Melanoma Maligna
April 29, 2019 | Author: Farisa Oktarina | Category: N/A
Short Description
Download Melanoma Maligna...
Description
REFLEKSI KASUS MELANOMA MALIGNA
Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSD dr. Soebandi Jember
Oleh: Aries Rahman Hakim, S. Ked NIM 082011101017
SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSD dr.Soebandi Jember Fakultas Kedokteran Universitas Jember 2012
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i
.................................................................... .............................................. .......................................ii ................ii DAFTAR ISI............................................. BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................1
1
1.1
Kulit
1.2
Melanoma Maligna................................................................................................7 1.2.1
Definisi........................................................................................7
1.2.2 .2.2 Ep Epid ideemiol miolo ogi...............................................................................7 1.2.3 .2.3 Fakto aktorr Re Resiko siko.............................................................................9 1.2.4 .2.4 Pato atofis fisiolo iologi gi..............................................................................12 1.2. 1.2.5 5
Mani Manife fest stas asii klin klinis is.....................................................................13
1.2.6 .2.6 Klas lasifik ifika asi.................................................................................21 1.2.7
Diagnosis...................................................................................25
1.2. 1.2.8 8
Pena Penata tala laks ksan anaa aan n......................................................................31
1.2.9
Pencegahan...............................................................................34
1.2.10 1.2.10 Deteks Deteksii dini dini...............................................................................35 1.2.11 1.2.11 Differen Differential tial diagnosa diagnosa................................................................36
.................................................................. .....................................36 ..............36 1.2.12 1.2.12 Kompl Komplika ikasi si........................................... 1.2.13 1.2.13 Progn Prognosi osiss...................................................................................37 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................39
2
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA
1.1
Kulit
Kulit Kul it ada adalah lah sua suatu tu org organ an pem pembun bungku gkuss selu seluruh ruh per permuk mukaan aan lua luarr tub tubuh, uh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 1, 9 me mete terr pe perse rsegi gi.. Te Teba baln lnya ya ku kuli litt be berv rvari ariasi asi mu mulai lai 0, 0,5 5 mm sam sampa paii 6 mm tergan ter gantun tung g dar darii leta letak, k, um umur ur dan jen jenis is kel kelami amin. n. Dem Demikia ikian n pul pulaa kul kulit it ber bervar variasi iasi mengenai lembut tipis dan tebalnya. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisa lap isan n dal dalam am ya yang ng ber berasal asal dar darii mes mesode oderm rm ada adalah lah der dermis mis ata atau u kor korium ium ya yang ng merupakan suatu lapisan jaringan ikat. Pembagian kilit secara garis besar tersusun atass tig ata tigaa lap lapisan isan uta utama, ma, ya yaitu itu lap lapisa isan n epi epiderm dermis, is, lap lapisan isan derm dermis is dan lap lapisan isan subkut sub kutis is (hi (hipod poderm ermis). is). Tid Tidak ak ada gar garis is teg tegas as ya yang ng mem memisah isahkan kan der dermis mis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. Fung Fu ngsi si Ut Utam amaa ku kuli litt ad adala alah h Pr Prot otek eksi, si, Ab Abso sorb rbsi si,, Ek Eksk skre resi, si, Pe Perse rseps psi, i, Peng Pe ngat atur uran an
Suhu Su hu
tubu tu buh h
(ter (t ermo more regu gula lasi si), ),
pemb pe mben entu tuka kan n
vita vi tami min n
D,
dan da n
Keratinisasi.
EPIDERMIS
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepen gepeng g bertan bertanduk, duk, mengandung mengandung sel melan melanosit, osit, Lange Langerhans rhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis epider mis hanya sekitar sek itar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) : 1. Str Stratum atum Kor Korneu neum: m: Ter Terdir dirii dar darii sel ker kerati atinos nosit it ya yang ng bisa men mengelu gelupas pas dan berganti.
3
2. Stratum Lusidum: Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis. 3. Stratum Granulosum: Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans. 4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans. 5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu: a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar b. Sel Pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell , merupakan sel berwarna muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung
butir
pigmen
(melanosomes).
Melanosit
menghasilkan pigmen coklat melanin yang jumlahnya menentukan berbagai corak warna coklat di kulit berbagai ras. Selain ditentukan secara herediter, kandungan melanin juga dapat ditingkatkan secara singkat oleh pajanan berkas sinar ultraviolet dari matahari. Melanin tambahan ini menyebabkan timbulnya warna coklat, melaksanakan fungsi protektif, yaitu menyerap berkas sinar ultraviolet yang berbahaya.
4
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).,,
DERMIS
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan : •
Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
•
Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat. Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.
5
Gambar 1. Anatomi Kulit
SUBKUTIS
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
VASKULARISASI KULIT
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran epidermis.
6
1.2
Melanoma Maligna 1.2.1 Definisi
Melanoma maligna atau biasa juga disebut sebagai melanoma adalah keganasan yang terjadi pada melanosit, sel penghasil melanin, yang biasanya berlokasi di kulit tetapi juga ditemukan di mata, telinga, traktus GI, leptomeninges, dan oral dan membran mukus genitalia. Karena sebagian besar sel melanoma masih menghasilakn melanin, maka melanoma seringkali berwarna coklat atau hitam.
1.2.2 Epidemiologi
Insiden melanoma maligna itu sendiri berbeda-beda di tiap negara, dengan insiden tertinggi terjadi di Australia dan Selandia Baru. Sebagai kanker kulit yang paling ganas, peada penemuan kasus kanker yang baru terdiagnosis, melanoma menduduki urutan ke 6 laki-laki dan urutan ke 7 perempuan di Amerika. Diperkirakan jumlah kasus baru Melanoma maligna di Amerika pada tahun 2008 sebesar 62.480 kasus, dengan 34.4950 kasus terjadi pada laki-laki dan 27.350 pada wanita. ,0 Melanoma merupakan salah satu kanker yang
insidensnya
terus
meningkat. Pada tahun 1930an di Amerika, resiko terkena melanoma maligna adalah 1:1.500, sekarang ini resiko meningkat menjadi 1:74.
Gambar 2. Lifetime risk of Developing Invasive Melanoma (US)
7
Selain itu, The annual incidence of invasive cutaneous melanoma melaporkan bahwa terjadi peningkatan insidens pada perempuan Caucasian di Amerika Serikat pada usia 15-39 antara tahun 1980-2004 sebesar 50% dibandingkan ras lainnya.
Gambar 3. Insidens dan Mortality Melanoma
Pada laki-laki, melanoma mengenai 1 dari 53 orang di Amerika Serikat, dan mengenai 1 diantara 78 perempuan. Sedangkan di Dunia, perbandingan antara
8
laki-laki dan perempuan yang terkena melanoma yaitu 0,97:1. Namun, kematian akibat melanoma lebih banyak terjadi pada laki-laki dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan yaitu 1,2:1. Usia juga menentukan epidemiologi dari melanoma. Dikatakan bahwa insiden kanker kulit, baik melanoma maupun non melanoma, meningkat seiring dengan peningkatan usia. Emedicine.com menyatakan bahwa diagnosis melanoma ditegakkan rata-rata pada usia 53 tahun. Namun, faktor usia tersebut tidaklah mutlak karena insiden melanoma tergantung juga pada faktor-faktor lainnya.
1.2.3
Faktor Resiko
Yang dimaksud
sebagai
faktor
resiko
adalah segala sesuatu
yang
meningkatkan kesempatan seseorang mendapat suatu penyakit, termasuk didalamnya yaitu kanker, dalam hal ini adalah melanoma. Namun, memilki sebuah faktor resiko atau bahkan beberapa, bukan berarti bahwa orang tersebut akan terkena suatu penyakit tersebut. Identifikasi faktor resiko terhadap melanoma maligna adalah penting untuk usaha pencegahan dan deteksi dini yang dilakukan. Faktor resiko melanoma maligna diantaranya yaitu: a) Tahi lalat ( Nevus) Tahi lalat atau dalam bahasa kedokterannya disebut juga sebagai nevus merupakan salah satu tumor jinak pada melanosit. Nevus tersebut dapat timbul sejak lahir atau saat masa kanak-kanak, bisa juga saat remaja. Salah satu tipe nevus yang dapat berubah menjadi melanoma yaitu dysplastic nevus atau tahi lalat atipik. Nevus displastik sedikit seperti nevus normal biasa, namun juga terlihat seperti melanoma. Nevus displastik ini seringkali merupakan faktor keluarga. Jika seseorang memiliki seorang anggota keluarga yang mempunyai displastik nevus maka sekitar 50% kemungkinan nevus tersebut akan berkembang. Resiko melanoma sekitar 6% sampai dengan 10% pada mereka yang memiliki nevus displastik, tergantung pada usia, faktor keluarga, jumlah nevus displastik dan faktor-faktor lainnya. Sedangkan pada mereka yang memiliki
9
nevus melanotik sejak lahir, resiko berkembangnya melanoma yaitu sekitar 6%. Pada studi case-control , individu yang memiliki nevus yang dianggap dysplasia nevi apabila memenuhi 2 kriteria yaitu : a. Diameter sekurang-kurangnya 5mm dengan tekstur yang datar (baik seluruhnya maupun sebagian). b. Dua dari kriteria berikut : warna yang bervariasi, asimetris atau batas yang tidak jelas. Adanya tahi lalat yang berubah, jumlahnya yang banyak (lebih dari 100 buah) dan adanya tahi lalat yang sangat besar dengan diameter >20 cm pada orang dewasa menambah faktor resiko. b) Faktor Keluarga
Resiko akan menjadi lebih besar pada mereka yang memiliki keluarga yang didiagnosa melanoma pada hubungan keluarga primer, seperti ayah, ibu, kakak, adek atau anak. Sekitar 10% seseorang dengan melanoma memiliki sejarah keluarga yang menderita penyakit yang sama. c) Fenotip
Fenotip yaitu ekspresi gen pada diri seseorang. Dan yang dimaksud dalam hal ini yaitu ekspresi gen seseorang terhadap kulit yang terang, berbintik-bintik, warna mata hijau atau biru, rambut merah atau pirang, dan lain sebagainya. Resiko terhadap orang kulit putih 20 kali lebih tinggi bila dibanding dengan seorang Afrika Amerika. Hal ini disebabkan karena efek protektif oleh pigmen kulit. Namun bukan berarti orang kulit hitam terbebas sama sekali dari resiko melanoma, hanya saja tempat predileksi yang berbeda. Emedicine menyatakan bahwa seorang Hispanik dan Afrika Amerika, melanoma lebih sering ditemukan di daerah akral. d) Supresi Sistem Imun
Orang yang telah diterapi dengan obat-obatan imun supresor, seperti pada
pasien-pasien
transplantasi,
akan
meningkatkan
resiko
terkena
melanoma.
10
e) Pajanan Terhadap Radiasi Sinar UV yang Berlebihan
Sumber utama Radiasi Sinar UV adalah matahari. Sedangkan sumber yang lain yaitu pada lampu-lampu yang biasanya dipakai di salon-salon kecantikan untuk menggelapkan kulit. Orang dengan pajanan sinar ultraviolet yang berlebihan memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak. Hal ini dikaitkan juga dengan faktor lingkungan, yaitu tinggal dilokasi dekat dengan garis ekuator, orang yang memiliki kebiasaan rekreasi outdoor atau orang yang memiliki pekerjaan yang mengharuskannya terpajan sinar matahari lebih banyak, seperti pelaut, petani, dll., Namun, pajanan terhadap sinar ultraviolet yang intermitten namun sangat kuat lebih sering memiliki korelasi yang kuat dengan terjadinya melanoma jika dibandingkan dengan pajanan kronik namun dalam level rendah, meskipun jumlah total dosis sinar ultraviolet sama. f) Usia
Sekitar setengah dari kejadian melanoma, terdapat pada orang-orang pada usia lebih dari 50 tahun. g) Xeroderma Pigmentosum
Xeroderma pigmentosum merupakan penyakit yang diturunkan sebagai hasil dari defek pada enzim yang memperbaiki kerusakan pada DNA dan jarang ditemukan. Seseorang dengan Xeroderma Pigmentosum memiliki resiko tinggi terhadap kanker kulit, baik melanoma maupun nonmelanoma. Hal ini dikarenakan adanya defek tersebut menyebabkan kemampuan orang tersebut untuk memperbaiki DNA yang rusak karena terpajan sinar Ultraviolet menurun atau tidak ada sama sekali. h) Riwayat Terkena Melanoma
Orang yang pernah terkena melanoma akan memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena melanoma kembali atau residif.
11
Tabel 1. Faktor Resiko Melanoma
1.2.4
Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya melanoma maligna belum diketahui dengan jelas. Diperkirakan terjadinya perubahan melanosit normal menjadi sel melanoma (melanomagenesis) melibatkan proses rumit yang secara progresif mengakibatkan mutasi genetik melalui percepatan terhadap proliferasi, diferensiasi dan kematian serta pengaruh efek karsinogenik radiasi ultraviolet. Primary cutaneous melanoma dapat timbul dalam bentuk prekursor, yakni nevi mealnotik ( Tipe umum, kongeenital, atipikal/displastik), walaupun dipercaya bahwa lebih dari 60% kasus adalah arise de novo ( tidak tumbuh dari lesi pigmen yang telah ada.) Perkembangan dari melanoma adalah multifaktor, dimana
banyak
hal
yang
berhubungan
dengan
perkembangan
dan
pertumbuhannya, dan tampaknya berhubungan dengan faktor resiko yang multipel pula; termasuk eksposur sinar matahari berlebih, moles yang tumbuh, riwayat
12
keluarga akan melanoma, mole yang berubah-ubah dan tidak sembuh, dan yang terpenting usia yang lanjut.
1.2.5
Manifestasi Klinis
Secara Klinis, melanoma maligna ada 4 macam tipe, yaitu: a) Superficial Spreading Melanoma
Merupakan tipe melanoma yang sering terjadi di Amerika Serikat, yaitu sekitar 70% dari kasus yang didiagnosa sebagai melanoma. Dapat terjadi pada semua umur namun lebih sering pada usia 30-50 tahun, sering pada wanita dibanding pria dan merupakan penyebab kematian akibat kanker tertinggi pada dewasa muda. Pada stadium awal, tipe ini bisa berupa bintik yang datar yang kemudian pigmentasi dari lesi mungkin menjadi lebih gelap atau mungkin abu-abu, batasnya tidak tegas, dan terdapat area inflamasi pada lesi. Area di sekitar lesi dapat menjadi gatal. Kadang-kadang pigmentasi lesi berkurang sebagai
reaksi
imun
seseorang
untuk
menghancurkannya.
Tipe
ini
berkembang sangat cepat. Diameter pada umumnya lebih dari 6mm. Lokasi pada wanita di tungkai bawah, sedangkan laki-laki di badan dan leher.
Gambar 4. Superficial Spreading Melanoma
Gambaran histologis Superficial Spreading Melanoma, pada epidermis didapatkan melanosit berbentuk epiteloid, dapat tersusun sendiri – sendiri atau berkelompok, pada umumnya sel – sel tersebut tidak tampak pleomorfik. Pada dermis terlihat sarang – sarang tumor yang padat dan dengan melanosit berbentuk epiteloid yang besar serta berkromatin yang atipik, di dalam sel – sel tersebut
13
terdapat butir – butir kromatin, kadang – kadang dapat di temukan melanosit berbentuk kumparan dan sel – sel radang.
Gambar 5. Histologi Superficial Spreading Melanoma
b) Nodular Melanoma
Merupakan tipe melanoma yang paling agresif. Pertumbuhannya sangat cepat dan berlangsung dalam waktu mingguan sampai bulanan. Sebanyak 15%-30% kasus melanoma yang terdiagnosa sebagai melanoma merupakan nodular melanoma. Dapat terjadi pada semua umur, namun lebih sering pada individu berusia 60 tahun ke atas. Tempat predileksinya adalah tungkai dan tubuh. Melanoma ini bermanifestasi sebagai papul coklat kemerahan atau biru hingga kehitaman, atau nodul berbentuk kubah, atau setengah bola (dome shaped) atau polopoid dan aksofitik yang dapat timbul dengan ulserasi dan berdarah dengan trauma minor, timbul lesi satelit. Secara klinik bisa berbentuk amelanotik atau tidak berpigmen. Fase perkembangannya tidak dapat dilihat dengan mudah, dan sulit di identifikasi dengan deteksi ABCDE. ,
14
Gambar 6. Nodular melanoma
Gambaran histologis Nodular melanoma pada epidermis didapatkan melanosit berbentuk epiteloid, dan kumparan atau campuran, dapat ditemukan pada daerah dermo – epidermal. Gambaran dermis terlihat sel – sel melanoma menginvasi ke lapisan retikuler dermis, pembuluh darah dan subcutis.
