Makalah Pulp Kraft

April 28, 2017 | Author: Eka Wulandari | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

pulp n paper...

Description

MAKALAH PROSES PEMBUATAN PULP DENGAN METODE KRAFT

Disusun oleh: Rinda Lestari

: 1009055070

Meliza Batti

: 1009055021

Dwi Rahman Setia

: 1009055008

Hasian . C. P Silalahi

: 1009055011

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2012 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses Soda pertamakali di patenkan pada tahun 1854 M dan yang terakhir di patenkan pada tahun 1866 adalah pematenan proses recovery soda dengan cara di bakar di recovery boiler dalam mendapatkan kembali sebagian besar alkali yang di gunakan di dalam proses.pabrik pembuatan pulp soda yang pertama di buat adalah pada tahun 1866. Adalah C.F Dahl yang mengembangkan proses kraft .untuk menemukan cara mengganti sodium karbonat yang mahal(soda ash),dia berekspirimen dengan menambahkan sodium sulfate (salt cake) di furnace recovery boiler dengan tujuan menggantikan unsur unsur yang hilang selama proses pembuatan pulp secara soda.sulfat tersebut di reduksi menjadi sulfit dalam reaksi di furnace,kemudian sulfit tersebut di tambahkan ke dalam larutan pemasak.Dahl menemukan sulfit mempercepat waktu pembuatan pulp dan mendapatkan pulp yang lebih kuat.ia kemudian mematenkannya pada tahun 1884. Metode pulp yang baru tersebut baru di gunakan pertama kali secara komersil pada tahun 1885 di swedia.mengikuti perkembangan metode ini ,banyak pabrikan berubah menggunakan metode kraft ini.dorongan terbesar pembuatan pulp dengan metode kraft datang pada tahun 1930 dengan di perkenalkannya Tomlinson recovery furnace,di mana unit evaporasi larutan pemasak , bagian pembakaran larutan pemasak dan reaksi kimia di jadikan satu unit.dan akhirnya pada awal tahun 1950 di Perkenalkan proses pengelantangan dengan menggunakan chlorine di oksida.

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Persiapan Bahan baku A. Bahan Baku Pada proses pembuatan pulp dan paper, bahan baku yang digunakan adalah kayu. Kualitas pulp sangat ditentukan oleh jenis kayu yang digunakan. Diharapkan jenis kayu yang digunakan untuk menghasilkan kualitas pulp yang bagus adalah yang mempunyai kandungan selulosa yang tinggi, lignin yang rendah, tidak rapuh, tidak banyak getah dan tidak berkulit tebal. Dalam proses pembuatan pulp digunakan dua jenis bahan baku, yaitu: a. Bahan baku primer Untuk memperoleh serat ini diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dengan jenis kayu (wood) atau bukan kayu (non wood). Kayu (wood) Kayu dapat dibedakan berdasarkan ukuran daun yang dimiliki yaitu kayu berdaun lebar (hard wood), dan kayu berdaun jarum (soft wood). Kayu berdaun lebar (hard wood), umumnya menggugurkan daunnya pada musim kemarau seperti Albazia falcatera, Euclyptus sp, dan Antochehalus candabia.Sedangkan kayu berdaun jarum (soft wood), sering disebut kayu jarum adalah jenis daun yang berasal dari pohon berdaun jarum. Jenis pohon ini selalu hijau sepanjang tahun dan tidak menggugurkan daunnya pada musim kemarau, seperti Pinlis sp (tusam) dan Aganthis sp (dammar). Analisis sifat pengolahan kayu digunakan untuk mengetahui jenis kayu yang cocok sebagai bahan baku pulp. Analisis ini meliputi rendemen pulp, konsumsi alkali, bilangan permanganate, panjang putus dan factor retak. Bahan Kayu (non wood) Beberapa jenis tumbuhan bukan kayu merupakan sumber serat untuk bahan baku pulp, baik itu yang berasal dari kulit batang, daun, tangkai, buah/biji dan bulu biji. Berdasarkan sumber serat, tumbuhan bukan kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut: •

Serat kulit batang

: Fax, Jule, Hemo, Rami Kenaf, Haramay



Serat daun

: Manila, Abaca, Sisal, Palm, Nenas



Serat bulu biji

: Kapas, Kapuk 3

• b.

Serat rerumpunan

: Merang, Jerami, Baggase, Bambu, Gelaga

Bahan Baku Sekunder Guna penghematan atau efisiansi serat dari bahan baku primer, maka dewasa ini

telah diusahakan pemanfaatan kertas bekas (waste paper) dari berbagai jenis kertas dan karton sebagai bahan baku pulp. Serat yang dihasilkan dari kertas, karton bahkandario baju bekas yang dikenal sebagia sebutan “serat primer”. Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam dan merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Komposisi kimia kayu terdiri dari: Selulosa Bagian utama dinding sel kayu yang berupa polimer karbohidrat glukosa dan mermiliki komposisi yang sama dengan pati. Beberapa molekul glukosa membentuk suatu rantai selulosa. Selulosa juga termasuk polisakarida yang mengidentifikasikan bahwa didalamnya terdapat berbagai senyawa gula. Selulosa berantai panjang dan tidak bercabang. Selama pembuatan pulp dalam digester, derajat polimerisasi akan turun pada suatu derajat tertentu. Penurunan derajat polimerisasi tidak boleh terlalu banyak, sebab akan memendekkan rantai selulosa dan membuat pulp menjadi tidak kuart. Selulosa dalam kayu memilikib derajat polimerisasi sekitar 3500, sedangkan selylos dalam pulp mempunyai derajat polimerisasi sekitar 6001500. Rantai selulosa yang lebih pendek akan menghasilkan pulp yang encer. Hemiselulosa Hemiselulosa juga adalah polimer yang dibentuk dari gula sebagai komponen utamanya. Hemiselulosa adalah polimer dari senyawa gula yang berbeda seperti: a.

Hexoses

b.

Pentose

: Glukosa, Manosa dan Galaktosa : Xylose dan Arabinase

Hemiselulosa memilki derajat polimerisasi lebih kecil dari 300. Hemiselulosa adalah polimer bercabang atau tidak linier. Selama pembuatan pulp hemoiselulosa bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan selulosa. Rantai hemiselulosa lebih pendek dari rantai selulosa. Hemiselulosa bersifat hidrofilik (mudah menyerap air) yang menyebabkan struktur selulosa menjadi kurang teratur sehingga air bisa masuk kejaringan selulosa. Hemisolulosa akan memberikan fibrillasi yang lebih baik dari pada selulosa dan meningkatkan kualitas kertas. 4

Lignin Merupakan jaringan polimer fenolik tiga dimensei yang berfungsi merekatkan serat selulosa sehingga menjadi kaku. Pulping kimia dan proses pemutihan (bleaching) akan menghilangkan lignin tanpa mengurangi serat selulosa secara signifikan. Lignin berfungsi sebagai penyusun sel kayu. Reaksi-reaksi lain seperti sulfonasi oksidasi, halogenasi sangat penting terutama dalam proses pulping dan bleaching seperti dalam proses soda menghasilkjan lignin terlarut, dimana terjadi pelepasan gugus metoksil pada saat lignin berdifusi dengan larutan alkali. Jumlah konsumsi permanganat dalam sampel pulp yang mengandung lignin yang belum bereaksi 1.

Kappa Number : Jumlah konsumsi permanganat dalam sampel pulp yang mengandung lignin yang belum bereaksi

2.

Hypo test : Jumlah konsumsi hypo dalam sample pulp yang mengandung lignin yang belum bereaksi

3.

Chlorine Number : Jumlah konsumsi chlorine dalam pulp yang mengandung lignin yang belum bereaksi

4.

Nu-Number : Test absorbsi spektrofotometer lignin yang terlarut dalam asam dengan panjang gelombang 425 nm

5.

Pulp Permittivity : Dieletric strength atau permititivitas pulp sheet yang berhubungan dengan kandungan lignin dalam sampel.

6.

Spectrophotometric Methods : Absorpsi sinar UV pada sample yang mengandung lignin. Kappa Number Kappa number menggunakan sejumlah larutan permanganat dengan jumlah tertentu yang ditambahkan ke dalam pulp sampel. Setelah beberapa waktu, permanganat bereaksi dengan pulp yang ditentukan dengan metoda titrasi. Kappa number kemudian ditentukan sebagai jumlah ml 0,1 N larutan KMnO4 yang dikonsumsi oleh 1 gr pulp dalam waktu 10 menit dengan suhu 25oC. Untuk proses kraft pulp hubungan antara lignin dan kappa number adalah Lignin (%) = 0.147 X Kappa Number. Metoda-metoda yang lain tidak familiar digunakan di Indonesia adalah permanganate number (K-number) yang secara luas digunakan di daerah Amerika Utara. Roe number (hypo test) dan chlorine number adalah dua test yang tidak digunakan lagi untuk test 5

lignin karena reagent yang digunakan sangat berbahaya dan banyak permasalahan dalam penanganannya.  Softwood: Kappa number > 35, > 6 % lignin on pulp  Hardwood: Kappa number ~ 20.  1 kappa number is equal to ~ 0,15 – 0,16 % lignin content. Kappa number ini sangat berguna untuk menentukan kadar lignin dalam pulp. Hilangnya Lignin Semua pulp akan mengalami perubahan brightness (kecerahan) seiring dengan lama waktu penyimpanan. Pulp biasanya akan berubah menjadi kuning. Laju penurunan brightness dengan waktu bervariasi dalam range yang cukup luas. Sebagian pulp akan stabil dan biasanya bertahun-tahun kemudian baru akan berubah menjadi kuning. Sebagian lagi hanya dalam hitungan bulan akan berubah menjadi kuning dan bahkan yang dalam hitungan hari sudah berubah. Lignin bukan penyebab utama pada perubahan warna ini jika pulpnya hanya mengandung sedikit lignin. Tapi walau bagaimanapun lignin yang terkandung dalam jumlah besar sudah pasti menjadi penyebab utama dalam perubahan warna pulp. Oleh karena itu efektivitas penghilangan lignin pada tahap klorinasi juga merupakan factor yang sangat menentukan dalam proses perubahan warna. Memang pada awalnya ada dugaan perubahan warna pada pulp selama penyimpanan disebabkan oleh lignin. Ternyata setelah dilakukan penelitian, penyebab utamanya adalah kandungan selulosa pulp itu sendiri yang menyebabkan perubahan warna. Adanya gugus karbonil dan karboksil pada selulosa merupakan penyebab utama terjadinya perubahan warna. Penghilangan gugus karbonil dan karboksil ini dengan proses oksidasi dan reduksi akan meningkatkan kestabilan warna. Perubahan warna juga disebabkan oleh temperatur, humidity, hemiselulosa, resin, logam-logam seperti rosin, alum, lem dan starch. Ekstraktif Ekstraktif dapat dikatakan sebagai substransi kecil yang terdapat pada kayu. Ekstraksi meliputi hormon tumbuhan, resin, asam lemak dan unsure lain. Komponen ini sangat beracun bagi kehidupan perairan dan mencapai jumlah toksik akut dalam efluen industry kertas. Dalam pembuatan pulp pada prinsipnya adalah mengambil sebanyakbanyaknya serat selulosa (fiber yang ada dalam kayu dan menghilangkan lignin dan eksraktif. 6

B. Kualitas Bahan baku Pada proses pembuatan pulp digunakan bahan baku chip yang berasal dari kayu. Kualitas chip yang digunakan dalam proses pembuatan pulp merupakan factor yang sangat penting baik dalam proses pengoperasian di pabrik maupun kualitas chip yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu diketahui factor-faktor yang mempengaruhi kualitas chip pada produksi pulp. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan pulp dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: Chip Quality Kualitas chip yang digunakan dalam pulping adalah factor yang sangat penting dalam kualitas akhir pulp. Faktor-faktor kualitas chip yang perlu diperhatikan adalah: -

Wood Related Variable Meliputi sifat-sifat kayu seperti spesies, densitas dan decay (kerusakan)

-

Wood spesies Chip-chip softwood menghasilkan pulp yang lebih kuat dari pada hardwood karena fiber-

fibernya lebih panjang dan lebih fleksibel daripada hardwood. Softwood umumnya menghasilkan yield yang lebih rendah dari pada hardwood bila dimasak dibawah kondisi biasanya. -

Wood Density Density kayu adalah factor ekonomi yang penting dalam pulping. Dengan suatu kayu

yang padat (denser wood) akan membuat lebih banyak dalm volume digester dam ini akan meningkatkan produksi pulp. Kualitas pulp maupun kertas juga dipengaruhi oleh densitas kayu yang digunakan. Serat yang didapat dari kayu dengan densitas rendahakian menghasilkan serat yang fleksibel serta kertas yang berkekuatan baik. -

Wood Decay Pembusukan kayu disebabkan oleh mikroorganisme seperti fungi, bakteri, ragi dan

lin-lain. Pembnusukan terjdi pada saat tanaman masih ditanam maupun dstronge chip (tempat penyimpanan chip) Variabel yang terkait dalam proses -

Chip Size Ketebalan chip sangat penting dalam proses pulping, ketika cairan pemasak akan

menembus chip pada semua sisi. Jika chip tebal, cairan pemasak tidak akan menembus secara sempurna kepusat chip sehingga pusat chip tidak masak. 7

-

Chip Bulk Density Merupakan parameter yang penting pada saat pengisian digester. Hal ini menentukan

jumlah pulp yang dapat masuk dan dinyatakan dalam kg/m 3. Chip Bulk Density dipengaruhi oleh wood density dan chip size. -

Chip moisture Mempunyai pengaruh terhadap pulp yield, kappa number, dan kualitas pulp. Jika

moisture terlalu rendah, maka akan mempersulit dalam menghasilkan chip. Dengan mengetahui moisture content chip dapat dihitung wood input yang masuk kedalam digester, supaya terjaga konsentrasi liquor dan alakali secara konstan. Mouisrue level sebaiknya dalam range 40%-50%. -

Bark (kulitkayu) dan kontaminasi lainnya Bark merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam produksi pulp karena bark

berisi 20-30% selulosa dan 20-30% ekstrkktif dan selebihnya lignin. Bark sendiri akan menaikkan konsumsi alkalidan mengurangi kekuatan pulp. Kandungan ekstraktif yang tinggi menyebabkan masalah di evaporator dan pitch pada pulp machine. White Liqour Properties White Liqour merupakan bahaan kimia pemasak dengan metode sulfat (kraft cycle) dalam bentuk aqueous solution, dimana kandungannya terdiri dari NaOH, Na 2S, Na2SO4, Na2CO3). White Liquor digunakan untuk mengurangi kandungan lignin dalam digester dan juga untuk ekstraksi selulosa. Digester yang digunakan adalah digester continue. Cooking Control Variable Variabel-variabel yang digunakan untuk mengontrol cooking adalah: -

Waktu dan Temperatur Reaksi delignifikasi bergantung paada temperature. Kenaikan temperature yang kecil

mempunyai pengaruh besar terhadap reaksi delignifikasi seperti kenaikan 10˚C dari 160˚C 170˚C akan menyebabkan dua kali delignifikasi. -

Alkali Charge Efektivitas normal alakali charge memiliki nilai antara 10%-18% Na2O dalam drywood tergantung dari jenis kayu, kondisi pemasakan, dan derajat delignifikasi yang dibuttuhkan. Kelebihan alkali dapat menyebabkan kenaikan angka delignifikasi, dan mengurangi yield ‘’as the mount of dissolved hemicellulosa increase’’. 8

-

Liqour to Wood Ratio Rasio liquor : wood (rasio normal3:1 atau 5:1), kelebihan black liquor yang berasal dari digester ke chip untuk menaikkan rasio liquorwood. Proses pembuatan pulp di dilakukan secara kimia dengan menggunakan metode kraft. Metode ini menggunakan cairan pemasak White liquor (lindi putih) yan menggunakan NaOH dan Na2S. Adapun pembuatan pulp ini dimulai dari pembuatan bahan baku untuk mengubah kayu gelondongan menjadi Chip, pemasakan Chip di gester menjadi pulp, pencucian dan pemutihan pulp, pengeringan dan pembentukan lembaran pulp, serta penyimpanan. Untuk proses pembuatan pulp diperlukan bahan-bahan kimia yang diproduksi oleh di Chemical plant. Chemical plant terdiri dari lima unit yaitu Chlorine diokside plant, sulfur diokside plant yang di produksi Chlorine Diokside dari NaCl, Oksigen plant yang memproduksi oksigen dari udara, Brine Treatment plant dan Chlor Alkali plant yang memproduksi Chlorine dan Caustie dari NaCl. Perbandingan antara Kraft dan Sulfit: Kelebihan •

Semua spesies kayu dapat digunakan



Pulp jauh lebih kuat



Waktu memasak lebih pendek



Lebih rendah emisi belerang dioksida Kekurangan



Hasilnya lebih rendah



Sulit pada proses pemutihan



Kecerahannya kurang



Masalah dalam bau

Fungsi NaOH di Kraft pulping  OH-bereaksi dengan karbohidrat dan lignin.  Mendegradasi lignin untuk fragmen yang lebih kecil.  Meningkatkan hidrofilisitas fragmen lignin.  Alkali dikonsumsi untuk menetralisasi reaksi asam karboksilat dan untuk menetralisir produk degradasi lignin. 9

 Komposisi kimia dari kayu dalam proses kraft:  Kraft pulping Dissolves: ~90 % of lignin and extractives >50 % of hemicelluloses ~10 % of cellulose.  Pulp yield after cooking (paper grade): Hardwood ≥ 50 % Softwood < 50 %  Lignin content: HW ≤ 3 %, SW ~ 4 - 5 % on pulp. Sulfidity, Effect of HS•

HS-meningkatkan tingkat delignifikasi yang dihasilkan, delignifikasi lebih lanjut menghasilkan hasil yang lebih tinggi dan kekuatan bubur yang lebih baik.

A.



Meningkatkan viskositas



Membuat kadar lignin lebih rendah residu yang mungkin



Kenaikan bubur kekuatan (kayu lunak)



Untuk kayu hardwood sulfidity liquor ~ 20% cukup, untuk kayu lunak ~ 30%. Proses pembuatan pulp

10

Proses pembuatan pulp dimulai dari pemisahan bahan baku di unit wood prepation (W/P) dimana bahan baku dari kayu yang di potong-potong menjadi kayu gelondongan yang ditampung di suatu lapangan luas, selanjutnya dilakukan pengelupasan kulit kayu (debarking) oleh alat yang dinamakan Drum Barker yaitu suatu bejana selider berukuran panjang 28,5 m. Dan berdiameter 5,5 m yang berputar dengan kecepatan rata-rata 5,8 rpm. Kayu yang telah dikelupas kemudian di cacah menjadi Chip dengan ukuran standar (Chip Standard) menggunakan Chipper. Selanjutnya Chip tersebut memasuki vibrating screen yang bertujuan untuk memisahkan Chip-chip yang berukuran standar dengan yang tidak memenuhi ukuran standar berdasarkan klafisikasi chip tersebut. Klafisikasi yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Chip Standard (accept chip)



Panjang

: 10-25mm



Lebar

: 10-25mm



Tebal

: 5-8mm

b. Lebih besar dari standard (over size) c. Lebih kecil dari standard (fine size) d. Debu (dust) 11

B.

Pengolahan bahan baku

Pemasakan (Cooking) Pemasakan dilakukan pada digester jenis Cooking CompactTM. Digester ini terdiri dari top separator dan screen section yang berkerja dengan metoda cocurrent (searah) dan terdapat juga zona washing yang dilakukan secara counter current, metoda pemasakkanya cendrung pada suhu yang lebih rendah tetapi dengan pamasakan yang cendrung lebih lama. Chips yang berasal dari chip yard diumpankan kedalam chip buffer yang terdapat pada ujung belt conveyor. Kemudian chip masuk melalui bagian atas IMPBIN dan diukur laju alir chipnya menggunakan chipmeter. IMPBIN merupakan vessel yang memiliki tekanan sama dengan tekanan atmosfer serta mamiliki fungsi presteaming sekaligus fungsi impregnasi. Campuran white liquor dan black yang diekstrak dari tranfer circulation dan atau dari bagian screen digester dimasukan kebagian atas IMPBIN melalui centralpipe. Sebelum chip bercampur dengan liquor, temperature chip terlebih dahulu dinaikan smpai mencpai suhu 100oC dan dengan penambahan liquor yang akan meningkatan proses deaerasi chip. Pencucian dan penyaringan (washing and screening) 1.

Deknoting Setelah tahap pemasakan, sebagian besar pulp masih mengandung knot (mata

kayu) yang tidak masak. Kandungan tersebut harus dipisahkan, dari pulp pada tahap awal dari proses. Pemishan knot dilakukan dalam tiga tahap untuk pemisahan yang efisien. Dengan tujuan untuk mengurangi kandungan serat sekecil mungkin terbawa pada pemishan tahap ketiga (reject dari coarse screen) 2.

Screening Screening dilakukan dalam tiga tahap yaitu:

a.

Primary screening

b.

Secondary screening

c.

Teriary screening Pada primary screening sebagian besar shive adalah reject, tetapi dalam pemisahan

masih banyak serat yang terikut. Agar tidak banyak fiberatau serat yang terbuang, 12

maka reject dari tahap pertama (primary sereening) disaring lagi pada tahap kedua (secondary sereening). Reject dari tahap kedua ini akan disaring lagi pada tahap ketiga (tertiary screening) sebelum dikeluarkan dari sistem melalui reject press ini adalah untuk mengurangi bahan kimia (chemical loss) dan mempermudah penanganan reject. Accept dari tahap kedua dan tahap ketiga ini akan di kembalikan lagi ke inlet dari tahap sbelumnya (cascade). Bersama-sama shive pasir juga terbawa oleh aliran reject screendan dibawa ke reject press, karena dalam pengoprasian sebagian besar pasir terbawa aliran acceptbersama filtrate. Untuk mencegah penumpukan pasir didalam system yang menyebabkan kerusakan pada alat, maka pasir dipisahkan dari filtrate pada sand separator. Brown stock washing Plup yang dihembus (blown) dari digester, masih bercampur dengan sebagian cairan pemasak yang mengandung sisa bahan kimia pemasak dan juga lignin yang terlarut dalam kayu. Kotoran-kotoran yang terlarut dalam pulp tersebut dicuci di brown stock yang dilakukan secara berlawanan arah (counter current), dimana air panas hanya digunakan sebagai pncuci pada tahap akhir dri rantai pencucin. Selepas

dari blow tank dan screening

room, pencucian brown

stock telah

mengalami dua tahapan, tahapan pertama di hi-heat washing zone dan digester continous dan kemudian didalam presure diffuser. Tahap ketiga atau tahap terakhir dari pencucian brown stock adalah dewatering press sebelum O2 reaktor. Pada dewatering press, pulp di press untuk mencapai konsentrasi sekitar 10% setelah itu pulp diencerkan dengan filtrat dari first oxigen press pada screw dilution sehingga konsentrasinya menjadi 12%. Alkali yang digunakan untuk delignifikasi ditambahkan bersama dengan cairan pengencer. Filtrat yang meninggalkan dewatering press masih mengandung sebagian besar fiber yang harus dipisahkan. Pemisahan tersebut dilakukan dalam liquor screen, dari sana filtrat yang bersih di salurkan ke pressure diffuser, dan serat. Yang lebih dipisahkan akan dikembalikan ke accumulator tankbersama-sama dengan filtrat lainya. O2 Delignification Proses oksigen dilignifikasi merupakan proses pre-blcaching yang berguna untuk mengurangi kandungan lignin dari pulp coklat (yang belum mengalami proses pemutihan). Setelah mengalami proses oksigen dilignifikasi maka bilangan kappa berkurang ±14. Adapun 13

fungsi oksigen delignifikasi adalah untuk menghemat bahan-bahan kimia yang mahal di tahap pemutihan dan dlam waktu yang bersamaan dapat menurunkan dampak terhadap lingkungan. Proses oksigen dilignifikasi berlangsung pada medium konsentrasi dengan tempertur dan tekanan tinggi, sedangkan bahan kimia yang dipakai adalah oksigen dan Alkali, dipakai salah satu NaOH atau while liquar oksidasi. Sebelum masuk ke reactor, pulp dipanaskan terlebih dahulu dengan menambahkan steam sampai 100oC. Delignifikasi berlangsung didalam aliran ke atas reactor, dimana waktu yang dibutuhkan (retention time) menurut waktu yang dirancang adalah satu jam. Untuk mencegah waktu

singkat

didalam

reactor

yang

disebabkan chanelling, yang

menyebabkan

pendeknya retention time, maka aliran yang merata dan stabil di dalam reactor sangat diperlukan, yang dapat dicapai dengan menjaga konsentrasi pulp sekitar 10%





Reaksi delignifikasi terjadi pada suhu tinggi dan tekanan.



Reaksi membutuhkan waktu yang relatif lama.



Yield agak rendah, 45 - 55%.

Bleaching Proses pemutihan di PT Lontar papyrus terdiri dari 2 line, dimana line 1 yang

terdiri dari tahap CD-EOP-DI-D2 masih menggunakan proses konvensional atau proses non EFC

(Elementary

chlorine

free) yaitu

proses

pemutihan

dengan

menggunakan senyawa chlor (Cl2), sedangkan untuk line 2 tahapan yang digunakan adalah D0-EOP-DI yang merupakan proses EFC yang menggunakan khlorin dalam bentuk senyawa lain yaitu khlordioksida sehingga dapat menurunkan tingkat pencemaran. Proses pemutihan pada line 1 memiliki urutan-urutan yang terdiri dari tahapan berikut: 1.

Tahap pemutihan (C+D), yaitu menggunakan Cl2 dan ClO2 yang berfungsi untuk mengikat kandungan lingnin dan pulp.

2.

Tahap ekstraksi (EOP), yaitu menggunakan NaOH, O2, H2O2 yang berfungsi untuk mengikat zat-zat orgnik dan kandungan lignin dalam pulp serta mempertahankan ikatan sellulosa.

3.

Tahap pemutihan kembali (D1 dan D2), yaitu menggunakan ClO2 yang berfungsi untuk mengikat kandungan lignin dalam pulp.

14

Sedangkan pada line 2 memiliki tahapan sebagai berikut: 1.

Tahap pemutihan D0, yaitu menggunakan ClO2 yang berfungsi untuk mengikat kandungan lignin dan pulp.

2.

Tahap extraksi (EOP), yaitu menggunakan NaOH, O2, HO2 yang berfungsi untuk mengikat zat-zat organik dan kandungan lignin dalam pulp serta mempertahankan ikatan sellulosa.

3.

Tahap pemutihan kembali (D1), yaitu menggunakan ClO2 yang berfungsi untuk mengikat kandungan lignin dalam pulp.

C.

Pembentukan lembaran pulp Pulp yang telah diputihkan selanjutnya dikirim ke unit pulp machine (M/C) yang

mengenai masalah penyediaan pulp sheet (lembaran) dengan proses kerja sebagai berikut: 1.

Screening , merupakan tahap penyaringan dan membentuk serat yang lebih homogen

tanpa ada pengontor yang halus maupun kasar. 2.

Dewatering, merupakan tahap pengurangan kadar air yang terdiri dari dua tahap yaitu

DWP dan HDP. 3.

Drying, merupakan

tahap

pengeringan

lembaran

pulp

dengan

menggunakan steam atau uap panas. 4.

Pulp cutting dan Bale Handling merupakan tahap akhir proses pulp machine disini

dilakukan pemotongan dan pengemasan. •

Tahap penyaringan (Sereening) Screeing

plant merupakan

proses bleaching dan Dwatering

machine yang

berfungsi sebagai penyaring kotoran-kotoran yang ada pada bubur serat (fiber). Stock yang dihasilkan di screening plantdisuplay ke Dwatering machine untuk di proses menjadi lembaran pulp yang merupakan produk utama dari PT. LPPPI. Bahan yang melalui proses pemutihan di bleaching di pompakan ke HDT dengan konsistensi 10%. Selanjutnya bahan tersebut diencerkan dengan air pengencer dari filtrate chest pada bagian dasar HDT menjadi 5%. Stock yang ada di HDT dipompakan ke stock chest, setelah diencerkan menjadi 4% kemudian dilakukan penyaringan yang terdiri dari protection

screen atau combitrap.

Pressure

screen ataufine

screen, penyaringan

pada centry cleaner, penyaringan pada satomi dan proses screening ini diakhiri dengan pengentakan pulp yang bertujuan untuk meningkatkan konsistensi.

15



Tahap pengurangan kadar Air (Dewatering) Dewatering plant adalah proses pengurangan kadar air dari bubur serat serta proses

pembuatan lembaran pulp . pulp cair diencerkan hingga konsentrasinya mencapai 1,2-1,8% kemudian disemprotkan menggunakan headbox. Dari headbox disalurkan dengan tekanan ke foarming board “DWP” untuk pembentukan foemesi lembaran pulp. Pada DWP (Double Wire Press) terjadi proses pengurangan kadar air dengan menggunakan dua lembaran kawat mesh (bottom dan top wire) dengan lebar 7,4 meter yang saling menekan dan berputar berlawanan arah. Kadar air yang berkurang pada proses pengeringan ini mencapai 30-35%. Proses selanjutnya berlangsung di Heavy Duty Press (HDP 1 dan 2), dimana pengurangan air dilakukan dengan cara penekanan dengan Main Press Roll dan artinya diserap oleh felt pada bagian atas dan bawah HDP 1 sehingga akan terjadi lagi pengurangan kadar air sampai dengan 20% pada akhir proses HDP 2, dan formasi lembaran pun semakin sempurna. •

Tahap pengeringan akhir (Drying) Proses pengeringan pulp dengan menggunakan udara panas yang di hembuskan

ke permukaan bagian atas dan bawah pulp, dimana Drying cabinet disini terdiri dari menara kipas (fan section) dan tiap bagian mempunyai kipas sirkulasi (circulation fan), pipa yang berisi uap pemanas (steam heated coil) dan blowbox, sehingga akan terjadi lagi pengurangan kadar air sampai dengan 35-40%. •

Tahap pemotongan (pulp cutting dan bale Handling) Pulp yang keluar dari dryer kemudian masuk ke bagian cutter lay boy untuk dipotong sesuai dengan ukuan standar yaitu 616 mm x 840 mm, kemudian ditampung didalam lay boy untuk disusun menjadi Bale (pengepakan) di unit bale handling.

Ada babrapa urutan proses bale handling antara lain: 1.

Scale, yaitu alat untuk menimbang pulp dalam 1 bale (250 AD Kg)

2.

Balling press, yaitu alat untuk mengpres pulp dalam 1bale dari tinggi semula 80 cm

menjadi 45-50 cm 3.

Wrapper, yaitu alat untuk memberikan pembungkus

4.

Tying, yaitu pengikat setelah bale pulp dibungkus. Tali pengikatnya adalah kawat

diameter 2 mm 5.

Stenciller, yaitu alat untuk membuat merk

6.

Folder, yaitu alat untuk membungkus pulp

7.

Stacker, yaitu alat untuk menumpuk bale pulp menjadi 4 bale 16

8.

Unityer, yaitu alat untuk mengikat 8 bale pulp dengan kawat diameter 3 mm



Penyimpanan (Warehouse) dan Distribusi Setelah pulp dijadikan dalam satu unit (8 bale), kemudian diangkat dengan

menggunakanforkilift untuk

disimpan

di

gedung

produksi

(warehouse), untuk

siap

dipanaskan. Untuk menangani penyimpanan produk baik untuk pulp, tissue maupun produk Chemical memiliki beberapa gudang baik gudang terbuka maupun gudang tertutup yang dikelola dengan rapi dan penanganan yang cepat. Beberapa keuntungan utama pembuatan pulp secara kraft, yaitu : 1. Tuntutan yang rendah terhadap spesies kayu dan kualitas kayu termasuk , semua tipe kayu lunak dan keras, bahkan dalam campuran 2. Waktu pemasakan yang pendek 3. Pengolahan limbah cairan pemasak yang telah mantap, termasuk pemulihan bahan bahan kimia dalam pembuatan pulp, pembangkitan panas proses dan produksi hasil samping yang berharga seperti minyak tall dan terpenting dari spesies pinus 4. Sifat sifat kekuatan pulp yang sangat baik

Pengolahan Limbah A. Limbah Cair Pengolahan limbah cair dalam usaha mengatasi pencemaran terhadap lingkungan berdasarkan kep 51/MENLH/10/1995 tentang buku Mutu limbah cair bagi Limbah Industri dan keputusan Gubernur Jambi No: Kep.83 tahun 1996 tentang buku mutu lingkungan daerah untuk Wilayah Propinsi Jambi. Pengolahan dampak yang sudah berjalan, yaitu system IPAL dengan: 1.

Primary treatment : bar screen,equalization tank, primary clarifier A & B, buffer and distribution tank,colling tower.

2.

Secondary treatment : aerated lagoon, secondary clarifier A & B

3.

Sludge treatment and removal : thickner clafirier,sudge stiragetannk, belt filter prees

4.

Pembuatan kolam ikan dan kebun percontohan sebagai control biologi. Program pengelolahan Limbah cair yang telah dikembangkan :

1.

Penambahan system IPAL dari kapasitas 50.000 m3/hari menjadi 75.000 m3/hari dengan system “biological treatment”.

2.

Perbaikan penampungan limbah untuk mengantisipasi keadaan darurat (emergency pond) berkapasitas 12.000 m3 dengan lantai yang dikonkrit. 17

3.

Pengontrolan rembesan air lindi kulit kayu ke lingkungan masyarakat dengan jalan pemasangan pompa yang mengalirkan leachate tersebut ke pusat pengelolahan limbah cair.

4.

Western natural lagoon berfungsi untuk pengolahan alami air limbah terolah tersebut sebelum di alirkan kesungai

5.

Eastern natural lagoon berfunsi untuk penampungan dan memonitor kualitas air hujan yang berasal dari parit-parit hujan dalam pabrik.Aktivitas lain yang dikerjakan. Pengawasan rutin terhadap limbah cair terolah dilaksanakan setiap hari dan dipantau lagi oleh pemerintah propinsi jambi setiap tiga bilan sekali terhadap total buangan limbah cair terolah termasuk juga di hulu dan hilir sungai.

B. Limbah Padat Penanganan limbah padat di lingkungan internal PT. LPPPI telah dilaksanakan secara sistematis dan terarah sesuai dengan komitmen yang telah dinyatakan oleh pimpinan tertinggi perusahan. Pengelolahan limbah padat yang telah dikembangkan dan sekaligus memberikan nijai ekonomis tinggi adalah :

1.

Penanganan dengan system penggunaan kembali (reused) Potongan kayu dan kulit kayu digunakan sebagai bahan bakar di multifuel boiler, sedangkan limbah padat dari hasil penyaringan akhir pembuatan pulp dijadikan lembaran pulp

kelas

rendah

yang

digunakan

sebagai

bahan

baku

pembuatan

tisuue.Sementara llimbah padat berupa pasir bekas dapat digunakan sebagai bahan pembuatan batako yang dipakai dalam lingkungan internal pabrik.demikian juga slude cake dari unitpengelolahan limbah cair telah di jadikan uji coba sebagai pupuk kompos di HTI dan saat ini di laksanakan percobaan secara insentif dari manfaat kompos tersebut. 2.

Penanganan sistem landfill Perlakuan limbahpadat lain yang berasal darisisa produksi seperti dregs, sceer reject,ash,dan lumpur garam dilakukan dengan system penimbunandan system khusus untuk menghindari terjadinya pencemaran terhadap lingkungan.

3.

TPA (tempat pembuangan akhir) untuk limbah domestic Limbah yang berasal darikantor dan rumah tangga dilakukan penimbunan pada lokasi tertentuyang berlokasi jauh dari air masyarakat dengan ketinggian terlalu pula. Setelah dua mingggulimbah tersebut di timbun dengan tanah setempat dengan ketebalan 15-20 cm.

4.

Penanganan dengan system pembakaran 18

Limbah padat domestic seperti kayu palet bekas pembersihan oli bekas,bamboo, kain lapdan serbuk gergaji bekas pembersihan oli dan grease dilakukan pembakaran secara terus menerus sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Sisa abu pembakaran di timbun di landfill. 5.

Limbah padat yang dapat dijual Limbah padat lainnya melalui proses penyrlrksi seperti drum bekas,besi, pipapipa, batrei bekas, ban bekas dan lain-lain dapat di jual kembali dengan di tanganni oleh seksi material.

C. Limbah Gas Dalam usaha penanganan terjadi pencemaran udara oleh limbah gas yang di hasilkan dari kegiatan yang berlangsung,PT.LPPPI telah melakukan pengontrolan dan pemantauan secara berkelanjutan dan terus-menerus dengan melakukan perbaikan-perbaikan, modifikasi dan penambahan alat-alat untuk mencapai baku mutu emisi buang yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Usaha yang dilaksanakan adalah : 1.

Optimatis efisiensi penangkapan debu oleh EP (elektostatic precipitator)dengan perawatan secara cermat

2.

Melakukan penambahan system scrubber di smelt dissolving tank.

3.

Penambahan sistem scrubber pada stack cemical making

4.

Melakukan perawatan EP scrubber sesuai dengan intruksi kerja

5.

Membakar NCG di lime kiln

Aktifitas lin yang dikerjakan : Pemantauan secara rutin terhadap gas emisi dalam lingkungan pabrik serta pemantauan udara ambiet pada area dalam dan luar lingkungan pabrik. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) Izin resmi dari bapedal melalui

keputusan kepala

bipedal nomor :

012/BAPEDAL/02/1999 tentang pemberian ijin penyimpanan limbah bahan berbahaya dan beracun (Limbah B3) kepada PT.LPPPI dan gudang penyimpanan tersebut di rancang sesuai dengan

kep.No.01/BAPEDAL/09/1995

dengan

tata

cara

dan

persyaratan

teknis

penyimpannan dan pengumpulan limbah B3. Symbol dan label limbah B3 di atur dalam Kep.No.05/BAPEDAL/09/1995. 19

BAB III PENUTUP 3.1

Kesimpulan 

Bahan baku pembuatan pulp terdiri dari bahan baku primer dan sekunder. Bahan baku primer, yaitu berupa kayu dan bukankayu. Sedangkan bahan baku sekunder yaitu berupa komposisi kimia dari kayu, misalnya selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstrsktif.



Kualitas chip yang digunakan dalam proses pembuatan pulp merupakan faktor yang sangat penting dalam pengoperasian di pabrik maupun kualitas chip yang dihasilkan



Adapun proses pembuatan pulp yaitu, pemasakan, pencucian dan penyaringan, O2 delignifikasi, bleaching.



Dalam proses pembuatan pulp terdapat zat yang berpotensi mencemari lingkungan, diantaranya adalah limbah cair, limbah gas dan limbah padat.

20

DAFTAR PUSTAKA

Test Method 1 OFF 3. Visskositas Pullp dengan Metode CED.QP/TM/1-10.PT.LPPI SCAN-C 15:99.Revised 2000.SCANDINAVIAN Pulp and Paper and Board Testing Commite. http://meaningline.blogspot.com/2011/01/proses-pembuatan-pulp.html

21

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF