Makna Tasbih Dalam Al-qur'an (Studi Tafsir Tematik)
March 5, 2019 | Author: Mohamad Masthur Puadil Kamil | Category: N/A
Short Description
kjhkjkhjkh kj kj kjhkjh kjhkjh kjhjkhkhkjhkk k kh k kh k hkh k hk hk hk k k khkhhkjhkh kh kh kjhnkh kh kj kj khk...
Description
| ç „ ρu ϵ ?Ï Šy $ 7t Ïã ô ãt βt ρ 9 çÉ 3 õ Gt ó¡ o „ Ÿω š Î …ã& ! ρ s u …çµΡt θ ßs Î m6 ¡ n/ ‘u ‰y Ζ Ïã t Ï% $!© # ¨β Î) ∩⊄⊃∉∪ χ š ρ߉ àfó¡ o „ 8. QS. Ash-Shaffat: 166
| ç $ R Qù# ß ósΖu 9s ¯$ Ρ ρÎ)u ∩⊇∉∉∪ βt θ ßs Î m 7¡ 6. Ayat yang mengemukakan tentang tasbih 7 lapis langit dan bumi beserta segala isinya. Tasbih setiap entitas itu berupa tasbih fitrah dan taskhir atau dengan tasbih ikhtiari dan taklifi, atau dengan kedua bentuk itu sekaligus yaitu: 1. QS. Ar-Rad: 12-13
tΑ $ )s oWÏ $ 9# U š $ sy ¡¡ 9$# à⋅ ´ Å Ψ ãƒ ρu Y$ èϑy Ûs ρu ]$ ù θ ö zy š X 9 ƒ Ì ãƒ “Ï% $!© # θ ÷y ø9$# ãΝà6 èu δ t Ïã θ ≡u ¢Á 9$# ã≅Å™ ö ムρu ϵÏG x ‹ z Å ô ÏΒ èπ 3 s ¯Í× ≈ n = ϑy ø9 ρ$#u Íνωôϑ p 2 t ¿ ߉ôã § 9$# ßx Î m7 ¡ | ç „ ρu ∩⊇⊄∪ , ∩⊇⊂∪ ÉΑ$ s χθ ä9ω ≈ p † Ü ŠÅÁ ㊠ùs g ä öΝ èδ ρu â™!$ ±t o „ Βt p$ 5κ Í = y Î $ RQù # ߉ƒ ω©x θ èu δ ρu «! $# ’ Î û š 2. QS. Al-Isra’: 44
ßx Î m 7 ¡ | ç „ ω Î) >™ó© «x ÏiΒ β Î ρ)u 4 £ Íκ Ïù Βt ρu Ú Þ ‘ö F{ $ ρ#u ßìö7 ¡¡ 9$# Nß θ≈ ≡u Κu ¡¡ 9$# ã& ! s ßx Î m6 ¡ | è @ ∩⊆⊆∪ Y ‘# θ àxî $ ϑ¸ Ί m =y βt . Å 9s ρ u νÍω pΚ÷ 2 t ¿ % x … ¯çµ ΡÎ) 3 Νö γß ys Î ‹6 ó¡ n @ βt θ γß )s ø ?s ω 3≈ 3. QS. Al-an-Biya’: 79
yŠ … ρã #Šy ìy Βt $ Ρt ö ¤‚™y ρu 4 $ Vϑ ù=Ïã ρu $ Vϑ 3 õ mã o$ Ψ ?# ÷ s ™u ˆξ à2 ρu 4 ≈ z ϑy n øŠ = ß™ $ γy o≈ Ψ ôϑ £γ x ùs u ö ©Ü 9 ρ$#u z ós Î m7 ¡ | ç „ Αt $ 7t Éf ø9$# ∩∠®∪ š Î = Ïè ≈ ùs $ ¨Ζà2 ρu 4 4. QS. An-Nur: 41
31
( ; M ≈ ¤ ¯ ≈ ¹| ç ö ©Ü 9 ρ$#u Ú Ç ‘ö F{ $ ρ#u NÏ θ≈ ≡u Κu ¡¡ $ 9# ’ Î û Βt …çµ 9s ßx Î m7 ¡ | ç „ ©! $# ¨β&r t ?s Ο ó 9s &r ∩⊆⊇∪ χ š èθ =èy ø ƒt $ ϑy Î/ Λ7 Î = æt ª! $ ρ#u 3 …çµsy Î ‹6 ¡ó n @ ρ u …çµ ? s ξŸ ¹| Νz Î= æt ‰ô %s @≅ . ä 5. QS. As-Shad: 18
u õ M} $ ρ#u Äc© ´ Å èy ø9 Î$ / z ós Î m 7 ¡ | ç „ …çµèy Βt Αt $ 7t :Åg ø $# $ Ρt ö ¤‚ ™y ¯$ ΡÎ) ∩⊇∇∪ −É # ° 6. QS. Al-Hadid: 1
Å p :t ø $# “ â • ƒÍ èy ø9$# θ èu δ ρu ( Ú Ç ‘ö F{ $ ρ#u NÏ θ≈ ≡u Κu ¡¡ 9$# ’ Î û $ Βt ¬! xy ¬7 ™y ∩⊇∪ ãΛ 3 7. QS. Al-Hasr: 1
∩⊇∪ ΟŠ Þ 3 Å p :t ø $# “ ⃠“ Íèy ø9$# θ èu δ ρu ( Ú Ç ‘ö F{ $# ’ Î û $ Βt ρu NÏ θ≈ ≡u ϑy ¡¡ 9$# ’ Î û $ Βt ¬! xy ¬7 ™y 8. QS. Al-Hasr: 24
| ßϑ ø9 $# ä— ‘$ Í 7t ø9 $# , ß Î=≈ ‚y ø9$# ª! $# θ èu δ ’ Î û $ Βt …çµ9s ßx Î m 7¡ | ç „ 4 4© o _ ó¡ßs ø9$# â™!$ϑy ó™F{ $# ã& ! s ( ‘ â θ ÈhÁ ∩⊄⊆∪ ΟŠ Þ 3 Å p :t ø $# “ ⃠• Í èy ø9$# θ èu δ ρu ( Ú Ç ‘ö F{ $ ρ#u NÏ θ≈ ≡u ϑy ¡¡ 9$# 9. QS. Al-Shoff : (1)
Þ Å p ø $ â Í y ø$ èu u ( Ç ö F $ Î t u Ï u y ¡ $ Î t ¬ y ¬ y
ƒ è9 # θ δ ρ Ú ‘{# ’ û $ Β ρ N θ≈ ≡ ϑ ¡9 # ’ û $ Β ! x7 ™ ∩⊇∪ ΟŠ 3 : t # “ • 10. QS. Al-Jum’ah : (1)
Ä ρ‘‰à) ø9$# 7 Å Î p= $ R Qù # Ú Ç ‘ö F{ $# ’ Î û $ Βt ρu NÏ θ≈ ≡u ϑy ¡¡ 9$# ’ Î û $ Βt ¬! ßx Î m7 ¡ | ç „ “ Í ƒ • Í èy ø9$# ¨ ∩⊇∪ Ο‹ É 3 Å p :t ø $# 11. QS. Al-Taghabun : (1)
( ߉ôϑ sy ø9$# ã& ! ρs u 7 à ù= ßϑ ø9 $# ã& !s ( Ú Ç ‘ö F{ $# ’ Î û $ Βt ρu NÏ θ≈ ≡u ϑy ¡¡ 9$# ’ Î û $ Βt ¬! ßx Î m7 ¡ | ç „ ∩⊇∪ í ƒ‰Ï %s ™&©ó « x ≅Èe . ä ’4 n ? ãt θ èu δ ρu D. Pendapat Ulama tentang Tasbih Ulama ahli tafsir dalam menguraikan pendapatnya tentang tasbih kebayakan ketika ia menafsirkan Qur’an surat al-Isra`:44 yang berbunyi:
32
ßx Î m 7 ¡ | ç „ ω Î) >™ó© « x ÏiΒ β ρÎ)u 4 £ Íκ Ïù Βt ρu Ú Þ ‘ö F{ $ ρ#u ßìö7 ¡¡ 9$# Nß θ≈ ≡u Κu ¡¡ 9$# ã& !s ßx Î m6 ¡ | è @ ∩⊆⊆∪ Y ‘# θ à îx $ ϑ¸ Ί m =y βt . % x … ¯çµ Ρ Î) 3 Νö γß s y ΋ 6¡ó n @ βt θ γß )s ø ? s ω 3≈ Å 9s ρ u νÍ‰Ï pΚ÷ 2 t ¿ Artinya:“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah 37 Maha Penyantun lagi Maha Pengampun”. Hamka dalam Tafsir Al Azhar , menafsirkan surat Al-Isra’ ayat 44 yaitu: bertasbih adalah mengucapkan kesucian yang berarti juga tunduk akan perintahnya, melaksanakan apa yang dikehendakinya, baik dengan lidah atau perbuatan atau dengan bukti kepatuhan, langit tujuh telah bertasbih. Bumipun bertasbih, dan segala penduduk siapapun yang berdiam disemua langit dan 38
bumi itu semuanya bertasbih.
Pendapat Hamka ini hampir sama dengan pendapat M. Quraish Shihab, yang terdapat di dalam tafsir al-Misbah memahami Ayat ini dengan mengutip pendapatnya Thabatha’i yang mengatakan bahwa ayat di atas sebagai penyempurnaan argumentasi ayat yang lalu, dan dengan demikian hubungannya menjadi sangat erat, bahkan keduanya menjadi satu kesatuan. Seakan-akan ayat yang lalu dan ayat ini menyatakan: seandainya ada tuhantuhan bersama-Nya pastilah kekuasaan-Nya menjadi rebutan, tetapi kekuasaan di langit dan di bumi serta siapa saja yang di dalamnya, semuanya mensucikan-Nya dan menyaksikan bahwa tiada sekutu bagi-Nya dan tidak berakhir kecuali kepada-Nya dan tidak pula sujud kecuali kepada-Nya, dan dengan demikian tidak ada yang memiliki kekuasaan dan tidak pula yang wajar menyandangnya kecuali Allah Swt, karena tidak ada tuhan selain Dia.
39
Ayat di atas jelas dan tanpa diragukan lagi bahwa adanya pentasbihan itu dilakukan oleh alam semesta. Akan tetapi bagaimana caranya alam semesta bertasbih? Ulama berbeda pendapat dalam memahmi ayat di atas. Sementara
37
QS. al-Isra’ : (44). Op.Cit .hlm 430 Hamka, Tafsir al-Azhar, Pustaka Panji Mas, Jakarta Juz XV. Hlm 72-73 39 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah. Lentera hati, Jakarta, 2006, cet 5. Juz 7. hlm. 472 38
33
ada yang memahami bahwa tasbihnya alam semesta dalam arti majazi, yakni kepatuhannya mengikuti hukum-hukum Allah yang berlaku atasnya. Keserasian dan kecermatan Allah itu menunjukkan bukti bahwa ciptaan Allah 40
sangatlah sempurna dan serasi bukan saja pada wujudnya atau sistem kerjanya sebagai satu kesatuan, tetapi juga dalam bagian dan rincian masingmasing satuan. Keserasian itulah sebagai tasbihnya. Tetapi semua manusia tidak mampu mengerti secara mendalam – sebagaimana makna tafqahuun – semua bukti yang terdapat dalam rincian setiap ciptaan-Nya itu, atau dalam istilah ayat ini tidak dimengerti tasbih mereka. Ada juga yang menafsirkannya bahwa tasbih alam semesta dimaknai dengan makna yang Hakiki supra rasional . Seperti halnya al-Biqa’i dan Thabathaba’i yang pendapatnya telah dikutip oleh M. Quraish Shihab. Yaitu bahwa al-Biqa’i memahami ketidakmampuan memahami tasbih itu tertuju kepada kebanyakan orang, tetapi bagi orang-orang yang taat dan kukuh ketaqwaannya dapat memahaminya. Dengan pendapatnya itu al-Biqa’i menunjukkan beberapat hadits yaitu yang diriwayatkan oleh al-Bukhari tentang mukjizat nabi Muhammad Saw. Ketika air keluar dari celah jari-jari beliau sebagaimana yang telah disampaikan oleh Abdullah ibn Mas’ud yang menyatakan, “kami mendengar tasbihnya makanan ketika dimakan ”, dan HR al-Bazzar tentang “tasbihnya batu-batu”, dari sini kemudian al-Biqa’i menyatakan bahwa orang-orang khusus dapat memahami tasbih segala sesuatu, tetapi tidak demikian dengan kebanyakan orang. Atas dasar ini alBiqa’i berpendapat bahwa kata kamu ditujukan kepada kebanyakan orang. Thabathaba’i
berpandangan
lain
dengan
al-Biqa’i
walaupun
sebenarnya sama-sama memaknainya dengan makna hakiki. Thabathaba’i tidak sepenuhnya memahami makna tasbih itu dalam pengertian majazi, walau dalam saat yang sama ia tidak memahami dalam arti hakiki. Seperti pemahaman makna “ucapan dan kalam” dalam bahasa manusia. Tasbih adalah
40
Yang dimaksud sempurna ialah jauh dari segala kekurangan dan bahwa pencipta dan penguasanya hanya Allah, dan tiada sekutu bagi-Nya
34
penyucian dengan ucapan atau kalam, sedang hakikat kalam adalah mengungkapkan apa yang terdapat dalam benak dengan cara tertentu.
41
M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah dia menguraikan panjang lebar tentang pendapatnya at-Thabataba’i yaitu at-Thabataba’i mengatakan bahwa tasbih harus dimaknai dengan hakiki bukan dengan majazi, karena tasbih jika dimaknai dengan segala sesuatu menjadi bukti ke-Esaan Allah. Maka hal ini di mengeti – dalam bentuk luas dan dalam oleh manusia baik mukmin maupun kafir, atau mungkin orang kafir lebih memahaminya padahal ayat ini menafikannya. Demikian juga bila tasbih itu dimaknai dengan kepatuhan segala sesuatu pada sistem yang ditetapkan Allah, ini pun dimengerti oleh manusia – bahkan untuk masa kini – boleh jadi orang kafir lebih memahaminya dari pada orang muslim – sedang ayat diatas secara tegas menyatakan bahwa kamu hai seluruh manusia – atau kamu hai orang-orang musyrik tidak mengerti tasbih mereka. Ibnu ‘Arabi memahami tasbih segala sesuatu dalam ayat ini dalam arti hakiki yang suprarasional. Ibnu ‘Arabi menjelaskan bahwasannya segala sesuatu memiliki keistimewaannya masing-masing, kemudian Ibnu ‘Arabi menjelaskan bahwa sesungguhnya tasbih langit yang tujuh itu dengan menunjukkan sifat kesempurnaan Allah, keluhuran Allah sebagai Pemberi bekas, Pewujud, dan dengan sifat-sifat Ketuhanan. Oleh karena itu, setiap saat Allah melakukan suatu perbuatan. Sedangkan tasbih bumi yaitu dengan mengakui kelanggengan dan ketetapan Allah, serta mengakui bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemberi rizki, Pendidik, Pemberi kasih sayang, serta memberikan pahala kepada segala sesuatu yang taat dan bersyukur kepadaNya, dan sejenisnya.
42
41
Manusia menggunakan lafal-lafal tertentu yang merupakan suara yang disepakati maknanya untuk mengungkap apa yang ingin disampaikan, dan boleh jadi juga dengan menggunakan isyarat tangan, kepala atau selain keduanya dari anggota badannya atau menggunakan tulisan atau menetapkan tanda untuk tujuan mengungkap maksud hati itu. Betapapun mengungkap apa yang diinginkan tidak selalu harus dalam bentuk suara. 42 Ibn ‘Arabi, Tafsir Al-qur’an al-Karim (Beirut: Dar Yaqzah al-Arabiyah, 1968) Vol. 1, hlm. 717
35
Ibnu katsir dalam kitab tafsirnya dengan secara tidak langsung dia mengutip hadits-hadits bahwa tasbih alam dengan menggunakan bahasa mereka sendiri-sendiri.
43
Berbeda dengan Mahmud Yunus dalam menafsirkan ayat QS. 17: 44, Mahmud Yunus dalam memaknai tasbih dia lebih condong ke majazi yaitu: langit yang tujuh dan orang-orang yang di atasnya, semuanya bertasbih memuji Allah. Tetapi kamu tidak mengerti tasbihnya itu. Adapun tasbih langit dan bumi itu bukanlah seperti tasbih manusia, yaitu dengan lidah, melainkan tasbihnya itu ialah dengan hal keadaannya saja, yaitu menunjukkan atas adanya Allah dan kekuasanNya.
44
Pendapat Mahmud Yunus ini sama dengan pendapatnya Zaglul anNajjar akan tetapi zaglul dalam menerangkannya secara panjang lebar dalam memaknai tasbih dengan makna Majazi. Dan juga
Nisywah Al-Ulwani,
Rahasia Istighfar dan Tasbih.
Ar-Razi menjelaskan bahwa sesuatu yang hidup dan mukallaf bertasbih kepada Allah dengan dua cara. Pertama yaitu dengan mengucapkan melalui lisan dengan ucapan “subhanAllah”. Kedua, yaitu dengan keadaan masing-masing yang menunjukkan ke-Esaan Allah dan Maha Suci-Nya. Sedang yang tidak berakal, seperti hewan/binatang dan benda-benda mati hanya mampu bertasbih kepada Allah dengan cara yang kedua. Yakni, dengan keadaannya sebagai makhluk yang baru, menunjukkan dengan jelas tentang mesti adanya Allah Ta’ala ke-Esaan dan kekuasaan-Nya, serta Maha Suci dari kebaruan. Karena tasbih dengan cara yang pertama tidak akan berhasil kecuali dengan pemahaman, ilmu, kemampuan, dan pengucapan. Padahal empat hal tersebut tidak mungkin ada pada benda-benda mati. Sehingga ia hanya bisa bertasbih dengan cara yang kedua. Tasbih langit dan bumi dalam ayat ini dipahami oleh ar-Razi dalam arti majazi, yakni dalam arti kepatuhannya mengikuti hukum-hukum Allah yang 43
Muhammad Nasib ar-Rifa’I, Ringkasan Ibnu Katsir , Gema Insani, Jakarta, 2000, Juz 3.
hlm 63 44
Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, PT Hidakarya Agung, Jakarta, Cet 19. hlm 407-
408
36
berlaku atasnya. Keserasian dan kecermatan ciptaan Allah itu menunjukkan bahwa ciptaan Allah amat sempurna dan serasi, bukan saja pada wujudnya atau sistem kerjanya sebagai satu kesatuan, tetapi juga dalam bagian dan rincian masing-masing satuan. Keserasian itulah tasbihnya. Menurut ar-Razi ayat ini ditujukan kepada semua manusia yang tidak mampu mengerti secara mendalam – sebagaimana makna tafqahun – semua bukti-bukti yang terdapat pada rincian setiap ciptaan-Nya itu, atau dalam istilah ayat ini tidak mengerti tasbih mereka. Memang boleh jadi mereka memahami tasbihnya yakni keserasian yang menjadi bukti ke-Esa-an Allah – dalam wujudnya sebagai satu unit. Katakanlah alam raya ini sebagai satu unit dapat dijadikan bukti ke-Esa-an-Nya melalui wujud dan sistem kerjanya, tetapi bagian-bagian rinci dari alam raya tidak dapat dipahami dan dijadikan oleh banyak orang sebagai bukti ke-Esa-an Allah dan kuasa-Nya. Ar-Razi memberi contoh dengan sebuah apel. Apel tersebut terdiri dari sekian banyak bagian yang tidak dapat dipisahkan dari wujudnya sebagai sebuah apel. Akan tetapi kendati demikian, terdapat pada setiap bagian dari apel itu ciri dan sifatsifat, misalnya rasa, warna, aroma, dan bentuk tertentu yang kesemuanya secara berdiri sendiri sangat serasi dan yang dapat menjadi bukti ke-Esa-an Allah Swt. Tentu saja setiap apel dapat mengambil ciri dan bentuk yang lain. Dan wujudnya dalam bentuk real itu tidak mungkin terjadi tanpa ada yang mewujudkannya. dalam hal ini adalah Allah Swt. Rincian-rincian yang dimaksud tersebut tidak dapat dimengerti secara mendalam oleh manusia.
45
Ulama fiqh mengatakan ”Tasbih” adalah pengagungan tingkat tertinggi, yang tidak ada yang berhak untuk mendapat pengagungan seperti itu kecuali Allah Swt, sebagaimana halnya ibadah dan shalat yang dianggap sebagai puncak syukur dan pujian terhadap berbagai nikmat Allah yang tak terhitung jumlahnya, seperti halnya pula bahwa shalat it u ditegakkan hanyalah untuk Allah semata.
46
45
Fakhr al-Din al-Razi, Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghaib , Jilid 10, Dar al Kutub alIlmiah, Beirut, t.th, hlm. 175 46 M. Ishom El-Saha, M.A., Saiful Hadi, S.Ag. Op.Cit . hlm.726
37
BAB III TERM-TERM DAN GAMBARAN TASBIH DALAM AL-QUR’AN
A. Term Yang Semakna Dengan Tasbih a. Quddus 47
Kata al-Quddus disebut dalam Al-qur’an yaitu yang terdapat dalam ayat QS. 2: [30, 87, 253]. QS. 5: [110]. QS. 16: [102]. QS. 59: [122]. QS. 62: [1]. QS. 20: [12]. QS. 79: [16]. “ Al-Quddus” ada juga yang membaca “ al-Qaddas” adalah kata yang mengandung makna kesucian. Azzajjaj seorang pakar bahasa mengukakan dalam bukunya “ al-Asma`ul Husna” bahwa ada yang menyampaikan kepadanya kata “ Quddus” tidak terambil dari akar kata 48
berbahasa arab, akan tetapi terambil dari bahasa Suryani; yang pada mulanya adalah “Qadsy” dan diucapkan dalam doa “ Qaddisy” kemudian beralih ke bahasa Arab “ Qaddus ” atau “Quddus”. Dalam penjelasan beberapa kamus bahasa Arab antara lain karya al-Fairuz ‘Abadi ditemukan bahwa “Quddus” adalah at-Thahir Au al-Mubarak ” (yang suci murni atau yang penuh keberkatan).
49
Dalam catatan pengantar buku yang berjudul Fushushul Hikam, karya Ibnu ‘Arabi bahwa makna dari akar kata Qadasa adalah “suci” yang dalam konteks hikmah kesucian firman Idris, berarti kejauhan spiritual Allah dari kungkungan alam atau kosmos. Dalam gagasan kejauhan
47
Roghib Al-Asfiyani, Mu’jam Mufrodat Alfadzi Al-qur’an, Darul Al-Fikr. Hlm 538 Pendapat ini tidak didukung oleh banyak ulama, antara lain karena kata tersebut dapat dibentuk berbagai bentuk (bisa ditasrif ). Sedangkan menurut pakar bahasa, satu kata yang dapat dibentuk dengan berbagai bentuk maka adalah kata asli berbahasa Arab 49 M. Quraish Shihab, “ Menyingkap Tabir Ilahi” Lentera Hati, Jakarta, cet IV,2001. hlm.35 48
38
spiritual, dalam pengertian transenden, erat kaitannya dengan gagasasan tentang ketiggian atau peninggian.
50
Kata al-Quddus menurut al-Ghazali dalam arti dia maha suci dari sifat kesempurnaan yang diduga oleh banyak makhluk, karena pertama mereka memandang diri mereka sendiri dan mengetahui sifat-sifat mereka serta menyadari adanya sifat sempurna pada diri mereka seperti sifat pengetahuan, kekuasaan, pendengaran, penglihatan, kehendak, dan kebebasan. Manusia meletakkan sifat tersebut untuk makna-makna tertentu dan menyatakan bahwa itu adalah sifat-sifat sempurna, selanjutnya manusia meletakkan sifat-sifat yang berlawanan itu sebagai sifat kekurangan. Perlu disadari bahwa manusia paling tinggi hanya dapat memberikan kepada Allah sifat-sifat kesempurnaan yang diduga oleh manusia, serta mensucikan Allah dari sifat kekurangan. Seperti lawan dari sifat-sifat kesempurnaan diatas. Jika bila demikian itu maknanya, maka mengkuduskan Allah bukan sekedar mensucikan Allah. Ini juga berarti
bahwa “Taqdis” berbeda dengan “Tasbih”. Walaupun sementara ulama mempersamakan-Nya. Memang kalau kita berpegang teguh pada kaidah kebahasaan yang menyatakan bahwa tidak ada persamaan makna kata yang sama, maka tentu saja taqdis dan tasbih ada perbedaannya. Para malaikat dalam berdialog dengan Allah tentang penciptaan manusia menggabungkan tasbih dan taqdis dengan menyatakan “ Wa Nahnu Nusabbihu Bi hamdika Wa Nuqaddisulak” QS. 2: [30] penyebutan kata tasbih dan taqdis disini 51
memberikan kesan perbedaan. Dalam pandangan sementara para pakar yang telah disinggung diatas, yakni bahwa kekudusan adalah gabungan
50
Ibnu ‘Arabi,Fususul Hikam, diterjemahkan dari judul, The Bezels Of Wisdom penerj: Ahmad Sahidah dan Nurjannah Arianti, Islamaika, Yogyakarta, 2004. hlm 109. 51 Walaupun para ulama yang mempersamakan memahami kata “tasbih” dalam arti Shalat, atau pensucian yang dimaksud adalah dengan ucapan dan perbuatan. Sedangkan pensucian yang kedua menggunakan Nuqaddisu adalah pensucian-Nya dengan hati, yakni bahwa Allah mempunyai sifat-sifat kesempurnaan yang sesuai dengan keagungan-Nya. Bisa juga dengan penggabungan kedua kata jika dinilai bermakna sama dipahami sebagai pensucian Tuhan serta pensucian diri manusia demi karena Allah sehingga ayat diatas diterjemahkan dengan: “ kami bertasbih sambil memuji-Mu dan mensucikan diri (kami) demi karena engkau.
39
dari tiga hal; benar, indah dan baik. Buah dari sifat kudus – dalam makna di atas – saat diteladani, akan dapat mengantar manusia menjadi ilmuan, seniman, dan budiman. Karena mencari yang benar menciptakan ilmu, berbuat baik membuahkan etika, dan mengekspresikan yang indah melahirkan seni. Meneladani Allah dalam sifat kekudusan-Nya bahkan bukan saja menuntut untuk menjadi ilmuan, budiman dan seniman; tetapi juga menuntut untuk menghadirkan Allah pada ilmu yang dipikirkan dan diamalkan, melalui seni yang diekspresikan serta dalam setiap budi daya yang dilakukan.
52
Dalam firman Allah yang berbunyi:
ß ÏΒ σ ÷ ßϑ ø9 $# Νã n≈ = ¡¡ 9$# ¨â ρ‘‰à) ø9$# 7 à Î=ϑy ø9$# θ èu δ ω Î) µt ≈ Î9s ) ωI ”Ï% $!© # ª! $# θ èu δ χθ à2 Î ³ ô ç „ $ £ϑãt «! $# ≈ z sy ö6 ß™ 4 ç 9 Éi6 š x Gt ßϑ ø9$# ‘$ â ¬6fy ø9$# “ â “ ƒÍ èy ø9$# Ú∅Ïϑø‹ γy ßϑ ø9$# ∩⊄⊂∪ Artinya: “ Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka 53 persekutukan. Al-Quddus yang mengandung makna kesucian, disebut menyusul kata
“al-Malik”
untuk
menunjukkan
kesempurnaan
kerajaan-Nya,
sekaligus menampik adanya kesalahan, pengrusakan atau kekejaman dariNya karena kekudusan, seperti yang telah ditulis al-Biqa’iy dalam tafsirnya “Nazem ad-Dirar” adalah kesucian yang tidak menerima perubahan, tidak disentuh oleh kekotoran, dan terus menerus terpuji dengan langgengnya sifat kekudusan itu.
54
b. Tanzih
52
M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Op.Cit . hlm. 40-41 Al-qur’an dan Terjemahnya yang telah ditahsis oleh departemen agama RI, Jakarta, QS. Al-Hasyr: 23. Hlm 919 54 M. Quraish Shihab. Menyingkap Tabir Ilahi Op.Cit . Hlm36 53
40
Makna Tanzih yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang dibenci atau 55
tidak baik artinya menjauhkan dari dari tingkah laku atau sifat yang ada kaitannya dengan sosial, etika, dll.
Artinya: “Ketika nabi membaca ayat tentang rahmat maka nabi meminta rahmat tersebut dan ketika nabi membaca ayat tentan g adzab maka nabi meminta menjauhkannya dan ketika nabi membaca tentang pensucian 56
Allah maka nabi membaca tasbih”.
Tanzih dalam ilmu kalam, penekanan pemahaman bahwa Tuhan berbeda secara mutlak dengan alam dan dengan demikian tidak dapat diketahui melahirkan konsep tanzih, sedangkan penekanan pemahaman bahwa tuhan, meskipun hanya pada tingkat tertentu, mempunyai kemiripan atau keserupaan dengan manusia dan alam yang melahirkan konsep tasybih. Tanzih berasal dari kata nazzaha, yang secara harfiah berarti “menjauhkan atau membersihkan sesuatu dari sesuatu yang mengotori, yang digunakan para mutakallimin untuk “menyatakan atau menganggap bahwa Tuhan secara mutlak bebas dari semua ketidak sempurnaan,” yaitu semua sifat yang serupa dengan makhluk meskipun dalam kadar yang paling kecil. Dengan kata lain tanzih menyatakan bahwa Tuhan melebihi sifat atau kualitas apa pun yang dimiliki oleh makhlukNya.
adapun
tasybih,
yang
secara
harfiah
berarti
menyerupai
“menyerupakan atau menganggap sesuatu serupa dengan yang lainnya” dalam ilmu kalam berarti menyerupakan tuhan dengan ciptaan-ciptaanNya. Maka tasybih adalah mempertahankan bahwa keserupaan tertentu
55
Ahmad Warson al-Munawir, al-Munawwir Pustaka Progresif, Surabaya, 2002. hlm.
1406 56
Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwiny, Ibnu Majah, Thoha Putra Semarang, Juz I no hadits 1351. Hlm 429
41
57
bisa ditemukan antara tuhan dan makhluk. . Ibnu ‘Arabi berpandangan lain, dia menggabungkan antara tasybih dan tanzih maka, maka dalam syairnya mengatakan: “ Jika anda hanya menegaskan transendensi-Nya anda membatasi-Nya, dan jika anda hanya menegaskan imanensi-Nya anda membatasi-Nya. Jika anda memelihara kedua aspek itu, anda benar, imam dan guru dalam ilmu spiritual. Barang siapa yang mengatakan Dia adalah dua hal, adalah seorang polities(musyrik), sementara orang-orang mengucilkan-Nya,
coba
untuk
mengatur-Nya.
Hati-hati
dalam
memperbandingkan-Nya jika anda menganut dualitas, dan jika kesatuan, hati-hatilah menjadikan-Nya transenden. Anda bukan Dia dan anda 58
adalah Dia”.
Jadi antara Tasbih, Taqdis, dan Tanzih merupakan suatu term yang sama-sama mengandung makna suci akan tetapi kalau menurut kaidah kebahasaan ada perbedaannya yaitu tasbih sesuatu yang dikhususkan kepada Allah. Dan Taqdis sesuatu yang umum yaitu bisa untuk Allah dan juga bisa untuk manusia. Adapun kalau Tanzih merupakan sesuatu yang menjauhkan diri dari hal-hal yang dibenci atau tidak baik. Maka secara istilahi makna tanzih juga mempunyai makna “mensucikan”
B. Antara Tasbih, Tahmid, dan Dzikir Tasbih pemahasucian dari Rububiyah ataupun Uluhiyah Allah merupakan awal dari tahmid. seandainya Di samping banyak adanya perintah bertasbih dan dzikir, juga ada perintah bertasbih, bertahmid, dan meminta ampun
kepada
Allah
yang
merupakan
puncak
pesan
Tuhan
untuk
melembagakan ajaran Agama dan Islam dalam bentuk ajaran agama seharihari. Mengingat bahwa perintah bertasbih dan beristigfar itu mula-mula ditujukan kepada nabi Muhammad sendiri (pengganti nama ”engkau” dalam firman Allah yang terdapat dalam surat an-Nashr: 3 yaitu
57
Kautsar Azhari Noor, Ibnu ‘Arabi Wahdatul Wujud dalam Perdebatan, Jakarta, Paramadina, 1995, cet I. hlm. 86-87 58 Ibnu ‘Arabi, Fususul Hikam. Op.Cit . hlm.98.
42
y Î n/ ‘u ωôϑ p 2t ¿ ôx Î m7 ¡ | ùs ∩⊂∪ R$ / θ #§ ?s βt % Ÿ2 … ¯çµ Ρ Î) 4 ç ν ö Ïøó Gt ó™ $ ρ#u 7 Sementara nabi Muhammad adalah Ma’shum, maka dapat disimpulkan bahwa perintah itu lebih-lebih berlaku kepada kaum yang beriman. Karena kaum beriman itu sekelompok orang-orang yang selalu memohon ampun 59
kepada Allah. Dalam Al-qur’an dikatakan ” fasabbih bihamdi rabbika” membaca tasbih ”Subhanallah” dapat dipandang sebagai pendahuluan logis bagi
Tahmid
(yaitu memabaca hamdalah /memuji Allah). Sebab tasbih sendiri mengandung makna pembebasan diri dari buruk sangka kepada Allah, atau ”pembebasan” Allah dari 60
buruk sangka kita. Jadi tasbih adalah sesungguhnya permohonan ampun kepada Allah atas dosa buruk sangka kita kepada-Nya. Kata ”tahmid ” banyak dijumpai pada kata ”tasbih”, akan tetapi kata tahmid ”alhamdulillah” selalu diawali kata tasbih ” sabbih”, ini menunjukkan bahwa pengucapan tahmid harus di dahului dengan pengucapan tasbih. Dzikir secara etimologi, dzikir berasal dari bahasa arab yaitu ” Dzakara Yadzkuru Dzikran” yang mempunyai arti menyebut dan mengingat Allah. Hal
ini sesuai dengan Al-qur’an :
Artinya: ” Apabila kamu telah menyelesaikan shalat mu ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, di waktu berbaring, kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orangorang yang beriman ”.
59
Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban, Paramadina, Jakarta, 2000, cet II. Hlm
164 60
Buruk sangka kepada Allah dapat mengancam kita setiap saat. Sumber buruk sangka kepada-Nya itu antara lain ialah ketidak mampuan kita “memahami” tuhan, karena karena sepintas lalu kita, misalnya, menerima nasib dari tuhan yang menurut kita “tidak seharusnya” kita terima karena, misalnya, kita merasa telah “berbuat baik” dengan menjalani perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Maka tasbih merupakan pendahuluan bagi tahmid. Sebab tahmid, memuji Allah, yang sebenarnya tidak akan terwujud tanpa terlebih dahulu membebaskan diri dari buruk sangka kepada-Nya. Jadi sebagai dosa buruk sangka kepada Allah, harus dihapus dengan tasbih. lihat norcholish Majid, islam agama peradaban. Hlm. 166-167
43
Ad-Dzikru jamak dari Dzukur yaitu as-Shalatullah Ta’ala ad-Do’a.
Akan tetapi dzikir menurut kamus besar bahasa Indonesia dzikir mempunyai arti puji-pujian kepada Allah yang diucapkan secara berulang-ulang. Dzikir menurut terminologi mempunyai arti sempit yaitu membaca Tasbih, Tahmid , Tahlil dan lain-lain. Akan tetapi dzikir dalam arti luas berpikir akan kekuasaan
dan kebesaran tuhan, yaitu berpikir tentang makhluk Tuhan dll.
61
Dalam Al-qur’an banyak sekali dijumpai ayat-ayat dzikir dan tasbih dalam satu ayat akan tetapi dalam ayat-ayat itu lafazh dzikir selalu mendahului lafazh tasbih yaitu : 12. QS. As-Sajadah: 15
ωôϑ p 2 t ¿ (#θ ßs ¬7 ™y ρu Y#‰£∨ ß™ (#ρ ” zy p$ 5κ Í (#ρ ãÅe2 èŒ # Œs Î) t Ï% $!© # $ Ζu ÏG ≈ ƒt $ Î↔t / ß ÏΒ σ ÷ ム$ ϑy ¯ ΡÎ) ∩⊇∈∪ χ š ρ 9 çÉ 3 õ Ft ¡ó o „ ωŸ Νö èδ ρu Νö Îγ Î n/ ‘u 13. QS. Az-Zuhruf: 13
#( θ ä9θ à) ? s ρu ϵ nø‹ = ãt ÷Λ ä÷ƒ θ u Gt ó™ $# # Œs Î) öΝ 3 ä Î n/ ‘u πs ϑy ÷è ÏΡ (#ρ ã . ä õ‹ ?s Ο ¢ èO Íν ‘Í θ ßγ àß 4’ n ? ãt (#… θ â Gt ó¡ Ft Ï9
z sy ö6 ß™ ∩⊇⊂∪ t ÏΡ Ì ø)ãΒ …çµ9s $ ¨Ζà2 $ Βt ρu #‹x ≈ δy o$ Ψ 9s t ¤‚™y “Ï% $!© # ≈ 14. QS. Ali Imran: 191
, È zù=y ’ Î û βt ρ ã¤6x Gt ƒt ρ u öΝ Îγ Î /θ ãΖ _ã ’4 n ? ãt ρu Y#Š θ èãè% ρu $ Vϑ≈ Šu Ï% ©! $# βt ρ ã . ä õ‹ƒt t Ï% $ !©#
Ç ‘ö F{ $ ρ#u NÏ θ≈ ≡u Κu ¡¡ 9$# ># z ‹x ãt o$ Ψ É) ùs 7 y oΨ ≈ sy ö6 ß™ WξÏÜ ≈ /t #‹x ≈ δy M | ø) n z= y $ Βt $ −Ζu / ‘u Ú ∩⊇®⊇∪ ‘$ Í ¨Ζ 9$# Dengan berdzikir dan dengan memahami makna lautan yang terkandung dalam dzikir tersebut maka akan menimbulkan pentasbihan kepada Allah yaitu bahwa Allah tidak sama dengan makhluknya. Dengan pentasbihan tersebut maka akan menimbulkan dampat pada pembacaan tahmid (pemujian) 61
Baidi Bukhori, Dzikir Al-Asmaul Husna Solusi Atas Problem Agresivitasis Remaja , Rasail Media Group Semarang. hlm 50
44
kepada Allah dan menolak atas orang-orang yag mengatakan bahwa tuhan itu ada banyak. Maka dengan begitu antara tasbih tahmid dan dzikir merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hanya orang-orang yang dekat dengan tuhan yang bisa mengetahui itu semua.
C. Tamtsil Tasbih dalam Al-qur’an Kehendak tuhan teraktualisasi dalam dua bentuk yaitu: aktualisasi kehendak tuhan dalam bentuk nilai-nilai elementer dan nilai-nilai moral. Bentuk aktualisasi yang pertama merupakan berupa pemenuhan kehendak oleh semua mahluk Tuhan, kecuali manusia. Mereka hanya bisa memenuhi kehendak tersebut dengan total, tanpa memiliki kemampuan untuk melawan seperti manusia. Adapun aktualisasi yang kedua berupa pemenuhan kehendak tuhan oleh manusia yang merupakan satu-satunya makhluk kosmis yang menerima amanat.
62
Maka dalam pentasbihan makhluk hidup, dibagi dua yaitu: mukallaf dan tidak mukallaf. Bagi yang mukallaf menggunakan tasbih Iradhi Ikhtiyari dan yang tidak Mukallaf menggunakan tasbih fitri taskhiri. Akan tetapi, dalam penafsiran berbagai ulama tafsir yang saya baca ditegaskan bahwa, tasbih bagi makhluk yang Mukallaf menggunakan makna yang hakiki, yaitu dengan menggunakan lisan dan perbuatan dan bentuk-bentuk yang lain seperti tulisan dll. Sedangkan pada tasbih bagi makhluk yang Ghairu Mukallaf para mufassir berbeda pendapat; ada yang mengatakan bahwa makhluk yang tidak mukallaf harus menggunakan makna tasbih yang hakiki, seperti halnya mufassir M. Quraish Shihab, Ibnu ‘Arabi, Hamka, dll. Adapun mufassir yang lain, mereka berpendapat bahwa makhluk yang tidak mukallaf makna tasbihnya dengan menggunakan makna majazi seperti halnya mufassir kontemporer yaitu Fakhruddin ar-Razi, Mahmud Yunus, Zaqlul an-Najjar, dan Nisywah alUlwani dll.
62
Tafsri, Zainul Arifin, Komaruddin, Moralitas Al-qur’an dan Tantangan Modernitas, Gama Media, Yogyakarta, 2002, cet I. hlm 199-200
45
Perbedaan dalam menafsirkan Al-qur’an yang telah saya sebutkan di atas, pada hakikatnya sama. Akan tetapi dalam sudut pandang mufassir itu berbeda. Padahal dalam Al-qur’an telah memberi peringatan kepada manusia yang terdapat dalam surat al-Isra’ : 44, yaitu bahwa kamu sekalian tidak akan pernah tahu tasbih mereka ( Ghairu Mukallaf ). Al-qur’an sudah memberikan beberapa contoh, yang menunjukkan bahwa semua langit tujuh dan bumi apapun yang ada di dalam mereka semua bertasbih kepada Allah Swt. Yaitu : 1. Tasbih Makhluk Yang Mukallaf Tasbih yang digunakan oleh makhluk yang mukallaf merupakan 63
tasbih Iradi Ikhtiyari yaitu tasbih tasbih makhluk-makhluk mukallaf yang berakal dari golongan Manusia dan Jin. Inilah bentuk yang dikerjakan oleh hamba-hamba Allah yang shaleh dari golongan Jin dan manusia, dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang tersesat. Karena sesungguhnya Allah Swt tidaklah menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepadanya. Oleh karena itu Allah Swt berfirman:
à ø) n z = y $ Βt ρu } ΡM} $ ρ#u £ :Åg ø $# M ∩∈∉∪ Èβρ߉ ç7 ÷è ‹u Ï9 ω Î) § Artinya: ” Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya 64 mereka mengabdi kepada-Ku”. Maka dari itu yang bertasbih dengan menggunakan tasbih Iradhi Ikhtiyari yaitu :
i.
Tasbihnya Manusia Manusia merupakan sumber dan sekaligus sebagai pelaku dari tindakan-tindakan yang bersifat moral. Melalui potensi-potensi rohaninya ia dapat berinisiatif, berinovasi, dan berkreasi merubah keadaan dirinya, lingkungannya dan dunia tempat hidupnya sesuai dengan kemampuan dan kemauannya. Manusia dapat merubah milieunya menjadi lebih bermakna, lebih baik dan sebaliknya. Adapun
63
Tasbih Iradi Ikhriyari atau tasbihnya orang mukallaf yaitu bertasbih secara sadar dan dalam potensi keinginan dan pilihan untuk melakukannya atau tidak melakukannya. 64 Al-qur’an dan Terjemahnya, QS. Adz-Dzariyat: 56.Op.Cit .hlm. 862
46
tindakan atau perbuatan manusia yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan atau prilaku moral adalah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakuannya dengan ikhtiyar dan sengaja serta ia mengetahui apa yang diperbuatnya.
65
Menurut al-Faruqi seperti yang telah dikutip dalam buku yang berjudul moralitas Al-qur’an dan tantangan modernitas yaitu bahwa eksistensi manusia tidak lain memiliki fungsi kosmik yang sangat penting. Hal ini disebabkan oleh kesempurnaan anugrah yang diberikan kepada manusia yaitu pancaindra, akal, pemahaman, ruh, dan wahyu yang disampaikan oleh rasul.
66
Manusia yang dijadikan oleh Allah Swt menjadi khalifah di muka bumi ini sebenarnya menanggung setiap amanah dan tanggung jawab dalam memakmurkan alam serta beribadat kepada Allah. Jelas sekali bahawa inilah kehidupan yang selayaknya dilaksanakan oleh manusia. Bukan mudah untuk memegang amanah dalam melaksanakan ibadah kepada Allah sepenuhnya. Kerana manusia begitu mudah untuk salah dan lupa sehingga mereka merasakan dunia ini akan terus kekal dan dapat dinikmati selama-lamanya. Dua amanah utama yang perlu dilaksanakan oleh manusia sebagai hamba Allah Swt. Ayat yang selalu kita dengar tetapi amat kurang sensitifiti kita terhadap dua perkara ini, yaitu Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar. Oleh itu, lakukan kebaikan dan benci kepada kemungkaran. Jika kita perhalusi, sebenarnya dua amanah begitu berat untuk kita sama-sama laksanakan jika kita tidak menyadari hakikat kita sebagai khalifah di bumi ini. Kita sepatutnya lebih sensitif bila mana Allah menyebut di dalam kalamNya: Maksudnya: “Kamu (wahai umat Muhammad) adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi (faedah) umat manusia, (kerana) kamu menyuruh berbuat segala perkara yang baik dan melarang daripada segala perkara yang salah (buruk dan keji), serta kamu pula beriman
65
Tafsir, Zainul Arifin, komaruddin. Op.Cit . hlm. 198 Ibid . hlm 199
66
47
kepada Allah (dengan sebenar-benar iman). Dan kalaulah Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) itu beriman (sebagaimana yang semestinya), tentulah (iman) itu menjadi baik bagi mereka. (Tetapi) di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka: orang-orang yang 67
fasik.
” Jika ini kedudukan yang Allah Swt berikan pada kita, maka
mulai sekarang jika perlu melihat kembali diri kita, peranan kita dalam memakmurkan bumi dalam konteks yang dikehendaki oleh-Nya dalam menggalas martabat seorang khalifah. Apa yang perlu kita sebagai khalifah untuk terus memastikan dipayungi oleh kebaikan dan juga memastikan bahwa kemungkaran juga dapat dicegah dan dibendung. Telah dijelaskan di atas bahwa tasbih Iradi Ikhtiyari bagi makhluk yang mukallaf. Manusia merupakan makhluk mukallaf maka tasbih manusia adalah dengan menggunakah tasbih iradi ikhtiyari. Maka mukallaf bertasbih kepada Allah dengan menggunakan Lisanul Maqal. Yang mencakup dzikir kepada Allah dalam setiap keadaan
dengan asmaul husna, sifat-sifat yang tinggi, dan seluruh atribut yang sesuai
dengan
keagungannya;
menetapkan
bagi-Nya
sifat-sifat
kesempurnaan mutlak apa saja yang telah ditetapkan oleh Allah Swt sendiri bagi Dzat-Nya; memahasucikan dari segala kekurangan yang tidak
layak
dengan
Wahdaniyah-Nya;
kedudukan
yang
dilakukan
Uluhiyyah, dengan
Rububiyah,
penuh
dan
ketundukan,
kekhusyukan, dan pengagungan Allah yang Maha Pencipta, Maha Menjadikan, Maha Membentuk Rupa, Maha Esa, Maha Tunggal, Maha Perkasa, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu apapun yang setara dengan Dia.
68
Dan karena tujuan itulah, kenapa Allah Swt berulang-ulang kali menyatakan kepada hambanya bahwa betapa pentingnya untuk banyak mengucapkan tasbih dan berdikir kepada-Nya. Mengemukakan tasbih manusia secara umum. Jumlahnya ada 9 ayat. Tiga ayat diantaranya 67
Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. Ali Imran: 110. Op.Cit hlm.94 Zaglulu an-Najjar, Shu’arun Min Tasbih al-Kaa’inaat Lillah, diterj: Faisal Saleh, Ketika Alam Bertasbih , Pustaka al-Kautsar, Jakarta.Hlm. 53 68
48
terbentuk kata perintah kepada orang-orang mukmin. Dan itu merupakan perintah taklif agar bertasbih kepada Allah Hal itu sebagaimana yang diungkapkan dalam ayat Al-qur’an antara lain:
∩⊆⊄∪ ¸ξ‹ Ϲ ρ&r u Zο t 3 õ ç/ çνθ ßs Î m 7™y ρu ∩⊆⊇∪ # Z ÏV . x [ # . ø ÏŒ ©! $# (#ρ èâ 0 øŒ $# (#θ ãΖΒt #™u t Ï% $ !©# p$ š ‰ κ ¯ ≈ 'r ƒt Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya, dan 69 bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang ”. Dua Ayat di atas turun ketika nabi Muhammad di cerca dan dihina oleh kaum munafikin karena perkawinan beliau dengan Zainab yang merupakan janda bekas anak angkat beliau. Boleh jadi kaum muslimin yang mendengar cercaan tersebut terpancing untuk memaki para pencerca itu. Disisi lain cercaan yang dilontarkan kepada nabi Muhammad itu, pada hakikatnya merupakan pelecehan terhadap ketetapan Allah Swt. Nah, karena itu kaum beriman diperintahkan oleh ayat di atas untuk berdzikir dan mensucikan Allah dari segala kekurangan. Allah berfirman: hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah yakni ingatlah, renungkanlah serta sebut-
sebutlah kebesaran nama Allah, dengan berdzikir yang banyak. Dan 70
sucikanlah Dia dari segala kekurangan setiap pagi dan petang.
Tiga ayat diantaranya terbentuk kata perintah kepada orangorang mukmin. Dan itu merupakan perintah taklif agar bertasbih kepada Allah. Salah satunya ayatnya menyebutkan kata orang-orang mukmin bersama dengan penyebutan Rasulullah, dan dua ayat lainnya dengan penyebutan orang-orang mukmin secara mutlak yaitu:
ωôϑ p 2 t ¿ (#θ ßs ¬7 ™y ρu Y#‰£∨ ß™ (#ρ ” zy p$ 5κ Í (#ρ ãÅe2 èŒ # Œs Î) t Ï% $ !©# $ Ζu ÏG ≈ ƒt $ Î↔t / ß ÏΒ σ ÷ ム$ ϑy ¯ Ρ Î) š ρ 9 çÉ 3 õ Ft ¡ó o „ ωŸ Νö èδ ρu Νö Îγ Î n ‘/u ∩⊇∈∪ χ Artinya: “Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat 69
. Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. Al-Ahzab: 41-42. Op.Cit. hlm. 674 M. Quraish Shihab, al-Misbah, Lentera hati, Jakarta, 2006, cet 5. juz 11. hlm. 287-288
70
49
71
ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji 72 Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong”.
Ayat diatas juga menerangkan perbedaan antara tasbih, dzikir dan tahmid yaitu ketika orang-orang mukmin itu mau berdzikir (mengingat-ingat) tentang tanda-tanda Allah yang ada di alam semesta ini maka pastilah mereka akan bersujud dan membaca tasbih dengan bacaan tahmid dan mereka tidak akan pernah menyombongkan dirinya. Dalam hadits diriwayatkan bahwa dalam penyebutan tasbih itu sangat banyak pahalanya, seperti halnya Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
Artinya “kalimat yang ringan di lidah (mengucapkannya) tetapi berat timbangan(pahala)nya dan keduanya di sukai Allah Swt ialah: 73 Subhanallahi Wa Bihamdihi Subhanallahil ‘Adim”. ii.
Tasbihnya Jin Jin berasal dari alam tersendiri. Ia tidak termasuk dalam alam manusia dan juga tidak termasuk dalam alam malaikat. Ada persamaan antara
Manusia
dengannya,
yaitu
sama-sama
memiliki
akal,
pengetahuan dan kemampuan memilih ”yang baik” dan ”yang 74
buruk”. Oleh karena itu Jin termasuk makhluk mukallaf yaitu yang sesuai dengan QS. Ad-Dzariyat: 56. Jin merupakan makhluk ghaib dari alam yang tidak dapat kita lihat, sebagaimana ditunjukkan oleh makna dari namanya al-Jiin. Di dalam bahasa arab kata al-Jiin, alJinnah, dan al-Jaan adalah nama jenis bagi makhluk yang kebalikan dari makna al-insu (Manusia), yaitu sebutan bagi sekumpulan makhluk
71
Maksudnya mereka sujud kepada Allah serta khusyuk. Disunahkan mengerjakan sujud tilawah apabila membaca atau mendengar ayat-ayat sajdah. 72 Al-qur’an dan Terjemahnya. QS. As-sajadah: 15. Op.cit.hlm. 662 73 HR. Muslim, Terjemahan Hadist Shahih Muslim , jilid IV, Klang book Centre, Malaysia, cet II, 1995. hlm. 260 74 Umar Sulaiman al-Asyqar, ‘Alam al-Jinn Wa al-Syayathin, terjm, Abdul Muid Daiman, Misteri Alam Jin Dan Setan, Pustaka Nuun, Semarang, 2006, hlm 1
50
yang tersembunyi dari kita, yang diyakini keberadaannya, tetapi tidak dapat dilihat oleh Manusia
75
Golongan Jin juga sama halnya seperti manusia dia juga makan 76
dan minum, menikah dan beranak pinak. Oleh karena itu, diantara mereka ada yang mukmin dan juga ada yang kafir. Hai ini termaktub dalam Al-qur’an. Antara lain yang berbunyi:
Y$ p7 g ” x º$ Ρ#™u èö % o$ Ψ ÷è œ Ïÿx ¯$ ΡÎ) θ (#þ ä9$ )s ùs Çd :Ågø $# z ÏiΒ Ö x Ρt ìy ϑy Gt ó™ $# ç ¯µΡ &r ¥’ n
View more...
Comments