Gambar 7. Histologi Nodular Melanoma
c) Lentigo Maligna Melanoma
Sebanyak 4-10 % kasus melanoma merupakan tipe Lentigo Maligna melanoma. Terjadi pada kulit yang rusak akibat terpapar sinar matahari pada usia pertengahan dan lebih tua, khususnya pada wajah, leher dan lengan. Melanoma tipe ini pada tahap dini terdiagnosa sebagai bercak akibat umur atau terpapar matahari. Karena mudah sekali terjadi salah diagnosa maka tipe ini dapat tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan cukup berbahaya. Pertumbuhan tipe ini sangat lambat yaitu sekitar 5-20 tahun.
15
Pada tahap in situ lesinya luas (>3cm) dan telah ada selama bertahuntahun. Karakteristik invasinya ke kulit berupa macula hiperpigmentasi coklat tua sampai hitam atau timbul nodul yang biru kehitaman. Pada permukaan dijumpai bercak-bercak warna gelap (warna biru) tersebar tidak teratur, dapat menjadi nodul biru kehitaman invasive agak hiperkeratonik.
Gambar 8. Lentigo melanoma
Pada epidermis di dapatkan Melanositik atipik sepanjang membrane basalis, berbentuk pleomorfik dengan inti yang atipik. Sel – sel yang di jumpai berbentuk kumparan. Sedangkan pada dermisnya terdapat Infiltrasi limfosit dan makrofag yang mengandung melanin.
Gambar 9. Histologi Lentigo melanoma
16
d) Acral Lentigineous Melanoma
Tipe ini paling sering menyerang kulit hitam dan Asia yaitu sebanyak 2972% dari kasus melanoma dan karena sering terlambat terdiagnosis maka prognosisnya buruk. Sering disebut sebagai ”hidden melanoma” karena lesi ini terdapat pada daerah yang sukar untuk dilihat atau sering diabaikan, yaitu terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, tumit, ibu jari tangan, atau dibawah kuku., Melanoma subungual bisa terlihat sebagai diskolorasi difus dari kuku atau pita longitudinal berpigmen di dasar kuku. Melanoma ini memiliki bentukan yang sama dengan benign junctional melanotic nevus. Pigmen akan berkembang dari arah proksimal menuju ke arah laterla kuku yang disebut sebagai tanda Hutchinson, sebuah tanda yang khusus untuk melanoma akral. Pada permukaan timbul papul, nodul, ulcerasi, kadang-kadang lesi tidak mengandung pigmen.
,
Gambar 10. Acral Lentigous Melanoma
Gambaran yang paling khas paling baik di lihat pada daerah macula berpigmen. Tampak adanya gambaran proliferasi melanosit atipikal sepanjang lapisan basal.
17
Gambar 11. Histologi Acral lentiginous melanoma
Selain 4 tipe tersebut terdapat juga salah satu tipe yaitu Non pigmentasi hanya sebanyak 95
IB
T1b N0 M0
≤1 mm with ulceration or level IV/V
89-91
T2a N0 M0
1.01-2 mm without ulceration
T2b N0 M0
1.01-2 mm with ulceration
T3a N0 M0
2.01-4 mm without ulceration
T3b N0 M0
2.01-4 mm with ulceration
T4a N0 M0
>4 mm without ulceration
IIC
T4b N0 M0
>4 mm with ulceration
45
IIIA
T1-4a N1a M0
Single regional nodal micrometastasis, nonulcerated primary
63-69
T1-4a N2a M0
2-3 microscopic positive regional nodes, nonulcerated primary
T1-4bN1a M0
Single regional nodal micrometastasis, ulcerated primary
T1-4bN2a M0
2-3 microscopic regional nodes, nonulcerated primary
T1-4a N1b M0
Single regional nodal macrometastasis, nonulcerated primary
T1-4a N2b M0
2-3 macroscopic regional nodes, no ulceration of primary
IIA
IIB
IIIB
T1-4a/b N2c M0 IIIC
77-79
63-67
46-53
In-transit met(s)* and/or satellite lesion(s) without metastatic lymph nodes
30-50
T1-4b N2a M0
Single macroscopic regional node, ulcerated primary
24-29
T1-4b N2b M0
2-3 macroscopic metastatic regional nodes, ulcerated primary
Any T N3 M0
4 or more metastatic nodes, matted nodes/gross extracapsular extension, or intransit met(s)/satellite lesion(s) and metastatic nodes
IV
Any T any N M1a
Distant skin, subcutaneous, or nodal mets with normal LDH levels
Any T any N M1b
Lung mets with normal LDH
Any T any N M1c
All other visceral mets with normal LDH or any distant mets with elevated LDH
7-19
Tabel 2. Klasifikasi Melanoma dari AJCC-TNM
22
Stage 0 Melanoma
Stage 1 Melanoma
Stage II Melanoma
Stage IV Melanoma
Stage III Melanoma Gambar 15. . Stage Melanoma
23
Klasifikasi menurut kedalaman (ketebalan) Tumor menurut Breslow: Golongan I
: Kedalaman (ketebalan) tumor 1,5 mm
Klasifikasi yang lain yaitu klasifikasi tingkat invasi menurut Clark. Tingkat I :
sel melanoma terletak di atas membrane basalis epidermis (melanoma in situ/ intra epidermal)
Tingkat II :
invasi sel melanoma samapi dengan lapisan papilaris dermis (dermis superfisial), tetapi tidak mengisi papila dermis.
Tingkat III : Sel melanoma mengisi papila dermis dan meluas sampai taut dermis papiler dan retikuler. Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis dermis. Tingkat V
: Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan.
Gambar 16. Representatif skematik klasifikasi melanoma maligna menurut Breslow dan Clark
24
Sedangkan National Comprehensive Cancer Network menggunakan klasifikasi yang merupakan variasi dari sistem TNM. Stage 0:
melanoma in situ, yang berarti hanya melibatkan lapisan epidermis dan belum menyebar ke dermis. Dalam klasifikasi menurut Clark tingkat I.
Stage 1:
melanoma memiliki ketebalan kurang dari 1 mm atau sekitar 1/25 inch. Dalam klasifikasi Clark, sesuai dengan tingkat II atau III.
Satge I-II :
melanoma memiliki ketebalan antara 1-4 mm atau menurut klasifikasi Clark sesuai dengan tingkat IV dengan ketebalan berapapun. Tingkat ini masih terlokalisasi di kulit dan belum ditemukan penyebaran pada kelenjar limfe atau organ lain yang jauh.
Stage III :
melanoma sangat tebal, lebih dari 4 mm, atau jika dalam klasifikasi Clark, sesuai dengan tingkat V dan atau nodul melanoma ditemukan dalam 2 cm dari tumor utama. Atau melanoma telah menyebar ke kelenjar limfe terdekat, tapi masih belum ada penyebaran jauh. Stage IV :
melanoma telah menyebar luas disamping ke regio
sekitarnya, seperti ke paru-paru, hati, otak, dll.
1.2.7 Diagnosis
Diagnosis melanoma ditegakkan dengan identifikasi klinik dengan konfirmasi histologi. Identifikasi klinik dimulai dengan riwayat penyakit sekarang pasien, riwayat penyakit terdahulu, dan pemeriksaan fisik terhadap lesi yang dicurigai. , 1. Anamnesa
Dari anamnesa yang dilakukan, diharapkan diketahui informasi tentang keluhan umum pasien, dan riwayat perjalanan keluhan umum tersebut. Perubahan sifat dari nevus merupakan keluhan umum yang paling sering ditemukan pada pasien dengan melanoma, dan hal ini merupakan peringatan awal melanoma. Perubahan tersebut diantaranya
25
peningkatan dalam hal diameter, tinggi atau batas yang asimetris pada suatu lesi berpigmen memberikan data 80% pada pasien saat melanoma ditegakkan.Dari perjalanan penyakit tersebut juga ditanyakan awal mulanya lesi pada kulit tersebut muncul, dan kapan terjadi perubahan pada lesi tersebut. Tentang tanda dan gejala melanoma, seperti adanya perdarahan, gatal, ulserasi dan nyeri pada lesi. Pada anamnesa tersebut juga ditanyakan tentang adanya faktor-faktor resiko pada pasien., 2. Pemeriksaan fisik
Yang
perlu
dilakukan
saat
pemeriksaan
fisik
ini
yaitu
memperhatikan lebih detail dengan inspeksi, palpasi dan bila perlu inspeksi dengan bantuan kaca pembesar. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ukuran, bentuk, warna dan tekstur dari nevus tersangka dan mencari adanya perdarahan atau ulserasi. Pemeriksaan terhadap kelenjar limfe yang berada dekat dengan lesi juga perlu dilakukan. Adanya pembengkakan atau biasa disebut dengan limfadenopati menunjukkan kemungkinan adanya penyebaran melanoma. Pemeriksaan ditempat tubuh yang lain dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan atau untuk evaluasi dari pemeriksaan yang lalu pada individu dengan faktor resiko. Di luar negeri, evaluasi terhadap seluruh tubuh sudah dilakukan, yaitu dengan cara mendokumentasikan nevusnevus yang ada di seluruh tubuh. Dengan demikian, perubahan akan lebih cepat
terdeteksi
dengan
membandingkannya
dengan
dokumentasi
terdahulu. Pemeriksaan di tempat yang menjadi predileksi pada macammacam bentuk klinis melanoma juga perlu dilakukan. Misalnya pada melanoma superfisial dan melanoma nodular yang biasanya berada di trunkus tubuh dan tungkai, sedangkan melanoma maligna bentuk lentigo lebih banyak muncul di telapak tangan, telapak kaki dan dibawah kuku. 3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
penunjang
ini
yaitu
meliputi
pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan radiologi. , khir-
26
akhir ini di luar negeri juga dikembangkan pemeriksaan dengan epiluminescence microscopy. Dengan tehnik ini, lesi yang berpigmen tersebut diperiksa secara in situ dengan minyak emersi dengan menggunakan dermatoskop. Pada beberapa penelitian lain melibatkan analisis dengan bantuan komputer dan klinikal digitalisasi yang kemudian dibandingkan dengan database.
Gambar 17. Perbandingan gambaran klinik (A) dan dengan menggunakan epiluminescence microscopy (B)
Namun data terakhir melaporkan bahwa pemeriksaan laboratorium, radiografi thorak dan radiografi yang lain (MRI, CT Scan, PET, Scanning Tulang) tidak terlalu bermanfaat untuk melanoma stage I/II (melanoma kutaneus) tanpa tanda-tanda dan gejala-gejala metastase. a. Pemeriksaan Laboratorium Tak ada pemeriksaan tertentu yang khusus untuk melanoma, baik yang belum
bermetastase
maupun
yang
telah
bermetastase,
tetapi
kadangkala tingginya angka LDH ( Lactaet Dehydrogenase) dianggap membantu. Kadar LDH yang tinggi dalam darah merupakan suatu kemungkinan
adanya
metastase melanoma pada hati.
Adanya
peningkatan LDH ini juga dihubungkan dengan lebih buruknya kemungkinan untuk hidup pada kelompok tersebut. Pemeriksaan LDH akan bermakna pada melanoma stage IB/III atau dengan pemeriksaan berkala setiap 3-12 bulan. Selain LDH, kadar serum S-100 mungkin juga berguna sebagai penanda tumor pada pasien dengan melanoma yang telah bermetastase.
27
b. Pemeriksaan Radiografi Ultrasound Scan, pemeriksaan ini menggunakan frekuensi gelombang suara untuk menghasilkan gambaran spesifik dari bagian tubuh. Sebagian besar untuk memeriksa kelenjar limfe di leher, axilla, dan pelipatan paha. Kadang digunakan pada biopsy kelenjar limfe agar semakin
akurat
(Ultrasound
guided
fine
needle
aspiration).
Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memakan waktu yang lama, tidak menimbulkan bahaya radiasi dan aman digunakan pada kehamilan.
Gambar 18. Ultrasound of lymph node
Pemeriksaan X-ray pada thorak dilakukan dengan memperhatikan kemungkinan adanya metastase melanoma ke paru-paru. Hasil metastase tersebut dapat berupa gambaran tumor pada paru-paru, yang seringkali harus dibedakan dengan tumor paru primer, tetapi dapat juga berupa gambaran efusi pleura. CT-Scan mungkin dapat mendeteksi adanya metastase melanoma pada paru-paru atau pada hati dengan adanya gambaran pembesaran pada kelenjar limfe. Sedangkan radiografi dengan MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik untuk melihat adanya metastase melanoma pada otak dan medula spinalis. PET ( Positron Emission Tomography) dilakukan untuk menambah informasi dari hasil CT Scan dan MRI yang dilakukan. Pada
28
pemeriksaan ini, digunakan semacam glukosa yang mengandung atom radioaktif. Prinsip cara kerja PET yaitu dengan adanya sifat sel kanker yang menyerap lebih banyak glukosa karena metabolismenya yang tinggi.
Gambar19. PET Scan Whole Body staging for Melanoma
Tetapi penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini menyatakan bahwa pemeriksaan radiologi seperti CT Scan, MRI, PET, USG dan Scan tulang memiliki hasil yang rendah pada pasien asmtomatik dengan melanoma kutaneus primer (Stage I dan II menurut AJCC) dan umumnya tidak diindikasikan. c. Pemeriksaan Histopatologi Kriteria standar untuk diagnosa melanoma maligna adalah dengan pemeriksaan histopatologi dengan cara biopsi dari lesi kulit tersangka. Macam-macam tehnik biopsi itu sendiri ada 3 macam, yaitu shave biopsy, punch biopsy dan incisional and excisional biopsies. Biopsi secara eksisi merupakan pilihan cara biopsi yang direkomendasikan untuk pemeriksaan melanoma maligna. Pada tehnik ini, tumor diambil secara keseluruhan untuk kemudian sebagian sampel digunakan untuk pemeriksaan histologi.
29
Biopsi secara eksisi dengan batas yang kecil dari batas tumor dipilih untuk memastikan informasi tentang ketebalan tumor, adanya ulserasi, tahap invasi tumor secara antomis, adanya mitosis, adanya regresi, adanya invasi terhadap pembuluh limfe dan pembuluh darah, dan untuk melihat respon host terhadap tumor itu sendiri. Pada umumnya batas kulit yang diambil yaitu sekitar 1-3 mm sekitar lesi untuk memperakurat diagnosis dan histologic mikrostaging. Kecuali pada melanoma jenis lentigo, biopsi lebih mendalam diperlukan untuk memperkecil terjadinya misdiagnosa.
Gambar20. Excision Biopsy
Hasil yang dapat ditemukan pada pemeriksaan histologi ini bergantung pada jenis melanoma. Superficial Spreading melanoma memiliki fase pertumbuhan secara radial atau fase in situ yang digambarkan dengan peningkatan jumlah melanosit intraepitel yang bersifat (1) atipik dan besar, (2) tersusun tidak teratur di dermal-epidermal junction, (3) adanya migrasi ke atas (pagetoid), (4) kurang memiliki potensi biologi sel untuk bermetastasis. Lentigo melanoma dan acral lentiginous melanoma
memiliki
gambaran
yang
mirip,
dengan
dominasi
30
pertumbuhan secara in situ pad dermal-epidermal juntion dan dengan tendensi yang kecil untuk pertumbuhan sel secara pagetoid. Ketebalan tumor, merupakan determinan prognosis terpenting dan diukur secara vertikal dalam milimeter dari atas lapisan granular hingga titik terdalam tumor. Semakin tebal tumor dapat diasosiasikan dengan potensi metastase yang lebih tinggi dengan prognosa yang lebih jelek.
1.2.8 Penatalaksanaan a. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi utama dari melanoma maligna, yang hampir 100% efektif pada masa-masa awal tumor. Pembedahan ini, dilakukan dengan cara eksisi luas dan dalam dengan pinggir sayatan yang direkomendasikan sesuai tabel berikut:
Management of Melanoma Patients
31
Tabel 3. Penatalaksanaan melanoma dengan eksisi berdasar ketebalan tumor
Termasuk dalam penatalaksanaan pembedahan melanoma maligna ini adalah Elective Lymphonode dissection (ELND), yaitu deseksi kelenjar limfonodi tanpa dilakukan biopsi sebelumnya. Diseksi ini dilakukan untuk tumor dengan kedalaman 1-4 mm dan tidak pada melanoma stage I. Hal ini disebabkan karena sebanyak 40% kasus pada pasien melanoma dengan ketebalan 1-4 mm memiliki kelainan limfe yang tidak tampak dan sebanyak 10% kasus dengan metastase jauh. Sedangkan pasien dengan lesi lebih besar dari 4 mm, hampir 70% kasus dengan metastase jauh dan 60% memiliki kelainan limfe yang tersembunyi. Namun pada kenyataannya tindakan tersebut tidak memperbaiki survival rate dan hingga sekarang masih dalam perdebatan. Pada penelitian yang dilakukan WHO, angka metastasis sekitar 48% pada penderita yang dilakukan ELND. Sedangkan pada penelitian lain yang dilakukan oleh The International Group Melanoma Surgical trial menunjukkan adanya perbaikan survival rate pada pasien dengan usia kurang dari 60 tahun dengan ketebalan tumor antara 1-4 mm. Sentinel Lymph Node Dissection merupakan bentuk penatalaksanaan pembedahan yang lain. Pada pembedahan ini, diseksi dilakukan pada kelenjar limfe yang merupakan tempat utama melanoma untuk drainase. Adanya diseksi ini dikatakan dapat mengidentifikasi mereka yang mempunyai resiko tinggi metastase dan mereka yang mungkin mendapatkan keuntungan dengan diseksi lengkap kelenjar limfe atau dengan terapi adjuvan.
Gambar 21. Sentinel node theory
32
Pemetaan lymfatik dan sentinel node biopsy merupakan solusi efektif untuk dilakukannya lymphadenectomy pada pasien dengan melanoma yang tipis dan secara klinis kelenjar tidak teraba. Teknik ini dikembangkan pada awal tahun 1990an dengan pemberian zat warna patent blue V atau isosulfan blue secara intradermal diats tumor saat dilakukan eksisi luas. Pada eksplorasi kelenjar getah bening akan ditemukan saluran-saluran getah bening yang berwarna biru, yang menuju kesuatu kelenjar yang berwarna biru pula, lebih dari 80% kelenjar ini dapat ditemukan. Kelenjar getah bening diangkat dan dilakukan frozen section, jika positif mengandung metastasis sel tumor baru akan diseksi. Pada penelitian Reintgen menemukan bahwa sel melanoma maligna menjalar lebih teratur dan jelas dibandingkan dengan tumor padat lainnya. Jika pada sentinel node ini tidak ditemukan metastasis maka kelenjar lain juga diasumsikan tidak mengandung metastasis. Cara ini dipermudah dengan menggunakan lymphoscintigraphy dengan penyuntikan Technitiun (TC99m) ke dalam tumor 1 hari sebelum operasi. Dengan alat pelacak isotop akan dapat ditentukan tempat insisi kulit di daerah kelenjar getah bening regional tumor tersebut. Pada penelitian dari 612 pasien pada stage I/II tidak didapatkan angka recurrent sebesar 60%.
,
b. Terapi Adjuvant
Karena pengobatan definitive dari melanoma kulit adalah dengan pembedahan, maka terapi medikamentosa diberikan sebagai terapi tambahan dan penatalaksanaan pada pasien melanoma stadium lanjut. Pasien yang memiliki melanoma dengan tebal lebih dari 4 mm atau metastase ke limfonodi dengan pemberian terapi adjuvant dapat meningkatkan angka ketahanan hidup. Studi di berbagai center kesehatan menunjukkan pemberian interferon alpha 2b (IFN) menambah lamanya ketahanan hidup dan ketahanan terhadap terjadinya rekurensi Melanoma, sehingga oleh Food and Drug Administration (FDA) mengajurkan IFN sebagai terapi tambahan setelah eksisi pada pasien dengan resiko recurrent. IFN γ dilaporkan tidak efektif pada fase I atau II dari melanoma yang bermetastase, namun potensi IFN γ yang merupakan mediator pembunuh alami
33
Limfosit T sitotoksik, sebuah pengaktivasi makrofag, dn HLA klas II ekspresi antigen, merupakan hal yang tak dapat diabaikan. Interleukin-2 (IL-2) pada penelitian terakhir, dalam dosis tinggi baik diberikan sendiri maupun dengan kombinasi bersama sel lymphokine activated killer menghasilkan respon pada pasien sebesar 15% sampai 20%, dengan respon lengkap sebesar 4-6%. Terapi adjuvan lain selain IFN yaitu Kemoterapi dengan macamnya yaitu: •
Dacarbazine (DTIC), baik diberikan sendiri maupun kombinasi bersama Carmustine (BCNU) dan Cisplastin.
•
Cisplastin, vinblastin, dan DTIC
•
Temozolomide merupakan obat baru yang mekanisme kerjanya mirip DTIC, tetapi bisa diberikan per oral.
•
Melphalan juga dapat diberikan pada melanoma dengan prosedur tertentu. Terapi-terapi
adjuvan
yang
lainnya
diantaranya
yaitu
dengan
biokemoterapi, yaitu merupakan kombinasi terapi antara kemoterapi dan imunoterapi, imunoterapi sendiri dan gen terapi. Dalam kepustakaan lain disebutkan juga adanya terapi radiasi pada melanoma yang merupakan terapi paliatif. Radioterapi sering digunakan setelah pembedahan pada pasien dengan lokal atau regional melanoma atau untuk pasien dengan unresectable dengan metastasis jauh. Terapi ini dapat mengurangi recurence lokal tetapi tidak memperbaiki prolong survival. Radioimunoterapi pada metastase melanoma masih dalam penelitian, pada penelitian yang dilakukan National Cancer Institute (NCI) terapi ini menunjukkan kesuksesan. Terapi ini dengan memberikan auotologous lymphocytes yang kemudian mengkode T cell receptors (TCRs) pada lymphosit pasien, kemudian telah terbentuk manipulasi lymphosit yang melekat pada molekul di permukaan sel melanoma yangf kemudian membunuh sel melanoma tersebut. 1.2.9 Pencegahan
Pada prinsipnya, pencegahan dilakukan dengan cara menghindari pajanan sinar matahari secara intens. Sehingga pencegahan dapat dilakukan dengan jalan:
34
a. Membatasi pajanan sinar Ultraviolet terhadap kulit. Hal ini bisa dilakukan dengan jalan mencari tempat yang teduh jika berada di luar gedung, memakai baju panjang untuk mengurangi banyaknya kulit yang terpajan matahari, dan menggunakan lotion sunscreen dengan SPF 15 atau lebih pada kulit yang terpajan
sinar
matahari,
serta
menggunakan
kacamata
hitam
untuk
perlindungan mata. b. Menghindari sumber-sumber sinar UV lainnya, seperti tempat tidur yang digunakan untuk mencoklatkan kulit di salon-salon kecantikan.
1.2.10 Deteksi Dini Melanoma
Sama seperti halnya deteksi kanker payudara, deteksi dini melanoma maligna juga dapat dilakukan baik oleh diri sendiri dan juga oleh petugas kesehatan. Tujuan utama dari deteksi dini ini adalah untuk mengenali melanoma maligna sedini mungkin ketika masih datar dan dapat disembuhkan. 1. Oleh Diri Sendiri (Self Examination) Dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap diri sendiri. Saat pertama kali dilakukan, pemeriksaan ini mungkin akan memakan waktu yang lama dan terlihat merepotkan, namun bila telah dilakukan berkali-kali maka akan semakin terlatih dan hal itu berarti waktu yang digunakan akan semakin pendek. Pemeriksaan ini, harus dilakukan langkah demi langkah seperti yang akan ditunjukkan dalam gambar berikut dan dilakukan dalam keadaan tidak mengenakan baju. Untuk lokasi-lokasi tertentu yang sulit dilakuakn evaluasi sendiri, maka pertolongan keluarga atau teman dekat sangat membantu. Pasien harus berkonsultasi secepatnya pada dokter umum atau dokter spesialis jika menemukan adanya perubahan yang signifikan pada lesi-lesi tertentu di tubuh mereka. 2. Petugas Kesehatan (Dokter, Perawat) Baik deteksi dini yang dilakukan oleh diri sendiri dan petugas kesehatan, yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah tanda dan gejala melanoma tersebut
35
yang dapat dilakukan dengan mengevaluasi ABCDE sistem ( Asymmetry, Border, Colour, Diameter, Envolving).
1.2.11 Diferential Diagnosa
1.2.12 Komplikasi
1. Metastasis dapat terjadi pada local (di dalam atau sekitar lesi primer), pada limfonodi, atau pada: •
Kulit yang jauh dari lesi primer
•
Limfonodi yang jauh
•
Organ-organ dalam
36
•
Tulang
•
CNS.
2. Metastasis dapat berlangsung cepat secara hematogen maupun limfogen. 3. Ulkus mudah berdarah.
1.2.13 Prognosis
Prognosis melanoma tidak ditentukan oleh satu macam faktor saja, namun multifaktor dan utamanya bergantung pada: (1) ketebalan tumor, (2) ada tidaknya ulserasi secara histologi, dan (3) adanya metastase pada kelenjar limfe. Pada Cutaneus Melanoma stage I dan II:
Bila ketebalan tumor ≤ 1mm diasosiasikan dengan angka ketahanan
•
hidup antara 91-95% tergantung ada tidaknya ulserasi secara histologi dan klasifikasi Clark lebih besar dari tingkat III. Ketebalan tumor 1-4 mm, diasosiasikan dengan angka ketahan hidup
•
antara 63-89% bergantung pada ulserasi dan ketebalan dari tumor primer. Tebal tumor >4 mm memiliki angka ketahanan hidup 67% tanpa
•
ulserasi, dan 45% dengan adanya ulserasi primer. Adanya ulserasi akan menurunkan angka ketahanan hidup pada setiap
•
tingkat tumor. Stage III •
Metastase pada kelenjar limfe regional diasosiasikan dengan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 13-69%, tergantung pada jumlah kelenjar limfe yang telah terkena, secara mikroskopik maupun makroskopik, dan adanya ulserasi pada tumor primer.
Stage IV •
Prognosis untuk melanoma yang telah bermetastase jauh sangatlah buruk, dengan angka ketahanan hidup median hanya 6-9 bulan dan 5 tahun sebesar 7-19%, tergantung pada tempat yang terkena metastase. Umumnya, metastase pada jaringan lunak, kelnjar, dan paru-paru memiliki
37
prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan adanya metastase ke organ-organ dalam, seperti hati. Pada tahun 2002, The American Joint Committee of Cancer melaporkan dalam journalnya yang berjudul: Final version of the American Joint Committee on Cancer Staging System for cutaneous melanoma bahwa terdapat perbedaan prognostic yang signifikan di pada tiap grup dari masingmasing stage melanoma, seperti yang terlihat pada gambar 22.
Gambar 22. Fifteen-year survival curves for the melanoma staging system in which localized melanoma (stages I and II), regional metastases (stage III), and distant metastases (stage IV) were compared.
38
View more...
Comments