Memahami Petung Rabi
July 3, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Memahami Petung Rabi...
Description
MEMAHAMI PETUNG PRIMBON JAWA
RABI
(PERHITUNGAN
PERJODOHAN)
DALAM
Perhitungan perjodohan dalam primbon menempati posisi yang sangat populer. Bahkan untuk beberapa kasus, rumus perhitungan perjodohan (petung rabi) ini tetap digunakan. Misalnya mencoba mencari peluang dalam pemilihan kepala desa. Ada beberapa rumus yang biasa digunakan dalam petung rabi. Ada yang menggunakan angka/nilai 5 menjadi pembagi/pengurang dari jumlah neptu pasangan dan hari pernikahan. Namun ada juga menggunakan rumus pembagi nilai 6 dan 7. Bagi saya menempatkan nilai 5 (pancasuda) sebagai dasar menjadi sangat penting, kemudian untuk keperluan pemahaman atau analisis tambahan bisa digunakan nilai 6 dan 7. Mengapa demikian? Adakah nilai 5 adalah istimewa? Aspek Filosofis (Falasfy)
Nilai 5 memiliki beberapa keunikan dan keistimewaan. 1) Nilai/angka 5 adalah nilai tengah dari deret angka 1-9. Posisisnya PAS di tengah, sebagai simbol keseimbangan. 2) Pemberian nilai atau neptu atau daya hidup pada hari dan pasaran diawali dengan nilai 5. Hari Ahad, sebagai hari pertama diberi nilai 5 sebenarnya bahwa penciptaan alam dunia ini, penciptaan bumi langit dimulai hari Ahad haru yang sudah PAS, seimbang. Bukankah alam dunia ini kelanjutan maujud dari alamalam berikutnya. Mengikuti martabat alam Ibnu Arby, bila diurutkan bisa demikian; alam Ahadiyat, Wahidat, Wahidiyat, Arwah, Ajsam (5), Mitsal/barzah, dan Insan Kamil. Urutan yang ke-5. Sementara pasaran diawali pada Legi, berarti Manis, nilainya 5. Awalnya kehidupan itu ya manis. Manusia dilahirkan dengan disambut kegembiraan. Keseimbangan dalam dunia ini, hidup terasa PAS jika awalnya sudah bisa merasakan manisnya. Kalau sejak lahir manusia dikenalkan awal pahit, tentu kasihan. Gak ada gairah. Kemudian berurut Legi, awal, arahnya Timur (matahari terbit, awal hari), selatan, barat, utara dan tengah (Kliwon). 3) Perjodohan adalah keseimbangan. Laki-laki menikahi perempuan adalah PAS, ideal, seimbang sekali. 4) Keseimbangan tidak hanya 1:1, laki-laki dan perempuan ditambahkan. Bagi alam pikir Jawa, ada pepatah,”rabi kuwi ora mung ngrabekno peli, tapi ngrabekno ati”. Per jodohan jodohan itu tidak sekedar bersatunya laki-laki dan perempuan, tetapi menyatunya hati. Nah kalau demikian, maka angka keseimbangan bisa dinamis, bisa saja 1:2, 1:3, 1:4, 1:5 dan seterusnya. Yang penting adalah utuh, manunggal. Disaparitas dan perbedaan dalam pengertian ini justru nilai tambah dalam mencapai keseimbangan yang PAS dalam perjodohan. 5) Jodoh adalah waktu. Ada pepatah mengatakan, “seorang yang tepat lahir dalam masyarakat yang tepat dan waktu yang tepat”. Kebesaran Keb esaran Imam Ghazaly
bisa jadi akan musnah jika beliau hidup di era rezim yang tidak suka dengan ilmu pengetahuan.
Aspek Praktis (Amaly)
Dalam prakteknya mencari nilai perjodohan yang PAS, ideal menurut rumus pembagi masyarakat Jawa, adalah yang mendekati mendekati nilai 1. Dalam rumus kurang/bagi 5, maka sisanya akan menunjukkan nilai keidealan dalam perjodohan. Primbon mengajukan skala 1-5, dengan sebutan yang beragam. Ada yang membuat kategori untuk setiap nilai skala. 1= Sri, 2= Dana, 3= Lungguh, 4= Lara dan 5= Tumpes (pati), tetapi ada yang memasukkan nilai 5 tidak berkategori, tetapi langsung diberi nilai 0. Mari kita simulasikan. Tulisan saya soal peluang kemenangan Liverpool dan Real Madrid lalu. Neptu adalah nilai perjodohan antara hari dan pasaran lahir. Sebuah pertandingan bola anggap saja sebagai sebuah perjodohan, mana yang jodoh dengan kemenangan, begitu kira-kira. Bahkan semua kejadian di dunia ini adalah perjodohan berbagai kejadian yang saling berhubungan. Anda bisa lihat dalam film Avengers: Infinity War batu terakhir yang paling menentukan adalah batu soal Waktu yang dipegang oleh Dokter Stranger. Dan mendapatkan batu Vision jauh lebih mudah, karena sudah menguasai waktu. Oleh karena itu, waktu dalam primbon sangat penting, memilih waktu (hari dan pasaran) sangat diperhatika diperhatikan. n. Kalau weton kan memang sudah takdir, tidak bisa memilih, maka memilih waktu, ya ibarat Thanos yang berusaha mencapai kemenangan, menguasi banyak batu. Tetapi Waktulah sang penentu. Seperti Dokter Stranger sendiri mengalahkan musuhnya penguasa kegelapan, ya dengan mempermainkan waktu di alamnya dunia kegelapan. Asal mau berulang-ulang berusaha, maka kegelapan juga kalah oleh waktu. Ketika itu sudah dikuasai, kembali kepada visi, niatnya. Maka Thanos pada akhirnya “thenger-thenger”, apakah dia akan meneruskan ambisnya atau tidak untuk masa depan? Ya Tunggu seri berikutnya. Nah, perjodohan antara weton dan waktu adalah digunakan dalam rumus petung rabi primbon. Neptu Liverpool 10, Real Madrid 13 dan hari main 14. Maka dengan menggunakan rumus pengurangan 5, diketahui: Peluang liverpool berjodoh 10+14=24 (dibagi 5=20, sisa 4) Peluang Madrid berjodoh 13+14=27 (dibagi 5=25, sisa 2). Nilai 4 dalam kategori skala 1-5 disebut Lara/Pati, artinya tidak bagus peluangnya. Sedangkan nilai 2 lumayan bagus. Seperti halnya dalam statistik korelasional, nilai signifikansi sebuah korelasi adalah adalah kurang dari 0,005, hasil T hitung atau T Tabel, atau ANOVA Kosmogorov Kosmogorov,, R Square dan sebagainya. Ini berarti nilai siginifikansi yang mendekati 0,005 semakin tidak signifikan. Semakin mendekati 0, maka semakin
signifikan. Sama halnya dalam skala 1-5, semakin mendekati nilai 1 berarti semakin mendekati PERSATUAN, idealitas perjodohan. Ketika sebuah permainan sepakbola diasumsikan sebagai upaya persaingan mendapat jodoh kemenangan, maka rumus petung rabi (rumus pernikahan/perjodohan) juga dipakai. Hasil itu menunjukkan Madrid lebih memiliki peluang lebih bagus daripada Liverpool (nilai 2 dibanding 4). Apakah rumus petung primbon itu seakurat statistik? Dalam keyakinan sebuah Ilmu ya bisa. Dalam statistik korelasional, sebelum melakukan uji signifikansi pengaruh dibutuhkan uji validitas konstruk, apakah sesuai dengan teori, kemudian uji reliabilitas, kemudian uji normalitas data, jika data nornal pake rumus sendiri yang berbeda dengan data tidak normal. Demikian pula kategori data dan penggunanannya juga bisa berpengaruh. Ada data nominal, ordinal, interval dan rasio. Akan lebih mudah jika diordinalkan. Upaya orang Jawa dulu membuat skala Sri, Dana, Lungguh, Lara dan Pati itu sebenarnya ordinalisasi data. Laki dan perempuan itu nominal, berbeda bukan bertingkat. Perjodohan bukan sekedar perbedaan, tetapi ada jarak perbedaan itu. Semakin perbedaan dan jarak bisa didekatkan disatukan, maka peluang perjodohannya sangat bagus.
Kesalahan juga bisa dilakukan, maka dalam petung primbon sebenarnya bukan hasil mutlak, tetapi adalah kecenderungan, tendensi. Seperti halnya dalam dunia statistik, ada nilai mean, median dan modus. Ini adalah nilai-nilai tendensi yang memberi makna. Simpelnya hasil hitung primbon pada akhirnya adalah “Insya Allah”. Ini bahasa spiritual, bahasa agama. Di statistik ada nilai toleransi kesalahan, ya itu dalam ilmu sosial 5% (maka signifikansinya 0,005). Dalam primbon? Ya bisa salah dari awal, salah total, atau salah sedikit. Katakanlah menginput data weton seseorang keliru. Ia lahir senin wage, tetapi yang dimasukkan hari kamis pahing. Ini tentu kesalahan awal yang mendasar, dalam statistik ini kesalahan dalam Konstuksi (tidak memenuhi validitas konstruk). Kalau bangunannya sudah salah dari awal, seluruhnya akan salah. Tapi dalam primbon sulit menguji kebenarnya data awal ini. Kala di riset kan tinggal dicek pada konsep teori, variabel dan indikator yang disusun, sesuai dengan teori yang ada atau tidak. Lha kalau weton? Sering orang tidak tahu persis dia lahir, informasi yang diperoleh patokannya bukan hari, tetapi peristiwa, yang tidak jadi ingatan banyak orang. Yang tahu sudah meninggal semua. Aspek Hikmah (Ruhany) Petung primbon bisa berfungsi sebagai prediksi (tendensi), warning (perlunya perhatian) dan understanding (memahami). Seseorang setelah mengetahui peluang perjodohannya yang mempunyai nilai tertentu, bisa dianggap sebuah tendensi peluang. Namun juga bisa menjadi perhatian untuk dilakukan secara teliti. Bertujuan memahami, maka kita akan berusaha mencari tahu apa potensi yang dapat mengganggu melalui pengenalan watak-watak hari dan pasaran.
Apa hikmah dari itu? Soal jodoh, menikah yang diusahakan adalah perjodohan, kesimbangan yang dinamis, menuju penyatuan. Bukan mecapai idealitas yang ada dalam dunia idea, dunia konsep, bukan dunia nyata. Gampangnya, memang yang ideal banget ya 1:1 atau 5:5 dan sejenisnya. Yang kaya dapat kaya, yang ganteng dapat cantik dan seterusnya. Dalam rumus tendensi, semakin mendekati nilai ideal begini justru berpeluang tidak signifikan, tidak bermakna. Atau dalam bahasa primbonnya, mati, tumpes, kurang bermakna dan gampang musnah. Dus, dalam mencari jodoh, idealitas seperti ini jangan jadi rumus utama, niatan awal, tetapi sebagai sebuah keberkahan atas jerih payah dalam menempuh penyatuan yang dinamis. Masih perlukah perhitungan perjodohan primbon dipakai? Ya, dalam rangka menduga dan memahami potensi perbedaan, potensi yang menyatukan, memberi kehati-hatian, mengapa tidak? Atau jangan-jangan hanya pasrah pada pe(n)tungan pak Hansip?
View more...
Comments