri menjadi kelompok bakteri gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif berwarna ungu disebabkan kompleks zat warna kristal violetyodium tetap dipertahankan meskipun diberi larutan pemucat sedangkan bakteri gram negatif berwarna merah karena kompleks tersebut larut sewaktu pemberian larutan pemucat dan kemudian mengambil zat warna yang kedua yaitu Safranin yang menyebabkan sel menjadi berwarna merah. Fungsi zat warna kedua hanyalah sebagai pembeda (kontras) terhadap zat warna kristal violet.
Dalam pewarnaan gram, zat pewarna yang umumnya digunakan adalah violet kristal. Hal ini sesuai dengan teori Lay (1994) yang mengatakan bahwa dalam pengecatan gram pada bakteri, digunakan zat warna primer (violet kristal), larutan mordan (iodin), bahan peluntur (alkohol), dan zat warna penutup (safranin). Larutan mordan berfungsi untuk meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri, sehingga pengikatan zat warna oleh bakteri menjadi lebih kuat, memperjelas zat warna, mempersulit pelarutan zat warna, dan menyebabkan terbentuknya persenyawaan kompleks kristal violet-yodium. Sedangkan etanol, berfungsi untuk melunturkan zat warna primer dengan daya kerja lambat, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya pemucatan yang berlebihan. Fungsi penambahan zat warna penutup adalah sebagai pembeda (kontras) terhadap zat warna primer, dan juga untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan zat warna primernya (Lay, 1994).
38 Pewarnaan struktural merupakan pewarnaan yang paling jarang dilakukan, karena tidak semua bakteri memiliki endospora. Endospora biasanya hanya dapat dilihat pada bakteri yang berbentuk batang. Dalam pewarnaan ini digunakan zat pewarna hijau malasit. Hal ini sesuai dengan teori Fardiaz (1992) yang mengatakan bahwa pengecatan struktur merupakan pengecatan yang jarang dilakukan karena biasanya untuk melakukan pewarnaan pada flagela, endospora, ataupun kapsula, di mana tidak semua bakteri memilikinya. Namun pengecatan ini juga dapat dipakai untuk klasifikasi bakteri, karena dengan pengecatan ini dapat diketahui keberadaan endospora, dan kemudian bakteri yang mengandung endospora dikelompokkan ke dalam genus tertentu. Namun ada kelemahan dalam klasifikasi ini, yaitu bila ada bakteri yang tidak tampak endosporanya setelah pengecatan maka belum tentu bisa dimasukkan ke dalam golongan bakteri tidak berendospora tapi mungkin saja karena lingkungan tidak terlalu buruk untuk melakukan pembentukan endospora. Endospora umumnya cukup besar dan berwarna hitam. Cara yang paling sering dipakai dengan memakai cat safranin dan malachite green yang dapat mewarnai spora di dalam sel. Selain itu, Lay (1994) juga mengatakan bahwa endospora hanya terdapat dalam bakteri berbentuk batang (basilus) dan dapat dilihat dengan pewarnaan endospora. Pada umumnya, bakteri pembentuk endospora memang berbentuk batang, dan setelah membentuk endospora sporangium, bakteri akan mati lalu mengalami lisis (pemecahan membran sel). Spora bekas lisis memiliki ukuran cukup besar, sehingga dapat terlihat jelas pada mikroskop. Spora bekas inilah yang menunjukkan adanya endospora (Lay, 1994). Menurut Hadioetomo (1993) jenis bakteri yang biasanya membentuk endospora adalah Bacillus dan Clostridium. Dalam pewarnaan ini, setelah ditambah dengan pewarna hijau malasit akan dilakukan pemanasan dan penambahan pewarna safranin yang tujuannya sudah dijelaskan sebelumnya di bagian atas bab pembahasan ini.
Dalam percobaan ini, kegiatan pemindahan mikroorganisme harus dilakukan secara aseptis untuk mencegah adanya kontaminasi. Hal ini sesuai dengan teori Hadioetomo (1993) yang mengatakan bahwa pemindahan suatu biakan mikroorganisme harus dilakukan secara aseptis. Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh organisme yang tidak dikehendaki dalam biakan murni yang akan dibuat, dan menghindari tersentuhnya media atau permukaan tabung bagian dalam oleh benda yang tidak steril. Mikroorganisme luar yang tidak dikehendaki dapat masuk melalui kontak langsung dengan permukaan atau tangan yang tercemar.
39 Mikroorganisme yang digunakan dalam pewarnaan ini antara lain : Bacillus subtilis, Streptococcus thermophilus, Escherichia coli, Lactobacillus bulgaricus, Azotobacter xylinum, Saccharomyces cereviseae, dan Saccharomyces ovarum. Menurut Fardiaz (1992) Bacillus subtilis merupakan bakteri yang menghasilkan spora berbentuk silinder yang tidak membengkak, sporanya langsing dan tidak melebihi diameter 0,9 µm. Bacillus subtilis ini bersifat aerobik sampai anaerobik fakultatif, katalase positif, dan gram positif. Menurut Schlegel & Schmidt (1994) Bacillus subtilis merupakan bakteri berwujud silinder terentang dan digolongkan dalam bakteri yang berbentuk batang. Bentuk batang ini disesuaikan dengan namanya “basilus” yang berarti panjang.
Menurut Fardiaz (1992) Streptococcus thermophilus memiliki sifat dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembentuk racun serta bersifat proteolitik dan lipolitik. Ciri – ciri yang dimiliki yaitu berbentuk bulat, hidup secara berpasangan, dan membentuk rantai pendek dan panjang (tergantung dari spesies dan kondisi pertumbuhannya). Dan menurut Fardiaz (1992) Escherichia coli ialah jenis bakteri dengan bentuk batang atau bacil dan ada yang hidup secara berkelompok maupun menyebar.
Menurut Anonim (2006) Lactobacillus bulgaricus adalah salah satu simbiosis mikroorganisme yang dapat mengecilkan atau memperbanyak di lingkungan selaput lendir di saluran gastro-usus, juga disebut mukosa usus. Hal ini dijelaskan dalam jurnal medis sebagai antarmuka antara penyerapan nutrisi yang dibutuhkan dan pengalihan mikroba berbahaya dan racun. Ketika keseimbangan mikroflora menguntungkan adalah lemah pada antarmuka ini, penyakit infeksi lebih mungkin untuk mengambil pijakan. Sebaliknya, ketika mikroflora membantu yang subur, banyak kuman dan infeksi yang dicegah dari mengikuti tuan rumah dengan sistem yang menakjubkan umpan sinyal dan strategi yang digunakan oleh sistem pencernaan dalam kemitraan dengan mikroflora usus.
Menurut Fardiaz (1992) Saccharomyces cereviceae dapat digunakan dalam proses fermentasi alkohol karena mampu memecah bahan pangan berkarbohidrat tinggi menjadi alkohol dan CO2. Proses ini diketahui sebagai fermentasi alkohol, adalah proses anaerob, yakni terjadi tanpa oksigen. Khamir memiliki sekumpulan enzim yang diketahui sebagai zymase yang berperanan pada fermentasi senyawa gula, seperti glukosa menjadi etanol ( etil alkohol ) dan karbondioksida. ( Gaman & Sherrington, 1994 ). Pada Saccharomyces cereviceae, pembelahan meiosis dapat terjadi pada kondisi tertentu langsung dari sel vegetatifnya. Untuk
40 mewarnai sel khamir dapat digunakan pewarna seperti yang digunakan untuk bakteri, tetapi karena beberapa pewarna menutupi struktur sel, untuk melihat lokasi masing-masing struktur di dalam sel dapat digunakan pewarna spesifik.
Menurut Fardiaz (1992) Saccharomyces uvarum adalah salah satu spesies yang mempunyai sejarah panjang dalam kegunaannya pada fermentasi dan industri pemrosesan makanan. S. uvarum, juga mempunyai nama lain S. bayanus, dikenal sebagai "wine yeast" sehubungan dengan kemampuan mereka dalam memproduksi anggur. Secara taksonomi, S. uvarum mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Saccharomyces cerevisiae (Anonim, 2009). Saccharomyces cerevisiae merupakan kelas Ascomycetes dimana spora tumbuh di dalam askus. S. cerevisiae adalah khamir yang bebentuk bulat, oval, atau memanjang. Reproduksi Saccharomyces cerevisiae dilakukan dengan membentuk askospora. Melalui proses meiosis terbentuk 4 spora yang akan bergeminasi membentuk sel vegetatif. Saccharomyces cerevisiae mempunyai morfologi sel yaitu garis koloni radial, tepian koloni bergelombang, permukaan koloni halus dan selnya berbentuk bulat.
5.
KESIMPULAN
Mikroskop adalah suatu alat yang digunakan untuk melihat benda yang berukuran sangat kecil.
Pewarnaan diperlukan dalam mengamati sel yang hidup karena sel yang hidup biasanya tembus pandang dan sulit diamati.
Pewarnaan sederhana adalah pengecatan yang paling sering dilakukan. Pewarnaan jenis ini berfungsi mengamati suatu sel hidup / mati. Zat pewarna yang digunakan adalah methylen blue.
Pewarnaan gram berfungsi membedakan antara gram positif dan gram negatif. Zat pewarna yang digunakan adalah violet kristal
Pewarnaan struktural adalah pengamatan yang paling sulit dilakukan kaena tidak semua bakteri memiliki endospora. Zat pewarna yang digunakan adalah hijau malasit
Dalam pewarnaan struktural diperlukan adanya pemanasan dan penambahan pewarna safranin
Bakteri berdasarkan komposisi dinding sel nya dibagi menjadi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif
Bakteri yang dioleskan pada preparat tidak boleh terlalu tebal / terlalu tipis.
Percobaan ini harus dilakukan secara aseptis
Semarang, 26 Mei 2010 Praktikan
Asisten dosen Jurita Permata Sari Ruth Monalisa
Melisa Adriani 09.70.0068
41
6.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2006. Lactobacillus bulgaricus. bulgaricus.htm. Diakses tanggal 10 Mei 2010.
http://www.probiotic.org/lactobacillus-
Anonim_a. (2009). Final Risk Assesment for Saccaharomyces http://www.epa.govbiotech_rulepubspdffra010.pdf. Diakses tanggal 25 Mei 2010.
uvarum.
Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamentals and Application. Mcmillan Publishing Company. USA. Bibiana, W.L. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Cappuccino, I.G. & N. Sherman. (1983). Microbiology a Laboratory Manual. AddisonWesley Publishing Company. Massachuset. Dwidjoseputro,D.(1994). Dasar-Dasar Mikrobiologi.Djambatan.Jakarta. Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gaman, P.M. & K.B. Sherrington. (1994). Pengantar Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia. Jakarta. Lay, B.W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Muslim, C. (2003). Biologi Molekuler Sel. Universitas Bengkulu. Bengkulu. Nasir, M.; Sugiyanto; Johanes; Situmorang; Jesmandt. (1992). Penuntun Praktikum Biologi. Gadjahmada University Press. Yogyakarta. Nasir, M.; Sugiyanto; Johanes; Situmorang; Jesmandt. (1993). Penuntun Praktikum Biologi Umum. Debdikbud. Yogyakarta. Pelczar,M.J. & R.D.Reid. (1958). Microbiology. McGra-Hill Book Company Inc. New York. Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta. Schlegel, H.G. & K. Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
42
43 Steinkraus. (1983). Microbology Commings Publishing Company Inc. USA. Timotius, K. H. ( 1982 ). Mikrobiologi Dasar. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. Tortora, G. J. ; B. R. Funke. & C. L. Case. (1995). Microbiology an Introduction 5 th Edition. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA. Trihendrokesowo. (1989). Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta. Volk, W.A. & M.F. Wheeler. (1993). Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta. Waluyo, L. (2004). Mikrobiologi umum. UMM Press. Malang
7.
LAMPIRAN
7.1 Laporan Sementara
44
View more...
Comments