Makalah RU V

February 23, 2019 | Author: Putri Linda Sinaga | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Makalah RU V...

Description

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Sejarah PERTAMINA RU-V Balikpapan

Pendirian kilang minyak PERTAMINA RU V Balikpapan dilatarbelakangi ditemukannya sumber minyak mentah (crude oil) di daerah Sanga-sanga pada tahun 1897. Menyusul kemudian ditemukan sumber-sumber minyak lain di Tarakan (1899), Samboja (1911), dan Banyu (1922). Penemuan Pen emuan sumber-sumber crude tersebut mendorong didirikan Kilang Balikpapan I yang sekarang dikenal dengan kilang lama.  Namun kilang lama Balikpapan I sekarang sudah diperbaharui sehingga memiliki teknologi setara dengan kilang Balikpapan II. Kegiatan perminyakan di Balikpapan diawali dengan pengeboran minyak di Balikpapan yang merupakan realisasi kerja sama antara J.H. Menten dengan Firma Samuel & Co. Pada tahun 1896 Mr. Adams dari Samuel & Co di London mengadakan penelitian di Balikpapan dan menyimpulkan bahwa daerah ini memiliki cadangan minyak yang cukup besar. Penemuan ini mendorong dilakukannya pengeboran pada tanggal 10 Februari 1897 dan menemukan minyak yang cukup komersial untuk diusahakan. Pada

seminar

sejarah

tanggal

1

Desember

1984

disepakati

bahwa

 peristiwa pengeboran minyak ini (10 Februari 1897) merupakan hari jadi kota Balikpapan. Keberadaan kegiatan produksi migas di Balikpapan telah memicu  perkembangan kota Balikpapan. Pembangunan sarana kilang dan sarana penunjang seperti perkantoran, perumahan, jalan dan sebagainya memberikan multiplier effect  bagi pembangunan kota Balikpapan. Disamping itu, adanya industri migas diikuti  pula dengan kehadiran tenaga kerja, adanya industri jasa seperti perdagangan, transportasi, perbankan, perhotelan, dan industri lainnya. Perkembangan ini memberikan

dasar

yang

baik

terhadap

pertumbuhan

Balikpapan

yang

semula bertumpu pada ekonomi agraris beralih pada ekonomi industri dan  perdagangan. 1

Gam Gambar bar 1.1 1.1 Perkembanga Perkemb angan n Kota Balikpap Bali kpapan an

Secara kronologis, perkembangan Kilang Minyak PERTAMINA RU V Balikpapan adalah sebagai berikut: Tabel 1.1.Perkembangan Kilang RU V Balikpapan Masa

Peristiwa

1897  –  1922

Ditemukannya beberapa sumber minyak mentah di  beberapatempat di Kalimantan Timur 

1922

Unit Penyulingan Minyak Kasar (PMK) I didirikan oleh perusahaan minyak BPM

1946

Rehabilitasi PMK I, karena mengalami kerusakan akibat PDII

1949

HVU I selesai didirikan dengan kapasitas 12 MBSD

1950

Wax Plant dan PMK I selesai didirikan, dengan kapasitas produksi 110 ton/hari dan 25 MBSD

2

1952

Unit PMK II selesai didirikan. Dibangun oleh PT. ShellIndonesia dan didesain ALCO dengan kapasitas 25 MBSD

1954

Modifikasi PMK III, sehingga memiliki kapasitas 10 MBSD.Mulai tahun 1985 PMK III tidak beroperasi

1973

Modifikasi wax plant, kapasitas 175 ton/hari

April 1981

Kilang Balikpapan II mulai dibangun dengan hak paten proses dari UOP Inc

 Nov 1981

Penetapan kontraktor utama, yaitu Bechtel International Inc.dari Inggris dan konsultan supervisornya adalah PROCONInc. dari Amerika Serikat

 Nov 1983

Kilang Balikpapan II diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia (Presiden Soeharto)

5 Des 1997

Proyek Up-grading Kilang Balikpapan I, mencakup CDU Vdan HVU III, diresmikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia

 Nov 2003

Perubahan status PERTAMINA dari BUMN menjadiPerseroan Terbatas

23 Juni 2005

Proyek pembangunan Flare Gas Recovery System dan Hydrogen Recovery System Diresmikan

9 Okt 2008

PT. PERTAMINA (Persero) Unit Pengolahan V bergantinama menjadi PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit V

1.2 Gambaran Singkat tentang Kilang Balikpapan

Pembangunan

kilang

dimulai

tahun

1899

oleh

Shell

Transport

&

Trading Ltd . Selanjutnya pada tahun 1922 kilang minyak Balikpapan I didirikan. Kilang mengalami kerusakan berat karena perang dunia II dan pada tahun 1948 kilang direhabilitasi. Pada tahun 1952, unit distilasi kedua dibangun dan selanjutnya  pada tahun 1954 unit distilasi ketiga dibangun. Unit distilasi I, II, III beserta HVU I (High Vacuum Unit) tersebut dikelompokkan menjadi area kilang Balikpapan I.

3

Menurut desainnya kilang Balikpapan mengolah total 260 MBSD minyak mentah. Kilang RU V Balikpapan adalah kilang yang dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan

BBM

di

Indonesia

bagian

timur.

Namun

pada

kasus-kasus

insidental, produksi BBM dari kilang PERTAMINA RU V Balikpapan juga didistribusikan ke daerah-daerah lain yang juga membutuhkan. Kilang Balikpapan terdiri dari kilang lama dan kilang baru. Pada daerah kilang lama terdiri dari :  Unit Penyulingan Kasar I (PMK I)  Unit Penyulingan Kasar II (PMK II)  Unit Penyulingan Hampa I (HVU I)  Pabrik Lilin (Wax Plant ) 

Dehydration Plant (DHP)



Effuent Water Treatment Plant (EWTP)

 Crude Distillation Unit V (CDU V) 

High Vacuum Unit III (HVU III)

Sejalan perkembangan kebutuhan BBM di Indonesia, kilang Balikpapan I diupgrade pada tahun 1995 dan mulai dioperasikan pada tahun 1997 dengan menggantikan fungsi unit PMK I, PMK II, dan HVU I menjadi CDU V dan HVU III. Kapasitas produksi minyak mentah di kilang Balikpapan I adalah 60 MBSD. Jadi kilang Balikpapan I terdiri dari CDU V, HVU III, Wax Plant, Dehydration Plant (DHP), dan Effuent Water Treatment Plant (EWTP). Kilang Balikpapan II mulai dibangun pada tahun 1980 dan resmi berprestasi mulai tanggal 1 November 1983. Kilang Balikpapan II memiliki kapasitas desain 200 MBSD yang terdiri dari : a. Hydroskimming Complex  (HSC) yang meliputi  Crude Distillation Unit IV (CDU IV), Plant 1   Naptha Hydrotreater (NHT), Plant 4  Platformer Unit, Plant 5  LPG Recovery Unit, Plant 6

4

 Sour Water Stripper Unit (SWS), Plant 7  LPG Treater Unit, Plant 9

 b. Hydrocracking Complex HCC) yang meliputi  High Vacuum Unit II (HVU II), Plant 2  Hydrocracking Unibon (HCU II), Plant 3 

Hydrogen Plant, Plant 3



Hydrogen Recovery Plant, Plant 38



Flare Gas Recovery, Plant 19

1.3 Lokasi Pabrik 

Kilang minyak PT PERTAMINA (Persero) RU V terletak di kota Balikpapan  provinsi Kalimantan Timur, tepatnya di tepi teluk Balikpapan berdiritahun 1922. Lokasi kilang Balikpapan yang berdekatan dengan laut mempermudah transportasi  produk dan bahan baku keluar maupun menuju kilang. Selain itu, sumber air laut sebagai air proses ataupun utilitas dengan mudah diperoleh.

Gambar 1.2 Lokasi RU V Pertamina Balikpapan

Kilang PERTAMINA RU V terletak di teluk Balikpapan dengan luas area sekitar 889 Ha. Yang terdiri atas 339,2 Ha luas area kilang dan 549,8 Ha luas area

5

sarana umum. Pemilihan teluk Balikpapan sebagai kawasan kilang dilakukan atas dasar : a. Tersedianya pasokan minyak mentah yang cukup banyak dari kawasan sekitarnya.  b. Lokasinya strategis untuk pendistribusian hasil produksi terutama ke kawasan Indonesia Bagian Timur. c. Tersedianya sarana pelabuhan untuk kepentingan distribusi minyak mentah danhasil produksi.

1.4 Struktur Organisasi Pabrik 

PT. PERTAMINA (Persero) merupakan sistem organisasi dimana para  staff  dibagi

atas

cabang-cabang

yang

berdasarkan

regional.

Organisasi

PT. PERTAMINA  Refinery Unit V Balikpapan berada di bawah wewenang dan tanggung jawab General Manager  RU V (GM RU V), yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Unit Pengolahan Pertamina. General Manager PERTAMINA RU V berfungsi sebagai koordinator seluruh kegiatan pengaolahan PERTAMINA di Balikpapan, yang tugasnya dibantu oleh  beberapa Manager /Kepala Bidang, yaitu :   Management

1. General Manager Refinery Unit V 2. Operation & Manufacturing Senior Manager  3.  Production Manager  4. TA Manager  5.  Refinery Planning & Optimization Manager  6.  Maintanance Planning & Support Manager  7.  Maintanance Execution Manager  8.  Engineering & Development Manager  9.  Reliability Manager  10.  Procurement Manager  6

11.  Health, Safety and Environment Manager  12. Operation Perfomance Improvement Coordinator  13. General Affairs Manager  14.  Human Resource Area/Business Partner Manager  15.  Manager Keuangan Region IV  16.  Information Technology RU V Manager   Section Head 

1.  Hydro Skimming Complex Section Head  2.  Hydro Cracking Complex Section Head  3.  Distilling & Wax Section Head  4. Utilities Section Head  5. Oil Movement Section Head  6.  Laboratory Section Head  7.  Refinery Planning Section Head  8. Supply Chain & Distribution Section Head  9.  Budget & Performance Section Head  10.  Planning & Schedulling Section Head  11. Turn Around Coordinator  12. Stationary Engineer Section Head  13.  Electrical & Instrument Engineer Section Head  14.  Rotating Equipment Engeineer Section Head  15.  Maintanance Area I Section Head  16.  Maintanance Area II Section Head  17.  Maintanance Area III Section Head  18.  Maintanance IV Section Head  19. General Maintanance Section Head  20. Workshop Section Head  21.  Marine Section Head  22.  Process Engineering Section Head  7

23.  Project Engineering Section Head  24.  Energy Conservation & Loss Control Section Head  25.  Facility Engineering Section Head  26. Total Quality Management Section Head  27.  Equipment Reliability Section Head  28.  Plant Realibility Section Head  29.  Inventory Section Head  30.  Purchasing Section Head  31. Services & Warehousing Section Head  32. Contract Office Section Head  33.  Environmental Section Head  34.  Fire & Insurance Section Head  35. Safety Section Head  36. Occupational Health Section Head  37.  Legal Section Head  38.  Public Relation Section Head  39. Security Section Head  40.  Head of People Development  41.  Head of Industrial Relation 42. Organization Development Analyst  43.  Head of Medical  44.  Head of HR Service 45. Controller Section Head  46.  Kepala Bagian Akuntansi Kilang  47.  Kepala Bagian Perbendaharaan

8

Gambar 1.3 Struktur Organisasi PT. Pertamina RU V Balikpapan

1.5 Visi dan Misi Pertamina RU V Balikpapan

a) Visi Menjadi kilang yang unggul dan terpercaya di kawasan Asia Pasifik   padatahun 2017 (Profit pada tahun 2013).  b) Misi Mengelola minyak dan gas bumi menjadi produk BBM dan Non-BBM untuk memasok kebutuhan daerah Indonesia bagian timur dan Asia Pasifik secara selektif. Dalam operasinya, secara selektif memanfaatkan keahlian dan kemampuan inti core competent ) yang dimiliki sebagai sumber pendapatan tambahan.

1.6 Sarana dan Fasilitas

Semua produk termasuk bahan baku yang diperdagangkan harus melakukan  pengujian fisik maupun kimia. Dalam pengujian ini mutlak diperlukan peralatan uji yang handal dan memiliki ketetapan serta ketelitian yang tinggi dengan

9

didukung SDM yang bermutu. Untuk maksud tersebut laboratorim unit produksi UP V Balikpapan dilengkapi dengan sarana penunjang antara lain : 1. Peralatan untuk pengujian fisik. 2. Peralatan untuk pengujian kimia / instrumental. 3. Peralatan untuk penelitian : Mini Plant dll. 4. Peralatan pembantu antara lain : neraca, desikator, pemanas, termometer, hydrometer, barometer dll. 5. Sarana penunjang lainnya : listrik , air, gas, lemari asam, lemari pendingin, gas bertekanan dll.

Metode pemeriksaan standar yang digunakan di Laboratorium UP. V Balikpapan antara lain : -

ASTM ( The American Society for Testing and Materials )

-

UOP ( Universal Oil Product )

-

IP ( Institut of Petroleum )

-

SMS ( Shell Method Series )

-

JGC ( Japan Gas Corporation )

-

GPA ( Gas Processor Assosiation )

-

API ( American Petroleum Institute )

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa laboratorium unit produksi UP. V Balikpapan mempunyai tugas sebagai kontrol kwalitas untuk menunjang kelancaran operasi kilang UP-V Balikpapan.

1.7 Tugas Laboratorium Unit Produksi V Balikpapan

Fungsi Laboratorium Kilang PERTAMINA UP V Balikpapan adalah sebagai  berikut: -

Penyelenggaraan kegiatan kontrol kualitas dan penelitian terhadap bahan  baku, produk-produk, bahan-bahan penunjang operasi Kilang dan limbah 10

operasi Kilang dalam mendukung kelancaran operasi, peningkatan efisiensi dan optimasi Kilang PERTAMINA UP V Balikpapan, serta lindungan lingkungan.

Tugas Laboratorium Kilang PERTAMINA UP V Balikpapan adalah sebagai  berikut. -

Menyelenggarakan kegiatan kontrol kualitas semua bahan baku, produk produk, serta bahan kimia penunjang operasi Kilang dalam rangka mendukung kehandalan operasi Kilang.

-

Menyelenggarakan kegiatan penelitian secara laboratorium dalam rangka  peningkatan efisiensi dan optimasi operasi Kilang, serta memantau mutu limbah operasi Kilang.

-

Mengesahkan semua dokumen dan sertifikasi hasil analisis serta penelitian Laboratorium.

-

Merencanakan, meanggarkan dan mengelola asset peralatan gedung, serta material operasi Laboratorium. Dengan

demikian

keberadaan

Laboratorium

Kilang

menjadi

sangat

menentukan keberhasilan perusahaan, terlebih pada era perdagangan bebas. Untuk meningkatkan unjuk kerja dan menunjukkan kompetensinya maka Laboratorium Kilang Pertamina UP V Balikpapan mengikuti program akreditasi dan sejak tanggal 25 Oktober 2001 telah mendapat sertifikasi SNI 19-170252000 dari Komite Akreditasi Nasional (KAN). Dalam pelaksanaan kegiatannya, sesuai fungsi dan tugasnya, laboratorium unit produksi UP. V Balikpapan mempunyai hubungan dengan unit  –  unit kerja yang membutuhkan data uji tersebut. Unit  –  unit kerja tersebut adalah : -

Unit Operasi Kilang

-

Unit Utilitas

-

Instalansi Tanker dan Bunker 

-

Unit Lindungan Lingkungan / Kesehatan dan Keselamatan kerja 11

BAB II URAIAN PROSES

2.1 Kilang PT Pertamina RU V Balikpapan

Kilang Balikpapan terdiri dari kilang lama dan kilang baru. Pada daerah kilang lama terdiri dari :  Unit Penyulingan Kasar I (PMK I)  Unit Penyulingan Kasar II (PMK II)  Unit Penyulingan Hampa I (HVU I)  Pabrik Lilin (Wax Plant ) 

Dehydration Plant (DHP)



Effuent Water Treatment Plant (EWTP)

 Crude Distillation Unit V (CDU V) 

High Vacuum Unit III (HVU III)

Sejalan perkembangan kebutuhan BBM di Indonesia, kilang Balikpapan I diupgrade pada tahun 1995 dan mulai dioperasikan pada tahun 1997 dengan menggantikan fungsi unit PMK I, PMK II, dan HVU I menjadi CDU V dan HVU III. Kapasitas produksi minyak mentah di kilang Balikpapan I adalah 60 MBSD. Jadi kilang Balikpapan I terdiri dari CDU V, HVU III, Wax Plant, Dehydration Plant (DHP), dan Effuent Water Treatment Plant (EWTP). Kilang Balikpapan II mulai dibangun pada tahun 1980 dan resmi berprestasi mulai tanggal 1 November 1983. Kilang Balikpapan II memiliki kapasitas desain 200 MBSD yang terdiri dari : a. Hydroskimming Complex  (HSC) yang meliputi  Crude Distillation Unit IV (CDU IV), Plant 1

adalah unit distillasi secara atmospheric dengan berdasarkan perbedaan titik didih secara fisis dengan kapasitas 200 MBSD yang menghasilakn LPG, Naphta, Kerosene, LGO, HGO, dan Long Residue. Desain awal unit 12

ini adalah 40 % bekapai dan 60 % Handil. namun seiring berjalannya waktu, karena terjadi penurunan dari eksplorasi dan juga menipisnya cadangan crude handil dan bekapai, maka sekarang crude yang digunakan sebagai umpan adalah dari bermacam2 daerah, namun tetap dgn spesifikasi yang mendekati desain alat awal.   Naptha Hydrotreater (NHT), Plant 4

adalah unit yang digunakan untuk mengurangi komponen sulphur, oksigen, nitrogen, dan senyawa logam serta menghidrogenasi senyawa olefin yang terkandung dalam heavy naphta dari CDU IV dan HCU (will describe soon) sehingga menjadi produk sweet naphta sehingga dapat dikgunakan menjadi umpan untuk platforming. NHT dengan kapasitas produksi 20 MBSD terletak di komplek Kilang Balikpapan II.  Platformer Unit, Plant 5

adalah unit yg dirancang untuk membentuk molekul hidrokarbon tertentu yang dapat digunakan untuk bahan bakar mesin secara katalitik dalam rentang titik didih naphta daan menghasilkan komponen bahan bakar yang memiliki nilai oktan tinggi. Kapasitas Platfomer yang ada di Kilang Balikpapan II adalah 20 MBSD.  LPG Recovery Unit, Plant 6

adalah unit yang memisahkan LPG campuran dari distilasi crude di CDU IV dan CDU V (will describe soon, too).  Sour Water Stripper Unit (SWS), Plant 7

adalah unit yang menghilangkan hidrogen sulfida (H2S) serta amoniak  (NH3) dari air buangan (sour water) unit CDU IV, HVU II, HC Unibion Unit, naphta Hydrotreater dan LPG recovery Unit.

13

 LPG Treater Unit, Plant 9

adalah unit yang bertujuan menghilangkan kandungan sulphur yang  berlebihan pada LPG yang berasal dari LPG recovery Unit.

 b. Hydrocracking Complex HCC) yang meliputi :  High Vacuum Unit II (HVU II), Plant 2

HVU merupakan unit yang mengolah Long Residu dari proses distilasi dan mengubahnya menjadi LVGO (Light Vacum Gas Oil), dan Short Residue. Ada dua HVU, yaitu HVU-III yang ada di Kilang Balikpapan I  berkapasitas 25 MBSD, dan HVU-II di Kilang Balikpapan II dengan kapasitas 81 MBSD.  Hydrocracking Unibon (HCU II), Plant 3

HCU berfungsi memproses Hydrocarbon berat menjadi Hydrokarbon ringan melalui proses perengkahan secara katalis dengan injeksi gas H2. HCU terdapat di kompleks Kilang Balikpapan II, yaitu HCU-A dengan kapasitas 27,5 MBSD dan HCU-B dengan kapasitas sama 27,5 MBSD. 

Hydrogen Plant, Plant 3 H2 Plant berfungsi menghasilkan gas H2 dengan tingkat kemurnian 97  persen. Gas H2 ini digunakan untuk menunjang proses di HCU. Ada dua H2 Plant, keduanya ada di Kilang balikpapan II, yaitu H2 Plant-A dan H2 Plant-B.



Hydrogen Recovery Plant, Plant 38



Flare Gas Recovery, Plant 19

14

Gambar 2.1 Diagram Alir Proses di Kilang Balikpapan

Dengan kapasitas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1 Unit Proses dan Kapasitas di RU V No.

Plant

Jumlah

Kapasitas

1

Crude Distillation

2 Unit

260 MBSD

2

Vacuum Distillation

2 Unit

106 MBSD

3

Hydrocracker

2 Unit

55 MBSD

4

NHT Platformer

1 Unit

20 MBSD

5

LPG Recovery

1 Unit

534 Ton/hari

6

Wax Plant

1 Unit

150 Ton/hari

Pembangunan

Kilang

Balikpapan

II

dilatarbelakangi

oleh

keinginan pemerintah untuk mengembangkan Indonesia Timur karena selama waktu tersebut pembangunan sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Indonesia bagian

15

 barat dan untuk mengurangi subsidi BBM, dimana dalam RAPBN tahun 1981/1982 terungkap bahwa subsidi terbesar yang dikeluarkan pemerintah adalah subsidi BBM. Subsidi yang besar tersebut disebabkan oleh kenaikan harga minyak mentah dan  produksi BBM dalam negeri belum mencukupi. Pada mulanya, kilang Balikpapan di desain untuk mengolah minyak mentah yang berasal dari lapangan minyak lokal yaitu lapangan minyak Attaka, Badak, Bekapai, Handil, Sepinggan, dan Tanjung. Namun ketika cadangan minyak mentah di tempat tersebut mulai menipis maka untuk memenuhi pasokan kilang, pada saat ini kilang Balikpapan mengolah minyak mentah dari lapangan lain seperti Arjuna, Belida, Duri, Minas, dan Widuri. Selain itu, kilang Balikpapan mampu mengolah minyak yang didatangkan dari luar negeri seperti Arabian Superlight (Saudi Arabia), Bachho (Vietnam), Jabiru (Australia), Sarir (Libya), Tapis (Malaysia) dan lain-lain. Kilang ini dirancang untuk mengolah campuran minyak Handil (60%) dan Bekapai (40%), namun dengan terbatasnya cadangan minyak-minyak tersebut kilang Balikpapan II saat ini mengolah berbagai macam campuran minyak yang spesifikasinya mendekati minyak Handil dan Bekapai.

2.2 Produk Kilang PT Pertamina RU V Balikpapan

Kilang ini mengolah minyak mentah menjadi produk-produk yang siap dipasarkan. Produk tersebut meliputi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Non Bahan Bakar Minyak (NBBM). Produk jadi yang mampu diproduksi kilang ini adalah LPG,  premium, avtur, kerosin, gas oil, fuel oil, dan naphta. Bahan bakar Non BBM yaitu Liquified Petroleum Gas (LPG) dan Lilin (Wax).

16

Tabel 2.2 Komposisi Desain Feed (Crude) RU’s

2.3 Proses Wax 2.3.1 TAHAPAN PROSES DALAM PRODUKSI WAX

Dewaxing, adalah proses pemisahan kandungan wax dari Paraffinic Oil Distillate (POD) dengan hasil yang disebut sebagai slack wax. Sweating, adalah proses dengan pemanasan secara bertahap terhadap slack wax untuk menurunkan oil content dengan hasil yang disebut dengan scale wax. Treating, adalah proses men-stabil-kan kualitas produk wax dengan menghilangkan senyawa-senyawa hydrocarbon tidak jenuh, cyclo dan aromatic yang terkandung dalam wax. Moulding, adalah proses akhir produksi untuk keperluan penangan (handling) dalam pemasaran, berupa proses pencetakan wax dalam beberapa

17

 bentuk final product yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen atau  proses finishing lanjutannya.

Gambar 2.2 Process Flow Diagram Wax Plant PT. Pertamina UPV Balikpapan

2.3.2 URAIAN PROSES DEWAXING UNIT

Teknologi

proses

dewaxing

adalah

proses

dewaxing

dengan

menggunakan solvent dan proses dengan chilling-pressing. Proses dewaxing menggunakan solvent banyak diaplikasikan pada proses produksi lube base dengan cara melarutkan wax dari paraffin distillate pada temperature yang ditentukan sehingga wax dapat dipisahkan dari minyak. Proses dewaxing dengan chilling-pressing adalah tipe proses yang sederhana menggunakan  proses pendinginan umpan dan proses filtrasi bertekanan untuk memisahkan kristal paraffin. Pemisahan berbagai grade kristal paraffin secara umum didasarkan pada perbedaan properties melting point dengan pengaturan temperatur pendinginan proses dewaxing.

18

Pada pabrik lilin di PT. Pertamina (Persero) UP V Balikpapan, bahan baku Paraffinic Oil Distillate (POD) dihasilkan dari Unit Distilasi Vacuum (HVU-III) dan berasal dari pengolahan Minyak Mentah Parafinis, mode operasi secara batch  pada setiap tahapan proses dan POD diumpankan secara batch ke masing-masing Filter Press setelah mengalami proses pendinginan pada unit chiller. Proses  penyaringan (Filter Press) Dewaxing berlangsung secara bertingkat (3-seri) pada kondisi operasi (temperature) yang berbeda untuk mendapatkan grade slack wax yang berbeda. Chilling Unit berupa Double Pipe Exchanger yang dilengkapi scrapper  dengan media pendinginan refrigeration system menggunakan refrigerant gas  NH3 berfungsi untuk mendinginkan umpan ke Filter Press pada masing-masing tingkat pendinginan Filter Press. Fungsi Chiller selain sebagai alat pendingin  juga untuk mengkristalkan wax sebelum dipisahkan dalam Filter Press. Pada Filter Press A dengan temperatur feed ± 30 oC akan dihasilkan A-Cake dan Filtrat A Filter Oil sebagai feed B-Filter Press dengan pendinginan pada temp ± 20 oC akan dihasilkan B-Cake dan Filtrat B Filter Oil. B Filter Oil sebagai feed C-Filter Press didinginkan pada temp ± 10 oC dan dihasilkan C-Cake dan C Filter Oil. Masing-masing Cake yang dihasilkan dari Filter Press dicairkan pada Melting Box untuk selanjutnya disimpan pada Slack Wax Tank dalam kondisi cair. C-Filter Oil ditampung di tanki dan selanjutnya digunakan sebagai campuran feed Unit Hydrocracker. Untuk mempersiapkan feed pada proses selanjutnya (sweating) dilengkapi dengan fasilitas blending untuk pencampuran Cake sesuai target grade produksi.

2.3.3 DISKRIPSI PROSES SWEATING UNIT

Proses Sweating umumnya didasarkan pada hasil percobaan (experiment) dan  pengalaman (experience). Proses sweating adalah proses wax deoiling dengan  prinsip kesetimbangan fase antara cair-padat (proses rekristalisasi). Efek deoiling 19

terjadi karena kadar minyak dalam fase liquid lebih tinggi dibandingkan dalam fase padat, sehingga proses melting akan memisahkan oil dari padatan slack wax. Pemanasan secara bertahap (gradually) padatan slack wax akan melelehkan low melting point paraffin bersamaan dengan kandungan oil dipisahkan yang pada target tertentu akan didapatkan wax dengan melting point lebih tinggi. Fasilitas proses sweating di Wax Plant UP-V terdiri dari Vertical Tube Stove (VTS) yang dioperasikan untuk grade wax domestic dan Sweating Box untuk  grade ekspor dengan prinsip proses pada dasarnya sama. Proses Sweating  berlangsung secara batch dengan jumlah umpan sesuai kapasitas alat. Tahapan  proses secara umum terdiri dari (a) water filling, (b) slack wax filling, (c) cooling, (d) sweating (gradually heating) dan (e) melting. Untuk proses cooling dan heating dilengkapi dengan sistem sirkulasi air dingin dan cooling tower  system dan sirkulasi air panas dengan sumber pemanasan berasal dari steam.

A. Proses Sweating dengan VTS (Vertical Tube Stove)

VTS berupa vessel silinder tegak dilengkapi dengan tube-tube berfungsi sebagai media perpindahan panas dengan mengalirkan cooled water pada saat cooling dan warm water dengan injeksi steam pada tahap heating (sweating). Bagian shell VTS diisi dengan slack wax yang pada bagian bawahnya dilengkapi dengan perforated plate berfungsi sebagai penahan solid slack wax selama proses sweating berlangsung. Kapasitas masing-masing VTS sebesar ± 40 ton slack wax  per batch. Perbedaan grade produksi ditentukan oleh perbedaan properties feed slack wax yang diumpankan. Sebelum slack wax diumpankan, VTS diisi terlebih dahulu dengan air sampai  batas di atas perforated plate agar slack wax beku tertahan di perforated plate. Slack wax dipompakan masuk ke shell VTS hingga penuh dan dilanjutkan  pendinginan dengan mensirkulasikan air pendingin ke dalam tubes hingga temperature pembekuan sempurna (±7 jam). Selanjutnya lakukan pemutusan (drain) air di bawah slack wax beku, sehingga slack wax akan tertahan pada 20

 perforated plate. Proses sweating dimulai dengan sirkulasi air panas dan injeksi steam untuk menaikkan temperature slack wax secara bertahap dengan kenaikan ± 2 oC per jam hingga target temperature 45 oC dan selanjutnya kenaikan temperature ± 1 oC per jam hingga didapatkan produksi scale wax. Pemanasan menyebabkan terbentuknya oil pada permukaan wax. Oil dan Lower  Melting Point Wax akan terdrain dengan kenaikan temperature. Lelehan pada tahap pemanasan diambil sebagai Foots Oil dan Recycle Oil dengan pedoman hingga Specific Gravity 0,7800. Dari pedoman analisa SG tersebut, Melting Point & Oil Content proses sweating dihentikan dan selanjutnya dilakukan proses melting untuk diambil sebagai produk Scale Wax (dengan pemanasan sampai dengan 80 oC). Pengoperasian VTS hingga saat ini dapat menghasilkan grade produksi Hard Hard Paper (HHP), Hard Semi Refined (HSR), Yellow Batik Wax (YBW) dan Match Wax (MW). Waktu siklus (cycle time) pengoperasian VTS tiap batch  berkisar +26

jam

dengan

yield produksi

berkisar 37,5

%

on

feed.

B. Proses Sweating dengan Sweating Box

Prinsip proses sama dengan VTS dengan kapasitas 300 kilo-liter per batch terdiri dari 2 buah sweating box untuk memproduksi FRW grade (ekspor). Sweating box dilengkapi sistim kendali instrumentasi (sequence program) yang lebih baik dan akurat dibandingkan dengan VTS. Bentuk peralatan utama berupa vessel box yang dilengkapi coil sirkulasi pendinginan dan pemanasan, perforated  plate dan 2 buah chamber. Untuk keperluan pendinginan dilengkapi fasilitas sirkulasi air dingin dan cooling tower. Untuk keperluan pemanasan dilengkapi fasilitas sirkulasi air panas dengan injeksi steam pada hot water tank. Pengisian slack wax didahului dengan pengisian air hingga batas di atas  perforated plate (hal yang perlu diperhatikan adalah analisa melting point umpan sebagai set point program / controller). Kecepatan aliran pengisian slack wax dijaga + 50 m3 per jam untuk menghindari terjadinya unbalance di 2 chamber  21

dari sweating box. Proses pendinginan dengan sirkulasi air dingin hingga mencapai target (Melting Point  – 10oC), dipastikan dengan drain water telah  bebas minyak atau wax. Lakukan pemutusan (drain) seal water dan Hentikan sirkulasi air dingin. Lanjutkan dengan heating step 1 & 2 dimana programable controler di-set target temperature dan kenaikannya: Heating

step

1,

dengan

kenaikan

1

oC/jam

hingga

target

MP.

Heating step 2, dengan kenaikan 0.1 C/jam dari MP hingga (MP+10) oC. Foots oil 1 diambil sebagai bahan baku VTS & Foots oil 2 sebagai scale wax untuk grade domestic. Pedoman akhir proses sweating didasarkan pada analisa Specific Gravity, Melting Point, dan Oil Content dari foots oil. Pengambilan produk scale wax dilakukan dengan proses melting hingga semua scale wax di-draw off ke intermediate scale wax tank. Cycle time pengoperasian Sweating Box rata-rata 115 jam (grade FRW 135P) versus design hanya 100 jam. Yield produksi yang dapat dicapai untuk grade produksi FRW 135P rata-rata 25 - 30 %.

2.3.4 DISKRIPSI PROSES TREATING UNIT

Proses treating produksi wax yang cukup dikenal luas adalah tipe Acid Clay dan Hydrotreating. Acid clay treating melibatkan proses yang sederhana dan efektif, namun adanya rugi-rugi (losses) hasil reaksi, pemakaian asam sulfat  pekat dan ekses buangan limbah acid sludge harus dipertimbangkan dalam aplikasinya. Wax Hydrotreating memiliki kelebihan berupa proses kontinyu katalitis, yield maximum, tanpa ekses lingkungan, namun pertimbangan design aplikasinya diperlukan sumber gas H2 (lihat gambar Process Flow Diagram). Tujuan proses treating adalah stabilisasi kualitas produk wax dengan menghilangkan senyawasenyawa hydrocarbon paraffin yang tidak diinginkan seperti cyclo, aromat dan senyawa hydrocarbon tidak jenuh.

22

Gambar 2.3 Proses Flow Diagram Wax Hydrotreating Unit

2.3.5 DISKRIPSI PROSES ACID-CLAY TREATING

Aplikasi proses treating wax dengan acid clay melibatkan pemakaian H2SO4  pekat dengan konsentrasi minimum 98%. Oleh karena itu, adanya kandungan air  sangat merugikan, sehingga penanganan umpan scale wax harus dengan drain sempurna dari proses sebelumnya karena proses sweating sangat berpotensi terkontaminasi oleh H2O. Pengenceran H2SO4 dengan adanya air akan menyebabkan korosi akibat reaksi ionisasi membentuk ion SO4= dan bereaksi dengan metal. +

H2SO4 2H + SO4 +

SO4 = + 3Fe Fe2(SO4)3 Rangkaian proses berlangsung pada 2 vessel agitator yang fungsi sebagai agitator asam dan agitator clay yang beroperasi secara batch. Umpan Scale Wax yang telah bebas air dipompakan ke vessel agitator asam sejumlah kapasitas agitator (±14 ton per batch). Penambahan H2SO4 dilakukan secara 2 tahap: Tahap 1 ditambahkan sebanyak 11.5 liter; pengadukan 10 menit, settling 30 menit dan drain acid sludge.

23

Tahap 2 penambahan H2SO4 dengan total ±2.5 % on feed, pengadukan 1 jam, settling 3 jam dan drain acid sludge. Sisa H2SO4 yang tidak bereaksi dinetralkan dengan penambahan kapur + 0.5 % on feed, pengadukan, settling dan drain. Dari agiatator asam, wax ditransfer ke Clay Agitator untuk dilanjutkan dengan  penambahan Clay yang berfungsi mengadsorb gugus impurities dan minyak  dengan target perbaikan thermal stability. Penambahan clay untuk grade FRW sebanyak 2 x lipat dibandingkan untuk grade domestik sebesar 1% on feed,  pengadukan 1.5 jam pada temperatur 100 - 135 oC dengan pemanasan steam coil. Proses akhir dari treating adalah penyaringan partikel padat (ex clay) pada saat pemompaan / rundown produksi melalui Clay Filter Press dengan memakai kain kanvas dan kertas. Proses treating untuk grade Batik Wax dilakukan tanpa acid treating, sedangkan untuk grade MW dilakukan dengan 2 kali acid treating.

2.3.6 DISKRIPSI MOULDING / FINISHING

Pada dasarnya proses produksi wax berakhir setelah proses treating, sedangkan moulding lebih ditujukan untuk finishing dan handling. Beberapa unit  produksi telah mengaplikasikan proses moulding untuk menyiapkan final wax  product seperti lilin (candles) langsung dipasarkan kepada konsumen. Proses moulding kebanyakan lebih bersifat untuk tahap intermediate product dengan tujuan keleluasaan konsumen untuk produksi lanjutan. Fasilitas di Kilang UP-V Balikpapan berupa moulding machine untuk  memproduksi wax dalam bentuk lempengan (slab). Grade wax domestik yang diproduksi sebagai Slab Wax seperti HHP, HSR, YBW; sedangkan Match wax dalam bentuk curah dengan kemasan drum. Grade wax ekspor dalam bentuk bulk  FRW dengan pengiriman melalui cargo kapal laut. Saat ini sedang dijajagi dalam  bentuk slab. Proses moulding di PT. Pertamina (Persero) UP V dilakukan dengan  pemompaan wax dari rundown tank ke moulding machine yang beroperasi secara 24

 batch. Moulding machine yang telah penuh terisi wax mengalami proses  pendinginan di cooling plate dengan media pendinginan air laut selama +2 jam. Dengan proses pendinginan selama 2 jam tersebut, diperhitungkan telah menjadi  padat sempurna dan selanjutnya dibongkar / diambil untuk dikemas ke dalam karung. Ukuran Slab Wax yang dihasilkan dari Kilang PT Pertamina (Persero) UP-V Balikpapan terdiri dari 2 dimensi yaitu (a) 60 x 30 x 4 cm dan (b) 48 x 30 x 4 cm.

2.3.7 FEED & PRODUCT PROPERTIES

Feed Wax Plant pada dasarnya berasal dari pengolahan Minyak Mentah Parafinis yang dialokasikan untuk Kilang Balikpapan I (CDU-V) seperti Minas (SLC), Widuri dan Tanjung. Feed stream Paraffinic Oil Distillate (POD) yang berasal dari HVU-III memiliki tipical physical properties: -

SG = 0.8496

-

Dist. ASTM, IBP =207 oC, FBP = 372 oC

-

Viscosity Engler 50 oC = 1.98 cSt

-

Wax Content= 56 %

-

Congealing Point = 43 oC

Dalam operasionalnya, umpan Dewaxing Unit ditambahkan dengan foots oil (±7%) agar tidak terlampau viscous untuk menghindari gangguan operasi chiller  serta ditujukan untuk pembibitan kristal paraffin. Produk Intermediate Slack Wax memiliki tipical physical properties:

Table 2.3 Physical Properties of Slack Wax 25

Untuk grade produksi FRW 135P, HSR, YBW menggunakan blending antara A-Cake dan B-Cake.

Tabel 2.4 Spesifikasi Produksi Wax Plant UP-V

Gambar 2.4 Diagram Alir Pembuatan Wax

26

BAB III PENUTUP

Pertamina merupakan suatu perusahaan milik negara yang  berfungsi sebagai penyedia dan suplai bahan bakar minyak dan non  bahan bakar minyak yang sangat bermanfaat dalam kehidupan seharisehari. Kilang Unit Pengolahan V Balikpapan terletak di Teluk  Balikpapan yang menempati areal seluas 889 Ha. Kilang UP V awalnya didisain untuk mengolah crude Handil dan Bekapai, namun saat ini mengolah berbagai macam crude (mix crude) baik lokal maupun impor, antara lain : Sepinggan, Senipah, Bunyu, Nanhai, Forchados, Belida, Bacho, dll. Produk-produk Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dihasilkan oleh Kilang Balikpapan berupa : Motor Gasolin (Bensin/Premium), Kerosin (Minyak Tanah), Avtur, Solar, Minyak Diesel, dan Fuel Oil. Sedangkan produk-produk non BBM berupa: Liquified Petroleum Gas (LPG) dan Lilin (Wax).

27

DAFTAR PUSTAKA

http://wikimapia.org/1250721/id/Pertamina-Unit-Pengolahan-V-Balikpapan http://refinery-syaiful-rochman.blogspot.com/ http://putrapratamadany.blogspot.com/2011/07/sejarah-singkat-pt-pertamina-ruv.html http://fikipikiviki.blogspot.com/2011/07/hari-ke-3-kp-di-pertamina-ru-v.html

28

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF