Makalah Pengantar Ilmu Politik Tentang Partai Politik

April 20, 2018 | Author: Faris Ahmad | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Makalah Pengantar Ilmu Politik Tentang Partai Politik...

Description

MAKALAH PENGANTAR ILMU POLITIK TENTANG PARTAI POLITIK BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Partai politik sesungguhnya merupakan sebuah ke ndaraan, yang fungsinya untuk menyatukan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama dalam penyelenggaraan negara.

Berdasarkan definisi di atas, partai politik mencakup kumpulan orang-orang yang terorganisir secara teratur dan memiliki persamaan tujuan, serta cita-cita untuk memperoleh kekuasaan pemerintah, dengan cara mengawasi dan melaksanakan kebijakan umum yang mereka aspirasikan. Jadi, definisi ini lebih menekankan pada fungsi pengawasan dan kontrol terhadap t erhadap kebijakan yang diambil dalam pemerintahan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, biasanya partai politik ikut serta dalam perumusan kebijakan, yaitu dengan cara mendudukkan sebagian anggotanya pada lembaga pemerintahan.

Berdasarkan definisi di atas, partai politik mencakup kumpulan orang-orang yang terorganisir secara teratur dan memiliki persamaan tujuan, serta cita-cita untuk memperoleh kekuasaan pemerintah, dengan cara mengawasi dan melaksanakan kebijakan umum yang mereka aspirasikan. Jadi, definisi ini lebih menekankan pada fungsi pengawasan dan kontrol terhadap t erhadap kebijakan yang diambil dalam pemerintahan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, biasanya partai politik ikut serta dalam perumusan kebijakan, yaitu dengan cara mendudukkan sebagian anggotanya pada lembaga pemerintahan.

Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan diri pada fungsi rekrutmen politik, karena rekrutmen politik sangat penting sekali dilakukan oleh partai politik, sebab rekrutmen politik akan menentukan kualitas dari calon legislatif yang diusung oleh partai politik.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Partai Politik Partai politik sesungguhnya merupakan sebuah kendaraan, yang fungsinya untuk menyatukan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama dalam penyelenggaraan negara. Berdasarkan visi dan misi tersebut, partai politik memiliki program-program politik yang dilakukan dengan bersama-sama dari setiap masing-masing anggotanya, serta memiliki tujuan untuk menduduki  jabatan politik di pemerintahan

2.1.1 Pengertian Partai Politik Menurut Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul “Dasar -dasar “Dasar -dasar Ilmu Politik” pengertian partai politik adalah: Suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kekuasaan politik dengan cara konstutisional untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanan mereka. (Budiardjo,2004:160) Definisi di atas senada dengan pendapat R.H Soltau yang tertulis dalam buku Miriam Budiardjo dengan judul buku “Dasar “Dasar -dasar Ilmu Politik“ sebagai berikut: “A group of citizens more or les organized, who act as a political unit and who, by the use of their voting power, aim to control the goverment and carry out their general policies” (“sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka”) (Soltau dalam Budiardjo,2004:160) Definisi di atas didukung oleh Raymond Garfield Gettell yang mengungkapkan pendapatnya tentang partai politik seperti yang dikutip oleh H.B Widagdo dalam bukunya “Manajemen Pemasaran Partai Poltik Era Reformasi” yaitu: “ A political party consists of  a group of citizens, more or less organized, who act as a political unit and who and, by the use of their voting power, aim to control control the geverment and carry out the general politices”. (“Partai politik terdiri dari sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasi, yang bertindak sebagai suatu s uatu kesatuan politik yang mempunyai kekuasaan memilih, bertujuan mengawasi pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka”).

PEMBAHASAN

2.1 Partai Politik Partai politik sesungguhnya merupakan sebuah kendaraan, yang fungsinya untuk menyatukan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama dalam penyelenggaraan negara. Berdasarkan visi dan misi tersebut, partai politik memiliki program-program politik yang dilakukan dengan bersama-sama dari setiap masing-masing anggotanya, serta memiliki tujuan untuk menduduki  jabatan politik di pemerintahan

2.1.1 Pengertian Partai Politik Menurut Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul “Dasar -dasar “Dasar -dasar Ilmu Politik” pengertian partai politik adalah: Suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kekuasaan politik dengan cara konstutisional untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanan mereka. (Budiardjo,2004:160) Definisi di atas senada dengan pendapat R.H Soltau yang tertulis dalam buku Miriam Budiardjo dengan judul buku “Dasar “Dasar -dasar Ilmu Politik“ sebagai berikut: “A group of citizens more or les organized, who act as a political unit and who, by the use of their voting power, aim to control the goverment and carry out their general policies” (“sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka”) (Soltau dalam Budiardjo,2004:160) Definisi di atas didukung oleh Raymond Garfield Gettell yang mengungkapkan pendapatnya tentang partai politik seperti yang dikutip oleh H.B Widagdo dalam bukunya “Manajemen Pemasaran Partai Poltik Era Reformasi” yaitu: “ A political party consists of  a group of citizens, more or less organized, who act as a political unit and who and, by the use of their voting power, aim to control control the geverment and carry out the general politices”. (“Partai politik terdiri dari sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasi, yang bertindak sebagai suatu s uatu kesatuan politik yang mempunyai kekuasaan memilih, bertujuan mengawasi pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka”).

(Gettell dalam Widagdo, 1999:6)

Sementara itu, J.A. A.Corry dan Henry J. Abraham me ngungkapkan pendapatnya tentang partai politik seperti yang dikutip oleh Haryanto dalam bukunya “Partai Politik Suatu Tinjauan Umum” yaitu: “Political party is a volomtary association aiming to get control of the government by filling elective offices in the government with its members. (Partai politik merupakan suatu perkumpulan yang bermaksud untuk mengontrol  jalannya roda pemerintahan dengan menempatkan para anggotanya pada  jabatan- jabatan  jabatan pemerintahan)”. (Corry dan dalam Haryanto,1948:9)

Berdasarkan definisi di atas, partai politik mencakup kumpulan orang-orang yang terorganisir secara teratur dan memiliki persamaan tujuan, serta cita-cita untuk memperoleh kekuasaan pemerintah, dengan cara mengawasi dan melaksanakan kebijakan umum yang mereka aspirasikan. Jadi, definisi ini lebih menekankan pada fungsi pengawasan dan kontrol terhadap t erhadap kebijakan yang diambil dalam pemerintahan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, biasanya partai politik ikut serta dalam perumusan kebijakan, yaitu dengan cara mendudukkan sebagian anggotanya pada lembaga pemerintahan. Sedangkan menurut Ramlan Surbakti, dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik”, partai politik dapat didefinisikan sebagai berikut: “Kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dip ersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum, guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun. (Surbakti,1992:116) Pendapat di atas senada pula dengan pendapat Rusadi Kantaprawira dalam bukunya yang berjudul “Sistem Politik Indonesia”, partai politik adalah: Organisasi manusia dimana didalamnya terdapat pembagian tugas dan petugas untuk mencapai suatu tujuan, mempunyai ideologi (political doctrine, political ideal, political thesis, ideal objective), mempunyai program politik ( political platform, material objective) sebagai rencana pelaksanaan atau cara pencapaian tujuan secara lebih pragmatis menurut pentaha pan jangka dekat sampai yang panjang, serta mempunyai ciri berupa keinginan untuk berkuasa (power endeavor).

(Kantaprawira,1988:62)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka partai politik tidak hanya kumpulan orang-orang yang terorganisir, tetapi didalamnya terdapat pula tugas dan fungsi, ideologi-ideologi, program-program, nilai-nilai dan cita-cita yang sama, serta memiliki tujuan untuk menguasai dan merebut kekuasaan politik. Beberapa pendapat di atas, berbeda dengan pendapat Sigmun Neuman seperti yang dikuti oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya “Partisipasi Politik dan Partai Politik” mengemukakan definisi partai politik sebag ai berikut: “Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku -pelaku politik yang aktif dalam masyarakat yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing untuk memperoleh dukungan masyarakat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian partai politik merupakan perantara besar yang menghubungkan kekuasaan-kekuasaan dan ideologi sosial dengan lembagalembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengikatnya dengan aksi politik didalam masyarakat politik yang lebih luas”. (Neuman dalam Miriam Budiardjo,1998:16-17)

Pengertian ini mengungkapkan bahwa partai politik merupakan sebuah organisasi artikulasi yang didalamnya terdapat orang-orang yang memiliki kepentingan politik yaitu menguasai pemerintah dan be rsaing untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Jadi partai politik disini merupakan penghubung kekuasaan antara pemerintah dengan masyarakat, tentunya sebagai media penghubung dan penampung aspirasi masyarakat. Hal ini berbeda pula dengan pendapat Inu Kencana dkk, yang mengemukakan bahwa Partai politik itu tidak hanya menekankan pada k umpulan orang-orang yang memiliki ideologi yang sama atau berniat merebut dan mempertahankan kekuasaan belaka, tetapi lebih untuk memperjuangkan kebenaran, dalam suatu level negara. (Kencana dkk, 2002:58). Jadi, partai politik tidak hanya sekedar kumpulan orang-orang yang memiliki kesamaan ideologi dan tujuan yang sama, tetapi ha rus bersedia memperjuangkan kebenaran, terutama dalam melaksanakan aktivitas politik dalam suatu negara.. Pengertian partai politik di atas senada dengan yang tertera dalam Undangundang Nomor 31 tahun 2002 pasal 1 (1) adalah:

Organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum”.

Beberapa penjelasan definisi partai politik menurut para ahli di atas mengatakan bahwa, partai politik didalamnya terdapat kumpulan orang-orang yang terorganisir yang memiliki tugas dan fungsi, tujuan bersama, visi dan misi, program, yang pada akhirnya menguasai pemerintah, dengan cara menduduki  jabatan politik. Partai politik juga sebagai media penghubung antara masyarakat dengan pemerintah yaitu, dalam rangka penampung da n penyalur aspirasi masyarakat. Jadi ada satu hal yang membedakan antara partai politik dengan organisasi lainnya, yaitu adanya tujuan untuk memperoleh k ekuasaan di pemerintahan. Apabila suatu organisasi memiliki tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dalam pemerintahan, maka organisasi tersebut dapat dikatakan sebagai partai politik. Sedangkan untuk mempertahankan kekuasaannya partai politik harus memiliki massa pendukung sebanyak mungkin.

2.1.2 Ciri-ciri Partai Politik Partai politik sebagai organisasi politik mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dari organisasi politik lainnya. Lapalombara dan Weiner mengemukakan beberapa ciri partai politik yang dikutip oleh Ramlan Surbakti dalam bukunya “ Memahami Ilmu Politik “ yaitu: 1.

Berakar dalam masyarakat lokal

Partai politik dibentuk atas keinginan masyarakat sebagai penyalur aspirasinya, adanya legitimasi dari masyarakat terhadap sebuah partai politik merupakan hal yang penting. Selain itu partai politik juga harus memiliki cabang di daerah, agar dapat mengakar dalam masyarakat lokal karena jika tidak begitu bukan merupakan partai politik 2.

Melakukan kegiatan terus menerus

Kegiatan yang dilakukan oleh partai politik har uslah berkesinambungan, dimana masa hidupnya tidak bergantung pada masa jabatan atau masa hidup pemimpinnya. 3.

Berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan

Partai politik bertujuan memperoleh dan mempertahankan kekuasaan pemerintahan dengan maksud agar dapat melaksanakan apa yang telah menjadi programnya. 4.

Ikut serta dalam pemilihan umum

Untuk dapat menempatkan orang-orangnya dalam lembaga legislatif, partai politik di negara demokratis turut serta dalam pemilihan umum. (Surbakti,1992:115)

Berdasarkan ciri-ciri partai politik di atas, maka partai politik harus memiliki kepengurusan yang tersebar di setiap daerah, sehingga betul-betul mengakar pada masyarakat. Begitu pula dengan kegiatan yang dilakukan partai politik tentunya harus terlaksana secara terus-menerus, sehingga keberadaan partai politik tersebut dapat bertahan dengan lama. Ciri yang paling menonjol dalam partai politik adalah berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan seluas-luasnya dalam pemerintahan, yaitu melalui proses pemilihan umum

2.1.3 Tujuan Partai Politik Setiap organisasi apapun pasti memiliki tujuan tertentu, dimana tujuan tersebut akan menjadi penuntun serta pedoman ketika organisasi tersebut berjalan. Dalam mencapai tujuan tersebut harus dilaksanakan secara bersama-sama oleh orangorang yang menjalankan organisasi tersebut, sehingga dalam pencapaian tujuan tersebut dapat membuahkan hasil yang sempurna. Begitu pula dengan partai politik yang memiliki tujuan yaitu untuk memperoleh kekuasaan di d alam pemerintahan. Menurut Rusadi Kantaprawira dalam bukunya “Sistem Politik Indonesia” bahwa tujuan partai politik sangat luas, antara lain meliputi aktivitas-aktivitas sebagai berikut: 1. Berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti mendudukkan orangorangnya menjadi pejabat pemerintahan sehingga dapat turut serta mengambil atau menentukan keputusan politik atau output pada umumnya 2. Berusaha melakukan pengawasan, bahkan oposisi bila perlu, terhadap kelakuan, tindakan, kebijaksanaan para pemegang otoritas (terutama dalam keadaan mayoritas pemerintahan tidak berada dalam tangan partai politik yang bersangkutan).

3. Berperan untuk memandu tuntutan-tuntutan yang masih mentah, sehingga partai politik bertindak sebagai penafsir kepentingan dengan mencanagkan isuisu politik yang dapat dicerna dan diterima oleh masyarakat secara luas. (Kantaprawira,1988:62)

Apabila dilihat dari tujuan partai politik tersebut, maka terlihat jelas betapa besarnya peranan dan partisipasi partai politik dalam sektor pemerintahan, terutama dalam melaksanakan pengawasan, pengambilan keputusan, penafsir kepentingan dan melakukan kontrol terhadap jalannya pemerintahan. Jadi, setiap aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah tidak dapat terlepas dari campur tangan partai politik. Dalam melaksanakan tujuannya, partai politik mengutuskan beberapa orang wakilnya untuk duduk di lembaga legislatif, tentunya melalui mekanisme pemilhan umum. Sedangkan jumlah wakil utusan tersebut tergantung dari perolehan suara dalam pemilu.

2.1.4 Awal Munculnya Partai Politik Partai politik awalnya berasal dari negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik. maka dari itu, partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat dengan pemerintah. Jadi, lahirnya partai politik dikarenakan adanya kebutuhan pemerintah dalam mendapatkan dukungan dari masyarakat dalam membuat suatu kebijakan. Apabila parlemen harus terjun langsung kemasyarakat dalam menjaring aspirasi, maka efektivitas kerja parlemen kurang terjamin. Untuk itu dibutuhkanlah suatu organisasi politik yang nantinya akan membantu pemerintah dalam memenuhi keinginan masyarakat. Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik” ada tiga teori munculnya Partai Politik antara lain sebagai berikut: 1.

Teori Kelembagaan.

Teori ini mengatakan bahwa partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif dan eksekutif, karena ada kebutuhan para anggota parlemen untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat. 2.

Teori Situasi Historis.

Teori ini mengatakan bahwa partai politik terjadi adanya situasi krisis historis terjadi manakala sistem politik mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat dari bentuk trasisional yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat modern yang berstruktur kompleks.

3.

Teori Pembangunan.

Teori ini mengatakan bahwa partai politik terjadi adanya modernisasi sosial ekonomi, seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan negara seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik maupun memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. (Surbakti,1992:113-114)

2.1.5 Tipologi Partai Politik

Setiap partai politik memiliki asas dan orientasi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Semakin banyak kepentingan politik yang diusung oleh partai politik dalam suatu negara, maka ini mencerminkan bahwa kepentingan masyarakat yang ada di negara tersebut beragam. Untuk melihat banyaknya kepentingan dalam suatu negara, maka dapat dilihat dari asas dan orientasi yang di anut dari masing-masing partai politik dalam negara tersebut. Ramlan Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik” mengklasifikasi asas dan orientasi partai politik menjadi tiga tipe yaitu: 1.

Partai politik pragmatis

 Yaitu suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tidak terikat kaku pada suatu doktrin dan ideologi tertentu. 2.

Partai politik doktriner.

 Yaitu suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan konkret sebagai penjabaran ideologi. 3.

Partai politik kepentingan

 Yaitu suatu partai politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau lingkungan hidup secara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan. (Surbakti,1992:112)

Beberapa asas dan komposisi partai politik ini, dituangkan ke dalam sebuah program politik yang nyata, dimana program-program tersebut harus dilaksanakan berdasarkan aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Setiap partai politik memiliki program-program yang berbeda-beda, hal ini merupakan penjabaran ideologi yang dianut partai tersebut. Jadi, semakin banyak kepentingan yang di usung oleh partai politik, maka ini menandakan adanya spesialisasi kepentingan-kepentingan yang dibawa oleh partai politik, sehingga kepentingan-kepentingan yang diaspirasikan oleh partai politik tersebut dapat terlaksana dengan maksimal berdasarkan kepentingan masyarakat yang memilihnya. Sedangkan berdasarkan komposisi dan fungsi anggotanya, partai politik memiliki karakter yang berbeda-berbeda antara satu dengan lainya. Hal ini dapat dilihat dari para pengikut-pengikutnya ataupun kader-kader yang mewakili partai tersebut dalam lembaga legislatif. Untuk itu menurut Ramlan surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik”, setidaknya ada dua penggolongan komposisi dan fungsi anggota partai politik yaitu antara lain: 1.

Partai politik massa atau lindungan.

 Yaitu partai politik yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dengan cara memobilisasi massa sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan diri sebagai pelindung bagi setiap kelompok dalam masyarakat sehingga pemilihan umum dapat dengan mudah dimenangkan, dan kesatuan nasional dapat dipelihara, tetapi juga masyarakat dapat memobilisasi untuk mendukung dan melaksanakan kebijakan tertentu. Partai ini seringkali merupakan gabungan berbagai aliran politik yang sepakat untuk berada dalam lindungan partai guna memperjuangkan dan melaksanakan program-program yang pada umumnya bersifat sangat umum. 2.

Partai politik kader.

 Yaitu suatu partai yang mengandalkan kualitas keanggotaan, keketatan organisasi, dan disiplin anggota sebagai sumber kekuatan utama. Seleksi keanggotaan dalam partai kader biasanya sangat ketat, yaitu melalui jenjang dan intensif, serta penegakan disiplin partai yang konsisten dan tanpa pandang bulu. (Surbakti,1992:123) Berdasarkan komposisi dan fungsi anggota partai politik, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa PDI-P termasuk dalam kategori partai massa. Hal ini terbukti bahwa PDI-P memiliki massa yang besar dan pr ogram-program yang dirumuskan secara umum dan fleksibel, serta para kader-kader PDI-P memiliki latar belakang sosial yang berbeda-beda. Besarnya jumlah massa PDI-P dapat dilihat pada pemilu umum legislatif tahun 2004, PDI-P berhasil memperoleh

kemenangan pada urutan ke dua. Dilihat dari orientasi keanggotaannya partai massa terdiri dari berbagai macam aliran politik yang kemudian dituangkan ke dalam berbagai macam program-program politik yang bersifat umum, tak heran partai ini pun mengatasnamakan sebagai partai nasionalis yang mampu mengakomodir segala kepentingan yang berlaku di masyarakat.

2.1.6 Fungsi Partai Politik Partai politik bisa dikatakan sebagai jembatan penghubung antara pemerintah dengan masyarakat, dimana ketika masyarakat ingin menyampaikan aspirasinya, partai politik harus berperan aktif dalam hal penampung dan penyampai aspirasi tersebut. Hal ini merupakan penjabaran salah satu fungsi partai politik. Menurut Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul “Dasar -dasar Ilmu Politik” ada beberapa fungsi partai politik sebagai berikut : 1.

Partai Politik sebagai sarana komunikasi politik

2.

Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik

3.

Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik

4.

Partai politik sebagai sarana pengatur konflik (Budiardjo,2002:163)

Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan diri pada fungsi rekrutmen politik, karena rekrutmen politik sangat penting sekali dilakukan oleh partai politik, sebab rekrutmen politik akan menentukan kualitas dari calon legislatif yang diusung oleh partai politik.

2.2 Rekrutmen Politik Setiap organisasi tidak akan pernah terbentuk apabila tidak memiliki anggota, karena anggota merupakan pengerak roda setiap organisasi. Begitu pula dengan partai politik. Partai politik dituntut harus mampu melahirkan anggota-anggota legislatif yang berkualitas dan mengerti akan segala aspirasi masyarakat. Untuk menciptakan kader-kader yang berkualitas tersebut, partai politik harus menjalankan fungsinya dengan baik, terutama fungsi rekrutmen politik.

2.2.1 Pengertian Rekrutmen Politik

Menurut Fadillah Putra dalam bukunya yang berjudul “Partai Politik dan Kebijakan Publik”, rekruitmen politik adalah suatu proses seleksi atau rekruitmen anggota-anggota kelompoknya dalam jabatan-jabatan administrasi maupun politik. Hal ini sependapat dengan Ramlan Surbakti dalam Bukunya “Memahami Ilmu Politik” yang mendefinisikan rekrutmen politik, yaitu: Rekrutmen politik biasanya mencakup pemilihan, seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya (Surbakti,1992:118).

Agus Pramono dalam bukunya yang berjudul “Elit Politik: yang Loyo dan Harapan Masa Depan” berpendapat bahwa rekrutmen politik yaitu proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok untuk memiliki kelompoknya dalam  jabatan administrasi maupun politik.(Pramono,2005:30) Jadi, berdasarkan pengertian di atas maka setiap partai politik memiliki cara tersendiri dalam melakukan perekrutan anggotanya masing-masing, terutama dalam pelaksanaan sistem dan prosedur perekrutan yang dilakukan partai politik tersebut. Fungsi rekrutmen juga merupakan fungsi mencari dan mengajak orangorang yang memiliki kemampuan untuk turut aktif dalam kegiatan politik, yaitu dengan cara menempuh berbagi proses penjaringan, yang nantinya akan dijadikan sebagai calon anggota legislatif.

2.2.2 Mekanisme Rekrutmen Politik Elit politik yang ada seharusnya dapat melakukan mekanisme rekrutmen politik yang dapat menghasilkan pelaku-pelaku politik yang berkualitas di masyarakat, karena salah satu tugas dalam rekrutmen politik adalah bagaimana elit politik yang ada dapat menyediakan kader-kader partai politik yang berkualitas untuk duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif. Menurut Fadillah Putra dalam bukunya “Partai politik dan Kebijakan publik” terdapat beberapa mekanisme rekrutmen politik antara lain. a. Rekrutmen terbuka, yang mana syarat dan prosedur untuk menampilkan seseorang tokoh dapat diketahui secara luas. Dalam hal ini partai politik berfungsi sebagai alat bagi elit politik yang berkualitas untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Cara ini memberikan kesempatan bagi rakyat untuk melihat dan menilai kemampuan elit politiknya. Dengan demikian cara ini sangat kompetitif. Jika dihubungkan dengan paham demokrasi, maka cara ini juga

berfungsi sebagai sarana rakyat mengontrol legitimasi politik para elit. Adapun manfaat yang diharapkan dari rekrutmen terbuka adalah: 1.

Mekanismenya demokratis

2. Tingkat kompetisi politiknya sangat tinggi dan masyarakat akan mampu memilih pemimpin yang benar-benar mereka kehendaki 3.

Tingkat akuntabilitas pemimpin tinggi

4. Melahirkan sejumlah pemimpin yang demokratis dan mempunyai nilai integritas pribadi yang tinggi. b. Rekrutmen tertutup, berlawan dengan cara rekrutmen terbuka. Dalam rekrutmen tertutup, syarat dan prosedur pencalonan tidak dapat secara bebas diketahui umum. Partai berkedudukan sebagai promotor elit yang berasal dari dalam tubuh partai itu sendiri. Cara ini menutup kemungkinan bagi anggota masyarakat untuk melihat dan menilai kemampuan elit yang ditampilkan. Dengan demikian cara ini kurang kompetitif. Hal ini menyebabkan demokrasi berfungsi sebagai sarana elit memperbaharui legitimasinya. (Putra, 2003:209) Jadi, mekanisme rekrutmen politik yang dilakukan partai politik terdiri dari dua sistem yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka akan memungkinkan lahirnya calon-calon legislatif yang betul-betul demokratis dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, hal ini dikarenakan oleh proses pengangkatan calon tersebut dilakukan secara terbuka. Sedangkan sistem tertutup merupakan kebalikan dari sistem terbuka, dimana para pemilih tidak mengenal seseorang calon legislatif, karena sistem pengangkatan calon legislatif tersebut dilakukan secara tertutup. Hal ini memungkinkan timbulnya calon legislatif yang tidak kompetitif, berhubung proses pengangkatan tidak diketahui oleh umum.

2.2.3 Kriteria Anggota Legislatif  Sehubungan dengan hal ini, Czudnomski dalam bukunya Fadillah Putra dalam bukunya “Partai Politik dan Kebijakan Publik” mengemukakan tujuh hal yang dapat menentukan terpilih atau tidaknya seseorang dalam lembaga legislatif, dan ini juga penentu dari penampilan seorang elit politik, yaitu: 1.

Social Background

Faktor ini berhubungan dengan pengaruh status sosial dan ekonomi keluarga, dimana seseorang calon elit dibesarkan.

2.

Political Socialization

Melalui sosialisasi politik, seseorang menjadi terbiasa dengan tugas-tugas ataupun isu-isu yang harus dilaksanakan oleh suatu kedudukan politik. Dengan demikian, orang tersebut dapat menentukan apakah dia masuk dan punya kemampuan untuk menduduki jabatan tersebut, sehingga dia dapat mempersiapkan dengan baik. 3.

Initial political Activity

Faktor ini menunjukkan pada aktivitas atau pengalaman politik seseorang calon elit selama ini. Dalam praktek politik, faktor ini menjadi semacam “belenggu” b agi elit sebab ia berhubungan dengan garis af liasi kelompok yang dianutnya. 4.

Apprenticeship

Faktor ini menunjukkan langsung kepada proses”magang” dari calon elit ke elit lain yang sedang menduduki jabatan yang di “diincar” o leh calon elit. Segi positi f faktor ini adalah calon elit mengerti benar mekanisme kerja serta norma-norma yang berlaku dilingkungan kerjanya. Segi negatifnya adalah reputasi calon elit dapat “tenggelam” sebab kualitas elit yang digantikannya memiliki reputasi yang sangat tinggi, maka calon elit akan sulit untuk melepaskan diri dari bayangbayang pendahulunya. 5.

Occupational Variables

Faktor ini hampir sama dengan faktor yang ketiga, bedanya disini calon elit dilihat dari pengalaman kerjanya dalam lembaga formal yang belum tentu berhubungan dengan politik. Ini menarik, sebab elit politik sebenarnya tidak sekedar dinilai dari popularitas saja (sesuai dengan ajaran demokrasi), namun dinilai pula faktorfaktor: kapasitas intelektual, rasa diri penting, vitalitas kerja, latihan peningkatan kemampuan yang diterima, dan pengalaman kerja. 6.

Motivations

Ini merupakan faktor yang paling penting, asumsi dasar yang digunakan oleh pakar politik adalah orang akan termotivasi untuk aktif dalam kegiatan politik karena hal-hal sebagai berikut: a.

Harapan (ekspetasi) atas Personal reward (material, sosial, psikologi)

b. Orientasi mereka terhadap isu-isu politik, seorang pemimpin oleh sebab yang lain, yang disebut collective goals. Seharusnya seorang elit membedakan kedua hal tersebut, namun yang banyak terjadi adalah para elit memanipulasi personal needs menjadi public objectives.

7.

Selection

Faktor ini menunjukan kepada mekanisme atau prosedur rekrutmen politik yang berlaku. Negara demokrasi menuntut adanya elit politik yang mampu memaksimalkan dirinya untuk benar-benar menjalankan fungsinya dengan baik, karena hal ini akan berhubungan dengan fungsi dari elit politik tersebut. Untuk itu, menurut Agus Pramono dalam bukunya yang berjudul “Elit Politik yang Loyo dan Hara pan Masa Depan”, seorang elit politik harus memenuhi beberapa kemampuan yaitu: a.

Kemampuan artikulasi kepentingan

Dalam pengertian bahwa elit politik harus mampu memahami sikap, nilai nilai dan orientasi politik masyarakat. Dengan kemampuan tersebut elit politik dapat menjunjung aspirasi politik masyarakat yang bersangkutan. b.

Kemampuan agregasi kepentingan.

Dalam pengertian mampu memadukan tuntutan-tuntutan yang disampaikan berbagai kelompok masyarakat menjadi alternatif-alternatif pembuat kebijakan publik. c.

Kemampuan sosialisasi politik.

Dalam pengertian memberdayakan masyarakat. Upaya ini dimaksudkan sebagai upaya mentranspormasikan segenap potensi masyarakat kedalam kekuatan-kekuatan nyata yang diharapkan mampu melindungi dan memperjuangkan hak-hak sipil. d.

Kemampuan komunikasi politik.

Komunikasi politik dilakukan dengan revitalisasi (penguatan) dan demokratisasi pranata sosial. Penguatan institusi wakil rakyat yang diwakili oleh elit politik, berfungsi sebagai tempat bargain masyarakat dan negara. (Pramono,2005:56-60) Pemilihan calon anggota legislatif adalah mutlak kewenangan pengurus partai politik, rakyat tidak dapat langsung memilih calon anggota legislatif yang bersih dari korupsi. Namun demikian, Indonesia Corruption Watch (ICW), Komisi untuk Orang hilang dan korban tindak kekerasan (Kontras), dan Lembaga Bantuan Hukum meresmikan Komite Pemantau Legislatif (KPL). Beberapa kriteria-kriteria calon anggota legislatif yang layak dijadikan wakil rakyat adalah: 1.

Tidak pernah memerintahkan atau melakukan kejahatan/kecurangan politik.

2. Tidak pernah menggunakan jabatannya untuk melakukan kekerasan terhadap rakyat. 3.

Tidak memiliki gagasan atau pikiran yang mendukung tindak kekerasan.

4.

Tidak pernah dipidana, diberhentikan atau dipindahkan karena korupsi.

5.

Tidak memiliki kekayaan yang diduga hasil korupsi, kolusi dan nepotisme.

6.

Tidak memiliki jabatan pada lembaga/perusahaan negara.

7. Tidak melakukan kecurangan dalam bisnis yang merugikan negara dan pelayanan masyarakat. 8. Tidak pernah menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pibadi, keluarga dan kroni. 9. Tidak mendapatkan fasilitas karena kedekatannya dengan pejabat pemerintah. (Media Transparansi Edisi 9 Juni 1999) Berdasarkan beberapa penjabaran kriteria calon anggota legislatif yang dikemukakan oleh beberapa pakar di atas, maka kriteria calon anggota legislatif itu mencakup kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam menjalankan tugas-tugas politik serta persayaratan yang harus dipenuhi seorang calon anggota legislatif, yang mencakup tidak pernah melakukan tindakantindakan yang merugikan, baik negara maupun masyarakat, sehingga calon legislatif yang diusung oleh partai politik betul-betul berkualitas dan dapat menjalankan tugasnya dengan bijaksana.

BAB III PENUTUP 3.1.

Kesimpulan

Partai politik sesungguhnya merupakan sebuah ke ndaraan, yang fungsinya untuk menyatukan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama dalam penyelenggaraan negara. Berdasarkan visi dan misi tersebut, partai politik memiliki program-program politik yang dilakukan dengan bersama-sama dari setiap masing-masing anggotanya, serta memiliki tujuan untuk menduduki  jabatan politik di pemerintahan.

Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan diri pada fungsi rekrutmen politik, karena rekrutmen politik sangat penting sekali dilakukan oleh partai politik, sebab rekrutmen politik akan menentukan kualitas dari calon legislatif yang diusung oleh partai politik.

Dapat kita simpulkan bahwa di Indonesia yang kini menganut sistem Multipartai tidak menutupi kemungknanan perjalanan demokrasi di negara kita ini berlangsung cukup sengit dengan berbagai dinamika yang terjadi di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Budiardjo, Miriam. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Partai Politik

Pendahuluan Partai politik adalah salah satu komponen yang penting di dalam dinamika perpolitikan sebuah bangsa. Partai politik dipandang sebagai salah satu cara seseorang atau sekelompok individu untuk meraih kekuasaan,argumen seperti ini sudah biasa kita dengar di berbagai media massa ataupun seminar-seminar yang kita ikuti khususnya yang membahas tentang partai politik. Definisi Partai Politik Partai politik, per definisi, merupakan sekumpulan orang yang secara terorganisir mem-bentuk sebuah lembaga yang bertujuan merebut kekuasaan politik secara sah untuk bisa menjalankan program-programnya. Parpol biasanya mempunyai asas, tujuan, ideolog, dan misi tertentu yang diterjemahkan ke dalam program-programnya. Parpol juga mempunyai pengurus dan massa.

Ada pula Roger F Saltou yang mendefinisikan partai politik sebagai kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat.

Asal Usul partai politik Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik” berasal dari 3 teori yaitu : 1. teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan timbulnya partai politik. 2. teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya sistem politik mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat yang luas. 3. teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi Fungsi-Fungsi Partai Politik

a. b. c. d. e. f. g.

Partai politik sebagai sebuah instrumen politik memiliki beberapa macam fungsi partai politik diantaranya. melakukan sosialisasi politik, pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat rekrutmen politik yaitu seleksi dan pemilihan atau pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik. partisipasi politik, kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan ikut menentukan pemimpin pemerintahan. pemandu kepentingan, mengatur lalu lintas kepentingan yang seringkali bertentangan dan memiliki orientasi keuntungan sebanyak-banyaknya. komunikasi politik, partai politik melakukan proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. pengendalian konflik, partai politik melakukan pengendalian konflik mulai dari perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antar individu atau kelompok. Kontrol politik, partai politik melakukan kegiatan untuk menunjukan kesalahan, kelemahan dan penyimpangan dalam isi kebijakan atau pelaksaan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Sistem Partai Politik Maurice Duverger membagi sistem partai politik menjadi tiga sistem utama yaitu : A. Sistem partai Tunggal Sistem partai ini biasanya berlaku di dalam negara-negara Komunis seperti Cina dan Uni Soviet B. Sistem dua partai Sistem partai seperti ini dianut sebagian negera yang menggunakan paham liberal pemilihan di negara-negara tersebut mengguanakan sistem distrik. Negara yang menganut sistem dua partai adalah Amerika Serikat dan Inggris. C. Sistem Multipartai Sistem partai seperti ini dianut oleh negara Belanda, Perancis, di dalam ssitem ini menganut partai mayoritas dan minoritas dan diikuti oleh lebih dari dua partai.

ciri-ciri partai politik adalah : 1. Berakar dalam masyarakat lokal 2. Melakukan kegiatan terus menerus 3. Berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan 4. Ikut serta dalam peilihan umum. Tujuan Partai Politik Berdasarkan basis sosial dan tujuan partai politik dibagi menjadi empat tipe yaitu[ 7] : 1. Partai politik berdasarkan lapisan masyarakat yaitu bawah, menengah dan lapisan atas. 2. Partai politik berdasarkan kepentignan tertentu yaitu petani, buruh dan pengusaha. 3. Partai politik yang didasarkan pemeluk agama tertentu. 4. Partai politik yang didasarkan pada kelompok budaya tertentu. Penutup Partai politik sebagai salah satu instrumen politik yang memiliki tujuan untuk meraih kekuasaan.Selain memiliki tujuan yang jelas adapula fungsi-fungsi yang harus dijalankan yaitu rekrutmen politik, komunikasi politik, pengendali konflik dan l ain-lain. Disamping itu partai politik merupakan representasi dari beberapa kelompok yang ada di dalam masyarakat. Oleh karena itu partai politik perlu kita pelajari.

PARPOL (PARTAI POLITIK)

BAB I PENDAHULUAN

Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai dengan kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, derngan sendirinya menuntut  pelembagaan sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru. Tetapi  pengalaman di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan  banyak bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui. Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi[i]. Dari sudut  pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi  politik.

Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala  bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik. Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat mengkomunikasikan pandangan dan  prinsip-prinsip partai, program kerja partai, gagasan partai dan sebagainya. Agar anggota partai dapat mengetahui prinsip partai, program kerja partai atau pun gagasan partainya untuk menciptakan ikatan moral pada partainya, komunikasi politik seperti ini menggunakan media  partai itu sendiri atau media massa yang mendukungnya Dalam perkembangan partai politik umumnya diterima sebagai suatu lembaga penting terutama di negara-negara yang berdasarkan demokrasi konstitusional, yaitu sebagai kelengkapan sistem demokrasi suatu negara. Dan partai politik yang berkembang di Indonesia dapat digolongkan dalam beberapa periode yang mempunyai ciri dan tujuan masing-masing, yaitu : Masa penjajahan Belanda, Masa pedudukan Jepang dan masa merdek a[ii]. A. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah: a.

Apakah yang dimaksud dengan partai politik?

 b. Apa fungsi dari partai politik? c.

Apa tujuan dari pembentukan partai politik?

d. Dimana partai politik dilahirkan? e.

Bagaimanakah sejarah perkembangan partai politik?

B. Tujuan Masalah

Yang menjadi tujuan dari permasalahan adalah: a.

Untuk mengetahui maksud dari partai politik.

 b. Untuk mengetahui fungsi dari partai politik. c.

Untuk mengetahui tujuan dari pembentukan partai politik.

d. Untuk mengetahui dimana partai politik dilahirkan.

e.

Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan partai politik.

C. Manfaat Masalah

Manfaat dari permasalahan adalah? a.

Kita dapat mengetahui maksud dari partai politik.

 b. Kita dapat mengetahui fungsi dari partai politik. c.

Kita dapat mengetahui tujuan dari pembentukan partai politik.

d. Kita dapat mengetahui dimana partai politik dilahirkan. e.

Kita dapat mengetahui bagaimana sejarah perkembangan partai politik.

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi Partai Politik 

Partai politik yaitu organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus[iii].  Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Sedangkan definisi partai politik menurut ilmuwan politik yaitu: Friedrich  : partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisasikan secara stabil

dengan tujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi  pemimpin partainya, dan berdasarkan kekuasaan tersebut akan memberikan kegunaan materil dan idil kepada para anggotanya.[iv] Soltau :

partai politik sebagai

kelompok

warga negara

yang

sedikit banyak

terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang mereka buat.[v]

Tujuan dari pembentukan partai polik ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik  –   (biasanya) dengan cara konstitusionil  –   untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.[vi]

2. Fungsi Partai Politik 

Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat mengkomunikasikan pandangan dan  prinsip-prinsip partai, program kerja partai, gagasan partai dan sebagainya. Agar anggota partai dapat mengetahui prinsip partai, program kerja partai atau pun gagasan partainya untuk menciptakan ikatan moral pada partainya, komunikasi politik seperti ini menggunakan media  partai itu sendiri atau media massa yang mendukungnya[vii]. 

Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat.



Partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan orientasi terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah masyarakat. Sosialisi politik mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, partai politik berusaha menciptakan image (citra) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.



Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik berfungsi mencari dan mengajak orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.



Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di tengah masyarakat terjadi berbagai perbedaan  pendapat, partai politik berupaya untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan  bukan untuk kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan umum. 3. Tujuan Pembentukan Partai Politik 

Tujuan dari pembentukan partai politik menurut Undang-undang no.2 tahun 2008 tentang  partai politik, yaitu: 

mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945





menjaga dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik Indonesia





mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan



memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan  bernegara



membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Selain itu ada juga tujuan partai politik menurut basis sosial dibagi menjadi empat tipe yaitu :



Partai politik berdasarkan lapisan masyarakat yaitu bawah, menengah dan lapisan atas.



Partai politik berdasarkan kepentingan tertentu yaitu petani, buruh dan pengusaha.



Partai politik yang didasarkan pemeluk agama tertentu.



Partai politik yang didasarkan pada kelompok budaya tertentu.[viii]

4. Lahirnya Partai Politik 

Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan dengan gagasan bahwa rakyat merupakan fakta yang menentukan dalam proses politik. Dalam hal ini  partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain  pihak [ix]. Maka dalam perkembangannya kemudian partai politik dianggap sebagai menifestasi dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat. Pada permulaannya peranan partai politik di negara-negara Barat bersifat elitis dan aristokratis, dalam arti terutama mempertahankan kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja, namun dalam perkembangannya kemudian peranan tersebut meluas dan

 berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh perlunya dukungan yang menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat. Dengan demikian terjadi  pergeseran dari peranan yang bersifat elitis ke peranan yang meluas dan populis. Perkembangan selanjutnya adalah dari Barat, partai politik mempengaruhi dan  berkembang di negara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai politik di negara-negara  jajahan sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke arah persatuan nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal ini terjadi di Indonesia (waktu itu masih Hindia Belanda) serta India. Dan dalam perkembanganya akhir-akhir ini partai politik umumnya diterima sebagai suatu lembaga penting terutama di negara-negara yang berdasarkan demokrasi konstitusional, yaitu sebagai kelengkapan sistem demokrasi suatu negara.

5. Sejarah Perkembangan Partai Politik 

Perkembangan partai politik di Indonesia dapat digolongkan dalam beberapa periode  perkembangan, dengan setiap kurun waktu mempunyai ciri dan tujuan masing-masing, yaitu : Masa penjajahan Belanda, Masa pedudukan Jepang dan masa merdeka[x].

a. Masa Penjajahan Belanda.

Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu itu Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang  berazaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka. Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat , gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische  Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin. Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite

Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islami) yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan organisasi buruh.

b. Masa Pendudukan Jepang

Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai Masyumi, yang lebih banyak bergerak di bidang sosial.

c.

Masa Merdeka (mulai 1945).

Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar untuk mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik Indonesia. Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem banyak partai. Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI. Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena  partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem parlementer[xi].  Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan  baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mewakili masa masa demokrasi terpimpin. Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di  pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama memalui G 30 S/PKI akhir September 1965). Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak lebih leluasa dibanding dengan msa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini adalah munculnya organisasi kekuatan politik bar yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan

umum thun 1971, Golkar munculsebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu  NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI. Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai  politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi Partai Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Parati Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi keuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997. Setelah gelombang reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya rezim Suharto, maka pemilu dengan sistem multi  partai terus berlanjut hingga pemilu 2004.[xii]

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan

a.

Partai Politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk

dengan tujuan khusus.  b.

Partai Politik di Indonesia pertama kali dibentuk sejak jaman penjajahan Belanda, meskipun system politik di Indonesia bersifat multipartai, namun pada masa orde baru sempat terjadi  pemusatan kekuatan sehingga partai politik hanya ada 3 partai politik. Sejak jaman reformasi Indonesia kembali menjadi system multipartai.

c. Yang diperlukan oleh partai politik bukan hanya dukungan, tapi juga kesabaran pemilih untuk memberikan kesempatan kepada partai politik pilihan, agar partai politik Indonesia biar menjadi lebih baik lagi dari sekarang. 2. Saran

Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dari kesempurnaan, maka agar makalah ini sempurna mohon kritik dan saran dari pembaca, dan  penulis mengucapkan terimakasih.

Tugas Proyek Pengantar Ilmu Politik tentang Partai Politik Masa Depan

BAB I PEMBAHASAN 1.1 Pengertian Partai Politik  Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik  –   (biasanya) dengan cara konstitusionil –  untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik. Dalam rangka memahami Partai Politik sebagai salah satu komponen Infra Struktur Politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai Partai Politik, yakni : 1)

Carl J. Friedrich, Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.

2)

R.H. Soltou, Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.

3)

Sigmund Neumann, Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.

4)

Miriam Budiardjo, Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena begitu pentingnya peran Partai Politik, maka sudah selayaknya jika diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan mengenai Partai Politik. Peraturan perundang-undangan ini diharapkan mampu menjamin  pertumbuhan Partai Politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional. Pentingnya keberadaan Partai Politik dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan dalam peraturan perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak mengajukan calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini masyarakat mempun yai penilaian negatif terhadap Partai Politik, bukan berarti lantas menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan. Semua yang terjadi sekarang hanyalah bagian dari proses demokrasi. Untuk menciptakan sistem politik yang memungkinkan rakyat menaruh kepercayaaan, diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan yang mampu menjadi landasan bagi tumbuhnya Partai Politik yang efektif dan fungsional. Dengan kata lain, diperlukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem Politik Indonesia yakni Undangundang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna

mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah  belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional. Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah. Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar  berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat. Bagi Indonesia, pertumbuhan Partai Politik telah mengalami pasang surut. Kehidupan Partai Politik baru dapat di lacak kembali mulai tahun 1908. Pada tahap awal, organisasi yang tumbuh pada waktu itu seperti Budi Oetomo belum bisa dikatakan sebagaimana pengertian Partai Politik secara modern. Budi Utomo tidak diperuntukkan untuk merebut kedudukan dalam negara ( public office) di dalam persaingan melalui Pemilihan Umum. Juga tidak dalam arti organisasi yang berusaha mengendalikan proses  politik. Budi Oetomo dalam tahun-tahun itu tidak lebih dari suatu gerakan kultural, untuk meningkatkan kesadaran orang-orang Jawa.

1.2 Keadaan Partai Politik Di Indonesia Saat Ini Di era reformasi ini jalannya demokrasi Indonesia ternyata masih panjang dan berliku. Terutama pada salah satu pilar demokrasi yang penting yakni partai politik. Partai politik memang mempunyai peran dan fungsi strategis. Secara ideal partai politik dapat menentukan dan menyeleksi kandidat pejabat publik. Tidak hanya itu, partai politik juga berperan dan  bertanggung jawab besar dalam pendidikan politik warga negara agar mereka bisa lebih „melek ‟ secara politik. Lebih lanjut, di sisi lain, partai politik juga mempunyai tugas untuk mengartikulasi sekaligus mengagregasikan berbagai macam kepentingan dalam masyarakat sekaligus dalam konteks tertentu bertanggung jawab menuntaskan berbagai konflik yang muncul. Meski begitu, diyakini pula tidak semua peran ideal tersebut mampu dijalankan secara konsekuen dan konsisten. Bahkan,saat ini keadaan partai politik di Indonesia sungguh memprihatinkan karena banyaknya partai politik yang kehilangan jati diri dan arah  perkembangannya. Sekarang partai politik lebih mengutamakan kepentingan diri atau golongan dan menjadikannya motif untuk bersikap dan bertindak di dalam perjuangan kekuasaan dan  penggunaan kekuasaan negara. Maka masyarakat atau bangsa Indonesia menjadi terbiasa dengan ulah partai politik yang membiarkan rakyat dan negara merugi asal bukan partainya.

Kondisi perpolitikan Indonesia di tahun 2011 diprediksi akan berbeda dengan kondisi tahun sebelumnya 2010. Bila sebelumnya situasinya saling mengunci maka pada tahun ini situasinya diperkirakan saling menyerang. Menurut pengamat politik Sukardi Rinakit, Perubahan situasi politik tersebut dipengaruhi tiga aspek, yakni aspek bawaan 2010, aspek obyektif, dan aspek daerah. Pada aspek bawaan, tiap partai politik telah memiliki amunisi yang dikumpulkan sejak 2010 untuk menyerang partai lain di tahun ini. "Amunisi itu seperti kasus Gayus yang dikaitkan dengan Golkar, kasus Bank Century dengan Demokrat, kasus travel cek Miranda Goeltom dengan PDIP, dan kasus Misbhakun dengan PKS," kata Sukardi Rinakit dalam Polemik Trijaya dengan tema Meneropong Indonesia 2011 di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (08/01). Dalam aspek obyektif, Sukardi mencontohkan harga cabai yang makin hari semakin mahal. Kondisi tersebut akan semakin parah bila pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tergesa-gesa, misalnya dengan kenaikan harga tiket kereta ekonomi. Momentum ini bisa dipakai untuk menyerang kekuatan politik lawannya. Untuk aspek dari daerah, Sukardi mencontohkan polemic keistimewaan Yogyakarta yang hingga saat ini masih berlarut-larut. Menurut Sukardi, pemerintah harus cepat menyelesaikan  polemic tersebut. Kalau tidak, masalah itu juga akan dijadikan partai lain sebagai amunisi untuk menyerang Demokrat. Meski pun diperkirakan kondisi politik mulai memanas, namun Sukardi meminta parapolitikus menyerap semangat sportivitas supporter sepak bola. Sebab kalau tidak maka politik di Indonesia tidak akan pernah dewasa. Kehadiran partai politik di Indonesia menjadi begitu dilematik. Di satu sisi, hadir sebagai  pengantar dalam upaya menuju bangsa yang demokrasi. Di sisi yang lain, partaipolitik muncul seolah menjadi benalu yang menghisap sari pati demokrasi dari tubuh bangsa ini. Hingar bingar  pra Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta membawa angin yang tidak segar, terutama bagi  penduduk di kota ini. Calon-calon gubernur dan wakil gubernur tak henti-henti menjadi sorotan media-media massa. Berita menarik terakhir, terkait dengan uang setoran yang harus dibayarkan oleh setiap tokoh yang ingin mencalonkan diri. Setiap orang yang ingin diusung untuk menjadi kandidat gubernur maupun wakilnya, harus menyetor uang yang tak tanggung-tanggung kepada  partai politik, miliaran rupiah. Meski selentingan-selentingan semacam ini masih terlihat kabur, namun jika kasus ini benar adanya, tentu jelas seperti apa wajah partai politik Indonesia yang ada saat ini. Partai politik yang seharusnya menjadi wahana pendewasaan demokrasi bangsa, berubah menjadi sebuah agen jual

 beli kekuasaan dan tempat penampungan dana dari masyarakat dan hal ini seolah sah dan baik baik saja. Melihat kondisi yang seperti ini, tentu bangsa ini semakin risih dengan ulah aktor-aktor  politik ini, aktor-aktor yang pintar berdalih.Dibutuhkanlah partai-partai politik yang benar-benar mengabdikan dirinya pada upaya pendewasaan demokrasi.

Meskipun akan sulit sekali menemukan partai politik seperti ini, pesimisme ini tentu tak  boleh dibiarkan berlarut-larut, demi sebuah perubahan tentunya. Harus ada upaya yang sungguhsungguh dari partai-partai politik, rakyat, media massa, dan Negara untuk mewujudkan  perubahan yang lebih baik. Keempat elemen ini harus ada, atau paling tidak harus ada upaya yang muncul dari partai politik, rakyat, dan media massa itu sendiri. Posisi negara yang meski vital namun masih tak sepenting tiga unsure lainnya. Akan benar sekali bahwa partai politik dapat mentransformasikan diri hanya oleh dirinya sendiri. Jika mau berubah, tentu perubahan itu akan muncul, tapi karena semua telah tenggelam dalam suasana kegilaan politik semacam ini, layaknya perubahan itu tak perlu dilakukan. Akan lebih nikmat bila suasana tetap seperti ini. Akan lebih nyaman jika perubahan tak pernah terjadi. “Inilah ciri khas manusia Indonesia, manusia yang tahan uji, tahan banting, sosok manusia dengan kesabaran yang sempurna” demikianlah kata Cak Nun. Kedua, rakyat yang telah menyadari kegilaan dunia politik, tentu akan memiliki pilihan pilihan dan cara dalam menentukan sikap politiknya. Semakin sadar satu masyarakat pada apa yang menjadi pilihannnya, tentu semakin baik pola piker mereka. Implikasi dari hal ini adalah semakin berkurangnya jumlah massa pada partai politik itu, akibat surutnya rasa percaya masyarakat pada partai politik. Untuk menarik massa kembali, partai politik akan segera memperbaiki dan menampakkan kinerja baiknya kembali. Nampak ada hubungan yang begitu manis dari sini. Namun rakyat sebagai agen perubahan pun bukannya tanpa kendala. Kendala utama yang dihadapi rakyat itu adalah menumbuhkan kedewasaan rakyat itu sendiri. Kondisi yang tergambar dari rakyat Indonesia saat ini jelas merupakan gambaran sebagai sekumpulan manusia dengan budaya yang serba menerima apa adannya (budaya bisu). Jelas sulit mendewasakan rakyat seperti ini. Ketiga, perubahan pada partai politik (demokratisasi) akan muncul dengan bantuan media massa. Partai politik yang melakukan “perselingkuhan”, sedikit  banyak akan berubah dengan adanya sorotan yang intens dari media massa. Sebuah partai akan  berfikir cerdas ketika setiap saat menjadi sorotan media massa, lagi-lagi ini juga karena upaya

menjaga image yang dibangun oleh partai politik tersebut. Media massalah, yang saat ini dapat menjadi tumpuan utama dari upaya pendewasaan diri Parpol di Indonesia. Media massa yang sejak paska reformasi mengalami perubahan kearah yang baik, tentu dapat dijadikan panduan dalam membantu mengontrol upaya demokratisasi di atas. Pengaruh negative politik terhadap media massa agaknya dapat diminimalisir, sehingga suara independennya dapat terjaga. Media massa harus berperan aktif dalam upaya perubahan itu, dengan melakukan tekanan dan investigasi-investigasi mendalam terhadap partai politik Indonesia. Namun, karena perubahan dalam diri partai politik itu cakupannya masih setengahsetengah, dalamartian, perubahan itu muncul bukan karena adanya keinginan untuk mewujudkan  perubahan itu sendiri. Maka, perubahan yang sesungguhnya akan ada di saat ketiga elemen di ata seksis dalam menjaga kesinambungan perubahan itu. Hal ini karena media partai politik enggan meninggalkan kenyamanannya pada kondisi saat ini, sengatan-sengatan media massa hanya memunculkan upaya partai politik untuk memperbaiki

image.

Perlu

diingat

bahwa

partai

politik

dan

rakyat

yang

sakit

takdapatmenyembuhkan dirinya sendiri. Maka, usaha perubahan itu dimulai melalui media massa. Media massa terlebih dahulu harus menyembuhkan partai-partai politik yang sakit. Setelah upaya ini selesai, tahap berikut adalah upaya pendewasaan pola piker rakyat. Di mana secara persuasive sedikit demi sedikit rakyat yang menjadi anggota partai politik tidak hanya diberi penyuluhan. Penyuluhan hanya menimbulkan efek sementara bagi pola piker rakyat.Yang lebih penting adalah dengan menjadi partai politik yang bersih, rakyat dapat memperoleh satu  panutan baik dalam ranah perpolitikan bangsa. Minimnya panutan-panutan baik inilah yang selama ini menjadi kendala dalam mewujudkan demokrasi Indonesia. Partai-partai politik di Indonesia dapat memilih, hendak menampilkan wajah bopeng yang ditutup topeng atau wajah asli tanpa bopeng. Akal sehat tentu memilih pilihan kedua. Selain hal itu, masih banyak lagi hal yang menggambarkan betapa carut-marutnya keadaan partai politik saat ini. Salah satunya adalah keinginan untuk menang dalam kompetisi secara instan yakni dengan menjual figure tokoh. Contohnya pencalonan artis menjadi kepala daerah, artis yang terkenal dengan pelantun tembang Belah Duren, Julia Perez bersedia dicalonkan sebagai Bupati/Wakil Bupati Pacitan. Ini adalah salah satu indikasi kegagalan partai dalam melakukan kaderisasi kepemimpinan. Mereka

terjebak pada logika massa dengan memanfaatkan begitu banyak fitur modernisasi dan kebutuhan instant masyarakat untuk meraih tujuan pragmatis yang pendek seperti lolos sebagai caleg dalam pemilihan umum atau berhasil memenangkan pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah. Padahal menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik ,  partai politik berfungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat,  penciptaan iklim yang kondusif dalam menyejahterakan masyarakat, penyerap, penghimpun dan  penyalur aspirasi masyarkat, wadah partisipasi politik warga negara dan rekrutmen politik. Semakin lama, tingkat persaingan antarparpol tentu saja semakin tinggi dan ketat. Jalan untuk meraih suara pemilih secara pintas adalah dengan memanfaatkan ketokohan partai. Tokohtokoh partai yang mempunyai nama besar dan tentu saja dikenal menjadi daya pikat. Semua atribut ini biasanya berasal dari petinggi partai. Sadar akan kondisi yang ada, maka terjadi simbiosis mutualisme antara tokoh dan klan keluarga yang mencalonkan diri. Tokoh partai memiliki tujuan untuk melanjutkan tujuan yang belum tercapai. Ini berarti, pencalonan dari klan keluarga bukan berdasarkan faktor ideologi partai, akan tetapi lebih besar karena dipengaruhi oleh faktor pragmatisme tokoh. Praktik semacam ini tentu saja akan mendapat respon dan gejolak keras dari kader-kader partai yang lain. Terlebih jika mereka merasa memerlukan kerja keras dan pengorbanan untuk duduk dalam posisi puncak partai. Bahkan telah jauh-jauh hari melakukan kerja keras dan penggalangan dukungan di tingkat akar rumput. Publik pun memandang tidak ada kemajuan berarti dalam cara berpolitik yang dipertontonkan partai. Sehingga dapat kembali menurunkan kepercayaan rakyat. Padahal, untuk menciptakan partai  politik yang efektif dan fungsional diperlukan adanya kepercayaan penuh dari rakyat. Tanpa dukungan dan kepercayaan rakyat, partai politik akan terus dianggap sebagai pembawa ketidakstabilan politik sehingga kurang berkah bagi kehidupan rakyat. Respon negative dan gejolak ini jika tidak ditanggapi dengan bijak berpotensi untuk merusak tatanan dalam partai itu sendiri. Bukan tidak mungkin akan menimbulkan perpecahan dalam partai. Bahkan kader-kader partai yang merasa terzalimi dapat membentuk parta-partai tandingannya yang terpisah dari induknya. Artinya, keinginan rakyat untuk menciptakan jumlah  partai yang sedikit agar lebih stabil akan tersendat untuk dapat terwujud. Partai tidak hanya sekedar menjadi batu loncat karir politik seseorang, lebih dari itu partai harus menjadi pabrik kepemimpinan yang mampu melahirkan pemimpin dengan kualifikasi

ideal. Disini arah ideologis partai dalam memenuhi fungsinya sebagai pendidikan politik dalam rangka kesejahteraan rakyat menjadi penting untuk dikaji sebagai spirit dalam gerakan gerakan  perubahan dalam masyarkat. Pada momentum pemilu maupun pemilu kada, masyarakat sudah tidak lagi membeo dalam memilih akibat dibukanya kran demokrasi selama tiga puluh tahun. Ini memberikan ruang sebesar-besarnya kepada setiap orang untuk menentukan parameter apa yang digunakan dalam  pemilihan, yang jelas terlihat adalah masyarakat menggunakan parameter materialistik, sehingga mereka yang berniat bertarung dalam pesta demokrasi harus mempersiapkan modal sebanyak banyaknya agar bisa membeli suara rakyat dengan uang ataupun barang. Hal ini diperparah dengan rahasia umum bahwa partai pun melakukan transaksi politik dagang sapi dengan para kandidat, terlepas dari alasan apologetik yang dilontarkan setiap partai dalam menjawab masalah ini. Dalam alam pikiran masyarakat terpahat ketidak percayaan terhadap ketulusan niat kandidat dan motivasi partai dalam rasionalisasi pilihan-pilihan dukungan yang ditawarkan kepada mereka. Sehingga kecerdasan masyarakat membaca ini pun bisa dilihat dalam ungkapan sederhana yang sering ditemukan di masyarakat “daripada setelah terpilih tidak dapat apa-apa lebih baik ambil sebanyak-banyaknya uang/pemberian dari para calon, setelah itu terserah anda mau anda apakan daerah yang anda pimpin saya lebih sibuk bekerja”. Ketika ini terjadi, maka sesungguhnya kemajuan dalam berbagai aspek akan sangat sulit tercapai. Karena pemimpin yang terpilih hanya bermodalkan visi dangkal tanpa spirit sementara masyarakat acuh tak acuh dengan  pemimpin yang dipilihnya. Iklim keterbukaan sekarang ini sebenarnya adalah momentum yang baik untuk memasarkan beberapa alternatif strategi perubahan yang mestinya direbut oleh partai sebagai salah satu pilar demokrasi. Yakni dengan memunculkan partai politik yang berkarakter, dan menawarkan sesuatu lebih dari sekedar tawaran periodik lima tahunan atau sepuluh tahunan. Menurut J Kristiadi perlu sebuah sistem kaderisasi partai yang berkesinambungan dan konstan dilakukan sebagai ujud keseriusan dalam mencetak calon pemimpin di masa depan. Kesimpulan ini diambil dengan mengamati fenomena artis ramai-ramai memasuki panggung politik dan meninggalkan panggung hiburan untuk sementara. Seperti Emilia Kontessa, Ayu Azhari, Kristina, Eko Patrio, Andre Taulani dan Julia Perez yang dipinang oleh beberapa partai politik. Pertanyaannya adalah standar kualifikasi seperti apa yang digunakan oleh partai politik dalam menentukan calon dalam pemilu kada. Dari berbagai informasi popularitas dan uanglah yang

menjadi jawaban sesungguhnya meski ada kesan rasionalisasi yang terkesan apologetik dalam menjawab pertanyaan macam ini. Sesungguhnya bukan karena profesi artis yang menjadi masalah, karena semua orang  punya hak dalam mencalonkan atau dicalonkan, tetapi hal ini menjadi pertanyaan ketika misalnya seorang Jupe yang bersedia dicalonkan menjadi calon bupati/wakil bupati di Pacitan sementara indikator mengapa memilih Jupe tidak terpenuhi. Kita melihat dalam beberapa wawancara terkesan kurang memahami dan kurang wawasan yang seharusnya dimiliki oleh seorang politisi. Jika dirunut ke belakang, sebenarnya fenomena ini bisa ditemukan di Pemilu 2009 lalu dimana proses pencalegan partai-partai politik tidak lagi berdasarkan kualitas, tetapi berdasarkan kedekatan dengan elit partai, popolaritasnya serta uang yang dimiliki sebagai modal untuk turut serta dalam proses demokrasi ini. Indikator lain seperti tingkat pendidikan, moralitas, rekam  jejak dan sebagainya hanya pelengkap penderita saja. Sehingga yang terjadi kita temukan ceritacerita menggelikan sekaligus memilukan terjadi di ruang wakil rakyat. Kasus-kasus ijazah palsu oleh anggota DPR/DPRD merupakan indikasi dari lemahnya rekam jejak yang dibutuhkan dalam melihat seorang calon. Kemampuan intelektual dalam memahami peraturan perundangan hanya  bisa disamakan dengan pentium II dalam ilmu komputer, belum lagi perilaku amoral yang hanya sebagian kecil muncul di media, hingga fungsi dewan yang berfungsi melahirkan peraturan,  penganggaran dan pengawasan tidak berjalan dengan baik. Akhirnya masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap partai politik,karena partai kehilangan cara untuk meyakinkan masyarakat tentang posisinya yang berada bersama masyarakat. Seringkali partai terkesan layaknya perusahaan yang dimiliki oleh komunitas atau klan keluarga tertentu, sehingga tidak lagi dipercaya sebagai wadah pembentukan pemimpin yang

berkarakter.

Selain

itu

partai

belum

menemukan

cara

yang

baik

dalam

mengkomunikasikan/ menyambungkan gagasan-gagasan ideal partai dengan pragmatisme masyarakat. Ini berujung pada perubahan-perubahan yang seharusnya bisa dihindari. Dalam analogi organik Herbert Spencer dinyatakan bahwa masyarakat seperti tubuh manusia, seperti sebuah organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain. Peran partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi menjadi penting adanya. Karena akan memberikan pengaruh terhadap proses perubahan. Jika partai politik sudah tidak lagi menjadi

entitas yang dipandang sebagai tempat bersemainya idealisme kepemimpinan, maka ini akan  berujung pada krisis kepemimpinan yang sangat membahayakan masa depan. Oleh karena itu tugas partai politik saat ini setidaknya adalah; pertama kembali menajamkan konsep-konsep ideologisnya untuk kemudian ditransformasikan kepada seluruh kader melalui sistem yang telah dirumuskan secara matang. Kedua mengembalikan kepercayaan masyarakaat terhadap partai  politik sebagai unsur perubah untuk tatanan kehidupan yang lebih baik. Ketiga merumuskan dan menguatkan mekanisme check and balance dalam konteks kepartaian sehingga dinamika politik adalah laboratorium pembelajaran dalam kesiapan kader dalam meresepon tantangan demokrasi. Menawarkan dimensi ideologis partai politik ke ruang publik membutuhkan proses dan energi panjang bagi masyarakat dengan kebebasan euforia demokrasi yang menurut Tjipta Lesmana sudah sangat kebablasan. Lebih mudah bercerita tentang tawaran-tawaran pragmatis  partai apalagi dalam konteks pemilu kada. Tetapi jika ini tidak dilakukan maka bangsa ini tidak akan menemukan jati dirinya sendiri ditengah arus globalisasi dan modernisasi yang demikian cepat. Salah satu fenomena partai politik di Indonesia adalah menyandarkan pada kharisma kepemimpinan yang disandang oleh individu yang mempengaruhi partai. Padahal modernisasi  partai selayaknya melepaskan ketergantungan individu untuk lebih mengarahkan pada kerangka  pemikiran/ide yang lebih besar yang menjadi spirit komunal, tidak terjebak pada ikatan-ikatan temporer semata. Ini akan bisa mengembalikan kepercayaan publik jika dikelola dengan baik, karena masyarakat saat ini sudah sedemikian dinamisnya dalam perubahan akibat keterbukaan informasi, sehingga diperlukan penyikapan yang sesuai. Informasi juga sekaligus menjadi mekanisme check and balance yang sekaligus memberikan psychological reward dan punishment (penghargaan dan hukuman psikologis) bagi partai politik dan masa depannya. Jika perubahan ini tidak segera direspon dengan baik, maka ketidakpercayaan publik terhadap partai akan memicu gerakan-gerakan masyarakat anti politik yang lebih besar, dan mungkin kita bisa beralih ke wacana negara tanpa partai. Memang eksistensi partai di negeri ini menjadi persoalan besar yang tidak ada habisnya dibicarakan. Dihubungkan dengan hasil survei yang kembali mendudukan partai politik dalam  posisi yang tidak beranjak dari masa sebelumnya. Keterpurukan partai politik dalam menjalankan fungsinya memang menjadi persoalan yang meredam daya tarik institusi politik ini.

Jika diinventriskan, berbagai penyebab menyertai keterpurukan partai. Dari sisi ideologi, ketidakjelasan masih tercermin di sebagian partai, baik dari level filosofis maupun pada implementasi program. Dalam kondisi seperti itu, kecenderungan munculnya faksi-faksi di dalam partai menjadi dominan, yang acap kali pula diikuti konflik yang berujung pada fragmentasi partai. Dalam pemandangan lain, ketidakjelasan ini tecermin dalam terbentuknya koalisi di antara sesama partai. Batas ideologi, program, ataupun eksistensi historis partai tidak lagi menjadi halangan dalam berkoalisi. Artikulasi politik yang berseberangan ataupun sama tidak lagi menjadi harga mati dalam berkoalisi. Koalisi pun berlangsung singkat dan semakin tidak terpola. Semakin menjadi persoalan pula dominannya orientasi terhadap materi yang kerap kali dipertontonkan adanya aroma politik uang dalam setiap kontestasi politik ataupun kerja  partai politik. Masalah lain adalah pendanaan parpol yang juga diakui masih menjadi persoalan utama. Kemandirian finansial sebuah parpol adalah suatu keniscayaan sekaligus sebuah kondisi ideal. Akan tetapi, hal itu masih akan sulit dilakukan jika regulasinya masih tidak membolehkan parpol mendirikan atau memiliki badan usaha sendiri. Padahal, untuk bisa mengandalkan seterusnya  pada sumbangan pihak luar dan simpatisan, hal seperti itu masih terbilang riskan. Sungguh betapa beragamnya cabikan luka pada partai politik sehingga memunculkan harapan di hati rakyat agar partai politik mampu memainkan peran dan fungsi ideal partai politik yang sehat di negeri ini. Masih menjadi persoalan pelik memang. Namun, tidaklah usang jika inilah saatnya menggaungkan kenikmatan berpartai.

1.3 Partai Politik Dan Sistem Pemilu Republik Federal Jerman Sistem demokrasi modern tidak akan berfungsi tanpa adanya partai-partai politik saling  bersaing. Partai yang terpilih untuk periode waktu terbatas mengemban tugas kepemimpinan  politik dan fungsi pengawasan. Partai-partai tersebut memainkan peran penting dalam penataan  politik. Para penyusun Grundgesetz memperhitungkan hal itu dengan mencantumkan pasal tenang partai politik yang ditentukan bahwa, partai-partai ikut serta dalam perwujudan cita-cita  politik rakyat. Pendiriannya bebas, Susunan organisasi partai harus sesuai dengan prinsip demokrasi, Partai harus membeberkan sumber keuangannya didepan umum.

Menurut undang-undang dasar, partai politik bertugas ikut serta dalam pembentukan kemauan politik rakyat. Dengan demikian, penentuan calon penyandang fungsi politik dan  pelaksanaan kampanye pemilihan umum ditingkatkan artinya menjadi tugas konstitusional. Karenanya, partai-partai memperoleh penggantian dari negara untuk biaya kampanye pemilihan umum. Penggantian yang baru pertama kali dilaksanakan di Jerman itu, sudah menjadi standar di kebanyakan negara demokrasi. Menurut konstitusi, susunan organisasi partai politik harus sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi (demokrasi melalui anggota). Partai politik wajib bersikap loyal terhadap negara demokrasi.

Partai yang disangsikan pendirian demokratisnya dapat dilarang atas permohonan  pemerintah federal. Akan tetapi partai seperti itu tidak harus dilarang. Kalau pemerintah menganggap partai yang bersangkutan harus dilarang karena membahayakan sistem demokratis,  pemerintah hanya dapat mengajukan permohonan pelarangan. Putusan pelarangan itu sendiri hanya dapat dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi Federal. Dengan cara itu partai-partai yang sedang memerintah dihalangi untuk melarang partai lain yang mungkin akan mengganggu dalam  persaingan politik. Jumlah permohonan pelarangan partai dalam sejarah Republik Federal Jerman sangat kecil; lebih kecil lagi jumlah partai yang pernah dilarang. Undang-Undang Dasar memang memberikan privilese kepada partai politik. Namun pada dasarnya partai tetap merupakan sarana ekspresi masyarakat. Partai menanggung segala risiko kegagalan dalam  pemilihan umum, dalam hal kehilangan anggota, dan dalam hal perselisihan paham berkenaan dengan kebijakan personalia atau topik lain. Sistem kepartaian Jerman tidak terlalu rumit. Dengan tampilnya Partai Hijau pada dasawarsa 1980-an dan partai penerus SED setelah reunifikasi, sistem tri-partai yang telah  berlangsung lama berkembang menjadi sistem panca-partai yang kini sudah mantap. Di samping  partai-partai berbasis lebar, CDU/CSU dan SPD, partai-partai "kecil" pun mencapai persentase hasil suara sebesar dua digit dalam pemilihan umum 2009 untuk Bundestag. Kedua partai uni, yang tergolong kelompok partai demokrat Kristen di Eropa, tampil di seluruh Jerman –   kecuali di Bavaria –  sebagai Uni Demokrat Kristen (CDU). Di negara bagian Bavaria, CDU tidak tampil sendiri dan menyerahkan medannya kepada Uni Sosial Kristen (CSU) yang berhubungan erat dengannya. Di dalam Bundestag, kedua partai itu membentuk fraksi bersama yang bersifat  permanen. Partai Sosialis-Demokrat Jerman (SPD) merupakan kekuatan besar kedua dalam

sistem kepartaian Jerman. Di lingkungan Eropa, partai ini tergolong kelompok partai sosialisdemokrat dan sosialis demokratis. CDU/CSU dan SPD bersikap positif terhadap negara sosial. CDU/CSU lebih banyak menampung lapisan pekerja mandiri, tukang dan pengusaha kecil dan menengah,

sedangkan

SPD

lebih

dekat

dengan

serikat

kerja.

Partai Demokrat Liberal (FDP) terhitung anggota keluarga partai-partai liberal di Eropa. Tujuan pokok politiknya ialah pembatasan campur tangan negara dalam pasaran sampai ukuran sekecil mungkin. Pendukung FDP terutama datang dari lapisan masyarakat yang pendapatannya dan pendidikannya cukup tinggi. Partai Hijau termasuk kelompok partai berhaluan "hijau" atau ekologis di Eropa. Ciri program politiknya ialah kombinasi antara ekonomi pasaran dan tuntutan akan perlindungan alam dan lingkungan hidup yang pemenuhannya harus diawasi oleh negara. Partai Hijau pun lebih banyak mewakili kaum pemilih dari lapisan berpendapatan dan  berpendidikan tinggi. Partai Kiri, Die Linke, merupakan yang termuda di antara kekuatan politik yang berarti. Kedudukannya cukup kuat di kelima negara bagian yang bergabung dengan Republik Federal Jerman pada saat reunifikasi. Namun sementara ini di negara bagian lain pun kursi parlemen dipegangnya. Selaku partai yang mencari pendukung dengan menyuarakan tema keadilan sosial, Partai Kiri terutama bersaing dengan SPD. Struktur sistem pemilihan Jerman menyulitkan pembentukan pemerintahan oleh partai tunggal. Hal itu baru terjadi satu kali selama 56 tahun. Biasanya terjadi persekutuan antarpartai. Agar para pemilih mengetahui siapa mitra partai pilihan mereka kelak, umumnya masing-masing  partai menetapkan sebuah "pernyataan koalisi" sebelum memulai kampanye pemilihan. Jadi, dengan memberikan suara kepada salah satu partai, pemilih mengungkapkan preferensinya untuk  persekutuan partai tertentu, dan juga menentukan perbandingan kekuatan di antara para mitra dalam pemerintahan yang diinginkannya. a) Partai-Partai Politik Di Bundestag

Sejak pemilihan umum pertama untuk seluruh Jerman pada thaun 1990 ada enam partai yang duduk dalam Bundestag, yaitu : Uni Demokrat Kristen Jerman (CDU), Partai Sosialis Demokrat Jerman (SPD), Partai Demokrat Liberal (FDP), Uni Sosial Kristen (CSU), Partai Sosialisme Demokratis (PDS) dan ikatan antara Kelompok 90 dan Partai Hijau (B?ndnis 90/Die Gr?nen). CDU tidak mempunyai cabang di Bavaria, sedang CSU hanya muncul di negara bagian

tersebut. Namun dalam Bundestag, CDU dan CSU membentuk satu fraksi, SPD, CDU, CSU dan FDP didirikan antara tahun 1945 dan 1947 di negara-negara bagian zone Barat. SPD didirikan kembali pada waktu itu dan tetap memakai nama partai pendahulunya. SPD lama yang umumnya didukung oleh kaum pekerja dilarang oleh rezim Hitler pada tahun 1933. Partai-partai lain adalah  partai baru. Kedua partai berorientasi Kristiani, CDU dan CSU, terbuka baik untuk orang Kristen Katolik maupun Protestan, berbeda dengan partai katolik Zentrumspartei pada zaman Republik Weimar. Sedang FDP dalam programnya meneruskan tradisi liberaisme Jerman.

Dalam jangka waktu lima dasawarsa sejak pendiriannya, keempat partai itu mengalami  berbagai perubahan penting. Pada tingkat federasi mereka semua sudah pernah saling berkoalisi ataupun bekerja sebagai oposisi. Kini mereka menganggap dirinya sebagai partai massa, yang mewakili seluruh golongan masyarakat. Di dalam masing-masing partai ada kelompok yang mewakili sayap yang berbeda-beda, hal mana mencerminkan keragaman pandangan dalam tubuh suatu partai massa. Dari tahun 1983 sampai 1990 Partai Hijau turut duduk di parlemen. Partai ini didirikan pada tahun 1979 pada tingkat federal dan kemudian berhasil merebut kursi di sejumlah  parlemen negara bagian pula. Partai Hijau, yang mula-mula mencakup kelompok penentang tenaga nuklir dan kelompok aksi anti peperangan, berasal dari gerakan radikal untuk kelestarian lingkungan hidup. Pada pemilu tahun 1990, Partai Hijau terganjal Klausul pembatasan, artinya tidak memperoleh kursi di parlemen karena tidak mencapai lima persen dari seluruh suara sah yang diberikan. Tetapi B?ndnis 90 (Kelompok 90) yang tergabung dengannya dalam satu daftar calon dan tampil di negara-negara bagian yang baru berhasil merebut kursi di Bundestag.pada  bulan Mei 1993 kedua partai itu bergabung dengan nama ?B?ndnis 90/Die Gr?nen?, yang pada tahun 1994 berhasil memasuki Bundestag. Pada tahun 1998 mereka menjadi partai terkuat nomor empat dan membentuk koalisi pemerintah bersama SPD; Menteri Luar Negeri Federal yang baru, yang sekaligus Wakil Federal yang baru, yang sekaligus adalah Wakil Kanselir adalah dari partai ?B?ndnis 90/Die Gr?nen?.

PDS adalah susulan dari Partai Persatuan Sosialis Jerman (SED), yang dahulu menjadi  partai negara di Jerman Timur. Setelah Jerman bersatu, PDS tidak mampu mencapai kedudukan sebagai kekuatan politk yang berarti. Dalam pemilu 1990, PDS seperti halnya Kelompok 90 / Partai Hijau dapat berebut kursi di Bundestag hanya melalui peraturan khusus bagi negara-

negara bagian baru. Di wilayah bekas Jerman Timur tersebut, klausul pembatas ketika itu diterapkan secara terpisah. Dalam pemilihan umum 1994, PDS berhasil memperoleh kedudukan di Bundestag karena merebut empat mandat langsung di Berlin. Jumlah mandat langsung yang sama mereka capai pula pada tahun 1998, namun sekaligus berhasil melampaui batas 5 persen dan karenanya memperoleh status fraksi.

b) Klausul Pembatas.

Dari 36 partai yang ikut serta dalam pemilihan Bundestag pertama pada tahun 1949, tinggal empat saja yang duduk dalam parlemen hasil pemilu 1990. konsentrasi seperti ini disebabkan terutama oleh adanya klausul pembatas yang diberlakukan sejak 1953 dan diperketat lagi pada tahun 1957. menurut klausul itu, partai yang bisa mengirim wakilnya ke Bundestag hanyalah partai yang berhasil mengantongi sedikitnya lima persen dari jumlah suara sah, atau memenangkan tiga mandat langsung. Mahkamah Konstitusional Federal dengan jelas menyatakan menerima klausul ini yang bertujuan untuk menghindari pembiasan kekuatan politik yang terlalu luas seperti yang terjadi pada masa Republik Weimar, dan untuk memungkinkan adanya

mayoritas

yang

mampu

membentuk

pemerintahan.

Untuk kelompok minoritas, klausul pembatas tidak diberlakukan. Umpamanya di  parlemen negara bagian Schleswing Holstein ada seorang wakil Himpunan Pemilih Schleswig Selatan yang mewakili minoritas Denmark, walaupun mereka hanya mencakup jumlah suara di  bawah lima persen. Pemungutan suara komunal untuk tingkat kota dan kebupaten tak jarang  berbeda jauh dari pemilihan tingkat federal dan negara bagian. Dalam pemilihan ini, apa yang dinamakan partai-partai balai kota sering memainkan peranan penting sebagai perserikatan bebas  para pemilih.

c) Sistem pemilihan umum.

Pemilihan umum untuk semua Dewan Perwakilan Rakyat bersifat umum, langsung,  bebas, sama dan rahasia. Setiap warga negara Jerman yang telah berusia 18 tahun mempunyai hak pilih, dengan syarat telah tinggal di Jerman selama paling sedikit tiga bulan dan tidak kehilangan hak pilihnya; apabila dipenuhi prasyarat-prasyarat tertentu, orang-orang Jerman yang

tinggal di luar negeri juga dapat memilih (hak pilih aktif). Seitap orang yang paling sedikit sudah satu tahun memiliki kewarganegaraan Jerman dapat mencalonkan diri dalam pemilihan umum, dengan syarat telah mencapai umur 18 tahun pada hari pemilihan umum dilaksanakan, tidak kehilangan hak pilih aktifnya atau karena keputusan hakim dicabut haknya untuk dipilih atau menduduki jabatan publik (hak pilih pasti). Tidak ada tahap pemilihan pendahuluan. Para calon untuk pemilihan pada umumnya diajukan oleh partai-partai, tetapi terdapat kemungkinan caloncalon perorangan yang tidak berpartai untuk mengajukan diri. Sistem pemilihan Bundestag adalah peraturan pemilihan sebanding yang bersifat personal setiap pemilih mempunyai dua suara. Dengan suara pertama ia memilih salah satu calon dari wilayah pemilihannya menurut sistem mayoritas relatif; calon yang mendapat suara terbanyak dinyatakan terpilih. Dengan suara kedua, pemilih menentukan wakil-wakil yang akan memperoleh mandat di Bundestag melalui apa yag disebut daftar calon negara bagian. Hasil suara dari setiap wilayah pemilihan dan dari daftar tersebut diperhitungkan sedemikian rupa sehingga pebagian jumlah kursi di Bundestag nyaris sebanding dengan persentase suara bagi masing-masing partai. Apabila suatu partai mendapat mandat langsung di wilayah-wilayah yang lebih banyak daripada jumlah kursi yang semestinya menurut persentase suara, maka ia tetap boleh memegangnya sebagai mandat tambahan, tanpa ada kompensasi yang diberikan pada partai-partai lain. Dalam hal ini, Bundestag akan memiliki jumlah anggota yang melebihi jumlah yang ditetapkan peraturan, yaitu 656 orang wakil rakyat. Oleh sebab itu sekarang ada 669 wakil rakyat. Peraturan megenai daftar calon negara bagian dimaksudkan agar setiap partai mampu mengirim wakil-wakilnya ke Bundestag sesuai perolehan suara masing-masing. Selain itu, dengan adanya mandat langsung, setiap warga diberikan kemungkinan untuk lansung memilih politisi tertentu. Biasanya masyarakat menunjukkan minat yang cukup besar dalam pemilu. Pada tahun 1998, 82,2 persen  pemilih menggunakan hak pilih mereka. Dalam pemilihan dinegara bagian dan pemilihan komunal angka ini berubah-ubah, namun biasanya berkisar pada 70 persen.

d) Keanggotaan dan Pembiayaan

Berdasarkan kedudukan pada bulan Oktober 1998, partai-partai yang diwakili dalam Bundestag memiliki jumlah anggota sebagai berikut : SPD 851.000, CDU 690.000, CSU 177.000 FDP 94.000, PDS 123.000, B?ndnis 90/Die Gr?nen 43.000. Setiap partai memungut

iuran keanggotaan. Namun jumlahnya hanya cukup untuk menutup sebagian dari pengeluaran. Juga sumbangan untuk kas partai yang datang dari simpatisan politik tak akan mencukupi. Selain itu ada bahaya bahwa sumbangan dalam jumlah dapat mempengaruhi kebijaksanaan partai itu sendiri. Karenanya berdasarkan pengaturan baru pembiayaan partai dalam Undang-undang Kepartaian yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1994, dalam pemilihan umum untuk Bundestag, Parlemen Eropa dan parlemen-parlemen negara bagian (Landtag), partai-partai setiap tahunnya mendapat 1,30 DM per suara dari pemerintah untuk perolehan sampai dengan lima juta suara yang sah. Selain itu diberikan pembayaran 0,50 DM untuk setiap 1 DM yang diterima partai dari iuran anggota atau dari sumbangan-sumbangan. Jumlah-jumlah ini tidak boleh lebih besar daripada pemasukan dana yang diperoleh partai pertahun. Pembelian dari pemerintah untuk semua partai sebagai keseluruhan dalam setahun tidak boleh melebihi 230 juta DM (batas tertinggi mutlak).

Partai-partai di RFJ umumnya mempunyai tradisi dasar demokrasi yang meneruskan tradisi yang sudah berjalan lama. Perbedaan ideologi diantara partai politik tidak menjadi masalah dalam mencetuskan suatu perekonomian yang bebas, demokratis dan hak asasi manusia yang merata. Partai yang ikut dalam pemilu di RFJ banyak jumlahnya, tapi tidak semua berhasil masuk tingkat nasional karena tidak memebuhi persyaratan (5 % kausal).

Partai-partai membantu memenuhi keinginan dan tuntutan politis rakyat. Di dalam alam demokrasi di RFJ, partai politik merupakan elemen yang hidup. Keanggotaan partai di RFJ tidak terbatas pada golongan-golongan tertentu seperti kaum buruh, petani ataupun kelompok intelektual. Disamping partai politik, di RFJ juga terdapat banyak Organisasi Massa dan LSM lokal maupun asing.

e) Pemilihan Umum

Setiap 4 tahun sekali diadakan pemilihan umum sesuai dengan peraturan yang ada untuk memilih Bundestag (parlemen), Landtag (perwakilan negara bagian) dan Komunal. Sistem  pemilu ini bersifat keseluruhan, segera, bebas, rahasia, sama dan tertutup, yang ditentukan wilayahnya. Para pemilih (warga negara Jerman yang sudah berumur 18 tahun) dipanggil untuk memenuhi kewajibannya, setiap pemilih mempunyai 2 suara. Dengan suara pertama dapat dipilih

calon (kandidat) dari wilayah yang bersangkurtan, sedangkan suara kedua menentukan partai untuk parlemen (Bundestag), partai-partai ini harus mempunyai paling tidak 5 dari suara pemilih untuk harus mempunyai paling tidak 5 % dari suara pemilih untuk dapat masuk ke Parlemen (5 % klausal).

f)

Situasi pra Pemilu 2002

Suasana politik dalam negeri Jerman diwarnai dengan persaingan partai politik untuk menarik simpati dan suara masyarakat pada Pemilu September 2002. Isu nasional, regional maupun global tidak luput dari sasaran tema pemilu diantaranya masalah pengangguran, tunjangan sosial, perpajakan, imigrasi, terorisme, krisis Irak dan lain-lain. Pada awalnya partai  pemerintah koalisi, partai SPD (Sosial Demokrat) dan Partai Hijau (dia grunen) seolah tidak ada harapan untuk menang karena tidak dapat merealisasikan janjinya di bindang ekonomi pada  pemilu tahun 1998. Kondisi ini tidak mematahkan semangat koalisi dengan memilih isu keamanan dalam melawan teror internasional, menolak semua tindakan bahwa ketidakberhasilan  perekonomian dari kebijakan partainya serta melakukan pembenahan partai diantaranya memberhentikan Menteri Pertahanan yang terlibat kasus penerimaan uang. Terakhir pada bulan Agustus 2002, dalam menanggulangi bencana banjir di wilayah Jerman bagian timur, pemerintah mengeluarkan dana solidaritas banjir sebensar 6,9 milyar Euro dengan meningkatkan pajak perusahaan dan menunda reformasi pajak yang sedianya tahun 2003 menjadi tahun 2004, dalam menangani banjir tersebut pemerintah juga mengerahkan instansi kemanan nasional termasuk militer. Menghadapi Pemilu Nasional Jerman pada tanggal 22 September 2002, pemerintah Kanselir Schroder ditimpa berbagai masalah berat diantaranya rendahnya pertumbuhan ekonomi, peningkatan jumlah pengangguran, kesehatan dan pensiun serta penurunan penilaian kemampuan kepemimpinan Schroder. Pihak oposisi yang dimotori oleh Union partai CDU (Kristen Demokrat) dan Csu (Kristen Sosialis) memmanfaatkan peluang tersebut untuk menurunkan popularitas partai koalisi. Untuk melawan Schroder, pihak oposisi mengajukan calon Kanselir dari partai CSU, Edmund Stoiber karena alasan popularitas ketua partai CDU (partai oposisi terbesar) Angela Markel dinilai kurang populer. Usaha-usaha lain termasuk memunculkan issu-issu penting seperti kebijakan Schroder yang menolak Jerman ambil bagian dalam intervensi militer AS ke

Irak, jika dilakukan tanpa resolusi PBB. Adapun isu militer yang dijadikan tema dalam pemilu adalah wajib militer, pemanfaatan di dalam negeri serta penghematan anggaran Bundeswehr.

BAB II KESIMPULAN DAN SARAN

2.1 KESIMPULAN Secara umum partai politik dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yan sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan  politik (biasanya) dengan cara konstiusional untuk melaksanakan programnya. Tugas partai  politik saat ini setidaknya adalah; pertama kembali menajamkan konsep-konsep ideologisnya untuk kemudian ditransformasikan kepada seluruh kader melalui sistem yang telah dirumuskan secara matang. Kedua mengembalikan kepercayaan masyarakaat terhadap partai politik sebagai unsur perubah untuk tatanan kehidupan yang lebih baik. Ketiga merumuskan dan menguatkan mekanisme check and balance dalam konteks kepartaian sehingga dinamika politik adalah laboratorium pembelajaran dalam kesiapan kader dalam meresepon tantangan demokrasi. Partai poltik di Indonesia mungkin memang agak sedikit carut marut akan tetapi di sisi lain partai politik Indonesia tidak sepenuhnya mengacuhkan rakyat, jika ada kasus-kasus yang mengaitkan dengan partai politik itu mungkin hanya ulah beberapa oknum yang tidak  bertanggungjawab saja. Pemilu di Indonesia ban yak di warnai dengan pencalonan para artis yang di pinang oleh beberapa partai politik. Dengan adanya pencalonan-pencalonan seperti ini menimbulkan banyak keraguan dari masyarakat. Dibandingkan dengan partai-partai politik yang ada di jerman, partai politik di Indonesia masih cukup jauh tertinggal. Jadi partai politik di masa yang akan datang selayaknya lebih memperhatikan kesejahteraan rayat. Jangan hanya memperhatikan kesejahteraan badan partai itu sendiri.

2.2 SARAN

Dalam membentuk suatu negara demokrasi tidak lepas dari peran rakyat, dan untuk menyalurkan anspirasi rakyat tersebut perlu adanya partai-partai politik yang menampung segala anspirasi rakyat. Dengan partai politik yang selalu mengemban gkan anspirasi rakyat tersebut dalam bentuk hal-hal yang bermanfaat bagi rakyat tersebut maka akan tercipta kepercayaan dari rakyat tersebut. Kita selalu berharap munculnya pa rtai-partai politik yang selalu menampung anspirasi rakyat dan tidak semata-mata mementingkan kepentingan kelompok atau individu saja. PENGANTAR ILMU POLITIK PARTAI POLITIK SEBAGAI SARANA KOMUNIKASI POLITIK

Oleh : Nisya Rifiani

Perkembangan ilmu politik tidak pernah lepas dari perkembangan sistem politik yang dianut oleh negara-negara di dunia. Bicara mengenai sistem politik tidak lengkap bila tidak menyinggung masalah partai politik, yang kerap kali dianggap sebagai ruh dari sistem politik.

Pada

negara

demokratis,

partai

politik

menyelenggarakan

beberapa

fungsi

diantaranya : Partai politik sebagai sarana komunikasi politik Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik Partai politik sebagai sarana rekruitmen politik Partai politik sebagai sarana pengatur konflik, dan lain sebagainya...

Salah satu fungsi partai politik yang paling utama dan paling berpengaruh dalam sistem politik pemerintahan maupun sosial masyarakat adalah fungsi partai sebagai sarana komunikasi politik. Tulisan ini akan membahas secara spesifik mengenai partai politik dan fungsinya sebagai sarana komunikasi politik.

Fungsi Partai Politik sebagai Sarana Komunikasi Politik Komunikasi politik sangat berpengaruh pada suatu sistem politik. Pada suatu negara, sistem politik yang sehat harus didukung oleh komunikasi politik yang dijalankan dan digiatkan oleh partai-partai politik. Partai politik ini adalah pihak yang dinilai paling bertanggung  jawab atas berjalannya komunikasi politik. Fungsi komunikasi politik lebih banyak mengacu pada posisi komunikasi yang paling klasik. Gabriel Almond mengemukakan tentang fungsi komunikasi politik :  All the function performed in the political system –  political socialization and recruitment, interest

articulation,

interest

agregration,

rule

making,

rule

application,

adjudication – are performed by means of communication. (Almond, 1960)

and

rule

Secara umum semua fungsi input yang terdapat dalam suatu sistem politik -sosialisasi dan rekrutmen politik, perumusan kepentingan, penggabungan kepentingan, yang dapat menghasilkan

peraturan

serta

kemudian

menjalankan

peraturan

tersebut-

adalah

merupakan bagian dari kajian komunikasi. Secara

sederhana,

komunikasi

politik

didefinisikan

sebagai:

proses

penyampaian

pesan/informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat, dan dari masyarakat kepada pemerintah (Lucyan W. Pye, 1963).

Fungsi partai politik sebagai sarana komunikasi politik yaitu: Pertama, berperan sebagai penyalur aneka pendapat dan aspirasi masyarakat yang beragam kemudian mengaturnya sedemikian rupa serta menampung dan menggabungkan pendapat dan aspirasi tersebut. Proses seperti ini dinamakan interest aggregation atau ‘penggabungan kepentingan’. Setelah itu pendapat dan aspirasi diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur (interest articulation) yang akan diajukan sebagai usul dari kebijakan partai politik. Selanjutnya, partai politik akan memperjuangkan agar pendapat dan aspirasi tersebut dapat dijadikan kebijakan umum ( public policy ) oleh pemerintah. Tuntutan dan kepentingan masyarakat dapat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik. Kedua, berfungsi sebagai sarana untuk memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana dan/atau kebijakan pemerintah (sebagai  political socialization). Arus informasi dan dialog antara masyarakat dan pemerintah berlangsung secara timbal balik. Ketiga, berfungsi sebagai penghubung sekaligus penerjemah antara pemerintah dan warga masyarakat. Kebijakan pemerintah yang biasanya dirumuskan dengan menggunakan bahasa teknis, oleh partai politik dapat diterjemahkan ke dalam bahasa yang dapat dipahami masyarakat sehingga komunikasi politik antara pemerintah dan warga masyarakat dapat berlangsung secara efektif.

Komunikasi Politik sebagai Ilmu Terapan Komunikasi politik merupakan penggabungan dua konsentrasi ilmu pengetahuan yaitu ilmu politik dan ilmu komunikasi. Hal ini karena perkembangan ilmu komunikasi yang pesat. Pada perkembangan itu ilmu komunikasi mampu melahirkan apa yang kemudian disebut dengan komunikasi politik. Jadi, kajian komunikasi politik berada dalam ranah studi ilmu komunikasi. Pada sisi lain, komunikasi politik juga menjembatani dua disiplin dalam ilmu yaitu ilmu sosial dan ilmu politik. Kajian ilmu sosial dan ilmu politik kerap bersentuhan dengan media sebagai medium yang menghubungkan berbagai macam kelompok dan kepentingan.

Menyatunya dua disiplin ilmu tersebut membuat media –yang peranannya pada masingmasing disiplin ilmu tersebut telah cukup sentral, menjadi cukup signifikan. Kajian ilmu politik kerap bersentuhan dengan media sebagai medium pengelolaan pesan. Komunikasi politik memungkinkan adanya analisis tentang propaganda dan agitasi akibat hubungan antar aktor politik dan aktor media. Wilayah abu-abu antara politik dan media seharusnya punya garis demarkasi, dan pertukaran informasi antara pelaku dengan imbalan publisitas. Komunikasi politik berusaha memahami berbagai fenomena politik di masyarakat. Misalnya, apa alasan seorang pemilih untuk memilih partai politik tertentu dalam suatu pemilihan umum? Apa alasan seorang pemilih mengubah pilihannya dan memilih partai lain dalam suatu pemilihan umum? Kajian komunikasi politik sebagai ilmu terapan sebenarnya bukan hal yang baru. Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang konkret sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja. Tak heran jika ada yang menyebut komunikasi politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka. Pada zaman dimana ilmu saling silang-bersilang dan lintas batas, zamanlah yang menentukan apakah komunikasi politik dapat bertahan sebagai ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan di bidang kemanusiaan dan dalam pencarian kebenaran. Bukan dalam sebuah  jendela dari sekian banyak jendela untuk melihat suatu realitas fisik yang tunggal tetapi dalam sebuah dunia egaliter dan pluralitas yang rendah hati.

Kedudukan Pers dalam Sistem Politik Pers merupakan lembaga sosial dan lembaga komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data, dan grafik maupun bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan jenis saluran lain yang tersedia. Pers menjalankan fungsinya dengan cara menyampaikan informasi kepada khalayak umum. Nilai informasi ini dapat dilihat dalam kaitan dengan keberadaan serta kedudukan dalam sistem sosial. Pers dapat menjalankan fungsi dan mempunyai kedudukan tertentu dalam sistem politik, ekonomi, atau pun sosio kultural. Pada sistem politik dalam masyarakat yang demokratis, lembaga/media pers biasa disebut sebagai pilar ke-empat demokrasi (the fourth estate). Lembaga pers melengkapi tiga pilar yang menyangga kehidupan masyarakat yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dengan adanya empat fungsi yang berbeda dalam   polity   ini, masyarakat yang hidup

berdasarkan asas dan nilai demokrasi diharapkan dapat lebih terjamin untuk memperoleh perlindungan dan pelayanan terutama dalam bidang perolehan i nformasi. Pandangan bahwa pers merupakan lembaga ke-empat dalam sistem politik ini pada awalnya hanya berkembang pada masyarakat   barat   yang berdasarkan nilai demokrasi dengan tiga pilar sistem politik berdasarkan disiplin otonomi dari masing-masing pilar, dan pemilihan fungsi secara ketat. Keberadaan pers sebagai institusi ke-empat yang setara dengan institusi legislatif, eksekutif, dan yudikatif, hanya dapat terwujud jika antara ketiga pilar lainnya memiliki fungsi otonom dan hubungan bersifat check and ballance satu sama lain. Karenanya dalam menempatkan kedudukan institusi pers dalam suatu masyarakat perlu dilihat lebih dahulu sifat hubungan dan posisi dari ketiga pilar. Kedudukan pers sebagai pilar ke-empat hanya mungkin terjadi jika dalam polity  keberadaan setiap institusi politik merupakan perwujudan dan akulturasi dari warga masyarakat. Jika kedudukan pers sebagai pilar ke-empat demokrasi sudah tercapai dalam arti  policy  mempunyai kestabilan politik maka kehadiran pers tersebut bisa menggantikan fungsi pengawasan, yang seharusnya dilakukan ketiga lembaga tersebut. Selain itu pers bisa menjadi pengontrol lembaga masyarakat bila terlihat menyimpang dari demokrasi dan hukum yang berlaku. Fungsi pers secara umum adalah: memberi informasi, mendidik, memberikan kontrol, dan menghubungkan atau menjembatani. Birokrasi politik juga berkencenderungan untuk mempengaruhi media pers. Bagi birokrasi politik, pers dapat digunakan sebagai alat dalam melindungi

sistem

demokrasi

ataupun

merekayasa

sistem

otokrasi

mamsyarakat,

tergantung cara mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. #

Pengantar Ilmu Politik (Resume)

Kewenangan Legitimasi 1.

Politik memiliki definisi yang banyak karena politik merupakan fenomena masa kini dan masa mendatang

2.

Inti dari politik yaitu power (kekuasaan), yang harus mempunyai atau butuh koridor (aturan main) untuk mengontrol distribusi-distribusi

3.

Kewengan adalah sesuatu yang mendapat keabsahan dari legitimasi, legitimasi dapat diperoleh dari mekanisme politik

4.

Kewenangan adalah hak moral untuk melaksanakan keputusan politik karena kewenangan tidak  boleh dilaksanakan diluar legitimasi

5.

Sumber kewenangan diperoleh melalui 5(lima) sumber yakni dari keluarga, kekuatan sakral, kualitas pribadi, perundang-undangan dan kekayaan atau pengetahuan.

6. Tipe-tipe kewenangan yakni prosedural dan substansial Negara dan Pemerintah 1.

Bangsa adalah satu ruang imajinasi yang ada dalam diri seseorang secara sistematis melalui  pendidikan dan pengetahuan.Bangsa merupakan komunitas terbaik untuk mecipatakan bangsa yang besar yaitu masyarakat yang mempunyai kualitas tinggi

2. Relevansi bangsa dan negara yaitu bangsa tidak memilliki batas-batas ruang. 3.  Negara adalah instrumen negra yang dibuat untuk melayani kedaulatan rakyat. Kelompok Kepentingan dan Kelompok Penekanan 1.

Interest group ialah sejumlah orang yang memiliki sifat,sikap, kepercayaan dan/atau tujuan yang sama dan sepakat mengorganisasikan diri untuk melindungi dan mencapai tujuan.

2.

Interest Group memiliki pola kepemimpinan dan keanggotaan yang jelas,sumber dana yang jelas yang berasal dari anggota-anggota didalamnya serta memiliki identitas yang jelas.

3.

Interest group berbeda dengan partai politik dan kelompok penekan (pressure group).Kelompok kepentingan, sesuai dengan namanya memusatkan perhatian pada bagaimana mengartikulasikan kepentingan tertentu kepada pemerintah sehingga pemerintah menyusun kebijakan yang menampung kepentingan kelompok. Jadi ia lebih berorientasi kepada proses perumusan kebijakan umum yang dibuat pemerintah.

4.

Presure group ialah kelompok penekan yang merupakan sekelompok manusia yang berbentuk lembaga kemasyarakatan dengan aktivitas atau kegiatannya memberikan tekanan kepada pihak  penguasa agar keinginannya dapat diakomodasi oleh pemegang

5.

Salah satu dinamika politik bangsa ialah kehadiran kelompok kepentingan dan kelompok  penekanan.

Sistem Pemerintah 1.

Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanyaperilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.

2.  berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum

mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik,  pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan. Partai Politik  1.

Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakankebijakan mereka.

2.

Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat.

3.

Partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan orientasi terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah masyarakat. Sosialisi politik mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, partai politik berusaha menciptakan image (citra) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.

4.

Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik berfungsi mencari dan mengajak orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.

5.

Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di tengah masyarakat terjadi berbagai perbedaan  pendapat, partai politik berupaya untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan  bukan untuk kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan umum.

Demokrasi

1.

Demokrasi berarti berarti kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan.

2.

demokrasi dikemukakan oleh Aristoteles, yakni Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

3.

Demokrasi memiliki 3 hal yaitu terkait dengan proses, terkait dengan content(isi) dan terkait dengan resul (hasilnya)

4. Demokrasi adalah kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain. 5.

Beberapa kriteria dari demokrasi yaitu: pemerintahan oleh rakyat, kesamaan dimata hukum dan  pemerintah, penghargaan tas minat dan bakat dan penghargaan terhadap suatu budaya atau hakhak pribadi.

6.

Yang dibutuhkan dalam demokrasi yaitu demokrasi berupa prinsip, kerangka terdalam negara  berdasarkan individunya.

7.

5 (ima) kriteria demokrasi untuk mencapai political yaitu persamaan hak memilih, partisipasi yang efektif/maksimal, pembeberan kebenaran, kontrol terakhir dalam agenda dan demokrasi harus mencakup semua warga yang dewasa (usia).

HAM (Hak Asasi Manusia) 1.

HAM ialah persamaan dan kebebasan, kebebasan yang dimaksud ialah kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain.

2.

Setiap orang berhak mendapatkan kebebasan karena itu merupakan bagian dari HAM tetapi kebebasan itu tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain.

3.

Teori John Locke, yaitu Natural Of Right berjalan secara alamiah digunakan sebagai sebuah instrumen di Amerika dimana ada 3 pokok materi yaitu seseorang harus bebas dalam kehidupan, dia tidak boleh hidup dalam ketakutan dan dia harus merasa bebas dalam melakukan apapun.

4.

3 (tiga) generasi dalam hak asasi manusia yaitu: Hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial dan  budaya dan hak atas perdamaian dan pembanguna n

Legislatif dan Eksekutif  1. Legislatif sebagai konsep kekuasaan suatu negara

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF