MAKALAH PRESIPITASI

April 22, 2019 | Author: aufa rahmatika | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

presipitasi curah hujan...

Description

MAKALAH HIDROLOGI LINGKUNGAN PRESIPITASI

OLEH: KELOMPOK 4

ANGGOTA: SUCI WULANDARI

1210941001

AUFA RAHMATIKA

1210941003

ANNISA DWINTA

1210941009

FITRIA MARCHELLY

1210942001

NABILAH FRIMELI

1210942017

DOSEN: DEWI FITRIA, Ph.D

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK –  UNIVERSITAS  UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Presipitasi atau hujan adalah fenomena alam yang terjadi di muka bumi, yakni keadaan dimana jatuhnya cairan (dapat berbentuk cair atau beku) dari atmosfer ke permukaan bumi. Dalam meteorologi, Dalam meteorologi, presipitasi (juga

dikenal

sebagai

satu

kelas

dalam hidrometeor, yang merupakan fenomena atmosferik) adalah setiap produk dari kondensasi dari kondensasi uap  uap air di atmosfer. di atmosfer.   Ia terjadi ketika atmosfer (yang merupakan suatu larutan suatu larutan gas raksasa) menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi dan keluar dari larutan tersebut (terpresipitasi). Udara menjadi jenuh melalui dua  proses, pendinginan atau penambahan uap air. Dampak perubahan iklim global akibat pemanasan global ( global  global warming ) telah kita rasakan, misalnya tidak  jelas lagi kapan musim hujan dimulai dan kapan berakhir. Banjir, tanah longsor, angin topan dan kekeringan akan terus terjadi. Kenaikan suhu udara dan laut,  pencairan salju dan es di beberapa daerah kutub serta kenaikan permukaan laut secara global. Perubahan iklim diduga disebabkan oleh meningkatnya gas seperti CO2

(carbon

dioxide),

CH4

(methane),

N2O

(nitrous

oxide),

CFCs

(chlorofluorocarbons) dan VOCs (volatile organic compounds) yang dihasilkan dari aktifitas dam penggunaan manusia sendiri. Pengaruh

hujan

sebagai

penstabil

temperature,

secara

langsung

memberikan efek fisiologis pada ikan yang hanya berada pada temperature 0,510 C dari temperature alami ke temperature eksternal harus sesuai dengan temperatur internal yang diperlukan meskipun individu spesies bervariasi terhadap efek temperature. Hal ini terjadi karena laju metabolisme naik sejalan dengan kenaikan temperature sampai batas letal yang bervariasi dan dipengaruhi oleh tingkat oksigen dan salinitas, penurunan oksigen terlarut dan kenaikan laju metabolisme dapat berkombinasi yang membuat lingkungan kurang sesuai bagi kehidupan ikan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 

Bagaimana proses terjadinya hujan?



Apa saja faktor yang mempengaruhi presipitasi?



Apa saja jenis presipitasi?



Bagaimana hubungan antara presipitasi dengan keadaan iklim?



Apa pengaruh presipitasi terhadap lingkungan pesisir ditinjau dari prinsip ekologi?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah : 

Mengetahui proses terjadinya hujan.



Mengetahui hubungan antara presipitasi dan keadaan iklim.



Mengetahui pengaruh presipitasi terhadap lingkungan pesisir ditinjau dari  prinsip ekologi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Presipitasi

Presipitasi adalah istilah umum dari semua bentuk air yang jatuh ke permukaan,  bentuk ini bisa berupa butiran-butiran es, salju dan cairan air. Untuk daerah tropik seperti Indonesia, bentuk presipitasi adalah pada umumnya berbentuk cairan dan  biasa disebut hujan. Hujan berasal dari perpadatan dan kondensasi uap, yang selalu ada dalam atmosfir. Gerakan udara atau angin mempunyai saham besar dalam  pembentukan hujan, berdasarkan atas gerakan udara ini hujan dapat dibagi dalam : 1. Hujan (presipitasi) convective ialah presipitation yang disebabkan oleh naiknya udara panas, lapisan udara naik ini kemudian bergerak ke daerah yang lebih dingin (terjadi perpadatan dan kondensasi) dan terjadi hujan. 2. Hujan (presipitasi) cyclonic, berasal dari naiknya udara terpusatkan dalam daerah dengan tekanan rendah. 3. Hujan (presipitasi) orografic, ini disebabkan oleh udara naik terkena rintangan -rintangan antara lain gunung-gunung. Dalam menentukan batas-batas antara ketiga jenis hujan itu tidaklah mudah ; jenis  jenis hujan ini terjadi karena keadaan meteorologis sesuatu daerah pada sesuatu waktu tertentu saja. Pada sesuatu daerah, sesuai dengan keadaan meteorologisnya  bisa terjadi hujan convective, convective, hujan cyclonic atau cyclonic atau hujan orografis. Pada masing-masing belahan dunia memiliki distribusi atau penyebaran hujan yang berbeda-beda, dapat disimpulkan bahwa distribusi hujan di dunia adalah sebagai  berikut : 

