Manajemen Puskesmas Dan Rumah Sakit
October 12, 2017 | Author: mashitadyah | Category: N/A
Short Description
menejemen puskesmas...
Description
MANAJEMEN PUSKESMAS
1. Batasan Puskesmas di Era Desentralisasi Secara umum tujuan penyelenggaraan Puskesmas di era desentralisasi adalah untuk mewujudkan Puskesmas yang mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif, merata, bermutu, terjangkau dan memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah kerjanya. Asas manajemen penyelenggaraan Puskesmas di era desentralisasi berpedoman pada 4 (empat) asas, yaitu: 1. Asas Pertanggungjawaban Wilayah : Artinya Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tingal di wilayah kerjanya. Program Puskesmas yang dilaksanakan selain menunggu kunjungan masyarakat ke Puskesmas (kegiatan dalam gedung Puskesmas/kegiatan pasif), juga memberikan pelayanan kesehatan sedekat mungkin ke masyarakat melalui kegiatan di luar gedung (kegiatan aktif/ outreach activities) 2. Asas Pemberdayaan Masyarakat : Artinya Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar beperan serta aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas. Untuk itu, berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun melalui pembentukan dan pendayagunaan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Bentuk peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan, antara lain Pos Pelayanan Terpadu Keluarga Berencana-Kesehatan (Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), Bina Keluarga Balita (BKB), 1
Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestrena), Warung Obat Desa, Dana Sehat dan lain-lain, 3. Asas Keterpaduan: Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu. Ada dua macam keterpaduan, yakni: (a) Keterpaduan Lintas Program, yaitu upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab Puskesmas, dan (b) Keterpaduan Lintas Sektor, yaitu upaya memadukan penyelenggaraan upaya Puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha, 4. Asas Rujukan: Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh Puskesmas terbatas. Puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatannnya.
Untuk membantu Puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya kesehatan Puskesmas harus ditopang oleh asas rujukan. Saat ini dikembangkan konsep Puskesmas efektif dan responsif. Puskesmas efektif adalah Puskesmas yang keberadaannya dirasakan manfaatnya oleh masyarakat serta memberi kepuasan kepada
pelanggan
dan
masyarakat
sesuai
dengan
mutu
pelayanan
dan
profesionalisme. Puskesmas efektif berarti Puskesmas mampu mengubah perilaku masyarakat sejalan dengan paradigma sehat, mampu menangani semua masalah 2
kesehatan di wilayah kerjanya sejalan dengan kewenangan dan sesuai dengan desentralisasi, serta mampu mempertanggungjawabkan setiap biaya yang dikeluarkan kepada masyarakat dalam bentuk hasil kegiatan Puskesmas dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat dalam bentuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Sedangkan Puskesmas responsif adalah Puskesmas yang senantiasa melindungi seluruh penduduk dari kemungkinan gangguan kesehatan serta tanggap dan mampu menjawab berbagai masalah kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas responsif juga berarti sekecil apapun masalah yang ada harus segera terdeteksi dan segera ditanggulangi dan dikoordinasikan dengan sarana rujukan kesehatan dan kedokteran, masyarakat terlindung dari berbagai bencana penyakit dan masalah kesehatan lainnya, serta tanggap terhadap potensi yang ada di wilayah kerjanya yang dapat membantu.
2.
Pengertian Manajemen Puskesmas Kata manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu dari asal kata manus yang
berarti tangan dan agere yang berarti melakukan. Kedua kata itu digabungkan menjadi kata kerja managere yang artinya menangani. Manegere diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan (Usman, 2006).
3
Manajemen kesehatan merupakan salah satu subsistem dalam Sistem Kesehatan Nasaional. Subsistem manajemen kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya administrasi kesehatan yang ditopang oleh pengelolaan data dan informasi pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Manajemen Puskesmas didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematis untuk menghasilkan output Puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan Puskesmas membentuk fungsi-fungsi manajemen.
3. Model Manejemen Puskesmas 3.1
Model
PIE
(Planning,
Implementing,
Evaluation)
Model ini adalah yang paling sederhana, karena hanya meliputi 3 fungsi manajemen yaitu: 1.
Planning atau perencanaan,
2.
Implementing atau implementasi, dan
3.
Controlling atau pemantauan.
3.2 Model POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controling) Model ini mempunyai rincian fungsi manajemen sebagai berikut:
4
1.
Planning atau perencanaan,
2.
Organizing atau pengorganisasian,
3.
Actuating atau penggerakan, dan
4.
Controling atau pemantauan.
3.3
Model P1 – P2 – P3 Model ini meliputi : 1. P1 = Perencanaan, berbentuk perencanaan tingkat Puskesmas, 2. P2 = Penggerakan Pelaksanaan, berbentuk mini lokakarya Puskesmas, 3. P3 = Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian, berbentuk Penilaian Kinerja Puskesmas
P1: Perencanaan 1. Rencana Usulan Kegiatan 2. Rencana Pelaksanaan Kegiatan
P2: Pelaksanaan dan Pengendalian 1. Pengorganisasian 2. Penyelenggaraan 3. Pemantauan
5
P3: Pengawasan dan Pertanggungjawaban 1. Pengawasan internal dan eksternal 2. Pertanggungjawaban
3.4
Model ARRIF (Analisis, Rumusan, Rencana, Implementasi dan Forum
Komunikasi) Model ini digunakan oleh jajaran Depkes, khususnya yang bergerak di bidang partisipasi masyarakat. Manajemen ARRIF menghasilakan profil PSM di tingkat Kecamatan,Kabupaten/Kota,Provinsi.
3.5
Model
ARRIME
(Analisis,
Rumusan,
Rencana,
Implementasi,
MonitoringdanEvaluasi) Model ini sebenarnya sama dengan ARRIF, hanya fungsi forum komunikasi dipecah menjadi monitoring dan evaluasi.
4. Azas Pengelolaan Puskesmas Dalam mengelolanya, ada empat azas yang harus dipenuhi oleh pelaksana dan manajer Puskesmas, yaitu azas pertanggungjawaban wilayah, azas pemberdayaan masyarakat, azas keterpaduan dan azas rujukan.
6
1. Azas Pertanggungjawaban Wilayah Pengelola wajib meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. 2. Azas Pemberdayaan Masyarakat Puskesmas wajib memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas. 3. Azas Keterpaduan Puskesmas dapat mengatasi keterbatasan sumberdaya agar tetap memperoleh hasil yang optimal dengan cara menyusun perencanaan sebaik mungkin. 4. Azas Rujukan Rujukan kesehatan ini melibatkan upaya kesehatan perorangan, dan upaya kesehatan masyarakat.
5. Pelaksanaan Fungsi Manajemen di Puskesmas 5.1 Tipe Perencanaan & Rencana Tingkat Puskesmas Ada dua tipe utama rencana Puskesmas, yaitu Rencana Strategik Puskesmas dan Rencana Operasional Puskesmas. 5.1.1
Rencana Strategik Puskesmas (Micro Planning) 5.1.1.1 Pengertian RSP Rencana strategik Puskesmas adalah dokumen rencana jangka menengah atau jangka panjang Puskesmas yang menggambarkan arah yang harus dituju serta langkah yang harus dilaksanakan. RSP memusatkan perhatian untuk melakukan pekerjaan yang benar dan efektif dan bertujuan agar Puskesmas berfungsi dengan baik serta 7
tanggap dan antisipatif terhadap lingkungan Puskesmas. Rencana Strategik Puskesmas bersifat jangka menengah atau jangka panjang sehingga menjadi payung bagi Rencana Operasional (RO) Puskesmas tahunan dalam periode tersebut. Hal ini berarti bahwa RO Puskesmas merupakan penjabaran yang lebih rinci dari Rencana Strategik Puskesmas. 5.1.1.2 Manfaat dan Keuntungan RSP Adapun manfaat atau keuntungan dari Rencana Strategik Puskesmas, yaitu: 1. Memberi arah kumulatif jangka panjang yang akan dituju, sehingga secara keseluruhan RO tahunan Puskesmas dalam kurun waktu 5 (lima) tahun menuju suatu tujuan Puskesmas yang lebih jelas. Hal ini akan membuat RO tahunan Puskesmas lebih bersifat proaktif (antisipatif) dan bukannya reaktif; 2. Menjamin terjadinya suatu perubahan (change) ke arah yang lebih baik. Sebaliknya tanpa Rencana Strategik Puskesmas kita senantiasa menghadapi masalah-masalah yang sama dari waktu ke waktu, seolah-olah kita berjalan di tempat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan Puskesmas; 3. Membuat organisasi Puskesmas lebih efektif; 4. Mengidentifikasi keunggulan kompetitif organisasi Puskesmas dalam lingkungan yang semakin beresiko dan kompetitif;
8
5. Pembuatan Rencana Strategik Puskesmas akan mempertinggi kemampuan Puskesmas untuk mencegah munculnya masalah di masa yang akan datang; 6. Keikutsertaan pegawai Puskesmas dalam pembuatan Rencana Strategik akan lebih memotivasi mereka dalam tahap pelaksanaan; 7. Aktivitas Puskesmas yang tumpang tindih akan dikurangi; 8. Keengganan untuk berubah dari pegawai Puskesmas lama dan senior dapat dikurangi. 5.1.1.3 Langkah Penyusunan RSP Tahapan-tahapan penyusunan Rencana Strategik menurut para teoritisi Manajemen Strategik masih bervariasi dan belum terdapat kesepakatan umum. Penulis berpendapat bahwa tahapan-tahapan dalam proses penyusunan Rencana Strategik Puskesmas adalah sebagai berikut: 1. Perumusan Visi Puskesmas Untuk mencapai tujuan Puskesmas yang telah ditetapkan, diperlukan perumusan visi Puskesmas yang akan diwujudkan, karena visi itulah yang berperan sebagai “pemandu” tindakan semua stakeholder Puskesmas di masa depan. Visi Puskesmas ialah maksud keberadaan Puskesmas dan kegiatan utama yang menjadikan Puskesmas memiliki jati diri yang khas dan sekaligus membedakannya dengan organisasi lain yang sejenis. Visi Puskesmas adalah gambaran ideal dan unik tentang masa depan Puskesmas yang merupakan 9
pernyataan tentang apa yang ingin dicapai Puskesmas di masa yang akan datang, realistis dapat dicapai, menarik, dapat dipercaya, mengikat, memotivasi atau menggugah semangat, menghidupkan, memberi
ilham
dan
jiwa,
memberikan
harapan,
dan
dapat
diimplementasikan dalam program dan kegiatan Puskesmas. Visi sangat penting bagi Puskesmas sebagai jati diri yang bersifat unik/khas yang menjawab pertanyaan, mengapa Puskesmas didirikan dan diselenggarkan, filosofi organisasi Puskesmas dalam pernyataan kualitas, citra, dan konsep diri, kompetensi inti dan keunggulan kompetitif yang membedakan dari organisasi lain yang sejenis, siapa pelanggan yang akan dilayani dan yang akan dipuaskan, serta pandangan terhadap stakeholder, pelanggan Puskesmas, masyarakat, lingkungan, isu sosial dan pesaing Puskesmas. Visi Puskesmas menentukan misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan Puskesmas
yang
harus
dilaksanakan
dalam
mencapai
tujuan
Puskesmas yang telah ditetapkan. Beberapa ciri yang harus tergambar dengan jelas dalam visi Puskesmas, antara lain : a. visi Puskesmas merupakan suatu pernyataan yang bersifat umum dan berlaku untuk kurun waktu yang panjang tentang “niat” Puskesmas yang bersangkutan, b. visi Puskesmas mencakup falsafah yang dianut dan akan digunakan oleh pengambil keputusan strategik Puskesmas, 10
c. secara implisit menggambarkan citra yang hendak diproyeksikan ke masyarakat di wilayah kerja Puskesmas, d. merupakan pencerminan jati diri Puskesmas diwujudkan, dipelihara, dan dikembangkan, e. menunjukan jenis pelayanan kesehatan
yang
ingin
unggulan
yang
diselenggarakan Puskesmas, f. menggambarkan dengan jelas kebutuhan dan keinginan pelanggan atau pengguna jasa pelayanan kesehatan yang akan diupayakan Puskesmas. Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas saat ini adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat 2010 (Departemen Kesehatan, 2004). 2. Perumusan Misi Puskesmas Misi Puskesmas adalah maksud atau alasan
mendasar
diselenggarakannya program dan kegiatan Puskesmas. Misi Puskesmas disusun dari konteks masalah, potensi, dan kebutuhan kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas. Pernyataan misi Puskesmas adalah suatu pernyataan tentang dasar tujuan dan jangkauan kegiatan dan program Puskesmas yang membedakan dengan organisasi lain yang sejenis. Misi merupakan penjabaran visi yang berisikan garisgaris besar tujuan dan strategi. Misi Puskesmas merupakan upaya untuk mewujudkan visi Puskesmas
menjadi kenyataan. Misi
pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi Puskesmas saat ini adalah : 11
a. menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya, b. mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya, c. memelihara dan meningkatkan keterjangkauan
pelayanan
mutu,
kesehatan
yang
pemerataan,
dan
diselenggarakan
Puskesmas, d. memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, dan masyarakaat beserta lingkungannya (Departemen Kesehatan, 2004). 3. Perumusan Tujuan Puskesmas (goal formulation) atau Penetapan Sasaran (setting objective) Tujuan Puskesmas merupakan hasil akhir yang diharapkan. Perbedaan antara tujuan (goal) dengan sasaran (objective) yaitu goal digunakan untuk menunjukan pada hasil akhir di masa yang akan datang yang tidak dapat diukur, sedangkan objective menunjukan pada hasil akhir di masa yang akan datang yang spesifik, jelas, ringkas, dan jika mungkin dikuantifikasi sehingga dapat diukur. Tujuan Puskesmas yang jelas membuat organisasi, pimpinan, dan pegawai Puskesmas dapat melaksanakan tugas dan memanfaatkan serta mendayagunakan sumber daya secara efisien. Tujuan strategik merupakan petunjuk dan arah bagi tujuan RO Puskesmas yang spesifik dan rinci. Tujuan strategik Puskesmas berhubungan dengan hasil kinerja yang ingin dicapai oleh Puskesmas. Adapun kriteria kualitas tujuan strategik Puskesmas adalah : a. Akseptabel (acceptable) 12
Tujuan dapat diterima oleh pimpinan, pegawai, stakeholder, pelanggan, dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas, karena disusun berdasarkan moralitas, etika, agama, dan nilai-nilai b.
universal, Fleksibel (flexible) Tujuan Puskesmas harus bisa menyesuaikan diri dengan perubahan yang tidak terduga di lingkungan dan pesaing
c.
Puskesmas, Terukur (measurable) Tujuan Puskesmas harus jelas, terukur, dan konkrit, bisa
d.
dijabarkan pada tujuan RO Puskesmas, dan bisa dilaksanakan, Mendorong (motivating) Tujuan Puskesmas harus mendorong penampilan kinerja pegawai
e. f.
dan organisasi Puskesmas yang optimal, Cocok/ sesuai (suitable) Tujuan Puskesmas sesuai dengan misi Puskesmas, Dapat dipahami (understandable) Tujuan Puskesmas dapat dipahami dan mempunyai persepsi yang sama terhadap hakikat serta maknanya, sehingga mendapat dukungan dan keikutsertaan semua pegawai dan stakeholder
g.
Puskesmas, Dapat dicapai (achievable) Tujuan Puskesmas kemungkinan besar bisa dicapai dengan memperhatikan perubahan lingkungan Puskesmas (Adaptasi Siagian, 2004).
Tujuan strategik Puskesmas saat ini adalah mendukung tercapainya tujuan
pembangunan
kesehatan
nasional
yakni
meningkatkan 13
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setingi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010 (Departemen Kesehatan, 2004). 4. Perumusan Strategi Puskesmas Strategi adalah suatu rencana umum yang bersifat menyeluruh (komprehensif) yang mengandung arahan tentang tindakan-tindakan utama yang apabila terlaksana dengan baik akan berpengaruh pada tercapainya berbagai tujuan jangka panjang. Dengan kata lain, strategi merupakan suatu pernyataan tentang cara-cara yang akan digunakan di masa depan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perumusan strategi diawali dengan analisis strategik yang meliputi analisis lingkungan luar dan lingkungan dalam organisasi Puskesmas. Analisis strategik biasanya dilakukan dengan analisis SWOT, yaitu analisis lingkungan dalam sebagai kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses)
serta
analisis
lingkungan
luar
sebagai
peluang
(opportunities) dan ancaman (threats). 5. Perumusan Kebijakan Puskesmas Penentuan berbagai petunjuk untuk memandu cara berpikir, cara pengambilan keputusan, dan cara bertindak bagi pimpinan dan staf Puskesmas yang kesemuanya diarahkan pada implemenatasi dan operasionalisasi
strategi
Puskesmas.
Kebijakan
Puskesmas 14
memberikan sebuah kerangka dasar untuk mengambil keputusankeputusan
sedemikian
rupa,
sehingga
tindakan-tindakan
akan
konsisten pada seluruh sistem yang ada. Kebijakan (policy) dijabarkan dari strategi dan di dalamnya termasuk prosedur-prosedur, peraturanperaturan,
dan
metode-metode
yang
digunakan
dalam
mengimplementasikan keputusan-keputusan strategik. 6. Penetapan Program dan Kegiatan Puskesmas Program Puskesmas adalah rencana komprehensif yang meliputi penggunaan sumber daya untuk masa yang akan datang dalam bentuk sebuah pola yang terintegrasi dan yang menetapkan suatu urutan program dan kegiatan yang perlu dilaksanakan serta jadwal waktu untuk masing-masing program dan kegiatan tersebut dalam rangka usaha mencapai tujuan Puskesmas. Sebuah program dapat meliputi : tujuan, kebijaksanaan, prosedur, metode, standar, penanggung jawab, serta anggaran. Program menggariskan kegiatan dan tindakan yang akan dilaksanakan, oleh siapa dan pihak mana, bilamana, dan di mana. Ditetapkan pula asumsi, komitmen, dan bidang atau unit kerja yang akan dipengaruhi dan/atau diiukutsertakan. Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui Puskesmas yakni terwujudnya Kecamatan
Sehat
menuju
Indonesia
Sehat
2010,
Puskesmas
bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari 15
sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi 2 (dua) yakni Upaya Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan. Upaya kesehatan wajib tersebut harus dilaksanakan oleh setiap Puskesmas yang ada di Indonesia. Upaya kesehatan wajib disebut juga program “Basic Six” adalah:
Upaya Promosi Kesehatan, Upaya
Kesehatan Lingkungan, Upaya kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana, Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat, Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, dan Upaya Pengobatan. Sedangkan upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok Puskesmas yang telah ada yakni : Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya
Kesehatan
Olah
Raga,
Upaya
Perawatan
Kesehatan
Masyarakat, Upaya Kesehatan Kerja, Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut, Upaya Kesehatan Jiwa, Upaya Kesehatan Mata, Upaya Kesehatan Usia Lanjut, dan
Upaya Pembinaan Pengobatan
Tradisional. Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta upaya pencatatan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan pelayanan penunjang dari setiap upaya wajib dan upaya pengembangan Puskesmas (Departemen Kesehatan, 2004). Rencana Strategik Puskesmas merujuk pada Kebijakan Dasar Puskesmas (Keputusan Meneteri Kesehatan RI No.128/Menkes/SK/II/ 16
2004) yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi wilayah kerja Puskesmas. 5.1.2
Rencana Operasional Puskesmas 5.1.2.1 Pengertian ROP Rencana Operasional (RO) Puskesmas adalah suatu dokumen rincian rencana pelaksanaan program Puskesmas yang disusun berdasarkan kegiatan-kegiatan dengan memperhitungkan
hal-hal yang telah
ditetapkan dalam Rencana Strategik Puskesmas serta semua potensi dan sumber daya yang tersedia (Departemen Kesehatan, 2002). RO Puskesmas mempunyai 2 (dua) tipe yaitu rencana sekali pakai (single use plan) dan rencana tetap (standing plan). Rencana sekali pakai dikembangkan untuk mencapai tujuan tertentu dan tidak digunakan kembali bila tujuan telah tercapai seperti rencana Pekan Imunisasi Nasional (PIN), rencana Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Sedangkan rencana tetap (standing plan) merupakan pendekatan standar untuk penanganan situasi-situasi yang dapat diperkirakan dan terjadi berulang-ulang. RO Puskesmas merupakan penjabaran secara terinci tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan Pukesmas. Dengan demikian RO Puskesmas harus disusun secara seksama mengikuti kaidah yang sudah ditentukan. 17
Pada hakikatnya RO Puskesmas mengandung rincian dari kegiatankegiatan operasional, sehingga dokumen RO Puskesmas merupakan hasil akhir dari seluruh proses perencanaan. Oleh sebab itu RO Puskesmas tidak dapat disusun untuk suatu jangka waktu yang panjang. Lazimnya RO Puskesmas dibuat untuk kurun waktu satu bulan atau paling lama satu tahun. 5.1.2.2 Ruang Lingkup ROP Ruang lingkup atau substansi RO Puskesmas meliputi: 1. Tujuan Puskesmas, meliputi tujuan umum dan khusus; 2. Penentuan sasaran dan target Puskesmas; 3. Uraian terinci dari masing-masing kegiatan Puskesmas yang akan dilakukan; 4. Pembiayaan meliputi jumlah dan sumber dana yang diperlukan untuk masing-masing kegiatan Puskesmas; 5. Sarana dan fasilitas yang diperlukan; 6. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan Puskesmas; 7. Lokasi pelaksanaan kegiatan Puskesmas; 8. Pengorganisasian sumber daya manusia; 9. Hambatan yang mungkin saja terjadi selama kegitan Puskesmas. dilaksanakan; 18
10. Rencana penilaian dari suatu keberhasilan RO Puskesmas bila kelak sudah dilaksanakan. 5.1.2.3 Langkah Penyusunan ROP Penyusunan RO Puskesmas sebagai suatu proses mempunyai beberapa langkah, sebagai berikut: 1. Analisis Situasi Puskesmas Analisis situasi merupakan langkah awal proses penyusunan RO Puskesmas
yang bertujuan untuk identifikasi masalah. Secara
konsepsual, analisis situasi Puskesmas adalah proses berikut kecenderungannya dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah tersebut, serta potensi sumber daya Puskesmas yang dapat digunakan untuk melakukan intervensi. Analisis situasi akan menghasilkan rumusan masalah dan berbagai faktor yang berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas serta potensi sumber daya Puskesmas yang dapat digunakan untuk melakukan intervensi. Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis data atau fakta yang berkaitan dengan masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas (Departemen Kesehatan, 2002). Data diperoleh dari sistem informasi manajemen Puskesmas (SIMPUS) yang bersumber dari sistem pencatatan pelaporan Puskesmas (SP3), sistem informasi posyandu (SIP), laporan sarana 19
kesehatan swasta, surveilans Puskesmas, survei mawas diri (SMD), umpan balik cakupan program dan profil kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, laporan kantor Kecamatan, dinas/instansi terkait tingkat kecamatan, dan desa/kelurahan. Data dari SP3, SIP, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan diperoleh data tentang jenis dan distribusi penyakit, jumlah sasaran dan target program Puskesmas, jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan, jumlah anggaran yang dialokasikan untuk Puskesmas, dan program yang harus dilaksanakan Puskesmas. Data dari kantor kecamatan dan desa/kelurahan akan diperoleh data tentang kependudukan, sosial ekonomi, keluarga miskin, geografi, organisasi sosial kemasyarakatan. Sedangkan data dari dinas/instansi terkait tingkat Kecamatan
seperti dari kantor
Kependudukan dan Keluarga Berencana (UPTD Badan Kependudukan Keluarga Berencana dan Catatan Sipil) akan diperoleh data tentang wanita usia subur, pasangan usia usia subur, dan tingkat kepesertaan KB. Data dari Cabang Dinas Pendidikan tingkat kecamatan akan diperoleh data tentang jumlah siswa setiap kelas dan data perkembangan program Usaha Kesehatan sekolah (UKS). Sedangkan data dari Kantor Urusan Agama akan diperoleh data tentang calon pengantin dan pengantin yang dinikahkan.
20
Kerangka konsep dan sistematika analisis situasi kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas didasarkan pada konsep Blum (1974) dalam buku “Planning for Health, Development and Application of Social Change Theory”, Ia mengemukakan konsep tentang faktorfaktor determinan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, yaitu : (1) Faktor lingkungan (fisik, biologis, sosiokultural) sebesar 45 %, (2) Faktor perilaku kesehatan sebesar 30 %, (3) Faktor program dan pelayanan kesehatan sebesar 20 %, dan (4) Faktor genetika dan kependudukan sebesar 5 % (Notoatmodjo, 2003).
Gambar 1. Bagan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat http://www.uns.ac.id/datainformasi/buku
2. Mengidentifikasi Masalah dan Prioritasnya 21
Melalui analisis situasi akan dihasilkan berbagai macam masalah. Masalah adalah kesenjangan yang dapat diamati antara situasi dan kondisi yang terjadi dengan situasi dan kondisi yang diharapkan, atau kesenjangan yang dapat diukur antara hasil yang mampu dicapai dengan tujuan dan target yang ingin dicapai. Masalah juga dapat dirumuskan dalam bentuk hambatan kerja dan kendala yang dihadapi staf Puskesmas dalam pelaksanaan kegiatan dan program Puskesmas. Masalah kesehatan masyarakat antara lain adalah adanya suatu penyakit yang berkembang pada kurun waktu tertentu dan menyerang kelompok-kelompok masyarakat di wilayah kerja Puskesmas. Dengan menggunakan batasan masalah tersebut, berbagai jenis masalah dapat dirumuskan. Sumber informasi masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas dapat diperoleh dari berbagai cara, antara lain : a. Laporan-laporan kegiatan Puskesmas yaitu Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3) dan Sistem Informasi Posyandu (SIP), Laporan sarana kesehatan swasta, Umpan balik cakupan program dan profil kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Laporan
kantor
Kecamatan,
dinas/instansi
terkait
tingkat
kecamatan, dan Desa/Kelurahan;
22
b. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)/Local Area Monitoring (LAM) upaya Puskesmas seperti PWS-KIA/KB-Imunisasi, PWSGizi, PWS-Penyehatan Lingkungan, dan lain-lain; c. Laporan mingguan penyakit menular/wabah; d. Surveilans epidemiologi atau pemantauan penyebaran penyakit menular, dilakukan bila diketemukan penderita penyakit menular seperti demam berdarah dengue, morbili, dan sebagainya; e.
Survei Mawas Diri (MMD) pada pelaksanaan tahapan-tahapan PKMD, seperti pada pembentukan dan pengembangan Desa Siaga. Pada era otonomi daerah/desentralisasi, penentuan prioritas masalah kesehatan yang potensial berkembang di wilayah kerja Puskesmas dan faktor risikonya perlu dipertajam oleh Puskesmas, sehingga pengembangan program kesehatan di wilayah kerja Puskesmas sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan masyarakat
yang spesifik untuk wilayah tersebut (local specific). Oleh karena keterbatasan sumber daya (7 M + 1 I), maka tidak semua masalah kesehatan tersebut dapat dipecahkan sekaligus untuk direncanakan pemecahannya. Untuk itu perlu dipilih masalah kesehatan yang “feasibel” untuk dipecahkan. Proses memilih masalah kesehatan ini disebut memilih atau menetapkan prioritas masalah. Ada 23
beberapa cara untuk menentukan prioritas masalah kesehatan, antara lain teknik skoring, teknik non skoring, dan mempertimbangkan trend/ kebijakan. 3. Menetapkan Tujuan dan Sasaran RO Puskesmas Menetapkan tujuan pada hakikatnya adalah menentukan tingkat pengurangan masalah (problem reduction level) yang digariskan dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu perumusan tujuan pada RO Puskesmas harus dituliskan secara jelas, dengan kata kerja aktif, dapat diukur tingkat pengurangan masalahnya, dan dapat dilihat pencapaian keberhasilannya. Selain itu perumusan tujuan harus jelas lingkup kurun waktunya, karena harus dapat diperkirakan dalam waktu berapa lama problem reduction level tersebut akan dicapai. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menyusun RO program Puskesmas : a. Tujuan RO program Puskesmas adalah hasil akhir sebuah kegiatan. Oleh karena itu, tujuan RO program Puskesmas dipakai untuk mengukur keberhasilan program Puskesmas; b. Tujuan RO Puskesmas harus sesuai dengan masalah; c. Target ditetapkan sesuai kemampuan Puskesmas dan dapat diukur; d. Target operasional biasanya ditetapkan dalam kurun waktu tertentu dan hasil akhir yang ingin dicapai pada akhir kegiatan program;
24
e. Berbagai macam kegiatan alternatif dipilih untuk mencapai tujuan program; f. Kegiatan untuk mencapai tujuan dikembangkan dari beberapa program terkait; g. Masalah dan faktor-faktor penyebab masalah serta dampak masalah yang telah dan mungkin terjadi di masa yang akan datang sebaiknya dikaji lebih dahulu sebelum tujuan dan target operasionalnya ditetapkan. 4. Merencanakan Ketenagaan untuk RO Puskesmas Dalam
RO
Puskesmas
harus
dicantumkan
ketenagaan
yang
direncanakan akan dilibatkan bila kelak RO Puskesmas dilaksanakan. Bila program Puskesmas yang akan dilaksanakan hanya dilakukan oleh Puskesmas, maka tenaga yang dibutuhkan berasal dari Puskesmas sendiri. Dalam merencanakan tenaga perlu ditentukan jenis kualifikasi dan jumlah tenaga Puskesmas yang dibutuhkan. Pada kegiatan lintas program sebaiknya dikembangkan suatu wadah/organisasi yang mendukung
terselenggaranya
kegiatan
dan
program
yang
direncanakan, seperti organisasi program Desa Siaga tingkat Puskesmas. Bila program Puskesmas merupakan program lintas sektoral, maka perlu menentukan sektor mana yang terlibat secara langsung dan tidak langsung pada kegiatan program Puskesmas.
25
Kemudian dilakukan inventarisasi tenaga yang kompeten dari sektorsektor yang terkait. 5. Mengkaji Hambatan dan Kelemahan RO Puskesmas Untuk menjamin kelancaran serta keberhasilan pelaksanaan RO Puskesmas, diperlukan suatu pengamatan dan pengenalan akan hambatan yang kemungkinan besar timbul yang akan dapat menggagalkan pencapaian tujuan RO Puskesmas. Tujuannya adalah untuk mencegah atau mewaspadai timbulnya hambatan serupa. Selain mengkaji hambatan yang pernah dialami, juga dibahas prediksi kendala dan hambatan yang mungkin akan terjadi pada saat program Puskesmas dilaksanakan. Hambatan dapat didefinisikan sebagai masalah yang kemungkinan besar timbul dalam pelaksanaan rencana tindakan, yang dapat mengancam tercapainya tujuan rencana tersebut. Untuk keberhasilan pelaksanaan suatu RO Puskesmas, maka hambatan ini mutlak harus dikenal sebelum RO Puskesmas ini dilaksanakan, yaitu pada saat RO Puskesmas itu disusun. Pengenalan ini dengan sendirinya bersifat praduga (peramalan), karena hambatan itu memang belum terjadi. Suatu metoda yang memungkinkan memasuki masa depan, melihat apa yang kemungkinan terjadi, dan kemudian kembali ke masa kini untuk mengambil tindakan koreksi pada saat sekarang dinamakan analisis hambatan. Analisis hambatan dapat didefinisikan sebagai suatu usaha pengenalan hambatan yang mungkin timbul pada 26
pelaksanaan suatu RO Puskesmas, yang dapat menggagalkan pencapaian tujuannya, penetapan tindakan pencegahan bagi timbulnya hambatan tersebut, dan tindakan penanggulangan apabila hambatan tersebut benar-benar terjadi. Dengan mengenal hambatan yang bakal terjadi, maka akan dapat ditentukan tindakan apa yang harus diambil untuk mencegah atau menanggulangi hambatan tersebut. Jadi analisis hambatan bertujuan untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan RO Puskesmas. Dari definisi hambatan, ada 2 (dua) hal penting yang merupakan ciri utama suatu hambatan, yaitu : (a) yang kemungkinan besar terjadi dan (b) yang dapat menggagalkan pencapaian tujuan dari RO Puskesmas. Dalam menentukan suatu hambatan, kedua hal tersebut tidak boleh dipisahkan, tetapi harus merupakan suatu kesatuan.
Gambar 2. Contoh Tabel Analisis Hambatan
6. Memantau dan Menilai RO Puskesmas
27
RO Puskesmas yang baik, juga harus berisi gambaran tentang bagaimana cara yang akan ditempuh untuk memantau kegiatankegiatan saat dilaksanakan, serta menilai seberapa jauh hasil yang diharapkan dapat dicapai. Bayangan abstrak dari apa yang akan dilaksanakan sehubungan dengan pemantauan selama kegiatan dilaksanakan dan tentang tingkat pencapaian tujuan di sebut Rencana Penilaian. Rencana penilaian RO Puskesmas diarahkan pada 2 (dua) hal, yaitu: a. Rencana penilaian untuk melihat proses pelaksanaan kegiatan, yaitu memantau apakah kegiatan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, b. Rencana penilaian untuk melihat keluaran, apakah sesudah kegiatan terlaksana, tujuan yang diharapkan tercapai, dan bila tercapai berapa banyak. Rencana penilaian dibuat berdasarkan rumusan tujuan dan target yang
harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat
diukur. Komponen penting di dalam rencana penilaian adalah indikator, yaitu kejadian atau indikasi apa yang akan dipakai yang dapat memberikan gambaran belum atau telah tercapainya suatu tujuan. Dengan demikian pengembangan indikator RO Puskesmas digunakan
sebagai
Puskesmas.
Indikator
pedoman yang
untuk
pemantauan
dikembangkan
program
sebaiknya
dapat 28
mengukur komponen masukan, proses, dan keluaran kegiatan dan program Puskesmas. Pemantauan dapat dilakukan melalui analisis pelaporan, bimbingan teknis, dan melalui pertemuan tim kerja, kemudian dilakukan umpan balik dan tindakan korektif untuk perbaikan kegiatan dan program. Ada sejumlah indikator penting yang perlu dikembangkan untuk rencana pemantauan RO program Puskesmas. Pertama, indikator biaya. Pemantauan pemanfaatan biaya sebagai indikator perlu dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan. Indikator biaya harus dapat menjawab kedua hal tersebut, misalnya apakah dana turun tepat waktu. Apakah biaya yang tersedia sesuai dengan kebutuhankebutuhan
kegiatan
operasional.
Bagaimana
rasio
keluaran dengan biaya yang dikeluarkan. Contoh jumlah cakupan imunisasi/biaya. Puskesmas.
Kedua,
indikator
waktu
kegiatan
program
Berapa banyak kegiatan program Puskesmas harus
diselenggarakan. Bagaimana pengalokasian waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan yang direncanakan. Pemilihan indikator waktu perlu dalam hal penjadwalan kegiatan yang telah dirumuskan. Perlu ada pembatasan waktu untuk pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan. Contoh indikator alokasi waktu yang 29
dibutuhkan untuk pelatihan kader Desa Siaga. Ketiga, indikator keluaran. Dapat diukur dengan rasio input, semakin tinggi angka rasio semakin efisien program Puskesmas menggunakan sumber daya. Ada sejumlah pertanyaan yang dapat digunakan
untuk
indikator keluaran program Puskesmas. Apa hasil akhir kegiatan program Puskesmas. Berapa jumlah hasil pelayanan yang dihasilkan menurut dimensi waktu dan biaya program. Bagaimana rasio setiap kegiatan dengan biaya yang tersedia. 7. Menyusun Jadwal/Waktu Salah satu sumber daya Puskesmas adalah waktu, yang seringkali dilupakan, tetapi terbukti merupakan sumber daya yang paling penting daripada yang lain dan harus dimanfaatkan secara terencana. Jika kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam suatu RO program Puskesmas telah disusun secara berurutan dan rinci, maka tahap selanjutnya adalah menentukan batas waktu atau tanggal tertentu kapan program tersebut harus sudah selesai dilaksanakan. Untuk itu perlu diketahui gambaran mengenai hubungan antara waktu yang tersedia dengan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan program tersebut. Hal ini berlaku umum untuk semua jenis program dari yang sederhana seperti mempersiapkan suatu rapat sampai suatu pelatihan. Dengan 30
demikian, untuk kegiatan apapun diperlukan pengaturan waktu jika ingin menyelesaikan suatu program tepat pada waktunya. Ada beberapa macam cara untuk merencanakan waktu untuk suatu program atau kegiatan Puskesmas. Disatu pihak ada program atau kegiatan Puskesmas yang tidak dibatasi waktu oleh penyedia dana. Bila demikian halnya maka pelaksanaan program dapat dengan leluasa menentukan batas waktu kapan program selesai. Di pihak lain, ada program atau kegiatan yang tanggal selesainya sudah ditentukan oleh pihak penyedia dana, dengan demikian perkiraan waktu untuk semua kegiatan yang tercakup di dalam program tersebut harus disesuaikan dengan jangka waktu yang sudah ditentukan. Adakalanya perkiraan waktu yang semula telah ditetapkan dalam kenyataannya harus diperpendek secara mendadak. Bila demikian ada beberapa alternatif yang dapat ditempuh: (a) Menghilangkan beberapa kegiatan, sebab dengan menghilangkannya berarti alokasi waktu akan
hilang pula, dan (b) Menambah sumber daya lain
(misal tenaga) sehingga kegiatan dapat dilakukan dengan waktu lebih singkat. Salah satu teknik teknik penjadwalan waktu yang tertera dan masih sering digunakan adalah bagan balok atau bagan Gantt, sesuai dengan nama penciptanyaGantt. Bagan ini sangat membantu menjelaskan suatu penggunaan RO. Bagan Gantt mudah 31
dibuat, juga mudah dimengerti dan mudah diterapkan pada berbagai RO program Puskesmas. Bagan Gantt terdiri atas 2 (dua) komponen, yaitu komponen kegiatan dan komponen waktu. Komponen kegiatan diisi dan disusun ke dalam kolom, semua kegiatan ini merupakan penjabaran daripada aktivitas yang harus dilaksanakan untuk pencapaian tujuan suatu program Puskesmas. Kearah baris adalah penjabaran dari waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan
kegiatan
tersebut.
Komponen
waktu
dapat
dinyatakan dalam hari, minggu, bulan, ataupun tahun. 8. Menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan Puskesmas. Uraian dari langkah-langkah penyusunan RO Puskesmas tersebut di atas, untuk memberikan kemudahan dalam melihat RO Puskesmas secara menyeluruh dituangkan dalam sebuah formulir khusus dalam bentuk matriks (Gantt Chart). Apabila RO Puskesmas telah disetujui oleh Dinas kesehatan Kabupaten/Kota, maka Puskesmas menyususn rencana pelaksanaan kegiatan (Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action).
32
Gambar 3. Contoh Tabel Plan of Action
Kolom 1: Kolom Kegiatan (What) Pada kolom kegiatan dicantumkan semua rincian kegiatan RO Puskesmas yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan program secara sistematis dan berurutan, biasanya dimulai dari kegiatan yang mencakup tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penilaian dari suatu kegiatan yang direncanakan. Kolom 2: Tujuan dan Target dari Masing-Masing Kegiatan Pada kolom ini dicantumkan dengan jelas tujuan operasional program dan hasil yang ingin dicapai bila kegiatan tersebut dilaksanakan. Penulisan tujuan harus jelas ditulis target yang ingin dicapai secara kuantitatif berapa selisih penurunan atau peningkatan suatu target yang ingin dicapai melalui kegiatan tersebut yang dapat dinyatakan dalam % ataupun angka absolut dalam periode waktu tertentu. Penetapan target ini dapat dipakai oleh pimpinan Puskesmas untuk mengukur keberhasilan program. Kolom 3: Kolom Sasaran (Sasaran Populasi) Kolom ini merupakan tempat untuk menulis siapa atau apa sasaran yang ingin diperbaiki pada setiap kegiatan yang dilaksanakan. Sebagai contoh bayi, anak
33
balita, ibu hamil, penderita TB, sarang nyamuk, jamban keluarga, dan lainlain. Kolom 4: Kolom Biaya (Besaran dan Sumbernya) Pada kolom ini ditulis pembiayaan yang menyangkut: (a) Besar biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan setiap rencana kegiatan dan (b) Sumber biaya yang direncanakan untuk pelaksanaan kegiatan. Seperti kita ketahui, suatu POA disusun setelah RO tahunan disetujui dan dana anggaran telah dialokasikan. Kolom 5: Kolom Tempat Pada kolom ini diberikan penjelasan tentang tempat kegiatan program Puskesmas. Hal ini penting untuk dicantumkan tentang transport, dana, dan jenis komunikasi yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan program. Kolom 6: Kolom Waktu Pada kolom ini jelaskan fase atau tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan. Kapan dimulai dan kapan berakhirnya. Kurun waktu pelaksanaan kegiatan merupakan selisih dari kapan saat selesai dengan kapan saat kegiatan dimulai. Untuk menghitung waktu yang ideal yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu
kegiatan,
dapat
dihitung
berdasarkan
pengalaman
dengan
mempertimbangkan hambatan yang mungkin terjadi di lapangan. Kolom 7: Kolom Penanggungjawab/Pelaksana Berbagai kegiatan program Puskesmas harus ada penanggung jawab/
34
pelaksananya dan pegawai Puskesmas yang akan melaksanakan rencana kegiatan tersebut. Pada kolom ini perlu ada penjelasan tentang jumlah dan jenis kualifikasi staf yaitu siapa, unit kerja, atau sektor apa yang menjadi penanggung jawab kegiatan. Dapat ditulis nama (bila ruang lingkup kecil) tetapi dapat ditulis/ dicantumkan keterlibatan instansi terkait (bila kegiatan POA bersifat lintas sektoral). Kolom 8: Kolom Rencana Penilaian Pada kolom ini ditulis rencana penilaian yang diarahkan pada 3 (tiga) hal, yaitu: (a) Rencana penilaian untuk melihat masukan, apakah masukan sumber daya sesuai dengan yang direncanakan, bagaimana pemanfaatannya dan dampaknya terhahap proses dan keluaran kegiatan, (b) Rencana penilaian untuk melihat proses pelaksanaan kegiatan. Memantau apakah kegiatan berjalan sesuai dengan rencana yang tertulis, dan (c) Rencana penilaian untuk melihat keluaran: apakah sesudah kegiatan terlaksana, tujuan yang diharapkan tercapai, berapa hasil penurunan atau peningkatan dari dampak kegiatan tersebut. Dalam penilaian ini telah ditetapkan beberapa indikator. Indikator yang digunakan mengacu pada indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat, yang meliputi indikator masukan dan proses, yang
terdiri atas indikator sumber daya
kesehatan, pelayanan kesehatan, manajemen kesehatan, dan konstribusi sektor-sektor terkait; indikator hasil antara yang terdiri atas indikator ketiga pilar Indonesia Sehat 2010 yang mempengaruhi hasil akhir, yaitu indikator35
indikator keadaan lingkungan, indikator-indikator perilaku hidup masyarakat, dan indikator-indikator akses serta mutu pelayanan kesehatan, serta indikator hasil akhir, yaitu derajat kesehatan yang ditentukan oleh indikator-indikator mortalitas (kematian) yang dipengaruhi oleh indikator-indikator morbiditas (kesakitan) dan indikator-indikator status gizi (Departemen Kesehatan, 2003). Kolom 9: Keterangan Pada kolom ini ditulis keterangan-ketenagan yang diperlukan secukupnya selain dari penjelasan-penjelasan yang ada pada kolom-kolom sebelumnya.
5.2 Pengorganisasian Tingkat Puskesmas 5.2.1 Pengertian Pengorganisasian Puskesmas Apabila perencanaan tingkat Puskesmas telah selesai dilaksanakan, hal selanjutnya yang perlu dilakukan ialah melaksanakan fungsi pengorganisasian Puskesmas (organizing). Ada 2 (dua) hal yang perlu pengorganisasian tingkat Puskesmas, yakni : (1) Pengaturan berbagai kegiatan yang ada di dalam RO Puskesmas, sehingga membentuk satu kesatuan program yang terpadu dan sinergi untuk mencapai tujuan Puskesmas, dan (2) Pengorganisasian pegawai Puskesmas, yaitu pengaturan tugas dan tanggung jawab setiap pegawai Puskesmas, sehingga setiap kegiatan dan program mempunyai penanggung jawabnya.
36
Istilah pengorganisasian menurut Terry (1986) berasal dari kata organism (organisme) yang merupakan sebuah entitas dengan bagian-bagian yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga hubungan mereka satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka terhadap keseluruhan. Dengan memahami fungsi pengorganisasian Puskesmas akan lebih memudahkan mempelajari fungsi penggerakan dan pelaksanaan (actuating/ aktuasi) dan akan diketahui gambaran pembimbingan dan pengarahan yang diperlukan oleh pegawai Puskesmas sesuai dengan pembagian tugas dan tanggung jawab. Pengorganisasian menurut Handoko (2003) dalam Usman (2006) ialah : (1) penentuan sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, (2) proses perancangan dan pengembangan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber-sumber daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya, (3) penegasan tanggung jawab tertentu, (4) Pendelegasian wewenang, tanggung jawab.
pelimpahan tugas, dan
Pengorganisasian Puskesmas meliputi hal-hal berikut :
(1) cara manajemen Puskesmas merancang struktur formal Puskesmas untuk penggunaan sumber daya Puskesmas secara efisien, (2) bagaimana Puskesmas mengelompokkan kegiatannya, dimana setiap pengelompokkan diikuti penugasan seorang penanggung jawab program yang diberi wewenang mengawasi stafnya, (3) hubungan antara fungsi, jabatan, tugas, dan pegawai Puskesmas, (4) cara pimpinan Puskesmas membagi tugas yang harus
37
dilaksanakan dalam unit kerja dan mendelegasikan wewenang untuk mengerjakan tugas tersebut. Adapun batasan tentang pengorganisasian seperti yang dikumpulkan Azwar (1988) adalah sebagai berikut : 1. Pengorganisasian adalah pengelompokan berbagai kegiatan
yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu rencana sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan; 2. Pengorganisasian adalah pengaturan sejumlah personil yang dimiliki untuk memungkinkan tercapainya suatu tujuan yang
telah disepakati
dengan jalan mengalokasikan masing-masing fungsi dan tanggung jawab; 3. Pengorganisasian adalah pengkoordinasian secara rasional berbagai kegiatan dari sejumlah orang tertentu untuk mencapai tujuan bersama melalui pengaturan pembagian kerja dan fungsi menurut penjenjangannya secara bertanggungjawab. Menurut Muninjaya (2004), pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan,
menggolong-golongkan,
dan
mengatur
berbagai
macam
kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Pengorganisasian tingkat Puskesmas didefinisikan sebagai proses penetapan pekerjaan-pekerjaan pokok untuk dikerjakan, pengelompokan pekerjaan, pendistribusian otoritas/wewenang dan pengintegrasian semua tugastugas dan 38
sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan Puskesmas secara efektif dan efisien. Secara aplikatif pengorganisasian tingkat Puskesmas menurut penulis adalah pengaturan pegawai Puskesmas dengan mengisi struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) Puskesmas yang ditetapkan oleh Peraturan Daerah Kabupaten/Kota disertai dengan pembagian tugas dan tanggung jawab serta uraian
tugas
pokok
dan
fungsi
(Tupoksi),
serta
pengaturan
dan
pengintegrasian tugas dan sumber daya Puskesmas untuk melaksanakan kegiatan dan program Puskesmas dalam rangka mencapai tujuan Puskesmas. Berdasarkan definisi tersebut, fungsi pengorganisasian Puskesmas merupakan alat untuk memadukan (sinkronisasi) dan mengatur semua kegiatan yang dihubungkan dengan personil/pegawai, finansial, material, dan metode Puskesmas untuk mencapai tujuan Puskesmas yang telah disepakati bersama antara pimpinan dan pegawai Puskesmas. 5.2.2
Hal yang Diorganisasikan
Jika diperhatikan beberapa batasan pengorganisasian tersebut diatas, tampak dalam pengertian pengorganisasian terdapat unsur pokok yang perlu dipahami. Unsur-unsur pokok yang dimaksud terdiri atas tiga macam, yaitu: 1. Hal yang Diorganisasikan Sesuai dengan pengertian pengorganisasian sebagaimana dikemukakan di atas, hal-hal yang perlu diorganisasikan dari suatu rencana adalah: a. Kegiatan Puskesmas Pengorganisasian kegiatan Puskesmas yang dimaksud ialah pengaturan kegiatan Puskesmas yang ada dalam RO 39
Puskesmas sedemikian rupa sehingga terbentuk satu kesatuan yang terpadu yang secara keseluruhan diarahkan untuk mencapai tujuan Puskesmas yang telah ditetapkan. b.
Tenaga Pelaksana Puskesmas Pengorganisasian tenaga pelaksana Puskesmas yang dimaksud ialah mencakup pengaturan pola struktur organisasi Puskesmas, susunan personalia serta hak dan wewenang dari setiap tenaga pelaksana Puskesmas sedemikian rupa sehingga setiap kegiatan ada penanggung jawabnya.
5.2.3 Proses Pengorganisasian Puskesmas Dalam pengertian pengorganisasian tingkat Puskesmas terkandung kegiatan pengaturan, maka pekerjaan pengorganisasian Puskesmas pada dasarnya merupakan suatu proses (process). Proses yang dimaksud adalah menyangkut pelaksanaan langkah-langkah yang harus dilakukan sedemikian rupa sehingga semua kegiatan Puskesmas yang dilaksanakan serta tenaga pelaksana yang dibutuhkan mendapat pengaturan yang sebaik-baiknya, serta setiap kegiatan Puskesmas yang akan dilaksanakan tersebut memiliki penanggung jawab pelaksananya. Proses pengorganisasian Puskesmas dilakukan melalui 3 (tiga) langkah sebagai berikut : (1) pemerincian seluruh pekerjaan Puskesmas yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan Puskesmas, (2) pembagian beban pekerjaan Puskesmas
keseluruhan menjadi kegiatan-kegiatan yang secara
logis dapat dilaksanakan oleh seorang pegawai Puskesmas. Pembagian tugas 40
Puskesmas sebaiknya tidak terlalu berat sehingga tidak dapat diselesaikan, atau terlalu ringan sehingga ada waktu menganggur, tidak efisien, dan terjadi biaya yang tidak perlu, (3) penyusunan dan pengembangan suatu mekanisme dan tata kerja Puskesmas untuk menguraikan tugas dan fungsi (Tupoksi) dan mengkoordinasikan tugas pegawai Puskesmas menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis. 5.2.4 Hasil Pengorganisasian Puskesmas Hasil dari pekerjaan pengorganisasian tingkat Puskesmas adalah terbentuknya suatu wadah (entity), yang pada dasarnya merupakan perpaduan antara kegiatan Puskesmas yang dilaksanakan serta tenaga yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan Puskesmas tersebut. Wadah yang terbentuk ini dikenal sebagai organisasi (organization) Puskesmas. 5.2.5 Langkah-Langkah Pengorganisasian Puskesmas Ada 7 (tujuh) langkah penting dalam melakasanakan fungsi pengorganisasian Puskesmas, yaitu: 1. Memahami visi, misi, dan tujuan Puskesmas oleh pimpinan, pegawai, dan stakeholder Puskesmas; 2. Menetapkan tugas-tugas pokok dan tugas integrasi pegawai Puskesmas untuk dikerjakan dan membagi habis tugas yang harus dilaksanakan ke dalam aktivitas-aktivitas bagian (division of work) secara fungsional untuk mencapai tujuan Puskesmas. Sebagai hasilnya adalah deskripsi pekerjaan (job description) yaitu uraian kerja dan mekanisme kerja Puskesmas; 41
3. Mengelompokkan aktivitas-aktivitas pegawai Puskesmas ke dalam unit kerja atau pengelompokkan pekerjaan (job grouping) atau pengelompokkan fungsi (grouping function) yang didasarkan atas persamaan dan kepentingan kegiatan dan program Puskesmas. Pengelompokkan kerja disebut departementasi atau departementalisasi; 4. Menetapkan tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pegawai Puskesmas dan mengusahakan, menyediakan serta memanfaatkan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas; 5. Memberikan tugas kepada pegawai Puskesmas kompetensi,
kemampuan,
dan
kemauan
serta
yang mempunyai dipandang
mampu
melaksanakan tugas Puskesmas, atau memilih dan menetapkan pegawai yang memiliki potensi untuk dilatih; 6. Mendelegasikan/mendistribusikan wewenang kepada pegawai Puskesmas tentang hasil kinerja yang diharapkan; 7. Mengintegrasikan dan mengkoordinasikan semua pegawai, tugas-tugas, dan aktivitas-aktivitas Puskesmas.
5.2.6 Pembagian Tugas/Wilayah Kerja
42
Tugas-tugas pegawai Puskesmas dan mekanisme pelimpahan wewenang dapat diketahui melalui struktur organisasi
dan tata kerja (SOTK) Puskesmas.
Untuk organisasi seperti Puskesmas dengan jumlah tenaga yang terbatas tetapi ruang lingkup kerja dan kegiatannya cukup luas, perlu menerapkan kerja sama yang sifatnya integratif, sehingga di Puskesmas dikenal adanya tugas pokok dan tugas integrasi. Tugas pokok adalah tugas yang berkaitan dengan profesi dan disiplin ilmu pegawai Puskesmas, dimana ia berperan sebagai penanggung jawab dan pelaksana program Puskesmas, sedangkan tugas integrasi adalah tugas sebagai pembina kesehatan desa (PKD) atau Pembina Wilayah yang bertugas dan bertanggung jawab sebagai pembina dan fasilitator dalam penggerakan dan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan di desa/kelurahan binaannya. Contohnya kegiatan imunisasi. Juru imunisasi Puskesmas sebagai penanggung jawab program imunisasi, hanya satu orang; tetapi sasaran imunisasi tersebar di seluruh wilayah kerja Puskesmas. Untuk
melaksanakan kegiatan imunisasi ini, pegawai lain
melaksanakan tugas integrasi yang diberi tugas dan tanggung jawab membantu kegiatan imunisasi dengan melakukan pendataan, penggerakan sasaran, dan pemanggilan sasaran imunisasi, sehingga semua sasaran imunisasi dapat diberikan pelayanan imunisasi secara efisien dan efektif. Dalam pembagian tugas Puskesmas harus diperhatikan adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan kepada pegawai Puskesmas. Wewenang yang terlalu besar akan mendorong terjadinya 43
penyimpangan wewenang jika pengawasannya lemah. Sebaliknya tanggung jawab yang terlalu besar akan mengakibatkan pegawai Puskesmas sangat berhati-hati dan sering ragu-ragu dalam melaksanakan tugasnya sehingga menghambat produktivitas kerja pegawai. Dengan pembagian tugas dan pendelegasian wewenang akan diketahui hubungan organisatoris antara satu pegawai dengan pegawai lainnya.
5.3 Pelaksanaan/Aktuasi Tingkat Puskesmas 5.3.1 Pengertian Aktuasi Tingkat Puskesmas Setelah perencanaan (planning) dan pengorganisasian (organizing) Puskesmas selesai dilaksanakan, maka selanjutnya yang perlu dilakukan dalam manajemen Puskesmas adalah mewujudkan rencana (plan) Puskesmas tersebut menjadi kenyataan. Ini berarti, rencana tersebut dilaksanakan (implementating) atau diaktualisasikan (actuating). Di dalam beberapa buku manajemen dijumpai banyak istilah untuk fungsi penggerakan dan pelaksanaan yaitu actuating (penggerakan), motivating (membangkitkan motivasi), directing (memberikan arah), influencing (mempengaruhi), dan commanding (memberi komando atau petunjuk). Beberapa istilah tersebut diartikan sebagai fungsi aktuasi karena dianggap mempunyai pengertian yang sama yaitu menggerakkan dan mengarahkan pelaksanaan
program.
Aktuasi
Puskesmas
merupakan
usaha
untuk
menciptakan iklim kerjasama di antara staf pelaksanaprogram Puskesmas 44
sehingga pelaksanaan program berjalan sesuai dengan rencana dalam rangka pencapaian tujuan Puskesmas. Aktuasi juga merupakan suatu fungsi pembimbingan dan pengarahan pegawai agar pegawai mau dan mampu bekerja dengan rasa tanggung jawab tanpa menunggu perintah dari siapapun. Aktuasi
tingkat
Puskesmas
menurut
hemat
penulis
adalah
upaya
menggerakkan pegawai Puskesmas sedemikian rupa sehingga pegawai Puskesmas memiliki komitmen dan tanggung jawab, mendukung dan bekerjasama memiliki kemauan dan kemampuan kerja, menyukai pekerjaan, menjadi pegawai yang baik, serta berusaha untuk mencapai tujuan Puskesmas. Hal yang mendasar bagi keberhasilan Puskesmas adalah mengupayakan agar pegawai Puskesmas melakukan tugas secara berkualitas, beretika, dan berdedikasi, adanya kepercayaan dan keyakinan terhadap semua pegawai, memelihara lingkungan kerja yang kondusif dsn memuaskan semua pihak adanya kesediaan semua pegawai untuk melaksanakan tugas secara antusias. Pada dasarnya aktuasi dimulai dari pimpinan Puskesmas dan bukan dengan menggerakkan pihak lain. Seorang pimpinan Puskesmas harus termotivasi secara pribadi untuk mencapai kemajuan dan kerjasama yang serasi dan terarah dengan pihak lain. Pimpinan Puskesmas harus menunjukkan kepada stafnya bahwa ia mempunyai tekad untuk mencapai keberhasilan dan peka terhadap lingkungannya. Pimpinan Puskesmas harus obyektif dalam menghadapi berbagai persoalan Puskesmas. Ia juga harus realistis menghadapi perbedaan karakter pegawai. Dengan kata lain, seorang pimpinan memahami 45
kodrat manusia yang mempunyai kekuatan dan kelemahan dan tidak mungkin akan mampu bekerja sendiri sehingga memerlukan bantuan orang lain. Pegawai Puskesmas mempunyai kebutuhan yang bersifat pribadi dan sosial. Pada diri pegawai kadang-kadang muncul juga sifat-sifat emosional. Pegawai Puskesmas adalah juga manusia dimanapun mereka berada . Pegawai Puskesmas membawa ke tempat kerjanya segala perbedaan-perbedaan fisik mental, sosial, nilai, dan problem-problem mereka. Setiap pegawai mempunyai kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh keturunan, pendidikan, kondisi sosial, serta pengalamannya. Seorang pegawai bertindak untuk mencapai kepuasan tetapi arti kepuasan baik isi maupun derajatnya berbeda bagi setiap pegawai. Meskipun pegawai Puskermas Berbeda-beda, namun terdapay adanya faktafakta kesamaan yang dapat membantu pimpinan Puskesmas untuk mengerti perilaku pegawai dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk memperbaiki manajemen Puskesmas. Keadaan umum yang penting guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan pegawai menurut Terry (1986) yaitu: 1.
Kebiasaan serta emosi penting sekali untuk menerangkan perilaku
2.
pegawai, akal bersifat sekunder Perasaan terpinggirkan merupakan bagian daripada sebuah kelompok dan merasa penting merupakan kekuatan yang memberikan motivasi kuat bagi
3.
kebanyakan pegawai. Pegawai menginginkan pujian untuk perkerjaan yang dilaksanakan apabila mereka layak mendapatkannya 46
4.
Para pegawai ingin memanfaatkan kemampuan mereka yang tertinggi dan
5. 6.
menikmati perasan puas apabila pekerjaan dilaksanakan Para pegawai ingin melaksanakan hal-hal yang dapat mereka banggakan Para pegawai lebih menyukai pengawasan yang dapt mereka percayai dan
7.
menimbulkan respek Kritik atau perbandingan negatif tentang hasil pekerjaan seorang pegawai di muka umum ditentang oleh kebanyakan pegawai, mereka tidak senang
8.
“kehilangan muka: Penerimaan ide-ide baru dan perubahan-perubahan lebih berhasil apabila pegawai siap menghadapinya, upaya untuk mengadakan perubahan-
9.
perubahan secara mendadak perlu dihindari Apabila pegawai tidak melakukan pekerjaan dengan baik, maka pegawai
ingin mendapatkan teguran dengan cara yang tepat. 10. Teguran dan tindakan perbaikan diharapkan oleh kebanyakan pegawai apabila mereka melanggar cara kerja yang sudah diketahui dan yang ditetapkan kebanyakan pegawai kurang menyukai pengawasan yang baik dan lunak hati 5.3.2 Faktor Fungsi Aktuasi Puskesmas Fungsi aktuasi Puskesmas tidak sekedar pekerjaan mekanis karena yang digerakkan adalah manusia/pegawai. Oleh karena itu untuk suksesnya fungsi aktuasi Puskesmas diperlukan berbagai faktor, yaitu: 1.Faktor Organisasi Puskesmas Yang menentukan suksesnya fungsi aktuasi dari faktor organisasi Puskesmas meliputi: a. Terdapat Peraturan 47
Peraturan adalah segala ketentuan yang mengatur terselenggaranya kegiatan pegawai dan program Puskesmas serta adanya kepastian perkembangan Puskesmas baik ke dalam maupun ke luar organisasi, seperti Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor * Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pegawai, Peraturan Pemerintah RI tentang disiplin oegawai, Peraturan Pemerintah RI no. 10/1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil dan lain-lain b. Terdapat Sumber Daya Sumber daya adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk kegiatan dan program Puskesmas yang didasarkan pada suatu pengkajian yang dapat dipertanggungjawabkan , yang meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan aktualitasnya. Sumber daya manajemen Puskesmas meliputi 7 M + 1I c. Terdapat Sarana Komunikasi Sarana komunikasi adalah segala sarana yang dapat digunakan untuk menerima dan menyampaikan informasi, seperti telepon, surat, forum rapat dinas, buletin, dan sebagainya d. Terdapat Kepemimpinan Yaitu suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatankegiatan pegawai agar bekerja mencapai tujuan organisasi 2. Faktor Pegawai Yang menentukan suksesnya fungsi aktuasi dari faktor pegawai adalah: a. Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai b. Memiliki pandangan bahwa pengabdiannya adalah untuk Puskesmas/Negara bukan untuk pimpinannya c. Mau dipimpin 5.3.3 Tujuan Aktuasi Tingkat Puskesmas 48
Adapun tujuan aktuasi tingkat Puskesmas adalah: 1. Menciptakan kerjasama yang harmonis, serasi, berdaya guna dan berhasil 2. 3.
guna Mengembangkan kemauan dan kemampuan kerja pegawai Puskesmas Menumbuhkan rasa memiliki, rasa bertanggungjawab, dan menyukai
4.
pekerjaan Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang kondusif yang dapat
5.
meningkatkan motivasi dan prestasi kerja pegawai Puskesmas Membuat organisasi Puskesmas dinamis dan berkembang
5.3.4 Pelaksanaan/Lokakarya Mini Puskesmas Dalam kerangka manajemen Puskesmas yang terdiri atas P1 (Perencanaan), P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan) dan P3 (Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian), maka Lokakarya Mini Puskesmas merupakan P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan) atau Aktuasi tingkat Puskesmas yang terdiri atas Lokakarya Mini Bulanan dan Lokarya Mini Tribulanan. (Departemen Kesehatan, 2004). 1. Lokakarya Mini Bulanan Lokakarya Mini Bulanan yaitu pertemuan yang diselenggarakan setiap bulan di Puskesmas yang dihadiri oleh seluruh staf di Puskesmas Puskesmas Pembantu, dan bidan di desa, serta dipimpin oleh kepala Puskesmas. Tahap Pelaksanaan: a. Lokarya Mini Bulanan Pertama 1) Masukan:
49
• Penggalangan tim dalam bentuk dinamika kelompok tentang peran tanggung jawab staf dan kewenangan Puskesmas;• Informasi tentang kebijakan, program, dan konsep baru; • Informasi tentang tatacara penyusunan POA (Plan of Action) Puskesmas. 2) Proses: • Inventarisasi kegiatan Puskesmas termasuk kegiatan
lapangan/ daerah
binaan; • Analisis beban kerja tiap petugas; • Pembagian tugas baru termasuk pembagian tanggung jawab daerah binaan; • Penyusunan POA Puskesmas tahunan. 3) Keluaran: • POA Puskesmas tahunan; • Kesepakan bersama (untuk hal-hal yang dipandang perlu). b. Lokakarya Mini Bulanan Rutin 1) Masukan: •
Laporan hasil kegiatan bulan lalu;
•
Informasi tentang hasil rapat dinas kabupaten/kota;
•
Informasi tentang hasil rapat tingkat kecamatan;
•
Informasi tentang kebijakan, program, dan konsep baru.
2) Proses: • Analisis hambatan dan masalah, antara lain dengan mempergunakan PWS (Pemantauan Wilayah Setempat); 50
• Analisis sebab masalah, khusus untuk mutu dikaitkan dengan kepatuhan terhadap standar pelayanan; • Merumuskan alternatif pemecahan masalah. 3) Keluaran : Rencana kerja bulan yang baru.
2. Lokakarya Mini Tribulanan Lokakarya Mini Tribulanan yaitu pertemuan yang diselenggarakan setiap 3 (tiga) bulan sekali di Puskesmas yang dihadiri oleh instansi lintas sektoral tingkat kecamatan, Badan Penyantun Puskesmas (BPP), staf Puskesmas dan jaringannya, serta dipimpin oleh camat. Tahap Pelaksanaan a. Lokakarya Mini Tribulanan Pertama 1) Masukan: • Penggalangan tim yang dilakukan melalui dinamika kelompok; • Informasi tentang program lintas sektoral; • Informasi tentang program kesehatan; • Informasi tentang kebijakan, program, dan konsep baru. 2) Proses: • Inventarisasi peran bantu masing-masing sektor; • Analisis masalah peran bantu dari masing-masing sektor; • Pembagian peran masing-masing sektor. 3) Keluaran: 51
Kesepakan tertulis sektor terkait dalam mendukung program kesehatan termasuk program pemberdayaan masyarakat.
b. Lokakarya Mini Tribulanan Rutin 1) Masukan: • Laporan kegiatan pelaksanaan program kesehatan dan dukungan sektor terkait; •
Inventarisasi
masalah/hambatan
dari
masing-masing
sektor
dalam
pelaksanaan program kesehatan; •
Pemberian informasi baru.
2) Proses: • Analisis hambatan dan masalah pelaksanaan program kesehatan; • Analisis hambatan dan masalah dukungan dari masing-masing sektor; •
Merumuskan cara penyelesaian masalah.
3) Keluaran: • Rencana kerja tribulan yang baru; • Kesepakatan bersama (untuk hal-hal yang dipandang perlu).
5.3.5 Cara Penyelenggaraan Aktuasi/Lokakarya Mini Puskesmas Aktuasi tingkat Puskesmas dilakukan melalui : 1. Rapat/dinamisasi staf, diselenggarakan seminggu sekali yang dihadiri oleh seluruh
staf Puskesmas
dan
jaringannya,
yang
bertujuan
untuk : 52
(a) menginformasikan hasil rapat dinas tingkat kabupaten/kota dan tingkat kecamatan serta informasi tentang kebijakan, program dan konsep-konsep baru, (b) melakukan evaluasi mingguan terhadap pelaksanaan program puskesmas, (c) penggalangan kerjasama tim dan kesepakatan bersama, dan (d) pemberdayaan pegawai puskesmas untuk meningkatkan kinerja profesional, kompetensi/kemampuan pegawai, sikap dan motivasi kerja serta kecerdasan emosi. 2. Lokakarya Mini Bulanan, diselenggarakan setiap akhir bulan, yang dihadiri oleh seluruh staf Puskesmas dan jaringannya, yang bertujuan untuk : (a) menginformasikan hasil rapat dinas tingkat kabupaten/kota dan tingkat kecamatan serta informasi tentang kebijakan, program dan konsep-konsep baru, (b) evaluasi bulanan terhadap pelaksanaan program puskesmas serta analisis hambatan dan masalah dengan mempergunakan pws, (c) penyusunan POA bulanan secara partisipatif dengan menghimpun usulan kegiatan dan program dari para penanggung jawab program puskesmas, (d) penggalangan tim melalui penegasan peran dan tanggung jawab staf, dan (e) pemberdayaan pegawai
Puskesmas
untuk
meningkatkan
kinerja
professional
kompetensi/kemampuan pegawai, sikap dan motivasi kerja serta kecerdasan emosi. 3. Lokakarya Mini Tribulanan, diselenggarakan setiap 3 (tiga) bulan sekali yang dihadiri oleh instansi lintas sektor tingkat kecamatan, Tim Penggerak PKK kecamatan dan desa, kepala desa, staf Puskesmas dan jaringannya, serta 53
dipimpin oleh camat. Dengan tujuan : (a) informasi tentang program lintas sektor, program kesehatan, serta informasi tentang kebijakan, program dan konsep-konsep baru, (b) menginventarisasi peran bantu masing-masing sektor serta masalah dan hambatan dari masing-masing sektor, dan (c) penggalangan tim lintas sektor tingkat kecamatan. 4. Rapat koordinasi (Rakor) tingkat kecamatan, diselengarakan setiap bulan yang dihadiri oleh unsur Muspika kecamatan, lintas sektor tingkat kecamatan, tim penggerak PKK kecamatan dan desa dan kepala desa, dengan agenda acara sesuai dengan agenda pemerintahan kecamatan.
Peran Puskesmas
adalah menyampaikan hasil Lokakarya Mini Bulanan. 5.
Rapat
koordinasi
(Rakor)
Posyandu-Desa
Siaga
tingkat
desa
diselenggarakan setiap bulan pada 2 (dua) hari sebelum pelaksanaan Posyandu, yang dihadiri oleh kepala desa dan pamong desa, unsur Badan Perwakilan Desa (BPD), unsur Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD), pengurus PKK desa, pengurus Posyandu dan Forum Kesehatan Desa-Desa Siaga, kader Posyandu/Desa Siaga dari setiap RT, tokoh masyarakat, Bidan desa, perawat kesehatan desa, pembina kesehatan desa, PLKB, dan unsur lintas sektor tingkat kecamatan. Adapun tujuannya adalah : (a) evaluasi pelaksanaan posyandu dan program desa siaga bulan lalu serta merencanakan posyandu dan desa siaga bulan yang akan datang, (b) pemutakhiran data sasaran posyandu dan program desa siaga, (c) pengisian kartu panggilan sasaran posyandu untuk kemudian dibagikan ke setiap 54
dusun/rw, (d) pembahasan masalah dan hambatan posyandu dan program desa siaga, serta (e) pendalamam materi posyandu dan program desa Siaga. 6. Konsultasi para penaggung jawab program dengan pimpinan Puskesmas Konsultasi ini diselenggarakan bila diperlukan, dengan cara mengundang para penanggung jawab program Puskesmas atau mereka menghadap/ melapor kepada pimpinan Puskesmas.
5.4 Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian (P3) Tingkat Puskesmas 5.4.1 Pengertian P3 Puskesmas Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian (P3) merupakan fungsi yang terakhir dari proses manajemen Puskesmas. Ketiga fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya, terutama dengan fungsi perencanaan. Fungsi P3 Puskesmas dilakukan guna menjamin bahwa semua kegiatan dan program serta fungsi Puskesmas yang sedang berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Fungsi P3 Puskesmas bertujuan untuk: (1) mencegah penyimpangan (protektif), (2) meluruskan penyimpangan (kuratif), dan (3) membimbing pegawai Puskesmas agar tidak menyimpang (preventif). Jika terjadi kesenjangan atau penyimpangan harus segera diatasi. Setiap penyimpangan harus dapat dideteksi sedini mungkin, dicegah, dikendalikan, atau dikurangi. Melalui pelaksanaan fungsi P3 Puskesmas, hasil pelaksanan kegiatan dan program Puskesmas yang telah dicapai dibandingkan dengan 55
standar kinerja program Puskesmas yang tertuang dalam tujuan, target, standar mutu pelayanan, standardoperating procedure Puskesmas. Masalah yang banyak terjadi dalam organisasi pelayanan sektor publik termasuk Puskesmas adalah masih lemahnya fungsi P3, sehingga terjadi peyimpangan atau kesenjangan antara yang direncanakan dengan yang dilaksanakan. Terdapat banyak sebutan untuk fungsi P3, antara lain evaluating,appraising, atau correcting. Sebutan controlling menurut Handoko (2003) lebih banyak digunakan karena mengandung konotasi yang mencakup penetapan standar, pengukuran kegiatan, dan pengambilan tindakan korektif. Perbedaan antara pengendalian dan pengawasan Menurut Usman (2006) adalah pada wewenang dari pemangku kedua istilah tersebut. Pengendalian mempunyai wewenang untuk turun tangan melakukan koreksi yang tidak dimiliki oleh pengawasan. Pengawasan hanya sebatas memberikan saran dan masukan, sedangkan tindak lanjutnya dilakukan oleh pengendalian. Dengan demikian,pengendalian lebih luas daripada pengawasan. Dalam penerapannya di pemerintahan, kedua istilah tersebut sering dilakukan bersamaan dan sering tumpah tindih (overlapping), sehingga lebih banyak dipakai istilah pengawasan dan pengendalian (wasdal). Pengawasan didefinisikan oleh Azwar (1988) adalah melakukan penilaian dan sekaligus koreksi terhadap setiap penampilan pegawai untuk mencapai tujuan seperti yang telah ditetapkan dalam rencana atau suatu proses untuk mengukur penampilan
suatu
program
yang
kemudian
dilanjutkan
dengan 56
mengarahkannya sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Sedangkan
Mockler
dalam
Handoko
(2003)
mengartikan
pengawasan sebagai suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya,
menentukan
dan
mengukur
penyimpangan-
penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya organisasi dipergunakan dengan cara paling efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Lanri (2003) dalam Usman (2006) mendefinisikan pengawasan sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah pelaksanaan pekerjaan/kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana semula. Kegiatan pengawasan pada dasarnya membandingkan kondisi yang ada dengan yang seharusnya terjadi. Pengendalian dilakukan apabila dalam pengawasan ternyata ditemukan adanya penyimpangan atau hambatan maka segera diambil tindakan koreksi. Sedangkan pengendalian didefinisikan oleh Usman (2006) adalah proses pemantauan, penelitian, dan pelaporan rencana atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna menyempurnakan lebih lanjut. Selanjutnya penilaian (evaluating), menurut The World Health Organization adalah suatu cara belajar yang sistematis dari pengalaman yangdimiliki untuk meningkatkan pencapaian, pelaksanaan, dan perencanaan suatuprogram melalui pemilihan secara seksama berbagai kemungkinan yang tersediaguna 57
penerapan
selanjutnya.
The
American
Public
Association
mendefinisikanpenilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilandari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Sedangkan The International Clearing House on Adolescent Fertility Control for Population, mendefinisikan penilaian sebagai suatu proses yang teratur dansistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur ataukriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan sertapenyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaanprogram (Azwar, 1988). Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, nampak
bahwa antara
pengawasan, pengendalian, dan penilaian mempunyai makna dan esensi yang sama yaitu proses pemantauan, penilaian, dan pelaporan keberhasilan suatu kegiatan dan program dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, adanya penetapan standar, tolok ukur dan kriteria, adanya pengukuran hasil kegiatan dan program, adanya pembandingan hasil kinerja pegawai dan organisasi dengan standar, dan adanya pengambilan tindakan korektif bila diperlukan. 5.4.2 Metode P3 Puskesmas Untuk dapat melakukan P3 Puskesmas dengan baik ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Obyek P3 Puskesmas Obyek P3 Puskesmas adalah hal-hal yang harus diawasi, dikendalikan dan dievaluasi. P3 Puskesmas sebaiknya mencakup seluruh sistem manajemen 58
Puskesmas yang terdiri atas 7 (tujuh) komponen yaitu : input (masukan sumber daya manajemen Puskesmas) yang meliputi 7 M + 1 I, process (proses transformasi manajemen dan proses pelayanan kesehatan Puskesmas), output (hasil antara), outcome (hasil akhir), impact(manfaat dan dampak/efek), feed back (umpan balik), dan lingkungan Puskesmas. Paling tidak terdapat 10 jenis objek yang perlu dijadikan sasaran P3 Puskesmas, yaitu: a.
Hasil cakupan kegiatan dan program Puskesmas baik upaya kesehatan wajib, upaya kesehatan pengembangan, maupun upaya kesehatan inovatif: Dilakukan dengan membandingkan pencapaian hasil kegiatan
b.
dengan target yang telah ditetapkan dalam RO Puskesmas; Pelaksanaan Manajemen Puskesmas: Meliputi Perencanaan yaknipenyusunan
Rencana
Strategik
dan
Rencana
(P1)
Operasional
Puskesmas,Penggerakan Pelaksanaan (P2) yakni pelaksanaan Lokakarya MiniPuskesmas baik bulanan maupun triwulanan, dan Pelaksanaan P3Puskesmas c.
yakni
KinerjaPuskesmas; Mutu Pelayanan
Stratifikasi
Puskesmas
Puskesmas:
atau
Dilakukan
Penilaian dengan
membandingkanpencapaian kinerja Puskesmas dengan standar mutu d.
pelayanan danstandard operating procedure (SOP) Puskesmas; Manajemen Obat dan Alat kesehatan (Pengelolaan obat dan alat kesehatandi gudang dan pelayanan obat alat kesehatan di Puskesmas) : Permintaandan penerimaan obat alat kesehatan, pemeriksaan obat alat 59
kesehatan
yangdiragukan
kualitasnya,
lokasi
dan
kelengkapan
penyimpanan obat alatkesehatan di gudang, sarana gudang obat alat kesehatan Puskesmas,fasilitas penyimpanan, proses distribusi, kegiatan dan proses pelayananobat dan alat kesehatan, cara penyerahan dan e.
pemberian informasi,membuat indikator peresepan; Manajemen Keuangan yaitu pengelolaan
pemasukan
dan
penggunaankeuangan kegiatan rutin dan program Puskesmas serta keuangan programJamkesmas: Puskesmas mempunyai buku adminisrasi keuangan/buku kasberisi uang masuk dan uang keluar berdasarkan kegiatan dan sumberanggaran setiap bulan, laporan pertanggungjawaban keuangan programJamkesmas tahunan. Pimpinan Puskesmas seyogyanya f.
melakukanpemeriksaan keuangan secara berkala; Manajemen Ketenagaan: Puskesmas membuat
Daftar
Urutan
Kepangkatan(DUK), struktur organisasi serta uraian tugas dan tanggung jawab setiappetugas, rencana kerja bulanan dan tahunan untuk setiap petugas sesuaidengan tugas, wewenang, dan tanggung jawab, melakukan pembinaankepada petugas dengan cara penilaian DP3, pemberian penghargaan,kesejahteraan, dan pemberian sanksi, mempunyai data keadaan, kebutuhanketenagaan termasuk bidan desa, mempunyai daftar g.
pejabat fungsionalPuskesmas; Program Pengamatan dan
Pencegahan
Penyakit:
Puskesmas
membuatPemantauan Wilayah Setempat (PWS) per desa serta hasil analisis danrencana tindak lanjutnya disampaikan dalam Lokakarya Mini 60
Puskesmasbaik bulanan maupun triwulanan dan rapat koordinasi tingkat kecamatan,kewaspadaan dini KLB penyakit potensial wabah dengan membuat grafikmingguan serta analisis dan rencana tindak lanjutnya, menjalankan SistemKewaspadaan Dini (SKD) faktor risiko dengan h.
memilih penyakit potensialKLB di wilayah kerja Puskesmas; Program JPKM atau Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas):Mempunyai
dokumentasi
program
Jamkesmas,
meliputi:pengorganisasian, data kepesertaan dan distribusi kartu peserta, datakeuangan, rencana dan laporan bulanan, pelayanan kesehatan diPuskesmas dan rujukan, pembinaan dan pengawasan oleh dinas i.
kesehatankabupaten/kota; Program penggerakan dan
pemberdayaan
masyarakat
bidang
kesehatantingkat kecamatan dan desa/kelurahan seperti program Desa j.
Siaga; Objek
yang
bersifat
strategis:
Misalnya
pengawasan
tentang
penggunaanjarum suntik untuk mencegah penyakit menular melalui suntikan(Hepatitis C, HIV/AIDS, dan sebagainya), jenis, jumlah dan kualitasvaksin yang tersedia, dan sebagainya. Menurut Sutedja (2005), sasaran P3 meliputi : (a) kinerja pegawai danorganisasi baik kuantitas maupun kualitas layanan kesehatan, (b) ketenagaanyakni kegiatan pegawai sesuai dengan perencanaan dan instruksi, (c) sumberdaya manajemen lainnya mencakup kuantitas dan
61
kualitas, (d) keuangan yakni biaya, penghasilan, dan likuiditas, serta (e) waktu yakni kesesuaian dengan perencanaan.
2. Metode P3 Puskesmas Yang dimaksud dengan metoda P3 Puskesmas adalah teknik atau cara melakukan P3 terhadap obyek P3 Puskesmas yang telah ditetapkan. Menurut Sutedja (2005), metode pengawasan terdiri atas pengawasan langsung (observasi), wawancara (laporan lisan), dan laporan tertulis antara lain formulir SOP, data statistik, dan computer on line. 5.4.3 Proses P3 Puskesmas Proses P3 Puskesmas terdiri paling sedikitnya 5 (lima) tahapan. Tahapan tersebut meliputi: (1) (2) (3) (4)
Penetapan standar pelaksanaan, Penentuanpengukuran pelaksanaan kegiatan, Pengukuran hasil kinerja aktual/nyata, Pembandingan hasil aktual dengan standar dan melakukan analisis
penyimpangan,serta (5) Pengambilan tindakan
koreksi
bila
diperlukan
(Terry,1983;
Handoko,2003; Silalahi, 2002). 1.
Penetapan Standar Pelaksanaan
Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian hasil kinerja pegawai dan Puskesmas. Menetapkan suatu standar akan memberi suatu nilai atau petunjuk yang menjadi ukuran sehingga hasil kinerja aktual dapat dibandingkan. 62
Standar pelaksanaan meliputi standar masukan (input standard), standar proses, dan standar keluaran (output standard). Standar masukan mengukur penyediaan dan penggunaan sumber daya Puskesmas (7M + 1 I). Standar proses mengukur proses penyelenggaraan manajemen Puskesmas (P1, P2, dan P3), proses pelaksanaan standar mutu, standard operating procedure (SOP), standar Sistem Pencatatan dan Pelapran Puskesmas (SP3)-Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS). Sedangkan standar keluaran mengukur hasil kinerja pegawai dan Puskesmas meliputi hasil cakupan kegiatan dan program serta mutu pelayanan kesehatan dalam aspek kuantitas, kualitas, biaya, dan waktu. Standar pelaksanaan bersumber dan dikembangkan dari tujuan dan target Puskesmas yang ditetapkan dalam RO (plan of action) Puskesmas, anggaran, tugas dan wewenang pegawai, mekanisme dan tata kerja/ prosedur kerja pegawai dan organisasi Puskesmas, petunjuk dan peraturan pelaksanaan, serta target kegiatan dan program Puskesmas. Tolok
ukur
standar
kinerja
Puskesmas
merujuk
pada
Standar
PelayananMinimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1457/Menkes/SK/X/2003) dan Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1091/Menkes/ SK/X/2004) serta Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat (Keputusan MenteriKesehatan No.1202/Menkes/ SK/VIII/2003).
63
2.
Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Penetapan standar adalah sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan aktual, untuk itu perlu ditetapkan prosedur,waktu, dan metode atau teknik pengukuran yang digunakan. Kinerja yang diukur meliputi kinerja pegawai, tim, dan organisasi Puskesmas. Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan Puskesmas saat ini dilakukan melalui Stratifikasi Puskesmas yang kemudian menjadi Penilaian Kinerja Puskesmas.
3.
Pengukuran Hasil Kinerja Aktual
Setelah sistem dan frekuensi pengukuran P3 Puskesmas ditentukan dilakukan pengukuran hasil kinerja aktual. Pengukuran hasil kinerja aktual dilakukan sebagai proses yang berulang dan terus-menerus. Ada beberapa cara untuk melakukan pengukuran kinerja aktual, yaitu :
a. Pengamatan (observasi) secara pribadi: Berarti bahwa pimpinan Puskesmas memantau dan memperhatikan aktivitas pegawai. Hal-hal yang diobservasi seperti metode/cara kerja yang dilaksanakan, kuantitas dan kualitas pekerjaan, sikap para pegawai, dan observasi lapangan di wilayah kerja Puskesmas. Observasi secara pribadi terutama berguna untuk mengecek dan mencatat hal-hal yang tidak tampak (intangibles); b. Laporan lisan: Dapat berupa wawancara, pertemuan
kelompok,
rapat/dinamisasi staf atau melalui diskusi-diskusi informal. Laporan 64
lisanmengandung kelebihan tertentu daripada metode observasi secara pribadikarena informasi ditransmisi secara lisan dan didalamnya terdapat kontakpribadi; c. Laporan tertulis: Dipergunakan untuk memperoleh keterangan atau hasilpekerjaan secara tertilis. Laporan-laporan tersebut dapat mencakup datayang komprehensif dan bermanfaat untuk penyusunan statistik; d. Inspeksi: Dilakukan dengan jalan membandingkan kualitas
jasa
layanankesehatan Puskesmas dengan standar layanan kesehatan yang telahditetapkan melalui suatu pengujian secara visual/pengamatan, pengetesan,atau pengambilan sampel.e. Metode otomatis: Yaitu dengan menggunakan alat moderen sepertikomputer on line (Terry, 1983). Agar pelaksanaan pengukuran kinerja berlangsung dengan akurat, maka perlu dikumpulkan data dan mendeteksi permasalahan secara terus menerus yang disebut monitoring performance (pemantauan kinerja).
4.
Pembandingan
Hasil
Kinerja
Aktual
dengan
Standar
dan
AnalisisPenyimpangan Tahap kritis dari P3 Puskesmas adalah pembandingan pelaksanaan aktual dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar kinerja yang telah ditetapkan. Untuk itu dibutuhkan standar yang jelas dan pasti yang digunakan sebagai ukuran yang akan diperbandingkan. Membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang diinginkan dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada perbedaan dan penyimpangan (deviasi). Penyimpangan harus dianalisis untuk 65
menentukan kenapa standar tidak dapat dicapai. Hasil analisis penyimpangan atau kesenjangan antara target dan hasil cakupan kegiatan dan program akan ditindak lanjuti dalam penyusunan RO Puskesmas tahun yang akan datang.
5. Pengambilan Tindakan Koreksi Bila Diperlukan Bila hasil analisis penyimpangan menunjukan perlunya tindakan koreksi, maka tindakan koreksi ini perlu dilakukan. Jika terjadi penyimpangan, pimpinan Puskesmas perlu berusaha terlebih dahulu untuk mencari faktorfaktor
penyebabnya,
dan
penggunakan
faktor
tersebut
untuk
menetapkan langkah-langkah intervensi. Ada 2 (dua) tipe tindakan koreksi, yaitu: (a) tindakan koreksi segera (immediate corrective action) yaitu tindakan koreksiterhadap berbagai hal yang masih merupakan gejala, dan (b) tindakan koreksimendasar (basic corrective action) yaitu tindakan koreksi terhadappenyimpangan yang terjadi dengan terlebih dahulu mencari serta mendapatkan informasi yang menyebabkan terjadinya penyimpangan.
66
MANAJEMEN RUMAH SAKIT
1. Pengertian Rumah Sakit dan Manajemen Rumah Sakit Batasan Rumah Sakit banyak macamnya. Beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah: a. Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambunganm
67
diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (American Hospital Association, 1974). b. Rumah Sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat, dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan (Wolper dan Pena, 1987). c. Rumah Sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan (Association of Hospital Care, 1947). 2. Tujuan Manajemen Rumah Sakit Rumah
Sakit
sebagai
salah
satu
subsistem
pelayanan
kesehatan
menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap. Dalam perkembangannya, pelayanan Rumah Sakit tidak terlepas dari pembangunan ekonomi masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan fungsi klasik RS yang pada awalnya hanya memberi pelayanan yang bersifat penyembuhan (kuratif) terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayanan RS kemudian bergeser karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya teknologi kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatan di RS saat 68
ini tidak saja bersifat kuratif, tetapi juga bersifat pemulihan (rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Dengan demikian sasaran pelayanan kesehatan RS tidak hanya untuk individu pasien, tetapi juga berkembang untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya memang pasien yang datang atau yang dirawat sebagai individu dan bagian dari keluarga. Atas dasar sikap itu, pelayanan kesehatan di RS merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (komprehensif dan holistik). Pelayanan RS di Indonesia saat ini sudah bersifat padat modal, padat karya, dan padat teknologi dalam menghadapi persaingan global. Dalam hal rujukan medik, RS juga diandalkan untuk memberikan pengayoman medik (pusat rujukan) untuk pusat-pusat pelayanan yang ada di wilayah kerjanya. Sifat pengayoman sangat erat kaitannya dengan klasifikasi Rumah Sakit. 3. Jenis Klasifikasi Rumah Sakit di Indonesia Ada empat jenis RS berdasarkan klasifikasi perumahsakitan di Indonesia yaitu kelas A, B, C, dan D. Kelas RS yang lebih tinggi (A) mengayomi kelas Rumah Sakit yang lebih rendah dan mempunyai pengayoman wilayah yang lebih luas. Pengayoman dilaksanakan melalui dua sistem rujukan yaitu sistem rujukan kesehatan (berkaitan dengan upaya promotif dan preventif seperti bantuan teknologi, bantuan sarana, dan operasionalnya) dan rujukan medik (berkaitan dengan pelayanan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif). 69
Dengan berubahnya RS kelas A dan B menjadi RS swadana, bahkan ada yang menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), manajemen klasik RS di Indonesia sudah pasti mengalami perubahan. Perubahan dalam hal peningkatan profesionalisme staf, tersedianya peralatan yang lebih canggih, dan lebih sempurnanya sistem administrasi RS yang akan bermanfaat untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan RS. 4. Jenis/Kepemilikan Rumah Sakit di Indonesia Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai kepemilikan, jenis pelayanan dan kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam RS yaitu RS Pemerintah (RS Pusat, RS Provinsi, RS Kabupaten), RS BUMN/ABRI, dan RS Swasta yang menggunakan sumber investasi dari sumber dalam negeri (PMDN) dan sumber luar negeri (PMA). Jenis RS yang kedua adalah RS Umum, RS Jiwa, RS Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kanker, dan sebagainya). Jenis RS yang ketiga adalah RS Kelas A, Kelas B (pendidikan dan non-pendidikan), RS kelas C, dan RS kelas D (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979). Pemerintah sudah meningkatkan status semua RS Kabupaten menjadi kelas C. 5. Jenis Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Kelas RS juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia. Pada RS kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk subspesialistik. RS kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. RS kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan anak). Di RS kelas D hanya terdapat pelayanan medis dasar. 70
Keputusan Menteri Kesehatan No.134 Menkes/SK/IV/78 th.1978 tentang susunan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum di Indonesia antara lain: Pasal 1:
Rumah Sakit Umum adalah organisasi di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Dirjen Yan Medik.
Pasal 2: Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan kesehatan (caring) dan penyembuhan (curing) penderita serta pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa (rehabilitation). Pasal 3: Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Rumah Sakit mempunyai fungsi: a. Melaksanakan usaha pelayanan medik b. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik c. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan peningkatan pemulihan d. e. f. g.
kesehatan Melaksanakan usaha perawatan Melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan paramedic Melaksanakan sistem rujukan Sebagai tempat penelitian
Pasal 4:a. Rumah Sakit Umum yang dimaksud dalam keputusan ini adalah RS kelas A, kelasB, dan kelas C. b. Rumah Sakit Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan yang spesialistik dan subspesialistik yang luas. c. Rumah Sakit Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik yang luas. d. Rumah Sakit Umum kelas C adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik paling sedikit 4 spesialis dasar yaitu Penyakit 71
Dalam, Penyakit Bedah, Penyakit Kebidanan/Kandungan, dan Kesehatan Anak.
6. Pelaksanaan Fungsi Manajemen di Rumah Sakit 6.1 Perencanaan di Rumah Sakit 6.1.1 Pola Perencanaan Rumah Sakit dan Keterkaitannya 6.1.1.1 Perencanaan Strategik, Obat, SDM, dll. Perencanaan Rumah Sakit dapat dibagi ke dalam dua kategori: 1. Studi Kelayakan Di dalam Studi Kelayakan, setidaknya kita harus survei hal-hal sebagai berikut: a. b. c.
Kebutuhan akan Rumah Sakit di area tersebut Kondisi lokasi Perekonomian masyarakat dimana rumah sakit tersebut akan
d.
dibangun Kebutuhan calon pelanggan pada pelayanan yang akan disediakan
e. f.
Rumah Sakit Ketersediaan tenaga kerja Sumber daya finansial
Kebutuhan untuk menganalisa lokasi Rumah Sakit Lebih baik menunjuk konsultan rumah sakit yang dapat melakukan survei untuk mementukan kelayakan lokasi yang dipilih secara obyektif. Di dalam survei ini konsultan harus menilai apakah komunitas dalam jangkaun proyek 72
mampu memanfaatkan pelayanan yang diberikan rumah sakit, jika komunitas dalam jangakauan termasuk komunitas yang sejahtera maka harus dibuat rumah sakit yang “mewah” atau dengan kata lain rumah sakit harus memiliki fasilitas yang layak (diatas rata-rata fasilitas rumah sakit lain yang sudah ada). Tranportasi, fasilitas umum, pemondokan (tempat tinggal) bagi calon karyawan termasuk hal yang harus diperhitungkan dalam survei ini. Kondisi lokasi Rumah Sakit Lokasi yang dipilih harus memiliki luasan lahan yang “cukup” luas untuk keperluan pengembangan dikemudian hari. Lokasi harus sesuai untuk konstruksi bangunan, tidak pada lokasi rawan bencana, tidak pada area rawan banjir, dan harus mudah diakses dari berbagai arah, utamanya yang berkaitan dengan fasilitas umum yang ada, dan sebaiknya terletak pada jalur utama transportasi umum. Ketersedaiaan sumber air mengingat kebutuhan air untuk pasien mencapai 300 – 400 liter setiap harinya maka sumber air harus dipertimbangkan secara matang. Pengolahan air limbahnya harus sudah dipertimbangkan dari awal. Muka air tanah harus di perhitungkan agar instalasi sytem limbahnya tidak kesulitan, dengan mengetahui muka air tanah kita dapat tentukan jenis material pipa air yang akan dipakai. Jenis tanah juga harus dipertimbangkan untuk efisiensi jenis fondasi yang akan di rancang. Fasilitas lain yang harus di perhatikan adalah, sumber listrik PLN, telephone, kondisi jalan, dan kondisi saluran pembuangan yang sudah ada. 73
Perekonomian di area di mana Rumah Sakit akan didirikan Kita harus mempelajari kapsitas pendapatan rata-rata (kesejahteraan) masyarakat di area tersebut sehingga kita dapat menentukan “kemewahan” dan kelengkapan peralatan yang akan kita sediakan. Kita harus selalu melihat bahwa masyarakat sekitar rumah sakit harus mampu secara ekonomi memanfaatkan pelayanan yang kita sediakan. Fasilitas yang kita bangun harus tersedia untuk semua kategori lapisan masyarakat. Kemungkinan sebagai Rumah Sakit rujukan Di dalam survei awal kita harus menemukan apakah masyarakat dapat menggunakan pelayanan dari institusi yang kan kita bangun, kita harus melihat keberadaan rumah sakit tersebut akan mampu memberikan pelayanan pada masyarakat yang datang dari luar daerah dimana RS tersebut didirikan, sehingga diperlukan fasilitas penginapan atau sejenisnya. Ketersediaan SDM Kita harus mampu memastikan apakah tersedia cukup tenaga paramedic dan lainnya secara langsung di area tersebut ataukah harus didatangkan dari luar daerah, hal ini harus diperhitungkan dari awal karena akan berkaitan dengan banyak permasalahan, yang implikasinya adalah benilai financial. Sumber Finansial Sebelum kita memulai proyek yang kita rencanakan, kita harus menganilsa sumber finansial yang ada. Sebagian besar dana yang kita butuhkan dapat kita peroleh dari bank atau institusi pendanaan yang lain (bank lebih aman). Kita 74
harus merencanakan dan menghitungnya secara detail sehingga kebutuhan semua dana harus sudah tercukupi dari awal, dan tidak akan terjadi pemberhentian proyek ditengah jalan. Sering terjadi perencananaan yang tidak dilakukan dengan teliti akan mengacaukan proses pembangunan dan tidak sedikit proyek yang “mangkrak”. Kita harus menghitung budged secara akurat dan mengetahui bahwa PBP –nya mencapai 7 hingga 10 tahun, baru proyek tersebut kita nyatakan feasible :”layak”. Di dalam Rumah Sakit, peralatan medis sangat mahal harganya, dan sering terjadi perkembangan peralatan medis terjadi dalam waktu yang relative singkat. Kita harus budayakan memproses perencanaan secara mendalam, detail dan gunakan waktu lebih lama untuk mewujudkan perencanaan yang sempurna, dibandingkan sebaliknya. Perencanaan yang dibuat secara “cepat jadi” cenderung akan mengakibatkan biaya tinggi karena banyak terjadi perubahan dan modifikasi dalam proses pelaksanaannya.
2. Perencanaan bangunan, peralatan dan fasilitas penunjang lainnya Setelah proses survei selesai dilakukan mulailah dengan perencanaan bangunan, sebaiknya kita menunjuk perencana yang khusus menangani proyek-proyek rumah sakit, menyiapkan master layout, untuk menentukan posisi berbagai unit bangunan (alur). Di dalam pembuatan master plan ini harus sudah terakomodir semua kebutuhan ruang dan dimensinya untuk tiaptiap departemen. 75
Rumah sakit dapat dibagi ke dalam rumah sakit corporate, rumah sakit pemerintah, dan klinik swasta, atau rumah sakit umum yang akan memiliki semua departemen dan klasifikasi rumah sakit khusus (rumah sakit mata, kanker, dll). Sesuai kondisi perekonomian pasien dan kebutuhan komunitas di area tersebut, ruang rawat inap dirancang. Pada beberapa tempat, kita sebaiknya memiliki lebih banyak ruang yang “mewah” dan bisa jadi di tempat lain kita lebih banyak membutuhkan ruangan standard dan umum. Untuk itu sudah ada pedoman dari depertemen kesehatan tentang hal ini. Fasilitas lain yang harus ada antara lain; toilet, medical store, optical store, lobby, space area, taman, parking area, dll. Nurse station harus diposisikan pada posisi tengah, ruang perawatan harus dikondisikan senyaman dan setenang mungkin, reception harus memiliki atmosphere penyambutan yang hangat untuk semua orang yang datang ke rumah sakit. Ketika kita merencanakan pembangunan infrastruktur, kita harus memilih material yang sesuai dengan kondisi alam Indonesia sehingga cara dan biaya maintenance akan dapat dikontrol secara efisien. Perencanaan dan Koordinasi dengan pihak lain yang mungkin diperlukan:
Pembelian tanah dan atau sertifikasi tanah Legal Opinion (Pembentukan PT) oleh owner Ijin Prinsip oleh owner Penunjukan pembuatan Feasibility Studi Penunjukan pembuatan AMDAL Penunjukan Perencana Khusus Rumah Sakit Persetujuan Perencana 76
Penunjukan Kontraktor dan Pengawas khusus Rumah Sakit Proses Pembangunan Pembuatan Spesifikasi peralatan medis dan non medis (oleh konsultan rs Persetujuan spesifikasi peralatan medis dan non medis Pembelian Peralatan medis dan non medis Recruitment (top level management) oleh konsultan rumah sakit Regristration (pengajuan Ijin Operasional) Recruitment middle level management oleh top level management Operasionalisasi Rumah Sakit bisa didampingi konsultan rumah sakit Perpajakan
Langkah-langkah tersebut diatas adalah tahapan umum yang seharusnya kita lakukan agar apa yang kita rencanakan memiliki pedoman pelaksanaan yang setidaknya akan memberikan gambaran persiapan yang akan kita lakukan untuk memastikan memulai investasi di bidang rumah sakit yang kita ketahui memerlukan sumber daya yang relatif besar. Perencanaan Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit Sumber daya manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting. Sumber daya manusia merupakan pilar utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misinya. Karenanya harus dipastikan sumber daya ini dikelola dengan sebaik mungkin agar mampu member kontribusi secara optimal. Maka diperlukanlah sebuah pengelolaan secara sistematis dan terencana agar tujuan yang diinginkan dimasa sekarang dan masa depan bisa tercapai yang sering disebut sebagai manajemen sumber daya manusia. Tujuan manajemen sumberdaya manusia adalah mengelola atau
77
mengembangkan kompetensi personil agar mampu merealisasikan misi organisasi dalam rangka mewujudkan visi. Rumah sakit merupakan organisasi pelayanan jasa yang mempunyai kespesifikan dalam hal SDM, sarana prasarana dan peralatan yang dipakai. Sering rumah sakit dikatakan sebagai organisasi yang padat modal, padat sumber daya manusia, padat tehnologi dan ilmu pengetahuan serta padat regulasi. Padat modal karena rumah sakit memerlukan investasi yang tinggi untuk memenuhi persyaratan yang ada. Padat sumberdaya manusia karena didalam rumah sakit pasti terdapat berbagai profesi dan jumlah karyawan yang banyak. Padat tehnologi dan ilmu pengetahuan karena di dalam rumah sakit terdapat peralatan-peralatan canggih dan mahal serta kebutuhan berbagai disiplin ilmu yang berkembang dengan cepat. Padat regulasi karena banyak regulasi/peraturan-peraturan yang mengikat berkenaan dengan syarat-syarat pelaksanaan pelayanan di rumah sakit. Sumber daya manusia yang ada di rumah sakit terdiri dari : 1) Tenaga kesehatan yang meliputi medis (dokter), paramedis(perawat) dan paramedis non keperawatan yaitu apoteker, analis kesehatan, asisten apoteker, ahli gizi, fisioterapis, radiographer, perekam medis. 2) Tenaga non kesehatan yaitu bagian keuangan, administrasi, personalia dll. 6.1.1.2 Plan of Action
78
Ada sebuah model manajemen SDM yang di kenal yaitu model 7P yang merupakan
kependekan
dari
Perencanaan
–
Penerimaan
–
Pengembangan – Pembudayaan – Pendayagunaan – Pemeliharaan – Pensiun
yang
keseluruhannya
menggambarkan
siklus
kegiatan
manajemen SDM mulai dari perencanaan SDM sampai karyawan memasuki masa pensiun. Penerapan model 7P di rumah sakit meliputi : 1. Perencanaan Perencanaan merupakan aktivitas proses penetapan apa yang ingin dicapai
dan
pengorganisasian
sumberdaya
untuk
mencapainya.
Perencanaan sumber daya manusia meliputi jenis tenaga yang dibutuhkan dan berapa jumlahnya yang disesuaikan dengan lingkup pelayanan
yang
akan
dilaksanakan.
berapa
jumlah
dokternya,
perawatnya dan tenaga lainnya serta apakah perlu fisioterapis atau tenaga yang lain tergantung lingkup pelayanannya. Lingkup pelayanan ini biasanya ditentukan berdasarkan tipe rumah sakitnya. Lingkup pelayanan rumah rumah sakit (tipe A/B/C/D) mempunyai standar minimal. Misalnya untuk rumah sakit tipe C minimal pelayanan medisnya adalah 4 besar spesialistik yaitu spesialis obsgyn, anak, bedah dan dalam. Dengan adanya ketentuan tersebut maka tentu saja 79
perencanaan SDM di rumah sakit tipe C akan berbeda dengan tipe yang lain. 2. Penerimaan Penerimaan karyawan merupakan tahap yang sangat kritis dalam manajemen SDM. Bukan saja karena biaya proses penerimaan karyawan sangat mahal tetapi merekrut orang yang tidak tepat ibarat menanam benih yang buruk. Ia akan menghasilkan buah yang dapat merusak tatanan sebuah organisasi secara keseluruhan. Rumah sakit perupakan sebuah organisasi pelayanan jasa yang sifat produknya intangible (tidak bisa dilihat) tetapi bisa dirasakan. Dan pelayanan ini hampir mutlak langsung diberikan oleh karyawan (bukan oleh mesin/atau alat). Sehingga sikap, perilaku dan karakter karyawan sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Oleh karena itu, proses penerimaan SDM rumah sakit harus memperhatikan sikap, perilaku dan karakter calon karyawan. 3. Pengembangan Kompetensi SDM tidak terbentuk dengan otomatis. Kompetensi harus dikembangkan secara terencana sesuai dengan pengembangan usaha agar menjadi kekuatan untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi.
80
Di
rumah
sakit
diperlukan
karyawan
yang
selalu
meningkat
kompetensinya karena tehnologi, ilmu pengetahuan tentang pelayanan kesehatan berkembang sangat pesat dari waktu kewaktu. Adanya peralatan baru, metode perawatan yang berubah merupakan contoh betapa perlunya pengembangan kompetensi. Kegiatan pengembangan kompetensi ini antara lain pendidikan dan pelatihan, pemagangan di rumah sakit lain, rotasi, mutasi. 4. Pembudayaan Budaya perusahaan merupakan pondasi bagi organisasi dan pijakan bagi pelaku yang ada didalamnya. Budaya organisasi adalah norma-norma dan nilai-nilai positif yang telah dipilih menjadi pedoman dan ukuran kepatutan perilaku para anggota organisai. Anggota organisasi boleh pintar secara rasional, tetapi kalau tidak diimbangi dengan kecerdasan emosional dan kebiasaan positif maka intelektual semata akan dapat menimbulkan masalah bagi organisasi. Pembentukan budaya organisasi merupakan salah satu lingkup dalam manajemen SDM. 5. Pendayagunaan The right person in the right place merupakan salah satu prinsip pendayagunaan. Bagaimana kita menempatkan SDM yang ada pada
81
tempat atau tugas yang sebaik-baiknya sehingga SDM tersebut bisa bekerja secara optimal. Ada SDM yang mudah bergaul, luwes, sabar tetapi tidak telaten dalam hal keadministrasian. Mungkin SDM ini cocok di bagian yang melayani publik daripada bekerja di kantor sebagai administrator. Lingkup pendayagunaan ini adalah mutasi, promosi, rotasi, perluasan tugas dan tanggung jawab. 6. Pemeliharaan SDM merupakan manusia yang memiliki hak asasi yang dilindungi dengan hukum. Sehingga SDM tidak bisa diperlakukan semaunya oleh perusahaan karena bisa mengancam organisasi bila tidak dikelola dengan baik. SDM perlu dipelihara dengan cara misalnya pemberian gaji sesuai standar, jamisan kesehatan, kepastian masa depan, membangun iklim kerja yang kondusif, memberikan penghargaan atas prestasi dsb. 7. Pensiun Dengan berjalannya waktu SDM akan memasuki masa pensiun. Rumah sakit harus menghindari kesan ” habis manis sepah dibuang”, dimana ketika karyawannya sudah masa pensiun kemudian di keluarkan begitu saja. Karena itu sepatutnya rumah sakit mempersiapkan karyawannya
82
agar siap memasuki dunia purna waktu dengan keyakinan. Ada banyak hal yang bisa disiapkan yaitu pemberikan tunjangan hari tua yang akan diberikan pada saat karyawan pensiun, pemberikan pelatihan-pelatihan khusus untuk membekali calon purnakarya. 6.1.2 Pengorganisasian di Rumah Sakit 6.1.2.1 Struktur Organisasi Dalam usaha mencapai sasarannya, suatu rumah sakit harus memilih suatu struktur organisasi yang efektif dan mudah beroperasi serta tidak banyak birokrasi. Penetapan struktur organisasi ini dimaksudkan untuk bisa
membagi
pekerjaan,
memberikan
wewenang,
melakukan
pengawasan dan meminta pertanggungjawaban. Dalam memilih bentuk organisasi, yang perlu diingat adalah sifat rumah sakit yang berbeda dengan sifat umumnya institusi lain. Suatu organisasi rumah sakit yang sukses mempunyai ciri : 1. Struktur organisasinya tidak berbentuk pyramid tetapi datar 2. Jenjang hirarkinya pendek 3. Pengorganisasiannya berorientasi kepada tim yang mudah dibentuk dan mudah pula untuk dibubarkan kembali Setelah menelaah sifat institusi rumah sakit seperti yang telah disebut di atas maka para penelaah menyetujui bahwa struktur organisasi yang cocok adalah bentuk organisasi matriks.
83
Pada organisasi matriks ada dua macam wewenang, yaitu wewenang yang mengalir secara horizontal pada unit fungsional dan wewenang yang mengalir secara vertikal pada pimpinan structural atau manajerial. Dua aliran wewenang ini membentuk kisi-kisi wewenang yang dinamakan matriks aliran wewenang atau matrix of authority flows. Struktur organisasi matriks ini mengutamakan teknologi penyelesaian tugas yang menyangkut kecepatan penyelesaian, biaya, dan
kualitas.
Struktur
oganisasi
matriks
menyadari
adanya
ketergantungan antara berbagai fungsi. Dalam membentuk organisasi yang perlu diperhatikan adalah azasazas yang harus diikuti, yaitu : 1.
Azas kesatuan komando, setiap pegawai hanya mempunyai
2.
pimpinan tunggal Pendelegasian wewenang kekuasaan perlu diikuti rasa tanggung
jawab 6.1.2.2 Job Description 1. Dewan Penyantun Lingkup pekerjaan : menentukan kebijakan dan pengarahan umum dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pendanaan kegiatan pelayanan di rumah sakit. Uraian tugas : 1. Menentukan misi dan tujuan pokok kegiatan pelayanan rumah sakit
84
2. Menentukan kebijakan perencanaan dan memberikan persetujuan terhadap rencana jangka menengah (lima tahun) rumah sakit 3. Mengkaji pelaksanaan kegiatan rumah sakit sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan dalam upaya mencapai tujuan 4. Melakukan penilaian tahunan terhadap penampilan kerja rumah sakit secara keseluruhan termasuk pengadaan dan pemanfaatan dana untuk pembiayaan kegiatan pelayanan 2. Direktur Rumah Sakit Lingkup pekerjaan : direktur mempunyai tugas memimpin, menyusun kebijaksanaan
pelaksanaan,
membina
pelaksanaan,
mengkoordinasikan, dan mengawasi pelaksanaan tugas rumah sakit sesuai dengan misi dan tujuannya. Uraian tugas : 1. Bertanggung jawab dan mengawasi segala kegiatan/keadaan rumah sakit 2. Mengembangkan rencana jangka menengah (5 tahun) dan jangka 3.
pendek (1 tahun) kegiatan pelayanan di rumah sakit Menentukan kebijakan pelaksanaan kegiatan pelayanan di rumah sakit dan menetapkan peraturan-peraturan untuk manajer-manajer
di bawahnya 4. Melakukan koordinasi kegiatan pelayanan di rumah sakit 5. Membuat laporan tahunan kepada Dewan Penyantun Rumah Sakit berdasarkan laporan-laporan berkala dan incidental dari setiap manajer
85
6. Bertindak keluar dan kedalam atas nama rumah sakit dalam hal-hal yang berkaitan dengan pengadilan
pemasaran jasa pelayanan
rumah sakit 3. Wakil Direktur Bidang Penunjang Medik Lingkup pekerjaan : bertugas membantu Direktur Rumah Sakit merumuskan kebijaksanaan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pelayanan di UPF/instalasi, radiologi, farmasi, gizi, rehabilitasi medis, patologi klinis, patologi anatomi, pemulasaran jenazah, dan kegiatan bidang penunjang medis. Uraian tugas : 1. Membuat rencana kerja UPF/instalasi di lingkup kerjanya 2. Mengkoordinasikan segala kebutuhan dan mengawasi kegiatan UPF/instalasi di lingkup kerjanya 3. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit 4. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur Rumah Sakit
4. Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medik Lingkup pekerjaan : bertugas membantu Direktur Rumah Sakit merumuskan kebijaksanaan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pelayanan di instalasi rawat jalan, rawat inap, rawat darurat, bedah, perawatan intensif dan kegiatan bidang pelayanan medis serta bidang keperawatan. Uraian tugas : 86
1. Membuat rencana kerja UPF/instalasi di lingkup kerjanya 2. Mengkoordinasikan segala kebutuhan dan mengawasi kegiatan UPF/instalasi di lingkup kerjanya 3. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit 4. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur Rumah Sakit
5. Wakil Direktur Bidang Promosi dan Prevensi Lingkup pekerjaan : bertugas membantu Direktur Rumah Sakit merumuskan kebijaksanaan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pelayanan di instalasi KIA/KB, kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja, rekam medic dan informasi Uraian tugas : 1. Membuat rencana kerja UPF/instalasi di lingkup kerjanya 2. Mengkoordinasikan segala kebutuhan dan mengawasi kegiatan UPF/instalasi di lingkup kerjanya 3. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit 4. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur Rumah Sakit 6. Wakil Direktur Bidang Administrasi Umum dan Keuangan Lingkup pekerjaan : bertugas membantu Direktur Rumah Sakit merumuskan kebijaksanaan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan
87
pelayanan di instalasi gizi, tata usaha, kepegawaian, keuangan, pembukuan, dan rumah tangga. Uraian tugas : 1. Membuat rencana kerja UPF/instalasi di lingkup kerjanya 2. Mengkoordinasikan segala kebutuhan dan mengawasi kegiatan UPF/instalasi di lingkup kerjanya 3. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit 4. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur Rumah Sakit
7. Kepala Rawat Jalan Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan UPF Rawat Jalan untuk pelayanan pemeriksaan dan perawatan jalan sesuai prosedur dan teknik pengobatan yang telah ditentukan rumah sakit. Uraian tugas : 1. Membantu dokter dalam pelayanan pemeriksaan rawat jalan 2. Membantu dokter dalam memberikan tindakan rawat jalan 3. Melayani/mengantar pasien ke laboratorium, kamar rontgen, diagnosis, dan fisioterapi 4. Mengirimkan rekam medic dan resep ke apotik
88
5. Membuat laporan secara berkala kepada Wakil Direktur Rumah Sakit 6. Mencatat data pasien yang mendapat layanan poliklinik 7. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh wakil direktur
8. Kepala Unit Gawat Darurat Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan unit gawat darurat untuk terlaksananya pemberian layanan gawat darurat yang sesuai dengan ketentuan dan standar-standar yang telah diyentukan. Uraian tugas : 1. pemberian pertolongan pertama kepada pasien yang datang ke UGD 2. pelaporan kepada dokter jaga tentang adanya pasien gawat darurat 3. pelaksanaan tindakan-tindakan sesuai instruksi dokter 4. pengaturan jadwal dan melaksanakan daftar tugas di UGD 5. pencatatan data pasien yang mendapat pelayanan di UGD untuk bahan membuat visum et repertum 6. meminta persediaan obat-obatan dan bahan-bahan untuk UGD 7. perawatan dan pengawasan atas jenazah sebelum diambil keluarganya 89
8. membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit 9. melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh direktur
9. Kepala Rawat Inap Lingkup pekerjaan : mengatur dan merencanakan daftar tugas di unit rawat inap untuk lancarnya pelayanan kepada pasien. Uraian tugas : 1. Pengaturan giliran jaga di unit rawat inap. 2. Pembuatan permintaan obat-obatan/bahan-bahan untuk keperluan unit rawat inap. 3. Pengawasan pelaksanaan jaga di unit rawat inap. 4. Membuat laporan secara berkala kepada Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medis. 5. Pencatatan data pasien yang mendapat layanan rawat inap di unit rawat inap. 6. Pengawsan dan pemeliharaan pasien yang dirawat. 7. Pengawasan dan pemeliharaan kebersihan ruangan serta alat-alat yang dipakai dalam perawatan. 90
8. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
10. Kepala Instansi Laboratorium Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan laboratorium rumah sakit sesuai ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk menunjang kegiatan-kegiatan medis lainnya. Uraian tugas : 1. Perencanaan kebutuhahan bahan, reagen dan barang-barang yang diperlukan dalam pemeriksaan laboratorium. 2. Pengaturan dan pelayanan permintaan akan jasa laboratorium sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 3. Pencatatan dan pembukuan hasil setiap pemeriksaan laboratorium sesuai prosedur yang telah ditetapkan. 4. Penjagaan dan perawatan semua peralatan laboratorium rumah sakit sesuai standar yang telah ditetapkan, agar laboratorium selalu siap untuk beropeasi. 5. Membuat laporan secara berkala kepada Wakil Direktur Bidang penunjang Medis.
91
6. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan Direktur.
11. Kepala Instalasi Radiologi Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan kamar rontgen sesuai prosedur yang telah ditetapkan untuk menunjang kegiatan-kegiatan medis yang ada. Uraian tugas : 1. Penjagaan dan pemeliharaan semua peralatan radiologi yang ada sesuai standar yang telah ditetapkan agar selalu siap dioperasikan. 2. Membantu dokter dalam pemeriksaan radiologi. 3. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur. 4. Pencatatan data pasien yang mendapat layanan di kamar rontgen. 5. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
12. Kepala Instalasi Rekam Medik & Informasi
92
Lingkup pekerjaan : menjalankan instalasi rekam medic dan informasi sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk tersedianya data medis yang dibutuhkan. Uraian tugas : 1. Penyelenggaraan dan pemeliharaan daftar para pasien rumah sakit. 2. Pengawsan jalannya kartu/rekam medik pasien. 3. Pemberian kode penyakit pasien. 4.
Penyelenggaraan
dan
memelihara
administrasi
pemeriksaan
kesehatan berkala. 5. Membuat visum et repertum. 6. Mengatur dan menyimapn hasil data medik pasien dan menyajikan data statistiknya. 7. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur. 8. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh direktur. 13. Kepala Tata Usaha & Kepegawaian Lingkup pekerjaan : menjalankan
kegiatan
tata usaha untuk
terselenggaranya tata usaha rumah sakit yang efektif dan efisien.
93
Uraian tugas : 1. Pengeloalaan dan penanganan surat-surat masuk/keluar, surat-surat rahasia, dokumen-dokumen dan arsip. 2. Pengisian tugas (roles) pegawai rumah sakit. 3. Penyelenggaraan kegiatan kepersonaliaan dan kepengurusan gaji pegawai. 4. Penyelenggaraan pengetikan dan penggandaan surat-surat dan dokumen-dokumen. 5. Membuat keterangan sehat, keterangan sakit, surat kelahiran dan surat kematian. 6. Menangani urusan dokter tamu.
14. Kepala Keuangan Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan keuangan sesuai ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk terselenggaranya keuangan rumah sakit yang tertib dan lancar. 94
Uraian tugas : 1. Penyelenggaraan administrsai keuangan rumah sakit yang efektif dan efisien. 2. Menjalankan verifikasi atas setiap penerimaan dan pembayaran rumah sakit sesuai ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan. 3. Menyelenggarakan penyimpanan uang dan surat-surat berharga secara efektif, efisien dan aman. 4. Menghitung dan menyetorkan pajak-pajak rumah sakit. 5. Melakukan koordinasi dengan satuan kerja terkait untuk kelancaran tugas. 6. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit. 7. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
15. Kepala Pembukuan Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan pembukuan sesuai ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk dapat menghasilkan laporanlaporan keuangan rumah sakit yang akurat dan tepat waktu. 95
Uraian tugas : 1. Penghitungan tarif-tarif
pemeriksaan, pengobatan, perawatan,
persalinan, dan pembedahan. 2. Penyelenggaraan jurnal, buku besar, dan buku pembantu yang diperlukan. 3. Pembukuan semua transaksi dan yang terjadi secara lengkap dan cermat. 4. Menyiapkan laporan- laporan keuangan rumah sakit. 5. Membuat usul RKAP. 6. Mengusulkan sistem penghitungan, persediaan obat/bahan/ barang di gudang. 7. Menjalankan inventarisasi aktiva tetap rumah sakit. 8. Melakukan koordinasi dengan satuan kerja terkait untuk kelancaran tugas. 9. Melakukan laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit. 10. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
96
16. Kepala Instalasi Farmasi Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan instalasi farmasi sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pelayanan medis. Uraian tugas : 1. Penyusunan kebutuhan obat-obatan, alat kesehatan, dan bahan berdasarkan permintaan dari Unit Pelaksana Fungsional dan Instalasi. 2. Pelayanan pemberian obat-obatan berdasarkan resep yang diterima dari dokter secara tepat dan cepat. 3. Pelayanan permintaan alat-alat kesehatan secara tepat dan cepat. 4. Membuat laporan secara berkala kepada direktur. 5. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
17. Kepala Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan sarana gedung rumah sakit beserta instalasinya, alat medic, elektronik serta kegiatan kerumahtanggaan. 97
Uraian tugas : 1. Pengaturan perawatan kendaraan-kendaraan dinas rumah sakit. 2. Penyelenggaraan administrsai pemakaian bahan bakar 3. Mengawasi pekerjaan kontraktor rumah sakit. 4. Mengawasi Instalasi listrik, air, telepon, gas medik, peralatan elektronika. 5. Pelaksanaan pemeliharaan penggunaan kamar jenazah. 6. Melakukan kegiatan administrasi segala kegiatan yang dilakukan. 7. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur. 8. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
18. Kepala Instalasi Perbekalan Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan instalasi perbekalan sesuai ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk tersedianya barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan rumah sakit dalam waktu yang tepat dan biaya yang seminimal mungkin. Uraian tugas :
98
1. Pelaksanaan pengadaan bahan-bahan dan barang-barang sesuai ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan. 2. Pelaksanaan inventarisasi kebutuhsn UPF dan Instalasi. 3. Mengusulkan kepada Direktur prioritas pengadaan. 4. Penyiapan blanko pemesanan baik melalui tender maupun pembelian langsung.
19. Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan & Kesehatan Kerja Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan instalasi kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja untuk tercapainya tujuan peningkatan taraf kesehatan pegawai beserta keluarganya dan masyarakat sekitar.
Uraian tugas : 1. Pemberian penyuluhan kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja kepada pegawai beserta keluarganya dan masyarakat sekitar konsesi tambang. 2. Pelaksanaan pemeiksaan, administrasi dan pelaporan PKB bagi seluruh pegawai berdasar ketentuan Undang-Undang.
99
3. Pelaksanaan peninjauan, epidemiologi penyakit menular di lokasi pertambangan, pemukiman pegawai. 4. Pelaksanaan pencegahan terhadap penyakit-penyakit tertentu baik kepada pegawai maupun keluarganya dan masyarakat sekitar konsesi. 5. Pemberian pelatihan P3K kepada pegawai. 6. Pelaksanaan kegiatan UKS/UKGS di lingkungan konsesi pertambangan. 7. Bekerjasama dengan Instalasi Gizi untuk melaksanakan penyuluhan peningkatan gizi masyarakat. 8. Memberikan penyuluahan kepada pegawai mengenai penyakit-penyakit akibat kerja. 9. Aktif melaksanakan pencegahan terhadap penyakit-penyakit akibat kerja bersama-sama dengan Hiperkes. 10. Melaporkan pada yang berwenang kasus-kasus penyakit akibat kerja. 11. Melaksanakan tuga-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
20. Kepala UPF KIA & KB Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan UPF KIA & KB untuk tercapainya pelayanan kesehatan ibu dan anak serta pelayanan keluarga berencana yang 100
sesuai dengan standar nasional kepada para pegawai dan masyarakat umum sekitar konsesi pertambangan. Uraian tugas : 1. Pemberian penyuluhan dan pelayanan KB kepada para pegawai dan keluarganya serta kepada masyarakat umum sekitar konsesi pertambangan. 2. Memberikan penyuluhan mengenai kesehatan ibu dan anak kepada ibu-ibu hamil dan ibu-ibu baru melahirkan. 3. Membantu memberikan imunisasi kepada bayi, anak balita dan ibu hamil. 4. Mengadakan
kerjasama dengan UPF Gizi dan Instalasi Kesehatan
Lingkungan untuk upaya penaikan gizi. 5. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur. 6. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur. 21. Kepala Kamar Bedah & Kamar Bersalin Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan kamar bedah dan kamar bersalin untuk membantu dokter dan member pelayanan kepada pasien. Uraian tugas : 1. Persiapan peralatan operasi.
101
2. Perawatan dan menyeterilkan peralatan operasi 3. Membuat anamnesis dan menuliskan rekam medik persalianan. 4. Pertolongan persalinan fisiologis dan membantu dokter dalam persalinan patologis atau tindakan lainnya. 5. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit. 6. Pembuatan catatan berkala data pasien yang mendapat layanan di kamar bedah dan kamar bersalin. 7. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur Rumah Sakit.
22. Kepala UPF Diagnostik & Fisioterapi Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan UPF Diagnostik dan Fisioterapi agar pengoperasian alat-alat diagnostic dan pelayanan fisioterapi berhasil dengan baik sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Uraian tugas:
102
1. Penyimpanan, perawatan dan penyiapan alat-alat diagnostik. 2. Membantu dokter dalam pengoperasian alat-alat diagnostik. 3. Pemberian layanan fisioterapi. 4. Pencatatan data pasien yang mendapat pelayanan alat diagnostik ataupun fisioterapi. 5. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur Rumah Sakit.
23. Komite Kegiatan-kegiatan yang belum tertampung dalam UPF/instalasi diurus oleh komite-komite yang dipimpin oleh ketua komite. Ada beberapa komite, antara lain : 1. komite medis 2. komite farmasi dan terapi 3. komite pendidikan dan latihan 4. komite penelitian 5. komite kegiatan ekstramural (pengabdian masyarakat) 103
6.2 Pelaksanaan di Rumah Sakit 6.2.1 Kompleksitas Fungsi Aktuasi RS adalah sebuah organisasi yang sangat kompleks. Manajemennya hampir sama
dengan
manajemen
sebuah
hotel.
Yang
membedakan
hanya
pengunjungnya. Pengunjung RS adalah orang yang sedang sakit dan keluarganya.Mereka pada umumnya mempunyai beban sosial-psikologi akibat penyakit yang diderita oleh salah seorang dari anggota keluarganya. Kompleksitas fungsi actuating di sebuah RS dipengaruhi oleh dua aspek yaitu: 1)
Sifat pelayanan kesehatan yang ientasi kepada konsumen penerima
jasa
pelayanan
(customer
service).
Hasil
perawatan
pasien
sebagai customer RS ada tiga kemungkinan yaitu sembug sempurna, cacat (squalae), atau mati. Apapun kemungkinan hasilnya, kualitas pelayananharus diarahkan untuk kepuasan pasien (customer satisfaction) dan keluarganya. 2) Pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang bekerja di RS terdiri dari berbagai jenis profesi. Kompleksitas ketenagaan dan jenis profesi yang dimiliki oleh RS, menuntut dikembangkannya
kepemimpinan
partisipatif.
Model
kepemimpinan
manajerial seperti ini akan menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan mutu pelayanan RS (quality of services) karena pelayanan kesehatan di RS hampir semuanya saling terkait satu sama lain. Atas dasar ini, pelayanan di RS
104
harus mengembangkan sistem jaringan kerja internal (networking) yang solid dan menunjang satu sama lain. Semua staf RS harus memahami visi dan misi pengembangan RS serta kebijakan operasional pimpinan. Untuk menjaga otonomi profesi dari masingmasing SMF, kualitas pelayanan di RS harus disesuaikan dengan standar profesi yang harus ditetapkan oleh setiap perkumpulan dokter ahli (ikatan profesi). Stanndar profesi dikenal denga medical of conduct dan medical ethic juga harus selalu diperhatikan oleh semua staf SMF dalam rangka menjaga mutu pelayanan RS (quality of care). Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus diemban oleh RS, penerapan fungsi actuating di RS akan sangat tergantung dari empat faktor. Faktor pertama adalah kepemimpinan direktur RS; kedua adalah koordinasi yang dikembangkan oleh masing-masing Wakil Direktur dengan kepala SMF dan kepala instalasinya; ketiga adalah komitmen dan profesionalisme tenaga medis dan non medis di RS (dokter, perawat, dan tenagapenunjang lainnya), dan keempat adalah pemahaman pengguna jasa pelayanan RS (pasien dan keluarganya) akan jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di RS. Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan fungsi actuating ini. Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diatur agar tidak menjadi penghambat penerapan fungsi actuating di RS. Untuk itu, mereka harus memahami benar visi dan misi RS yang ingin dikembangkan 105
oleh pihak manajemen (direktur) RS. Oleh karena itu, fungsi RS harus dilihat dalam konteks kesatuan kerja dari sebuah tatanan sistem yang terpadu. Pelayanan kesehatan dimasing-masing SMF adalah subsistemnya. Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi antara pihak pimpinan RS dan semua staf profesional harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan, komunikasi, koordinasi merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating. Ketiganya akan memudahkan penjabaran visi dan misi serta strategi pimpinan RS menembangkan mutu pelayanan kesehatan di masingmasing SMF.Di sisi lain, dibutuhkan juga peningkatan keterampilan manajerial di pihak pimpinan RS sehingga lebih mampu mengintregasikan masing-masing tugas SMF ke dalam satu kesatuan gerak (networking) yang harmonis dan saling menunjang peningkatan mutu pelayanan RS demi kepuasan pelanggannya. Jika pendekatan ini kurang dipahami oleh pihak manajemen RS dan pimpinan SMF, budaya kerja yang berorientasi kepada peningkatan mutu pelayanan RS tidak akan berkembang. Meraka cenderung akan bertindak sendiri, arogansi profesi dan dukungan sarana dan prasarana (input) pelayanan RS (teknologi dan peralatan kedokteran, logistik, keuangan, dan sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan budaya kerja staf di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan misi RS. Meraka harus menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan tugas istimewa memberikan asuhan pelayanan medik dan kesehatan kepada masyarakat (customer) yang menggunakan jasa pelayanan RS. 106
6.2.2 Kepemimpinan Pelaksanaan kepemimpinan dalam manajemen rumah sakit, Didalam organisasi rumah sakit terdapat tiga kelompok kekuatan yang saling mendesak satu sama lain, yaitu : kelompok direksi dan staf direksi, kelompok dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi, kelompok perawat dan paramedis. Jika masing-masing kekuatan berusaha keras mengedepankan eksistensinya maka pada akhirnya adu kekuatanpun sulit dihindarkan dengan akibat terpuruknya organisasi, hanya karena kepentingan pribadi atau kelompok. Karena itu, posisi berdasarkan masing-masing kekuatan diibaratkan dengan mata bor yang terbuat dari intan atau diamond head drill (DHD). Posisi puncak pada DHD adalah profesi dokter, kedua : perawat dan tenaga yang setara, ketiga : staf direksi dan keempat : direksi. Penetrasi pasar oleh rumah sakit sangat kental dengan attitude, sikap dan perilaku provider dan setara dengan proses pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut. Jika proses pelayanan rumah sakit diterima oleh pelanggan maka bisa dipastikan bahwa persepsi pelanggan tentang rumah sakit akan menjadi baik. Dalam penyusunan rencana strategis sebaiknya menggunakan pendekatan Balanced scorecard. Meliputi : perspektif pembelajaran dan pengembangan SDM, perspektif proses usaha, perspektif kepuasan pelanggan dan perspektif keuangan. Dalam konsep balance scorecard bahwa beberapa keuntungannya adalah karyawan akan bertindak strategis dan terjadi koherensia antara satu unit dengan unit lainnya. Inti perlunya pemimpin pada setiap posisi DHD 107
adalah keharusan atau mutlak dibutuhkan dan hal ini sekaligus menepis bahwa kepemimpinan hanya diberlakukan pada direktur rumah sakit saja atau pada tingkatan direksi saja. Selain itu masing-masing posisi yang memilki pemimpin masing-masing dapat menjalankan misinya sesuai dengan tujuan organisasi. Kepemimpinan dibidang pelayanan kesehatan memerlukan yang visioner dan
dapat memuaskan
semua
pihak
yang
berkepentingan
(stakeholder) termasuk didalamnya staf dan karyawan (internal customer), pihak ketiga dan peamsok (intermediate customer) dan pasien pengguna jasa serta pemilik (external customer and owner). Tidak sedikit orang mengira bahwa kepemimpinan itu hanya bisa terpusat pada direktur rumah sakit saja. Padahal sebenarnya kepemimpinan harus ada disetiap orang yang memimpin unit baik pada jalur struktural maupun jalur fungsional, atau disetiap lini dirumah sakit. Kepemimpinan merupakan gabungan dari faktor-faktor : komunikasi, kepedulian terhadap lingkungan, kemampuan-kemampuan dalam memberikan pemahaman terhadap orang lain. kapasitas yang prima, kemampuan unggulan, merupakan agen perubahan, pemberi jalan dan kesempatan. Ada 6 dasar komunikasi yaitu : Apapun yang dilakukan adalah komunikasi, Cara mempengaruhi penerimaan, Pesan yang diterima adalah komunikasi, Cara menentukan hasil, Timbal balik dalam komunikasi, dan Komunikasi seperti tarian. Komitmen merupakan hal utama yang paling penting dalam merekatkan sistem-sistem yang diberlakukan dalam organisasi untuk menjalankan aplikasi-aplikasi strategis yang sudah disepakati bersama, 108
yang memperlihatkan rasa memiliki yang kuat dari semua unsur yang berada dalam organisasi. Ada 4 tingkatan komitmen : tingkat tidak berkomitmen, tingkat berkomitmen lokal, tingkat komitmen global dan komitmen penuh. Komitmen dipengaruhi oleh faktor-faktor : faktor personal (usia,perasaan dan kecerdasan emosi, sifat); kepemimpinan; Iklim organisasi. Kapabilitas yang beragam yang dimiliki sesorang pemimpin akan menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan dari para pengikutnya. Tidak semua orang menyukai sikap kalem dari seorang pemimpinnya, tapi tidak semua orang pula menyukai sikap yang lincah pemimpinnya. Menghadapi kompleksitas organisasi dan beragamnya berbagai permasalahan yang cenderung semakin rumit, maka kompetensi direktur rumah sakit tampaknya menjadi suatu yang sangat penting dimasa yang akan datang. Kepemimpinan dan entrepreneurship akan semakin dibutuhkan bahkan merupakan kebutuhan utama, kapabilitas dan kapasitas direktur rumah sakit akan semakin dituntut oleh berbagai pihak yang berkepentingan. 6.2.3 Koordinasi Dalam pelaksanaan manajemen di rumah sakit, diperlukan adanya koordinasi yang baik dalam pelaksanaannya. Koordinasi merupakan suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi dan orang yang menggerakkan / mengkoordinasi unsur-unsur manajemen untuk 109
mencapai tujuan disebut koordinator (manajer). Menurut E. F. L. Brech dalam bukunya, The Principle and Practice of Management koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri, sedangakan menurut G. R. Terry dalam bukunya, Principle of Management koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron / teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaannya koordinasi dapat dilaksanakan secara lintas sector, beberapa indikator untuk menilai koordinasi lintas sector dalam sistem kesehatan kabupaten/kota, antara lain: 1)
Berapa banyak program layanan kesehatan primer yang menjadi
komponen
integral
dari
rencana
pembangunan
lokal
dan
kegiatan
pembangunan masyarakat. 2) Adanya wakil-wakil terkait sector kesehatan yang menjadi anggota 3) 4)
kepengurusan rumah sakit/puskesmas Dibakukannya tatacara koordinasi lintas sector Jumlah kegiatan koordinasi ad hok dalam sistem kesehatan kabupaten/kota.
110
Pelayanan kesehatan dirancang agar mendukung sistem kesehatan, struktur dan pemberi pelayanan yang sudah ada. Koordinasi antar lembaga kesehatan, tanpa mengindahkan apakah kewenangan di sector kesehatan dipimpin oleh kementrian kesehatan atau oleh lembaga lain, semua organisasi dalam sector kesehatan harus berkoordinasi dengan pelayanan tingkat nasional dan lokal. Di AS, dimana peranan masyarakat dan swasta sangat besar, grup-grup dalam satu asosiasi mengadakan koordinasi dalam kegiatan pengadaan serta pembelian dan pendayagunaan tenaga-tenaga dalam wilayah tersebut. Di Uni Soviet, perencanaan rumah sakit sekadar merupakan bagian dari perencanaan pelayan kesehatan bagi seluruh masyarakat, baik bersifat preventif maupun kuratif dan berada dalam satu tangan. Di Chili, RS merupakan pusat dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan di suatu wilayah. Dari contoh-contoh di atas, pada dasarnya dianut suatu prinsip bahwa RS bukan suatu lembaga yang berdiri sendiri dan di suatu wilayah tertentu harus ada koordinasi dengan RS yang lainya maupun dengan sarana kesehatan lainnya. pendekatan seperti ini tidak saja memperoleh efisiensi, tetapi untuk menciptakan pelayanan kesehatan dan pelayanan RS yang optimal. Di Indonesia agaknya pendekatan seperti ini juga dilaksanakan oleh pemerintah ( Departemen Kesehatan ), dimana pemerintah membangun RS dan menentukan criteria RS sesuai dengan tingkat administrasi pemerintah,
111
yaitu A, B, C, dan D. Rumah sakit tipe A, B, C, dan D saling berhubungan dalam konsep rujukan dan RS-RS tersebut juga berhubungan dengan sarana kesehatan lainnya, seperti puskesmas dalam konsep rujukan pula. Sedangkan koordinasi dalam bidang perencanaan, pengembangan serta penyediaan sarana berada di tangan pemerintah daerah setempat. 6.2.4 Kompleksitas Ketenagaan, Jenis Profesi Pada dasarnya terdapat 3 kelompok tenaga kerja di rumah sakit, yaitu kelompok
profesional,
kelompok
manajerial,dan
kelompok
pekarya.
Kelompok professional bertugas mengupayakan penyembuhan pasien yang dirawat, termasuk di dalamnya adalah dokter, perawat, apoteker, ahli gizi, psikolog, ahli laboraturium, radiographer, fisioterapis. Kelompok manajerial bertugas membantu memperlancar jalannya pelayanan kesehatan rumah sakit. Termasuk di dalamnya adalah para pejabat structural, akuntan, ahli instalasi tehnik.
Kelompok
pekarya
adalah
tukang
cuci,
cleaning
service,
porter,pesuruh. Untuk bisa mendapatkan tenaga kerja yang bermutu tinggi diperlukan rekruitmen yang terencana, yaitu mulai dari: 1) 2) 3) 4) 5)
Menyeleksi calon dari daftar pelamar Ujian tertulis mengenai pengetahuan yang diperlukan Tes kesehatan Wawancara Rekrutment yang ketat 112
Untuk menentukan jumlah personel yang diperlukan, rumah sakit terlebih dulu melakukan inventaris tugas, analisis jabatan, dan job description. Berdasarkan hasil tersebut ditetapkanlah jumlah tenaga yang diperlukan dan pendelegasian wewenang yang merupakan proses pembagian tugas. Bahan acuan untuk menetapakan jumlah personel pada rumah sakit, diantaranya: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ketetapan dari Depkes tentang rumah sakit Ketetapan rumah sakit BUMN Permenkes 262/1979 Teori kebutuhan minimal tenaga rumah sakit (1986) Metode ISN (Indicator of Staff Need) Tata letak ruangan di rumah sakit
Sumber Daya Manusia (SDM) atau tenaga kerja merupakan unsur terpenting dalam institusi rumah sakit. Jika mutu tenaga kerja rendah, maka dapat dipastikan mutu pengelolaan dan pelayanan rumah sakit pun rendah. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, sebelum mulai berkerja, calon pegawai harus terlebih dulu diberi penjelasan dan pelatihan mengenai: 1. 2. 3. 4. 5.
Misi rumah sakit Pengetian tentang struktur organisasi rumah sakit Kebijakan kepegawaian Budaya kerja rumah sakit Sandar penampilan pegawai rumah sakit
Selanjutnya untuk bisa meningkatkan mutu tenaga kerja harus ditempuh caracara:
113
1. 2. 3. 4. 5.
Penempatan tenaga yang sesuai Pemberian penghargaan yang wajar berdasar prestasi kerja Hubungan kerja yang manusiawi Adanya usaha peningkatan mutu SDM Kejelasan mengenai siapa atasan fungsional dan siapa atasan struktural
6.2.5 Asuhan Pelayanan Medis Rumah Sakit sebagai pelaksana rujukan medik spesialistik dan super spesialistik mempunyai fungsi utama untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan pasien. Perkembangan dan pembangunan rumah sakit telah berjalan secara terus menerus terutama yang menyangkut pengembangan sarana dan prasarana fisik, tetapi belum disertai dengan pengembangan manajemen rumah sakit secara menyeluruh termasuk manajemen pelayanan medik. Pelayanan medik adalah salah satu jenis pelayanan rumah sakit yang mengelola pelayanan langsung kepada pasien, bersama-sama dengan pelayanan keperawatan dan pelayanan penunjang. Pelayanan medik sebagai suatu sistem terdiri dari pertama, masukan yang terdiri dari tenaga, organisasi dan tata laksana, kebijaksanaan dan prosedur, sarana dan prasarana medik, serta pasien yang dilayani; kedua, proses pelayanan itu sendiri, dan ketiga adalah keluaran yang berupa pelayanan medik di rumah sakit. Ketiganya harus dievaluasi agar menghasilkan pelayanan medik yang bermutu. Kesemuanya ini sangat dipengaruhi oleh pimpinan rumah sakit, unit-unit lain
114
yang ada di rumah sakit, kemajuan IPTEK dan sosial-ekonomi serta budaya masyarakat. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.
6.3 Pengendalian, Pengawasan, dan Evaluasi di Rumah Sakit Indikator Penilaian Mutu Asuhan Kesehatan Mutu asuhan kesehatan sebuah RS akan selalu terkait dengan struktur, proses, dan outcome system pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisensi RS. Ada beberapa aspek penting yang perlu dikaji jika ingin membahas indikator mutu pelayanan RS. Aspek Struktur Struktur adalah semua masukan (input) untuk system pelayanan sebuah RS yang meliputi tenaga, peralatan, dana, dan sebagainya. Ada sebuah asumsi yang mengatakan bahwa jika struktur system RS tertata dengan baik, akan lebih menjamin mutu asuhannya. Baik tidaknya struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas, biaya (efisensi), mutu dari masing-masing komponen struktur. Proses Proses adalah semua kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya yang mengadakan interaksi secara professional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur antara lain 115
delam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakkan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan. Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tengaa profesi menjalankan “standards of good practice” (standar of conduct) yang telah diterima dan diakui oleh masing-masing ikatan profesi akan semakin tinggi pula mutu asuhan terhadap pasien. Baik tidaknya pelaksanaan proses pelayanan di RS dapat diukur dari tiga aspek yaitu relevan tidaknya proses itu bagi pasien, efektivitas prosesnya, dan kualitas interaksi asuhan terhaadap pasien. Outcome Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di RS terhadap pasien. Disini diperlukan pedoman untuk mengukur mutu asuhan pelayanan kesehatan. Indicator pelayanan medis meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Angka infeksi nosocomial Angka kematian kasar Kematian pasca bedah Kematian ibu melahirkan NDR (Net Death Rate diatas 48 jam) ADR (Anasthesia death rate) PODR (post operation death rate) POIR (Post Operative Infection Rate)
Indikator mutu pelayanan untuk mengukur efisiensi RS: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Unit cost untuk rawat jalan Jumlah penderita yang mengalami decubitus Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur BOR BTO (Bed Turn Over) TOI (Turn Over Interval) 116
7. ALOS (Average Length of Stay) 8. Normal Tissue Removal Rate Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien dapat diukur dengan : 1. Jumlah keluhan dari pasien / keluarga 2. Surat pembaca di Koran 3. Surat kaleng 4. Surat masuk di kotak saran 5. Survey tingkat kepuasan pengguna pelayanan RS Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari : 1. Jumlah dan persentase kunjungan rawat jalan/ inap menurut jarak RS dengan asal pasien. 2. Jumlah pelayanan dan tindakan medic a. Jumlah tindakan pembedahan b. Jumlah kunjungan SMF spesialis 3. Pemanfaatan oleh masyarakat a. Contact Rate b. Hospitalization rate c. Out patient rate d. Emergency out patient rate Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika tidak ada angka standar nasional, penilaian dilakukan dengan menggunakan hasil pencatatan mutu pada tahun-tahun sebelumnya di RS yang sama setelah dikembangkan kesepakatan pihak manajemen/ direksi RS yang bersangkutan dengan masingmasing SMF dan staf lainnya yang terkait. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien: 1. 2. 3. 4.
Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi Pasien diberi obat salah Tak ada obat/ alat yang emergensi Tak ada oksigen 117
5. 6. 7. 8.
Tak ada alat penyedot lender Tak ada alat pemadam kebakaran Pemakaian obat tidak sesuai standar Pemakaian air, listri dan sebagainya
Mutu pelayanan RS sangat berkaitan erat dengan manajemen RS (quality of service) dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf lainnya di RS (quality of care). Keduanya merupakan outcome dari manajemen menjaga mutu di RS (quality assurance) yang dilaksanakan oleh gugus kendali mutu RS. Dalam hal ini, gugus kendali mutu dapat ditugaskan kepada komite medis RS karena mereka adalah staf fungsional (non struktural) yang membantu direktur RS dengan melibatkan SMF RS.
118
DAFTAR PUSTAKA Endang Sutisna. Manajemen Kesehatan Teori dan Praktik Puskesmas. 2009. UNS http://www.uns.ac.id/datainformasi/buku diakses pada hari Selasa, 22 November 2011 pukul 21.35 wib
119
View more...
Comments