Makalah Wanita Dan Olahraga
November 20, 2017 | Author: arum mustika sari | Category: N/A
Short Description
wanita dan olahraga...
Description
MAKALAH WANITA DAN OLAHRAGA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliahWanita dan Olahraga Dosen pengampu: Setya Rahayu
Oleh : Yanuar Riesma Hendra (6211414103)
JURUSAN ILMU KEOLAHRAGAAN FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan, karena rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Wanita dan Olahraga Penulis sadar bahwa selesainya karya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Pengajar Wanita dan Olahraga 2. Teman-teman yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis. Makalah ini ditulis berdasarkan hasil studi pustaka . Berbagai upaya telah dilakukan penulis untuk mendapatkan hasil terbaik dalam makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini tak lepas dari kesalahan dan kekurangan dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca guna kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan bagi pembaca. Semarang, 14 Januari 2017
Penulis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu hak dari setiap manusia. Artinya setiap orang, siapapun dia, bagaimanapun dia, berjenis kelamin apapun dia, dimanapun ia berada mempunyai hak untuk dapat hidup sehat, baik aspek fisik maupun aspek nonfisiknya. Dengan demikian setiap manusia mendapat kebebasan untuk dapat memelihara kesehatannya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memelihara kesehatan yaitu dengan berolahraga. Olahraga adalah suatu bentuk kegiatan jasmani yang dapat dalam permainan, perlombaan atau pertandingan serta kegiatan jasmani yang intensif dilakukan dalam rangka memperoleh rekreasi, hiburan, kemenangan, maupun prestasi yang maksimal. Olahraga sangatlah penting untuk para wanita mulai dari yang muda sampai lanjut usia, mereka harus berolahraga oleh sebab itu banyak olahraga wanita yang dewasa ini sering terlihat di masyakarat. Akan tetapi banyak timbul permasalahan mengenai gender perempuan di olahraga. Karena perempuan lebih rapuh apa lebih lemah kemampuan fisiknya untuk melakukan olaharaga yang dilakukan oleh kalangan laki-laki. Oleh sebab itu wanita sering diremehkan untuk melakukan aktifitas olahraga yang berat seperti kontak fisik dan ketahanan. Dari permasalahan tersebut muncullah pemikiran mengenai penyetaraan gender. Pemikiran ini muncul karena perempuan dianggap mampu menorehkan prestasi yang bagus dalam olahraga. Dari beberapa permasalahan yang ada mengenai gender membuat penyetaraan gender ini diperlukan. Dari berkembangnya berbagai olahraga untuk waanita di masyarakat, tidak menutup kemungkinan olahraga juga dapat dilakukan oleh wanita saat sedang mengalami menstruasi, hamil maupun sudah lanjut usia. Dengan berolahraga tentu dapat memberikan dampak bagi tubuk baik dampak positif maupun negatif tergantung dari jenis, intensitas, dan kekuatan tubuh. Sehingga untuk wanita yang sedang menstruasi pelaksanaan olahraga harus sesuai dengan kaidah pelaksanaan olahraga yang baik dan benar. Dari berbagai permasalahan terkait olahraga dengan wanita maka melalui makalah ini, penulis ingin memperdalam kajian dengan memaparkan tentang perbedaan laki-laki dan wanita dari aspek anatomis, isu-isu terkait gender dan olahraga, maupun hubungan olahraga dengan wanita menstruasi, kehamilan, dan menopause.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagamana perbedaan fisik dan fisiologi antara wanita dan pria ? 2. Bagaimana isu gander yang ada dalam dunia olahraga ? 3. Bagaiman hubungan olahraga terhadap menstruasi,kehamilan dan menopouse pada wanita ?
1.3 Tujuan 1. Mengetahui bagaimana perbedaan fisik dan fisiologi antara wanita dan pria 2. Mengetahui bagaimana isu gander yang ada dalam dunia olahraga 3. Mengetahui bagaimana hubungan olahraga terhadap menstruasi,kehamilan dan menopouse pada wanita
1.4 Manfaat Makalah ini selain menjadi tugas matakuliah, semoga juga bermanfaat bagi para pembaca sebagai sarana menambah ilmu dan pengetahuan tentang wanita dan olahraga
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Perbedaan Wanita dan Pria Perbedaan wanita dan pria dapat dilihat dari berbagai aspek yang mendukung kegiatan mereka beraktivitas setiap hari, yang salah satunya adalah dari aspek biologis. Ada aspek biologis yang berbeda antara pria dan wanita, yakni antara lain : Perbedaan Lemak, Distribusi Lemak Tubuh, Perbedaan Iklim, Perbedaan Fungsi Lemak 2.1.1 Perbedaan Lemak Hal ini mungkin tidak mudah dilihat dan dikenali saat Anda sedang berlatih di gym, akan tetapi wanita biasanya memiliki lemak tubuh lebih tinggi dalam persentase dibandingkan pria. Menurut MedicineNet.com, kadar normal kandungan lemak tubuh normal pada wanita adalah 25 persen, akan tetapi pada pria hanyalah 15 persen. Hal ini sebagian besar terjadi karena proses hormon alami. Misalnya, hormon seks wanita (estrogen) meskipun dapat membantu proses alami tubuh dalam mengonversi lemak menjadi energi, tapi hormon tersebut juga dapat meningkatkan kapasitas tubuh untuk menyimpan lemak. Studi ilmiah telah mempromosikan metode yang paling efektif untuk mengurangi penumpukan lemak adalah hanya dengan berolahraga atau berlatih. 2.1.2 Distribusi Lemak Tubuh Sepintas, mungkin seolah-olah pria lebih rentan terhadap kenaikan lemak daripada wanita, khususnya karena beberapa area yang secara alami menyimpan jaringan lemak di sebagian besar pria. Menurut Marc Perry, seorang ahli kebugaran dan pendiri Built Lean, wanita dapat menyimpan sedikit lemak di daerah perut, tetapi mereka dapat menyimpan lebih pada paha dan otot trisep. Hal ini sangat berbeda pada pria yang memiliki kecenderungan genetik yang lebih tinggi untuk menyimpan lemak di perut mereka. Sangat penting untuk menyadari bahwa lemak tidak dapat dibakar dalam area tertentu di tubuh. Jika tujuan Anda adalah untuk menghilangkan lemak pada perut, Anda perlu menurunkan kadar lemak tubuh secara keseluruhan. Hal ini biasanya dapat dicapai dengan meningkatkan aktivitas jantung dan mengurangi konsumsi kalori.
Konsultasikan dengan pelatih atau ahli kebugaran jika Anda memerlukan bantuan untuk membangun program latihan mengurangi lemak yang efektif. 2.1.3 Perbedaan Iklim Faktanya, komposisi tubuh pria dan wanita dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan tertentu, seperti iklim. Menurut Human Kinetics, wanita yang tinggal di iklim hangat alami, seperti Afrika, sentralisasi kandungan lemak dalam tubuh berada di bagian bokong, sedangkan penduduk asli Mediterania biasanya menumpuk jaringan lemak di pinggul, dan bagi wanita Asia tertentu sentralisasi kandungan lemak dalam tubuh berada di bagian pusar. Metode tubuh mendistribusikan lemak lebih seimbang bagi orang yang berada di daerah beriklim dingin, yang dapat membantu mempertahankan suhu tubuh internal yang diatur selama cuaca musim dingin yang keras. 2.1.4 Perbedaan Fungsi Lemak Sangat penting untuk diingat bahwa berlatih atau berolahraga lebih penting untuk Anda secara keseluruhan daripada komposisi tubuh Anda. Sangat penting pula untuk menyadari bahwa lemak melaksanakan tugas dan fungsi dasar manusia. Menurut sejarah kesehatan, lemak memberikan jaring pengaman internal tubuh mendapat kelangkaan pangan, dan juga berfungsi untuk membantu wanita pada saat kelahiran. Semua orang yang sehat secara alami menyimpan lemak untuk membantu membantu proses normal tubuh. Lemak sebenarnya hal yang baik. Olahraga atau latihan adalah alat yang bisa Anda gunakan untuk mencegah terlalu banyaknya lemak yang terakumulasi dari seluruh tubuh.
Adapun perbedaan antara wanita dan pria dari segi antropometrinya, sperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Myrtati D Artaria disimpulkan bahwa Ada tiga hal yang berpengaruh pada hasil akhir ukuran tubuh manusia, yaitu saat di mana mulai terjadi akselerasi per tumbuhan, besarnya akselerasi pertumbuhan, dan kapan pertumbuhan berakhir. Pada perempuan akselerasi pertumbuhan terjadi lebih dahulu dari pada lakilaki, dan akselerasi itu tidak terlalu besar pada perempuan dibandingkan dengan akselerasi pertumbuhan laki -laki. Lalu berhentinya pertumbuhan badan perempuan pun lebih cepat. Akibatnya perempuan secara umum lebih kecil daripada laki-laki. Lebih jauh lagi, karena perempuan berhenti bertumbuh lebih cepat daripada laki-laki,
maka perempuan lebih terlihat infantil dibanding laki -laki. Infantil artinya mempunyai morfologi yang lebih menyerupai anak -anak, atau “imut” (cute), yang terlihat jelas pada bagian wajahnya, baik pada manusia hidup maupun pada tengkorak . Perbedaan antara laki -laki dan perempuan dewasa yang mencolok ini tetap dapat dilihat pada tengkorak dan kerangka tulang manusia yang sudah meninggal, sehingga antropolog dapat mengidentifikasi jenis kelamin tengkorak berdasarkan kekhasan morfologi kedua jenis kelamin tersebut. Dewasa artinya masa di mana pertumbuhan badan telah selesai, sehingga dimorfisme seksual tampak dengan jelas. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara laki -laki dan perempuan (dimorfisme seksual) bermula karena adanya growth spurt, pada penelitian ini sekitar umur 10 tahun untuk sampel perempuan, dan kurang lebih 2 tahun lebih lambat pada laki-laki, yang mana ini sesuai dengan populasi -populasi lain yang pernah diteliti (misalnya Van Wieringen, 1980). Pada variabel-variabel yang diukur pada penelitian ini, nampak bahwa perbedaan antara laki-laki telah didapati sejak umur lebih dini dari pada 6 tahun. Mungkin perbedaan itu tidak dapat dilihat dengan jelas pada tulang -tulang yang dapat menandai dimorfisme seksual manusia usia muda, tetapi dari sisi berat dan massa tubuh telah terdapat perbedaan yang signifikan, kecuali pada tinggi badan. Anak laki -laki pada umumnya mempunyai tubuh yang lebih berat dan berlemak sampai umur 11 tahun, dan kemudian ketebalan lemak itu mulai menurun dan digantikan oleh massa otot dan tulang. Karenanya, berat badan kedua jenis kelamin berbeda secara signifikan pada hampir semua kelompok umur, kecuali pada umur 12 dan 13 tahun di mana perempuan mengalami growth spurt. Ukuran lebar yang diwakili oleh lebar bahu dan lebar panggul mengalami perbed aan yang bermakna pada sebagian besar kelompok umur, tetapi dengan pola yang berbeda. Lebar bahu yang sering menjadi penanda maskulinitas (“dada yang bidang”), mengalami kebermaknaan perbedaan (dengan rata -rata lebih besar pada laki -laki) sejak umur 13 tahun. Bahkan pada umur 8 dan 10 tahun telah terjadi perbedaan yang bermakna antara lebar bahu laki-laki dan perempuan. Lebar panggul, yang merupakan salah satu komponen penentu untuk
mengkontribusi terhadap ukuran tubuh (perawakan) secara keseluruhan, didapa ti berbeda secara bermakna antara umur 7, 8, 9, 10 tahun, dan 17 serta 18 tahun. Ukuran lingkar yang diwakili oleh lebar lengan dan lebar dada memberikan hasil yang berbeda secara bermakna pada banyak kelompok umur, dengan pola yang sedikit berbeda pula. Lingkar dada menghasilkan perbedaan yang bermakna pada umur lebih dini dari pada lingkar lengan. Lingkar lengan mempunyai perbedaan yang bermakna pada umur 8, 9, 10, 11, dan kemudian 17 dan 19. Lingkar dada mempunyai perbedaan yang bermakna pada umur 7, 8, 9, 10, 15, 16, 17, 18, dan 19. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diperkirakan kapan perbedaan antara laki -laki dan perempuan yang disebabkan oleh hormon seksual mulai terjadi. Dimorfisme seksual yang disebabkan oleh hormon seksual nampak sangat jelas pada variabel tinggi badan, tebal lemak dan lebar bahu. Perbedaan yang signifikan dimulai pada umur 13 tahun pada lebar bahu dan tebal lemak, dan umur 14 tahun pada tinggi badan. Karenanya diperkirakan hormon seksual telah memberikan pengaruhnya sebelum u mur 13 tahun. Dengan demikian dapat direkomendasi agar pemberian pengetahuan mengenai perbedaan antara laki -laki dan perempuan dalam hal morfologi tubuh dan fungsinya dimulai pada umur yang berbeda. Hal ini disesuaikan dengan relevansi topik bahasan dengan apa yang sedang terjadi pada tubuh mereka. Pada anak perempuan Jawa, khususnya pada sampel penelitian ini, perubahan telah terjadi mulai sekitar umur 10 tahun, di mana kemudian terjadi growth spurt yang pada sebagian besar anak cukup membingungkan. Apalagi tak lama kemudian akan terjadi menarche (menstruasi pertama), di mana mereka untuk selanjutnya harus mengalami kerepotan tiap bulan (“datang bulan”) seperti halnya perempuan -perempuan dewasa lainnya. Rentang umur terbawah pada penelitian di Malang untuk usia menarche adalah umur 10 tahun, dengan rata-rata umur menarche kelompok sosial-ekonomi atas adalah umur 12.74 tahun, dan 13.06 tahun pada kelompok sosial -ekonomi menengah (Artaria, 2000). Sebaiknya pemberian pengetahuan mengenai perbedaan antara laki -laki dan perempuan dalam hal morfologi tubuh dan fungsinya dimulai pada umur lebih lambat pada anak laki-laki. Umur 12 tahun adalah saat yang lebih tepat, karena mereka mulai merasakan perubahan pada tubuhnya, dikarenakan telah mulai terjadi growth spurt.
Ketertarikan pada seksual juga meningkat pada umur -umur ini (Haroian, 1980 dalam Hall, 2000). 2.2 Isu Gander dalam Olahraga 2.2.1 Pengertian Gender Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (John M. echols dan Hassan Sadhily, 1983: 256). Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciridari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain (Mansour Fakih 1999: 8-9). Dapat disebutkan bahwa gender merupakan perbedaan tingkah laku, peran dan sifat yang dimiliki oleh seorang laki-laki dengan perempuan yang berkemban di dalam masyarakat. Gender merupakan sebuah hal yang tumbuh di dalam masyarakat untuk membedakan perempuan dengan laki-laki baik dalam segi sifat maupun tingkah laku. Olahraga merupakan sebuah kegiatan fisik yang sistematis dan teratur yang dilakukan manusia untuk meningkatkankebugaran jasmaninya serta untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Semua manusia dapat melakukan aktivitas olahraga baik perempuan maupun laki-laki. Tidak ada perbedaan gender di dalam olahraga. Karena semua orang boleh berolahraga dengan kemauan yang dimiliki serta kebutuhan hidup yang menuntut manusia untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuhnya. Di dalam olahraga sendiri gender hanya di gunakan untuk mengelompokkan prempuan dan laki-laki di golangan pertandingan yang berbeda seperti halnya sepakbola putri dan sepakbola putra yang berbeda turnamen serta pertauran yang di berikan. Perbedaan ini tidak lain
karena definisi gender diatas yang menekankan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki peran sifat dan tingkah laku yang berbeda. 2.2.2 Perbedaan Gender dalam Olahraga Seperti yang telah di jelaskan diatas bahwa
gender di dalam olaharaga
dibedakan pada kegiatan olahraga yang lebih spesifik seperti olaharaga wushu, sepakbola, bulutangkis dan lain sebagainya. Perbedaaan ini juga disebabkan karena kemampuan yang dimliki perempuan dan laki-laki berbeda. Perbedaan inilah yang menimbulkan anggapan atau bahkan pemikiran yang salah. Perbedaan perlakuan terhadap atlet perempuan dan laki-laki pertama kali dapat dilihat atau ditampilkan di publik pada tahun 1970-an. Di mana tim olahraga wanita menerima dana yang lebih rendah dari tim pria. Tahun 1974 budget program olahraga pria lima kali lipat budget untuk wanita. Bahkan pada tingkat Universitas perbedaannya sampai 100 kali lipat (Women Sport, 1974). Diskriminasi terlihat dalam hal fasilitas dan peralatan. Wanita menggunakan gedung olahraga yang usang di mana pria dibuatkan gedung yang baru. Wanita memakai peralatan bekas tim pria, jika tidak ada yang bekas terkadang tim wanita tidak mempunyai apa-apa. Dalam menggunakan fasilitas yang sama, wanita mendapatkan giliran jadual yang tidak fair. Perempuan tidak mendapatkan perhatian yang cukup mengenai latihan seperti halnya pria. Sering kali untuk menuju ke pertandingannya, tim wanita harus menggunakan bis padahal tim pria mendapatkan pelayanan pesawat. Liputan media untuk berita tentang olahlraga wanita juga kurang, padahal olahraga pria selalu mendapatkan perhatian media surat kabar, radio bahkan televisi. Sampai adanya persamaan pada setiap bidang di atas, maka wanita tidak bisa dikatakan mendapatkan peluang yang sama dengan pria dalam program sekolah. 2.2.3 Permasalahan Gender di dalam Olahraga dan Munculnya Penyetaraan Gender Perbedaan gender juga dapat menimbulkan berbagai masalah dan juga perdebatan mengenai posisi laki-lakin dan juga perempuan. Akan tetapi banyak timbul permasalahan mengenai gender perempuan di olahraga. Karena perempuan lebih rapuh apa lebih lemah kemampuan fisiknya untuk melakukan olaharaga yang dilakukan oleh kalangan laki-laki. Oleh sebab itu wanita sering dirremehkan untuk melakukan aktifitas olahraga yang berat seperti kontak fisik dan ketahanan. Bagi Anda yang mengikuti berita mengenai SEA Games 2015 di Singapura akhir-akhir ini, pasti tidak asing dengan berita yang satu ini. Sebuah headline dari portal media online memaparkan sebuah judul tulisan SEA Games 2015;Filipina
Minta Panitia Periksa Gender Pemain Voli Putri Indonesia (Tribunnews.com, Rabu 10 Juni 2015). Dari berita tersebut saya menyimpulkan bahwa pada intinya Filipina mengajukan protes kepada panitia pelaksana SEA Games 2015 Singapura atas gender pemain tim bola putri Indonesia, Aprilia Santini Manganang. Filipina menuntut dan meminta mereka memeriksa karakteristik gender pevoli putri tersebut. Menurut Inquirer.net, Roger Gorayeb sebagai pelatih voli tim putri Filipina meragukan Aprilia karena penampilan fisiknya yang tampak berotot, sangat kuat, seperti memasukkan pemain putra dalam tim putri. Kasus yang menjadi sorotan dalam headline tersebut adalah mengenai ‘tes gender’. Tes gender di dalam ajang olahraga ini ternyata bukanlah yang pertama kali. Sebelum kasus Aprilia, ajang olahraga Internasional lain pernah mengalami hal ini. Diantaranya adalah kasus Santhi Soundarajan, pelari putri India dan Caster Semenya, pelari putri Afrika Selatan. Tes gender dalam ajang olahraga merupakan hal yang sangat kontroversial dan sensitif. Tes gender diyakini dapat menimbulkan dampak psikologis pada si atlet (tribunnews.com). Bukan hanya itu, tes gender sendiri memiliki proses yang sangat kompleks dan melibatkan banyak ahli di dalam dunia kesehatan. Orang awam pada umumnya mengartikan ‘gender’ dengan pengertian yang sama dengan ‘jenis kelamin’ (seks). Namun, secara ilmiah keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Seks mengacu kepada hal-hal yang berkaitan dengan ciri-ciri biologis seperti jenis kelamin dan penentuan jumlah kromosom seseorang (Beauvoir, 1975). Karena seks mengacu pada ciri-ciri biologis seseorang, maka seks menjadi penentu perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki yang dibawa sejak lahir. Seks atau jenis kelamin juga dinilai sebagai sesuatu yang mengacu pada perbedaan psikis dan psikologis antara perempuan dengan laki-laki, termasuk karakteristik primer seks (sistem reproduksi) dan karakteristik sekunder seperti ukuran tubuh dan massa otot (Little and McGivern, 2012). Berdasarkan kasus tes gender yang pernah terjadi, semua yang harus menjalani tes ini adalah atlet perempuan. Menurut sebuah berita dalam tempo.co, atlet perempuan tidak lagi dapat bertanding sebagai wanita jika mereka memiliki kadar testosterone alami dalam kisaran pria. Terdapat pedoman baru tentang hiperandrogenisme pada perempuan yang direkomendasikan olehInternational Olympic Comission (IOC) pada 5 April 2011 dan diterima oleh Asosiasi Federasi Atletik Internasional (IAAF) pada 12 April 2011(dikutip dari portal berita Tempo.co, Kamis 5 Mei 2011 oleh Tjandra Dewi).
Hiperandrogenisme sendiri adalah sebuah kelainan hormon dan ovarium dan kelenjar adrenal (American Association of Clinical Endocrinologists, 2001). Menurut tempo.co, kasus hiperandrogenisme yang paling umum adalah sindrom insensitivitas androgen (AIS). Dalam kasus AIS janin sebenarnya dikategorikan dengan jenis kelamin laki-laki (secara genetik). Namun, reseptor testosteronnya tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, janin tidak menanggapi sinyal hormonal untuk berkembang seutuhnya dengan karakteristik biologis laki-laki. Dalam kasus ini, biasanya janin akan berkembang sebagai perempuan akan tetapi ia tak punya ovarium, melainkan testis (dikutip dari portal berita Tempo.co, Kamis 5 Mei 2011 oleh Tjandra Dewi). Menurut Malcolm Collins seorang ahli biokimia medis yang mengambil spesialisasi kedokteran olahraga si University of Cape Town, tes gender dalam ajang olahraga ini adalah bentuk aturan main yang fair. Peraturan ini berlaku untuk perempuan yang memproduksi hormon androgen, terutama testosterone melebihi level normal. Ini berefek samping pada postur dan karakteristik biologis perempuan tersebut seperti karakteristik biologis laki-laki. Tubuh akan berekembang memiliki massa otot lebih besar. Di sisi lain, seorang ahli endokrinologi di Yale School of Medicine di New Haven, Connecticut, Myron Genel menyatakan bahwa pedoman itu seharusnya mengeliminasi stigmatisasi terhadap perempuan yang dianggap banyak orang tidak terlihat ‘sebagaimana mestinya’. Dari penjelasan tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa ‘tes gender’ ini bisa memperlihatkan kepada masyarakat luas bahwa terdapat variasi seks dalam tubuh manusia. Bukan seks yang berarti jenis kelamin, melainkan komponen-komponen biologis seperti kapasitas kromosom dan hormon seseorang. Satu hal yang menjadi sangat penting, ‘tes gender’ ini hadir karena peraturan dan ketentuan dalam ajang olahraga yang jelas-jelas bersifat sangat biner. Sehingga, orang-orang dengan karakteristik seks yang spesial dan pilihan gender yang tidak mainstream (transgender), diragukan untuk ikut serta dalam ajang olahraga umum seperti ini. Seks dan gender itu sangat cair dan bervariasi. Mungkin di satu sisi pedoman peraturan ajang olahraga ini terkesan diskriminatif. Namun, semua ini ada karena efek domino dari pandangan yang biner dan heteronormativitas. Yang sudah terpatri dalam benak orang awam adalah “perempuan memiliki karakteristik tubuh dan sifat X” sedangkan “laki-laki memiliki karakteristik tubuh dan sifat Y”. Sehingga saat “perempuan itu Y” dan “laki-laki itu X” maka akan dianggap ‘di luar normal’.
Dari permaslahan tersebut muncullah pemikiran mengenai penyetaraan gender. Pemikiran ini muncul karena perempuan dianggap mampu menorehkan prestasi yang bagus dalam olahraga. Dari beberapa permaslahan yang ada mengenai gender membuat penyetaraan gender ini diperlukan. Ada sebuah contoh mengenai munculnya penyetaraan gender yang dikutip dari CNN Kamis, 22/01/2015 13:07 WIB Satu sosok perempuan dengan rambut pirang yang dibiarkan tergerai di balik topi hangatnya mengangkat papan ski dengan puas. Lindsey Vonn, perempuan asal Amerika Serikat yang tahun ini berusia 31 tahun itu telah mencetak rekor baru di dunia atlet perempuan. Kekasih dari Tiger Wolf itu menjadi perempuan yang paling banyak memenangkan gelar Piala Dunia Ski pada pekan lalu. Ia berhasil mencetak kemenangan ke-63 di kawasan pegununang Alpen yang berada di Cortina d'Appezzo, Italia. Dalam Piala Dunia di Italia itu, Vonn juga berhasil berdiri di atas podium nomor satu super-G. "Setiap kali saya memulai di garis awal, saya akan mencoba untuk menang, tak peduli itu 60, 61, 62, atau apapun itu, saya hanya mencoba untuk mengeluarkan kemampuan ski yang terbaik," kata Vonn seperti dilansir CNN. Torehan yang diperoleh Vonn itu mengingatkan para penggemar olahraga bahwa perempuan pun mampu mengejar prestasi di dunia olahraga. Untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam dunia olahraga bahkan Komite Olimpiade Internasional memiliki komisi khusus untuk perempuan. Komisi itu memfasilitasi konferensi dunia tentang perempuan dalam olahraga. Tahun lalu adalah ajang yang ke enam dari konferensi perempuan dan olahraga. Konferensi itu berlangsung di Helsinki, Finlandia, 12-15 Juni 2014. Prestasi Vonn itu seolah melengkapi andil perempuan dalam olahraga yang dicapai pesepak bola perempuan asal Irlandia, Stephanie Roche. Pada perhelatan FIFA Ballon d'Or 2014, Roche berhasil menembus tiga besar kandidat penghargaan pencetak gol terbaik, Puskas Award. Akhirnya, Roche gagal mendapat penghargaan Puskas itu. Namun, perempuan berusia 25 tahun itu menjadi runner-up pencetak gol terbaik 2014--di bawah James Rodriguez dan di atas Robin van Persie. Namun, terlepas dari prestasi yang ditorehkan Roche dan Vonn, stigma mengenai posisi perempuan sebagai atlet masih belum juga hilang. Di beberapa negara konservatif, perempuan masih belum mendapat tempat setara. Salah satunya Arab Saudi yang dikritik tidak mengikutsertakan atlet dalam Asian Games di Incheon, Korea Selatan tahun lalu. Saat itu otoritas olahraga Arab
sendiri berkilah mereka tak mengikutsertakan atlet karena tak ada yang kompeten untuk berkompetisi. Di sisi lain, Jepang mencoba menghilangkan diskriminasi gender dalam dunia olahraga lewat aksi menunjuk atlet perempuan, Hiromi Miyake, sebagai kapten kontingen dan Kaori Kawanaka sebagai pemegang bendera dalam Asian Games 2014. Kala itu adalah yang pertama bagi Jepang menunjuk atlet perempuan untuk memimpin para atlet mereka dalam ajang olahraga internasional. Masih adanya diskriminasi gender dalam dunia olahraga juga diakui Presiden IOC, Thomas Bach. Seperti dikutip dari situs IOC, Bach mengatakan pihaknya telah berupaya untuk memperjuangkan partisipasi perempuan dalam olahraga selama lebih dari dua dekade. "Hasilnya terlihat. Sebanyak 23 persen atlet pada Olimpiade 1984 di Los Angels adalah perempuan dan lebih dari 44 persen perempuan lagi pada Olimpiade 2012 di London. Selain itu, jika semula hanya ada dua perempuan yang jadi bagian anggota komisi IOC pada 1981, kini menjadi 24 pada 2014," tuturnya saat konferensi di Helsinki.
hal tersebut yang memunculkan deklarasi mengenai kesetaraan
gender.Kesepakatan internasional yang menyokong kesetaraan gender dalam dunia olahraga ditandatangani di Brighton, Inggris pada 1994. Deklarasi itu ditujukan kepada setiap pihak, pemerintah, otoritas, organisasi, dan sebagainya terlibat dalam advokasi perempuan dalam olahraga. Organisasi olahraga yang pertama kali menandatangani itu adalah IOC. Sejak saat itu sampai dengan saat ini sudah lebih dari 400 entitas yang menyokong deklarasi tersebut. 2.2.4 Wanita dengan Olahraga Dalam penjelasan-penjelasan yang sebelumnya banyak menyinggung mengenai perempuan dalam olahraga. Hal tersebut dikarenakan olahraga masih dipandang tidak mampu dilakukan oleh perempuan karena kemampuan fisik perempuan sedikit lemah dibandingkan degan laki-laki. Setiap perempuan tidak semuanya mendapat status atlet atau olahragawan sejak mereka lahir.. Status partisipan olahraga hanya diperoleh melalui tindakan yang ditunjukkan dengan perbuatannya pada aktivitas olahraga. Dapat dikatakan bahwa status atlet, yang dimiliki wanita, merupakan achieved-status yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran (ascribestatus). Achieved status bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan masing-
masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Dari konsep ini stratifikasi sosial akan terjadi. Semua wanita memiliki kesempatan sama untuk memperoleh status tertentu di masyarakat, tetapi karena kemampuan dan pengalaman berbeda berdampak pada lahirnya tingkatan-tingkatan status yang akan diperoleh wanita dalam partisipasinya di olahraga. Bagaimanapun juga setiap wanita berolahraga menginginkan prestise dan derajat sosial dalam kehidupan di masyarakatnya. Bukan sebagai pengakuan atas keberadaannya oleh anggota kelompok, melainkan sebgai salah satu tuntutan kebutuhan untuk harga diri dan atau selfesteem (Teori kebutuhan menurut Maslow). Peningkatan status sosial wanita berolahraga memaksakannya untuk terus memobilisasi setiap tindakan. Mobilitas sebagai salah satu peningkatan status sosial menurut Ralph H. Turner memiliki dua bentuk yaitu yang pertamaContest mobility (mobilitas sosial berdasarkan persaingan pribadi), dan yang kedua Sponsored mobility (mobilitas sosial berdasarkan dukungan). Seorang perempuan di dalam olahraga juga meiliki peranan. Peranan (role) merupakan dinamika dari status atau penggunaan dari hak dan kewajiban (Susanto, 1985), aspek dinamis kedudukan (status) (Soekanto, 1990). Sehingga apabila perempuan melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Peranan mungkin mencakup tiga hal yaitu : 1.
Meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang, serangkaian
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. 2. Konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai 3.
organisasi. Perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Peranan dengan status keduanya tak dapat dipisah-pisahkan, karena yang satu
tergantung kepada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Maka sudah selayaknya seorang wanita partisipan olahraga yang telah berbuat sesuai norma di masyarakat, berperilaku di masyarakat sebagai organisasi (resmi dan tidaknya, olahraga adalah sebuah organisasi), dan merupakan struktur sosial masyarakat mendapat peranan sosial dari kedudukannya sebagai perempuan yang berolahraga. Hanya saja sering dilupakan bahwa dalam interaksi sosial yang paling penting adalah melaksanakan peranan. Tidak jarang terjadi bahwa kedudukan lebih diutamakan sehingga terjadi hubungan-hubungan timpang yang tidak seharusnya terjadi. Contoh dalam
dunia olahraga, peranan manajer yang melebihi kekuasaan pelatih dalam menentukan siapa atlet yang harus bertanding, peranan atlet profesional yang tidak mencerminkan jati dirinya sebagai olahragawan yang menjunjung sportivitas (fair play). Sehingga lebih cenderung mementingkan bahwa suatu pihak hanya mempunyai hak saja, sedang pihak lainnya hanyalah mempunyai kewajiban belaka. Dalam dunia olahraga ketimpangan ini menyebabkan terjadinya ketidakmerataan kesempatan. Perempuan hanya dijadikan sebagai faktor pendukung yang keberadaannya bukan prioritas, bukan yang utama. Misalnya dalam beberapa kasus olahraga profesional, perempuan a hanya sebagai objek pelengkap seperti umbrella girls di otomotif sports, atau pemandu sorak dalam beberapa olahraga.Hingga status dan peranannya bukan sebagai “bintang”, tidak pula sebagai pemain utama. Ketimpangan-ketimpangan yang lebih luas terjadi pada masyarakat partisipan aktivitas tertentu, termasuk aktivitas olahraga, akibat ketidaksesuaian harapan (dalam konteks olahraga Indonesia rasanya lebih tepat dikatakan tuntutan) dengan peranan terhadap peranan yang tepat dalam menduduki suatu status (Davis, 1948) terjadi karena : 1. Harapan masyarakat kurang memperhatikan tindakan sebenarnya atau sebaliknya. 2. Apabila harapan masyarakat akan tindakannya diketahui, akan tetapi waktu dan situasi tidak memungkinkan bagi individu yang bersangkutan, 3. Apabila pemenuhan harapan masyarakat di luar kemampuan individu. Masyarakat olahraga Indonesia masih kuat dengan konsep kalah menang, bahwa suatu pertandingan hanya sebatas pemenang dan pecundang. Sehingga identik dengan menyamaratakan status tanpa memahami peranan yang diemban. Kita menyamakan status atlet kita dengan atlet dunia, tanpa mengerti proses untuk memperoleh status terlebih peranannya seperti apa. Dunia olahraga wanita lebih memperoleh “kesialan” dari konsep ini. Kita lebih tahu bahwa tim putri kita adalah pecundang tanpa mengerti siapa lawannya dan proses untuk menjadi pecundang (karena kita memang kalah start dalam proses pembinaan olahraga wanita). Tim sepakbola kita lebih banyak kalahnya, tim bulutangkis semakin terpuruk, berpindahnya pebulutangkis putri harapan kita ke negara lain, ketidakmampuan induk olahraga dalam proses regenerasi atlet wanita. Ini semua adalah trend yang semakin memperburuk persepsi masyarakat terhadap aktivitas wanita berolahraga. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan kesempatan. Menururt Coakley (1990) dari beberapa kasus bahwa wanita masih memiliki sedikit kesempatan dibandingkan pria, terutama di kota-kota
kecil dan wilayah pedesaan. Yang lebih sering terjadi adalah kekurangan, diantaranya dalam hal : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Persediaan dan pemeliharaan peralatan dan penyebarannya. Penjadwalan pertandingan dan waktu latihan. Kesempatan memperoleh pelatihan dan tutor akademik. Penugasan dan kompensasi pelatih dan tutor. Ketersediaan obat-obatan dan pelayanan latihan serta fasilitas. Publisitas bagi secara individu, team, dan event. Harusnya Indonesia memiliki keuntungan dalam hal kesempatan perempuan
berolahraga, karena negara ini dipimpin oleh seorang perempuan juga, yang secara karakter psikis lebih menonjolkan perasaan. Perempuan pun berkeinginan sama untuk mendapat penghargaan selayaknya pria. Hanya proses ke arah itu tidak berkesempatan sama dengan yang dimiliki pria karena terkait kebijakan yang dihasilkan adalah kesepakatan dominasi pria yang duduk di lembaga legislatif dan eksekutif. Seandainya presiden negara ini berprioritas pada peningkatan sumber daya perempuan (bukan sebatas retorika) denga tegas memberikan ascribe status dan achieved status sebagai individu yang berhak mendapatkan kesempatan dan penghargaan yang sama dengan lawan jenisnya. Dengan pertimbangan perspektif sosiologis sebagai acuan dalam membicarakan kedudukan dan peran atlet di masyarakat seperti yang dikemukakan Dr. Vassiliki Avgerinou dari Swiss dalam makalahnya Kedudukan dan Peran Atlet di Masyarakat , yaitu : 1. Keberadaan atlet di masyarakat serta pribadi atlet sebagai individu dipandang sebagai bagian dari pola-pola sosial; dan perasaan-perasaan mereka didasari oleh peraturanperaturan yang berlaku. 2. Individu yang hidup dalam suatu pranata sosial dan lingkungan masyarakat akan terlibat kegiatan dan tindakan di dalam kehidupan sehari-harinya. 3. Sebagai individu yang rasional, seseorang mampu mengevaluasi tindakannya secara intelektual. Hal inilah yang setidaknya memberikan kontribusi bagi pemikiran agar status dan peranan perempuan dalam olahraga memperoleh porsi yang lebih luas lagi menyerupai kesempatan yang diperoleh pria. Perempuan tidak lagi berada di belakang dalam startnya untuk memperoleh status dan peranan sosial di masyarakat dibandingkan kaum pria. Faktor pendukung ke hal itu adalah kesadaran seluruh masyarakat. Bahwa bagaimanapun juga suatu keberhasilan yang meningkatkan status bangsa di dunia internasional adalah buah kerja sama antara pria dengan perempuan. Andai saja bangsa ini adalah negara yang menghormati
sejarah serta terus mengenangnya, kita diingatkan pada prestasi tertinggi yang diperoleh dutaduta bangsa dalam olimpiade 1996 saat pertama kalinya lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang adalah buah kerja keras seorang perempuan bernama Susi Susanti. Perempuanlah sebenarnya yang menjadi perintis bagi KONI untuk terus mencanangkan upaya mendulang medali pada olimpiade-olimpiade berikutnya. Hanya saya kita adalah masyarakat hedonis yang bersuka cita sesaat tanpa mampu mengambil makna dari setiap peristiwa yang mampu menorehkan prestasi spektakuler. Yang pada akhirnya kita tetap lupa (atau mungkin mengabaikan) akan “kemashuran” atlet wanita yang berhasil mencetak prestasi melebihi kaum pria. Sehingga status dan peranan wanita dalam olahraga masih terus berada di belakang kaum pria. Coakley (1990) mengungkapkan pula bahwa masih adanya mitos yang keliru dan masih dipegang oleh masyarakat, terutama terjadi pada negara-negara yang tingkat pendidikan dan informasi medik masih rendah : 1. Keikutsertaan yang berat dalam olahraga mungkin menjadi penyebab utama masalah kemampuan menghasilkan keturunan. 2. Aktivitas pada beberapa event olahraga dapat merusak organ reproduksi atau payudara wanita. 3. Wanita memiliki struktur tulang yang lebih rapuh dibandingkan pria sehingga lebih mudah mengalami cedera. 4. Keterlibatan intens dalam olahraga menyebabkan masalah pada menstruasi. 5. Keterlibatan dalam olahraga membawa ke arah perkembangan yang kurang menarik, menonjolkan otot. Alasan-alasan inilah yang memperburuk persepsi masyarakat terhadap keterlibatan wanita dalam olahraga yang secara langsung berpengaruh pada pemberian status dan peranan sosial perempuan dalam kehidupannya secara khusus di bidang olahraga dan umumnya di kehidupan keseharian di masyarakat di mana pola-pola interaksi sosial berlaku di lingkungannya. Terlepas dari itu semua, bagaimanapun juga semakin banyak wanita yang menyukai kegiatan fisik dengan tingkat penampilannya yang terus meningkat. Walaupun terdapat masalah kesehatan khusus yang berhubungan dengan fungsi reproduksinya yang unik, tetapi manfaatnya bagi kesehatan dan pergaulan sosial, jauh melebihi pengaruhpengaruh merugikan yang terjadi selama ini (Giriwijoyo, 2003 : 45). Dengan mencermati bentuk mobilitas dan peranan perempuan dalam olahraga maka pemberian status sosial kepada perempuan berolahraga hendaknya mampu diberikan sesuai
porsi proses yang telah dilakukannya. Hal ini mungkin berdampak kepada proses menghilangkan perbedaan pemberian penghargaan diantara atlet pria dan perempuan yang sama-sama menjadi juara di kelompoknya (gender). Misalnya sejumlah hadiah yang masih dibedakan diberikan antara kelompok putra dengan putri. Meski mungkin pertimbangannya adalah ketika pertandingan putra sering melahirkan tindakan yang lebih akrobatik, atraktif, skill tinggi (jika dibandingkan dengan kelompok putri), terlebih jika didramatisir oleh pers yang secara jumlah memang kaum pria di kalngan pers lebih banyak yang tentu saja akan selalu memberikan dukungan lebih pada sesamanya, yang berdampak pada semakin banyaknya jumlah penonton dan secara otomatis pemasukan keuntungan dari penjualan karcispun lebih besar. Terlepas dari itu, status perempuan berolahraga memang masih menempati porsi lebih rendah dari kaum pria. Anekdotnya bisa dikatakan karena wanita kalah “start”. Semenjak zaman Yunani dan Romawi, sebagai perintis olahraga modern, wanita belum memperoleh kesempatan yang luas dibandingkan pria, bahkan dilarangnya berpartisipasi meski sebenarnya telah memiliki kemampuan yang sama dengan pria (dari beberapa mitolog Artemis dan Athena, Theseus, Hippolyta). 2.3 Hubungan Olahraga dengan Menstruasi, Kehamilan, dan Menopouse 2.3.1 Hubungan Olahraga dengan Siklus Menstruasi Terdapat berbagai pengaruh yang didapatkan dari berolahraga terhadap siklus menstruasi pada wanita. Pada dasarnya, melakukan aktivitas fisik saat menstruasi lebih bermanfaat daripada tidak berolahraga sama sekali. Olahraga bisa mengurangi rasa kram atau disminore yang sering dialami oleh wanita ketika hari pertama datang bulan. Selain itu, latihan yang intens selama menstruasi akan memperlancar sirkulasi darah sehingga mengurangi sakit kepala dan nyeri akibat kekurangan darah. Bahkan, olahraga membantu Anda mengendalikan nafsu makan. Berbagai bentuk olahraga berpengaruh terhadap menstruasi sebagai berikut: 1. Terlalu Sedikit Olahraga Jika Anda termasuk wanita yang jarang sekali berolahraga, biasanya siklus menstruasi akan terasa panjang dan cukup menyakitkan. Untuk itu, buatlah latihan rutin secara bertahap, terutama ketika sedang menstruasi. Mulai dari olahraga ringan seperti jalan cepat atau lari-lari kecil. Melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu,
mengepel atau mencuci baju juga merupakan bentuk olahraga kecil yang cukup bermanfaat membuat tubuh aktif bergerak. 2. Fitnes dengan Intensitas Sedang (Moderate Fitness) Wanita yang tingkat latihannya termasuk moderate fitness, umumnya siklus menstruasi berjalan normal. Anda bisa tambahkan variasi latihan selama 45 menit sampai 1 jam setiap sesinya, seperti latihan kardiovaskular, pilates, tari, yoga, atau stretching. Dengan melakukannya lebih dari tiga kali seminggu membuat tubuh lebih sehat dan siklus menstruasi teratur. 3. Terlalu Banyak Olahraga Wanita yang berolahraga terlalu sering biasanya siklus menstruasinya tertunda, apalagi jika tidak diikuti dengan asupan nutrisi yang cukup. Ketika kadar lemak dalam tubuh di bawah 20 persen, siklus menstruasi Anda menjadi tidak teratur. 2.3.2 Hubungan Olahraga dengan Kehamilan Terdapat perbedaan pengaruh olahraga terhadap kehamilan atau kesuburan seorang wanita, perbedaan ini ada dari berat ringannya jenis olahraga yang dilakukan oleh seorang. Olahraga tidak bahaya bagi ibu maupun calon anak. Selama tidak ada larangan tidak diperbolehkan berolahraga dari ahl kandungan atau dokter, berarti kondisi ibu dan calon bayi yang dikandungnya dalam keadaan normal. Salah satu cara yang dapat ditempuh guna mengurangi derita kehamilan dan persalinan adalah dengan melakukan olahraga atau latihan, sebaiknya didahului dulu dengan konsultasi pada dokter atau ahli fisiologi. Wnita yang sedang hami juga harus cermat dalam membaca sinyal-sinyal yang diberikan oleh tubuhnya. Jika latihan tersebut membuatnya kelelahan, maka intensitas atau durasinya perlu diturunkan. Jika ternyata gerakan-gerakan dalam latihan tersebut terlalu sulit untuk dilakukan, maka dapat diganti dengan latihan yan lain, yang lebih sederhana. Beberapa olahraga yang dapat dipilih yakni, jogging, jalan cepat, senam atau renang terutama, gaya dada. Terdapat dua pendapat yang saling bertentangan antara mengenai olahraga dan kehamilan, yakni pendapat pertama yang mengatakan bahwa kegiatan olahraga bagi wanita hamil adalah berbahaya bagi wanita itu sendiri dan maupun bayi yang di kandungnya. Sehingga wanita hamil dilarang utuk melakukan olehraga dan menambah istirahatnya, sementara pendapat lainnya mengatakan bahwa wanita hamil perlu melakukan olahraga untuk memperlancar proses persalinannya.
Setiap wanita yang hamil akan mengalami perubahan-perubahan fisiologis dan psikhologis yang akan mempengaruhi seluruh sistem di dalam tubuhnya. Perubahanperubahan tersebut dimulai sejak terjadinya konsepsi, bahkan sebelum mereka menyadari bahwa ada sesuatu yang menempati rahimnya. Hal itu akan terus berlangsung selama masa kehamilan, bahkan sebagian efek penyesuaian fisiologis belum akan kembali ke kondisi normal, hingga sekitar minggu ke enam setelah persalinan. Olahraga yang diperuntukkan bagi para wanita hamil tentu saja berbeda dengan olahraga yang diperuntukkan bagi wanita yang tidak hamil dan juga yang lain. 1. Pengaruh olahraga terhadap sistem respirasi wanita hamil Dari hasil tes ergometer bycicle diperoleh bahwa tidak ada perubahan kemampuan ambilan O2 . Namun demikian, setiap beban latihan akan menyebabkan kenaikan vetilasi per menit dan menurunkan perbedaan kadar O2 antara arteri dengan vena. Pada awal masa kehamilan, latihan akan menyebabkan bertambahnya frekuensi respirasi, namun pertambahan frekuensi akan menurun secara bertahap sejalan dengan bertambahnya usia kehamilan (untuk beban yang sama). Mungkin kenaikan volume tidal menyebabkan naiknya ventilasi per menit dan juga naiknya ambilan O2 .
2. Pengaruh olahraga terhadap kardiovaskuler wanita hamil Kehamilan dan latihan sama-sama meningkatkan curah jantung. Kehamilan menyebabkan naiknya heart rate (HR) istirahat, sementara latihan menurunkan heart rate (HR) istirahat. Sehingga jika wanita yang hamil itu kesegaran jasmani baik, maka reserve jantungnya akan relatif konstan. Kalau toh ada perubahan, maka perubahan itu adalah kecil. Reserve jantung = volume sekuncup x (heart rate maksimal – heart rate istirahat). Hingga minggu ke-25 atau ke-27, kenaikan curah jantung istirahat maksimal mencapai 40%. Sementara pendapat lain menyatakan bahwa kenaikan curah jantung akan mencapai harga maksimal pada usia kehamilan 38-40 minggu. Selama masa kehamilan, heart rate akan naik, tapi volume sekuncup akan turun secara bertahap
mulai minggu ke 20-24 hingga tiba masa persalinan. Kenaikan curah jantung dan volume sekuncup pada olahraga dengan intensitas sedang akan berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan. Penurunan reserve jantung akibat bertambahnya usia kehamilan menyebabkan pengumpulan darah para vena perifer, yang selanjutnya juga akan mengurangi venous return (pengembalian darah ke jantung). Karena kerja jantung pada wanita hamil lebih berat, maka mereka sudah akan mencapai curah jantung maksimal pada latihan dengan intensitas yang lebih rendah. 3. Pengaruh olahraga hormonal Seperti laporan Artal, Platt, Sparling, Kammula, Jilek dan Nakamura tahun 1980 seperti yang dikutip oleh Wells, dari penelitian atas 23 wanita hamil pada trimester pertama yang diberi olahraga sangat ringan. Orang coba melakukan jalan pelan di treadmill selama 15 menit. Diperoleh data bahwa oxygen uptake kurang dari 0.5 1. min-1 dan juga menaikkan kadar glucagons, norepinephrine, epinephrine naik secara nyata. Dengan pulih asal selama 30 menit, tidak ada perubahan kadar glucose dan cortisol, yang menunjukkan bahwa latihan lebih merangsang syaraf symphatis disbanding medulla adrenalis seperti juga pada wanita yang tidak hamil. 4. Petunjuk Berolahraga bagi Wanita Hamil Secara pasti belum ada laporan yang jelas yang menyatakan adanya kontraindikasi atas latihan selama kehamilan normal. Nampaknya, baik calon ibu maupun janinnya sudah dilengkapi sedemikian rupa, sehingga mampu mengatasi sedikit penurunan reserve jantung dan sedikit pengurangan aliran darah ke uterus yang disebabkan karena latihan. Yang harus diperhatikan oleh para wanita hamil adalah sinyal-sinyal yang diberikan oleh tubuhnya. Sinyal tersebut dapat bermacam-macam, misalnya perdarahan vagina atau naiknya tekanan darah, nyeri atau pun tidak adanya gerakan janin. Jika salah satu dari sinyal itu muncul, latihan harus dihentikan dan segera diperiksakan. Mungkin juga akan dirasakan gejala yang lebih ringan seperti timbulnya ketidaknyamanan di dalam latihan. Hal itu berarti latihan harus dikurangi durasinya, intensitasnya atau dihentikan sama sekali. Bertambahnya berat badan dan perubahan struktur organ akan membuat wanita hamil mengalami kesulitan untuk Akibat perluasan rongga perut dan perluasan rongga pelvis akan menyebabkan pergeseran letak titik pusat berat badan dan nyeri pinggang. Sementara pergeseran letak titik pusat berat badan juga kadang menganggu keseimbangan tubuhnya. Latihan-latihan yang tepat selama masa kehamilan akan
memperkuat otot-otot pinggul dan otot-otot perut, sehingga akan mengurangi derita sakit pinggul selama masa kehamilan. 5. Latihan selama hamil Penelitian oleh Curet & Collings tahun 1981 atas wanita hamil yang dilatih dengan cycling (berseri) pada 70% maximum oxygen uptake, yang diberi latihan 30 menit, 3 kali/minggu selama 14 minggu. Kelompok kontrol yang tidak melakukan latihan dites secara periodik sepanjang masa kehamilan dan pada 6,5 minggu setelah melahirkan. Diperkirakan kelompok yang dilatih mengalami peningkatan maximum oxygen uptake sekitar 18% antara trimester II dan III dan menurun sekitar 16% antara trimester III – masa persalinan, saat tidak ada atau tidak melakukan latihan. Diperkirakan, kelompok kontrol mengalami peningkatan 2% pada test di trimester III dan turun 21% setelah persalinan. Jika nilai maximum oxygen uptake dinyatakan persatuan berat badan, kelompok terlatih naik 8% dan kelompok kontrol turun 4% pada trimester III. Pada masa persalinan, subjek terlatih mengalami penurunan 7% per satuan berat badan dan kelompok kontrol turun 14%. 6. Dosis latihan selama masa kehamilan Mestinya, untuk menentukan beban dan memilih jenis latihan berkonsultasi lebih dahulu dengan dokter atau ahli fisiologi. Masa kehamilan bukanlah masa yang tepat untuk memulai program latihan berat atau untuk menurunkan berat badan. Namun demikian, bagi mereka yang bukan atlet juga akan lebih baik untuk meningkatkan kesegaran jasmaninya melalui latihan. Bagi atlet yang sangat terlatih, mereka dapat melanjutkan kegiatannya hingga kehamilannya memasuki usia 3 atau 4 bulan. Memasuki bulan ke lima dan ke enam, intensitas latihannya harus dikurangi. Misalnya jika biasanya melakukan jogging, maka lebih baik diganti dengan jalan cepat. Sementara memasuki bulan ke 7 sampai ke-9, latihannya diganti dengan latihan-latihan yang bersifat rekreatif. Jenis olahraga yang dapat dijadikan pilihan bisa jogging, jalan cepat, senam atau renang.
BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Kesehatan merupakan hak setiap manusia, artinya baik laki-laki maupun wanita berhak untuk mendaapatkan kesehatan. Salah satu cara untuk memelihara kesehatan yakni dengan berolahraga. Itu artinya laki-laki maupun wanita memilliki hak yang sama untuk melakukan olahraga. Terdapat perbedaan fisik antara wanita dan pria tampak jelas pada aspek anatomi tetapi pada aspek fisiologis perbedaannya tidak tampak jelas maka dari itu olahraga pria sekarang banyak digemari kaum wanita sampai olahraga ekstrim yang dilakukan oleh pria ternyata kaum wanita juga tidak mau kalah. Saat ini banyak olahraga untuk wanita yang sering terlihat di masyakarat. Sehingga dapat memungkinkan bahwa wanita dapat berpartisipsi dalam perlombaan tersebut agar bisa menyalurkan bakatnya. Dengan kata lain wanita mampu bersaing dalam bidang olahraga dengan kapasitas-kapasitas yang dimilikinya dengan tujuan meraih prestasi. Olahraga juga dapat dilakukan oleh wanita saat sedang mengalami menstruasi, hamil maupun sudah lanjut usia. Asalkan pelaksanaan olahraga harus sesuai dengan kaidah pelaksanaan olahraga yang baik dan benar serta sesuai dengan kapasitas dan kemampuan tubuh. Selain itu, olahraga juga dapat membuat wanita dapat terhindar dari berbagai macam masalah kesehatan seperti terhindar dari penyakit. Dengan kata lain berolahraga mampu menurunkan risiko seseorang terkena penyakit. Banyak pula manfaat yang muncul dari kegiatan berolahraga seperti meningkatnya tingkat kesehatan tubuh, meningkatnya daya tahan kardiovaskuler, menjaga kesehatan jantung paru, meningkatkan kapasitas VO2 max maupun kadar hemoglobin dalam darahnya dan masih banyak lagi manfaat olahraga bagi kesehatan.
Daftar Pustaka http://www.asalasah.com/2015/05/perbedaan-wanita-dan-pria-secara-biologis.html
diakses
pada tanggal 13 Januari 2017 http://wiyataolahraga.blogspot.co.id/2016/04/gender-di-dalam-olahraga.html
diakses
pada
tanggal 13 Januari 2017 https://www.merdeka.com/sehat/pengaruh-olahraga-terhadap-siklus-menstruasi.html diakses tanggal 13 Januari 2017 http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Prof.%20Dr.%20Suharjana, %20M.Kes./MANFAAT%20OR%20BAGI%20WANITA%20HAMIL.pdf diakses tanggal 13 Januari 2017 Artaria, Myrtati D. 22. Perbedaan Laki-laki dan Perempuan:Penelitian Antropometris pada Anak-anak Umur 6-19 Tahun. Surabaya: Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, No.3:343-349
View more...
Comments