Pada daerah Equator (dari 0 s/d 200) hujan rata-rata tahunan berkisar antara 1500 dan 3000 mm/tahun.



Untuk daerah antara 300 dan 400 hujan rata-rata bulanan di dataran berkisar antara 400 dan 800 mm/tahun.



Untuk daerah bukan tropis (kering) yang termasuk negara berhujan, hujan rata-rata tahunan berkisar lebih kecil dari 200 mm/tahun bahkan sampai ±10 mm/tahun



Daerah dengan garis lintang lebih besar 700, hujan rata-rata tahunan tidak akan lebih dari 200 mm/tahun. Presipitasi atau curah hujan merupakan salah satu komponen hidrologi yang

 paling penting dan sekaligus sumber utama air yang terdapat di planet bumi. Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, sehingga kajian tentang iklim lebih  banyak difokuskan pada curah hujan. Proyeksi presipitasi atau curah hujan pada masa yang akan datang penting untuk diketahui agar perencanaan hidrologis di berbagai sektor terminimalkan dari dampak yang merugikan. Dalam beberapa penelitian didapatkan bahwa : Desember Januari Februari (DJF) sebagai bulan basah, Maret April Mei (MAM) sebagai masa transisi dari musim basah ke musim kering, Juni Juli Agustus (JJA) sebagai musim kering dan September Oktober Nopember (SON) sebagai masa transisi dari musim kering ke musim basah. Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, rata-rata presipitasi untuk musim basah (DJF) adalah 150-450 mm/bulan, masa transisi MAM 100-400 mm/bulan, bulan kering JJA 120-310 mm/bulan dan masa transisi SON adalah 67-324 mm/bulan. Rata-rata presipitasi tertinggi (puncak presipitasi) dalam bulan DJF terjadi  pada Januari 2010 dan Januari 2011, dalam masa transisi MAM terjadi pada April 2010. Rata-rata presipitasi terendah dalam bulan kering JJA terjadi pada bulan JuliAgustus 2013 dan masa transisi SON terjadi pada September-Oktober 2013. Pada  bulan basah DJF dan masa transisi MAM, daerah yang berpotensi lebih basah (presipitasi lebih besar dari 400 mm/bulan) sangat bervariasi daerahnya. Daerah yang  berpotensi lebih kering (presipitasi kurang dari 100 mm/bulan) tahun 2010-2014 adalah wilayah Indonesia bagian selatan (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) pada  bulan Juli-Agustus- September-Oktober tahun 2013. Proyeksi presipitasi di wilayah Indonesia mengalami peningkatan untuk masa transisi MAM dan mengalami

 penurunan dalam musim basah DJF, musim kering JJA JJ A dan masa transisi SON dalam lima tahun mendatang 2010-2014. 2.2 Faktor- faktor yang mempengaruhi presipitasi

1. kelembaban udara Massa uap yang terdapat dalam 1 m3 udara (g) atau kerapatan uap disebut kelembaban mutlak ( absolute). Kemampuan udara untuk menampung uap adalah  berbeda –   berbeda –  beda   beda menurut suhu. Mengingat makin tinggi suhu, makin banyak uap yang dapat di tampung, maka kekeringan dan kebasahan udara tidak dapat ditentukan oleh kelembaban mutlak saja. Kelembaban relative adalah perbandingan antara massa uap dalam suatu satuan volume dan massa uap yang jenuh dalam satuan volume itu pada suhu yang sama. Kelembaban relative ini biasanya disebut kelembaban. Salah satu fungsi utama kelembaban udara adalah sebagai lapisan pelindung permukaan bumi. Kelembaban udara dapat menurunkan suhu dengan cara menyerap atau memantulkan sekurang-kurangnya setengah radiasi matahari gelombang panjang dari permukaan  bumi pada waktu siang dan malam hari. Sejalan dengan meningkatnya suhu udara, meningkat pula kapasitas udara dalam menampung uap air. Sebaliknya, ketika udara  bertambah dingin, gumpalan awan menjadi bertambah b esar dan pada gilirannya akan  jatuh sebagai air hujan. Pengukuran kelembaban biasanya di ukur dengan thermometer bola kering dan thermometer bola basah. Bola yang mengandung air raksa daritermometer bola basah di bungkus dengan selapis kain tipis yang dibasahi terus –  terus  –  menerus   menerus dengan air yang didistalisasi melalui benang  –   benang yang tercelup pada sebuah mangkok air yang kecil. Tekanan udara di wujudkan dalam satuan barometer (b) atau milibarometer (mb) 1 b = 1000 mb = 0,98 kali tekanan atmosfer pada prmukaan laut. Tekanan uap air udara  jenuh adalah tekanan uap air di udara pada keadaan udara jenuh. Pada suhu normal, nilai es di pengaruhi oleh besar kecilnya suhu udara : o

Suhu udara ( C ) Tekanan uap air jenuh (mb)

10 9.21 20 17,54 30 31,82 Tampak bahwa daya tampung uap air di udara meningkat dengan meningkatnya suhu udara. 2. Energi Matahari Seperti telah di sebutkan dimuka bahwa energi matahari adalah “ mesin “ yang mempertahankan berlangsungnya daur hidrologi. Ia juga bersifat mempengaruhi terjadinya perubaha iklim. Pada umunya, besarnya energi matahari yang mencapai  permukaan bumi adalah 0,5 langley/menit. Namun demikian. Besarnya energi matahari bersih yang diterima permukaan bumi bervariasi tergatung pada letak geografis dan kondisi permukaan bumi. Pemukaan bumi bersalju, sebagai contoh, mampu merefleksikan 80% dari radiasi matahari yang datang. Sementara, permukaan  bumi dengan jenis tanah berwarna gelap dapat menyerap 90% ( wanielista, 1990). Adanya perbedaan keadaan geografis tersebut. Mendorong terjadinya gerakan udara di atmosfer, dan demikian juga berfungsi dalam penyebaran ener gi matahari. Energi matahari bersifat memproduksi gerakan masaudara di atmosfer dan diatas lautan. Energi ini merupakan sumber tenaga untuk terjadinya proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi berlangsung pada permukaan badan perairan sedangkan transpirasi adalah kehilangan air dalam vegetasi. Energi matahari mendorong terjadinya daur hidrologi melalui proses radiasi. Sementara penyebaran kembali energi matahari dilakukan melalui proses konduksi dari daratan dan konveksi yang  berlangsung di dalam badan air dan atmosfer. Konduksi adalah suatu proses transportasi udara antara dua lapisan ( udara ) yang  berdekatan apabila suhu kedua lapisan tersebut berbeda. Konveksi adalah pindah panas yang timbul oleh adanya gerakan massa udara atau air dengan arah gerakan vertical. Dapat juga dikatakan bahwa konveksi merupakan hasil ketidakmantapan masa udara atau air. Seringkali dikarenakan oleh energi potensial dalam panas tak tampak ( latent heat  )   ) yang sedang dikonversikan kedalam gulungan

massa udara. Besarnya laju konversi ketika energi terlepaskan akan menentukan keadaan meteorology (hujan dan angina). Umumnya gulungan massa udara yang lebih besar akan menghasilkan curah hujan yang lebih singkat. 3. Angin Angin adalah gerakan massa udara, yaitu gerakan atmosfer atau udara nisbi terhadap  permukaan bumi. Parameter tentang angin yang biasanya dikaji adalah arah dan kecepatan angin. Kecepatan angin penting karena dapat menentukan besarnya kehilangan air melalui proses evapotranspirasi dan mempengaruhi kejadian-kejadian hujan. Untuk terjadinya hujan, diperlukan adanya gerakan udara lembab yang  berlangsung terus menerus. Peralatan yang digunakan untuk menentukan kecepatan angin dinamakan anemometer. Yang disebut arah angin adalah arah dari mana angin bertiup. Untuk penentuan arah angin ini digunakan lingkaran arah angina dan pencatat angin. Untuk penunjuk angina biasanya digunakan sebuah panah dengan pelat pengarah. Pengukuran angin diadakan di puncak menara stasiun cuaca yang tingginya 10 m dan lain-lain. Apabila dunia tidak berputar pada porosnya, pola angin yang terjadi semata-mata ditentukan oleh sirkulasi termal. Angina akan bertiup kea rah khatulistiwa sebagai udara hangat dan udara yang mempunyai berat lebih ringan kan naik ke atas di gantikan oleh udara padat yang lebih dingin. Apabila ada dua massa udara dengan dua suhu yang berbeda bertemu, maka akan terjadi hujan dibatas antara dua massa udara tersebut. Dalam suatu hari, kecepatan dan arah angin dapat berubah-rubah. Perubahan ini sering sekali disebabkan oleh adanya beda suhu antara daratan dan lautan. Adanyz  beda suhu tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan perubah an arah a rah angin. an gin. Proses P roses kehilangan panas oleh adanya padang pasir, daerah beraspal, dan daerah dengan  banyak bangunan ban gunan juga dapat d apat menyebabkan men yebabkan terjadinya perubahan arah angina. ang ina. Antara dua tempat yang tekanan etmosfernya berbeda, ada gaya yang arahnya dari tempat  bertekanan tinggi ketempat bertekanan rendah.

4. Suhu udara Suhu mempengaruhi besarnya curah hujan, laju evaporasi dan transpirasi. Suhu juga di anggap sebagai salah satu factor yang dapat memprakirakan dan menjelaskan kejadian dan penyebaran air dimuka bumi. Dengan demikian, adalah penting untuk mengetahui bagaimana cara untuk menentukan besarnya suhu udara. Yang biasa disebut suhu udara adalah suhu yang di ukur dengan thermometer dalam sangkar meteorology (1,20-1,50 m di atas permukaan tanah) makin tinggi elevasi  pengamatan di atas permukaan laut, maka suhu ydara makin rendah. Peristiwa ini disebut pengurangan suhu bertahap yang besarnya disebut laju pengurangan suhu  bertahap. Pengukuran besarnya suhu memerlukan pertimbangan-pertimbangan sirkulasi udara dan bentuk-bentuk permukaan alat ukur suhu udara tersebut. Suhu udara yang banyak dijumpai didalam laporan-laporan tentang meteorologi umumnya menunjukkan data suhu musiman, suhu berdasarkan letak geografis, dan suhu untuk ketinggian tempat yang berbeda. Oleh karnanya, besarnya suhu rata-rata harus ditentukan menurut waktu dan tempat. 2.3 JENIS- JENIS PRESIPITASI (HUJAN)

1. Hujan siklonal, yaitu hujan yang yang terjadi karena udara panas yang yang naik disertai dengan angin berputar. 2. Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering sering terjadi di daerah sekitar ekuator, akibat  pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan den gan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang  berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan. 3. Hujan orografis, yaitu yaitu hujan yang terjadi terjadi karena angin yang mengandung uap air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.

4. Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut  bidang

front.

5. Hujan muson atau hujan musiman, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. 2.4 Alat Pengukur Curah Hujan

Terdapat beberapa prinsip penggunaan tipe alat pengukur hujan yang sering digunakan, yaitu: a. Weighing bucket rain gauge Pergerakan ember dikarenakan pertambahan berat akibat air, diteruskan ke pena yang akan merekam pergerakannya di atas grafik. Silinder yang dibungkus dengan kertas milimeter blok berputar sesuai dengan waktu. Grafik dan silinder ini dikendalikan oleh jam.  b. Fload  b. Fload type automatic rain gauge Alat ukur hujan enssifon, dengan prinsip cara kerja sebagai berikut : Corong menerima air hujan; kemudian masuk ke tabung di bawahnya.pelampung naik, sebagaimana permukaan m.a. naik di dalam tabung di bawah. Pergerakannya direkam oleh pena dengan bergeraknya slinder/grafik berikut waktu/jamnya. Untuk membatasi besarnya tabung, maka dipasang pipa isap (hevel), bila air dalam tabung naik melampaui batas tertentu (mencapai batas syphon atas), pipa isap akan  bekerja sebagai syphon sehingga air meluap ke luar, maka seluruh air pada tabung terkosongkan. c. Tipping bucket type rain-gauge Sesuai dengan fungsinya atas ini dikategorikan menjadi penampung bagian atas terdiri tabung dan corong. Penampung bagian bawah dilengkapi dengan  penampung bergerak (tipping bucket), bentuknya simetris, dapat bergerak pada sumbunya simetris, dapat bergerak pada sumbu horizon. Apabila sebelah pihak

terisi penuh, maka titik berat berubah, bucket bergerak, air tumpah membawa  pihak yang satunya kepada posisi di bawah corong, dan seterusnya. 2.5 Proses Terjadinya Hujan

Proses terjadinya hujan dimulai dari terbentuknya awan. Awan terbentuk ketika udara menjadi sangat jenuh ( supersaturated   supersaturated ), ), dimana ketika teknan uap aktual mencapai atau melebihi tekanan uap jenuh. Supersaturation terjadi melalui  pengembangan

dan pendinginan

kolom udara

yang menyebabkan

uap air

terkondensasi pada partikel atmosfir. Umumnya awan yang terbentuk di wilayah o

tropis adalah awan dengan suhu diatas 0 C. Jenis awan ini mencairkan partikel kristal o

yang terbentuk di wilayah atmosfir dengan suhu di bawah 0 C. Proses ini juga mengecilkan kristal hujan dan membentuk butiran hujan. Butiran hujan bertumbuh  pada awan yang suhunya lebih tinggi (warm (warm clouds) clouds) melalui proses kondensasi. Jenis hujan yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh suhu lapisan atmosfir antara terjadinya hujan dan permukaan tanah (lapisan yang dilewati hujan). Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi dan pembentukan awan berlapis ( stratiform).  stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda dalam  proses pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan yang menyebabkan pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan pembentuk hujan. Pada mekanisme  stratiform, gerakan vertikal udara lemah, partikel hujan diinisiasi dekat permukaan atas awan hingga proses terjadinya pengembangan hujan cukup lama (berjam-jam). Untuk mekanisme konvektif, gerakan udara vertikal sangat cepat sehingga pembesaran partikel butiran hujan diinisiasi dengan cepat saat terbentuknya awan. Hal ini menyebabkan proses jatuhnya butiran hujan sangat cepat (sekitar 45 menit). Mekanisme lain dalam proses hujan adalah kombinasi konvektif dan stratiform yang merupakan proses pengangkatan massa udara dan uap air secara orografis melalui pegungungan dan perbukitan.

2.6 Pengaruh Presipitasi pada Wilayah Pesisir

Presipitasi atau curah hujan memiliki keterkaitan yang erat dengan iklim. Dewasa ini, isu dunia adalah adanya global warming atau perubahan iklim global yang memiliki dampak buruk pada dunia dan juga termasuk pada wilayah pesisir. Pemanasan

global

( global  global

warming )

pada

dasarnya

merupakan

fenomena

 peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah r umah kaca ( greenhouse  greenhouse effect ) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalamat mosfer bumi. Energi matahari memanasi permukaan bumi, sebaliknya bumi memantulkan kembali energi tersebut ke angkasa. Gas di atomsfer (uap air, karbon dioksida, metana, asam nitrat dan gas lainnya) menyaring sejumlah energi yang dipancarkan, memberi efek seperti rumah kaca, sehingga gas diatmosfer tersebut disebut gas rumah kaca.

BAB III PENUTUP 3.1

Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan di dalam paper ini adalah sebagai berikut: 

Presipitasi adalah istilah umum dari semua bentuk air yang jatuh ke  permukaan, bentuk ini bisa berupa butiran-butiran es, salju dan cairan air.



Presipitasi merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting dan sekaligus sumber utama air yang terdapat di planet bumi.



Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, sehingga kajian tentang iklim lebih banyak difokuskan pada curah hujan.



Tinggi atau rendahnya tingkatan presipitasi sangat erat kaitannya dengan iklim.



Dampak global warming diantaranya adalah kenaikan muka air laut, kenaikan temperature air laut, maupun meningkatnya kejadian-kejadian ekstrem misalnya badai atau siklon.

3.2

Saran

Saran yang dapat diberikan dengan adanya penulisan paper ini adalah sangat diperlukan kesadaran manusia untuk menjaga alam di sekitarnya karena alam sangat mempengaruhi keseharian hidup manusia. Faktor perusak alam yang utama adalah adanya kegiatan manusia, jika manusia dapat bijak menghadapi perannya bagi alam, tentunya dampak perubahan iklim yang terjadi dapat diminimalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Syafrudin, Ir. 2006. Jurnal 2006. Jurnal Presipitasi Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik  Lingkungan. Program  Lingkungan. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang : Universitas Diponegoro. Harahap,

Reza.

2013.

 Proses

Presipitasi. Presipitasi.

http://harahap-

reza.blogspot.com/2013/10/makalah-proses-presipitasi.html.   Diakses tanggal: reza.blogspot.com/2013/10/makalah-proses-presipitasi.html. 12 September 2014 Suwandi.

2012.

 Presipitasi.  Presipitasi.

http://suwandihan.wordpress.com/tag/presipitasi/.

Diakses tanggal: 12 September 2014

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF