Materi Tarbiyah 1427 H - Al-Qur'an (1)

May 8, 2017 | Author: Nailul | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Ta'riful Qur'an (Mengenal Al-Qur'an), Al-Qur'an Mendahului Sains, Tafsir Surat (Al-Qariah, Al-Zalzalah, ...

Description

Serial Manhaj Tarbawi

ALAL-QUR’ QUR’AN

MATERI TARBIYAH Al-Qur’an

DAFTAR ISI Ta’ Ta’riful Qur’ Qur’an (Mengenal AlAl-Qur’ Qur’an) AlAl-Qur’ Qur’an Mendahului Sains Tafsir AlAl-Qur’ Qur’an Surat AlAl-Qari’ Qari’ah Tafsir AlAl-Qur’ Qur’an Surat AlAl-Zalzalah Tafsir AlAl-Qur’ Qur’an Surat AlAl-‘Alaq Tafsir AlAl-Qur’ Qur’an Surat AlAl-Kafirun Tafsir AlAl-Qur’ Qur’an Surat An-Nashr Tafsir AlAl-Qur’ Qur’an Surat AlAl-Lahab Tafsir AlAl-Qur’ Qur’an Surat AlAl-Ma’ Ma’un Tafsir AlAl-Qur’ Qur’an Surat AlAl-‘Ashr Tafsir AlAl-Qur’ Qur’an Surat AlAl-Ikhlash Tafsir AlAl-Qur’ Qur’an Surat AlAl-Falaq Tafsir AlAl-Qur’ Qur’an Surat AlAl-Naas

Al-Qur’an

TA’RIFUL QUR’AN (MENGENAL AL-QUR’AN)

Ketika manusia mencoba mengupas keagungan Al-Qur’an Al-Karim, maka ketika itu pulalah manusia harus tunduk mengakui keagungaan dan kebesaran Allah swt. Karena dalam Al-Qur’an terdapat lautan makna yang tiada batas, lautan keindahan bahasa yang tiada dapat dilukiskan oleh kata-kata, lautan keilmuan yang belum terpikirkan dalam jiwa manusia, dan berbagai lautan lainnya yang tidak terbayangkan oleh indra kita. Oleh karenanya, mereka-mereka yang telah dapat berinteraksi dengan Al-Qur’an sepenuh hati, dapat merasakan ‘getaran keagungan’ yang tiada bandingannya. Mereka dapat merasakan sebuah keindahan yang tidak terhingga, yang dapat menjadikan orientasi dunia sebagai sesuatu yang teramat kecil dan sangat kecil sekali. Sayid Qutub, di dalam muqadimah Fi Dzilalil Qur’annya mengungkapkan, “Hidup di bawah naungan Al-Qur’am merupakan suatu kenikmatan. Kenikmatan yang tiada dapat dirasakan, kecuali hanya oleh mereka yang benar-benar telah merasakannya. Suatu kenikmatan yang mengangkat jiwa, memberikan keberkahan dan mensucikannya.” Cukuplah menjadi bukti keindahan bahasa Al-Qur’an seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Imam Zuhri (Abu Syahbah, 1996 : I/312), “Bahwa suatu ketika Abu Jahal, Abu Lahab, dan Akhnas bin Syariq secara sembunyi-sembunyi mendatangi rumah Rasulullah saw. pada malam hari untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat AlQur’an yang dibaca Rasulullah saw. dalam shalatnya. Mereka bertiga memiliki posisi

Al-Qur’an

yang tersendiri, yang tidak diketahui oleh yang lainnya. Hingga ketika Rasulullah saw. usai melaksanakan shalat, mereka bertiga memergoki satu sama lainnya di jalan. Mereka bertiga saling mencela dan membuat kesepakatan untuk tidak kembali mendatangi rumah Rasulullah saw. Namun pada malam berikutnya, ternyata mereka bertiga tidak kuasa menahan gejolak jiwanya untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka bertiga mengira bahwa yang lainnya tidak akan datang ke rumah Rasulullah saw., dan mereka pun menempati posisi mereka masing-masing. Ketika Rasulullah saw. usai melaksanakan shalat, mereka pun memergoki yang lainnya di jalan. Dan terjadilah saling celaan sebagaimana yang kemarin mereka ucapkan. Kemudian pada malam berikutnya, gejolak jiwa mereka benar-benar tidak dapat dibendung lagi untuk mendengarkan Al-Qur’an, dan merekapun menempati posisi sebagaimana hari sebelumnya. Dan manakala Rasulullah saw. usai melaksanakan shalat, mereka bertiga kembali memergoki yang lainnya. Akhirnya mereka bertiga membuat mu’ahadah (perjanjian) untuk sama-sama tidak kembali ke rumah Rasulullah saw. guna mendengarkan Al-Qur’an. Masing-masing mereka mengakui keindahan Al-Qur’an, namun hawa nafsu mereka memungkiri kenabian Muhammad saw. Selain contoh di atas terdapat juga ayat yang mengungkapkan keindahan Al-Qur’an. Allah mengatakan,

                   ! "$# %& &'( )%* + ,  ! -./0  1 2 .   4 3 5)  263 7  + 8# 9  :%& ;  %   )   .!?3 ”Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” (Al-Qiyamah: 17-18) Al-Qur’an juga dapat berarti bacaan, sebagai masdar dari kata qara’a. Dalam arti seperti ini, Allah swt. mengatakan,

! ,>   F , $  G63  +"=#   %&   “Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (Asy-Syu’ara: 192-195) 4.

(ُ‫ْل‬#$ُ ْ َ ْ‫ َا‬%ِ &ُ ‫َا‬#' (ِ)) Diriwayatkan secara mutawatir

Setelah Rasulullah saw. mendapatkan wahyu dari Allah swt., beliau langsung menyampaikan wahyu tersebut kepada para sahabatnya. Di antara mereka terdapat beberapa orang sahabat yang secara khusus mendapatkan tugas dari Rasulullah saw. untuk menuliskan wahyu. Terkadang Al-Qur’an ditulis di pelepah korma, di tulangtulang, kulit hewan, dan sebagainya. Di antara yang terkenal sebagai penulis Al-Qur’an adalah Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Ubai ibn Ka’b, dan Zaid bin Tsabit. Demikianlah, para sahabat yang lain pun banyak yang menulis Al-Qur’an meskipun tidak mendapatkan instruksi secara langsung dari Rasulullah saw. Namun pada masa Rasulullah saw. ini, Al-Qur’an belum terkumpulkan dalam satu mushaf sebagaimana yang ada pada saat ini. Pengumpulan Al-Qur’an pertama kali dilakukan pada masa Khalifah Abu Bakar AlShidiq, atas usulan Umar bin Khatab yang khawatir akan hilangnya Al-Qur’an, karena banyak para sahabat dan qari’ yang gugur dalam Peperangan Yamamah. Tercatat dalam peperangan ini, terdapat tiga puluh sahabat yang syahid. Mulanya Abu Bakar menolak, namun setelah mendapat penjelasan dari Umar, beliaupun mau melaksanakannya. Mereka berdua menunjuk Zaid bin Tsabit, karena Zaid merupakan orang terakhir kali membacakan Al-Qur’an di hadapan Rasulullah saw. sebelum beliau wafat.

Al-Qur’an

Pada mulanya pun Zaid menolak, namun setelah mendapatkan penjelasan dari Abu Bakar dan Umar, Allah pun membukakan pintu hatinya. Setelah ditulis, Mushaf ini dipegang oleh Abu Bakar, kemudian pindah ke Umar, lalu pindah lagi ke tangan Hafshah binti Umar. Kemudian pada masa Utsman bin Affan ra, beliau memintanya dari tangan Hafsah. (Al-Qatthan, 1995: 125 – 126). Kemudian pada masa Utsman bin Affan, para sahabat banyak yang berselisih pendapat mengenai bacaan (baca; qiraat) dalam Al-Qur’an. Apalagi pada masa beliau kekuasan kaum muslimin telah menyebar sedemikian luasnya. Sementara para sahabat terpencarpencar di berbagai daerah, yang masing-masing memiliki bacaan/ qiraat yang berbeda dengan qiraat sahabat lainnya (Qiraat sab’ah). Kondisi seperti ini membuat suasana kehidupan kaum muslimin menjadi sarat dengan perselisihan, yang dikhawatirkan mengarah pada perpecahan. Pada saat itulah, Hudzaifah bin al-Yaman melaporkan ke Utsman bin Affan, dan disepakati oleh para sahabat untuk menyalin mushaf Abu Bakar dengan bacaan/qiraat yang tetap pada satu huruf. Utsman memerintahkan (1) Zaid bin Tsabit, (2) Abdullah bin Zubair, (3) Sa’d bin ‘Ash, (4) Abdul Rahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalin dan memperbanyak mushaf. Dan jika terjadi perbedaan di antara mereka, maka hendaknya Al-Qur’an ditulis dengan logat Quraisy. Karena dengan logat Quraisylah Al-Qur’an diturunkan. Setelah usai penulisan Al-Qur’an dalam beberapa mushaf, Utsman mengirimkan ke setiap daerah satu mushaf, serta beliau memerintahkan untuk membakar mushaf atau lembaran yang lain. Sedangkan satu mushaf tetap disimpan di Madinah, yang akhirnya dikenal dengan sebutan mushaf imam. Kemudian mushaf asli yang diminta dari Hafsah, dikembalikan pada beliau. Sehingga jadilah Al-Qur’an dituliskan pada masa Utsman dengan satu huruf, yang sampai pada tangan kita. (Al-Qatthan, 1995 : 128 – 131) Demikianlah sejarah singkat periwayatan Al-Qur’an sampai kepada kita secara mutawatir. Selain dihafal oleh ratusan sahabat, penulisan Al-Qur’an juga terjamin keotentikannya serta dijamin pertanggungjawaban ilmiahnya. Tidak ada satu kitab suci pun dari agama selain Islam yang memiliki jaminan keotentikan seperti itu. Ini sekaligus bukti nyata dari firman Allah SWT :

! ,#cB Z   5+?3-  K% d'& )%5*+  Z  + 5+?3 “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benarbenar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)

Al-Qur’an

5.

َ 'ِ ) Membacanya sebagai ibadah (ِ) ُ + َ 'َ ُ ْ‫ َو ِ& َِا‬

Dalam setiap huruf Al-Qur’an yang kita baca, memiliki nilai ibadah yang tiada terhingga besarnya. Dan inilah keistimewaan Al-Qur’an, yang tidak dimiliki oleh apapun yang ada di muka bumi ini. Allah berfirman,

1 ( )=% e N 5>  &,#$0 +- P  5& &, =-  . & J  K ! ,#    '.& .!?3   1 (  3*- 1 ( N ,# 1 2 dB,  ,N ,. K# & N + 1 23    + q  , g )  e    j ? p `" !% 

19

(yaitu) ubun-ubun orang mendustakan lagi durhaka.

Makna Mufradat: Arti Jamak dari 'Alaqah artinya segumpal darah. Lebih mulia dan yang mulia.

Al-Qur’an

Mufradat

g0 .1 * "M .2

As-Saf'u artinya menarik dengan kasar, sedangkan AnNashiyah artinya rambut di ubun-ubun. Maksudnya sebagai bentuk penghinaan. Yang memanggil. Malaikat yang dituagaskan untuk mengurusi orang-orang kafir di neraka. Di dalamnya mereka dimasukkan secara paksa. Mendekatlah kepada Tuhanmu melalui ibadah.

)l #5 .3 94I .4 )IK .5

!% .6

Syarah: Dalam Shahih-nya Bukhari meriwayatkan dari Aisyah ra. yang artinya demikian, “Wahyu pertama yang sampai kepada Rasul adalah mimpi yang benar. Beliau tidak pernah bermimpi kecuali hal itu datang seperti cahaya Shubuh. Setelah itu beliau senang berkhalwat. Beliau datang ke gua Hira dan menyendiri di sana, beribadah selama beberapa malam. Yang untuk itu beliau membawa bekal. Kemudian kembali ke Khadijah dan membawa bekal serupa. Sampai akhirnya dikejutkan oleh datangnya wahyu, saat beliau berada di gua Hira. Malaikat datang kepadanya dan berkata, “Bacalah!” Beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” lalu Rasulullah saw. berkata, “Lalu di merangkulku sampai terasa sesak dan melepaskanku. Ia berkata, ‘Bacalah!’ Aku katakan, ‘ Aku tidak bisa membaca.’ Lalu di merangkulku sampai terasa sesak dan melepaskanku. Ia berkata, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-Hadits). Dengan demikian maka awal surat ini menjadi ayat pertama yang turun dalam AlQur’an sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia. Wahyu pertama yang sampai kepada Nabi saw. adalah perintah membaca dan pembicaraan tentang pena dan ilmu. Tidakkah kaum Muslimin menjadikan ini sebagai pelajaran lalu menyebarkan ilmu dan mengibarkan panjinya. Sedangkan Nabi yang ummi ini saja perintah pertama yang harus dikerjakan adalah membaca dan menyebarkan ilmu. Sementara ayat berikutnya turun setelah itu. Surat pertama yang turun secara lengkap adalah Al-Fatihah. Pengertian ringkas ayat-ayat ini adalah: Agar kamu menjadi orang yang bisa membaca, ya Muhammad. Setelah tadinya kamu tidak seperti itu. Kemudian bacalah apa yang

Al-Qur’an

diwahyukan kepadamu. Jangan mengira bahwa hal itu tidak mungkin hanya dikarenakan kamu orang ummi, tidak bisa membaca dan tidak bisa menulis. Allah-lah yang menciptakan alam ini, yang menyempurnakan, menentukan kadarnya, dan memberi petunjuk. Yang menciptakan manusia sebagai makhluk paling mulia dan menguasainya serta membedakannya dari yang lain dengan akal, taklif, dan pandangan jauhnya. Allah swt. menciptakannya dari darah beku yang tidak ada rasa dan gerak. Setelah itu ia mnejadi manusia sempurna dengan bentuk yang paling indah. Allah-lah yang menjadikanmu mampu membaca dan memberi ilmu kepadamu ilmu tentang apa yang tadinya tidak kamu ketahui. Kamu dan kaummu tadinya tidak mengetahui apa-apa. Allah juga yang mampu menurunkan Al-Qur’an kepadamu untuk dibacakan kepada manusia dengan pelahan. Yang tadinya kamu tidak tahu, apa kitab itu dan apa keimanan itu? Bacalah dengan nama Tuhanmu, maksudnya dengan kekuasaan-Nya. Nama adalah untuk mengenali jenis dan Allah dikenali melalui sifat-sifat-Nya. Yang menciptakan semua makhluk dan menyempurnakan sesuai dengan bentuk yang dikehendaki-Nya. Dan Allah swt. telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, ya Muhammad. Dan Tuhanmu lebih mulia dari setiap yang mulia. Karena Allah swt. yang memberikan kemuliaan dan kedermawanan. Maha Kuasa daripada semua yang ada. Perintah membaca disampaikan berulang-ulang karena orang biasa perlu pengulangan termasuk juga Al-Mushtafa Rasulullah saw. Karena Allah sebagai Dzat yang paling mulia dari semua yang mulia, apa susahnya memberikan kenikmatan membaca dan menghapal Al-Qur’an kepadamu tanpa sebab-sebab normal. Silakan baca firman Allah,

 Ik %   = P ) 0 87 O “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Al-Qiyamah: 17).

U ? ` V  q 2 e “Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) Maka kamu tidak akan lupa.” (Al-A’la: 6). Bacalah dengan nama Tuhanmu yang Maha Mulia dan mengajarkan manusia untuk saling memahami dengan pena, meski jarak dan masa mereka sangat jauh. Ini merupakan penjelasan tentang salah satu indikasi kekusaan dan ilmu (manusia).

Al-Qur’an

(  9 (   8 I Q ( 70 “Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Allah memberikan insting dan kemampuan berpikir kepada manusia yang menjadikannya mampu mengkaji dan mencerna serta mencoba sampai ia mampu menyibak rahasia alam. Dengan demikian ia dapat menguasai alam dan menundukkannya sesuai dengan yang diinginkannya.

sr = 7  UO m/!e  (7 B W)=P L 1 M F  ( ,  g G hS7 / H (& )0 st F X [ 7 ,  / H  u D =e b < e #7 H 7/    “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (Al-Baqarah: 29).

َ َّ َ ‫ ُ ْ ُ َّ ُآَّ َ اَْ َء  َد َم َو‬ َ َ  َ َ َ "ِ #َ $ِ %َْ‫ل اﻝ‬ َ َ()َ *ِ+,ُ-.ِ ْ+‫َْ ِء َأ‬0َ‫ ِء ِﺏ‬2ُ3‫ ْ ِإنْ َه‬7ُ ْ8‫ ُآ‬9 َ :ِ;‫
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF