Makalah Regulasi Keuangan Publik Akuntansi Sektor Publik

November 26, 2017 | Author: Ayu Dian Setyani | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Makalah Regulasi Keuangan Publik Akuntansi Sektor Publik...

Description

1. Definisi Regulasi Publik Regulasi berasal dari bahasa inggris, yaitu regulation atau peraturan. Dalam kamus bahasa indonesia (Reality Publisher, 2008) kata “peraturan” mengandung arti kaidah yang dibuat untuk mengatur, petunjuk yang dipakai untuk menata sesuatu dengan aturan, dan ketentuan yang harus dijalankan serta dipatuhi. Regulasi publik adalah ketentuan yang harus dijalankan dan dipatuhi dalam proses pengelolaan organisasi publik, baik pada organisasi pemerintah pusat, pemerintah daerah,partai politik, yayasan dan lain sebagainya. Jadi regulasi keuangan publik adalah ketentuan yang harus dijalankan dan dipatuhi dalam proses pengelolaan organisasi publik, baik pada organisasi pemerintah pusat, pemerintah daerah,partai politik, yayasan dan lain

sebagainya

pada

sektor

keuangan

dan

adminsitrasi

keuangan.1 2. Teknik Penyusunan Regulasi Publik Peraturan adalah gambaran tentang

kebijakan

pengelola

organisasi publik. Peraturan publik disusun dan ditetapkan terkait dengan beberapa hal, di mana yang pertama, adalah regulasi publik dimulai dengana adanya berbagai isu yang terkait dengan regulasi tersebut. Kedua, tidnakan yang diambil terkait dengan isu yang ada adalah berbentuk regulasi atau aturan yang dapat diinterpretasikan sebagai wujud dukungan penuh organisasi publik. Ketiga, peraturan adalah hasil dari berbagai aspek dan kejadian.2

1 Indra Bastian, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar Edisi Ketiga, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), 33 2

Pendahuluan

Mengapa diatur?

Permasalahan dan misi

Dengan apa diatur?

Bagaimana mengaturnya?

Diskusi/Musyawarah

Catatan

Gambar 2.1 Tahapan dalam Penyusunan Regulasi Publik Peraga di atas menunjukkan teknik penyusunan regulasi publik yang berupa rangkaian alur tahapan, sehingga regulasi publik tersebut siap disusun dan kemudian ditetapkan serta diterapkan.  Pendahuluan Perancang regulasi publik wajib mampu mendeskripsikan latar belakang perlunya disusun regulasi publik. Sebuah regulasi publlik disusun karena adanya permasalahan atau tujuan yang ingin dicapai.  Mengapa Diatur Sebuah regulasi publik disusun karena adanya berbagai isu terkait yang membutuhkan tindakan khusus dari organisasi publik. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari

jawaban atas pertanyaan mengapa isu tersebut harus diatur atau mengapa regulasi publik perlu disusun.  Permasalahan dan Misi Sebuah regulasi publik disusund an ditetapkan jika solusi alternatif

atas

dirumuskan.

suatu

Selain

permasalahan

itu,

penyusunan

telah dan

dapat

penetapan

regulasi publik juga dilakukan dengan misi tertentu sebagai wujud

komitmen

serta

langkah

organisasi

publik

menghadapi rumusan solusi permasalahan yang ada.  Dengan Apa Diatur Ada berbagai jenjang regulasi publik yang sudah dikenal luas. Sebagai contoh, dalam organisasi pemerintahan, di setiap jenjang struktur pemerintahan dikenal regulasi tersendiri,

seperti

peraturan

daerah

atau

keputusan

kepada daerah sebagai aturan di daerah. Bentuk aturan lainnya adalah Undang-undang Dasar, Undang-undang, Peraturan

