Mekanisme Fluor
July 31, 2018 | Author: Nurhikmah Rn | Category: N/A
Short Description
MEKANISME FLUORIDE...
Description
Mekanisme Fluor
Fluor merupakan mikromineralatau elemen sisa yang dibutuhkan tubuh manusia, terutama terdapat dan dibutuhkan oleh tulang dan gigi. Fluor Fluor diperlukan gigi untuk melindungi email dan dentin terhadap serangan karies, hal tersebut diakui para peneliti.Brudevold, dkk berpendapat bahwa kemampuan gigi mencegah karies terutama berhubungan dengan banyaknya kadar fluor terkandung dalam suatu gigi. Mineral fluor juga mempunyai kemampuan menghambat proses metabolism, terutama glikolisis bakteri.Pada karies gigi, fluor dapat menghambat beberapa bakteri kariogenik yang banyak ditemui dalam rongga mulut dan air liur, sehingga proses akhir glikolisis untuk menghambat asam yang banyak dapat dihambat. Kebutuhan tubuh akan fluor bergantung pada pertumbuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang mempengaruhi peningkatan atau penurunan kebutuhan terhadap suatu bahan tertentu. Pada bayi, anak, ibu hamil maupun menyusui, kebutuhan mineral Ca, P maupun F diperlukan lebih banyak dibandingkan dewasa normal lainnya. Fluor secara umum dapat diberikan untuk mencegah karies gigi melalui air minum atau secata topikal. Misalnya, kadar F 0,7 ppm pada air minum dapat menurunkan insidens terjadinya karies gigi cukup baik. Pada pemberian F berlebihan atau lebih dari 1 ppm tiap harinya, akan menimbulkan kelainan pada gigi, yang dikenal sebagai mottled enamel.
Mekanisme fluor dalam menghambat karies gigi adalah karena ion fluor menghambat kerja enzim pada jalur glikolisis. Ion fluor dalam cairan rongga mulut akan berikatan dengan ion magnesium, membentuk magnesium fluoride.. Magnesium merupakan ion yang dibutuhkan bersama enolase mengubah 2P-Gliserat menjadi fosfoenolpiruvat ( PEP). Akibat hambatan oleh F, Glikolisis pada sel bakteri di hambat, bakteri tidak menghasilkan enerji cukup dan perkembangan bakteri terhambat.
Mekanisme Antimikrobial Saliva
Air liur mengandung komponen organic seperti protein yang bersifat antimicrobial. Hasil penelitin terdahulu menunjukkan bahwa protein mempunyai kemampuan terhadap perlekatan mikroorganisme secara vitro’ .
Kemampuan
protein
tersebut
terutama
dapat
‘in
menghambat
metabolisme perlekatan kuman di dalam rongga mulut, terutama pada permukaan gigi. Protein-protein dalam air liur yang mempunyai sifat antimicrobial utama,
terbagi
atas
protein
non
immunoglobulin
dan
protein
immunoglobulin. Protein non imunoglubulin meliputi : Lisozim, Laktoferin, system peroksidase air liur. Sistem Mieloperoksidase. Berbagai agglutinin seperti : Glikoprotein liur parotis, Musin, Sekretori IgA, β2-Mikroglobulin, Fibronektin,
Histatin,
Protein
kaya
prolin.
Imunoglobulin meliputi Sekretori IgA;IgM; IgG.
Sedangkan
protein
Protein non imunoglubulin seperti lisozim terdapat dalam air liur total yang disekresikan melalui kelenjar liur mayor dan minor, cairan celah gusi,serta lekosit air liur. Lisozim sering dijumpai pada bayi baru lahir, dan pada orang dewasa dengan frekuensi karies gigi tinggi, belum mendapat tindakan perawatan sama sekali. Mekanismekerja lisozim , berdasarkan kerja konsep klasik, sifat antimikrobialnya
berdasarkan
atas
aktivitas
muramidase
,
serta
mempunyai kemampuan menghidrolisis peptidoglikan ikatan β (1-4) antara asam N-asetilmuramik dan N-asetilglukosamin pada dinding bakteri. Bakteri gram negative lebih peka terhadap lisozim, hal tersebut disebabkan fungsi proteksi lapis luar lipopolisakarida. Lisozim juga mempunyai sifat kation kuat, dengan demikian dapat mengaktifkan kemampuan autolysin terhadap bakteri, terutama menghancurkan dinding sel bakteri in vitro, contohnya pada bakteri kariogenetik S. mutans dan Lactobacilli. Sistem peroksidase pada air liur mencakup peranan dari dua enzim yakni peroksidase air liur dan mieloperoksidase. Kedua enzim tersebut dapat bekerja atau aktif dengan adanya bantuan ion tiosianat ( SCN-) serta hydrogen peroksida. Segera apabila unsure-unsur pengaktifan lengkap maka system enzim dapat bekerja, sebelum adanya komponenkomponen tersebut istem belum dapat berjalan. Peroksidase air liur dihasilkan oleh sel asinus kelenjar air liur parotis dan submandibular , dan tidak pada kelenjar liur kecil. Mieloperoksidase
merupakan protein yang berasal dari leukosit , konsentrasi pada air liur bergantung pda keadaan kesehatan gusi. Pada keadaan peradangan gusi jumlah enzim akan meningkat. Mekanisme antimicrobial system peroksidase air liur ialah enzim peroksidase bertindak sebagai katalisator reaksi hydrogen peroksida menjadi hipotiosianit (OSCN-). Hipotiosianit merupakan komponen yang umum terdapat pada kelenjar parotid, submandibular dan kelenjar liur lainnya. Fungsi system ini, secara biologis, sebagai antimicrobial sangat potensial, serta memproteksi protein pejamu dan selnya terhadap keracunan hydrogen peroksida. H2O2 + SCN-
OSCN- + H2O
Gambar . Mekanisme Oksidasi Tiosianat Hubungan fluor dengan system peroksidase air liur ialah ion fluor (F -) pada
konsentrasi
menghambat
tertentu
aktivitas
di
permukaan
peroksidase
email
terutama
dan
plak
dapat
laktoperoksidase,
mieloperoksidase serta total peroksidase air liur. Tahap awal mekanisme perlekatan bakteri pada permukaan gigi adalah terbentuknya ‘acquired pellicle’ selanjutnya, adanya komponen air liur seperti reseptor protein untuk bakteri spesifik maka bakteri dapat diikat. Pada keadaan jumlah bakteri semakin bertambah, protein air liur lainnya dan terutama system peroksidase akan diaktifkan sehingga baktei hancur. Hanuksla dkk, 1994 menerangkan F - pada konsentrasi 0.01-10 mM yang terkandung dalam plak atau email gigi, mempunyai kemampuan
menghambat
aktivitas
laktoperoksidase,
mieloperoksidase
serta
peroksidase air liur total. Keadaan tersebut juga ditentukan oleh kondisi lingkungan seperti pH liur, terutama pada pH liur yang rendah atau dibawah pH 6.5. Ion F dalam jumlah yang cukup tinggi dapat menghambat system hipotiosianat. Pada suasana lingkungan yang asam, hipotiosianat tidak terbentuk.Keadaan tersebut berhubungan dengan efek ‘buffering’ pada pasta gigi yang mencegah ‘pH’ air liur turun lebih rendah dari 5.9. Ion Fluor terbukti menghambat kerja protein non imunologis pada konsentrasi lebih dari 0.1 mM serta pada ‘pH’ dibawah 6.5. Enzim yang bekerja di rongga mulut maupun ditempat lain dalam tubuh, selalu membutuhkan kondisi lingkungan yang membantu enzim tersebut bekerja. Pada suhu terlalu tinggi peroksidase air liur tersebut akan berhenti bekerja. Memang suatu hal yang saling berlawanan, karena fluor di butuhkan untuk pencegahan terjadinya karies gigi, sementara secara biologis tubuh sudah mempunyai suatu system pertahanan secara enzimatik, terhadap adanya bahaya tersebut. Namun, pada kasus penderita dengan hiposalivasi,aliran liur kurang, sehingga untuk pencegahan dibutuhkan penambahan fluor untuk menghambat agregasi bakteri di dalam rongga mulut. Pada keadaan aliran liur normal, serta kondisi kesehatan baik, diharapkan funsi biologis tubuh lainnya dalam keadaan baik pula. Fungsi proteksi terhadap bakteri kariogenik seperti S. mutans dan lactobacillus,
dapat dijalankan pula oleh system enzim dalam air liur, seperti lisozim, laktoperoksidase, mieloperoksidase serta peroksidase liur total. Enzimenzim tersebut memerlukan suatu kondisi yang mendukung kerjanya sebagai antimikroba. Sistem peroksidase, penting diperhatikan sebagai inisiasi pencegahan pada tahap awal pembentukan karies gigi, semakin banyak hipotiosianat yang dibentuk, semakin rendah plak yang bersifat asam dapat menempel pada permukaan gigi, terutama setelah beberapa saat mengkonsumsi gula. Fluor dapat menghambat kerja katalisator enzim seperti peroksidase liur dan mieloperoksidase yang berakibat hydrogen peroksida dari bakteri aerob rongga mulut tidak dapat di netralisisr oleh tiosianat menjadi hipotiosianat. Pada reaksi enzimatik, magnesium dibutuhkan sebagai kofaktor dengan adanya F yang berlebihan maka ion fluor akan berkaitan dengan kofaktor Mg, membentuk MgF, mengakibatkan kerja enzim terhambat. Ion fluor sebagai komponen bermuatan negative, dapat mempengaruhi suasana lingkungan rongga mulut menjadi lebih asam, walaupun pH tidak lebih rendah dari 5.5, sehingga kemampuan enzim dalam
mencegah
agregasi bakteri pada permukaan gigi, dihalangi secara tidak langsung oleh ion fluor tersebut. Pemberian fluor perlu mendapat perhatian serius karena peredaran fluor di pasaran dalam kemasan pada pasta gigi, gula-gula permen karet
dan lainnya sudah meluas. Efek fluor yang berlebihan selain dapat menimbulkan kelaianan pada gigi yang dikenal sebagai mottled enamel, namun juga dapat menghalangi kerja enzim rongga mulut pada proses pencegahan secara alamiah. Pada
keadaan
tertentu
penderita
dengan
hiposalivasi,
untuk
pencegahan agregasi koloni kuman pada permukaan gigi,sehingga merangsang
agglutinin
air
liur
terutama
glikoproteinnya,sehingga
mempunyai kapasitas berinteraksi dengan bakteri yang belum melekat. Bakteri rongga mulut menjadi mengelompok sehingga lebih mudah dibersihkan.
View more...
Comments