Makalah PPOK 2
August 3, 2021 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Makalah PPOK 2...
Description
MAKALAH DUS (DRUG UTILITY STUDY) PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) RUMAH SAKIT DAERAH dr. SOEBANDI JEMBER– JAWA TIMUR 10-18 November 2011
Disusun oleh : Elisnawati Margana S.Farm (11811044) Elisabet, S.Farm
(1120211643)
RUMAH SAKIT DAERAH dr SOEBANDI INSTALASI FARMASI PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) November 2011
LEMBARAN PENGESAHAN DUS (DRUG UTULITY STUDY) RUMAH SAKIT DAERAH dr SOEBANDI JEMBER – JAWA TIMUR 10 November – 18 November 2011
Disetujui Oleh
Jember, November 2011 Mengetahui
Ka IFRSD dr Soebandi
Drs. Prihwanto Budi,Apt.,Sp.FRS
Pembimbing
Dhani Wijaya S.Farm.,Apt
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
Defenisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic Obstruktive Pulmonary Disease) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh keterbatasan jalan udara biasanya dapat progresif yang tidak sepenuhnya dapat pulih kembali. Keterbatasan jalan udara biasanya dapat progresif dan terasosiasi dengan respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel asing atau gas. Kondisi paling umum yang menyebabkan COPD adalah bronkitis dan emfisema.
Bronkitis kronik berhubungan dengan sekresi berlebih mukus kronik atau berulang kedalam dengan batuk yang terjadi hampir setiap hari selama paling tidak 3 bulan dalam setahun, dan ini berlangsung paling tidak dalam 2 tahun berturut-turut bila penyebab batuk yang lain telah dikeluarkan.
Emfisema didefenisikan sebagai pembesaran permanen yang abnormal dari ruang udara pada posisi distal terhadap bronkhiol terminal, disertai dengan kerusakan dindingnya, tapi tanpa fibrosis yang jelas.
Epidemiologi Menurut survey nasional
menunjukkan bahwa pada kenyataannya
penderita dengan gejala obstruksi aliran udara kronik dapat melebihi 24 juta, dimana penyakit ini merupakan penyebab utama keempat kematian di Amerika Serikat. Pada tahun 2000, lebih dari 119.000 kematian di Amerika Serikat dan 2,74 juta kematian di seluruh dunia yang disebabkan oleh PPOK. Hal ini yang menyebabkan penyebab utama peningkatan
jumlah. Secara keseluruhan lebih
banyak terjadi pada laki-laki, namun angka kematian lebih banyak pada penderita perempuan dimana jumlah kematian perempuan melebihi kematian laki-laki selama 25 tahun terakhir. Etiologi Faktor resiko yang terkait dengan perkembangan PPOK dapat dibagi menjadi faktor host, faktor lingkungan dan faktor umum, dimana interaksi antar resiko menunjukkan munculnya penyakit ini.
Faktor host, seperti kecenderungan genetik tidak dapat dirubah tetapi merupakan hal penting untuk mengetahui besarnya faktor resiko yang menyebabkan pasien terkena penyakit ini. Meskipun banyak yang tidak diidentifikasi namun gen dapat mempengaruhi risiko pengembangan PPOK, faktor genetik terbaik didokumentasikan dari kekurangan waris α1- antitrypsin (AAT). AAT emfisema adalah contoh terkait dari kelainan genetik murni diturunkan dalam pola autosom resesif. Konsekuensi dari defisiensi AAT dibahas dalam patofisiologi bagian bawah sebagai ketidakseimbangan proteaseantiprotease. Sedangkan faktor lingkungan seperti asap tembakau, debu pekerjaan dan bahan kimia merupakan faktor yang dapat dirubah dimana jika dihindari dapat mengurangi
resiko terkena penyakit. Merokok merupakan faktor risiko yang
paling umum di antara Negara industri dan menyumbang 85% sampai 90% dari kasus merupakan COPD. Asap tembakau mengaktifkan sel-sel inflamasi, yang memproduksi dan melepaskan mediator inflamasi karakteristik dari COPD. Patofisiologi
Penyakit pulmonary obstruksi kronik terjadi karena perubahan patologi di pusat saluran nafas, saluran nafas perifer, jaringan parenkim paru-paru dan
pembuluh darah paru-paru. Inflamasi kronik yang terjadi diparu-paru berasal dari paparan berulang dari partikel noxious dan perubahan gas yang sangat berespon. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah proteinase dengan antiproteinase dalam paru-paru dan stres oksidativ yang juga
berperan
penting
terhadap
patogenesis
PPOK.
Proses
ini
menyebabkan terbentuknya inflamasi berkepanjangan atau dapat timbul dari lingkungan (ex. oksidan dari asap rokok) atau faktor genetik (ex. deficienci AAT) dapat dilihat pada gambar12-1. Proses kerusakan ini, akibat inflamasi kronik dan paparan partikel berbahaya dan gas yang menggangu atau merusak proteksi normal dan merusak mekanisme perbaikan.
Inflamasi banyak ditemukan pada paru-paru semua perokok. Belum jelas mengapa hanya 15-20% perokok berkembang menjadi PPOK, tapi rentan untuk menjadi respon inflamasi yang semakin buruk. Inflamasi yang berasal dari PPOK berbedadari inflmasi yang terlihat pada asma. Sehingga penggunaan terapi anti-inflamasi dan respon terapi berbeda. Pada PPOK inflmasi sel terutama dimediasi oleh neutrofil, makrofag, dan CD8+ limfosit T. eosinofil dapat meningkat pada beberapa pasien, sebagian lagi selama kekambuhan. Aktivasi pelepasan media sel inflamasi bervariasi. Paling banyak di dominasi leukotrien B4, interleukin 8 dan faktor nekrosis tumor (TNF). Macam-macam proteinase adalah elastase, cathepsin G dan proteinase-3 disekresikan oleh aktivasi neutrofil. Mediator ini dan proteinase mampu meneyebabkan inflmasi dan kerusakan struktur paruparu.
Proteinase dan antiproteinase adalah bagian dari protektiv normal dan perbaikan mekanisme pada paru-paru. Ketidakseimbangan antara aktivitas proteinase-antiproteinase pada PPOK menghasilkan peningkatan keduanya peningkatan produksi atau aktivitas perusakan proteinase atau inaktivasi atau penurunan produksi proteksi antiproteinase. AAT (antiproteinase) menghambat tripsin, elastase dan beberapa enzim proteolitik lain. Defisiensi AAT menyebabkan perlawanan aktivitas proteinase, perusakan
promotor dinding alveolar dan parenkim paru-paru menyebebkan emfisema.
Pembentuk stress oksidativ (ex peroksid hidrogen, nitrit oksid, dan isoprostan F2(-III) yang ditemukan pada cairan epitelia, nafas dan urin pada perokok dan pasien dengan PPOK. Peningkatan strees oksidativ berkontribusi terhadap PPOK pada jalur yang bermacam-macam. Oksidan (ex. reaktiv oksigen, superoksid, dan tirtit oksid) dapat berekasi dengan dan kerusakan berbagai macam molukel menghasilkan disfungsi sel dan kerusakan matriks ekstraseluler paru-paru. Promoror inflamasi strees oksidatif dan kontribusi ketidak seimbangan proteinase-antiproteinase oleh penurunan antivitas antiprotein. Sehingga oksidan menyebabkan kontriksi otot halus di jalur nafas dan berkontribusi terhadap penyempitan yang reversibel pada penyempitan jalur nafas.
Di pusat jalur nafas (trakea, bronki dan perbesaran bronkiol 2-4 mm diameter internal), inflamasi sel dan stimulasi mediator pelepasan mukus di kelenjar hiperplasia dan hipersekresi mukus. Hipersekresi mukus dan sisfungsi silia menyebabkan batuk kronik dan prduksi sputum. Sisi utama obstruksi saluran udara adalah jalur udara perifer (bronki yang kecil dan bronkiolus dengan diameter internal kurang dari 2mm). tiga mekanisme yang termasuk dalam penyempitan jalur nafas yang kecil; jalur nafas dapat diblokade oleh inflamasi eksudatif dan hipersekresi mukus. Kehilangan elastisitas dan kerusakan alveolar menyebabkan kehilangan support dan pengakhiran jalur nafas yang kecil selama ekspirasi. Infiltasi sel yang inflamasi, peningkatan jaringan otot halus, dan fibrosis akibat penebalan dinding jalur nafas. Pada mekanisme ini perubahan struktur di dinding jalur nafas paling penting karena memperbaiki obstruksi aliran udara.
Perburukan obstruksi aliran udara, kecepatan pengosongan paru-paru yang lambat dan interval anatara inspirasi tidak mengikuti ekspirasi terhadap relakasasi volume paru-paru. Ahal ini menyebabkan hiperinflasi pulmonari, yang bermula hanya terjadi selama olatihan, tapi selanjutnya juga terlihat pada saat istirahat. Hiperinflasi bekontribusi terhadap
ketidaknyamanan yang bergabung dengan obstruksi aliran udara terjadi hanya selama latihan, tapi berikutnya oleh perataan diagfragma dan penempatan hiperinflasi pada ketidakuntungan mekanisme.
Pada perkembangan PPOK, obstruksi saluran udara, kerusakan bronkiolus dan alveoli dan abnormalitas pembuluh pulmonari menyebakan ketidak seimbangan pertukaran gas. Hasilnya adalah hipoksemia dan rerkadang hiperkapnia. Hipoksemia diawali hanya selama latihan atau dapat terjadi lagi pada saat istirahat sepertihalnya perburukan penyakit. Perbandingan pada rasio ventilasi/perfusi (VAQ) adalah mekanisme utama selain hipksemia pada PPOK.
Hipertensi pulmonari selanjutnya berkembang pada PPOK, kadangkadang berkembang pada beberapa hiposesemia. Hal ini sangat berpengaruh
pada
komplikasi
kardioavaskuar
pada
PPOK
dan
menyebabkan cor pulmonale, gagal jantung sebelah kanan. Hipoksemia berperan utamanya pada perkembangan hipertensi yang disebabkan vasokonstriksi pada arteri pulmonari dan oleh promotor remodeling dinding pembuluh. Desktruksi pada kapiler paru oleh emfisema lebih jauh berkontribusi terhadap peningkatan tekanan yang berkaitan dengan perfusi pada pembuluh pulmonari. Cor pulmonale adalah gabungan antara venous yang statis dan trombosis yang dapat menghasilkan embolism paru-paru. Penting yang lain yaitu efek sistemik dengan hilangya massa otot skelet yang berkontribusi terhadap pembatasan latihan dan status kesehatan. Pemeriksaan
Umum
Pasien dengan PPOK menunjukan gejala awal yang tidak jelas. Penyakit biasanya tidak didiagnosa sampai fungsi paru menunjukan gejala yang signifikan dan cepat pasien untuk dilakukan pengobatan.
Gejala
Onset gejala bervariasi tapi sering tidak terjadi sampai volume ekspirasi paksa pada FEV1 satu kedua diprediksi kira-kira 50% . Gejala awal termasuk batuk kronik (durasi lebih besar 3 bulan) yang dapat menjadi
intermitan pada pertama kali; produksi spuum kronik dan dispenia pada eksersi. Progres PPOK, dyspnea berkembang saat istirahat dan kemampuan untuk menampilkan aktiitas harian hidup.
Tanda
Observasi pada pasien dapat menyatakan menggunakan asesori otot respirasi (manifestasi perubahan paradksikal dada dan perut), bernafas pada bibir, dan hiperinflasi pada dada dengan peningkatan diameter anterior-posterior. Pada auskultasi paru pasien dapat jauh suara nafas, distensi jugular venous (JVD), edema secara ekstrim lebih rendah dan hepatomegali.
Tes laboratorium
Hematokrit dapat di evaluasi dan dapat berjumlah 50% (polisitemia). Arteri gas darah (ABGs) diperoleh pada pasien dengan FEV1 diprediksi kurang dari 40% atau tanda atau gejala pada cor pulmonalne atau pernafasan jantung, pasien PPOK memiliki karakteristik normal atau peningkatan tekanan CO2 diarteri. Level Antitrisin-1 terjadi pada pasien yang lebih muda (kurang dari 45 tahun) dengan tanda dan gejala PPOK secara khusus dengan sejarah keluarga yang kuat dengan emfisema.
Diagnosis
Diagnosis PPOK berdasarkan pada gejala pasien dan atau sejarah paparan faktor resiko. Sprirometri adalah alat untuk mendiagnosa. Persen setelah bronkodilator rasio FEV1/FVC kurang daripada 70% [rasio FEV1 terhadap kapasitas vital paksa (FVC)] pembatasan aliran udara sehingga tidak penuh secara reversible. Spirometry dapat lebih jauh digunkan untuk klasifikasi keparahan PPOK (tabel 12-1). Test fungsi pulmonari lengkap (PFTs) dengan volume paru dan difusi kapasitas dan gas darah arteri tidak memenuhi kebutuhan dalam membangun diagnosa atau keparahan PPOK.
Perbedaan faktor termasuk umur, sejarah merokok, trigger, sejarah pekerjaan, dan derajat pengukuran dapat kembali semula pada spirometri sebelum dan setelah relaksasi bronkus. Managemen pada pasien ini hampir sama dengan pasien asma. Broncitasis, fibrosis sistic, obliterative
bronchiolitis, gagal jantung kongesti dan tuberkulosis adalah kemungkinan lain pada perbedaan diagnosis yang biasanya lebih awal untuk memnedakan dari PPOK. Chest radiography or high-resolution computed tomography (CT) dengan presentasi pasien membantu penetapan penyakit lain pada paru- paru.
Tatalaksana Terapi Hasil akhir terapi pada pasien dengan PPOK termasuk penghentian
merokok, peningkatan gejala, penurunana FEV1, pengurangan angka kejadian memburuk akut, peningkatan kesejahteraan fisik dan psikologis, dan pengurangan tingkat kematian, perawatan di rumah sakit, dan hari tidak masuk kerja. 1. Terapi Nonfarmakologi dan Farmakologi Pada PPOK Stabil Pasien penyakitnya,
dengan rencana
PPOK
harus
pengobatan,
mendapatkan dan
strategi
penjelasan untuk
mengenai
memperlambat
perkembangan dan mencegah komplikasi. Terapi Nonfarmakologi
Penghentian Merokok Komponen utama manajemen PPOK adalah menghindari atau mengurangi
terpaparnya faktor-faktor resiko. Paparan terhadap asap rokok merupakan faktor resiko utama, dan berhenti merokok adalah strategi yang paling efektif untuk mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat atau menghentikan perkembangan
penyakit.
Penghentian
merokok
menyebabkan
penurunan
simtomatologi dan memperlambat laju penurunan paru bahkan kelainan fungsi yang signifikan dalam tes fungsi paru telah terdeteksi (FEV1/FVC 60 mmHg atau saturai oksigen > 90%.
Mekanik Noninvansiv Ventilasi
Noninvansiv ventilasi tekanan positif (NPPV) memberikan dukungan ventilasi dengan oksigen dan aliran udara bertekanan menggunakan masker muka atau hidung dengan segel ketat tapi tanpa intubasi endotrakeal. Manfaat NPPV umumnya dikaitkan dengan pengurangan komplikasi yang sering muncul dengan mekanik invasive ventilasi. Pasien dengan asidosis berat (PH 50%
S. pneumonia, H. H. influenza M. catarrhalis H. parainfluenzae
Makrolid (azitromisin, klaritomisin), sefalosforin generasi 2 atau 3, doksisiklin
Eksaserbasi komplek umur > 65 tahun > 4 kali eksaserbasi
Seperti diatas, ditambah obat Amoksisilin/klavulanas, yang resisten terhadap fluorokuinolon pneumococci, ditambah H. (levofloksasin,
Umumnya tidak resisten
pertahun influenza dan M. catarrhalis gatifloksasin, FEV1 < 50% tapi > 35% penghasil beta laktamase moksifloksasin) Eksaserbasi kompleks dengan resiko P. aeruginosa > 4 kali eksaserbasi pertahun FEV1 > 35%
Seperti diatas, ditambah P. aeruginosa
Fluorokuinolon (levofloksasin, gatifloksasin, moksifloksasin) Terapi IV, jika diperlukan : sefalosporin generasi 3 atau 4
Ekspektoran dan Mukolitik
Asupan air yang cukup dapat diterima untuk mempertahankan hidrasi. diluar itu penggunaan mukilitik atau ekspektoran untuk pasien PPOK tidak terbukti manfaatnya.
Monitoring dan evaluasi Untuk mengevaluasi hasil terapi PPOK efektif, pertama-tama harus menggambarkan antara PPOK stabil kronis dan akut eksaserbasi.
PPOK stabil kronis, tes fungsi paru harus dinilai secara berkala dan dengan adanya penambahan terapi, perubahan dosis, atau penghapusan terapi. Parameter hasil lainnya biasanya dievaluasi, termasuk skor dyspnea, kualitas hidup, dan tingkat eksaserbasi, termasuk kunjungan ke rumah sakit atau rawat inap.
Pada eksaserbasi akut PPOK, jumlah sel darah putih, tanda-tanda vital, dada x-ray, dan perubahan frekuensi dispnea, volume dahak, dan purulensi dahak harus dinilai saat onset dan sepanjang pengobatan eksaserbasi.
Pada eksaserbasi yang lebih parah, ABGs eksaserbasi dan saturasi oksigen juga harus dipantau. Selain itu, kepatuhan pasien untuk meminum obat, efek samping, interaksi obat yang potensial, dan penilaian kualitas hidup pasien juga harus dievaluasi.
KASUS
Tuan M umur 70 tahun datang pertama ke Rumah Sakit dengan nafas ngos-ngosan sejak ± 10 hari yang lalu. Nafas terasa lebih berat ketika pasien beraktifitas jalan kaki ±50 m. Pasien juga mengatakan bahwa tidur lebih nyaman dengan bantal tinggi., Pasien sudah mengeluh batuk, tidak demam, BB tidak menurun, nafsu makan baik, tidak berkeringat dingin, BAB normal kuning. Kemudian pasien dirawat inap di RSD Sobandi selama 9 hari. Selama hidupnya Tuan M merokok dan sudah berhenti sejak 5 tahun yang lalu, sedangkan pekerjaan beliau adalah petani.
RPD : Riwayat TB 1,5 tahun yang lalu, gastritis
RPK : -
Data subjektif 10/11/11 11/11/11/
12/11/11
13/11/11
Nafas
Sesak,
Sesak,
Sesak,perut Sesak tapi Sesak,
ngos-
batuk,pusing batuk,pusing panas
ngosan
14/11/11
sudah
15/11/11 16/11/11
tidak
17/11/11
18/11/11
Sesak,
Sesak
Masih
batuk
berkurang,
sesak tapi
berkurang, batuk,
berdahak batuk
berkurang,
sakit
warna
berdahak
panas ulu
kepala di kepala
putih,
warna putih hati, mual
pelipis,
sakit
hanya
perut
kepala
sedikit,sakit muntah,
sakit
tapi tidak
tidak
kepala
batuk
panas
berkurang,
berdahak
panas ulu hati
di banyak dan berwarna putih.
Data Objektif
Tanda-tanda vital pasien
Tanggal pemeriksaan
10/11/
Tek. Darah (mmHg)
11
11/11/
12/11/
13/11/
14/11/
15/11/
16/11/
17/11/
18/11/ 11
130/
110/
140/
120/
110/
140/ 80
8
8
8
8
8
7
7 8
36,
5
36
2
2
3
3
1
2 1
Seda ng
37
Seda ng
36,
5
36
Seda ng
Seda ng
36
Seda ng
36
6
Seda ng
4
Seda ng
6
2
5
2
4
2
8
8
2
36,
Kondisi umum
4
8
8
8
80
5
80
11
130/
8
2
Suhu (0C)
8
8
70
11
70
11
130/
7 2
80
11
75
11
70
11
Respirator y Rate (x/menit)
80
11
160/
Nadi (x/menit)
Seda ng
36
Seda ng
Assesment
10/11/11
13/11/11
14/11/11
15/11/11
16/11/11
S/d
S/d
12/11/11
17/11/11
Obs dyspnea +Susp TB
Obs dyspnea + PPOK
Nama Obat
Rute
O2
I.V
Infus RL
I.V
Ranitidin
I.V
Cefotaxim Aminophilin drip Nebulizer: - Combivent 1 amp /PZ 1 cc
I.V I.V
Inhalasi
Obs dyspnea + PPOK
Obs dyspnea + PPOK
Obs dyspnea + PPOK
15/11/11
Obs dyspnea + PPOK
Profil Pengobatan pada saat masuk Rumah Sakit
Dosis
Tanggal pemberian obat (November 2011) 10
11
12
13
14
15
16
17
18
lpm
2 lpm
2 lpm
2 lpm
2 lpm
2 lpm
3 lpm
3 lpm
3 lpm
15 tpm
20 tpm
20 tpm
20 tpm
20 tpm
20 tpm
20 tpm
20 tpm
20 tpm
2x1
√
3x1
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
1 amp (24mg/ml) 3x1 1 vial (2,5ml) 3x1
Ambroxol
P.O
3x1
√
√
√
√
√
√
Amlodipin
P.O
1-0-0
√
√
√
√
√
√
Valsartan
P.O
0-0-1
√
√
√
√
√
√
Antasid syr
P.O
3x1CH
√
√
√
I.V
500mg/ 100ml 1x1
√
√
√
√
√
√
Levofloxasin Infus D5
I.V
Hasil Laboratorium
Jenis Pemeriksaan
Hasil 10/11/11 15/11/2011
Normal
Hematologi Hemoglobin Laju Endap Darah
14,6 5/10
12,5 73/115
13,4-17,7 gr/dl 0-15
Lekosit
20,5
8,5
4,3-10,3 x 103/L
Hematokrit
41,7
35,7
38-42%
Trombosit Faal Hati Bilirubin direk Bilirubin total SGOT SGPT Albumin Kadar Gula Darah Sewaktu
221
155
150-450x109/l
0,46 1,09 36 38 3,0
86 71 3,4
0,2-0,4 mg/dl < 1,2 mg/dl 10-35 v/L 9-43 v/L 3,4-4,8
76
-
View more...
Comments