Medication Error
August 2, 2018 | Author: Fiestyo Alim Rodhiyah | Category: N/A
Short Description
Download Medication Error...
Description
MAKALAH PELAYANAN KEFARMASIAN MEDICATION ERROR
Disusun oleh : Ahmad Senjaya
1106049561
Khairunnisya Khairunnisya
1106047045
Andreas Josef Ridwan 1106046660
Lulu Aryani
1106047083
Ayu Lestari
1106046736
Mega Purnamasari
1106047184
Desy Indriwinarni
1106046780
Mutiara Djayanis Djayanis Tia
1106124675
Diana Yusnita
1106124643
Nurlitasari
1106047240
Dina Widyastuti
1106046862
Sanny susanti
1106047354
Vivid Maretha
1106124712
Windu Prayogo
1106047442
Yunita Haryati
1106047524
Hardiani Rahmania Irma Aprinita
1106046944 1106047000
PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
limpahan rahmat dan kasih sayangNya, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pelayanan Kefarmasian Program Profesi Apoteker . Makalah ini berisi tentang penjelasan medication error beserta contoh kasus-kasus yang terjadi dalam bidang pelayanan
kefarmasian. Penuyusun menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak , sangatlah sulit untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman serta Ibu Alvina. Alvina. Akhir kata, penyusun berharap Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah t elah membantu. Semoga makalah maka lah ini membawa me mbawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penyusun 2011
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
limpahan rahmat dan kasih sayangNya, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pelayanan Kefarmasian Program Profesi Apoteker . Makalah ini berisi tentang penjelasan medication error beserta contoh kasus-kasus yang terjadi dalam bidang pelayanan
kefarmasian. Penuyusun menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak , sangatlah sulit untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman serta Ibu Alvina. Alvina. Akhir kata, penyusun berharap Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah t elah membantu. Semoga makalah maka lah ini membawa me mbawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penyusun 2011
2
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ....................... ........... ........................... ........................... ........................ ........................... ........................... .......................... ................
1
KATA PENGANTAR ....................... ........... ........................... ........................... ........................ ........................... ........................... ......................... .............
2
DAFTAR ISI ........................ ............ ........................... ........................... ........................ ........................... ........................... .......................... .......................... ............
3
BAB 1 PENDAHULUA PENDAHULUAN N ............................... .......................... .......................... ...
4
BAB 2 PEMBAHASAN ........................ ........... ........................... .......................... ......................... ........................... ........................... ..................... ........
6
2.1 Definisi......................... ............ ........................... .......................... ........................... ........................... ........................ ........................... ........................... ................ ....
6
2.2 Klasifikasi ........................ ............ ........................... ........................... ........................ ........................... ........................... .......................... .......................... ............
7
2.3 Faktor Faktor Penyebab Penyebab........................... .......................... .......................... .................
14
2.4 Pencegahan Medication Error ...........................................................................
18
2.5 Pengelol Pengelolaan aan Kesalahan Kesalahan Obat........................................... .......................... .........
24
Error .................................................................................... 2.6 Kasus Medication Error
26
BAB 3 PENUTUP PENUTUP ............................ .......................... .......................... .................
31
DAFTAR DAFTAR PUSTAKA PUSTAKA ............................ .......................... .......................... ............
32
3
BAB 1 PENDAHULUAN
Medication error merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien rawat
inap. Secara umum Medication error didefinisikan sebagai peresepan, pemberian dan administrasi obat yang salah, yang menyebabkan konsekuensi tertentu atau tidak. Sebuah studi medication error pada pasien pediatric menunjukkan 5,7% medication error s 10778 kasus berasal dari pemesanan obat. Studi lain menyebutkan bahwa
lokasi yangbpalin banyak terjadi kesalahan pada pediatric adalah NICU (Neonatal Intensive Care Unit), unit pelayanan umum, unit pediatrik dan pasien rawat inap. Sebagian besar kesalahan terkait dengan administrasi obat terutama penggunaan dosis obat yang kurang tepat. Medication error dapat menyebabkan efek samping yang membahayakanyang
potensial memicu resiko fatal dari penyakit. Suatu sistem praktik pengobatan yang aman perlu dikembangkan dan dipelihara untuk memastikan bahwa pasien menerima pelayanan dan proteksi sebaik mungkin. Hal ini dikarenakan semakin bervariasinya obat-obatan dan meningkatnya jumlah dan jenis obat yang ditulis per pasien saat ini. Tanggung jawab seorang apoteker dan perawat dalam dispensing dan pemberian obat menjadi semakin berat akibat ketersediaan obat tertentu yang lebih banyak untuk suatu penyakit, waktu kadaluarsa obat yang semakin cepat, dan banyaknya jenis obat-obat baru yang tertulis pada resep. Penggunaan obat yang semakin meningkat dapat meningkatkan bahaya terjadinya kesalahan pengobatan. Masalah ini semakin serius karena kesalahan pengobatan merupakan pemicu terjadinya kecelakaan dalam rumah sakit, sehingga perlu dicari upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya kesalahan-kesalahan pengobatan tersebut. Kesalahan pengobatan dapat terjadi pada masing-masing proses dari peresepan, mulai dari penulisan resep, pembacaan resep oleh apoteker, penyerahan obat sampai penggunaan obat oleh pasien, kesalahan yang terjadi di salah satu komponen dapat secara berantai menimbulkan kesalahan lain di komponen-
4
komponen selanjutnya. Sebuah studi di Yogyakarta (2010) terhadap sebuah rumah sakit swasta menunjukkan bahwa dari 229 resep , ditemukan 226 resep medication error . Dari 226 medication error s, 99.12% merupakan kesalahan peresepan, 3.02%
merupakan kesalahan farmasetik dan 3.66% merupakan kesalahan penyerahan. Sebagian besar kesalahan peresepan merupakan akibat dari resep yang tidak lengkap. Dokter melakukan kesalahan terbanyak yakni 99.12%. kesalahan farmasetik meliputi overdosis atau dosis rendah yang inadekuat. Penyerahan obat meliputi preparasi obat yang tidak tepat dan pemberian informasi yang tidak lengkap.
Monitoring keamanan dan efikasi obat secara adekuat dapat mencegah terjadinya efek samping. Di Rumah Sakit, pemberian informasi administrasi obat merupakan tantangan yang berat.
dan kontrol
Selain itu, pada pasien rawat
jalan, kontrol penggunaan obat dan keparahan efek samping juga belum dimonitor dengan baik. Interaksi obat dengan obat, makanan, dan bahan kimia dapat mempengaruhi terapeutik pasien.
Misi
apoteker
adalah
untuk
membantu
memastikan
bahwa
pasien
mendapatkan penggunaan obat yang terbaik dan rasional. Apoteker harus mempelopori, bekerja sama dan disiplin dalam mencegah, mendeteksi dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat yang dapat mengakibatkan kerugian pada pasien. Adanya faktor risiko dan riwayat penggunaan obat sebelumnya yang mungkin dapat berinteraksi perlu dipantau untuk meminimalkan risiko. Apoteker harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk memastikan bahwa obat yang digunakan aman. Hal-hal tersebut dilakukan agar dampak negatif dari medication error seperti pemborosan dari segi ekonomi dan menurunnya mutu pelayanan pengobatan (meningkatnya efek samping dan kegagalan pengobatan) dapat diminimalkan
5
Bab 2 Pembahasan
2.1. Definisi Error didefinisikan sebagai kegagalan dari sesuatu yang telah direncanakan
untuk diselesaikan sesuai dengan tujuan (kesalahan pada pelaksanaan) atau kesalahan pada perencanaan untuk mencapai tujuan (kesalahan pada perencanaan). Suatu error mungkin terjadi karena hasil dari kelalaian (The Institute of Medicine, 2004). Sedangkan kesalahan pengobatan ( medication error ) didefinisikan sebagai setiap kesalahan ( error ) yang terjadi dalam proses hingga penggunaan dalam pngobatan. Kesalahan pengobatan ( medication error ) didefinisikan secara luas sebagai kesalahan dalam meresepkan, pembuatan, dan memberikan obat, tanpa tergantung dengan di mana kesalahan ini menyebabkan konsekuensi yang merugikan atau tidak. Definisi yang terbaru dari kesalahan pengobatan adalah kegagalan dalam proses pengobatan yang menyebabkan atau berpotensi membahayaan pasien, kesalahan pengobatan dapat terjadi pada setiap langkah pengobatan yang menggunakan proses, dan mungkin
atau
tidak
dapat
menyebabkan
ADE
atau Adverse
Drug
Event
(William,2007). Selain itu, kesalahan pengobatan (medication error) dapat didefinisikan sebagai semua kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai atau yang dapat mencelakakan pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih berada di bawah kontrol praktisi kesehatan (Fowler, 2009). Dimana definisi tersebut mirip dengan definisi dari National Coordinating Council for Medication error Reporting and Prevention (NCCMERP). NCCMERP mendefinisikan kesalahan pengobatan
sebagai “Suatu kejadian yang dapat dicegah yang menyebabkan penggunaan obat yang tidak sesuai atau membahayakan pasien di mana pengobatan tersebut dikontrol oleh tenaga medis profesional, pasien, atau konsumen, yang berhubungan dengan praktis profesional, produk kesehatan, prosedur, sistem termasuk prescribing; order communication; product labeling; packaging; compounding; dispensing; distribution; administration; education; monitoring; dan penggunaan."
6
Pengertian lain oleh Cohen, dkk., medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi
kesehatan,
(Cohen,1991).
pasien
Dalam
atau
Surat
konsumen, Keputusan
dan
seharusnya
Menteri
dapat
Kesehatan
1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian
dicegah
RI
Nomor
medication error adalah
kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.
2.2, Klasifikasi Kategori Medication error National Coordinating Council for Medication error Reporting and Prevention
(NCC MERP) mengklasifikasikan medication error berdasarkan tingkat keparahan hasil dari pasien. Kesalahan yang dekat juga di klasifikasikan sebagai kesalahan potensial yang berhak mendapat sistem yang luas dan mengarah ke perbaikan. Kategori medication error adalah sebagai berikut: Tabel 1. Taksonomi & kategorisasi medication error Tipe error
Kategori
Keterangan
A
Keadaan atau kejadian yang potensial menyebabkan
NO ERROR
terjadinya error B
Error terjadi, tetapi obat belum mencapai pasien
C
Error terjadi, obat sudah mencapai pasien tetapi tidak menimbulkan risiko Obat mencapai pasien dan sudah terlanjur diminum/digunakan
ERROR-NO HARM
Obat mencapai pasien tetapi belum sempat diminum/digunakan D
Error
terjadi
monitoring
dan
konsekuensinya
terhadap
pasien,
diperlukan
tetapi
tidak
menimbulkan resiko (harm) pada pasien
7
E
Error terjadi dan pasien memerlukan terapi atau intervensi serta menimbulkan resiko (harm) pada pasien yang bersifat sementara
F
Error terjadi & pasien memerlukan perawatan atau perpanjangan perawatan di rumah sakit disertai cacat
ERROR-HARM
yang bersifat sementara G
Error
terjadi
dan
menyebabkan
resiko
(harm)
permanen H
Error terjadi dan nyaris menimbulkan kematian (mis. anafilaksis, henti jantung)
ERROR-DEATH
I
Error terjadi dan menyebabkan kematian pasien
8
Gambar diagram medication error
Jenis Kesalahan Obat
Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion oleh pasien (Cohen,1991).
1. Prescribing Errors Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase
penulisan resep. Fase ini meliputi: a. Kesalahan resep
Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan, mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk menggunakan suatu obat yang diorder atau diotorisasi oleh dokter (atau
9
penulis lain yang sah) yang tidak benar. Seleksi obat yang tidak benar misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang resisten terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut.
Resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan kesalahan yang sampai pada pasien.
b. Kesalahan karena yang tidak diotorisasi
Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang penulis resep yang sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru, suatu dosis diberikan kepada pasien yang keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi dosis, dosis diberikan di luar pedoman atau protokol klinik yang telah ditetapkan, misalnya obat diberikan hanya bila tekanan darah pasien turun di bawah suatu tingkat tekanan yang ditetapkan sebelumnya.
c. Kesalahan karena dosis tidak benar
Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil dari jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat kepada pasien, yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan pada dosis obat yang diorder.
d. Kesalahan karena indikasi tidak diobati
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak menerima suatu obat untuk indikasi tersebut. Misalnya seorang pasien hipertensi atau glukoma tetapi tidak menggunakan obat untuk masalah ini.
e. Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan
Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak memerlukan terapi obat.
2. Transcription Errors Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak
10
jelas. Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga dapat terjadi pada fase ini. Jenis kesalahan obat yang termasuk transcription errors, yaitu: a. Kesalahan karena pemantauan yang keliru
Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian masalah, atau gagal menggunakan data klinik atau data laboratorium untuk pengkajian respon pasien yang memadai terhadap terapi yang ditulis.
b. Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)
Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM atau efek samping.
Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam dengan suatu antibiotik, pasien memerlukan perhatian pelayanan medis.
c. Kesalahan karena interaksi obat
Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi obat-obat, obat-makanan, atau obat-prosedur laboratorium.
3. Administration Error Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya. Kesalahan yang terjadi misalnya pasien salah menggunakan supositoria yang seharusnya melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah waktu minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan tetapi diminum bersama makan. Jenis kesalahan obat yang termasuk administration errors yaitu : a. Kesalahan karena lalai memberikan obat
Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang pasien, sebelum dosis terjadwal berikutnya.
11
b. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya dari
waktu pemberian obat terjadwal. c. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian
suatu obat. Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang ditulis; melalui
rute yang benar, tetapi tempat yang keliru (misalnya mata kiri sebagai ganti mata kanan), kesalahan karena kecepatan pemberian yang keliru. d. Kesalahan karena tidak patuh
Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan pada suatu regimen
obat
yang
ditulis.
Misalnya
paling
umum
tidak
patuh
menggunakan terapi obat antihipertensi. e. Kesalahan karena rute pemberian tidak benar
Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder oleh dokter, juga termasuk dosis yang diberikan melalui rute yang benar, tetapi pada tempat yang keliru (misalnya mata kiri, seharusnya mata kanan).
f.
Kesalahan karena gagal menerima obat
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk alasan farmasetik, psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien tidak menerima atau tidak menggunakan obat.
4. Dispensing Error Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error adalah salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena
kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi karena berdekatan
12
letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik, ataupun salah dalam pemberian informasi. Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu : a. Kesalahan karena bentuk sediaan
Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari yang diorder oleh dokter penulis.
Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.
b. Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru
Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum pemberian. Misalnya, pengenceran yang tidak benar, atau rekonstitusi suatu sediaan yang tidak benar. Tidak mengocok suspensi. Mencampur obat-obat yang secara fisik atau kimia inkompatibel.
Penggunaan obat kadaluarsa, tidak melindungi obat terhadap pemaparan cahaya.
c. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak
Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik atau kimia bentuk sediaan telah membahayakan. Termasuk obat-obat yang disimpan secara tidak tepat. Adapun bentuk-bentuk kejadian medication error disajikan dalam Tabel 2.
13
Tabel 2. Bentuk-bentuk kejadian medication error
2.3. Faktor Penyebab
Menurut American Hospital Association, medication error antara lain dapat terjadi pada situasi berikut: a.
Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi tentang riwayat alergi dan penggunaan obat sebelumnya.
b.
Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau menggunakan obat, frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika timbul efek samping.
c.
Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi apoteker yang keliru dalam membaca resep dokter, kesalahan membaca nama obat yang relatif
14
mirip dengan obat lainnya, kesalahan membaca desimal, pembacaan unit dosis hingga singkatan peresepan yang tidak jelas (q.d atau q.i.d/QD). d.
Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca keliru oleh pasien.
e.
Faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ruang obat yang tidak terang, hingga suasana tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat mengakibatkan timbulnya medication error.
Di bawah ini diuraikan beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya medication error :
1.
Kondisi sumber daya manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) a. Jumlah dan mutu apoteker tidak memadai b. Personel non-professional dalam bidang pekerjaan apoteker
2.
Sistem distribusi obat untuk PRT yang tidak sesuai
3.
Belum diterapkannya pelayanan farmasi klinik Pelayanan farmasi klinik merupakan suatu kegiatan jaminan mutu pelayanan obat kepada pasien. Dalam pelayanan ini, apoteker memiliki tanggung jawab sebagai upaya pencapaian dan peningkatan kesehatan pasien dan mutu kehidupannya. Jika pelayanan ini tidak diterapkan di rumah sakit, maka tidak menutup kemungkinan kesalahan obat atau masalah yang berkaitan dengan obat akan banyak terjadi.
4.
Tidak diterapkannya pedoman Cara Dispensing Obat yang Baik (CDOB) Berbagai kegiatan dalam CDOB tidak dilakukan, seperti: interpretasi resep, riwayat pengobatan pasien, pemberian informasi yang tidak lengkap pada etiket, kurangnya informasi pada perawat, dapat menyebabkan terjadinya kesalahan baik oleh dokter, apoteker, perawat, maupun pasien.
5.
Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta pelayanan obat yang tidak memadai Kebijakan dan prosedur sangat penting serta berguna karena merupakan penuntun untuk melaksanakan pengelolaan, pengendalian, dan pelayanan obat
15
yang efektif dan efisien di rumah sakit. Kurangnya kebijakan dan prosedur tersebut di rumah sakit dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit. 6.
Pelaksanaan sistem formularium dan pengadaan formularium yang belum memadai Sistem formularium yang belum diterapkan, mengakibatkan formularium tidak akomodatif bagi pasien. Jumlah, jenis mutu obat serta penggunaan di rumah sakir tidak terkendali, dan kondisi tersebut dapat menyebabkan kesalahan obat.
7.
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) belum berdaya Tidak berdayanya PFT di rumah sakit, antara lain sistem formularium tidak terlaksana, formularium tidak baik, dan pengembangan kebijakan serta prosedur berkaitan dengan obat sangat lambat. Hal-hal tersebut dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.
8.
Kurang memadainya pengetahuan pasien dan profesional tentang obat Pengetahuan pasien yang kurang memadai tentang obat menyebabkan ketidakpatuhan pasien dan salah penggunaan obatnya. Sedangkan, profesional kesehatan
yang
memiliki
pengetahuan
kurang
terhadap
obat
dapat
menyebabkan kesalahan pemilihan obat yang tepat bagi pasien. 9.
Kesalahan komunikasi ( communication errors). Kesalahan komunikasi dapat terjadi akibat kurangnya kemampuan dokter/apoteker dalam berkomunikasi dengan pasien. Dapat juga diakibatkan karena pasien tidak memberitahukan gejala penyakit yang dirasakannya dengan jelas.
10.
Meningkatnya spesialisasi dan fragmentasi perawatan kesehatan. Semakin banyak tenaga kesehatan yang menangani seorang pasien, makin besar kemungkinan kesalahan informasi yang disampaikan.
11.
Belum terdapat standar pelayanan medis yang tertuang dalam SOP. Masih belum adanya standar pelayanan medis yang dituangkan dalam standar prosedur operasional sehingga tidak ada acuan baku dalam penatalaksanaan suatu penyakit dengan baik. Misalnya penatalaksanaan malaria baik oleh tenaga mikroskopis maupun tenaga medis hanya didasarkan atas pengalaman.
16
12.
Penyebab kesalahan obat yang umum a.
Kekuatan obat pada etiket atau dalam kemasan yang membingungkan Kekuatan atau dosis sediaan tidak jelas dimana sediaan tersebut terdiri dari bermacam-macam
obat
dengan
perbandingan
yang
ada,
contoh
cotrimoksazol (trimetroprim 800 mg + sulfametoksazol 400 mg). b.
Nama atau bunyi nama obat yang terlihat mirip Penamaan sediaan obat yang hampir sama dapat menyebabkan medication error . Contoh obat yang sering menyebabkan kesalahan pengobatan adalah
obat pencegah pembekuan darah Coumadin® dan obat anti parkinson Kemadrin®. Taxol® (paclitaxel) suatu agen antikanker kedengarannya hampir
sama
dengan
Paxil®
(paroxetine)
yang
merupakan
suatu
antidepresan. c.
Kesalahan alat Contohnya
pompa
intravena
dimana
katupnya
tidak
berfungsi,
menyebabkan periode pemberian obat menjadi terlalu cepat. d.
Tulisan tangan tidak terbaca Tulisan tangan yang kurang jelas dapat menyebabkan kesalahan dalam dua pengobatan yang mempunyai nama yang serupa. Selain itu, banyak nama obat yang nampak serupa terutama saat percakapan di telepon, kurang jelas atau salah melafalkan. Permasalahannya menjadi kompleks apabila obat tersebut memiliki cara pemberian yang sama dan dosis yang hampir sama.
e.
Penulisan kembali resep atau order dokter yang tidak tepat
f.
Perhitungan dosis yang tidak teliti Kesalahan dalam menghitung dosis sebagian besar terjadi pada pengobatan pediatri dan pada produk-produk intravena. Beberapa studi menunjukkan bahwa kesalahan dalam perhitungan dosis tidak hanya ringan tetapi juga kesalahan yang fatal, misal kesalahan 10 kali lipat atau mencapai 15%.
g.
Kesalahan diagnosis Kesalahan dokter dalam mendiagnosis penyakit dapat menyebabkan kesalahan tindakan medis selanjutnya.
17
h.
Menggunakan singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep Pengunaan singkatan dalam resep terkadang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan obat, seperti misalnya:
Singkatan U (unit) untuk insulin dan pitosin dapat menyebabkan kesalahan pembacaan menjadi 0 yang menyebabkan overdosis yang berbahaya.
Singkatan IU (International Unit) dapat terbaca sebagai IV (intravena) atau 10.
Singkatan
q.d.
(quaque
die)
yang
berarti
setiap
hari
dapat
menyebabkan kesalahan pembacaan menjadi qid ( quarter in die atau empat kali sehari) atau qod (setiap hari yang berbeda)
Angka desimal seharusnya tidak ditulis. Angka 1.0 dapat terbaca sebagai 10 akibat tanda desimalnya berada pada garis keras resep.
i.
Kesalahan penulisan etiket
j.
Beban kerja berlebihan
k.
Obat-obatan yang tidak tersedia
2.4. Pencegahan Medication Error
Sejumlah pasien dapat mengalami cedera atau mengalami insiden pada saat memperoleh layanan kesehatan, khususnya terkait penggunaan obat yang dikenal dengan medication error . Di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, kejadian medication error dapat dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari apoteker yang sudah terlatih. Saat ini di negara-negara maju sudah ada apoteker dengan
spesialisasi
khusus
menangani
medication
safety.
Peran
Apoteker
Keselamatan Pengobatan ( Medication Safety Pharmacist ) meliputi : 1. Mengelola laporan medication error
Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk
Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi
18
2. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin medication safety
Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication error
Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan insiden yang sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis
3. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek pengobatan yang aman
Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication safety dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada
4. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication safety
Komite Keselamatan Pasien RS
Dan komite terkait lainnya
5. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat 6. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien yang ada Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. 1. Aspek
manajemen
meliputi
pemilihan
perbekalan
farmasi,
pengadaan,
penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). 2. Aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi.
Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan farmasi
klinik
terbukti
memiliki
konstribusi
besar
dalam
menurunkan
insiden/kesalahan.
19
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi : 1. Pemilihan Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-obat sesuai formularium.
2. Pengadaan Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman, efektif, dan sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.
3. Penyimpanan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip ( look-alike, sound-alike medication names) secara terpisah.
Obat-obat
dengan
peringatan
menimbulkan cedera jika terjadi
khusus
( high
alert
drugs)
yang
dapat
kesalahan pengambilan, simpan di tempat
khusus. Misalnya : - cairan elektrolit pekat seperti KCl injeksi,
heparin, warfarin, insulin,
kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik. - kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.
Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan nomor rekam medik/ nomor resep,
20
Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam pengambilan keputusan pemberian obat, seperti : - Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks terapi sempit untuk keperluan perhitungan dosis. - Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui data laboratorium yang penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti pada penurunan fungsi ginjal).
Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan penggunaan otomatisasi ( automatic stop order ), sistem komputerisasi ( e prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan diatas.
Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan dosisnya. Informasi
obat
yang
penting
harus
diberikan
kepada
petugas
yang
meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima permintaan harus menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi.
5. Dispensing
Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali : pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari wadah, pada saat mengembalikan obat ke rak.
Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda. 21
Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :
Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
Reaksi obat yang tidak diinginkan ( Adverse Drug Reaction – ADR) yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai kesempatan untuk menemukan potensi kesalahan yang mungkin terlewatkan pada proses sebelumnya.
7. Penggunaan Obat Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
Tepat pasien
Tepat indikasi
Tepat waktu pemberian
22
Tepat obat
Tepat dosis
Tepat label obat (aturan pakai)
Tepat rute pemberian
8. Monitoring dan Evaluasi Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien. Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan.
Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus terlibat didalam program keselamatan pasien khususnya medication safety dan harus secara terus menerus mengidentifikasi masalah dan mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien. Faktor-faktor lain yang berkonstribusi pada medication error antara lain :
1. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi ) Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan petugas kesehatan lainnya perlu dilakukan dengan jelas untuk menghindari penafsiran ganda atau ketidak lengkapan informasi dengan berbicara perlahan dan jelas. Perlu dibuat daftar singkatan dan penulisan dosis yang berisiko menimbulkan kesalahan untuk diwaspadai. 2. Kondisi lingkungan Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan, area dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai dengan alur kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaan yang cukup dan temperatur yang nyaman. Selain itu area kerja harus bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat untuk setiap pasien perlu disiapkan dalam nampan terpisah.
23
3. Gangguan/interupsi pada saat bekerja Gangguan/interupsi harus seminimum mungkin dengan mengurangi interupsi baik langsung maupun melalui telepon. 4. Beban kerja Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk mengurangi stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan kesalahan. 5. Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam menurunkan insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran penting ketika dilibatkan dalam sistem menurunkan insiden/kesalahan. 2.5. Pengelolaan Kesalahan Obat
Kesalahan obat dapat berkisar dari resiko minimal sampai ke resiko yang mengancam kehidupan pasien. Kesalahan ini diakibatkan oleh kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan ( commission) atau kesalahan karena tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil ( omission). Penggolongan kesalahan obat memungkinkan pengelolaan tindak lanjut yang lebih baik terhadap pendeteksian kesalahan obat. Penetapan penyebab kesalahan obat harus digabung dengan pengkajian dari keparahan kesalahan. Korelasi antara kesalahan dan metode distribusi obat harus dikaji (misal, dosis unit, persediaan di ruang, atau obat ruah; pracampuran dan sediaan oral atau injeksi). Proses ini akan membantu mengidentifikasi masalah sistem dan merangsang perubahan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan kembali. Berbagai metode pendekatan organisasi untuk menurunkan kesalahan pengobatan, antara lain:
Memaksa fungsi dan batasan ( forcing function & constraints)
Otomatisasi dan computer ( automation & computer )
Standar dan protokol
Sistem daftar tilik dan cek ulang ( check list & double check system)
Aturan dan kebijakan ( rules & policy)
Pendidikan dan informasi, serta ( education & information)
24
Lebih cermat dan waspada.
Apoteker berada dalam posisi srategis untuk meminimalkan medication error , baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan. Untuk itu, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan pengobatan, antara lain:
Menciptakan budaya safety (aman)
Mengembangkan program-program untuk keamanan pasien
Membiasakan mencatat dan mengkomunikasikan setiap kejadian yang berpotensi untuk error.
Tindakan berikut direkomendasikan untuk pendeteksian kesalahan, antara lain : a) Setiap terapi perbaikan dan terapi pendukung yang perlu harus diberikan kepada pasien. b) Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pemberitahuan secara lisan segera disampaikan pada dokter, perawat, dan kepala IFRS. Suatu laporan kesalahan obat tertulis harus segera menyusul. c) Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pengumpulan fakta dan investigasi harus dimulai dengan segera. d) Laporan kesalahan yang signifikan secara klinik dan kegiatan perbaikan beraitan harus dikaji oleh pengawas, kepala bagian SMF yang terlibat, administrator rumah sakit yang sesuai, komite keselamatan rumah sakit dan penasehat hukum. e) Apabila diperlukan, pengawas dan anggota staf yang terlibat dalam kesalahan, harus membicarakan tentang bagaimana kesalahan terjadi dan bagaimana terjadinya kembali dapat dicegah. f) Informasi yang diperoleh dari laporan kesalahan obat dan sarana lain yang menunjukkan
kegagalan
berkelanjutan,
harus
berlaku
sebagai
suatu
manajemen yang efektif dan alat edukasi dalam pengembangan staf. g) Pengawas, pimpinan bagian/departemen dan berbagai komite yang sesuai, harus mengkaji laporan kesalahan dan menetapkan penyebab dari kesalahan serta mengembangkan tindakan untuk mencegah terjadinya kembali.
25
h) Kesalahan obat harus dilaporkan kepada program pemantauan rumah sakit
agar pengalaman dari apoteker, perawat, dokter dan pasien, serta untuk mengembangkan pelayanan edukasi yang bernilai, untuk pencegahan kesalahan yang akan datang. Kasus Medication Error 2.6.1 Kasus Prescribing error
Tuan Hasan merupakan pasien yang terdaftar sebagai pasien Askes, dia melakukan kunjungan rutin ke sebuah rumah sakit , pada kunjungan kali ini tn. Hasan menerima resep dengan diagnosis dislipidemia, osteoartritis, hipertensi, gerd, cpod dan neuropati. Tn. Hasan menerima obat-obatan sebagai berikut : R/
Glucosamin 500
3x1
90
Nifedipine
2x1
60
Meloxicam 15 mg
1x1
30
Lansoprazole 30 mg
1x1
7
Neurodex
3x1
90
OBH Syrup
2x1
1
Dexanta
3x1
21
Dalam resep tersebut pasien menerima pengobatan yang tidak sesuai dengan diagnosa yaitu OBH syrup yang seharusnya tidak perlu diberikan. Terdapat pula pengobatan ganda untuk diagnosis gerd, yaitu lansoprazole (PPI) dan dexanta (antasida). Terapi untuk gerd diberikan berdasarkan fase perkembangan gerd, yang dikategorikan dalam beberapa fase, yaitu :
Fase I : Terapi yang dianjurkan adalah dengan merubah gaya hidup plus antasida, dan atau dosis rendah untuk antagonis reseptor H2 (cimetidin, famotidin, nizatidin, ranitidin).
Fase III : Terapi yang dianjurkan adalah dengan modifikasi pola hidup plus dosis standar dari antagonis reseptor H2 untuk 6-12 minggu (simetidin 400 mg, famotidin 20 mg, nizatidin 150 mg, ranitidine 150 mg) atau penghambat
26
pompa proton untuk 4-8 minggu (esomeprazol 20 mg/hari, lansoprazol 15-30 mg/hari, omeprazole 20 mg/hari, pantoprazol 40 mg/hari, rabeprazol 20 mg/hari). Perubahan gaya hidup plus penghambat pompa proton untuk 8-16 minggu (esomeprazol 20-40 mg/hari, lansoprazol 30 mg/hari, omeprazole 20 mg/hari, pantoprazol 40 mg/hari, rabeprazol 20 mg/hari) atau antagonis reseptor H2 alam dosis tinggi selama 8-12 minggu ( simetidin 400 mg atau 800 mg, famotidin 40 mg, nizatidin 150 mg, ranitidine 150 mg).
Fase III : Terapi interventional (perasi antirefluks atau terapi endoluminal).
Jenis-jenis penggunaan obat yang tidak rasional : 1. Over Prescribing 2. Under Prescribing 3. Incorrect Prescribing 4. Use of ineffective or Harmful drugs 5. Polypharmacy Dalam resep ini terdapat penggunaan obat yang tidak rasional yang tergolong kedalam Over Prescribing (pengobatan ganda untuk GERD) dan Incorrect Prescribing (pemberian OBH yang idak sesuai dengan diagnose). Over Prescribing yaitu menggunakan obat yang tidak diperlukan, dosis terlalu tinggi, pengobatan terlalu lama, atau jumlah yang diberikan lebih dari yang diperlukan. Over prescribing juga didefinisikan sebagai pemberian obat baru dan mahal padahal tersedia obat lama yang lebih murah yang sama efektif dan sama amannya, pengobatan simptomatik untuk keluhan ringan sehingga dana untuk penyakit yang berat tersedot, atau penggunaan obat dengan nama dagang walaupun tersedia obat generik yang sama baiknya. Incorrect Prescribing yaitu obat yang diberikan untuk diagnosis yang keliru, obat untuk suatu indikasi tertentu tidak tepat, penyediaan ( di apotek, rumah sakit) salah, atau tidak disesuaikan dengan kondisi medis, genetic, lingkungan, faktor lain yang ada pada saat itu.
27
2.6.2
Kasus transcription error
Contoh Kasus Transcription Error : 1.
Seorang pasien 70 tahun laki-laki, diketahui hipertensi, diabetes mellitus tipe2, dan penyakit arteri koroner, dirawat di rumah sakit mengeluh tidak mampu berjalan selama 3 minggu. Pasien mengonsumsi obat antidiabetik oral sebelum masuk rumah sakit dan diresepkan obat antidiabetes lain setelah masuk. Pada review resep oleh apoteker di unit farmakologi klinis, apoteker menemukan bahwa kedua obat sebelum dan sesudah masuk rumah sakit mengandung gliklazid, dan bahwa dosis gabungan dari dua obat yang bisa menempatkan pasien pada peningkatan risiko hipoglikemia.
2.
Mr Smith masuk rumah sakit sehari sebelum operasi. Perintah pengobatan preoperatif terbaca: Xanax (alprazolam) 10 mg PO hs. Pukul 10 malam, perawat yang mencoba untuk memberikan Xanax menemukan bahwa dia hanya memiliki sepuluh kemasan blister 0,25 mg dosis tunggal tersisa dan menghubungi farmasi, meminta 7,5 mg Xanax lagi sehingga dia bisa mematuhi perintah dokter. Farmasi mengirimkan tiga puluh 0,25 mg. Perawat meminta dua asisten perawat untuk membantunya membuka 40 kemasan blister. Karena mereka membuka kemasan blister dan menempatkan tablet dalam sebuah wadah, dokter pasien masuk dan bertanya, "Apa yang kalian lakukan?" "Membuka dosis tunggal unit sehingga kita bisa memberikan 10 mg dosis Xanax seperti yang Anda perintahkan , "jawab perawat itu. "Apakah Anda gila?" Tanya dokter, "perintahku 1 mg, bukan 10 mg."
2.7
Kasus Administration error Medication
error meliputi prescribing,
transcribing,
dispensing
dan
administration error . Administration error merupakan salah satu jenis medication error yang sering terjadi. Sebuah studi retrospektif dilakukan selama 3.5 tahun pada
suatu rumah sakit psikiatrik di UK. Studi yang dilakukan dari 1 oktober 2000 sampai 31 maret 2004 membatasi medication administration error meliputi penyimpangan
28
resep atau kebijakan yang berkaitan dengan pemberian obat pada rumah sakit tersebut, termasuk kegagalan dalam pencatatan pemberian obat. Setiap laporan kejadian dinilai oleh tiga peneliti (konsultan psikiater, apoteker kepala, dan perawat senior). Dari 123 laporan kesalahan administrasi yang diterima, 108 (88 %) memenuhi kriteria kesalahan administrasi, 4 yang lainnya (3 %) dikategorikan mendekati salah. Dengan total 112 kesalahan (11 laporan tidak dipertimbangkan untuk menggambarkan kesalahan administrasi). Kesalahan administrasi yang terjadi meliputi
Jenis kesalahan administrasi yang paling sering dilaporkan adalah obat yang tidak tepat, dosis yang tidak tepat dan kelalaian dosis.
Contoh Kasus: Resep obat larutan KCl oral dipersiapkan dalam jarum suntik untuk diberikan kepada pasien melalui selang nasogastrik. Pengobatan intavena juga dipersiapkan dalam bentuk jarum suntik dan dibawa ke sisi tempat tidur pasien dalam piringan (nampan) yang sama. Dua orang perawat mempersiapkan dan memeriksa obat untuk pasien ini. Perawat kedua dipanggil. Perawat mendatangi pasien mulai memberikan KCl oral yang seharusnya diberikan melalui selang nasogastrik malah melalui intravena.
29
Akibatnya pasien memerlukan perawatan intensif dan menghabiskan lima hari di unit perawatn intensif . 2.8
Kasus Dispensing error
Seorang wanita umur 63 tahun datang ke dokter dengan keluhan bengkak pada lutut bagian kanan, tanpa disertai demam menggigil atau nyeri hebat pada lututnya. wanita itu memiliki riwayat sebagai penderita penyakit sendi degeneratif dan paroxysmal atrial fibrillation, dan dia menggunakan warfarin 7,5 mg/hari. Analisis cairan sendi mengungkapkan jumlah sel darah putih 7.23 x 103/mm3 dan jumlah eritrosit dari 320/mm3. Tidak ada kristal terlihat dengan mikroskop birefringent, dan tidak ada organisme yang terlihat dari hasil test. Pasien diberi beberapa sampel tablet rofecoxib 25 mg (Vioxx, Merc & Co., whitehouse Station, NJ) dan dianjurkan untuk menggunakan satu tablet sehati untuk eksaserbasi akut dari penyakit sendi degeneratif. dia juga diberi resep untuk vioxx sehingga dia bisa terus menebus obat tersebut. gejala mulai membaik ketika dia mulai menggunakan obat Vioxx. Tiga hari kemudia dia menebus resep dari dokter di apotek. dia melihat botol yang diberikan apotek berlabel rofecoxib, tapi tablet yang diberikan berbeda dri sebelumnya. obat yang diberikan berwarna biru dan ada tulisan VGR 25 di setiap sisi. kemudian karena takut salah obat, akhirnya pasien kembali ke apotik untuk mengembalikan obat. ternyata obat yang diberikan yaitu obat sildenafil sitrat 25 mg (Viagra, Pfizer Inc, New York, NY). kesalahan pemberian obat telah diperbaiki.
30
Bab 3 Penutup
Medication error merupakan kejadian yang merugikan pasien, akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Farmasis memiliki tanggung jawab besar dalam mencegah terjadinya medication error khususnya dalam hal transcription, prescribing, dispensing, dan
administrasi. Tidak hanya farmasis, pencegahan medication error seharusnya menjadi tanggung jawab bersama baik dokter, perawat maupun petugas kesehatan lainnya. Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, pelayanan yang memadai serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM menjadi aspek penting dalam mencegah terjadinya medication error
31
Daftar Pustaka
Alexander DC, Bundy DG, Shore AD, Morlock L, Hicks RW, Miller MR. (2009). Cardiovascular Medication Errors in Children. Pediatrics. 124; 324-332. Aryani Perwitasari, Dyah., Jami’ul Abror, dan Iis Wahyuningsih. (2010). Medication error in outpatient of a government hospital in Yogyakarta Indonesia. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research
Volume 1; 8-10 Bates DW, Boyle DL, Vander Vliet MB, Schneider J, Leape L. 1995a. Relationship betweenmedication errors and adverse drug events. Journal of General Internal Medicine 10(4): 100–205. Benjamin, David M. (2003). Reducing Medication Errors and Increasing Patient Safety: Case Studies in Clinical Pharmacology . J Clin Pharmacol vol. 43 no.
7 768-783 Charles & Kumolosasi. (2006). Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. Jakarta: Buku kedokteran EGC, 380-417 Chaudhary , Geeta. (2010). Case Study: Review of Medication Orders for Appropriateness at Satguru Singh Apollo Hospitals, Ludhiana, India.
JCInsight July 2010. Cohen, M.R. (1991). Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed), Medication Error, Washington, DC: American Pharmaceutical Association. Dalam: Hartayu, Titien Siwi & Widayati Aris. (2005). Kajian Kelengkapan Resep Pediatri Yang Berpotensi Menimbulkan Medication Error Di 2 Rumah Sakit Dan 10 Apotek Di Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Fowler, S.B., Sohler,Patricia., & Zarillo,D.F., et al. 2009. Bar Code Technology for Medication Administration: Medication Errors and Nurse Satisfaction. MEDSURG Nursing—March/April 2009: Vol. 18 (2). Proquest Database.
32
IOM (Institute of Medicine). 2004. Patient Safety: Achieving a New Standard for Care. Washington, DC: The National Academies Press. Kaushal R, Bates DW, Landrigan C, McKenna K, Clapp MD, Federico F, Goldmann DA. (2010). Medication Errors and Adverse Drug Events in Pediatric Inpatients. JAMA. 285(16); 2114-2120 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention (2011). Medication Error.
http://www.nccmerp.org/aboutMedErrors.html ,
diunduh sabtu, 15 oktober 2011 jam 22.30. Victorian
Medicines
Advisory
Committee.
(2008).
Oral
liquid
medicines
administered via the wrong route can be fatal or cause serious harm. Quality use of medicine alert. Vol 1: 1-4 Williams. (2007). Medication Error. R Coll Physicians Edinb. Vol 37: 343–346.
33
Lampiran Jurnal Administration Error
34
35
36
View more...
Comments