Makalah WBA Dan ELISA
January 21, 2019 | Author: Sifra Kristina Hartono | Category: N/A
Short Description
Download Makalah WBA Dan ELISA...
Description
MAKALAH TEKNOLOGI KEDOKTERAN GIGI “Western “Western Blot Analysis dan Enzyme Linked Immunosorbent Immunosorbent Assay”
disusun oleh: Yohanes Robertoshan Hastapustaka (08858) Dian Lestari (08890) Lia Sarita R (08926) Joshua Sutanto (08934) Raymund Octavius Kusuma Buwana (08948) Sifra Kristina Hartono (08956) Diana Anggraini (08960) Anastasia Bethari Arnorisa (08978)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
BAB I PENDAHULUAN Dalam dunia kesehatan, sering kita temukan berbagai penyakit yang dapat mengancam kesehatan makhluk hidup. Contoh dari penyakit itu adalah HIV/AIDS, mad-cow disease (sapi gila), penyakit Lyme yang disebabkan oleh kutu, Hepatitis, FIV yang terjadi pada kucing, dan masih banyak penyakit lainnya. Penyakit tersebut seringkali memiliki gejala-gejala yang mirip dengan penyakit lainnya, sehingga besar kemungkinan untuk terjadi kesalahan diagnosa penyakit yang dapat membahayakan bagi penderita. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik yang dapat mendeteksi keberadaan substrat penyebab suatu penyakit di dalam tubuh secara spesifik. Substrat tersebut ditemukan dalam bentuk protein yang spesifik berupa antigen (antibody generator / pemicu antibodi). Antigen merupakan protein asing yang berbahaya dan dapat menyerang tubuh sehingga akan memicu munculnya antibodi spesifik pada tubuh. Antibodi yang terdapat pada tubuh merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang dapat mencegah tubuh dari serangan penyakit yang disebabkan oleh antigen yang masuk ke dalam tubuh. Untuk dapat mendeteksi keberadaan suatu antigen pada tubuh, diperlukan adanya suatu teknik diagnosa yang sistematis yaitu Western Blot Analysis dan juga ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay). Teknik tersebut merupakan bagian dari diagnosa kesehatan dalam disiplin ilmu Biologi Molekuler, Biokimia dan juga immunogenetik. Kedua teknik tersebut memiliki kesamaan tujuan yaitu untuk mendeteksi keberadaan suatu antigen pada tubuh dengan menggunakan antibodi yang spesifik. Namun, kedua teknik itu juga memiliki beberapa perbedaan pada berbagai aspeknya yang akan dibahas dalam makalah ini. Dalam makalah ini, penyusun membahas secara spesifik mengenai pengertian, cara kerja, dan manfaat Western Blot Analysis dan ELISA. Penyusun juga membahas perbedaan antara kedua teknik tersebut dengan tujuan agar pembaca dapat memahami kedua teknik tersebut secara lebih mendalam. Dengan membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memperkaya pengetahuan mengenai kedua teknik diagnosa tersebut serta mengetahui prinsip kerja dari kedua teknik tersebut.
BAB II
ANALISIS dan PEMBAHASAN A. Pengertian dan Manfaat Western Blot Analysis Western Blot Analysis merupakan suatu metode atau teknik khusus yang digunakan untuk mendeteksi protein spesifik dalam suatu jaringan yang homogen. Western Blot ini pertama kali ditemukan oleh W. Neal Burnette di laboratorium George Park. Dengan penggunaan Western Blot Analysis dapat diketahui ukuran protein yakni ukuran besar atau kecil dan panjang atau pendek dari protein yang hendak dideteksi, dan juga ekspresi protein yang digunakan untuk mengetahui atau mendeteksi ada atau tidaknya suatu jenis protein spesifik dalam suatu jaringan. Prinsip kerja dari Western Blot Analysis bersifat spesifik yang berarti setiap protein yang hendak dianalisa selalu berikatan dengan antibodi spesifik yang cocok. Ukuran dari hasil analisa Western Blot Analysis ini dinyatakan dalam satuan pasangan basa. Pemanfaatan dari Western Blot Analysis ini sering dikaitkan dengan ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay) yang berfungsi sama untuk mendeteksi adanya virus HIV dari seseorang dimana dalam proses identifikasi tersebut darah manusia dijadikan sebagai bahan yang diteliti untuk mendeteksi keadaan seseorang terjangkit atau tidaknya terhadap penyakit AIDS. Baik ELISA maupun Western Blot Analysis saling melengkapi datanya untuk dapat dinyatakan secara sah bahwa hasil diagnosa adalah benar.
B. Cara Kerja Western blot Analysis Deteksi ekspresi protein pada organisme dilakukan dengan prinsip imunologi menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Prinsip kerja Western Blot Analysis adalah protein berikatan dengan antibodi yang spesifik. Berikut adalah langkah kerja dalam Western Blot Analysis: 1. Menyiapkan sampel mengandung protein target yang akan diteliti. 2. Menyiapkan buffer agar pH dapat terjaga kestabilannya. 3. Menyiapkan antibodi yang akan digunakan sebagai pelacak protein target. Ada dua jenis antibodi yang dapat digunakan yaitu antibodi monoklonal dan antibodi poliklonal. Antibodi monoklonal adalah yang lebih baik digunakan, karena sinyal yang lebih
baik, spesifisitas yang lebih tinggi, dan hasil yang lebih jernih pada proses pembuatan film western blot. Sedangkan antibodi poliklonal hanya memiliki keunggulan untuk mengenali lebih banyak epitop. 4. Melisis Sel Kita perlu melisis sel untuk mengeluarkan protein yang diinginkan (protein target) dari sel. Untuk melisis sel dapat digunakan detergen SDS dan RIPA. Bila yang diinginkan adalah sebuah protein yang terfosforilasi, maka perlu ditambahkan inhibitor fosfatase agar gugus fosfat pada protein tersebut tidak terbuang. Cara melisis yakni dengan melakukan sentrifugasi dan kemudian ambil pellet yang terbentuk, untuk menjaga suhu tetap dingin bisa digunakan kotak es. Setelah itu, tambahkan buffer lisis lalu kumpulkan dalam tabung eppendorf, jangan lupa untuk menjaga suhu agar tetap dingin. 5. Gel Elektroforesis Gel yang biasa dipakai misalnya SDS-PAGE (sodium dodecyl sulfate- polyacrylamide gel electrophoresis) untuk memisahkan protein berdasarkan ukurannya dengan menggunakan arus listrik dan penambahan Akrilamid 10%. Kerja SDS-PAGE ini adalah dengan mendenaturasi polipeptida yang telah dibuang struktur sekunder dan tersiernya. Sampel terlebih dahulu dimasukkan ke dalam sumur gel. Satu jalur biasanya untuk satu marker. Protein sampel akan memiliki muatan yang sama dengan SDS yang negatif sehingga bergerak menuju elektroda positif melalui jaring-jaring akrilamid. Protein yang lebih kecil akan bergerak lebih cepat melewati jaring-jaring akrilamid. Perbedaan kecepatan pergerakan ini akan terlihat pada pita-pita yang tergambar pada tiap jalur. 6. Transfer Gel Agar protein tersebut dapat dikenali oleh antibodi, maka protein dipindahkan dari gel ke sebuah kertas membran yaitu membran nitroselulosa atau PVDF. Gambar di samping adalah urutan diletakkannya kertas filter, gel dan membran. Larutan
buffer
merambat kapiler
ke
dengan
kemudian
atas
melalui
membawa
akan reaksi protein-
proteinnya. Cara lain untuk mentransfer protein adalah dengan menggunakan teknik elektroblotting yang menggunakan arus listrik untuk menarik protein dari gel ke membran. Selain itu, diperlukan pula
sebuah prosedur untuk mencegah terjadinya interaksi antara molekul-molekul yang tidak diinginkan agar hasil yang diperlukan lebih jernih yaitu dengan menempatkan membran pada BSA (Bovine serum albumin) atau non-fat dry milk dengan sedikit detergen tween 20 sehingga serum tersebut akan menempel pada pada daerah yang tidak ditempeli protein sampel. Hal ini bertujuan untuk membuat antibodi hanya akan dapat menempel pada bagian pengikat protein target. Setelah itu, barulah membran dengan protein sampel tersebut diinkubasi dengan antibodi. 7. Deteksi Deteksi dilakukan dengan antibodi yang telah dimodifikasi bersama dengan sebuah enzim yang disebut enzim reporter. Proses deteksi biasanya berlangsung dalam dua tahap, yaitu : a. Antibodi Primer Antibodi yang digunakan di sini adalah antibodi yang pertama kali dihasilkan sistem imun ketika ada protein target. Antibodi terlarut kemudian diinkubasi bersama kertas membran paling sedikit selama 30 menit. b. Antibodi Sekunder Setelah diinkubasi bersama antibodi primer, kertas membran dibilas lalu diinkubasi dengan antibodi sekunder. Antobodi sekunder adalah antobodi yang spesifik untuk suatu spesies pada antibodi primer. Misalnya, anti-tikus hanya akan berikatan pada antibodi primer yang berasal dari tikus. Antibodi sekunder biasanya berikatan dengan enzim reporter seperti alkaline fosfatase atau horseradish peroxidase. Antibodi sekunder ini kemudian akan menguatkan sinyal yang dihasilkan oleh antibodi primer. Seiring dengan kenajuan teknologi, saat ini proses deteksi dapat dilakukan dengan satu langkah saja yaitu dengan menggunakan antibodi yang dapat mengenali protein yang diinginkan sekaligus memiliki label yang mudah dideteksi. 8. Analisis Terdapat beberapa metode untuk melakuakan analisis yakni: a. Colorimetric detection Metode ini digunakan bila substrat dapat bereaksi dengan enzim reporter sehingga dapat mewarnai membran nitorselulosa. b. Chemiluminescent Metode ini digunakan bila substrat merupakan molekul yang bila bereaksi dengan antibodi sekunder atau dengan reporter enzyme akan teriluminasi atau tidak nampak. Hasilnya kemudian diukur dengan densitometri untuk mengetahui jumlah protein yang terwarnai. Teknik terbarunya yang paling canggih disebut Enhanced Cheiluminescent (ECL). Teknik inilah yang paling
banyak digunakan sekarang. c. Radioactive detection Metode ini menggunakan X-ray yang bila mengenai label akan menciptakan region gelap. Namun metode ini sangat mahal dan beresiko tinggi terhadap kesehatan. d. Fluorescent detection Pelacak yang mempunyai label yang dapat mengalami fluorosensi kemudian dideteksi oleh fotosensor seperti kamera CCD yang menangkap image digital dari western blot. Hasilnya kemudian dapat dianalisis secara kuantitaif maupun kualitatif. Metode ini juga merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan karena sangat sensitif. 9. Hasil Penelitian Untuk
mengetahui
ada
tidaknya
kandungan protein target digunakan marker dan kontrol. Fungsi marker untuk memberi informasi ukuran protein dengan satuan kDa, sedangkan kontrol memberi info ekspresi protein dengan bentuk gembung atau tidak yang menunjukkan banyak atau sedikit jumlahnya.
C. Pengertian dan Manfaat Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
ELISA adalah pengujian yang menerapkan uji serologi yaitu untuk menyatakan ada tidaknya interaksi dalam suatu zat spesifik (enzim atau antibodi) di dalam suatu serum sempel. Zat spesifik di sini adalah zat yang hanya dapat bereaksi dengan substrat tertentu. Serum terdapat dalam plasma darah dan berwarna kekuningan. Di dalam serum ini terkandung antigen dan antibodi. Penelitian pada ELISA ini didasarkan pada ikatan spesifik antara antigen dan antibodi yang terdapat di serum tersebut. Tujuan dari test ELISA ini adalah untuk mendeteksi suatu penyakit atau virus dan untuk memperkuat diagnosa suatu penyakit yang kemudian dapat dijadikan dasar untuk tindakan selanjutnya yang sesuai.
Material dalam metode ELISA :
−
Antigen
−
Monoclonal Ab yakni sejenis potongan antibodi yang diproduksi di laboratorium untuk mendeteksi potongan antibodi sejenis
−
Microplate yakni sejenis plat plastik sebagai tempat percobaan
−
Blocking Buffer
−
Serum sample
−
Conjugate (monoclonal Ab yang telah diberi enzim)
−
Substrat
−
Stop Sol (kaca penutup) Penggunaan ELISA sudah sangat luas karena lebih memiliki beberapa keunggulan yaitu cepat,
dapat menguji sampel dalam jumlah banyak, akurat, mampu menghitung titer (kuantitatif) dan lebih fleksibel. Contoh penggunaan test ELISA adalah untuk uji HIV/AIDS dan leptospirosis pada anak-anak dan orang dewasa. Selain itu, uji ini juga dapat digunakan pada penelitian penelitian bidang tanaman serta industri makanan dalam mendeteksi alergi makanan serta efek toksik dari obat-obatan. Teknik ELISA ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari Teknik ELISA antara lain: 1. Teknik pengerjaan relatif sederhana 2. Jenis antibodi yang digunakan hanya satu saja, sehingga menghemat biaya untuk membeli banyak jenis antibodi 3. Hasil memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi 4. Dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen walaupun kadar antigen tersebut sangat rendah (hal ini disebabkan sifat interaksi antara antibodi dan antigen yang bersifat sangat spesifik) 5. Dapat digunakan dalam banyak macam pengujian. Kekurangan dari Teknik ELISA antara lain: 1. Jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA ini hanya jenis antibodi monoklonal (antibodi yang hanya mengenali satu antigen) 2. Harga antibodi monoklonal relatif lebih mahal daripada antibody poliklonal,sehingga pengujian teknik ELISA ini membutuhkan biaya yang relatif cukup mahal 3. Pada beberapa macam teknik ELISA, dapat terjadi kesalahan pengujian akibat kontrol negatif yang menunjukkan respons positif yang disebabkan inefektivitas dari larutan blocking sehingga antibodi sekunder atau antigen asing dapat berinteraksi dengan antibodi yang bertaut dengan
enzim signal dan menimbulkan signal. 4. Reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung relatif cepat, sehingga pembacaan harus dilakukan dengan cepat (pada perkembangannya, hal ini dapat diatasi dengan memberikan larutan untuk menghentikan reaksi)
D. Cara Kerja Enzyme-Linked Immunosorbent Assay Untuk melakukan kerja dengan ELISA, terdapat alat-alat yang diperlukan. Alat paling utama yang digunakan dalam teknik ELISA adalah microtiter yang berupa suatu papan plastik dengan cekungan sebanyak 96 buah (8 cekungan ke arah bawah dan 12 cekungan ke samping). Selain itu, alat dan bahan lain yang umum digunakan dalam teknik ELISA antara lain: 1. Antigen yang dimurnikan (jika sampel yang hendak dideteksi atau dikuantifikasi berupa antibodi) 2. Antibodi yang dimurnikan (jika sampel yang hendak dideteksi atau dikuantifikasi berupa antigen) 3. Larutan standard (kontrol positif dan negatif) 4. Sampel yang ingin dites 5. Cairan pencuci (buffer) 6. Antibodi atau antigen yang tertaut dengan enzim signal 7. Substrat yang bersifat spesifik terhadap enzim signal 8. ELISA reader (spektrofotometer) untuk pengukuran kuantitatif Prinsip kerja ELISA yakni inkubasi dengan substrat kromogenik dengan indikatornya berupa perubahan warna (yang semula tak berwarna menjadi berwarna) yang dikarenakan hidrolisis oleh enzim yang berlangsung dalam waktu tertentu. Hidrolisis tersebut menyebabkan adanya intensitas warna yang terjadi dan dapat diukur dengan fotometer atau spektrofotometer yang dipengaruhi oleh kadar antigen. Reaksi hidrolisis akan berhenti bila ditambahkan asam atau basa kuat. Oleh karena itu, reaksi harus berlangsung dalam keadaan optimal di mana kadar reaktan, temperatur, dan masa inkubasinya selalu dijaga agar tetap berada dalam keadaan normal yang didapat berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan. Secara garis besar, tahapan dalam metode ELISA adalah, pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada suatu permukaan yang berupa microtiter (tabung tes kecil berbentuk piringan datar dengan beberapa sumuran dan menjadi standar penelitian analitis dan klinis laboratorium untuk keperluan diagnostik). Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
1. penempelan secara non spesifik dengan adsorbsi ke permukaan microtiter 2. penempelan secara spesifik dengan menggunakan antibodi yang bersifat spesifik dengan antigen atau antibodi yang diuji (digunakan pada teknik ELISA sandwich) Selanjutnya antibodi atau antigen spesifik yang telah ditautkan dengan suatu enzim signal dicampurkan ke atas permukaan tersebut, sehingga dapat terjadi interaksi antara antibodi dengan antigen yang bersesuaian. Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan suatu substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal. Pada saat substrat dicampurkan ke permukaan, enzim yang bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yang berinteraksi dengan antibodi atau antigen sampel akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi. Secara umum, teknik ELISA dibedakan menjadi dua jenis yaitu teknik ELISA kompetitif dan nonkompetitif (ELISA sandwich). Teknik ELISA kompetitif menggunakan konjugat antigen-enzim atau konjugat antibodi-enzim sedangkan teknik ELISA nonkompetitif menggunakan dua antibody (primer dan sekunder). Antibodi sekunder akan akan dikonjugasikan dengan enzim yang berfungsi sebagai signal. Tahap metode ELISA kompetitif antara lain: 1. Antibodi yang tidak berlabel diinkubasi dengan kehadiran antigennya 2. Komplek antigen-antibodi ini selanjutnya ditambahkan pada lubang yang telah dilapisi antigen 3. Plate
dicuci,
kelebihan
sehingga antibodi
tercuci (semakin banyak antigen dalam sampel, semakin sedikit antibodi yang dapat terikat pada antigen yang menempel pada permukaan lubang, karena
inilah
disebut
kompetisi) 4. Ditambahkan antibodi sekunder yang spesifik utnuk antibodi primer. Antibodi sekunder ini berpasangan dengan enzim 5. Substrat ditambahkan, enzim akan mengubah substrat menjadi sinyal kromogenik/fluoresensi.
Kelebihan dari ELISA kompetitif yakni tidak diperlukannya purifikasi terhadap larutan sampel yang mengandung antibodi atau antigen yang diinginkan, tetapi hasil yang diperoleh tetap memiliki tingkat sensitivitas tinggi akibat sifat spesifisitas dari antibodi dan antigen. Berbeda dengan teknik ELISA kompetitif, teknik ELISA sandwich atau nonkompetitif menggunakan antibodi primer spesifik untuk menangkap antigen yang diinginkan dan antibodi sekunder tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan. Pada teknik ELISA sandwich, larutan antigen yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi. Namun, karena antigen yang diinginkan tersebut harus dapat berinteraksi dengan antibodi primer spesifik dan antibodi sekunder spesifik tertaut enzim signal, maka teknik ELISA sandwich ini cenderung dikhususkan pada yang antigen memiliki minimal 2 sisi antigenic (sisi interaksi dengan antibodi) atau antigen yang bersifat multivalent seperti polisakarida atau protein. Tahap dalam teknik ELISA sandwich antara lain: 1. Disiapkan
permukaan
mengikatkan
untuk antibodi
‘penangkap’ 2. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir 3. Sampel
berisi
antigen
dimasukkan dalam plate 4. Plate dicuci untuk membuang kelebihan
antigen
yang
tidak
terikat 5. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan antigen 6. Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan berikatan dengan antibodi primer 7. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat dibuang 8. Ditambahkan
reagen
yang
dapat
diubah
oleh
enzim
berwarna/berfluoresensi/elektrokimia 9. Diukur absorbansinya untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen
menjadi
sinyal
Kelebihan teknik ELISA sandwich adalah tingkat spesitifitasnya yang relatif lebih tinggi karena antigen yang diinginkan harus dapat berinteraksi dengan 2 jenis antibodi yaitu antibodi penangkap dan antibodi detektor. Kelemahan teknik ELISA sandwich yaitu hanya dapat diaplikasikan untuk mendeteksi antigen yang bersifat multivalent serta sulitnya mencari dua jenis antibodi yang dapat berinteraksi dengan antigen yang sama pada sisi antigenic yang berbeda (epitopnya harus berbeda) Selain teknik ELISA kompetitif dan nonkompetitif, ada beberapa macam teknik ELISA yang relatif sering digunakan, antara lain: 1. ELISA Direct, merupakan teknik ELISA yang paling sederhana dan seringkali digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi antigen pada sampel. ELISA direct menggunakan suatu antibodi spesifik (monoklonal) untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan pada sampel yang diuji. Tahap dalam ELISA direct antara lain: -
Pertama, microtiter diisi dengan sampel yang mengandung antigen yang diinginkan sehingga antigen tersebut dapat menempel pada bagian dinding-dinding lubang microtiter.
-
Kemudian microtiter dibilas untuk membuang antigen yang tidak menempel pada dinding lubang microtiter.
-
Antibodi yang telah ditautkan dengan enzim signal dimasukkan ke dalam lubang-lubang microtiter sehingga antibodi dapat berinteraksi dengan antigen yang diinginkan, yang dilanjutkan dengan membilas microtiter untuk membuang antibodi tertaut enzim signal yang tidak berinteraksi dengan antigen.
-
Ke dalam lubang-lubang microtiter tersebut ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal, sehingga enzim yang tertaut dengan antibodi yang telah berinteraksi dengan antigen yang diinginkan akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan signal yang dapat dideteksi.
-
Pendeteksian interaksi antara antibodi dengan antigen tersebut selanjutnya dapat dihitung dengan menggunakan kolorimetri, chemiluminescent, atau fluorescent endpoint.
Kelemahan ELISA direct antara lain: •
Immunoreaktivitas antibodi bisa berkurang jika bertaut dengan enzim.
•
Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu dan biaya yang mahal
•
Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim (label) dari antibodi pada percobaan yang berbeda.
•
Amplifikasi signal hanya sedikit
•
Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus dimurnikan sebelum digunakan untuk uji ELISA direct.
Kelebihan ELISA direct antara lain: •
Metodologi yang cepat karena hanya menggunakan 1 jenis antibodi
•
Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat reaksi silang dengan antibodi lain (antibodi sekunder) dapat diminimalisasi
2. ELISA indirect Menggunakan antibodi untuk dideteksi dan
diukur
konsentrasinya.
ELISA
indirect
menggunakan suatu antigenspesifik (monoklonal) serta antibodi sekunder spesifik tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antibodi yang diinginkan pada sampel yang diuji. Tahapan ELISA indirect antara lain: •
Microtiter diisi dengan larutan yang mengandung antigen spesifik, sehingga antigen spesifik tersebut dapat menempel pada bagian dinding lubang microtiter.
•
Microtiter dibilas untuk membuang antigen yang tidak menempel pada dinding lubang microtiter.
•
Larutan sampel yang mengandung antibodi yang diinginkan dimasukkan ke dalam lubang-lubang microtiter sehingga terjadi interaksi antara antigen spesifik dengan antibodi yang diinginkan.
•
Microtiter kembali dibilas untuk membuang antibodi yang tidak berinteraksi dengan antigen spesifik.
•
Ke dalam lubang microtiter dimasukkan larutan yang berisi antibodi sekunder spesifik tertaut enzim signal sehingga pada lubang microtiter tersebut terjadi interaksi antara antibodi yang diinginkan dengan antibodi sekunder spesifik tertaut enzim signal.
•
Microtiter dibilas lagi untuk membuang antibodi sekunder tertaut enzim signal yang tidak berinteraksi denganantibodi spesifik.
•
Pada tahap akhir ditambahkan substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal, lalu enzim yang tertaut dengan antibodi sekunder spesifik yang telah berinteraksi dengan antibodi yang diinginkan akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan
signal yang dapat dideteksi. Kelemahan ELISA indirect adalah membutuhkan waktu pengujian yang relatif lebih lama daripada ELISA direct karena pada ELISA indirect membutuhkan 2 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen spesifik dengan antibodi yang diinginkan dan antara antibodi yang diinginkan dengan antibodi sekunder tertaut enzim signal, sedangkan pada ELISA direct hanya membutuhkan 1 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara antigen yang diinginkan dengan antibodi spesifik tertaut enzim signal. Kelebihan dari ELISA indirect antara lain: •
Terdapat berbagai macam variasi antibodi sekunder yang terjual secara komersial di pasar.
•
Immunoreaktivitas dari antibodi yang diinginkan (target) tidak terpengaruh oleh penautan enzim signal ke antibodi sekunder karena penautan dilakukan pada wadah berbeda.
•
Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibodi yang diinginkan memiliki beberapa epitop yang bisa berinteraksi dengan antibody sekunder.
E. Perbedaan Teknik Western Blot Analysis dengan Teknik ELISA Walaupun keduanya digunakan untuk mengetahui dan mendeteksi keberadaan antigen dalam tubuh, baik Western Blot Analysis maupun ELISA memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan antara teknik satu dengan teknik lain. Beberapa perbedaan Western Blot dengan ELISA meliputi: 1. Dalam teknik ELISA digunakan uji serulogi. Uji serulogi merupakan pengujian dengan menggunakan serum sebagai sampel. Serum mengandung antibodi sehingga ketersediaannya mutlak untuk uji serologis. Serum adalah bagian dari plasma darah (bagian cair darah). Serum yang dalam kondisi bagus berwarna kuning bening. Prinsip utama serulogi ini adalah untuk mereaksikan antibodi dengan antigen yang sesuai. Sedangkan dalam teknik Western Blot tidak menggunakan uji serulogi. 2. Teknik ELISA didasarkan pada ikatan spesifik antara enzim dengan substrat yang akan berekasi dengan antibodi dan antigen yang telah bersesuaian. Berbeda dengan teknik Western Blot dimana protein berikatan dengan antibodi spesifik. 3. Tempat yang digunakan untuk percobaan dua teknik ini pun berbeda, pada teknik Western Blot digunakan membran blot yang bisa berupa nitrocellulose membran atau bisa juga diganti dengan membran PVDF. Lain halnya dengan ELISA, ELISA menggunakan microtiter sebagai
alat paling utama untuk menempatkan antigen antibodi atau antigen yang spesifik. Microtiter berupa suatu papan plastik dengan cekungan sebanyak 96 buah (8 cekungan ke arah bawah dan 12 cekungan ke samping). 4. Teknik Western Blot cenderung lebih mahal daripada ELISA karena membutuhkan beberapa peralatan khusus. Pada ELISA relatif lebih ekonomis salah satu faktornya karena jenis antibodi yang digunakan hanya satu saja, sehingga menghemat biaya untuk membeli banyak jenis antibodi. 5. Prinsip kerja ELISA dan Western Blot juga berbeda. a. Dalam ELISA antibodi atau antigen spesifik dicampur dengan enzim signal dan ditaruh di microtiter kemudian ditambah dengan substrat yang mampu bereaksi dengan enzim signal. Ikatan antara substrat dan enzim terbentuk dan memunculkan signal yang bisa dideteksi. b. Teknik Western Blot berbeda prinsip dengan ELISA. Prinsip kerja Western Blot terdapat protein target yang kemudian ada antibodinya. Antibodi yang digunakan tidak hanya satu, melainkan ada dua, antibodi primer dan antibodi sekunder serta yang terakhir berhubungan dengan substrat. Antibodi primer merupakan antibodi yang pertama kali terbentuk dari sistem imun setelah ada protein target. Antibodi sekunder adalah antibodi yang spesifik untuk suatu spesies pada antibodi primer. Diperlukan antibodi sekunder karena substrat hanya mampu mengenali antibodi sekunder. 6. Selama proses Western Blot melibatkan gel elektroforesis yang biasa dipakai misalnya SDSPAGE (sodium dodecyl sulfate- polyacrylamide gel electrophoresis) untuk memisahkan protein berdasarkan ukurannya dengan arus listrik. Sedangkan pada ELISA tidak menggunakan gel. 7. Pengerjaan ELISA lebih sederhana jika dibandingkan dengan Western Blot. Dalam teknik Western Blot, protein target harus dipisahkan dari sel terlebih dahulu dengan melisis sel tersebut. Cara melisis selnya pun tidak mudah, yaitu dengan sentrifuge dan ambil pellet yang terbentuk. 8. Dalam pelaksanaan teknik ELISA, hasil dari tes yang muncul memiliki sensitivitas yang tinggi, yaitu sekitar lebih dari 98%. Berbeda dengan teknik Western Blot yang hasil dari tesnya terkadang tidak menunjukkan positif atau negatif tetapi “indeterminate”, artinya “tidak pasti”. Contoh kasusnya adalah pada tes HIV. Apabila hasil tes Western Blot menunjukkan indeterminate ini bisa berarati bahwa orang yang bersangkutan baru saja terinfeksi dengan HIV sehingga belum terbentuk antibodi di dalam darahnya atau bisa juga karena diakibatkan oleh suatu kondisi yang tidak ada hubungannya dengan HIV. Maka, hasil tes yang “indeterminate” perlu diulang lagi beberapa minggu kemudian untuk memastikan apakah orang itu sebetulnya
terinfeksi dengan HIV atau tidak.
BAB III
KESIMPULAN Berdasar pada pembahasan yang telah dijelaskan pada ulasan sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan yang signifikan mengenai teknik pendeteksi keberadaan antigen ELISA dan Western Blot Analysis. Kedua teknik ini mempunyai perbedaan satu sama lain. Prinsip kerja dari ELISA berbeda dengan prinsip kerja Western Blot Analysis, dimana prinsip kerja Western Blot Analysis adalah berikatan dengan antibodi spesifik atau dapat dijelaskan secara ringkas bahwa setiap protein yang akan dianalisa harus berikatan dengan antibodi yang cocok dan spesifik, sedangkan pada ELISA, prinsip kerjanya adalah adanya spesifikasi antara enzim dengan substrat yang akan berekasi dengan antibodi dan antigen yang telah bersesuaian. Mengenai tempat yang digunakan untuk percobaan kedua teknik ini juga berbeda. Pada WB Analysis digunakan membran blot yang berupa membran nitroselulosa atau dapat diganti dengan membrane PVDF. Sedangkan pada ELISA, tempat yang digunakan adalah berupa pelat/papan plastik dengan cekungan sebanyak 96 buah yang biasa disebut dengan microtiter. Hasil percobaan dari kedua teknik ini juga mempunyai perbedaan, yaitu pada ELISA akan menghasilkan hasil yang mempunyai sensitivitas yang cukup tinggi sekitar 98%, berbeda dengan teknik WB Analysis yang terkadang menunjukkan ketidakpastian (indeterminate), sehingga harus melakukan proses secara berulang. Perbedaan-perbedaan atau kelebihan dan kekurangan tiap teknik akan mempengaruhi pada keefektifan proses kerja dari kedua teknik ini. Proses kerja yang ada pada Western Blot Analysis tidak semuanya ada pada ELISA, begitu juga sebaliknya. Secara ringkas, ELISA lebih efektif dan sederhana daripada Western Blot Analysis bila ditinjau dari proses yang terjadi di dalamnya. Pada Western Blot Analysis, ada proses elektroforesis gel dan proses pemisahan protein dengan proses lisis protein yang tidak perlu dilakukan bila dengan teknik ELISA. Namun, dengan teknik ELISA perlu dilakukan proses uji serulogi untuk mereaksikan antibodi dengan antigen yang bersesuaian. Bila ditinjau dari masalah finansial, dapat dikatakan teknik ELISA lebih murah dibandingkan dengan teknik WB Analysis. Hal ini dapat dibuktikan dari kebutuhan akan peralatan khusus yang digunakan dalam setiap proses percobaan teknik Western Blot Analysis, seperti pada saat melisis protein, elektroforesis gel, transfer gel, dan lainnya yang menggunakan alat yang berbeda. Hal lain yang dapat membuktikan bahwa ELISA lebih ekonomis dibandingkan dengan teknik WB Analysis adalah pada jumlah jenis antibodi yang digunakan. Pada ELISA hanya membutuhkan satu jenis antibodi, berbeda dengan teknik Western Blot Analysis yang membutuhkan dua jenis antibodi. Demikian kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan pada ulasan sebelumnya. Pada
intinya, teknik WB Analysis mempunyai perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan teknik ELISA bila ditinjau dari prinsip kerja, tempat yang digunakan, hasil percobaan, kefektifan proses kerja, dan dari segi ekonominya.
DAFTAR PUSTAKA
•
Towbin,Harry. Theophil Staehelin. Julian Gordon. 1979. Electrophoretic transfer of proteins from polyacrylamide gels to nitrocellulose sheets: Procedure and some applications. Proc. Natl. Acad. Sci. USA Vol. 76, No. 9, pp. 4350-4354, September 1979.
•
Meiyanto,Edy. 2011. RAPAT NASIONAL: INDONESIAN SOCIETY FOR CANCER CHEMOPREVENTION. Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
•
Kuliah Teknologi Kedokteran Gigi tanggal 24 November 2011.
•
Wanenoor (2011). Western blot. From http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicinehistory/2111504-western-blot/#ixzz1fNIkuFHW, 2 Desember 2011.
•
http://www.scribd.com/doc/57813127/Analisa-Hormon-Dengan-ELISA,”Analisa Hormon dengan Metode Elisa”
•
http://books.google.co.id, Bioteknologi Kesehatan, Prof. Drs. Sudjadi, Apt.,MS.,Ph.D
•
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/00001431.htm, "Interpretation and Use of the Western Blot Assay for Serodiagnosis of Human Immunodeficiency Virus Type 1 Infections"
•
http://id.shvoong.com/exact-sciences/bioengineering-and-biotechnology/2113282-metode-elisaenzym-linked-immunosorbent/#ixzz1fNfP2o3n, "Metode ELISA (enzym-linked immunosorbent assay)”
•
http://frenita.com/tag/western-blot/ , “Tes HIV dan VCT”
•
http://moko31.wordpress.com/2011/06/28/tinjauan-tentang-elisa/, “Tinjauan tentang ELISA”
•
http://www.genomics.agilent.com/GenericB.aspxpagetype=Custom&subpagetype=Custom&pa geid=2338, “Tutorial - Immunoassays – ELISA”
•
http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/pengobatan-a-vaksinasi/serologis-pendukungdiagnosa, "Uji Serologi sebagai Pendukung Diagnosa Penyakit”
•
http://www.molecularstation.com/protein/western-blot/, "Western Blot"
View more...
Comments