MAKALAH skenario 1

July 8, 2018 | Author: Bintan Asy-Syifa' | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download MAKALAH skenario 1...

Description

MAKALAH SKENARIO 1 DMC (Drug Management Cycle)  – APOTEK

Nama

: Bintan Viky Syifaul Ummah

NIM

: 14-018 / A

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2014

DMC (Drug Management Cycle)  – APOTEK I.

PENDAHULUAN Drug management cycle  penting dilakukan karena melipahnya produk

farmasi yang ada sekarang ini yang dapat meningkatkan biaya pengeluaran, sehingga untuk meminimalkan pengeluaran biaya dibutuhkan pengelolaan sediaan farmasi yang dapat memilihkan sediaan farmasi dengan tepat, berkualitas, bermutu dan terjangkau sehingga tercipta pengobatan r asional. Drug

management

cycle 

merupakan

proses

panjang

yang

membutuhkan banyak waktu dan tenaga, sehingga untuk mempermudah dan mempercepat serta mengurangi kesalahan dapat dilakukan dengan sistem informasi manajemen (SIM). Masa sekarang merupakaan masa teknologi yang sedang berkembang, sehingga agar Apoteker tidak tertinggal dalam teknologi maka perlu mengetahui, memahami dan dapat mengoperasikan SIM yang ada.

II.

PEMBAHASAN Apotek merupakan tempat dimana dilakukanya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.

Salah satu proses yang pentinga dalam Pekerjaan kefarmasian

yang ada di Apotek adalah drug management cycle  atau pengelolaan sediian farsi. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan di Apotek menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek meliputi, perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan (Kepmenkes, 2004). Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan proses pemilihan, perencaan, penganggaran, pengadaan, penerimaan, produksi, penyimpanan, distribusi, peracikan, pengendalian, pengembalian, pemusnahan, pencatatan dan pelaporan secara berkesinambungan dengan manajemen pendukung seperti sumber daya manusia (SDM), kebijakan, pembiayaan dan system informasi manajemen yang efisien dan efektif. Tahapan dalam

pengelolaan sediaan farmasi memiliki tujuan yang sama yaitu agar sediaan farmasi dan alat kesehatan terjamin kualitaas dan mutunya hingga di tangan pasien. Dalam setiap tahapan pengelolaan farmasi mempunyai criteria, metode dan tujuan spesifik. (Ali Mashuda, 2011) Perencanaan merupakan proses kegiatan untuk menentukan waktu pengadaan, pemilihan jenis, jumlah dan harga sediaan farmasi dan alat kesehatan agar sesuai dengan kebutuhan dan anggaran dengan suatu metode yang dapat dipertangungjawabkan evidence-nya ( Ali Mashuda, 2011, Arlington, 2012). Beberapa kebijakan yang dapat dijadikan sebagai pedoman perencanaan adalah DOEN, Formularium rumah sakit, Standar terapi rumah sakit, Formularuim nasional, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode lalu dan rencana pengembangan (Kepmenkes, 2004). Ada perbedaan metode perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan,

menurut KMK No. 1027 tahun 2004 tentang standar pelayanan

kefarmasian di Apotek adalah pola penyakit,

kemampuan masyarakat dan

budaya masyarakat. Berbeda jika menurut CPFB tahun 2011 dan KMK No.1197 tahun 2004 tentang pelayanan kefarmasian di rumah sakit, yaitu metode atau pola konsumsi masyarakat, pola penyakit/ morbiditas masyarakat

dan

kombinasi antara pola konsumsi masyarakat dengan pola penyakit masyarakat. Pola morbiditas dilihat dari penyakit mayoritas yang muncul dimasyarakat, untuk pola konsumsi masyarakat berdasarkan penggunaan oabat atau kebutuhan obat padatahun sebelumnya sedangkan pola kombinasi adalah gabungan dari kedua pola tersebut (Kepmenkes, 2004, Ke pmenkes, 2004). Terdapat

beberapa

tahapan

dalam

metode

konsumsi

yakni,

pengumpulan dan pengolahan data kemudian analisis data agar didapatkan informasi dan evaluasi selanjutnya perhitungan perkiraan kebutuhan farmasi. Penyesuaian jumlah kebutuhan sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan

anggaran dana dapat dilakukan dengan estimasi jumlah kunjungan total untuk periode yang akan dating (Bogadenta,2012) . Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan di setujui. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan meliputi : sediaan farmasi dan alat kesehatan memiliki izin edar atau nomor

registrasi;

mutu,

keamanan

dan

kemanfaatan

dapat

dipertanggungjawabkan, berasal dari jalur resmi dan syarat administrasi lengkap. Teknik pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan jenis,  jumlah yang tepat, harga ekonomis dan memenuhi syarat mutu, kemanan dan kemanfaatan (Ali Mashuda ,2011) Metode dalam proses pengadaan dapat berupa pembelian secara langsung dan secara tender (terbuka maupun tertutup), secara produksi atau pembuatan sediaan farmasi (steril dan non-steril), sumbangan atau hibah dan secara konsinyasi (Ali Mashuda ,2011, Kepmenkes,2004). Prosedur pengadaan menurut MDS-3 yaitu : menetukan jumlah yang dibutuhkan, menyesuaiakan dengan anggaran dana, pemilihan metode pembelian, pemilihan waktu yang tepat saat pengadaan,pemilihan PBF, pembelian, monitoring status order, peneriamaan dan pengecekan barang datang, pembayaran, pendistribusian, pengumpulan jumlah obat serta mereview pemilihan obat.( Ali Mashuda ,2011, Arlington,2012). Skala prioritas merupakan suatu pendukung dalam proses pengadaan, beberapa metode dalam menentukan skala prioritas, yaitu : VEN (untuk menghitunga prioritas obat yang akan dipesan), ABC (metode yang digunakan untuk menentukan penggunaan obat dan biaya yang akan dipesan berdsarkan  jumlah biaya atau anggaran), PUT (gabungan dari metode VEN dan ABC yang akan mengetahui jenis obat , jumlah obat dan biaya anggaran) dan EOQ ( metode yang digunakan untuk menentukan jumalah persediaan yang bermanfaat untuk meminimalkan biaya persediaan (Seto,2012).

Pemesanan termasuk proses pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan kepada PBF (Pedagang Besar Farmasi) atau instansi lain. PBF yang baik seharusnya memiliki izin operasi dari dinas kesehatan, mendapat dukungan dari industry farmasi yang bersertifikat CPOB, mempunyai reputas yang baik dalam bidang pengadaan, pemilik PBF ataupun apoteker tidak dalam proses hukum yang melanggar profesi kefarmasian, mempu menjamin ketersediaan farmasi dan alat kesehatan yang dibutuhkan secara berkesinambungan, PBF dapat dikunjungi apoteker guna memastikan kualitas dan keamanan sediaan farmsi, serta mempunyai alamat yang jelas / tidak fiktif. (Arlington,2012, Kepmenke,2008) Prosedur pemesanan meliputi penetapan jumalah dan jenis sediaan farmasi dengan pertimbangan cara penggunaan obat dan harga yang telah dilakukan perhitungan dengan metode-metode skala prioritas. Surat pesanan dibuat minimal dua rangkap yang bertujuan sebagai arsip dan bukti pemesanan dan harus ditanda tangani oleh APA (Apoteker Penanggungjawab Apotek), untuk surat pesanan obat- obat narkotika, psikotropika dan prekursor dituliskan dalam form khusus (Ali Mashuda ,2011, WHO,2004). Selain proses pemesanan, proses penerimaan merupakan rangkaian dari proses pengadaan. Proses penerimaan merupakan kegiatan yang menjamin kebenaran kesesuaian jenis, spesifikasi, jumalah, mutu, watu penyerahan dan harga yang tertera dalam faktur sesuai surat pesanan (Ali Mashuda ,2011). Prosedur dalam penerimaan adalah : a.

Mencocokkan isi faktur dengan surat pesanan, yaitu : nama PBF, jenis sediaan, kekuatan sediaan, jumlah dan harganya. Jika terjadi ketidak sesuaian maka dikonfirmasikan kepada pihak PBF tersebut.

b.

Mencocokan faktur dengan barang yang dating, yakni berupa: jenis sediian, jumlah kemasan sediaan dan jumlah tiap kemasan sediaan, dan nomor batch. Jika tidak sesuai maka ditukar atau di return kepada PBF

langsung dengan menuliskan tanda pada faktur dan ditandatangai oleh petugas dari PBF . c.

Sediaan farmasi yang ada diperiksa kembali kondisi fisik nya yang meliputi kemasan (wadah), kondisi sediaan, waktu kadaluarsa relative masih panjang , bila ada ke tidak sesuaian makan dapat dilakukan retur seperti prosedur jika faktur dan barang tidak sama (IAI, 2013). Metode penyimpanan

dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,

bentuk sediaan, alfabetis dengan menerapkan prinsip FIFO (first in first out) dan FEFO (first expired first out) . Untuk meminimalkan kesalahan di anjurkan menggunakan metode penyimpana kelas terapi yang dikombinasikan dengan metode bentuk sediaan dan alfabetis. Tujuan dari metode penyimpanan agar menjamin stabilitas dan keamanan sediaan farmasi . metode penyimpanan didukung dengan administrasi sepeti buku defakta, kartu stelling, kartu stok yang berfungsi sebagai pengendali keluar masuk nya oabat di apotek (Ali Mashuda ,2011). Proses yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan proses manajerial yang mendukung tercapainya “patient oriented” , selanjutnya adalah proses pelayanan merupakan kegiatan berupa tujuan akhir yaitu tersampaikannya sediaan farmasi kepada pasien secara tepat. Pedoman pelayanan di apotek bedasarkan KMK No.1027 tahun 2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek yaitu sebagai berikut : (Kepmenkes, 2004) a.

Skrining resep yang meliputi pengkajian kerasionalan dan ketepatan resep, kelengkapan

administrasi

resep,

kesesuaian

farmasetis

resep,

dan

pertimbangan klinik pasien. b. Dispensing sediaan farmasi atau penyiapan obat yang meliputi peracikan, penulisan etiket, pengemasan obat, penyerahan obat, informasi obat, konseling dan monitoring penggunaan obat. Di usahakan saat penyerahan obat kepada pasien, Apoteker menjelaskan informasi cara penggunaan obat

dan pengatasan efek samping obat (bila terjadi) secara detail, rinci dan dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh pasien dan mengurangi medication error . Informasi lain yang harus diberikan adalah indikasi dan interaksi obat. c.

Promosi dan edukasi

termasuk tugas seorang Apoteker sebagai tenaga

kesehatan. Promosi dan edukasi dapat berupa penyebaran leaflet, brosur, poster, penyuluhan dan lain-lain. d. Pelayanan residensial ( home care) termasuk tugas seorang Apoteker terkait Apoteker sebagai care giver dengan melukakan kunjungankerumah pasien, khususnya untuk pasien lansia dan pasien dengan penyakit kronis yang dicatat dalam medication record. Tugas Apoteker Penanggung Jawab Apotek adalah bertanggung jawab atas semua kegiatan yang ada di apotek. Tugas Apoteker pendamping (Aping) menurut PP nomor 51 tahun (2009) tertulis pada pasal 7, 14 dan 20 yaitu : Aping membantu APA dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi (pasal 7), Aping membantu tanggung jawab APA dalam melaksanakan distribusi dan penyaluran sediaan farmasi (pasal 14) dan Aping memebantu APA dalam pelayanan kefarmasian.

III.

KESIMPULAN Drug management cycle di Apotek meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim,

2004,

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek 2. Mahudi, Ali, 2011, Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik  (CPFB), kerjasama Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia. 3. Arlington, VA, 2012, MDS-3 : Managing Access to Medicines and Health Technologies, Management Science for Health. 4. Anonim,

2004,

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit 5. Bogadenta, A, 2012, Manajemen Pengelolaan Apotek, D-Medika 6. IAI, 2013, Pedoman Praktek Apoteker Indonesia 7. Anonim , 2008, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar 8. WHO, 2004, Management of Drug at Health Cenre Level, 9. Seto, Soerjono., 2012. Manajemen Farmasi . Lingkup : Apotek, Farmasi Rumah Sakit, PBF,Industri Farmasi. Surabaya : Airlangga University Press. 10. Anonim, 2009, Peraturan Pemerintah Re publik Indonesia Nomor 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF