Metodologi Pekerjaan

March 22, 2018 | Author: dalrino | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Metodologi Pekerjaan...

Description

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

BAB 3 METODOLOGI PEKERJAAN 3.1 UMUM Metodologi pelaksanaan pekerjaan yang disajikan dalam bab ini merupakan garis besar rangkaian langkah kerja yang akan dilaksanakan oleh Konsultan untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Tiap tahap pekerjaan akan diberikan penjelasan secara garis besar. Tahapan pekerjaan sebelum dilakukan survei, terlebih dahulu dilakukan orientasi medan atau site visit, dimana pada tahapan ini mengadakan studi penyusunan Detail Engineering Desain (DED) Pembangunan Dermaga di Pelabuhan Tagemon, Kabupaten Mappi Papua. Hal ini bertujuan untuk mengetahui antara lain: - Kondisi eksisting wilayah Tagemon - Jenis tanah atau batuan di permukaan di sekitar lokasi rencana - Kondisi talud di sekitar area lahan pengembangan - Iklim dan curah hujan - Hidrologi di area lokasi rencana - Pengamatan abrasi dan erosi yang mungkin terjadi terjadi - Pengamatan garis pantai dan pasang surut air laut - Kondisi eksisiting bangunan pantai yang ada - Pengamatan kerusakan bangunan yang mungkin ada - Area dampak kerusakan - Aktivitas pantai seperti gelombang, arus, pasang surut - Tata guna lahan - Pemotongan lahan - Kemungkinan terjadinya penggalian atau penambangan Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-1

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

-

Detail Engineering Design

Adanya drainase setempat Akses jalan masuk ke area pantai Kondisi sosial budaya masyarakat setempat Setelah tahapan site visit dilakukan, maka gambaran tentang rencana studi penyusunan DED pembangunan pelabuhan di Tagemon telah didapatkan, maka dilakukan perencanaan penyelidikan detail secara lanjut, untuk data perencanaan detail engineering design fasilitas pelabuhan laut Tagemon dan merekomendasikan desain perkuatan tanah yang efisien dan stabil serta faktor aman yang cukup.

Sumber : Analisa Tim Masterplan, SID dan DED Pelabuhan Tagemon, 2015

Gambar 3.1 Bagan Alir Rencana Kerja DED Pembangunan Dermaga Tagemon

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-2

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

3.2

Detail Engineering Design

SURVEI LAPANGAN

3.2.1 Survei Topografi Pelaksanaan pekerjaan pengukuran topografi dalam pelaksanaannya melalui proses pengambilan data, pengolahan data lapangan, perhitungan, penggambaran dan penyajian data pada laporan. Secara garis besar pengambilan data topografi meliputi : - Penentuan titik referensi (Bench Mark) - Pengukuran kerangka dasar horisontal - Pengukuran kerangka dasar vertikal - Pengukuran detail situasi A. Peralatan Survei Peralatan yang dipergunakan dalam survei topografi antara lain meliputi: - GPS - Total Station - Auto Level (Waterpass) - Rambu Ukur - Pita Ukur dan Meteran

Sumber : Peralatan Tim, 2015

Gambar 3.2 Total Station

B. Penentuan Titik Referensi (Bench Mark) Dalam pelaksanaan pengukuran topografi, Konsultan akan menggunakan titik tetap yang sudah ada sebagai titik acuan (referensi) yang diketahui dan disetujui oleh pemberi kerja. Titik Referensi berfungsi untuk menentukan Azimut awal pengukuran. Penentuan posisi (koordinat) BM dan CP dilakukan dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) dan bereferensi pada datum WGS 84. Untuk menunjang hasil kegiatan proyek, dilakukan penambahan titik referensi baik berupa BM maupun CP di beberapa lokasi untuk menjamin akurasi pengukuran pada saat pelaksanaan konstruksi. Spesifikasi Teknis bentuk dan dimensi BM dan CP adalah sebagai berikut :

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-3

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

- Dimensi patok BM berukuran 20 cm x 20 cm x 100 cm terbuat dari beton yang ditanam 60 cm dan 40 cm di atas permukaan tanah. - Dimensi patok CP berukuran 10 cm x 10 cm x 80 cm atau pipa paralon diameter 4“ diisi beton cor. - Keduanya dilengkapi baut dengan tanda cross (X) pada bagian atasnya serta kode proyek, nama, nomor dan huruf pada bagian depannya yang akan dikonsultasikan dengan direksi. - Penempatan BM dan CP dilakukan pada posisi yang memudahkan kontrol pengukuran, aman dari gangguan manusia atau hewan, tidak mengganggu transportasi dan kegiatan rutin penduduk sekitar, diluar areal kerja/batas pembebasan tanah untuk bangunan air dan saluran, tetapi cukup mudah dicari dan berada dicakupan lokasi kerja.

20

Pen kuningan

Ø6 cm

Pipa pralon PVC Ø6 cm

25

Pelat marmer 12 x 12

Nomor titik

Tulangan tiang Ø10

Dicor beton

10

15

Beton 1:2:3

20

75

100

65

10

Dicor beton Sengkang Ø5-15

20

20

Pasir dipadatkan

40

Benchmark

Control Point

Sumber : Analisa Tim Masterplan, SID dan DED Pelabuhan Tagemon, 2015

Gambar 3.3 Bentuk Benchmark dan Control Point

C. Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal dilakukan dengan menggunakan metode Poligon. Pengukuran titik-titik poligon dilakukan dengan cara mengukur jarak dan sudut menurut lintasan tertutup (loop), dimana titik akhir pengukuran kembali pada titik awal pengukuran. Pengukuran sudut dilakukan secara double seri dimana besar sudut yang digunakan adalah harga rata-rata dari pembacaan tersebut, sedangkan pengukuran jarak dikontrol dengan cara pengukuran bolak-balik. Spesifikasi Teknis pengukuran Poligon adalah sebagai berikut : - Alat Total Station, dengan ketelitian sudut 5” (lima detik). - Pembacaan dilakukan secara Biasa dan Luar Biasa (double seri). - Metode poligon yang digunakan poligon tertutup (loop) dan terikat sempurna. - Pengolahan data menggunakan prinsip Bowditch. Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-4

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

- Kesalahan penutup sudut maksimum 10”√n (n = jumlah titik). - Kesalahan penutup jarak atau linier maksimum 1:10.000. - Bereferensi pada datum WGS 84. D. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal dilakukan dengan menggunakan metode Waterpass atau pengukuran Sipat (metode) Datar pada titik-titik jalur poligon. Pengukuran Sipat Datar dilakukan secara double stand dan pergi-pulang serta diikatkan terhadap BM. Spesifikasi Teknis pengukuran waterpass adalah sebagai berikut: - Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi. - Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap. - Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang menjadi rambu muka. - Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap Benang -

Atas, Benang Tengah, dan Benang Bawah. Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 lebih kecil atau sama dengan 2 mm. Jarak rambu ke alat maksimum 75 m. Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik. Toleransi salah penutup beda tinggi (T) ditentukan dengan rumus berikut:





T  8 D mm

- dimana D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan km. Hasil pengukuran lapangan kerangka dasar vertikal diolah dengan menggunakan spreadsheet sama dengan kerangka horisontalnya. Dari hasil pengolahan tersebut didapatkan data ketinggian relatif pada titik-titik patok terhadap Bench Mark acuan. Ketinggian relatif tersebut pada proses selanjutnya akan dikoreksi dengan pengikatan terhadap elevasi muka air laut paling surut atau Lowest Water Spring (LWS) yang dihitung sebagai bidang elevasi nol (+0.00).

Gambar 3.4 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-5

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

E. Pengukuran Detail Situasi Pengukuran detail situasi dilakukan menggunakan metode Tachymetry. Metode Tachymetry dilakukan dengan cara mengukur besar sudut dari titik polygon kearah titik detail yang diperlukan terhadap titik polygon terdekat lainnya, serta mengukur jarak optis ke titik pengukuran detail situasi. Pada metoda tachymetri ini didapatkan hasil ukuran jarak dan beda tinggi antara stasiun alat dan target yang diamati. Spesifikasi pengukuran situasi adalah sebagai berikut : - Metode yang digunakan adalah methode tachymetri dengan sistem grid, dimana setiap titik detail terikat pada titik-titik polygon sehingga membentuk jalur polygon yang terikat sempurna. - Pembacaan detail dilakukan menyebar ke seluruh areal yang dipetakan dengan kerapatan grid disesuaikan dengan skala peta yang akan dibuat. Detail situasi yang dipetakan adalah gundukan tanah, garis pantai serta bangunan-bangunan eksisting yang penting dan berkaitan dengan pekerjaan desain. 3.2.2 Survei Batimetri Survei batimetri atau pemeruman (sounding) adalah kegiatan pengukuran kedalaman yang bertujuan untuk memperoleh gambaran permukaan dasar laut (seabed surface). Survei dilakukan dengan alat echosounder dan penentuan posisinya menggunakan GPS geodetik, sehingga survei dapat dilakukan dengan mudah walau lokasi yang disurvei meliputi cukup jauh dari garis pantai. Hasil dari survei batimetri ini diolah sehingga diperoleh peta kawasan yang telah dikaji. Adapun metode pelaksanaan survei batimetri ini digambarkan dalam uraian berikut ini : A. Penentuan Titik Referensi (Bench Mark) Titik referensi biasanya direalisasikan dalam bentuk patok atau tugu yang dibuat secara permanen yang disebut Bench Mark (BM). BM berfungsi untuk mengikat posisi titik perum relatif terhadap posisi BM di darat yang sudah diketahui koordinatnya. Titik referensi ini dapat berupa BM eksisting atau membuat BM baru yang diikatkan terhadap titik Jaring Kerangka Horizontal Nasional yang dibuat Bakosurtanal. BM dipasang dekat dengan area survei dan diletakkan pada tempat yang strategis, mudah dilihat, relatif aman dari aktifitas manusia/pekerjaan sehingga diperkirakan tidak akan terganggu. BM yang dibuat memiliki ukuran 30 cm x 30 cm x 1 m (masuk ke dalam tanah 70 cm), dengan contoh seperti pada Gambar 3.5.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-6

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Gambar 3.5 Contoh Bench Mark

B. Instalasi Alat Peralatan survei yang diperlukan pada pengukuran batimetri adalah: Tabel 3.1 Kebutuhan Alat Jenis Alat Merk/Tipe Echo Sounder ODOM Hydrotrac GPS Geodetik Trimble 4800 dan 5700/R7 Notebook Acer Aspire One Software Navigasi HydroPro Sumber : Analisa Tim Masterplan, SID dan DED Pelabuhan Tagemon, 2015

a. Echo Sounder ODOM Hydrotrac. Alat ini merupakan echosounder tipe single beam yang dilengkapi dengan echogram atau hard copy berupa kertas yang menggambarkan profil kedalaman hasil survei, yang merupakan spesifikasi alat standar IHO. b. GPS Geodetik Trimble 4800 dan 5700/R7. Alat ini merupakan tipe GPS geodetik dual frequency yang digunakan untuk pengikatan titik BM di darat (base) dan penentuan posisi kapal di laut (rover). Gambar alat ini disajikan pada Gambar 3.8. c. Notebook. Satu unit portable computer diperlukan untuk navigasi kapal dan tempat penyimpanan data dari software navigasi yang digunakan. d. Software HydroPro Navigation System. Software ini adalah sistem navigasi yang terintegrasi dengan alat echosounder dan GPS untuk memberikan arah perjalanan kapal agar sesuai dengan jalur yang telah direncanakan. Gambar tampilan software ini disajikan pada Gambar 3.8. e. Perahu. Perahu digunakan untuk membawa surveior dan alat-alat pengukuran menyusuri jalur-jalur sounding yang telah ditentukan. Dalam operasinya, perahu tersebut harus memiliki beberapa kriteria, antara lain:  Perahu harus cukup luas dan nyaman untuk para surveior dalam melakukan kegiatan pengukuran dan downloading data dari alat ke komputer, dan lebih baik tertutup dan bebas dari getaran mesin.  Perahu harus stabil dan mudah bermanuver pada kecepatan rendah.  Kapasitas bahan bakar harus sesuai dengan panjang jalur sounding. Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-7

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

f. Peralatan keselamatan. Peralatan keselamatan yang diperlukan selama kegiatan survei dilakukan antara lain life jacket.

Gambar 3.6 Alat Echosounder ODOM Hydrotrac (Kiri) Dan Transducernya (Kanan)

Gambar 3.7 Alat GPS Geodetik Trimble 4800 Untuk Base Di Darat (Kiri) Dan Trimble 5700/R7 Untuk Rover Di Kapal (Kanan).

Gambar 3.8 Contoh Tampilan Software Hydro Pro

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-8

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Gambar 3.9 Penempatan Alat Di Perahu

Alat-alat tersebut kemudian di pasang di kapal/perahu, dimana transducer dan antenna GPS dipasang pada satu garis atau satu tiang yang sama. Setelah itu dilakukan kalibrasi kedalaman atau pengukuran barcheck untuk memperoleh draft teliti atau kedalaman alat transducer yang masuk kedalam air, yang diukur dari permukaan air seperti kegiatan yang ditunjukkan pada Gambar 3.10. Nilai dari draft transducer tersebut kemudian dimasukan sebagai input data pada alat echosounder sebelum dilakukan pengukuran bathymetri.

Gambar 3.10 Instalasi Alat Transducer Dan Antenna GPS (Kiri) Dan Kalibrasi Draft Transducer Atau Pengukuran Barcheck (Kanan)

C. Penentuan Jalur Sounding Jalur sounding adalah jalur perjalanan kapal yang melakukan sounding dari titik awal sampai ke titik akhir dari kawasan survei. Jarak antar jalur sounding tergantung pada resolusi ketelitian

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-9

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

yang diinginkan. Untuk pekerjaan ini jalur utama dibuat dengan interval 100 m dan 50 m untuk lokasi tertentu (misal terdapat terumbu karang). Selain itu dilakukan pengukuran jalur silang dengan perbandingan 10 x jalur utama. Untuk tiap jalur sounding dilakukan pengambilan data kedalaman perairan setiap jarak 20 m. Jalur sounding dibuat tegak lurus dengan garis pantai seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.11 Pergerakan Perahu Dalam Menyusuri Jalur Sounding

D. Pengukuran Kedalaman Pengukuran kedalaman adalah tahapan yang paling utama dalam kegiatan pemeruman. Metode yang umum digunakan dalam kegiatan pengukuran kedalaman adalah metode akustik dengan memanfaatkan gelombang suara, sehingga biasa disebut dengan istilah sounding. Alat yang digunakan adalah alat perum gema yang disebut echosounder, yang memiliki transducer pengirim dan penerima gelombang. Transducer tersebut akan menghitung selang waktu antara gelombang dipancarkan dan diterima kembali, sehingga kedalaman laut (hasil ukuran) pada tempat yang diperum dapat ditentukan. Ilustrasi tampilan hasil pengukuran kedalaman, yang secara otomatis tersimpan pada software Trimble Hydro Pro. Adapun rumus perhitungan kedalaman seperti persamaan dibawah ini :

du  1  (v  t ) 2 du = kedalaman laut yang terukur pada saat pengukuran v = kecepatan gelombang akustik pada medium air ∆t = selang waktu antara saat gelombang suara dipancarkan dengan penerimaan

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-10

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

kembali gelombang pantulnya E. Penentuan Posisi Perum Penentuan posisi perum harus dilakukan secara bersamaan dengan pengukuran kedalaman, sehingga kedalaman yang diukur berada tepat pada posisi sebenarnya. Metode penentuan posisi perum yang akan digunakan adalah metode Differential GPS (DGPS). Prinsip kerja DGPS adalah melakukan koreksi koordinat pada titik-titik perum GPS rover yang berada di kapal dari titik kontrol GPS base yang berada di darat. Akurasi posisi tergantung pada kondisi atmosfer pada saat pengamatan, kualitas koordinat stasiun referensi yang disediakan, lokasi antena sistem dan jumlah satelit yang diamati / tersedia ketika pelaksanaan survei. Dengan spesifikasi alat yang digunakan, ketelitian yang dapat diperoleh yaitu hingga fraksi desimeter. Data GPS yang terkoreksi secara differential dari sistem DGPS secara otomatis tersimpan pada software Hydro Pro. Interval jarak antar titik-titik perum disesuaikan dengan jarak antar jalur atau sudah ditentukan yaitu 20 meter. Ilustrasi penentuan posisi (fix) titik-titik perum seperti pada gambar berikut.

Sumber : Tim Masterplan, SID dan DED Pelabuhan Tagemon, 2015

Gambar 3.12 Ilustrasi Penentuan Posisi (Fix) Titik-Titik Perum Yang Ditentukan Secara Bersamaan Dengan Pengukuran Kedalamannya

3.2.3 Survei Mekanika Tanah Survei geoteknik mekanika tanah dilakukan dengan tujuan memperoleh informasi dan data-data di bawah permukaan tanah dan karakteristik lapisan tanah penyusun tanah. Hal ini dilakukan kodisi tanah atau sifat keteknikan tanah tidak dapat diperkirakan (unforeseen) jadi dengan survei geoteknik ini untuk akan memberikan informasi kepada perencana tentang kondisi bawah permukaan dan

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-11

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

sifat-sifat mekanis atau keteknikan serta sifat fisik tanah sebagai dasar analisis desain engineering. Pekerjaan penyelidikan tanah dilakukan guna mendapatkan data-data serta gambaran mengenai keadaan, jenis dan sifat-sifat mekanis tanah di lokasi perencanaan pembangunan fasilitas dermaga sehingga pada desain tidak mengalami perencanaan yang berlebihan (overdesign). Data-data hasil survei untuk selanjutnya digunakan sebagai kriteria untuk menentukan model dinding penahan tanah untuk causeway dan reklamasi pantai serta daya dukung tanah atau tiang pancang, sistem pondasi, kedalaman pondasi dan untuk memperkirakan besarnya settlement. Pada pekerjaan penyelidikan tanah ini, lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan terdiri dari: - Penyelidikan tanah di lapangan yaitu pekerjaan boring sondir dan SPT (Standard Penetration Test) - Pekerjaan test laboratorium dari contoh tanah yang diambil. 3.2.3.1 Pekerjaan Sondir dan Boring Pengeboran dilakukan dengan menggunakan alat bor tangan hingga di bawah permukaan tanah. Hasil dari pekerjaan boring berupa boring log yang menyajikan gambaran jenis-jenis tanah dan sampel tanah pada tiap kedalaman untuk setiap titik bor. Sama halnya dengan sondir, penyelidikan tanah melalui boring juga memberikan beberapa hal penting antara lain: - Letak lapisan tanah keras. - Perkiraan jenis lapisan tanah. - Perkiraan ketebalan tiap jenis lapisan tanah. - Pengambilan contoh tanah untuk di uji laboratorium yang selanjutnya dapat diperoleh parameter-parameter tanah yang diperlukan sehubungan dengan perencanaan.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-12

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Gambar 3.13 Alat Uji Sondir

Berdasarkan SNI 2827-2008 dan ASTM D-3441 Pekerjaan Sondir di lapangan di lakukan sebagai berikut: A. Pekerjaan Persiapan meliputi tahapan antara lain: - Siapkan lubang untuk penusuk konus pertama kalinya, biasanya digali dengan linggis sedalam 5 cm. - Masukkkan 4 buah angker ke dalam tanah pada kedudukan yang tepat dengan letak rangka pembeban. - Setel rangka pembeban, sehingga kedudukan rangka berdiri vertikal - Pasang manometer 0 MPa s.d 2 Mpa dan manometer 0 Mpa s.s 5 Mpa untuk penyondiran tanah lembek, atau pasang manometer 0 Mpa s.d 5 Mpa untuk penyondiran tanah keras. - Pemerikasaan sistem hidraulik dengan menekan piston hidraulik mengunakan kunci piston, dan jika kurang tambahkan oli serta cegah terjadinya gelembung udara dalam sistem. - Tempatkan rangka pembebanan, sehingga penekan hidraulik berada tepat di atasnya. - Pasang balok-balok penjepit pada jangkar dan kencangkan dengan memutar tanah. Apabila tetap bergerak pada waktu pengujian, tambahkan beban mati di atas balok penjepit.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-13

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

- Sambungkan konus ganda dan batang dalam pipa dorong serta kepala pipa dorong, dalam kedudukan ini batang dalam selalu menonjol sekitar 8 cm di atas kepala dorong. Jika ternyata kurang panjang, bisa ditambah dengan potongan besi berdiameter sama dengan batang dalam. B. Pekerjaan Prosedur Pengujian Sondir meliputi tahapan antara lain: - Tegakkan batang dalam dan pipa dorong di bawah siap tekan, sehingga penekan hidraulik pada kedudukan yang tepat. - Dorong atau tarik kunci pengatur pada kedudukan siap tekan, sehingga penekan hidraulik hanya akan menekan pipa dorong. - Putar engkol searah jarum jam, sehingga gigi penekan dan penekan hidraulik bergerak turun dan menekan pipa luar sampai kedalaman 20 cm sesuai interval pengujian. - Pada interval 20 cm lakukan penekan batang dalam menarik kunci pengatur, sehingga penekan hidraulik hanya menekan satu batang saja. - Putar engkol searah jarum jam dan jaga agar kecepatan penetrasi konus berkisar antara 10 mm/s sampai 20 mm/s ± 5. Selama penekanan batang pipa dorong tidak boleh ikut turun, karena akan mengacaukan pembacaan data. C. Pekerjaan Prosedur Pembacaan Hasil Pengujian Sondir meliputi tahapan antara lain: - Baca nilai perlawanan konus pada penekan batang dalam sedalam kira-kira 4 cm pertama (kedudukan 2, lihat Gambar 4) dan catat pada formulir (Lampiran C) pada kolom Cw. - Baca jumlah nilai perlawanan geser dan nilai perlawanan konus pada penekan batang sedalam kira-kira 4 cm yang ke-dua (kedudukan 3, lihat Gambar 4) dan catat pada formulir (Lampiran C) pada kolom Tw. - Ulangi langkah-langkah pengujian tersebut di atas hingga nilai perlawanan konus mencapai batas maksimumnya (sesuai kapasitas alat) atau hingga kedalaman maksimum 20 m s.d 40 m tercapai atau sesuai dengan kebutuhan. Hal ini berlaku baik untuk sondir ringan ataupun sondir berat. - Penyelesaian pengujian a. Cabut pipa dorong, batang dalam dan konus ganda denan mendorong/menarik kunci pengatur pada posisi cabut dan putar engkol berlawanan arah jarum jam. b. Catat setiap penyimpangan pada waktu pengujian. Prosedur pelaksanaan pengujian Sondir mengacu pada SNI 2827-2008 dan ASTM D-3441 dapat dilakukan secara ringkas dapat dilihat dengan bagan alir berikut.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-14

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Sumber : Analisa Tim Masterplan, SID dan DED Pelabuhan Tagemon, 2015

Gambar 3.14 Metode pelaksanaan survei sondir atau Cone Penetration Test

D. Analisis Empiris hasil Uji Sondir Prinsip dasar dari uji penetrasi statik di lapangan adalah dengan anggapan berlaku hukum Aksi Reaksi, seperti yang digunakan untuk perhitungan nilai perlawanan konus dan nilai perlawanan geser di bawah ini. 1. Perlawanan konus (qc) Pkonus = P piston qc x Ac = Cw x Api qc = Cw x Api / Ac Api = π (Dpi )2 / 4 Ac = π (Dc)2 / 4 2. Perlawanan gesar (Fs) Nilai perlawanan konus (qc) dengan ujung konus saja yang terdorong, dihitung dengan menggunakan persamaan :Nilai perlawanan geser lokal diperoleh bila ujung konus dan bidang geser terdorongbersamaan, dan dihitung dengan menggunakan persamaan : Pkonus + Pgeser = Ppiston (qc x Ac) + (fs x As) = Tw x Api Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-15

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

(Cw x Api) + (fs x As) = Tw x Api fs = Kw x Api / As As = π Ds Ls Kw = (Tw - Cw ) 3. Angka Perbandingan Geser (Rf) Angka banding geser diperoleh dari hasil perbandingan antara nilai perlawanan geser local (fs) dengan perlawanan konus (qs), dan dihitung dengan menggunakan persamaan: Rf = (fs / qs ) x 100 4. Geseran Total (Tf) Nilai geseran total (Tf) diperoleh dengan menjumlahkan nilai perlawanan geser lokal (fs) yang dikalikan dengan interval pembacaan, dan dihitung dengan menggunakan persamaan: Tf = (fs x interval pembacaan) Cw : pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus (kPa); Tw : pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus dan geser (kPa); Kw : selisih dengan (kPa); Pkonus : gaya pada ujung konus (kN); Ppiston : gaya pada piston (kN); qc : perlawanan konus (kPa); fs : perlawanan geser lokal (kPa); Rf : angka banding geser (%); Tf : geseran total (kPa); Api : luas penampang piston (cm2); Dp : diameter piston (cm); Ac : luas penampang konus (cm2); Dc = Ds : diameter konus sama dengan diameter selimut geser (cm); As : luas selimut geser (cm2); Ds : diameter selimut geser (cm); Ls : panjang selimut geser (cm)

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-16

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Gambar 3.15 Plot Grafik Hasil Sondir

3.2.3.2 Standard Penetration Test Uji SPT adalah teknik yang banyak digunakan untuk meneliti kondisi tanah di lapangan. Uji penetrasi standar (SPT) dilakukan dengan memukul sebuah tabung standar ke dasar lubang bor sedalam 45 cm dengan menggunakan sebuah palu seberat 63,5 kg yang jatuh bebas dengan ketinggian 76 cm. Jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk penetrasi setiap 15 dicatat, tapi untuk penetrasi 15 cm awal diabaikan karena properti tanahnya mungkin terganggu pada saat pengeboran. Jumlah penetrasi pada 30 cm terakhir dicatat sebagai nilai N (N-value) yang sering dikorelasikan dengan sifat-sifat tanah, seperti kepadatan tanah, kuat geser tanah dan modulus elastisitas tanah. Pengambilan nilai SPT melalui pemukulan mengacu pada ASTM D 1586, dengan skema pelaksanaan di lapangan seperti pada Gambar 3.16.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-17

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Gambar 3.16 Pengujian SPT (Standard Penetration Test).

A. Tata Cara Pengujian Standart Penetration Test (SPT) Pada pengujian Standard Penetration Test prosedur dilakukan bersamaan dengan pengeboran tanah untuk mengetahui nilai kerapatan relative tanah yang dinyatakan dengan perlawanan dinamik dengan pukulan sebuah hammer yang dinyakan dalam nilai N. Uji Standard Penetration Test terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg, yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan tahap ke-dua dan ke-tiga dijumlahkan untuk memperloleh nilai pukulan N atau perlawanan Standart Penetration Test (dinyatakan dalam jumlah pukulan/15 cm) pembacaan nilai setiap 2 - 3 m dengan metode pelaksanaan dengan yang mengacu pada SNI 4153-2008. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian SPT menurut SNI No 4153:2008 adalah : - Peralatan harus lengkap dan baik pakai; - Pengujian dilakukan dalam lubang bor;

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-18

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

-

-

-

Detail Engineering Design

Interval pengujian dilakukan pada kedalaman antara 1,50 m s.d 2,00 m (untuk lapisan tanah tidak seragam) dan pada kedalaman 4,00 m kalau lapisan seragam; Pada tanah berbutir halus, digunakan ujung split barrel berbentuk konus terbuka (open cone); dan pada lapisan pasir dan kerikil, digunakan ujung split barrel berbentuk konus tertutup (close cone); Contoh tanah tidak asli diambil dari split barrel sampler; Sebelum pengujian dilakukan, dasar lubang bor harus dibersihkan terlebih dahulu; Jika ada air tanah, harus dicatat; Pipa untuk jalur palu harus berdiri tegak lurus untuk menghindari terjadinya gesekan antara palu dengan pipa; Formulir-formulir isian hasil pengujian. Semua alat ukur harus dikalibrasi minimum 1 kali dalam 3 tahun dan pada saat diperlukan, sesuai dengan persyaratan kalibrasi yang berlaku. Petugas pengujian ini adalah laboran atau teknisi yang memenuhi persyaratan kompetensi yang berlaku dalam pengujian penetrasi lapangan dengan SPT, dan diawasi oleh tenaga ahli geoteknik. Nama dan tanda tangan penanggung jawab pekerjaan harus ditulis dengan jelas pada formulir kerja. Nama petugas, nama pengawas pengujian ini harus ditulis dan disertai tanda tangan serta tanggal yang jelas.

Gambar 3.17 Alat Pengujian SPT (Standard Penetration Test) dan bagan pontoon.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-19

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Sumber : Tim Masterplan, SID dan DED Pelabuhan Tagemon, 2015

Gambar 3.18 Bagan alir metode pengujian SPT (Standard Penetration Test)

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-20

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

B. Koreksi Hasil Pengujian Standart Penetrasion Test (SPT) – (SPT – N60) Dalam pelaksanaan uji SPT di berbagai negara, digunakan tiga jenis palu (donut hammer, safety hammer, dan otomatik, periksa Gambar 3.15 dan empat jenis batang bor (N, NW, A, dan AW), lihat Pedoman penyelidikan geoteknik untuk fondasi bangunan air”, Vol.1 (Pd.T-03.12005-A). Ternyata uji ini sangat bergantung pada alat yang digunakan dan operator pelaksana uji. Faktor yang terpenting adalah efisiensi tenaga dari sistem yang digunakan. Secara teoritis tenaga sistem jatuh bebas dengan massa dan tinggi jatuh tertentu adalah 48 kgm (350 ft-lb), tetapi besar tenaga sebenarnya lebih kecil karena pengaruh friksi dan eksentrisitas beban. Adapun koreksi hasil uji SPT adalah sebagai berikut: a. Menurut ASTM D-4633 setiap alat uji SPT yang digunakan harus dikalibrasi tingkat efisiensi tenaganya dengan menggunakan alat ukur strain gauges dan aselerometer, untuk memperoleh standar efisiensi tenaga yang lebih teliti. Di dalam praktek, efisiensi tenaga sistem balok derek dengan palu donat (donut hammer) dan palu pengaman (safety hammer) berkisar antara 35% sampai 85%, sementara efisiensi tenaga palu otomatik (automatic hammer) berkisar antara 80% sampai 100%. Jika efisiensi yang diukur (Ef) diperoleh dari kalibrasi alat, nilai N terukur harus dikoreksi terhadap efisiensi sebesar 60%, dan dinyatakan dalam rumus: N60 = (Ef/60) NM Dimana : N60 : efisiensi 60% ; Ef : efisiensi yang terukur ; NM : nilai N terukur yang harus dikoreksi. Nilai N terukur harus dikoreksi pada N60 untuk semua jenis tanah. Besaran koreksi pengaruh efisiensi tenaga biasanya bergantung pada lining tabung, panjang batang, dan diameter lubang bor (Skempton (1986) dan Kulhawy & Mayne (1990)). Oleh karena itu, untuk mendapatkan koreksi yang lebih teliti dan memadai terhadap N60, harus dilakukan uji tenaga Ef. b. Efisiensi dapat diperoleh dengan membandingkan pekerjaan yang telah dilakukan: W : Fxd = gaya x alihan ; tenaga kinetic : (KE = ½ mv2) tenaga potensial: PE = mgh ; dengan : m : massa (g) ; v : kecepatan tumbukan (m/s);

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-21

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

g : konstanta gravitasi (= 9,8 m/s2 = 32,2 ft/s2); h : tinggi jatuh (m). Jadi rasio tenaga (ER) ditentukan sebagai rasio ER= W/PE atau ER = KE/PE. Semua korelasi empirik yang menggunakan nilai NSPT untuk keperluan interpretasi karakteristik tanah, didasarkan pada rasio tenaga rata-rata ER ~ 60%. c. Dalam beberapa hubungan korelatif, nilai tenaga terkoreksi N60 yang dinormalisasi terhadap pengaruh tegangan efektif vertikal (overburden), dinyatakan dengan (N1)60, seperti dijelaskan dalam persamaan (2), (3) dan Tabel 1. Nilai (N1)60 menggambarkan evaluasi pasir murni untuk interpretasi kepadatan relatif, sudut geser dan potensi likuifaksi. (N1)60 = NM x CN x CE x CB X CR X CS CN = 2,2/ (1,2 + (σ’vo/Pa)) dengan : (N1)60 NM CN CE CB CR CS σ’vo Pa

: nilai SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh efisiensi tenaga 60%; : hasil uji SPT di lapangan; : faktor koreksi terhadap tegangan vertikal efektif (nilainya ≤ 1,70); : faktor koreksi terhadap rasio tenaga palu (Tabel 3.1); : faktor koreksi terhadap diameter bor (Tabel 3.1); : faktor koreksi untuk panjang batang SPT (Tabel 3.1); : koreksi terhadap tabung contoh (samplers) dengan atau tanpa pelapis (liner) (Tabel 2.1); : tegangan vertical. : 100 kPa.

Tabel 3.2 Koreksi-koreksi yang digunakan dalam uji SPT (Youd. T.L Idriss, I M 2001) Faktor Tegangan vertikal efektif

Rasio Tenaga Diameter bor

Panjang Batang Pengambilan Contoh

Jenis Alat

Parameter

Koreksi

Palu donat Palu pengaman Palu otomatis 65 s.d 115 mm 150 mm 200 mm 3,0 = diurnal Selanjutnya dilakukan peramalan pasang surut untuk 15 hari yang dipilih bersamaan dengan masa pengukuran yang dilakukan. Hasil peramalan tersebut dibandingkan dengan pembacaan elevasi di lapangan untuk melihat kesesuaiannya. Dengan konstanta yang didapatkan dilakukan pula peramalan pasang surut untuk masa 20 tahun sejak tanggal pengamatan. Hasil peramalan ini dibaca untuk menentukan elevasi-elevasi penting pasang surut. Elevasi-elevasi penting yang akan dicari disajikan dalam Tabel 3.3. Tabel 3.3 Sampel Konstituen Pasang Surut Perioda

Konstituen pasang surut

Keterangan

1

M2

Principal lunar

12.24

2

S2

Principal solar

12.00

3

N2

Larger lunar elliptic

12.66

4

K2

Luni-solar semi diurnal

11.97

5

K1

Luni-solar diurnal

23.93

6

O1

Principal lunar diurnal

25.82

7

P1

Principal solar diurnal

23.07

8

M4

6.21

9

MS4

6.10

No.

(jam)

Tabel 3.4 Elevasi-Elevasi Penting Pasang Surut Elevasi Penting Pasang Surut

No 1

HHWL

Highest high water level

2

MHWS

Mean high water spring

3

MHWL

Mean high water level

4

MSL

Mean sea level

5

MLWL

Mean low water level

6

MLWS

Mean low water spring

7

LLWL

Lowest low water level

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-31

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design Data Pasut

Metode Admiralty

Metode Least Square

Komponen Pasut

Jenis Pasut

Komparasi Hasil Ramalan dengan Pengukuran Pasut 15 hari

Metode yang mendekati hasil pengukuran

Peramalan Pasut 20 tahun

Elevasi Penting Pasut

Probabilitas Kejadian Terlampaui Elevasi Pasut Sumber : Analisa Tim Masterplan, SID dan DED Pelabuhan Tagemon, 2015

Gambar 3.25 Bagan alir proses analisis pasang surut.

Perbandingan antara data pasang surut terukur terhadap nilai elevasi muka air peramalan yang didapatkan dari perhitungan kemudian diplotkan untuk melihat seberapa jauh amplifikasi yang terjadi antara hasil pengukuran dan perhitungan. Contoh plot dari proses diatas seperti diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-32

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Sumber : Tim, 2015

Gambar 3.26 Grafik Perbandingan Antara Hasil Pengukuran Pasang Surut Dan Hasil Peramalan

3.3.3 Hidro-oseanografi A. Pasang Surut Selanjutnya dilakukan pengolahan data pasang surut. Perhitungan konstanta pasang surut dilakukan dengan menggunakan metode Least Square. Dengan konstanta pasang surut yang ada pada hasil peramalan sebelumnya dilakukan penentuan jenis pasang surut menurut rumus berikut:

NF 

K 1  O1 M 2  S2

Di mana jenis pasut untuk nilai NF: 0....0,25 = semi diurnal 0,25....1,5 = mixed type (semi diurnal dominant) 1,5....3,0 = mixed type (diurnal dominant) >3,0 = diurnal Selanjutnya dilakukan peramalan pasang surut untuk 30 hari yang dipilih bersamaan dengan masa pengukuran yang dilakukan. Hasil peramalan tersebut dibandingkan dengan pembacaan elevasi di lapangan untuk melihat kesesuaiannya. Dengan konstanta yang didapatkan dilakukan pula peramalan pasang surut untuk masa 20 tahun sejak tanggal pengamatan. Hasil peramalan ini dibaca untuk menentukan elevasi-Elevasi Acuan pasang surut yang menjadi ciri daerah tersebut sebagaimana disajikan pada contoh Tabel 3.4.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-33

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Dari elevasi acuan pasang surut yang ada maka ditetapkan nilai LLWL sebagai elevasi nol acuan. Disamping itu dari peramalan untuk masa 20 tahun ke depan akan didapatkan nilai probabilitas dari masing-masing Elevasi Acuan di atas. Tabel 3.5 Elevasi acuan pasang surut No

Jenis Elevasi Acuan

1

HHWL, Highest High Water Level

2

MHWS, Mean High Water Spring

3

MHWL, Mean High Water Level

4

MSL, Mean Sea Level

5

MLWL, Mean Low Water Level

6

MLWS, Mean Low Water Spring

7

LLWL, Lowest Low Water Level

B. Metode Admiralty Ali, Mihardja, dan Hadi (1994) menjelaskan bahwa metode admiralty sama seperti metode analisis harmonik lainnya yang dapat digunakan untuk menghitung dua konstanta harmonik yaitu amplitudo (Ai) dan fasa (Pi) dari data pasang surut/arus pasang surut yang ada. Metode ini dapat menganalisis data pasang surut/arus pasang surut dalam jangka waktu pendek yaitu data 29 hari, 15 hari, 7 hari dan 1 hari. Karena komponen pasang surut/arus pasang surut merupakan gelombang harmonik, maka besar elevasi muka laut/arus pasang surut yang dihasilkan oleh sebanyak N komponen harmonik senantiasa dapat dituliskan sebagai:

dimana : h(t) = elevasi muka laut/magnitude arus pasang surut sebagai fungsi dari waktu Hi = amplitude komponen ke-i i

= frekuensi komponen ke-i

Ai S0 t N

= fasa dari komponen ke-I pada saat t=0 = tinggi muka air rata-rata/ magnitude arus pasang surut rata-rata = waktu = jumlah komponen harmonic pasang surut/arus pasang surut

Pada analisis ini data yang digunakan adalah data kecepatan arus laut. Dalam metode admiralty, kita tidak langsung menghitung harga Hi dan αi, melainkan harga

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-34

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

amplitudo dan fasa sesaat dari masing-masing komponen yang diberi simbol R dan r, sehingga dapat dituliskan: R = fA -r = V + u + r dimana (V + u) merupakan argumen astronomik dari komponen harmonik setimbang pada saat yang bersamaan untuk parameter –r . f dan n adalah faktor koreksi nodal, sedangkan H dan g adalah dua konstanta harmonik yang akan dihitung. Jadi jika dalam metode admiralty ini kita dapat menghitung parameter R dan – r, maka H dan g dapat dihitung dengan memasukkan: A = R/f P=V+u+r Untuk menghitung R dan r, kita perlu mentransformasikan persamaan P sedemikian rupa sehingga dapat menyajikan kelompok komponen yang masing-masing anggotanya memiliki kecepatan sudut yang berdekatan satu sama lain. Metode admiralty membedakan 9 komponen yang akan dihitung berdasarkan kecepatan sudutnya ke dalam 4 kelompok, yang masing-masing beranggotakan (S2, K2 K1, P1), (M2, MS4, O1), (N2), dan (M4). C. Arus Pengolahan data arus dilakukan untuk mentehaui besar arus rata di lokasi titik survei berdasarkan persamaan yang telah disajikan pada halaman diatas. Data ini akan digunakan sebagai data kalibrasi model matematik (simulasi) yang akan dilakukan. D. Sedimen Pengolahan data sedimen di laboratorium dilakukan untuk memperoleh gradasi butiran sedimen. Data ini selanjutnya digunakan sebagai data masukan dan kalibrasi dalam simulasi transpor sedimen. 3.4

PERENCANAAN DETAIL DERMAGA

3.4.1

Umum Ada tiga macam dermaga yang dibedakan menurut lokasinya, antara lain: Wharf adalah dermaga yang paralel dengan pantai dan biasanya berimpit dengan garis pantai. Wharf juga dapat berfungsi sebagai penahan tanah yang ada di belakangnya, wharf dibangun apabila garis kedalaman laut hampir merata dan sejajar dengan garis pantai. Dermaga tipe ini cocok untuk tipe pantai yang mempunyai garis kedalaman yang jauh dari pantai dan perencana tidak menginginkan adanya pengerukan kolam pelabuhan yang besar, karena lingkungan stabilitasnya. Antara dermaga dan pantai dihubungkan dengan jembatan penghubung (approach trestle) sebagai penerus dari pergerakan barang. Jembatan penghubung dapat ditempatkan di tengah, di sisi, atau suatu kombinasi.

-

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-35

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

-

-

Detail Engineering Design

Jetty atau pier adalah dermaga yang dibangun dengan membentuk sudut terhadap garis pantai. Pier dapat digunakan untuk merapat kapal pada satu sisi atau kedua sisinya. Dermaga dengan bentuk seperti ini biasanya dibangun untuk kapal-kapal dengan draft cukup dalam, sehingga akan membutuhkan biaya yang mahal untuk mengeruk dan membuat dermaga dekat dengan pantai. Kemudian jetty atau pier ini dihubungkan oleh trestle ke pantai. Dolphin adalah struktur yang digunakan untuk bersandar di lautan lepas.

Dasar pertimbangan dari perencanaan dermaga antara lain: - Tinjauan topografi. Tinjauan topografi daerah pantai yang akan dibangun dermaga sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan keamanan, efektifitas, kemudahan proses pengerjaan dan faktor ekonomis. Misalnya pada perairan yang dangkal sehingga kedalaman yang cukup agak jauh dari darat, penggunaan jetty akan lebih ekonomis karena tidak diperlukan pengerukan yang besar. Sedang pada lokasi dimana kemiringan dasar cukup curam, pembuatan pier dengan melakukan pemancangan tiang di perairan yang dalam menjadi tidak praktis dan sangat mahal. Dalam hal ini pembuatan wharf bisa dipandang lebih tepat. Jadi bisa disimpulkan bahwa tinjauan topografi sangat mempengaruhi dalam pemilihan alternatif tipe dermaga yang direncanakan. - Jenis kapal yang akan dilayani Jenis kapal yang dilayani berkaitan dengan dimensi dermaga yang direncanakan. Selain itu juga aktifitas yang mungkin harus dilakukan pada proses bongkar muat dan peruntukan dermaga akan mempengaruhi pertimbangan pemilihan tipe dermaga. Dermaga yang akan melayani kapal minyak (tanker) dan kapal barang curah mempunyai konstruksi yang ringan dibanding dengan dermaga barang potongan (general cargo), karena dermaga tersebut tidak memerlukan peralatan bongkar muat yang besar (crane), jalan kereta api, gudanggudang dan sebagainya. Untuk melayani kapal tersebut, biasanya penggunaan pier dipandang lebih ekonomis. Untuk keperluan melayani kapal tanker atau kapal barang curah yang sangat besar biasanya dibuat tambatan lepas pantai dan proses bongkar muat dilakukan menggunakan kapal yang lebih kecil atau tongkang dan barang akan dibongkar di dermaga tepi pantai yang berukuran relatif lebih kecil. - Daya dukung tanah Kondisi tanah sangat menentukan dalam pemilihan tipe dermaga. Pada umumnya tanah di dekat dataran memiliki daya dukung yang lebih besar daripada tanah di dasar laut. Dasar laut umumnya terdiri dari endapan lumpur yang padat. Ditinjau dari daya dukung tanah, pembuatan wharf akan lebih menguntungkan. Tapi apabila tanah dasar berupa karang, pembuatan wharf akan mahal karena untuk mendapatkan kedalaman yang cukup di depan

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-36

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

-

Detail Engineering Design

wharf diperlukan pengerukan yang besar. Dalam hal ini pembuatan jetty akan lebih ekonomis karena tidak diperlukan pengerukan dasar karang. Elevasi muka air rencana yang ada (hasil analisa pasang surut). Arah, kecepatan, dan tinggi gelombang pada perairan (hasil peramalan gelombang). Penempatan posisi dermaga mempertimbangkan arah angin, arus, dan perilaku pantai yang stabil. Panjang dermaga disesuaikan dengan kebutuhan kapal yang akan berlabuh. Lebar dermaga disesuaikan dengan kebutuhan kapal yang akan berlabuh dan aktivitas bongkar muat kapal dan kendaraan darat. Berjarak sependek mungkin dengan fasilitas daratan.

3.4.2 Penentuan Dimensi Dermaga Dalam menghitung panjang dermaga, perlu diperhatikan panjang total kapal (LoA), jarak antar kapal, dan jarak ujung kapal ke sisi terluar dermaga kapal. Berdasarkan buku Pelabuhan yang diterbitkan oleh Prof.Dr.Ir. Bambang Triatmodjo, CES., DEA, rumus untuk menentukan panjang dermaga adalah sebagai berikut:

Dimana:

= panjang dermaga (m) n = jumlah kapal yang bertambat Loa = panjang kapal (m)

Sumber : Tim, 2015

Gambar 3.27 Penentuan Panjang Dermaga

Berdasarkan rumus di atas, untuk menentukan dimensi dermaga dibutuhkan data kapal rencana yang akan berlabuh. Kapal terbesar digunakan untuk menentukan dimensi dermaga dan kedalaman dermaga sedangkan kapal terkecil dibutuhkan untuk penentuan jarak fender.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-37

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Sumber : Tim, 2015

Gambar 3.28 Sketsa Definisi Dimensi Kapal

Untuk kebutuhan tinggi dek dermaga disesuaikan dengan kondisi muka air rencana dan pasang surut daerah setempat ditambah dengan suatu angka kebebasan agar tidak terjadi limpasan (overtopping) gelombang. Rumus untuk menentukan kebutuhan tinggi dek/lantai dermaga berdasarkan buku Pelabuhan yang diterbitkan oleh Prof.Dr.Ir. Bambang Triatmodjo, CES., DEA diberikan sebagai berikut:

Dimana:

= tinggi dek dermaga dari LWS (m) HWS = tinggi muka air dari keadaan pasang tertinggi dari LWS (m) Hd = tinggi gelombang maksimum di kolam pelabuhan (m) Freeboard = tinggi jagaan (m)

3.4.3 Kriteria Pembebanan Struktur Dermaga 3.4.3.1 Beban Vertikal Beban vertikal yang bekerja pada struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup. 3.4.3.2 Beban Mati Beban mati terhitung secara otomatis oleh program dengan memasukkan nilai berat jenis material dan dimensi dari penampang.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-38

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

3.4.3.3 Beban Hidup Beban hidup pada perencanaan struktur ini antara lain beban uniformly distributed load (UDL) sebesar 1,5 ton/m2 (POLB v.2-2009) dan beban truk “T”. Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar.

Gambar 3.29 Pembebanan truk “T” (500 kN)

3.4.3.4 Beban Horizontal Beban horizontal yang bekerja pada struktur terdiri dari beban arus, gelombang, angin, beban sandar kapal (berthing), beban tambat, dan beban gempa. A. Beban Arus Beban pada struktur yang diakibatkan oleh arus dihitung dengan persamaan berdasarkan BS 6349 Part 1 sebagai berikut:

Dimana: FD : Gaya drag akibat arus (kN) CD : Koefisien drag (1 untuk tiang pancang silinder) : Berat jenis air laut (10,25 kN/m3) V

: Kecepatan arus (m/s)

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-39

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

AN : Luas penampang yang terkena arus (m2) B. Beban Gelombang Beban gelombang pada tiang dihitung menggunakan persamaan Morison saat panjang gelombang yang terjadi lima kali lebih besar daripada diameter tiang sesuai dengan BS 6349-1 pasal 39.4. Persamaan Morison tersebut didasarkan pada asumsi bahwa penampang melintang cukup kecil dibandingkan dengan panjang gelombang. Persamaa Morison tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

Dimana: F : Gaya gelombang (kN/m) Fi : Gaya inersia per panjang tiang (kN/m) FD : Gaya drag per panjang tiang (kN/m) : Berat jenis air laut (10,25 kN/m3) Ci CD D u du/dt

: Koefisien inersia (Ci = 2 untuk pile silinder) : Koefisien drag (CD = 1 untuk pile silinder) : Diameter tiang : Kecepatan horizontal partikel air (m/s) : Percepatan horizontal partikel air (m/s2)

Kecepatan u (m/s) dan percepatan du/dt (m/s2) horizontal partikel air ditentukan dengan persamaan berikut:

Dimana: H : Tinggi gelombang (m) L : Panjang gelombang (m) T : Periode gelombang (detik) H : Kedalaman air (m)

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-40

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Panjang gelombang dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

Dimana: g : Percepatan gravitasi (m/s2) C. Beban Angin Angin yang berhembus ke badan kapal yang ditambatkan akan menyebabkan gerakan kapal yang bisa menimbulkan gaya pada dermaga. Apabila arah angin menuju ke dermaga, maka gaya tersebut berupa gaya benturan ke dermaga, sedangkan jika arahnya meninggalkan dermaga akan menyebabkan gaya tarikan kapal pada alat penambat. Besar gaya angin tergantung pada arah hembus angin, dan dapat dihitung dengan rumus berikut ini: 1. Gaya longitudinal apabila angin datang dari arah haluan (α = 0°) 2. Gaya longitudinal apabila angin datang dari arah buritan (α = 180°) 3. Gaya lateral apabila angin datang dari arah lebar (α = 90°) Dimana: Dengan Rw Qa V Aw

: Gaya akibat angin (kg) : Tekanan angin (kg/m2) : Kecepatan angin (m/det) : Proyeksi bidang yang tertiup angin (m2)

D. Beban Sandar Kapal (Berthing Force) Beban ini timbul akibat bersandarnya kapal pada dermaga. Besarnya gaya sandar ini tergantung dari dimensi kapal rencana, kecepatan kapal saat merapat, dan tipe fender yang digunakan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan energi berthing antara lain seluruh energi berthing diserap satu fender dan fender mengalami defleksi maksimum. Pada waktu merapat ke dermaga, kapal masih mempunyai kecepatan sehingga terjadi benturan antara dermaga dengan kapal. Dalam perencanaan, dianggap bahwa benturan maksimum terjadi apabila kapal bermuatan penuh menghantam dermaga dengan sudut 10º terhadap sisi depan dermaga.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-41

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Gaya benturan kapal yang harus ditahan dermaga tergantung pada energi benturan yang diserap oleh sistem fender yang dipasang pada dermaga. Besarnya energi benturan yang diberikan oleh kapal berdasarkan British Standard BS 6349-4-1994 adalah sebagai berikut:

Dimana: E VB MD Cm CE Cs Cc

= energi benturan (ton meter) = kecepatan kapal saat merapat (m/det) = displacement (berat) kapal (ton) = koefisien massa = koefisien eksentrisitas = koefisien kekerasan = koefisien bentuk dari tambatan

Penentuan MD (Displacement Tonnage) dilakukan dengan konversi menurut OCDI 2002: Cargo ship (less than 10000 DWT) : log (DT) = 0.550 + 0.899 log (DWT) Cargo ship (10000 DWT or more) : log (DT) = 0.511 + 0.913 log (DWT) Container ship : log (DT) = 0.365 + 0.953 log (DWT) Ferries (long distance) : log (DT) = 1.388 + 0.683 log (GT) Ferries (short to medium distance) : log (DT) = 0.506 + 0.904 log (GT) Roll on/roll off vessels : log (DT) = 0.657 + 0.909 log (DWT) Passenger ships (Japanese) : log (DT) = 0.026 + 0.981 log (GT) Passenger ships (Foreign) : log (DT) = 0.341 + 0.891 log (GT) Car carries : log (DT) = 1.915 + 0.588 log (GT) Oil tankers : log (DT) = 0.332 + 0.956 log (DWT) Kecepatan merapat kapal merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan dermaga dan sistem fender, yang dapat ditentukan dari nilai pengukuran atau pengalaman. Secara umum kecepatan merapat kapal diberikan dalam tabel berikut ini.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-42

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

(Sumber: BS 6349 Part 4)

Gambar 3.30 Grafik Penentuan Kecepatan Tambat Kapal

Dimana: a. Good berthing, sheltered b. Difficult berthing, sheltered c. Easy berthing, exposed d. Good berthing, exposed e. Navigations conditions difficult, exposed Koefisien massa tergantung pada gerakan air di sekeliling kapal yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Dimana: D : Draft kapal (m) B : Lebar kapal (m) Kapal yang merapat ke dermaga membentuk sudut terhadap dermaga, sehingga pada waktu bagian kapal menyentuh dermaga, kapal akan berputar sehingga sejajar dengan dermaga. Sebagian energi benturan yang ditimbulkan oleh kapal akan hilang oleh perputaran tersebut. Sisa energi akan diserap oleh dermaga. Koefisien eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa dan energi kinetik kapal yang merapat, berdasarkan British Standard, koefisien eksentrisitas dapat dihitung dengan rumus berikut:

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-43

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Dimana: K : (0,19 Cb + 0,11) Lpp Cb

: Koefisien Blok,

: 90° (for simplified)

(Sumber: British Standard 1994)

Gambar 3.31 Jarak Sandar Ke Pusat Berat Kapal

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-44

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Koefisien bentuk dari tambatan (Cc)

Koefisien kekerasan (Cs) Koefisien kekerasan ditentukan oleh besarnya defleksi ( ), dimana bila nilai defleksi di atas 150 mm, koefisien kekerasan diabaikan.

Berikut diberikan contoh perhitungan energi tumbukan:

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-45

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Perhitungan Energi Tumbukan Passenger Ship (KM Nggapulu)

GT

=

14685

T

Berdasarkan OCDI 2002, Passenger ship (foreign): log (DT) = 0.341 + 0.891 log (GT)

DT (MD)

=

11315.79

ton

LoA

=

146.5

m

Lpp B D V VB

= = = = =

130.00 23.4 5.9 0.09 0.016

m m m m/s

, ‫=ݔ‬ R

‫ܮ‬௣௣ 2

= 66.04 m

‫= ܾܥ‬

‫ܦܯ‬ ‫ݓߛ ∙ ܦ ∙ ܤ ∙ ܣ݋ܮ‬

= 0.55

K = (0,19 Cb + 0,11) Lpp

= 27.78 = 0.15 = 1.50

CS

= 1.00

CC

= 1.00

Enormal

=

0.313

t-m

= 3.07

kN-m

Eabnormal

=

0.469

t-m

4.60

kN-m

(SF = 1,5)

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-46

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Digunakan ARCH AN.400

Detail Engineering Design

E

= 30.5

kN-m

KET

OK

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-47

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Tipe Kapal

Berthing Energy (E) (kN.m)

Tipe Fender

Defleksi (%)

Passenger ship 3559 DWT

4,60

ARCH AN.400

40

Tipe Fender ARCH AN.400

ER (kN.m) 30,5

RR (kN) 197

E40 (kN.m) 21,96

R40 (kN) 197

(%) E40 72

R40 100 E40 > E OK

E. Beban Tambat Gaya reaksi dari kapal yang bertambat adalah resultan dari gaya-gaya horizontal yang disebabkan oleh angin dan arus. Nilai beban tambat kapal ditentukan berdasarkan Tabel 2.2.1 OCDI 2002 sebagai berikut: Tabel 3.6 Data Gaya Tarik Berdasarkan Jenis Kapal Bobot kapal (GT) 200 < GT ≤ 500 500 < GT ≤ 1000 1000 < GT ≤ 2000 2000 < GT ≤ 3000 3000 < GT ≤ 5000 5000 < GT ≤ 10000 10000 < GT ≤– 20000 20000 < GT ≤ 50000 50000 < GT ≤ 100000

Gaya tarik pada Mooring post (kN) 150 250 350 350 500 700 1000 1500 2000

Gaya tarik pada Bollard (kN) 150 250 250 350 350 500 700 1000 1000

F. Beban Gempa Perhitungan beban gempa pada struktur berdasarkan SNI 03-1726-2012 dimana beban gempa tersebut akan tergantung pada lokasi struktur bangunan yang bersangkutan yang terkait dengan percepatan gempa pada batuan dasar dan klasifikasi situsnya dimana lokasi struktur berada.

Gambar 3.32 Peta Zonasi Gempa Indonesia

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-48

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

Dari nilai percepatan di batuan dasar tersebut maka akan didapatkan diagram respon spektrum berdasarkan parameter-parameter pembebanan gempa sebagai berikut : Tabel 3.7 Parameter spektrum gempa Parameter

Nilai

Percepatan gempa di batuan dasar pada perioda T = 0,2 detik (Ss)

0,270

Percepatan gempa di batuan dasar pada perioda T = 1,0 detik (S1)

0,128

Koefisien Situs Fa

1,584

Koefisien Situs Fv

2,289

Respon Spektra percepatan pada perioda pendek. T = 0.2 detik (SMS)

0,427g

Respon Spektra percepatan pada perioda pendek. T = 1,0 detik (SM1)

0,293g

Percepatan spektrum desain pada perioda T = 0.2 seconds (SDS)

0,285g

Percepatan spektrum desain pada perioda T = 1,0 seconds (SD1)

0,195g

Faktor Keutamaan Struktur (I)

1,5

Koefisien Modifikasi Respon (R)

5

Gambar 3.33 Diagram Respon Spektrum

G. Kombinasi Pembebanan Kombinasi pembebanan ditentukan berdasarkan tabel 3-3 Port of Long Beach Wharf Design Criteria v.2 sebagai berikut:

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-49

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design LOAD FACTOR DESIGN (LFD)a

Case

LOAD COMBINATION FACTORS D

L+Ib

E

W

BE

R+S+T

BU

I

1,2

1,6

1,6

-

-

-

1,3

-

II IIIc

1,2

1,0

1,6

1,6

-

1,2

1,3

-

0,9

1,6

-

1,3

1,3

-

1,2

0,1d

1,6

IV

1,6

1,0

1,6

-

1,3

-

V

1,2 1+Ke

1,0 0,1d

1,6

1,3

-

-

1,3

1,3

-

-

-

-

-

BU

M

VI

1,0

M

SERVICE LOAD DESIGN (SLD) Case

LOAD COMBINATION FACTORS D

L+Ib

E

I

1,0

1,0

II IIIc

1,0

1,0

1,0

IV V a

W

BE

R+S+T

1,0

-

-

-

1,0

-

1,0

1,0

-

1,0

1,0

-

1,0

1,0

-

1,0

1,0

-

1,0

d 0,1

1,0

0,3

1,0

-

1,0

-

1,0

1,0

1,0

1,0

-

-

1,0

1,0

Allowable Stress 100% 133% 125% 100% 125%

The Load Factor Design require the strength reduction factors, Ф as spesified in ACI 318 2005 For the load factor of crane load case see Table 3-1

b c

Reduce load factor to 0,9 for dead load (D) to check members for minimum axial load and

maximum moment d For uniform live load only. e

K = 0,50 (PGA), to account for the affects of the vertical component of ground acceleration.

The K-factor shall be applied to the vertical dead load (D) only, not to the inertia mass of the wharf.

3.4.4 Perencanaan Dermaga 3.4.4.1 Umum Dalam perencanaan dan perhitungan struktur dermaga atau jetty ini ada beberapa faktor yang dipertimbangkan yaitu: - Lokasi jetty dan reklamasi di lokasi rencana - Kondisi alam di lokasi dermaga eksisting dan dermaga jetty rencana dengan karakteristik kapal yang telah ditentukan; - Dimensi dan jenis kapal yang akan berlabuh; - Pembebanan vertikal dan horizontal; - Material yang akan digunakan; - Lokasi reklamasi pantai dengan level mengikuti elevasi dermaga rencana dan ekisting - Perkuatan tanah untuk reklamasi direncanakan dengan rencana adanya pengerukan pantai pada level -9.00 mLWS - Tanah timbunan untuk reklamsi pantai harus memenuhi standar teknis yang isyaratkan - Peraturan dan standar perencanaan yang digunakan.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-50

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

3.4.4.2 Analisis Kapasitas Daya Dukung Tanah Hitungan kapasitas dukung tiang adalah kemampuan tiang dalam mendukung beban, hitungan kapasitas dukung tiang dapat dilakukan dengan cara pendekatan statis dan dinamis. Secara statis dilakukan menurut teori mekanika tanah, sedangkan cara dinamis melalui data pada saat pemancangan tiang. Perhitungan daya dukung secara umum dihitung dengan persamaan : Qu = Qp + Qs - W Dimana : Qu = daya dukung ultimate tiang Qp = daya dukung ujung tiang Qs = daya dukung selimut tiang W = berat tiang pancang Dalam analisis daya dukung ultimate tiang tersebut, dapat dicari dengan beberapa metode seperti dijelaskan sebagai berikut. 1. Kapasitas dukung tiang berdasarkan nilai SPT Mayerhoft (1956) menyarankan kapasitas ultimit dapat dihitung secara empiris dari nilai N hasil uji SPT. - Kapasitas tahanan selimut : Qs : 0.2 N - Kapasitas tahanan ujung Qb : 40 N’ < 1600 t/m2 Dimana N: Nilai N SPT N

: Nilai rerata N di sepanjang tiang

As

: luas selimut tiang

2. Kapasitas dukung tiang berdasarkan nilai CPT Schmertman – Nottingham (1975). Menyarankan perhitungan daya dukung ujung tiang menurun cara Begemen, yaitu diambil nilai rerata 8D diatas ujung tiang dan 0.7D – 4D dibawah ujung tiang (D = diameter atau dimensi tiang), dengan persamaan:

Qp

=

Qc1  Qc 2 xA p 2

Untuk mendapatkan daya dukung selimut tiang dengan persamaan:

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-51

Pemerintah Provinsi Papua Dinas Perhubungan

Detail Engineering Design

L  8D Z  f sAs   f s As  Qs = Ksc  z 8 D  z  0 8D 

Dimana

Qc1 Qc2 As Ksc

: nilai rerata qc (0.7D – 4D) di bawah ujung tiang : nilai qc rerrata 8D diatas ujung tiang : luas proyeksi penampang tiang : Faktor koreksi gesekan selimut tiang

s As

: nilai friksi tiang : luas selimut tiang

3.4.4.3 Penurunan Tanah dan Pondasi Jika lapisan tanah dibebani, maka tanah akan mengalami perubahan tegangan regangan tanah yang disebabkan oleh berubahnya susunan tanah maupun pengurangan rongga pori air didalam tanah, peristiwa tersebut disebut konsolidasi atau penurunan tanah (settlement). Penurunan tanah dikelompokkan sebagai berikut : Seketika (primer) penurunan yang terjadi pada waktu beban diterapkan Konsolidasi (Sekunder) penurunan yang bergantung dengan waktu dan berlangsung dalam waktu yang berbeda-beda.

Penyusunan Masterplan, SID dan DED Pembangunan Pelabuhan Perintis di Tagemon Kabupaten Mappi

III-52

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF