Materi Teknik Pondasi 2014
December 15, 2017 | Author: Yanuar Putra | Category: N/A
Short Description
Materi Teknik Pondasi fakultas teknik universitas mataram...
Description
TEKNIK PONDASI KONTRAK PERKULIAHAN
Oleh : Tri Sulistyowati
Materi Kuliah : Teknik Pondasi
TUJUAN Setelah menyelesaikan mata kuliah TEKNIK PONDASI ini mahasiswa mempunyai kemampuan dalam melakukan analisis dan perancangan pondasi dangkal, pondasi dalam/tiang dan pondasi sumuran (kaison), untuk bangunan sipil yang terletak pada berbagai jenis tanah, dengan berbagai macam bentuk pembebanan, dan dengan berbagai metode perancangan berdasarkan data-data pengujian tanah di laboratorium dan data penyelidikan tanah di lapangan.
MATERI Pertemuan ke-
Waktu (menit)
1
(2 x 50)
Pokok Bahasan
Sub Pokok Bahasan
PENDAHULUAN Umum, definisi, fungsi pondasi, klasifikasi pondasi, pertimbangan dalam pemilihan tipe pondasi PONDASI DANGKAL
Jenis-jenis pondasi dangkal, mekanisme keruntuhan
2&3
2x (2 x 50)
PONDASI DANGKAL
Analisis daya dukung pondasi : Teori Daya Dukung Terzaghi, Skempton, Vesic, Meyerhof, dan Hansen
4&5
2x (2 x 50)
PONDASI DANGKAL
Analisis daya dukung pondasi : • Pondasi dg pembebanan sentris, eksentris, miring, kombinasi pembebanan miring dan eksentris, pondasi pada lereng, pondasi pada tanah berlapis; • Daya dukung dari hasil penyelidikan tanah di lapangan (SPT, CPT/Sondir, Pembebanan pelat)
MATERI Pertemuan ke-
Waktu (menit)
Pokok Bahasan
6
(2 x 50)
PONDASI DANGKAL
Analisis penurunan : Penurunan segera, konsolidasi primer, konsolidasi sekunder
7
(2 x 50)
PONDASI DANGKAL
Perancangan pondasi dangkal: pondasi telapak terpisah, pondasi memanjang, pondasi telapak gabungan (berbentuk segi empat, trapesium, kantilever atau strap footing dan bentuk T) dan pondasi rakit;
Sub Pokok Bahasan
UJIAN TENGAH SEMESTER 8
(2 x 50)
PONDASI DALAM
Pendahuluan : definisi dan kegunaan pondasi tiang; Jenis-jenis pondasi tiang; kelakuan tiang selama pembebanan; pengaruh pekerjaan pemasangan tiang; Mekanisme keruntuhan pada pondasi tiang; kriteria perancangan pondasi tiang;
MATERI Pertemuan ke-
Waktu (menit)
Pokok Bahasan
9 & 10
2x (2 x 50)
PONDASI DALAM
Analisis Daya Dukung : DD batas tiang tunggal dan tiang kelompok pada berbagai jenis tanah dengan berbagai bentuk dan kondisi pembebanan secara analitis, dinamis dan berdasarkan data hasil penyelidikan tanah di lapangan; Efisiensi tiang; gesek dinding negatif (negative skin friction)
11 & 12
2x (2 x 50)
PONDASI DALAM
Analisis penurunan : penurunan untuk tiang tunggal dan tiang kelompok; Perancangan pondasi tiang; Uji pembebanan tiang;
13 & 14
2x (2 x 50)
PONDASI PERALIHAN / SUMURAN/ KAISON
Perancangan kaison bor dan kaison : kapasitas dukung, penurunan, tahanan gesek dinding, pembebanan, gaya momen, gaya horisontal, pelaksanaan perancangan.
Sub Pokok Bahasan
UJIAN AKHIR SEMESTER
REFERENSI
Bowles,J.E.1998, Foundation Analysis and Design,4 th Edition, Mc.Graw Hill, New York. Coduto Donald P, 1994, Foundation Design: Principle and Practice, First Edition, Printice Hall International Inc.,Englewood Das, Braja. M, 1990. Principles of Foundation Engineering, Second Edition, PWSKENT, Boston. Das, Braja. M, 1999. Shallow Foundations Bearing Capacity and Settlement, CRC Press,Sacramento, California. Hardiyatmo, Harry Christady, 2003. Teknik Fondasi I, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Hardiyatmo, Harry Christady, 2003. Teknik Fondasi II, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Ralph B. Peck, Walter E. Hanson, Thomas H. Thornburn, 1996, Foundation Engineering, John Wiley & Sons. SM Jhonson and TC Kavanaugh, The Design of Foundation for Building Suryolelono, K. B., 1993, Teknik Fondasi I, Nafiri, Jogyakarta Suryolelono, K. B., 1993, Teknik Fondasi II, Nafiri, Jogyakarta Tomlinson M.J,1997, Pile Design and Construction Practice,4 th Edition, London
PENILAIAN EVALUASI Kehadiran Tugas/PR Quis UTS UAS
= 5% = 10% = 15% = 35% = 35%
SISTEM PENILAIAN Nilai Angka ≥ 80 72 - 80 65 - 72 60 - 65 56 - 60 50 - 56 46 - 50 < 46
Nilai Huruf A B+ B C+ C D+ D E
Grade Nilai 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0
TEKNIK PONDASI PENDAHULUAN
Oleh : Tri Sulistyowati
Materi Kuliah : Teknik Pondasi
UMUM
foundations
soil exploration
tunneling
Jenis-jenis bangunan sipil: Gedung Jalan Jembatan Pelabuhan Bandara Bendung, bendungan Terowongan dll Struktur bangunan terdiri atas: Struktur atas Struktur bawah Pondasi Bukan pondasi
DEFINISI
PONDASI : Bagian terendah bangunan yang meneruskan beban bangunan ke lapisan tanah keras atau batuan yang berada dibawahnya.
FUNGSI PONDASI Menahan/mendukung bangunan diatasnya Mentransfer/meneruskan beban struktur secara aman ke lapisan tanah dasar yang kuat Beban mati Beban hidup Beban angin Beban pada lapisan tanah Up lift Gempa
FUNGSI PONDASI
firm ground
weak soil
bed rock
bed rock
FUNGSI PONDASI
retaining wall
Road Train
FUNGSI PONDASI
reservoir
clay core
soil
shell
FUNGSI PONDASI
reservoir
concrete dam
soil
FUNGSI PONDASI warehouse
ship
sheet pile
KLASIFIKASI PONDASI 1.
PONDASI DANGKAL (SHALLOW FOUNDATION) Pondasi yang kedalamannya dekat dengan permukaan tanah dan mendukung beban secara langsung. pondasi telapak terpisah, pondasi memanjang, pondasi telapak gabungan (bentuk segi empat, trapesium, bentuk T, Strap footing), pondasi kantilever, pondasi rakit. Syarat : D/B 1
2.
PONDASI DALAM (DEEP FOUNDATION) Pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak relatif jauh dari permukaan pondasi tiang (tiang bor, tiang pancang, dll) Syarat : D/B ≥ 4
3.
PONDASI PERALIHAN Peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi dalam, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam pondasi sumuran (pier fondation) atau pondasi kaison
KLASIFIKASI PONDASI
KLASIFIKASI PONDASI
PERTIMBANGAN PEMILIHAN PONDASI Untuk memilih pondasi yang memadai, perlu memperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai keadaan di lapangan serta dapat diselesaikan secara ekonomis sesuai jadwal kerja, maka perlu pertimbangan: a. Keadaan tanah dasar pondasi b. Batasan akibat kostruksi diatasnya c. Batasan dari sekelilingnya d. Waktu dan biaya pengerjaan
PONDASI DANGKAL JENIS-JENIS PONDASI DANGKAL
Oleh : Tri Sulistyowati
Materi : Teknik Pondasi
PONDASI MEMANJANG PONDASI MEMANJANG Pondasi yang digunakan untuk mendukung dinding memanjang atau untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat, karena bila dipakai pondasi telapak sisi-sisinya akan berimpit satu sama lain. Beban dinding dianggap sebagai beban garis persatuan panjang
PONDASI TELAPAK TERPISAH Pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom. Beban-beban kolom dianggap sebagai beban titik
PONDASI TELAPAK GABUNGAN Pondasi yang mendukung dua kolom atau lebih dan letaknya terlalu dekat satu dengan yang lain, dan digabung menjadi satu pondasi tunggal, karena : A
B
Rectangular, PA = PB Property line A
jarak kolom terlalu dekat satu dengan yang lain
jarak kolom dekat dengan batas tanah pemilikan atau dibatasi oleh pondasi bangunan yang telah ada sebelumnya.
perancang bermaksud menanggulangi momen penggulingan yang terlalu besar pada pondasi.
bangunan-bangunan, seperti pilar jembatan, pilar akuaduk, terletak pada tanah dengan daya dukung rendah.
untuk mendukung beban-beban struktur yang tidak begitu besar, namun tanahnya mudah mampat atau lunak dan pondasi dipengaruhi oleh momen penggulingan
B Rectangular, PA < PB Property line A
B
Rectangular, PA < PB
PONDASI TELAPAK GABUNGAN Keuntungan dari pemakaian pondasi telapak gabungan antara lain adalah : dapat menghemat biaya penggalian dan pemotongan tulangan beton dapat mencegah penurunan tidak seragam yang berlebihan diantara kolom-kolom akibat adanya lensa-lensa tanah lunak dan bentuk variasi lapsian tanah yang tidak beraturan pada zona tertekan dibawah pondasi. Terdapat beberapa jenis pondasi telapak gabungan, yaitu : pondasi telapak gabungan (combined footing) pondasi telapak kantilever (cantilever footing) atau pondasi telapak ikat (strap footing)
PONDASI TELAPAK KANTILEVER (CANTILEVER OR STRAP FOOTING) Pondasi telapak kantilever (cantilever footing) atau pondasi telapak ikat (strap footing) adalah pondasi yang terdiri dari 2 atau lebih pondasi telapak yang diikat oleh balok. Property line A
Pondasi telapak kantilever digunakan jika luasan pondasi yang berada ditepi luasan bangunan yang terbatas oleh batas pemilikan atau oleh pondasi yang sudah ada sebelumnya, yaitu dengan cara mengikat dengan pondasi yang berada didekatnya.
Dua pondasi telapak tersebut diikat oleh balok yang kaku agar distribusi tekanan pada dasar pondasi ke tanah menjadi seragam.
B
Strap or Cantilever
Ikatan antara dua pondasi dapat dilakukan dengan beberapa cara dan pemilihan caranya tergantung dari kondisi yang ada.
Pondasi yang berada ditepi batas pemilikan dapat diikat ke dinding atau kolom yang berada diatas pondasi. Pondasi telapak kantilever sebaiknya tidak disusun sedemikian hingga prosedur pelaksanaannya tidak umum dilakukan.
PONDASI RAKIT (RAFT FOUNDATION) Pondasi rakit (raft foundation) didefinisikan sebagai bagian bawah dari struktur yang berbentuk rakit melebar ke seluruh bagian dasar bangunan. Pondasi rakit digunakan bila lapisan tanah pondasi mempunyai daya dukung rendah, sehingga jika digunakan pondasi telapak akan memerlukan luas area yang hampir memenuhi bagian bawah bangunannya. Terzaghi dan Peck (1948) menyarankan bahwa, bila 50% luas bagian bawah bangunan terpenuhi oleh luasan pondasi, lebih ekonomis jika digunakan pondasi rakit, karena dapat menghemat biaya penggalian dan penulangan beton
PONDASI RAKIT (RAFT FOUNDATION)
PONDASI RAKIT (RAFT FOUNDATION)
TO BE CONTINUED, NEXT TOPIC Thank you very much for your kind attention.
HOPEFULLY YOU UNDERSTAND THIS CHAPTER
PONDASI DANGKAL MEKANISME KERUNTUHAN PONDASI
Oleh : Tri Sulistyowati
Materi : Teknik Pondasi
FASE-FASE KERUNTUHAN PONDASI
FASE-FASE KERUNTUHAN beban
●
Fase I
S1
●
Fase II
I
penurunan
zona plastis
Fase III
S2 II
● III
FASE KERUNTUHAN I Fase I
Saat awal penerapan beban, tanah dibawah pondasi turun diikuti oleh deformasi tanah secara lateral dan vertikal ke bawah.
Fase II
Sejauh beban yang diterapkan relatif kecil, penurunan yang terjadi kirakira sebanding dengan besarnya beban yang diterapkan. Dalam keadaan ini, tanah dalam kondisi keseimbangan elastis.
zona plastis
Massa tanah yang terletak dibawah pondasi mengalami kompresi yang mengakibatkan kenaikan kuat geser tanah, dengan demikian menambah daya dukungnya.
FASE KERUNTUHAN II Fase I
Fase II
zona plastis
Pada penambahan beban selanjutnya, baji tanah terbentuk tepat Fase III semakin dominan. didasar pondasi dan deformasi plastis tanah menjadi
Gerakan tanah pada kedudukan plastis dimulai dari tepi pondasi, dan kemudian dengan bertambahnya beban, zona plastis berkembang. Gerakan tanah kearah lateral manjadi semakin nyata yang diikuti oleh retakan lokal dan geseran tanah di sekeliling tepi pondasinya.
Dalam zona plastis, kuat geser tanah sepenuhnya berkembang untuk menahan bebannya.
Fase II
FASE KERUNTUHAN III zona plastis
Fase III
Fase ini dikarakteristikkan oleh kecepatan deformasi yang semakin bertambah seiring dengan penambahan bebannya. Deformasi diikuti oleh gerakan tanah ke arah luar yang diikuti oleh menggembungnya tanah permukaan.
Kemudian tanah pendukung pondasi mengalami keruntuhan dengan bidang runtuh yang berbentuk lengkungan dan garis yang disebut bidang geser radial dan bidang geser linier.
MEKANISME KERUNTUHAN PONDASI
JENIS-JENIS KERUNTUHAN Berdasarkan pengujian model Vesic (1963) membagi mekanisme keruntuhan pondasi menjadi 3 macam yaitu : a. Keruntuhan geser umum (general shear failure) b. Keruntuhan geser lokal (local shear failure) c. Keruntuhan penetrasi (penetration failure)
KERUNTUHAN GESER UMUM (GENERAL SHEAR FAILURE) Baji tanah terbentuk tepat pada dasar pondasi (zona A) yang menekan tanah ke bawah hingga menyebabkan aliran tanah secara plastis pada zona B. Gerakan ke arah luar kedua zona tersebut ditahan oleh tahanan tanah pasif dibagian C. Saat tahanan tanah pasif bagian C terlampaui, terjadi gerakan tanah yang mengakibatkan penggembungan tanah disekitar pondasi. Bidang longsor yang terbentuk berupa lengkungan dan garis lurus yang menembus hingga mencapai permukaan tanah. Saat keruntuhannya terjadi gerakan massa tanah kearah luar dan keatas Keruntuhan Geser Umum terjadi dalam waktu yang relatif mendadak, diikuti oleh penggulingan pondasinya.
KERUNTUHAN GESER LOKAL (LOCAL SHEAR FAILURE) Tipe keruntuhannya hampir sama dengan keruntuhan geser umum, namun bidang runtuh yang terbentuk tidak sampai mencapai permukaan tanah. Bidang runtuh yang kontinu tidak berkembang. Pondasi tenggelam akibat bertambahnya beban pada kedalaman yang relative dalam, menyebabkan tanah didekatnya mampat. Tetapi mampatnya tanah tidak sampai mengakibatkan kedudukan kritis keruntuhan tanahnya, sehingga zona plastis tidak berkembang seperti pada keruntuhan geser umum. Dalam tipe keruntuhan geser local, terdapat sedikit penggembungan tanah disekitar pondasi, namun tidak terjadi penggulingan pondasi.
KERUNTUHAN PENETRASI (PENETRATION FAILURE or PUNCHING SHEAR FAILURE) Tidak terjadi keruntuhan geser tanah. Akibat bebannya, pondasi hanya menembus dan menekan tanah ke samping yang menyebabkan pemampatan tanah di dekat pondasi. Penurunan pondasi bertambah hampir secara linier dengan penambahan bebannya. Pemampatan tanah akibat penetrasi pondasi, berkembang hanya pada zona terbatas, tepat di dasar dan disekitar tepi pondasi. Penurunan yang terjadi tidak menimbulkan cukup gerakan arah lateral yang menuju kedudukan kritis keruntuhan tanahnya, sehingga kuat geser ultimit tanah tidak dapat berkembang. Pondasi menembus tanah ke bawah dan baji tanah yang terbentuk dibawah dasar pondasi hanya menyebabkan tanah menyisih. Saat keruntuhan, bidang runtuh tidak terlihat sama sekali.
HUBUNGAN ANTARA Df/B DAN MODEL KERUNTUHAN
Hubungan antara Df/B dan model keruntuhan tanah pasir (Vesic, 1973) Keruntuhan geser umum terjadi pada tanah yang tidak mudah mampat dengan kekuatan geser tinggi. Keruntuhan penetrasi terjadi pada tanah yang mudah mampat seperti pasir yang tidak padat dan lempung lunak, dan banyak terjadi pula jika kedalaman pondasi (Df) sangat besar dibandingkan dengan lebarnya (B). Berdasarkan hasil penelitian Vesic (1963) diketahui bahwa tipe keruntuhan pondasi diatas pasir tergantung pada nilai kerapatan relatif (Dr) dan nilai Df/B. Tipe keruntuhan geser umum terjadi pada pondasi dangkal yang terletak pada pasir padat dengan sudut geser dalam f’ > 36o, sedangkan tipe keruntuhan geser lokal terjadi pada pondasi yang terletak pada pasir denan f’ < 29o
TO BE CONTINUED, NEXT TOPIC Thank you very much for your kind attention.
HOPEFULLY YOU UNDERSTAND THIS CHAPTER
PONDASI DANGKAL ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI
Materi Kuliah : Teknik Pondasi
Oleh : TRI SULISTYOWATI
PENDAHULUAN
DEFINISI Daya dukung : Tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah disepanjang bidang-bidang gesernya. ?????? !!!!!
KRITERIA PERANCANGAN PONDASI Kriteria dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam perancangan pondasi :
keamanan terhadap keruntuhan akibat terlampauinya daya dukung yang diijinkan, biasanya digunakan angka keamanan 3 keamanan terhadap penurunan, khususnya penurunan yang tidak seragam (differential settlement), tidak boleh mengakibatkan kerusakan pada struktur diatasnya. penurunan seragam
: 5 – 10 cm
penurunan tidak seragam : 2 - 5 cm pondasi harus diletakkan pada kedalaman yang cukup untuk menanggulangi resiko erosi permukaan, gerusan, kembang susut tanah, dan gangguan tanah disekitar pondasi lainnya.
MACAM-MACAM TEORI DAYA DUKUNG Teori daya dukung telah dikembangkan oleh :
Terzaghi, Skempton Vesic Meyerhof Hansen
TEORI DAYA DUKUNG BERKAITAN DENGAN SIFAT-SIFAT TANAH Persamaan-persamaan daya dukung yang berkaitan dengan sifat-sifat tanah, umumnya dibagi menjadi dua klasifikasi tanah, yaitu: Tanah berbutir kasar (granular soil) Contoh tanah berbutir kasar adalah tanah pasir. Salah satu parameter penting tanah pasir adalah sudut geser dalam, . (internal friction) Tanah berbutir halus (cohesion soil) Contoh tanah berbutir halus adalah tanah lempung (clay) dan tanah lanau (silt). Parameter penting yang ada pada tanah ini adalah nilai kohesi tanah, c.
TEORI DAYA DUKUNG TERZAGHI
ANGGAPAN-ANGGAPAN TEORI DAYA DUKUNG TERZAGHI Terzaghi (1943), melakukan analisis daya dukung tanah dengan beberapa anggapan, yaitu : pondasi memanjang tak terhingga tanah didasar pondasi homogen berat tanah diatas dasar pondasi dapat digantikan dengan beban terbagi merata sebesar po = Df . g, dengan Df adalah kedalaman dasar pondasi dan g adalah berat volume tanah diatas dasar pondasi. tahanan geser tanah diatas dasar pondasi diabaikan dasar pondasi kasar bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral logaritmis dan linier baji tanah yang terbentuk didasar pondasi dalam kedudukan elastis dan bergerak bersama-sama dengan dasar pondasinya. pertemuan antara sisi baji dan dasar pondasi membentuk sudut sebesar sudut geser dalam tanah . berlaku prinsip superposisi
Karl Terzaghi 1883-1963
PENGGUNAAN TEORI DAYA DUKUNG TERZAGHI Daya dukung berdasarkan teori Terzaghi banyak digunakan dalam analisis daya dukung pada tanah granuler dan tanahtanah yang mempunyai kohesi dan sudut geser dalam (tanah c – ), karena persamaan daya dukungnya memberikan hasil yang teliti. Hal ini sangat berguna untuk menanggulangi resiko yang timbul akibat kesulitan dalam memperoleh contoh tanah tidak terganggu (undisturb soil) pada jenis tanah granuler dan tanah c – .
KONSEP DAYA DUKUNG TERZAGHI
Gambar : (a). Pembebanan pondasi dan bentuk bidang geser (b). Bentuk keruntuhan dalam analisis daya dukung (c). Distribusi tekanan tanah pasif pada permukaan BD
PERSAMAAN DAYA DUKUNG TERZAGHI Persamaan umum daya dukung ultimit pada pondasi memanjang untuk kondisi keruntuhan geser umum, menurut Terzaghi dinyatakan dalam persamaan :
qu = c Nc + q Nq + ½ g B Ng dengan : qu = daya dukung ultimit untuk pondasi memanjang c = kohesi Df = kedalaman pondasi g = berat volume tanah q = Po = Df g = tekanan overburden pada dasar pondasi Nc, Nq,Ng = faktor daya dukung Terzaghi yang tergantung dari nilai
PERSAMAAN DAYA DUKUNG TERZAGHI Persamaan umum daya dukung ultimit pada pondasi memanjang untuk kondisi keruntuhan geser lokal, menurut Terzaghi dinyatakan dalam persamaan :
qu = 2/3 c Nc’ + q Nq’ + ½ g B Ng’ dengan : qu = daya dukung ultimit untuk pondasi memanjang c = kohesi Df = kedalaman pondasi g = berat volume tanah q = Po = Df g = tekanan overburden pada dasar pondasi Nc’, Nq’,Ng’ = faktor daya dukung Terzaghi yang tergantung dari nilai
FAKTOR DAYA DUKUNG TERZAGHI
Hubungan antara dengan nilai-nilai Nc, Nq,Ng (Terzaghi, 1943)
FAKTOR DAYA DUKUNG TERZAGHI Nilai-nilai faktor daya dukung Terzaghi (o) 0 5 10 15 20 25 30 34 35 40 45 48 50
Keruntuhan geser umum Nc Nq Ng 5.7 1.0 0.0 7.3 1.6 0.5 9.6 2.7 1.2 12.9 4.4 2.5 17.7 7.4 5.0 25.1 12.7 9.7 37.2 22.5 19.7 52.6 36.5 35.0 57.8 41.4 42.4 95.7 81.3 100.4 172.3 173.3 297.5 258.3 287.9 780.1 347.6 415.1 1153.2
Keruntuhan geser lokal Nc’ Nq’ Ng’ 5.7 1.0 0.0 6.7 1.4 0.2 8.0 1.9 0.5 9.7 2.7 0.9 11.8 3.9 1.7 14.8 5.6 3.2 19.0 8.3 5.7 23.7 11.7 9.0 25.2 12.6 10.1 34.9 20.5 18.8 51.2 35.1 37.7 66.8 50.5 60.4 81.3 65.6 87.1
PENGGUNAAN PARAMETER TANAH DALAM ANALISIS DAYA DUKUNG TERZAGHI
qu = c Nc + q Nq + ½ g B Ng Df g Nq
Df g Nq Df
B
c Nc
½ g B Ng
Suku persamaan c Nc, nilai kohesi yang digunakan adalah kohesi rata-rata tanah dibawah dasar pondasi Suku persamaan Df g Nq, nilai Df g = q = Po merupakan tekanan overburden atau tekanan vertikal tanah pada dasar pondasi yaitu tekanan akibat berat tanah disekitar pondasi. Oleh karena itu berat volume tanah yang digunakan dalam perhitungan Df g adalah berat volume tanah diatas dasar pondasi. Suku persamaan ½ g B Ng, pada suku persamaan ini diperlukan nilai berat volume tanah rata-rata (g) yang terletak dibawah dasar pondasi.
PENGARUH BEBAN TERBAGI MERATA DI PERMUKAAN qo
Df
B
Jika diatas permukaan tanah terdapat beban terbagi merata qo maka persamaan daya dukung ultimit menjadi :
qu = c Nc +( Df g + qo) Nq + ½ g B Ng
atau
qu = c Nc +( Po + qo) Nq + ½ g B Ng
PENGARUH BENTUK PONDASI (a). Pondasi bujur sangkar : qu = 1.3 c Nc +Po Nq + 0.4 g B Ng (b). Pondasi lingkaran : qu = 1.3 c Nc +Po Nq + 0.3 g B Ng (c). Pondasi empat persegi panjang : qu = c Nc (1 + 0.3 B/L) + Po Nq + ½ g B Ng (1 – 0.2 B/L) dengan : qu = daya dukung ultimit c = kohesi Df = kedalaman pondasi g = berat volume tanah Po = Df g = tekanan overburden pada dasar pondasi B = lebar atau diameter pondasi L = panjang pondasi Nc, Nq,Ng = faktor daya dukung Terzaghi yang tergantung dari nilai
PENGARUH AIR TANAH MUKA AIR TANAH SANGAT DALAM ATAU Z > B Jika muka air tanah sangat dalam jika dibandingkan dengan lebar pondasinya atau z > B, dengan z adalah jarak muka air tanah dari dasar pondasi, maka : nilai g dalam suku ke-2 persamaan daya Df dukung dipakai gb jika tanahnya basah atau gd jika tanahnya kering B dalam suku ke-3 dipakai nilai berat volume z>B basah (gb) jika tanahnya basah, atau berat volume tanah kering (gd) jika tanahnya mat kering . Untuk kondisi ini nilai parameter kuat geser qu = c’ Nc + Df gbNq + ½ gb B Ng yang digunakan dalam perhitungan adalah nilai parameter kuat geser dalam tinjauan qu = c’ Nc + Df gd Nq + ½ gd B Ng tegangan efektif (c’ dan ’)
PENGARUH AIR TANAH JIKA MUKA AIR TANAH TERLETAK PADA KEDALAMAN Z DIBAWAH DASAR PONDASI (Z < B) Jika muka air tanah terletak pada kedalaman z dibawah dasar pondasi (z < B), maka : Nilai g pada suku persamaan ke-2 digantikan dengan gb jika tanahnya basah, dan diganti Df dengan gd jika tanahnya kering. Karena masa tanah dalam zona geser sebagian terendam air, berat volume tanah z B) Po = (Df x gb) = 2 x 1,75 = 3,5 t/m2 Karena kedalaman muka air tanah dari dasar pondasi adalah 13 m atau lebih besar dari B = 3 m, maka suku persamaan ke-3 dari persamaan kapasitas daya dukung tanah digunakan nilai berat volume basah. Kapasitas dukung ultimit untuk pondasi lingkaran: qu = 1,3 c Nc +Po Nq + 0,3 gb B Ng = (1,3 x 3 x 9,6) + (3,5 x 2,7) + (0,3 x 1,75 x 3 x 1,2) = 48,78 t/m2
Soal 3 1000 kN
± 0.00 m - 1.00 m Df = 2 m - 2.00 m
B=? Pasir = 35o C = 0 kN/m2 gb = 18 kN/m3 gsat = 20 kN/m3
Suatu pondasi berbentuk bujur sangkar dengan beban sebesar 1000 kN, terletak di atas tanah pasir dengan dengan data-data karakteristik tanah seperti pada gambar. a. Tentukan lebar pondasi, jika faktor aman F = 3. b. Berapakan reduksi kapasitas dukung tanah ultimitnya, jika muka air tanah naik sampai ke permukaan tanah ?
Penyelesaian Soal 3 a. Perhitungan lebar pondasi Untuk = 35o ; diperoleh faktor daya dukung untuk keruntuhan geser umum menurut Terzaghi: Nq = 41,4 dan Ng = 42,4 Po = (dw x gb ) + (Df-dw) gsat = (1 x 18) + (1 x 20) = 38 kN/m2 Kapasitas dukung ultimit untuk pondasi bujur sangkar pada tanah pasir : qu = Po Nq + 0,4 g‘B Ng = (38 x 41,4) + [0,4 x (20-10) x B x 42,4] = 1573,2 + 169,6 B Kapasitas dukung ultimit netto : qun = qu - Po = 1573,2 + 169,6 B – 38 = 1535,2 +169,6 B Tekanan pondasi netto : qn = q – Po = P/A – Po = (1000/B2) – 38 Faktor aman terhadap keruntuhan kapasitas dukung F = 3, maka : F = qun / qn 3 = (1535,2 +169,6 B)/[(1000/B2) – 38] [(3000/B2) – 114] = 1535,2 +169,6 B 169,6 B3 + 1687,2 B2 - 3000 = 0 Dengan cara coba-coba diperoleh lebar pondasi B = 1,26 m.
Penyelesaian Soal 3 b. Reduksi kapasitas dukung ultimit tanah jika muka air tanah naik sampai ke permukaan tanah Po = (Df .g‘) = 2 x (20 – 10) = 20 kN/m2 Kapasitas dukung ultimit untuk pondasi bujur sangkar pada tanah pasir : qu = Po Nq + 0,4 g‘B Ng Kapasitas dukung ultimit kondisi awal : qu = (38 x 41,4) + [0,4 x (20-10) x 1,26 x 42,4] = 1786,90 kN/m2 Kapasitas dukung ultimit setelah muka air tanah naik : qu = (20 x 41,4) + [0,4 x (20-10) x 1,26 x 42,4] = 1041,70 kN/m2 Kapasitas dukung ultimit netto : qun = qu - Po Kapasitas dukung ultimit kondisi awal : qun = 1786,90 - 38 = 1748,90 kN/m2 Kapasitas dukung ultimit setelah muka air tanah naik : qun = 1041,70 - 20 = 1021,70 kN/m2 Reduksi kapasitas dukung ultimit :
Re duksi qun
1748,90 1021,70 40,44% 1748,90
Soal 4 1000 kN
± 0.00 m
b
-2.00 m -3.00 m
Pasir berlempung = 25o C = 15 kN/m2 gb = 17 kN/m3 gsat = 18,5 kN/m3
a
Suatu pondasi lajur memanjang menahan beban struktur sebesar 1000 kN, pada kedalaman 2 m. Data-data karakteristik tanah seperti pada gambar : a. Tentukan lebar pondasi jika muka air tanah pada kedalaman 3 m dengan faktor keamanan F = 3 b. Tentukan faktor keamanan pondasi jika muka air tanah naik sampai dasar pondasi
Penyelesaian Soal 4 Untuk = 25o ; diperoleh faktor daya dukung untuk keruntuhan geser umum menurut Terzaghi: Nc = 25,1; Nq = 12,7 dan Ng = 9,7 a. Perhitungan lebar pondasi jika muka air tanah pada kedalaman 3 m Po = (Df x gb) = 2 x 17 = 34 kN/m2 Asumsi : kedalaman muka air tanah dari dasar pondasi (z) < lebar pondasi (B) Karena kedalaman muka air tanah adalah 3 m dari permukaan tanah atau 1 m dari dasar pondasi, dan dengan asumsi di atas, maka suku persamaan ke-3 dari persamaan kapasitas daya dukung tanah digunakan nilai berat volume rataratanya. grata-rata = g’ + (z/B)(gb - g’ ) = (18,5 – 10) + (1/B)[17 – (18,5-10)] = 8,5 + (8,5/B)
Kapasitas dukung ultimit netto untuk pondasi memanjang: qun = 1,3 c Nc +Po (Nq-1) + 0,5 grata-rataB Ng = (1,3 x 15 x 25,1) + [34 x (12,7-1)] + [0,5 x (8,5 + 8,5/B) x B x 9,7] = (928,48 + 41,23 B)
Penyelesaian Soal 4 Jika faktor keamanan sama dengan 3, maka : qun = (1/3) (928,48 + 41,23 B) = 309,49 + 13,74 B Beban pondasi kotor adalah 1000 kN. Untuk pondasi laju memanjang, maka tambahan tekanan pada dasar pondasi per meter persegi atau tekanan pondasi netto adalah : qn = q – Po = P/A – Df gb = (1000/B x 1) – 34 = (1000/B) – 34 Sehingga : qun = qn 309,49 + 13,74 B = (1000/B) – 34 309,49 B+ 13,74 B2 = 1000 – 34 B 13,74 B2 + 343,49 B – 1000 = 0 Dengan trial and error diperoleh lebar pondasi B = 2,63 m Letak muka air tanah z = 1 m < B = 2,63 m (sesuai dengan asumsi) Sehingga penggunaan nilai grata-rata pada suku ke-3 dalam persamaan daya dukung adalah benar.
Penyelesaian Soal 4 b. Perhitungan faktor keamanan, jika muka air tanah naik sampai dasar pondasi Po = (Df x gb) = 2 x 17 = 34 kN/m2 Karena kedalaman muka air tanah terletak pada dasar pondasi, maka suku persamaan ke-3 dari persamaan kapasitas daya dukung tanah digunakan nilai berat volume efektif. Kapasitas dukung ultimit netto untuk pondasi memanjang: qun = 1,3 c Nc +Po (Nq-1) + 0,5 g‘B Ng = (1,3 x 15 x 25,1) + [34 x (12,7-1)] + (0,5 x 8,5 x 2,63 x 9,7) = 995,67 kN/m2 Tekanan pondasi netto : qn = q – Po = P/A – Df gb = (1000/2,63 x 1) – 34 = 346,23 kN/m2 Sehingga faktor aman terhadap keruntuhan kapasitas dukung menjadi : F = qun / qn = 995,67 / 346,23 = 2,88 Jadi, bila muka air tanah naik sampai dasar pondasi maka faktor aman yang semula F = 3 turun menjadi F = 2,88
TEORI DAYA DUKUNG SKEMPTON
ANALISIS SKEMPTON UNTUK PONDASI PADA TANAH LEMPUNG Daya dukung ultimit pondasi memanjang pada tanah lempung menurut analisis Skempton : qu = cuNc + Df g Daya dukung ultimit neto : qun = cu Nc Daya dukung ultimit pondasi empat persegi panjang dengan panjang L dan lebar B, pada tanah lempung menurut analisis Skempton : qu = (0.84 + 0.16 B/L) cuNc(bujur sangkar) + Df g Daya dukung ultimit neto : qun = (0.84 + 0.16 B/L) cuNc(bujur sangkar) dengan : qu = daya dukung ultimit. qun = daya dukung ultimit neto. Df = kedalaman pondasi. g = berat volume tanah. c. = kohesi pada kondisi tak terdrainase. Nc = faktor daya dukung menurut Skempton
FAKTOR DAYA DUKUNG SKEMPTON
Faktor daya dukung Nc (Skempton, 1951)
FAKTOR DAYA DUKUNG SKEMPTON Faktor daya dukung Nc (Skempton, 1951) (1). Pondasi di permukaan (Df= 0) Nc permukaan = 5.14 untuk pondasi memanjang Nc permukaan = 6.20 untuk pondasi lingkaran dan bujur sangkar. (2). Pondasi pada kedalaman 0 < Df < 2.5 B Df Nc 1 0.2 Nc permukaan B
(3). Pondasi pada kedalaman Df >2.5 B Nc = 1.5 Nc permukaan
Soal 1 Kondisi banjir
+ 1.00 m ± 0.00 m
20000 kN
-2.50 m
Lempung jenuh u = 0o Cu = 90 kN/m2 gsat = 20 kN/m3
Suatu bangunan dilengkapi dengan basement yang didukung oleh pondasi rakit berukuran 10 m x 10 m, dengan kedalaman 2,5 m. Tanah dibawah pondasi berupa lempung jenuh. Data-data karakteristik tanah seperti pada gambar. Tentukan faktor keamanan terhadap keruntuhan akibat kapasitas dukung bila beban total yang bekerja adalah 20.000 kN, dengan kondisi : a. Letak muka air tanah sama dengan permukaan tanah. b. Jika akibat banjir terjadi genangan setinggi 1 m dari permukaan tanah
Penyelesaian Soal 1 Untuk Df/B = 2,5 / 10 = 0,25, maka dari grafik faktor daya dukung Skempton diperoleh : Nc = 6,5; a. Perhitungan faktor keamanan jika muka air tanah sama dengan permukaan tanah Po’ = (Df x g’) = 2,5 x (20-10) = 25 kN/m2 Po = (Df x gsat) = 2,5 x 20 = 50 kN/m2 Kapasitas dukung ultimit netto untuk pondasi di atas tanah lempung menurut Skempton: qun = c Nc = (90 x 6,5) = 585 kN/m2 Tekanan pondasi netto : qn = q – Po = P/A – Df gsat = [20000/(10 x 10)] – 50 = 150 kN/m2 Sehingga faktor aman terhadap keruntuhan kapasitas dukung menjadi : F = qun / qn = 585 / 150 = 3,90
Penyelesaian Soal 1 b. Perhitungan faktor keamanan jika terjadi genangan setinggi 1 m dari permukaan tanah Setelah muka air tanah naik menjadi 1 m di atas permukaan tanah, maka terjadi tambahan gaya angkat ke atas yang mengurangi tekanan pondasi netto qn . Bila berat volume air gw = 10 kN/m3, maka : qn ‘ = qn – hw gw = 150 – (1 x 10) = 140 kN/m2 Kapasitas dukung ultimit netto untuk pondasi di atas tanah lempung menurut Skempton: qun = c Nc = (90 x 6,5) = 585 kN/m2 Sehingga faktor aman terhadap keruntuhan kapasitas dukung menjadi : F = qun / qn = 585 / 140 = 4,18 Setelah terjadi genangan setinggi 1 m, faktor aman bertambah.
Soal 2 500 kN
± 0.00 m
Df = ?
B=? Lempung jenuh u= 0o Cu = 30 kN/m2 gsat = 20 kN/m3
Suatu pondasi berbentuk bujur sangkar di atas tanah lempung jenuh dengan beban keseluruhan sebesar 500 kN. Data-data karakteristik tanah seperti pada gambar. Tentukan lebar dan kedalaman pondasi, jika faktor aman terhadap keruntuhan akibat kapasitas dukung sebesar 3
Penyelesaian Soal 2 Penyelesaian dilakukan dengan cara coba-coba, sedemikian rupa hingga faktor aman terhadap keruntuhan akibat kapasitas dukung terpenuhi Di coba dimensi pondasi 2 m x 2 m, dengan kedalaman Df = 2 m Untuk Df/B = 2 / 2 = 1, maka dari grafik faktor daya dukung Skempton diperoleh : Nc = 7,8; Po = (Df x gsat) = 2 x 20 = 40 kN/m2
Kapasitas dukung ultimit netto untuk pondasi di atas tanah lempung menurut Skempton: qun = c Nc = (30 x 7,8) = 234 kN/m2 Tekanan pondasi netto : qn = q – Po = P/A – Df gsat = [500/(2 x 2)] – 40 = 85 kN/m2 Sehingga faktor aman terhadap keruntuhan kapasitas dukung menjadi : F = qun / qn = 234 / 85 = 2,75.................... < 3 (lebar pondasi diperbesar)
Penyelesaian Soal 2 Di coba dimensi pondasi 2,1 m x 2,1 m, dengan kedalaman Df = 2 m Untuk Df/B = 2 / 2,1 = 0,95, maka dari grafik faktor daya dukung Skempton diperoleh : Nc = 7,7;
Po = (Df x gsat) = 2 x 20 = 40 kN/m2 Kapasitas dukung ultimit netto untuk pondasi di atas tanah lempung menurut Skempton: qun = c Nc = (30 x 7,7) = 231 kN/m2 Tekanan pondasi netto : qn = q – Po = P/A – Df gsat = [500/(2,1 x 2,1)] – 40 = 73,38 kN/m2 Faktor aman terhadap keruntuhan kapasitas dukung menjadi : F = qun / qn = 231 / 73,38 = 3,15 3 ......................OK !!!! Dengan demikian dimensi pondasi direncanakan berbentuk bujur dangkar dengan dimensi 2,1 m x 2,1 m dan kedalaman Df = 2 m.
TEORI DAYA DUKUNG VESIC
ANALISIS DAYA DUKUNG VESIC Persamaan daya dukung Terzaghi, menganggap bahwa permukaan baji tanah membuat sudut terhadap arah horizontal. Beberapa peneliti tetah mengamati bahwa sudut baji tidak membentuk sudut , namun membentuk sudut (45 + /2) terhadap horizontal. Persamaan daya dukung menurut analisa Vesic (1973) :
qu = c Nc + Po + ½ g B Ng Persamaan daya dukung yang disarankan Vesic (1973) sama dengan persamaan Terzaghi tetapi persamaan faktor-faktor daya dukungnya berbeda, seperti yang ditunjukkan dalam persamaan berikut : Nc = (Nq – 1) ctg → Prandtl (1924) Nq = e (p tg ) tg2 (45 + /2) Ng = 2(Nq + 1) tg
→ →
Reissner (1924) Caquot dan Kerisel
PENGARUH KEDALAMAN DAN BENTUK PONDASI Persamaan daya dukung Vesic belum memperhatikan pengaruh tahanan geser tanah yang berkembang di atas dasar pondasi, karena berat tanah di atas dasar pondasi digantikan dengan Po = Df g. Untuk memperhitungkan faktor tahanan geser tersebut, maka harus digunakan faktor-faktor kedalaman dan faktor bentuk pondasi. Untuk ini, pada sembarang kedalaman dan bentuk pondasi, persamaan daya dukung ultimit dimodifikasi menjadi:
qu = sc dc c Nc+ sq dq, Po Nq + sg dg ½ B g Ng dengan : sc , sq , sg = faktor-faktor bentuk pondasi dc , dq ,dg = faktor-faktor kedalaman pondasi
FAKTOR DAYA DUKUNG VESIC Untuk faktor-faktor bentuk pondasi, Vesic (1973) menyarankan pemakaian faktor bentuk (sc , sq, sg) pondasi dari De Beer, (1970). Sedang untuk faktor-faktor kedalaman, Vesic (1973) menyarankan pemakaian faktor-faktor kedalaman (dc , dq ,dg) dari Hansen (1970) Dalam Persamaan di atas beban yang bekerja pada pondasi merupakan beban vertikal dan terpusat (tidak eksentris). Penggunaan persamaan tersebut harus memperhatikan pengaruh muka air tanah seperti yang telah disampaikan pada sebelumnya. Faktor-faktor daya dukung Prandtl, Reissner, dan Caquot-Kerisel yang direkomendasikan Vesic telah banyak digunakan untuk penelitian dan perancangan pondasi
FAKTOR DAYA DUKUNG VESIC o
Nc
Nq
Ng
o
Nc
Nq
Ng
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
5.14 5.38 5.63 5.90 6.19 6.49 6.81 7.16 7.53 7.93 8.35 8.80 9.29 9.81 10.37 10.98 11.64 12.34 13.11 13.94 14.84 15.82 16.89 18.06 19.34 20.73
1.00 1.09 1.20 1.31 1.43 1.57 1.72 1.88 2.06 2.26 2.47 2.71 2.97 3.27 3.59 3.94 4.34 4.77 5.26 5.80 6.40 7.07 7.83 8.67 9.61 10.67
0.00 0.07 0.15 0.24 0.34 0.45 0.57 0.71 0.86 1.03 1.22 1.44 1.69 1.97 2.29 2.65 3.06 3.53 4.07 4.68 5.39 6.20 7.13 8.21 9.45 10.88
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
22.27 23.96 25.82 27.88 30.16 32.70 35.52 38.67 42.20 46.17 50.63 55.68 61.41 67.94 75.39 83.95 93.81 105.23 118.52 134.04 152.30 173.88 199.54 230.26 267.29
11.86 13.21 14.73 16.45 18.41 20.65 23.20 26.11 29.46 33.33 37.79 42.96 48.98 56.01 64.26 73.98 85.47 99.13 115.45 135.04 158.71 187.46 222.61 265.88 319.54
12.55 14.48 16.73 19.35 22.42 26.01 30.24 35.22 41.10 48.07 56.36 66.25 78.10 92.34 109.52 130.36 155.72 186.75 224.91 272.09 330.77 404.20 496.69 614.03 764.01
TEORI DAYA DUKUNG MEYERHOF
KONSEP DAYA DUKUNG MEYERHOF
Gambar Keruntuhan daya dukung analisis Meyerhof
Analisis daya dukung Meyerhof (1955) menganggap sudut baji b (sudut antara bidang AD atau BD terhadap arah horizontal) tidak sama dengan , dan nilai b > . Akibatnya, bentuk baji lebih memanjang ke bawah bila dibandingkan dengan analisis Terzaghi. Zona keruntuhan berkembang dari dasar pondasi, ke atas sampai mencapai permukaan tanah. Jadi, tahanan geser tanah di atas dasar pondasi diperhitungkan. Karena b > , nilai faktor-faktor daya dukung Meyerhof lebih rendah daripada yang diberikan oleh Terzaghi. Namun, karena Meyerhof mempertimbangkan faktor pengaruh kedalaman pondasi, daya dukungnya menjadi lebih besar.
ANALISIS DAYA DUKUNG MEYERHOF Meyerhof (1963) memberikan persamaan daya dukung dengan mempertimbangkan faktor bentuk pondasi, kemiringan beban dan kuat geser tanah diatas dasar pondasinya, sebagai berikut :
qu = sc dc ic c Nc+ sq dq iq Po Nq + sg dg ig ½ B g Ng dengan : qu s c , s q, s g dc , dq , dg ic, iq, ig Nc, Nq, Ng B’ Po Df g
= daya dukung ultimit = faktor bentuk pondasi = faktor kedalaman pondasi = faktor kemiringan beban = faktor daya dukung untuk pondasi memanjang = lebar pondasi efektif = Df . g = tekanan overburden pada dasar pondasi = kedalaman pondasi = berat volume tanah
FAKTOR DAYA DUKUNG MEYERHOF
Nc = (Nq – 1) ctg Nq = e (p tg ) tg2 (45 + /2) Ng = (Nq - 1) tg (1,4 )
PENGARUH EKSENTRISITAS PONDASI Bila beban eksentris, maka Meyerhof menyarankan menggunakan dimensi pondasi efektif, sebagai berikut : B’ = B – 2 ex dan L’ = L – 2 ey Bila beban eksentris satu arah, maka digunakan B’/L atau B/L’, tergantung dari letak relatif eksentrisitasnya. Meyerhof menyarankan faktor koreksi sudut geser dalam untuk pondasi empat persegi panjang yang terletak pada tanah granuler sebagai berikut : p’ = (1,1 – 0,1 B/L) t’ Dengan : p’ = sudut geser dalam yang digunakan untuk menentukan faktor daya dukung t’ = sudut geser dalam tanah dari hasil pengujian triaksial kompresi. Untuk pembebanan eksentris dua arah, digunakan B’/L’ sebagai ganti B/L untuk persamaan-persamaan daya dukung pondasi
TEORI DAYA DUKUNG HANSEN
ANALISIS DAYA DUKUNG HANSEN Brinch Hansen (1970) memberikan persamaan daya dukung dengan mempertimbangkan faktor bentuk pondasi, kemiringan beban dan kuat geser tanah diatas dasar pondasinya, yang sama seperti persamaan daya dukung Meyerhof (1963), sebagai berikut :
qu = sc dc ic c Nc+ sq dq iq Po Nq + sg dg ig ½ B g Ng dengan : qu s c , s q, s g dc , dq , dg ic, iq, ig Nc, Nq, Ng B’ Po Df g
= daya dukung ultimit = faktor bentuk pondasi = faktor kedalaman pondasi = faktor kemiringan beban = faktor daya dukung untuk pondasi memanjang = lebar pondasi efektif = Df . g = tekanan overburden pada dasar pondasi = kedalaman pondasi = berat volume tanah
FAKTOR DAYA DUKUNG HANSEN Faktor-faktor daya dukung yang diberikan oleh Hansen (1970) hampir sama dengan Meyerhof (1963) , yaitu :
Nc = (Nq – 1) ctg Nq = e (p tg ) tg2 (45 + /2) Namun ada perbedaan dalam meperkirakan nilai Ng, yaitu :
Ng = 1,5 (Nq - 1) tg
(Hansen, 1970)
RANGKUMAN TEORI DAYA DUKUNG MENURUT BEBERAPA PENELITI
RANGKUMAN TEORI DAYA DUKUNG MENURUT BEBERAPA PENELITI Peneliti
Persaman Daya Dukung
Faktor Daya Dukung
Keterangan
Terzaghi
Persamaan umum : qu = sc c Nc + sq q Nq + sg ½ g B Ng
Pertemuan antara sisi baji dan dasar pondasi membentuk sudut sebesar sudut geser dalam tanah .
Penggunaan : untuk pondasi pada tanah granuler dan tanah c –
Pondasi memanjang qu = c Nc + Df g Nq + ½ g B Ng
Faktor Daya Dukung
Pondasi bujur sangkar qu = 1,3c Nc + Df g Nq + 0,4 g B Ng Nc cot g
Pondasi lingkaran qu = 1,3 c Nc + Df g Nq + 0,3 g B Ng Pondasi empat persegi panjang qu = c Nc (1 + 0.3 B/L) + Df g Nq + ½ g B Ng (1 – 0.2 B/L)
a2 1 2 cos2 45 / 2
Untuk pondasi dengan beban vertikal dan sentris
Tidak 1 memperhitungkan a e( 4 p - 2 ) tg faktor kemiringan 2 dan eksentrisitas a Nc tg 1 Nq 1 beban 2 cos2 45 / 2
tg Kpγ Ng 1 2 2 cos
RANGKUMAN TEORI DAYA DUKUNG MENURUT BEBERAPA PENELITI Peneliti Skempton
Persaman Daya Dukung Pondasi memanjang qu = cuNc+Df g Pondasi empat persegi panjang qu = (0.84 + 0.16 B/L) cuNc(bujur sangkar) + Df g
Vesic
Persamaan umum sama dengan Terzaghi : qu = sc dc c Nc + sq dqq Nq + sg dg ½ g B Ng Pondasi memanjang qu = c Nc + Df g Nq + ½ g B Ng
Faktor Daya Dukung
Keterangan
Faktor Daya Dukung Pondasi di permukaan (Df= 0) Nc permukaan = 5.14 untuk pondasi memanjang Nc permukaan = 6.20 untuk pondasi lingkaran dan bujur sangkar. Pondasi pada kedalaman 0 < Df < 2.5 B Nc = Nc permukaan Pondasi pada kedalaman Df >2.5 B Nc = 1.5 Nc permukaan
Penggunaan : untuk pondasi pada tanah lempung
Sudut baji tidak membentuk sudut , namun membentuk sudut (45 + /2) terhadap horizontal
Penggunaan : untuk pondasi pada tanah granuler
Faktor Daya Dukung Nq = e (p tg ) tg2 (45 + /2) Nc = (Nq – 1) ctg Ng = 2(Nq + 1) tg
RANGKUMAN TEORI DAYA DUKUNG MENURUT BEBERAPA PENELITI Peneliti
Persaman Daya Dukung
Meyerhof (1963) dan Hansen (1970
Persamaan umum qu = sc dc c Nc + sq dqq Nq + sg dg ½ g B Ng
Faktor Daya Dukung
Keterangan
Sudut baji b tidak sama dengan , dan nilai b > .
Bentuk baji lebih memanjang ke bawah bila dibandingkan dengan analisis Terzaghi. Zona keruntuhan berkembang dari dasar pondasi, ke atas sampai mencapai permukaan tanah. Tahanan geser tanah di atas dasar pondasi diperhitungkan. Karena b > , nilai faktor-faktor daya dukung Meyerhof lebih rendah daripada yang diberikan oleh Terzaghi. Namun, karena Meyerhof mempertimbangkan faktor pengaruh kedalaman pondasi, daya dukungnya menjadi lebih besar. Meyerhof (1963) dan Brinch Hansen (1970) memberikan persamaan daya dukung dengan mempertimbangkan faktor bentuk pondasi, kemiringan beban dan kuat geser tanah diatas dasar pondasinya Bila beban eksentris, maka Meyerhof menyarankan menggunakan dimensi pondasi efektif
Faktor Daya Dukung Nc = (Nq – 1) ctg Nq = e (p tg ) tg2 (45 + /2) Ng = (Nq - 1) tg (1,4 ) (Meyerhof) Ng = 1,5 (Nq - 1) tg (Hansen) Persamaan daya dukung menurut Hansen sama dengan Meyerhof, tetapi berbeda dalam menentukan faktor daya dukung Ng
FAKTOR-FAKTOR BENTUK PONDASI (PERLOF, 1976 ; KEZDI, 1974) Peneliti
sc
sq
sg
Terzaghi
1,3 (lingkaran) 1,3 (bujur sangkar)
1 1
0,60 0,80
B Nq (bs ) 1 1 L Nq (m)
B Ng (bs ) 1 1 L Ng (m)
1 + 0,2 (B/L) Jika = 0; sq = 1
1 – 0,4 (B/L)
1 + (B/L) tg
1 – 0,4 (B/L)
1 + 0,2 (B/L)
1 – 0,1 (B/L)
Meyerhof (1963)
Hansen (1961) De Beer (1970) Standar Hungaria
B Nc (bs ) 1 1 L Nc (m)
1 + 0,2 (B/L) B Nq 1 L Nc
1 + 0,2 (B/L)
FAKTOR KEDALAMAN PONDASI (PERLOF, 1976; RAMIAH, 1981) Peneliti
dc
Meyerhof (1963)
j Df o 1 0,2 tg 45 2 B Catatan : Untuk dc, dq, dg, jika Df > B, maka diambil Df = B atau Df/ B = 1
Hansen (1961)
Hansen (1970)
1
0,35 0,6
B L 1 0,7tg4 j
dq Untuk j > 10o j Df o 1 0,1 tg 45 2 B
Untuk j = 0o, maka : dq = 1 dc
dc 1 Nq
dg Untuk j > 10o maka : dg = dq Untuk j = 0o, maka : dg = 1
1
Untuk j ≥ 25o ; dq = dc Untuk j = 0o ; dq = 1
Untuk Df B dq - (1 – dq) / (Nq tgj ) Bila j = 0o, maka : 1 + 0,4 (Df/B)
Untuk Df B 1 + 2 (Df/B) tg j (1 – sinj )2
Untuk Df B maka : dg = 1
Untuk Df > B dq - (1 – dq) / (Nq tgj ) Bila j = 0o, maka : 1 + 0,4 arc tg (Df/B)
Untuk Df > B 1 + 2 tg j (1 – sinj )2 s
Untuk Df > B maka : dg = 1
dengan : s = arc tg (Df/B)
FAKTOR KEMIRINGAN BEBAN (PERLOF, 1976; KEDZI, 1974) Peneliti Meyerhof (1963)
Hansen (1961)
ic o 1 90 o
iq
iq
2
1 iq Nq 1
iq = ic Ph 1 Pv A' c cot g j
ig o 1 o j
iq2
2
PENGGUNAAN PERSAMAAN ANALISIS DAYA DUKUNG TANAH YANG SESUAI
Metode Analisis Terbaik digunakan untuk Daya Dukung Terzaghi Tanah non kohesif dimana D/B ≤ 1 atau untuk perkiraan secara cepat nilai qult dibandingkan dengan metode-metode lain. Skempton Untuk pondasi pada tanah lempung Meyerhof, Hansen Hansen, Vesic
Dapat digunakan untuk segala kondisi, tergantung pemilihan pemakai atas pengenalan tentang merode-metode tertentu Dapat digunakan pada kondisi alasnya miring, bila telapak berada pada sebuah lereng dan bila D/B > 1
ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI DENGAN PEMBEBANAN EKSENTRIS
PEMBEBANAN EKSENTRIS
Gambar (a). Pembebanan eksentris pada lokasi memanjang (b). Pengaruh eksentrisitas pembebanan pada daya dukung pondasi memanjang yang dibebani secara vertical (Meyerhof, 1953)
PERSAMAAN DAYA DUKUNG UNTUK BEBAN EKSENTRIS
Pengaruh pembebanan vertikal yang eksentris pada pondasi memanjang yang terletak di permukaan tanah kohesif ( = 0) dan tanah granuler (c = 0 dan = 35°), secara kuantitatif diperlihatkan oleh Meyerhof (1953). Faktor reduksi daya dukung rnerupakan fungsi dari eksentrisitas beban. Pada tanah-tanah granuler reduksi daya dukung Iebih besar daripada tanah kohesif. Daya dukung ultimit pembebanan vertikal-eksentris (qu) diperoleh dengan mengalikan daya dukung ultimit pondasi dengan pembebanan vertikal-terpusat dengan faktor reduksi, Re, yaitu
qu’ = Re qu dengan : qu’ = daya dukung ultimit pada pembebanan vertikal-eksentris Re = factor reduksi akibat pembebanan eksentris qu = daya dukung ultimit pada pembebanan vertikal-terpusat
Jika e/B = 0,5, maka daya dukung ultimit dama dengan nol (Re = 0). Jika e/B = 0 atau beban vertikal di pusat pondasi, maka daya dukung ultimit menjadi bernilai penuh (Re = 1).
AREA KONTAK EFEKTIF
(a). Eksentrisitas satu arah; (b). Eksentrisitas dua arah; (c). Eksentrisitas dua arah dan disederhanakan (Meyerhof, 1953)
EKSENTRISITAS BEBAN SATU ARAH
Meyerhof (1953) menganggap bahwa pengaruh eksentrisitas beban pada daya dukung adalah mereduksi dimensi pondasinya.
Bila area pondasi sebenarnya berukuran B dan L, akibat pengaruh beban yang eksentris, Meyerhof memberikan koreksi untuk lebar dan panjangnya yang dinyatakan oleh dimensi efektif pondasi B' dan L'.
Untuk eksentrisitas beban satu arah, dimensi efektif pondasi dinyatakan sebagai berikut: (1) Jika beban eksentris pada arah lebarnya, lebar efektif pfondasi dinyatakan oleh: B' = B-2ex, dan L' = L (2) Jika beban eksentris pada arah memanjangnya, panjang efektif pondasi dinyatakan oleh: L' = L - 2ey, dan B' = B dengan ex dan ey, adalah eksentrisitas resultan beban pada arah x dan y
EKSENTRISITAS BEBAN DUA ARAH
Jika eksentrisitas beban dua arah, yaitu ex dan ey, maka lebar efektif pondasi ditentukan sedemikian hingga resultan beban terletak di pusat berat area efektif A’
Komponen vertikal beban total (P) yang didukung oleh pondasi dengan beban eksentris dinyatakan oleh :
P’ = qu . A’ = qu B’ L’
Dengan A adalah luas efektif dengan sisi terpanjang L’, sedemikian hingga pusat beratnya berimpit dengan garis kerja resultan beban pondasi, dalam hal ini B’ = A’/L’. Untuk eksentrisitas beban dua arah, Meyerhof (1953) penyederhanaan luas dasar pondasi efektif sebagai berikut : B’ = B – 2 ex dan L’ = L – 2 ey
menyarankan
Soal 1 P=? ex = 0,2 m ± 0.00 m - 1.00 m Df = 2 m - 2.00 m
B=4m Lempung = 0o C = 50 kN/m2 gb = 18 kN/m3 gsat = 20 kN/m3
Suatu pondasi berbentuk bujur sangkar (4 m x 4 m) dengan datadata karakteristik tanah seperti pada gambar. Tentukan besarnya beban maksimum yang bekerja, bila faktor aman terhadap keruntuhan kapasitas dukung adalah F = 3
Penyelesaian Soal 1 Eksentrisitas e x = 0,2 m, sehingga : B’ = B – 2 ex = 4 – (2 x 0,2) = 3,6 m Untuk = 0o, maka dari grafik faktor pengaruh daya dukung menurut Meyerhof diperoleh : Nc = 6,16, dan Nq = 1, Ng = 0, sehingga : Kapasitas dukung ultimit untuk pondasi bujur sangkar pada tanah lempung : qu = c Nc + Po Nq + 0,4 g‘B’ Ng = (50 x 5) + [((18 x 1) + (20-10)x1)x1] + 0,4 x (20-10) x 3,6 x 1 = 292,40 kN/m2 Kapasitas dukung ultimit netto : qun = qu - Po = 292,40 – 28 = 264,40 kN/m2 Tekanan pondasi netto : qn = q – Po = P/A – Po = P/(B’ x B’) – 28 Faktor aman terhadap keruntuhan kapasitas dukung F = 3, maka : F = qun / qn 3 = (264,40/[(P/3,62) – 28] P = 1505 kN Sehingga diperoleh beban maksimum yang bekerja pada pondasi adalah 1505 kN
Penyelesaian Soal 1 qu = Po Nq + 0,4 g‘B Ng = (38 x 41,4) + [0,4 x (20-10) x B x 42,4] = 1573,2 + 169,6 B Kapasitas dukung ultimit netto : qun = qu - Po = 1573,2 + 169,6 B – 38 = 1535,2 +169,6 B Tekanan pondasi netto : qn = q – Po = P/A – Po = (1000/B2) – 38 Faktor aman terhadap keruntuhan kapasitas dukung F = 3, maka : F = qun / qn 3 = (1535,2 +169,6 B)/[(1000/B2) – 38] [(3000/B2) – 114] = 1535,2 +169,6 B 169,6 B3 + 1687,2 B2 - 3000 = 0 Dengan cara coba-coba diperoleh lebar pondasi B = 1,26 m.
ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI DENGAN PEMBEBANAN MIRING
PEMBEBANAN MIRING
Gaya Horisontal pada dasar pondasi ditahan oleh geseran antara dasar pondasi dan tanah di sepanjang dasar pondasi dan tekanan tanah pasif pada sisi lain pondasi.
Tahanan geser pada dasar pondasi dipilih nilai terkecil dari ketiga gaya perlawanan berikut ini : 1. adhesi antara tanah dan dasar pondasi
2. gesekan pondasi
Gaya-gaya pada pondasi yang menimbulkan arah beban miring (Teng, 1962)
antara
tanah
dan
dasar
3. geseran horizontal antara tanah dengan tanah dibawah dasar pondasi, bila dasar pondasinya sangat kasar
ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI DENGAN PEMBEBANAN MIRING MENURUT MEYERHOF
Meyerhof (1953) memperlihatkan pengaruh pembebanan miring terhadap reduksi daya dukung pondasi memanjang yang terletak pada tanah kohesif ( = 0) dan tanah granuler (c = 0, = 35º) Meyerhof menyarankan reduksi daya dukung ultimit pondasi pada kedalaman Df yang mengalami pembebanan miring, sebagai berikut : 1. Pertama beban dianggap vertikal dan daya dukung ditentukan dengan prosedur normal, 2. Kemudian daya dukugn terhitung dikalikan dengan factor reduksi Ri. 3. Daya dukung pondasi memanjang dengan dasar horizontal pada pembebanan miring dinayatakan dengan persamaan sebagai berikut : Pv/B = Ri qu Bila dasar pondasi miring sebesar , maka : P/B = Ri qu Dengan : qu = daya dukung ultimit atau daya dukung diijinkan untuk pondasi dengan dasar horisontal pada pembebanan vertikal Ri = faktor reduksi akibat pembebanan miring Pv = komponen beban vertikal B = lebar pondasi
PENGARUH KEMIRINGAN BEBAN
Pengaruh kemiringan beban terhadap daya dukung pondasi memanjang di permukaan (Meyerhof, 1953)
PENGARUH KEMIRINGAN BEBAN
Daya dukung pondasi memanjang pada pembebanan miring (a). Dasar pondasi horisontal ; (b). Dasar pondasi miring (Meyerhof, 1953 dari Teng, 1962)
FAKTOR KEMIRINGAN BEBAN (PERLOF, 1976; KEDZI, 1974)
Meyerhof (1963) dan Brinch Hansen (1961) juga menyarankan faktor-faktor kemiringan beban (ic, iq, ig) dalam perhitungan daya dukung ultimit pondasi, dengan nilai faktor kemiringan seperti pada Tabel berikut
qu = sc dc ic c Nc+ sq dq iq Po Nq + sg dg ig ½ B g Ng Faktor kemiringan beban (Perlof, 1976; Kedzi, 1974)
Peneliti Meyerhof (1963)
Hansen (1961)
ic o 1 90 o
iq
iq
2
1 iq Nq 1
iq = ic Ph 1 P A ' c cot g j v
ig o 1 jo
iq2
2
ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI DENGAN PEMBEBANAN MIRING MENURUT JANBU Persamaan daya dukung pondasi memanjang dengan pembebanan miring di pusat pondasi adalah (Janbu, 1954) :
Pv NhPh = c Nc + Po Nq + ½ B Ng A Dengan : Pv = komponen beban vertikal yang diterapkan Nh = faktor daya dukung Ph = gaya horisontal pada dasar pondasi yang nilainya tidak boleh melampaui Pv tg c = kohesi B = lebar atau diameter pondasi A = luas pondasi Po = Df g = tekanan overburden pada dasar pondasi Df = kedalaman pondasi g = berat volume tanah L = panjang pondasi Nc, Nq,Ng = faktor daya dukung yang tergantung dari nilai
FAKTOR DAYA DUKUNG PEMBEBANAN MIRING (JANBU, 1957)
ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI DENGAN KOMBINASI PEMBEBANAN MIRING DAN EKSENTRIS
KOMBINASI PEMBEBANAN MIRING DAN EKSENTRIS
Pengaruh kombinasi beban eksentris dan miring untuk tanah granular dengan kohesi c = 0 dan sudut geser dalam = 30o (Wack, 1961; Sokolovski, 1965)
Jika pembebanan yang terjadi selain miring juga eksentris, maka daya dukung tanah tergantung pada orientasi gaya-gayanya, Wack (1961) mengamati bahwa :
Jika arah komponen gaya horisontal mendekati pusat pondasi (Gambar a), maka luas bidang longsor akan berkurang dibandingkan dengan bila bebannya vertikal ( = 0).
Jika arah komponen gaya horisontal menjauhi pusat pondasi (Gambar b), maka luas bidang longsor akan bertambah dibandingkan bila bebannya vertikal
PERHITUNGAN DAYA DUKUNG UNTUK KOMBINASI PEMBEBANAN EKSENTRIS DAN MIRING (WACK, 1961)
Jika bebannya eksentris dan miring dengan arah komponen beban horisontal mendekati pusat pondasi, maka :
P’ = qu . A’ = qu B’ L’ qu = sc dc ic c Nc+ sq dq iq Po Nq + sg dg ig ½ B g Ng
Jika kombinasi pembebanan eksentris dan miring, maka : a. P’ = qu . A’ = qu B’ L’ , anggapan : beban eksentris tetapi tidak miring b. P’ = qu . A’ = qu B’ L’, anggapan : beban miring tetapi tidak eksentris c. P’ = qu . A’ = qu B’ L’, anggapan : beban vertikal-terpusat, kemudian dikalikan dengan faktor koreksi C (dengan C < 1) yang diperoleh dari nilai-nilai hasil perhitungan langkah (a) dan (b). Nilai C adalah sebagai berikut :
Hasil pada langkah (a) Hasil pada langkah (b)
jika daya dukung langkah (b) > langkah (a)
Hasil pada langkah (b) Hasil pada langkah (a)
jika daya dukung langkah (b) < langkah (a)
ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI PADA LERENG
DAYA DUKUNG ULTIMIT UNTUK PONDASI MEMANJANG YANG TERLETAK PADA TANAH MIRING (MEYERHOF, 1957, DAN TENG, 1962)
PERSAMAAN DAYA DUKUNG ULTIMIT UNTUK PONDASI MEMANJANG YANG TERLETAK PADA TANAH MIRING
Meyerhof (1957) memberikan persamaan daya dukung memanjang yang terletak pada lereng, sebagai berikut :
qu = c Ncq + ½ g B Ngq dengan : qu = daya dukung ultimit c = kohesi g = berat volume tanah B = lebar pondasi Ncq,Ngq = faktor-faktor daya dukung
Nilai faktor stabilitas Ns, dinyatakan sebagai berikut :
Ns
gH c
dengan : g = berat volume tanah H = tinggi kaki lereng sampai puncak c = kohesi
untuk
pondasi
TAHANAN PONDASI TERHADAP GAYA ANGKAT KE ATAS (UP LIFT)
TAHANAN PONDASI TERHADAP GAYA ANGKAT KE ATAS (UP LIFT)
Pondasi yang menahan gaya angkat ke atas (Teng, 1962)
TAHANAN PONDASI TERHADAP GAYA ANGKAT KE ATAS (UP LIFT) Tahanan pondasi terhadap gaya tarikan vertikal ke atas dinyatakan oleh:
Pt = Wp + Wt + Fr Dengan : Pt = gaya tahanan ultimit pondasi terhadap gaya tarikan vertikal ke atas Wp = berat pelat pondasi Wt = berat prisma tanah dalam areal yang diarsir Fr = tahanan gesek disepanjang tanah yang tergeser = 0,5 Df g A Ko tg (untuk tanah granuler) = c A (untuk tanah kohesif) A = luas selimut prisma tanah yang tertarik ke atas Df = kedalaman pondasi g = berat volume tanah Ko = koefisien tekanan tanah lateral saat diam = sudut gesek dalam tanah c = kohesi
ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI PADA TANAH BERLAPIS
PONDASI TERLETAK PADA DUA LAPISAN LEMPUNG DENGAN SIFAT BERBEDA (Analisis Button) Persamaan daya dukung pondasi yang terletak diatas dua lapisan tanah lempung yang berbeda adalah sebagai berikut (Button, 1953) :
qu = c1 Nc’ dengan : c1 adalah kohesi tanah lapisan atas dan Nc’ adalah faktor daya dukung bidang keruntuhan dianggap berbentuk silinder dan sudut geser dalam tanah () dianggap nol.
Faktor daya dukung pondasi yang terletak diatas dua lapisan lempung (Button, 1953)
PONDASI TERLETAK PADA DUA LAPISAN LEMPUNG DENGAN SIFAT BERBEDA (Analisis Vesic) A. JIKA TANAH LEMPUNG PADA LAPISAN ATAS LEBIH LUNAK DARIPADA LAPISAN DIBAWAHNYA :
qu = c1 Nm + Df g
Daya dukung ultimit netto :
qun = c1 Nm
dengan : c1 = kohesi lapisan lempung bagian atas Nm = faktor daya dukung Df = kedalaman pondasi g = berat volume tanah Nilai-nilai Nm relatif aman untuk pondasi yang sangat kaku, dan harus dipakai dengan hati-hati bila pondasinya fleksibel. Vesic menyarankan faktor reduksi c1, bila tanah lempung mempunyai sensitivitas ± 2, maka c1 digantikan dengan 0,75 c1.
PONDASI TERLETAK PADA DUA LAPISAN LEMPUNG DENGAN SIFAT BERBEDA (Analisis Vesic) B. JIKA TANAH LEMPUNG PADA LAPISAN ATAS LEBIH KAKU DARIPADA LAPISAN DIBAWAHNYA, Analisisnya harus memperhatikan keruntuhan penetrasi ditepi pondasi dan faktor daya dukung Nm dinyatakan dengan :
Nm = 1/b + (c2/c1)lc Nc (dengan Nm ≤ lc Nc)
Dengan : b = indeks penetrasi = BL /[2H(B + L)] H = Jarak permukaan lapisan lempung bagian bawah dg dasar pondasi L, B = panjang dan lebar pondasi lc Nc = Nc’ = faktor daya dukung dg memperhatikan koreksi bentuk pondasi c1, c2 = kohesi tanah pada lapisan bagian atas dan bawah
Nilai Nm tidak boleh melebihi l c Nc. Untuk pondasi lingkaran dan bujur sangkar, b = B/4H dengan Nc’ = 6,17. Untuk pondasi memanjang, b = B/2H dengan Nc’ = 5,14
Faktor daya dukung Vesic untuk pondasi diatas tanah kohesif berlapis (dari Ramiah dan Chikanagappa, 1981)
Faktor daya dukung Nm Vesic untuk pondasi empat persegi panjang dengan L/B ≤ 5 (dari Ramiah dkk., 1981)
c2/c1
B/H
2
4
6
8
10
20
∞
1
5,14
5,14
5,14
5,14
5,14
5,14
5,14
1,5
5,14
5,31
5,45
5,59
5,70
6,14
7,71
2
5,14
5,43
5,69
5,92
6,13
6,95
10,28
3
5,14
5,59
6,00
6,38
6,74
8,16
15,42
4
5,14
5,69
6,21
6,69
7,14
8,66
20,56
5
5,14
5,76
6,35
6,90
7,42
9,02
25,70
10
5,14
5,93
6,69
7,43
8,14
11,40
51,40
∞
5,14
6,14
7,14
8,14
9,14
14,14
∞
Faktor daya dukung Nm Vesic untuk pondasi empat persegi panjang dengan L/B = 1 (dari Ramiah dkk., 1981)
c2/c1
B/H
4
6
8
10
20
40
∞
1
6,17
6,17
6,17
6,17
6,17
6,17
6,17
1,5
6,17
6,34
6,49
6,63
6,76
7,25
9,25
2
6,17
6,46
6,73
6,98
7,20
8,10
12,34
3
6,17
6,63
7,05
7,45
7,82
9,36
18,51
4
6,17
6,73
7,26
7,75
8,23
10,24
24,68
5
6,17
6,80
7,40
7,97
8,51
10,88
30,85
10
6,17
6,96
7,76
8,49
9,22
12,58
61,70
∞
6,17
7,17
8,17
9,17
10,17
15,17
∞
PONDASI TERLETAK PADA TANAH GRANULER DIATAS TANAH LEMPUNG (Giroud, 1976) Pondasi terletak diatas dua lapisan tanah, tanah granuler setebal H (c1 = 0, 1 > 0) dan lempung jenuh (c2 > 0, 2 = 0) tebal tak terhingga (Giroud, 1976)
Pada B tertentu, jika bidang runtuh melewati kedua lapisan, nilai daya dukung berada diantara pondasi pada pasir dan lempung. Jika B kecil, bidang runtuh hanya akan melewati lapisan pasir, maka :
qu = ½ B g1 Ng
(daya dukung pondasi diatas tanah pasir )
Jika B > H, maka daya dukungnya lebih mendekati daya dukung pondasi pada tanah lempung. Jika B sangat besar, maka daya dukung pondasi sama dengan daya dukung pondasi pada tanah lempung, lapisan pasir tidak berpengaruh sama sekali
qu2 = c2 Nc
Variasi lebar pondasi (B) terhadap daya dukung ultimit (qu) (Giroud, 1976)
Suatu nilai lebar pondasi (B) optimum menghasilkan daya dukung ultimit maksimum.
PONDASI TERLETAK PADA TANAH GRANULER DIATAS TANAH LEMPUNG (Tsheng, 1957) Persamaan daya dukung untuk pondasi memanjang yang terletak dipermukaan pada kondisi jangka pendek atau kondisi tak terdrainase, menurut Tsheng (1957) :
qu = c2 Nc’ ; untuk 0 < H/B < 1,5 qu = c2 Nc’ + ½ B g1 Ng ; untuk 1,5 < H/B < 3,5 qu = ½ B g1 Ng ; untuk H/B > 3,5 dengan: qu = daya dukung ultimit pondasi memanjang di permukaan c2 = kohesi tanah kondisi tak terdrainase pada lapisan tanah lempung Nc’, Ng = faktor daya dukung dg memperhatikan koreksi bentuk pondasi g1 = berat volume tanah granuler
Jika tebal lapisan tanah granuler 3,5 B, maka bidang keruntuhan yang terjadi hanya melewati lapisan tanah granuler
Faktor daya dukung pondasi diatas tanah berlapis yang terdiri dari tanah granuler dan tanah lempung (Tsheng, 1957)
PERHITUNGAN DAYA DUKUNG PADA TANAH BERLAPIS DENGAN MENGANGGAP LEBAR PONDASI FIKTIF
Daya dukung pondasi pada tanah berlapis dengan menganggap lebar pondasi fiktif
Pondasi terletak pada lapisan tanah kuat setebal H, dibawahnya terdapat lapisan tanah lunak. Dasar pondasi terletak pada kedalaman Df dari permukaan tanah. Pada lebar pondasi tertentu, daya dukung pondasi dipengaruhi oleh lapisan tanah lunak dibawahnya.
Pada analisis daya dukung, tanah lunak dibagian bawah dianggap menerima tekanan dengan penyebaran beban sebesar 2 V : 1H. maka lapisan tanah kuat diatasnya seakan-akan berfungsi sebagai pondasi pelat fiktif, dengan lebar fiktif :
Bf = B + H Dengan : Bf = lebar pondasi fiktif B = lebar pondasi sebenarnya H = jarak dasar pondasi terhadap lapisan tanah lunak dibawahnya
PERHITUNGAN DAYA DUKUNG PADA TANAH BERLAPIS DENGAN MENGANGGAP LEBAR PONDASI FIKTIF Persamaan umum daya dukung pondasi memanjang dengan lebar fiktif Bf dan kedalaman (Df + H), adalah : quf = c2 Nc+ g1 (Df + H) Nq + ½ Bf g2 Ng dengan : quf = daya dukung ultimit pondasi dengan lebar fiktif Bf, kedalaman (Df + H) c1, c2 = kohesi tanah pada lapisan ke-1 dan ke-2 g1 g 2 = berat volume tanah pada lapisan ke-1 dan ke-2 Df = kedalaman pondasi H = jarak antara dasar pondasi dan permukaan lapisan tanah ke-2 Nc, Nq, Ng = faktor daya dukung Daya dukung ultimit pondasi memanjang sebenarnya (qu), dengan lebar B dan kedalaman Df, dg memperhitungkan pengaruh lapisan tanah lunak dibawahnya: B qu (quf - g1 H) f B
Bila bentuk pondasi empat persegi panjang (B x L), maka persamaan daya dukung ultimit pada persamaan di atas menjadi : B L qu (quf - g1 H) f f BL
TANAH PONDASI DIBATASI LAPISAN SANGAT KERAS
(Mandel dan Salencon, 1969)
Persamaan daya dukung ultimit untuk pondasi memanjang dinyatakan dalam persamaan (Mandel dan Salencon, 1969) :
qu = xc c Nc+ xq Po Nq + xg ½ B g Ng
Pondasi pada tanah pendukung yang terletak pada lapisan keras tak terhingga
Persamaan daya dukung ultimit diatas, didasarkan pada anggapan bahwa gesekan tanah pada pertemuan kedua lapisannya dapat berkembang secara penuh saat terjadi keruntuhan pondasi
dengan : qu = daya dukung ultimit pondasi memanjang C = kohesi tanah pada lapisan bagian atas Po = Df . g = tekanan overburden pada dasar pondasi Df = kedalaman pondasi g = berat volume tanah pada lapisan bagian atas B = lebar pondasi Nc, Nq, Ng = faktor daya dukung, fungsi dari sudut geser dalam tanah bagian atas xc, xq, xg = koefisien kenaikan daya dukung
Koefisien-koefisien kenaikan daya dukung (Mandel dan Salencon, 1969, dari Ramiah, dkk. 1981)
j
B/H
0o
1
2
3
4
5
6
8
10
z = 1, untuk B/H < 1,41
1,02 1,00
1,11 1,00
1,21 1,00
1,30 1,00
1,40 1,00
1,59 1,00
1,78 1,00
10o
z = 1, untuk B/H < 1,12
1,11 1,07
1,35 1,21
1,62 1,37
1,95 1,56
2,33 1,79
3,34 2,39
4,77 3,25
20o
z = 1, untuk B/H < 0,86
1,01 1,01
1,39 1,33
2,12 1,95
3,29 2,93
5,17 4,52
8,29 7,14
22,0 18,7
61,5 51,4
30o
z = 1, untuk B/H < 0,63
1,13 1,12
2,50 2,42
6,36 6,07
17,4 16,5
50,2 47,5
150 142
1.444 1.370
14.800 14.000
Koefisien xg (Mandel dan Salencon, 1969, dari Ramiah, dkk. 1981) j 0o
B/H
2
3
4
5
6
8
10
1,01
1,04
1,12
1,36
z = 1, untuk sembarang B/H
10o
z = 1, untuk B/H < 4,07
20o
z = 1, untuk B/H < 2,14
30o
z = 1, untuk B/H < 1,30
1,20
1,07
1,28
1,63
2,20
4,41
9,82
2,07
4,23
9,90
24,8
178
1.450
DAYA DUKUNG PONDASI YANG BERDEKATAN
Stuart (1962) dan Mandel (1963, 1965), daya dukung pondasi yang letaknya sejajar dan dibebani secara serentak, jika pondasi letaknya berdekatan maka daya dukung pondasinya akan saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga menghasilkan kenaikan daya dukung, yang tergantung dari sudut geser dalam tanah () Vesic (1973), pengaruh jarak pondasi yang berdekatan akan mengecil bila nilai banding panjang dan lebarnya (L/B) mendekati 1. Bila kompressibilitas tanah berkurang, jarak pondasi yang berdekatan mungkin tidak mempengaruhi daya dukungnya. Untuk model keruntuhan pondasi tipe keruntuhan penetrasi hampir tidak ada pengaruh sama sekali dengan adanya pondasi didekatnya. Dalam perancangan pada umumnya kenaikan daya dukung akibat letak pondasi yang berdekatan tidak diperhatikan, karena pertimbangan keamanan. Lagipula bila jarak pondasi berdekatan tekanan pada tanah dibawah pondasi menjadi bertambah, maka kriteria penurunan toleransi sering lebih menentukan dalam perancangannya.
ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI DARI HASIL PENGUJIAN TANAH DI LAPANGAN
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN SPT
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN SPT not corrected for overburden
Korelasi nilai SPT pada Tanah Lempung
N60
cu (kPa)
consistency
visual identification
0-2
0 - 12
very soft
Thumb can penetrate > 25 mm
2-4
12-25
soft
Thumb can penetrate 25 mm
4-8
25-50
medium
Thumb penetrates with moderate effort
8-15
50-100
stiff
Thumb will indent 8 mm
15-30
100-200
very stiff
Can indent with thumb nail; not thumb
>30
>200
hard
Cannot indent even with thumb nail
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN SPT
Korelsi nilai SPT pada Tanah Granular not corrected for overburden
(N)60 Dr (%) consistency 0-4
0-15
very loose
4-10
15-35
loose
10-30
35-65
medium
30-50
65-85
dense
>50
85-100
very dense
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN SPT (Peck, Hansen dan Thornburn, 1963)
Hubungan empiris antara N, Nq, Ng, dan . Peck, Hansen dan Thornburn (1963)
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN SPT (Terzaghi, dan Peck, 1948)
Daya dukung yang diijinkan dari pengujian SPT untuk penurunan maks 1 inchi dan penurunan tidak seragam ¾ inchi (Terzaghi, dan Peck, 1948)
Kurva ini telah dipakai secara meluas, tetapi terlalu konservatif.
Nilai-nilai pada kurva didasarkan pada anggapan bahwa jarak muka air tanah lebih besar B dari dasar pondasi.
Untuk pondasi dangkal, bila pasir pada dasar pondasi jenuh air, dan Df < B, Terzaghi menyarankan qa dibagi 2.
Untuk kedudukan air tanah < B dari dasar pondasi, nilai qa diperoleh dg interpolasi
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN SPT (Terzaghi, dan Peck, 1948)
Jika tanah didasar pondasi terendam air, penurunan yang terjadi 2 kali (pondasi yg terletak pada permukaan atau dekat permukaan tanah), maka beban per satuan luas yang dibutuhkan untuk turun 1 inchi, berdasarkan kurva : Jika Df/B < 1, maka nilai qa direduksi setengahnya Jika Df/B 1, maka nilai qa direduksi sepertiganya Karena tanah sekitar pondasi mengurangi kenaikan besarnya penurunan (Terzaghi dan Peck, 1948) Terzaghi dan Peck menyarankan penurunan pada pondasi rakit yang kaku dan pondasi sumuran < penurunan pada pondasi telapak atau pondasi memanjang. Untuk perancangan pondasi rakit yang kaku atau pondasi sumuran yang terletak diatas pasir kering, nilai qa = 2 x qa pd kurva . Untuk pondasi diatas pasir yang terendam air nilai qa = qa pd kurva.
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN SPT (Terzaghi, dan Peck, 1948) Pada tekanan pondasi yang sama, penurunan pondasi pada pasir terendam > penurunan pondasi pada pasir kering atau lembab, karena :
Penurunan pondasi dengan lebar B akan berkurang jika nilai modulus elastisitas (E) dari tanah pada jarak B dari dasar pondasi bertambah.
Modulus elastisitas (E) bertambah jika tekanan sekeliling (confining pressure) efektif bertambah.
Besarnya tekanan sekeliling sebanding dengan tekanan vertikal efektif akibat berat tanah sendiri (tekanan overburden efektif).
Jika muka air tanah naik dari kedalaman B dari dasar pondasi sampai ke permukaan tanah, maka tekanan sekeliling efektifnya berkurang 50%.
Oleh karena itu dapat diharapkan penurunannya akan bertambah 100%
Hubungan antara nilai E dan tekanan sekeliling efektif
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN SPT (Meyerhof, 1965)
Daya dukung ijin (qa) berdasarkan kurva disamping (Meyerhof, 1965) tidak diperlukan reduksi qa, karena qa sudah direfleksikan dari uji SPT. Nilai qa dinaikkan sampai 50%, maka :
N untuk B ≤ F4 Kd F1 2 N B F3 untuk B > F4 qa Kd F2 B D Kd 1 0,33 1,33 (Meyerhof, 1965) B
qa
Daya dukung yang diijinkan dari pengujian SPT untuk penurunan 1 inchi atau 25 mm (Meyerhof, 1965)
dengan : qa = daya dukung yang diijinkan untuk penurunan, So = 25 mm = 1 inchi, (kPa atau ksf) N = Nilai SPT
FAKTOR F Faktor F F1 F2 F3 F4
N70’
N55 SI, m
Fips
0,05 0,08 0,30 1,20
2,50 4,00 1,00 4,00
SI, m 0,04 0,06
Fips 2,00 3,20
sama
sama
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN SPT Pengukuran Nilai N SPT KETENTUAN :
Sebelum pengujian SPT terlebih dulu memperkirakan secara kasar lebar pondasi (B) yang terbesar dari bangunannya.
Terzaghi dan Peck (1948) menyarankan pengukuran nilai N dilakukan pada interval 76 cm dari dasar pondasi sampai sedalam B dibawahnya atau dari B sampai sedalam (Df + B) dari permukaan, yang menunjukkan kondisi kepadatan tanah dibawah pondasi secara kasar.
Jika dari hasil pengujian SPT diperoleh nilai N rata-rata yang berbeda maka yang dipergunakan dalam perhitungan qa adalah nilai N rata-rata terkecil.
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN SPT Koreksi Nilai N SPT (Terzaghi dan Peck, 1948) Jika tanahnya mengandung pasir halus atau pasir berlanau, terletak dibawah muka air tanah, maka nilai N SPT direduksi menjadi :
N = 15 + ½ (N’ – 15) dengan : N = nilai N yang digunakan dalam perhitungan qa N’ = nilai N dari hasil pengujian SPT di lapangan. Koreksi ini diberikan karena : Tanah yang mengandung butiran halus akan memampat pada jumlah pukulan kira-kira 15. Perubahan volume akibat terlalu banyaknya pukulan, menimbulkan tekanan air pori yang tinggi sehingga mengakibatkan kenaikan jumlah pukulan.
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN SPT Koreksi Nilai N SPT (Gibbs dan Holtz, 1957. Tomlinson, 1969. dan Peck, dkk., 1974)
Perbedaan antara N terukur dengan N terkoreksi sangat besar terutama disekat permukaan tanah.
Kurva Tomlinson memperlihatkan koreksi 4 kali dari N hasil pengujian pada kedalaman yang dangkal, tetapi penggunaan koreksi tersebut harus diterapkan dengan hati-hati.
Koreksi nilai N akibat tekanan overburden Gibbs dan Holtz (1957), Tomlinson (1969) dan Peck, dkk. (1974)
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN SPT Koreksi Nilai qa (Peck dan Bazaraa, 1969) Peck dan Bazaraa (1969) mengamati bahwa nilai qa yang diberikan Terzaghi terlalu aman, karena itu diusulkan beberapa modifikasi yaitu : Nilai daya dukung yang diijinkan (qa) sebaiknya direduksi sebesar 50% seperti yang disarankan oleh Meyerhof (1965) Nilai N perlu dikoreksi terhadap tekanan overburden, tetapi koreksi yang diberikan oleh Tomlinson, Gibbs dan Holtz terlalu besar, karena itu diusulkan pemakaian koreksi Peck dan Bazaraa seperti di atas. Diusulkan penggunaan koreksi qa terhadap muka air tanah, yaitu jika kedalaman muka air tanah dengan jarak Z dari dasar pondasi selebar B, penurunan dapat diestimasi dari : S’ = K S Dengan : S = penurunan pondasi yang besarnya sama pada kondisi tanah kering. K = perbandingan tekanan overburden efektif jika pasir kering dan jika terendam air, pada kedalaman 0,5 B dibawah dasar pondasi.
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN KERUCUT STATIS (SONDIR) 0 0
qt (MPa) 5 10 15 20 25
Friction Ratio (%) 0123 45678 0
u2 (kPa)
Vs (m/sec) 0 250 500
-500 500 1500 2500
0
0
SM Clayey SiltSilt
5
5
5
5
Dense Sand
Depth BGS (m)
Dense Sand
10
10
10
10
15
15
15
15
20
20
20
20
25
25
25
25
Stiff Clay
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN KERUCUT STATIS (SONDIR)
Hubungan qc/N pada Tanah Granular
qc in kg/cm2 (1 kg/cm2 = 98.07 kPa)
’ dari uji SPT/CPT pada Tanah Granular
After Peck et al. (1974)
After Meyerhof (1976)
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN KERUCUT STATIS (SONDIR) Persamaan qa, berdasarkan kurva Terzaghi dan Peck (1943) untuk pondasi pada pasir kering yang dimensinya tidak begitu besar, (Meyerhof, 1956) :
Pondasi bujur sangkar atau pondasi memanjang dengan lebar B ≤1,20 m q qa qc 30
Pondasi bujur sangkar atau pondasi memanjang dengan lebar B 1,20 m qa
(kg / cm2 )
qc 0,3 1 qc 30 B
(kg / cm2 )
Pondasi sembarang, dengan mengabaikan lebarnya q qa qc 40
(kg / cm2 )
dengan : qc = tahanan ujung kerucut statis (kg/cm2) ; qc = 4 N B = lebar pondasi (m); N = diperoleh dari hasil pengujian sondir Jika pondasi terletak pada tanah pasir terendam air, nilai qa diatas harus dibagi 2. Untuk pondasi rakit dan pondasi sumuran, nilai qa dikalikan 2 (jika tanahnya kering), dan nilai qa sama (jika tanah pasir terendam air). Tomlinson (1969) menyarankan nilai qa yang diperoleh masih harus dikontrol terhadap penurunan yang terjadi.
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN BEBAN PELAT
Metode pengujian beban pelat
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN BEBAN PELAT
settlement
pressure
Metode pengujian beban pelat
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN BEBAN PELAT Prosedur pengujian beban pelat (ASTM D 1194): 1. Tentukanlah jenis penerapan beban, 2. Galilah sumur sampai kedalaman di mana pengujian harus dilaksanakan, paling sedikit empat kali lebih lebar dari pelatnya dan sampai kedalaman dimana pondasi harus dipasang (dipakai tiga ukuran pelat, sumurnya sedemikian besar sehingga ada ruang antara pengujian pelat terbesar ukuran 3D). 3. Beban dipasang di atas pelat dan penurunan direkam dg ketelitian sampai 0,25 mm, 4. Diadakan pengamatan atas penambahan beban sampai laju penurunannya melampaui kemampuaan alat ukur pelat. Pertambahan bebannya harus kira-kira seperlima daya dukung tanah yang diperkirakan. Selang waktu pembebanan tidak boleh kurang dari 1 jam dan lama bebannya harus kira-kira sama untuk semua pertambahan beban. 5. Pengujian dilanjutkan sampai total penurunan 25 mm, atau kemampuan alat penguji tercapai. 6. Setelah beban dilepaskan, pantulan tanah direkam selama jangka waktu tertentu, paling sedikit sama dengan lamanya pertambahan beban.
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN BEBAN PELAT
Data hasil pengujian beban pelat
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN BEBAN PELAT
Berdasarkan hasil pengujian beban pelat, maka daya dukung ultimit pondasi dapat ditentukan dengan persamaan : qB = qb
untuk tanah lempung
qB = (B/b) qb
untuk tanah pasir
dengan : qB = daya dukung ultimit pondasi dengan skala penuh qb = daya dukung ultimit dari pengujian beban pelat b = lebar atau diameter pelat pengujian B = lebar atau diameter pondasi skala penuh
Ukuran dari beban pelat tidak berpengaruh terhadap daya dukung ultimit tanah lempung, sehingga pengujian beban pelat ini dapat digunakan untuk menentukan daya dukung pondasi yang terletak pada lapisan tanah lempung jika lapisan tanah lempungnya mempunyai komponen kuat geser yang seragam di seluruh lapisannya.
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN BEBAN PELAT
Untuk tanah c-, Housel (1929) menyarankan persamaan daya dukung ultimit yang diperoleh dari hasil pengujian beban pelata sebagai berikut :
Pp = Apq + Kp s Dengan : Pp = beban total pada area dukungan seluas A A p = luas beban pelat A q = tegangan kompresi di bawah A s = tegangan geser satuan pada batas pinggir K p = keliling luasan beban pelat
Pada persamaan diatas, q dan s adalah dua bilangan yang belum diketahui, oleh karena itu harus dilakukan dua kali pengujian dengan ukuran pelat yang berbeda.
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN BEBAN PELAT
Jika P1 dan P2 adalah beban yang dibutuhkan untuk memberikan penurunan sebesar S dalam pelat 1 dan 2, maka :
P1 = A1q + K1s dan
P2 = A2q + K2s
Dari nilai q dan s yang ditemukan, maka beban pondasi yang sebenarnya dihitung dengan persamaan :
Pp = Apq + Kps Dengan : Pp = beban pondasi ultimit dengan usuran sebenarnya Ap = luas dasar pondasi q = tegangan kompresi di bawah pondasi s = tegangan geser satuan pada batas pinggir pondasi Kp = keliling luasan pondasi
DAYA DUKUNG DARI HASIL PENGUJIAN BEBAN PELAT
Pengujian beban pelat akurat jika tanah dasarnya seragam sampai kedalaman lapisan dimana distribusi tekanan pondasi bangunan yang sebenarnya masih berpengaruh.
Lapisan lemah secara lokal yang terletak dibawah pelat uji, akan mempengaruhi hasil pengujian.
Sebaliknya lapisan lemah yang letaknya agak dalam tidak berpengaruh terhadap hasil pengujian beban pelat, tetapi banyak berpengaruh pada pondasi skala penuh.
Kedalaman air tanah sangat berpengaruh terhadap daya dukung dan penurunan.
Pengujian beban yang dilakukan diatas air tanah, akan memberikan nilai daya dukung yang lebih tinggi dibandingkan dengan daya dukung pondasi pada skala penuh.
Jika digunakan pada tanah lempung, pengujian beban tidak memberikan data penurunan konsolidasi jangka panjang
FAKTOR KEAMANAN
FAKTOR KEAMANAN
Pada perancangan, beban yang harus didukung oleh pondasi untuk mendukung beban struktur relatif lebih kecil dibandingkan dengan beban maksimum yang mengakibatkan keruntuhan daya dukungnya.
Nilai-nilai daya dukung yang aman, ditentukan dari perhitungan daya dukung ultimit dibagi dengan faktor keamanan, berguna untuk memberikan keamanan terhadap hal-hal berikut ini : 1. Nilai kuat geser tanah yang pada kondisi alamnya bervariasi dari setiap lapisan 2. ketidaktentuan dari ketelitian hasil pengujian kuat geser tanah di laboratorium dan penggunaan persamaan-persamaan daya dukung tanah ataupun metode empiris yang digunakan dalam perhitungan
3. penurunan yang berlebihan 4. kerusakan tanah secara lokal yang terjadi pada waktu pelaksanaan pembangunan pondasi yang mengakibatkan pengurangan daya dukung.
PERKIRAAN DAYA DUKUNG AMAN BERDASARKAN JENIS TANAH No. a
b.
Macam Tanah
Daya dukung aman (kg/cm2)
Keterangan Kelompok (a) : Lebar fondasi B > 1 Kedalaman muka air tanah > B dari dasar fondasi
Tanah-tanah granuler
Kerikil padat/pasir bercampur kerikil padat
> 6,0
Kerikil kepadatan sedang/ pasir berkerikil kepadatan sedang
2–6
Kerikil tak padat/ pasir berkerikil tak padat
3
Pasir kepadatan sedang
Pasir tak padat
1–3 1 m cb = kohesi tanah disekitar ujung tiang pada kondisi tak terdrainasi b. Tahanan Gesek Dinding Ultimit (undrained) dari contoh tak terganggu (kN/m2) Qs 0,45 cu A s Nc = faktor kapasitas dukung (Nc = 9) As = luas selimut tiang (m2) c. Kapasitas Ultimit Tiang cu = kohesi tanah disekitar ujung tiang pada kondisi tak terdrainasi Qu Qb Qs A b Nc c b 0,45 c u A s (undrained) rata-rata di sepanjang tiang (kN/m2)
KAPASITAS TIANG PADA KONDISI TERDRAINASI ( DRAINED ) Kapasitas Ultimit Tiang
Qu A b pb ' Nq A s K d po ' tg d) Wp Dengan : Qu = kapasitas ultimit netto (kN) Wp = berat sendiri tiang (kN) Ab = luas penampang ujung bawah (m2) pb‘ = tekanan vertikal efektif tanah pada dasar tiang (kN/m2), dengan memperhatikan tekanan vertikal maksimum pada kedalaman kritis zc Nq = faktor kapasitas dukung (fungsi j), seperti pada tanah pasir As = luas selimut tiang (m2) Kd = koefisien tekanan tanah lateral pada dinding tiang po = tekanan vertikal efektif rata-rata di sepanjang tiang; po’ = ’ z untuk z zc, dan po’ = ’ zc untuk z > zc d sudut gesek pada kondisi terdrainasi, antara dinding tiang dan tanah (o)
KAPASITAS TIANG PADA KONDISI TERDRAINASI ( DRAINED ) Nilai Kd tg d’ minimum terdapat pada tanah lempung terkondolidasi normal, dinyatakan dnegan persamaan (Burland, 1973) :
K d tg d' (1 sin f' ) tgf' Untuk tiang bor dan tiang pancang dalam tanah lempung kaku, Burland (1973) menyarankan : Kd = Ko dan d’ = sudut gesek dalam lempung terganggu Nilai yang diperoleh merupakan nilai maksimum dari tahanan gesek dinding pada tiang bor tetapi merupakan nilai minimum dari tahanan gesek dinding pada tiang pancang Meyerhof (1976) menyarankan Kd = 1,5 Ko (untuk tiang pancang dalam tanah lempung kaku) dan untuk tiang bor Kd(bor) = 0,5 Kd(pancang). Untuk lempung overconsolidated Ko dapat ditentukan dari persamaan :
K o (1 sin f' ) OCR
KAPASITAS TIANG DALAM TANAH C - F Jika tiang berada dalam tanah lempung berpasir dengan kohesi (c) besar dan f sangat kecil, maka dalam perhitungan kapasitas tiang komponen gesekan sebaiknya diabaikan Jika tanah dengan f besar dan kohesi (c) sangat kecil, maka dalam perhitungan kapasitas tiang sebaiknya kohesi (c) diabaikan (c = 0) Jika tanah mempunyai dua komponen kohesi (c) dan gesekan (f) yang cukup berarti (tanah c – f) maka tahanan dukung ujung tiang dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Q u [A b (c b N c p b N q 0,5 d N )] [ A s (c d K d p o tg d)] Wp Jika muka air tanah terletak diatas dasar tiang, maka dalam perhitungan po’ untuk tanah yang terendam digunakan berat volume tanah terapung (’). Tahanan ujung ultimit persatuan luas sebaiknya tidak melebihi 10.700 kN/m2, kecuali jika datanya diambil dari hasil pengujian tiang.
KAPASITAS TIANG DARI UJI KERUCUT STATIS (SONDIR)
Tanah Granuler
Tahanan Ujung Ultimit
Tahanan ujung ultimit persatuan luas (b) menurut Vesic (1967) adalah : b = qc Tahanan ujung ultimit tiang : Qb = Ab qc Meyerhof menyarankan penggunaan persamaan diatas untuk qc adalah qc rata-rata dihitung dari 8d diatas dasar tiang sampai 4d dibawah dasar tiang Bila belum ada data hubungan antara tahanan kerucut (qc) dan tahanan tanah, Tomlinson menyarankan penggunaan faktor w sebagai berikut : Qb = w Ab qc w = 0,5
KAPASITAS TIANG DARI UJI KERUCUT STATIS (SONDIR)
Tanah Granuler
Faktor w (Heijnen, 1974; De Ruiter dan Beringen 1979) Kondisi Tanah
Faktor w
Pasir Terkonsolidasi normal (OCR = 1)
1
Pasir mengandung banyak kerikil kasar, pasir dengan OCR = 2 - 4
0,67
Kerikil halus, pasir dengan OCR = 6 - 10
0,5
KAPASITAS TIANG DARI UJI KERUCUT STATIS (SONDIR)
Tanah Granuler
Tahanan Gesek Dinding
Vesic (1967) menyarankan, tahanan gesek persatuan luas (s) pada dinding tiang beton 2 kali tahanan gesek dinding mata sondir (qf) atau : s = 2 qf (kg/cm2) Untuk tiang baja profil : s = qf (kg/cm2) Tahanan gesek secara empiris menurut Meyerhof (1956) : Untuk tiang pancang beton dan kayu pada tanah pasir s = qc /200 (kg/cm2) Untuk tiang pancang baja profil H pada tanah pasir s = qc /400 (kg/cm2) Di Belanda untuk tiang beton dan kayu pada tanah pasir s = qc /250 (kg/cm2) Meyerhof membatasi tahanan gesek tiang pancang tidak berbentuk meruncing tidak melebihi s = 1,08 kg/cm2 dan untuk baja profil H, s = 0,54 kg/cm2 Tahanan gesek dinding tiang : Qs = As s
KAPASITAS TIANG DARI UJI KERUCUT STATIS (SONDIR)
Tanah Granuler
Kapasitas Ultimit Tiang
Qu = Ab qc + As s Dengan : Qu = kapasitas ultimit netto (kN) Ab = luas penampang ujung bawah (m2) As = luas selimut tiang (m2) qc = tahanan ujung kerucut statis s = tahanan gesek dinding satuan
KAPASITAS TIANG DARI UJI KERUCUT STATIS (SONDIR)
Tanah Granuler
Prosedur penggunaan diagram tahanan kerucut statis untuk menghitung kapasitas tiang dalam taha granuler : 1. Perhatikan diagram tahanan kerucut per kedalaman, pilih kedalaman sementara yang dianggap mendekati kapasitas ultimit bahan tiang 2. Hitung rata-rata tahanan kerucut pada kedalaman tertentu menurut Meyerhof atau yang lain. Cara Meyerhof : tahanan kerucut rata-rata (qc) diambil pada jarak 8d di atas titik kedalaman yang dipilih dan 4d di bawah titik tersebut 3. Hitung tahanan ujung tiang dengan persamaan : Qb = Ab qc atau Qb = w Ab qc 4. Hitung tahanan gesek dinding tiang dengan persamaan : Qs = As s 5. Hitung kapasitas tiang ultimit total (Qu) dengan menjumlahkan tahanan ujung dan tahanan gesek pada langkah (3) dan (4). 6. Hitung kapasitas ijin (Qa), dengan membagi kapasitas tiang ultimit (Qu) pada langkah (5) dengan faktor aman 2,5 – 3,0 7. Cek nilai Qa yang terhitung dengan kekuatan bahan tiang ijin
KAPASITAS TIANG DARI UJI KERUCUT STATIS (SONDIR)
Tanah Granuler
8. Jika setelah dikalikan jumlah tiang, diperoleh kapasitas ijin pada langkah (6) lebih kecil daripada beban total struktur, maka : Kedalaman tiang harus ditambah untuk menaikkan tahanan gesek dinding dan tahanan ujung (dengan memperhatikan pula kekuatan bahan tiang) Cara lain, dengan memperbesar ujung tiang. Tetapi perlu diingat bahwa tiang pancang dengan pembesaran ujung akan memperkecil tahanan gesek dindingnya. Jika tiang berdiameter besar pada ujungnya , untuk mencapai tahanan ujung ultimit optimal, disarankan agar tiang dipancang cukup dalam ke dalam lapisan pendukung yang dipilih berdasarkan nilai tahanan kerucutnya
KAPASITAS TIANG DARI UJI KERUCUT STATIS (SONDIR)
Tanah Kohesif
Tahanan Ujung Ultimit
Tahanan kerucut statis (qc) pada tanah kohesif berhubungan dengan kohesi tak terdrainase (undrained cohesion), cu, yaitu :
qc = cu Nc
(kg/m2)
Nilai Nc, berkisar 10 – 30, tergantung dari : sensitivitas, kompresibilitas dan adhesi antara tanah dan mata sondir Nilai Nc, berkisar 15 – 18 (Bagemann, 1965)
Tahanan ujung tiang diambil pada nilai qc rata-rata dihitung dari 8d diatas dasar tiang sampai 4d dibawah dasar tiang. Sehingga tahanan ujung ultimit tiang menjadi :
Qb = Ab qc
KAPASITAS TIANG DARI UJI KERUCUT STATIS (SONDIR)
Tanah Kohesif
Tahanan Gesek Dinding Tahanan gesek tiang persatuan luas (s) secara aman dapat diambil sama dengan tahanan gesek selimut sondir (qf) (Bagemann, 1965) s = qf (kg/m2) Tahanan gesek dinding tiang menjadi : Qs = As s = As qf (kg)
Kapasitas ultimit tiang
Qu = Ab qc + As qf dengan : Qu = kapasitas ultimit netto (kN) Ab = luas penampang ujung bawah (m2) As = luas selimut tiang (m2) qc = tahanan ujung kerucut statis (kg/m2) qf = tahanan gesek kerucut statis (kg/m2)
KAPASITAS TIANG DARI UJI PENETRASI STANDAR (SPT) Kapasitas ultimit tiang dapat dihitung secara emppiris dari nilai N hasil uji SPT, sebagai berikut : Untuk tiang pancang yang terletak di dalam tanah pasir jenuh, Meyerhof (1956) menyarankan :
1 Qu 4N b A b N As 50
Untuk tiang baja profil :
1 Qu 4N b A b N As 100
dengan : Qu = kapasitas ultimit tiang (ton) Nb = nilai N dari uji SPT pada tanah disekitar dasar pondasi N = nilai N rata-rata dari uji SPT disepanjang tiang Ab = luas penampang ujung bawah (ft2); 1 ft = 30,48 cm As = luas selimut tiang (ft2)
KAPASITAS TIANG DARI UJI PENETRASI STANDAR (SPT) Nilai maksimum N /50 dari suku ke-2 yang menyatakan tahanan gesek dinding tiang disarankan : Untuk tiang pancang yang terletak di dalam tanah pasir jenuh : 1 t/ft (1,08 kg/cm2 = 107 kN/m2) Untuk tiang baja profil : 0,5 t/ft (0,54 kg/cm2 = 53 kN/m2) Kedua persamaan diatas telah digunakan dengan aman untuk perancangan tiang pancang pada lempung kaku (Bromham dan Styles, 1971) Persamaan tahanan ujung tiang menurut Meyerhof (1976) :
Q b A b (0,38N)(L b / d) 380 N(A b ) (kN) dengan : 𝐍 = nilai N rata-rata dihitung dari 8d diatas dasar tiang sampai 4d dibawah dasar tiang Lb/d = rasio kedalaman yang nilainya dapat kurang dari L/d bila tanahnya berlapis-lapis
FAKTOR AMAN Faktor aman diberikan dengan maksud: Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang digunakan Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas tanah Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok tiang masih dalam batas-batas toleransi Dari hasil pengujian beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban kerja (working load) yang lebih kecil 10 mm untuk faktor aman tidak kurang dari 2,5 (Tomlinson, 1977) Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiangtiang masih dalam batas-batas toleransi
FAKTOR AMAN Reese dan O’Neil (1989) menyarankan pemilihan faktor aman (F) untuk perancangan pondasi tiang dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : Tipe dan kepentingan struktur Variabilitas tanah (tanah tidak uniform) Ketelitian penyelidikan tanah Tipe dan jumlah uji tanah yang dilakukan Ketersediaan data di tempat (uji beban tiang) Pengawasan/kontrol kualitas di lapangan Kemungkinan beban desain aktual yang terjadi selama beban layanan struktur Faktor aman yang disarankan oleh Reese dan O’Neil (1989) Klasifikasi struktur
Faktor aman (F)
Kontrol baik
Kontrol normal
Kontrol jelek
Kontrol sangat jelek
Monumental
2,3
3,0
3,5
4,0
Permanen
2,0
2,5
2,8
3,4
Sementara
1,4
2,0
2,3
2,8
BEBAN KERJA ( WORKING LOAD ) ATAU KAPASITAS TIANG IJIN (Qa) TIANG PANCANG
Qu Qa 2,5 Q b Qs Qa 3 1,5
Aman terhadap keruntuhan tiang dengan mempertimbangkan penurunan tiang akibat beban kerja yang diterapkan
Faktor aman untuk tahanan gesek dinding tiang < faktor aman tahanan ujung tiang, karena : nilai puncak dari tahanan gesek dinding tiang (Qs) dicapai bila tiang mengalami penurunan 2 sampai 7 mm sedangkan tahanan ujung (Qb) membutuhkan penurunan yang lebih besar agar tahanan ujungnya bekerja secara penuh
BEBAN KERJA ( WORKING LOAD ) ATAU KAPASITAS TIANG IJIN (Qa) TIANG BOR Untuk dasar tiang dibesarkan dengan diameter d < 2 m
Qu Qa 2,5 Untuk tiang tanpa pembesaran dibagian bawahnya
Qu Qa 2 Untuk diameter (d) tiang lebih dari 2 m Kapasitas tiang ijin perlu dievaluasi dari pertimbangan penurunan tiang Sedang penurunan struktur harus pula dicek terhadap persyaratan besar penurunan toleransi yang masih diijinkan
KAPASITAS TIANG DARI RUMUS DINAMIS
DASAR DAN KETENTUAN RUMUS DINAMIS Hitungan kapasitas ultimit tiang secara dinamis didasarkan pada rumus tiang pancang dinamis Rumus ini hanya berlaku untuk tiang tunggal dan tidak memperhatikan hal-hal berikut : a) Kelakuan tanah yang terletak dibawah dasar kelompok tiang dalam mendukung beban struktur b) Reduksi tanahan gesek dinding tiang sebagai akibat pengaruh kelompok tiang
c) Perubahan struktur tanah akibat pemancangan Data hasil pengujian hanya digunakan sebagai salah satu informasi perancangan tiang, selanjutnya masih harus mempertimbangkan kondisikondisi lain supaya hasilnya lebih meyakinkan
DASAR DAN KETENTUAN RUMUS DINAMIS Pada tanah pasir tidak padat dan jenuh air, Pemancangan tiang mengakibatkan kenaikan tekanan air pori yang tinggi sehingga tahanan gesek tanah tereduksi, hal ini mengakibatkan penurunan kapasitas tiang dibandingkan dengan kondisi pembebanan statis Pada tanah plastis seperti lempung lunak atau lanau halus, Hubungan antara tahanan tiang sementara (waktu proses pemancangan) dan tahanan tiang permanen akibat beban yang diterapkan tidak menentu. Tahanan gesek tiang selama proses pemancangan sangat lenih kecil dibandingkan dengan tahanan gesek sesudah waktu yang lama Tahanan tiang terhadap pukulan dinamis jauh lebih besar daripada tahanan beban statis yang diterapkan pada periode waktu yang lama Hal ini dapat mengakibatkan kesalahan dalam menggunakan rumus pancang tiang pada tanah-tanah yang bersifat plastis Hubungan antara tahanan-tahanan statis dan dinamis tiang dalam rumus pancang tiang (pile driving formula) harus tidak tergantung dari waktu, sehingga : Rumus pancang tiang tidak berlaku untuk tiang dalam tanah lempung Rumus ini lebih sesuai untuk tiang pada tanah granuler seperti pasir dan kerikil
ALAT PANCANG TIANG
Skema pemukul tiang : a. Pemukul aksi tunggal (single acting hammer) b. Pemukul aksi dobel (doubel acting hammer) c. Pemukul diesel (diesel hammer) d. Pemukul getar (vibratory hammer)
Alat tiang pancang
ALAT PANCANG TIANG
RUMUS PANCANG = tampang melintang tiang (L2) = modulus elastisitas bahan tiang (FL-2) = efisiensi pemukul (hammer efficiency) = besaran energi pemukul dari pabrik (LF) = gravitasi (FL-2) = tinggi jatuh pemukul (L) = jumlah impuls yang menyebabkan kompresi atau perubahan momentum (FT) k1 = kompresi elastis blok penutup (capblock) dan pile cap yaitu Qu L / AE (L) k2 = kompresi elastis tiang, yaitu Qu L / AE (L) k3 = kompresi elastis tanah (L) L = panjang tiang (L) m = massa ( berat / gravitasi ) (FT2 L-1) Mr = momentum ram (ram momentum) = mrv (FT) Notasi yang digunakan n = koefisien restitusi dalam rumus dinamis tiang pancang nl = jumlah impuls yang menyebabkan restitusi (FT) s = penetrasi per pukulan (L) Qu = kapasitas tiang ultimit vce = kecepatan tiang dan ram pada akhir periode kompresi (LT-1) vi = kecepatan ram pada saat benturan (LT-1) vr = kecepatan ram pada saat akhir periode restitusi (LT-1) Wp = berat tiang termasuk berat penutup tiang (pile cap), driving shoe, dan blok penutup (cap block) juga termasuk anvil untuk pemukul uap aksi dobel (F) Wr = berat ram (untuk pemukul aksi dobell termasuk berat casing) (F) A E eh Eh g h l
RUMUS PANCANG Saat pemukul membentur kepala tiang, momentum dari ram awal :
Mr = Wr i / g
Pada akhir periode kompresi
Mr = Wr i / g - I
Dengan kecepatan
ce = (Wr i / g – I) / (g/ Wr )
Jika dianggap momentum tiang (Mp) pada saat tersebut sama dengan I, maka :
ce = (g/ Wp ) I
Bila dianggap tiang dan ram belum terpisah saat periode akhir kompresi, kecepatan sesaat tiang dan ram sama karena itu :
𝐈 = 𝛎𝐢
𝐖𝐫 𝐖𝐩
𝐠 (𝐖𝐫 + 𝐖𝐩 )
Pada akhir periode restitusi, momentum tiang I + nl = (Wp/g) p Sehingga :
𝝂𝒑 =
𝐖𝐫 + 𝐧 𝐖𝒓 𝛎 (𝐖𝐫 + 𝐖𝐩 ) 𝐢
RUMUS PANCANG Pada akhir periode restitusi, momentum ram : 𝐖𝐫 𝛎𝐢 𝐖𝐫 𝛎𝐫 − 𝐈 − 𝐧𝐥 = 𝐠 𝐠 Dengan substitusi nilai I, maka :
𝝂𝒓 =
𝐖𝐫 − 𝐧 𝐖𝒑 (𝐖𝐫 + 𝐖𝐩 )
𝛎𝐢
Energi total yang tersedia dalam tiang dan ram pada akhir periode restitusi : ½ m 2(tiang) + ½ m 2(ram) Dengan beberapa penyederhanaan diperoleh : 𝐖𝐩 𝐖𝐫 𝐖 +𝐧𝟐 𝐖𝐩 𝟐 𝛎𝐫 + 𝛎𝐩 𝟐 = 𝐞𝐡 𝐖𝐫 𝐡 𝐫 𝟐𝐠 𝟐𝐠 𝐖𝐫 + 𝐖𝐩 Jika sistem 100% efisien, beban ultimit Qu dikalikan dengan perpindahan tiang (s) Qu s = eh Wr h Perpindahan puncak tiang sesaat adalah s + k1 + k2 + k3, dimana hanya s yang permanen. Energi input aktual pada tiang :
eh Wr h = Qu (s + k1 + k2 + k3) = Qu C
RUMUS PANCANG Penggantian suku persamaan energi ekivalen, diperoleh : 𝐞𝐡 𝐖𝐫 𝐡 𝐖𝐫 +𝐧𝟐 𝐖𝐩 𝐐𝐮 = . 𝐂 𝐖𝐫 + 𝐖𝐩 Suku k2 dapat diambil sebagai kompresi elastis dari tiang Qu L / AE sehubungan dengan energi regangan Qu2L / (2AE) Bila dalam persamaan diatas diberikan faktor ½ untuk k (untuk energi regangan), maka diperoleh persamaan Hiley (1930) berikut ini : 𝐞𝐡 𝐖𝐫 𝐡 𝐖𝐫 +𝐧𝟐 𝐖𝐩 𝐐𝐮 = − 𝟏 𝐖𝐫 + 𝐖𝐩 𝐬 + 𝐤 +𝐤𝟐+𝐤𝟑 𝟐
𝟏
Untuk pemukul aksi dobel atau diferensial, Chellis (1941, 1961) menyarankan penyesuaian persamaan Hiley sebagai berikut : 𝐞𝐡 𝐄𝐡 𝐖 +𝐧𝟐 𝐖𝐩 𝐐𝐮 = − 𝟏 𝐖+ 𝐖𝐩 𝐬 + 𝐤 +𝐤𝟐+𝐤𝟑 𝟐
𝟏
Menurut Chellis, nilai Eh, didasarkan pada berat ekivalen W dan tinggi ram, yaitu:
Eh = W h = (Wr + berat casing) h
RUMUS PANCANG Nilai-nilai k1 (Chellis, 1961) Bahan tiang
Nilai-nilai k1 (mm), untuk tegangan akibat pukulan pemancangan di kepala tiang 3,5 MPa
7,0 MPa
10,5 MPa
14,0 MPa
0
0
0
0
Tiang kayu langsung pada kepala tiang
1,3
2,5
3,8
5
Tiang beton pracetak dengan 75 – 100 mm bantalan pada cap
3
6
9
12,5
Baja tertutup cap yang berisi bantalan kayu untuk tiang baja H atau tiang pipa
1
2
3
4
Piringan fiber 5 mm diantara dua pelat baja 10 mm
0.5
1
1,5
2
Tiang baja atau pipa langsung pada kepala tiang
Nilai k2 = Qu L / AE Nilai k3, dapat diambil dari Bowless (1982) : k3 = 0, untuk tanah keras, (batu, pasir sangat padat dan kerikil) k3 = 0,1 – 0,2” atau 2,5 sampai 5 mm, untuk tanah-tanah yang lain
RUMUS PANCANG Nilai-nilai efisien eh (Bowless, 1977) Tipe
Pemukul jatuh (drop hammer) Pemukul aksi tunggal (single acting hammer) Pemukul aksi dobel (doubel acting hammer) Pemukul diesel (diesel hammer)
Efisiensi, eh
0,75 - 1 0,75 – 0,85 0,85 0,85 - 1
Koefisien restitusi n (Bowless, 1977) Material Broomed wood
n 0
Tiang kayu (ujung tidak rusak)
0,25
Bantalan kayu padat pada tiang baja
0,32
Bantalan kayu padat diatas tiang baja
0,40
Landasan baja pada baja (steel on steel anvil), pada tiang baja atau beton
0,50
Pemukul besi cor pada tiang beton tanpa penutup (cap)
0,40
RUMUS PANCANG SANDERS (1852)
Rumus dinamis dari Sanders (1852) dan Engineering News-Record (ENR) didasarkan juga pada hubungan : Energi yang masuk = energi digunakan + energi hilang Dengan : Energi yang digunakan = tahanan tiang waktu pemancangan dikalikan perpindahan tiang Energi yang dihasilkan oleh pemukul ditransformasikan sebagai gaya (Qu) yang menghasilkan penetrasi tiang sebesar s dan energi yang hilang sewaktu pemancangan (DE) :
E = Qu s + DE Jika :
DE = Qu C
dan
E = Wr h
Dengan : C = konstanta empiris untuk energi hilang sewaktu pemancangan Wr = berat pemukul h = tinggi jatuh pemukul
RUMUS PANCANG SANDERS (1852) Sehingga :
Wr h = Qu s + Qu C = Qu (s + C) Dari persamaan ini diperoleh : 𝐖𝐫 𝐡 . 𝐐𝐮 = 𝐬+ 𝐂
RUMUS DINAMIS pemancangan tiang yang disarankan oleh SANDERS
Nilai C pada umumnya diambil :
0,1” (0,25 cm); untuk pemukul dengan mesin tenaga uap 1” (2,5 cm); untuk pemukul yang dijatuhkan Faktor aman (F) diambil kira-kira 8
RUMUS PANCANG ENGINEERING NEWS-RECORD (ENR)
Rumus pancang ENR didasarkan pada penggunaan satu faktor kehilangan energi saja dan dengan mengambil faktor eh = 1, sebagai berikut : Dari persamaan ini diperolePemukul jatuh (drop hammer) : 𝐖𝐫 𝐡 . 𝐐𝐮 = 𝐬+𝟐,𝟓 Pemukul tenga uap (steam hammer) 𝐖𝐫 𝐡 . 𝐐𝐮 = 𝐬+𝟎,𝟐𝟓 Dengan : Qa = Qu/F = kapasitas ijin tiang dengan faktor aman untuk rumus ENR, F = 6 Rumus ENR tersebut diatas, dimodifikasi menjadi (Bowless, 1988) : 𝐞 𝐖𝐫 𝐡 (𝐖𝐫 +𝐧𝟐 𝐖𝐩) 𝐐𝐮 = 𝐡 𝐬+𝟎,𝟐𝟓 (𝐖𝐫 + 𝐖𝐩) Faktor aman (F) = 6, s dan h dalam cm, dan Wr dalam kg.
RUMUS PANCANG JANBU (1953)
Rumus pancang yang disarankan oleh Janbu (1953) adalah sebagai berikut : 𝐞 𝐖𝐫 𝐡 𝐐𝐮 = 𝐡 . 𝐊𝐮 𝐬
𝐊𝐮 = 𝐂𝐝 𝟏 + 𝟏 +
𝛌 𝐂𝐝
𝟏 𝟐
Cd = 0,75 + 0,15 (Wp/Wr)
𝛌=
𝐞𝐡 𝐄𝐡 𝐋 . 𝐀 𝐄 𝐬𝟐
dengan : s = penetrasi terakhir (m), digunakan nilai rata-rata 5 pukulan terakhir untuk pemukul yang dijatuhkan dan digunakan nilai 20 pukulan untuk jenis yang lain (Chellis, 1961) F = faktor aman, diambil 3 sampai 6
FAKTOR AMAN Berdasarkan hasil penyelidikan, diketahui untuk tiang yang dipancang dalam tanah granuler, faktor aman F = 2,7 cukup baik digunakan dalam RUMUS HILLEY dan faktor aman F = 3,0 untuk RUMUS JANBU (Flaate, 1967) Terzaghi dan Peck (1967) menyarankan untuk menggunakan RUMUS JANBU pada proyek kecil Nilai kapasitas ijin ditentukan dengan cara membagi kapasitas ultimit yang diperoleh dengan faktor aman F = 3, dengan resiko bahwa pada kenyataannya faktor aman mungkin hanya F = 1,75 Atau sebaliknya, faktor aman mungkin mencapai F = 4,4, dengan demikian akan terjadi kelebihan jumlah tiang Untuk proyek besar, Terzaghi dan Peck menyarankan mengadakan penyelidikan tiang dengan ukuran tiang sebenarnya yang dibebani secara langsung di lapangan
PEMILIHAN PEMUKUL TIANG Tiang berat sebaiknya dipancang dengan pemukul berat sehingga memberikan energi yang besar
Berat pemukul paling sedikit setengah dari berat total tiang Energi pemancangan sebaiknya paling sedikit 1 ft lb untuk setiap pounds (lb) berat tiang Tiap-tiap pemukul mempunyai kecocokan dengan kondisi tertentu
Pemilihan juga tergantung pada ketersediaan pemukul, ketersediaan uap, tekanan udara, ruang gerak, tiang miring dan sebagainya
PEMILIHAN PEMUKUL TIANG Pemilihan pemukul untuk turap baja, tiang beton, tiang kayu pada kondisi ringan, sedang dan berat (Teng, 1981)
CATATAN PEMANCANGAN TIANG ( PILE DRIVING RECORD ) Informasi yang diperlukan mengenai pemancangan tiang antara lain : Tipe dan energi, peralatan pancang lain termasuk penyemprot air (water jet), bantalan (cushion) , penutup tiang dan lain-lain Ukuran tiang, lokasi tiang, dalam kelompok tiang dan lokasi kelompoknya Urutan pemancangan dalam kelompok Jumlah pukulan per satuan panjang untuk seluruh panjang tiang, dan set untuk 10 pukulan terakhir Elevasi akhir dari dasar dan kepala tiang Pemeriksaan tiang untuk posisi vertikalnya Keterangan lain seperti penangguhan kelangsungan pemancangan, kerusakan tiang dan lain-lain.
PENYEMPROTAN AIR ( WATER JETTING ) Pemancangan dengan semprotan air kadang-kadang dilakukan untuk membantu penetrasi tiang Tiang masuk ke dalam tanah oleh semprotan air dengan tanpa bantuan pemukul Efektifitas dari pekerjaan pemancangan dengan semprotan air ini bergantung dari jenis tanah, sebagai berikut :
lebih efektif untuk pemancangan pada tanah pasir, tidak begitu efektif untuk kerikil, diragukan untuk lanau, dan tidak efektif untuk tanah lempung
Tiang dengan lubang untuk semprotan air
PENYEMPROTAN AIR ( WATER JETTING )
KAPASITAS KELOMPOK TIANG
KAPASITAS KELOMPOK TIANG
Stabilitas kelompok tiang-tiang tergantung dari : Kemampuan tanah disekitar dan dibawah kelompok tiang untuk mendukung beban total struktur Pengaruh konsolidasi tanah yang terletak dibawah kelompok tiang
KAPASITAS KELOMPOK TIANG
Perbandingan zone tertekan pada tiang tunggal dan kelompok tiang : a). Tiang tunggal; b). Kelompok tiang
a) Pengujian tiang pada tiang tunggal. Tekanan pada lapisan tanah lunak tidak begitu besar b) Saat beban struktur telah bekerja dalam kelompok tiang. Tekanan pada lapisan tanah lunak sangat besar
KAPASITAS KELOMPOK DAN EFISIENSI TIANG DALAM TANAH KOHESIF TIPE KERUNTUHAN DALAM KELOMPOK TIANG
s
a) Tiang Tunggal
d
b) Tiang Kelompok
= permukaan keruntuhan geser
KAPASITAS KELOMPOK DAN EFISIENSI TIANG DALAM TANAH KOHESIF Asumsi-asumsi dalam perhitungan kapasitas tiang yang berkaitan dengan keruntuhan blok (Terzaghi dan Peck, 1948) : 1. Pelat penutup tiang (pile cap) sangat kaku 2. Tanah yang berada di dalam kelompok tiangtiang berkelakukan seperti blok padat
D L
B
Qg = 2D (B + L) c + 1,3 cb Nc BL
Kelompok tiang dalam tanah kohesif yang bekerja sebagai balok
KAPASITAS KELOMPOK DAN EFISIENSI TIANG DALAM TANAH KOHESIF KAPASITAS ULTIMIT KELOMPOK TIANG
Persamaan kapasitas ultimit tiang group (Terzaghi dan Peck, 1948) :
Qg = 2D (B + L) c + 1,3 cb Nc BL Dengan : Qg = kapasitas ultimit kelompok, nilainya harus tidak melampaui n Qu (dengan n = jumlah tiang dalam kelompok tiang) (kN) c = kohesi tanah di sekeliling kelompok tiang (kN/m2) cb = kohesi tanah di bawah dasar kelompok tiang (kN/m2) B = lebar kelompok tiang (m) L = panjang kelompok tiang (m) D = kedalaman tiang dibawah permukaan tanah (m) Ketentuan dalam perhitungan kapasitas ultimit kelompok tiang : 1. Jika kapasitas kelompok tiang (Qg) lebih kecil daripada kapasitas tiang tunggal kali jumlah tiang (n Qu), maka kapasitas dukung pondasi tiang yang dipakai adalah kapasitas kelompoknya (Qg) 2. Sebaliknya, jika dari hitungan kelompok tiang (Qg) lebih besar, maka dipakai kapasitas tiang tunggal kali jumlahnya (n Qu)
KAPASITAS KELOMPOK DAN EFISIENSI TIANG DALAM TANAH KOHESIF EFISIENSI KELOMPOK TIANG Menurut Coduto (1983), reduksi kapasitas kelompok tiang atau efisiensi tiang bergantung pada beberapa faktor, antara lain : Jumlah, panjang, diameter, susunan dan jarak tiang Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung) Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang Urutan pemasangan tiang Macam tanah Waktu setelah pemasangan tiang Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan tanah Arah dari beban yang bekerja
a. Susunan segitiga sama sisi
b. Susunan bujur sangkar
KAPASITAS KELOMPOK DAN EFISIENSI TIANG DALAM TANAH KOHESIF Persamaan efisiensi kelompok tiang group, menurut Converse-Labarre Formula :
𝐄𝐠 = 𝟏 − 𝛉
𝐧′ −𝟏 𝐦+ 𝐦 −𝟏 𝐧′ 𝟗𝟎 𝐦 𝐧′
Dengan : Eg = efisiensi kelompok tiang m = jumlah baris tiang n’ = jumlah tiang dalam satu baris q = arc tg d/s, dalam derajad s = jarak pusat ke pusat tiang d = diameter tiang
𝐄𝐠 =
𝐐𝐠 𝐧 𝐐𝐮
Dengan : Eg = efisiensi kelompok tiang Qg = beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan Qu = beban maksimum tiang tunggal yang mengakibatkan keruntuhan n = jumlah tiang dalam kelompok
Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperhatikan faktor efisiensi tiang dinyatakan dalam persamaan (jarak tiang-tiang kira-kira 2,25 d atau lebiih) :
Qg = Eg n Qu
KAPASITAS KELOMPOK DAN EFISIENSI TIANG DALAM TANAH KOHESIF
Efisiensi kelompok tiang pada tanah kohesif dari uji model tiang pada beban vertikal (O’Neill, 1983)
Efisiensi kelompok tiang pada tanah kohesif dari uji tiang skala penuh pada beban vertikal : (a). Pelat penutup tiang tidak menyentuh tanah; (b). Pelat penutup tiang menyentuh tanah (O’Neill, 1983)
KAPASITAS KELOMPOK DAN EFISIENSI TIANG DALAM TANAH KOHESIF Faktor efisiensi untuk kelompok tiang dalam tanah lempung (Kerisel, 1967)
Pengukuran kelebihan tekanan air pori di sekitar kelompok tiang (O’Neill, 1983:
Jarak pusat ke pusat tiang
Faktor efisiensi, Eg
10 d
1
8d
0,85
6d
0,90
5d
0,85
4d
0,75
3d
0,65
2,5 d
0,55
KAPASITAS KELOMPOK DAN EFISIENSI TIANG DALAM TANAH GRANULER
Efisiensi kelompok tiang dari uji model kelompok tiang (O’Neill, 1983)
Hasil pengujian kelompok tiang oleh O’Neill (1983) diatas, menunjukkan : 1. Dalam tanah granuler longgar , Eg > 1 dan mencapai maksimum pada s/d = 2. Efisiensi bertambah bila jumlah tiang bertambah 2. Dalam tanah granuler padat, bila 2 < s/d < 4 (interval jarak tianag normal), Eg umumnya > 1, sejauh tiang tidak dipancang dengan cara penyemprotan air atau tanah di bor terlebih dulu (predrilling)
KAPASITAS KELOMPOK DAN EFISIENSI TIANG DALAM TANAH GRANULER
Efisiensi kelompok tiang pada tanah granuler dari uji tiang skala penuh pada beban vertikal : (a). Pelat penutup tiang tidak menyentuh tanah; (b). Pelat penutup tiang menyentuh tanah (O’Neill, 1983)
PETUNJUK HITUNGAN PERANCANGAN KELOMPOK TIANG Dalam hitungan perancangan kelompok tiang, Coduto (1994) memberi petunjuk sbb. : Tentukan apakah keruntuhan blok akan lebih menentukan dalam hitungan. a. Jika keliling dari kelompok tiang-tiang > jumlah keliling tiang tunggal, maka keruntuhan blok mungkin tidak terjadi b. Uji model menunjukkan bahwa keruntuhan blok hanya terjadi jika jarak tiang sangat dekat, yaitu s/d < 2, sehingga kondisi keruntuhan ini jarang terjadi. c. Tetapi jika jarak tiang tersebut betul-betul ada, maka efisiensi : Eg = (keliling kelompok tiang) / (jumlah keliling tiang tunggal) harus diperhitungkan Kapasitas kelompok tiang dalam tanah kohesif akan tereduksi sementara jika terjadi kenaikan kelebihan air pori a. Efisiensi kelompok tiang (Eg) kira-kira 0,4 – 0,8, tapi akan bertambah dengan berjalannya waktu b. Jika s/d > 2, Eg kadaang-kadang mencapai 1 c. Kecepatan kenaikan Eg tergantung pada kecepatan menghamburnya/ berkurangnya kelebihan tekanan air d. Kelompok tiang yang jumlahnya kecil mungkin Eg = 1 tercapai dalam 1 atau 2 bulan. Waktu ini lebih besar dari kecepatan pembebanannya e. Untuk kelompok tiang yang lebih besar waktu untuk mencapai Eg = 1, mungkin lebih dari 1 tahun
PETUNJUK HITUNGAN PERANCANGAN KELOMPOK TIANG Kelompok tiang dalam tanah granuler akan mencapai kapasitas maksimumnya hampir segera setelah pemancangan, karena kelebihan tekanan air pori selalu nol. a. Efisiensi kelompok tiang paling sedikit 1 (jika s//d > 2) b. Dan sering lebih besar 1, terutama bila jarak tiang kecil dan tiang dipancang mengakibatkan perpindahan tanah yang besar (large displacement pile) c. Untuk maksud praktis, faktor efisiensi jangan lebih dari 1,25 (Coduto, 1983) Jika pemancangan dilakukan dengan pengeboran tanah lebih dulu (predrilling), yaitu jika tanah granuler sangat padat, maka : tanah granuler menjadi longgar sehingga efisiensi kelompok tiang kurang dari 1. karena itu hindari atau kurangi pengeboran dengan semprotan atau pengeboran lebih dulu.
Vesic (1969) menyarankan bahwa dalam perancangan tiang, nilai efisiensi kelompok tiang (Eg) dalam tanah granuler sebaiknya tidak lebih dari 1
GESEK DINDING NEGATIF
GESEK DINDING NEGATIF GESEK DINDING POSITIF, Jika beban Q diterapkan pada tiang, maka tianag bergerak ke bawah, sedang tanah relatif diam Tahanan ujung tiang (Qb) dan tahanan gesek tiang (Qs), bekerja ke atas sebagai gaya perlawanan beban Q yang bekerja pada tiang
Tiang dipengaruhi gaya gesek dinding : a). Positif; b). Negatif; c). Negatif
GESEK DINDING NEGATIF, Sebagian atau seluruh tanah disepanjang dinding tiang bergerak ke bawah relatif terhadap tiang (artinya tanah bergerak ke bawah, sedang tiang diam) Akibatnya arah gaya gesek dinding tiang menjadi ke bawah, menjadi gaya tambahan yang harus didukung oleh tiang Gaya gesek oleh tanah pada dinding tiang yang bekerja kebawah ini disebut gaya gesek dinding negatif Gaya ini merupakan tambahan beban bagi tiang yang harus ditambahkan dengan beban struktur
GESEK DINDING NEGATIF Gaya gesek dinding negatif dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : Gerakan relatif antara timbunan dengan tiang
tanah
Gerakan relatif antara tanah yang mampat dengan tiang Kompresi (pemendekan) tiang akibat beban struktur
elastis
Karakteristik tanah (tipe, kuat geser, kompresibilitas, kedalaman lapisan, kekakuan tanah pendukung tiang) Penurunan tanah disekitar tiang akibat konsolidasi yang menyebabkan timbulnya gaya gesek dinding negatif
Kecepatan konsolidasi tanah yang mampat
lapisan
GESEK DINDING NEGATIF TIANG TUNGGAL
Distribusi gaya gesek dinding negatif pada tiang yang didukung oleh lapisan sangat keras (Tomlinson, 1977)
Distribusi gaya gesek dinding negatif pada tiang yang dasarnya terletak pada lapisan keras (Tomlinson, 1977)
GESEK DINDING NEGATIF TIANG TUNGGAL Jika gesekan relatif antara dinding tiang dan tanah disekitarnya > 5 – 10 mm, maka gesek dinding negatif per satuan luas (ca) dapat diestimasi dengan persamaan (Johannessen dan Bjerrum, 1965) :
ca = 𝐩𝐨′𝐊𝐝 𝐭𝐠 𝛗𝐝′ Dengan : ca = gaya gesek dinding negatif per satuan luas tiang tunggal (kN/m2) po′ = tekanan overburden efektif tanah rata-rata dengan memperhitungkan pengaruh tambahan beban akibat timbunan (bila ada) (kN/m2) Bila jd’ = d’, maka :
ca = 𝐩𝐨′𝐊𝐝 𝐭𝐠 𝛅′ Gaya gesek dinding negatif total tiang tunggal dinyatakan dengan persamaan : Qneg = As ca Pengaruh gesek dinding negatif dapat direduksi dengan mengecat dinding tiang dengan aspal setebal 2 mm untuk tiang beton dan 1 mm untuk tiang baja.
GESEK DINDING NEGATIF TIANG TUNGGAL Koefisien Kd tg d ‘ (Brom, 1976)
Macam tanah
Kd tg d’
Urugan batu
0,40
Pasi dan kerikil
0,35
Lanau atau lempung terkonsolidasi normal berplastisitas rendah sampai sedang (PI < 50%)
0,30
Lempung terkonsolidasi normal berplastisitas tinggi
0,20
Brom menyarankan Kd tg d’ ditambah 20% pada tiap-tiap penambahan penurunan pada kelipatan sepuluh untuk lempung dengan indeks plastisitas tinggi (PI > 50%) Canadian building code mengusulkan Kd tg d‘ = 0,25
GESEK DINDING NEGATIF TIANG KELOMPOK
Gesek dinding negatif pada kelompok tiang (Brom, 1976)
GESEK DINDING NEGATIF TIANG KELOMPOK Persamaan gesek dinding negatif pada tiang kelompok :
Qneg = 1/n [2D (L + B) 𝐜𝐮 + B L H ] Dengan : Qneg = gaya gesek dinding negatif masing-masing tiang dalam kelompok tiang (kN) n = jumlah tiang dalam kelompok D = kedalaman tiang sampai titik netral (m) L = panjang area kelompok tiang (m) B = lebar area kelompok tiang (m) cu = kohesi rata-rata tak terdrainasi pada lapisan sedalam D (kN/m2) H = tinggi timbunan (m) = berat volume tanah (kN/m3)
GESEK DINDING NEGATIF TIANG KELOMPOK
Gaya gesek dinding negati bertamabh jika jarak tiang bertambah Untuk mereduksi pengaruh gesek dinding negatif, Terzaghi dan Peck (1948) menyarankan jarak tiang dikurangi dampai 2,5 kali diameter tiang Jika Q adalah beban yang bekerja pada masing-masing tiang, maka persamaan beban ultimit (Qt) dengan memperhitungkan gesek dinding negatif pada tiang kelompok :
Qt = Q + 1/n [2D (L + B) 𝐜𝐮 + B L H ]
Jika beban Qt > tanahan ujung tiang tunggal (Qb), maka penurunan pondasi tiang akan menjadi berlebihan Sehingga nilai Qt dan Qb, harus diperhitungkan. Karena beban seluruhnya didukung tahanan ujung tiang maka Qu = Qb Faktor aman dihitung dengan persamaan :
F = Qb/Qt = Qb / (Q + Qneg) Dengan : F = faktor aman dengan memperhatika gesek dinding negatif yang besarnya 2,5 sampai 3 Qb = tahanan ujung ultimit tiang yang besarnya sama dengan Qu Qneg = gaya gesek dinding negatif
TO BE CONTINUED, NEXT TOPIC
Thank you very much for your kind attention.
HOPEFULLY YOU UNDERSTAND THIS CHAPTER
Penurunan
Materi Kuliah : Teknik Pondasi Oleh : TRI SULISTYOWATI
PENURUNAN TIANG TUNGGAL
HUBUNGAN ANTARA PENURUNAN DAN DISTRIBUSI TEGANGAN Penurunan tiang tunggal dan distribusi beban di sepanjang tiang dapat dihitung dengan menggunakan metode transfer beban (load transfer) yang diusulkan oleh Coyle dan Reese (1966) Metode ini menggunakan data tanah yang berasal dari uji beban di lapangan Metode ini dapat digunakan untuk menentukan hubungan antara tahanan tiang dan perpindahan tiang
(a). Sifat khusus kurva tegangan geser – perpindahan tiang (b). Analisis transfer beban (Coyle dan Reese, 1966)
HUBUNGAN ANTARA PENURUNAN DAN DISTRIBUSI TEGANGAN LANGKAH-LANGKAH PERHITUNGAN PENURUNAN TIANG : 1. Tiang dibagi menjadi beberapa segmen 2. Ujung bawah tiang dianggap mengalami penurunan sebesar St (dapat dipilih St = 0, tapi pada umumnya bagian ini mengalami penurunan kecuali bila ujungnya terletak pada lapisan sangat keras) 3. Hitung tahanan ujung (Qt) akibat penurunan St, dengan menganggap ujung tiang ujung berpenampang lingkaran dan dihitung dengan pendekatan Boussinesq, sbb : 𝟐 𝐝 𝐄 𝐒𝐭 𝐐𝐭 = (𝟏 − 𝛍𝟐) Dengan : E = modulus elastisitas tanah yang berada di bawah dasar tiang m = angka Poisson tanah yang berada dibawah dasar tiang 4. Perpindahan S3 ditengah-tengah segmen diasumsikan (untuk asumsi pertama dicoba S3 = St) 5. Dengan menggunakan nilai S3 kurva transfer beban/kuat geser tanah terhadap perpindahan tiang digunakan untuk mendapatkan nilai banding yang cocok
HUBUNGAN ANTARA PENURUNAN DAN DISTRIBUSI TEGANGAN 6. Dari kurva kuat geser terhadap kedalaman, kuat geser tanah pada setiap segmen dapat diperoleh 7. Hitung transfer beban atau adhesi cd = faktor adhesi x kuat geser. Beban Q3 pada puncak segmen 3 dihitung dengan persamaan :
Q3 = Qt + cd L3 As3 Dengan : L3 = panjang segmen 3 As3 = keliling tampang rata-rata segmen 3 8. Deformasi elastis ditengah-tengah segmen (Dengan menganggap beban pada segmen bervariasi seara linier) dihitung dengan persamaan :
′
∆𝐒𝟑 =
𝐐𝐦+𝐐𝐭 𝟐
𝐋𝟑 𝟐𝐀𝟑𝐄𝐩
dengan : L3 = luas segmen 3 Ep = modulus elastisitas bahan tiang
Qm = (Q3 + Q1)/2
HUBUNGAN ANTARA PENURUNAN DAN DISTRIBUSI TEGANGAN 9.
Perpindahan yang baru di tengah-tengah segmen 3, dinyatakan oleh persamaan :
S3’ = St + DS3’ 10. S3’ dibandingkan dengan S3 yang diestimasikan pada langkah (4) 11. Jika S3’ hasil hitungan tidak cocok dengan S3 dalam batas-batas toleransi, langkah (2) sampai (10) diulang dan gerakan ditengah-tengah tiang yang baru dihitung 12. Jika konvergensi telah tercapai, dihitung segmen selanjutnya dan seterusnya sampai Qo dan perpindahan So pada kepala tiang diperoleh Prosedur hitungan diulang dengan menggunakan perpindahan ujung bawah tiang yang berbeda sampai satu seri nilai Qo dan So diperoleh Nilai-nilai ini digunakan untuk menggambarkan kurva beban-penurunan.
HITUNGAN PENURUNAN KEPALA TIANG Penurunan kepala tiang yang terletak pada tanah homogen dengan modulus elastisitas dan angka Poisson konstan, dapat dihitung dengan persamaan yang disarankan oleh Poulos dan Davis (1980) sebagai berikut : TIANG APUNG (FLOATING PILE) 𝐐 𝐈 𝐒= 𝐄𝐬 𝐝
TIANG DUKUNG UJUNG (END BEARING PILE) 𝐐 𝐈 𝐒= 𝐄𝐬 𝐝
I = Io Rk Rh Rm
I = Io Rk Rb Rm
dengan : S = penurunan kepala tiang Q = beban yang bekerja Io = faktor pangaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat (incompressible) dalam massa semi tak terhingga Rk = faktor koreksi kemudah-mampatan (kompresibilitas) tiang untuk m = 0,5 Rh = faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras Rm = faktor koreksi angka Poisson m Rb = faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung h = kedalaman total lapisan tanah
HITUNGAN PENURUNAN KEPALA TIANG
Faktor penurunan Io (Poulos dan Davis, 1980)
Koreksi kompresi, Rk (Poulos dan Davis, 1980)
HITUNGAN PENURUNAN KEPALA TIANG
Koreksi kedalaman Ro (Poulos dan Davis, 1980)
Koreksi angka Poisson, Rm (Poulos dan Davis, 1980)
HITUNGAN PENURUNAN KEPALA TIANG
Koreksi kekakuan lapisan pendukung Rb (Poulos dan Davis, 1980)
Pengaruh kekerasan tanah pendukung didasar tiang adalah mengurangi penurunan Pengaruh ini menjadi lebih jelas jika tiang relatif pendek (tiang kaku) terletak pada lapisan pendukung yang keras
HITUNGAN PENURUNAN KEPALA TIANG Kompressibilitas relatif (K) dari tiang dan tanah dapat dinyatakan dengan persamaan : 𝐄𝐩 𝐑𝐀 𝐊= = faktor kekakuan tiang 𝐄𝐬 𝐀𝐩 𝐑𝐀 = 𝟏 = rasio area tiang 𝛑 𝐝𝟐 𝟒 Dengan : Ep = modulus elastisitas bahan tiang Es = modulus elastisitas tanah Ap = luas penampang tiang
Jika tiang makin kompressibel, maka nilai K makin kecil
PENURUNAN TIANG KELOMPOK
PERMASALAHAN DALAM HITUNGAN PENURUNAN KELOMPOK TIANG Penurunan tiang tergantung dari rasio tahanan ujung dan beban tiang, sbb : Jika beban yang didukung per tiang tahanan ujung tiang, penurunan yang terjadi mungkin sangat kecil Jika beban yang didukung per tiang > tahanan ujung tiang, penurunan yang terjadi akan besar Jika tiang dipancang pada lapisan pendukung yang relatif keras dan tidak mudah mampat, maka penurunan yang terjadi adalah akibat : Pemendekan badan tiang sendiri Penurunan tanah di bawah dasar tiang Pada kondisi ini, penurunan kelompok tiang penurunan tiang tunggal Permasalahan utama dalam menghitung penurunan kelompok tiang : Memprediksi besarnya tegangan dalam tanah akibat beban tiang dan sifatsifat tanah yang berada di bawah ujung tiang Menentukan besarnya beban yang didukung oleh masing-masing tiang dalam kelompoknya dan beban aksial yang terjadi di sepanjang tiang tersebut, untuk menghitung perpendekan tiang. Distribusi tekanan pondasi tiang ke tanah disekitarnya tergantung tipe tiang dalam mendukung beban struktur
DISTRIBUSI TEKANAN DALAM TANAH
Distribusi tekanan dalam tanah untuk tiang dukung ujung (Chellis, 1961)
DISTRIBUSI TEKANAN DALAM TANAH
Distribusi tekanan dalam tanah untuk tiang gesek (Chellis, 1961)
DISTRIBUSI TEKANAN DALAM TANAH
Perbedaan distribusi tekanan tanah pada lebar bangunan sempit dan lebar dengan panjang tiang yang sama
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH GANULER ( NON KOHESIF ) Kondisi : Pasir dianggap dalam kondisi tidak padat dibawah lapisan pasir tidak terdapat lapisan lunak selain tanah pasirnya sendiri Hubungan penurunan antara tiang tunggal dengan kelompok tiang dinyatakan dalam persamaan berikut (Skempton dkk., 1953) :
𝐒𝐠 𝐒
Penurunan kelompok tiang dalam tanah pasir (Skempton dkk., 1953)
=
𝟒𝐁+𝟑 𝟐 𝐁+𝟒 𝟐
Dengan : Sg = penurunan kelompok tiang (m) B = lebar kelompok tiang (m) S = penurunan tiang tunggal pada intensitas beban yang sama (m)
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG KELOMPOK TIANG APUNG
Tambahan tekanan vertikal pada tiang gesek diatas tanah lempugn dengan beban dan panjang tiang yang sama
Menurut Staniford (1915), pada beban kelompok tiang dan jumlah tiang yang sama, kelompok tiang dengan jarak tiang lebih dekat akan menghasilkan penurunan yang lebih besar Jika jarak tiang besar, maka dibutuhkan pelat penutup kepala tiang (pile cap) yang tebal, sehingga tidak ekonomis Agar ekonomis, Terzaghi dan Peck (1948) menyarankan jarak tiang 3,5 d Jika jarak tiang dalam kelompoknya ditambah, maka intensitas tegangan di dalam tanah dan kedalaman tanah yang tertekan juga bertambah Pada beban, panjang dan jarak tiang yang sama, luasan kelompok tiang yang lebih besar akan menghasilkan penurunan lebih besar
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG KELOMPOK TIANG APUNG
Perbandingan penyebaran tegangan vertikal antara : a. Pondasi rakit di permukaan b. Pondasi tiang pendek c. Pondasi tiang panjang (Tomlinson, 1977)
Jika kedalaman tiang lebih besar dari lebar pondasi, maka penurunan pondasi akan kecil, karena zone tertekan kecil Jika kedalaman tiang lebih kecil dari lebar area bebannya, sedangkan area beban luas, maka penurunan ultimit yang terjadi mungkin lebih besarwalaupun bebannya tidak begitu besar Dalam prakterk pondasi tiang pendek memberikan penurunan lebih besar daripada pondasi rakit yang dangkal akibat dari rekonsolidasi tanah Pada lempung terkonsolidasi normal, kuat geser tanah bertambah dan kemudahmampatannya berkurang bila kedalaman tanah bertambah Jika kelompok tiang dipancang pada tanah ini, penurunannya lebih kecil
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG
KELOMPOK TIANG APUNG
Transfer beban dari kelompok tiang ke tanah distribusi beban tiang anggapan dalam menghitung penurunan (Tomlinson, 1963)
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG KELOMPOK TIANG APUNG Jika kedalaman tiang lebih besar dari lebar pondasi, maka penurunan pondasi akan kecil, karena zone tertekan kecil
Jika kedalaman tiang lebih kecil dari lebar area bebannya, sedangkan area beban luas, maka penurunan ultimit yang terjadi mungkin lebih besarwalaupun bebannya tidak begitu besar Dalam prakterk pondasi tiang pendek memberikan penurunan lebih besar daripada pondasi rakit yang dangkal akibat dari rekonsolidasi tanah Pada lempung terkonsolidasi normal, kuat geser tanah bertambah dan kemudahmampatannya berkurang bila kedalaman tanah bertambah Jika kelompok tiang dipancang pada tanah ini, penurunannya lebih kecil Jika struktur dilengkapi dengan ruang bawah tanah (basement) maka beban yang mengakibatkan konsolidasi sama dengan selisih antara beban efektif bangunan dan berat efektif tanah yang tergali untuk ruang bawah tanah tersebut.
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG KELOMPOK TIANG APUNG Dari penelitian Terzaghi dan Peck (1948) : Di bagian 2/3 panjang tiang bagian atas, kadar air tanah lempung tidak berubah oleh akibat beban strukturnya tidak mudah mampat Dibagian bawahnya, kadar air kadar air berubah oleh adanya konsolidasi Penyebaran beban pondasi tiang pada tipe tiang gesek dianggap berawal dari 2/3 panjang tiang Perhitungan penurunan dilakukan dengan menganggap bahwa kelompok tiang gesek berkelakuan seperti pondasi rakit, dengan ketentuan sbb : Luasnya sama dengan luas kelompok tiang ditambah lebar yang diberikan oleh kemiringan penyebaran beban 1H : 4V. Dasar dari pondasi rakit anggapan sama dengan (2/3) D Utuk kelompok tiang didalam tanah lempung lunak yang berada diatas pasir padat, dasar pondasi rakit anggapan terletak pada (2/3) D (Tomlinson, 1963). Dimana D = panjang tiang yang berada dalam tanah pasir.
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG KELOMPOK TIANG DUKUNG UJUNG
Untuk kelompok tiang dukung ujung, beban bangunan seluruhnya didukung tiang oleh tahanan ujungnya Penurunan dihitung dengan menganggap dasar kelompok tiang sebagai pondasi rakit dengan luas dasar yang sama dengan luas kelompok tiang
Transfer beban dari kelompok tiang ke tanahdistribusi beban tiang anggapan dalam menghitung penurunan (Tomlinson, 1963)
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG KELOMPOK TIANG DUKUNG UJUNG KELOMPOK TIANG TERLETAK PADA LAPISAN LEMPUNG LUNAK DI ATAS LAPISAN KUAT DENGAN TEBAL TERBATAS
Kelompok tiang dalam lapisan lempung lunak diatas lapisan kuat yang tipis (Tomlinson, 1963)
Penurunan konsolidasi akibat beban kelompok tiang dihitung dengan menganggap bahwa kelompok tiang berkelakuan seperti pondasi rakit : dasarnya terletak pada kedalaman D1 + (2/3) D2, penyebaran beban ke lapisan lempung dibawahnya digunakan cara 2V : 1H Bila tiang dipasang hanya mencapai lapisan pertama, yaitu menggantung pada lapisan lempung lunak yang berada diatas, maka dasar pondasi rakit asumsi dinggap berada pada kedalaman (2/3)D1 Prosedur ini dapat digunakan untuk pondasi tiang pancang dan tiang bor.
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG KELOMPOK TIANG DUKUNG UJUNG KELOMPOK TIANG DALAM TANAH TIMBUNAN Kondisi I : Tanah dibawah timbunan tidak mudah mampat, berat tanah timbuanan merupakan tambahan beban bagi kelompok tiangnya, sehingga :
Q = Qt’ + L B gt Dt Dengan : Q = beban total kelompok tiang (kN) Qt’ = beban kelompok tiang akibat beban struktur (kN) L = panjang luasn kelompok tiang (m) B = lebar kelompok tiang (m) gt = berat volume tanah timbunan (kN/m3) Dt = tebal timbunan (m)
Kelompok tiang dalam tanah timbunan (Tomlinson, 1963)
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG KELOMPOK TIANG DUKUNG UJUNG KELOMPOK TIANG DALAM TANAH TIMBUNAN Kondisi II : Tanah timbunan diletakkan diatas tanah lempung lunak dan tiang dipancang hingga mencapai tanah keras yang terletak dibawah lapisan tanah lempung
Q = Qt’ + L B (g1 D1 + g2 D2) Dengan : Q = beban total kelompok tiang (kN) Qt’ = beban kelompok tiang akibat beban struktur (kN) L = panjang luasn kelompok tiang (m) B = lebar kelompok tiang (m) g1 = berat volume tanah timbunan (kN/m3) D1 = tebal timbunan (m) g2 = berat volume tanah lempung lunak (kN/m3) D2 = tebal tanah lempung lunak (m)
Kelompok tiang dalam tanah timbunan (Tomlinson, 1963)
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG KELOMPOK TIANG DUKUNG UJUNG KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG DAN LANAU YANG TERLETAK DI ATAS LEMPUNG KAKU
Kelompok tiang dalam tanah Lempung lunak yang terletak diatas lempung kaku (Tomlinson, 1963)
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG KELOMPOK TIANG DUKUNG UJUNG Jarak tiang pendek, sehingga keruntuhannya merupakan keruntuhan blok Selama pemancangan tanah lempung lunak yang terletak diantara kelompok tiang akan terangkat ke atas Karena terjadi rekonsolidasi tanah, beban tanah yang terangkat kemudian turun kembali menambah beban ujung bawah tiang yang terletak pada lapisan lempung kaku Tambahan beban akibat berat tanah lempung yang terkurung dalam kelompok tiang ditransfer oleh tiang ke tanah lempung kaku dibawahnya Lapisan tanah lempung lunak tidak menyokong tambahan kapasitas tiang Beban tanah yang menyebabkan tarikan ke bawah dibagikan ke masing-masing tiang dalam kelompok, sehingga merupakan tambahan beban struktur yang harus didukung oleh masing-masing tiang Jumlah kedua beban tidak boleh melampaui kapasitas ultimit tiang tunggal dari hasil perhitungan maupun dari pengujian beban secara langsung Gaya tarik ke bawah tiang tunggal dalam kelompok tiang sebagai akibat konsolidasi tanah disekitar tiang tidak akan lebih besar dari gaya ke bawah akibat adhesi pada dinding tiang (luas selimut tiang yang melekat pada tanah lempung lunak dikalikan adhesi oleh lempung lunak ke dinding tiang)
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG KAPASITAS KELOMPOK TIANG Faktor aman dari keseluruhan kelompok tiang akibat beban struktur ditambah berat lempung lunak yang terkonsolidasi juga harus dihitung Persamaan kapasitas ultimit tiang group, untuk tiang yang terletak pada tanah lempung lunak diatas tanah lempung kaku :
Qg = 2D (B + L) 𝐜 + c Nc BL Dengan : Qg = kapasitas ultimit kelompok (kN) B = lebar kelompok tiang (m) L = panjang kelompok tiang (m) D = kedalaman tiang yang berada dalam lapisan lempung kaku (m) c = kohesi rata-rata tanah lempung kaku (kN/m2) c = kohesi tanah lempung kaku (kN/m2) Nc = faktor kapasitas dukung
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG FAKTOR AMAN Prosedur perhitungan faktor aman menurut Tomlinson (1963) : 1. Hitung kapasitas tiang tunggal atau kapasitas kelompok tiang,abaikan sokongan kapasitas tiang akibat gesekan tiang dengan tanah pada lapisan lempung lunak 2. Faktor aman (F) tiang tunggal dinyatakan dengan persamaan :
F=
Qu Q + Qneg
Faktor aman berikut :
Qu F= Q
dari persamaan diatas, dapat lebih rendah dari persamaan
PENURUNAN KELOMPOK TIANG DALAM TANAH LEMPUNG 3. Faktor aman (F) kelompok tiang dinyatakan dengan persamaan :
Qg F= Q′ + Q′neg Faktor aman dari persamaan diatas, dapat lebih rendah dari persamaan berikut :
Qg F= Q′ Dengan : Qu = kapasitas ultimit tiang tunggal Qg = kapasitas ultimit kelompok tiang Q = beban pada masing-masing tiang akibat beban struktur Qneg = gaya tari ke bawah akibat konsolidasi lempung lunak untuk tiang tunggal Q’ = beban kelompok tiang akibat beban struktur Q’neg = gaya tari ke bawah akibat konsolidasi lempung lunak untuk kelompok tiang
Merci beaucoup pour votre attention…… J’espere que vous compreniez du chapitre
Aurevoir…….
View more...
Comments