Pemerintah

Pengganti

Undang-undang,

Peraturan Pemeritnah dan Peraturan Presiden. Setiap permasalahan harus dirumuskan dengan jenjang regulasi yang akan mengaturnya, sehingga permasalahan tersebut segera dapat disikapi dan ditemukan solusi yang tepat sasaran.  Bagaimana Mengaturnya Substasi regulasi publik yang disusun harus bisa menjawab pertanyaan bagaimana solusi atas permasalahan yang ada akan dilaksanakan. Dengan demikian, regulasi publik yang disusun organisasi

benar-benar publik

merupakan dalam

wujud

kebijakan

menghadapi

berbagai

permasalahan publik yang ada.  Diskusi/Musyawarah Materi regulasi publik harus disusun dan dibicarakan melalui mekanisme forum diskusi atau pertemuan khusus publik yang membahas regulasi publik. Materi tersebut

harus

dipersiapkan

melalui

proses

penelitian

yang

menggambarkan aspirasi publik yang betul. Karena itu, mareri yang dibahas akan benar-benar menggambarkan permasalahan yang ada dan aspirasi masyarakat. Forum diskusi penyusunan regulasi biasanya telah ditetapkan sebagai bagian dari proses penyusunan regulasi organisasi publik.

Sebagai

contoh,

Musyawarah

Perencanaan

merupakan

forum

di

pemerintah,

Pembangunan

diskusi

perumusan

mekanisme (Musrenbang) perencanaan

pembangunan; demikian juga, rapat pembahasan Undangundang, sidang paripurna di DPR/D, dan lain-lain.  Catatan Catatan yang dimaksud adalah hasil dari proses diskusi yang dilakukan sebelumnya. Hasil catatan ini akan menjadi wujud tindak lanjut dari keputusan organisasi publik menyangkut bagaimana regulasi publik akan dihasilkan dan dilaksanakan terkait isu atau permasalahan yang dihadapi.

Dalam istilah teknik, tahapan penyusunan regulasi publik diatur dengan aturan masing-masing organisasi publik. Aturan tersebut dapat mengatur cara penyusunan draft regulasi maupun tahapan mulai dari penyusunan, pembahasan, analisis, hingga penetapan regulasi.3 3. Regulasi Dalam Siklus Akuntansi Sektor Publik Setiap organisasi publik pasti menghadapi berbagai isu dan permasalahan, baik yang berasal dari luar (lingkungan) maupun dari dalam organisasi. Oleh karena itu, setiap organisasi publik

3

pasti

mempunyai regulasi

publik

sebagai

wujud

kebijakan

organisasi dalam menghadapi isu dan permasalahan yang ada. Dalam organisasi akuntansi sektor publik, tahapan organisasi selalu terjadi di semua organisasi publik. Semua proses tersebut terangkai

mulai

dari perencanaan, penganggaran, realisasi

anggaran, pengadaan barang dan jasa, pelaporan keuangan, audit, serta pertanggungjawaban publik. Dalam menghadapinya, organisasi publik pun menggunakan regulasi publik sebagai alat untuk memperlancar jalannya siklus akuntansi sektor publik agar tujuan organisasi dapat tercapai. Regulasi Laporan Pertanggung jawaban Publik

Regulasi Rencana Publik

Regulasi Anggaran Publik

Akuntansi Sektor Publik Regulasi Tentang TabelRegulasi 2.1 Pengadaan Hasil Regulasi dari Siklus Akuntansi Sektor Barang dan Jasa Publik

Pelaksanaan Realisasi AnggaranPublik

Publik

Regulasi Tahapan dalam Siklus

Contoh Hasil Regulasi Publik

Akuntansi Sektor Publik

Peraturan Pemerintah No. 7/2005 Regulasi Perencanaan Publik

mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Undang-Undang Republik Indonesia

Regulasi Anggaran Publik

Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007

Regulasi tentang Pelaksaan Realisasi

-

Anggaran Publik

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2006 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2007

-

Otorisasi Kepala Daerah Dokumen

Regulasi Pengadaan Barang dan Jasa Publik Regulasi Laporan Pertanggungjawaban Publik

Pelaksaan Anggaran (DPA) SK Gubernur tentang Pemenang dalam Pengadaan Barang dan Jasa Peraturan Daerah tentang Penerimaan Laporan Pertanggungjawaban Gubernur/Bupati/Walikota.

Sebagai contoh, berikut adalah siklus dan table regulasi publik pada masing-masing proses akuntansi sektor publik di organisasi pemerintahan. Tabel 2.2 Contoh

Regulasi

Publik

yang

Mengatur

Akuntansi Sektor Publik Regulasi Tahapan dalam Siklus

Contoh Hasil Regulasi Publik

Akuntansi Sektor Publik -

UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Perencanaan publik

Nasional Surat Edaran Bersama No 0295/M.PPN/I/2005050/166/SJ tentang Tata Cara Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan

Penganggaran publik

-

Pembangunan Tahun 2005 UU No 17 tahun 2003 tentang

-

Keuangan Daerah UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Dan

-

Daerah Permendagri No 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

-

Keuangan Daerah Permendagri No 59 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan

Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah UU No 1 tahun 2004 tentang

Realisasi anggaran publik

Perbendaharaan Negara PP No 8 Tahun 2005 tentang Pelaporan

Pelaporan keuangan sektor publik

Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah - UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Audit sektor publik

-

Tanggung Jawab Keuangan Negara SK BPK No 1 Tahun 2008 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan

Negara Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 2006 Pertanggungjawaban publik

tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah

4. Penyusunan Regulasi Publik Regulasi dalam sektor publik adalah instrumen aturan yang secara

sah

diterapkan

menyelenggarakan

oleh

perencanaan,

organisasi

publik

penganggaran,

ketika realisasi

anggaran, pengadaan barang dan jasa, pelaporan keuangan, audit, dan pertanggungjawaban publik.4 Perumusan Masalah Penyusunan regulasi publik diawali

dengan

merumuskan

masalah yang akan diatur. Salah satu cara untuk menggali permasalahan ini adalah melakukan penelitian. Untuk masalah publik yang ada dalam masyarakat, observasi atas objek permasalahan itu harus dilakukan. Perumusan masalah publik meliputi hal-hal berikut: a. Apa masalah publik yang ada! b. Siapa masyarakat yang perilakunya bermasalah! 4 Ibid, 37

c. Siapa aparatpelaksana yang perilakunya bermasalah! d. Analisis keuntungan dan kerugian atas penerapan regulasi publik! e. Tindakan apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah publik! Terkait dengan akuntansi sektor publik, masalah-masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut : Tabel 2.3 Contoh Masalah Publik Tentang Akuntansi Sektor Publik Tahapan Siklus ASP

Perencanaan Publik

Penganggaran public Realisasi anggaran public

Permasalahan

Pihak Terkait

Ketimpangan

Bagian

pelayanan publik

perencanaan,bagian

(kesehatan,

program,stakeholde

pendidikan) Alokasi anggaran

r

pelayanan publik minimal Jumlah pencairan dana tidak sesuai dengan anggaran

Bagian anggaran, bagian keuangan Bagian anggaran, bagian keuangan Bagian pengadaan,

Pengadaan barang

Informasi tidak

organisasi penyedia

dan jasa publik

transparan

layanan barang dan

Pelaporan keuangan

Ketidaktepatan

sektor publik

waktu pelaporan

Audit sektor bank

Kurangnya bukti

jasa Bagian keuangan Audit internal, audit eksternal

Keterbatasan Pertanggungjawaba

pendistribusian

Kepala organisasi,

n publik

informasi

legislative

Hasil analisis akan menjelaskan signifikan keberhasilan atau kegagalan penerapan regulasi publik dalam organisasi publik. Tabel 2.4 Contoh Analisis Permasalahan Publik Permasalahan Ketimpangan pelayanan publik (kesehatan, pendidikan) Alokasi anggaran pelayanan publik minimal Jumlah pencairan dana tidak sesuai dengan anggaran

Kerugian Masyarakat tidak dapat dilayani kebutuhannya Pencapaian target tidak maksimal

Program tidak berjalan secara baik

Solusi tindakan Penyusunan daftar skala prioritas Penambahan alokasi bagi pelayanan publik Pendisiplinan anggaran dan perbaikan sistem perealisasian anggaran Perluasan akses ke

Pilihan kriteria

informasi yang

Informasi tidak

organisasi penyedia

terkait dengan

transparan

layanan barang dan

mekanisme

jasa

pengadaan barang

Ketidaktepatan

Mengacaukan

waktu pelaporan

jadwal kegiatan

Kurangnya bukti

dan jasa Penertiban penyusunan laporan keuangan Perbaikan sistem

Ketidakpercayaan

akuntansi dan

publik

pengarsipan dokumen transaksi

Keterbatasan pendistribusian informasi

Respon masyarakat

Perluasan akses

minim

informasi

Perumusan Draft Regulasi Publik Secara sederhana, draft regulasi publik harus dapat menjelaskan siapa organisasi pelaksana aturan, kewenangan apa yang diberikan padanya, perlu tidaknya memisahkan antara organ pelaksana peraturan dan organ yang menetapkan sanksi atas ketidakpatuhan, persyaratan apa yang mengikat organisasi pelaksana, serta apa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada aparat pelaksana jika menyalahgunakan wewenang. Rumusan permasalahan dalam masyarakat berkisar pada siapa yang berperilaku bermasalah tersebut, dan jenis sanksi yang akan digunakan

untuk

memaksakan

kepatuhan.

Penataan

jenis

perilaku akan menghasilkan regulasi publik tentang larangan atau izin dan kewajiban melakukan hal tertentu atau dispensasi. Prosedur Pembahasan Tiga tahap penting dalam pembahasan draft regulasi publik, yaitu dengan lingkup tim teknis pelaksana organisasi publik (eksekutif), dengan lembaga legislatif (dewan penasehat, dewan penyantun, dan lain-lain) dan dengan masyarakat. Pembahasan

pada

lingkup

tim

teknis

adalah

yang

lebih

mereperensi kepentingan ekskutif (manajemen). Setelah itu, dilakukan masyarakat).

Public

Hearing (pengumpulan

Pembahasan

pada

lingkup

pendapatan legislatif

dan

masyarakat biasanya sangat sarat dengan kepentingan politisi. Pengesahan dan pengundangan Tahap pengeshan draft regulasi publik yang dilakukan dalam bentuk penandatanganan naskah oleh pihak organisasi publik

(pimpinan organisasi). Kemudian dilakukan anjuran tahapan sosialisasi

regulasi

publik,

hal

ini

diperlukan

agar

terjadi

komunikasi hukun antara regulasi publik dan masyarakat yang harus dipatuhi. Perancang regulasi akuntansi sektor publik merupakan

orang

yang

secara

substansial

menguasai

permasalahan publik didaerah tersebut. 5. Review Regulasi yang Terkait dengan Akuntansi Sektor Publik 5.1 Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi Perjalanan akuntansi sektor publik di era pra reformasi didasari pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pengertian Daerah dalam era pra reformasi adalah daerah tingkat I yang meliputi propinsi dan daerah tingkat II yang meliputi kotamadya atau kabupaten.

Di

samping

itu,

ada

beberapa

peraturan

pelaksanaan yang diturunkan dari perundang-undangan, antara lain5: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan,

Pertanggungjawaban,

dan

Pengawasan

Keuangan Daerah. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan APBD. 3. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900 – 099 Tahun 1980 tentang Manual Administrasi Keuangan Daerah. 4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.2 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBD 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 5 Ibid, 39

6. Keputusan

Mendagri

Nomor

3

Tahun

1999

tentang

Bentukd an Susunan Perhitungan APBD. Berdasarkan

peraturan-peraturan

di

atas,

karakter

pengelolaan keuangan daerah di era pra reformasi dapat dirinci sebagai berikut: 1. Pengertian Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD (pasal 13 ayat (1) Undang-Undang nomor 5 Tahun 1975). Artinya, tidak terdapat pemisahan secara konkrit antara eksekutif dan legislatif. 2. Perhitungan APBD berdiri

sendiri,

terpisah

dari

pertanggungjawaban Kepala Daerah (pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975). 3. Bentuk laporan perhitungan APBD terdiri atas: a. Perhitungan APBD b. Nota Perhitungan c. Perhitungan Kas dan Pencocokan antar Sisa Kas dan Sisa Perhitungan dilengkapi dengan lampiran ringkasan perhitungan pemerintah

pendapatan Nomor

6

dan

tahun

belanja 1975

dan

(peraturan Keputusan

Mendagri nomor 3 Tahun 1999). 4. Pinjaman, baik pinjaman Pemda maupun pinjaman BUMD, diperhitungkan sebagai pendapatan Pemerintah Daerah, yang dalam sturktur APBD menurut Kepmendagri No. 903057 Tahun 1988 tentang Penyempurnaan Bentuk dan Susunan Anggaran Pendapatan Daerah masuk dalam Pos Penerimaan Pembangunan.6 5. Unsur-unsur yang terlibat dalam penyusunan APBD adalah Pemerintah Daerah yang terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD saja, belum melibatkan masyarakat. 6. Indikator kinerja Pemerintah Daerah mencakup: a. Perbandingan antara anggaran dan realisasinya 6 Ibid, 50

b. Perbandingan antara standar biaya dengan realisasinya c. Target dan persentase fisik proyek yang tercantum dalam

penjabaran

Pemerintah

Nomor

Perhitungan 6

Tahun

APBD

1975

(Peraturan

tentang

Cara

Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhiutngan APBD) 7. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan Laporan Perhitungan APBD, baik yang dibahas DPRD maupun yang tidak dibahas DPRD, tidak mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan Kepala Daerah. 6. Dasar Hukum Keuangan Sektor Publik Penyelenggaraan pemerintahan ditujukan untuk mengkoordinasi pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara, baik keuangan negara maupun keuangan daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 perlu dilaksanakan secara professional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.7 6.1 Dasar Hukum Keuangan Negara Keuangan negara dapat diinterpretasikan

sebagai

pelaksanaan hak dan kewajiban warga yang dapat dinilai dengan uang, dalam kerangka tata cara penyelenggaraan pemerintahan. tersebut

dapat

Wujud

pelaksanaan

diidentifikasi

keuangan

sebagai

segala

negara bentuk

kekayaan, hak, dan kewajiban negara tersebut dapat diidentifikasi sebagai segala bentuk kekayaan, hak, dan kewajiban negara yang tercantum dalam APBN dan laporan pelaksanaannya.

7 Ibid, 42

Tabel 6.1 Hak dan Kewajiban Warga Negara

Kewajiban Negara adalah Berup

Hak-hak Negara yang Dimaksud, Mencakup Antara Lain: 1. Hak monopoli mencetak dan mengedarkan uang 2. Hak untuk memungut sumber-sumber

keuangan,

seperti pajak, bea d an cukai 3. Hak untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dinikmasi

oleh

Pelaksanaan Tugas-tugas Pemerintah sesuai daengan

Pembukaan UUD 1945, yaitu: 1. Melindungi segenap ban

Indonesia dan seluruh tump

darah Indonesia 2. Memajukan kesejahteraan umu 3. Mencerdasrkan kehidup bangsa 4. Ikut melaksanakan dunia

khalayak

dan keadilan sosial.

dapat

memperoleh (kontra prestasi) sebagai sumber) penerimaan negara.

Pelaksanaan kewajiban atau tugas-tugas pemerintah tersebut dapat berupa pengeluaran dan diakui sebagai belanja negara. Dalam

UUD

1945

Amandemen

IV2,

secara

khusus

diatur

mengenai Keuangan Negara, yaitu pada BAB VIII pasal 23 yang berbunyi sebagai berikut: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.8 8 Ibid, 47

berdasar

kemerdekaan, perdamaian aba

umum, yang dalam hal ini pemerintah

yang

ketertib

2. Segala Pajak untuk keperluan negara berdasarkan UndangUndang 3. Jenis dan harga mata uang ditetapkan dengan UndangUndang 4. Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan UndangUndang 5. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara dadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, ditetapkan UndangUndang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

untuk

tahun

anggaran

yang

bersangkutan.

Penyusunan APBN bukan hanya untuk memenuhi ketentuan konstitusional yang dimaksud pada pasal 23 ayat (1) UUD 1945, tetapi juga sebagai dasar rencana kerja yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyusunannya didasarkan atas

Rencana

Strategi

dalam

UU

Propenas,

dan

pelaksanaannya dituangkan dengan Undang-Undang yang harus dijalankan oleh Presiden/ Wakil Presiden dan Menterimenteri serta pimpinan Lembaga Tinggi Negara lainnya. Setelah pengesahan UU APBN, APBN dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. 6.2

Dasar Hukum Keuangan Daerah Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

pembagunan nasional didasari pada prinsip otonomi daerah dalam pengelolaan sumber daya. Pinrip otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas dan tanggung jawab

nyata

pada

pemerintahan

daerah

secara

proporsional.

Dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, baik yang berupa uang maupun sumber daya alam,

pemerintah

mengembangkan

pusat

suatu

dan

sistem

pemerintah perimbangan

daerah keuangan

antara pusat dan daerah yang adil. Sistem ini dilaksanakan untuk mencerminkan pembagian tugas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara transparan. Kriteria keberhasilan pelaksanaan sistem ini adalah tertampungnya aspirasi semua warga, dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam proses pertanggungjawaban eksplorasi sumber daya yang ada dan pengembangan sumber-sumber pembiayaan. Berdasarkan pasal 18 UUD 1945 Amandemen IV, tujuan pembentukan Daerah Otonom adalah meningkatkan daya guna

penyelenggara

masyarakat

dan

pemerintahan

melaksanakan

untuk

program

melayani

pembangunan.

Selanjutnya, Daerah Otonom didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu dan

berwenang

mengatur

serta

mengurus

kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam

rangka

penyelenggaraan

daerah

otonom,

menurut penjelasan pasal 64 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, fungsi penyusunan APBD adalah untuk :9 1. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada Rakyat Daerah yang bersangkutan; 2. Mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab; 9 Ibid, 48

3. Member

isi

dan

arti

kepada

tanggung

jawab

Pemerintah Daerah umumnya dan Kepala Daerah khususnya, Belanja

karena

Daerah

Anggaran

itu

Pendapatan

menggambarkan

dan

seluruh

kebijaksanaan Pemerintah Daerah; 4. Melaksanakan pengawasan terhadap pemerintahan daerah dengan cara yang lebih mudah dan berhasil guna; 5. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada Kepala Daerah

untuk

melaksanakan

penyelenggaraan

Keuangan Daerah di dalam batas-batas tertentu. Penyusunan APBD haruslah diletakkan dalam kerangka perencanaan pembangunan jangka menengah yang mempertimbangkan

skala

prioritas

pembangunan.

Selanjutnya, pelaksanaan APBD haruslah dikendalikan menurut sasaran-sasaran yang jelas dan terukur. Jadi, baik penyusunan maupun pelaksanaan APBD tidak dapat

dipisahkan

dengan

proses

pembangunan

berjangka menengah dan berskala nasional. 7. Akuntansi Sektor Publik Memasuki Era Desentralisasi Kebijakan

desentralisasi

telah

mengubah

sifat

hubungan

antarpemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar BUMN dengan Pemerintah Pusat; antar Pemerintah dengan masyarakat, dan

berbagai

entitas

lain

dalam

pemerintahan.

Peranan

pelaporan keuangan telah berubah dari posisi administrasi semata menjadi posisi akuntabilitas di tahun 2000. Pergeseran peranan laporan keuangan ini telah membuka peluang bagi posisi akuntansi sektor public dalam manajemen pemerintahan dan organisasi sektor publik lainnya. Jadi tujuan akuntansi sektor

publik adalah untuk memastikan kualitas laporan keuangan dalam pertanggungjawaban publik. Sebagai perspektif baru, berbagai prasarana akuntansi sektor publik perlu dibangun, seperti : a. Standar Akuntansi Sektor Publik untuk Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Daerah, dan organisasi sektor publik lainnya; b. Account code untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, maupun organisasi sektor publik lainnya, di mana review terhadap transaksi yang berkaitan dapat dilakukan dalam rangka konsolidasi dan audit; c. Jenis Buku Besar atau Ledger

yang

menjadi

pusat

pencatatan data primer atas semua transaksi keuangan Pemerintah; d. Manual Sistem Akuntansi Pemerintahan dan Organisasi lainnya yang menjadi pedoman atas jenis-jenis transaksi dan perlakuan akuntansinya. Dengan kelengkapan prasarana tersebut, para petugas di bidang akuntansi

dapat

melakukan

pencatatan,

peringkasan,

dan

pelaporan keuangan, baik secara manual maupun komputasi. Akibat tak

tersedianya

prasarana

diatas,

muncul persepsi

bahwa:10 a. Akuntansi adalah sesuatu yang sulit; b. Akuntansi harus dikerjakan oleh SDM yang terdidik dalam jangka waktu panjang. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi Reformasi politik di Indonesia telah mengubah sistem kehidupan negara. Tuntuan good governance diterjemahkan sebagai terbebas dari tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme. 10 Ibid, 49

Pemisahan kekuasaan antareksekutif, judikatif, dan legislative dilaksanakan. Selain itu, partisipasi masyarakat akan mendorong praktik demokrasi dalam pelaksanaan akuntabilitas publik yang sesuai dengan jiwa otonomi daerah. Undang-undang

Nomor

22

Tahun

1999

tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah 2 (dua) undang-undang yang berupaya mewujudkan otonomi daerah yang lebih luas. Sebagai penjabatan otonomi tersebut di bidang administrasi keuangan daerah, berbagai peraturan prundangan yang

lebih

operasional

dalam

era

reformasi

pun

telah

dikeluarkan. Beberapa regulasi yang relevan bisa disebut sebagai berikut: 1. Undang-undang

Perbendaharaan

Indonesia

(Indische

comptabiliteitswet, staastsblad Tahun 1925 Nomor 448), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53) 2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999

tentang

Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi,

dan

Nepotisme

(Lembaran

Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah

dan

Kewenangan

Propinsi

sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan;11 5. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4022); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dalam rangka Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah; 9. Perturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Daerah; 10. Peraturan Pemerintah Nomor

110

Tahun

2000

tentang Kedudukan Keuangan DPRD; 11. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3930); 12. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 17 November 2000 Nomor 903/2735/SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2001; 13. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2002; 14. Kepmendari No 29 Tahun 2002 tentang Pedoman dan Pengurusan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah – APBD 8. Permasalahan Regulasi Keuangan Publik Di Indonesia

11 Ibid, 51

Permasalahan regulasi keuangan publik di Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut; 1) Regulasi yang Berfokus pada Manajemen Organisasi publik didirikan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perwujudan ini dicapai melalui pelayanan publik yang menjadi muara dari seluruh proses pengelolaan dilakukan

organisasi

organisasi

publik.

publik,

Segala

baik

proses

keuangan

yang

maupun

nonkeuangan, diatur dengan regulasi publik. Dalam hal ini, salah satu permasalahan yang ada dalam regulasi keuangan publik adalah regulasi yang berfokus pada manajemen organisasi publik. Regulasi yang hanya terfokus pada pengaturan wilayah manajemen sering kali mengaburan proses pencapaian organisasi publik yaitu kesejahteraan masyarakat. Jadi, regulasi publik harus fokus pada

tujuan

pencapaian

organisasi

publik

yaitu

kesejahteraan publik. Dengan demikian, manajemen akan menata dirinya dalam segala situasi dan kondisi mengikuti regulasi yang berfokus pada tujuan kesejahteraan publik tersebut. 2) Regulasi Belum Bersifat Teknik Banyak regulasi publik di Indonesia yang tersusun dengan sangat baik untuk tujuan kesejahteraan publik. banyak

diantaranya

tidak

dapat

diaplikasikan

Namun, dalam

masyarakat. Hal ini terjadi karena regulasi tersebut tidak menjelaskan atau tidak disertai dengan regulasi lain yang membahas

secara

lebih

teknis

bagaimana

mengimplementasikan regulasi tersebut. Selain itu, di Indonesia juga ada beberapa regulasi setingkat undangundang

yang

tidak

diikuti

peraturan

pelaksanaan

di

bawahnya, sehingga pemerintah di tingkat daerah tidak

dapat melaksanakan undang-undang tersebut. Bahkan hal ini dapat menimbulkan pertentangan antara undangundang yang bersangkutan dan peraturan pelaksanaan di tingkat daerah. 3) Perbedaan Interpretasi antara Undang-undang dan Regulasi di Bawahnya Regulasi ditetapkan untuk dilaksanakan dalam masyarakat. Regulasi yang baik harus bersifat aplikatif, karena regulasi yang tidak jelas dan tidak aplikatif akan menimbulkan multiinterpretasi dalam pelaksanaannya. Multiinterpretasi ini

selanjutnya

dapat

menimbulkan

berbagai

penyimpangan dari tujuan regulasi semula. Dalam kasus ini, salah satu permasalahan regulasi di Indonesia adalah perbedaan interpretasi antara Undangundang dan regulasi di bawahnya. Dalam banyak kajian, beberapa

ayat

atau

pasal

dari

undang-undang

atau

regulasi terkait sering menimbulkan berbagai interpretasi yang berbeda dalam pelaksanaannya. Di tingkat daerah, substansi dari isi undang-undang terkait tidak dapat diturunkan dalam peraturan daerah. Kondisi ini membuat tujuan peraturan pemerintah tidak dapat tercapai sesuai konsep awalnya. 4) Pelaksanaan Regulasi

yang

Bersifat

Transisi

Berdampak Pemborosan Anggaran Seiring dengan era reformasi yang tengah melanda Indoensia, berbagai regulasi pun juga mengikuti perubahan yang ada. Sejumlah besar revisi atau penyusunan regulasi yang baru telah dilakukan oleh pemerintah atau organsiasi publik lainnya. Sebagai contoh, di bidang keuangan publik, reformasi di tingkat regulasi dengan lahirnya UU No 17 Tahun 2003, yang diikuti dengan lahirnya Permendagri No 13 Tahun 2006, yang direvisi kembali menjadi Permendagri

No 59 Tahun 2007. Walaupun telah direvisi, berbagai friksi terkait dengan materi peraturan tersebut tetap masih ada. Fenomena perbaikan regulasi yang tak kunjung berakhir ini telah membuat para aparat keuangan di tingkat daerah menjadi bingung. Selain itu, untuk mengaplikasikan sebuah regulasi, kapasitas tertentu juga harus ada sehingga wajar jika

pergantian

regulasi

pasti

akan

diikuti

dnegan

pengeluaran lains ebagai dampak dari bagian pelaksanaan regulasi tersebut. Seat ini, banyak regulasi yang bersifat transisi telah dilakukan secara bertahap dan membutuhkan kapasitas tertentu

untuk

melaksanakannya.

Hal

ini

akan

mempengaruhi anggaran yang senantiasa meningkat dan cenderung boros. Pemborosan anggaran akan menurunkan kapasitas organisasi dalam menjalankan roda organisasi sehingga pencapaian tujuan organisasi semakin menurun. 5) Pelaksanaan Regulasi Tanpa Sanksi Kelemahan lain dari regulasi di Indonesia adalah pelaksanaan regulasi tanpa sanksi. Dalam kasus ini, sanksi yang dimaksud adalah hukuman jika organisasi publik tidak melaksanakan regulasi tersebut. Dengan tidak adanya sanksi, organisasi akan seenaknya melaksanakan atau tidak melaksanakan regulasi tersebut. Sebuah regulasi disusun dan disahkan dengan tujuan tertentu, yang dalam konteks ini sudah tentu kesejahteraan publik.

Jika

organisasi

tidak

melaksanakan

regulasi

tersebut, secara otomatis tujuan kesejahteraan publik tidak akan dapat tercapai. Karena itu, sanksi terhadap organisasi yang

tidak

melaksanakan

regulasi

dicantukmkan dalam setiap regulasi publik.

hendaknya

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF