manusia keragaman dan kesetaraan

April 26, 2017 | Author: ningruananta | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

ISBD...

Description

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN

Oleh Kelompok 1 Made Aprillia Negari

P07124214 008

I Gusti Agung Ayu Cahyaningrum Ananta

P07124214 017

Kadek Devi Ary Suta

P07124214 022

Ni Putu Manis Mustika Dewi

P07124214 023

Ni Putu Ayu Sinta Puji Rahayu

P07124214 025

Ni Putu Devi Nita Sari

P07124214 027

Ni Komang Ngurah Apni Sulistyawati SJ

P07124214 028

Ni Nyoman Juni Astuti

P07124214 031

Kadek Vebny Lia Primantari

P07124214 040

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEBIDANAN 2015

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya lah, makalah yang berjudul ”Manusia, Keragaman dan Kesetaraan” ini dapat kami

selesaikan. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan

ilmu

pengetahuan

bagi

kita

semua.

Denpasar, 3 Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI Halaman judul...................................................................................................... i Kata Pengantar..................................................................................................... ii Daftar Isi.............................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN 2

1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2 1.3 Tujuan.................................................................................................... 2

1.4 Manfaat

2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia....................................... 3 2.2 Kemajemukan dalam Dinamika Sosial................................................. 7 2.3 Kemajemukan dan Kesetaraan sebagai Kekayaan Sosial Budaya........ 10

2.4

Problematika keragaman dan kesetaraan ............................................................ 14 BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan................................................................................................. 18 3.2 Saran....................................................................................................... 18 Daftar Pustaka...................................................................................................... 20

3

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk individu atau pribadi yang

memiliki

perbedaan

satu

sama

lain.

Dalam

paham

multikulturalisme,

kesederajatan, atau kesetaraan sangat dihargai untuk semua budaya yang ada dalam masyarakat. Paham ini sebetulnya merupakan bentuk akomodasi dari budaya arus utama (besar) terhadap munculnya budaya-budaya kecil yang datang dari berbagai kelompok. Untuk konteks Indonesia sebagai masyarakat majemuk, sehubungan dengan pentingnya ketiga hal antara : manusia, keragaman, dan kesetaraan tatkala berbicara tentang keragaman, hal itu mesti dikaitkan dengan kesetaraan, karena keragaman tanpa kesetaraan akan memunculkan diskriminasi. Keragaman yang didasarkan pada kesetaraan akan mampu mendorong munculnya kreativitas, persaingan yang sehat dan terbuka, dan pada akhirnya akan memacu kesaling-mengertian. Di Indonesia, berbagai konflik antar suku bangsa, antarpenganut keyakinan keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan Kalimantan Tengah. Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya dominasi sosial oleh suatu kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada pengamatan bahwa semua kelompok manusia ditujukan kepada struktur dalam sistem hirarki sosial suatu kelompok. Di antara kelompok-kelompok yang ada, kelompok dominan dicirikan dengan kepemilikan yang lebih besar dalam pembagian nilai-nilai sosial yang berlaku. Adanya dominasi sosial ini dapat mengakibatkan konflik sosial yang lebih tajam. Perkembangan pembangunan yang terjadi di Indonesia menjadikan pertemuan antar orang dari berbagai kelompok suku dan budaya sangat mudah terjadi. Hal itu tentu akan menciptakan problema kehidupan yang berimplikasi secara langsung maupun tidak langsumg bagi kehidupan. Oleh karena itu problema yang muncul dari keragaman dan kesetaraan sedapat mungkin dikelola

0

dan dicari solusi penyelesaiannya agar tetap menghasilkan kebahagiaan hidup dari manusia itu sendiri. Makalah ini akan mengkaji lebih dalam mengenai keragaman dan kesetaraan yang ada dalam diri manusia sebagai individu, terutama dalam kelompok sosial di masyarakat. 1.2

Rumusan Masalah Atas dasar latar belakang diatas, maka kami dapat mengambil perumusan

masalah yaitu : -

Bagaimana hakikat keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan

-

manusia ? Bagaimana kamejemukan dalam dinamika sosial ? Bagaimana kemajemukan dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial

-

budaya bangsa ? Apa problematika keragaman dan kesetaraan serta solusinya dalam kehidupan ?

1.3

Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah ilmu pengetahuan

dan wawasan terhadap keragaman yang disertai kesetaraan yang terjadi dalam kehidupan manusia antara lain : -

Mengetahui hakikat keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan

-

manusia Mengetahui kemajemukan dalam dinamika sosial Mengetahui kemajemukan dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial

-

budaya bangsa Mengetahui problematika keragaman dan kesetaraan serta solusinya dalam kehidupan

1.4

Manfaat Penulisan Penulisan makalah ini bermanfaat untuk menyalurkan kembali ilmu yang

penulis dapatkan sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca.

BAB II 1

PEMBAHASAN 2.1

Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep

kesetaraan dan keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan formal dan pendekatan substantif. -

Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan peraturan-

-

peraturan yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupun norma. Pendekatan substantif mengkaji konsep kesetaraan berdasarkan keluaran/ output, maupun proses terjadinya kesetaraan. Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status sosial, dan

berbagai hal lainnya yang mencirikan perbedaan-perbedaan serta persamaanpersamaan. Sedangkan konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan kebudayaan umat manusia. Apabila diperhatikan lebih cermat, kebudayaan Barat dan Timur mempunyai landasan dasar yang bertolak belakang. Kalau di Barat budayanya bersifat antroposentris (berpusat pada manusia) sedangkan Timur, yang diwakili oleh budaya India, Cina dan Islam, menunjukkan ciri teosentris (berpusat pada Tuhan). Dengan demikian konsep-konsep yang lahir dari Barat seperti demokrasi, mengandung elemen dasar serba manusia, manusialah yang menjadi pusat perhatiannya. Sedangkan Timur mendasarkan segala aturan hidup, seperti juga konsep kesetaraan dan keberagaman, berdasarkan apa yang diatur oleh Tuhan melalui ajaran-ajarannya. Penilaian atas realisasi kesetaraan dan keragaman pada umat manusia, khususnya pada suatu masyarakat, dapat dikaji dari unsur-unsur universal kebudayaan pada berbagai periodisasi kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan itu Negara kebangsaan Indonesia terbentuk dengan ciri yang amat unik dan spesifik.Berbeda dengan Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Yunani, yang menjadi suatu negara bangsa karena kesamaan bahasa atau Australia, India, Sri Lanka, Singapura, yang menjadi satu bangsa karena kesamaan daratan. Atau Jepang, Korea, dan negara-negara di Timur Tengah, yang menjadi satu negara karena kesamaan ras.Indonesia menjadi satu negara bangsa meski terdiri dari banyak bahasa, etnik, ras, dan kepulauan. Hal itu terwujud karena kesamaan sejarah masa lalu; nyaris kesamaan wilayah selama 500 tahun Kerajaan Sriwijaya dan 300 2

tahun Kerajaan Majapahit dan sama-sama 350 tahun dijajah Belanda serta 3,5 tahun oleh Jepang. A. Makna Keragaman Keragaman berasal dari kata ragam yang menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) artinya : - tingkah laku

- macam jenis. - lagu musik : langgam - warna :corak - laras (tata bahasa). Keragaman manusia bukan berarti manusia itu bermacam-macam atau berjenis-jenis seperti halnya binatang dan tumbuhan. Keragaman manusia yang dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, tempramen, dan hasrat. Jadi, manusia sebagai pribadi adalah unik dan beragam. Selain makhluk individu, manusia juga makhluk sosial yang membentuk kelompok persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup manusia juga beragam. Keragaman manusia sudah menjadi fakta sosial dan fakta sejarah kehidupan.

Pernah

muncul

penindasan,

perendahan,

penghancuran

dan

penghapusan rasa atau etnis tertentu. Dalam sejarah kehidupan manusia pernah tumbuh ideologi atau pemahaman bahwa orang berkulit hitam adalah berbeda, mereka lebih rendah dan dari yang berkulit putih. Contohnya di Indonesia, etnis Tionghoa memperoleh perlakuan diskriminatif, baik secara sosial dan politik dari suku-suku lain di Indonesia, dan ternyata semua yang telah terjadi adalah kekeliruan, karena perlakuan merendahkan martabat orang atau bangsa lain adalah tindakan tidak masuk akal dan menyesatkan, sementara semua orang dan semua bangsa adalah sama dan sederajat. Sehingga keragaman yang dimaksud disini adalah suatu kondisi masyarakat dimana terdapat perbedaan-perbedaan dalam

3

berbagai bidang, terutama suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideologi, adat kesopanan serta situasi ekonomi. Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk dan dinamis, antara lain ditandai oleh keragaman suku bangsa, agama, dan kebudayaan. Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Indonesia memiliki keragaman suku bangsa yang begitu banyak, terdiri dari berbagai suku bangsa, mulai dari Sabang hingga Merauke, ada suku Batak, suku Minang, suku Ambon, suku Madura, suku Jawa, suku Asmat, dan masih banyak lainnya. Konsep keragaman mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu, keragaman menunjukan bahwa keadaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen bahkan tidak bisa disamakan. Keragaman Indonesia terlihat dengan jelas pada aspek-aspek geografis, etnis, sosiokultural dan agama serta kepercayaan. Ada banyak cara mengelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan: 1. Mendekonstruksi stereotip dan prasangka terhadap identitas lain. 2. Mengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan identitas yang berbeda bukan sebatas kenal nama dan wajah, tetapi mengenali latar belakang, karakter, ekspektasi, dll, makan bersama, saling berkunjung, dll. 3. Mengembangkan ikatan-ikatan (pertemanan, bisnis, organisasi, asosiasi, dan lain-lain) yang bersifat inklusif dan lintas identitas, bukan yang bersifat eksklusif. 4. Mempelajari ritual dan falsafah identitas lain. B. Makna Kesetaraan Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat. menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kesetaraan berarti sama tingkatannya (pangkatnya, kedudukannya) dan kesetaraan berarti perihal kesamaan tingkatan. Dengan demikian konteks kesetaraan disini adalah suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman yang ada pada manusia tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan satu tingkatan Hierarki termasuk perlakuan yang sama dalam bidang apapun

4

tanpa membedakan jenis kelamin, keturunan, kekayaan, suku bangsa, dan lainnya. Dalam pandangan Islam, kedudukan manusia itu sama dalam segala hal, dan yang paling mulia kedudukannya dimata Tuhan, adalah didasarkan pada ketaqwaannya dan keimananya. Konsep kesetaraan adalah konsep yang dipakai dalam sistem komunisme atau sentralistik dan tentu saja konsep ini bertentangan dengan konsep keragaman. Kesetaraan lebih mengacu pada bagaimana perbedaan yang ada harus hidup serasi dan selaras, tanpa harus meninggalkan identitas perbedaan yang ada pada masingmasing individu tersebut. Tuntutan kesetaraan mungkin belum beberapa abad terakhir ini di mulai oleh manusia.Tingkatannya rakyat jelata, tetapi berkeinginan agar menjadi sepadan dengan para bangsawan, dengan para orang kaya serta berkuasa bahkan menjadi anggota kalangan Sang Baginda Raja. Kalau kita mau memikirkan masak-masak keinginan untuk setara itu, biasanya dan selalu datang dari pihak yang kurang beruntung untuk menyamai kaum yang sedang atau sudah beruntung. Indikator kesetaraan adalah sebagai berikut : a. Adanya persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender, dan golongan b. Adanya persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang layak. c. Adanya persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu, dan anggota masyarakat. Problema yang terjadi dalam kehidupan, umumnya adalah munculnya sikap dan perilaku untuk tidak mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban anatr manusia atau antar warga. Perilaku yang membeda-bedakan orang disebut diskriminasi. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pada pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan HAM dan kebebasan

5

dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial , budaya, dan aspek kehidupan lainnya. 2.2

Kemajemukan dalam Dinamika Sosial Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan

masyarakat majemuk. Majemuk berarti banyak, ragam, beraneka, berjenis-jenis. Konsep masyarakat majemuk pertama kali diperkenalkan oleh Furnivall tahun1948

yang

mengatakan

bahwa

ciri

utama

masyarakatnya

adalah

berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam sebuah satuan politik. Konsep ini merujuk pada masyarakat Indonesia masa kolonial. Masyarakat Hindia Belanda waktu itu dalam pengelompokkan komunitasnya didasarkan atas ras, etnik, ekonomi, dan agama. Masyarakat tidak hanya terkelompok

antara yang

memerintah dengan yang diperintah, tetapi secara kondisional terbelah berdasarkan satuan ekonomi, yaitu antara pedagang Cina, Arab, India dan kelompok petani bumi putera. Masyarakat dalam satuan-satuan ekonomi tersebut hidup pada lokasinya masing-masing dengan sistem sosialnya sendiri, meskipun berada di bawah kekuasaan politik kolonial. Usman Pelly tahun 1989 mengategorikan masyarakat majemuk di suatu kota berdasarkan dua hal, yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan vertikal. Secara horizontal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan: 1. Etnik dan rasa tahu asal usul keturunan. 2. Bahasa daerah . 3. Adat istiadat atau perilaku. 4. Agama. 5. Pakaian, makanan, dan budaya material lainnya. Secara vertikal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan: 1. Penghasilan atau ekonomi. 2. Pendidikan 3. Pemukiman. 4. Pekerjaan. 5. Kedudukan Sosial Politik. Hal-hal demikian dikatakan sebagai unsur-unsur yang memengaruhi keragaman masyarakat. Keragaman atau kemajemukan masyarakat terjadi karena unsur-unsur seperti ras, etnik, agama, pekerjaan, penghasilan, pendidikan dan sebagainya.

6

UNSUR-UNSUR KERAGAMAN DALAM MASYARAKAT 1. Suku bangsa dan ras Suku bangsa yang menempati wilayah Indonesia dari sabang sampai merauke sangat beragam. Sedangkan perbedaan ras muncul karena adanya pengelompokan besar manusia yang memiliki ciri-ciri biologis lahiriah yang sama seperti rambut, warna kulit, ukuran tubuh, mata, ukuran kepala, dan lain sebagainya. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adatistiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, tiap suku bangsa mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri, maka di Indonesia juga terdapat sejumlah sistem budaya yang dipergunakan oleh masing-masing suku bangsa. 2. Agama dan keyakinan Sebelum kedatangan agama Hindu yang berasal dari India, orang-orang Indonesia sudah mempunyai keyakinan atau kebudayaan sendiri yang biasa disebut dengan istilah animisme dan dinamisme. Agama hindu datang di Indonesia dengan jalan damai. Kontak agama tersebut melalui jalan perdagangan. Setelah agama Hindu mengalami kemunduran, datang agama lain, yatiu agama islam dan kristen. Kedua agama tersebut juga diterima dengan cara-cara yang damai. Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra.

Dalam peraktiknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain adalah : 1) Berfungsi edukatif : ajaran agama secara hukum berfungsi menyuruh dan melarang 2) Berfungsi penyelamat

7

3) Berfungsi sebagai perdamaian 4) Berfungsi sebagai sosial kontrol 5) Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas 6) Berfungsi transformatif 7) Berfungsi sublimatif Di indonesia, agama merupakan unsur yang sangat penting dan sudah ada beberapa agama yang telah diakui, hal itu merupakan bukti adanya keragaman dalam hal agama atau kepercayaan. Adapun terhadap keragaman manusia dalam hal kepercayaan, sikap, dan perilakunya. Manusia tidak dipandai sederajat. Ada yang mulia dan ada yang hina, bergantung pada kadar ketakwaannya. 3. Ideologi dan politik Ideologi adalah suatu istilah umum bagi sebuah gagasan yang berpengaruh kuat terhadap tingkah laku dalam situasi khusus karena merupakan kaitan antara tindakan dan kepercayaan yang fundamental. Sedangkan politik bermakna usaha dalam menegakkan ketertiban sosial. Fungsi ideologi adalah untuk memperkuat landasan moral dalam suatu tindakan. Adanya banyak partai di Indonesia merupakan bukti keragaman dalam hal ideologi dan politik. Meskipun pada keyataanya Indonesia hanya mengakui pancasila sebagai satu-satunya ideologi. Belum terarahnya pendidikan politik di kalangan pemuda dan belum dihayatinya mekanisme demokrasi pancasila maupun lembaga-lembaga konstitusi, tertib hukum, dan disiplin nasional merupakan hambatan bagi penyaluran aspirasi generasi muda secara institusional dan konstitusional. 4. Tata krama Tata krama yang dianggap arti bahasa jawa yang berarti “ adat sopan santun, basa basi “ pada dasarnya ialah segala tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur sapa, ucap dan cakap sesuai kaidah atau norma tertentu. Adat terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat yang fungsinya mengikat masyarakat tersebut, sedangkan kesopanan berasal dari masyarakat itu sendiri yang dapat menilai baik dan buruknya sikap lahir dan tingkah laku manusia.

8

5. Kesenjangan ekonomi dan sosial Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dengan bermacam tingkat, pangkat, dan strata sosial. Pertambahan jumlah penduduk yang cepat dan belum meratanya pembangunan dan hasil-hasil pembangunan mengakibatkan makin bertambahnya pengangguran di kalangan pemuda serta terjadinya kesenjangan ekonomi. Perbedaan kondisi ekonomi pada kehidupan masyarakat dapat memicu terjadinya kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial dapat terjadi karena adanya pelapisan sosial. Proses terjadinya pelapisan sosial ada dua, yaitu : - Pelapisan sosial yang terjadi dengan sendirinya. - Pelapisan sosial yang terjadi dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama.

2.3 Kemajemukan dan Kesetaraan sebagai Kekayaan Sosial Budaya Bangsa 1. Kemajemukan sebagai Kekayaan Bangsa Indonesia Kemajemukan bangsa terutama karena adanya kemajemukan etnik, disebut juga suku bangsa atau suku. Disamping itu, kemajemukan dalam hal ras, agama, golongan, tingkat ekonomi, dan gender. Beragamnya etnik di Indonesia menyebabkan banyak ragam budaya, tradisi, kepercayaan, dan pranata kebudayaan lainnya. Karena

setiap

etnis

pada

dasarnya

menghasilkan

kebudayaan. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultur artinya memilki banyak budaya. Keragaman etnik di Indonesia menjadikan Indonesia menjadi negara yang paling heterogen di dunia, selain di India. Jumlah etnik atau suku bangsa di Indonesia menyebar di banyak wilayah dengan memiliki ciri dan karakter tersendiri. Menurut para ahli jumlah etnik atau suku bangsa di Indonesia mencapai sekitar 400 suku. Hampir setiap pulau-pulau besar di Indonesia memiliki etnik yang lebih dari satu. Bahkan di Papua ditemukan kurang lebih 30 suku (Sugeng H.R.,2006). Suku-suku di Papua tersebut antara lain suku Biak, Hattam, Mapia, Dani, Asmat, Mamberamo dan suku Sentani. Beberapa suku merupakan suku

9

mayoritas, seperti suku Jawa di pulau Jawa dan terdapat pula suku minoritas seperti Badui di Jawa Barat dan suku Kubu di Jambi. Etnik atau suku merupakan identitas sosial budaya seseorang. Artinya identifikasi seseorang dapat dikenali dari bahasa tradisi, budaya, kepercayaan, dan pranata yang dijalaninya yang bersumber dari etnik darimana ia berasal. Dengan demikian identitas sosial budaya orang atau sekelompok orang dapat diketahui misalnya dari bahasa yang digunakan. Bahkan, sama-sama menggunakan bahasa Indonesia kita masih bisa membedakan antara orang Madura dengan orang Batak dari segi gaya dan dialek mereka ketika bertutur kata bahasa Indonesia. Namun dalam perkembangan berikutnya, identitas sosial budaya seseorang tidak semata-mata tidak ditentukan dari etniknya. Identitas seseorang mungkin ditentukan dari golongan ekonomi, status sosial, tingkat pendidikan, profesi yang digelutinya dan lain-lain. Identitas etnik lama kelamaan bisa hilang, misalnya karena adanya perkawinan campur dan mobilitas tinggi. Apapun identitas yang ditunjukkan orang atau sekelompok orang baik itu dari etnik, agama, ras, status sosial, profesi, tingkat ekonomi dan lain-lain. Menujukkan bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk. Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah suatu kenyataan atau fakta yang justru kita terima sebagai kekayaan sosial budaya bangsa. Kesadaran akan kemajemukan bangsa tersebut sesungguhnya sudah tercermin dengan baik melalui semboyan bangsa kita yaitu Bhineka Tunggal Ika. Bhineka artinya aneka, berbeda-beda dan menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, heterogen, baik dari sisi suku, ras, agama dan budayanya. Sedangkan Tunggal Ika menunjukkan semangat akan perlunya persatuan dari keanekaragaman tersebut. Kemajemukan adalah karakteristik sosial budaya Indonesia. Selain kemajemukan, karakteristik Indonesia yang lain adalah sebagai berikut (Sutarno, 2007). a. Jumlah penduduk yang besar. Indonesia yang jumlah penduduknya sekitar 220 juta jiwa dapat menjadi potensi yang besar dalam pengadaan tenaga yang besar. Namun jumlah yang besar saja tidak mencukupi. Jumlah yang besar itu perlu disertai dengan keterampilan

10

yang memadai. Negara Indonesia termasuk negara yang tenaga kerjanya sangat dibutuhkan di negara lain. Sebagian besar tenaga kerja Indonesia, khususnya wanita banyak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Persebaran penduduk yang tidak merata. b. Wilayah yang luas. Indonesia memiliki wilayah seluas 1.922.570 km2 yang menduduki urutan 15 terbesar dunia. c. Posisi silang. Di Indonesia terletak diantara dua Samudra (Samudra Hindia dan Samudra Pasifik) dan dua Benua (Benua Asia dan Australia). Karena posisi silang ini, maka Indonesia menjadi tempat pertemuan berbagai budaya dunia. Sehingga hal ini memunculkan varian budaya dari berbagai negara. d. Kekayaan alam dan daerah tropis. Karena pada daerah tropis yang hanya mengenal 2 musim (penghujan dan kemarau) maka mungkin saja membuat masyarakat Indonesia memiliki budaya yang santai dan kurang berwawasan ke depan. e. Jumlah pulau yang banyak. Amerika Serikat memang memiliki wilayah yang luas, namun lebih berwujud benua (kontinen), sedangkan pulau di Indonesia itu berjumlah lebih dari 17000 pulau. f. Persebaran pulau. Persebaran pulau yang dikelilingi lautan menjadikan sebagai wilayah kepulauan. Kendala geografis ini membuat masyarakat di berbagai tempat di Indonesia ini kurang bisa mengatasi ketertinggalan dari daerah lain yang lebih maju. Oleh karena itu, dibutuhkan wawasan atau cara pandang tersendiri bangsa ini terhadap wilayah Indonesia yang dikenal dengan wawasan nusantara. 2. Kesetaraan sebagai Warga Bangsa Indonesia Pengakuan akan prinsip kesetaraan dan kesederajatan itu secara yuridis diakui dan dijamin oleh negara melalui UUD 1945. Warga Negara tanpa dilihat perbedaan ras, suku agama, dan budayanya diperlakukan sama dan memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan negara Indonesia mengakui adanya prinsip persamaan kedudukan warga negara. Hal ini dinyatakan

11

secara tegas dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemrintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali. Persamaan kedudukan di antara warga negara, misalnya dalam bidang kehidupan seperti persaman dalam bidang politik, hukum, kesempatan, ekonomi, dan sosial. Persamaan di bidang politik misalnya memperoleh kesempatan yang sama untuk memilih dan dipilih, berkesempatan sama untuk menjadi pejabat politik, serta kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik negara, dan berkesempatan membentuk partai politik. Persamaan di bidang politik ini mencangkup pula persamaan di bidang hukum dan pemerintahan. Persamaan di depan hukum mengharuskan setiap warga negara diperlakukan sama dan adil, tanpa pandang bulu oleh negara, terutama aparat penegak hukum seperti hakim, jaksa, dan polisi. Prinsip persamaan warga negara di depan hukum adalah jaminan atas harkat dan martabatnya sebagai manusia. Persamaan di bidang ekonomi adalah setiap warga negara mendapat kesempatan yang sama untuk mendapat kesejahteraan ekonomi. Bahkan terhadap warga negara yang kurang mampu, negara wajib memberikan bantuan agar bisa hidup sejahtera. Persamaan di bidang sosial budaya amat luas meliputi bidang agama, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, seni, dan iptek. Persamaan warga negara di bidang sosial budaya berarti warga negara memiliki kesempatan, hak, serta pelayanan yang sama dari pemerintah dalam bidang-bidang tersebut. Dengan demikian, secara yuridis maupun politis, segala warga negara memiliki persamaan kedudukan, baik dalam bidang politik, hukum, pemerintahan, ekonomi, dan sosial. Negara tidak boleh membeda-bedakan kedudukan warga negara tersebut terutama dalam hal kesempatan. Setelah kesempatan diberikan sama, nantinya tergantung pada masing-masing kemampuan warga negara itu sendiri. Misalnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan boleh mengajukan lamaran sebagai pegawai negeri sipil. Meskipun ada akhirnya tidak semua lamaran bisa diterima karena tergantung dari kemampuan warga negara

12

untuk mengikuti proses seleksi yang diadakan, yang terpenting adalah semua warga negara telah diberi kesempatan yang sama. 2.4 Problematika Keragaman dan Kesetaraan serta Solusinya dalam Kehidupan 1. Problematika keragaman serta solusinya dalam kehidupan Keragaman masyarakat adalah suatu kenyataan sekaligus kekayaan dari bangsa.

Keragaman

masyarakat

Indonesia

merupakan

ciri

khas

yang

membanggakan kita. Namun demikian, keragaman tidak serta-merta menciptakan keunikan, keindahan, kebanggaan, dan hal-hal yang baik lainnya. Keragaman masyarakat memiliki ciri khas yang suatu saat bisa berpotensi negatif bagi kehidupan bangsa itu. Van de Berghe sebagaimana dikutip oleh Elly M. Setiadi (2006) menjelaskan bahwa masyarakat majemuk atau masyarakat yang beragam selalu memiliki sifat-sifat dasar sebagai berikut: a. Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang sering kali memiliki kebudayaan yang berbeda. b. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer. c. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar. d. Secara relatif, sering kali terjadi konflik di antara kelompok yang satu dengan yang lainnya. e. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi. f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain. Keragaman adalah modal, tetapi sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya daerah memang memperkaya khazanah budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun Indonesia yang multikultur. Namun, kondisi aneka budaya itu sangat berpotensi memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial.

13

Konflik atau pertentangan sebenarnya terdiri atas dua fase, yaitu fase disharmoni dan fase disintegrasi. Disharmoni menunjuk pada adanya perbedaan pandangan tentang tujuan, nilai, norma, dan tindakan antarkelompok. Disintegrasi merupakan fase dimana sudah tidak dapat lagi disatukannya pandangan, nilai, norma, dan tindakan kelompok yang menyebabkan pertentangan antarkelompok. Salah satu hal penting dalam meningkatkan pemahaman antarbudaya dan masyarakat ini adalah sedapat mungkin dihilangkannya penyakit-penyakit budaya. Penyakit-penyakit

budaya

inilah

yang

diterangi

bisa

memicu

konflik

antarkelompok masyarakat di Indonesia. Penyakit budaya tersebut adalah etnosentrisme, stereotip, prasangka, rasisme, diskriminasi, dan scape goating (Sutarno,2007). Etnosentrisme adalah suatu kecenderungan yang melihat nilai atau norma kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang mutlak serta menggunakannya sebagai tolok ukur kebudayaan lainnya. Stereotip adalah pemberian sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif, hanya karena dia berasal dari kelompok yang lain. Prasangka merupakan pernyataan yang hanya didasarkan pada pengalaman dan keputusan yang tidak teruji sebelumnya. Prasangka mengarah pada pandangan yang emosional dan bersifat negatif terhadap orang atau sekelompok orang. Rasisme bermakna anti terhadap ras lain atau ras tertentu di luar ras sendiri. Rasisme dapat muncul dalam bentuk mencemooh perilaku orang lain hanya karena orang itu berbeda ras dengan kita. Diskriminasi merupakan tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat dari kelompok dominan terhadap kelompok subordinasinya. Scape goating artinya pengkambinghitaman. Teori kambing hitam mengemukakan kalau individu tidak bisa menerima perlakuan tertentu yang tidak adil, maka perlakuan itu dapat ditanggungkan kepada orang lain. Selain menghilangkan penyakit-penyakit budaya di atas, terdapat bentuk solusi lain yang dapat dilakukan. Elly M. Setiadi dkk (2006) mengemukakan ada hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari keragaman, yaitu 1. Semangat religius. 2. Semangat nasionalisme.

14

3. Semangat pluralisme. 4. Semangat humanisme. 5. Dialog antarumat beragama. 6. Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antar agama, media massa, dan harmonisasi dunia. 2. Problem kesetaraan serta solusinya dalam kehidupan Kesetaraan atau kesederajatan bermakna adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap untuk mengakui adanya persamaan derajat, hak,dan kewajiban sebagai sesama manusia. Diskriminasi bertolak belakang dengan prinsip kesetaraan, bahkan menjadi problema utama terwujudnya kesetaraan dan kesederajatan manusia. Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan, dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial lainnya. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara, atau sebaliknya) maupun horizontal (antarwarga negara sendiri). Rumah tangga juga merupakan wilayah potensial terjadinya perilaku diskriminatif. Untuk mencegahnya terjadinya perilaku diskriminatif dalam rumah tangga, antara lain telah ditetapkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kedua undang-undang tersebut telah mengategorikan kekerasan terhadap anak dan kekerasan dalam rumah tangga sebagai suatu tindak pidana, karena itu layak untuk diberikan sanksi pidana. Kriminalisasi perilaku diskriminatif di dalam rumah tangga merupakan langkah maju untuk menghapuskan praktik diskriminasi dalam masyarakat.

15

BAB III PENUTUP 3.1

Simpulan Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk individu atau pribadi yang

memiliki perbedaan satu sama lain. Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status sosial, dan berbagai hal lainnya yang mencirikan perbedaan serta persamaan. Sedangkan konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan kebudayaan umat manusia. Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan masyarakat majemuk. Keragaman atau kemajemukan masyarakat terjadi karena unsur-unsur seperti ras, etnik, agama, pekerjaan, penghasilan, pendidikan dan sebagainya. Salah satu hal penting dalam meningkatkan pemahaman antar budaya dan masyarakat ini adalah sedapat mungkin dihilangkannya penyakit-penyakit budaya. Penyakit-penyakit

budaya

inilah

yang

diterangi

bisa

memicu

konflik

antarkelompok masyarakat di Indonesia. Penyakit budaya tersebut adalah etnosentrisme, stereotip, prasangka, rasisme, diskriminasi, dan scape goating. Adapun hal lain yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari keragaman, yaitu: 1. Semangat religius. 2. Semangat nasionalisme. 3. Semangat pluralisme. 4. Semangat humanism. 5. Dialog antarumat beragama. 6. Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antar agama, media massa, dan harmonisasi dunia. 3.2

Saran Salah satu hal yang dapat dijadikan solusi adalah Bhineka Tunggal Ika

yang merupakan ungkapan yang menggambarkan masyarakat Indonesia yang “majemuk” atau “heterogen”. Masyarakat Indonesia terwujud sebagai hasil interaksi sosial dari banyak suku bangsa dan beraneka ragam latar belakang kebudayaan, agama, sejarah, dan tujuan yang sama yang disebut Kebudayaan Nasional. Terciptanya “tunggal ika” dalam masyarakat yang “bhineka” dapat 16

diwujudkan melalui “integrasi kebudayaan” atau “integrasi nasional”. Dalam hubungan ini, pengukuhan ide “tunggalika” yang dirumuskan dalam wawasan nusantara dengan menekankan pada aspek persatuan di segala bidang merupakan tindakan yang positif. Namun tentu saja makna Bhineka Tunggal Ika ini harus benar-benar dipahami dan menjadi sebuah pedoman dalam berbangsa dan bernegara.

17

DAFTAR PUSTAKA Giri Wiloso, Pamerdi, dkk. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Salatiga: Widya Sari Iqbal. 2013. Hakikat keragaman dan kesetaraan. (online)http://iqbalpersada.blogspot.com/2013/03/hakikat-keragaman-dankesetaraan.html. Diakses pada : 3 Maret 2015, pukul 14.30 WITA

Setiadi, Elly M. dkk. 2005. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta: Prenada Media Group STKIP. 2013. ISBD. (online) http://stkip.files.wordpress.com/2013/03/isbd.pdf. Diakses pada : 3 Maret 2015, pukul 14.45 WITA Wulan. 2013. Tugas ISBD. (online) http://wulanastutik.blogspot.com/2013/12/tugasmk-isbd_15.html. Diakses pada : 3 Maret 2015, pukul 14. 45 WITA

18

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF