makalah swamedikasi flu dan batuk
March 17, 2020 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download makalah swamedikasi flu dan batuk...
Description
MAKALAH SISTEM PENGOBATAN SENDIRI FLU DAN BATUK
Disusun oleh : Priscilla Alhumaira S.P
1408010047
Sintya Agustina
1408010051
M. Awaludin Rizqi R
1408010053
Deby Inda Lestari
1408010055
Inarningtyas Ismi Kirana
1408010057
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2017
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Flu dan Batuk”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Flu dan Batuk”
ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Purwokerto, Oktober 2017
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................ii DAFTAR ISI......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................... 2 BAB II ISI ............................................................................................................... 4 2.1 Swamedikasi ............................................................................................... 4 2.2 Influenza (flu) 2.2.1 Pengertian dari influenza (flu) ........................................................... 4 2.2.2 Etiologi influenza (flu) ...................................................................... 4 2.2.3 Gejala influenza (flu)......................................................................... 4 2.2.4 Epidemmologi influenza (flu) ........................................................... 5 2.2.5 Sifat virus influenza (flu) .................................................................. 6 2.2.6 Patogeneis influenza (flu) .................................................................. 7 2.2.7 Gambaran klinis influenza (flu) ........................................................ 8 2.2.8 Pencegahan influenza (flu) ................................................................ 8 2.2.9 Terapi influenza (flu)....................................................................... 10 2.3 Batuk ........................................................................................................ 11 2.3.1 Pengertian batuk .............................................................................. 11 2.3.2 Untuk mengetahui patofisiologi batuk ............................................ 12 2.3.3 Untuk mengetahui gejala dan penyebab batuk ................................ 13 2.3.4 Untuk mengetahui mekanisme batuk .............................................. 13 2.3.5 Untuk mengetahui jenis batuk ......................................................... 14 2.3.6 Untuk mengetahui contoh obat batuk ............................................. 16 BAB III PENUTUP .............................................................................................. 20 3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan pola hidup masyarakat yang cenderung kurang memperhatikan kesehatan maka berkembangnya penyakit dimasyarakat tidak dapat dielakkan lagi. Berkembangnya penyakit ini mendorong
masyarakat untuk
mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan hal tersebut, pengobatan sendiri atau swamedikasi menjadi alternatif yang diambil oleh masyarakat. Masalah swamedikasi telah dikenal sejak zaman dulu kala. Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas inisiatif tanpa nasehat dari dokter (Tjay dan Raharja, 1993). Banyaknya masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri tidak terlepas karena adanya informasi mengenai iklan obat bebas dan obat bebas terbatas. Banyaknya obat-obatan yang dijual di pasaran memudahkan seseorang melakukan pengobatan sendiri terhadap keluhan penyakitnya, karena relatif lebih cepat, hemat biaya, dan praktis tanpa perlu periksa ke dokter. Namun untuk melakukan pengobatan sendiri dibutuhkan informasi yang benar agar dapat dicapai mutu pengobatan sendiri yang baik, yaitu tersedianya obat yang cukup dengan informasi yang memadai akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat . Pengobatan sendiri dilakukan terutama untuk penyakit yang ringan, seperti influenza, batuk,dll. Influenza adalah infeksi virus yang menyerang hidung dan tenggorokan, dengan gejala atau keluhan demam, nyeri kepala, nyeri otot, pilek hidung tersumbat atau berair, batuk, tenggorokan sakit dan seluruh badan terasa tidak enak, biasanya disertai panas. influenza merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi apalagi pada musim pancaroba. Sebagian besar masyarakatnya mengatasi penyakit influenza dengan cara pengobatan sendiri, baik cara tradisional ataupun membeli obat bebas dipasaran karena cepat, mudah dan murah. Batuk adalah respons alami dari tubuh sebagai sistem pertahanan saluran napas jika terdapat gangguan dari luar. Respons ini berfungsi membersihkan lendir atau faktor penyebab iritasi atau bahan iritan (seperti debu atau asap) agar keluar dari paru-paru dan . Batuk jarang mengindikasikan penyakit serius dan umumnya akan sembuh dalam waktu tiga minggu, sehingga tidak membutuhkan pengobatan. Keefektifan obat batuk juga belum terbukti sepenuhnya. 1
Untuk menghilangkan gejala yang menyertai dapat menggunakan obatobatan yang sesuai bila diperlukan (Mubarak, 2009). Perlu diperhatikan bahwa obat- obatan ini hanya digunakan untuk meringankan gejala bukan untuk mengatasi virus penyebabnya. Obat-obatan ini dapat diperoleh tanpa resep karena termasuk obat bebas. Untuk itu dalam pemilihan obat flu diperlukan kehati-hatian dan harus didasarkan pada gejala flu yang muncul. Pengetahuan tentang influenza sangat diperlukan dalam pemilihan obatnya sehingga masyarakat dapat memperhatikan komposisi obat flu yang diminum agar komponen obat sesuai dengan gejala yang flu yang dialami (BPOM, 2006). 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan swamedikasi? 2. Apa yang dimaksud dengan influenza (flu)? 3. Bagaimana etiologi influenza (flu)? 4. Bagaimana gejala influenza (flu)? 5. Bagaimana epidemmologi influenza (flu)? 6. Bagaimana sifat virus influenza (flu)? 7. Bagaimana patogeneis influenza (flu)? 8. Bagaimana gambaan klinis influenza (flu)? 9. Bagaimana pencegahan influenza (flu)? 10. Bagaimana terapi influenza (flu)? 11. Apa yang dimaksud dengan batuk? 12. Bagaimana patofisiologi batuk? 13. Bagaimana gejala dan penyebab batuk? 14. Bagaimana mekanisme batuk? 15. Apa sajakah jenis batuk? 16. Apa contoh obat batuk? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari swamedikasi. 2. Untuk mengetahui pengertian dari influenza (flu). 3. Untuk mengetahui etiologi influenza (flu). 4. Untuk mengetahui gejala influenza (flu). 5. Untuk mengetahui epidemmologi influenza (flu). 6. Untuk mengetahui sifat virus influenza (flu). 7. Untuk mengetahui patogeneis influenza (flu). 8. Untuk mengetahui gambaran klinis influenza (flu). 2
9. Untuk mengetahui pencegahan influenza (flu). 10. Untuk mengetahui terapi influenza (flu) 11. Untuk mengetahui pengertian batuk. 12. Untuk mengetahui patofisiologi batuk. 13. Untuk mengetahui gejala dan penyebab batuk. 14. Untuk mengetahui mekanisme batuk. 15. Untuk mengetahui jenis batuk. 16. Untuk mengetahui contoh obat batuk.
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definis Swamedikasi Swamedikasi adalah upaya yang dilakukan oleh individu yang bertujuan untuk mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obatan yang dapat dibeli bebas di apotek atas inisiatif sendiri dan atas hasil konsultasi dengan apoteker tanpa nasehat dokter. Dalam hal ini masyarakat merasa butuh akan penyuluhan yang jelas dan tepat mengenai penggunaan secara aman dari obat-obatan yang dapat mereka beli secara bebas tanpa resep dokter di apotek. Swamedikasi (Self Medication) bagi sebagian masyarakat adalah melakukan pengobatan mandiri, tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. 2.2 Influenza (Flu) 2.2.1 Definisi Influenza Flu atau influenza adalah infeksi virus yang menyerang sistem pernapasan (sistem yang terdiri dari hidung, tenggorokan, dan paru-paru). Gejala-gejala flu yang biasa dirasakan di antaranya adalah demam, sakit kepala, batuk-batuk, pegal-pegal, nafsu makan menurun, dan sakit tenggorokan. 2.2.2 Etiologi Influenza (Flu) Dikenal tiga jenis influenza musiman (seasonal) yakni A, B dan Tipe C. Di antara banyak subtipe virus influenza A, saat ini subtipe influenza A (H1N1) dan A (H3N2) adalah yang banyak beredar di antara manusia. Virus influenza bersirkulasi di setiap bagian dunia. Kasus flu akibat virus tipe C terjadi lebih jarang dari A dan B. Itulah sebabnya hanya virus influenza A dan B termasuk dalam vaksin influenza musiman. Influenza musiman menyebar dengan mudah Saat seseorang yang terinfeksi batuk, tetesan yang terinfeksi masuk ke udara dan orang lain bisa tertular. Mekanisme ini dikenal sebagai air borne transmission. Virus juga dapat menyebar oleh tangan yang terinfeksi virus. Untuk mencegah penularan, orang harus menutup mulut dan hidung mereka dengan tisu ketika batuk, dan mencuci tangan mereka secara teratur. Virus influenza A inang alamiahnya adalah unggas akuatik. Virus ini dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu wabah influenza manusia. Virus A merupakan patogen manusia yang paling virulen di antara ketiga tipe infleuenza dan menimbulkan penyakit paling berat, yang paling terkenal di Indonesia adalah flu babi (H1N1) dan flu burung (H5N1).Virus influenza B hampir secara ekslusif hanya menyerang manusia dan lebih 4
jarang dibandingkan virus influenza A. karena tidak mengalami keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan diperoleh pada usia muda, tapi sistem kekebalan ini tidak permanen karena adanya kemungkinan mutasi virus. Virus influenza C menginfeksi manusia, anjing dan babi, kadangkala menyebabkan penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C jarang terjadi disbanding jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak-anak. 2.2.3 Gejala Influenza (Flu) Gejala influenza biasanya diawali dengan demam tiba-tiba, batuk (biasanya kering), sakit kepala, nyeri otot, lemas, kelelahan dan hidung berair. Pada anak dengan influenza B dapat menjadi lebih parah dengan terjadinya diare serta nyeri abdomen. Kebanyakan orang dapat sembuh dari gejala-gejala ini dalam waktu kurang lebih satu minggu tanpa membutuhkan perawatan medis yang serius. Waktu inkubasi yaitu dari saat mulai terpapar virus sampai munculnya gejala kurang lebih dua hari (Abelson, 2009). Pada masa inkubasi virus tubuh belum merasakan gejala apapun. Setelah masa inkubasi gejala-gejala mulai dirasakan dan berlangsung terus-menerus kurang lebih selama satu minggu. Hal ini akan memicu kerja dari sistem imun tubuh yang kemudian setelah kurang lebih satu minggu tubuh akan mengalami pemulihan hingga akhirnya benar-benar sembuh dari influenza. Untuk orang-orang dengan faktor resiko tinggi seperti usia di atas 65 tahun, atau orang-orang dengan penyakit tertentu seperti penyakit kronis pada hati, paru-paru, ginjal, jantung, gangguan metabolik seperti diabetes melitus, atau orang yang sistem imunnya rendah berpotensi mengalami keparahan. Kadang sulit untuk membedakan flu dan salesma pada tahap awal infeksi ini, namun flu dapat diidentifikasi dengan adanya demam mendadak dan rasa lelah atau lemas. Prognosis pada umumnya baik, penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4 hari dan leukosit > 10.000/ul, biasanya didapatkan infeksi bakteri sekunder. 2.2.4. Epidemiologi Influenza Influenza merupakan penyakit yang dapat menjalar dengan cepat di lingkungan masyarakat. Walaupun ringan penyakit ini tetap berbahaya untuk mereka yang berusia sangat muda dan orang dewasa dengan fungsi kardiopulmoner yang terbatas. Juga pasien yang berusia lanjut dengan penyakit ginjal kronik atau ganggugan metabolik endokrin dapat meninggal akibat penyakit yang dikenal tidak berbahaya ini. Serangan penyakit ini tercatat paling tinggi pada musim dingin di negara beriklim dingin dan pada waktu musim hujan di negara tropik. Pada saat ini sudah diketahui bahwa pada umumnya dunia dilanda pandemi 5
oleh influenza 2-3 tahun sekali. Jumlah kematian pada pandemi ini dapat mencapai puluhan ribu orang dan jauh lebih tinggi dari pada angka-angka pada keadaan non-epidemik. Risiko komplikasi, kesakitan, dan kematian influenza lebih tinggi pada individu di atas 65 tahun, anak-anak usia muda, dan individu dengan penyakit-penyakit tertentu. Pada anak-anak usia 0-4 tahun, yang berisiko tinggi komplikasi angka morbiditasnya adalah 500/100.000 dan yang tidak berisiko tinggi adalah 100/100.000 populasi. Pada epidemi influenza 1969-1970 hingga 1994-1995, diperkirakan jumlah penderita influenza yang masuk rumah sakit 16.000 sampai 220.000/epidemik. Kematian influenza dapat terjadi karena pneumonia dan juga eksaserbasi kardiopulmoner serta penyakit kronis lainnya. Penelitian di Amerika dari 19 musim influenza diperkirakan kematian yang berkaitan influenza kurang lebih 30 hingga lebih dari 150 kematian / 100.000 penderita dengan usia > 65 tahun. Lebih dari 90% kematian yang disebabkan oleh pneumonia dan influenza terjadi pada penderita usia lanjut. Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan demikian Indonesia merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong, Thailand, Vietnam dan Kamboja yang terkena flu burung pada manusia. Hingga 5 Agustus 2005, WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR. Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja dan terakhir Indonesia. Hingga Agustus 2005, sudah jutaan ternak mati akibat avian influenza. Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan unggas yang terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia yang terkonfirmasi hanya sedikit diatas seratus. Dengan demikian walau terbukti adanya penularan dari unggas ke manusia, proses ini tidak terjadi dengan mudah. Terlebih lagi penularan antar manusia, kemungkinan terjadinya lebih kecil lagi. 2.2.5. Sifat Virus Influenza Virus influenza mempunyai sifat dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 220C dan lebih dari 30 hari pada suhu 00C. Mati pada pemanasan 600C selama 30 menit atau 560C selama 3 jam dan pemanasan 800C selama 1 jam. Virus akan mati dengan deterjen, disinfektan misalnya formalin, cairan yang mengandung iodin dan alkohol 70%. Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama berupa: antigen S (atau soluble antigen), hemaglutinin dan neuramidase. Antigen S merupakan suatu inti partikel virus yang terdiri atas ribonukleoprotein. Antigen ini spesifik untuk masing-masing tipe. Hemaglutinin menonjol keluar dari selubung virus dan memegang peran pada imunitas terhadap virus. Neuramidase juga menonjol keluar dari selubung virus dan hanya memegang 6
peran yang minim 8 pada imunitas. Selubung inti virus berlapis matriks protein sebelah dalam dan membran lemak disebelah luarnya. Salah satu ciri penting dari virus influenza adalah kemampuannya untuk mengubah antigen permukaannya (H dan N) baik secara cepat atau mendadak maupun lambat. Peristiwa terjadinya perubahan besar dari struktur antigen permukaan yang terjadi secara singkat disebut antigenic shift. Bila perubahan antigen permukaan yang terjadi hanya sedikit, disebut antigenic drift. Antigenic shift hanya terjadi pada virus influenza A dan antigenic drift hanya terjadi pada virus influenza B, sedangkan virus influenza C relatif stabil. Teori yang mendasari terjadinya antigenic shift adalah adanya penyusunan kembali dari gen-gen pada H dan N diantara human dan avian influenza virus melalui perantara host ketiga. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa adanya proses antigenic shift akan memungkinkan terbentuknya virus yang lebih ganas, sehingga keadaan ini menyebabkan terjadinya infeksi sistemik yang berat karena sistem imun host baik seluler maupun humoral belum sempat terbentuk. Sejak dulu diduga kondisi yang memudahkan terjadinya antigenic shift adalah adanya penduduk yang bermukim didekat daerah peternakan unggas dan babi. Karena babi bersifat rentan terhadap infeksi baik oleh avian maupun human virus makan hewan tersebut dapat berperan sebagai lahan pencampur (mixing vesel) untuk penyusunan kembali gen-gen yang berasal dari kedua virus tersebut, sehingga menyebabkan terbentuknya subtiper virus baru. 2.2.6. Patogenesis Transmisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya pada traktus respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) yang membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran napas. Pada dosis infeksius, 10 virus/droplet, maka 50% orang-orang yang terserang dosis ini akan menderita influenza. Virus akan melekat pada epitel sel di hidung dan bronkus. Setelah virus berhasil menerobos masuk kedalam sel, dalam beberapa jam sudah mengalami replikasi. Partikel-partikel virus baru ini kemudian akan menggabungkan diri dekat permukaan sel, dan langsung dapat meninggalkan sel untuk pindah ke sel lain. Virus influenza dapat mengakibatkan demam tetapi tidak sehebat efek pirogen lipopoli-sakarida kuman Gram-negatif. Masa inkubasi dari penyakit ini yakni satu hingga empat hari (rata-rata dua hari). Pada orang dewasa, sudah mulai terinfeksi sejak satu hari sebelum timbulnya gejala influenza hingga lima hari setelah mulainya penyakit ini. Anak-anak dapat menyebarkan virus ini sampai lebih dari sepuluh hari dan anak-anak yang lebih kecil dapat menyebarkan virus influenza kira-kira enam hari sebelum tampak gejala pertama penyakit ini. Para 7
penderita imunocompromise dapat menebarkan virus ini hingga berminggu-minggu dan bahkan berbulan-bulan. Pada avian influenza (AI) juga terjadi penularan melalui droplet, dimana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu 10 singkat virus dapat menyebar ke sel-sel di dekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada selsel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. 2.2.7. Gambaran Klinis Pada umumnya pasien yang terkena influenza mengeluh demam, sakit kepala, sakit otot, batuk, pilek dan kadang-kadang sakit pada waktu menelan dan suara serak. Gejalagejala ini dapat didahului oleh perasaan malas dan rasa dingin. Pada pemeriksaan fisik tidak dapat ditemukan tanda-tanda karakteristik kecuali hiperemia ringan sampai berat pada selaput lendir tenggorok. Gejala-gejala akut ini dapat berlangsung untuk beberapa hari dan hilang dengan spontan. Setelah periode sakit ini, dapat dialami rasa capek dan cepat lelah untuk beberapa waktu. Badan dapat mengatasi infeksi virus influenza melalui mekanisme produksi zat anti dan pelepasan interferon. Setelah sembuh akan terdapat resistensi terhadap infeksi oleh virus yang homolog. Pada pasien usia lanjut harus dipastikan apakah influenza juga menyerang paru-paru. Pada keadaan tersebut, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan bunyi napas yang abnormal. Penyakit umumnya akan membaik dengan sendirinya tapi kemudian pasien acapkali mengeluh lagi mengenai demam dan sakit dada. Permeriksaan radiologis dapat menunjukkan infiltrat di paru-paru. 2.2.8 Pencegahan Yang paling pokok dalam menghadapi influenza adalah pencegahan. Infeksi dengan virus influenza akan memberikan kekebalan terhadap infeksi virus yang homolog. Karena sering terjadi perubahan akibat mutasi gen, antigen pada virus influenza akan berubah, sehingga seseorang masih mungkin diserang berulang kali dengan jalur (strain) virus influenza yang telah mengalami perubahan ini. Kekebalan yang diperoleh melalui vaksinasi sekitar 70%. Vaksin influenza mengandung virus subtipe A dan B saja karena subtipe C tidak 8
berbahaya. Diberikan 0,5 ml subkutan atau intramuskuler. Vaksin ini dapat mencegah tejadinya mixing dengan virus yang sangat pathogen H5N1 yang dikenal sebagai penyakit avian influenza atau flu burung. Nasal spray flu vaccine (live attenuated influenza vaccine) dapat juga digunakan untuk pencegahan flu pada usia 5-50 tahun dan tidak sedang hamil. Vaksinasi perlu diberikan 3-4 minggu sebelum terserang influenza. Karena terjadi perubahan-perubahan pada virus maka pada permulaan wabah influenza biasanya hanya tersedia vaksin dalam jumlah terbatas dan vaksinasi dianjurkan hanya untuk beberapa golongan masyarakan tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi dengan kemungkinan komplikasi yang fatal. Ada beberapa kebiasaan yang di sarankan untuk dilakukan sebagai upaya pencegahan lebih dini. 1. Mencuci tangan Sebagian besar virus flu dapat menyebar melalui kontak langsung. Seseorang yang bersin dan menutupnya dengan tangan kemudian dia memegang telepon, keyboard komputer, atau gelas minum, maka virusnya akan mudah menular pada orang lain yang menyentuh benda-benda tersebut. Virus mampu bertahan hidup berjam-jam bahkan hingga bermingguminggu. Oleh karena itu, usahakan untuk mencuci tangan sesering mungkin. 2. Jangan menutup bersin dengan tangan Bila kita menutup bersin dengan tangan, maka virus flu akan mudah menempel pada tangan dan dapat menyebar pada orang lain. Jika kita merasa ingin bersin atau batuk, gunakanlah tisu dan kemudian segera membuangnya. 3. Jangan menyentuh muka Virus flu masuk ke dalam tubuh melalui mata, hidung, maupun mulut. Menyentuh muka merupakan cara yang paling umum dilakukan oleh anak-anak yang terserang flu dan akhirnya menjadi cara mudah menularkan virus tersebut pada orang lain di sekitarnya. 4. Minum banyak air Air berfungsi untuk membersihkan racun dari dalam tubuh dan memberikan cairan pada tubuh. Orang dewasa yang sehat umumnya membutuhkan delapan gelas air per hari.Bagaimana menandai bahwa tubuh kita sudah mendapatkan cairan yang cukup? Jika warna urine berwarna relatif jernih berarti tubuh kita memang mendapatkan cukup cairan, sebaliknya jika berwarna kuning gelap berarti tubuh kita memerlukan lebih banyak cairan lagi. 5. Mandi sauna
9
Meskipun belum terbukti bahwa mandi sauna dapat berpengaruh terhadap pencegahan flu, namun sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa orang yang mandi sauna dua kali per minggu akan memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk terserang flu. Hal tersebut memang sesuai dengan teori bahwa ketika kita menghirup uap panas lebih dari suhu 80 derajat celcius akan menyebabkan virus flu akan sulit untuk bertahan. 6. Menghirup udara segar Menghirup udara yang segar memang sangat penting bagi kesehatan tubuh, khususnya di cuaca yang dingin karena cuaca seperti ini akan membuat tubuh menjadi rentan terhadap virus flu. 7. Lakukan olahraga aerobik secara teratur Olahraga aerobik dapat mempercepat jantung untuk memompa darah lebih banyak sehingga kita bernafas lebih cepat untuk membantu mentransfer oksigen ke paru-paru dan ke dalam darah. Olahraga ini juga akan membantu meningkatkan kekebalan tubuh secara alami. 8. Konsumsi makanan yang mengandung phytochemical Phytochemical merupakan bahan kimia alami yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan yang berperan memberikan vitamin pada makanan. 9. Konsumsi yogurt Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi yogurt yang rendah lemak setiap hari dapat mengurangi risiko terserang flu sekitar 25 persen. Bakteri menguntungkan yang terdapat di dalam yogurt diketahui dapat menstimulus produksi sistem kekebalan tubuh untuk menyerang virus. 10. Relaksasi Jika kita dapat mengajari diri sendiri untuk relaks atau santai, maka dengan sendirinya kita juga dapat mengaktifkan sistem imunitas tubuh. Diduga ketika kita melakukan relaksasi, maka interleukin (bagian sistem imunitas yang merespon terhadap virus flu) akan meningkat dalam aliran darah kita. (Berbagai sumber | Ilustrasi Ist) 2.2.9 Terapi Influenza Pengobatan untuk penyakit flu sebenaranya hanyalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh. Konsumsi obat-obatan hanya akan mengurangi symptom, tidak boleh digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Sebenarnya flu bisa sembuh sendiri (self-limiting). Dalam 4-7 hari penyakit akan sembuh sendiri tergantung dari daya tahan tubuh dan pola hidup seseorang, serta tidak adanya komplikasi.
10
Terapi untuk influenza ada 2, yaitu : 1. Terapi Non Farmakologi Istirahat yang cukup dan teratur. Meningkatkan gizi makanan. Banyak minum air putih, teh, dan sari buah. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Hidung tersumbat dapat diatasi dengan menghirup uap hangat yang dihasilkan dari air hangat di wadah bermulut lebar (panci), ditetesi dengan beberapa tetes minyak atsiri 2. Terapi Farmakologi a. Antipiretik untuk mengatasi panas/demam. Contohnya : Parasetamol, Ibuprofen b. Dekongestan Nasal Dekongestan nasal dipasarkan dalam bentuk obat oral dan bentuk spray hidung. Dekongestan mempunyai efek mengurangi hidung tersumbat. Lebih baik menggunakan dekongestan lokal karena akan mengurangi resiko pada penyakit hipertensi. Contohnya : Fenilpropanilamin (PPA), Efedrin, Pseudoefedrin, Oksimetazolin c. Vitamin C Vitamin C dengan dosis tinggi (3-4 dd 1000 mg) berkhasiat meringankan gejala dan mempersingkat lamanya infeksi, berdasarkan stimulasi perbanyakan serta aktivitas limfo-T dan makrofag pada dosis di atas 2,5 g sehari. d. Antihistamin Antihistamin dapat menghambat kerja histamin yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi. Obat yang tergolong antihistamin antara lain: CTM, Difenhidramin HCl 2.3. Batuk 2.3.1 Definisi Batuk Menurut Weinberger (2005) batuk merupakan ekspirasi eksplosif yang menyediakan mekanisme protektif normal untuk membersihkan cabang trakeobronkial dari sekret dan zatzat asing. Masyarakat lebih cenderung untuk mencari pengobatan apabila batuknya berkepanjangan sehingga mengganggu aktivitas seharian atau mencurigai kanker. Menurut McGowan (2006) batuk bisa terjadi secara volunter tetapi selalunya terjadi akibat respons involunter akibat dari iritasi terhadap infeksi seperti infeksi saluran pernafasan atas maupun bawah, asap rokok, abu dan bulu hewan terutama kucing. Antara lain penyebab akibat penyakit respiratori adalah seperti asma, postnasal drip, penyakit pulmonal obstruktif kronis, bronkiektasis, trakeitis, croup, dan fibrosis interstisial. Batuk juga bisa terjadi akibat dari refluks gastro-esofagus atau terapi inhibitor ACE (angiotensin-converting enzyme). 11
Selain itu, paralisis pita suara juga bisa mengakibatkan batuk akibat daripada kompresi nervus laryngeus misalnya akibat tumor. Batuk bukanlah merupakan penyakit, mekanisme batuk timbul oleh karena paru-paru mendapatkan agen pembawa penyakit masuk ke dalamnya sehingga menimbulkan batuk untuk mengeluarkan agen tersebut. Batuk dapat juga menimbulkan berbagai macam komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, sakit kepala, pingsan, herniasi diskus, hernia inguinalis, patah tulang iga, perdarahan subkonjungtiva, dan inkontinensia urin.Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan : 1. Mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas. 2. Mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas. Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk semacam itu sering kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang-kadang merupakan gejala dini suatu penyakit. Batuk mungkin sangat berarti pada penularan penyakit melalui udara ( air borne infection ). Batuk merupakan salah satu gejala penyakit saluran nafas disamping sesak, mengi, dan sakit dada. Sering kali batuk merupakan masalah yang dihadapi para dokter dalam pekerjaannya sehari-hari. Penyebabnya amat beragam dan pengenalan patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan penanggulangan penderita batuk. 2.3.2 Patofisiologi Batuk Batuk adalah bentuk refleks pertahanan tubuh yang sangat penting untuk meningkatkan pengeluaran sekresi mucus dan partikel dari jalan pernapasan dan melindungi terjadinya aspirasi terhadap masuknya benda asing, contohnya inhalasi partikel, patogen, akumulasi sekret, postnasal drip, dan mediator terkait dengan peradangan. Setiap batuk terjadi melalui stimulasi refleks arkus yang kompleks. Hal ini diprakarsai oleh iritasi reseptor batuk yang berada pada trakea, carina, titik percabangan saluran udara besar, dan saluran udara yang lebih kecil di bagian distal, mereka juga ada dalam faring. Laring dan tracheobronchial reseptor berespon baik terhadap rangsangan mekanik dan kimia. Reseptor kimia peka terhadap asam, panas, dan senyawa capsaicin seperti memicu refleks batuk melalui reseptor aktivasi tipe 1 vanilloid (capsaicin). Selain itu, reseptor saluran napas yang lebih dalam ada di kanal eksternal auditori, gendang telinga, sinus paranasal, faring, diafragma, pleura, perikardium, dan perut. Ini mungkin bentuk reseptor mekanik saja, yang 12
dapat dirangsang oleh pemicu seperti sentuhan atau perpindahan.Impuls dari reseptor batuk dirangsang melintasi jalur aferen melalui saraf vagus ke ‘pusat batuk’ di medula, yang dengan sendirinya mungkin berada di bawah kendali pusat kortikal yang lebih tinggi. Pusat batuk menghasilkan sinyal eferen yang bergerak menuruni vagus, saraf frenikus, dan saraf motorik tulang belakang untuk otot-otot ekspirasi yang berguna menghasilkan batuk. 2.3.3 Gejala dan Penyebab Batuk A. Gejala Batuk 1. Demam yang tinggi disertai otot tubuh yang kaku 2. Bersin-bersin dan hidung tersumbat 3. Sakit tenggorokan B. Penyebab Batuk 1. Umumnya disebabkan oleh infeksi di saluran pernapasan bagian atas yang merupakan gejala flu. 2. Infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA). 3. Alergi 4. Asma atau tuberculosis 5. Benda asing yang masuk kedalam saluran napas 6. Tersedak akibat minum susu 7. Menghirup asap rokok dari orang sekitar 2.3.4 Mekanisme Batuk Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu: : 1. Fase iritasi Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang. 2. Fase inspirasi Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat
13
dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial. 3. Fase kompresi Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka. 4. Fase ekspirasi/ ekspulsi Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otototot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara. 2.2.5 Jenis-Jenis Batuk A. Batuk berdasarkan Produktivitasnya Berdasarkan produktivitasnya, batuk dapat dibedakan menjadi menjadi 2 jenis, yaitu batuk berdahak (batuk produktif) dan batuk kering (batuk non produktif). 1. Batuk berdahak (batuk produktif) Batuk berdahak ditandai dengan adanya dahak pada tenggorokan. Batuk berdahak dapat terjadi karena adanya infeksi pada saluran nafas, seperti influenza, bronchitis, radang paru, dan sebagainya. Selain itu batuk berdahak terjadi karena saluran nafas peka terhadap paparan debu, polusi udara, asap rokok, lembab yang berlebihan dan sebagainya. 2. Batuk kering (batuk non produktif) Batuk yang ditandai dengan tidak adanya sekresi dahak dalam saluran nafas, suaranya nyaring dan menyebabkan timbulnya rasa sakit pada tenggorokan. Batuk kering dapat disebabkan karena adanya infeksi virus pada saluran nafas, adanya faktor-faktor alergi (seperti debu, asap rokok dan perubahan suhu) dan efek samping dari obat (misalnya penggunaan obat antihipertensi kaptopril). B. Batuk Berdasarkan Waktu Berlangsungnya Berdasarkan waktu berlangsungnya, batuk dapat dibedakan menjadi 3, yaitu batuk akut, batuk sub akut dan batuk kronis. 1. Batuk Akut 14
Batuk akut adalah batuk yang gejala terjadinya kurang dari 3 minggu. Penyebab batuk ini umumnya adalah iritasi, adanya penyempitan saluran nafas akut dan adanya infeksi virus atau bakteri. 2. Batuk Subakut Batuk akut adalah batuk yang gejala terjadinya antara 3 – 8 minggu. Batuk ini biasanya disebabkan karena adanya infeksi akut saluran pernafasan oleh virus yang mengakibatkan adanya kerusakan epitel pada saluran nafas. 3. Batuk Kronis Batuk kronis adalah batuk yang gejala batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu. Batuk ini biasanya menjadi pertanda atau gejala adanya penyakit lain yang lebih berat seperti asma, tuberculosis, bronchitis dan sebagainya. Obat batuk dapat dibagi menurut titik kerjanya dalam 2 golongan besar, yaitu : 1. Zat-zat Sentral (Antitusif) Obat-obat ini menekan rangsangan batuk di pusat batuk yang terletak di sumsum lanjutan dan mungkin bekerja terhadap pusat saraf lebih tinggi di otak dengan efek menenangkan (sedatif). Zat-zat ini dibedakan antara zat-zat yang menimbulkan adiksi dan non-adiksi. a. Zat-zat adiktif Yang termasuk zat-zat ini adalah candu dan kodein, zat ini termasuk kelompok obat opioid, yaitu zat yang memiliki sebagian sifat farmakologi dari opium atau morfin. Berhubungan obat ini mempunyai efek ketagihan (adiksi) maka penggunaanya harus hati-hati dan untuk jangka waktu yang singkat. b. Zat-zat non-adiktif Yang termasuk zat-zat ini adalah noskapin, dekstrometorfan, pentoksiverin. Antihistamin juga termasuk, misalnya prometazin dan difenhidramin. 2. Zat-zat Perifer Obat-obat ini bekerja di perifer dan terbagi dalam beberapa kelompok yaitu : a. Ekspektoran Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran pernapasan. Obat ini bekerja melalui suatu refleks dari lambung yang menstimulasi batuk. Sekresi dahak yang bersifat cair diperbanyak secara reflektoris atau dengan jalan efek langsung terhadap sel-sel kelenjar. Obat yang termasuk golongan ini adalah ammonium klorida, gliceryl guaiacolat, ipeka, dan minyak terbang. b. Mukolitik 15
Mukolitk ialah obat yang dapat mengencerkan sekret saluran pernapasan dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Mukolitik memiliki gugus sulfhydryl bebas dan berdaya mengurangi kekentalan dahak dan mengeluarkannya. Mukolitik digunakan dengan efektif pada batuk dengan dahak yang kental sekali. Zat-zat ini mempermudah pengeluaran dahak yang telah menjadi lebih encer melalui proses batuk atau dengan bantuan gerakan cilia dari epitel. Tetapi pada umumnya zat ini tidak berguna bila gerakan silia terganggu, misalnya pada perokok atau akibat infeksi. Obat-obat yang termasuk kelompok ini adalahasetilkarbosistein, mesna, bromheksin, danambroxol. c. Emoliensia Memperlunak rangsangan batuk dan memperlicin tenggorokan agar tidak kering, serta memperlunak selaput lendir yang teriritasi. Zat-zat yang sering digunakan adalah sirup (thymi dan altheae), zat-zat lendir (infus carrageen), dan gula-gula, seperti drop (akar manis), permen, pastilles isap, dan sebagainya. 2.3.6 Contoh-contoh Obat Batuk A. Zat-zat pereda sental (Antitusif) 1. Keodein (F.I): metilmorfin, *Codipront Alkaloida candu ini memiliki sifat menyerupai morfin, tetapi efek analgetis dan meredakan
batuknya
jauh
lebih
lemah,
begitu
pula
efek
depresinya
terhadap
pernapasan. Obat ini banyak digunakan sebagai pereda batuk dan penghilang rasa sakit, biasanya dikombinasi dengan asetosal yang memberikan efek potensiasi. Dosis analgetis yang efektif terletak di anatara 15 – 60 mg. Sama dengan morfin, kodein juga dapat membebaskan histamine (histamine-liberator). Efek sampingnya jarang terjadi pada dosis biasa dan terbatas pada obstipasi, mual dan muntah, pusing, dan termangu-mangu. Pada anak kecil dapat terjadi konvulsi dan depresi pernapasan. Dalam dosis tinggi dapat menimbulkan efek sentral tersebut. Walaupun kurang hebat dan lebih jarang daripada morfin, obat ini dapat pula mengakibatkan ketagihan. Dosis: oral sebagai aalgetikum dan pereda batuk 3-5 dd 10-40 mg dan maksimum 200 mg sehari. Pada diare 3-4 dd 25-40 mg. 2. Noskapin Alkaloida candu alamiah ini tidak memiliki rumus fenantren, seperti kodein dan morfin, melainkan termasuk dalam kelompok benzilisokinolin seperti alkaloda candu lainnya (papaverin dan tebain). Efek meredakan batuknya tidak sekuat kodein, tetapi tidak mengakibatkan depresi pernapasan atau obstipasi, sedangkan efk sedatifnya dapat diabaikan. Risiko adiksinya ringan sekali. Berkat sifat baik ini, kini obat ini banyak digunakan dalam 16
berbagai sediaan obat batuk popular. Noskapin tidak bersifat analgetis dan merupakan pembebas histamine yang kuat dengan efek bronchokonstriksi dan hipotensi (selewat) pada dosis besar. Efek sampingnya jarang terjad dan berupa nyeri kepala, reaksi kulit, dan perasaan lelah letih tidak bersemangat. Dosis: oral 3-4 kali sehari 15-50 mg, maksimal 250 mg sehari. 3. Dekstrometofan: methoxylevorphanol, Detusif, *Romilar/exp, *Benadryl DMP Derivat-fenantren ini (1953) berkhasiat menekan batuk, yang sama kuatnya dengan kodein, tetapi bertahan lebih lama dan tidak bersifat analgetis, sedative, sembelit, atau adiktif. Mekanisme kerjanya berdasarkan peningkatan ambang pusat batuk di otak. Pada peyalahgunaan dengan dosis tinggi dapat terjadi efek stimulasi SP. Efek sampingnya hanya ringan dan terbatas pada rasa mengantuk, termangu-mangu, pusing, nyeri kepala, dan gangguan lambung-usus. Dosis: oral 3-4 dd 10-20 mg (bromide) p.c., anak-anak 2-6 tahun 3-4 dd 8 mg, 6-12 tahun 3-4 dd 15 mg. B. Antihistamin 1. Prometazin: (phenargen exp) Sebagai antihistaminikum berdaya meredakan rangsangan batuk berkat sifat sedative dan antikolinergik yang kuat. Efek samping antikolinergiknya dapat menyebabkan gangguan buang air kecil dan akomodasi pada manula. Dosis : 3 dd 25-50 mg (garam HCl) d.c., anak-anak diatas 1 tahun 2-4 dd 0,2 mg/kg. 2. Oksomemazin Adalah derivat dengan khasiat dan penggunaan sama, daya antikolinergiknya lemah. Dosis : 2-3 dd 15 mg, anak-anak 1-2 tahun 2,5-10 mg sehari, 2-5 tahun 10-20 mg sehari, 5-10 tahun 2-3 dd 10 mg. 3. Difenhidramin (Benadryl) Sebagai zat antihistamin (H-Blocker), senyawa ini bersifat hipnotis-sedatif dan dengan demikian meredakan rangsangan batuk. Pada bayi dapat menimbulkan perangsangan paradoksal, misalnya mengeringnya selaput lender karena efek antikolinergiknya. Dosis : 3-4 dd 25-50 mg
17
C. Muskolitik 1. Asetilsistein (Fluimucil) Mekanisme aksinya yakni Mengurangi kekentalan / viskositas sekret dengan memecah ikatan disulfida pada mukoprotein, memfasilitasi pengeluaran sekret melalui batuk. Mekanisme ini paling baik pada pH 7-9, sehingga pH sediaan diadjust dengan NaOH. Efek Samping: Reaksi hipersensitivitas (bronkospasme, angioedema, kemerahan, gatal), hipotensi / hipertensi (kadang-kadang), mual, muntah, demam, syncope, berkeringat, arthralgia, pandangan kabur, gangguan fungsi hati, asidosis, kejang, ;cardiac / respiratory arrest. Dosis : Oral 3-6 dd 200 mg atau 1-2 dd 600 mg granulat, anak-anak n2-7 tahun 2 dd 200 mg, dibawah 2 tahun 2 dd 100 mg, Sebagai antidotum keracunan paracetamool , oral 150 mg/kg berat badan dan larutan 5 %, disusul dengan 75 mg/kg setiap 4 jam 2. Bromheksin Mekanisme aksinya yakni Bromheksin merupakan secretolytic agent, yang bekerja dengan cara memecah mukoprotein dan mukopolisakarida pada sputum sehingga mukus yang kental pada saluran bronkial menjadi lebih encer, kemudian memfasilitasi ekspektorasi. Efek Samping : Pusing, sakit kepala, berkeringat, kulit kemerahan. Batuk atau bronkospasme pada inhalasi (kadang-kadang). Mual, muntah, diare dan efek samping pada saluran cerna. Dosis : Oral 3-4 dd 8-16 mg (Klorida), Anak-anak 3 dd 1,6 – 8 mg. Tergantung dari usia. D. Ekspektoran 1. Kaliumiodida Iodida menstimulasi sekresi mucus di cabang tenggorokan dan mencairkannya, tetapi sebagai obat batuk (Hampir) tidak efektif. Efek Samping : gangguan tiroid , Struma, Ucticaria dan iod-acne, juga hiperkaliemia( pada fungsi ginjal buruk). Dosis: Pada batuk oral 3 dd 0,5-1 g, maks. 6 g sehari. 2. Amoniumklorida Berdaya diuretic lemah yang menyebabkan acidosis, yakni kelebihan asam dalam darah. Keasaman darah merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas meningkat dan gerakkan bulu getar (cilia) disaluran napas distimulasi. Sekresi dahak juga meningkat. Maka senyawa ini banyak digunakan dalam sediaaan sirop batuk, misalnya obat batuk hitam.
18
Efek Sampingnya : Acidosis ( khusus pada anak-anak dan pasien ginjal) dan gangguan lambung (mual, muntah), berhubung sifatnya yang merangsang mukosa. Dosis : oral 3-4 dd 100-150 mg, maks. 3 g seharinya. 3. Guaifenesin ( Gliserilguaiakolat, Toplexil) Digunakan sebagai ekspektorans dalam berbagai jenis sediaan bentuk popular. Pada dosis tinggi bekerja merelaksasi otot seperti mefenesi. Efek Samping : Iritasi Lambung (mual,muntah) yang dapat dikurangi bila diminum dengan segelas air. Dosis: Oral 4-6 dd 100-200 mg. E. Emolliensia 1. Succus Liquiritiae Obat ini banyak digunakan sebagai salah satu komponen dari sediaan obat batuk guna mempermudah pengeluaran dahak dan sebagai bahan untuk memperbaiki rasa. Efek Samping : Pada doosis Tinggidari 3 g sehari berupa nyeri kepala, udema, dan terganggunya keseimbangan elektrolit, akibat efek mineralalokortikoid dan hipernatriema dari asam glycyrrizinat. Dosis : oral 1-3 g sehari.
19
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pengobatan sendiri mempunyai beberapa dampak positif diantaranya masyarakat dapat mengatasi masalah kesehatannya secara dini, keberhasilannya akan mengurangi beban pusat-pusat pelayanan kesehatan, biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah, serta memberi kesempatan kepada banyak pihak untuk terlibat dalam bisnis obat. batuk merupakan ekspirasi eksplosif yang menyediakan mekanisme protektif normal untuk membersihkan cabang trakeobronkial dari sekret dan zat-zat asing. Flu atau influenza adalah infeksi virus yang menyerang sistem pernapasan (sistem yang terdiri dari hidung, tenggorokan, dan paru-paru). Gejala-gejala flu yang biasa dirasakan di antaranya adalah demam, sakit kepala, batuk-batuk, pegal-pegal, nafsu makan menurun, dan sakit tenggorokan. Upaya pengobatan sendiri pada penyakit flu dan batuk harus dilakukan secata tepat dan rasional sehingga dapat meminimalkan biaya pengobatan, dan yang terpenting memperkecil risiko terjadinya komplikasi penyakit.
20
DAFTAR PUSTAKA
Abelson, B., 2009, Flu Shots, Antibiotics, & Your Immune System, (online), (http://www.drabelson.com/PDF/Flu.pdf, diakses 3 oktober 2017)
Ganiswara, 1995, Farmakologi dan Terapi. Edisi IV, Jakarata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Supardi, S., & Notosiswoyo, M., 2005. Pengobatan Sendiri Sakit Kepala Demam, Batuk Dan Pilek Pada Masyarakat Di Desa Ciwalen, Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Majalah Ilmu Kefarmasian
21
View more...
Comments